You are on page 1of 14

Contoh Proposal Penelitian Kuantitatif “KORELASI ANTARA PEMAHAMAN

DIRI DAN RASA PERCAYA DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DI


PANTI ASUHAN DI KOTA MALANG “

19 Maret 2010

Written by Tizar

13 Komentar

 
 
10 Votes

1. LATAR BELAKANG

Perjalanan hidup seorang anak tidak selamanya berjalan dengan mulus. Beberapa anak
dihadapkan pada pilihan yang sulit bahwa individu harus berpisah dari keluarga karena suatu
alasan, menjadi yatim, piatu atau yatim-piatu bahkan mungkin menjadi anak terlantar. Kondisi
ini menyebabkan adanya ketidak lengkapan di dalam suatu keluarga. Ketidak lengkapan ini pada
kenyataanya secara fisik tidak mungkin lagi dapat digantikan tetapi secara psikologis dapat
dilakukan dengan diciptakannya situasi kekeluargaan dan hadirnya tokoh-tokoh yang dapat
berfungsi sebagai pengganti orang tua .

Menurut Hurlock (1997:213) masa remaja dikatakan sebagai masa transisi karena belum
mempunyai pegangan, sementara kepribadianya masih menglami suatu perkembangan, remaja
masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisiknya. Remaja masih labil dan mudah
terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. Remaja sebagai bagian dari generasi penerus yang
menjadi tonggak sebagai individu yang bermakna pada hari kemudian diharapkan juga memiliki
pemahaman tentang diri yang benar, hal tersebut sangat diperlukan bagi setiap orang dalam
menjalani kehidupannya, sehingga di peroleh suatu gambaran yang jelas tentang dirinya dan
supaya sremaja bias menjalankan apa yang sudah didapatkannya.

Pemahaman akan diri seseorang sangatlah mutlak untuk diketahui. Oleh karena itu semua orang
harus mengerti tentang dirinya. Baik secara internal maupun secara eksternal. Ketika seseorang
mengetahui kondisi dan gambaran tentang dirinya maka dia akan dapat menjalani hidupnya
dengan nyaman dan juga memiliki rasa percaya diri yang kuat karena sudah memiliki pandangan
diri yang jelas.

Dalam melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan, semua orang memiliki kemampuan dan
keinginan yang berbeda. Salah satu faktor yang membuat seseorang dapat melakukan apa yang
dia ingin lakukan adalah ketika dia memiliki kepercayaan diri yang cukup untuk melakukannya.
Ketika seseorang kurang memeiliki rasa percaya diri maka kemungkinan orang tersebut tidak
akan dapat bergaul dengan sesama temannya, melakukan apa yang diinginkannya dan pergi
sesuai keinginannya.

Remaja yang tinggal di panti asuhan mempunyai rasa rendah diri atau minder terhadap keadaan
dirinya, tidak seperti teman-teman dalam kondisi keluarga normal. Hal ini berpengaruh terhadap
pergaulan dengan lingkungan. Sementara itu masyarakat atau teman-teman dalam lingkungan
sosial sering memberikan label negatif pada anak-anak panti asuhan tanpa melihat lebih jauh,
mengapa atau bagaimana berbagai hal negatif ini akan terjadi. Adanya penyimpangan antara
harapan dan kenyataan itulah, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti hal tersebut.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka rumusan masalah yang peneliti ajukan adalah apakah ada
hubungan antara pemahaman diri dengan rasa percaya diri pada remaja yang tinggal di panti
asuhan. Oleh karena itu maka penelitian ini berjudul “Hubungan Antara pemahaman diri dengan
rasa percaya diri Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan”.

1. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian adalah sebagai
berikut:

1. Mengetahui hubungan antara pemahaman diri dengan rasa percaya diri remaja yang tinggal di
panti asuhan?

2. Mengetahui pemahaman diri dengan rasa percaya diri remaja yang tinggal di panti asuhan?

3. Mengetahui tingkat pemahaman diri dengan rasa percaya diri remaja yang tinggal di panti
asuhan?

1. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan kegunaan sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis : Dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai pemahaman diri dan
rasa percaya diri yang ada pada masa remja .
2. Manfaat praktis : Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan
pendidik, guru,dan orang – orang yang berhubungan dengan panti asuhan dan anak anak
asuhnya.

1. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari hipotesis dua arah yaitu Hipotesis
alternative dan hipotesis Nol. Hipotesis benar jika Hipotesis alternative (Ha) terbukti
kebenarannya.
Ha : adanya hubungan antara pemahaman diri dengan rasa percaya diri remaja yang tinggal di
panti asuhan

Ho : Tidak ada hubungan antara pemahaman diri dengan rasa percaya diri remaja yang tinggal di
panti asuhan

1. KAJIAN PUSTAKA

1. Pemahaman Diri (Self-Understanding)


1. Pengertian

Menurut Santrock (2003:333) Pemahaman diri (self – Understanding) adalah gambaran


kognitif remaja mengenai dirinya, dasar, dan isi dari konsep diri remaja. Pemahaman diri
menjadi lebih introspektif tetapi tidak bersifat menyeluruh dalam diri remaja, namun
lebih merupakan konstruksi kognisi sosialnya. Pada masa remaja persinggungan antara
pengalaman sosial, budaya dan norma yang berlaku mempengaruhi pada kognisi sosial
remaja.

1.
1. Dimensi – Dimensi Pemahaman Diri

Menurut Santrock (2003:333) Perkembangan dari pemahaman diri masa remaja sangatlah
kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri seorang remaja. Beberapa aspek
yang ada dalam dimensi –dimensi pemahaman diri ramaja antara lain :

1. abstrak dan idealistik

pada mas remaja, konstruk berfikir para remaja bersifat abstrak dan idealistik dimana
konsep tentang diri seorang remaja itu belum jelas dimana konsep tentang dirinya bersifat
lebih baik atau lebih buruk dari keadaan sebenarnya. Tidak semua remaja
menggambarkan diri mereka dengan cara yang idealis, namun, sebagian besar remaja
membedakan diri mereka yang sebenarnya dengan diri yang diidamkannya.

1. Terdiferensiasi

pemahaman diri seorang remaja bisa semakin terdeferensiasi. Remaja lebih mungkin dari
pada anak kecil untuk menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks atau situaasi yang
semakin terdeferensiasi. Remaja lebih mungkin dari pada anak – anak untuk memahami
bahwa dirinya memiliki diri – diri yang berbeda-beda, tergantung dari peran atau konteks
tertentu.

1. Kontradiksi Dalam Diri

setelah kebutuah untuk mendiferensiasikan diri kedalam banyak peran dalam konteks
yang berbeda-beda ada dalam diri remaja, muncullah kontradiksi antara diri – diri yang
terdeferensiasi ini.
1. Fluktuasi Diri

Adanya sifat kontradiktif dalam diri pada masa remaja membuat munculnya fluktuasi diri
remaja dalam berbagai situasi dan waktu tidaklah tidak mengejutkan. Ciri remaja di
mana seorang remaja memiliki ciri ketidakstabilan hingga tiba suatu saat dimana seorang
remaja berhasil membentuk teori mengenai dirinya yang leboh utuh, dan biasanya tidak
terjadi hingga masa akhir remajanya atau bahkan diawal masa dewasa.

1. diri yang nyata dan ideal, diri yang benar dan yang palsu

Muncul kemampuan remaja untuk mengkonstruksikan diri mereka yang ideal disamping
diri yang sebenarnya, menjadi suatu yang membingungkan bagi remaja. Kemampuan
untuk menyadari adanya perbedaan antara diri yang nyata dengan diri yang ideal
menunjukkan adanya peningkatan kemampuan kognitif. Namun menurut Rogers
(Santrock, 2003:334), yakin bahwa adanya perbedaan yang terlalu jauh antara diri yang
ideal dengan diri yang sebenarnya menunjukkan tanda ketidak mampuan untuk
menyesuaikan diri.

1. perbandingan sosial

para ahli perkembangan meyakini bahwa remaja, dibandingkan dengan anak-anak, lebih
sering menggunakan perbandingan social (social Comparison) untuk mengevakluasi diri
mereka sendiri (ruble dalam Santrock, 2003 : 335). Namun kesediaan remaja untuk
mengakui bahwa mereka melakukan perbandingan social untuk melakukan evaluasi
kepada diri mereka cenderung menurun dimasa remaja karena perbandingan social
tidaklah diinginkan. Berpegangan pada informasi perbandingan social pada masa remaja
membuat mereka kebingungan karena banyaknya kelompok referensi.

1. kesadaran diri

remaja lebih sadar akan dirinya (self-conscious) dibandingkan dengan anak-anak dan
lebih memikirkan tentang pemahaman dirinya. Remaja lebih introspektif, yang mana hal
ini merupakan bagian dari kesadaran diri mereka dan bagian dari eksplorasi diri. Namun,
introspeksi tidak hanya terjadi pada remaja dalam keadaan isolasi social. Remaja kadang
kadang meminta dukungan dan penjelasan dari teman-temannya, mendapatkan opini dari
teman-temannya mengenai definisi diri yang baru muncul.

1. perlindungan diri

mekanisme untuk mempertahankan diri sendiri (self-deffens) merupakan bagian dari


pemahaman diri remaja. Walaupun remaja sering menunjukkan adanya kebingungan dan
konflik yang muncul akibat adanya usaha – isaha introspektif untuk memahami dirinya,
remaja juga memiliki mekanisme untuk melindungi dan mengembangkan dirinya. Dalam
men\lindungi diri, remaja cenderung akan menolak akan adanya karakteristik negative
dalam diri mereka. Kecenderungan remaja untuk melindungi dirinya sendiri sesuai
dengan deskripsi trdahulu merupakan d\kecenderungan remaja untuk menggambarkan
diri mereka dengan cara yang idealistic.

1. ketidaksadaran

pemahaman diri remaja melibatkan adanya pengenalan bahwa komponen yang tidak
disadari (unconscious) termasuk dalam dirinya, dama halnya dengan komponen yang
disadari (conscious). Pengenalan semacam itu biasanya tidak muncul sampai pada masa
remaja akhir. Maksudnya yang lebih tua biasanya lebih yakin akan adanya aspek – aspek
tertentu dari pengalaman mental diri mereka yang berada diluar kesadaran atau control
mereka dibandingkan dengan remaja yang lebih mudah.

1. integrasi diri

pemahaman diri remaja, terutama dimasa remaja akhir, menjadi lebih terintegrasi
dimana bagian yang berbeda-beda diri yang secara sistematik menjadi suatu kesatuan.
Remaja yang lebih tua mampu mendeteksi adanya ketidak konsistenan dalam deskripsi
diri mereka dimasa sebelumnya ketika remaja berusaha untuk mengkonstruksikan teori
mengenai diri secara umum, atau suatu pemikiran yang terintegrasi dari identitas.

1. Percaya Diri (Self-Esteem)


1. Pengertian

Orang yang dikatakan memiliki kepercayaan diri ialah orang yang merasa puas dengan dirinya
(Gael Lindenfield dalam Kamil, 1998: 3). Adapun gambaran merasa puas terhadap dirinya
adalah orang yang merasa mengetahui dan mengakui terhadap ketrampilan dan kemampuan yang
dimilikinya, serta mampu menunjukkan keberhasilan yang dicapai dalam kehidupan bersosial.
Untuk mencari atau menggali definisi yang akurat tentang percaya diri, maka harus menganalisis
tentang unsur-unsurnya yang khas. Hal ini dilakukan dengan mendaftarkan sifatsifat dan
ketrampilan-ketrampilan hasil pengamatan terhadap orang yang memiliki tingkat kepercayaan
diri yang tinggi.

Menurut Angelis (2000: 10) kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia
bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan berbuat sesuatu. Kepercayaan diri itu lahir
dari kesadaran bahwa jika memutuskan untuk melakukan sesuatu, sesuatu itu pula yang harus
dilakukan. Kepercayaan diri itu akan datang dari kesadaran seorang individu bahwa individu
tersebut memiliki tekad untuk melakukan apapun, sampai tujuan yang ia inginkan tercapai.

Menurut Hakim (2005: 6), rasa percaya diri yaitu suatu keyakinan seseorang terhadap segala
aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk
bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Jadi, dapat dikatakan bahwa seseorang yang
memiliki kepercayaan diri akan optimis di dalam melakukan semua aktivitasnya, dan
mempunyai tujuan yang realistik, artinya individu tersebut akan membuat tujuan hidup yang
mampu untuk dilakukan, sehingga apa yang direncanakan akan dilakukan dengan keyakinan
akan berhasil atau akan mencapai tujuan yang telah ditetapkannya.
Siswa yang memiliki kepercayaan diri akan mampu mengetahui kelebihan yang dimilikinya,
karena siswa tersebut menyadari bahwa segala kelebihan yang dimiliki, kalau tidak
dikembangkan, maka tidak akan ada artinya, akan tetapi kalau kelebihan yang dimilikinya
mampu dikembangkan dengan optimal maka akan mendatangkan kepuasan sehingga akan
menumbuhkan kepercayaan diri.

Individu yang percaya diri akan memandang kelemahan sebagai hal yang wajar dimiliki oleh
setiap individu, karena individu yang percaya diri akan mengubah kelemahan yang dimiliki
menjadi motivasi untuk mengembangkan kelebihannya dan tidak akan membiarkan
kelemahannya tersebut menjadi penghambat dalam mengaktualisasikan kelebihan yang
dimilikinya.

Sebagai contoh, siswa yang selalu menjadi juara kelas mampu menguasai materi pelajaran yang
diajarkan di sekolah, sehingga ia merasa yakin dan tidak takut jika disuruh gurunya untuk
mengerjakan soal di depan kelas. Bahkan, di dalam setiap mata pelajaran, jika guru bertanya atau
meminta seseorang untuk mengerjakan soal di depan kelas, siswa yang menjadi juara kelas dapat
mengajukan diri tanpa diperintah.

Sedangkan Luxori (2004: 4), menyatakan bahwa, percaya diri adalah hasil dari percampuran
antara pikiran dan perasaan yang melahirkan perasaan rela terhadap diri sendiri. Dengan
memiliki kepercayaan diri, seseorang akan selalu merasa baik, rela dengan kondisi dirinya, akan
berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang berkualitas dalam berbagai bidang kehidupan,
pekerjaan, kekeluargaan, dan kemasyarakatan, sehingga dengan sendirinya seseorang yang
percaya diri akan selalu merasakan bahwa dirinya adalah sosok yang berguna dan memiliki
kemampuan untuk bersosialisasi dan bekerja sama dengan masyarakat lainnya dalam berbagai
bidang. Rasa percaya diri yang dimiliki seseorang akan mendorongnya untuk menyelesaikan
setiap aktivitas dengan baik.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepercayaan
diri adalah kesadaran individu akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya, meyakini
adanya rasa percaya dalam dirinya, merasa puas terhadap dirinya baik yang bersifat batiniah
maupun jasmaniah, dapat bertindak sesuai dengan kapasitasnya serta mampu mengendalikannya.

1.
1. Ciri-ciri Orang Yang Percaya Diri

Menurut Hakim (2005: 5-6) ciri-ciri orang yang percaya diri antara lain :

1. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu;


2. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai;
3. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi;
4. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi;
5. Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya;
6. Memiliki kecerdasan yang cukup;
7. Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup;
8. Memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang kehidupannya, misalnya
ketrampilan berbahasa asing;
9. Memiliki kemampuan bersosialisasi;
10. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik;
11. Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan tahan di dalam
menghadapi berbagai cobaan hidup;
12. Selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap
tegar, sabar, dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup.

1.
1. Ciri-ciri Orang Yang Tidak Percaya Diri

Menurut Hakim (2005: 8-9) ciri-ciri orang yang tidak percaya diri antara lain :

1. Mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan tertentu;


2. Memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental, fisik, sosial, atau ekonomi;
3. Sulit menetralisasi timbulnya ketegangan di dalam suatu situasi;
4. Gugup dan kadang-kadang bicara gagap;
5. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga kurang baik;
6. Memiliki perkembangan yang kurang baik sejak masa kecil;
7. Kurang memiliki kelebihan pada bidang tertentu dan tidak tahu bagaimana cara
mengembangkan diri untuk memiliki kelebihan tertentu;
8. Sering menyendiri dari kelompok yang dianggapnya lebih dari dirinya;
9. Mudah putus asa;
10. Cenderung tergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah;
11. Pernah mengalami trauma;
12. Sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah, misalnya dengan menghindari
tanggung jawab atau mengisolasi diri, yang menyebabkan rasa tidak percaya dirinya
semakin buruk

1.
1. Mengembangkan Kepercayaan Diri

Lindenfield (19: 14) menjelaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan percaya diri diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Cinta

Individu perlu terus merasa dicintai tanpa syarat. Untuk perkembangan harga diri yang sehat dan
langgeng, seseorang harus merasa bahwa dirinya dihargai karena keadaannya yang
sesungguhnya, bukan yang seharusnya atau seperti yang diinginkan orang lain. Setiap orang
hendaknya dicintai tanpa syarat, namun yang terpenting, individu itu sendiri harus dapat
mencinti diri tanpa syarat.

Dengan merasa tenteram, percaya diri dan mencintai diri sendiri bila semua keinginan terpenuhi,
ini berarti seseorang telah menyayangi diri sendiri secara bersyarat. Agar seseorang dapat
menyayangi diri dengan tulus, hendaknya individu dapat menyayangi dirinya sendiri karena telah
melakukan sesuatu, bukan karena telah berhasil mencapai sesuatu.

Dalam kegiatan kelompok seperti bimbingan kelompok, bentuk cinta pada diri sendiri dapat
ditunjukkan dengan menerima diri apa adanya, tidak menyayangi diri secara bersyarat, memiliki
rasa percaya diri dan selalu merasa tenteram. Sedangkan bentuk cinta yang diberikan oleh orang
lain dalam kelompok yaitu mau mendengarkan pendapat anggota kelompok, mau memberikan
saran dan kritik yang membangun, saling memberi dan menerima bantuan, berempati dengan
tulus, anggota kelompok saling memberi motivasi, serta suka rela memecahkan masalah
bersama-sama.

1. Rasa aman

Bila individu merasa aman, mereka secara tidak langsung akan mencoba mengembangkan
kemampuan mereka dengan menjawab tantangan serta berani mengambil resiko yang menarik.
Di dalam kegiatan bimbingan kelompok, rasa aman ditunjukkan anggota kelompok dengan
saling menjaga rahasia, masing-masing anggota mau terbuka, jujur, dan percaya pada diri sendiri
maupun orang lain, serta saling menghargai.

1. Model peran

Mengajar lewat contoh adalah cara paling efektif agar anak mengembangkan sikap dan
ketrampilan sosial yang diperlukan untuk percaya diri. Dalam hal ini peran orang lain sangat
dibutuhkan untuk dijadikan contoh bagi individu untuk dapat mengembangkan rasa percaya diri.

Di dalam kegiatan koneling kelompok, anggota kelompok dapat menjadikan diri sendiri maupun
orang lain sebagai model. Dengan menjadikan orang lain sebagai model, individu dapat
menjadikan model itu sebagi contoh/ teladan dan dapat menirunya untuk menumbuhkan rasa
percaya diri.

1. Hubungan

Untuk mengembangkan rasa percaya diri individu terhadap segala hal, individu jelas perlu
mengalami dan bereksperimen dengan beraneka hubungan dari yang dekat dan akrab dirumah,
teman sebaya maupun yang lebih asing.

Adler (dalam Supratiknya, 1993: 241) menyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah
makhluk sosial. Manusia selalu menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut dalam kegiatan
kegiatan kerja sama sosial, menempatkan kesejahteraan sosial di atas kepentingan diri sendiri
dan mengembangkan gaya hidup yang mengutamakan orientasi sosial. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa, dalam menjalani hidup, setiap orang selalu membutuhkan orang lain dan
hendaknya dapat bekerja sama dengan orang lain, sehingga dapat saling membantu dan memiliki
hubungan yang baik dengan banyak orang, sehingga akan semakin meningkatkan kepercayaan
diri seseorang.
Lindenfield (2004: 15) juga menyatakan bahwa untuk dapat mengembangkan rasa percaya diri,
seseorang perlu menjalin hubungan baik dengan siapapun baik orang-orang yang sudah dikenal
maupun mampu menjalin hubungan baik dengan orang-orang baru, karena dengan berhubungan
dengan orang lain akan menumbuhkan rasa percaya diri.

Hubungan dalam kegiatan kelompok menurut Hakim (2005:132), anggota kelompok akan
mendapatkan banyak manfaat antara lain sosialisasi atau pergaulan dengan teman-teman sebaya;
mendapatkan tambahan ketrampilan tertentu, seperti kepemimpinan dan cara berhubungan
dengan orang lain. Di dalam kelompok seseorang dapat menjalin kerja sama, melakukan
penyesuaian dan pendekatan kepada orang lain. Jika seseorang dapat melakukan hubungan
dengan baik maka perlahan-lahan seseorang akan memiliki kepercayaan diri.

1. Kesehatan

Untuk bisa menggunakan sebaik- baiknya kekuatan dan bakat kita, kita butuhkan energi. Jika
mereka dalam keadaan sehat, dalam masyarakat bisa dipastikan biasanya mendapatkan lebih
banyak perhatian, dorongan moral, dan bahkan kesempatan.

Menurut Hakim (2005: 162), dengan adanya kondisi kesehatan yang lebih prima pada diri
seseorang, akan timbul keyakinan dan rasa percaya diri bahwa dalam diri individu memiliki
kekuatan yang cukup untuk melakukan banyak hal sesuai dengan keperluan hidupnya, termasuk
mengikuti kegiatan kelompok.

1. Sumber daya

Sumber daya memberikan dorongan yang kuat karena dengan perkembangan kemampuan anak
memungkinkan mereka memakai kekuatan tersebut untuk menutupi kelemahan yang mereka
miliki.

1. Dukungan

Individu membutuhkan dorongan dan pembinaan bagaimana menggunakan sumber daya yang
mereka miliki. Dukungan jua merupakan factor utama dalam membantu individu sembuh dari
pukulan terhadap rasa percaya diri yang disebabkan oleh trauma, luka dan kekecewaan.

Menurut Angelis (2003: 3), rasa percaya diri akan lahir dari kesadaran dirinya sendiri untuk
selalu melakukan sesuatu. Jadi kepercayaan diri itu tidak dapat muncul dengan tiba-tiba
danmemerlukan proses untuk mendapatkan rasa percaya diri. Penghargaan yang positif atas
tindakan yang dilakukan individu akan cenderung meningkatkan kepercayaan diri, begitu juga
sebaliknya, apabila penghargaan yang diberikan berupa kritikan yang tidak membangun akan
membuat seseorang menjadi rendah diri. Untuk membentuk kepercayaan diri, perananan orang
lain di dalam memahami, member dukungan, dan memberikan saran yang dapat digunakan untuk
memperbaiki diri sangat dibutuhkan.

Dalam kegiatan kelompok, dukungan dapat ditunjukkan dengan mau mendengarkan pendapat
orang lain, dapat saling memotivasi, dan tidak saling menyalahkan. Dengan motivasi dan
dukungan, seseorang dapat berkembang menjadi lebih kuat untuk berbuat lebih baik lagi dan
penuh percaya diri.

1. Upah dan hadiah

Upah dan hadiah ini merupakan suatu proses untuk mengembangkan percaya diri agar
menyenangkan dari suatu usaha yang telah dilakukan. Hadiah tidak harus berwujud barang.
Dalam kegiatan kelompok, hadiah dapat ditunjukan dengan member penghargaan dalam bentuk
pujian yang disertai dengan saran-saran yang edukatif, serta anggota kelompok mengusahakan
agar seseorang berbuat baik karena kesadarannya bukan karena ingin memperoleh penghargaan.

1. DEFINISI OPERASIONAL

Pemahaman diri (self – Understanding) adalah gambaran kognitif remaja mengenai


dirinya, dasar, dan isi dari konsep diri remaja dan lebih merupakan konstruksi kognisi
sosialnya.

kepercayaan diri adalah kesadaran individu akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya,
meyakini adanya rasa percaya dalam dirinya, merasa puas terhadap dirinya baik yang bersifat
batiniah maupun jasmaniah, dapat

1. METODE PENELITIAN

1.
1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah beberapa panti asuhan yang berada di Kecamatan
Lowokwaru kota Malang yang akan dipilih secara acak yang mewakili dari kota Malang.

1.
1. Rancangan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini diklasifikasikan dala penelitian kuantitatif
deskriptif korelatif dimana penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan, meringkas berbagai
kondisi, berbagai situasi atau berbagai variable yang timbul dimasyarakat yang menjadi objek
penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi dan mencari hubungan antar variable yang diteliti.
(Bungin,2006:36)

1.
1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian baik terdiri dari benda yang nyata, abstrak,
peristiwa ataupun gejala yang merupakan sumber data dan memiliki karakter tertentu dan sama
(Sukandarrumidi, 2004: 47). Sedangkan menurut Arikunto, populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian
(Arikunto, 2002: 108). Jadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak asuh yang tinggal
di kecamatan lowokwaru yang berjumlah 1192 orang (dinsos kota malang, 2004).

Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki sifat-sifat yang sama dari obyek yang
merupakan sumber data (Sukandarrumidi, 2004: 50).sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti (Arikunto, 2002: 221). Metode penentuan sampel dari populasi yang ada
menggunakan rujukan rumus Slovin (Dalam Umar, 2003;146) sebagai berikut

n=N

1+Ne2

n = Ukuran Sampel

N = Ukuran Populasi

e = Prosen Kelonggaran

Prosen kelonggaran atau kesalahan di tentukan sebesar 10%. Jumlah jadi jumlah sampel dalam
penelitian ini berjumlah 93 orang.

1.
1. Teknik Pengumpulan Data

1.
1. Observasi

Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan
format atau blangko pengamatan sebagai instrument. Format yang disusun berisi item-item
tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi

Dari penelitian berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi
bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan
penilaian ke dalam suatu skala bertingkat. Misalnya kita memperhatikan reaksi penonton televisi,
bukan hanya mencatat bagaimana reaksi itu, dan berapa kali muncul, tetapi juga menilai reaksi
tersebut sangat, kurang, atau tidak sesuai dengan yang kita kehendaki

1.
1. Dokumentasi

Metode dokumentasi dilakukan dengan cara mencari data tentang hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan
sebagainya

Lexi J. Moleong (2004) mendefinisikan dokumen sebagai setiap bahan tertulis ataupun film,
yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan aseorang penyidik.
Penggunaan metode dokumen dalam penelitian ini karena alasan sebagai berikut (Guba dan
Lincoln, 1981) dalam bukunya Lexy J. Moleong (2004)

1) Merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong.

2) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.

3) Berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan
konteks, lahir dan berada dalam konteks.

4) Tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.

5) Dokumentasi harus dicari dan ditemukan.

6) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan
terhadap sesuatu yang diselidiki.

1.
1. Wawancara

Adalah percakapan dengan maksud tertentu percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Moleong, 2000 : 135).

1.
1. Angket

Metode angket adalah salah satu metode penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
berisi aspek yang hendak diukur, yang harus dijawab atau dikerjakan oleh subyek penelitian,
berdasarkan atas jawaban atau isian itu peneliti mengambil kesimpulan mengenai subyek yang
diteliti (Suryabrata, 1990).

Penggunaan metode angket, menurut Hadi (1993) didasari oleh beberapa anggapan, yaitu:

1. Subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

2. Apa yang dinyatakan subyek kepada peneliti adalah benar-benar dapat dipercaya

3. Interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama


demngan yang dimakksud peneliti.

Angket memiliki bermacam-,macambentuk yakni:

1. Angket langsung atau tidak langsung

2. Angket terbuka atau angket tertutup


Bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat langsung dan tertutup.
Artinya angket yang merupakan daftar pertyanyan diberikan langsung kepada mahasiswa sebagai
subyek penelitian, dan dakam mengisi angket, mehasiswa diharuskan memilih karena jawaban
telah disediakan.

1.
1. Teknik Analisis Data

Menurut Patton, analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. (Bungin, 2006:33). Karena penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif, maka metode analisisi data yang digunakan adalah alat analisis
yang bersifat kuantitatif yaitu model statistik. Hasil analisis nantinya akan disajikan dalam
bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan diiterpretasikan dalam suatu uraian.

Teknik analisa data merupakan langkah yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah
dalam penelitian. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian.
Adapun teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasi,
dimana Penelitian korelasi bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada,
berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan itu.

Adapun analisa data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tabel dan menggunakan teknik
deskriftip prosentase sebagai berikut :

P = F/N x 100

P = Persentase

F = Frekuensi

N = Number of Cases (banyaknya individu)

Dalam penelitian ini juga menggunakan korelasi product moment, adapun rumus yang digunakan
adalah korelasi product moment, secara operasional analisa data tersebut dilakukan melalui tahap
:

1. Mencari angka korelasi dengan rumus :

Dengan ketentuan sebagai berikut :

X : Adalah motivasi siswa terhadap bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam

Y : Adalah data prestasi belajar siswa (nilai raport semesterII)

Rxy : Adalah angka indeks korelasi “r” product moment

∑Xy : Jumlah hasil perkalian antara X dan Y


∑X : Jumlah seluruh skor X

∑Y : Jumlah seluruh skor Y

N : Number of Cases

1. Memberikan Interpretasi terhadap angka indeks korelasi “r” product moment.

1. Interpretasi kasar atau sederhana, yaitu dengan mencocokkan perhitungan dengan angka
indeks korelasi “r” product moment.

Interpretasi menggunakan tabel nilai “r” product moment (rt), dengan terlebih dahulu mencari
derajat besarnya (db) atau degress of freedom (df) yang rumusnya adalah : df = N-nr

df : Degrees of Freedom

N : Number of Cases

Nr : Banyaknya variabel (Motivasi Siswa dan Prestasi belajar)

Kemudian dengan melihat Tabel nilai Koefisisen Korelasi “r” Product Moment dari Pearson
untuk Berbagai (df).

You might also like