You are on page 1of 33

KULTUR FITOPLANKTON

(Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii)


PADA SKALA LABORATORIUM

Oleh :
IIS ROSTINI, S.Pi
NIP. 132317114

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JATINANGOR

2007
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : KULTUR FITOPLANKTON (Chlorella sp. dan Tetraselmis


chuii) PADA SKALA LABORATORIUM

PENULIS : IIS ROSTINI, S.Pi


NIP : 132317114

Jatinangor, Agustus 2007

Menyetujui :

Kepala Laboratorium
Teknologi Industri Hasil Perikanan

Evi Liviawaty, Ir., MSi


NIP 131760488
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya
ilmiah ini berjudul “Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada
Skala Laboratorium”.
Penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran yang telah
memberikan dukungan bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan kultur
fitoplankton ini.
2. Ketua Program Studi Perikanan Universitas Padjadjaran yang telah memberikan
dukungan bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan kultur fitoplankton ini.
3. Evi Liviawaty, Ir., MSi, selaku Kepala Laboratorium TIHP atas masukannya dalam
penyusunan karya ilmiah ini.
4. Dr. E. Danakusumah, Ir., MSc, selaku pembimbing lapangan I atas bimbingannya
selama pelaksanaan kultur fitopolankton.
5. Sofyan Sulaiffy, selaku pembimbing lapangan II atas pengarahannya selama
pelaksanaan kultur fitoplankton.
6. Muchari, MSc, selaku kepala IPPTP Bojonegara Serang Banten atas dukungan dan
fasilitas bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan kultur fitoplankton.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata semoga apa yang telah dilaksanakan oleh penulis dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan pengetahuan di bidang perikanan.

Jatinangor, Agustus 2007

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Bab Halaman

Lembar Pengesahan .…………………………………………………..... ii


Kata Pengantar ………………………………………………………….. iii
Daftar Isi ………………………………………………………………… iv
Daftar Gambar …………………………………………………………... vi
Daftar Lampiran ………………………………………………………… vii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1
1.2 Maksud dan Tujuan ……………………………………………... 2
1.3 Metode Penulisan ……………………………………………….. 2
1.4 Tempat Pelaksanaan Kegiatan Kultur ………………………….. 3

II. KEADAAN UMUM INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN


TEKNOLOGI PERTANIAN BOJONEGARA SERANG
2.1 Sejarah Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
Bojonegara ………………………………………………………. 4
2.2 Letak Geografis dan Klimatologis ……………………………… 5
2.3 Fasilitas dan Prasarana ………………………………………….. 5
2.4 Tugas, Fungsi dan Organisasi …………………………………… 7

III. TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Tinjauan Umum
3.1.1 Sistematika dan morfologi ……………………………….. 9
3.1.2 Habitat …………………………………………………… 11
3.1.3 Reproduksi ………………………………………………. 12
3.2 Peranan Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii
3.2.1 Peranan dalam budidaya perikanan ……………………… 13
3.2.2 Peranan bagi manusia ……………………………………. 14
3.3 Teknik Kultur Fitoplankton
3.3.1 Media isolasi …………………………………………….. 15
3.3.2 Metode isolasi …………………………………………… 15
3.3.3 Cara menghitung kepadatan plankton …………………... 15

IV. KEGIATAN KULTUR FITOPLANKTON (Chlorella sp. dan Tetraselmis


chuii) PADA SKALA LABORATORIUM
4.1 Persiapan Alat dan Bahan ……………………………………….. 17
4.2 Persiapan Media …………………………………………………. 18
4.3 Penebaran Bibit ………………………………………………….. 19
4.4 Perawatan ………………………………………………………… 20
4.5 Pengamatan Populasi Fitoplankton ……………………………… 20

iv
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pengamatan Kultur Fitoplankton ………………………….. 21
5.2 Pembahasan ………………………………………………………. 22

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan ………………………………………………………. 24
6.2 Saran ……………………………………………………………… 24

Daftar Pustaka ……………………………………………………………. 25


Lampiran …………………………………………………………………. 27

v
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Struktur Organisasi IPPTP Bojonegara Serang ………………….. 7


2. Sel Tunggal Chlorella sp ………………………………………… 10
3. Sel Tunggal Tetraselmis chuii ……………………………………. 11
4. Siklus Hidup Chlorella sp ………………………………………… 12
5. Siklus Hidup Tetraselmis chuii …………………………………… 13
6. Haemacytometer Model Thoma …………………………………. 16

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Peta Lokasi Teluk Banten ……………………………………. 27


2. Tata Letak Fasilitas dan Sarana Pendukung IPPTP
Bojonegara Serang …………………………………………… 28
3. Tempat Pemeliharaan di IPPTP Bojonegara …………………. 29
4. Sirkulasi Aerasi dan Pemberian Gas CO2 dalam Kultur
Fitoplankton di Stasiun Bojonegara Serang ………………….. 30
5. Foto Tempat Budidaya (Labu Ukur) Chlorella sp dan
Tetraselmis chuii ……………………………………………… 31
6. Sirkulasi Air di IPPTP Bojonegara Serang …………………… 32
7. Sistem Penyaringan Air di IPPTP Bojonegara ……………….. 33

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik
secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar,
payau, dan laut. Selain pengembangan skala usaha, ikan yang dibudidayakan semakin
beragam jenisnya.
Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan usaha budidaya ikan adalah
ketersediaan pakan, dimana penyediaan pakan merupakan faktor penting di samping
penyediaan induk. Pemberian pakan yang berkualitas dalam jumlah yang cukup akan
memperkecil persentase larva yang mati. Jenis pakan yang dapat diberikan pada ikan ada
dua jenis, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami merupakan pakan yang sudah
tersedia di alam, sedangkan pakan buatan adalah pakan yang diramu dari beberapa
macam bahan yang kemudian diolah menjadi bentuk khusus sesuai dengan yang
dikehendaki.
Sasaran utama untuk memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi makanan
alami, karena makanan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak
sehingga dapat menunjang kelangsungan hidup larva selama budidaya ikan, mempunyai
nilai nutrisi yang tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran yang sesuai dengan
bukaan mulut larva, memiliki pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi ikan
untuk mangsanya serta memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat dalam
waktu yang relatifsingkat dengan biaya pembudidayaan yang relatif murah. Upaya untuk
memperoleh persyaratan dan memenuhi makanan alami yang baik adalah dengan
melakukan kultur fitoplankton.
Ada dua jenis fitoplankton yang digunakan pada kegiatan pembenihan ikan laut di
Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Bojonegara Serang yaitu
Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii. Pembudidayaan plankton jenis Chlorella sp. dan
Tetraselmis chuii tergantung pada kondisi lingkungan perairannya, serta diperlukan paket
teknologi budidaya yang baik. Budidaya plankton berbeda di tiap-tiap Negara sesuai
dengan kondisi alamnya, misalnya Indonesia adalah Negara tropis dimana suhu airnya
relative sama sepanjang tahun dibandingkan dengan Negara lain termasuk Jepang
(Anonimus, 1985).
Dalam kultur fitoplankton ada dua tujuan, ialah monokultur dan kultur murni. Bila
hendak mengkultur fitoplankton sebagai makanan zooplankter cukuplah membuat
monokultur, misalnya sebagai makanan untuk Brachionus plicatilis, yang hidup di air
payau. Tetapi bila mengkultur fitoplankter untuk keperluan genetika, fisiologi atau siklus
hidup harus mengkkultur fitoplankter yang bersangkutan secara murni, artinya tanpa
adanya bakteri (Sachlan, 1982).
Untuk menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan
berkesinambungan, pengetahuan tentang teknik kultur murni fitoplankton yang baik
mutlak diketahui oleh mereka yang bergerak di bidang usaha perikanan baik dalam skala
besar maupun kecil. Mengingat pentingnya pakan alami tersebut sebagai salah satu faktor
penentu keberhasilan usaha pembenihan ikan dan udang, maka penulis berpendapat perlu
dilakukan pengamatan kultur fitoplankton Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii secara
intensif untuk memperkaya pengetahuan dalam rangka sumbangsih ilmu pengetahuan di
bidang perikanan .

1.2 Maksud dan Tujuan


Kegiatan pengamatan ini dilaksanakan di Instalasi Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian Bojonegara dimaksudkan untuk mempelajari kultur murni
fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) dengan tujuan untuk :
1. mengetahui ruang lingkup kegiatan kultur fitoplankton (Chlorella sp. dan
Tetraselmis chuii) pada khususnya dan kultur plankton serta budidaya hewan laut
lainnya.
2. memperoleh pengetahuan keterampilan lapangan, khususnya mengenai kultur
murni fitoplankton.
3. mengetahui permasalahan dalam kultur Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii
1.3 Metode Penulisan
Metode yang digunakan untuk mendapatkan data dan informasi dalam pelaksanaan
pengamatan dan penulisan adalah sebagai berikut :
1. Koasistensi, yaitu penerapan praktis pengetahuan teoritis di bawah bimbingan staf
instansi setempat dengan mengikuti kegiatan-kegiatan rutin, baik secara aktif
maupun secara pasif.
2. Wawancara dengan Kepala Sub Balai, staf peneliti dan teknisi yang menangani
kultur pakan alami, untuk memperoleh gambaran lebih jelas dan bimbingan selama
praktek.
3. Pengamatan langsung dengan melakukan kultur fitoplankton di laboratorium dan
studi banding
4. Diskusi
5. Studi Pustaka

1.4 Tempat Pelaksanaan Kegiatan Kultur


Pengamatan dilaksanakan di Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi
Pertanian Bojonegara yang terletak di Desa Margagiri, Kecamatan Bojonegara,
Kabupaten Serang, Banten.
BAB II
KEADAAN UMUM INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN
TEKNOLOGI PERTANIAN BOJONEGARA SERANG

2.1 Sejarah Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian


Bojonegara Serang

Pada tahun 1978 dimulai suatu proyek kerjasama antara pemerintah Indonesia
dan JICA (Japan International Cooperation Agency), yaitu Marineculture Research
and Development Project (ATA-192, 1979-1996) dalam rangka pengembangan
budidaya laut di Indonesia. Maka pada tahun 1979 didirikanlah Stasiun Penelitian di
Bojonegara serang dan pada tahun 1985 menjadi Instalasi Penelitian di bawah BAlai
Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros yang bernaung di bawah Pusat
Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Instalasi
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Bojonegara Serang merupakan salah
satu institusi yang melaksanakan penelitian budidaya ikan laut di Indonesia. Instalasi
Penelitian ini didirikan berdasarkan Kepres No. 23 Tahun 1982, Kepres No.214/1983
dan Keputusan Menteri Pertanian No. 613/Kpts/OT.210/8/1984.
Penelitian di Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
Bojonegara Serang diarahkan pada pemetaan sumberdaya, seleksi induk, pematangan
dan pemijahan induk, serta pemeliharaan larva ikan laut yang potensial untuk
dibudidayakan. Instalasi ini bergerak dalam bidang budidaya Kerapu (Epinephelus
tauvina), juga melakukan penelitian yang berkaitan dengan pembenihan Kakap Putih
(Lates calcalifer), Beronang (Siganus sp), dan pembesaran Cumu-cumi (Sepioteutis
lessoniana). Selain itu juga bekerjasama dengan perguruan tinggi terutama dalam
kegiatan magang, praktek lapang, dan penelitian mahasiswa.
Kegiatan penelitian yang dilaksanakan di Instalasi Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian Bojonegara Serang ini meliputi aspek-aspek bioreproduksi dan
bioteknologi, yaitu :
1. Pemeliharaan Induk Ikan
Pengumpulan induk
Pengamatan fisiologi dan ekologi induk
Nutrisi pakan
Pemijahan rangsang
2. Pembenihan
Kultur pakan
Teknologi pemeliharaan benih
3. Pembesaran
Nutrisi dengan pemberian pakan
Teknologi pembesaran dalam karamba jarring terapung
Teknologi transportasi
4. Lain-lain
Pengamatan kualitas perairan
Konstruksi jaring apung (rekayasa)
Survey sumberdaya induk ikan
Lingkungan perairan

2.2 Letak Geografis dan Klimatologis


Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Bojonegara Serang
terletak di Teluk Banten pada posisi 105o5”-106o15” BT dan 5o55”-6o5” LS, di ujung
barat bagian utara Pulau Jawa. Sebelah timur, barat dan selatan dibatasi oleh pantai
yang dialiri oleh beberapa sungai kecil.
Perairan Teluk Banten relatif dangkal dengan kedalaman rata-rata 5-7 meter,
mengalami musim kemarau sekitar bulan April-September. Sementara musim hujan
terjadi pada bulan Oktober-Maret dengan curah hujan tahunan rata-rata mendekati
1500 mm. Berdasarkan pengumpulan data mulai Oktober 1979-September 1980
didapatkan suhu perairan Teluk Banten sekitar 27o-31oC, salinitas 26-35 ppm dan
kecerahan berkisar antara 1-8 m.
Secara administrasi Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
Bojonegara Serang, termasuk ke dalam Desa Margagiri, Kecammatan Bojonegara,
Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Kecamatan Bojonegara terletak di sebelah barat
Kabupaten Serang yang mempunyai luas wilayah 6.926,947 Km2 dengan ketinggian
0-30 Km di atas permukaan laut.

2.3 Fasilitas dan Prasarana


Instalasi Penelitian memiliki total area 64,9 ha dengan dilengkapi berbagai
fasilitas dan sarana pendukung bagi kegiatan penelitian, yaitu :
1. Bangunan
Gedung utama (ruang administrasi, ruang computer, laboratorium biologi dan
kimia), laboratorium kering (kantor dan perpustakaan), laboratorium basah,
gudang, ruang teknisi.
2. Kaspal sebanyak 5 buah
3. Jaring terapung sebanyak 44 jaring (12 unit) di Pulau Tarahan
4. Total area 64,9 ha tersebar di beberapa daerah : 0,5 ha di Bojonegara; 0,9 ha di
Pulau Panjang; 2 ha di Linduk; 61,5 ha di Kamal.
5. Wadah budidaya terdiri dari : tangki reservoir, tangki filter, tangki pemeliharaan
benih, dan tangki stok induk.
Tata letak fasilitas dan sarana pendukung instalasi disajikan pada lampiran 2.
Laboratorium yang terdapat di IPPTP terdiri dari laboratorium biologi, laboratorium
basah dan dua laboratorium kimia yang terdapat di dua lokasi yaitu Bojonegara dan
Karang Hantu. Kegiatan identifikasi ikan, pemotretan telur dan larva ikan, serta
perhitungan kepadatan plankton dilakukan di laboratorium biologi. Sedangkan
laboratorium kimia digunakan untuk kegiatan pemantauan kualitas air. Pemeliharaan
larva dan pembesaran induk dilakukan pada tangki 3-30 ton di laboratorium basah.
Pembesaran induk dilakukan dalam jaring apung dan tambak. Kemurnian jasad pakan
dipertahankan pada ruang kultur plankton.
Ruangan plankton dilengkapi dengan pendingin dan lampu neon. Dalam
ruangan ini terdapat juga tabung gas karbondioksida dan system aerasi yang sangat
diperlukan. Di Bojonegara, temperature ruangan adalah 20o-27oC. Filter Millipore
untuk menyaring udara digunakan pada pipa aerasi. Untuk menunjang kegiatan kultur
plankton, beberapa jenis planton disimpan dalam lemari khusus yang mempunyai
temperature 20oC.
Instalasi ini memiliki fasilitas pengadaan air laut dan air tawar. Pengadaan air
laut diperoleh dari air laut alami perairan Teluk Banten, 220 meter dari pantai
Bojonegara yang dilengkapi dengan bak penampungan dan bak penyaringan. Sistem
pengambilan air laut dilakukan dengan menggunakan pompa sentrifugal 3 PK, untuk
mencari daerah yang airnya jernih atau bebas dari Lumpur dipasang pipa paralon
berdiameter 12 cm sepanjang 200 meter dari pinggir pantai ke tengah perairan. Ujung
pipa dibungkus dengan jaring berdiameter 1 cm. Pemasangan pipa sebaiknya tidak
menyentuh dasar paerairan agar Lumpur tidak terbawa, sehingga ujung pipa perlu
diberi penyangga berupa tumpukan batu.
Pengadaan air laut, digunakan pompa sentrifugal untuk menyedot air laut ke
dalam sumur penampungan (reservoir) berkapasitas 30 ton dengan system biofilter
tipe submerged. Air yang diperoleh dari bak reservoir dapat langsung dialirkan ke
tangki-tangki percobaan dapat juga dialirkan lebih dahulu ke bak penyaringan pasir
persegi, kemudian dialirkan ke bak-bak percobaan. Air dari bak-bak percobaan
dikeluarkan dan dibuang kembali ke perairan teluk.
Pengadaan air tawar didapatkan dari PDAM yang ditampung dalam bak
penampungan air tawar. Selain itu terdapat reservoir penampung air hujan untuk
memenuhi kebutuhan air tawar.

2.4 Tugas, Fungsi dan Organisasi


Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Bojonegara Serang
dikepalai oleh seorang Kepala Instalasi Penelitian yang membawahi Tata Usaha
(Pembantu Kepala IPPTP Bidang Administrasi), Kelompok Peneliti dan Fungsional
lainnya.

Kepala IPPTP

Pembantu Kepala IPPTP


Bidang Administrasi

Ketua Kelompok Pengelola Pengelola Pengelola Pengelola


Peneliti dan Sarana Kepegawaian Keuanga Kerjasama
Fungsional lain dan Rumah n dan dan Informasi
Tangga Rencana
Kerja

Gambar 1. Struktur Organisasi IPPTP Bojonegara Serang


Sumber : IPPTP Bojonegara Serang.
Staf Instalasi Penelitian berjumlah 82 oerang termasuk staf pada tambak
percobaan Kamal sebanyak 25 orang, dan jumlah peneliti sebanyak 20 orang
termasuk ke dalamnya 6 orang staf peneliti tambak percobaan Kamal. Tugas
peneliti di instalasi ini adalah membantu Kepala Instalasi dalam menjalankan
tugasnya dalam bidang penelitian budidaya pantai dan laut, makanan alami,
pembenihan ikan dan lingkungan perairan.
Tugas staf laboratorium adalah mengelola laboratorium dengan
menyelenggarakan pelaksanaan analisis fisika, kimia, biologi air, tanah Lumpur,
dan tumbuhan air. Staf di kolam atau tambak percobaan Bojonegara, Pulau Panjang,
Pulau Tarahan dan Linduk bertugasmelaksanakan budidaya ikan di tambak,
pembenihan, pembuatan pakan, seleksi benih, mengatur kelancaran air, memberi
makan ikan dan mencatat hasil kegiatan yang dilaksanakan.
Staf teknisi dibagi ke dalam dua kelompok yaitu teknisi kapal penelitian
KM.Lencam dan teknisi pada instalasi bengkel. Teknisi kapal penelitian
KM.Lencam bertugas melancarkan jalannya penelitian perairan, mengatur
penjemputan tamu dan memberikan informasi kepada tamu yang sedang diantar ke
tempat tujuan melalui laut. Sedangkan teknisi pada instalasi bengkel bertugas
melaksanakan pendayagunaan dan pengelolaan instalasi bengkel dan membuat
sarana penelitian serta memelihara alat agar setiap saat siap dipakai.
Kelompok peneliti dan jabatan fungsional bertugas melaksanakan penelitian
dan pengembangan budidaya laut, pakan alami, pembenihan ikan dan lingkungan
perairan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Umum


Fitoplankton merupakan jenis alga, termasuk ke dalam sub filum Thallofita
yang mempunyai klorofil. Fitoplankton yang ada di seluruh dunia adalah sebagai
produsen primer, dapat menyediakan makanan untuk fauna lebih banyak daripada
seluruh flora yang ada di daratan. Kapasitas fotosintesis dari semua fitoplankton yang
ada di laut lebih besar daripada seluruh flora yang ada di daratan. Dengan adanya
konsentrasi fitoplankton yang besar di laut maka terdapat banyak zooplankton sebagai
konsumen primer bagi ikan, udang-udangan dan sebagainya.
Penyebarluasan teknologi dalam bidang budidaya fitoplankton berperan
penting bagi pembenihan ikan dan udang laut. Teknologi praktis budidaya
fitoplankton yang dilakukan di IPPTP Bojonegara Serang adalah merupakan bagian
dari transfer teknologi yang disampaikan oleh para tenaga ahli budidaya laut Jepang
kepada para pendamping Indonesia selama enam tahun. Dua jenis fitoplankton
Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii telah digunakan dalam praktek budidaya
fitoplankton ini.

1.1.1 Sistematika dan morfologi


3.1.1.1 Sistematika dan morfologi Chlorella sp.
Menurut Vashista (1979), Cholrella termasuk dalam :

Filum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Famili : Chlorellaceae
Genus : Chlorella
Spesies : Chlorella sp.

Sel Chlorella berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 2-8 µm. Dalam sel
Chlorella mengandung 50% protein, lemak serta vitamin A, B, D, E dan K, disamping
banyak terdapat pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai katalisator dalam
proses fotosintesis (Sachlan, 1982).
Sel Chlorella umumnya dijumpai sendiri, kadang-kadang bergerombol.
Protoplast sel dikelilingi oleh membrane yang selektif, sedangkan di luar membran sel
terdapat dinding yang tebal terdiri dari sellulosa dan pektin. Di dalam sel terdapat
suatu protoplast yang tipis berbentuk seperti cawan atau lonceng dengan posisi
menghadap ke atas. Pineroid-pineroid stigma dan vacuola kontraktil tidak ada
(Vashista, 1979). Warna hijau pada alga ini disebabkan selnya mengandung klorofil a
dan b dalam jumlah yang besar, di samping karotin dan xantofil (Volesky, 1970).

Gambar 2. Sel tunggal Chlorella sp. dengan mikroskop elektron, perbesaran 25.000
kali (vashista,1979)
Keterangan gambar : 1. Dinding sel
2. Vakuola
3. Kloroplast
4. Mitokondria
5. Cytoplasma
6. Dictiosom
7. Membran nukleus
8. Nukleus
9. Lamella kloroplast
3.1.1.2 Sistematika Tetraselmis chuii
Menurut Butcher (1959) mengklasifikasikan kedudukan Tetraselmis chuii
sebagai berikut :

Filum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Volvocales
Sub ordo : Chlamidomonacea
Genus : Tetraselmis
Spesies : Tetraselmis chuii

Tetraselmis chuii termasuk alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak,


berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang
berukuran 0,75-1,2 kali panjang badan dan berukuran 10x6x5 µm (Butcher, 1959).
Menurut Mujiman (1984), Sel-sel Tetraselmis chuii berupa sel tunggal yang
berdiri sendiri. Ukurannya 7-12 µm, berkolorofil sehingga warnanya pun hijau cerah.
Pigmen penyusunnya terdiri dari klorofil. Karena memiliki flagella maka Tetraselmis
dapat bergerak seperti hewan.
Pigmen klorofil Tetraselmis chuii terdiri dari dua macam yaitut karotin dan
xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel mengandung bahan
sellulosa dan pektosa.

(1) (2) (3) (4)


Gambar 3. Sel tunggal Tetraselmis chuii, (1) dilihat dari ventral, (2) dan (3) bentuk
cyst, (4) dari puncak. (Butcher, 1959)

1.1.2 Habitat
Chlorella tumbuh pada salinitas 25 ppt. Alga tumbuh lambat pada salinitas 15
ppm, dan hampir tidak tumbuh pada salinitas 0 ppm dan 60 ppm. Chlorella tumbuh
baik pada suhu 20oC, tetapi tumbuh lambat pada suhu 32oC. Tuimbuh sangat baik
sekitar 20o-23oC (Hirata, 1981).
Tetraselmis tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35 ppm
(Fabregas et al, 1984). Menurut Griffith et al (1973) mengatakan bahwa Tetraselmis
chuii masih dapat mentoleransi suhu antara 15o-35oC, sedangkan suhu optimal
berkisar antara 23o-25oC.

1.1.3 Reproduksi
Menurut Presscott (1978) Chlorella sp. berkembang biak dengan membelah
diri membentuk autospora. Sedangkan pada waktu membelah diri membentuk
autospora, Chlorella sp. melalui empat fase siklus hidup (hase, 1962; Kumar and
Singh, 1981). Keempat fase tersebut adalah :
1. Fase pertumbuhan (growth), periode perkembangan aktif sel massa yaitu
autospora tumbuh menjadi besar.
2. Fase pematangan awal (early revening), autospora yang telah tumbuh menjadi
besar mengadakan persiapan untuk membagi selnya menjadi sel-sel baru.
3. Fase pematangan akhir (late revening), sel-sel yang baru tersebut mengadakan
pembelahan menjadi dua.
4. Fase autospora (autospora liberation), pada fase ini sel induk akan pecah dan
akhirnya terlepas menjadi sel-sel baru.

pemasakan
awal

pertumbuhan

Pelepasan pemasakan akhir

Gambar 4. Siklus hidup Chlorella sp.


Pertumbuhan Chlorella sp. dapat di ukur dengan cara mengamati dan
menghitung perkembangan jumlah sel dari waktu ke waktu (Bold dan Wyne , 1983).
Reproduksi Tetraselmis chuii terjadi secara vegetatif aseksual dan seksual.
Reproduksi aseksual dimulai dengan membelahnya protoplasma sel menjadi dua,
empat, delapan dalam bentuk zoospore setelah masing-masing melengkapi diri
dengan flagella. Sedangkan reproduksi secara seksual, setiap sel mempunyai gamet
yang identik (isogami) kemudian dengan bantuan substansi salah satu gamet tersebut
ditandai dengan bersatunya kloroplast yang kemudian menurunkan zygote yang
sempurna (Erlina dan Hastuti, 1986).

Gambar 5. Siklus hidup Tetraselmis chuii (Prescott, 1970)

3.2 Peranan Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii


3.2.1 Peranan dalam budidaya perikanan
Kegunaan Chlorella secara tidak langsung mulai berkembang. Chlorella
merupakan makanan hidup bagi jenis-jenis tertentu golongan ikan sehingga seringkali
sangat diperlukan dalam budidaya. Penyediaan makanan alami berupa plankton nabati
dan plankton hewani yang tidak cukup tersedia, seringkali menyebabkan kegagalan
dalam mempertahankan kelangsungan hidup larva pada pemeliharan larva udang
Penaeid.
Seperti halnya Chlorella, Tetraselmis juga sangat penting untuk menunjang
budidaya perikanan, terutama sebagai pakan yang baik pada larva ikan maupun
udang.

3.2.2 Peranan bagi manusia


Menurut Prescott (1976), jasad renik dengan kesanggupannya tumbuh dan
berkembang biak dengan cepat serta bergizi tinggi, merupakan potensi sumber bahan
makanan yang dapat membantu mengatasi masalah kebutuhan protein bagi kehidupan
manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari berbagai penelitian yang
telah dilakukannya mengenai Chlorella, ternyata jenis alga memenuhi syarat untuk
dipergunakan sebagai bahan makanan manusia. Penelitian Spoehr dan Milner dalam
Burlew (1976) misalnya, menunjukkan bahwa alga mempunyai kandungan nutrisi
yang dapat dikontrol menurut kondisi kulturnya.
Chlorella termasuk cepat dalam berkembang biak, mengandung gizi yang
cukup tinggi, yaitu protein 42,2%, lemak kasar 15,3%, nitrogen dalam bentuk ekstrak,
kadar air 5,7%, dan serat 0,4%. Untuk setiap berat kering yang sama, Chlorella
mengandung vitamin A, B, D, E, dan K, yaitu 30 kali lebih banyak dari pada vitamin
yang terdapat dalam hati anak sapi, setta empat kali vitamin yang terkandung dalam
sayur bayam, kecuali vitamin C (Watanabe, 1978).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Chlorella dapat digunakan sebagai
makanan tambahan yakni ditambahkan ke dalam es krim, roti, ataupun air susu sapi.
Dengan penambahan tepung Chlorella, ternyata dapat meningkatkan kadar protein
sebesar 20% dan lemak 75% di dalam roti dan mie, dan kira-kira 30% protein dan
lemak 15% di dalam es krim (Verkarataman, 1969).
Chlorella juga menghasilkan suatu antibiotik yang disebut Chlorellin, yaitu
suatu zat yang dapat melawan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri
(Vashista, 1979). Hingga kini manfaat Tetraselmis sangat penting dalam dunia
perikanan, sedangkan pada manusia belum ada hubungannya secara langsung.
Tetraselmis termasuk dalam kelas Chlorophyceae yang merupakan salah satu alga laut
yang dimanfaatkan sebagai pakan ikan, udang dan kerang-kerangan.
3.3 Teknik Kultur Fitoplankton
Pada suatu unit pembenihan, penyediaan pakan alami untuk larva ikan
dibedakan menjadi dua kegiatan, yaitu kultur murni (skala laboratorium) dan kultur
missal (dalam bak bervolume besar).
Alga untuk makanan larva udang pada awalnya berasal dari laut. Oleh karena
itu diperlukan suatu teknik untuk mengambil satu jenis plakton yang dikehendaki,
yang disebut teknik isolasi (Martosudarmo dan Sabarudin, 1983).

3.3.1 Media isolasi


Media isolasi dengan media alami adalah berupa air yang di ambil dari bak air
tawar maupun air laut yang diperkaya dengan penambahan unsur hara yang sesuai
dengan jenis plankton yang akan dimurnikan (Mujiman, 1984).

3.3.2 Metode isolasi


Dalam hal mengisolasi satu spesies plankton dari alam ada beberapa metode
yang dapat dilakukan, salah satunya adalah metode agar media. Metoda ini digunakan
untuk plankton yang dapat dibudidayakan dalam agar-agar seperti Chlorella sp. dan
Tetraselmis chuii.
Pada dasarnya teknik isolasi menggunakan sejumlah cawan petri, pipa kapiler,
beaker glass dan pipet yang sebelum dipergunakan harus steril terlebih dahulu dengan
autoclave. Cawan steril di isi larutan agar dan sesudah larutan agar membeku di taburi
air plankton dengan pipet tetes yang berujung kecil. Cawan petri di tutup dan di
simpan pada suhu kamar (± 25oC) selama beberapa hari. Setiap koloni plankton yang
tumbuh diperiksa dengan bantuan mikroskop, untuk mencari jenis alga yang
dikehendaki. Apabila masih tercampur harus dikultur lagi dalam media agar sampai
diperoleh koloni yang benar-benar murni (Martosudarmo dan Sabaruddin, 1980).

3.3.3 Cara menghitung kepadatan plankton


Untuk mengetahui keberhasilan dalam pembibitan dari jenis plankton yang
dikehendaki perlu diketahui tingkat kepadatannya (Mujiman, 1984). Alat yang
digunakan untuk mengukur kepadatan adalah Haemacytometer (Thoma) dengan
bantuan mikroskop.
Penghitungan kepadatan Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii dilakukan setiap
hari sekali. Pipet yang digunakan untuk mengambil Chlorella sp. dan Tetraselmis
chuii terlebih dahulu di cuci dengan air tawar yang bersih lalu dipanaskan dalam oven
pada suhu 100oC selama sepuluh menit, guna menghindari kontaminasi. Air dari pipet
diteteskan pada haemacytometer dan di tutup dengan cover glass, selanjutnya dilihat
di bawah mikroskop dengan perbesaran 100-400 kali.
Menurut Fatuchri (1984), mengatakan bahwa ruang hitung dalam suatu
haemacytometer mempunyai dimensi sebagai berikut : kedalaman 0,1 mm dan
panjang 1 mm serta lebar 1 mm (volume 0,0001 cm3). Luas ruang hitung adalah
1 mm2 yang terbagi dalam 400 kotak yang masing-masing luasnya 0,0025 mm2.
Penghitungan Chlorella sp.dilakukan dalam 400 kotak (bila kepadatan relatif rendah)
atau dalam beberapa kotak yang di pilih secara acak (bila kepadatan terlalu tinggi).
Cara penghitungan Tetraselmis chuii sama dengan cara penghitungan Chlorella sp.
Estimasi kepadatan sel alga dapat di hitung sebagai berikut :
1. Dalam 400 kotak (bila kepadatan rendah)
Jumlah sel x 104/ml = a sel/ml
2. Dalam beberapa kotak (bila kepadatan terlalu tinggi)
Rata-rata jumlah sel x 400 x 104/ml = a sel/ml

Gambar 6. Haemacytometer model Thoma


Keterangan : A = tampak atas
B = tampak samping
C = ruang hitung dilihat dalam mikroskop

Sumber : Fatuchri M.S, 1984


BAB IV
BAHAN DAN METODE

4.1 Persiapan Alat dan Bahan


4.1.1 Persiapan alat
1. Wadah budidaya
Selama pemeliharaan digunakan wadah budidaya (labu ukur) yang volumeya
5 Liter, sebanyak tiga buah. Wadah-wadah tersebut ditempatkan di ruangan
tertutup, ber-AC dan tanpa ada ventilasi udara. Masing-masing wadah
dilengkapi dengan aerasi yang berkekuatan sama. Sebelum penebaran
dilakukan sterilisasi terhadap wadah budidaya dengan cara dibersihkan dengan
menggunakan larutan HCL 0,1 N.
2. Aerator
Aerasi yang diberikan bertujuan ntuk suplai oksigen dan membantu
penguapan gas-gas yang tidak berguna. Aerasi diberikan terus menerus, mulai
penebaran bibit (inokulasi) sampai kegiatan kultur selesai. Besarnya aerasi
adalah 50 ml/detik.
3. Autoclave
Sebelum kegiatan kultur dimulai, media budidaya perlu dipanaskan dahulu
dengan alat yang disebut autoclave. Tujuannya adalah untuk menghilangkan
dan membunuh jasad-jasad renik yang terbawa, sehingga didapatkan air yang
steril. Autoclave yang digunakan diberikan tekanan 1 atm dengan suhu
pemanasan 121oC.
4. Timbangan
Sebagai alat pengukur berat bahan yang dipakai pada pembuatan larutan atau
sol, timbangan yang dipergunakan adalah timbangan elektronik Shimadzu
buatan Jepang.
5. Lampu
Selama pemeliharaan, diberikan cahaya dengan intensitas yang merata pada
semua wadah budidaya. Lampu yang dipergunakan adalah lampu neon sebesar
20 Watt dengan intensitas cahaya sebesar 5000 lux.
6. Selang plastik
Digunakan untuk memberikan saluran aerasi, berdiameter 0,5 cm.
7. Filter Millipore
Digunakan pada pipa aerasi.
8. Alat-alat yang digunakan dalam perhitungan kepadatan fitoplankton, yaitu :
• Mikroskop
• Pipet
• Haemacytometer (Thoma)
• Cover glass
• Hand counter
• Termometer
• Beaker glass
• Botol sample
Persiapan yang dilakukan sebelum penebaran adalah membersihkan wadah
budidaya (labu ukur) beserta pipa selang aerasi. Wadah budidaya sebelum digunakan
terlebih dahulu dibersihkan dengan larutan HCL 0,1 N.

4.1.2 Persiapan bahan


1. Biota peliharaan
Biota peliharaan yang digunakan dalam budidaya adalah Chorella sp. dan
Tetraselmis chuii yang diambil dari biakan murni yang telah tersedia di
laboratorium makanan alami di IPPTP Bojonegara Serang.
2. Air laut, sebagai media kultur berasal dari perairan pantai Banten.
3. Pupuk, jenis pupuk yang digunakan untuk memperkaya media kultur adalah
Mequel Solution yang terbagi tiga bagian, yaitu Sol A, Sol B, dan Sol C.
4. Vitamin B12
5. Filter paper, buatan Jepang dengan merek Toyo no.2
6. Alumunium foil, untuk menutup botol budidaya (labu ukur)
7. Formalin 10%, untuk melumpuhkan plankton pada saat penghitungan

4.2 Persiapan Media


Media yang digunakan adalah air laut yang bersalinitas 32 ppt. Untuk
pemeliharaan organisme makanan alami , seperti Chorella sp. dan Tetraselmis chuii,
terlebih dahulu air diozonisasi dan di beri sinar ultra violet (UV), untuk
menghilangkan organisme-organisme yang tidak diperlukan. Air laut tersebut
dimasukkan ke dalam wadah budidaya (labu ukur) sebanyak 4 Liter. Kemudian
dipanaskan di dalam autockave selama satu jam, dengan suhu mencapai 121oC. Labu
ukur di tutup dengan alumunium foil. Setelah air dingin, alumunium foil dilubangi
dan di beri pupuk Mequel Solution (Sol A, Sol B, dan Sol C dengan perbandingan
2:1:1 dalam mili liter untuk tiap liter air laut yaitu Sol A sebanyak 8 ml, Sol B
sebanyak 4 ml, dan Sol C sebanyak 4 ml).

Tabel 1. Komposisi Larutan Pupuk Analyse Mequel Solution


Larutan / Sol Bahan Kimia Ukuran Unit (gram)
A KNO3 20,2
B Na2HPO4.12H2O 50
CaCl3.2H2O 33,56
EDTA 15
HCl 25
Cleurat 32 4
C MnCl2.4H2O 4,323
CuSO4.5H2O 0,047
CoCl2.6H2O 0,121
H3BO3 0,342
FeCl3.6H2O 3,872
Na2MnO4.2H2O 1,261
ZnCl2 0,313
Larutan A, B dan C diberi Vitamin B12 sebanyak 0,5 ml
Sumber : IPPTP Bojonegara Serang

4.3 Penebaran Bibit


Penebaran Chorella sp. dan Tetraselmis chuii dilakukan setelah selesai
persiapan media budidaya. Media budidaya yang digunakan dimasukkan dahulu ke
dalam labu ukur, setelah itu bibit Chorella sp. dimasukkan ke dalam labu 1 dan
Tetraselmis chuii dimasukkan ke dalam labu 2 dan 3. Bibit Chorella sp. dan
Tetraselmis chuii yang dimasukkan ke dalam labu ukur tersebut harus diperiksa
terlebih dahulu agar tidak mengalami kontaminasi yaitu dilakukan penyaringan
dengan penyaring air Whatman GF/C dengan bantuan Toyo filter.
Bibit Chorella sp. yang dimasukkan ke dalam labu 1 sebanyak 100 ml,
sedangkan Tetraselmis chuii yang dimasukkan ke dalam labu 2 dan 3 masing-masing
sebanyak 200 ml. Setelah semua bibit dimasukkan, kemudian di beri aerasi dengan
memasukkan selang aerasi yang dilengkapi pipet.

4.4 Perawatan
Perawatan meliputi pengontrolan aerasi dan dilakukan pengocokan setiap hari
sekali, supaya tidak terjadi pengendapan di dasar labu.

4.5 Pengamatan Populasi Fitoplankton


Pengamatan populasi fitoplankton yaitu dengan menghitung kepadatan
Chorella sp. dan Tetraselmis chuii yang dilakukan setiap hari sekali. Untuk
menghitung kepadatannya digunakan alat Haemacytometer dengan bantuan
mikroskop dan Hand Counter.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil Pengamatan Kultur Fitoplankton


Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap kepadatan kultur
Chorella sp. dan Tetraselmis chuii selama masa kultur, tingkat kepadatan populasi
tertinggi Chorella sp. dan Tetraselmis chuii disajikan dalam Tabel 2. Setelah di amati
selama 10 hari, dapat di lihat bahwa pertumbuhan harian populasi Chorella sp. dan
Tetraselmis chuii terus meningkat.

Tabel 2. Tingkat Kepadatan Kultur Murni Chorella sp. dan Tetraselmis chuii Selama
Masa Kultur

Kepadatan (x 104 individu/ml)


Hari ke-
Chorella sp. Tetraselmis chuii Tetraselmis chuii
1 133 17 20
2 202 64 51
3 428 119 112
4 650 185 219
5 723 458 542
6 825 473 578
7 1136 491 623
8 1231 527 696
9 1382 665 827
10 1513 752 940

Tingkat kepadatan Chorella sp. terbanyak terjadi pada hari ke-10 yaitu
sebanyak 1513 x 104 individu/ml . Dan tingkat kepadatan Tetraselmis chuii terbanyak
juga pada hari ke-10, yaitu hari pengamatan yang terakhir dengan jumlah populasinya
pada wadah 2 (Tetraselmis chuii I) adalah sebanyak 752 x 104 individu/ml,
sedangkan pada wadah 3 (Tetraselmis chuii II) adalah sebanyak 940 x 104
individu/ml. Jumlah populasi puncak pada wadah 3 tersebut merupakan jumlah
populasi puncak tertinggi dari kedua wadah pada kultur Tetraselmis chuii.
Kegiatan kulltur fitoplankton dilakukan di ruang plankton, dengan suhu media
berkisar antara 21o-24oC dan suhu usdara berkisar antara 20o-27oC. Salinitas pada
awal kultur adalah 32 ppm, di mana pada saat kultur terjadi kenaikan salinitas tapi
tidak begitu nyata.
Selama kegiatan kultur berlangsung, aerasi diberikan secara terus menerus dan
semua wadah budidaya diberi cahaya dengan menggunakan lampu neon. Sebelum
kultur di mulai dilakukan pemupukan dan pemberian vitamin B12 terhadap media
kultur.

1.2 Pembahasan
Keberhasilan kultur fitoplankton yang berasal dari air laut ditentukan oleh
beberapa faktor seperti suhu, salinitas, kekuatan cahaya, dan pH, serta aerasi yang
harus di jaga benar selama pelaksanaan kultur.
Kegiatan kultur murni Chorella sp. dan Tetraselmis chuii yang dilakukan di
ruang plankton dengan suhu ruangan (udara) dan suhu media (larutan) tidak banyak
mengalami perubahan karena kultur berlangsung di dalam ruangan ber-AC yang
menjamin suhu ruangan selalu stabil sehingga sedikit kemungkinan terjadinya
penguapan media kultur. Suhu media berkisar antara 20o-27oC. Suhu tersebut cukup
baik untuk pertumbuhan Chorella sp. dan Tetraselmis chuii, hal ini sesuai dengan laju
pertumbuhan harian yang selalu meningkat pada kedua jenis fitoplankton laut
tersebut.
Salinitas merupakan salah satu sifat kimia air yang secara langsung maupun
tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan organisme air.
Salinitas pada awal kultur Chorella sp. dan Tetraselmis chuii adalah 32 ppm. Pada
saat kultur biasanya terjadi kenaikan kadar garam, hal ini disebabkan oleh adanya
hasil metabolisme dan adanya pengendapan. Chlorella sp tumbuh baik pada salinitas
antara 15-35 ppm dan tumbuh paling baik pada salinitas 25 ppm. Pertumbuhan alga
pada salinitas 15, 45, 50, dan 55 ppt, dan hampir tidak tumbuh baik pada salinitas 0
dan 60 ppt (Hirata, 1981). Dan Tetraselmis chuii tumbuh dengan salinitas optimal
antara 25-35 ppm (Fabregas et al, 1984). Cahaya di laboratorium makanan alami di
IPPTP Bojonegara Serang sangat mendukung kehidupan dan pertumbuhan
Chorella sp. dan Tetraselmis chuii.
Aerasi diberikan secara terus menerus mulai penebaran bibit sampai
percobaan selesai, dimana aerasi yang diberikan ini bertujuan untuk mensuplai
oksigen dan membantu penguapan gas-gas yang tidak berguna. Selain itu, aerasi dapat
menyebabkan turbulensi dan sirkulasi media kultur yang penting sekali untuk
mempertahankan temperatur agar tetap homogen sehingga aerasi sangat dibutuhkan
selam kultur.
Untuk memperkaya kandungan nutrien yang sangat dibutuhkan dalam
pertumbuhan plankton perlu dilakukan pemupukan air media. Pupuk merupakan
bahan yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh jasad hidup. Faktor
yang menentukan untuk mendapatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan setinggi-
tingginya adalah dengan memberikan dosis pemupukan yang tepat dan cara
pemupukan yang baik.
Disamping unsur anorganik, alga juga membutuhkan unsur organik antara lain
adalah vitamin. Menurut Danikusumah dkk (1989), mengatakan bahwa vitamin B12
penting untuk merangsang pertumbuhan alga walaupun diperlukan dalam jumlah
yang sedikit.
Kesempurnaan pembilasan dengan air tawar pada peralatan kultur dan
pemeriksaan pedahuluan pada bibit Chorella sp. dan Tetraselmis chuii yang
diinokulasi sangat penting untuk menghindari terjadinya kontaminasi terhadap media
kultur. Kemampuan menjaga faktor lingkungan dan pemupukan juga merupakan hal
yang harus diperhatikan selama kultur, sehingga kendala-kendala yang dihadapi
selama kultur dapat teratasi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kultur murni fitoplankton (Chorella sp. dan Tetraselmis chuii) perlu dilakukan
secara intensif untuk menyediakan makanan alami dalam jumlah yang cukup, tepat
waktu dan berkesinambungan. Mengingat pentingnya pakan alami tersebut sebagai
salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan ikan dan udang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan kultur murni
fitoplankton adalah kualitas air yang meliputi suhu, salinitas, kekuatan cahaya, dan
pH. Keberhasilan media dan semua peralatan yang digunakan selama kultur,
pemupukan serta aerasi yang diberikan secara terus menerus.
Berdasarkan hasil pengamatan selama kultur, laju pertumbuhan Chorella sp.
dan Tetraselmis chuiiselalu mengalami peningkatan setiap harinya. Di samping itu,
tidak terdeteksi adanya kontaminasi. Suhu media berkisar antara 21o-24oC, sedangkan
suhu ruangan berkisar antara 20o-27oC. Salinitas pada awal kultur adalah 32 ppm.
Pencahayaan menggunakan lampu neon, dan aerasi diberikan secara treus menerus
selama pelaksanaan kultur murni fitoplankton.

6.2 Saran
Dalam kegiatan kultur murni fitoplankton, sebaiknya sterilisaasi media dan
alat-alat harus selalu di jaga agar kultur tidak terkontaminasi.
Perlu adanya penambahan unsur hara terhadap media kultur, yaitu berupa
pemberian pupuk yang optimal dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan dan
kualitas air agar makanan alami tersedia dalam jumlah yang cukup, tepat waktu, dan
berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1985. Budidaya Phytoplankton. Seri ke sembilan. Sebuah Kerjasama


antara Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sub Balai
Penelitian Budidaya Pantai Bojonegara dengan Japan International
Cooperation Agency (JICA). Serang Banten.

Anonymous. 1992. Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang.
Departemen Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Jakarta.

Burlew, J.S. 1995. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. Carnegie
Institution of Washington. Washington.

Cristiani. 1983. Pengaruh Salinitas terhadap Perkembangan Populasi Monokultur


Chlorella sp. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.

Erlina, A. Hastuti, W. 1986. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen Perikanan. Jepara.

Fabregas, Jaime., dkk. 1984. Growth of Marine Microalga Tetraselmis svecica in


Batch Culture with Different Salinities and Concentration. Publisher.
B.V. Amsterdam.

Hase, E. 1962. Cell Division. Physiologys and Biochemistry of Algae. Academic


Press. New York and London.

Hirata, Hachiro., Ishak Andrias and Shigehisa Yamashaki. 1981. Effect of Salinity
and Temperature on The Growth of The Marine Phytoplankton Chlorella
saccharophila. Vol. 30. Mem. Fac. Kagoshima University. Japan.

Isnansetyo, Alim dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan


Zooplankton. Cetakan Pertama. Kanisius. Yogyakarta.

Khulsum, Umi. 1986. Kultur Chlorella pyrenoidosa dan Tetraselmis tetrathele dalam
Perlakuan Dosis Pupuk yang Berbeda. Diklat Ahli Usaha perikanan.
Jakarta.

Martosudarmo, B. dan Sabarudin, S. 1979. Makanan Larva Udang . Balai Budidaya


Air Payau. Jepara.

Mujiman, Ahmad. 1984. Makanan Ikan. Cetakan 14. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prescott, G. W. 1978. How to Know The Freshwater Algae. Wne. Brown Company
Publisher.

Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas


Diponegoro. Semarang.
Vashista, B. R. 1979. Botany for Degree Student. S. Chand and Company Ltd. Ram
Nager. New Delhi.

Verkarataman, G.S. 1969. The Cultivation of Algal. Indian Council of Agriculture


research. New Delhi.

Volesky, B. 1979. Algal Product. In Properties of Algal (Ed) Penum Press. New
Delhi.

Watanabe, T. 1979. Nutritional Quality of Living Feeds Used in Seed Production of


Fish. Proc. Japan-Soviet Joint. Symp Agriculture 7.

You might also like