You are on page 1of 12

Section I.

1 Pendekatan Fungsional dan Teori Konflik


Dec
16
Posted by indudt, Published on 16 December 2010
1. Pendekatan Fungsional
Pada pendekatan fungsional ini berusaha untuk melacak penyebab perubahan social sampai
ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi mempengaruhi diri
mereka. Pendekatan ini merupakan suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya
dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan pendekatan
fungsional adalah Auguste Comte, Emile Durkheim, dan Herbet Spencer. Pemikiran structural
fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologi, yaitu menganggap masyarakat sebagai
organisme biologi yang terdiri dari organ-organ yang paling ketergantungan tersebut
merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama
dengan pendekatan-pendekatan yang lainnya yang bertujuan untuk mencapai keteraturan
sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim,
dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer.
Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh
Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan
organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite
functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisa substantif Spencer dan penggerak
analisa fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat
terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah
sebuah kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian
dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi
seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika
ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang
menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural
fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga
membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.
Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max
Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah
• Visi substantif mengenai tindakan sosial dan
• Strateginya dalam menganalisa struktur sosial.
Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan pemikiran
Parsons dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam menginterpretasikan keadaan.
Perkembangan Teori Pendekatan Struktural Fungsional
Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif
sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert Merton dibawah
pengaruh tokoh – tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di
jamannya, Talcott Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia
gulirkan. Parson berhasil mempertahankan fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah
abad sejak ia mempublikasikan The Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam
karyanya ini Parson membangun teori sosiologinya melalui “analytical realism”, maksudnya
adalah teori sosiologi harus menggunakan konsep-konsep tertentu yang memadai dalam
melingkupi dunia luar. Konsep-consep ini tidak bertanggungjawab pada fenomena konkrit,
tapi kepada elemen-elemen di dallamnya yang secara analitis dapat dipisahkan dari elemen-
elemen lainnya. Oleh karenanya, teori harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep
yang diringkas dari kenyataan empiric, tentunya dengan segala keanekaragaman dan
kebingungan-kebingungan yang menyertainya. Dengan cara ini, konsep akan mengisolasi
fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang membangun realita sosial.
Keunikan realism analitik Parson ini terletak pada penekanan tentang bagaimana konsep
abstrak ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang di dapat adalah organisasi konsep
dalam bentuk sistem analisa yang mencakup persoalan dunia tanpa terganggu oleh detail
empiris.
Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson
meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation,
Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memeninuhi
empat criteria ini. Dalam karya berikutnya , The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai
orientasi pada situasi dalam istilah motivasi dan nilai-nilai. Terdapay berberapa macam
motivasi, antara lain kognitif, chatectic, dan evaluative. Terdapat juga nilai-nilai yang
bertanggungjawab terhadap sistem sosoial ini, antara lain nilai kognisi, apresiasi, dan moral.
Parson sendiri menyebutnya sebagai modes of orientation. Unit tindakan olehkarenaya
melibatkan motivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujuan umum sebagai konsekuensi
kombinasi dari nilai dan motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang aktor.
Karya Parson dengan alat konseptual seperti empat sistem tindakan mengarah pada tuduhan
tentang teori strukturalnya yang tidak dapat menjelaskan perubahan sosial. Pada tahun 1960,
studi tentang evolusi sosial menjadi jawaban atas kebuntuan Parson akan perubahan sosial
dalam bangunan teori strukturalnya. Akhir dari analisis ini adalah visi metafisis yang besar
oleh dunia yang telah menimpa eksistensi manusia. Analisis parson merepresentasikan suatu
usaha untuk mengkategorisasikan dunia kedalam sistem, subsistem, persyaratan-persyaratan
system, generalisasi media dan pertukaran menggunakan media tersebut. Analisis ini pada
akhirnya lebih filosofis daripada sosiologis, yakni pada lingkup visi meta teori. Pembahasan
mengenai fungsionalisme Merton diawali pemahaman bahwa pada awalnya Merton
mengkritik beberapa aspek ekstrem dan keteguhan dari structural fungsionalisme, yang
mengantarkan Merton sebagai pendorong fungsionalisme kearah marxisme. Hal ini berbeda
dari sang guru, Talcott Parson mengemukakan bahwa teorisi structural fungsional sangatlah
penting.Parson mendukung terciptanya teori yang besar dan mencakup seluruhnya sedangkan
parson lebih terbatas dan menengah.
Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga
postulat dasar analisis fungsional( hal ini pula seperti yang pernah dikembangkan oleh
Malinowski dan Radcliffe brown. Adapun beberapa postulat tersebut antara lain:
• Kesatuan fungsi masyarakat , seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya standard
bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi individu dalam
masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada pasti menunjukan tingginya level integrasi.
Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi
generalisasi pada masyarakat yang lebih besar.
• Fungsionalisme universal , seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki fungsi positif. Hal ini
di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh struktur , adat istiadat,
gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi positif. Dicontohkan pula dengan
stuktur sosial dengan adat istiadat yang mengatur individu bertingkah laku kadang-kadang
membuat individu tersebut depresi hingga bunuh diri. Postulat structural fungsional menjadi
bertentangan.
• Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hany amemiliki fungsi positif namun juga
merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan. Hal ini berarti
fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini pertentangn Merton pun
sama dengan parson bahwaada berbagai alternative structural dan fungsional yang ada
didalam masyarakat yang tidak dapat dihindari.
Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat yang dijabarakan tersebut
berstandar pada pernyataan non empiris yang didasarakan sistem teoritik. Merton
mengungkap bahwa seharusnya postulat yang ada didasarkan empiric bukan teoritika. Sudut
pandangan Merton bahwa analsisi structural fungsional memusatkan pada organisasi,
kelompok, masyarakat dan kebudayaan, objek-objek yang dibedah dari structural fungsional
harsuslah terpola dan berlang, merespresentasikan unsure standard.
Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji makamirakat secara
keseluruhan, namun Merton menjelaskan bahwa dapat juga diterapkan pada organisasi,
institusi dan kelompok. Dalam penjelasan ini Merton memberikan pemikiran tentang the
middle range theory. Merton mengemukakan bahwa para ahli sosiologi harus lebih maju lagi
dalam peningkatan kedisiplinan dengan mengembangkan “teori-teori taraf menengah”
daripada teori-teori besar. Teori taraf menengah itu didefinisikan oleh Merton sebagai : Teori
yang terletak diantara hipotesa kerja yang kecil tetapi perlu, yang berkembang semakin besar
selama penelitian dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup semuanya mengembangkan
uato teori terpadu yang akan menjelaskan semua keseragaman yang diamati dalam perilaku
social. Teori taraf menengah pada prinsipnya digunakan dalam sosiologi untuk membimbing
penelitian empiris. Dia merupakan jembatan penghubung teori umum mengenai istem social
yang terlalu jauh dari kelompok-kelompok perilaku tertentu, organisasi, ddan perubahan
untuk mempertanggungjawabkan apa yang diamati, dan gambaran terinci secara teratur
mengenai hal-hal tertentu yang tidak di generaliasi sama sekali. Teori sosiologi merupakan
kerangka proposisi yang saling terhubung secara logis dimana kesatuan empiris bisa
diperoleh.
The middle range theory adalah teori-teori yang terletak pada minor tetapi hipotesis kerja
mengembangkan penelitian sehari-hari yang menyeluruh dan keseluruhan upaya sistematis
yang inklusif untuk mengembangkan teori yang utuh. The middle range theory Merton ini
memiliki berbagai pemahaman bahwa secara prinsip digunakan untuk panduan temuan-
temuan empiris, merupakan lanjutan dari teori system social yang terlalu jauh dari
penggolongan khusus perilaku social, organisasi, dan perubahan untuk mencatat apa yang di
observasi dan di deskripsikan, meliputi abstraksi, tetapi ia cukup jelas dengan data yang
terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi yang memungkinkan tes empiris dan
muncul dari ide yang sangat sederhana. Dalam hal ini Merton seakan melakukan tarik dan
menyambung, artinya apa yang dia kritik terhadap fungsionalis merupakan jalan yang dia
tempuh untuk menyambung apa yang dia pikirkan. Atau dianalogikan, Merton mengambil
bangunan teori kemudian di benturkan setelah itu dia perbaiki lagi dengan konseptual yang
menurut kami sangat menarik.
Para stuktural fungsional pada awalnya memustakan pada fungsi dalam struktru dan institusi
dalam amsyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah demikian, karrena dalam menganalis hal itu ,
para fungsionalis awal cenderung mencampur adukna motif subjektif individu dengan fungsi
stuktur atau institusi. Analisis fungsi bukan motif individu. Merton sendiri mendefinisikan
fungsi sebagai konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan yang menciptakan adaptasi atau
penyesuian, karena selalu ada konsekuensi positif. Tetapi , Merton menambahkan
konsekuensi dalam fakta sosial yang ada tidaklah positif tetapi ada negatifnya. Dari sini
Merton mengembangkan gagasan akan disfungsi. Ketika struktur dan fungsi dpat memberikan
kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial tetapi dapat mengandung konsekuensi negative
pada bagian lain.Hal ini dapat dicontohkan, struktur masyarakat patriarki c memberkan
kontribusi positif bagi kaum laki-laki untuk memegang wewenang dalam keputusan
kemasyarakatan, tetapi hal ini mengandung konsekuensi negative bagi kaum perempuan
karena aspirasi mereka dalam keputusan terbatas. Gagasan non fungsi pun , dilontarkan oleh
Merton. Merton mengemukakan nonfungsi sebagai konsekuensi tidak relevan bagi sistem
tersebut. Dapatkonsekuensi positif dimasa lalu tapi tidak dimasa sekarang.Tidaklah dapat
ditentukan manakah yang lebih penting fungsi-fungsi positif atau disfungsi. Untuk itu Merton
menambahkan gagasan melalui keseimbangan mapan dan level analisis fungsional.
Dalam penjelasan lebih lanjut , Merton mengemukakan mengenai fungsi manifest dan fungsi
laten.Fungsi manifest adalah fungsi yang dikehendaki, laten adalah yang tidak
dikehendaki.Maka dalam stuktur yang ada, hal-hal yang tidak relevan juga disfungso laten
dipenagruhi secara fungsional dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu struktur
disfungsional akan selalu ada. Dalam teori ini Merton dikritik oleh Colim Campbell, bahwa
pembedaan yang dilakukan Merton dalam fungsi manifest dan laten , menunjukan penjelasan
Merton yang begitu kabur dengan berbagari cara. Hal ini Merton tidak secara tepat
mengintegrasikan teori tindakan dengan fungsionalisme. Hal ini berimplikasi pada
ketidakpasan antara intersionalitas dengan fungsionalisme structural. Kami rasa dalam hal ini
pun Merton terlalu naïf dalam mengedepankan idealismenya tentang struktur dan dengan
beraninya dia mengemukakan dia beraliran fungsionalis, tapi dia pun mengkritik akar
pemikiran yang mendahuluinya. Tetapi, lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi
manifest dan laten telah membuka kekauan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu
struktur. Merton pun mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak dapat diubah oleh
sistem sosial. Tetapi beberapa sistem sosial dapat dihapuskan. Dengan mengakui bahwa
struktur sosia dapat membuka jalan bagi perubahan sosial.
Analisi Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi. Budaya
didefinisikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang mengendalikan perilaku yang
sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur sosial didefinisikans ebagai serangkaian
hubungan sosial teratur dan memeprnagaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu
dengan cara lain. Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan
tujuan cultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak
menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam struktur makamirakat beberapa
orang tidak mampu bertindakm menurut norma-norma normative . kebudayaan menghendaki
adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial. Merton menghubungkan
anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian disjungsi antara kebudayan dnegan
struktur akan melahirkan konsekuensi disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat.
Anomi Merton memang sikap kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan bahwa
teori structural fungsionalisme ini aharus lebih kritis dengan stratifikasi sosialnya. Bahwa
sturktur makamirakat yangselalu berstratifikasi dan masing-masing memiliki fungsi yang
selama ini diyakini para fungsionalis, menurut dapat mengindikasikan disfungsi dan anomi.
Dalam hal ini kami setuju dengan Merton,dalam sensory experiences yang pernah kami
dapatkan, dimana ada keteraturan maka harus siap deng ketidakteraturan, dalam struktur yang
teratur, kedinamisan terus berjalan tidak pada status didalamnya tapi kaitan dalama peran.
Anomi atau disfungsi cenderung hadir dipahami ketika peran dalam struktu berdasarkan status
tidak dijalankan akibat berbagai factor. Apapun alasannya anomi dalam struktur apalagi yang
kaku akan cenderung lebih besar. Dari sini, Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang
struktur , akan tetapi terus membawa kepribadian sebagai produk organisasi struktur tersebut.
Pengaruh lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema yang
merasuk ke dalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton yaitu the Self
Fullfilling Prophecy serta dalam buku Sosial structure And Anomie. Disini Merton berusaha
menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang
tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga mereka lebih , menunjukkan kelakuan non
konformis ketimbang konformis. Menurut Merton, anomie tidak akan muncul sejauh
masyarakkat menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut.
Dari berbagai penajabaran yang ada Pemahaman Merton membawa pada tantangan untuk
mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah ada. Hal ini terbukti dengan munculnya
fungsionalisme gaya baru yang lebih jauh berbeda dengan apa yang pemikiran Merton. Inilah
bukti kedinamisan ilmu pengetahuan, tak pelak dalam struktural fungsionalisme.
2. Teori Konflik
Menurut teori ini, konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok-kelompok yang
tertindas dengan kelompok penguasa, sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori
ini berpedoman pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial
merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial. Ralf
Dahrendolf bependapat bahwa semua perubahan merupakan perubahan konflik kelas di
masyarakat. Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi
melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya
konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.
Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan
kelas dalam masyarakat.
Asumsi dasar
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional. Pemikiran
yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl
Marx. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori konflik
menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional.
Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan
perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan
bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas
pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini
berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap
kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran
semu eksis (false consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri,
menerima keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan
kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan
tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.
Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis dari teori
struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan
dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori
konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan.
Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau
ketegangan-ketegangan. Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan
kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang
berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi.
Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena adanya
perbedaan kepentingan.
Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial.
Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu
terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya
konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai
sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan
sehingga terciptalah suatu konsensus.
Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya, keteraturan yang
terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori
konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power. Terdapat dua tokoh sosiologi
modern yang berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis A.
Coser dan Ralf Dahrendorf.
Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser
Sejarah Awal
Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan
tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut
selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang
menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik),
coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan
tersebut.
Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisa konflik sosial,
mereka melihatnya konflik sebagai penyakit bagi kelompok sosial. Coser memilih untuk
menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif yaitu membentuk
serta mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu. Coser mengembangkan perspektif
konflik karya ahli sosiologi Jerman George Simmel.
Seperti halnya Simmel, Coser tidak mencoba menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup
seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori
sosial menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial adalah premature (sesuatu yang
sia- sia. Memang Simmel tidak pernah menghasilkan risalat sebesar Emile Durkheim, Max
Weber atau Karl Marx. Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi
bekerja untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep
sosiologi di mana isi dunia empiris dapat ditempatkan. Penjelasan tentang teori knflik Simmel
sebagai berikut:
• Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam
masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai proses asosiatif
dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisa.
• Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan
memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik
secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah
kerangka masyarakat.
Inti Pemikiran
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan
dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara
dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas
kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang
sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja
kaum tradisional (yang memepertahankan praktek- praktek ajaran katolik pra- Konsili Vatican
II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah
pentahbisan wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah
memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan,
yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin
menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat
dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup
penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau
struktur.
Contoh: Badan Perwakilan Mahasiswa atau panitia kesejahteraan Dosen. Lembaga tersebut
membuat kegerahan yang berasal dari situasi konflik tersalur tanpa menghancurkan sistem
tersebut.
Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi
dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang
ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok
kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
2. Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang
antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu
pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya
melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju
melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok
yang seharusnya menjadi lawan mereka.
Menurut Coser terdapat suatu kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa
sikap permusuhan atau agresi.
Contoh: Dua pengacara yang selama masih menjadi mahasiswa berteman erat. Kemudian
setelah lulus dan menjadi pengacara dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut mereka
untuk saling berhadapan di meja hijau. Masing- masing secara agresif dan teliti melindungi
kepentingan kliennya, tetapi setelah meniggalkan persidangan mereka melupakan perbedaan
dan pergi ke restoran untuk membicarakan masa lalu.
Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka
pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan.
Coser mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih saying
yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang
mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti
misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. ]. Hal ini
tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para
partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi
hubungan tersebut. Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga
menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut.
Contoh: Seperti konflik antara suami dan istri, serta konflik sepasang kekasih.
Coser. Mengutip hasil pengamatan Simmel yang meredakan ketegangan yang terjadi dalam
suatu kelompok. Dia menjelaskan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap
masyarakat Yahudi bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan dengan
peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. ]Bila konflik dalam kelompok
tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat.
Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan
yang sehat. Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya
dalam pandangan negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat
memperkuat struktur sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan
konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan.
Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf
• Sejarah Awal
Bukan hanya Coser saja yang tidak puas dengan pengabaian konflik dalam pembentukan teori
sosiologi.segera setelah penampilan karya Coser, seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf
Dahrendorf menyadur teori kelas dan konflik kelasnya ke dalam bahasa inggris yang
sebelumnya berbahasa Jerman agar lebih mudah difahami oleh sosiolog Amerika yang tidak
faham bahasa Jerman saat kunjungan singkatnya ke Amerika Serikat (1957- 1958).
Dahrendorf tidak menggunakan teori Simmel melainkan membangun teorinya dengan separuh
penerimaan, separuh penolakan, serta memodifikasi teori sosiologi Karl Marx. Seperti halnya
Coser, Ralf Dahrendorf mula- mula melihat teori konflik sebagai teori parsial, mengenggap
teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisa fenomena sosial.
Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja
sama.
• Inti Pemikiran
Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta
modifikasi teori sosiologi Karl Marx. Karl Marx berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol
sarana- sarana berada dalam satu individu- individu yang sama. Menurut Dahrendorf tidak
selalu pemilik sarana- sarana juga bertugas sebagai pengontrol apalagi pada abad kesembilan
belas. Bentuk penolakan tersebut ia tunjukkan dengan memaparkan perubahan yang terjadi di
masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas. Diantaranya:
• Dekomposisi modal
Menurut Dahrendorf timbulnya korporasi- korporasi dengan saham yang dimiliki oleh orang
banyak, dimana tak seorangpun memiliki kontrol penuh merupakan contoh dari dekomposisi
modal. Dekomposisi tenaga.
• Dekomposisi Tenaga kerja
Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau beberapa orang mengendalikan
perusahaan yang bukan miliknya, seperti halnya seseorang atau beberapa orang yang
mempunyai perusahaan tapi tidak mengendalikanya. Karena zaman ini adalah zaman keahlian
dan spesialisasi, manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai- pegawai untuk memimpin
perusahaanya agar berkembang dengan baik.
• Timbulnya kelas menengah baru
Pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan yang jelas, di mana
para buruh terampil berada di jenjang atas sedang buruh biasa berada di bawah.
Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Karl Marx adalah ide mengenai pertentangan kelas
sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. Kemudian dimodifikasi
oleh berdasarkan perkembangan yang terjadi akhir- akhir ini. Dahrendorf mengatakan bahwa
ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana
produksi sebagai dasar perbedaan kelas itu. Menurut Dahrendorf hubungan- hubungan
kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur bagi kelahiran kelas.
Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak
kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat terjadi secara drastis. Tetapi pada dasarnya tetap
terdapat dua kelas sosial yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai. Dalam analisanya
Dahrendorf menganggap bahwa secara empiris, pertentangan kelompok mungkin paling
mudah di analisa bila dilihat sebagai pertentangan mengenai ligitimasi hubungan- hubungan
kekuasaan. Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai- nilai
yang merupakan ideologi keabsahan kekuasannya, sementara kepentingan- kepentingan
kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan- hubungan sosial yang
terkandung di dalamnya
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya
dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional
yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional
sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme
biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut
merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama
halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk
mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran
Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan
Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian
dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan
antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut
dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisa substantif Spencer
dan penggerak analisa fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam
kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah
sebuah kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian
dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi
seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika
ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang
menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural
fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga
membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.
Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max
Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah
• Visi substantif mengenai tindakan sosial dan
• Strateginya dalam menganalisa struktur sosial.
Struktural Fungsional dan Psikologi Sosial

Perkembangan masyarakat seringkali dianalogikan seperti halnya proses evolusi.


suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat.
Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang
memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran
perubahan sosial sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan
Augus Comte.

Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu


masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang
positif. Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun
menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat.

Pemikiran Spencer sangat dipengaruhi oleh ahli biologi pencetus ide evolusi
sebagai proses seleksi alam, Charles Darwin, dengan menunjukkan bahwa
perubahan sosial juga adalah proses seleksi. Masyarakat berkembang dengan
paradigma Darwinian:

ada proses seleksi di dalam masyarakat kita atas individu-individunya. Spencer


menganalogikan masyarakat sebagai layaknya perkembangan mahkluk hidup.
Manusia dan masyarakat termasuk didalamnya kebudayaan mengalami
perkembangan secara bertahap. Mula-mula berasal dari bentuk yang sederhana
kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih kompleks menuju tahap akhir
yang sempurna.

Seperti halnya Spencer, pemikiran Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran


ilmu alam. Pemikiran Comte yang dikenal dengan aliran positivisme, memandang
bahwa masyarakat harus menjalani berbagai tahap evolusi yang pada masing-
masing tahap tersebut dihubungkan dengan pola pemikiran tertentu. Selanjutnya
Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru akan diawali dengan
pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran yang berdifat progresif.
Sebagaimana Spencer yang menggunakan analogi perkembangan mahkluk
hidup, Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian kerja, masyarakat
akan menjadi semakin kompleks, terdeferiansi dan terspesialisasi.

Berbeda dengan Spencer dan Comte yang menggunakan konsepsi optimisme,


Oswald Spengler cenderung ke arah pesimisme. Menurut Spengler, kehidupan
manusia pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah berakhir
dengan pasang surut. seperti halnya kehidupan organisme yang mempunyai
suatu siklus mulai dari kelahiran, masa anak-anak, dewasa, masa tua dan
kematian. Perkembangan pada masyarakat merupakan siklus yang terus akan
berulang dan tidak berarti kumulatif.

Teori-teori terus berkembang dengan pesatnya. Talcott Parsons melahirkan teori


fungsional tentang perubahan. Seperti para pendahulunya, Parsons juga
menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan
pada mahkluk hidup. Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses
diferensiasi.

Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan


subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna
fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah,
umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih
baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan Parsons
termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan.

Bahasan tentang struktural fungsional Parsons ini akan diawali dengan empat
fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsu adalah
kumpulan kegiatan yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau
kebutuhan sistem. Parsons menyampaikan empat fungsi yang harus dimiliki oleh
sebuah sistem agar mampu bertahan, yaitu :

1. Adaptasi, sebuah sistem hatus mampu menanggulangu situasi eksternal yang


gawat. Sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2. Pencapaian, sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan
utamanya.
3. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang menjadi
komponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan antara ketiga
fungsi penting lainnya.

4. Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan


memperbaiki motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan
dan menopang motivasi.

Francesca Cancian memberikan sumbangan pemikiran bahwa sistem sosial


merupakan sebuah model dengan persamaan tertentu. Analogi yang
dikembangkan didasarkan pula oleh ilmu alam, sesuatu yang sama dengan para
pendahulunya. Model ini mempunyai beberapa variabel yang membentuk sebuah
fungsi. Penggunaan model sederhana ini tidak akan mampu memprediksi
perubahan atau keseimbangan yang akan terjadi, kecuali kita dapat mengetahui
sebagaian variabel pada masa depan. Dalam sebuah sistem yang deterministik,
seperti yang disampaikan oleh Nagel, keadaan dari sebuah sistem pada suatu
waktu tertentu merupakan fungsi dari keadaan tersebut beberapa waktu lampau.

Teori struktural fungsional mengansumsikan bahwa masyarakat merupakan


sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling
berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang
dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Fokus utama dari berbagai
pemikir teori fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan kegiatan yang
dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat beberapa
bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian, antara lain ; faktor
individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja dan nilai atau
norma yang berlaku.

Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-


tekanan kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang
selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya teori ini melihat adanya
ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus
untuk mewujudkan keseimbangan baru. Variabel yang menjadi perhatian teori ini
adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat
berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial.

(a) Related Posts by Categories


Etika politik

• Pelaksanaan Teori Sistem Sosial Islam


• Sistem Sosial Islam
• Etika politik
Konflik Sosial
• Sistem Sosial Islam
• Etika politik
• Tiga Pendekatan Dalam Ingatan Sosial dan Etika Politik
• Ingatan Sosial dan Etika Politik
• Konflik Sosial

By Sosial-Sosial

(i)0 komentar: on "Teori Perubahan Sosial; Struktural Fungsional


dan Psikologi Sosial"

1) Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Section I.2Categories
• DVD (1)
• Etika politik (4)
• Ingatan Sosial dan Etika Politik (6)
• Islam (1)
• Konflik Sosial (6)
• Kumpulan Aplikasi (1)
• Kumpulan Kitab Hadits (1)
• Kumpulan Kitab Islam (1)
• Muslim (1)
• Nahwu (1)
• Pelaksanaan Teori Sistem Sosial Islam (1)
• Pesantren (1)
• Shorof (1)
• Sistem Sosial Islam (2)
• Software (1)
• Software Islam (1)
• Teori Perubahan Sosial (3)
• Tiga Pendekatan Dalam Ingatan Sosial dan Etika Politik (4)

Section I.1asal
Feedjit Live Blog Stats

You might also like