Professional Documents
Culture Documents
A.Pendahuluan
Ideologi merupakan istilah yang bisa diartikan sebagai sebuah sistem berfikir (yang
diyakini oleh sekelompok orang) yang mendasari setiap langkah dan gerak mereka dalam
kehidupan sosialnya. Ideologi dapat diartikan pula sebagai sebuah pemahaman tentang
bagaimana memandang dunia (realitas). Oleh karena itu ideologi merupakan landasan
bagi pemaknaan realitas. Kata ideologi sendiri berasal dari bahasa Yunani idea
(ide/gagasan) dan logos (studi tentang/pengetahuan tentang). Secara harfiah ideologi
berarti studi tentang ide-ide/gagasan. Adapun secara istilah ideologi adalah sistem
gagasan yang mempelajari keyakinan-keyakinan dan hal-hal ideal; asas haluan;
pandangan hidup. Istilah ini mengacu pada seperangkat keyakinan dalam merealisasikan
sebuah obyek. Maka tidak salah anggapan bahwa permasalahan ideologi selalu menarik
untuk dikaji karena berawal dari sanalah realitas dipersepsikan. Sistem (aturan) yang
melandasi pemaknaan kehidupan ini (baca: ideologi) akan selalu menentukan kemana
arah dan pandangan hidup para penganutnya.
Demikian halnya dengan ideologi, kata paradigma juga berasal dari bahasa Yunani para
(di sebelah, di samping) deigma (memperlihatkan; model/contoh ideal). Istilah paradigma
diartikan sebagai pedoman/teladan; cara memandang sesuatu; dasar untuk menyeleksi
suatu problem-problem dan pola untuk memecahkannya. Paradigma bisa diartikan pula
sebagai landasan berfikir dalam menentukan sikap dan tindakan. Paradigma akan sangat
menentukan bagaimana langkah dan tindakan yang diambil dalam mencapai sebuah
tujuan.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan sebuah usaha sadar untuk menuntun umat
manusia secara bertahap dalam menjalani kehidupannya. Dalam hal ini pendidikan
sekaligus sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan peradaban umat manusia.
Maka tidak heran apabila dikatakan bahwa maju mundurnya sebuah bangsa sangatlah
ditentukan oleh pelaksanaan pendidikan yang ada didalamnya.
Dalam dunia pendidikan, landasan yang mendasari pelaksanaan pendidikan tidak bisa
dinafikan begitu saja dalam proses dinamikanya. Bahwa pendidikan tidak bisa dilepaskan
dari pengaruh (inside) ideologi maupun paradigma yang dikandungnya. Ideologi dan
paradigma yang mendasari proses pendidikan akan sangat menarik untuk dikaji lebih
mendalam karena hal tersebut terkait dengan bagaimana langkah dan usaha yang
ditempuh sebagai upaya untuk mengimplementasikan landasan berfikir kedalam prosesi
pendidikan itu sendiri.
Ideologi pendidikan yang dianut sebuah bangsa akan sangat menentukan karakteristik
pendidikan yang diterapkan didalamnya. Bangsa ini sendiri, hemat penulis belum jelas
dalam menganut ideologi pendidikan yang ada atau paling tidak belum mampu
mengembangkan ideologi Pancasila kedalam dunia pendidikan. Tidak ubahnya dengan
ideologi pendidikan, paradigma pendidikan juga sangatlah penting dalam tubuh
pendidikan. Selama ini paradigma pendidikan di negara kita selalu mengalami perubahan
yang tidak berpengaruh signifikan dalam merealisasikan tujuan dari pendidikan itu
sendiri. Seperti dalam ungkapan Thomas Khun yang mengatakan bahwa paradigma
selalu mengalami anomali, sehingga akan berkonsekuensi melahirkan paradigma baru.
Lalu sejauh ini, pertanyaan yang muncul adalah seperti apakah ideologi dan paradigma
pendidikan yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia sehingga bisa diterapkan demi
mewujudkan cita-cita pendidikan bangsa ini sendiri?
Melihat selayang pandang penulis, tentunya masih banyak serpihan-serpihan pertanyaan
yang ingin kita tanyakan dan bahas lebih lanjut. Semoga pemaparan yang ringkas ini bisa
sedikit masukan kepada kita untuk meninjau kembali pengejawantahan ideologi dan
paradigma pendidikan di indonesia.
D.Kesimpulan
Klasifikasi ideologi pendidikan berdasarkan karakter yang dikandung oleh masing-
masing ideologi, antara lain: ideologi fundamentalisme, ideologi intelektualisme, ideologi
konservatisme, ideologi liberalisme, ideologi anarkhisme dan ideologi kritis-radikal.
Diantara beberapa karakteristik ideologi pendidikan yang disebutkan diatas, bangsa
Indonesia belum jelas dalam menganut ideologi pendidikan yang ada atau bahkan belum
mampu mengembangkan ideologi negara ini sendiri (ideologi Pancasila) ke dalam dunia
pendidikan. Maka Problem solving yang hendak ditawarkan tidak lepas dari perumuskan
ideologi Negara (Pancasila) kedalam dunia pendidikan; yakni dengan perwujudan dan
pengembangan konsep ideologi pendidikan Pancasila yang sudah dibahas oleh beberapa
pakar pendidikan maupun ketatanegaraan. Sehingga kebijakan pendidikan yang
dilakukan pemerintah dapat mencapai pada hakikat dan tujuan pendidikan nasional itu
sendiri.
Bercermin pada kegagalan paradigma pendidikan dimasa sebelumnya, maka ada
beberapa tawaran paradigma baru pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan yang di
idam-idamkan oleh rakyat Indonesia. Diantara beberapa tawaran yang ada antara lain:
paradigma baru reformasi pendidikan; dimana reformasi pendidikan harus mampu
menyentuh sisi religiuitas agar reformasi yang diterapkan bisa tepat guna dan tidak kering
dari spiritualitas, paradigma integratif-interkonektif/paradigma pendidikan holistik-
dialogis; dimana pandangan dikotomis dalam pendidikan harus dibuang jauh-jauh agar
terjadi dialog yang dinamis dalam proses pendidikan, paradigma pendidikan demokratis;
dimana pendidikan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, serta paradigma
pendidikan humanis; pendidikan adalah proses memanusiakan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin. Islamic Studies di Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif-
Interkonektif. Cet. II. Yogyakarta; Pustaka pelajar. 2010.
Arifi, Ahmad. Politik Pendidikan Islam; Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi Pendidikan
Islam di Tengah Arus Globalisasi. Yogyakarta; Teras. 2009.
Amnur, Ali Muhdi (Edt). Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional. Yoyakarta; Pustaka
Fahima. 2007.
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Cet II. Jakarta; Gramedia. 2000.
Freire, Paulo. Politik Pendidikan; Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan. (Trjm:
Agung Prihantoro & Fuad Arif F.). Cet VI. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 2007.
H.A.R. Tilaar. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung;
Remaja Rosdakarya. 2000.
http://saungwali.wordpress.com/2007/06/05/paradigma-baru-reformasi-pendidikan.
Diakses pada tanggal 30 Oktober 2010.
Journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/334/pdf. Didownload pada tanggal 23
Oktober 2010.
O’neil, William F. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 2001.
Partanto, Pius A & M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya; Arkola. 1994.
Rohman, Arif. Politik Ideologi Pendidikan. Yogyakarta; LaksBang Mediatama. 2009.
Susetyo, Benny. Politik Pendidikan Penguasa. Yogyakarta; LKiS. 2005.
Wahono, Francis. Kapitalisme Pendidikan; antara Kompetisi dan Keadilan. Yogyakarata;
Pustaka Pelajar, Cinderalas dan Insist Press. 2001.
www.inherent-dikti.net.files.sisdiknas.pdf. Didownload pada tanggal 07 November 2010.
Zamroni. Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi (Prakondisi Menuju Era
Globalisasi). Jakarta; PSAP Muhammadiyah. 2007.
Urgensi Pendidikan Islam
Problem utama yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam di Indonesia saat ini
adalah berkenaan dua masalah mendasar, yaitu masalah kualitas ( mutu ) pendidikan dan
membentuk moralitas bangsa Indonesia. Masalah pertama, yakni mutu pendidikan Islam
sampai saat ini harus diakui masih jauh dari harapan. Kualitas capaian pendidikan
ketinggalan jauh jika dibandingkan dengan pendidikan umum. Hal ini bisa kita amati,out
put (lulusan) dari lembaga pendidikan Islam (baik sekolah maupun madrasah) kualitasnya
Sedangkan masalah kedua, peran dan kontribusi lembaga pendidikan Islam dalam
(terutama para ahli pendidikan). Seberapa besar pengaruh pendidikan agama dalam
menanggulangi kemerosotan bangsa ini?. Pada kenyataanya moralitas bangsa telah rusak
bahkan telah mencapai titik nadir berada di ambang kehancuran. Tindak kejahatan
maupun kualitasnya. Kejahatan dan perilaku menyimpang telah melanda diseluruh aspek
ekonomi, hukum, politik, ilmu pengetahuan, budaya, dan agama. Pada dimensi ilmu
pengetahuan, materealisme menggiring ilmu pengetahuan alam pada satu gagasan bahwa
materi menempati posisi sentral. Materi dijadikan penjelas awal dan akhir dalam
rangkaian panjang argumentasi ilmiah. Ilmu pengetahuan yang bersifat induktif dan
bersumber dari pengalaman empirik ini menempati posisi sentral dalam dunia keilmuan,
sementara ilmu sosial teologis yang bersifat deduktif dan bersumber dari aksioma-
(justification) ilmu itu sendiri, melainkan harus dilihat bagaimana konteks penemuannya
(context ofdiscovery) dengan tata nilai, etika dan moral. Sehingga ilmu dapat memberikan
kesejahteraan hidup manusia lahir batin, bukan memberikan ilmu yang kering dan hanya
bersifat fisik material belaka. Ilmu pengetahuan tidak boleh dipandang dari sisi
duniawi saja, melainkan harus terbuka pada konteksnya, yakni nilai-nilai agama. Ilmu
keilmuan semacam ini memberikan peluang besar bagi proses islamisasi ilmu di era
globalisasi.
tenaga kerja (praktisi) yang berorentasi materealistik semata, dengan dalih untuk
bahwa dunia pendidikan harus melakukan reformasi dengan tekanan menciptakan sistim
pendidikan yang lebih koperhensif dan fleksibel, sehingga para lulusan dapat berfungsi
secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis. Untuk itu, pendidikan
harus dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan para peserta peserta didik
mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh
menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan segala faktor yang
dapat mendukung mencapai sukses. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah
terlepas dari ungkapan berkualitas. Lebih-lebih lagi di dalam dunia yang mengglobal
dewasa ini dimana terjadinya persaingan dalam berbagai lapangan kehidupan, istilah
yang berkualitas, servis berkualitas, dan pendidikan yang berkualitas. Produk dan servis
yang berkualitas mudah dimengerti. Singkatnya produk dan servis tersebut memuaskan
selera konsumen. Di dalam kaitan ini kualitas dapat diukur dalam arti memenuhi kreteria-
kreteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kulitas tampaknya adalah sesuatu yang
berbentuk. Namun kalau kita berbicara mengenahi kualitas pendidikan, maka sangat sulit
diukur apa yang dimaksudnya dengan kualitas. Kualitas pendidikan merupakan suatu
yang berbentuk, yang sukar diukur kecuali dengan upaya mengkuantitaskan segala
sesuatu. Kualitas pendidikan dapat kita ukur dari berbagai segi. Kualitas pendidikan
dapat dilihat dari segi ekonomi, dari segi sosial politis, sosial budaya, dari perspektif
pendidikan itu sendiri (educational perspective) dan dari perspektif proses globalisasi.2
sepanjang masa, karena dalam pendidikan terdapat satu pembentukan pribadi manusia
sesuai dengan fungsinya, yaitu menjadi khalifah di muka bumi, sebagaimana dalam
Terjemahnya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
Salah satu tujuan yang jelas dalam pendidikan adalah menolong anak
menjadi sorotan yang paling penting dan sangat menggantungkan pertumbuhan bagi
makhluk yang namanya manusia baik bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan agamanya.
Sebagai manusia tentulah sangat bergantung pada sejauh mana ia berpendidikan karena
orang yang terdidik dan tidak akan dibedakan dalam setiap perilaku dan kesehariannya.
Salah satu asumsi yang jelas bahwa anak didik memandang sekolah sebagai bakal atau
batu loncatan yang akan membuka dunia baru bagi pemenuhan hidupnya. Ia akan
Islam adalah usaha yang dilakukan oleh guru agama dalam membimbing dan membina
anak didik agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama.
Dengan kata lain, konsepsi manusia yang sempurna menurut Islam sangat
membantu dalam perumusan tujuan pendidikan Islam secara khusus. Konsep islam
terhadap manusia adalah makhluk “fitrah” yang dimiliki unsur jasmani dan rohani, fisik
dan jiwa yang memungkinkan diberi pendidikan. Sebagaimana hadits Nabi yang sering
ساِنِه
َ ج
ِ صَراِنِه َاْو ُيَم
ّ طَرِة َفَأَبّواُه ُيَهّوَداِنِه َاْو ُيَن
ْ عَلى اْلِف
َ ُكّل َمْوُلْوٍد ُيْوَلُد
Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan (dari kandungan ibunya) terlahir dalam keadaan fitrah
(suci belum ada “nuktah” apapun). Maka orang tuanyalah (ayah dan ibunya) yang akan
menjadikan (mempengaruhi) anak itu sebagai yahudi nasrani atau majusi” (Hadits
Riwayat Bukhori dan Muslim).4
Dengan bekal inilah maanusia memiliki potensi dasar untuk menerima pendidikan.