You are on page 1of 95

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN

ANAK TK PANGUDI LUHUR BERNARDUS SEMARANG TAHUN


AJARAN 2004 / 2005 SKRIPSI Diajukan dalam rangka menyelesaikan Studi
Strata 1 Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Oleh : Nama NIM Jurusan
Fakultas : Anastasia Kiswanti : 1401901084 : Pendidikan Sekolah Dasar S1
PY : Ilmu Pendidikan UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
2004 / 2005
PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing
untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Tri Esti Budiningsih NIP. 131 570 067 Drs. Kustiono, M.Pd NIP. 132 050
308 Mengetahui Ketua Jurusan Drs. Zoedindarto BDH NIP. 130 345 749 ii
PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan
sidang Panitia Ujian Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang Pada hari Tanggal : Selasa : 16 Agustus 2005 Penitia Ujian Skripsi
Ketua Sekretaris Drs. Siswanto, MM NIP. 130 515 769 Drs. Zoedindarto BDH
NIP. 130 345 749 Penguji I Penguji II Penguji III Drs. Sukardi, M.Pd NIP. 131
676 923 Dra. Tri Esti Budiningsih NIP. 131 570 067 Drs. Kustiono, M.Pd NIP.
132 050 308 iii
PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-
benar hasil karya saya sendiri dan kutipan yang terdapat dalam skripsi dikutip
dari referensi buku-buku yang ada hubungannya dengan pola asuh orang tua
atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah yang semestiya. Semarang, Agustus
2005 Yang membuat pernyataan, Anastasia Kiswanti NIM. 1401901084 iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN Berilah kasih kepada seorang anak, dan
engkau akan mendapat kasih itu kembali (John Ruskin) Guru mendidik perserta
didik dengan berprinsip “ajrih –asih” dalam atmosphere sekolah yang penuh
kekeluargaan, kesetiakawanan, saling memajukan diri. (YB. Mangunwijaya,
PR) Skripsi ini kupersembahkan kepada : 1. Suami dan anakku tercinta 2.
Kedua orangtua dan keluargaku tersayang 3. Sahabat dan rekan-rekan kerja
yang tercinta v
PRAKATA Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa ,yang telah
memberikan berkat dan kasih sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini . Skripsi ini dapat tersusun berkat bantuan beberapa pihak .Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. A.T. Sugito , S.H, M.M;
selaku Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan
belajar di Universitas Negeri Semarang. 2. Drs. Siswanto, MM; selaku Dekan
Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan kesempatan belajar di
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Zoedindarto
Boediharto, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar (PSD) Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan dukungan kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan 4. Dra. Tri Esti Budiningsih, selaku Pembimbing I
yang membimbing dengan baik dalam proses penulisan skripsi ini dari awal
hingga akhir penyusunan. 5. Drs. Kustiono, MPd; selaku Dosen Pembimbing II
yang telah membimbing penulis sejak awal hingga penyelesaian skripsi ini. 6.
BR. Arnodus M.FIC, selaku kooedinator TK-SD PL Bernardus yang telah
memberikan motivasi dan bantuan selama penulisan skripsi ini. 7. Ibu Maria
Yulimah, selaku kepala TK. PL Bernardus, yang telah memberikan dorongan
baik spiritual maupun material kepada penulis dari awal hingga akhir. 8.
Responden / orangtua yang banyak bekerjasama dalam penelitian ini. vi
9. Rekan-rekan guru di unit kerja TK. PL. Bernardus, yang telah banyak
membantu selama penulisan skripsi ini. Pihak-pihak lain yang secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu dalam penelitian ini. Penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini masih ada kekurangannya. oleh karena itu segala
kritik dan saran pembaca sangat diharapkan. Semoga penelitian ini tetap dapat
memberi arti bagi pembaca dalam pemenuhan informasi ilmiah. Semarang,
Agustus 2005 Penulis vii
SARI ANASTASIA KISWANTI. 2005. Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dengan Kemandirian Anak Tk Pangudi Luhur Bernardus Semarang Tahun
Ajaran 2004 / 2005. Skripsi Jurusan PGSD S-1, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Semarang, Pembimbing I. Dra. Tri Esti Budiningsih,
Pembimbing II Drs. Kustiono, M.Pd. Kata kunci : Pola asuh orang tua,
kemandirian anak TK. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama
dalam menumbuh kembangkan anak. Peran keluarga menjadi begitu penting
dalam membentuk beberapa sikap dasar yang akan menentukan perkembangan
kepribadiannya di masa depan. Pada tahap awal perkembangan, peran keluarga
yang utama adalah memberikan perhatian dan memenuhi kebutuhan rasa aman
bagi anak sehingga anak mampu mengembangkan dasar kepercayaan terhadap
lingkungan. Kemandirian anak sudah harus tumbuh pada usia prasekolah agar
kepercayaan dirinya bisa tumbuh dan berkembang dengan wajar. Seorang anak
merasa perlu untuk mandiri dan memang ada dorongan nalurinya untuk menjadi
mandiri. Skripsi ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara
pola asuh orangtua dengan kemandirian anak.Penelitian dilakukan di TK
Pangudi Luhur Bernardus Semarang, dengan obyek penelitian siswa dan
orangtua anak yang bersangkutan. Instrumen yang digunakan adalah angket
pola asuh orangtua yang meminta jawaan dari orangtua siswa untuk
mengetahui pola asuh yang mereka terapkan. Penelitian ini juga menggunakan
metode observasi yang mengamati tingkat kemandirian siswa di sekolah. Baik
angket maupun observasi dinilai dengan skala 1 sampai 4. Uji validitas dan
reliabilitas instrumen dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan pengujian
selanjutnya. Pengujian ada tidaknya hubungan antara pola asuh orangtua dan
kemandirian siswa diuji dengan analisis korelasi product moment. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pola asuh orangtua memiliki hubungan yang
cukup kuat dengan kemandirian anak dimana diperoleh nilai korelasi sebesar
0,613. Hal ini menunjukkan akan perlunya pemberian sedikit toleransi kepada
anak untuk diberikan pola asuh yang benar agar dapat memicu anak untuk
dapat melakukan segala sesuatunya secara mandiri. Berdasarkan simpulan
analisis ini disarankan kepada: (1) orangtua untuk lebih meningkatkan sikap
positif mereka terhadap program-program dalam rangka mendidik anak untuk
memiliki kemandirian yang besar, (2) bagi orang tua agar dapat mendampingi
putra-putrinya belajar dan membimbing mereka untuk menentukan cara atau
jalan mereka yang terbaik supaya lebih mandiri, (3) bagi pendidik, diharapkan
mampu memberikan contoh dan perilaku mandiri kepada siswa. viii
DAFTAR ISI Halaman
JUDUL .............................................................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................
PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................
PERNYATAAN ...............................................................................................
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................
PRAKATA .......................................................................................................
SARI.................................................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... i ii
iii IV v vi viii ix xi xii xiii BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................... A. Latar
Belakang Masalah .......................................................... B.
Permasalahan ............................................................................ C. Tujuan
Penelitian ...................................................................... D. Manfaat
Penelitian .................................................................... E. Penegasan
Istilah....................................................................... F. Sistematika
Skripsi.................................................................... 1 1 4 4 5 5 6 BAB II KAJIAN
PUSTAKA DAN HIPOTESIS ................................... A. Tinjauan
Pustaka ...................................................................... 1. Pola Asuh
Orangtua .............................................................. 2. Pendidikan Taman Kanak-
Kanak ......................................... 3.
Kemandirian ......................................................................... 4. Hubungan Pola
Asuh terhadap Kemandirian Anak di Taman Kanak-
Kanak ............................................................ B.
Hipotesis ................................................................................... 8 8 8 16 25 28 30
ix BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... A.
Populasi .................................................................................... B.
Sampel ...................................................................................... C. Variabel
Penelitian ................................................................... D. Metode Pengumpulan
Data ...................................................... E. Pengujian
Instrumen ................................................................. F. Metode Analisa
Data ................................................................. 31 31 31 32 36 42 43 BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................. A. Persiapan
Penelitian ................................................................. B. Analisa
Data ............................................................................. C.
Pembahasan .............................................................................. 45 45 51 54 BAB
V PENUTUP ..................................................................................... A.
Kesimpulan .............................................................................. B. Saran-
Saran ............................................................................... 56 56 56 DAFTAR
PUSTAKA LAMPIRAN x DAFTAR TABEL Tabel Halaman 37 41 49 50 51
52 3.1. Rancangan Observasi Kemandirian Siswa .............................................
3.2. Rancangan Skala Pola Asuh Orangtua ................................................... 4.1.
Hasil PerhitunanValiditas Angket Pola Asuh ......................................... 4.2 4.3
4.4 Skala Pola Asuh Orangtua yang Valid ...................................................
Hasil Perhitungan Validitas Observasi Kemandirian Siswa ................... Nilai
Reliabilitas ..................................................................................... xi DAFTAR
LAMPIRAN Lampiran 1 2 3 4 5 6 7 Halaman 60 64 65 68 69 77 80
Angket..................................................................................................... Lembar
Observasi Kemandirian Siswa .................................................. Skor hasil
angket Pola Asuh Orangtua ................................................... Skor hasil
Observasi Kemandirian Siswa ............................................... Korelasi hasil uji
validitas ...................................................................... Hasil pengujian reliabilitas
..................................................................... Hasil uji
korelasi .................................................................................... xii DAFTAR
GAMBAR Gambar 1. 2. 3. 4 5. Halaman 81 82 83 84 85 Siswa berani bertanya
secara sederhana ................................................. Siswa mampu tampil di depan
kelas ....................................................... Siswa bisa mencuci tangan sendiri
sampai bersih ................................. Siswa makan minum sendiri tanpa bantuan
orang lain .......................... Siswa memakai sepatu
sendiri ................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa menyiapkan
masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan
dituntut memberikan respon lebih cepat terhadap perubahanperubahan
yang tengah berlangsung di masyarakat. Masyarakat pasca modern saat
ini menghendaki perkembangan total, baik dalam visi, pengetahuan,
proses pendidikan maupun nilai-nilai yang harus dikembangkan bagi
anak untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks.
Bila Indonesia modern di masa depan mengisyaratkan perlunya manusia-
manusia pembangunan yang kreatif, mandiri inovatif dan demokratis,
maka dunia pendidikan yang harus mempersiapkan dan
menghasilkannya.(Widayati, 2002:1) Seorang anak tidak dapat tumbuh
dan berkembang tanpa adanya pengaruh dari orang lain. Tidak ada
seorangpun yang dapat membangun hidupnya sendiri dari awal dengan
kekuatannya sendiri. Dia memerlukan orang lain dan dukungan
lingkungan agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Tiap
lingkungan memberikan pengaruh pada proses pembentukan individu,
melalui proses pendidikan yang diterimanya. Tanpa pendidikan dengan
lingkungan hidup, kehidupan yang senantiasa berubah. Perubahan akan
terjadi jika ada pengaruh dari lingkungan dan orang lain di sekitarnya.
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam menumbuh
kembangkan anak. Peran keluarga menjadi begitu penting dalam
membentuk beberapa sikap dasar yang akan menentukan perkembangan
kepribadiannya di masa depan. Pada tahap awal perkembangan, peran
keluarga yang utama adalah memberikan perhatian dan memenuhi
kebutuhan rasa aman bagi anak sehingga anak mampu mengembangkan
dasar kepercayaan terhadap lingkungan. Drost (1998:63), mengemukakan
bahwa peran orang tua dalam membimbing adalah sebagai pendidik
utama untuk mempersiapkan anak menghadapi dunia pendidikan formal.
Peran orang tua adalah membangun rasa mandiri dan percaya diri anak
dengan pengakuan, pujian dan dorongan sehingga timbul rasa percaya
diri. Jika pada tahap ini seorang anak tidak mendapatkan dukungan
keluarganya, maka yang terjadi adalah berkembangnya rasa ragu-ragu.
Namun jika anak mampu mengembangkan rasa percaya diri dan sikap
mandiri, maka anak akan berani mengambil inisiatif untuk secara bebas
melakukan segala sesuatu atas kemauan sendiri. Keluarga dapat
mendorong hal ini dengan memberikan kesempatan untuk menentukan
sendiri apa yang ingin dilakukan anak. Kemandirian anak sudah harus
tumbuh pada usia prasekolah agar kepercayaan dirinya bisa tumbuh dan
berkembang dengan wajar. Seorang anak merasa perlu untuk mandiri
dan memang ada dorongan nalurinya untuk menjadi mandiri.
3 Menurut Triyon dan Lilienthal (Moeslichatoen, 1999:4) tugas-tugas
perkembangan masa kanak-kanak awal yang harus dijalani anak taman
kanakkanak adalah berkembang menjadi pribadi yang mandiri yang berarti
berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab untuk melayani dan
memenuhi kebutuhan sendiri pada tingkat kemandirian yang sesuai dengan
tingkat usia taman kanak-kanak. Dalam penelitian Komariyah (2002:49)
tentang “Studi Komparatif antara Kemandirian Siswa Kelas I SD yang berasal
dari TK dengan yang bukan berasal dari TK”, dinyatakan bahwa kemandirian
siswa kelas I SD yang berasal dari TK dengan yang bukan berasal dari TK ada
perbedaan. Dari analisis diketahui data skor kemandirian siswa kelas I SD
yang berasal dari TK menunjukkan kriteria baik dan skor kemandirian siswa
kelas I SD yang bukan berasal dari TK menunjukkan kriteria cukup. Penelitian
Ason (1998:143) yang berjudul “Kontribusi Pola Asuh Orang Tua terhadap
Prestasi Belajar Peserta Didik di SD Pangudi Luhur Bernardus” menyatakan
bahwa pola asuh orang tua memberikan kontribusi terhadap prestasi belajar
peserta didik. Penulis melihat adanya fenomena atau gejala para orang tua
terlalu mempercayakan anak pada pengasuh karena mereka sibuk bekerja
sendiri. Disisi lain pengasuh sekedar menjalankan tugas mengasuh anak,
memberi makan, mainan, segala sesuatu dibantu supaya anak tidak rewel dan
merasa senang. Hal tersebut membuat anak menjadi kebiasaan dibantu orang
lain sehingga waktu sekolah menjadi kurang mandiri.
4 Dengan adanya fenomena yang ada, jurnal penelitian dan diperkuat beberapa
teori tersebut di atas, maka perlu dilaksanakan penelitian dengan judul :
“Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemandirian Anak TK Pangudi
Luhur Bernardus Semarang tahun Ajaran 2004 / 2005” B. PERMASALAHAN
Bagi orang tua dalam mendidik anak dengan pola asuh yang benar dapat
mewujudkan atau meningkatkan kemandirian yang ada dalam diri anaknya.
Pola asuh yang dimaksud adalah dapat terjadinya komunikasi dua arah antara
orang tua dengan anak. Pola asuh orang tua diduga kuat ada kaitannya dengan
kemandirian seorang anak pada masa belajar di taman kanak-kanak, maka
permasalahan yang dapat muncul dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada
hubungan pola asuh orang tua dengan kemandirian Anak di Taman Kanak-
kanak Pangudi Luhur Bernardus Semarang ? 2. Bila ada, seberapa besar
hubungan pola asuh orang tua dengan kemandirian Anak Taman Kanak-
kanak Pangudi Luhur Bernardus Semarang ? C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui hubungan
pola asuh orang tua dengan kemandirian Anak di Taman Kanak-kanak
Pangudi Luhur Bernardus Semarang. 2. Mengetahui seberapa besar hubungan
pola asuh orang tua dengan kemandirian Anak Taman Kanak-kanak Pangudi
Luhur Bernardus Semarang.
5 D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat kepada orang tua, guru dan sekolah yaitu: 1. Sebagai bahan masukan
untuk meningkatkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak dalam
lingkungan keluarga. 2. Bagi Taman Kanak-kanak Pengudi Luhur Bernardus,
memberikan peningkatan dalam mengasuh anak untuk lebih mandiri. 3. Bagi
Civitas Akademik, memberikan tambahan wawasan dan dapat disempurnakan
dalam penelitian yang lebih lanjut atau lebih sempurna. E. PENEGASAN
ISTILAH Untuk menjaga agar jangan sampai terjadi salah penafsiran ataupun
menimbulkan beberapa penafsiran dalam mengartikan judul, maka perlu
diberikan penegasan istilah sebagai berikut: 1. Hubungan Hubungan adalah
keadaan berhubungan atau dihubungkan dengan hal lain (Purwodarminto,
1976:362). 2. Pola Asuh Pola asuh adalah perilaku orang tua dalam mendidik
anak-anak mereka (Idris, 1992:87). Perilaku orang tua dalam mendidik anak
mereka ini dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: perilaku otoriter, perilaku
demokratis dan perilaku laissez-faire.
6 3. Kemandirian Yang dimaksud kemandirian adalah kemampuan mengatur
diri sendiri sesuai dengan hak dan kewajiban, tidak bergantung pada orang lain
sampai batas kemampuannya, mampu bertanggungjawab atas keputusan,
tindakan dan perasaannya sendiri serta mampu membuang pola perilaku yang
mengingkari kenyataan (Sukadji, 1986: 27). 4. Taman Kanak-kanak Pangudi
Luhur Bernardus Taman Kanak-kanak merupakan suatu lembaga pendidikan
non formal yang dilakukan sebelum memasuki jenjang sekolah dasar
(Depdikbud, 1993: 14). Taman Kanak-kanak Bernardus dikelola oleh Yayasan
Pangudi Luhur, yaitu yayasan yang bergerak dibidang pendidikan dan
pembinaan serta mengelola sekolah dari tingkat TK sampai dengan SLTA.
(Sumardjo, 2001:1). Sedangkan Bernardus adalah nama seorang santo atau
orang suci, yang dijadikan nama pelindung sekolah dengan harapan keutamaan-
keutamaan yang dimiliki Santo Bernardus dapat dijadikan contoh teladan bagi
anak didik (Nikolaas, 1997: 412). F. SISTEMATIKA SKRIPSI Dalam
penulisan skripsi ini terdiri atas lima bagian bab sehingga dapat dijelaskan
sebagai berikut:
7 Bab I Pendahuluan Menguraikan tentang latar belakang permasalahan,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan
sistematika skripsi.
Bab II Landasan Teori Menguraikan tentang pola asuh orang tua yang
mencakup pengertian macam-macam pola asuh, pendidikan taman kanakkanak
yang mencakup ciri-ciri pendidikan taman kanak-kanak, tugas-tugas
perkembangan, interaksi belajar mengajar di taman kanak-kanak, kemandirian
yang mencakup pengertian dan sikap kemandirian anak TK, Hubungan pola
asuh terhadap kemandirian anak di Taman kanak-kanak.
Bab III Metodologi Penelitian Berisi tentang populasi dan sampel, variabel
penelitian, metode pengumpulan data dan teknik analisa data. Bab IV Hasil
Penelitian dan Pembahasan Berisi persiapan penelitian, langkah-langkah
penelitian, penyampaian, analisa data dan pembahasan hasil penelitian. Bab V
Penutup Berisi mengenai kesimpulan dan saran dari hasil penelitian di Taman
Kanak-kanak Pangudi Luhur Bernardus Semarang
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA 1.
Pola Asuh Orang Tua a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua Pola asuh orang tua
adalah perilaku orang tua dalam mendidik anak-anak mereka (Idris, 1992:87).
Sedangkan (Sukadji, 1988:20) mengartikan pola asuh sebagai sikap orang tua
terhadap anaknya. Berdasarkan kedua pengertian tersebut penulis
mendefinisikan bahwa pola asuh adalah cara dan sikap serta perilaku orang tua
dalam mendidik anak. Untuk membina atau mendidik anak tidaklah semudah
membalik tangan, atau secara kebetulan saja, tetapi orang tua harus mengadakan
kontak sosial dengan anak. dengan kontak sosial itulah akan menimbulkan
tingkah laku lekat terhadap anaknya (Haditomo, 1998:109). Tingkah laku lekat
merupakan tingkah laku yang khusus bagi bayi, yaitu kecenderungan dan
keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan orang lain, untuk
mencari kepuasan dalam hubungan dengan orang lain tersebut. Untuk
menimbulkan tingkah laku lekat terhadap seseorang atau khususnya anak, maka
ada faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a. Sering mengadakan reaksi terhadap tingkah laku anak, yang dimaksudkan
yaitu untuk menarik perhatian dari anak tersebut. b. Sering membuat interaksi
dengan anak secara spontan. Biasanya tingkah laku kelekatan tidak hanya pada
satu orang saja, namun dapat timbul lebih banyak tergantung dari banyak
sedikitnya orang yang mengasuh anak tersebut. Tetapi tingkah laku lekat yang
utama biasanya yang ada di rumah tersebut. Dengan tingkah laku lekat inilah
anak akan meniru apa yang dilakukan oleh orang yang dilekatinya, dan dari
sinilah pola asuh orang tua mulai diberikan kepada anaknya. b. Macam-Macam
Pola Asuh Ketika mendidik anak ditemukan bermacam-macam perilaku orang
tua. Secara teoritis perilaku orang tua tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu otoriter, demokratis, laissez-faire (Idris, 1992:87). Masing-masing
dari ketiga perilaku orang tua tersebut memiliki ciri-ciri tersendiri dan berkaitan
erat dengan peranan orang tua sebagai pendidik dalam hubungannya dengan
pola asuh. Ketiga pola asuh tersebut dapat dijelaskan di bawah ini: 1) Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dengan
bercirikan kekuasaan. Segala peraturan yang dianut oleh
10 orang tua harus dikerjakan oleh anak dan tidak boleh dibantah, ciricirinya
adalah sebagai berikut: (a) Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua
dan tidak boleh membantah; (b) Orang tua cenderung mencari kesalahan-
kesalahan pada pihak anak, dan kemungkinan menghukumnya; (c) Kalau
terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dengan anak, maka anak
dianggap melawan atau membangkang; (d) Orang tua cenderung memberikan
perintah dan larangan terhadap anak; (e) Orang tua cenderung memaksakan
disiplin; (f) Orang tua cenderung menentukan segala sesuatu untuk anak, dan
anak hanya sebagai pelaksana. (Idris, 1992:87). 2) Demokratis Pola asuh
demokratis adalah pola asuh yang diterapkan oleh orangtua secara
fleksibel/luwes. Anak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan
diikursertakan dalam pemecahan masalah yang muncul dalam keluarga juga
dihadapi dengan tenang, sabar dan terbuka. Ciri-ciri dari perilaku tersebut
adalah sebagai berikut : (a) Melakukan sesuatu dalam keluarga dengan cara
musyawarah. (b) Menentukan peraturan-peraturan dan disiplin dengan
mempertimbangkan keadaan, perasaan dan pendapat anak serta
11 memberikan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami dan dimengerti
oleh anak; (c) Kalau terjadi sesuatu pada anggota keluarga selalu dicari jalan
keluarnya secara musyawarah, juga dihadapi dengan tenang, wajar dan terbuka;
(d) Hubungan antara keluarga saling menghormati : pergaulan antara ibu dan
ayah juga saling menghormati, demikian pula orang tua menghormati anak
sebagai manusia yang sedang bertumbuh dan berkembang; (e) Ada komunikasi
dua arah, yaitu anak juga dapat mengusulkan, menyarankan sesuatu pada orang
tuanya dan orang tua mempertimbangkan; (f) Semua larangan dan perintah yang
disampaikan kepada anak selalu menggunakan kata-kata yang mendidik, bukan
menggunakan kata-kata kasar; (g) Memberikan pengarahan tentang perbuatan
baik yang perlu dipertimbangkan dan yang tidak baik ditinggalkan; (h)
Keinginan dan pendapat anak diperhatikan apabila sesuai dengan norma-norma
dan kemampuan orang tua; (i) Memberikan bimbingan dengan penuh
pengertian. 3) Laissez-faire Orang tua bersikap percaya bahwa mereka selalu
menganggap anak sebagai pribadi dan mendorong mereka dengan
12 memberikan kebebasan penuh, bersikap longgar, tidak pernah menghukum
maupun memberi ganjaran pada anak, kurang kontrol terhadap anak pada saat
berada dirumah, kurang membimbing terhadap anak, anak lebih berperan
daripada orangtua dalam menyelesaikan tugas atau masalah, kurang tegas,
dalam memberikan peraturan dan kedisiplinan dan hanya berperan sebagai
pemberi fasilitas maka tidak akan peduli terhadap kelakuan anak sehingga
kurang adanya komunikasi. Pola asuh Laissez-faire memiliki ciriciri sebagai
berikut: (a) Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan
membimbingnya; (b) Medidik anak acuh-tak acuh, pasif dan masa bodoh; (c)
Terutama memberikan kebutuhan material saja; (d) Membiarkan saja apa yang
dilakukan anak atau terlalu memberikan kebebasan untuk mengatur dirinya
sendiri tanpa ada aturan dan norma-norma yang digariskan oleh orang tua; (e)
Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga (Idris ,
1992:88). Menurut Hurlock (1997:256), ada tiga model pola asuh orang tua,
yaitu: otoriter, demokratis dan permisif. Masing-masing pola asuh tersebut
mempunyai ciri-ciri sebagaimana dijelaskan berikut ini:
13 a. Pola Asuh Otoriter 1) Tidak menerangkan kepada anak tentang alasan-
alasan mana yang dapat dilakukan. 2) Mengabaikan alasan-alasan yang masuk
akal dan anak tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan. 3) “Punishment”
atau hukuman selalu diberikan pada perbuatan yang salah dan melanggar
aturan. 4) “Reward” atau penghargaan jarang diberikan pada perbuatan yang
benar, baik dan berprestasi. b. Pola Asuh Demokratik 1) Ada pengertian bahwa
anak punya hak untuk mengetahui mengapa suatu aturan dikenakan kepadanya.
2) Anak diberi kesempatan untuk menjelaskan mengapa ia melanggar peraturan
sebelum hukuman dijatuhkan. 3) “Punishment” diberikan kepada perilaku yang
salah dan melanggar peraturan. 4) “Reward” yang berupa pujian dan
penghargaan diberikan kepada perilaku yang benar dan berprestasi. c. Pola
Asuh Permisif 1) Tidak ada aturan ketat dari orang tua, dan anak diperbolehkan
melakukan sesuatu yang dianggap benar. 2) “Punishment” tidak diberikan
karena memang tidak ada aturan yang mengikat.
14 3) “Reward” tidak diberikan untuk perilaku yang baik, karena ada anggapan
bahwa persetujuan sosial sebagai reward. 4) Ada pengertian bahwa perbuatan
yang baik akan dipelajari dari perbuatan yang salah. Dalam hal ini anak tidak
dituntut untuk bertindak untuk memperbaiki kesalahannya, namun orangtua
membiarkan anak untuk merubahnya sendiri. Dengan demikian tanggung
jawab anak terhadap diri mereka tidak menjadi besar. Istilah otoriter,
demokratis dan permisif biasanya digunakan dalam kepemimpinan. Namun
demikian istilah tersebut telah digunakan dalam layanan orang tua kepada
anaknya yang disebut pola asuh. Pendapat senada dikemukakan oleh Stewart
dan Krech (1986:84) yang mengemukakan bahwa ketiga pola asuh tersebut
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Pola asuh otoriter, memiliki ciri-ciri: kaku,
suka menghukum, tidak menunjukkan kasih sayang dan tidak simpatik. b. Pola
asuh demokratik, memiliki ciri-ciri yaitu: hak dan kewajiban antara anak dan
orang tua adalah sama, secara bertahap orang tua bermusyawarah dengan
anaknya. Adanya saling memberi dan menerima, dan selalu mendengarkan
keluhan-keluhan atau keberatan-keberatan yang dikemukakan oleh anak-
anaknya. c. Pola asuh permisif, yaitu cenderung memberikan kebebasan kepada
anak tanpa kontrol sama sekali, anak sedikit sekali dituntut suatu
15 kewajiban atau tanggung jawab, mempunyai hak yang sama dengan orang
tua. Dari berbagai pendapat para ahli mengenai pola asuh tersebut diatas,
penulis akan menggunakan istilah otoriter, demokratis dan laizzes faire
sebagaimana dikemukakan oleh Idris (1992:87). Penulis menggunakan
klasifikasi pola asuh yang dikemukakan oleh ahli tersebut, karena istilah yang
dipakai berlaku umum dan mudah dimengerti, serta memiliki ciri-ciri yang
jelas. Namun demikian selanjutnya penulis akan menggunakan ciriciri ketiga
pola asuh tersebut dengan mendasarkan pada pendapat beberapa ahli
sebagaimana dijelaskan sebelumnya yaitu: 1. Pola asuh otoriter Pemaksaan
kepada anak untuk memenuhi keinginan orang tua Tidak ada kebebasan pada
anak dalam menjalankan aktivitasnya Adanya ancaman atau hukuman fisik
Jarang sekali memberikan pujian kepada anak Orang tua berhak mengatur masa
depan anak Sering menakut-nakuti anak dengan ancaman
2. Pola asuh demokratis Mau meluangkan waktu kepada anak Mambatasi
anak terhadap bahaya yang dapat mengancam anak Memberi toleransi waktu
bermain anak Memberikan hadiah kepada anak jika berprestasi. 16 - Sering
mendampingi anak-anak Pemberian tugas kepada anggota keluarga sesuai
dengan kemampuan.
3. Pola asuh laizzes faire Orangtua memberikan kebebasan kepada anak untuk
berbuat sesuai keinginan mereka. Memberikan kebutuhan meteri kepada anak.
Anggapan bahwa anak memiliki hak yang sama besarnya dengan orangtua.
Tidak ada hukuman kepada anak Tidak ada pujian kepada anak. 2. Pendidikan
Taman Kanak-kanak a. Ciri-ciri Pendidikan Taman Kanak-kanak Snowman
(Patmonodewo, 2000:32) mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah ada 4
macam yakni : (1) Ciri Fisik Penampilan maupun gerak gerik anak pra sekolah
mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya. Anak
prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki penugasan (kontrol)
terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri.
Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang
cukup. Seringkali anak tidak menyadari
17 bahwa mereka harus beristirahat cukup. Otot – otot besar pada anak
prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena
itu biasanya belum terampil, belum melakukan kegiatan yang rumit seperti
misalnya, mengikat tali sepatu. Anak masih sering mengalami kesulitan apabila
harus memfokuskan pandangannya pada objek-objek yang kecil ukurannya.
Itulah sebabnya koordinasi tangan dan matanya masih kurang sempurna.
Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak
masih lunak (soft). Walaupun anak lelaki lebih besar, dan anak perempuan
lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis. Khususnya dalam tugas
motorik halus. (2) Ciri Sosial Anak prasekolah biasanya mudah bersosialisasi
dengan orang disekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu
atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya
cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisasi secara baik. Anak yang lebih
muda seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Pola
bermain anak prasekolah sangat bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas
sosial dan ‘gender’. Konneth Rubin dkk (1976). Melakukan pengelompokan
setelah mengamati kegiatan bermain bebas anak prasekolah yang dihubungkan
dengan kelas sosial kognitif anak, yaitu :
18 a. Bermain fungsional. Melakukan pengulangan gerakan-gerakan otot
dengan atau tanpa objek-objek. b. Bermain konstruktif. Melakukan manipulasi
terhadap bendabenda dalam kegiatan membuat konstruksi atau
mengkreasi/menciptakan sesuatu. c. Bermain dramatik. Adalah dengan
menggunakan situasi yang imajiner. d. Bermain dengan menggunakan aturan.
Perselisihan seringkali terjadi tetapi sebentar kemudian mereka telah berbaik
kembali. Anak lelaki lebih banyak melakukan tingkah laku agresif dan
perselisihan. Setelah anak masuk TK, umunya pada mereka berkembang
kesadaran terhadap perbedaan jenis kelamin dan peran sebagai anak lelaki atau
anak perempuan. (3) Ciri Emosional Anak TK cenderung mengekspresikan
emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh
anak pada usia tersebut. Iri hati pada anak prasekolah sering terjadi. Mereka
seringkali memperebutkan perhatian guru. (4) Ciri Kognitif Anak prasekolah
umumnya telah terampil dalam berbahasa. Sebagian besar dari mereka senang
bicara, khususnya dalam kelompoknya. Kompetisi anak perlu dikembangkan
melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang.
19 Patmonodewo (2000:24) mengemukakan ciri tahapan perkembangan
berdasar aspek perkembangan anak prasekolah ada 4 macam yakni: (1)
Perkembangan jasmani Pada saat anak mencapai tahapan prasekolah (3-6
tahun) ada ciri yang jelas berbeda antara anak usia bayi dan anak prasekolah.
Perbedaannya terletak dalam penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang badan
dan keterampilan yang mereka miliki. Kecepatan perkembangan jasmani
dipengaruhi oleh gizi, kesehatan dan lingkungan fisik lain misalnya tersedianya
alat permainan serta kesempatan yang diberikan kepada anak untuk melatih
berbagai gerakan. Keterampilan motorik kasar adalah koordinasi sebagian besar
otot tubuh misalnya melompat, main jungkat jungkit dan berlari. Ketarampilan
motorik halus adalah koordinasi bagian kecil tubuh, terutama tangan. (2)
Perkembangan kognitif Kognitif adalah pengertian yang luas mengenai berpikir
dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku-tingkah laku yang mengakibatkan
orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan
pengetahuan. (3) Perkembangan bahasa Ada perbedaan antara bahasa dan
kemampuan berbicara. Bahasa biasanya dipahami sebagai sistem tatabahasa
yang rumit dan bersifat semantik, sedangkan kemampuan berbicara terdiri dari
ungkapan
20 dalam bentuk kata-kata. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu
bahasa yang bersifat pengertian/reseptif (understanding) dan
pertanyaan/ekspresif (producing). Bahasa pengertian misalnya mendengarkan
dan membaca menunjukkan kemampuan anak untuk memahami dan berlaku
terhadap komunikasi yang ditujukan kepada anak tersebut. Bahasa ekspresif
(bicara dan tulisan) menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan kepada
orang lain. Komunikasi diri atau bicara dalam hati, juga harus dibahas. Anak
akan berbicara dengan dirinya sendiri apabila berkhayal, pada saat
merencanakan menyelesaikan masalah dan menyerasikan gerakan mereka. (4)
Perkembangan emosi dan sosial Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan
sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyelesaikan diri dengan
aturan-aturan yang berlaku didalam masyarakat dimana anak berada.
Kemampuan sosialisasi anak adalah hasil belajar, bukan sekadar hasil dari
kematangan saja. Perkembangan sosial diperoleh dari kematangan dan
kesempatan belajar dari berbagai respons lingkungan terhadap anak.
Perkembangan sosialisasi yang optimal diperoleh dari respons yang diberikan
oleh tatanan kelas pada awal anak masuk sekolah yang berupa tatanan sosial
yang sehat dan sasaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengembangkan konsep diri yang positif.
21 b. Tugas-tugas Perkembangan Anak Taman Kanak-kanak Tugas
perkembangan adalah suatu tugas yang timbul pada suatu periode tertentu
dalam kehidupan individu. Menurut Havighurt (Idris, 1992:76), tugas-tugas
perkembangan pada periode anak-anak adalah mempelajari berbagai
kecakapan jasmani yang perlu untuk permainan sehari-hari, membina sikap
sehat terhadap orang lain sebagai individu yang sedang tumbuh, belajar bergaul
dengan teman sebaya, mempelajari peranan yang tepat sebagai anak pria atau
wanita, mengembangkan kecakapan dasar dalam membaca, menulis, berhitung,
mengembangkan konsep-konsep yang berguna dalam kehidupan sehari-hari,
mengembangkan kata hati, moralitas, dan skala nilai, mencapai kebebasan
perorangan, mengembangkan sikap, dan kelompok lembaga sosial. c. Interaksi
Belajar Mengajar di Taman Kanak-kanak Taman Kanak-kanak merupakan
salah satu bentuk awal pendidikan sekolah. Usia empat sampai enam tahun,
merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai
upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya
pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang
diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar
pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial
emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai
agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi
22 dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan
perkembangan anak tercapai secara optimal. Peran pendidik sangat diperlukan
dalam upaya pengembangan potensi anak 4-6 tahun. Upaya pengembangan
tersebut harus dilakukan melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar
seraya bermain. Dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk
bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, belajar secara
menyenangkan. Selain itu bermain membantu anak mengenal dirinya sendiri,
orang lain dan lingkungan. (Depdiknas, 2004:4). Dalam kurikulum 2004, aspek-
aspek perkembangan dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh yang
mencakup bidang pengembangan pembiasaan dan bidang pengembangan
kemampuan dasar. Penulis akan meneliti salah satu bidang pengembangan yaitu
bidang pengembangan pembiasaan. Pembiasaan merupakan kegiatan yang
dilakukan secara terus-menerus dan ada dalam kehidupan seharihari anak
sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Bidang pengembangan pembiasaan
meliputi pengembangan moral, nilai-nilai agama, serta pengembangan sosial,
emosional dan kemandirian. Program pengembangan sosial dan kemandirian
dimaksudkan untuk membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara
wajar dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun dengan orang dewasa
dengan
23 baik serta dapat menolong dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup. d.
Kurikulum Taman Kanak-kanak Kurikulum untuk TK merupakan pedoman
bagi para pendidik, orang tua, guru, orang dewasa lain untuk digunakan dalam
rangka menstimulasi perkembangan anak. 1. Tujuan Taman Kanak-kanak
Tujuan taman kanak-kanak yaitu membantu anak didik mengembangkan
berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama,
sosial-emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk
siap memasuki pendidikan dasar (Depdiknas 2004:5). 2. Kompetensi
Pendidikan Taman Kanak-kanak Kompetensi yang diharapkan dari pendidikan
taman kanakkanak adalah tercapainya tugas-tugas perkembangan secara optimal
sesuai dengan standar yang telah dirumuskan. Aspek-aspek perkembangan
yang diharapkan dicapai meliputi aspek moral dan nilai-nilai agama, sosial,
emosional, dan kemandirian, berbahasa, kognitif, fisik/motorik dan seni.
Melalui pemberian rangsangan, stimulasi dan bimbingan, diharapkan akan
meningkatkan perkembangan perilaku dan sikap melalui pembiasaan yang baik,
sehingga akan menjadi dasar utama dalam pembentukan pribadi anak
24 sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat (Depdiknas 2004:8). 3.
Strategi Pembelajaran Taman Kanak-kanak Strategi pembelajaran pada
pendidikan taman kanak-kanak dilakukan dengan berpedoman pada suatu
program kegiatan yang telah disusun sehingga seluruh pembiasaan dan
kemampuan dasar yang ada pada anak dapat dikembangkan dengan sebaik-
baiknya. Strategi pembelajaran pada taman kanak-kanak hendaknya
memperhatikan pada prinsip-prinsi sebagai berikut : a. Pembelajaran
berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak. b. Berorientasi pada
kebutuhan anak c. Bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain d.
Menggunakan pendekatan tematik e. Kreatif dan inofatif f. Lingkungan
kondusif g. Mengembangkan kecakapan hidup (Depdiknas 2004:8) 4. Evaluasi
Pendidikan Taman Kanak-kanak Penilaian pada Taman kanak-kanak dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain melalui pengamatan dan pencatatan
anekdot. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan sikap
anak yang dilakukan dengan mengamati tingkah laku anak dalam kehidupan
sehari-hari secara terus menerus, sedangkan
25 pencatatan anekdot merupakan sekumpulan catatan tentang sikap dan
perilaku anak dalam situasi tertentu. Adapun alat penilaian yang dapat
digunakan untuk memperoleh gambaran perkembangan kemapuan dan perilaku
anak, antara lain : a. Portofolio, yaitu penilaian berdasarkan kumpulan hasil
kerja anak yang dapat menggambarkan sejauh mana ketrampilan anak
berkembang b. Unjuk kerja, merupakan penilaian yang menuntut anak untuk
melakukan tugas dalam perbuatan yang dapat diamati, misalnya menyanyi,
olahraga, memperagakan sesuatu. c. Penugasan, merupakan tugas yang harus
dikerjakan anak yang memerlukan waktu yang relatif lama dalam
pengerjaannya. Misalnya melakukan percobaan menanam biji. d. Hasil karya,
merupakan hasil kerja anak setelah melakukan suatu kegiatan (Depdiknas
2004:10). 3. Kemandirian a. Pengertian Kemandirian Kemandirian adalah
suatu proses pertumbuhan dan proses perkembangan (Drost, 1998:19).
Diungkapkan juga oleh Sukadji (1986:27), yang dimaksud kemandirian adalah
kemampuan mengatur diri sendiri sesuai dengan hak dan kewajibannya, tidak
tergantung pada orang lain sampai batas kemampuannya, mampu bertanggung
jawab
26 atas keputusannya, tindakan dan perasaannya sendiri serta mampu
membuang pola perilaku yang mengingkari kenyataan. Menurut Wahyuni
(2001:71), menyatakan bahwa seorang anak merasa perlu untuk mandiri dan
memang ada dorongan nalurinya untuk menjadi mandiri. Oleh sebab itu anak
harus diberi kesempatan dan kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri, agar ia
dapat tumbuh dan berkembang secara fisik maupun psikis, sebagaimana
mestinya. Dengan dorongan jiwanya sendiri, anak memang membutuhkan
berbagai peluang dan kesempatan untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya.
Anak-anak tidak perlu dipaksa atau didesak agar menjadi mandiri.
Kemandirian tumbuh sejalan dengan pertambahan usia dan setiap tekanan
atau paksaan cenderung menghambat tumbuhnya kemandirian anak. Harus
diingat, anak akan belajar mandiri apabila dia sudah cukup matang dan sudah
ada dorongan dari dalam jiwanya untuk mandiri. Berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah merupakan sikap kemampuan-
kemampuan diri yang memungkinkan individu untuk bertindak bebas,
melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri dan mampu mengatur diri sendiri
sesuai dengan kewajibannya. b. Sikap Kemandirian Anak TK Menurut
Bandura dalam Haditomo (1998:109), mengatakan bahwa tingkah laku itu dapat
dipelajari melalui melihat. Jadi kemandirian itu dapat dipelajari melalui proses
meniru tingkah laku
27 orang lain yang dilihat, baik dilakukan secara sadar maupun tidak sadar.
Kemandirian adalah kemampuan untuk mampu berdiri sendiri di atas kaki
sendiri dengan keberanian dan tanggung jawab sendiri. Jadi kemandirian
adalah suatu keadaan dimana individu sudah tidak tergantung kepada orang lain
atau sudah bisa berdiri diatas kaki sendiri, berani dan bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang dilakukannya sendiri. Dalam kurikulum 2004, Standar
Kompetensi Taman KanakKanak disajikan kompetensi yang menunjukkan
sikap, kemandirian anak usia Taman Kanak-Kanak, yakni sebagai berikut : 1.
Anak dapat menunjukkan rasa percaya diri. Sikap ini dapat dilihat dalam
kegiatan belajar sehari-hari seperti ; berani bertanya secara sederhana, mau
mengemukakan pendapat secara sederhana, mampu mengambil keputusan
secara sederhana. Mengerjakan tugas sendiri 2. Anak terbiasa menjaga
kebersihan diri dan mengurus dirinya sendiri, sikap ini dapat ditunjukkan anak
dalam kegiatan menggosok gigi, makan minum sendiri, memakai sepatu sendiri,
berpakaian sendiri, memelihara milik sendiri. 3. Anak terbiasa menjaga
lingkungan. Sikap ini ditunjukkan anak dalam kegiatan sehari-hari seperti
membuang sampah pada tempatnya, tidak mencoret-coret tembok, membantu
membersihkan lingkungan kelas.
28 4. Anak dapat bertanggung jawab. Sikap tersebut dapat dilihat waktu akan
melaksanakan kegiatan sendiri sampai selesai, membersihkan peralatan makan
selesai digunakan, merapikan mainan selesai bermain, mengembalikan alat-alat
selesai bekerja. 4. Hubungan Pola Asuh terhadap Kemandirian Anak Taman
Kanakkanak Penerapan pola asuh yang benar memberikan dampak yang positif
terhadap sikap dan perilaku anak. Begitu pula kemandirian juga dipengaruhi
oleh sikap orang tua terhadap anak. Dalam pola asuh orang tua yang bersifat
otoriter segala sesuatunya harus taat dan patuh sesuai dengan apa yang telah
ditentukan oleh orang tua, sehingga anak tidak boleh bahkan tidak bisa untuk
berkutik barang sedikitpun. Maka pada pola asuh orang tua yang bersifat
otoriter anak akan selalu merasa ketakutan. Menurut Baldwin (dalam bukunya
Gerungan, 1981:190) mengatakan, bahwa makin otoriter orang tuanya, maka
makin berkuranglah ketidaktaatan anak, tetapi akan makin banyak timbul sifat
yang passivitet, kurang inisiatif, tidak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan
berkurang dan menjadi anak yang penakut. Dalam hubungannya dengan
kemandirian, pola asuh otoriter kurang berhubungan dengan kemandirian
karena sikap otoriter orang tua membuat anak merasa kurang percaya diri dan
penakut sehingga anak kurang mandiri.
29 Pada orang tua yang bersifat demokratis, akan memberi kesempatan kepada
anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak tersebut. Kecuali itu orang tua yang bersifat demokratis
juga mau memberikan teguran kepada anaknya apabila anak tersebut salah,
tetapi setelah memberikan teguran orang tua tersebut kemudian menjelaskan
alasan-alasan apa yang seharusnya dilakukan oleh anak dengan memberikan
arahan dan contoh-contoh. Dalam hubungannya dengan kemandirian, pola
asuh demokratis mempunyai hubungan yang baik dengan kemandirian anak
karena adanya sikap demokratis dari orang tua membuat anak lebih percaya diri
dan mandiri. Pola asuh orang tua yang bersifat laizzes faire, yaitu dimana orang
tua akan membiarkan anak untuk mengerjakan apa saja yang ia kehendaki,
orang tua berpendapat bahwa anak nanti akan dapat belajar sendiri hal-hal yang
mana yang baik dan mana yang kuran baik, sesuai dengan akibat dari
perbuatannya sendiri (Windradini, 1985:110). Dalam hubungannya dengan
kemandirian, pola asuh laissez-faire kurang berhubungan dengan
kemandirian karena anak cenderung menjadi kurang bertanggung jawab dan
semaunya sendiri sehingga anak kurang mandiri. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hurlock (1973:256) dimana pada pola asuh ini orang tua tidak
memberikan bimbingan bagi kebaikan anak, karena orang tua cenderung
menganggap bahwa perbuatan yang baik akan dipelajari oleh anak dari
perbuatan yang salah. Hal ini terkadang menjadi
30 dilema bagi anak. Dengan tidak adanya bimbingan dari orangtua, penilaian
terhadap perbuatan yang baik dan buruk akan dinilai secara individual oleh
anak tersebut. Jadi anak akan menganggap bahwa perbuatannya adalah benar,
sehingga tanggung jawab terhadap dirinya sendiri akan menjadi kurang. B.
HIPOTESIS Hipotesis dalam penelitian ini yang akan di uji adalah sebagai
berikut : a. H0 : Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan
kemandirian anak di Taman Kanak-kanak Pangudi Luhur Bernardus
Semarang Tahun Ajaran 2004 / 2005. b. H1 : Ada hubungan antara pola asuh
orang tua dengan kemandirian anak di Taman Kanak-kanak Pangudi Luhur
Bernardus Semarang Tahun Ajaran 2004 / 2005.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan cara
atau langkah yang harus ditempuh dalam suatu penelitian ilmiah untuk
memperoleh data guna menguji atau membuktikan kebenaran suatu fenomena
atau gejala. Agar dapat mencapai tujuan penelitian yang telah ditentukan serta
hasilnya dapat dipercaya maka dalam penelitian perlu menggunakan langkah-
langkah dan metode yang sistematis. A. POPULASI Populasi adalah
keseluruhan subyek penelitian, apabila ingin meneliti semua elemen yang ada
keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 1996:115). Populasi adalah sejumlah
individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama (Hadi, 1988:220).
Dalam penelitian ini populasi yang dimaksud adalah anak sekolah Taman
Kanak-kanak Pangudi Luhur Bernardus Semarang sejumlah 160 anak. Adapun
sumber data yang digunakan adalah anak-anak TK dan orang tua/wali. B.
SAMPEL Sampel adalah sebagian dari populasi (Hadi, 2000:221). Dalam
penelitian ini penulis menggunakan teknik pengambilan sampel dengan teknik
cluster quota random sampling, yang mana dalam menarik sampel penulis
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota populasi untuk
menjadi sampel, dan akan diambil 10% - 15% jika populasi lebih dari 100 orang
31
32 dan 20% - 25% jika populasi kurang dari 100 orang. Untuk masing-masing
kelas sampel yang dijadikan responden yakni, meliputi : a. Kelas B1 41 b. Kelas
B2 40 c. Kelas B3 40 d. Kelas B4 39 x x x x 15% = 15% = 15% = 15% = = 6 6
6 6 + 24 Jumlah C. VARIABEL PENELITIAN Dalam penelitian diperlukan
adanya teori yang mendasarinya. Dengan landasan teori yang ada akan dapat
menentukan data-data yang dibutuhkan sebagai obyek penelitian serta
dirumuskannya suatu hipotesis agar data yang dibutuhkan tepat, maka
dibutuhkan variabel-variabel yang diteliti. Variabel didefinisikan sebagai gejala
yang bervariasi misalnya jenis kelamin, karena jenis kelamin mempunyai
variasi : laki-laki dan perempuan. Gejala adalah obyek penelitian, sehingga
variabel adalah obyek penelitian yang bervariasi (Hadi dalam Arikunto,
1998:70). Senada dengan Hadi, Kerlinger (dalam Arikunto, 1998:97)
menyebutkan variabel sebagai sebuah konsep seperti halnya laki-laki dalam
konsep jenis kelamin, insaf dalam kesadaran. Variabel menurut fungsinya
dibedakan sebagai variabel tergantung dan variabel bebas. Variabel tergantung
biasanya mengikuti variabel bebas, artinya segala sesuatu yang terjadi pada
variabel tergantung (terikat), karena pengaruh dari variabel bebas.
33 1. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian Pada penelitian ini mengungkap
dua variabel yaitu : a) Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi disebut juga variabel penyebab (Arikunto, 1998:101). Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua. b) Variabel Tergantung
Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel akibat
(Arikunto, 1998:101). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
kemandirian anak Taman Kanak-kanak Bernardus. 2. Definisi Operasional
Setiap variabel dalam penelitian perlu memiliki definisi operasional supaya
dapat digunakan dalam penelitian, khususnya dalam pengumpulan data dan
dalam penyusunan instrumen, sehingga variabel tersebut dapat diamati dan
diukur a) Pola asuh orang tua Pola asuh orangtua adalah cara dan sikap serta
perilaku orang tua dalam mendidik anak. Data mengenai pola asuh orangtua
diungkap dengan menggunakan skala pola asuh orangtua dengan ciri-ciri
sebagai berikut : 1) Pola asuh Otoriter 2) Pola asuh demokratis
34 3) Pola asuh laissez-faire Bila skor yang diperoleh individu dalam skala ini
tinggi berarti pola asuh orangtua mengarah pada bentuk otoriter, sebaliknya
apabila skor yang diperoleh rendah maka berarti mengarah pada pola asuh
laissiez-faire. b) Kemandirian Kemandirian anak adalah kemampuan
mengatur diri sendiri sesuai dengan hak dan kewajibannya, tidak tergantung
pada orang lain sampai batas kemampuannya, mampu bertanggung jawab atas
keputusannya, tindakan dan perasaannya sendiri serta mampu membuang pola
perilaku yang mengingkari kenyataan. Data mengenai kemandirian anak
diperoleh dari data observasi secara langsung yang dilakukan oleh guru kelas.
Semakin tinggi nilai observasi dari siswa menunjukkan semakin tinggi
kemandirian anak tersebut. Adapun aspek-aspek yang akan diteliti adalah : 1
Dapat menunjukkan rasa percaya diri - Berani bertanya secara sederhana -
Berani tampil di depan umum atau di depan kelas - Mau mengemukakan
pendapat secara sederhana - Mampu mengambil keputusan secara sederhana -
Tidak putus asa jika mengalami kesulitan
35 - Mempu mengerjakan tugas sendiri - Tidak mudah terpengaruh pada orang
lain 2 Anak terbiasa menjaga kebersihan diri dan mengurus dirinya sendiri -
Menggosok gigi sendiri - Makan, minum sendiri tanpa bantuan orang lain -
Memakai sepatu sendiri - Memelihara milik sendiri - Mencuci tangan sendiri
sampai bersih - Mamakai pakaian sendiri 3 Terbiasa menjaga lingkungan -
Membuang sampah pada tempatnya - Tidak mencoret-coret tembok -
Membantu membersihkan lingkungan kelas 4 Dapat bertanggung jawab -
Melaksanakan kegiatan sendiri sampai selesai - Membersihkan peralatan makan
selesai digunakan - Merapikan mainan selesai bermain - Mengembalikan alat-
alat selesai bekerja Aspek-aspek tersebut di atas akan digunakan sebagai
instrumen dalam metode observasi dalam rangka meneliti kemandirian anak
TK di sekolah
36 D. Metode Pengumpulan Data Metode pengambilan data yang dipergunakan
dalam penelitian ini ada dua macam yaitu metode observasi dan metode skala.
Metode observasi dalam penelitian ini untuk mengungkap kemandirian anak,
sedangkan metode skala dalam penelitian ini untuk mengungkap pola asuh
orangtua anak 1. Metode Obserasi Observasi atau pengamatan digunakan
dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, merupakan hasil
perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya
perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya suatu
rangsangan tertentu yang diinginkan. (Mardalis, 1999:63). Manurut Arikunto
(1998:16) observasi atau disebut pula dengan pengamatan meliputi kegiatan
pemuatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat
indra. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman,
pendengaran, peraba, dan pencecap. Apa yang dikatakan ini sebenarnya adalah
pengamatan langsung. 1. Observasi non sistematis, yang dilakukan oleh
pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan. 2. Observasi
sistematis, dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai
instrumen Observasi dalam penelitian ini berisi daftar beberapa kegiatan yang
akan diamati terhadap anak TK. Masing-masing observasi memiliki beberapa
alternatif jawaban. Aspek-aspek observasi yang diteliti adalah sebagai berikut :
37 Tabel 3.1 Rancangan Observasi Kemandirian Siswa No 1 Aspek yang
diobservasi Selalu Sering Kadang Tidak -kadang pernah Dapat menunjukkan
rasa percaya diri 1.1 - Berani bertanya secara sederhana 1.2 - Berani tampil di
depan umum atau di depan kelas 1.3 - Mau mengemukakan pendapatan secara
sederhana 1.4 - Mampu mengambil keputusan secara sederhana 1.5 - Tidak
putus asa jika mengalami kesulitan 1.6 - Mempu mengerjakan tugas sendiri 1.7
- Tidak mudah terpengaruh pada orang lain 2 Anak terbiasa menjaga
kebersihan diri dan mengurus dirinya sendiri 2.1 Menggosok gigi sendiri 2.2
Makan, minum sendiri tanpa bantuan orang lain 2.3 Memakai sepatu sendiri 2.4
Memelihara milik sendiri 2.5 Mencuci tangan sendiri sampai bersih 2.6
Memakai pakaian sendiri 3 Terbiasa menjaga lingkungan 3.1 Membuang
sampah pada tempatnya 3.2 Tidak mencoret-coret tembok 3.3 Membantu
membersihkan lingkungan kelas Dapat bertanggung jawab 4.1 Melaksanakan
kegiatan sendiri sampai selesai 4.2 Membersihkan peralatan makan selesai
digunakan 4.3 Merapikan mainan selesai bermain 4.4 Mengembalikan alat-alat
selesai bekerja Skor Total Skor 4 Sumber : Kurikulum 2004 Standar
Kompetensi Taman Kanak-Kanak
38 Instrumen suatu penelitian harus mempunyai validitas. Dalam penelitian ini
instrumen yang digunakan adalah observasi, maka observasi sudah termasuk
dalam content validity. Untuk menyusun instrumen kemandirian yang
mempunyai validitas isi (content validity), maka item dalam observasi harus
disusun berdasarkan yang telah disesuaikan dengan Kurikulum 2004 Standar
Kompetensi Taman Kanak-Kanak. . b. Metode Skala Metode pengumpulan data
untuk mengungkap pola asuh orangtua dapat diketahui dengan menggunakan
metode skala atau angket. Metode angket merupakan sekumpulan pertanyaan
atau pernyataan yang meminta tanggapan dari obyek penelitian. Pada dasarnya
pemakaian alat ukur berupa skala dan angket memiliki kesamaan dalam hal
asumsi, kelebihan maupun kelemahan. karena itu maka penulis memakai alasan
penggunaan metode angket menurut Hadi (1994:157) bahwa skala adalah suatu
metode yang mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self reports
atau setidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Alasan-alasan
atas penggunaan metode skala / angket ini adalah : 1) Kenyataan subyek adalah
orang yang paling tahu tentang dirinya 2) Asumsi bahwa apa yang dinyatakan
oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya 3) Angkat dapat
menjelaskan interpretasi subyek tentang pertanyaan yang dimaksudkan oleh
penyelidik.
39 Setiap metode pasti mempunyai kelemahan, seperti diungkapkan oleh Hadi
(1984:162), metode angket memiliki kelemahan, yaitu : 1) Unsur-unsur yang
tidak disadari tidak dapat terungkap 2) Besar kemungkinan jawaban
dipengaruhi oleh keinginan-keinginan pribadi 3) Adanya hal-hal yang dirasa
tidak perlu dipertanyakan, misalnya hal-hal yang memalukan atau dipandang
tidak penting untuk dikemukakan. 4) Kesukaran merumuskan dari diri sendiri
ke dalam bahasa. 5) Adanya kecenderungan untuk mengkonstruksikan secara
logik unsurunsur yang dirasa kurang berhubungan secara logik. Untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, maka perlu dilakukan beberapa hal,
(Hadi, 1984:163) menyatakan antara lain : 1) Dalam petunjuk-petunjuk
mengerjakan atau menjawab perlu dihindarkan kata-kata yang mengandung
perintah atau permintaan yang memaksa. 2) Melakukan proses uji coba atau try
out preliminer (Arikunto, 1990:196). Maksud dari uji coba atau try out adalah :
a. Untuk menghindari pernyataan-pernyataan yang kurang jelas maksudnya. b.
c. Untuk memadukan kata-kata yang menimbulkan kecurigaan. Untuk
memperbaiki pernyataan yang mungkin menimbulkan jawaban yang dangkal.
40 d. Untuk menambah item yang sangat perlu atau memadukan item yang
ternyata tidak relevan dengan tujuan penelitian. Hadi (1994:157) menyatakan
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan penyusunan angket dalam penelitian ini
diupayakan : 1) Menggunakan bahasa yang sederhana, sehingga subyek
mengerti halhal tersebut 2) Subyek tidak diwajibkan untuk menulis namanya.
Sehingga subyek tidak perlu kuatir dan takut bahwa hal-hal yang ada pada
dirinya akan diketahui orang lain. 3) Jawaban terdiri dari beberapa pilihan
jawaban, subyek tinggal memilih salahsatu jawaban yang paling sesuai dengan
keadaan dirinya, sehingga subyek tidak perlu merumuskan jawabannya. Skala
ini bertujuan untuk mengungkap pola asuh orangtua siswa, yang langsung
ditujukan pada orangtua siswa yang bersangkutan sebagai subjek penelitian.
Skala ini disusun berdasarkan 3 bentuk atau ciri-ciri pola asuh yang dengan
item berjumlah 60 item. Ciri-ciri tersebut adalah : 1) Otoriter, 2) Demokratis, 3)
Laissez faire. Skala disajikan dalam bentuk pilihan jawaban dan memiliki 2
kelompok item yaitu item favourabel dan kelompok item unfavourabel. Untuk
setiap item terdiri dari 4 alternatif jawaban yaitu tidak pernah ( TP ), kadang-
kadang (KD), sering (SR ), dan selalu ( SL ) Skor jawaban untuk item
fovourabel bergerak dari 4 untuk jawaban selalu, skor 3 untuk sering, 2 untuk
kadang-kadang, dan 1 untuk tidak pernah. Adapun kelompok jawaban item
unfovariabel, skor jawaban
41 bergerak dari 1 untuk jawaban selalu, skor 2 untuk sering, 3 untuk
kadangkadang, dan 4 untuk tidak pernah Rancangan skala pola asuh orangtua
dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.2. Rancangan skala Pola Asuh
Orang Tua Pola asuh Otoriter Sub Indikator No. Item Favorable Unfavorable
Jumlah 4 4 4 4 4 4 4 4 a. Anak harus selalu menuruti kemauan orangtua b.
Tidak ada kebebasan pada anak c. Anak ditakut-takuti dengan hukuman d.
Pemberian hukuman fisik e. Kurang adanya penghargaan yang diberikan kepada
anak Demokratis a. Adanya komunikasi antara anak dan orangtua b.
Pengawasan dilakukan demi perkembangan pribadi anak c. Anak cukup diberi
kebebasan dan anak tidak dikekang namun dengan batas tertentu d. Adanya
peraturan yang sudah ditentukan untuk ditaati bersama e. Pemberian
penghargaan kepada anak Laisez faire a. Adanya kebebasan berbuat pada anak
b. Anak tidak harus tunduk pada orangtua c. Orangtua tidak perlu menentukan
perilaku anak d. Orangtua tidak mendorong anak untuk patuh e. Pemberian
materi sebagai keutamaan Jumlah Sumber : Dikembangkan untuk penelitian 1,
31 2, 32 3, 33 4, 34 5, 35 6, 36 7, 37 8, 38 16, 46 17, 47 18, 48 19, 49 20, 50 21,
51 22, 52 23, 53 9, 39 24, 54 4 10, 40 11, 41 12, 42 13, 43 14, 44 15, 45 25, 55
26, 56 27,57 28, 58 29, 59 30, 60 4 4 4 4 4 4 60
42 E. Pengujian Instrumen 1. Validitas Validitas merupaakan ketepatan antara
gagasan variabel dengan ukurannya. Menurut Azwar (1986:55), suatu alat yang
dikatakan valid apabila mampu secara cermat menunjuk ukuran besar kecilnya
dan gradasi suatu gejala. Sebelum item-item pertanyaan berupa kuesioner
maupun soal digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu harus diuji validitas
(kesahihan) dan reliabilitasnya. Jika terdapat item-item yang tidak valid, maka
item tersebut tidak dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Suatu
instrument yang valid itu mempunyai kesejajaran dengan skor total yang
diketahui dengan korelasi product moment, adapun rumus tersebut sebagai
berikut: n ∑ XY − (∑ X )(∑ Y ) (n ∑ X 2 − (∑ X ) 2 )( n ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 rxy =
Keterangan : Rxy = koefisien korelasi antar variable xdan y X = jumlah nilai x
(skor item) Y = jumlah nilai y (skor item) N = jumlah sample Untuk
menentukan valid tidaknya suatu item kuesioner adalah dengan
membandingkan nilai korelasi dengan r tabel untuk α = 5%.. Jika nilai r pq
lebih besar dari r tabel maka akan diperoleh suatu item yang valid.
43 2. Reliabilitas Reliabilitas adalah alat pengumpul data yang pada dasarnya
menunjukan tingkat keajegan alat tersebut dalam mengungkap gejala tertentu
dari kelompok individu walaupun dilakukan pada waktu berbeda. Dalam
penelitian ini dalam mencari reliabilitas menggunakan scale Alpha yang dapat
dilihat dan dikoreksikan pada table Reliability AnalysisScale (Alpha).
Perhitungan Scale Alpha untuk instrumen-instrumen yang digunakan adalah
sebagai berikut. 2  k  1 − ∑ σ b   r11 =  2   k − 1  σ t  
   Keterangan : R1I = reliabilitas instrumen K = jumlah item pertanyaan 2
Σσ b = varian butir σ2t = varian total F. Metode Analisa Data Untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian anak
Taman Kanak-kanak Pangudi Luhur Bernardus digunakan metode analisa
korelasi product moment (Hadi, 1987:273). Korelasi product moment
melukiskan hubungan antara dua gejala interval. Gejala interval adalah gejala
yang menggunakan skala pengukuran yang berjarak sama. Adapun Rumus
Product Moment dari Pearson adalah sebagai berikut :
44 rXY  ∑ X2   ( X )( Y ) ∑ XY − ∑ N∑ ( X )  ( Y)  ∑ Y − ∑ −
∑ 2 2 N   2 N     Keterangan : rXY ΣXY ΣX ΣY N = = = = =
Koefisien korelasi prediktor (X) dengan kriterium (Y). Produk dari variabel
bebas (X) dan variabel terikat (Y). Produk dari variabel bebas (X) Produk dari
variabel terikat (Y). Jumlah responden (Suharsimi, 1993 : 220). Untuk
mengetahui hipotesis penelitian diterima atau ditolak, maka perlu
dikonsultasikan dengan kaidah Uji Hipotesis dengan ketentuan sebagai
berikut : 1). Jika r0 ≥ rts 5% : Korelasi dinyatakan signifikan, atau hipotesis
penelitian diterima. 2). Jika r0 < rts 5% : Korelasi dinyatakan tidak atau
hipotesis penelitian ditolak.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan
dikemukakan hal-hal yang sudah dilakukan maupun yang telah dicapai dari
penelitian ini. Untuk itu lebih jelasnya akan dikemukakan langkah-langkah
penelitian secara berurutan berikut ini : A. PERSIAPAN PENELITIAN 1.
Persiapan perijinan Persiapan merupakan langkah awal yang harus dilakukan
dalam penelitian ini. Sehubungan dengan persiapan penelitian, maka peneliti
menempuh langkah-langkah sebagai berikut : a. Sebelum mengadakan
penelitian, peneliti minta surat ijin penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Universitas Negeri Semarang b. Setelah diperoleh surat ijin
penelitian. Peneliti minta ijin kepada Kepala TK Pangudi Luhur Bernardus
Semarang untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut. Setelah diperoleh
ijin dari pihak TK, selanjutnya peneliti menentukan sampel yang akan
digunakan dalam penelitian dan kemudian memberikan angket kepada siswa
tersebut untuk diberikan kepada orangtua mereka, dan memintanya untuk
dikembalikan pada keesokan harinya. 45
46 2. Pengumpulan Data Penelitian Pengumpulan data penelitian ini diperoleh
melalui pengebaran angket dan observasi kemandirian siswa. Selanjutnya hasil
jawaban angket dan observasi ditabulasi untuk mendapatkan skor dari masing-
masing variabel pada masing-masing siswa. 3. Pengujian Validitas dan
Reliabilitas Instrumen Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan
untuk mengetahui kehandalan dari angket yang digunakan. Pengujian ini
dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan bahwa data yang diperoleh
merupakan data yang baik. a. Validitas angket. Angket yang akan dipergunakan
untuk penelitian harus memenuhi standar validitas. Sedangkan yang dimaksud
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (angket) adalah kondisi dimana
instrumen tersebut layak dipergunakan untuk mengukur tinggi rendahnya suatu
pengukuran variabel. Dalam hal ini soal yang digunakan adalah berupa 60 item
pernyataan yang diberikan kepada 24 orang tua siswa. Pengujian validitas
instrumen menggunakan rumus korelasi product moment yang merupakan
korelasi antara jawaban dari item soal yang akan diuji dengan skor totalnya.
Jika terdapat korelasi yang cukup tinggi atau lebih besar dari nilai r tabel untuk
n = 24 maka item yang diuji dinyatakan valid. Sebaliknya jika korelasi item –
total tersebut lebih
47 kecil dari nilai r tabel maka item tersebut dinyatakan tidak valid yang berarti
item tersebut tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya. Rumus product
moment yang digunakan untuk menguji validitas instrumen mengenai sikap
siswa adalah sebagai berikut : N ∑ XY − (∑ X ) (∑ Y ) ( N ∑ X 2 − (∑ X ) 2 )
( N rXY = ∑Y 2 − (∑ Y ) 2 ) Keterangan : rxy : koefisien korelasi tiap item
ΣX : jumlah skor tiap item ΣY : jumlah skor total N : jumlah responden
(Suharsimi Arikunto, 1993:138) Dengan menggunakan rumus tesebut di atas
menghasilkan validitas item angket, hasilnya dapat dilihat pada Lampiran, hasil
tersebut dikonsultasikan pada tabel nilai r product moment dengan taraf
signifikan 5%, bila nilai r hitung > r tabel untuk n = 24 yaitu sebesar 0,404,
maka item pertanyaan adalah valid dan sebaliknya apabila r hitung < r tabel
dikatakan tidak valid. Hasil selengkapnya pada tabel berikut ini.
48 Contoh Perhitungan Validitas Untuk item 1 Dari tabel dip eroleh : ΣX ΣX2
ΣXY ΣY ΣY2 n = 46 = 100 = 7263 = 3712 = 583468 = 24 rxy = n ∑ XY − (∑ X
)(∑ Y ) (n ∑ X 2 − (∑ X ) 2 )(n ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 24 (7263) − (46)(3712)
(24(100) − (46) 2 ) (24(583468) − (3712) 2 ) 174312 - 170752 (2400 − 2116)
(14003232 -13778944) 3560 = 0,446 63697792 = = = Perhitungan
selengkapnya untuk keseluruhan instrumen penelitian ini ada pada lampiran.
Secara ringkas hasil tersebut disajikan pada tabel berikut ini.
49 Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Validitas Angket Pola Asuh . No r Keterangan
No 1 0.446 Valid 31 2 0.514 Valid 32 3 0.501 Valid 33 4 0.486 Valid 34 5
-0.021 Tidak Valid 35 6 0.705 Valid 36 7 0.449 Valid 37 8 0.696 Valid 38 9
0.633 Valid 39 10 0.491 Valid 40 11 0.510 Valid 41 12 0.474 Valid 42 13 0.473
Valid 43 14 -0.020 Tidak Valid 44 15 0.458 Valid 45 16 0.414 Valid 46 17
0.490 Valid 47 18 0.540 Valid 48 19 0.446 Valid 49 20 -0.073 Tidak Valid 50
21 0.429 Valid 51 22 -0.202 Tidak Valid 52 23 0.442 Valid 53 24 0.422 Valid
54 25 0.505 Valid 55 26 0.475 Valid 56 27 0.412 Valid 57 28 -0.350 Tidak
Valid 58 29 0.442 Valid 59 30 0.464 Valid 60 Sumber : Data primer yang
diolah r 0.687 0.443 0.462 -0.043 0.419 0.406 0.448 0.462 0.454 0.555 0.058
0.442 0.408 0.455 0.463 0.471 0.463 0.428 0.532 -0.478 0.440 0.423 0.483
0.440 0.438 0.463 0.444 -0.181 0.578 0.546 Keterangan Valid Valid Valid
Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid
Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Valid Tidak Valid Valid Valid Setelah dihitung ternyata diperoleh 9 item
dinyatakan tidak valid karena memiliki nilai korelasi di bawah 0,404. Dengan
demikian 51 item yang layak digunakan untuk penelitian ini. Dengan demikian
sebaran item yang valid dari penggunaan instrumen sebelumnya dapat disajikan
sebagai berikut :
50 Tabel 4.2. Rancangan skala Pola Asuh Orang Tua Pola asuh Otoriter Sub
Indikator No. Item Favorable Unfavorable Jumlah 4 4 4 3 1 4 3 4 a. Anak harus
selalu menuruti kemauan orangtua b. Tidak ada kebebasan pada anak c. Anak
ditakut-takuti dengan hukuman d. Pemberian hukuman fisik e. Kurang adanya
penghargaan yang diberikan kepada anak Demokratis a. Adanya komunikasi
antara anak dan orangtua b. Pengawasan dilakukan demi perkembangan pribadi
anak c. Anak cukup diberi kebebasan dan anak tidak dikekang namun dengan
batas tertentu d. Adanya peraturan yang sudah ditentukan untuk ditaati bersama
e. Pemberian penghargaan kepada anak Laisez faire a. Adanya kebebasan
berbuat pada anak b. Anak tidak harus tunduk pada orangtua c. Orangtua tidak
perlu menentukan perilaku anak d. Orangtua tidak mendorong anak untuk
patuh e. Pemberian materi sebagai keutamaan Jumlah Sumber : Data primer
yang diolah . 1, 31 2, 32 3, 33 4 35 6, 36 7, 37 8, 38 16, 46 17, 47 18, 48 19, 49
21, 51 52 23, 53 9, 39 24, 54 4 10, 40 11 12, 42 13, 43 44 15, 45 25, 55 26, 56
27,57 4 3 4 2 29, 59 30, 60 3 4 51 Sedangkan untuk variabel kemandirian
siswa yang diperoleh dari penilaian observasi terhadap 20 item pernyataan,
dengan pengujian
51 validitas dengan korelasi product moment diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Validitas Observasi Kemandirian Siswa No r Ket
1 0.459 Valid 2 0.655 Valid 3 0.484 Valid 4 0.512 Valid 5 0.473 Valid 6 0.586
Valid 7 0.431 Valid 8 0.458 Valid 9 0.426 Valid 10 0.470 Valid 11 0.493 Valid
12 0.637 Valid 13 0.502 Valid 14 0.567 Valid 15 0.559 Valid 16 0.465 Valid 17
0.768 Valid 18 0.455 Valid 19 0.643 Valid 20 0.640 Valid Sumber : Data
primer yang diolah Diperoleh bahwa 20 item obserasi variabel kemandirian
siswa menunjukkan sebagai item yang valid karena memiliki nilai korelasi di
atas 0,404. Dengan demikian seluruh item observasi kemandirian siswa layak
digunakan untuk penelitian ini. 2. Reliabilitas Test Sebelum digunakan untuk
pengumpulan data, alat ukur yang akan dipergunakan perlu diuji cobakan
terlebih dahulu reliabilitasnya. Reliabilitas yaitu tingkat keajegan alat ukur
meskipun dilakukan dalam
52 waktu yang berbeda (Arikunto, 1998:138). Untuk menentukan reliabilitas
dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha. Hasil pengujian reliabilitas
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran dan hasilnya diringkas pada tabel
berikut ini Tabel 4.4. Nilai Reliabilitas Soal Soal Pola Asuh Orangtua
Reliabilitas 0,9316 R tabel 0,404 0,404 Keterangan Reliabel Reliabel
Kemandirian Siswa 0,8650 Sumber : Data primer yang diolah Berdasarkan
hasil tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data telah memenuhi syarat sebagai soal yang reliabel. B.
ANALISA DATA Setelah semua memenuhi syarat validitas dan reliabilitas,
maka langkah selanjutnya adalah menguji ada tidaknya hubungan antara pola
asuh orangtua dengan kemandirian siswa. Pola asuh orangtua dihitung
berdasarkan 51 item angket yang valid sedangkan kemandirian siswa dihitung
dari seluruh 20 itemnya. Tabulasi data dan hasil perhitungan selanjutnya akan
disajikan berikut ini.
53 r XY ∑  ∑ X   2 XY − (∑ X )(∑ Y ) N 2 2 ( ∑ X )   ∑ Y −
 N  (∑ Y ) 2   −  N  215749 =   453276   (3260)(157 5)
24 2 (3260)   (1575)   1575  24 24  215749 - 213937.50 2   
 = (453276 − 442816.67) (104193 1811.5 8719161.75 1811.5 2952.82 -
103359.38) = = = 0.613 Jadi besarnya hubungan antara X (pola asuh orangtua)
dengan kemandirian siswa adalah sebesar 0,613. Untuk menguji keberartian
besarnya hubungan tersebut maka nilai tersebut harus dibandingkan dengan
nilai r tabel untuk n = 24 yaitu diperoleh sebesar 0,404. Karena nilai ry1 (0,613)
> r tabel (0,404) maka dapat disimpulkan terdapat adanya hubungan yang
bermakna antara pola asuh orangtua dengan kemandirian siswa.
54 Nilai korelasi sebesar 0,613 masuk dalam kategori cukup tinggi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua memiliki hubungan
yang cukup tinggi dengan kemandirian siswa. C. PEMBAHASAN Hasil
penelitian ini menunjukkan diperolehnya nilai korelasi yang cukup tinggi antara
pola asuh orangtua dengan kemandirian siswa dimana diperoleh nilai korelasi
sebesar 0,613. Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian siswa dapat
ditentukan oleh polaasuh orangtua. Sedangkan nilai korelasi sebesar 0,613
memberikan indikasi adanya hubungan yang cukup tinggi antara pola asuh
orangtua dengan kemandirian siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan satu
implikasi akan perlunya pemberian toleransi kepada anak untuk diberikan
beberapa kebebasan dengan bimbingan yang baik. Model pengekangan atau
pola asuh otoriter pada orangtua akan cenderung tidak memacu anak-anak
untuk melakukan segala sesuatunya secara mandiri. Dalam hal ini anak harus
diberi bimbingan dan pengarahan untuk dapat merangsang jiwa kemandirian
anak. Sejak usia masih kecil, anak perlu dididik dengan pola asuh yang tidak
mengekang namun juga tidak membiarkan anak bertindak semaunya.
Kemandirian anak sudah harus ditumbuhkan pada usia pra sekolah agar
kepercayaan diri anak dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar. Seorang
anak merasa perlu untuk mandiri dan hal ini dapat diberikan dalam pola
pengasuhan orangtua.
55 Untuk itu orangtua harus dengan bijaksana dalam memutuskan bentuk pola
asuh yang sesuai untuk perkembangan anak. Karena pola asuh yang kurang
tepat yang diberikan kepada anak, akan menciptakan satu bentuk perilaku
kemandirian yang kurang pada diri anak, dan selanjutnya akan berakibat
kurang baik pada anak. Dalam pola asuh orangtua yang bersifat otoriter segala
sesuatunya harus taat dan patuh sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh
orangtua, sehingga anak tidak boleh bahkan tidak bisa berkutik sedikitpun.
Sebagimana dinyatakan oleh Baldwin dalam Gerungan (1981:190) bahwa
semakin otoriter sikap orangtua, maka anak akan semakin timbul sifat
passivitet, kurang inisiatif, tidak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan
berkurang dan anak menjadi penakut. Hal ini tentunya akan mengganggu
kemandirian anak. Pada pola asuh demokratis, ada kemungkinnan akan
memberi kesempatan kepada anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kebutuhannya, namun pola ini juga memberikan keterbatasan berupa
teguran kepada anak apabila anak dinilai salah selain memberikan arahan dan
contohcontoh perilaku. Sikap ini akan memungkinkan anak memiliki sifat
mandiri, percaya diri dan mampu melakukan sesuatu dengan pertimbangan
sendiri dengan adanya tanggung jawabnya terhadap tindakannya Pada pola
asuh laizes faire, dimana orangtua membiarkan perilaku anak mereka tanpa
batasan yang jelas akan membuat anak tidak memiliki tanggung jawab terhadap
dirinya sendiri, sehingga kemandirian yang dimiliki oleh anak kurang akan
seimbang.
56 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data dan
pembahasan pada bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Pola asuh
orangtua memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan kemandirian anak
dimana diperoleh nilai korelasi sebesar 0,613. Hal ini menunjukkan akan
perlunya pemberian sedikit toleransi kepada anak untuk diberikan pola asuh
yang benar agar dapat memicu anak untuk dapat melakukan segala sesuatunya
secara mandiri. B. SARAN-SARAN Dari serangkaian hasil penelitian dan
analisanya ada beberapa hal yang dapat peneliti sarankan : 1. Bagi orangtua,
diharapkan agar lebih meningkatkan sikap positif terhadap program-program
dalam rangka mendidik anak untuk kemandirian yang besar. 2. Bagi orang
tua, agar dapat mendampingi putra-putrinya belajar dan membimbing mereka
untuk menentukan cara atau jalan mereka yang terbaik. Bagi pendidik,
diharapkan mampu memberikan contoh dan perilaku mandiri kepada siswa
untuk bisa diterapkan oleh siswa, baik di rumah maupun di sekolah.. 56
57 DAFTAR PUSTAKA Abu, 1990, Psikologi Sosial, Jakarta : Rineka Cipta.
Buchori, Mochtar, 2001, Pendidikan Antisipatoris, Yogyakarta : Kanisius.
Depdikbud, 1994, Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-Kanak, Jakarta :
Rineka Cipta. Depdiknas, 2004. Kurikulum 2004. Standar Kompetensi. Jakarta.
Drost, 1998, Sekolah : Mengajar atau Mendidik?, Yogyakarta, Kanisius. Hadi,
Sutrisno, 1987, Metodologi Research 3, Yogyakarta : Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada. Hurlock, Elizabets B, 1997, Perkembangan Anak.
Edisi ke 6. Jakarta : Erlangga. Idris, Zahara, 1992, Pengantar Pendidikan I,
Jakarta : Gramedia. Monks, FJ, Knoers, AMP, Siti, 1999, Psikologi
Perkembangan (Pengantar dalam Berbagai Bagiannya), Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press. Nicolaas, 1997, Orang Kudus Sepanjang Tahun,
Jakarta : Obor. Patmonodewo, Sumantri, 2000, Pendidikan Anak Prasekolah,
Jakarta : Rineka Cipta. R, Moeslichatoen, 1999, Metode Pengajaran di Taman
Kanak-Kanak, Jakarta : Rineka Cipta. Riyanto, Yatim, 2001, Metodologi
Penelitian Pendidikan, Surabaya : SIC. Sindhunata, 2000, Membuka Masa
Depan Anak-Anak Kita, Yogyakarta : Kanisius. Singgih, 1991, Psikologi
Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, Jakarta : BPK Gunung Mulia. Sudjana,
1992, Metode Statistika, Bandung : Tarsito. Sumarjo, 2001, Rencana Strategi
Yayasan Pengudi Luhur, Semarang : YPL.
58 Wahyuni, Endang, 2001, Cara praktis Mengasuh dan Membimbing Anak
Agar Menjadi Cerdas dan Bahagia, Pionir Jaya. Widayadi, C, Sri, dkk, 1999,
Reformasi Pendidikan Dasar Menyiapkan Pribadi Berkualitas Menghadapi
Persaingan Global, Jakarta 20270 : Grasindo. Windradini, Soesila, 1985,
Psikologi Perkembangan Masa Remaja, Surabaya : Usaha Nasional.
ANGKET PETUNJUK 1. Angket ini dimaksudkan untuk memperoleh
informasi tentang pola asuh orangtua 2. Data yang Bapak.Ibu berikan dijamin
kerahasiannya dan sama sekali tidak mempengaruhi status putra/putri
Bapak/Ibu di sekolah. Oleh karena ini Bapak/Ibu tidak perlu ragu-ragu untuk
memberikan jawaban pada angket sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 3.
Bacalah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan sederhana, kemudian jawablah
pertanyaan tersebut dengan memberi tanda (X) pada salah satu jawaban yang
telah tersedia sesuai dengan jawaban yang Bapak/Ibu maksudkan. 4. Kejujuran
Bapak/Ibu dalam memilih jawaban akan sangat membantu keberhasilan
penelitian ini. 5. Atas bantuan dari Bapak/Ibu kami ucapkan banyak terima
kasih. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Orangtua 2. Nama anak 3. Nama
Sekolah 4. Kelas : ……………………………………………………. :
……………………………………………………. :
……………………………………………………. :
…………………………………………………….
No Pernyataan TP KD SR SL 1 Anda memaksa anak anda untuk selalu
mematuhi kemauan Anda 2 Anda tidak memberikan kebebasan kepada anak
anda dalam menjalankan aktivitasnya sebagai anak-anak 3 Anda memberikan
ancaman jika anak anda tidak tidak mendapatkan prestasi yang anda inginkan 4
Anda memberikan hukuman fisik (memukul, menjewer, menendang) kepada
anak anda jika anak anda berbuat kesalahan yang besar 5 Anda merasa puas
jika anak anda telah melakukan perbuatan yang anda inginkan tanpa
memberikan pujian kepada anak anda 6 Anda selalu meluangkan waktu untuk
bertanya kepada anak anda mengenai yang terjadi di sekolahnya 7 Anda sangat
membatasi pergaulan anak-anak anda terhadap bahaya yang berasal dari
lingkungan 8 Anda memberikan toleransi waktu bermain kepada anakanak anda
hingga jam tertentu 9 Keluarga anda menentukan satu peraturan tidak tertulis
yang harus ditaati seluruh angggota keluarga 10 Anda memberikan hadiah
kepada anak anda jika anak anda berprestasi di sekolahnya 11 Anda
memberikan kebebasan kepada anak anda untuk berbuat sesuai dengan hati
nuraninya 12 Anda membiarkan anak anda jika menentang pada kemauan anda
13 Menurut anda, masa depan anak anda sepenuhnya ada di tangan anak anda
14 Anda mengganggap bahwa jika anak anda tidak mengerjakan tugas mereka
adalah sebagai hal yang wajar 15 Anda memberikan segala kebutuhan materi
kepada anakanak anda 16 Anda beranggapan bahwa anak anda tidak harus
tunduk kepada kemauan anda 17 Anda tidak dapat berbuat apapun untuk
melarang anak anda dalam bermain 18 Anda tidak pernah menakut-nakuti anda
dengan bentuk hukuman apapun 19 Anda tidak pernah menjewer, memukul
atau menendang anak anda jika mendapat nilai jelek 20 Anda tidak segan untuk
memberi pujian kepada anak anda selesai anak anda melakukan pekerjaan
yang anda berikan
No Pernyataan TP KD SR SL 21 Anda jarang berbicara dengan anak anda 22
Anda tidak memiliki banyak waktu untuk memperhatikan anak-anak anda dan
teman bergaulnya 23 Menurut anda mengekang kebebasan anak berarti
membatasi hak pribadi anak anak anda 24 Dalam pergaulan di rumah, seluruh
anggota keluarga saling menyuruh dalam melakukan sesuatu 25 Anda merasa
bahwa pemberian hadiah atau penghargaan kepada anak dapat memperlemah
mental anak anda 26 Anda tidak menghalang-halangi keinginan anak anda
dalam melakukan yang diinginaknnya 27 Anda merasa tidak berhak memaksa
anak anda untuk mematuhi anda 28 Anak merasa bahwa anak anda berhak
sepenuhnya untuk melakukan sesuatu demi kepentingannya sendiri 29 Selama
ini anda jarang berbicara kepada anak anda mengenai cita-cita anak anda 30
Anda tidak peduli akan kebutuhan material untuk anakanak anda 31 Menurut
anda segala sesuatu yang baik bagi anda adalah baik bagi anak anda 32
Menurut anda segala tindakan anak anda harus diarahkan sesuai dengan
keinginan anda 33 Anda merasa bahwa pemberian ancaman kepada anak anda
merupakan satu-satunya hal yang paling tepat untuk anak anda 34 Menurut
anda hukuman fisik layak diberikan kepada setiap anak laki-laki yang
melanggar peraturan 35 Anda hanya bangga jika anak anda menjadi yang
terbaik di sekolahnya 36 Jika liburan, anda menawarkan kepada anak anda
rencana untuk mengisi liburan 37 Anda sering mendampingan anak-anak anda
menonton televisi 38 Anda mengetahui nama teman-teman bergaul anak anda
39 Anda memberikan tugas kepada seluruh anggota keluarga dalam kegiatan di
rumah 40 Anda merasa berhak memberikan hadiah kepada anak anda untuk
merangsang prestasi anak
No Pernyataan TP KD SR SL 41 Anda memberi kebebasan kepada anak anda
untuk menggunakan fasilitas rumah 42 Anda menyadari bahwa keharusan anak
anda untuk tunduk kepada anda akan membawa efek negatif kepada anak anda
43 Anda merasa bahwa anak anda akan dapat memilih perilakunya sendiri
tanpa bantuan orang lain 44 Anda tidak memberikan tugas rumah apapun
kepada anak-anak anda 45 Anda merasa bahwa materi merupakan faktor utama
untuk membahagiakan anak 46 Anda merasa bahwa anak anda boleh
melakukan tindakannya sendiri tanpa petunjuk anda 47 Anda merasa bahwa
keputusan yang diambil oleh anak anda akan membawa dampak negatif bagi
perkembangan anak anda 48 Anda merasa bahwa jika anak tidak ditakut-
takuti, maka anak akan bertindak kurang ajar kepada orangtua 49 Anda merasa
bahwa tidak diberikannya hukuman fisik pada anak akan membuat anak anda
menjadi lemah 50 Memberikan pujian kepada anak merupakan salah satu upaya
untuk menumbuhkan semangat anak anda 51 Anda jarang makan bersama-
sama anggota keluarga lainnya 52 Anda tidak tahu dengan pasti kapan anak
anda pergi bermain dan kapan pulangnya 53 Anda berpendapat bahwa
kebebasan yang diberikan kepada anak namun dengan pembatasan, akan dapat
memberikan rasa frustasi kepada anak 54 Keluarga tidak pernah memberikan
aturan terhadap semua tindakan anggota keluarga 55 Anda tidak sempat berpikir
untuk memberikan hadiah atas prestasi anak anda 56 Anda merasa tidak baik
untuk mengekang kebebasan anak anda yang sekaligus menjadi hak anak anda
57 Anda berpendapat bahwa keharusan anak untuk tunduk kepada orangtua
akan membuat tekanan pada anak anda 58 Anda merasa bahwa anak anda
mampu memilih tindakan yang terbaik untuk kehidupan mendatang mereka 59
Anda jarang mengingatkan anak-anak anda untuk membuat pekerjaan rumah
yang diberikan di sekolah 60 Menurut anda kurangnya materi akan
mengakibatkan pertumbuhan yang kurang baik bagi anak anda
Nama anak Kelas No 1 : ………………………… : …………………………
LEMBAR OBSERVASI KEMANDIRIAN SISWA Aspek yang diobservasi
Selalu Sering Kadang Tidak -kadang pernah 2 Dapat menunjukkan rasa percaya
diri 1.1 - Berani bertanya secara sederhana 1.2 - Berani tampil di depan umum
atau di depan kelas 1.3 - Mau mengemukakan pendapat secara sederhana 1.4 -
Mampu mengambil keputusan secara sederhana 1.5 - Tidak putus asa jika
mengalami kesulitan 1.6 - Mempu mengerjakan tugas sendiri 1.7 - Tidak mudah
terpengaruh pada orang lain Anak terbiasa menjaga kebersihan diri dan
mengurus dirinya sendiri 2.1 Menggosok gigi sendiri 2.2 Makan, minum sendiri
tanpa bantuan orang lain 2.3 Memakai sepatu sendiri 2.4 Memelihara milik
sendiri 2.5 Mencuci tangan sendiri sampai bersih 2.6 Mamakai pakaian sendiri
3 Terbiasa menjaga lingkungan 3.1 Membuang sampah pada tempatnya 3.2
Tidak mencoret-coret tembok 3.3 Membantu membersihkan lingkungan kelas
Dapat bertanggung jawab 4.1 Melaksanakan kegiatan sendiri sampai selesai 4.2
Membersihkan peralatan makan selesai digunakan 4.3 Merapikan mainan
selesai bermain 4.4 Mengembalikan alat-alat selesai bekerja Skor Total Skor 4
Semarang, …………………… 2005 Observer ( ……………………….. )
Reliability R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S KEMANDIRIAN Item-total
Statistics Scale Mean if Item Deleted Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11
Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17 Y18 Y19 Y20 61.1250 61.0417 61.4167 61.5833
61.4167 60.7917 61.4583 60.7917 60.7917 60.7500 61.0417 60.7917 61.2500
60.7917 61.0417 60.9167 60.8750 61.1667 60.8750 60.8333 Scale Variance if
Item Deleted 43.2446 43.2591 43.3841 44.8623 43.2971 44.6938 44.6938
43.9112 44.5199 44.8913 43.9547 43.6504 42.8043 42.3460 44.6504 45.6449
41.7663 45.2754 44.3750 44.2319 Corrected ItemTotal Correlation .5314 .
5505 .5561 .4330 .5052 .4344 .4344 .4716 .4574 .4828 .5328 .5738 .6047 .7530
.5215 .3965 .7501 .3617 .4889 .5004 S C A L E (A L P H A) SISWA Alpha if
Item Deleted .8901 .8895 .8893 .8927 .8911 .8928 .8928 .8919 .8921 .8915 .
8900 .8889 .8878 .8837 .8905 .8935 .8832 .8947 .8912 .8909 Reliability
Coefficients N of Cases = Alpha = .8954 24.0 N of Items = 20
Reliability R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S S C A L E (A L P H A)
POLA ASUH ORANG TUA Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted
X1 X2 X3 X4 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X15 X16 X17 X18 X19 X21
X23 X24 X25 X26 X27 X29 X30 X31 X32 X33 X35 X36 X37 X38 X39 X40
X42 X43 X44 X45 X46 X47 X48 _ 133.9167 133.9167 134.2917 134.3333
132.4167 133.2917 132.8333 133.0000 133.3333 133.1250 134.2500 133.6250
133.3333 132.9583 132.8333 133.2500 132.8333 132.6250 133.7083 132.7500
132.7083 133.4167 133.1667 133.0833 132.2917 133.7083 133.9583 134.2500
133.9583 132.7500 132.6250 132.6667 132.9167 132.7500 133.1250 133.9583
133.7917 134.3333 132.6667 132.6250 132.5833 Scale Variance if Item
Deleted 442.0797 435.3841 440.8243 438.9275 431.4710 437.6938 429.2754
428.0000 437.2754 436.8967 441.5000 434.3315 437.4493 441.8678 442.7536
437.4130 434.4928 433.0272 438.7373 440.5435 430.0417 435.5580 436.8406
432.8623 435.5199 437.4330 446.6504 438.8913 440.3025 438.9783 440.5924
442.4058 438.3406 433.2391 436.5489 441.7808 440.0851 442.0580 439.1014
440.3315 442.1667 Corrected ItemTotal Correlation .4031 .4776 .4429 .4329 .
7040 .3939 .7171 .6176 .4811 .5104 .4226 .4556 .4213 .3654 .4695 .4798 .4140
.3875 .3811 .3424 .5278 .4274 .3670 .4292 .4482 .6615 .4169 .4089 .3612 .
4065 .4145 .4015 .4869 .5658 .4121 .3680 .3634 .4008 .4379 .4594 .4269 Alpha
if Item Deleted .9306 .9301 .9304 .9304 .9286 .9308 .9284 .9289 .9301 .9299 .
9305 .9303 .9305 .9309 .9304 .9301 .9307 .9312 .9309 .9311 .9297 .9305 .9311
.9306 .9303 .9294 .9309 .9306 .9310 .9306 .9306 .9307 .9301 .9294 .9306 .
9309 .9310 .9307 .9304 .9303 .9305
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) POLA ASUH
ORANG TUA Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted X49 X51 X52
X53 X54 X55 X56 X57 X59 X60 132.5417 132.8750 132.5833 132.6667
132.5417 132.5417 133.5000 133.3750 132.5833 132.5000 Scale Variance if
Item Deleted 432.9547 436.3750 439.9928 438.3188 439.9982 441.2156
436.6087 438.4185 433.6449 435.1304 Corrected ItemTotal Correlation .5258 .
4164 .3952 .4314 .4169 .4115 .4278 .3965 .5781 .5210 Alpha if Item Deleted .
9297 .9306 .9307 .9304 .9305 .9306 .9305 .9307 .9294 .9298 Reliability
Coefficients N of Cases = Alpha = .9316 24.0 N of Items = 51
Correlations Correlations Kedisiplinan Pola Asuh Siswa Orangtua 1.000 .661**
. .000 24 24 .661** 1.000 .000 . 24 24 Kedisiplinan Siswa Pola Asuh Orangtua
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N **.
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations Y1 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Y1 1.000 . 24
.404 .050 24 .449* .028 24 .403 .051 24 .294 .163 24 .207 .332 24 .445* .029
24 .257 .226 24 .024 .910 24 .156 .465 24 .459* .024 24 Y2 .404 .050 24 1.000 .
24 .159 .459 24 .342 .102 24 .318 .130 24 .488* .016 24 .246 .246 24 .182 .396
24 .243 .253 24 .158 .461 24 .655** .001 24 Y3 .449* .028 24 .159 .459 24
1.000 . 24 .507* .012 24 .299 .156 24 .217 .309 24 .334 .110 24 .202 .344 24 .
039 .858 24 .105 .624 24 .484* .017 24 Y4 .403 .051 24 .342 .102 24 .507* .012
24 1.000 . 24 .156 .467 24 .467* .021 24 .305 .147 24 .145 .500 24 .111 .607 24
.101 .639 24 .512* .011 24 Y5 .294 .163 24 .318 .130 24 .299 .156 24 .156 .467
24 1.000 . 24 -.050 .816 24 .445* .029 24 -.155 .468 24 -.065 .762 24 .168 .434
24 .473* .019 24 Y6 .207 .332 24 .488* .016 24 .217 .309 24 .467* .021 24
-.050 .816 24 1.000 . 24 -.056 .795 24 .620** .001 24 .497* .013 24 .194 .363
24 .586** .003 24 Y7 .445* .029 24 .246 .246 24 .334 .110 24 .305 .147 24 .
445* .029 24 -.056 .795 24 1.000 . 24 -.035 .872 24 -.232 .275 24 .042 .844 24 .
431* .035 24 Y8 .257 .226 24 .182 .396 24 .202 .344 24 .145 .500 24 -.155 .468
24 .620** .001 24 -.035 .872 24 1.000 . 24 .396 .055 24 .442* .031 24 .458* .
024 24 Y9 .024 .910 24 .243 .253 24 .039 .858 24 .111 .607 24 -.065 .762 24 .
497* .013 24 -.232 .275 24 .396 .055 24 1.000 . 24 .222 .296 24 .426* .038 24
Y10 .156 .465 24 .158 .461 24 .105 .624 24 .101 .639 24 .168 .434 24 .194 .363
24 .042 .844 24 .442* .031 24 .222 .296 24 1.000 . 24 .470* .020 24 TOT.Y .
459* .024 24 .655** .001 24 .484* .017 24 .512* .011 24 .473* .019 24 .
586** .003 24 .431* .035 24 .458* .024 24 .426* .038 24 .470* .020 24 1.000 .
24 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 TOT.Y *. Correlation is significant at the
0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations Y11 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Y11 1.000 .
24 .511* .011 24 .191 .372 24 .276 .192 24 .039 .855 24 .096 .654 24 .108 .614
24 .169 .430 24 .413* .045 24 .331 .115 24 .493* .014 24 Y12 .511* .011 24
1.000 . 24 .194 .364 24 .348 .096 24 .248 .242 24 .365 .079 24 .540** .006 24 .
113 .599 24 .373 .073 24 .318 .130 24 .637** .001 24 Y13 .191 .372 24 .194 .
364 24 1.000 . 24 .197 .356 24 .276 .192 24 .386 .063 24 .211 .322 24 -.010 .
963 24 .177 .408 24 .183 .393 24 .502* .012 24 Y14 .276 .192 24 .348 .096 24 .
197 .356 24 1.000 . 24 .333 .111 24 .204 .339 24 .338 .106 24 .084 .696 24 .
500* .013 24 .460* .024 24 .567** .004 24 Y15 .039 .855 24 .248 .242 24 .276 .
192 24 .333 .111 24 1.000 . 24 .612** .001 24 .435* .034 24 .590** .002 24 .
500* .013 24 .543** .006 24 .559** .004 24 Y16 .096 .654 24 .365 .079 24 .386
.063 24 .204 .339 24 .612** .001 24 1.000 . 24 .237 .266 24 .206 .333 24 .153 .
475 24 .205 .337 24 .465* .022 24 Y17 .108 .614 24 .540** .006 24 .211 .322
24 .338 .106 24 .435* .034 24 .237 .266 24 1.000 . 24 .598** .002 24 .507* .
011 24 .575** .003 24 .768** .000 24 Y18 .169 .430 24 .113 .599 24 -.010 .963
24 .084 .696 24 .590** .002 24 .206 .333 24 .598** .002 24 1.000 . 24 .505* .
012 24 .517** .010 24 .455* .026 24 Y19 .413* .045 24 .373 .073 24 .177 .408
24 .500* .013 24 .500* .013 24 .153 .475 24 .507* .011 24 .505* .012 24
1.000 . 24 .940** .000 24 .643** .001 24 Y20 .331 .115 24 .318 .130 24 .183 .
393 24 .460* .024 24 .543** .006 24 .205 .337 24 .575** .003 24 .517** .010
24 .940** .000 24 1.000 . 24 .640** .001 24 TOT.Y .493* .014 24 .637** .001
24 .502* .012 24 .567** .004 24 .559** .004 24 .465* .022 24 .768** .000 24 .
455* .026 24 .643** .001 24 .640** .001 24 1.000 . 24 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16
Y17 Y18 Y19 Y20 TOT.Y *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-
tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations X1 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N X1 1.000 . 24
.315 .133 24 .595** .002 24 .654** .001 24 -.475* .019 24 .378 .069 24 .191 .
371 24 .218 .306 24 .221 .300 24 .218 .306 24 .446* .029 24 X2 .315 .133 24
1.000 . 24 .395 .056 24 .168 .431 24 .000 1.000 24 .413* .045 24 .483* .017
24 .337 .108 24 .217 .309 24 .056 .794 24 .514* .010 24 X3 .595** .002 24 .395
.056 24 1.000 . 24 .470* .021 24 -.177 .408 24 .123 .567 24 .491* .015 24 .217 .
309 24 .489* .015 24 .108 .614 24 .501* .013 24 X4 .654** .001 24 .168 .431
24 .470* .021 24 1.000 . 24 -.102 .635 24 .336 .108 24 .400 .053 24 .375 .071
24 .311 .140 24 .313 .137 24 .486* .016 24 X5 -.475* .019 24 .000 1.000 24
-.177 .408 24 -.102 .635 24 1.000 . 24 -.110 .610 24 .218 .307 24 -.102 .635 24 .
000 1.000 24 .102 .635 24 -.021 .922 24 X6 .378 .069 24 .413* .045 24 .123 .
567 24 .336 .108 24 -.110 .610 24 1.000 . 24 .148 .489 24 .538** .007 24 .
538** .007 24 .471* .020 24 .705** .000 24 X7 .191 .371 24 .483* .017 24 .
491* .015 24 .400 .053 24 .218 .307 24 .148 .489 24 1.000 . 24 .320 .127 24 .
582** .003 24 .293 .164 24 .449* .028 24 X8 .218 .306 24 .337 .108 24 .217 .
309 24 .375 .071 24 -.102 .635 24 .538** .007 24 .320 .127 24 1.000 . 24 .
518** .010 24 .500* .013 24 .696** .000 24 X9 .221 .300 24 .217 .309 24 .489*
.015 24 .311 .140 24 .000 1.000 24 .538** .007 24 .582** .003 24 .518** .010
24 1.000 . 24 .518** .010 24 .633** .001 24 X10 .218 .306 24 .056 .794 24 .108
.614 24 .313 .137 24 .102 .635 24 .471* .020 24 .293 .164 24 .500* .013 24 .
518** .010 24 1.000 . 24 .491* .015 24 TOT.X .446* .029 24 .514* .010 24 .
501* .013 24 .486* .016 24 -.021 .922 24 .705** .000 24 .449* .028 24 .696** .
000 24 .633** .001 24 .491* .015 24 1.000 . 24 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
X10 TOT.X **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *.
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Correlations X11 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N X11 1.000 .
24 .157 .465 24 .288 .172 24 .016 .941 24 .202 .343 24 .211 .322 24 .183 .392
24 .005 .980 24 .000 1.000 24 -.418* .042 24 .510* .011 24 X12 .157 .465 24
1.000 . 24 .302 .152 24 .322 .125 24 .390 .060 24 -.019 .930 24 .103 .633 24 .
061 .777 24 .275 .194 24 .346 .097 24 .474* .019 24 X13 .288 .172 24 .302 .152
24 1.000 . 24 .063 .770 24 .480* .018 24 -.073 .733 24 .217 .309 24 -.047 .827
24 .077 .720 24 .035 .872 24 .473* .020 24 X14 .016 .941 24 .322 .125 24 .063 .
770 24 1.000 . 24 .165 .441 24 -.306 .146 24 -.348 .095 24 -.217 .309 24 -.140 .
515 24 .000 1.000 24 -.020 .925 24 X15 .202 .343 24 .390 .060 24 .480* .018
24 .165 .441 24 1.000 . 24 -.205 .337 24 .316 .132 24 .112 .601 24 .296 .160
24 .000 1.000 24 .458* .024 24 X16 .211 .322 24 -.019 .930 24 -.073 .733 24
-.306 .146 24 -.205 .337 24 1.000 . 24 .277 .189 24 .312 .138 24 .148 .489 24
-.134 .534 24 .414* .044 24 X17 .183 .392 24 .103 .633 24 .217 .309 24 -.348 .
095 24 .316 .132 24 .277 .189 24 1.000 . 24 .267 .208 24 .535** .007 24 -.090 .
675 24 .490* .015 24 X18 .005 .980 24 .061 .777 24 -.047 .827 24 -.217 .309 24
.112 .601 24 .312 .138 24 .267 .208 24 1.000 . 24 .285 .177 24 .171 .424 24 .
540** .006 24 X19 .000 1.000 24 .275 .194 24 .077 .720 24 -.140 .515 24 .296 .
160 24 .148 .489 24 .535** .007 24 .285 .177 24 1.000 . 24 .048 .823 24 .446* .
029 24 X20 -.418* .042 24 .346 .097 24 .035 .872 24 .000 1.000 24 .000 1.000
24 -.134 .534 24 -.090 .675 24 .171 .424 24 .048 .823 24 1.000 . 24 -.073 .734
24 TOT.X .510* .011 24 .474* .019 24 .473* .020 24 -.020 .925 24 .458* .024
24 .414* .044 24 .490* .015 24 .540** .006 24 .446* .029 24 -.073 .734 24
1.000 . 24 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 TOT.X *. Correlation is
significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01
level (2-tailed).
Correlations Correlations X21 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N X21 1.000 .
24 .457* .025 24 .087 .685 24 .097 .653 24 .109 .612 24 .134 .533 24 -.011 .961
24 -.096 .655 24 .310 .141 24 .544** .006 24 .429* .036 24 X22 .457* .025 24
1.000 . 24 -.186 .383 24 -.106 .621 24 -.217 .309 24 -.375 .071 24 -.104 .630
24 .101 .639 24 .110 .608 24 -.051 .814 24 -.202 .344 24 X23 .087 .685 24 -.186
.383 24 1.000 . 24 -.062 .774 24 .240 .259 24 .214 .315 24 .126 .556 24 -.231 .
277 24 .030 .890 24 .065 .764 24 .442* .031 24 X24 .097 .653 24 -.106 .621 24
-.062 .774 24 1.000 . 24 -.141 .510 24 .008 .972 24 -.100 .641 24 -.319 .128 24
-.102 .636 24 -.052 .810 24 .422* .040 24 X25 .109 .612 24 -.217 .309 24 .240 .
259 24 -.141 .510 24 1.000 . 24 .506* .012 24 .519** .009 24 -.466* .022 24 .
623** .001 24 .222 .296 24 .505* .012 24 X26 .134 .533 24 -.375 .071 24 .214 .
315 24 .008 .972 24 .506* .012 24 1.000 . 24 .640** .001 24 -.014 .949 24 .
501* .013 24 .157 .465 24 .475* .019 24 X27 -.011 .961 24 -.104 .630 24 .126 .
556 24 -.100 .641 24 .519** .009 24 .640** .001 24 1.000 . 24 .104 .630 24 .
762** .000 24 -.027 .900 24 .412* .045 24 X28 -.096 .655 24 .101 .639 24 -.231
.277 24 -.319 .128 24 -.466* .022 24 -.014 .949 24 .104 .630 24 1.000 . 24 -.208
.328 24 .051 .814 24 -.350 .093 24 X29 .310 .141 24 .110 .608 24 .030 .890 24
-.102 .636 24 .623** .001 24 .501* .013 24 .762** .000 24 -.208 .328 24 1.000 .
24 .048 .823 24 .442* .031 24 X30 .544** .006 24 -.051 .814 24 .065 .764 24
-.052 .810 24 .222 .296 24 .157 .465 24 -.027 .900 24 .051 .814 24 .048 .823 24
1.000 . 24 .464* .022 24 TOT.X .429* .036 24 -.202 .344 24 .442* .031 24 .
422* .040 24 .505* .012 24 .475* .019 24 .412* .045 24 -.350 .093 24 .442* .
031 24 .464* .022 24 1.000 . 24 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30
TOT.X *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is
significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations X31 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N X31 1.000 .
24 .218 .307 24 .423* .039 24 .093 .665 24 .266 .208 24 .141 .511 24 .125 .560
24 .354 .090 24 .206 .334 24 .383 .065 24 .687** .000 24 X32 .218 .307 24
1.000 . 24 -.028 .898 24 .127 .553 24 .175 .413 24 .248 .243 24 .202 .343 24 .
207 .331 24 .219 .304 24 .358 .086 24 .443* .030 24 X33 .423* .039 24 -.028 .
898 24 1.000 . 24 -.043 .841 24 .590** .002 24 .215 .313 24 .259 .222 24 .328 .
117 24 .329 .117 24 .215 .313 24 .462* .023 24 X34 .093 .665 24 .127 .553 24
-.043 .841 24 1.000 . 24 .063 .768 24 -.173 .419 24 -.122 .570 24 .054 .801 24
-.245 .248 24 -.043 .841 24 -.043 .840 24 X35 .266 .208 24 .175 .413 24 .
590** .002 24 .063 .768 24 1.000 . 24 .343 .101 24 .349 .095 24 .310 .141 24 .
047 .828 24 .233 .273 24 .419* .041 24 X36 .141 .511 24 .248 .243 24 .215 .313
24 -.173 .419 24 .343 .101 24 1.000 . 24 .544** .006 24 .328 .117 24 .456* .025
24 .720** .000 24 .406* .049 24 X37 .125 .560 24 .202 .343 24 .259 .222 24
-.122 .570 24 .349 .095 24 .544** .006 24 1.000 . 24 .570** .004 24 .246 .247
24 .544** .006 24 .448* .028 24 X38 .354 .090 24 .207 .331 24 .328 .117 24 .
054 .801 24 .310 .141 24 .328 .117 24 .570** .004 24 1.000 . 24 .027 .902 24 .
399 .054 24 .462* .023 24 X39 .206 .334 24 .219 .304 24 .329 .117 24 -.245 .
248 24 .047 .828 24 .456* .025 24 .246 .247 24 .027 .902 24 1.000 . 24 .711** .
000 24 .454* .026 24 X40 .383 .065 24 .358 .086 24 .215 .313 24 -.043 .841
24 .233 .273 24 .720** .000 24 .544** .006 24 .399 .054 24 .711** .000 24
1.000 . 24 .555** .005 24 TOT.X .687** .000 24 .443* .030 24 .462* .023 24
-.043 .840 24 .419* .041 24 .406* .049 24 .448* .028 24 .462* .023 24 .454* .
026 24 .555** .005 24 1.000 . 24 X32 X33 X34 X35 X36 X37 X38 X39 X40
TOT.X *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is
significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations X41 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N X41 1.000 .
24 .307 .145 24 .300 .155 24 .380 .067 24 .120 .576 24 .130 .545 24 -.017 .938
24 -.193 .367 24 -.200 .349 24 .291 .168 24 .058 .786 24 X42 .307 .145 24
1.000 . 24 .171 .426 24 .302 .152 24 .271 .200 24 .435* .034 24 .390 .060 24 .
048 .823 24 .230 .280 24 -.194 .365 24 .442* .031 24 X43 .300 .155 24 .171 .
426 24 1.000 . 24 .068 .754 24 -.113 .598 24 -.167 .436 24 .123 .567 24 .303 .
151 24 .278 .188 24 -.139 .516 24 .408* .048 24 X44 .380 .067 24 .302 .152
24 .068 .754 24 1.000 . 24 .431* .036 24 .459* .024 24 .053 .807 24 -.301 .153
24 -.065 .764 24 .131 .540 24 .455* .026 24 X45 .120 .576 24 .271 .200 24
-.113 .598 24 .431* .036 24 1.000 . 24 .221 .299 24 .125 .560 24 .000 1.000 24 .
032 .884 24 -.273 .196 24 .463* .023 24 X46 .130 .545 24 .435* .034 24 -.167 .
436 24 .459* .024 24 .221 .299 24 1.000 . 24 .234 .271 24 .158 .462 24 .381 .
066 24 -.141 .511 24 .471* .020 24 X47 -.017 .938 24 .390 .060 24 .123 .567 24
.053 .807 24 .125 .560 24 .234 .271 24 1.000 . 24 .335 .110 24 .729** .000 24
-.474* .019 24 .463* .023 24 X48 -.193 .367 24 .048 .823 24 .303 .151 24
-.301 .153 24 .000 1.000 24 .158 .462 24 .335 .110 24 1.000 . 24 .691** .000 24
-.110 .610 24 .428* .037 24 X49 -.200 .349 24 .230 .280 24 .278 .188 24 -.065 .
764 24 .032 .884 24 .381 .066 24 .729** .000 24 .691** .000 24 1.000 . 24
-.418* .042 24 .532** .007 24 X50 .291 .168 24 -.194 .365 24 -.139 .516 24 .
131 .540 24 -.273 .196 24 -.141 .511 24 -.474* .019 24 -.110 .610 24 -.418* .
042 24 1.000 . 24 -.478* .018 24 TOT.X .058 .786 24 .442* .031 24 .408* .048
24 .455* .026 24 .463* .023 24 .471* .020 24 .463* .023 24 .428* .037 24 .
532** .007 24 -.478* .018 24 1.000 . 24 X42 X43 X44 X45 X46 X47 X48 X49
X50 TOT.X *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **.
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations X51 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N X51 1.000 .
24 .321 .126 24 .058 .786 24 .286 .176 24 .307 .145 24 .015 .944 24 .068 .752
24 -.102 .634 24 .270 .202 24 .117 .586 24 .440* .032 24 X52 .321 .126 24
1.000 . 24 .059 .784 24 .207 .332 24 .633** .001 24 .107 .620 24 .069 .749 24
-.177 .408 24 .455* .026 24 .000 1.000 24 .423* .040 24 X53 .058 .786 24 .
059 .784 24 1.000 . 24 .300 .154 24 .256 .228 24 .191 .372 24 .547** .006 24 .
157 .464 24 .473* .020 24 .615** .001 24 .483* .017 24 X54 .286 .176 24 .207 .
332 24 .300 .154 24 1.000 . 24 .284 .178 24 -.019 .931 24 .104 .630 24 .008 .
969 24 .461* .023 24 .538** .007 24 .440* .032 24 X55 .307 .145 24 .633** .
001 24 .256 .228 24 .284 .178 24 1.000 . 24 .040 .852 24 .111 .604 24 -.281 .
183 24 .427* .037 24 .111 .605 24 .438* .032 24 X56 .015 .944 24 .107 .620
24 .191 .372 24 -.019 .931 24 .040 .852 24 1.000 . 24 .355 .088 24 .000 1.000
24 .320 .128 24 .225 .290 24 .463* .023 24 X57 .068 .752 24 .069 .749 24 .
547** .006 24 .104 .630 24 .111 .604 24 .355 .088 24 1.000 . 24 .271 .201 24 .
400 .053 24 .341 .103 24 .444* .030 24 X58 -.102 .634 24 -.177 .408 24 .157 .
464 24 .008 .969 24 -.281 .183 24 .000 1.000 24 .271 .201 24 1.000 . 24 -.048 .
823 24 .063 .771 24 -.181 .397 24 X59 .270 .202 24 .455* .026 24 .473* .020
24 .461* .023 24 .427* .037 24 .320 .128 24 .400 .053 24 -.048 .823 24 1.000 .
24 .355 .089 24 .578** .003 24 X60 .117 .586 24 .000 1.000 24 .615** .001 24 .
538** .007 24 .111 .605 24 .225 .290 24 .341 .103 24 .063 .771 24 .355 .089 24
1.000 . 24 .546** .006 24 TOT.X .440* .032 24 .423* .040 24 .483* .017 24 .
440* .032 24 .438* .032 24 .463* .023 24 .444* .030 24 -.181 .397 24 .578** .
003 24 .546** .006 24 1.000 . 24 X52 X53 X54 X55 X56 X57 X58 X59 X60
TOT.X *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is
significant at the 0.01 level (2-tailed)

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:xzdsRKh9-
DMJ:www.scribd.com/doc/37574856/128+hubungan+pola+asuh+ibu+dengan+
kemandirian+anak+usia+4-6+tahun+di+TK&cd=9&hl=id&ct=clnk&gl=id
.
Definisi anak bermasalah Anak bermasalah usia TK 4-6 tahun yang memiliki
perilaku non normatif (perilaku) dilihat dari tingkat perkembangannya, atau
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri baik pada waktu belajar
(konsentrasi) maupun dalam aktivitas bermain di s...ekolah atau di rumah
(sosial). /p> Untuk mengetahui apakah anak bermasalah atau tidak, pendidik
(orang tua, guru, orang dewasa disekitar anak) perlu memahami tahapan
perkembangan anak dalam segala aspek. Pemahaman tersebut dapat membantu
menganalisis dan mengelompokkan anak pada kategori bermasalah atau tidak.
B. Karakteristik anak TK 1. Perkembangan motorik Berarti perkembangan
pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan
otot yang terkoordinasi. Perkembangan motorik terbagi dua yaitu motorik halus
dan motorik kasar. Motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi karena
adanya koordinasi otot-otot besar, seperti ; berjalan, melompat, berlari,
melempar dan menaiki. Motorik halus berkaitan dengan gerakan yang
menggunakan otot halus, seperti ; menggambar, menggunting, melipat kertas,
meronce, dan lain sebagainya. Ciri khas perkembangan motorik anak TK
adalah : * memiliki kemampuan motorik yang bersifat kompleks, yaitu mampu
mengkombinasikan gerakan motorik dengan seimbang. Keterampilan
koordinasi motorik kasar terbagi atas tiga kelompok yaitu keterampilan
lokomotorik (berlari, melompat, menderap, meluncur, berguling, berhenti,
berjalan setelah berhenti sejenak, menjatuhkan diri, dan mengelak),
keterampilan nonlokomotorik (menggerakan anggota tubuh dengan posisi tubuh
diam ditempat, berayun, berbelok, mengangkat, bergoyang, merentang,
memeluk, melengkung, memutar dan mendorong), dan keterampilan
memproyeksi, menangkap dan menerima (dapat dilihat pada waktu anak
menangkap bola, menggiring bola, melempar bola, menendang bola,
melambungkan bola, memukul dan menarik). * Anak memiliki motivasi
instrinsik sehingga tidak mau berhenti melakukan aktivitas fisik baik yang
melibatkan gerakan motorik halus maupun motorik kasar. 2. Perkembangan
kognitif Berarti proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan
syaraf pada waktu manusia sedang berpikir, berkembang secara bertahap
sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat
susunan syaraf. Ciri khas perkembangan kognitif anak TK adalah : * Anak
sudah mampu menggambarkan objek yang secara fisik tidak hadir, seperti anak
mampu menyusun balok kecil untuk membangun rumah-rumahan,
menggambar, dll. * Anak tidak mampu memahami prespektif atau cara berpikir
orang lain (egosentris), seperti ketika menggambar anak menunjukkan gambar
ikan dari sudut pengamatannya. * Anak belum mampu berpikir kritis tentang
apa yang ada dibalik suatu kejadian, seperti anak tidak mampu menjawab
alasan mengapa menyusun balok seperti ini dll. 3. Perkembangan bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, dapat diwujudkan
dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang memiliki aturan
sendiri. Ciri khas perkembangan bahasa anak TK adalah * Terjadi
perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak. Anak dapat
menggunakan kalimat dengan baik dan benar. * Telah menguasai 90% dari
fonem (satuan bunyi terkecil yang membedakan kata seperti kemampuan untuk
merangkaikan bunyi yang didengarnya menjadi satu kata yang mengandung arti
contohnya i, b, u menjadi ibu) dan sintaksis (tata bahasa, misal saya memberi
makan ikan” bukan ”ikan saya makan beri”) bahasa yang digunakan. * Dapat
berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang
lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut. * Sudah dapat
mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata. * Lingkup kosakata yang dapat
diucapkan anak menyangkut; warna, ukuran, bentuk, rasa, bau, keindahan,
kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan, jarak, permukaan (kasar-halus) *
Mampu menjadi pendengar yang baik. * Percakapan yang dilakukan telah
menyangkut berbagai komentar terhadap apa yang dilakukan oleh dirinya
sendiri dan orang lain, serta apa yang dilihatnya. * Sudah dapat melakukan
ekspresi diri, menulis, membaca bahkan berpuisi. 4. Perkembangan psikososial
Merupakan perkembangan yang membahas tentang perkembangan kepribadian
manusia, khususnya yang berkaitan dengan emosi, motivasi dan perkembangan
kepribadian. Ciri khas perkembangan psikososial anak TK adalah * Sudah
dapat mengontrol perilakunya sendiri. * Sudah dapat merasakan kelucuan
(misalnya, ikut tertawa ketika orang dewasa tertawa atau ada hal-hal yang lucu).
* Rasa takut dan cemas mulai berkembang, dan hal ini akan berlangsung sampai
usia 5 tahun. * Keinginan untuk berdusta mulai muncul, akan tetapi anak takut
untuk melakukannya. * Perasaan humor berkembang lebih lanjut. * Sudah dapat
mempelajari mana yang benar dan yang salah. * Sudah dapat menengkan diri *
Pada usia 6 tahun anak akan menjadi sangat asertif, sering berperilaku seperti
boss (atasan), medominasi situasi, akan tetapi dapat menerima nasihat. * Sering
bertengkar tetapi cepat berbaikan kembali. * Anak sudah dapat menunjukkan
sikap marah. * Sudah dapat membedakan yang benar dan yang tidak benar, dan
sudah dapat menerima peraturan dan disiplin. C. Batasan-batasan bermasalah
Anak bermasalah di TK dapat dilihat dari : 1. Frekuensi perilaku menyimpang
yang tampak, maksudnya seberapa banyak tingkah laku yang menimbulkan
masalah muncul, misalnya anak ngambek setiap hari , malah beberapa kali
dalam sehari maka hal itu pertanda anak bermasalah. 2. Intensitas perilaku
maksudnya tingkat kedalaman perilaku anak yang bermasalah, misalnya,
rentang perhatian anak untuk konsentrasi sangat pendek, anak mudah beralih
perhatiannya baik dalam belajar atau bermain. 3. Usia anak yaitu tingkah laku
anak yang mencolok yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak
seusianya. 4. Ukuran norma budaya, maksudnya, anak dikatakan bermasalah
sangat bergantung pada ukuran budaya setempat. Apakah anak TK yang
terlambat perkembangannya sama artinya dengan anak yang bermasalah?
Jawabannya ya dan tidak Ya, jika anak yang terlambat dalam perkembangan
tersebut sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan rumah.
Tidak, jika anak berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya
(anak berkembang dengan iramanya masing-masing). Untuk tahu apakah anak
tersebut bermasalah maka pendidik harus memperhatikan kekhasan perilaku
anak. Berikut ini pertanyaan yang dapat mengidentifikasi apakah anak tersebut
bermasalah atau tidak. 1. Apakah frekuensi tingkah laku yang menyimpang
tersebut terlihat setiap waktu? 2. Apakah perilaku tersebut mengganggu
aktivitas anak baik dalam belajar maupun bermain? 3. Jika tingkah laku
tersebut tidak diatasi dengan segera apakah akan menimbulkan masalah dalam
perkembangan anak secara menyeluruh? Jika semua pertanyaan tersebut
dijawab ”ya” maka besar kemungkinan anak tersebut bermasalah. D. Respon
guru TK dalam menghadapi anak TK yang bermasalah 1. Menghadapi emosi-
emosi negatif anak, dan saat emosi negatif anak muncul sebaiknya guru
menciptakan hubungan yang akrab 2. Sabar menghadapi anak yang sedih,
marah, atau ketakutan, dan tidak menjadi marah jika menghadapi emosi anak.
3. Sadar dan menghargai emosi-emosinya sendiri. 4. Melihat emosi negatif
sebagai arena yang penting dalam mengasuh anak. 5. Peka terhadap keadaan
emosi anak, walaupun ungkapan emosinya tidak terlalu kelihatan. 6. Tidak
bingung atau cemas menghadapi ungkapan-ungkapan emosional anak. 7. Tidak
menanggapi lucu atau meremehkan perasaan negatif anak. 8. Tidak
memerintahkan apa yang harus dirasakan oleh anak. 9. Tidak merasa bahwa
guru harus membereskan semua masalah bagi anak. 10. Menggunakan saat-saat
emosional sebagai saat untuk mendengarkan anak, berempati dengan kata-kata
yang menyejukkan, menolong anak memberi nama emosi yang sedang
dirasakan, menentukan batas-batas dan mengajarkan ungkapan emosi yang
dapat diterima, dan mengajarkan anak untuk terampil dalam menyelesaikan
masalah. E. Masalah anak TK a. Penakut Setiap anak memiliki rasa takut,
namun jika berlebihan dan tidak wajar maka perlu diperhatikan. Rasa takut
anak TK biasanya terhadap hewan, serangga, gelap, dokter atau dokter gigi,
ketinggian, monster, lamunan, sekolah, angin topan, dll. Rasa takut yang
berlebihan terlihat dalam gejala-gejala seperti berikut : 1. Gejala psikis, seperti ;
gangguan makan, tidur, perut, sulit bernafas, dan sakit kepala. 2. Gejala
emosional, seperti ; rasa takut, sensitif, rendah diri, ketidakberdayaan, bingung,
putus asa, marah, sedih, bersalah. 3. Gejala tingkah laku seperti : gangguan
tidur, mengisolasi diri, prestasi kurang di sekolah, agresi, mudah tersinggung,
menghindari pergi keluar, ketergantungan pada suatu benda, dan terus berada
di kamar orang tua. Penyebab anak memiliki rasa takut : 1. Intelegensi (anak-
anak yang tingkat intelegensi tinggi cenderung punya rasa takut yang sama
dengan anak yang berusia lebih tua, demikian pula sebaliknya). 2. Jenis
kelamin (anak perempuan lebih takut dibanding laki-laki karena lingkungan
sosial lebih menerima rasa takut perempuan). 3. Keadaan fisik (anak cenderung
takut bila dalam keadaan lelah, lapar atau kurang sehat). 4. Urutan kelahiran
(anak sulung cenderung lebih takut karena perlindungan yang berlebihan). 5.
Kepribadian anak (anak yang kurang memperoleh rasa aman cenderung lebih
penakut). 6. Adanya contoh yang dilihat anak, seperti ; tontonan TV, atau ibu
yang takut. 7. Trauma yang dialami anak-anak, seperti ; tabrakan mobil, angina
topan, bencana alam, dll. 8. pola asuh orang tua yang menghidupkan rasa takut
anak seperti ; paksaan, hukuman, ejekan, ketidakperdulian, dan pelindungan
diluar batas. Solusi pemecahan masalah yang dapat dilakukan pendidik 1.
Mendengarkan cerita anak 2. Lindungi dan hibur anak 3. Ajari kenyataan 4.
Memberi hadiah 5. Memberi contoh teladan (guru sebagai model) 6. Coping
model (adalah salah satu cara seseorang menghadapi rasa takut namun ia harus
melewati rasa takut itu. Salah satu cara dengan bicara pada diri sendiri). 7.
Mendongeng 8. Melakukan aktivitas penuh tantangan 9. Memanfaatkan
imajinasi anak untuk menumbuhkan keberanian 10. Menggambar b. Agresif
Agresif adalah tingkah laku menyerang baik secara fisik maupun verbal atau
melakukan ancaman sebagai pernyataan adanya rasa permusuhan. Perilaku
tersebut cenderung melukai anak lain seperti menggigit, mencakar, atau
memukul. Bertambahnya usia diekspresikan dengan mencela, mencaci dan
memaki. Gejala anak yang agresif : 1. Sering mendorong, memukul, atau
berkelahi. 2. Menyerang dengan menggunakan kaki, tangan, tubuhnya untuk
mengganggu permainan yang dilakukan teman-teman. 3. Menyerang dalam
bentuk verbal seperti ; mencaci, mengejek, mengolok-olok, berbicara kotor
dengan teman. 4. Tingkah laku mengganggu muncul karena ingin menunjukkan
kekuatan kelompok. Biasanya melanggar aturan atau norma yang berlaku di
sekolah seperti; berkelahi, merusak alat permainan milik teman, mengganggu
anak lain. Penyebab anak agresif 1. Pola asuh yang keliru (melakukan
kekerasan terhadap anak, otoriter terhadap anak dan terlalu protektif, terlalu
memanjakan anak (orang tua selalu mengijinkan atau membenarkan permintaan
anak) 2. Reaksi emosi terhadap frustasi (banyaknya larangan yang dibuat guru
atau orang tua (kecemasan yang berlebihan), sementara anak melakukan
kegiatan yang sesuai dengan kebutuhannya). 3. 3. Tingkah laku agresif
sebelumnya (tingkah laku agresif yang pernah dilakukan anak mendapat
penguatan dari keluarga atau guru). Solusi pemecahan masalah yang dapat
dilakukan pendidik : 1. Bermain peran 2. Belajar mengenal perasaan 3. Belajar
berteman melalui permainan beregu 4. Beri penguatan jika anak berperilaku
tepat dengan temannya 5. Perbanyak kegiatan yang menggunakan gerakan
motorik c. Pemalu Pemalu adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan,
yang timbul pada seseorang, akibatnya adanya penilaian negatif terhadap
dirinya. Ciri anak pemalu adalah : 1. Kurang berani bicara dengan guru atau
orang dewasa 2. Tidak mampu menatap mata orang lain ketika berbicara 3.
Tidak bersedia untuk berdiri di depan kelas 4. Enggan bergabung dengan anak-
anak lain 5. Lebih senang bermain sendiri 6. Tidak berani tampil dalam
permainan 7. Membatasi diri dalam pergaulan 8. Anak tidak banyak bicara 9.
Anak kurang terbuka Penyebab anak pemalu 1. Keadaan fisik 2. Kesulitan
dalam bicara 3. Kurang terampil berteman 4. Harapan orang tua yang terlalu
tinggi 5. Pola asuh yang mencela Solusi pemecahan masalah yang dapat
dilakukan pendidik : 1. Melibatkan anak pada kegiatan yang menyenangka 2.
Belajar bergabung melalui permainan 3. Mengajar cara mulai berteman 4.
Dorong anak berpartisipasi dalam kelompok
Ver más

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:HfKdUB9svusJ:es-
es.facebook.com/group.php%3Fgid%3D403081916419%26v
%3Dwall+perilaku+sosial+pada+anak+usia+4-
6+tahun+di+TK&cd=8&hl=id&ct=clnk&gl=id

Jumat, 22 Mei 2009

hambatan interaksi

Hambatan interaksi dan komunikasi


(studi kasus)
DOSEN :
Dra. PERMANARIAN SOMAD M.PdOleh:
AHMAD NAWAWI,MOMON KUSMANA,
BETTY KARYANTI
IMA KURROTUN AININ
ANIK DWI HIEREMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS


SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang tiada pernah terputus rahmat dan
karunia-Nya. Sholawat serta salam teruntuk baginda yang kami rindukan Nabi
dan Rasul kita Muhamad SAW. Kepada keluarganya, para sahabatnya dan
sampailah pada kita sebagai pengikutnya.
Ucapan terima kasih kepada semua dosen Prodi Pendidikan Kebutuhan Khusus
dan rekan-rekan yang selama ini saling mendukung, saling mengisi dan
menyemangati dalam proses menuju pemahaman ke tingkat yang lebih baik.
Tiada gading yang tak retak, begitu pula dalam makalah presentasi tugas
kelompok kami ini. Karenanya kami memohon saran dan kritik dari pembaca
agar dapat memperbaharuinya dikemudian hari. Mohon maaf jika dalam
penyusunan laporan presentasi ini terdapat banyak kesalahan. Kritik, saran dan
masukan akan menjadi bahan sharing yang berharga khususnya bagi tim
kelompok penulis.
Berharap semoga ilmu yang di kaji saat ini menjadi ilmu bermanfaat dan dapat
diaplikasikan secara nyata dilapangan.

Bandung, Maret 2009


Penyusun
Kelompok 1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Perumusan masalah
C. Tujuan penulisan
BAB II DESKRIPSI KASUS
A. Identitas Kasus
B. Riwayat Perkembangan Kelahiran, Pengasuhan dan Kesehatan Anak
BAB III KAJIAN TEORI
A. Pengertian Interaksi
B. Mengembangkan Kemampuan Interaksi Anak Usia 3 – 5 Tahun
C. Bentuk-Bentuk Interaksi
BAB IV METODE
A. Menentukan Subyek
B. Menyusun Kajian Teori
C. Pembahasan Data
D. Instrumen Asesmen
E. Contoh Rancangan Program Intervensi
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya
dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa
manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu lain. Secara
kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan
berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan
semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan
selalu dibarengi dengan proses interaksi baik interaksi dengan alam lingkungan,
interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan Tuhannya, baik itu
disengaja maupun tidak disengaja.
Setiap manusia memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya.
Bahkan kemampuan itu telah dimilikinya ketika masih di dalam kandungan.
Sejak di dalam kandungan manusia telah belajar berinteraksi dengan kondisi
ibunya. Menurut penelitian janin/bayi di dalam kandungan pada usia kandungan
tertentu memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungan di luar
kandungan. Misalnya bayi mampu mendengar bunyi-bunyi musik, kendaraan,
detak jantung ibunya, merespon belaian pada kandungan, dll. Itu artinya
manusia telah dibekali kemampuan interaksi sejak dini oleh Yang Maha Kuasa.
Pada tahap selanjutnya interaksi ini diwujudkan dalam bentuk komunikasi,
terutama ketika berinteraksi dengan sesama manusia. Pada masa-masa awal
kelahirannya manusia sudah belajar melakukan komunikasi, terutama dengan
ibunya. Pada masa itu bayi mulai belajar mengkomunikasikan segala
keinginannya dengan suara tangisan dan gerakan-gerakan tertentu dari anggota
tubuhnya. Dari tangisan bayi, seorang ibu dapat membedakan apa yang anak
inginkan. Ibu dapat membedakan menangis karena “ngompol” atau menangis
karena lapar (ingin menyusu). Peristiwa ini menunjukkan bahwa manusia sejak
dini telah menunjukkan tanda-tanda komunikatif dalam rangka pemenuhan
kebutuhannya.
Namun kenyataannya tidak semua mampu berinteraksi dengan baik, ada
beberapa anak diantaranya yang diduga mengalami hambatan dalam
berinteraksi. Kenyataan ini memunculkan keinginan untuk melakukan studi
kasus terhadap salah satu anak yang diduga mengalami hambatan dalam
berinteraksi.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, dapat
dikemukakan permasalahan pokok yang menjadi dasar perumusan masalah
studi kasus yaitu: “ Bagaimana riwayat perkembangan kasus? Bagaimana
kemampuan interaksi yang dimiliki kasus? dan Bagaimana program
penanganannya ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah 1) untuk mengetahui riwayat
perkembangan kasus, 2) untuk mengetahui bentuk-bentuk kemampuan interaksi
yang dialami kasus dan 3) Membuat rancangan program penanganannya.

BAB II
DESKRIPSI KASUS
A. Identitas
1. Identitas subyek
Nama : H
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat tanggal lahir : Bandung 14 April 2005
Anak ke : Tunggal

B. Riwayat Perkembangan Kelahiran, Pengasuhan Dan Kesehatan Anak


(Berdasarkan Keterangan Ibu Subjek)
1. Pre natal
Selama kehamilan trimester pertama asam lambung ibu tinggi
2. Pernah minum milanta tablet
3. Usia kehamilan 5 bulan ibu mengalami sakit gatal
4. Menggunakan salep untuk gatal
5. Sejak hamil sampai melahirkan ibu mengeluhkan sakit di bagian tulang ekor
2. Natal
a. Kelahiran normal
b. Lahir cukup bulan
c. Menggunakan perangsang pil
d. Proses kelahiran agak lama
e. Ibu diinfus
f. Lahir anak langsung bisa menangis
g. Sedikit kuning (tidak sampai di sinar)
h. Berat badan lahir : 3,850 gr
i. Tinggi badan lahir : 52 cm
3. Post natal
2 kali di beri imunisasi influensa, sebelum diimunisasi H sering sakit dan
daya tahan tubuh terhadap influensa membaik setelah imunisasi ke 2.
4. Perkembangan motorik
a. Usia 1 tahun 4 bulan H masih belum memiliki kepercayaan diri untuk
berjalan sendiri (selalu meminta untuk dipegangi)
b. Saat dipegang kedua tangan H ingin berjalan cepat-cepat, namun tampak
postur keseimbangannya kurang. (badan condong kedepan, telapak kaki tampak
jinjit saat melangkah dan belum bisa menopang berat badan sepenuhnya) saat
dipegang dengan satu tanggan, langkah H makin tidak seimbang
c. Posisi H saat duduk tampak sering membungkuk
d. Usia 1 tahun 4 bulan naik tangga dengan merayap, mobilisasi masih dengan
merangkak
5. Perkembangan bicara dan berbahasa
a. Pada usia 7 bulan kata kata bermakna yang yang keluar hanya : maman
b. Di usia satu tahun perkembangan bahasanya sudah menampakkan
peningkatan
c. Satu setengah tahun masih belum memehami konsep panas-dingin, masih
belum konsisten terhadap konsep sebab akibat, belum memahami fungsi benda

d. Mampu merangkai tiga kata dengan struktur kalimat yang benar


e. Usia dua setengah tahun respon yang muncul hanya sekali dan tidak
berulang kembali (H bermain dengan teman sebayanya, ada beberapa stimulus
rangsang yang diberikan teman, namun respon balik yang disampaikan H hanya
sekali dan tidak berulang ) artinya Stimulus-Respon-Stimulus-Tanpa respon-
Stimulus-tanpa respon.
f. Diusai tiga tahun kemampuan berbicara H mengalami perbaikan, ide untuk
mengawali dam memulai pembicaraan mulai muncul
g. Usai tiga tahun H mampu menanggapi stimulus dengan respon verbal hingga
dua sampai empat kali respon S= stimulus, R=respon. (S-R-S-R-S-R-S-R-S-
tanpa R).
h. Vokalisasi jelas meskipun berbicara pelan
6. Perkembangan sosialisasi
a. Sangat suka menyendiri
b. Awalnya dititipkan Ibu di Day care (8 hari penuh)
c. Frekuensi di Day care dikurangi menjadi 5 hari
d. Usia 1 setengah tahun H masih belum mampu bergaul dan membaur
bersama teman teman lain di Day care
e. Usia 3 tahun 2,5 bulan H tidak lagi mengikkuti Day care
7. Perkembangan emosi
a. H tampak berbeda dengan anak lain dalam berkomunikasi, ia lebih suka
menghindar dan menunjukkan penolakan pada kehadiran orang lain pada usia
dibabah 15 bulan
b. Tidak mampu mengendalikan emosinya secara stabil terutama pada saat
berinteraksi dengan teman yang berbeda jenis kelamin dengan H
c. H dikatakan “moody children” anak-anak yang memiliki ketidak stabilan
mood atau emosi
8. Perkembangan persepsi
a. Secara umum perkembangan persepsi H baik
b. Memahami deret kubus, deret warna, bentuk, geometrik, design
c. Pengelompokan warna, bentuk sudah paham
d. Membedakan konsep tinggi-rendah, panjang-pendek, besar-kecil sudah jelas
e. Mengenal dan membedakan fungsi anggota tubuh
9. Perkembangan dorongan
i. Senang main roda sepeda kecil di putar-putar saja
j. Suka jijik (misalnya ketika sepidol terkena dan mengotori tangan)
k. Terganggu dengan suara dengung mesin
l. Takut dengan suara speaker yang keras

10. Kemandirian
j. Tidur dengan orangtua (1bed dengan Ibu, Ayah di extra bed)
a. Malam hari masih ngompol
b. Susu : memakai sedotan, tidak memakai botol, kadang disendoki
c. Makan 2 s/d 3 sendok bisa sendiri, selebihnya disuapi Ibu
d. Toilet training belum mandiri hingga sekarang (usia 4 tahun masih ketoilet
dengan bimbingan, meskipun bimbingan yang diberikan “ditemani”)
C. Perkebangan interaksi anak saat ini

1. Regulasi diri dan minat terhadap dunia sekelilingnya


a. Menunjukkan minat terhadap berbagai rangsang hanya masih terbatas pada
objek yang menonjol atau disodorkan secara kuat (dipaksakan)
b. Tetap tenang dan memusatkan perhatian untuk objek yang terbatas dan
disukai saja
c. Menunjukkan minat terhadap objek tetapi kurang dengan teman sebaya yang
berjenis kelamin perempuan atau orang yang belum dikenal
2. Keakraban
a. Menanggapi tawaran dengan senyuman, uluran tanggan, atau perilaku yang
bertujuan dengan orang-orang yang dikenal saja
b. Menanggapi tawaran dengan kegembiraan yang pasif
c. Menggapi tawaran dengan rasa inggin tau dan minat asertif bagi orang-orang
tertentu
d. Tidak menjadi jengkel jika tidak ditanggapi
e. Protes dan menjadi marah bila frustasi tapi tiak konsisten
3. Komunikasi dua arah
a. Kadang-kadang menanggapi gerak isyarat dengan gerak isyarat yang
bertujuan
b. Memprakarsai interaksi dengan orang yang sudah dikenalnya saja
4. Komunikasi kompleks
a. Baru bisa menutup empat siklus komunikasi sekaligus
b. Bisa meniru perilaku yang bertujuan
c. Menutup sedikitnya lima siklus menggunakan celotehan, mimic wajah,
sentuhan atau pelukan dengan orang yang dikenal
5. Gagasan emosional
a. Mampu menciptakan drama pura-pura
b. Menyatakan keingginan dan perasaan namun belum konsisten
c. Mampu melakukan permainan motorik sederhana yang memiliki aturan
d.
6. Berpikir emosional
a. Sudah mampu berbicara dengan gagasan yang berdasarkan realitas tetapi
masih terbatas
b. Bermain pura-pura berdasarkan gagasan orang dewasa
c. Bermain permainan motorik dalam ruangan yang memiliki aturan tetapi
dengan dorongan dari orang yang sudah dikenal

BAB III
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Interaksi
Secara harfiah interaksi (interaction) berarti “pergaulan, saling mempengaruhi”.
Mutual or reciprocal action or influence; as, the interaction of the heart and
lungs on each other.[1913 Webster].
Dalam kamus Bahasa Besar Indonesia Interaksi didefinisikan sebagai hal saling
melakukan aksi, berhubungan atau saling mempengaruhi. Dengan demikian
interaksi adalah hubungan timbal balik (sosial) berupa aksi saling
mempengaruhi antara individu dengan individu, antara individu dan kelompok
dan antara kelompok dengan kelompok.
Gillin dalam Abrahamzakky.blogspot 2009/02 mendefinisikan interaksi sosial
sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan
orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun orang
perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi
sosial dimulai; pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling
berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas semacam itu merupakan
bentuk-bentuk interaksi sosial.
Menurut pendapat Santoso 2004, Interaksi adalah hubungan timbal balik antara
individu yang satu dengan individu yang lain, antara individu dengan kelompok,
dan antara kelompok dengan kelompok. Sedangkan hubungan adalah
terjalinnya dua manusia atau sesuatu menjadi suatu kesatuan mereka saling
mempengaruhi saling menerima, saling tergantung, saling menolong, saling
membantu, dan saling mengisi.
Menelaah dari beberapa definisi dan istilah tentang interaksi maka kelompok
kami berpendapat bahwa yang dimaksud dengan gangguan interaksi adalah :
terjadinya permasalahan pada diri individu dalam melaksanakan hubungan
timbal balik antara individu dengan individu, dengan kelompok, maupun
dengan lingkungan social yang lain.

B. Mengembangkan Kemampuan Interaksi Anak Usia 3-5 Tahun


Anak pra sekolah senang berteman dan bersosialisasi. Hanya saja, tak semua
anak nyaman dan mudah memulainya. Ada yang butuh dukungan dan stimulasi
terlebih dahulu. Ada pula yang punya pembawaan cukup luwes dalam memulai
perkenalan atau perbincangan dengan teman baru sehingga semua lancar seolah
tanpa hambatan.
Tipe seperti apa pun anak usia 3 – 5 tahun anda, ada baiknya anda memberi
‘modal’ khususnya bagi yang akan masuk TK. Berikut beberapa hal yang bisa
dikembangkan anak usia 3-4 tahun untuk merangsang perkembangan
interaksinya .
Hangat dan penuh cinta Cara si kecil berinteraksi dengan lingkungan sekitar
sangat bergantung pada pengaruh pola asuh dan hubunganya dengan ibu dan
ayahnya. Hubungan hangat dapat diperkuat antara lain lewat berbagai aktivitas
bersama dan tentu saja bermain. Berdasarkan penelitian, anak – anak yang
sering bermain dengan orang tuanya terampil bergaul dengan teman – teman
seusianya.
Orang tua yang hangat dan terampil bersosialisasi juga memiliki anak – anak
yang suka tertawa dan mudah tersenyum. Sebagai orang tua, sebaiknya anda
menghindari sikap suka mengkritik selama anak anda bermain, dan bersikaplah
responsive terhadap gagasan yang diajukanya.
Petunjuk praktis
Sebagai pemula, anak – anak butuh arahan anda tentang cara memulai
pertemanan. Beri petunjuk praktis tentang cara menyapa orang lain, memberi
respon positif terhadap sapaan teman dan cara berinteraksi dalam kegiatan
bermain bersama. Cara termudah, tentu saja dengan memberi contoh.
Diusia berapa pun, ada baiknya anda paparkan contoh tata krama dan perilaku
yang mendukung kegiatan bersosialisasi dengan orang – orang di sekitarnya.
Salah satu keterampilan sosial yang juga penting diajarkan adalah cara
memecahkan masalah, misalnya dengan bernegoisasi, dan berkompetisi.
Biasakan bergaul
Biasanya untuk balita (0-3 tahun) cukuplah dengan teman seusia di sekitar
lingkungan rumah atau sepupunya. Di usia balita ( 3 – 5 tahun), tak ada
salahnya anda rutin mengajaknya bermain bersama anak sahabat anda di rumah
atau dirumah sahabat, misalnya dengan merancang semacam waktu bermain.
Bisa juga anda jadwalkan membawa si kecil di hari tertentu ke taman bermain
dengan anak seusianya di sekitar rumah.
Mengundang teman
Maksimalkan interaksi positif anak dan teman – temanya saat bermain bersama
di rumah, antara lain dengan menyediakan beragam material dan kegiatan.
Apabila si kecil memiliki gagasan baru dan materialnya belum tersedi, anda
dapat membelinya terlebih dahulu.
Ajak anak menyusun kegiatan yang dapat dilakukan bersama teman yang akan
diundang. Buatlah daftar mainan dan material yang tersedia lalu susunlah
kegiatan yang mungkin dilakukan si balita bersama temanya.
Bimbing di awal
Sebagai awal, tak ada salahnya melibatkan diri saat si kecil bermain bersama
temanya. Untuk balita sungguh membingungkan bermain bersama teman
pertama kali. Anak usia 1 – 3 tahun belum mampu bermain secara sosial.
Mereka biasanya main sendiri – sendiri secara paralel. Kehadiran anda di masa
– masa awal tentu berguna untuk menjembatani situasi asing yang dihadapi si
kecil.
Pemanasan dulu
Sebelum anak nyaman berinteraksi dengan orang – orang di lingkungan baru,
misalnya prasekolah, ia butuh kesempatan mengenai lingkungannya terlebih
dahulu. Setelah familiar dengan lingkungan barunya, dan merasa nyaman,
biasanya anak – anak usia 3 – 5 tahun dengan nyaman memulai interaksi
dengan orang – oarang di sekitarnya.
Kenalan dulu
Apabila si kecil akan masuk kelompok bermain atau TK di tahun ajaran baru,
tak ada salahnya anda mencari tahu siapa saja calon teman- teman sekelasnya.
Mungkin saja diantara orang tua mereka yang telah anda kenal. Ajaklah si
kecil berkenalan dengan teman barunya sebelum prasekolah dimulai
Dukungan dan pujian
Tentu saja keberhasilan anak menghalau hambatan berinteraksi dengan teman
perlu diberi imbalan berupa penghargaan dan pujian. Apabila si kecil ‘gagal’ di
kesempatan pertama, tek perlu sedih. Berikan ia dukungan dan dorongan untuk
mencoba lagi di kesempatan lain. Tentu saja peran anda saat memberi contoh
dalam bersosialisasi juga penting, karena anda adalah panutanya. ( Andi
Maerzyda ).

BAB IV
METODE
A. Menentukan Subyek
Menentukan satu subyek klient yang telah di duga mengalami gangguan
interaksi, penentuan subyek studi kasus ini tidak melalui screning terlebih
dahulu namun langsung merujuk pada subyek yang telah memiliki data base
perkembangan (data base perkembangan ini diperoleh melalui asesmen riwayat
tumbuh kembang anak mulai dari neo natal, natal hingga natal yang diperolah
dari kuisioner yang diisi oleh orang tua subyek studi kasus).
B. Menyusun Kajian Teori
Penyusunan kajian teori didasarkan pada permasalahan gangguan interaksi dan
di kaitkan dengan usia klient yang menjadi subyek studi kasus ini
C. Pembahasan Data
Materi dalam pembahasan data ini adalah menghubungkan antara data subyek
di kaitkan dengan teori-teori yang berhubungan dengan interaksi untuk
menemukan gambaran yang lebih jelas tentang tingkat kemampuan interaksi
klien untuk selanjutnya dipergunakan dalam penyusunan program assesment
yang lebih kongkrit tantang subyek guna ketepatan pemetaan hasil intervensi
D. Instrumen Assesment
Pembuatan instrumen assesment untuk mengukur tingkat kemampuan interaksi
subyek, dikarenakan subyek berusia 4 tahun maka rancangan instrumen yang
digunakan adalah instrumen pengukuran kemampuan interaksi anak usia 3
sampai dengan 5 tahun. Diharapkan dengan instrumen yang lebih terperinci,
kemampuan dan hambatan komunikasi H dapat dianalisis secara lebih detail
untuk kemudian dirancang program intervensi yang tepat (karena data dari hasil
observasi dan interview tanpa adanya pedoman instrumen yang jelas tidak akan
memberikan penjelasan rinci tentang kemampuan dan hambatan yang dialami
anak)
E. Contoh Rancangan Program Intervensi
Bentuk rancangan program intervensi yang kami sajikan dalam studi kasus ini
bukan merupakan bentuk program intervensi yang sesungguhnya (hanya berupa
contoh saja), karena program intervensi yang sesungguhnya akan sangat
tergantung dari aplikasi assesmen yang telah dipetakan, sehingga jelas di
ketauhi hambatan utama anak selajutnya bisa dirancang program intervensi
yang sesuai untuk kebutuhan anak

BAB V
PEMBAHASAN
Interaksi sebagai dasar komunikasi perlu mendapatkan stimulasi dini untuk
mengantarkan anak
Interaksi merupakan hubungan antara dua orang atau lebih yang saling
mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki.
Berdasarkan kajian teori dan data yang diperoleh tentang H, berikut
pembahasan masalah H
A. BENTUK-BENTUK KEMAMPUAN INTERAKSI H

1. Kerjasama : Belum tampak adanya kemampuan kerjasama pada H, masih


suka bermain sendiri, hanya dalam kesempatan tertentu H menampakkan reaksi
pada temannya misalnya dengan menghentikan aktifitas temannya yang sedang
bermain kadang juga bermain hal yang sama yang sedang dimainkan temannya,
namun semua aktifitas tersebut tidak dilakukan dengan kerjasama.

2. Persaingan : persaingan akan muncul ketika ada kerjasama, sedangkan


kemampuan kerjasama H masih belum tampak sehingga tidak muncul adanya
kompetisi pada H terhadap temannya meskipun berada pada satu aktifitas dan
kegiatan dengan teman-teman sebayanya. Bentuk persainggan kecil yang
muncul pada H adalah adanya reaksi “memukul pelan / usaha untuk merebut /
berteriak pelan saat menginginkan mainan teman yang menarik baginya” namun
kejadian seperti itu sangat jarang terjadi, karena H lebih sering tidak merespon
dan tidak mengadakan interaksi dengan teman-teman sepermainaanya.

3. Kepedulian : kepedulian H pada diri dan lingakungan kurang. Bila dalam


keadaan yang mendukung H mau merespon pertanyaan yang diberikan
kepadanya, (H mampu menjawab pertanyaan pertanyaan dengan benar dan
dengan penggunaan bahasa yang tepat) namun bila kondisi H tidak sedang
“mood” stimulus apapun yang datang padanya tidak mendapatkan respon (tidak
dipedulikan sama sekali).

4. Pertentangan : bentuk pertentangan atau penolakan yang dilakukan H berupa


ketidak peduliannya pada kondisi disekelilingnya (bukan sebuah pertentangan
yang ekstrim terlihat sebagai penolakan) jadi lebih bersifat pertentangan yang
tidak jelas.

5. Kepemimpinan : masih cenderung memiliki primitif ego yang tinggi tidak


tampak adanya sifat sifat kepemimpinan, hal ini tampak pada aktifitas kegiatan
bermain bersama, H cenderung tidak bergaul dan menjauhi arena permainan
yang lain (terutama pada teman-teman lawan jenis, H cenderung tidak suka atau
menghindari)

6. Tanggung jawab : bentuk-bentuk tanggungjawab yang sederhana telah


mampu ditunjukkan oleh H (misalnya pada aktifitas harian yang sederhana :
memasang kaos kaki sendiri, memakai sepatu, dan menggembalikan benda ke
tempat asalnya).

B. HAMBATAN YANG DIALAMI BERKAITAN DENGAN KEMAMPUAN


INTERAKSI (dikaitkan dengan kasus H)

1. Tidak inisiatif : H mulai menampakkan inisiatif meskipun sangat jarang


(bentuk inisiatif sederhana itu misalnya mulai ada kemauan untuk memulai
bertanya, meskipun setelah pertanyaan tersebut direspon kadang H tidak
memberikan respon balik terhadap stimulus yang datang)

2. Agresif : agresifitas H saat ini sudah lebih stabil karena H telah sering
mendapatkan stimulasi dari lingkungan untuk menurunkan tingkat
agresifitasnya (stimulasi diberikan olah ibu dan lingkungan tempat belajar H)
3. Impulsif : H tidak menunjukkan perilaku impulsif berlebihan

4. Maladaptif : H bukan tipe anak peniru, ia lebih suka melakukan sesuatu oleh
dorongan ketertarikan H pada subyek tertentu.

5. Tidak ada motivasi: persaingan dan keinginan untuk bersaing tidak tampak
pada H sehingga motivasi yang dimiliki H tidak tampak sebagai dorongan untuk
melakukan sesuatu lebih baik (tidak memiliki motivasi intrinsik yang kuat,
motivasi seringkali dimunculkan secara eksternal oleh orang-orag diluar
dirinya)

6. Ketergantungan : tingkat ketergantungan H sangat tinggi pada pengasuh dan


Ibunya

7. Sulit konsentrasi : dalan keadaan “mood’ H dapat menyelasaikan tugas-tugas


motorih halus dengan tingkat kerumitan seusianya. Kemampuannya
berkonsentrasi hanya terbatas pada saat-saat dimana H sedang “mood”

8. Gangguan berfikir : dalam suatu pemeriksaan psikologis dan IQ H dinyatakan


sebagai anak dengan IQ rata-rata dan masuk dalam kategori “spectrum” namun
tidak sampai terkategorikan dalam DSM IV, tidak dinyatakan mengalami
ganguan dalam kemampuan berfikir

9. Mengasingkan diri: salah satu hal yang menonjol dari H yang berbeda dengan
anak lain yang usianya sebaya dengan H adalah tingginya intensitas H
menyendiri / mengasingkan diri dari lingkungannya.

BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kemampuan berbicara dan penguasaan kosakata yang memadai pada anak,
ternyata tidak otomatis menjadi modal utama anak untuk memiliki kemampuan
berinteraksi yang baik
2. Interaksi sebagai dasar (ketrampilan prerequisite) dari komuniksi perlu
mendapatkan stimulasi dini untuk mengantarkan anak memiliki keterampilan
berkomunikasi yang baik.
3. Pada anak-anak yang mengalami kebutuhan khusus, diperlukan stimulasi
secara khusus (interaksi harus direncanakan secara sistematis dan bertujuan)
4. Dengan stimulasi yang sama, respon tiap anak akan berbeda beda, hal ini
tergantung pada kesiapan anak dalam berinteraksi juga karakteristik anak yang
memang berbeda-beda antara satu individu dan individu yang lainnya
5. Untuk mengoptimalkan kemampuan anak dalam berinteraksi, harus
diperhatikan pula kesiapan anak dalam melakukan interaksi, kesiapan
berinteraksi bergantung pada faktor lingkungan (keberadaan anak dalam
keluarga) dan aspek sensori : pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan.
(memanfaatkan semua aspek sensori)

B. SARAN
1. Memanfaatkan semua aspek sensori untuk dijadikan stimuli dalam
perkembangan kemampuan interaksi anak

C. REKOMENDASI
Berikut beberapa program yang kami rancang untuk mengembangkan
kemampuan interaksi bagi H yang dapat diterapkan di sekolah TK tempat H
bersekolah (yang pada dasarnya tidak hanya bermanfaat untuk H namun juga
untuk pengembangan kemampuan interaksi bagi anggota kelas yang lain)
Bentuk perlakuan dengan bimbingan pengembangan interaksi : merupakan
bentuk bimbingan yang diberikan untuk menolong individu ataupun kelompok
agar mampu mengatasi permasalahannya dalam bidang interaksi, selanjutnya
untuk mengembangkan kemampuan komunikasi anak
1. Pedoman bimbingan
Bentuk metode atau materi permainan yang disusun sendiri atau dirumuskan
sendiri oleh lembaga sebagai acuan pengajaran. Meteri ini disusun untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi dan interaksi anak.
Bimbingan yang dilakukan hendaknya memperhatikan keragaman dan
memenuhi prinsip bahwa semua siswa mendapatkan manfaat dan tidak ada
anak yang dirugikan (memperhatikan unsur inklusifitas).
2. Bentuk-bentuk materi ajar
a. Dinamika kelompok : dinamika kelompok yaitu dengan membangun
kejasama dan keserasian dengan teman-teman yang lain, dilaksanakan dalam
bentuk permainan dengan membagi siswa menjadi berkelompok-kelompok.
b. Simulasi sikap : dilaksanakan dalam permainan mempergunakan peran-peran
sosial seseorang, misalnya bermain peran menjadi polisi dan pencuri.
c. Etika budi pekerti : etika sesuai norma, saat beraktifitas, bertemu dengan
teman, makan, bermain dan kegiatan kegiatan yang lain.
d. Motivasi : menumbuhkan keinginan positif, memberi motivasi anak. Bisa
dengan cara pemberian reward (meskipun hanya berupa pujian) ataupun
pemberian penguatan.
e. Perlakuan : membentuk perilaku anak sesuai dengan norma yang telah
berlaku (modifikasi perilaku).
3. Bentuk-bentuk materi bimbingan
a. Logicall story : guru memberikan cerita-cerita menarik yang mampu
dipahami anak dengan inspirasi dari kejadian-kejadian logis dan aplikatif.
b. Logical discussion : guru mengajak anak-anak mendiskusikan peristiwa-
peristiwa sederhana yang ada di sekitar kehidupan sehari-hari.
c. Happy theraphy : melatih anak untuk mengembangkan diri dalam bentuk
permainan-permainan yang menyenangkan.
d. Pemberian tugas individu untuk penanaman tanggung jawab (pemberian
tugas tetap memperhatikan kemampuan anak dan menghilangkan unsur
paksaan, contoh tugas : menyampaikan “sayang” pada ibu dan Ayah
sesampainya anak dirumah).
e. Motivasi belajar yakni dengan pengajaran latihan konsentrasi dan daya ingat
anak sebelum memulai aktifitas (konsep motivasi ini dirancang dengan model
Fun motivation).
4. Metode bimbingan
Dalam kegiatan belajar untuk anak-anak usia pra sekolah semuanya harus
dilaksanakan dalam kegiatan yang fun dalam frame permainan (tidak ada
tuntutan menghafal, dan tekanan jadi anak murni bermain tidak ada tuntutan
anak harus hafal huruf, angka dansebagainya) berikur tekniknya :
a. Persiapan (bila anak masih ada yang menangis ditenangkan, namun untuk
beberapa anak yang masih belum dapat tenang dan masih aktif bergerak guru
hanya perlu untuk bagaimana mengalihkan dan menarik perhatian anak,
membiarkan anak tetap bergarak namun juga mencari cara bagaimana anak
tetap dapat mengikuti aktifitas yang dilakukan guru).
b. Anak diajak untuk melakukan aktifitas yang mengandung unsur fun bagi
anak, motivasi, bekerjasama dan permainan-permainan perangsang anak untuk
mempertinggi interaksi dan melatih pengajaran pikologis anak.
c. Memberikan follow up.
5. Waktu dan tempat.
Dilaksanakan di lingkungan sekolah ataupun taman bermain .
6. Sasaran dan tenaga layanan bimbingan.
a. Sasaran 1) bimbingan kelompok yaitu anak secara keseluruhan 2)
bimbingan spesialisasi yaitu menurut macam spesialisasi dan kebutuhan
anak.
b. Tenaga layanan yang menangani bisa dari guru ataupun dari instruktur
(bekerjasama dengan ahli misalnya teraphist).
7. Tujuan layanan bimbingan
a. Secara umum adalah mengoptimalkan masa-masa timbuh kembang anak.
b. Secara spesifik merangsang kemampuan anak dalam berinteraksi secara
positif.
!). Meningkatkan circle interaction (anak mampu mengikuti dan merespon
rangsang sehingga kualitas interaksi dan komunikasi menjadi lebih baik tidak
terputus-putus)
2) Secara konsisten melakukan interaksi dengan teman (tidak melakukan
interaksi hanya di moment-moment khusus / ketika anak dalam keadaan mood
saja).

DAFTAR PUSTAKA
http://kamus.landak.com/cari/interaksi). WEBSTER 1913
kamus besar bahasa Indonesia
gillin http://abrahamzakky.blogspot.com/2009/02/proses-sosialisasi-dan-
interaksi-sosial.html
http://www.khatulistiwa.net/khatulistiwa.php?c=131&p=3930 (buku dinamika
Kelompok oleh Drs. Slamet Santoso, Bumi Aksara, 2004

LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
A. KISI-KISI ANGKET
Angket ini dibuat berdasarkan pedomen dari De Ganggi dan S. Poisson (1990)
Tujuan penggunaan angket ini adalah untuk mendiagnosa adanya kelainan atau
perkembangan di bidang regulasi, perkembangan emosi, komunikasi dan
interaksi.
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK ORANGTUA :
NO IDENTIFIKASI PERTANYAAN JUMLAH PERTANYAAN
1 Kemampuan anak mengatur diri sendiri 9
2 Perhatian anak 3
3 Seputar tidur 2
4 Tentang makanan dan pemberian makan anak 5
5 Memakai baju mandi dan sentuhan 11
6 Gerakan 5
7 Mendengarkan, bahasa dan suara 6
8 Melihat dan penglihatan 2
9 Ikatan dan fungsi emosional 14

B. BENTUK ANGKET

Dimohon untuk membaca dengan seksama daftar pertanyaan di bawah ini dan
isilah pertanyaan sesuai urutan dan nomer pertanyaan dengan memberikan
tanda ceklist ( √ ) pada olom yang sesuai

N
O

DAFTAR PERTANYAAN JAWABAN


SKORING
TIDAK/
KADANG-KADANG YA/
SERING YA/
DULU
1 KEMAMPUAN ANAK MENGATUR DIRI SENDIRI
a Sering rewel dan lekas marah
b Mudah menangis, dimulai sedikit sampai meledak-ledak
c Anak merasa kesulitan untuk ditenagkan dengan diberi dot, mainan atau
mendengarkan pengasuh
d Tidak sabar menunggu mainan, atau makanan, cepat marah
e Sulit mengarahkan perhatian dari satu kegiatan ke kegiatan lain
f Anak membutuhkan waktu dan penjelasan yang berulang tentang suatu
perubahan aktifitas
g Mengharapkan kehadiran orangtua atau pengasuh terus menerus
h Temper tantrum (mengamuk / berontak) sering dan berat
i Waktu yang diperlukan untuk menenangkan anak 15-30’ 1-2 jam ≥ 3 jam

Total

2 PERHATIAN ANAK
a Mudah dialihkan, perhatiaanya yang mengambang
b Sering terputus perhatiannya dan sulit mengajak kembali
c Sulit mengalihkan perhatian dari satu obyek / kegiatan ke obyek / kegiatan
yang lain
Total

3 SEPUTAR TIDUR
a Jam tidur malam larut (≥ pk 20.00) sering terbangun lebih dari 3 kali semalam
dan sulit tertidur lagi sendiri
b Memerlukan waktu yang luar biasa untuk menidurkan anak. Misalnya :
diayun, dibawa jalan-jalan keluar, dibelai rambutnya dsb
Total

4 TENTANG MAKANAN DAN PEMBERIAN MAKAN


a Hanya mau makanan lembut
b Keinginan luarbiasa untuk minuman atau makanan tertentu
c Ngeces (drolling) yang berlebihan saat anak mulai keluar gigi
d Mudah muntah atau sering seperti inggin muntah
e Tidak tenang dan mudah teralihkan saat makan
Total
5 MEMAKAI BAJU, MANDI DAN SENTUHAN
a Tidak mau memakai baju
b Memilih pakaian tertentu, dan mengeluh bila pakaian terlalu sempit dan
menggelikan (bahan pakaian)
c Menginginkan pakaian yang berlapis-lapis
Marah kalau rambut atau mukanya dicuci
d Tidak suka kalau dipeluk, dibuai (cudle) menghindari atau melentingkan
tubuhnya
e Sering menubruk orang / barang / benda
f Tidak menyukai ikatan di kursi mobil
g Tidak tampak mengeluh sakit kalau jatuh / disuntik
h Anak selalu menghindari posisi tertentu misalnya telungkup atau terlentang
i Menghindari sentuhan dengan tekstur atau bahan tertentu seperti bahan
berbulu atau takut tangannya kotor
j Marah kalau baju dibuka
Total

6 GERAKAN
a Bergerak terus, berlari-lari atau berayun-ayun, tidak bias duduk diam
b Tidak merangkak sebelum berjalan
c Takut kalau diayun, naik korsel atau dilempar keatas
d Keinginan yang luar biasa untuk diayun atau badannya diangkat terbalik
(dengan kepala dibawah)
e Kikuk (canggung), mudah jatuh, kurang keseimbangan, menabrak-nabrak
barang/ benda
Total

7 MENDENGARKAN, BAHASA DAN SUARA


a Kaget sekali dan mudah terganggu karena suara keras (vacuum cleaner,
lonceng atau gonggongan anjing)
b Terganggu oleh bunyi yang biasa tidak dihiraukan oleh orang lain
c Tidak bereaksi terhadap sapaan verbal (walaupun pendengaran normal)
d Kurang ngoceh pada tahun pertama anak
e Mengulang-ulang kata atau kalimat yang baru di dengar
f Pengulangan kata atau kalimat yang terus menerus
Total

8 MELIHAT DAN PENGLIHATAN


a Reaksi yang berlebihan tehadap cahaya terang misalnya dengan menangis atau
menutup mata
b Menjadi gelisah bila dibawa ke lingkungan (suasana) yang ramai (mal atau
supermarket)
Total

9 IKATAN DAN FUNGSI EMOSIONAL


a Menghindari kontak mata, membuang muka dari tatapan, lebih menyenangi
obyek atau mainan
b Tampak tidak gembira atau senang
c Tidak memulai interaksi aktif dengan orangtua / pengasuh, yang harus
menyapa anak berkali-kali
d Tidak menunjukkan interaksi yang timbal balik
e Anak belum terlihat bermain pura-pura atau meniru kegiatan orang dewasa
f Memecahkan mainan atau menunjukkan sikap destruktif
g Sulit dipisahkan dengan ortu atau pengasuh di sekolah atau tempat belajar
anak
h Bisa berhubungan dengan semua orang termasuk orang yang belum dikenal
i Tidak mau bermain dengan anak lain, menyendiri dan menjadi agresif
j Tidak bereaksi (mengindahkan) terhadap disiplin atau rambu-rambu (batasan)
yang diberikan orangtua
k Tampak takut atau gelisah menghadapi orang atau lingkungan yang asing
l Tetap mengingat peristiwa yang menakutkan (traumatic)
m Merusak atau melukai diri sendiri
Ingin menguasai ligkungan
n Semua orang disekitarnya mengalami kesulitan untuk mengerti atau
memahami keingginan dan emosi anak
Total

Jumlah score total (dari keseluruhan pertanyaan) adalah : ….


C. PEDOMAN SKORING ANGKET
Skor diberikan pada semua item
Nilai 2 : Ya / sering
Nilai 1 : Ya / dulu
Nilai 0 : tidak / kadang-kadang
Skor pertanyaan 1 poin i :
Nilai 2 : > 3 dari jam
Niali 1 : 1 sampai 2 jam
Nilai 0 : 15-30 menit
Jumlahkan semua skor untuk tiap kategori dan masukkan skor anak.
Bandingkan dengan batasan skor ”cut off” . skor yang sama atau diatas angka
yang dicantumkan pada tabel dibawah ini menandakan aadanya masalah pada
anakdan diberikan diagnosa ”resiko” adanya kelainan atau gangguan
perkembangan.
Batasan skor untuk menginterpretasikan cheklist gejala gangguan
perkembangan anak usia 2-4 tahun
Bidang fungsi skor anak Batasan skor Skor yang diperoleh anak
Pengaturan diri
Atensi perhatian 4
Tidur 3
Makan dan cara makan 2
Berpakaian, mandi, sentuhan ,gerakan 2
Mandengarkan, bahasa dan suara 2
Melihat dan penglihatan 3
Ikatan dan emosional 3

Kesimpulan :..................
Catatan :..................
Tanggal pemeriksaan :..................
Pemeriksa :..................

LAMPIRAN 2
INSTRUMEN ASSESMEN UNTUK PERKEMBANGAN SOSIAL, EMOSI
DAN BAHASA BAGI ANAK USIA PRA SEKOLAH (4-6 TAHUN)
KET : instrumen assesman ini dikutip dari mata kuliah assasmen dan pendekaan
pembelajaran oleh kelompok 1. pentingnya penggunaan instrumen ini karena di
dalam interaksi terdapat aspek-aspek lain yang terlibat yaitu : aspek sosial,
emosi dan bahasa

A. ASESMEN
1. Kisi-Kisi Instrumen Asesmen
No. Aspek Perkembangan Komponen
(Berk, 2003; Hurlock, 1990; Hurlock, 2005) Indikator Perkembangan No. Item
Pertanyaan
1. Sosial Kerjasama:
Bekerjasama dengan anak lain untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama •
Bekerjasama dengan anak lain dalam mengerjakan tugas di kelas
• Bermain dengan mengikuti aturan permainan AS.1, AS.2, AS.3
Hubungan sosial :
Belajar melakukan hubungan sosial dengan bergaul dengan orang lain di luar
rumah • Bermain dengan anak lain
• Cepat bergaul dengan orang yang baru dikenal AS.4, AS.5
Persaingan:
Berlomba untuk mendapatkan prestasi terbaik • Berusaha mengerjakan tugas
lebih cepat atau lebih baik dari anak lain AS.6
Kemurahan hati :
Menunjukkan kemurahan hati • Menolong teman/orang lain yang sedang
kesulitan
• Meminjamkan barang/mainannya
• Membagi bekal kepada teman AS.7, AS.8, AS.9
Penerimaan sosial :
Menunjukkan hasrat akan penerimaan social • Mau bermain dengan teman yang
mana pun
• Menerima/mempertimbangkan pendapat/usul teman AS.10, AS.11
Simpati :
Menunjukkan emosi yang sama dengan emosi yang ditampilkan orang lain •
Ikut sedih/gembira jika ada teman bersedih/bergembira AS.12
Empati:
Anak peduli dengan perasaan orang lain • Menyuruh anak lain yang ribut
untuk diam saat guru berbicara.
• Tidak tertawa-tawa saat ada teman yang sedang bersedih.
• Menenangkan teman yang sedang bersedih/cemas. AS.13, AS.14, AS.15
Ketergantungan:
Anak menunjukkan sikap ketergantungan dengan minta bantuan • Meminta
bantuan orang lain dalam mengatasi berbagai persoalan AS.16
Meniru:
Anak meniru perilaku orang lain • Meniru perilaku/gerak-gerik/permainan
orang lain
• Meniru pakaian/tas/sepatu orang lain AS.17, AS.18
Perilaku kelekatan:
Anak menunjukkan perilaku selalu bersama dengan orang/objek tertentu •
Gelisah jika tidak disertai orang/benda yang disukai.
• Gembira jika disertai orang/benda yang disukai AS.19, AS.20
Negativism:
Anak menolak nasihat/perintah • Menolak nasihat/perintah
• Berprasangka buruk terhadap sesuatu yang belum jelas keburukannya.
AS.21, AS.22
Perilaku Agresi:
Anak menunjukkan perialu menyerang baik secara lisan maupun fisik terutama
pada anak yang lebih kecil • Berkata kasar/memaki kepada orang lain
• Menendang/memukul/mencubit orang lain
• Merusak barang-barang AS.23, AS.24, AS.25
Pertengkaran:
Anak menunjukkan perilaku mengejek, menggertak, dan usaha balas dendam. •
Mengejek orang lain
• Bertengkar dengan orang lain
• Membalas dendam AS.26, AS.27, AS.28
Berkuasa:
Anak menunjukkan perilaku memerintah dan mempergunakan orang lain untuk
memenuhi kepentingannya • Menyuruh orang lain dengan memaksa untuk
mengerjakan sesuatu AS.29
2. Emosi Amarah:
Anak menunjukkan pola ekspresi kemarahan lebih matang, seperti cemberut
dan sikap bengal, serta menggunakan bahasa untuk mengungkapkan reaksi
kemarahan • Anak tidak mematuhi perintah, cemberut/bersungut-sungut,
mengumpat, mengejek, berbicara kasar/kotor AE.1, AE.2
Takut:
Anak menunjukkan rasa takut pada situasi dan hal-hal yang dikhayalkan •
Anak menunjukkan rasa takut, misalnya dengan cara bersembunyi, menangis,
gemetar AE.3
Malu:
Anak menunjukkan rasa malu saat bertemu dengan orang lain yang belum
(baru) dikenalnya • Anak menunjukkan rasa malu dalam bentuk bicara gagap,
menarik-narik baju, tersipu-sipu, tidak berani menatap, sedikit berbicara AE.4,
AE.5, AE.6, AE.7, AE.8
Cemas:
Anak merasa khawatir karena berpikir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi •
Anak menunjukkan kegelisahan, murung, rebut, berlagak, bosan, gugup
kesulitan berbicara, mencari kesibukan sendiri, berpura-pura sakit AE.9, AE.10,
AE11, AE.12, AE.13, AE.14, AE.15
Cemburu:
Menunjukkan reaksi cemburu jika perhatian seseorang (terutama orangtua)
tidak terarah kepadanya • Anak menunjukkan kecemburuan dengan cara marah-
marah, mencela, mengejek, menyalahkan orang lain AE.16, AE.17, AE.18,
Sedih:
Anak menunjukkan kesedihan karena kehilangan sesuatu yang dianggap
penting • Anak menunjukkan kesedihan dengan cara menangis atau diam saja
AE.19, AE.20
Gembira:
Anak menunjukkan kegembiraan karena mendapatkan apa yang dibutuhkannya
• Anak menunjukkan kegembiraan dengan cara tertawa atau bermain bersama
AE.21
3. Bahasa Fonologi:
Anak menunjukkan kemajuan pesat dalam pengucapan kata-kata Menunjukkan
kemajuan pesat dalam pengucapan AB.1, AB.2
Semantik:
Anak mulai mampu menguasai makna kata-kata • Anak usia 4 tahun
mengetahui nama warna dasar
• Anak usia 6 tahun memahami kata tiga, sembilan, lima, sepuluh dan tujuh
untuk menghitung jumlah biji
• Anak usia 6 tahun mengetahui makna pagi, siang dan malam AB.3, AB.4,
AB.5, AB.6, AB.7
Tatakalimat:
Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat dengan hampir lengkap berisi semua
unsur kalimat, yang terdiri atas 6-8 kata Pada anak usia 4 tahun menyusun
kalimat dengan hampir lengkap berisi semua unsur kalimat AB.8
Pragmatik:
Anak sudah mulai bisa menggunakan bahasa secara efektif dalam konteks
sosial • Usia 4-8 tahun khususnya laki-laki menggunakan istilah popular untuk
mengungkapkan emosi pada teman sebaya
• Anak usia 6 tahun terutama perempuan menggunakan bahasa rahasia untuk
berkomunikasi dengan teman sebaya
• Anak usia 5 tahun menggunakan kata yang dilebih-lebihkan melebihi
penalaran untuk menarik perhatian
• Dimulai saat usia 3 tahun menggunakan kata menghina untuk memaksakan
ego, menyalurkan perasaan tersinggung, memberitahu pendapatnya tentang
orang lain
• Anak belum bisa melakukan percakapan yang sesuai dengan konteks
pembicaraan AB.9, AB.10, AB.11, AB.12, AB.13
Kesadaran metalinguistik:
Anak sudah mulai bisa berpikir tentang bahasa sebagai sebuah sistem Anak
usia 4 tahun sudah dapat menggunakan kata ganti AB.14, AB.15

2. Instrumen Asesmen

No. Aspek Perkembangan Responden No Item Pertanyaan Kategori Pertanyaan


1. Sosial G AS.1 Apakah anak dapat diajak dalam kegiatan menempel dan
menyusun gambar di papan tulis? Jika tidak, apa penyebabnya? +
O, G AS.2 Apakah anak mau diajak untuk membersihkan ruangan
kelas/rumah ? Jika tidak, apa yang ia lakukan saat orang lain melakukan tugas
tersebut? +
O, G AS.3 Apakah anak bisa mengikuti permainan sesuai dengan aturan
permainan? +
O, G AS.4 Apakah anak biasanya bermain dengan anak lain? Jika tidak, hal-
hal apa yang membuat anak tidak mau? +
O, G AS.5 Apakah anak cepat bergaul dengan teman yang baru dikenalnya? +
O, G AS.6 Apakah anak berusaha mengerjakan tugas/sesuatu lebih cepat/lebih
baik dari orang lain? +
O, G AS.7 Apakah anak suka membantu/menolong temannya yang sedang
kesulitan? +
O, G AS.8 Apakah anak mau meminjamkan barang/mainannya kepada anak
lain? +
O, G AS.9 Apakah anak mau berbagi bekal/makanan/tempat dengan temannya?
+
O, G AS.10 Apakah anak mau bergaul dengan siapa pun di sekolah/ di rumah?
+
O, G AS.11 Apakah anak mau mendengarkan pendapat teman/orang lain
dalam memutuskan sesuatu? +
O, G AS.12 Apakah anak suka menunjukkan kesedihan jika ada anak lain
mengalami musibah? +
O, G AS.13 Apakah anak suka mengingatkan anak lain untuk memperhatikan
saat guru/temannya sedang berbicara? +
O, G AS.14 Apakah anak langsung terdiam/berusaha tidak tertawa saat ada
temannya bersedih? +
O, G AS.15 Apakah anak berusaha menghibur/menenangkan temannya yang
sedang bersedih/cemas? +
O, G AS.16 Apakah anak hampir selalu meminta bantuan untuk menyelesaikan
tugasnya? -
O, G AS.17 Apakah anak bisa meniru gerak-gerik orang lain? +
O, G AS.18 Apakah anak suka meniru benda/pakaian/tas/sepatu orang lain? +
O, G AS.19 Apakah anak gelisah jika tidak ada orang/barang yang disukainya?
-
O, G AS.20 Apakah anak gembira bila disertai benda/orang yang disukainya? -
O, G AS.21 Apakah anak suka menolak nasihat/perintah? -
O, G AS.22 Apakah anak suka berprasangka buruk terhadap sesuatu yang
belum diketahuinya? -
O, G AS.23 Apakah anak suka berkata kasar/memaki orang lain -
O, G AS.24 Apakah anak suka menendang/memukul/mencubit oranglain? -
O, G AS.25 Apakah anak suka merusak barang-barang? -
O, G AS.26 Apakah anak suka mengejek orang lain? Jika ya, siapa yang
biasanya ia ejek? Dalam situasi apa biasanya anak mengejek? -
O, G AS.27 Apakah anak suka bertengkar? -
O, G AS.28 Apakah anak suka membalas perbuatan teman yang tidak baik? -
O, G AS.29 Apakah anak suka menyuruh/memaksa orang lain untuk
mengerjakan sesuatu? -
2. Emosi O, G AE.1 Apakah anak sering menunjukkan mudah marah? Jika ya,
hal-hal apa saja yang bisa membuat anak mudah marah? Dalam situasi seperti
apa biasanya anak mudah marah? Apa yang dilakukan anak pada saat marah? -
O,G AE.2 Apakah anak sering membantah? Jika ya, dalam hal apa saja anak
suka membantah? Kepada siapa ia suka membantah? -
O,G AE.3 Apakah anak sering tampak ketakutan? Jika ya, hal-hal apa saja yang
membuat anak takut? Apa yang biasanya dilakukan anak jika ketakutan? -
G AE.4 Apakah anak suka memisahkan diri (menarik diri) dari teman-
temannya saat di kelas? Jika ya, dalam situasi seperti apa anak menunjukkan
perilaku menarik diri? -
O,G AE.5 Apakah anak sering gagap? Jika ya, dalam situasi yang seperti apa
anak menjadi gagap? -
O,G AE.6 Apakah anak sering tampak malu-malu? Jika ya, apa saja yang
dilakukan jika ia malu? Hal-hal apa saja yang bisa membuat anak malu? -
O,G AE.7 Apakah anak menunjukkan tidak berani menatap jika ditanya/diajak
bicara? Jika ya, hal-hal apa yang bisa menyebabkan anak tidak berani menatap
lawan bicara? -
G AE.8 Apakah anak sering tidak menjawab pertanyaan dari ibu guru? Jika ya,
hal apa saja yang menyebabkan anak berperilaku seperti itu? -
G AE.9 Apakah anak sering menunjukan perilaku gelisah? Jika ya, apa yang
dilakukan anak jika sedang gelisah? Situasi seperti apa yang membuat anak
gelisah? -
O, G AE.10 Apakah anak tampak sering murung? Jika ya, dalam situasi seperti
apa anak tampak murung? Apa yang dilakukan anak jika sedang murung? -
O,G AE.11 Apakah anak sering ribut? Jika ya, hal-hal apa saja yang bisa
membuat anak ribut? Dimana/dalam situasi seperti apa yang biasanya anak
ribut? -
O,G AE.12 Apakah anak suka berlagak jagoan? Jika ya, dalam situasi seperti
apa anak berlagak jagoan? -
G AE.13 Apakah anak sering tampak bosan didalam kelas? Jika ya, hal-hal apa
saja yang dapat membuat anak mudah bosan? Apa yang dilakukan anak ketika
mulai bosan? -
G AE.14 Apakah anak sering berpura-pura sakit jika disuruh guru ke depan
kelas? Apa tanda bahwa ia berpura-pura sakit, bukan benar-benar sakit? -
G AE.15 Apakah anak sering menolak disuruh maju ke depan oleh ibu guru?
Jika ya, apa tanda bahwa ia menolak? Mengapa ia menolak maju ke depan
kelas? -
O,G AE.16 Apakah anak sering menunjukkan sikap cemburu? Jika ya, hal-hal
apa saja yang dapat membuat anak cemburu? Apa yang dilakukan anak jika
sedang cemburu? -
O,G AE.17 Apakah anak sering mencela hasil karya teman lain? Jika ya,
seperti apa biasanya celaan tersebut? Mengapa anak mencela karya temannya?
-
O,G AE.18 Apakah anak suka menyalahkan orang lain? Jika ya, hal-hal apa
saja yang dapat membuat anak menyalahkan orang lain? Dalam situasi seperti
apa anak menyalahkan orang lain? -
O,G AE.19 Apakah anak sering menangis ? Jika ya, hal apa saja yang membuat
anak menangis? -
O,G AE.20 Apakah anak sering sedih? Jika ya, hal apa saja yang membuat
anak sedih? Apa yang anak lakukan jika sedang bersedih? -
O,G AE.21 Apakah anak tidak menunjukkan rasa kegembiraan ? Jika ya, apa
yang biasa anak lakukan jika berada pada suasana yang menggembirakan? -
3. Bahasa O, G AB.1 Apakah anak berbicara cadel? Jika ya, bunyi huruf apa
yang masih salah diucapkan? Bagaimana ia mengucapkannya? -
O, G AB.2 Apakah ada kata-kata yang masih salah diucapkan anak? Jika, ya,
kata-kata apa saja? Bagaimana ia mengucapkannya? -
O, G AB.3 Apakah anak mengalami kesulitan memilih kata-kata yang tepat
untuk menyampaikan maksudnya? -
O, G AB.4 Apakah anak sering tidak mengerti arti kata yang disampaikan
orang lain? Jika ya, apa tanda bahwa ia tidak mengerti? -
O, G AB.5 Apakah anak sudah mengetahui nama warna benda, khususnya
warna dasar (merah, kuning, biru)? Jika tidak, warna apa saja yang ia ketahui? +
O, G AB.6 Apakah anak sudah dapat menyebutkan kata bilangan dengan tepat
untuk menunjukkan jumlah benda (kurang dari 10)? +
O, G AB.7 Apakah anak sudah dapat membedakan makna kata pagi, siang ,
dan sore? Seperti apa contohnya? +
O, G AB.8 Apakah anak sudah dapat mengucapkan kalimat dengan lengkap
(jelas subjek, predikat, objek, (dan) keterangan)? Jika tidak, seperti apa contoh
kalimat yang biasanya ia ucapkan? +
O, G AB.9 Apakah anak bisa terlibat dalam pembicaraan sesuai dengan apa
yang sedang dibicarakan (nyambung)? +
O, G AB.10 (Jika subjek laki-laki) Apakah anak suka menggunakan istilah
populer untuk emosi pada teman sebayanya? +
O, G AB.11 (Jika subjek perempuan) Apakah anak suka menggunakan bahasa
rahasia untuk berkomunikasi dengan teman sebayanya? Jika ya, seperti apakah
bahasa rahasia yang digunakannya? +
O, G AB.12 Apakah anak suka menggunakan kata-kata yang dilebih-lebihkan
(hiperbola) untuk menarik perhatian? +
O, G AB.13 Apakah anak suka menggunakan kata-kata menghina/makian
untuk mengemukakan perasaan tidak senangnya? Jika ya, pada situasi apa saja
ia melakukannya? -
O, G AB.14 Apakah anak sudah bisa menggunakan kata ganti kepunyaan (-ku,
-mu, -nya, mereka)? Jika ya, seperti apa contohnya? Jika belum bisa, kata ganti
apa saja yang masih belum dikuasainya? Seperti apa contohnya? +
O, G AB.15 Apakah anak sudah bisa menggunakan kata yang sesuai untuk
situasi/objek yang berbeda? Jika ya, seperti apa contohnya? +

3. Kriteria Interpretasi Hasil Asesmen


Anak disimpulkan mengalami hambatan dalam aspek perkembangan tertentu
jika ia memperoleh skor > dari 50 % yang diperoleh dari perhitungan rata-rata
dari jumlah indicator item positif yang tidak terpenuhi (tidak dikuasai) anak
dengan jumlah indikator item negatif yang terpenuhi (ditampilkan / dilakukana
anak) pada aspek perkembangan tersebut.
Rumus perhitungan :
Skor pada aspek perkembangan tertentu =
Jumlah item positif ditambah jumlah item negatif dibagi keselluruhan item dan
hasil akhir dikalikan 100%
4. Rekomendasi
Treatmen diberikan pada anak sesuai dengan hambatan yang dialami anak
pada aspek perkembangan tertentu.

Komponen Perkembangan
(Berk, 2003; Hurlock, 1990; Hurlock, 2005)
Kerjasama:
Anak menunjukkan perilaku bekerjasama dengan anak lain untuk melakukan
sesuatu secara bersama-sama
Hubungan sosial:
Anak mampu bergaul dengan orang lain
Persaingan:
Anak berlomba dengan anak lain untuk mendapatkan prestasi terbaik
Kemurahan hati:
Anak mau berbagi dan menolong
Penerimaan sosial:
Anak mampu menerima orang lain yang memiliki perbedaan status, kondisi
fisik, dsb.
Simpati:
Anak mampu menunjukkan emosi yang sama dengan emosi orang lain
Empati:
Anak peduli dengan perasaan orang lain
Ketergantungan:
Anak menunjukkan sikap ketergantungan dengan minta bantuan
Meniru:
Anak meniru perilaku orang lain
Perilaku kelekatan:
Anam menunjukkan perilaku selalu bersama dengan orang/objek tertentu
Negativism:
Anak menolak nasihat/perintah
Perilaku Agresi:
Anak menunjukkan perialu menyerang baik secara lisan maupun fisik terutama
pada anak yang lebih kecil
Pertengkaran:
Anak menunjukkan perilaku mengejek, menggertak, dan usaha balas dendam.
Berkuasa:
Anak menunjukkan perilaku memerintah dan mempergunakan orang lain untuk
memenuhi kepentingannya
Amarah:
Anak menunjukkan pola ekspresi kemarahan lebih matang, seperti cemberut
dan sikap bengal, serta menggunakan bahasa untuk mengungkapkan reaksi
kemarahan
Takut:
Anak menunjukkan rasa takut pada situasi dan hal-hal yang dikhayalkan
Malu:
Anak menunjukkan rasa malu saat bertemu dengan orang lain yang belum
(baru) dikenalnya
Cemas:
Anak merasa khawatir karena berpikir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi
Cemburu:
Menunjukkan reaksi cemburu jika perhatian seseorang (terutama orangtua)
tidak terarah kepadanya
Sedih:
Anak menunjukkan kesedihan karena kehilangan sesuatu yang dianggap
penting
Gembira:
Anak menunjukkan kegembiraan karena mendapatkan apa yang dibutuhkannya
Fonologi:
Anak menunjukkan kemajuan pesat dalam pengucapan kata-kata
Semantik:
Anak mulai mampu menguasai makna kata-kata
Tatakalimat:
Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat dengan hampir lengkap berisi semua
unsur kalimat, yang terdiri atas 6-8 kata
Pragmatik:
Anak sudah mulai bisa menggunakan bahasa secara efektif dalam konteks
sosial
Kesadaran metalinguistik:
Anak sudah mulai bisa berpikir tentang bahasa sebagai sebuah sistem

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:i_y6r-
nW0m4J:permanariansomad.blogspot.com/2009/05/gangguan-interaksi-dan-
komunikasi-
dosen.html+pengaruh+pola+asuh+orang+tua+terhadap+prestasi+anak+4-
6+tahun+di+TK&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id

You might also like