Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David
Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit
yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi.
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak
pernah menimbulkan kematian. Pola penyebaran penyakit infeksi virus Dengue sejak 1780 – 1949
memiliki kecenderungan epidemic dan lebih banyak di daerah tropis. (1,2,3,4,5,6)
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sejak tahun 1952
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Malaysia,
dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah
kematian yang sangat tinggi. (1,2,3,4.5)
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat
berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global.
(1,2,3)
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 1
BAB II
SINDROM SYOK DENGUE
Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang mempengaruhi
daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian
infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam
Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok
Dengue (SSD). (1,2,3)
1. DEFINISI
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD disertai
dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan dari DBD dan
merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang
berakibat fatal. (1,2,3)
2. ETIOLOGI
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den-3
serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,
pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan
bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan manifestasi klinik yang berat. (1,2,3)
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan
A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus
dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang
berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 2
nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission). Sekali virus dapat
masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan
virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (1,2)
3. EPIDEMIOLOGI
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai
saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan
adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada
tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD
cenderung menurun hingga 2% tahun 1999. (1,2,3,4,5)
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 3
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada
suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di
setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa
pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus
terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. (2)
4. PATOGENESIS
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori
yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection)
dan hipotesis immune enhancement. (1,2,3)
Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection. Pasien
yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko
berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen
antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag.
Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik)(1,2,3)
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-
antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang
ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga
syok. (1,2,3)
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 4
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma
kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi
pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik
dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. (1,2)
Gambar 3. Patog
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan
agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 5
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama
iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi
trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product)
sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.(2,3)
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 6
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya
tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus sehingga dapat bsifat
asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue (DD),
demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).(1,2,3)
Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari) timbul gejala
prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas.(1)
Demam Dengue
Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back
fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah,
dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2
hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6
atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan
petekie. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan
perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan
menoragi. (1,2,3,4)
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 7
sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah
tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan kasus, petekie
halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan,
perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar
dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Masa kritis dari
penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang
sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus
dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus
berat penderita dapat mengalami syok. (1,2,3,4)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk screening dengan periksa kadar hemoglobin
(Hb), hematokrit (Ht), trombosit, leukosit. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi menunjukkan
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Kadar leukosit dapat normal atau
menurun Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% jumlah leukosit total) disertai
limfosit plasma biru (LPB >15% total leukosit) yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit
umumnya menurun pada hari ke-3 hingga ke-8. Pemeriksaan hematokrit untuk menentukan
kebocoran plasma dengan peningkatan kadar hematokrit >20% kadar hematokrit awal.(1,2)
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 8
Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell culture) atau
deteksi antigen virus RNA dgn teknik Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction namun
teknik ini rumit. Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik
terhadap dengue. Berupa antibodi total, IgM yang terdeteksi mulai hari ke-3 sampai ke-5,
meningkat smpai minggu 3, dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG terbentuk pada hari ke-14
pada infeksi primer, dan terdeteksi pada hari ke-2 pada infeksi sekunder.(1)
Pemeriksaan lain menunjukkan SGOT dan SGPT dapat meningkat. Hipoproteinemi
akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak
pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. aPTT dan
PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Asidosis metabolik dan peningkatan
BUN ditemukan pada syok berat. (1,2)
Pada pemeriksaan radiologis pada posisi lateral dekubitus kanan bisa ditemukan efusi
pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-
ringannya penyakit. Pada pasien syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.(1,2)
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 9
• perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan
• hematemesis atau melena
3. Trombositopenia < 100.00/ul
4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
• peningkatan nilai hematrokrit > 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.
• penurunan nilai hematokrit > 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat
• efusi pleura, asites, hipoproteinemi
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu kebocoran plasma.
Pedoman tatalaksana DD dan DBD, SSD berbeda dari segi resusitasi cairan dan indikasi
perawatan di RS. Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan
biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi (SSD) diperlukan perawatan intensif.(1,2,3)
Demam Dengue
Pada fase demam pasien dianjurkan :
• Tirah baring, selama masih demam.
• Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
• Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dll
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Semua pasien
harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini
disebabkan oleh karena kemungkinan sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam.
Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan
pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). (1,2,3,4)
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 12
Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%
Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Terapi
awal pemberian cairan, infuse kristaloid dengan dosis 6-7ml/kg/jam. Monitor dilakukan 3-4 jam
setelah pemberian cairan. Parameter nilai perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi, tekanan
darah dan produksi urin. Bila didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi menjadi
5ml/kgBB/jam. Bila 2 jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan, dosis dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap membaik dalam 24-48 jam kemudian, pemberian cairan infuse
dapat dihentikan. Bila keadaan tidak membaik setelah terapi awal maka dosis cairan infus naik
menjadi 10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgbb jam.
Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam.Bila tanda syok (+) masuk ke protokol syok.(1)
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 15
Gambar 11. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 16
Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)(2)
1. Kristaloid
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh
larutan yang mengandung dekstran)
1. Koloid
Dekstran 40, Plasma, Albumin
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 17
Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD
Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya dirawat
di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan
khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit dan trombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting
dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat didantu oleh keluarga pasien untuk
mencatatjumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta
menampung urin serta mencatat jumlahnya.(2)
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 18
BAB III
KESIMPULAN
Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sindrom renjatan
dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda
renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu
masalah kesehatan global. (1,2,3,4,5)
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut sangat tergantung pada daya
tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi,namun
bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menimbulkan kematian.(2,3,5,6)
Pengobatan SSD bersifat suportif. Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting.
Tatalaksana berdasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan
perdarahan. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang
adekuat akan mencegah terjadinya syok. Pemilihan jenis cairan danjumlah yang akan diberikan
merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Penegakkan diagnosis DBD secara dini dan
pengobatan yang tepat dancepat akan menurunkan angka kematian DBD.(1,2,3,4,5,6)
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 19
DAFTAR PUSTAKA
(1) Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2006
(2) Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2005
(3) Gubler DJ. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical Microbiology
Reviews. 1998.Vol 11, No 3 ;480-496
(4) Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
Edition II. Geneva : World Health Organization. 1997.
Available from htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication
Accessed December 1, 2009.
(5) Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of Vector
Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009
(6) Cook GC. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom : Elsevier
Health Sciences. 2008.
Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 20