Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
IIS ROSTINI, S.Pi
NIP. 132317114
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2007
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui :
Kepala Laboratorium
Teknologi Industri Hasil Perikanan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya
ilmiah ini berjudul “Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada
Skala Laboratorium”.
Penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran yang telah
memberikan dukungan bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan kultur
fitoplankton ini.
2. Ketua Program Studi Perikanan Universitas Padjadjaran yang telah memberikan
dukungan bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan kultur fitoplankton ini.
3. Evi Liviawaty, Ir., MSi, selaku Kepala Laboratorium TIHP atas masukannya dalam
penyusunan karya ilmiah ini.
4. Dr. E. Danakusumah, Ir., MSc, selaku pembimbing lapangan I atas bimbingannya
selama pelaksanaan kultur fitopolankton.
5. Sofyan Sulaiffy, selaku pembimbing lapangan II atas pengarahannya selama
pelaksanaan kultur fitoplankton.
6. Muchari, MSc, selaku kepala IPPTP Bojonegara Serang Banten atas dukungan dan
fasilitas bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan kultur fitoplankton.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata semoga apa yang telah dilaksanakan oleh penulis dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan pengetahuan di bidang perikanan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Bab Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1
1.2 Maksud dan Tujuan ……………………………………………... 2
1.3 Metode Penulisan ……………………………………………….. 2
1.4 Tempat Pelaksanaan Kegiatan Kultur ………………………….. 3
iv
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pengamatan Kultur Fitoplankton ………………………….. 21
5.2 Pembahasan ………………………………………………………. 22
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1978 dimulai suatu proyek kerjasama antara pemerintah Indonesia
dan JICA (Japan International Cooperation Agency), yaitu Marineculture Research
and Development Project (ATA-192, 1979-1996) dalam rangka pengembangan
budidaya laut di Indonesia. Maka pada tahun 1979 didirikanlah Stasiun Penelitian di
Bojonegara serang dan pada tahun 1985 menjadi Instalasi Penelitian di bawah BAlai
Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros yang bernaung di bawah Pusat
Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Instalasi
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Bojonegara Serang merupakan salah
satu institusi yang melaksanakan penelitian budidaya ikan laut di Indonesia. Instalasi
Penelitian ini didirikan berdasarkan Kepres No. 23 Tahun 1982, Kepres No.214/1983
dan Keputusan Menteri Pertanian No. 613/Kpts/OT.210/8/1984.
Penelitian di Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
Bojonegara Serang diarahkan pada pemetaan sumberdaya, seleksi induk, pematangan
dan pemijahan induk, serta pemeliharaan larva ikan laut yang potensial untuk
dibudidayakan. Instalasi ini bergerak dalam bidang budidaya Kerapu (Epinephelus
tauvina), juga melakukan penelitian yang berkaitan dengan pembenihan Kakap Putih
(Lates calcalifer), Beronang (Siganus sp), dan pembesaran Cumu-cumi (Sepioteutis
lessoniana). Selain itu juga bekerjasama dengan perguruan tinggi terutama dalam
kegiatan magang, praktek lapang, dan penelitian mahasiswa.
Kegiatan penelitian yang dilaksanakan di Instalasi Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian Bojonegara Serang ini meliputi aspek-aspek bioreproduksi dan
bioteknologi, yaitu :
1. Pemeliharaan Induk Ikan
Pengumpulan induk
Pengamatan fisiologi dan ekologi induk
Nutrisi pakan
Pemijahan rangsang
2. Pembenihan
Kultur pakan
Teknologi pemeliharaan benih
3. Pembesaran
Nutrisi dengan pemberian pakan
Teknologi pembesaran dalam karamba jarring terapung
Teknologi transportasi
4. Lain-lain
Pengamatan kualitas perairan
Konstruksi jaring apung (rekayasa)
Survey sumberdaya induk ikan
Lingkungan perairan
Kepala IPPTP
Filum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Famili : Chlorellaceae
Genus : Chlorella
Spesies : Chlorella sp.
Sel Chlorella berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 2-8 µm. Dalam sel
Chlorella mengandung 50% protein, lemak serta vitamin A, B, D, E dan K, disamping
banyak terdapat pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai katalisator dalam
proses fotosintesis (Sachlan, 1982).
Sel Chlorella umumnya dijumpai sendiri, kadang-kadang bergerombol.
Protoplast sel dikelilingi oleh membrane yang selektif, sedangkan di luar membran sel
terdapat dinding yang tebal terdiri dari sellulosa dan pektin. Di dalam sel terdapat
suatu protoplast yang tipis berbentuk seperti cawan atau lonceng dengan posisi
menghadap ke atas. Pineroid-pineroid stigma dan vacuola kontraktil tidak ada
(Vashista, 1979). Warna hijau pada alga ini disebabkan selnya mengandung klorofil a
dan b dalam jumlah yang besar, di samping karotin dan xantofil (Volesky, 1970).
Gambar 2. Sel tunggal Chlorella sp. dengan mikroskop elektron, perbesaran 25.000
kali (vashista,1979)
Keterangan gambar : 1. Dinding sel
2. Vakuola
3. Kloroplast
4. Mitokondria
5. Cytoplasma
6. Dictiosom
7. Membran nukleus
8. Nukleus
9. Lamella kloroplast
3.1.1.2 Sistematika Tetraselmis chuii
Menurut Butcher (1959) mengklasifikasikan kedudukan Tetraselmis chuii
sebagai berikut :
Filum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Volvocales
Sub ordo : Chlamidomonacea
Genus : Tetraselmis
Spesies : Tetraselmis chuii
1.1.2 Habitat
Chlorella tumbuh pada salinitas 25 ppt. Alga tumbuh lambat pada salinitas 15
ppm, dan hampir tidak tumbuh pada salinitas 0 ppm dan 60 ppm. Chlorella tumbuh
baik pada suhu 20oC, tetapi tumbuh lambat pada suhu 32oC. Tuimbuh sangat baik
sekitar 20o-23oC (Hirata, 1981).
Tetraselmis tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35 ppm
(Fabregas et al, 1984). Menurut Griffith et al (1973) mengatakan bahwa Tetraselmis
chuii masih dapat mentoleransi suhu antara 15o-35oC, sedangkan suhu optimal
berkisar antara 23o-25oC.
1.1.3 Reproduksi
Menurut Presscott (1978) Chlorella sp. berkembang biak dengan membelah
diri membentuk autospora. Sedangkan pada waktu membelah diri membentuk
autospora, Chlorella sp. melalui empat fase siklus hidup (hase, 1962; Kumar and
Singh, 1981). Keempat fase tersebut adalah :
1. Fase pertumbuhan (growth), periode perkembangan aktif sel massa yaitu
autospora tumbuh menjadi besar.
2. Fase pematangan awal (early revening), autospora yang telah tumbuh menjadi
besar mengadakan persiapan untuk membagi selnya menjadi sel-sel baru.
3. Fase pematangan akhir (late revening), sel-sel yang baru tersebut mengadakan
pembelahan menjadi dua.
4. Fase autospora (autospora liberation), pada fase ini sel induk akan pecah dan
akhirnya terlepas menjadi sel-sel baru.
pemasakan
awal
pertumbuhan
4.4 Perawatan
Perawatan meliputi pengontrolan aerasi dan dilakukan pengocokan setiap hari
sekali, supaya tidak terjadi pengendapan di dasar labu.
Tabel 2. Tingkat Kepadatan Kultur Murni Chorella sp. dan Tetraselmis chuii Selama
Masa Kultur
Tingkat kepadatan Chorella sp. terbanyak terjadi pada hari ke-10 yaitu
sebanyak 1513 x 104 individu/ml . Dan tingkat kepadatan Tetraselmis chuii terbanyak
juga pada hari ke-10, yaitu hari pengamatan yang terakhir dengan jumlah populasinya
pada wadah 2 (Tetraselmis chuii I) adalah sebanyak 752 x 104 individu/ml,
sedangkan pada wadah 3 (Tetraselmis chuii II) adalah sebanyak 940 x 104
individu/ml. Jumlah populasi puncak pada wadah 3 tersebut merupakan jumlah
populasi puncak tertinggi dari kedua wadah pada kultur Tetraselmis chuii.
Kegiatan kulltur fitoplankton dilakukan di ruang plankton, dengan suhu media
berkisar antara 21o-24oC dan suhu usdara berkisar antara 20o-27oC. Salinitas pada
awal kultur adalah 32 ppm, di mana pada saat kultur terjadi kenaikan salinitas tapi
tidak begitu nyata.
Selama kegiatan kultur berlangsung, aerasi diberikan secara terus menerus dan
semua wadah budidaya diberi cahaya dengan menggunakan lampu neon. Sebelum
kultur di mulai dilakukan pemupukan dan pemberian vitamin B12 terhadap media
kultur.
1.2 Pembahasan
Keberhasilan kultur fitoplankton yang berasal dari air laut ditentukan oleh
beberapa faktor seperti suhu, salinitas, kekuatan cahaya, dan pH, serta aerasi yang
harus di jaga benar selama pelaksanaan kultur.
Kegiatan kultur murni Chorella sp. dan Tetraselmis chuii yang dilakukan di
ruang plankton dengan suhu ruangan (udara) dan suhu media (larutan) tidak banyak
mengalami perubahan karena kultur berlangsung di dalam ruangan ber-AC yang
menjamin suhu ruangan selalu stabil sehingga sedikit kemungkinan terjadinya
penguapan media kultur. Suhu media berkisar antara 20o-27oC. Suhu tersebut cukup
baik untuk pertumbuhan Chorella sp. dan Tetraselmis chuii, hal ini sesuai dengan laju
pertumbuhan harian yang selalu meningkat pada kedua jenis fitoplankton laut
tersebut.
Salinitas merupakan salah satu sifat kimia air yang secara langsung maupun
tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan organisme air.
Salinitas pada awal kultur Chorella sp. dan Tetraselmis chuii adalah 32 ppm. Pada
saat kultur biasanya terjadi kenaikan kadar garam, hal ini disebabkan oleh adanya
hasil metabolisme dan adanya pengendapan. Chlorella sp tumbuh baik pada salinitas
antara 15-35 ppm dan tumbuh paling baik pada salinitas 25 ppm. Pertumbuhan alga
pada salinitas 15, 45, 50, dan 55 ppt, dan hampir tidak tumbuh baik pada salinitas 0
dan 60 ppt (Hirata, 1981). Dan Tetraselmis chuii tumbuh dengan salinitas optimal
antara 25-35 ppm (Fabregas et al, 1984). Cahaya di laboratorium makanan alami di
IPPTP Bojonegara Serang sangat mendukung kehidupan dan pertumbuhan
Chorella sp. dan Tetraselmis chuii.
Aerasi diberikan secara terus menerus mulai penebaran bibit sampai
percobaan selesai, dimana aerasi yang diberikan ini bertujuan untuk mensuplai
oksigen dan membantu penguapan gas-gas yang tidak berguna. Selain itu, aerasi dapat
menyebabkan turbulensi dan sirkulasi media kultur yang penting sekali untuk
mempertahankan temperatur agar tetap homogen sehingga aerasi sangat dibutuhkan
selam kultur.
Untuk memperkaya kandungan nutrien yang sangat dibutuhkan dalam
pertumbuhan plankton perlu dilakukan pemupukan air media. Pupuk merupakan
bahan yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh jasad hidup. Faktor
yang menentukan untuk mendapatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan setinggi-
tingginya adalah dengan memberikan dosis pemupukan yang tepat dan cara
pemupukan yang baik.
Disamping unsur anorganik, alga juga membutuhkan unsur organik antara lain
adalah vitamin. Menurut Danikusumah dkk (1989), mengatakan bahwa vitamin B12
penting untuk merangsang pertumbuhan alga walaupun diperlukan dalam jumlah
yang sedikit.
Kesempurnaan pembilasan dengan air tawar pada peralatan kultur dan
pemeriksaan pedahuluan pada bibit Chorella sp. dan Tetraselmis chuii yang
diinokulasi sangat penting untuk menghindari terjadinya kontaminasi terhadap media
kultur. Kemampuan menjaga faktor lingkungan dan pemupukan juga merupakan hal
yang harus diperhatikan selama kultur, sehingga kendala-kendala yang dihadapi
selama kultur dapat teratasi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kultur murni fitoplankton (Chorella sp. dan Tetraselmis chuii) perlu dilakukan
secara intensif untuk menyediakan makanan alami dalam jumlah yang cukup, tepat
waktu dan berkesinambungan. Mengingat pentingnya pakan alami tersebut sebagai
salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan ikan dan udang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan kultur murni
fitoplankton adalah kualitas air yang meliputi suhu, salinitas, kekuatan cahaya, dan
pH. Keberhasilan media dan semua peralatan yang digunakan selama kultur,
pemupukan serta aerasi yang diberikan secara terus menerus.
Berdasarkan hasil pengamatan selama kultur, laju pertumbuhan Chorella sp.
dan Tetraselmis chuiiselalu mengalami peningkatan setiap harinya. Di samping itu,
tidak terdeteksi adanya kontaminasi. Suhu media berkisar antara 21o-24oC, sedangkan
suhu ruangan berkisar antara 20o-27oC. Salinitas pada awal kultur adalah 32 ppm.
Pencahayaan menggunakan lampu neon, dan aerasi diberikan secara treus menerus
selama pelaksanaan kultur murni fitoplankton.
6.2 Saran
Dalam kegiatan kultur murni fitoplankton, sebaiknya sterilisaasi media dan
alat-alat harus selalu di jaga agar kultur tidak terkontaminasi.
Perlu adanya penambahan unsur hara terhadap media kultur, yaitu berupa
pemberian pupuk yang optimal dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan dan
kualitas air agar makanan alami tersedia dalam jumlah yang cukup, tepat waktu, dan
berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1992. Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang.
Departemen Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Jakarta.
Burlew, J.S. 1995. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. Carnegie
Institution of Washington. Washington.
Hirata, Hachiro., Ishak Andrias and Shigehisa Yamashaki. 1981. Effect of Salinity
and Temperature on The Growth of The Marine Phytoplankton Chlorella
saccharophila. Vol. 30. Mem. Fac. Kagoshima University. Japan.
Khulsum, Umi. 1986. Kultur Chlorella pyrenoidosa dan Tetraselmis tetrathele dalam
Perlakuan Dosis Pupuk yang Berbeda. Diklat Ahli Usaha perikanan.
Jakarta.
Mujiman, Ahmad. 1984. Makanan Ikan. Cetakan 14. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prescott, G. W. 1978. How to Know The Freshwater Algae. Wne. Brown Company
Publisher.
Volesky, B. 1979. Algal Product. In Properties of Algal (Ed) Penum Press. New
Delhi.