You are on page 1of 6

Ketentuan Hukum Waris Dalam KUHPerdata

Keluarga dan Waris

Perwaris adalah setiap orang yang meninggalkan harta dan diduga meninggal dengan
meninggalkan harta, sedangkan ahli waris adalah mereka yang sudah lahir pada saat warisan
terbuka. Dalam hukum waris perdata, pengaturan yang ada tidaklah hanya sebatas mengatur
mengenai siapa sajakah golongan yang mendapatkan warisan serta persentase bagian dari
warisan tersebut, akan tetapi juga mengatur mengenai hak serta kewajiban dari pewaris dan ahli
waris itu sendiri. Hal ini diatur agar masing-masing pihak, baik si pewaris maupun ahli waris
mengerti mengenai posisi masing-masing serta kewajiban yang harus dijalankan dalam
memberikan serta mendapatkan warisan tersebut.

Dalam KUHPerdata disebutkan bahwa hak seorang pewaris yakni yang berkaitan dengan
testament, dan kewajibannya adalah dalam memperhatikan pembatasan bagian mutlak (legitieme
portie), serta atas bagian tertentu dari ahli waris tertentu yang tidak dapat disingkirkan. Terkait
hal diatas KUHPerdata telah mengatur pembagian-pembagian tersebut sebagaimana penjelasan
berikut ini :

Pewaris

 Pasal 914 KUHPerdata, ahli waris yang mempunyai Legitieme Portie anak sah.

Apabila pewaris hanya meninggalkan 1 (satu) orang anak sah dalam garis kebawah, maka
legitieme portie itu terdiri dari 1/2 (seperdua) dari harta peninggalan yang akan diterima anak itu
pada pewarisan karena kematian.

Apabila yang meninggal meninggalkan 2 (dua) orang anak, maka legitieme portie untuk tiap-tiap
anak yakni 2/3 (duapertiga) bagian dari apa yang  akan diterima setiap anak pada pewarisan
karena kematian. Dalam hal orang yang meninggal dunia meninggalkan 3 (tiga) orang anak atau
lebih, maka legitieme portie itu 3/4 (tigaperempat) bagian dari apa yang sedianya akan diterima
tiap anak pada pewarisan karena kematian. Sebutan anak-anak dimaksudkan juga untuk
keturunan-keturunan mereka dalam derajat seberapa pun, akan tetapi mereka ini hanya dihitung
sebagai pengganti anak yang mereka wakili dalam mewarisi warisan si pewaris.

 Pasal 915 KUHPerdata, Legitieme Portie orangtua.

Pada garis ke atas legitieme portie selalu sebesar separuh dari apa yang menurut undang-undang
menjadi bagian tiap-tiap keluarga sedarah pada pewarisan karena kematian.

 Pasal 916 KUHPerdata, Legitieme Portie anak luar kawin.

Legitieme portie anak yang lahir di luar perkawinan tetapi telah diakui dengan sah, yakni 1/2
(seperdua) dari bagian yang  diatur oleh undang-undang akan diberikan kepada anak di luar
kawin itu pada pewarisan karena kematian.
Ahli Waris Seorang ahli waris memiliki hak-hak yang antara lain untuk :

 Menentukan sikap terhadap harta peninggalan;

 Menerima secara diam-diam atau tegas;

 Menerima dengan catatan (beneficiare); atau

 Menolak warisan.

Seorang ahli waris juga memiliki kewajiban-kewajiban tertentu sebagaimana yang disebutkan
dibawah ini :

 Memelihara Harta Peninggalan;

 Cara pembagian warisan;

 Melunasi hutang; dan

 Melaksanakan wasiat.

Terhadap pembagian warisan tersebut, KUHPerdata juga telah mengaturnya kedalam beberapa
pasal, sebagai berikut :

Pasal 1066 KHUPerdata menyebutkan, bahwa :

 Tidak seorang ahli warispun dapat dipaksa untuk membiarkan harta waris tidak terbagi;

 Pembagian Harta Peninggalan dapat dituntut setiap saat (walaupun ada testament yang
melarang);

 Pembagian dapat ditangguhkan dalam jangka waktu 15 (lima belas) tahun dengan
persetujuan semua ahli waris.

Dan cara pembagian warisan tersebut juga diatur kedalam beberapa pasal dalam KUHPerdata,
yakni sebagai berikut :

 Pasal 1069 KUHPerdata. Jika semua ahli waris hadir maka pembagian dapat dilakukan
menurut cara yang mereka kehendaki bersama, dengan akta pilihan mereka;

 Pasal 1071 dan Pasal 1072 KUHPerdata. Apabila salah satu ahli waris tidak mau
membantu, salah satu ahli waris lalai, salah satu ahli waris belum dewasa atau berada
dibawah pengampuan (berdasarkan keputusan hakim, maka Balai Harta Peninggalan
(BHP) akan mewakili mereka.
 Pasal 1074 KUHPerdata. Pembagian harus dengan Akta Otentik (Notaris), soal yang
berhubungan erat dengan pembagian warisan (Inbreng), dan pengembalian benda pada
boedel warisan.

Dalam KUHPerdata juga diatur mengenai harta peninggalan yang tidak terurus, ketentuan hal
tersebut diatur pada Pasal-Pasal berikut ini :

Pasal 1126 KUHPerdata. Harta peninggalan tidak terurus bilmana:

 Tidak ada yang tampil sebagai ahli waris; atau


 Semua ahli waris menolak.

Pasal 1127 KUHPerdata.

 Demi hukum Balai Harta Peninggalan (BHP) wajib mengurus harta tersebut dan pada
saat awal pengurusannya harus memberitahu kejaksaan.

Pasal 1128 KUHPerdata.

 Bilamana dalam jangka waktu lewat dari 3 (tiga) tahun terhitung mulai terbukanya
warisan, tidak ada ahli waris yang tampil, maka Balai Harta Peninggalan harus membuat
perhitungan penutup pada Negara, ”Negara berhak menguasai harta peninggalan”.

Demikian penjelasan singkat mengenai ketentuan waris berdasarkanKitab Undang-Undang


Hukum Perdata ini.

“Warisan Dibagi Tidak Berdasarkan Hukum Islam” ketegori Muslim. Assalammualaikum,

Saya ingin menanyakan bagaimana hukumnya jika warisan tidak dibagikan sesuai hukum Islam,
melainkan dibagikan secara merata antara anak perempuan dan anak laki-laki yang sebelumnya
sudah disepakati oleh semua anak yang akan mendapatkan warisan. Mohon penjelasan untuk
menghilangkan keraguan kami, karena pada dasarnya saya mengetahui bahwa kita sebagai umat
Islam harus berpedoman pada Al-Quran , tetapi ketika pembagian harta warisan, keluarga suami
tidak mengikuti hukum warisan dalam Islam, padahal sebelumnya suami telah mengingatkan
mengenai hukum pembagian ini agar sesuai dengan Al-Quran. Terima kasih.

Wassalammualaikum,

Lusi Safriani

Jawaban
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
Apa yang Anda yakini memang benar, bahwa kita sebagai muslim terikat pada hukum Allah
SWT dalam banyak hal yang terkait dengan masalah harta. Salah satunya dalam cara membagi
warisan.

Setiap harta yang kita terima, nanti di hari kiamat akan dipertanyakan. Tiap rupiah yang kita
terima harus kita pertanggung-jawabkan di hadapan mahkamah tertinggi. Manakala ada serupiah
saja yang kita miliki itu ternyata didapat dari cara-cara yang melanggar ketentuan Allah, maka
pasti akan ketahuan juga.

Di antara harta yang haram adalah harta warisan yang kita dapat bukan dengan cara pembagian
warisan yang telah ditetapkan Allah SWT. Katakanlah seharusnya seorang anak wanita hanya
mendapat 1/2 dari yang didapat anak laki-laki, namun entah karena tidak tahu atau pura-pura
tidak tahu, dimakannya harta warisan yang haram, maka harta yang bukan jatahnya itu harus
dipertanggung-jawabkan di sisi Allah SWT.

Sebab di dalam Al-Quran Al-Karim, melanggar hukum warisan memang diancam masuk neraka.
Bukan berhenti di situ saja, bahkan Allah SWT menegaskan bahwa pelakunya akan dikekalkan
di dalamnya. Na’uzu billahi min zalik.

Ya Allah, kami berlindung dari neraka-Mu hanya gara-gara makan harta haram yang telah
Engkau jelaskan dalam kitab-Mu.

Allah SWT telah mewajibkan umat Islam untuk membagi warisan sesuai dengan petunjuknya.
Sebagaimana yang telah Allah syariatkan di dalam Al-Quran Al-Kariem Itu adalah ketentuan-
ketentuan dari Allah.

Di dalam Al-Quran surat An-Nisa, setelah Allah SWT menjelaskan siapa saja yang berhak
mendapat harta waris dan berapa besar hak masing-masing, lalu Allah yang menjanjikan buat
orang yang taat kepada aturan hukum waris untuk masuk surga. Tapi sebaliknya, buat mereka
yang tidak mengerjakan aturan pembagian warisan itu, akan dijebloskan ke neraka dan kekal
selama-lamanya.

Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga
yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah
kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan
melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang
ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.

Di ayat ini Allah SWT telah menyebutkan bahwa membagi warisan adalah bagian dari hudud,
yaitu sebuah ketetapan yang bila dilanggar akan melahirkan dosa besar. Bahkan di akhirat nanti
akan diancam dengan siska api neraka. Tidak seperti pelaku dosa lainnya, mereka yang tidak
membagi warisan sebagaimana yang telah ditetapkan Allah SWT tidak akan dikeluarkan lagi
dari dalamnya, karena mereka telah dipastikan akan kekal selamanya di dalam neraka sambil
terus menerus disiksa dengan siksaan yang menghinakan.
Sungguh berat ancaman yang Allah SWT telah ditetapkan buat mereka yang tidak menjalankan
hukum warisan. Cukuplah ayat ini menjadi peringatan buat mereka yang masih saja
mengabaikan perintah Allah. Jangan sampai siksa itu tertimpa kepada kita semua.

Karena itu wajarlah bila Rasulullah SAW mewanti-wanti kitasecara khusus untuk mempelajari
ilmu pembagian harta warisan. Karena ilmu pembagian warisan itu setengah dari semua cabang
ilmu. Lagi pula Rasulullah SAW mengatakan bahwa ilmu warisan ituyang pertama kali akan
diangkat dari muka bumi.

Rasulullah SAW bersabda, Pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah. Karena pengetahuan bagi
waris setengah dari ilmu dan dilupakan orang. Dan ilmu bagi waris adalah ilmu yang pertama
kali akan dicabut dari umatku. .

Hikmah kita mempelajari dan mensosialisasikan ilmu bagi waris adalah agar seluruh lapisan
umat Islam tahu dan siap menerapkannya, bila mereka menghadapi persoalan warisan. Mengapa
sekarang ini begitu banyak orang yang enggan membagi harta warisan dengan hukum Allah?

Jawabnya karena ilmu ini tidak pernah secara khusus disosialisasikan di tengah khalayak. Di
tengah berbagai ephoria simbol-simbol ke-Islaman, seperti pemakaian busana muslimah, marak
berdirinya bank-bank syariah, berbagai aktifitas keIslaman di instansi, perkantoran, kampus dan
bahkan juga di televisi, sayang sekali tidak ada satu pun yang mengangkat tema pembagian harta
warisan.

Padahal mempelajari dan mengajarkan ilmu ini justru sudah menjadi wanti-wanti Rasulullah
SAW. Mengapa justru tidak ada yang mengangkatnya?

Sementara korbannya sudah seringkali kita lihat, di antaranyayang sedang Anda hadapi sekarang
ini. Ternyata ada di antara ahli waris yang menolak dibaginya warisan dengan hukum Islam.
Sangat boleh jadi sebabnya sederhana, yaitu dia belum pernah kenal dengan hukum waris secara
syariah.

Mungkin hatinya baik, orangnya juga mungkin bukan orang jahat, tapi kalau dia belum pernah
dikenalkan dengan bagian dari syariah ini, tentu yang harus ikut dipersalahkan adalah mereka
yang tidak mau mensosialisasikannya sebelumnya.

Sekarang ini adalah kesempatan baik buat kita untuk mensosialisasikannya kepada teman,
saudara, lingkungan dan handai taulan. Jangan menunggu ada yang mau meninggal dulu baru
bingung panggil ustadz. Tetapi ajarilah dan sosialisasikan sejak dini dan sejah jauh hari sebelum
ada orang tua yang meninggal dunia. Pastikan selruh anggota keluarga kita sudah paham dan
mengerti betul bagaimana hukum Allah SWT atas harta warisan.

Semoga Allah memberkahi hidup kita, Amien.

wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.


Pengertian dan Undang Undang Tentang Hak Ahli Waris

Menurut undang-undang yang berhak menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah, baik yang sah
menurut undang-undang ( Pernikahan yang tercatat di catatan sipil ) maupun yang diluar pernikahan,
dan suami atau istri yang hidup terlama.
Berdasarkan ketentuan pasal 832 KUHPerdata, jelas dan tegas, secara hukum, meskipun perkawinan
orang tua anda tidak tercatat dan dianggap sebagai Perkawinan yang sah, Anda berserta saudara-
saudara yang lain (anak almarhum) adalah ahli waris dari almarhum.

Bagaimana dengan bentuk perkawinannya orang tua (ibu dan bapak) yang tidak memiliki akta nikah
Tetapi ada kartu keluarganya ?

Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan :

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Artinya, meskipun perkawinan itu tidak tercatatkan, tidak berarti menjadi halangan bagi Ibu Anda dapat
bertindak sebagai ahli waris.

Perkawinan ibu dan almarhum Ayah Anda tetap sah secara agama namun tidak sah secara hukum
(pemerintah) karena tidak tercatat. Dalam hal ini, tetap Ibu atau anda selaku anak bisa mencatatkan
perkawinannya tersebut kepada lembaga pencatatan perkawinan dengan terlebih dahulu meminta
penetapan pencatatan perkawinan dari Pengadilan Negeri/ Agama (dalam hukum islam, dikenal dengan
istilah "itsbat" diatur dalam pasal 7 Kompilasi Hukum Islam)

Pasal 833 KUHPerdata menyatakan :

"Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak
dan semua piutang orang yang meninggal".

Berdasarkan ketentuan Pasal 833 KUHPerdata di atas, untuk memindahkan hak kepemilikan dari
almarhum kepada ahli warisnya, para ahli waris terlebih dahulu harus membuktikan secara hukum
bahwasanya memang sebagai ahli waris yang sah dari almarhum. Mengingat, almarhum tidak
meninggalkan surat waris atau wasiat waris maka Untuk itu harus ada terlebih dahulu penetapan
pengadilan negeri/ agama sebagai ahli waris. Dalam hal ini, anda dan para segenap ahli waris yang ada
dapat mengajukan permohonan/ fatwa waris kepada Pengadilan Negeri/ agama.

Kelak dengan adanya penetapan/ fatwa waris tersebut, anda dan para segenap ahli waris dapat
melakukan peralihan hak kepemilikan didepan notaris/ ppat.

You might also like