You are on page 1of 160

KONSPIRASI POLITIK

RMS DAN KRISTEN


MENGHANCURKAN
UMMAT ISLAM DI
AMBON-MALUKU
Judul:
Fakta, Data dan Analisa
KONSPIRASI POLITIK RMS DAN KRISTEN
MENGHANCURKAN UMMAT ISLAM
DI AMBON - MALUKU
Mengungkap Konflik Berdarah Antar Ummat Beragama
dan Suara Hati Warga Muslim yang Teraniaya
Penulis:
Rustam Kastor
Editor:
Irfan S. Awwas
Disain Cover:
Dicky Hidayat
Type Lay Out/Setting:
Muflich.Asy
Cetakan Pertama:
Syawwal 1420 H / Februari 2000 M
Cetakan Kedua:
Dzulhijjah, 1420 H / Maret 2000 M
Penerbit:
WIHDAH PRESS
Penerbit dan Penyebar Buku Islami
Jl. Kusumanegara No. 98 Yogyakarta
Telp. / Fax. (0274) 389135
ISBN : 979 - 9311 - 07 - 1
Distributor :
CV. ADIPURA Yogyakarta Telp. ()274) 373019
Hak Pengarang dilindungi Undang-undang
All Rights Reserved
KATA PENGANTAR

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia,


bukan karena orang itu membunuh orang lain,
atau melakukan kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia seluruhnya”.
(Qs. Al-Maidah, 5:32)

KETIKA jarum jam sejarah dunia beranjak memasuki tahun 2000 dan mulainya abad ke-21,
Indonesia sedang terbakar oleh api permusuhan, akibat konflik kepentingan, ambisi kekuasaan
serta nafsu keserakahan.
Perjalanan menuju Indonesia Baru yang adil dan beradab, manusiawi dan demokratis, di
bawah naungan Pancasila, agaknya hanya utopia belaka. Sejak Indonesia merdeka, belum
pernah ada seorang penguasa di negeri ini yang, secara serius dan sungguh-sungguh berusaha
membawa Indonesia ke arah cita-cita dimaksud.
Kini, konstelasi politik nasional, justru memperlihatkan kecen- derungan yang sebaliknya.
Kita tengah menyaksikan suatu episode sejarah di mana tragedi kemanusiaan dijawab oleh
pemerintah hanya dengan retorika politik dan pelecehan atas derita ummat manusia.
Konflik horizontal antar ummat beragama dan sejumlah krisis sosial, politik dan ekonomi,
tengah mencengkeramkan taring- taringnya ke atas ubun-ubun bangsa ini. Semua ini amat
merisau- kan, sebagaimana ungkapan seorang penyair: “Jika terdapat seribu pembangun dan
seorang penghancur. Itu sudah cukup untuk meluluh lantakkan seluruh bangunan. Bagaimana
jika terdapat seribu penghancur dan hanya ada seorang pembangun?”
Itulah kenyataan yang mengharu-biru Indonesia kini. Betapa banyaknya kaum penghancur
dan perusak, provokator kerusuhan maupun propagandis kesesatan. Tragedi kemanusiaan,
yang demikian besar dan meresahkan sedang melingkupi hampir seluruh atmosfir bangsa ini.
Menghilangkan nyawa seorang manusia, tanpa alasan yang benar dan adil, dalam pandangan
Islam merupakan peristiwa besar yang tidak bisa disepelekan,karena sama artinya dengan
menghilangkan nyawa semua orang. Itulah faham kemanusiaan yang dianut Islam, dan yang
tertera di dalam al-Qur’an, surat al-Maidah ayat 32:
“Oleh karena itu Kami perintahkan kepada Bani Israil, ”Barang siapa yang membunuh seseorang,
bukan lantaran dia membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat bencana di muka bumi, maka
seakan-akan ia telah membunuh semua manusia. Dan siapa yang menghidupkan (tidak melakukan
pembunuhan dan kerusakan), maka berarti ia telah menghidupkan semua manusia. Dan sesungguhnya
telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami yang membawa keterangan yang nyata, Kemudian banyak
di antara mereka sesudah itu berbuat bencana yang melampaui batas di muka bumi”.
Respons Pemerintah dan TNI
Darah luka yang menetes di bumi Ambon, Tual, Tobelo, Namlea, Haruku, Halmahera, dan
entah dipojok manalagi di tanah Maluku, kian terasa perih dan memedihkan hati. Konspirasi
Politik antara RMS, GPM dan PDI-P (eks Parkindo dan partai Katholik), seakan telah dengan
sengaja menebar ranjau maut dalam setahun terakhir ini, untuk menghancurkan ummat Islam.
Terjadinya konflik berdarah antar pemeluk ummat beragama di Ambon dan Maluku, walau
dalam sekala lokal, namun mengakibatkan korban pembantaian yang luarbiasa dahsyatnya.
Ribuan nyawa manusia muslim dicabut, tubuhnya dicincang dan dibakar, ratusan Masjid
dihancurkan, rumah-rumah penduduk dibumi hanguskan, harta benda di lenyapkan, dan
puluhan ribu wanita, orang tua dan anak-anak menjadi warga pengungsi.
Mengherankan, respons pemerintah dalam hal ini, terkesan sangat lamban dan sama sekali
tidak memuaskan.Dalam kunjungan resminya ke daerah yang diselimuti awan kelabu bersama
Wapres Megawati Soekarno Putri, 12 Desember 1999, Presiden Abdurrahman Wahid bahkan
bersikap seakan-akan bukan sebagai Presiden. Dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh

2
agama, tokoh adat dan tokoh pemuda, beliau mengatakan:”Kerusuhan Ambon hanya dapat
diselesaikan oleh orang Ambon sendiri. Pemerintah pusat hanya akan berperan sebagai
pendorong dan membantu”.
Keputusan untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada masyarakat Ambon sendiri,
setelah kerusuhan berlangsung lebih setahun dan korban terus berjatuhan setiap hari, memang
terasa aneh dan terkesan pemerintah ingin melepaskan tanggung jawabnya. Adalah mustahil
menyerahkan penyelesaian sendiri terhadap dua kelompok yang sedang bertikai, tanpa
hadirnya pihak ketiga sebagai pendamai.
Menanggapi kerusuhan yang, dalam retorika politik Indonesia, bernuansa SARA, sikap
pemerintahan Gus Dur selalu mengecewa-kan jika yang menjadi korbannya adalah ummat
Islam. Dalam banyak kesempatan, Gus Dur malah seringkali menyepelekan pengorbanan
ummat Islam dan meremehkan penderitaan mereka.Berkenaan dengan solidaritas ummat Islam
terhadap situasi di Maluku misalnya, pak presiden malah mengancam sambil melecehkan.
Sikap beliau akan berbeda manakala yang menjadi korban adalah ummat Kristen, dia selalu
tampil membela dan melindungi. Untuk hal ini, Gus Dur pernah memberi alasan,”Kita tidak
ingin dikatakan oleh dunia luar, bahwa di Indonesia warga mayoritas muslim telah
membahayakan nasib warga minoritas non muslim”. Berhadapan dengan ummat Islam, seakan
tidak ada sesuatu apa pun yang perlu dikhawatirkan. Seakan membenarkan ungkapan, dalam
bahasa orang Ambon,”Gus Dur, seng ada lawan!”
Adapun TNI, sikapnya luar biasa gagah perkasa dan pasang kumis jika berhadapan dengan
massa Islam, tetapi terhadap massa selainnya mereka menjadi pasukan yang lemah dan tidak
berdaya. Dalam peristiwa Doulos Jakarta, misalnya. Banyak muballigh yang ditang-kap, tapi
tidak demikian halnya ketika masjid Istiqlal diledakkan manusia biadab. Ketika disinyalir
seribu orang preman jalan Ketapang Jakarta dikirim untuk melakukan kerusuhan di Ambon,
TNI tidak berbuat apa-apa. Tapi dalam kerusuhan di Mataram, NTB, Kapolda langsung
mengeluarkan perintah tembak di tempat, dan akan menindak siapapun yang mengadakan
pengumpulan massa atas nama agama. Jadi, berhadapan dengan massa Islam, TNI
memperlihatkan wajah rezim orde baru yang otoriter, sebaliknya terhadap massa yang bukan
Islam, TNI menunjukkan wajah yang reformatif dan demokratis.
Malangnya, setiapkali ummat Islam menunjukkan solidaritas imaniyah, kemudian bangkit
menjawab, menentang atau melawan kezaliman serta kedurjanan itu, tiba-tiba seluruh media
cetak dan elektronika, penguasa thaghut serta tokoh-tokoh sekuler dan munafik mengatakan
bahwa ummat Islam sebagai perusuh, pemberontak dan pengganggu keamanan. Mereka
mengutuk, melaknat, menghalangi dengan segala kekuatan yang mereka siapkan. Berbagai
istilah kotor bermunculan, kemudian mensifatkan tindakan ummat Islam sebagai provokator
dan penjahat. Akan tetapi yang mengherankan adalah, apabila kalangan Kristen atau musuh-
musuh Islam yang memulai pemerkosaan, penyiksaan maupun pembunuhan, tidak seorang
pun dari para dedengkot demokrasi atau pembela HAM yang dengan gagah perkasa bangkit
untuk menyelesaikan dan menghukum mereka sebagai penjahat perang, penjagal
kemanusiaan, dan istilah-istilah yang semisal dengannya, kecuali segelintir ummat Islam yang
berani tampil dengan gagah mengumandangkan kalimat Thayyibah, dan mengang- kat
setinggi-tingginya bendera Islam. Semoga Allah menolong mereka.
Peragaan ketidakadilan seperti ini, jelas tidak kondusif untuk mewujudkan perdamaian
dalam menyelesaikan pertikaian horizontal yang melanda masyarakat dewasa ini. Sikap
represif dan diskriminatif pemerintah, apapun alasannya, tidak akan membuat jera ummat
Islam. Sudah terlalu sering ummat Islam bangsa Indonesia diperlakukan secara zalim, nyatanya
tidak pernah menyurut-kan semangat mereka untuk melakukan perlawanan atas nama
agamanya. Ummat Islam tidak menuntut untuk dibela, atau di-perlakukan istimewa, tetapi
menuntut supaya pemerintah bersikap adil dalam merespons berbagai gejolak yang timbul di
masyarakat.
Mengapa Ummat Islam Dimusuhi
Pada zaman permulaan Islam, menjadi seorang muslim berarti menjadi manusia mulia dan
terhormat. Oleh karena itu, siapa saja yang menjadi muslim karena kesadaran, maka dengan
rela hati mereka meninggalkan seluruh masa lalu jahiliyahnya. Mereka berkeyakinan, tanpa
Islam mereka hanya sampah saja, tak bedanya dengan orang-orang kafir dan musyrik yang ada
ketika itu. Sebaliknya, dengan Islam mereka merasa terangkat harkat kemanu-siaannya,

3
sehingga semua orang Islam di masa itu, siap mati membela Islam. Pada saat itu, Islam sebagai
Ya’lu wala yu’la alaihi, tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripadanya, benar-benar menjadi
realita, dan bukan sekedar cita-cita atau slogan.
Tetapi kini, sebagian besar ummat Islam tidak lagi merasa terhormat dengan Islam, malah
sebaliknya, merasa minder jika hanya hidup dengan pola Islam. Mereka menganggap, bahwa
Islam tidak akan mampu menyelesaikan problema kemanusiaan di zaman modern ini. Bahkan
banyak di antara tokoh Islam ber-pendapat, bahwa meyakini Islam sebagai satu-satunya
kebenaran, dan satu-satunya agama yang diridhai Tuhan adalah sikap sektarian dan tidak
menghargai adanya perbedaan. Padahal begitu ummat Islam tidak lagi meyakini Islam sebagai
satu-satunya agama yang benar dan diridhai Allah Swt., maka pada saat yang sama mereka
pasti menjadi pengikut syetan, dan terlunta-lunta dalam kehidupan tanpa pegangan.
KetikaRasulullah Saw. datang membawa risalah al-Islam, penduduk bumi terbagi menjadi
dua golongan, yaitu Ahlul Kitab dan kaum Zindiq, kaum yang tidak mengakui kitab. Saat itu,
Ahlul Kitab terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Yahudi sebagai kelompok yang dimurkai
Allah, dan Nasrani, kelompok yang mengikuti jalan sesat.
Mengapa kaum Yahudi dimurkai Allah? Di antara sebab-sebab nya, sebagaimana
diungkapkan oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyah di dalam kitabnya Hidayatul Hayari Fi Ajwibathil
Yahud wan Nashara (terjemahan) yang daripadanya kami kutip ungkapan-ungkapan di bawah
ini, “bahwa kaum Yahudi adalah kaum yang suka berdusta, suka mengada-ada, membuat
makar dan membunuh para Nabi, serta pemakan riba dan hasil sogokan” Selanjutnya
dikatakan, agama mereka adalah permusuhan, dusta dan taktik busuk. Dimanapun mereka
berada selalu membuat sengsara manusia lainnya. Mereka tidak pernah memberikan
perlindungan kepada orang-orang beriman, tidak pernah berbelas kasihan kepada orang yang
menempuh jalan kebenaran, dan tidak pernah memberi peluang kepada orang yang hendak
menjalankan keadilan.
Lebih jauh diungkapkan tentang karakteristik kaum Yahudi, bahwa yang paling berakal di
antara mereka adalah yang paling jahat, yang paling cerdik di antara mereka adalah yang
paling licik, yang berfikiran waras di antara mereka-jika memang ada, adalah yang paling
sempit dadanya, paling gelap tempat tinggalnya, paling busuk prilakunya dan paling jahat
perbuatannya. Salam mereka adalah laknat, semboyan mereka adalah kemarahan dan selimut
mereka adalah caci maki.
Adapun golongan Nasrani, mereka adalah ummat terinitas, kelompok sesat, dan para
budak salib. Mereka dianggap sesat karena mereka telah melecehkan Allah Rabbul Alamin.
Dasar keyakinan mereka adalah, menganggap Allah sebagai makhluk Three in One (salah satu
dari tiga), bahwa Maryam adalah istri-Nya dan Al-Masih adalah anak-Nya, dan menganggap
Allah telah turun dari kursi Keagungan-Nya lalu berse- mayam di dalam rahim seorang wanita.
Agama ummat ini adalah penyembahan salib, pemanjatan do’a kepada gambar-gambar,
minum khamer, makan babi, tidak berkhitan, dan beribadah dengan berbagai najis. Yang halal
bagi mereka adalah yang dihalalkan oleh pendeta, dan yang haram adalah yang
diharamkannya, sehingga agama adalah hasil karyanya, pendetalah yang berhak mengampuni
dosa-dosa mereka dan menyelamatkan mereka dari siksa neraka.
Demikianlah kondisi para ahlul kitab, sehingga Allah memerin-tahkan kepada orang-orang
beriman dengan firman-Nya:
”Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian,
dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak
beragama dengan agama yang benar, yaitu orang-orang yang diberi al-kitab kepada mereka (Yahudi dan
Nasrani), sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. (Qs.
At-Taubah, 9:29).
Sedangkan kaum Zindiq, mereka tidak mengakui adanya kitab yang diturunkan Allah.
Sesembahan mereka adalah berhala, api, syetan dan matahari. Mereka musyrik kepada Allah,
mendustakan para rasul, tidak mengakui syari’at, mengingkari adanya hari kemu-dian, dan
mereka tidak menganut agama Sang Maha Pencipta. Agama mereka hawa nafsu, makanan
mereka adalah bangkai, minumannya khamer, wali mereka syetan. Mereka adalah manusia
paling nista, paling menyimpang prinsip hidupnya dan paling buruk keyakinannya.
Begitulah kondisi manusia tatkala Rasulullah Saw. diutus sebagai pembawa risalah-Nya.
Dan para pewaris mereka, ahlul kitab dan kaum zindiq, hingga kini masih tetap eksis dan

4
menyebarkan faham sesatnya. Mereka itulah yang membantai ummat Islam di seluruh dunia,
dan sekarang melakukan aksinya di Ambon dan Maluku.
Saksikanlah parade kejahatan kaum Yahudi dan Nasrani yang mereka pergelarkan, sejak
dari zaman kenabian hingga datangnya masa perang salib. Orang-orang Yahudi dan Nasrani
membantai ummat Islam di Turki dan Palestina. Mereka menghancurkan Masjid Babi di India,
membantai ummat Islam di Afghanistan, Moro, Chehnya dan sekarang di Ambon dan Maluku.
Yang terakhir ini, mereka telah mempersiapkan senjata-senjata canggih, senjata organic dan
granat-granat bermutu tinggi. Mereka juga memper-siapkan penembak-penembak jitu atau
Sniper, yang mengarahkan tembakannya kepada ummat Islam. Truk-truk berlapis baja di
Tobelo dan Halmahera beriringan membawa amunisi (granat dan bom), membawa bensin yang
disemprotkan laksana gas air mata, lalu diikuti oleh aparat beragama Kristen, yang melempar
granat dan bom serta tembakan-tembakan maut. Itulah yang menghabiskan nyawa ummat
Islam secara massal hingga mencapai tidak kurang dari lima ribu orang jumlahnya.
Menurut kesaksian seorang dokter sukarelawan, yang menolak ditulis namanya, dia
mengatakan:”Sekiranya Kapolda tidak menutup-nutupi masalah ini, banyak korban-korban
yang di-kumpulkan di depan masjid sebelum dapat dibantu oleh dokter yang sangat terbatas
jumlahnya, mereka beratus-ratus jumlahnya di bakar beramai-ramai guna menghilangkan
jejak. Di Halmahera dan Tobelo ummat Islam kekurangan air minum, karena sumber-sumber
air, sungai atau sumur yang ada sudah ditaburi racun oleh Si Obet ”, katanya. Hal yang sama
juga disampaikan oleh seorang aparat keamanan yang, lagi-lagi menolak ditulis identitasnya.
Gagasan Menerbitkan Buku ini
Gagasan awal menerbitkan buku ini, muncul ketika untuk perta-makalinya saya
berkesempatan berkunjung ke Ambon, 1 Januari 2000 lalu. Sejak lama saya ingin menyaksikan
dari dekat situasi Ambon yang terus bergolak, dan berharap jika bisa, hendak menulis
peristiwa tersebut. Keinginan ini muncul, setelah menyaksikan kondisi konflik berdarah antara
Islam dan Kristen yang tidak kunjung selesai. Sementara itu, informasi dari media massa
maupun pejabat negara yang kita peroleh selama ini penuh distorsi, meng-anggap konflik
hanya bernuansa SARA. Para komentator politik, kian membingungkan dan lebih banyak
memojokkan ummat Islam, dengan mengatakan bahwa,”konflik Ambon dipicu oleh orang-
orang Islam fanatik”. Padahal disana tidak ada muslim fanatik, bahkan di antara mereka yang
ikut berperang banyak yang tidak shalat, dan awam tentang dienul Islam, bagaimana mereka
disebut fanatik.
Kami merasa beruntung dapat menyaksikan situasi Ambon yang amat memprihatinkan
dan merasakan kegalauan warganya secara langsung. Hari pertama di bulan Januari tahun
2000, taqdir Allah menghantarkan kami ke daerah yang kaya rempah-rempah dan menjadi
incaran kaum penjajah Belanda dahulu.
Pesawat Merpati yang kami tumpangi, setelah transit selama 40 menit di bandara
Hasanuddin Ujung Pandang, mendarat di lapangan udara Pattimura Ambon, pukul 15.30 WIT.
Setelah turun dari pesawat yang hanya berpenumpang 5 orang saja, dan meng-injakkan kaki di
tanah Ambon Manise, hati saya mulai berdegup kencang. Situasi amat lengang, dan teman
yang datang menjemput membisiki, ”Sopir taksi disini hampir seluruhnya Obet (sebutan orang
Ambon untuk mereka yang beragama Kristen)”. Teman tadi ternyata sudah menyewa taksi
yang sopirnya Acang (sebutan untuk orang Islam), dikawal oleh seorang tentara. Taksi yang
kami tumpa-ngi tidak melewati jalur utama yang menghubungkan bandara dengan kota
Madya Ambon, sebab jalan-jalan sudah diblokir dan perkampungan disekitarnya seluruhnya
dikuasai Obet. Siapa saja yang lewat disitu dan ketahuan dia beragama Islam, pastilah
disembelih. Hal yang sama juga terjadi pada penumpang kapal Peri dari Ujung Pandang ke
Ambon. Banyak ummat Islam yang diceburkan ke laut, ada yang disembelih di atas kapal
terlebih dahulu, dan ada juga yang dilemparkan hidup-hidup ke dalam laut. Akhirnya, kami
mencari jalan yang aman dari blokir sehingga selamat sampai di tempat tujuan.
Pada hari kedua, saya bertemu dengan seorang tua, rambut dan janggutnya telah memutih,
penampilannya bersahaja, tapi penuh semangat, sehingga cepat akrab dengan lawan bicaranya.
Sambil ber-bicara, dia mengeluarkan naskah tulisan, ada yang sudah dipubli-kasikan secara
terbatas dan ada juga yang memang baru selesai ditulis. Naskah-naskah tersebut saya baca, dan
di dalam hati saya berkata, ”Inilah yang saya cari-cari”.

5
Dalam suatu dialog di ruang kerjanya di kantor Masjid Al-Fatah, beliau menjelaskan motiv
serta tujuan mempublikasikan tulisannya. “Saya menulis tentang apa yang saya lihat dan
rasakan, berdasar-kan fakta dan data di lapangan, tanpa prasangka”, katanya. Selan-jutnya
dikatakan: ”Apa yang terjadi di Ambon, jelas perang agama. Pihak Kristen, selalu memutar
balikkan fakta, menyebarkan dusta dan memanipulasi data. Dengan cara seperti itu, lalu
mereka menimpakan kesalahan kepada ummat Islam, selanjutnya menuduh mereka sebagai
pelaku kerusuhan, dan biangkeladi pertikaian. Semua ini wajib diluruskan, agar dunia luar
mengetahui, bahwa ummat Islam di Ambon telah menjadi korban radikalisme RMS dan
Kristen”.
Apa yang diprediksikan, sebagaimana ucapan di atas, bukannya tanpa bukti. Dalam upaya
pencarian data dan menyaksikan langsung kondisi perkampungan yang musnah dilalap api,
atau pertokoan serta gedung-gedung sarana umum yang luluh lantak, saya menemukan bukti
kebenaran dari ucapan di atas. Sebuah surat dari GPM Klasis Buru Utara, yang ditujukan
kepada Badan Pekerja Harian Sinode GPM di Ambon, tertanggal 10 September dan 11 Oktober
1999, kedua surat tersebut ditandatangani oleh Pjs. Ketua GPM Buru Utara, Pdt.I.C. Teslatu.
S.Th. Dalam kedua surat tersebut para pendeta Kristen telah dengan sadar menimpakan
seluruh kesalahan kepada ummat Islam sebagai pemicu kerusuhan di Namlea. Bukti lainnya
adalah penjelasan tentang Peristiwa Penghancuran Jemaat dan Negeri Kariu, 14 Februari 1999,
yang disebut sebagai hasil investigasi yang dilakukan oleh J. Manuputty, kemudian Himbauan
yang ditulis Tim Advokasi Gereja, 12 Maret 1999, semuanya bersifat memojokkan ummat Islam
dan dengan segala upaya memutar balikkan fakta.
Sesungguhnya ummat Islam tidak pernah memulai tindakan kega-nasan, intimidasi dan
provokasi, apalagi peperangan ataupun pembu-nuhan; sebab Islam tidak mengijinkan semua
bentuk kejahatan seperti itu dilakukan tanpa alasan yang benar dan adil.
Buku yang berada di tangan pembaca sekarang ini, berisi fakta, data dan analisa tentang
peristiwa yang menyengsarakan masyakat Maluku sejak setahun lalu. Buku ini tidak semata-
mata mengung- kapkan tentang kronologi peristiwa yang menyebabkan tragedi Idul Fitri
berdarah, tetapi juga merekonstruksikan berbagai kejadian, pola pertikaian serta akibat yang
ditimbulkannya. Lebih dari itu, buku ini mungkin baru satu-satunya publikasi tertulis yang
mengungkapkan tragedi Ambon dan Maluku, secara lengkap, transparan, jujur, obyektif dan
proporsional.
Pada mulanya, buku berjudul : KONSPIRASI POLITIK RMS DAN KRISTEN
MENGHANCURKAN UMMAT ISLAM DI AMBON- MALUKU ini, terdiri dari naskah-naskah
terserak, kemudian dikum-pulkan menjadi satu buku setelah melewati editing yang cermat,
selanjutnya mencarikan judul yang sesuai dengan isi naskah. Guna memudahkan pembaca,
buku ini dibagi ke dalam tiga bagian. Bagian pertama berbicara tentang sejarah konflik Islam
dan Kristen di Ambon. Pada bagian kedua, khusus menyoroti tentang Konflik Berdarah Antar
Ummat Beragama di Ambon. Dan bagian terakhir atau ketiga, Konspirasi GPM, RMS dan PDI-
P eks Parkindo dan Partai Katholik Indonesia dalam Konflik Berdarah di Maluku ( Juli-
Desember 1999). Pada setiap bagian, selalu disertai pendahuluan dan dilengkapi dengan
lampiran data, sehingga semakin memperkuat informasi yang terdapat di dalam buku ini.
RUSTAM KASTOR, penulis buku ini adalah seorang purnawirawan TNI berpangkat
Brigadir Jendral. Lahir di Ambon, 9 Juli 1939. Pernah dipercaya sebagai Perwira Pembantu
(Paban) di Mabes ABRI. Dan terakhir sebelum purnawirawan dia menjabat sebagai Kepala Staf
Kodam VIII/ Trikora Jayapura.
Dalam konflik di Ambon, dia merupakan saksi sejarah dan mem- posisikan diri sebagai
warga muslim yang teraniaya, dan untuk itu dia berusaha keras menyuarakan jeritan hati serta
duka nestapa mereka. Tetapi, karena sikapnya itu pula dia malahan dituduh sebagai
provokator oleh pihak yang tidak menyukai sikapnya itu. Dalam kerusuhan ini, Rustam
sekeluarga hampir kehilangan segalanya, rumah, mobil angkutan yang menjadi sumber mata
pencahariannya, termasuk beberapa Speed Boat miliknya, semuanya habis musnah. Dia sendiri
sekarang tidak punya tempat tinggal lagi di Ambon, sedang keluarganya, seorang istri dengan
enam orang putra-putrinya mengungsi ke pulau Jawa. Dan yang tersisa pada dirinya sekarang,
adalah semangat pembelaan atas kebenaran, dan kerelaannya untuk berkorban apa saja demi
menyelesaikan konflik Ambon secara adil dan memuaskan bagi pihak-pihak yang bertikai.

6
“Saya sudah tua, tulisan ini merupakan sumbangsih saya, mudah-mudahan bermanfaat bagi
kepentingan sejarah generasi masa datang”, katanya dengan nada sendu.
Semoga penerbitan buku ini dapat memenuhi harapan penulis, sekaligus memenuhi
keingintahuan pembaca tentang situasi daerah yang kini dilanda konflik itu, langsung dari
narasumber sekaligus saksi mata dari tragedi yang memilukan ini. Apa yang ingin dicapai dari
penerbitan buku ini adalah, seperti sebuah ungkapan: ”Indonesia kini sedang terbakar oleh api
permusuhan serta konflik kepentingan. Adalah kewajiban setiap orang untuk menyiramkan air
walau sedikit, guna memadamkan api tanpa menunggu-nunggu orang lain untuk
melakukannya lebih dahulu”.
Manakala Allah berkehendak, mudah-mudahan fakta, data dan informasi yang terdapat di
dalam buku ini dapat memberi sumbangan berharga bagi penyelesaian konflik yang sekarang
sedang diupayakan oleh pemerintah. Amin Ya Mujibassailin.

Yogyakarta, 1 Februari 2000


Irfan S. Awwas

PENGANTAR CETAKAN KEDUA

UPAYA sosialisasi informasi mengenai kerusuhan di Ambon-Maluku, Alhamdulillah mendapat respons


yang cukup positif dari masyarakat. Terbukti, belum genap satu bulan edisi pertama buku ini beredar di
pasaran, persediaan telah habis tanpa sisa. Besarnya minat masyarakat untuk mengetahui peristiwa yang
sebenarnya terjadi, yang menimpa saudara sebangsa di Indonesia bagian Timur itu, mendorong kami
untuk mencetak ulang buku ini.
Pada edisi kedua ini telah diadakan revisi, tidak saja pada kesalahan yang mungkin terdapat pada
edisi pertama. Tetapi juga melengkapi isi buku dengan data-data baru, tentang kesaksian para korban
pembantaian yang masih hidup, disertai foto-foto yang menunjukkan kebengisan manusia melebihi
binatang buas.
Lebih dari itu, pada edisi kedua buku ini, kami merasa bergembira sekali dapat menyertakan Kata
Sambutan yang diberikan oleh Prof. Dr. Mohammad Mahfud, Guru Besar dan Pembantu Rektor I pada
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Untuk hal ini, kami amat berterimakasih sekali pada
beliau, yang dengan rela hati telah meluangkan waktu guna memenuhi permintaan penerbit.

ITUASI di Ambon, pada hari-hari terakhir ini, agaknya mulai


S
mereda. Akan tetapi, angkara murka kian menyebarkan hawa maut di daerah-daerah lain
di Maluku Tengah dan Utara. Api permusuhan hingga kini di daerah Tobelo dan Halmahera
terus membara.
“Penyelesaian sendiri”, yaitu menyerahkan penyelesaian kerusuhan pada masyarakat
Ambon dan Maluku sendiri, sebagai- mana yang diusulkan Presiden Abdurrahman Wahid,
dalam kunjungannya bersama Wapres Megawati, 12 Desember 1999 lalu, nampaknya terlalu
riskan dan berbahaya. Sebab, di antara masya-rakat Maluku tidak sedikit orang yang menerima
ucapan tersebut apa adanya. Artinya, di daerah tersebut jelas ada kelompok yang lebih dahulu
memulai peperangan, maka logika dari masing-masing pihak yang bertikai tentu, jika diminta
menyelesaikan sendiri masalahnya adalah, kelompok yang diserang harus membalas serangan
tersebut dengan setimpal atau bahkan lebih dahsyat. Jika demikian halnya, maka perang antar
agama ini akan semakin sulit dihentikan. Sebab, mustahil masing-masing pihak yang bertikai

7
disuruh menyelesaikan sendiri pertikaiannya, tanpa ada kelompok ketiga yang berupaya
mendamaikan mereka.
Kian berlarut-larutnya pertikaian di Maluku, dan semakin banyaknya korban yang
berjatuhan, sementara pemerintah Indonesia di bawah kabinet Persatuan Nasional pimpinan
Gus Dur berlepas tangan terhadap petaka kemanusiaan terbesar di awal abad 21 ini, membuat
rakyat kian frustasi.
Pada pertengahan Januari lalu, sejumlah 216 orang pria, wanita dan anak-anak warga
transmigrasi asal Pulau Jawa yang ditempatkan di UPT Togoliuwa, Kecamatan Tobelo,
seluruhnya tewas di dalam masjid akibat diserang dan kemudian masjidnya dibakar bersama
mayat yang ada di dalamnya oleh massa Kristen.
Selain itu, pada akhir minggu ketiga bulan Februari 2000, kerusuhan terjadi lagi di daerah
Masohi, Maluku Tengah, akibat sebuah masjid di daerah tersebut di bom oleh massa Kristen.
Hampir bersamaan dengan itu, serangan terhadap kaum muslimin juga terjadi di daerah
Morotai, Maluku Utara.
Berbagai pihak telah menunjukkan keprihatinannya yang mendalam terhadap nasib anak
bangsa di Ambon dan Maluku, yang kian hari kian tidak jelas kapan akan berakhir dan
bagaimana bentuk penyelesaiannya nanti. Masyarakat muslim peduli Ambon bermunculan di
mana-mana, yang berusaha meringankan beban saudaranya dengan mengirimkan bantuan
kemanusiaan, bahkan ada yang mengirim Pasukan Jihad yang siap perang.
Keprihatinan serupa juga muncul dalam acara Bedah Buku dan Diskusi, yang
diselenggarakan oleh LKBH UII Yogyakarta, 16 Februari 2000, dengan membentuk Tim
Advokasi untuk Ambon dan Maluku. Rustam Kastor, penulis buku ini, hadir sebagai
pembicara dalam acara tersebut, di dampingi oleh KH. Aly Fauzy dan Abdul Wahab Polpoke,
dua orang tokoh Islam di sana.
Dalam makalah yang disampaikan Rustam Kastor, dengan jelas terungkap, bahwa
masyarakat kedua belah pihak yang bersengketa ini sesungguhnya orang-orang yang berada
dalam suatu keluarga besar, ikatan kekeluargaan mereka cukup kuat, walau tanpa budaya Pela
yang nilai kohesivitasnya sangat lunak itu. Akan tetapi harus diakui, katanya lagi, bahwa sejak
zaman nenek moyang dahulu kala, banyak persoalan yang mengganjal, apalagi berbagai
persoalan itu telah berakumulasi dengan permasalahan di era orde baru yang lalu. Selain itu,
suasana reformasi telah ikut pula memicu dan bahkan memberikan peluang untuk saling
melemparkan fitnah serta tuduhan yang membuat anggota masyarakat kian saling membenci.
Selanjutnya dikatakan, siapapun sadar bahwa apa yang terjadi selama ini adalah adanya
upaya pihak-pihak tertentu untuk meraih kepentingan politiknya dengan mengeksploitasi
keberadaan ummat kedua belah pihak, dengan membenturkan titik-titik singgung maupun titik
gesekan secara amat tidak bermoral.
Allah Malikurrahman telah menunjukkan kepada kita semua akar kerusakan atas dosa-dosa
yang diperbuat, terutama oleh mereka yang telah menamakan diri sebagai pemimpin, tetapi
tidak punya rasa kasih dan sayang terhadap yang dipimpinnya. Kerusakan yang terjadi akibat
permusuhan ini terlalu berat untuk mampu dipikul oleh ummat kedua belah pihak yang
mayoritas dari mereka adalah rakyat kecil. Oleh karena itulah, maka semua pihak yang bertikai
harus menyadari kondisi yang tidak menguntungkan masa depan masyarakat Maluku
khususnya, dan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Kepentingan politik sekelompok
masyarakat yang telah mengakibatkan kehancuran sedemikian besar menimpa masyarakat
Ambon-Maluku harus ditinggalkan, dan kita menunjuk kan kemauan baik untuk menjadikan
masa depan Maluku yang maju sebagai kepentingan bersama. Bila kehendak baik dari kedua
belah pihak dapat diwujudkan dengan ikhlas, insya Allah, Tuhan akan menurunkan rahmat-
Nya dan membantu kita menyelesaikan persoalan yang sedang kita hadapi dengan kasih dan
sayang-Nya.
Dalam upaya mencapai tujuan bersama tersebut, Rustam Kastor berupaya mengajukan
solusi, dan mengusulkan beberapa persya-ratan yang harus dipenuhi antara lain:
a. Menghadirkan mereka yang akan menangani penyelesaian konflik ini, yang terdiri dari
orang-orang yang netral dan tidak terlibat dalam merekayasa kerusuhan. Mereka adalah
orang-orang yang sejak awal menolak aksi kerusuhan untuk mencapai tujuan politik pihak
tertentu, sehingga bersedia membeberkan keseluruhan tabir penyebab kerusuhan. Sebab,

8
tanpa kehadiran mereka, sulit untuk dicarikan solusi penyelesaian, oleh karena berbagai
kepentingan akan menjadi ganjalan yang berat.
b. Adanya kesadaran bahwa kerusuhan yang bernuansa konflik, dengan berlatar belakang
agama adalah hasil rekayasa dan manipulasi pihak tertentu, dengan memanfaatkan kurang
pahamnya masyarakat awam atas duduk permasalahan yang sebenarnya. Oleh karena itu,
mereka harus melepaskan diri dari kelompok kepentingan, untuk kemudian tampil
membela kepentingan masyarakat Maluku demi masa depan. Mereka adalah putra bangsa,
putra Maluku yang kecintaannya kepada NKRI dan Maluku tidak diragukan lagi. Mereka
adalah para pejuang bangsa yang tetap konsisten membela kepentingan bangsa demi
kesejahteraan bersama.
c. Kesadaran itu mengharuskan mereka menunjukkan batang hidung dari oknum-oknum
yang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya secara hukum. Kesadaran itu meng-
haruskan kita melakukan upaya revitalisasi dan mempercayakan hukum yang dapat
menegakkan keadilan. Hukum harus disepakati sebagai sarana yang paling ampuh untuk
menye-lesaikan konflik ini secara adil.
Kita semua telah menyadari bahwa sengketa yang terjadi ini telah menimbulkan dendam di
kedua belah pihak, dengan berbagai masalah dan akibat yang kompleks, sehingga sulit
mencarikan pemecahannya. Peluang bagi penyelesaian yang tinggal celah sempit ini, harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para tokoh yang dipercaya dalam upaya penyelesaian ini,
agar peluang ini tidak sirna ditiup angin emosi dan dendam.
Ketenangan yang dirasakan dalam hari-hari terakhir ini harus dilihat secara cermat dan
jujur, bahwa hal itu sama sekali tidak menunjukkan telah meredanya keinginan untuk saling
membunuh dan membakar. Akan tetapi kondisi yang nampak tenang ini, lebih disebabkan
intensifnya upaya aparat keamanan untuk mencegah terjadinya bentrokan, bukan upaya
penyelesaian akar permasala-han. Tanpa adanya upaya bersungguh-sungguh untuk
menyelesai-kan akar permasalahan yang sebenarnya, maka peluang yang tersedia akan hilang
percuma. Betapa pun pahit kenyataan yang harus diterima, tetapi harus diyakini bahwa itulah
obat mujarab yang harus diminum. Karena itu proses penyelesaian secara hukum, mengiringi
penyelesaian politik harus dilakukan secepat mungkin.
Para elit dari kedua belah pihak harus dapat menerima bahwa kehancuran dan dendam
yang begini besar adalah akibat penye- lesaian yang salah oleh aparat keamanan, bersama-sama
dengan pemerintah daerah. Mereka telah ikut membuat kondisi konflik semakin memburuk.
Itu artinya, kondisi yang seburuk sekarang ini sama sekali bukan atas kehendak kedua belah
pihak yang saling bertikai. Kekeliruan yang dilakukan oleh aparat keamanan besama-sama
dengan pemerintah daerah lah, yang mengakibatkan penderitaan rakyat terus berlanjut lebih
dari setahun ini, bahkan nampak ada kecenderungan sebagai suatu kesengajaan karena belum
adanya upaya untuk merubah pola penyelesaian yang terus gagal hingga masa lebih dari
setahun ini.
Apa yang dilakukan oleh aparat keamanan dan pemerintah daerah, ibarat memberi antalgin
pada pasien yang sedang mengidap penyakit parah. Bukan mengobati penyebab penyakit,
tetapi sekedar meredakan rasa sakit untuk sementara saja. Diagnosa yang salah terus saja
dipertahankan, karena itu tidak pernah ada terapi yang tepat. Tak habis mengerti, apa
sesungguhnya yang ada di dalam pikiran para penguasa tersebut, sampai hati membiarkan
ummat dikorbankan terus-menerus yang kini tak mampu lagi menanggung derita apalagi
menata masa depannya. Oleh karena itu, amatlah diperlukan adanya tokoh pioner dari kedua
belah pihak untuk tampil menyelesaikan kemelut ini.
Tiga persyaratan bagi para pioner seperti yang telah disebutkan di atas, apabila dapat
dipenuhi secara jujur, insya Allah akan mendapat petunjuk dari Tuhan yang Maha Kasih untuk
bisa duduk semeja mencarikan penyelesaian di mana kesepakatan pokok yang harus dicapai
adalah: “Kesedian untuk menyelesaikan pertikaian ini melalui proses hukum”.
Melalui cara ini, niscaya biang keladi dan penyebab pokok (akar permasalahan) akan
terungkap, persoalannya dapat diselesaikan secara hukum, sehingga mereka-mereka yang
bersalah mendapat-kan hukuman yang adil dan setimpal dengan kesalahan yang diperbuatnya.
Lebih dari itu, pertikaian berdarah yang, tidak mustahil akan berlangsung berkepanjangan
segera dapat di-hentikan, sehingga proses rekonsiliasi menuju perdamaian dapat diwujudkan
secara alamiah

9
Yogyakarta, 5 Maret 2000
KATA SAMBUTAN

POSISI UMMAT ISLAM DAN BERBAGAI TESIS TENTANG


KERUSUHAN Oleh : Prof. Dr. Mohammad Mahfud

ESKIPUN pernah memegang jabatan penting di Mabes


M
ABRI (kini TNI) dan Kodam VIII/Trikora Jayapura nama Brigjen (Purn) Rustam Kastor
tidak begitu dikenal, bahkan nama tersebut terasa agak asing di telinga rakyat Indonesia. Nama
Kastor justru mulai dikenal ketika Gus Dur, kini Presiden RI, menyebut Jenderal K sebagai
orang yang memanas-manasi alias provokator kerusuhan antar Kristen dan Islam di Ambon
yang mula pertama meletus pada hari raya Idul Fithri, tanggal 19 Januari 1999. seperti
diketahui konflik antar pemeluk kedua agama tersebut meletus ketika masjid Al Fatah yang
sedang dipenuhi oleh jama’ah kaum muslimin untuk melaksanakan shalat Ied diserang secara
tiba-tiba oleh sekelompok besar orang yang kemudian dipercaya sebagai kelompok kaum
nasrani (Kristen). Ketika kerusuhan terus berlanjut istilah provokator menjadi sangat sering
didengar oleh masyarakat karena kalangan petinggi-petinggi negara, terutama TNI, selalu
menyebut bahwa berbagai kerusuhan di Indonesia terjadi karena ulah provokator. Anehnya
makhluk yang disebut provokator itu, kecuali yang kelas teri, tidak pernah berhasil ditangkap
oleh TNI yang memiliki institusi intelijen dan monopoli (secara hukum) untuk menggunakan
senjata.
Dilambungkan oleh Gus Dur
Alkisah Ketua PB-NU Gus Dur yang merupakan tokoh yang banyak diminta keterangan
oleh pers karena pengaruh dan kekayaannya akan informasi menengarai juga adanya beberapa
orang yang disebutnya sebagai provokator. Mula-mula Gus Dur menyebut bahwa konflik
horizontal di Ambon adalah tetangganya yang “brewokan” di Ciganjur sehingga nama tokoh
Pemuda Pancasila Yoris Raweyai menjadi sorotan pers, namun ketika Yoris membantah habis-
haisan Gus Dur tidak juga memberikan penjelasan yang jelas tentang tetangganya itu sehingga
masalahnya hilang begitu saja. Tak lama setelah menyurutnya sorotan terhadap Yoris, kembali
Gus Dur melempar teka-teki ketika menyebut bahwa provokator kasus Ambon ada di Mabes
TNI yakni Jenderal K. Lemparan inisial nama ini kembali memancing heboh. Masyarakat dan
pihak TNI meminta Gus Dur untuk menunjuk hidung saja. Sementara dari kalangan TNI
disebut-sebut tidak ada nama Jenderal K kecuali yang telah pensiun dari Angkatan Darat yaitu
Brigjen Rustam Kastor dan seorang lagi dari angkatan lain. Karuan saja nama Kastor
melambung dan menjadi begitu populer karena Jenderal K yang dituding oleh Gus Dur
diasosiasikan kepada Brigjen purnawirawan ini. Pers menyorot dan turut menuding Rustam
Kastor yang putra Maluku dan beragama Islam sebagai provokator sehingga yang
bersangkutan merasa terpojok. Menurut pengakuannya kepada pers sejak Gus Dur menyebut
nama Jenderal K dan pers mengasosiasikan initial itu pada dirinya, Rustam Kastor banyak
mendapat telepon gelap dan teror sehingga diri dan keluarganya menjadi sangat terganggu
karena ancaman-ancaman. Sampai kini Kastor yang mempunyai rumah di Ambon mengungsi
dari Ambon, meniggalkan rumah dan tanah kelahirannya.
Jenderal Kunyuk
Tak tahan atas sorotan dan tudingan sebagai provokator itu Rustam Kastor mendatangi Gus
Dur di Ciganjur untuk minta klarifikasi dan bukti-bukti. Maklum sebagai prajurit yang pernah
menyatakan kesetiannya melalui Sapta Marga kepada negara Republik Indonesia Kastor
merasa sangat terpukul dituduh sebagai provokator, apalagi kemudian diri dan keluarganya
menjadi sasaran teror dan ancaman. Namun pada saat itu Gus Dur tidak dapat mengemukakan
bukti kecuali mengatakan bahwa dirinya tidak pernah menyebut nama Kastor, artinya Jenderal

10
K itu bukan Jenderal Kastor. Dengan agak emosional Kastor kemudian berkata kepada Gus Dur
“Kalau begitu Jenderal K itu adalah Jenderal kira-kira, ya?” yang kemudian dijawab oleh Gus Dur
dengan entengnya bahwa Jenderal K adalah Jenderal Kunyuk. Sejak Jenderal Kastor
menunjukkan keberaniannya itu sorotan kepada dirinya mereda dan pers berhenti
memburunya sebagai orang yang diduga menjadi provokator dari kerusuhan yang kini, tak
dapat dibantah, merupakan konflik antara pemeluk agama (Kristen dan Islam).
Konspirasi RMS dan Kristen ?
Meskipun begitu kita tidak dapat menyimpulkan bahwa Rustam Kastor adalah orang yang
tidak punya perhatian terhadap konflik yang terjadi di tanah kelahirannya itu. Rustam Kastor
memang bukan provokator seperti yang pernah dituduhkan sementara orang pada dirinya itu,
tetapi Jenderal Purnawirawan yang sudah berangkat tua ini tetap turut berjuang untuk
menyelesaikan kasus Maluku dengan berusaha mendudukkan persoalan Maluku pada
proporsi yang sebenarnya tanpa disertai upaya penyembunyian fakta-fakta. Dia memang
memosisikan diri sebagai bagian dari ummat Islam, tetapi dengan tepat mendasarkan diri pada
fakta dan data dalam bersikap. Buktinya adalah buku yang ada di hadapan pembaca ini.
Rustam Kastor melihat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam menyikapi kasus
yang merembet dari Ambon sampai ke Maluku Utara tidak tepat karena pemerintah hanya
memberi terapi pada gejala-gejalanya dan bukan pada akar permasalahannya. Ibarat mengobati
orang sakit maka penghilangan rasa sakit sebagai gejala hanya berguna untuk sementara guna
mengurangi penderitaan si sakit, tetapi bersamaan dengan itu terapi pada akar masalah alias
sumber penyakit mutlak harus dilakukan. Bagi Kastor upaya membuat garis demarkasi antara
penduduk yang beragama Kristen dan beragama Islam hanyalah terapi atas gejala yang tidak
akan dapat menyelesaikan masalah begitu juga berbagai bentuk formalitas upacara untuk
berdamai. Bahkan pernyataan Presiden dan Wakil Presiden meminta rakyat Maluku untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri dianggapnya sangat tidak tepat dan tidak mau melihat
sumber masalahnya secara jernih. Kasus Maluku ini memerlukan campur tangan pemerintah
secara serius, karena tidak mungkin selesai dengan baik jika masalahnya dikembalikan kepada
rakyat Maluku sendiri kecuali menunggu habisnya salah satu pihak yang bertikai.
Apa akar masalah yang dimaksud oleh Kastor ?
Seperti yang terlihat dari judul buku ini akar masalah dari persoalan di Maluku adalah
“konspirasi politik” antara gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS) dan Kristen
untuk menghancurkan ummat Islam di Maluku. Konflik di Ambon akan sangat sulit
diselesaikan tanpa ada upaya membuka mata bahwa di sana sedang terjadi konspirasi antara
pihak Kristen dan RMS untuk menghancurkan Islam yang pada gilirannya akan memudahkan
bagi gerakan separatis RMS untuk melepaskan diri dari Indonesia, membangun negara
merdeka. Upaya RMS untuk membangun negara Maluku yang merdeka seperti yang diper-
juangkan sejak puluhan tahun yang lalu akan sangat sulit dicapai tanpa terlebih dahulu
memusnahkan ummat Islam di sana, sebab dalam kenyataannya ummat Islam lebih memilih
dan memberi dukungan kepada negara Republik Indonesia. Demikian yang dapat disimpulkan
dari buku karya Kastor ini.
Ketika menemui saya pada pertengahan Februari 2000 yang lalu Kastor yang disertai dua
orang tokoh Islam dari Ambon Kastor mengemukakan dengan nada hampir menangis bahwa
yang diperlukan adalah tindakan pemerintah agar Maluku diselamatkan dari rongrongan
separatis RMS. Di Ambon, kata mereka sekolah-sekolah Islam sudah tidak beroperasi lagi
karena selalu diteror, sementara SMUN 1 dan SMUN 2 yang merupakan sekolah negeri hanya
berisi murid-murid yang beragama nasrani. Murid-murid yang beragama Islam telah keluar
dari sana, bahkan secara umum kaum muslimin di Ambon telah mulai terdesak ke daerah
pantai, sementara kaum muslimin yang pendatang seperti dari Bugis dan daerah lain telah
pulang ke daerah asal masing-masing untuk menyelamatkan diri. Saat ini kaum muslimin
menjadi sangat sedikit jumlahnya sehingga agak kedodoran untuk mempertahankan diri.
Kastor dan kedua tokoh Islam itu menemui saya karena mereka mendengar bahwa saya adalah
Staf Ahli Menteri Negara Urusan Hak Azasi Manusia sehingga mereka berharap agar saya
dapat menyampaikan maasalah ini secara jelas kepada pemerintah melalui Menteri Negara
Urusan HAM.

11
Di dalam buku ini Kastor melampirkan beberapa data yang setelah dianalisis memang
membawa pada kesimpulan bahwa akar masalah di Maluku sekarang ini adalah “konspirasi
RMS dan Kristen” untuk menghancurkan ummat Islam yang jika itu berhasil akan lebih
memudahkan berdirinya negara Maluku merdeka, minimal berdirinya Republik Maluku
Selatan seperti yang mereka perjuangkan sejak tahun 1950. Jadi upaya penghancuran Islam
dalalm konspirasi tersebut bukan semata-mata karena Islamnya melainkan karena Islam
merupakan penghalang bagi upaya RMS untuk memisahkan diri dari negara republik
Indonesia. Lihatlah misalnya surat-surat dari Presidium Sementara Republik Maluku Selatan
Ambon (Lampiran Bagian III buku ini) yang telah dirilis sejak Nopember 1998 yang memberi
kesan kuat sebagai upaya pengondisian dan persiapan peristiwa 19 Januari 1999 di mana
ummat Islam yang sedang melakukan salat Ied di masjid Al Fatah diserang secara tiba-tiba oleh
massa Kristen dalam jumlah yang besar. Keseluruhan kronologi peristiwa “konflik SARA” dan
surat-surat dari Presedium Sementara RMS yang menginginkan kemerdekaan, terlepas dari
negara Republik Indonesia dapat dikonfirmasikan dari Surat Pengembalaan yang dikeluarkan
oleh Molucon People’s Mission tanggal 15 Nopember 1998 (Lampiran 1 Bagian III). Di dalam
surat yang ditujukan kepada Pemerintah RI (terutama Presiden Habibie dan Pangab Wiranto)
ini sangat jelas bahwa mereka menuntut agar gerakan kemerdekaan Maluku dapat diberikan
melalui Konstitusi Republik Maluku Selatan tanpa penindasan. Mereka meminta pula agar
tindakan-tindakan memfrustasikan perjuangan kemerdekaan Maluku di dalam maupun di luar
negeri dihentikan dengan pemakluman bahwa proklamasi Maluku Selatan itu “tidak pernah
pun tidak akan merugikan hak hidup bangsa mana pun juga…”
Penyelesaian secara Hukum
Rustam Kastor yang sudah berangkat tua namun masih bersemangat itu melihat
menguatnya gerakan separatis RMS inilah akar masalah dari konflik berkepanjangan di
Maluku. Dan dia berusaha meyakinkan semua pihak, melalui pemaparan fakta, data, dan
analisisnya, bahwa menguatnya gerakan RMS sebagai akar masalah telah muncul sebagai
konspirasi antara RMS dan Kristen seperti yang kemudian digambarkan secara berani oleh
judul buku ini. Oleh sebab itu bagi Kastor tidak ada jalan lain kecuali dilakukan upaya
pengungkapan secara jelas dan transparan melalui proses hukum. Dengan dilakukannya
pengungkapan melalui proses hukum yang fair Kastor meyakini bahwa kedok mereka yang
terlibat dalam konspirasi itu akan terbuka. Dan ketika kedok itu terbuka akan terlihat bahwa
pelaku-pelaku konspirasi itu adalah tokoh-tokoh RMS dan para pemimpin Kristen. Tetapi
anehnya, menurut Kastor, upaya penyelesaian secara hukum tidak pernah dilakukan secara
sungguh-sungguh dan pihak TNI pun tidak pernah melaku-kan operasi intelijen untuk
mengungkap kasus penginjakan atas harkat Kemanusiaan ini “Ada apa ini? Adakah peran
Gubernur dan Pangdam dalam kasus ini? Mengapa pengumuman Presiden Gus Dur untuk
mengganti Pangdam dan Gubernur tidak ditindak lanjuti. Itulah sejumlah pertanyaan yang
disampaikan oleh Kastor kepada saya pada pertengahan Februari 2000 yang lalu.
Tesis Lain
Tentu saja analisis dan kesimpulan Kastor tentang kasus Maluku ini bukanlah satu-satunya
tesis yang berkembang di dalam diskusi publik tentang kerusuhan. Jika dikaitkan dengan
berbagai kerusuhan dan kekerasan yang terjadi dibagian-bagian lain dari negara kita masih ada
beberapa tesis yang selama ini sudah dilemparkan ke tengah-tengah publik. Dari sudut
hubungan antara hukum dan kekuasaan misalnya, konflik horizontal terjadi di Indonesia
karena runtuhnya penguasa otoriter orde baru yang selama ini menjadi pengawal bagi
penegakkan hukum secara represif. Setelah penguasa otoriter itu runtuh maka hukum itu tidak
lagi mempunyai pengawal sehingga muncullah gerakan-gerakan dari bawah yang tidah
terkendali dan cenderung anarkis. Pemerintah yang tidak legitimated tidak mampu menguasai
situasi karena mereka pun menjadi sasaran kemarahan massa berhubung dengan perannya
yang korup di masa lalu. Terjadilah berbagai tindakan main hakim sendiri di tengah-tengah
masyarakat yang dalam tingkatannya yang tinggi memunculkan konflik horizontal dan
berbagai kekerasan politik. Di sini berlaku adagium tentang hubungan antara hukum dan
kekuasaan yang berbunyi “Hukum tanpa kekuasaan itu lumpuh, kekuasaan tanpa hukum itu dzalim”.
Di era Orde Baru kekuasaan diselenggarakan secara dzalim karena tidak berdasar hukum,

12
namun setelah Orde Baru runtuh hukum menjadi lumpuh karena tidak terkawal oleh
pemerintah yang legitimated. Pemerintahan Gus Dur yang legitimated secara hukum masih
membutuhkan penyesuaian untuk membangun hubungan yang benar antara hukum dan
kekuasaan.
Tesis lain menyebutkan bahwa timbulnya berbagai macam kekerasan politik dan kerusuhan
itu merupakan sesuatu yang sulit dihindari karena terjadinya situasi anomi. Di dalam situasi
anomi yang terjadi adalah ditolaknya nilai-nilai lama secara habis-habisan namun nilai-nilai
baru yang disepakati secara nasional belum muncul secara kokoh. Nilai-nilai yang dibangun
oleh Orde Baru ditolak secara kuat namun nilai-nilai baru yang diinginkan sebagai pengganti
belum juga mengkristal. Upaya mengkristalkan nilai-nilai baru di atas runtuhnya nilai-nilai
lama inilah yang menimbulkan kegoncangan-kegoncangan yang pada tingkatannya yang tinggi
muncul berbagai kekerasan politik dan kerusuhan-kerusuhan.
Masih ada tesis lain lagi yang juga banyak dipercaya oleh para pengamat yakni tentang
konflik elit politik. Dikatakan bahwa berbagai kerusuhan dan kekerasan politik muncul karena
elit politik, terutama antara penguasa baru dan penguasa lama yang ingin bertahan atau takut
akan akibat-akibat dari reformasi. Dalam kaitan tesis ini banyak dipercaya bahwa kekuatan
Orde Baru baik yang sudah ke luar dari kekuasaan maupun yang masih bercokol di birokrasi
pemerintahan sangat ketakutan akan akibat-akibat reformasi dan penegakkan hukum. Mereka
sangat takut jika misalnya kasus-kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) benar-benar
dibawa ke pengadilan sebab mereka pun akan terseret ke pengadilan. Maka mereka, kekuatan
lama, ini senantiasa berupaya untuk menghalang-halangi upaya pengusutan terhadap kasus
KKN yang salah satu bentuknya adalah membuat berbagai kerusuhan dengan provokasinya.
Teori ini sering dikaitkan dengan teori “state terrorism” atau “military terrorism” yang
menjelaskan bahwa berbagai kerusuhan itu berkaitan dengan upaya militer untuk
mempertahankan domain sosial politiknya yang sejak era reformasi digugat secara kuat. Untuk
tetap berperan secara dominan di dalam fungsi sosial-politik serta untuk memblokir upaya-
upaya pengungkapan atas kekerasan politik yang melibatkan militer di masa lalu, maka pihak
militer bekerjasama dengan kekuatan status quo radikal menciptakan berbagai kerusuhan. Ini
dimaksudkan agar perhatian pemerintah dan masyarakat berbelok, bahkan agar masyarakat
merasa sangat perlu kepada militer dan membiarkan militer tetap memainkan fungsi sosial-
politiknya. Inilah yang kemudian melahirkan berbagai operasi dan provokasi bagi muncul-nya
berbagai kerusuhan dalam apa yang disebut sebagai state and military terrorism tersebut.
Itulah berbagai teori yang muncul di dalam wacana publik untuk menjelaskan berbagai
kerusuhan, konflik horizontal, dan kekerasan-kekerasan politik yang kini sedang menjadi
masalah serius bagi masa depan bangsa dan negara kita. Jadi banyak teori yang menge-depan
dan teori Kastor tentang “konspirasi RMS-Kristen” meru-pakan salah satu teori yang secara
spesifik menjelaskan kasus kerusuhan di Maluku.
Ummat Islam jangan dikorbankan
Yang manakah dari berbagai tesis itu yang paling benar untuk menjelaskan berbagai kerusuhan dan
kekerasan politik yang sangat mencemaskan kita sebagai bangsa?
Sudah pasti tidak hanya ada satu tesis yang dapat secara mutlak memberikan penjelasan.
Semua tesis tampaknya memberi penje-lasan yang mengandung kebenaran spesifik untuk skala
nasional. Tesis Kastor barangkali cukup dominan (meskipun tidak mutlak) dalam menjelaskan
kerusuhan di Maluku, namun tesis ini tidak dapat memberi penjelasan yang memuaskan
tentang kerusuhan dan kekerasan politik di bagian lain Indonesia. Dan ini dapat dimaklumi
karena Kastor memang hanya menjelaskan apa yang terjadi di Maluku.
Tetapi apa pun dan seberapa pun tingkat kebenaran setiap tesis yang dimunculkan sebagai
penjelasan ada satu kesan yang sulit dibantah, bahwa treatment pemerintah dalam
menyelesaikan berbagai konflik horizontal cenderung menjadikan ummat Islam sebagai
korban. Dengan alasan bahwa yang mayoritas harus mengayomi yang minoritas, maka ummat
Islam sering diperlakukan tidak adil. Jika kaum muslimin diganggu maka tidak terlihat
tindakan yang tegas bahkan kadang-kala dicari-cari kambing hitam yang tidak jarang orang
Islam sendiri yang dimunculkan sebagai biang keladi; tetapi jika golongan agama minoritas
yang diganggu maka tindakan tegas dan keras segera didemonstrasikan. Banding-kanlah sikap
pemerintah dalam menyikapi kasus Maluku, Tanjung Priok, Doulos, Mataram, peledakan

13
masjid Istiqlal dan sebagainya. Di sana tampak bahwa yang mayoritas harus bersedia
menerima perlakuan tidak adil, sedangkan yang minoritas dapat bermanja-manja. Ini
merupakan ironi bagi sebuah negara yang memilih “Negara Hukum” sebagai salah satu
pedomannya yang fundamental.
Ummat Islam tentu tidak boleh mengandalkan kebesaran jumlah pengikutnya untuk
berlaku sewenang-wenang, meminta keistimewaan perlakuan, dan menindas golongan
minoritas dengan cara anarkis, tetapi tidak boleh juga di dalam negara hukum terjadi
perlakuan tidak adil hanya karena dorongan agar yang besar selalu mengalah. Ini kesalahan
mendasar dalam penerapan prinsip negara hukum sebab di dalam negara hukum harus selalu
ditegakkan perlakuan yang sama kepada setiap warga negara dan golongan-golongan
masyarakat tanpa pertimbangan “mayoritas” dan “mino-ritas”. Upaya menghindari
“kesewenang-wenangan dan anarkis mayoritas.” Inilah salah satu tuntutan mendasar dalam
negara hukum dan negara yang menghormati hak-hak azasi manusia.
Semoga negara kita segera menemukan tracknya yang benar dalam membangun supremasi
hukum dan menegakkan peng-hormatan bagi hak-hak azasi manusia

PENGANTAR PENULIS

T RAGEDI Ambon berdarah 1 Syawal 1419 H merupakan

pukulan berat bagi Kaum Muslim. Pukulan yang amat menyakitkan ini bukan saja
dirasakan secara fisik, tetapi juga amat berat secara moril karena disertai penghinaan terhadap
junjungan Rasulullah SAW dan agama Islam oleh kaum Nasrani di Ambon.
Ummat Islam tanpa salah sedikitpun dibunuh, rumah serta semua miliknya dibakar habis,
sehingga dikhawatirkan meng-hancurkan masa depan. Kekejaman seperti itu terasa lebih
menya-kitkan lagi setelah pemutar balikan fakta, seakan-akan ummat Islamlah yang sengaja
merencanakan kerusuhan ini guna menghan-curkan ummat Kristen. Dusta yang mereka
sebarkan sedemikian dahsyatnya, sehingga sesuatu yang tidak selayaknya dilakukan oleh umat
beragama.
Buku ini menjelaskan hal yang terjadi secara objektif, tanpa bermaksud mencari kebenaran
yang tidak jujur, apalagi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Ummat Islam tidak perlu
mere-kayasa peritiwa ini karena mereka yakin akan kebenaran dirinya. Kebenaran ini akan
dibela sejujur-jujurnya, diungkap dalam naskah ini karena bertujuan sebagai upaya
meluruskan pemutar balikan fakta serta bahan untuk penyusunan sejarah oleh mereka yang
lebih ahli yang akan bermanfaat bagi generasi berikutnya.
Semoga buku ini dapat mengajarkan kita, bagaimana ummat suatu agama bisa sedemikian
brutal dan kejam , untuk dijadikan peringatan dan selalu waspada agar peritiwa yang amat
menya-kitkan ini tidak berulang lagi. Kerukunan hidup antar ummat beragama di Ambon dan
Maluku pada umumnya bisa terbina apabila ummat Islam tidak terlena, tidak lemah dan terus
meme-lihara kewaspadaan.
Perlu pula kita sadari bahwa peristiwa ini adalah hasil suatu konspirasi kekuatan besar
yang jauh dari tingkat kemampuan ummat Islam di Maluku dan kota Ambon dan sekitarnya.
Konspirasi ini sesungguhnya merupakan ancaman terhadap Ummat Islam secara menyeluruh
apalagi dikaitkan dengan trend perkembangan politik akhir-akhir ini. Karena itu permasalahan
Ambon ini meru-pakan tanggung jawab ummat Islam seluruh Indonesia dimana sangat
diharapkan keterlibatan semua parpol Islam, Ormas Islam dan LSM Islam bahkan para tokoh

14
Islam. Naskah ini dapat dijadikan salah satu acuan dalam rangka penanganan kasus ini, aspek
yang lebih strategis tentu lebih dipahami para tokoh di tingkat Nasional.
Atas kerja sama dengan beberapa tokoh di Ambon, naskah ini dapat diselesaikan. Semoga
Allah SWT memberi petunjuk sehingga harapan menyusun naskah ini dengan sejujurnya dapat
mencapai tujuan.Dan tak lupa pula saya menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada
penerbit Wihdah Press yang dengan sukarela mau menerbitkan naskah-naskah yang tercecer
ini menjadi sebuah buku. Alhamdulillah.
Ambon, 31 Desember 1999

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................v
PENGANTAR CETAKAN KEDUA ............................................... xvii
SAMBUTAN PROF. DR. MOH. MAHFUD MD........................ xxiii
PENGANTAR PENULIS ............................................................... xxxiii
Bagian Pertama: IDUL FITRI BERDARAH DI AMBON 19 JANUARI 1999 M/1 SYAWWAL
1419 H................................................................................................. 1
Pendahuluan..................................................................................... 3
1. Sejarah Konflik Islam-Kristen di Maluku ............................... 9
2. Kondisi dan Realitas Budaya yang Kurang
Menguntungkan........................................................................ 15
3. Peristiwa Wailete dan Bak Air sebagai sebagai pemicu
Tragedi Idul Fitri berdarah .................................................... 25
4. Rencana, Taktik dan Strategi Penyerangan.......................... 29
5. Pola Pelaksanaan Penghancuran Ummat Islam di Ambon39
6. Penanggulangan Kerusuhan oleh TNI.................................. 45
7. Pelanggaran Terhadap Konsesus Nasional ....................... 51
8. Kerugian dan Nestapa Ummat Islam.................................... 57
9. Rehabilitasi................................................................................ 61
Kesimpulan dan Penutup ............................................................. 63
Lampiran-Lampiran ...................................................................... 65
Bagian Keduan: KONFLIK ANTAR UMMAT BERAGAMA DI AMBON DAN
MALUKU ........................................................................................ 97
Pendahuluan................................................................................... 99
1. Latar Belakang Konflik............................................................ 101
2. Akar Permasalahan Tragedi Berdarah.................................. 105
3. Proses Terjadinya Kerusuhan dan Perkembangannya....... 113
4. Cara Pandang Pimpinan TNI Tentang Kepemimpinan Putra Daerah 125
5. Kerusuhan Kedua ................................................................. 129
6. Posisi RMS, PDI-P dan Gereja Protestan Maluku ............ 137
7. Dasar Hukum Melakukan Pembelaan Agama Bagi Ummat
Islam........................................................................................ 143
8. Sikap Damai Ummat Islam.................................................. 149
9. Penanganan Kerusuhan oleh Aparat Keamanan dan
Pemerintah Daerah ............................................................... 151
10. Penyelesaian Mudah Yang sengaja dipersulit .................. 159
11. Bukti-bukti Pihak Kristen sebagai Perencana dan

15
Pelaku Kerusuhan................................................................. 165
12. Kondisi Keamanan pada Akhir Desember 1999............... 173
13. Perkembangan ke depan ..................................................... 181
Kesimpulan................................................................................... 184
Lampiran-Lampiran .................................................................... 185
Bagian Ketiga: KONSPIRASI GPM, RMS, PDI-P DALAM KONFLIK BERDARAH DI
MALUKU JULI-DESEMBER 1999............................................ 231
Pendahuluan ................................................................................. 233
1. Kekeliruan Melihat Akar Permasalahan dan
Akibatnya yang Fatal bagi Ummat Islam ........................... 235
2. Kondisi dan Konflik Elit Mengorbankan Ummat ............. 245
3. Peningkatan Kondisi yang Terus Memburuk .................... 251
4. Keterkaitan GPM, RMS dan PDI-Perjuangan .................... 255
5. Semakin Tampak Peran RMS .............................................. 259
6. Jangan Mau Ditipu Nasrani Lagi ......................................... 271
7. Penyelesaian Sendiri .............................................................. 275
8. Masih Adakah Damai ............................................................ 283
9. Situasi Terakhir Pada Bulan Desember 1999 ...................... 291
10. Membangun Diri Sendiri....................................................... 295
Kesimpulan dan Penutup ........................................................... 303
Lampiran-lampiran...................................................................... 305

IDUL FITRI BERDARAH DI AMBON 19


JANUARI ‘99 M/1 SYAWWAL 1419 H
PENDAHULUAN

P ADA awal bulan Ramadhan 1419

akan ada gerakan pengusiran Suku BBM (Bugis, Buton dan Makasar) dari Maluku,
H terdengar isu, bahwa

khususnya pulau Ambon. Bersamaan dengan tersebarnya isu tersebut, diikuti dengan
berdatangannya ratusan orang preman dari Jakarta, menggunakan Kapal Pelni K.M.Lambelu, 16
Desember 1998. Menyusul setelah itu, tersiar pula adanya orang kiriman yang menggelisahkan
masyarakat kota Ambon.
Pada tanggal 12 November 1998 terjadi kasus Wailete, yaitu dise- rangnya perkampungan
masyarakat Bugis, Buton dan Makassar yang beragama Islam di desa Wailete. Hanya karena
alasan sepele yang tidak ada kaitannya dengan masyarakat Hative Besar (Kristen) sebagai
penyerang. Berturut-turut setelah itu terjadi peristiwa desa Bak Air, yaitu penyerbuan ke arah
perkampungan Muslim yang dilakukan oleh penduduk kampung Kristen Tawiri, yang hanya
berjarak delapan buah rumah saja. Penyebab timbulnya peristiwa tersebut, gara-gara seorang
penduduk kampung yang beragama Islam melempar babi yang masuk ke kebun warga desa
Bak Air.
Kedua peristiwa di atas,telah menimbulkan keprihatinan masyara- kat Islam di kota Ambon
dan sekitarnya, yang segera akan memasuki bulan suci Ramadhan. Apalagi penyelesaian yang
diharapkan dari POLRI tidak jelas ujung pangkalnya, tidak transparan bahkan tak ada
pengusutan yang memadai, dan juga tidak pernah dinyatakan siapa pelaku serta dalang di
balik semua itu. Harian Suara Maluku hanya 2 kali memberitakan kasus ini secara sepintas,

16
padahal kasus ini ter- masuk besar dan bernuansa SARA. Kenyataan ini akhirnya diketahui,
bahwa pemberitaan Suara Maluku selalu bersikap memihak bahkan memprovokasi orang Islam,
karena Suara Maluku jelas media kelom- pok Kristen untuk memenangkan opini dengan terus
menerus melaku-kan pembelaan terhadap aksi Kristen, dan kemudian menyudutkan kelompok
Islam yang justru sejak awal kejadian selalu berada dalam posisi sebagai sasaran penyerangan.
Ummat Islam menilai adanya perlakuan diskriminatif dan bahkan ada kecenderung dari
pihak TNI untuk dengan sengaja tidak mengusut kasus ini, karena khawatir akan berhadapan
dengan sesuatu kekuatan yang sangat besar. Masyarakat Muslim merasakan adanya upaya
melemahkan semangat aparat keamanan agar rencana mereka dapat dilanjutkan, terbukti
dengan adanya tekanan serta penghujatan terha-dap eksistensi TNI, terutama dalam kasus
demonstrasi mahasiswa pada tanggal 18 November 1998 ke Makorem 174/Pattimura, dan rapat
Muspida tanggal 20-11-1998 malam. Penyelesaian kasus kriminal nya saja tidak jelas, jangankan
membongkar akar permasalahan. Sementara di sisi lain tidak tampak adanya campur tangan
para tokoh masyarakat atau agama dari pihak Kristen untuk menyelesaikan pe-langgaran yang
terjadi, apalagi meminta maaf padahal kasus Wailete adalah peristiwa penyerangan terhadap
Ummat Islam yang tidak bersalah oleh kaum Kristen, sehingga wajar jika peristiwa ini mung-
undang kecurigaan sebagai aksi pancingan, apakah ummat Islam akan bereaksi atas hantaman
terhadap massa Islam tersebut atau tidak.
Peristiwa ini telah menimbulkan kerugian material, dengan ter- bakarnya puluhan rumah
beserta seluruh isi yang terdapat di dalam- nya. Para penghuninya hanya mampu
menyelamatkan nyawanya de-ngan membawa pakaian yang melekat di badan, di samping
kerugian moril (immaterial) yang tidak kecil.
Sebagaimana peristiwa Wailette, kasus Bak Air juga tidak ada pe- nyelesaiannya sehingga
kedua kasus di atas betul-betul telah menim- bulkan kecurigaan tentang apa yang sedang
terjadi, akibat ketidak puasan yang bukan saja berkembang di antara suku BBM dengan
masyarakat desa Hative Besar dan Tawiri, tetapi juga solidaritas um- mat Islam di kota Ambon
terpicu semakin panas.
Selain itu haruslah disadari bahwa ummat Islam tidak seluruhnya berada dalam kendali
para tokoh-tokohnya. Hal ini disebabkan antara lain, tidak adanya organisasi pemersatu yang
mapan dan berperan, kemudian banyaknya ormas Islam yang menyebabkan tidak efektif
bahkan tidak jelas keanggotaannya dalam masyarakat, dan aktifitas utama hanya pada
musyawarah pergantian pengurus yang berakibat juga pada lemahnya ukhuwah di antara para
tokoh. Para tokoh yang tidak bersatu serta belum adanya tokoh pemersatu yang dapat
mengayomi semua itu, menyebabkan tidak segera muncul reaksi apapun yang secara sungguh-
sungguh membela masyarakat Islam di kedua desa tersebut. Ini adalah kelemahan Ummat
Islam akibat ulah para tokohnya sendiri, sehingga pada gilirannya yang menjadi korban adalah
rakyat kecil.
Sebaliknya yang terjadi pada golongan masyarakat Kristen yang berada di bawah organisasi
gereja GPM (Gereja Protestan Maluku). Keadaannya cukup mapan, mampu melakukan upaya
pembinaan terhadap segenap ummatnya sehingga melalui wadah gereja ini, semua upaya
pembinaan dapat mencapai sasarannya dengan baik dan efektif. Ibarat air PAM yang mengalir
lancar melalui pipa-pipa leding, dapat mencapai kran terakhir tanpa kendala di setiap rumah
warga.
Pekerjaan yang besar ini pasti dilakukan oleh suatu organisasi yang telah disiapkan dan
keberadaannya cukup solid. Program penghancuran Ummat Islam di Ambon ini pasti telah
dijabarkan dengan baik, disiapkan orang-orang yang telah dilatih, tiap pelaku tahu betul harus
berbuat apa, kapan dan bagaimana melaksanakannya. Tanpa persiapan yang matang mustahil
pekerjaan besar dan kompleks ini dapat berjalan dengan begitu berhasil. Oleh karena itu
kerusuhan Ambon bukan hal yang terjadi secara kebetulan, apalagi dimulai dari peristiwa 19
Januari 1999. Peristiwa ini pasti suatu gagasan besar oleh suatu organisasi besar, ditopang
dengan dana yang kuat dan berdasarkan pengalaman bangsa Indonesia, kekaca-uan besar di
dalam negeri selalu didukung bahkan diprakarsai oleh kekuatan asing.
Pada bagian pertama dari naskah ini, berusaha menganalisis informasi yang tersebar luas di
masyarakat, fakta-fakta dan sejumlah data yang ditemukan secara mudah di lapangan. Analisis
ini sampai kepada sejumlah kesimpulan berupa rencana strategis, pola operasi, babak serta
tahapan pelaksanaan di lapangan, sasaran-sasaran yang dirancang dengan baik sehingga dapat

17
disimpulkan pula, bahwa peristiwa berdarah ini dilakukan oleh suatu kekuatan tertentu guna
mencapai tujuan politik dengan menjadikan Ummat Islam di Ambon sebagai objek atau sasaran
mereka.
Analisis ini juga dimaksudkan guna menemukan jawaban atas adanya dugaan, bahwa
peristiwa ini terjadi setelah melalui suatu perencanaan canggih, menggunakan kekuatan yang
disiapkan jauh sebelumnya, untuk digelar dengan skenario yang telah disiapkan pula, sejak
babak pertama hingga babak kesekian. Oleh karena itu, sekiranya ada sejumlah tokoh Kristen
memberikan reaksi tertentu, maka secara apologis, hal seperti itu sudah termasuk dalam
skenario yang dimainkan menurut areal babakannya.
Kebenaran dari analisis ini sangat tergantung pada hasil pembong- karan oleh aparat
keamanan, terutama setelah melalui proses hukum. Jadi yang perlu dikejar oleh TNI adalah
aktor intelektual serta organi- sasi pelakunya. Terlambat sedikit saja penanganan kasus ini akan
semakin mempersulit pembongkarannya, apalagi pejabat yang ditun- juk untuk itu adalah
pejabat yang bermasalah. Kasus ini akan sulit di selesaikan oleh pejabat asal Ambon karena
menyangkut Agama.
MAKSUD DAN TUJUAN
Tulisan ini, terutama dimaksudkan sebagai upaya mengangkat permasalahan yang terjadi
secara objektif, guna memahami dan men-dalami konsep strategi masing-masing pihak yang
bertikai, selanjutnya untuk menemukan siapa penggerak dan apa motif dan tujuannya, serta
akibat apa saja yang menimpa Ummat Islam yang dizalimi. Dengan demikian akan dapat
dicarikan pemecahan yang berlingkup strategis untuk membangun kembali kondisi Ummat
Islam ke arah yang lebih baik, tangguh dan ulet mempertahankan hak hidupnya, serta upaya
mempertahankan Maluku sebagai bagian utuh dari Nega-ra Kesatuan Republik Indonesia.
Adapun pemerintah dan aparat keamanan, dalam peristiwa ini harus dilihat secara obyektif
dan ditangani secara tuntas, baik pada aspek hukum, politis maupun pertahanan dan
keamanan negara, me-ngingat Maluku adalah bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sehingga tidak ada tempat bagi ide separatis, mereka harus ditumpas sejak
dini sebelum membesar dan menjadi kuat.
Bagi tokoh Muslim asal Maluku dimanapun mereka berada, harus dapat melihat persoalan
ini sebagai persoalan bersama, yang memer-lukan kesatuan pendapat dan sikap agar kasus ini
tidak di tepiskan begitu saja. Penulis berpendapat bahwa kerusuhan besar di Ambon ini bukan
terjadi secara kebetulan, tetapi adalah konspirasi besar, se-dangkan ummat Islam di Ambon
hanya sebagai objek, jadi perlu dipa-hami bahwa sesungguhnya nasib yang menimpa ummat
Islam di Ambon ini merupakan masalah ummat Islam se-Indonesia, jangan kami ditinggalkan,
kami terlalu kecil untuk dimangsa Kristen se-Indonesia dengan konspirasi Kristen sedunia. Kita
harus menuntut penyelesaiannya, dipertanggung jawabkan dan aturan hukum di tegakkan.
Inilah peluang yang paling baik untuk memperbaiki nasib Ummat Islam Maluku, agar dihari-
hari mendatang Ummat Islam di Maluku terangkat harkat dan martabatnya sebagai pewaris
dari para pejuang bangsa yang dengan gigih dan gagah berani melawan penjajah, walau harus
menerima konsekuensi berat, seperti perlakuan tidak adil sehingga tertinggal sumber daya
manusia serta terabaikan hak dan harkat kehidupannya

SEJARAH KONFLIK ISLAM-KRISTEN DI MALUKU

NASIB yang menimpa Ummat Islam di Maluku sekarang ini,


bukan semata-mata disebabkan sebagai akibat alamiah, melainkan ada sebab-sebab tertentu
dan pasti. Barangkali kita perlu mengkaji sebab musabab itu agar dapat memotivasi kita semua
untuk mencari solusinya. Dengan memiliki cendekiawan muda yang penuh energi dan gairah
serta kepeduliannya kepada nasib Ummat Islam yang besar, merupakan asset berharga. Jika
selama ini cendekiawan muda belum berperan, hal itu lebih banyak disebabkan karena
keberadaan mereka, ibarat sapu lidi yang terurai satu persatu. Bila saja sapu ini dapat

18
dihimpun dalam berkas yang utuh maka pasti ia amat bermanfaat. Mereka inilah yang bertugas
menghidupkan kembali semangat perjuangan leluhur untuk memper-juangkan harkat,
martabat dan milik bangsanya. Demikian pula sebagai upaya mempertahankan aqidah dari
gerakan Penginjilan dengan tekanan yang keras di waktu lalu.
Kita harus bangga bahwa di pulau Banda, leluhur kitalah yang meletakkan batu pertama
perjuangan besar bangsa Indonesia melawan penjajah sampai tercapai Indonesia Merdeka.
Mengangkat parang, tombak dan membidik panah melawan penjajah dimulai dari Maluku
dengan teriakan Allahu Akbar. Oleh karena itu kita juga punya hak untuk mendapatkan hidup
yang lebih baik di alam kemerdekaan ini. Dan untuk itu kita mesti berbuat lebih baik lagi. Maka
jangan melihat ini sebagai masalah kriminal yang sepele, tetapi lihatlah dalam konste- lasi yang
lebih luas dan menjangkau ke depan.
PERJUANGAN UMMAT ISLAM MALUKU MELAWAN PENJAJAH
BELANDA

Perdagangan Rempah-rempah.
Jauh sebelum Bangsa Eropa tiba di Maluku, para saudagar Nusan-tara telah berdagang
penuh kedamaian dengan masyarakat atau kera-jaan-kerajaan Islam di Maluku. Penyebaran
agama Islam dilakukan dengan penuh perdamaian, sehingga relatif segenap masyarakat
Maluku telah memeluk agama Islam. Pada tahun 1512 mulailah bang- sa Portugis menemukan
Maluku (Banda) dengan maksud mendapat- kan rempah-rempah langsung di bumi
penghasilnya, kemudian datanglah penjajah Belanda pada tahun 1605.
Perlawanan Fisik Bersenjata.
Perdagangan yang semula damai, berkembang menjadi bentrokan fisik karena sikap
monopoli yang disertai penyebaran agama Kristen oleh pihak Belanda dengan menggunakan
kekuatan bersenjata. Mulai- lah terjadi sejumlah peperangaan yang bukan saja untuk
memperta- hankan kedaulatan kerajaan-kerajaan Islam di Maluku, tetapi juga berjuang
mempertahankan aqidah agamanya.
Perlawanan dari Kerajaan-kerajaan Islam seperti Perang Hitu (1502-1605), Perang Banda
(1609-1621), Perang Hoamual (1625-1656), Perang Wawane (1633-1643), Perang Kapaha (1636-
1646), Perang Alaka (1625-1637), Perang Iha (1632-1651), dan sejumlah perang yang dilancarkan
oleh beberapa kesultanan di Maluku Utara, dan terakhir Perang Tidore (1780-1805) yang
dipimpin oleh Nuku yang sempat menunjukkan kekuatan dan kebesarannya. Sejumlah
pahlawan perang Ummat Islam seperti Pattiwane, Kakiali, Gimelaka Laliato, Gimelaka Lulu,
Tulukabessy, Kiayi Lessy, Rijali, Khairubia, Kapitan Ulupaha, Sudardi Monia Latuwirinnyai,
Sultan Babullah, Sultan Khairun dan terakhir Sultan Nuku adalah para pemimpin perang yang
gagah berani mampu mengalahkan penjajah di banyak medan pertempuran.
Kerajaan-kerajaan Islam, pada akhirnya secara bertahap dapat dikalahkan satu persatu
terutama oleh VOC yang kemudian menjadi Kompeni menggantikan kedudukan Portugis,
dengan memiliki armada dan kekuatan perang yang tangguh. Kegiatan perdagangan diwarnai
pula dengan missi penginjilan secara paksa yang dimulai dengan perkumpulan dagangnya
VOC. Perlawanan masyarakat dan kerajaan Islam di Maluku kini berkembang menjadi perang
memper- tahankan aqidah.
VOC dan Kompeni Penjajah
VOC sebagai organisasi dagang digantikan oleh Kompeni dengan kekuatan bersenjata yang
besar, meningkatkan penindasan terhadap Ummat Islam di Maluku yang tiada tara sampai
hampir tak kuasa lagi menerimanya, namum perlawanan terus berlanjut walau tidak mampu
lagi mengangkat senjata.
Perlawanan Non Fisik / Tak Bersenjata.
Kerajaan-kerajaan Islam di Maluku telah berhasil dihancurkan satu demi satu, tetapi tidak
demikian dengan semangat kebenciannya terhadap penjajah yang telah merenggut
kemerdekaan mereka sekali- gus memaksakan keyakinan yang bertentangan dengan paham ke-
Tauhidan Islam. Bersamaan dengan kekalahan kerajaan-kerajaan Islam di Maluku terjadilah
peperangan oleh kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan melawan
kolonial Belanda. Kera-jaan-kerajaan inipun mengalami nasib yang sama, yaitu dikalahkan dan

19
ditaklukkan. Para pejuang yang tertangkap dibuang ke berbagai daerah di luar Jawa di
antaranya Maluku. Sebagai pejuang mereka tidak pernah mau berhenti memerangi Belanda,
dan sebagai pemim-pin dalam suatu peperangan mereka pasti menyandang gelar Kiyai atau
pemuka agama.
Dengan modal semangat perlawanan (pejuang) dan keahlian ilmu agama Islam (Kiyai)
mereka menyusup ke dalam Ummat Islam di Maluku dengan alasan kegiatan keagamaan,
tetapi sesungguhnya mereka memimpin dan menggerakkan perlawanan terhadap Belanda
secara non fisik/tanpa bersenjata. Terakhir sekali adalah kedatangan Pangeran Diponegoro
dengan rombongan sebagai buangan, dan bersama pengikutnya berdiam di kampung yang
sekarang bernama Kampung Diponegoro, yang semula tempat itu bernama Ajeng berubah
karena pengaruh dialek Ambon menjadi Ajang. Para pejuang ini memimpin Ummat Islam di
Maluku untuk melakukan aksi pembangkangan yang memberikan pukulan berat bagi pihak
penjajah. Perlawanan non kooperatif/pembangkangan, yaitu bentuk perlawa-nan secara diam-
diam, yakni menolak bekerjasama dalam bentuk apa pun dengan penjajah serta merongrong
pada aspek-aspek tertentu dengan tujuan melemahkan dan menggerogoti wibawa serta
kekuatan pemerintah Belanda.
Perlawanan ini efektif pada 20-30 tahun pertama, saat para pemim-pinnya aktif memberikan
petunjuk, arahan dan dorongan semangat. Namum perlawanan yang memakan waktu seratus
tahun lebih terse-but menjadi kurang efektif, sebab kurang memiliki daya tahan, tidak ada
pembentukan kader dan pemimpin lapangan yang akan melan-jutkan perlawanan tersebut.
Kegagalan membentuk pemimpin Pelan-jut, mengakibatkan perlawanan menjadi kurang
terarah dan tidak punya tujuan yang jelas. Apa yang terus bergelora adalah semangat mereka
untuk tidak mau bekerja sama dan membangkang saja.
Pada waktu itu tidak ada Ummat Islam yang bersedia menjadi serdadu Belanda, guru dan
pekerjaan-pekerjaan yang berada di bawah kendali Belanda. Ummat Islam lebih memilih
pekerjaan non formal seperti nelayan, pedagang kecil (wiraswasta), tukang dan sejenisnya.
Bahkan bersekolahpun ditolak, Ummat Islam lebih memilih pengajian dan Madrasah. Di luar
Maluku, orang lebih mengenal orang Ambon adalah Kristen, hal ini disebabkan oleh serdadu
Belanda asal Maluku yang bertugas di luar Maluku (Jawa,dsbnya) relatif tidak ada yang
beragama Islam, sehingga yang terjadi ibarat gayung bersambut.
Dalam kisah perlawanan tanpa senjata ini, barangkali perlu kita telusuri adanya beberapa
marga (Vam) di kota Ambon yang bukan marga asli dari Maluku seperti Betawi, Bandung,
Cirebon, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Padang, Diponegoro, Aceh dan sebagainya. Yang
jelas marga tersebut menunjukkan darimana mereka berasal, sebab waktu itu semua orang
harus mempunyai vam, mereka yang tidak mempunyai vam memilih daerah asal mereka
sebagai vam. Siapakah mereka ini, sekurang-kurangnya sebagiannya adalah para pejuang yang
dibuang oleh Belanda dulu yang memimpin Ummat Islam di Maluku melakukan aksi
pembangkangan/non kooperatif. Tanyalah para tetua kita, bagaimana orang Waihaong, Talake,
Silale, Soabali, Batu Gajah (Diponegoro) Batu Merah, Pardeis dsb belajar silat? Mereka belajar
tertutup dalam rumah atau di halaman belakang agar tidak diketahui kaum Nasrani. Bila ada
Nasrani yang datang, latihan segera dihentikan agar tidak diketahui jurus-jurusnya. Jadi para
tetua itu belajar untuk menghadapi Penjajah Belanda (dibenaknya) dan kaum Nasrani. Persis
seperti kisah dalam serial film Si Pitung dari Marunda
Perlawanan terhadap penjajah Belanda yang berlangsung lebih 100 tahun itu, sebagian
besar berlangsung tanpa koordinasi, bahkan tanpa pemimpin yang jelas sehingga semangat
melawan pemerintah kolonial tanpa disadari, berubah arah dan tujuannya. Sikap Ummat Islam
yang tampaknya kurang partisipatif saat ini, tidak lepas dari peninggalan masa lalu itu, yang
membentuk watak dan karakter sebagian besar di antara mereka, sehingga terhadap
pemerintahan sendiripun mereka juga kurang memberikan partisipasi yang berarti. Banyak
kerugian yang diderita Ummat Islam akibat proses perjuangan panjang tanpa koordinasi dan
pimpinan ini, yang pada akhirnya menghasilkan kon- disi yang amat tidak menguntungkan
seperti yang kita alami sekarang
Ummat Islam di Maluku tertinggal hampir di semua aspek kehi- dupan berbangsa dan
bernegara secara fisik, tampak maupun yang tidak tampak tetapi terasa sebagai suatu
kenyataan. Setelah Indonesia merdeka, Ummat Islam di Maluku mencapai banyak kemajuan di
semua sektor, tetapi kita harus mengakui bahwa dibandingkan dengan Ummat Kristen kita

20
terlalu terlambat, ibarat berlomba dengan kaum yang menggunakan kendaraan, sedang kita
berjalan kaki. Dengan demikian jarak ketertinggalan kita dari hari ke hari kian jauh, sehingga
barangkali kondisi ini dapat memicu kecemburuan sosial. Di sisi lain kemajuan yang diperolah
Ummat Islam, terutama munculnya generasi muda cendekiawan merupakan saingan bagi
pihak Kristen yang walau pun dalam skala rendah, mereka melihatnya sebagai ancaman yang
membahayakan. Merasa adanya ancaman (yang sesungguhnya tak seberapa besar), maka
kerukunan yang selama ini terjalin mulai goyah. Pihak Kristen melakukan aksi penghambatan
dengan menutup peluang bagi yang Islam di berbagai sektor strategis. Ketidak adilan ini
semakin terasa, sementara yang Islam hanya dapat merasakan tetapi tidak ada upaya nyata
untuk mengatasi persaingan itu. Lebih diperparah lagi, bahwa barisan Ummat Islam masih
tercerai berai, para cendekiawan yang berkualifikasi pemimpin masih amat terbatas.
Hambatan terberat ke dalam tubuh Ummat Islam justru karena sikap non partisipatif itu.
Sebagai contoh riel, dapat kita saksikan pada prosentase kontingen Pekan Olah Raga Maluku.
Peserta yang beragama Islam hanya sekitar 10% saja, padahal mereka bukan tidak punya
kemampuan untuk menjadi atlet berprestasi, tetapi mereka tidak tertarik untuk ikut
berpartisipasi

KONDISI DAN REALITAS BUDAYA


YANG KURANG MENGUNTUNGKAN

ADA beberapa kondisi obyektif serta realitas budaya yang


tidak menguntungkan sehubungan dengan kondisi kemasyarakatan antara masyarakat yang
beragama Islam dengan yang beragama Kristen. Kondisi seperti ini diketahui oleh setiap tokoh
muslim di Ambon-Maluku,tetapi tidak pernah ada upaya nyata untuk mengan-tisipasinya,
bahkan cenderung memandangnya secara tidak obyektif dan proporsional, demi kepentingan
politis ataupun intres tertentu. Kondisi yang tidak menguntungkan ini telah berlangsung dalam
rentang waktu yang panjang dan lama, sehingga menimbulkan akibat yang cukup serius, ibarat
api dalam sekam. Kondisi budaya yang dimaksud dapat disebutkan di sini antara lain:

Budaya Pela Gandong


Menurut kisah para tetua adat, budaya Pela adalah suatu pernyataan kekerabatan atau
persaudaraan mutlak, suatu semboyan yang memiliki kekuatan pengikat dalam membentuk
persatuan dan kesatuan di antara mereka yang ber-Pela, dengan sanksi apabila lara-ngan-
larangan (yang ditabukan) dilanggar, maka akan berakibat fatal bagi yang bersangkutan. Oleh
karena itu para leluhur betul-betul menjaga diri untuk tidak melanggar. Tetapi generasi muda
yang hidup di alam modern ini banyak yang tidak lagi yakin akan sejumlah pantangan itu, dan
ternyata mereka biasa-biasa saja, tidak mendapat atau terkena gangguan apapun.
Pada era orde baru, Pela telah digunakan sebagai alat politik untuk kepentingan elit kekuasaan,
dalam hal seperti itu pihak Islam tentu jadi objek garapan.
Karena itu terbuailah kita orang Ambon (Maluku bagian tengah), percaya adanya kekuatan
metafisis. Beberapa tokoh Islam amat mera-gukan apa yang dikatakan Pela itu, karena
kenyataan di lapangan Ummat Islam selalu diperlakukan tidak adil, seperti penderitaan yang
dialami ketika dijajah RMS. Ummat Islam dibunuh, kampung dan Masjidnya dibakar.
Perlakuan tidak adil yang terjadi sampai hari ini, ternyata saudara Pela tidak pernah membela
saudaranya yang disiksa ataupun dibunuh. Akan tetapi anehnya, sejumlah tokoh Islam dengan
lantangnya memuji budaya Pela, karena takut tergeser dari jabatan.

21
Dengan taktik Pela Ummat Islam berhasil dinina bobokkan ratusan tahun, dan tetap tertidur
pulas di era reformasi ini. Allah S.W.T telah murka kepada pemimpin yang menipu ummatnya.
Secara matematis, Pela juga tidak memiliki daya kohesifitas, karena Pela adalah hubungan desa
A dan desa B saja, jadi tidak membuat jaring yang rapat, dari segi prosentase terlalu kecil untuk
bisa berperan sebagai perekat. Kepercayaan kepada Pela telah membuat kita membohongi diri
sendiri dan tidak waspada terhadap niat busuk golongan Kristen yang memusuhi Ummat
Islam berabad-abad lamanya, yang akhirnya kita terima sebagai penderitaan teramat berat
pada tanggal 1 Syawal 1419 H yang dikenal dengan nama Tragedi Idul Fitri Berdarah.
Penulis dengan yakin berpendapat demikian karena apabila daya kohesifitas itu benar adanya,
maka ummat Kristen tidak mungkin terprovokasi untuk membunuh saudara Pelanya.
Jadi ternyata Pela itu telah digunakan secara efektif sejajar dengan perlakuan ketidak adilan dan
diskriminatif, sehingga tertutup semua tipu daya mereka.
Setahun menjelang peristiwa berdarah ini, Pela telah diintrodusir oleh pihak Kristen dengan
Gandong. Maka jadilah Pela-Gandong, yaitu suatu penegasan bahwa antara yang Islam dan
Kristen itu saudara sekandung, sehingga lagu pun diciptakan sebagai lagu wajib di tiap acara
pertemuan. Pela–Gandong begitu gencar dipopulerkan, tetapi akhirnya dapat kita deteksi
sebagai langkah pematangan situasi untuk suatu niat jahat pada 1 Syawal 1419 H yang lalu.
Sesuatu yang amat dibuat-buat lagi, adalah tudingan yang dialamatkan kepada suku Bugis,
Buton, Makasar, Jawa dan Sumatera, sebagai orang-orang yang, “Telah merusak Pela-Gandong
budaya leluhur orang Maluku”. Sesungguhnya suku-suku pendatang itu termasuk dari Maluku
Utara dan Maluku Tenggara tidak ada urusan dengan Pela Gandong. Mereka tidak
mengenalnya, tetapi terbukti mereka lebih rukun dibandingkan orang-orang asli Maluku yang
terus menerus bermusuhan. (Penjelasan lebih rinci ada pada bagian lampiran !)
Republik Maluku Selatan (RMS) sebagai Broker
RMS adalah negara boneka ciptaan Belanda agar memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Ummat Islam menentang habis-habisan walaupun banyak korban nyawa,
harta dan moril. Karena itu Ummat Islam dimusuhi dan secara sistematis akan dihan-curkan,
sebab dalam perhitungan mereka, mustahil RMS bisa eksis bila lebih dari ± 50% rakyatnya
menolak. Maka dimulailah penindasan tak berperi kemanusiaan, dan Ummat Islam
menerimanya dengan pasrah, karena merasa tak berdaya untuk melawan.
RMS sesungguhnya adalah akronim dari Republik Maluku Sarani (Nasrani dalam
ungkapan orang Maluku). Kebencian Ummat Kristen terlihat dalam bentuk kekejaman
pemerintahan RMS yang pejabatnya dan angkatan perangnya 99,9 % beragama Kristen. Korban
kekejaman RMS persis sebagaimana yang diderita Ummat Islam dalam Tragedi Idul Fitri
Berdarah ini. Saling membenci itu masih terasa karena ternyata RMS yang terselubung (latent)
sesungguhnya masih eksis. RMS telah ikut berperan dalam Tragedi Idul Fitri Berdarah, bahkan
justru sebagai dalang utama. Ini bukan sekedar dugaan tanpa alasan. Pada waktu
demonstrasi, 18 November 1998, dapat dengan jelas dan terang-terangan kita saksikan mereka
meneriakkan “Hidup RMS”, Mena Moeria Menang. Bukti lainnya, bertebarannya sejumlah
tulisan “Hidup RMS” yang sengaja dipamerkan di jalan-jalan, begitu juga pengibaran bendera
RMS secara berani di Gunung Nona. Apabila benar RMS di balik tragedi ini, maka tidak
mungkin bagi Ummat Islam menerima ide separatis. Oleh karena itu Ummat Islam di Malu-ku
akan berjuang habis-habisan melawan pihak yang ingin melepaskan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hendaklah kita lebih jeli melihat latentnya RMS sebagai suatu ide separatis
yang tetap hidup di hampir semua isi kepala tokoh Kristen. Atas dasar ini, maka jelas adanya
suatu konspirasi besar untuk kepentingan politik Kristen Indonesia, dan dalam kerusuhan
Ambon, dapat dipastikan Brokernya para pendukung atau agen-agen RMS.
Suku Bugis, Buton, Makasar dan Lapangan Pekerjaan
Sejak zaman penjajahan Belanda, masyarakat Kristen Maluku merupakan anak emas, yang
mendapatkan perlakuan istimewa oleh sebab kesetiaan mereka kepada majikan penjajahnya,
sehingga diang-kat sebagai prajurit-prajurut kepercayaan, dan para ambtenar. Itulah sebabnya,
banyak dari mereka menduduki pekerjaan kantoran, sedang pekerjaan non formal kurang
diminati.

22
Suku Bugis, Buton dan Makasar (selanjutnya disingkat BBM) meli- hat adanya peluang yang
baik untuk mencari nafkah di Maluku khusus nya Ambon dan sekitarnya, sebagai pusat
kegiatan pemerintah- an, perdagangan, pendidikan dan sebagainya.
Karena kegigihan, keuletan dan ketrampilan di bidang yang dite-kuni tanpa kenal lelah itu,
mereka sangat berhasil pada aspek sosial ekonomi, yang tentunya berdampak pada aspek
lainnya.
Apabila mau jujur, masih ada suku lain lagi yang sama uletnya dengan suku BBM ini, yaitu
suku Toraja yang beragama Kristen. Maka jika masyarakat Maluku merasa tergeser dalam
berbagai bidang usaha, sesungguhnya mereka sedang bersaing menghadapi 6 suku yaitu BBM,
Jawa, Sumatera dan Toraja yang hampir merebut semua pekerjaan di bidang sarana umum,
termasuk pengemudi angkutan kota yang + 60% adalah suku Buton, dan hampir 100%
pengemudi becak. Meningkatnya kondisi sosial ekonomi keenam suku tersebut menimbulkan
gesekan dengan masyarakat Maluku/Ambon khususnya yang beragama Kristen. Sedangkan
yang beragama Islam dapat menerimanya, karena mereka berada pada pekerjaan non formal
lainnya bahkan menyatu dengan keenam suku pendatang tersebut sejak ratusan tahun lalu.
Kecenderungan ini terus berkembang dengan posisi keenam suku tersebut semakin kuat. Bila
pada rencana pengusiran pendatang hanya suku BBM saja yang diangkat ke permukaan, maka
dalam pelaksanaannya terdapat 5 suku yang dibabat yaitu Bugis, Buton, Makassar, Jawa, dan
Sumatera. Adapun suku Toraja tidak dijadikan sasaran, tentu bukan tanpa alasan, sebab suku
ini beragama Kristen.
Meningkatnya tingkat kehidupan suku BBM dan Jawa, Sumatera ini telah menimbulkan
kecemburuan sosial yang tidak masuk akal.
Kediaman Masyarakat BBM pada Lokasi Rawan Konflik
Dahulu di Maluku masyarakat Islam dan Kristen terpisah mutlak dalam pemukiman yang
berbeda (Homogen). Hal ini disebabkan sejarah perjuangan Ummat Islam yang menentang
Belanda, sedangkan Kristen yang lebih akomodatif dan bekerjasama. Selain itu penyebaran
agama Kristen yang memboncengi kolonisasi/penaklukan membuat desa Islam dan Kristen
menjadi terpisah.
Suku BBM dan pendatang lainnya sukses dalam perbaikan sosial ekonomi, sehingga
berhasil membeli tanah dan membuat rumah serta mengembangkan usaha. Karena
keterbatasan tanah dan tidak pernah berpikir adanya kerukunan hidup antara ummat
beragama yang semu sebagai akibat sejarah masa lalu, mereka membangun rumah sampai ke
tengah perkampungan Kristen, atau mengelompok dalam jumlah kecil di dekat kampung
Kristen. Karena itu kecemburuan berkembang di lahan subur. Sebagai masyarakat yang
beragama Islam dan Kristen bertetangga sesungguhnya mereka berada pada kondisi rawan
sebab kerukunan yang ada terlalu semu. Apa yang kita saksikan dalam Tragedi Idul Fitri
Berdarah ini telah menjadi bukti akan kekhawatiran yang selama ini menggantung.
Kerukunan Hidup Antar Ummat Beragama yang Semu
Memang benar, pernah disuatu masa dahulu, kehidupan antar ummat beragama di Maluku
begitu baik sehingga sering dijadikan contoh sebagai yang terbaik di Indonesia, bahkan
tentunya terbaik sedunia. Akan tetapi, yang sebenarnya terjadi bukan suatu kerukunan tetapi
terpaksa rukun, karena pihak Islam sejak dijajah Belanda memang tak berdaya dalam banyak hal,
termasuk tidak berdaya tampil membela hak asasinya, sehingga menerima begitu saja
perlakuan yang tidak adil ini. Persaingan hidup terus berjalan secara tidak fair, karena pihak
Kristen menguasai posisi-posisi kunci di lembaga pemerintah, sementara kaum muslimin
diperlakukan secara diskriminatif.
Itulah gambaran kerukunan masyarakat Islam Maluku, sesudah RMS berhasil membangun
diri, pelan tapi pasti walau dalam kuantitas yang lebih kecil. Takut tersaingi membuat
kerukunan itu menjadi semu, walau kita tetap berpura-pura amat rukun karena malu sebagai
contoh terbaik se-nusantara. Ketidak rukunan itu terus meningkat karena perebutan peluang
maju dimana yang muslim selalu terkena diskriminasi dan ketidakadilan karena kelompok
Kristen memang sejak dulu telah menduduki posisi penting yang enggan mereka lepaskan, dan
mereka sadar bahwa memberikan peluang kepada generasi muda Islam akan mengancam
dominasi mereka di masa depan, lebih-lebih dengan adanya kenyataan, bahwa Islam sebagai
mayoritas di bumi Indonesia, semakin menambah kekhawatiran mereka. Diskriminasi itu

23
dapat dilihat nyata dimana hampir semua instansi pemerintah didominasi pihak Kristen. Inilah
wujud pembo- hongan diri, sengaja tidak mau melihat kenyataan bahwa kerukunan itu semu
dan dipaksakan. Para tokoh Islam tidak pernah mengantisi- pasi ancaman yang berbahaya ini,
karena persatuan dan kesatuan di antara tokoh Islam yang dapat berfungsi sebagai faktor
penangkal, masih memerlukan penanganan yang lebih baik lagi.
Perlakuan tidak adil itu tampak mencolok pada instansi Peme-rintah yang vital seperti
bidang pendidikan yang menyiapkan SDM. Di bawah ini terlihat kondisi di Universitas
Pattimura.

No Fakultas Jumlah Dosen Jumlah Keterangan


Islam Kristen

1. HUKUM 1 74 75
2. TEKNIK 4 71 75
3. PERTANIAN 11 161 172
4. FISIP 32 36 38
5. EKONOMI 18 37 55
6. FKIP 30 129 159
7. PERIKANAN 1 110 111

Jumlah 97 648 745


Sumber : Buku Biru Universitas Pattimura Ambon Tahun 1997
Kecemburuan Akibat Ketidakadilan
Dalam kenyataan keseharian, posisi kunci penentu kebijaksanaan dan pengambilan
keputusan di Maluku, berada hampir 90% dalam genggaman tokoh Kristen. Oleh karena itu
Ummat Islam merasa ter-kunci setiap akan melangkah. Mereka yang pernah berkhianat kepada
bangsa ini, malah justru mendapatkan jauh lebih banyak manisnya gula kemerdekaan.
Sedangkan Ummat Islam yang nenek moyangnya berperang habis-habisan menentang penjajah
justru mendapatkan perlakuan yang tidak adil, diskriminatif dan amat menyakitkan.
Dalam pembuktian perjuangan melawan penjajah justru Pattimura diperlakukan tidak
proporsional, ia sejak lama diakui sebagai pahla-wan nasional dan diperkenalkan sebagai
pahlawan nasional asal Maluku dengan segala kisah cerita yang direkayasa. Padahal Pattimura
yang beragama Kristen itu berjuang tidak lebih dari 2 bulan saja. Selanjutnya dia tertangkap
dan dihukum mati setelah melalui proses hukum yang memakan waktu. Tidak banyak catatan
sejarah tentang perjuangan Pattimura, bahkan gambar wajah Pattimura pun meru-pakan hasil
rekayasa. Dan yang lebih penting lagi, masih belum jelas, dari kisah 3 orang pejuang Maluku
masing-masing mempunyai akses kuat sebagai pahlawan Pattimura, dimana 2 orang adalah
Islam.
Seminar yang pernah diadakan tidak berani membuka tabir lebih lebar lagi, karena
khawatir Pattimura yang sudah diakui sebagai pahlawan nasional menjadi objek bulan-
bulanan. Pahlawan nasional Nuku yang beragama Islam, baru saja diakui pemerintah pada
tahun 1997 setelah diperjuangkan Ummat Islam, padahal kepahlawanan Nuku luar biasa,
disegani Belanda, pernah menguasai seluruh wilayah Maluku sampai daratan Irian Jaya.
Perang Tidore pada tahun 1780-1805 yaitu selama 25 tahun telah mengukir kepahlawanan
Nuku menghantam penjajah Belanda di seluruh wilayah Maluku sampai dengan daratan Irian
Jaya, dengan bukti pemeluk agama Islam di sekitar Fak-Fak dan pedalaman kabupaten
Manokwari. Belum lagi kita bicarakan kepahlawanan sejumlah tokoh dari kerajaan–kerajaan
Islam selain Tidore. Cara masyarakat kota Ambon dan sekitarnya dan masyarakat Kristen
Maluku di perantauan merayakan hari Pattimura setiap tahun tidak masuk akal bila
dibandingkan suku lain merayakan pahlawan asal daerahnya. Ummat Islam Maluku
sesungguhnya tidak dapat menerima cara seperti ini, apalagi acara pagi yang menyita waktu
shalat Subuh, adalah suatu rekayasa. Kecemburuan pun akhir-nya bagai api dalam sekam,
menunggu saatnya pecah konflik, dan sejak dulu, siapa peduli ini semua.
Fakta-fakta yang Mempertegang Situasi

24
a. Kasus Wailete dan Bak Air yang tidak ditangani secara tuntas, dimana pihak masyarakat
BBM dan Ummat Islam diperlakukan tidak adil. Ummat Islam walau tidak puas ternyata para
tokoh dan pemimpinnya tidak memberikan reaksi memadai padahal mereka adalah para
pimpinan organisasi Islam. Kasus ini sebagai suatu uji coba untuk mengetahui reaksi Ummat
Islam, sudah waktunya dipukul atau belum.
b. Kedatangan Ratusan Preman dari Jakarta eks Jalan Ketapang.
Kedatangan para preman ini seharusnya dianggap sebagai ancaman, karena itu mereka
perlu didata, diambil identitasnya dan diawasi oleh pihak kepolisian, agar tidak dimanfaatkan
dalam Tragedi Idul Fitri Berdarah ini. Dari data, info dan kasus yang timbul satu-dua bulan
sebelum Idul Fitri, seharusnya aparat keamanan sudah dapat memastikan apa yang akan
terjadi. Preman ini ternyata datang bukan karena keinginan sendiri, melainkan mereka dibayar
untuk pekerjaan tertentu. Kedatangan mereka dalam jumlah begitu besar secara serentak
mestinya sudah harus dicurigai. Fakta ini seharusnya dapat dijadikan titik awal pengusutan
Kasus Tragedi Idul Fitri Berda-rah, dengan memeriksa para preman yang sengaja didatangkan
ke Ambon itu. Tetapi hal ini tidak dilakukan, sampai sekarang.
c. Pembentukan Satgas, Posko dan Do’a Bersama.
Langkah antisipasi dengan membentuk satgas, posko dan doa bersama sesungguhnya
cukup baik, tetapi karena tidak ada tindak lanjutnya kegiatan-kegiatan tersebut justru telah
menurunkan tingkat kewaspadaan Ummat Islam karena percaya telah ditangani pejabat. Ketiga
kegiatan tersebut lebih berbau politis, formalitas dan seremo- nial. Para pejabat lebih
mementingkan kepentingannya dengan ber- bagai gagasan semu yang menyesatkan. Karena
itu ummat yang telah begitu menderita, harkat dan martabatnya diinjak-injak menuntut
tanggung jawab mereka yang mengagasi itu semua, terutama tanggung jawab dari semua
tokoh penadatangan seruan kerukunan itu.
Kalau mau jujur kita harus akui bahwa apa yang telah dilakukan dengan sejumlah rencana
bagus di atas telah dimanfaatkan dengan baik untuk menuntaskan rencana para perusuh,
betapa ketidak peduliannya mereka terhadap rencana pembentukkkan SATGAS. Perlu
diketahui bahwa keberadaan SATGAS dapat membuka niat pelaksanaan Tragedi Idul Fitri
Berdarah. Mereka pasti tidak bersedia mengisi formasi Satgas itu karena bisa menghalangi niat
mengobarkan Idul Fitri Berdarah, kemudian do’a bersama rasanya hasil rekayasa mereka
dengan cara yang begitu tersohor seakan-akan gagasan brilyan kita. Do’a bersama itu
meninabobokan kita semua. Merekapun merasa bergerak lebih bebas dengan itu
d. Insiden Batu Gajah tanggal 18 November 1998.
Demonstrasi dengan tuntutan dwi fungsi TNI sudah ditangani pemerintah pusat, karena itu
demo tanggal 18 November 1998 dengan kekerasan, sesungguhnya dapat dibaca memiliki
tujuan tertentu. Di antaranya merusak wibawa TNI, uji kemampuan, agar ragu bertindak yang
kesemuanya itu sebagai babak awal Tragedi Idul Fitri Berdarah. Keterlibatan mahasiswa Islam
adalah gerak tipu atau kamuflase belaka. Mereka awam dengan konspirasi yang ada. Kita
memang lalai membaca situasi, Ummat Islam telah tergiring untuk ikut menghujat Danrem
174/ Pattimura Kol.Inf.Hikayat, yang lainnya abstain tidak menetukan sikap, entah karena
tidak mengerti atau takut, padahal tindakan Danrem 174/Pattimura harus mendapatkan
acungan jempol seperti tulisan Brigjen (Purn) Rustam Kastor, pada harian Suara Maluku
(periksa lampiran 9 dan 10). Penghujatan terhadap TNI dengan ucapan anjing dan babi serta
sejumlah umpatan yang tidak pantas, adalah uji coba awal dalam rangka rencana yang besar,
ternyata TNI semakin menciut tak punya nyali. Kondisi TNI ini merupakan sukses kelompok
Kristen. Kemampuan intelejen TNI di daerah ini telah dilumpuhkan, TNI dibuat ragu
bertindak, tak berinisiatif mengambil langkah antisipasi dan pencegahan terhadap serangkaian
gejala ancaman. Insiden Batu Gajah ini telah dibesar-besarkan oleh para tokoh Kristen.Dengan
menggunakan berbagai cara, mereka menghujat TNI secara tidak proporsional. Hanya yang
disayangkan adalah mengapa TNI mau dipatahkan begitu saja tanpa melihat niat buruk yang
dipersiapkan, dikaitkan dengan tugas pokok dan tanggung jawab TNI sebagai tulang
punggung keamanan dan keselamatan bangsa dan negara?
e. Hubungan Danrem 174/Pattimura dan Kapolda Maluku.
Bukan saja berita yang dibicarakan sejumlah pejabat, tetapi dari cara menghadapi dan
menangani sejumlah kasus yang menyangkut tanggung jawab aparat keamanan tidak berjalan

25
seperti apa yang diharapkan, banyak masalah yang terlewat begitu saja seperti penje-lasan
pada bagian-bagian depan naskah ini.
Kondisi seperti ini dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab, tetapi kita tidak boleh
mengabaikan adanya pihak yang sengaja membuat jarak ini. Dalam penanganan demonstrasi
dengan kekerasan telah tampak adanya konflik, tidak terlihat kerja sama yang baik apalagi
tentang pemegang komando. Tidak berlebihan apabila konflik antara dua penanggung jawab
keamanan ini diklasifikasikan sebagai bagian dari suatu konspirasi. Dengan kata lain jarak yang
merenggang antara kedua pejabat tersebut adalah suatu hasil operasi penggalangan oleh
lawan. Jadi bukan masalah pribadi seperti kata beberapa pihak.
f. Pertemuan Jum’at malam tanggal 20 November 1998.
Prakarsa Kakanwil Agama untuk menurunkan suhu ketegangan antara TNI dan mahasiswa
dan tokoh-tokoh Kristen, dengan diadakan-nya pertemuan antar tokoh agama yang dipimpin
oleh Muspida Tk I Maluku (Gubernur). Karena kesalahan teknik atau suatu rekayasa para
pembantu Gubernur yang mengatur penyelenggara an pertemuan, keadaan menjadi tegang
karena sengaja dibuat. Begitu acara pertemuan dibuka secara bergiliran dan sistematis, para
tokoh agama Kristen mulai menyerang dan menghujat Danrem 174/PTM. Sepuluh pembicara
pertama, yaitu 5 pendeta dan 5 pastor menghujat habis-habisan Danrem 174/Pattimura dengan
kata-kata yang tidak sepantasnya dikeluarkan dari mulut seorang Pastor dan Pendeta.
Giliran berbicara berikutnya bapak K.H.Abd.Wahab Polpoke yang isi pembicaraannya
melulu memprotes keras sikap permusuhan yang berkembang dalam rapat, yang tujuan
pokoknya untuk menurunkan suhu panas di masyarakat dengan TNI, tetapi justru
menyeleweng dari tujuan rapat yang sebenarnya.
Acara pertemuan ini telah kecolongan, karena pihak mereka yang diundang adalah tokoh
yang memiliki tingkat intelegensia yang tinggi, rata-rata sarjana bahkan strata-2, sementara dari
Ummat Islam para tokoh agama yang tak mengerti politik dan tak mungkin melakukan
rekayasa. Mereka memang ahli kitab kuning, dan yang menjadi anda-lannya adalah berfikiran
bersih dan ikhlas, dan datang untuk maksud damai. Rapat yang salah prosedur itu dan
menyimpang jauh dari tu-juan rapat ternyata tidak diluruskan oleh pimpinan rapat.Tokoh
Islam yang mampu mengimbangi berfikir para tokoh Kristen tersebut ternyata dieliminir oleh
Gubernur. Pertemuan tersebut dinilai berhasil mencapai tujuan mereka untuk menurunkan
moril TNI membuat para pimpinan TNI tidak punya keberanian bertindak, dengan demikian
persiapan mereka telah maju selangkah lagi. Ini adalah suatu babak pematangan situasi yang
berhasil (lihat lampiran 10).
g. Pengawasan yang lemah terhadap para turis dari Belanda.
Terutama para anggota keluarga eks KNIL yang di negeri Belanda sebagai anggota dan juga
pimpinan RMS di pengasingan. Pada umum- nya para turis asal Maluku ini memanfaatkan
waktu untuk berkangen-kangenan, tetapi isu RMS selalu dijadikan topik obrolan. Pada saat
serangan dan pembakaran kampung Waringin (Batu Gantung) terlihat 2 orang pemuda
keturunan Belanda (WNA) ikut serta dalam aksi tersebut. Siapa bisa menyangkal bahwa aksi
ini tidak berkaitan dengan meningkatnya aktivitas RMS di Belanda setahun terakhir ini?

PERISTIWA WAILETE DAN BAK AIR SEBAGAI


PEMICU TRAGEDI IDUL FITRI BERDARAH

PERISTIWA WAILETE DAN BAK AIR SEBAGAI TEST CASE

Penyerangan Masyarakat Hative Besar terhadap Masyarakat Wailete.

26
Desa Wailete adalah perkampungan yang dihuni masyarakat BBM yang terkenal gigih
dalam mencari nafkah, sedangkan Desa Hative Besar dihuni oleh penduduk asli yang
beragama Kristen mata penca-hariannya pegawai negeri dan bertani.
Pada pesta perkawinan ada acara joget, sebagai biasanya diluar arena sejumlah pemuda
menenggak miras sampai mabuk. Seorang Prada Yonif 733/Linud yang kompinya berjarak +
300 m dari arena joget membuat Pelanggaran karena memakai topi sambil berjoget (aturan
setempat), ketika ditegur yang bersangkutan tidak menerima dan terjadi perkelahian dengan
para pemuda yang sedang mabuk. Kasus perkelahian di acara pesta merupakan hal biasa dan
tidak berke-lanjutan. Untuk kasus ini agak lain karena berkelanjutan timbul sera-ngan ratusan
orang dengan batu dan membakar kampung Wailete. Peristiwa penyerangan ini membuat
Ummat Islam bingung karena tidak ada relevansi dengan perkelahian di pesta. Serangan
dilakukan dua kali pada malam itu dimana tahap kedua dilakukan secara tuntas membakar
habis semua rumah sehingga penghuni hanya menyelamat- kan diri dengan baju yang melekat
di badan saja.
Tidak pernah ada kejelasan penyelesaiannya bahkan polisi tampak ragu menghadapi
ancaman warga desa Hative Besar, keraguan aparat ini tampak jelas sebagai hasil penghujatan
selama demo dengan pecahnya insiden Batu Gajah.Dalam rangkaian penghujatan lewat ber-
bagai media massa sebagian berpendapat bahwa oknum Polri telah berhasil digalang untuk
melaksanakan rencana mereka. Surat kabar Suara Maluku tidak memberitakan peristiwa besar
ini secara propor- sional, dua kali pemberitaan yang tidak jelas kemudian menghilang, padahal
kasus Batu Gajah diberitakan luar biasa bahkan tulisan-tulisan dengan ungkapan Anjing dan
Babi masih berulang selama sebulan.
Ummat Islam yang menjadi panas karena solidaritas Islamiyahnya sebenarnya
mengharapkan adanya reaksi protes, pembelaan dan per- tolongan yang memadai tetapi hal itu
tidak terjadi karena para pemim- pinnya memang lemah dan tidak ada tokoh pemersatu.
Warga masyarakat desa Hative Besar telah membuktikan secara nyata isu yang berkembang
bahwa suku BBM dan JS akan diusir dari Ambon.
Setelah aksi pembakaran itu para tokoh desa Hative Besar menge-luarkan pernyataan
bahwa mereka tidak akan menerima kedatangan suku BBM lagi ke desa Wailete, karena itu
desa Wailete tidak pernah dibangun lagi, bahkan para penghuni yang telah melarikan diri itu
tak berani mengunjungi bekas kampungnya. Pemerintah daerah tidak memasukan pembakaran
desa Wailete ini kedalam program reha-bilitasi, dianggap bukan dalam rangka kerusuhan
Ambon.
Penyerangan oleh masyarakat desa Tawiri terhadap desa Bak Air.
Desa Tawiri masyarakatnya beragama Kristen sedangkan desa Bak Air yang hanya
berpenduduk sekitar 8 keluarga beragama Islam (desa kecil). Pada suatu hari babi peliharaan
masyarakat Tawiri memasuki kebun masyarakat desa Bak Air, hal seperti ini biasa terjadi.
Menghalau dengan lemparan batu saja Babi akan keluar dari kebun. Kali ini men- jadi masalah
karena ada yang memanas-manasi dan akhirnya kam-pung kecil itu hujan batu. Penyelesaian
oleh pihak polisi pun tak membawa hasil apalagi ada pihak yang dihukum.
Terlihat jelas bahwa kerusuhan di atas telah direncanakan sebelum- nya dalam rangka
mencoba rencana besar mereka.
Kedua kasus tersebut diatas sangat memukul perasaan Ummat Islam, yang hanya dapat
menerimanya dengan sabar sebagai hal yang terbiasa sejak nenek moyangnya yang selalu
diancam. Inilah sebuah test case yang dinilai berhasil mendeteksi keberanian, persatuan dan
kesatuan serta kesiapan Ummat Islam se Ambon untuk berperang. Kesabaran Ummat Islam
yang tengah menyongsong bulan Ramadhan itu dianggap suatu kelemahan terutama penilaian
terhadap suku BBM yang kurang kompak. Atas dasar penilaian demikian itu tampaknya
dijadikan peluang untuk mengobarkan Tragedi Idul Fitri Berdarah. Hal ini terbukti dengan
tiba-tiba didatangkan ratusan preman dari Jakarta, eks konflik Jalan Ketapang Jakarta sebagai
pelaku di lapangan. Dikaitkan dengan Tragedi Idul Fitri Berdarah, maka kedua kasus diatas
harus dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan, atau sebagai babak pertama dari seluruh
babak yang berjudul Tragedi Idul Fitri Berdarah. Seandainya ummat Islam di Ambon
menyatakan protes keras kepada pihak Kristen yang berpura-pura tidak tahu maka mereka
akan ragu memasuki babak kedua yaitu adegan Tragedi Idul Fitri Berdarah. Dengan kata lain

27
Tragedi Idul Fitri Berdarah itu belum tentu bisa terjadi karena uji cobanya tidak berhasil,
Ummat Islam masih siap dan kompak, siaga menghadapi setiap kemungkinan.
Begitu pula Polri, jika betul-betul profesional dan bersungguh-sungguh dalam menangani
kasus diatas, termasuk datangnya ratusan orang kiriman itu, maka peristiwa yang amat
menyakitkan Ummat Islam se Indonesia ini mungkin tidak akan terjadi. Begitu juga kegeli-
sahan masyarakat luas akibat munculnya kabar burung bahwa akan ada kekacauan besar
ketika Shalat Idul Fitri. Jadi sesungguhnya tra-gedi ini merupakan ketidak-profesionalan TNI
atau lemahnya TNI akibat penghujatan. Jelas ini merupakan peluang yang mulus bagi
golongan untuk merencanakan rencananya.
Marilah kita lihat tragedi ini sebagai salah satu bukti rencana stra-tegis pihak perusuh yang
teratur dan terencana, sehingga berhasil demikian baiknya. Banyak gejala yang nampaknya
janggal, seperti peran Kakanwil Departemen Agama dan sejumlah tokoh Kristen, yang terus
menerus menggembar-gemborkan Pela-Gandong, termasuk Menteri Agama, Malik Fajar
(Kabinet yang lalu), isu yang menekan moril suku BBM dan kita saksikan banyaknya
pendatang yang mengungsi meninggalkan Ambon selama bulan puasa. Brigjen. TNI.(Purn)
Rustam Kastor, penulis buku ini, telah mulai menulis beberapa judul tulisan di Suara Maluku,
untuk membangun semangat pengamanan lingkungan yaitu membentuk security belt dan
security net untuk menghadapi kemungkinan berkembang ancaman kerusuhan di Ambon.
Bahkan tulisan lainnya mengingatkan tentang adanya perkembangan situasi yang kurang
menguntungkan itu. Perlu pula dicatat bahwa ajakan untuk menyiapkan naskah khotbah Idul
Fitri secara bersama, guna membantu Ketua MUI sebagai Khatib ternyata gagal, padahal itulah
saatnya mengingatkan Ummat Islam akan peringatan Rasulullah saw. tentang kewajiban
belajar memanah, berkuda dan berenang bagi setiap anak lelaki yang tiada lain adalah ingin
mengajak Ummat Islam untuk menghadapi secara khusus situasi buruk yang sedang
berkembang. Begitu pula pada awal November 1998, Brigjen (Purn.) Rustam Kastor dan Ustadz
Abd.Rahman Khouw pernah melakukan rapat dengan para tokoh muda dan beberapa tokoh
agama, untuk menjajaki dibentuknya suatu wadah untuk menghimpun ormas Islam yang tidak
terorganisir untuk mengantisipasi perkem- bangan yang semakin panas. Usaha ini tidak
berlanjut karena pihak Pemda dengan dimotori Kakanwil Depag telah mulai mengajak pihak
Kristen untuk membentuk Satgas dan melakukan do’a serta ikrar bersama, dengan harapan
supaya tidak terpengaruh oleh kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah di tanah air.
Pembentukan Satgas yang diisi oleh beberapa personil dari Islam dan Kristen tidak
ditanggapi oleh pihak Kristen, tidak lain karena Satgas akan menghalangi rencana pihak
Kristen menyiapkan keru-suhan

RENCANA, TAKTIK DAN STRATEGI


PENYERANGAN

GAMBARAN rencana taktik dan strategi penyerangan yang dilakukan pihak Kristen, adalah
suatu analisis dari temuan di lapangan dikaitkan dengan bentuk-bentuk pelaksanaan di
lapangan. Bentuk temuan yang berupa informasi seakan-akan bocoran rencana mereka yang
disampai- kan secara tidak sengaja, yang diterima oleh sejumlah masyarakat Islam terutama
rencana menghabiskan suku BBM yang telah terdengar beberapa bulan sebelum meletusnya
Tragedi Idul Fitri Berdarah. Informasi dan isu yang berkembang di masyarakat telah
menimbulkan keresahan di kalangan para pendatang (Suku Bugis, Buton, Makassar, Jawa,
Sumatera) sehingga selama Ramadhan telah terjadi eksodus secara besar-besaran dari Ambon.
Tokoh terkenal Kristen, saudara Pendeta Bram Soplantila segera bereaksi, bahwa itu bukan

28
akibat ada- nya isu pengusiran suku BBM, tetapi suatu kebiasaan menjelang lebaran. Kalimat
itu disampaikan kepada Letkol Pol. Rusdi Hasanussi, Ketua MUI Maluku. Dari sini terlihat
dukungan terhadap konsep strategi mereka yang pasti telah ia ketahui bahkan ikut
merencanakan.
Banyak fakta yang bisa diangkat sebagai bukti adanya suatu rencana besar. Kedatangan
sekian ratus preman eks jalan Ketapang Jakarta membuat semakin jelas pengobaran Tragedi
Idul Fitri Berda-rah. Kemajuan proses merdeka Tim-Tim telah memberikan inspirasi kepada
para perencana di Ambon, kondisi nasional yang terus memburuk dapat memicu niat separatis
untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terjadi ini mungkin
sekali tahapan awal. Apabila dalam naskah ini dibuatkan suatu pembabakan dan tahapan
perencanaan lawan adalah suatu hasil analisa dari apa yang tergelar oleh lawan di lapangan,
guna mempermudah penga-wasan dan perkiraan rencana manuver mereka. Hasil pembabakan
dan pentahapan mengarah pada adanya perencanaan serangan dengan perencanaan yang
rapih memudahkan pelaksanaan.
MERUBAH POSISI MAYORITAS
Di Kodya Ambon, sebelum kedatangan suku Bugis, Buton, Makassar, Jawa, dan Sumatera
(baik sebagai pedagang kecil, tukang pembuat tahu/tempe dan tukang bangunan, maupun
sebagai pegawai pada perusahaan swasta dan sebagainya) dalam jumlah yang besar (sebelum
RMS), maka jumlah penduduk yang beragama Kristen lebih banyak dari yang beragama Islam
(mayoritas Kristen + 60%). Sedang-kan dalam lingkup propinsi kedatangan transmigran dalam
jumlah besar (Suku Jawa, Sunda, yang hampir semuanya beragama Islam) sangat tidak
disenangi, karena di tingkat Kodya Ambon maupun Propinsi Maluku penduduk agama Islam
telah menjadi mayoritas. Dengan demikian walaupun yang dipaksa meninggalkan Ambon
hanya suku BBM tetapi sasaran penghancurannya selain fasilitas milik suku BBM
(pasar,toko/kios diluar pasar, pemukiman) juga milik Suku Jawa, Sumatra dan sebagian kecil
Suku Sunda. Efek psikologis yang timbul akibat penghancuran ini bukan saja memukul suku
BBM tetapi juga Suku Jawa, Sunda dan Sumatra bahkan Ummat Islam secara keselu-ruhan.
Pukulan itu bertujuan untuk menjadikan perimbangan Islam-Kristen di Kodya Ambon,
tentunya berkaitan erat dengan Pemilu, yang diperkirakan akan dimenangkan secara mutlak
oleh PDI-Perjuangan, menjadi berubah.
Sesungguhnya Suku Toraja dalam banyak hal harus dikelompok- kan bersama dengan suku
BBM karena jumlah mereka terus bertam- bah, disamping mereka juga sangat gigih dan ulet
dalam berusaha di berbagai sektor non formal. Tetapi karena Suku Toraja hampir 100%
beragama Kristen Protestan maka mereka tidak diusir. Dari sini jelas bukan saja suku BBM
sebagai sasaran penghancuran (pengusiran) tetapi ummat Islam juga menjadi obyek sasaran.
Di lapangan tampak jelas klasifikasi obyek/sasaran dimana keseluruhan milik Suku Toraja
aman. Dengan penghitungan matematis mereka yakin akan berhasil merubah keseimbangan
mayoritas agama.
Tahapan berikutnya menjadikan Maluku sebagai propinsi yang mayoritas Kristen seperti
Irian Jaya, Tim-Tim, NTT dan Sulawesi Utara. Dalam rangka posisi bargaining di tingkat
nasional yang semakin kuat dengan ancaman melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Demikian pula para tokoh Kristen di Ambon, sesungguhnya tidak dapat menerima
program transmigrasi yang dianggap merugikan posisi Kristen sebab jumlah penduduk yang
beragama Islam terus bertambah sehingga niat merubah keseimbangan mayoritas akan gagal.
Sejak awal, penulis telah berpendapat bahwa rencana kerusuhan sebesar ini mustahil tanpa
dukungan luar negeri dan dilaksanakan oleh suatu lembaga yang mapan dan solid. Bantuan
luar negeri itu perlu dikaji lebih jauh, apakah ada kaitannya dengan kondisi moneter, ekonomi
dan politik dalam negeri sebagai akibat tindakan balasan terhadap pembakaran gereja-gereja di
Jawa dan beberapa tempat di luar Jawa. PGI yang punya hubungan kuat dengan lobby Kristen
Internasional mustahil tidak berbuat sesuatu.
SASARAN PENGHANCURAN
Berbicara tentang suku Bugis, Buton, Makassar, Jawa, Sunda dan Sumatera tidak dapat
dilepaspisahkan dengan masyarakat Islam Maluku karena kesamaan aqidah yang tentunya
sama dalam mem- perjuangkan Indonesia Merdeka. Mereka adalah para pendatang yang nenek
moyangnya telah berada di Maluku ratusan tahun yang lalu. Perasaan senasib amat terasa

29
akibat Tragedi Idul Fitri Berdarah ini. Di lapangan kita saksikan penghancuran kelima suku
tersebut melalui penghancuran fasilitas dan milik mereka sebagai berikut:
a. Pasar Mardika, Batu Merah dan Pertokoan Pelita dimana terdapat ratusan toko, ratusan
kios, puluhan gerobak pedagang (bakso, es, dsbnya) gerobak pengangkut barang, kaki lima
termasuk peda-gang asongan dan keliling yang hampir kesemuanya milik Suku BBM, Jawa
dan Sumatera dan mempekerjakan suku mereka. Sedangkan selebihnya milik Ummat Islam
Maluku, dan yang Kristen terbatas sekali. Pasar ini telah dibakar habis (milik Ummat Islam)
tak tersisa sedikitpun. Dengan demikian pasar sudah tidak ada lagi untuk waktu berbulan-
bulan yang akan datang, dan kemana warga kelima suku itu mencari makan? Yang tersisa
hanya milik China.
b. Becak yang dibakar mendekati 80% (500 buah) yang umumnya milik suku BBM dimana
penarik becaknya adalah suku Buton angkutan umum milik Islam bernasib sama yang
dibakar sejak awal peristiwa. Karena itu akan ada pengangguran yang luar biasa besarnya.
c. Toko, kios dan gerobak di luar area pasar kecuali di dalam kawa-san Islam juga menjadi
sasaran pembakaran dan penghancuran, mereka tahu betul sasaran-sasaran itu dimanapun
letaknya, plotting sasaran ternyata disiapkan begitu rapih. Bila terdapat sedere-tan kios,
mereka tahu persis, mana milik orang Kristen dan yang mana milik orang Islam. Deretan
kios seperti ini tidak dibakar, cuma dijarah dan dirusak, karena bila dibakar yang milik
Kristen akan ikut terbakar.
d. Rumah milik pribadi di luar kawasan Islam, bila berbentuk kam-pung yang baru tumbuh,
habis dibakar. Apabila keberadaannya di tengah perkampungan Kristen, tidak dibakar
melainkan cuma di jarah saja.
Bila di daerah lain yang menjadi sasaran penghancuran adalah konglomerat, maka dikota
Ambon justru sebaliknya, golongan ekono-mi lemah dihancurleburkan, suatu hal yang jelas-
jelas bertentangan dengan program pemerintah yang sedang berusaha keras membangun
ekonomi kerakyatan.
Penghancuran tersebut mencakup penghancuran fasilitas Ummat Islam pada umumnya,
bukan sekedar suku BBM dan JS karena mereka menyatu dalam usaha, pemukiman dan
sebagainya. Yang ikut terkena penghancuran fasilitas usaha dagang adalah juga suku Maluku
dari luar kota Ambon yang beragama Islam. Keseluruhan penghancuran ini dilakukan dengan
suatu pukulan telak, keras dan begitu serentak mematikan agar keseluruhan pendatang hanya
mempunyai satu pilihan, yaitu meninggalkan Ambon karena tidak ada lagi harapan untuk bisa
hidup di Ambon, terutama karena trauma dari ancaman.
Apabila dilihat dari sasarannya, serangan sesungguhnya bukan suku BBM saja, tetapi
seluruh kepentingan Ummat Islam dimana rencana menghancurkan Masjid Al-Fatah dengan
tiga kali serangan dapat dijadikan sebagai bukti. Dengan mengetahui jumlah Masjid yang
dibakar/dirusak pada hari pertama dan kedua kerusuhan, maka bukti bahwa serangan itu
ditujukan kepada Ummat Islam secara totalitas amatlah transparan. Pembakaran Masjid,
penghinaan terhadap Al-Quran dan Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya merupakan
tindakan nekad, sebab kerusuhan ini akan ditanggapi oleh ummat Islam sebagai perang agama
yang penyelesaiannya akan sangat sulit dan rumit.
OPERASI PENGHANCURAN
Dari uraian di atas, jelaslah penghancuran Ummat Islam ini telah direncanakan secara
matang dan canggih. Dari Pelaksanaan penghan- curan yang dilakukan secara sistematik,
terarah dan terpadu ini kita dapat mengetahui bahwa serangan bertujuan melumpuhkan
Ummat Islam secara keseluruhan untuk mencapai tujuan, yaitu merubah kese- imbangan
mayoritas. Gagasan Moslem Cleancing menjadi semakin jelas, dan untuk itu Ummat Islam
dengan segala miliknya dihancurkan.
Babak dan Tahapan penghancuran.

1) Babak I : Pematangan Situasi.


Pematangan situasi adalah suatu usaha membangun kondisi lingkungan yang
memungkinkan suatu rencana besar dapat digelar. Karena itu setahun terakhir dan yang
mencolok adalah 6 bulan terakhir tampak aktifitas yang meningkat yang puncaknya pada
upaya meng-hancurkan peran dan kesiapsiagaan TNI.

30
Demonstrasi di bulan-bulan September, Oktober dan Nopember 1998 di kota Ambon oleh
mahasiswa 4 perguruan tinggi di Maluku dapat dibagi sebagai berikut :
Demonstrasi damai dilakukan oleh:
a) Universitas Darussalam (Unidar).
b) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Demo damai menyampaikan aspirasi dengan tertib dan bersahabat dengan aparat
keamanan.
Demonstrasi dengan kekerasan :
Demo dengan kekerasan menghujat TNI dengan tujuan menurun- kan wibawa TNI,
menimbulkan keraguan dan takut bertindak. Puncaknya pada apa yang disebut Kasus Batu
Gajah dimana sekitar 5000 mahasiswa turun ke jalan.Demonstrasi dengan kekerasan ini
dimotori oleh:
a) Universitas Pattimura (Unpatti)
b) Universitas Kristen Maluku (Ukrim)
Melakukan perlawanan terhadap aparat keamanan ( Korem 174 / PTM ) memaksa masuk
menembus barikade pasukan PHH Korem. Korban luka pada mahasiswa + 70 orang dan TNI +
25 orang.
Babak pematangan situasi ini berhasil dengan baik karena di diikuti dengan pressure
(tekanan) tokoh Kristen melalui berbagai cara terutama pertemuan pemuka agama dengan
Muspida untuk mendi- nginkan situasi, ternyata dalam pertemuan itu berubah menjadi
suasana, seakan–akan mahkamah peradilan terhadap Danrem 174/Pattimura, tanpa diberi
kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan sebenarnya. Para pastor, pendeta dan tokoh
Kristen menye- rang dengan kata-kata kasar secara membabi buta, tanpa bisa dihenti- kan oleh
Gubernur karena mereka amat agresif. Dari fakta ini terlihat jelas, bahwa peristiwa ini tidak
berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari suatu rencana besar. Bukti-bukti untuk itu cukup
banyak, dan siap diangkat ke permukaan bila saatnya diperlukan.
Pertemuan yang dikenal sebagai pertemuan Jum’at malam ini adalah suatu rekayasa yang
berhasil, tetapi Gubernur tidak melihatnya sebagai sesuatu yang aneh. Bila meminta
pertanggung jawaban Dan Rem 174 / PTM atas pelaksanaan penanggulangan demonstrasi
tanggal 18 November 1998, tentu harus dimulai dengan paparan pelaksanaan penanggulangan
demo oleh Danrem 174/PTM, dilanjut- kan dengan diskusi dan tanya jawab, bila ada yang
kurang jelas dan tidak puas dengan diskusi. Dan tanya-jawab bukan urutan acara hasil
rekayasa itu. Lihatlah lampiran naskah ini (Tragedi Batu Gajah Berdarah dan Mahkamah
Peradilan terhadap Danrem 174/PTM). Babak I pematangan situasi ini ternyata mendatangkan
hasil luar biasa.
2) Babak II : Uji Coba (Test Case)
Tahapan ini merupakan uji coba untuk mengetahui tingkat kesia-pan Ummat Islam
khususnya suku BBM, kemungkinan melakukan perlawanan, serta persatuan dan kesatuan
terutama di antara tokoh-tokoh yang ada. Babak ini dilaksanakan dengan mengobarkan Peris-
tiwa Wailete, peristiwa Bak Air dan peristiwa Dobo. Hasil uji coba ini dinilai berhasil untuk
mengambil keputusan, siap menyerang karena tidak ada reaksi yang memadai dari Ummat
Islam terutama tokohnya, tidak tampak sikap solidaritas maupun kesatuan dan persatuan
Ummat Islam di kota Ambon dengan suku BBM. Kondisi ini tampak jelas memberikan peluang
untuk babak berikutnya, yaitu mempersiap-kan penghancuran Ummat Islam di Ambon dan
sekitarnya. Perlu dicatat bahwa test case ini juga merupakan penjajakan atas hasil babak I yang
ternyata TNI pun tidak bereaksi sebagaimana mestinya.
3) Babak III : Persiapan
Berita tentang rencana pengusiran suku BBM dibicarakan dimana-mana, sehingga terjadi
seakan-akan eksodus suku pendatang termasuk suku Jawa dan sebagainya selama bulan puasa.
Para pemuda remaja Kristen bersiasat mabuk-mabukan tampak lebih banyak dan agresif.
Mereka dinamakan Coker (Cowok Keren). Kelompok ini terlihat sangat militan pada serangan
ke kantong-kantong pemukiman Islam dan penghancuran massal.
Langkah berikut dari babak persiapan ini terlihat dari didatang- kannya ratusan preman
Jakarta asal Maluku/Ambon, eks peristiwa jalan Ketapang Jakarta dan siap melakukan aksi

31
balas dendam. Kelom- pok ini nampak dipimpin oleh pimpinan lapangan yaitu tokoh yang
bernama Milton, karena dialah yang membawa preman-preman Jakarta tersebut.
Kedatangan sekitar 200 orang preman eks Jakarta ini telah membuat rencana strategi lawan
semakin mendekati final, TNI tidak melakukan tindakan apapun terhadap ancaman dari
kedatangan preman yang serentak tiba dalam jumlah besar itu.
4) Babak IV : Penghancuran.
Keterangan Kapolri tentang kasus Batu Merah adalah kriminal murni terlalu dini, dan fakta
pendukung yang ada tidak seperti itu. Kita harus mengerti bahwa rencana ini di dukung oleh
oknum TNI dalam jabatan tertentu yang ikut menentukan. Ribut-ribut pemuda Aboru (pulau
Saparua) yang bermukim di Ambon secara berkelompok di batas desa Batu Merah dengan
pemuda Batu Merah sudah merupakan hal yang biasa tidak ada kelanjutan perkelahian massal.
Kali ini di luar dugaan, massa Batu Merah pun merasa terbawa oleh pihak-pihak yang tidak
jelas identitasnya, kelihatannya provokator telah berhasil mengeksploitasi ketidakpuasan
Ummat Islam atas kasus Wailete dan Bak Air. Pembakaran dua buah rumah dan sebuah
bengkel motor tampaknya sebagai titik bakar saja dari suatu perencanaan yang besar. Rumah
yang terbakar telah memberikan isyarat sebagai tanda dimulainya penghancuran terhadap
Ummat Islam. Sekali lagi dinyatakan sebagai titik bakar saja karena pihak Kristen
menggunakan kasus ini untuk menuduh orang-orang Islam yang memulai lebih dahulu.
Apakah permulaan yang kecil itu bisa berakibat kehancuran Ummat Islam dengan pukulan
Kristen yang begitu dahsyat? Kasus Batu Merah ini segera menyebar dan meletupkan
kerusuhan di seantero Kota Ambon dengan aksi mereka sebagai pemegang inisiatif dan
kampung-kampung Islam hanya melakukan bela diri (defensif). Hal ini perlu dibuktikan oleh
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) jika telah bekerja.
Babak ke IV ini tampak semakin jelas, terdiri dari tahap sasaran sebagai berikut:
Tahap I (H) : Pengobaran dan penghancuran merata se
kota Ambon terutama pemukiman di luar
perkampungan yang masih Islam.
Tahap II (H+1) : Penghancuran fasilitas perekonomian.
(Pasar,toko,kios,warung,becak,angkutan kota)
Tahap III (H+3) : Penghancuran pemukiman dan pembunuhan
sebagai kelanjutan.
Tahap IV (H+3 & H+4) : Menuntaskan sasaran yang belum
dihancurkan.
Dalam waktu 4 hari inilah yang dimanfaatkan secara efektif sebelum ada tindakan tegas
dari TNI. Pada H+3 pukul 15.00 ada perintah tembak bagi yang membangkang tetapi sudah
sangat terlam- bat, kehancuran sudah terlalu besar. Pada hari H+5 dan seterusnya keadaan
tetap memburuk karena aparat keamanan tidak tegas dalam Pelaksanaan tembak di
tempat.Prajurit yang ditugaskan dilapangan hanya menyaksikan tindakan brutal yang tidak
berperikemanusiaan itu, tidak ada perintah yang jelas, sekali lagi TNI mental Break Down.
5) Babak V: Pemenangan Opini dan Advokasi.
Sebagaimana skenario suatu cerita yang dimulai babak I sampai dengan babak terakhir,
dimana semua yang akan diceritakan tuntas diperagakan. Skenario yang sambung
menyambung itu jelas terlihat pertautannya antara babak I sampai dengan babak ke V. Gerakan
para tokoh di sektor politik adalah babak V dari rangkaian skenario untuk memenangkan
opini, babak ini bukan muncul tiba-tiba tetapi telah disiapkan sebelumnya. Di negara-negara
Eropa Barat dan Amerika kasus Ambon ini dikenalkan sebagai Christian Cleansing. Padahal
sejak awal kerusuhan, pihak Islam selalu hanya defence dan karena itu sangat terpukul, baik
secara moril/mental, lebih-lebih jika tidak dapat cepat tampil melakukan upaya penegakan
keadilan mengajukan fakta-fakta yang obyektif termasuk upaya advokasi.
Di babak ini diharapkan tokoh Islam segera bangkit, sadar akan kondisi yang sangat
merugikan ini, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Apabila Ummat Islam yang hanya
defence dan tidak mampu mela-kukan pembelaan terhadap perlakuan yang tidak adil sehingga
Ummat Islam dikalahkan lagi dari segi politik, maka tuntaslah sudah skenario mereka
mencapai hasil maksimal. Bersamaan dengan babak ini terlihat adanya gerakan menggerogoti

32
kekuatan Ummat Islam dengan menimbul-kan korban dimana-mana (lihat lampiran kronologis
kejadian penting).
Yang amat berbahaya adalah kegiatan-kegiatan pihak Kristen yang terus memancing
amarah pihak Islam sebagai pancingan untuk keluar menyerang.
Apabila Ummat Islam dengan massa yang besar terpancing, maka amat merugikan karena
sebelumnya telah berhasil mengendalikan diri terus bertahan (defence) tidak ke luar
menyerang. Ummat Islam sesungguhnya bukan tidak memiliki kekuatan, tetapi sedang tercerai
berai akibat terkena pendadakan dan yang lebih penting lagi adalah, Ummat Islam ingin
memenangkan perang bukan memenangkan per-tempuran. Ummat Islam harus menang pada
aspek hukum dan politis, karena itu tidak akan mau terpancing untuk menyerang, langkah
berikutnya dapat dilakukan setelah bukti telah cukup kuat bahwa pihak lawanlah yang
menyerang.
Pada babak V inipun pihak Kristen terus melakukan tekanan untuk menuntaskan salah satu
sasaran mereka, yaitu memaksa Ummat Islam eksodus dari kota Ambon agar rencana
menjadikan Maluku wilayah dominasi Kristen (Republik Maluku Sarani) dengan kekuatan
sumber daya alamnya sebagai salah satu posisi tawar-menawar, segera menjadi kenyataan.
Pada periode ini pula gagasan perdamaian yang tidak masuk akal itu terus dikampanyekan
dengan akibat korban tahap kedua yang luar biasa besarnya, karena Ummat Islam terlena,
tidak siaga terlalu percaya pada mulut manis kelompok Kristen. Padahal setelah kesepakatan
damai ditandatangani, pada hari berikutnya perusuh-perusuh Kristen mem- bantai lagi. Dan ini
sudah berulangkali terjadi.
Teriakan Ummat Islam dan sejumlah tokoh untuk mengobarkan Jihad fie Sabilillah,
nampaknya menjadi alternatif terakhir yang harus ditempuh, karena TNI belum berhasil
mencegah pihak Kristen untuk menghentikan serangannya. Perjuangan dengan Jihad fie
Sabilillah ini akan menghasilkan perimbangan kekuatan, dan memungkinkan upaya damai
yang relatif lebih kuat dan adil

POLA PELAKSANAAN PENGHANCURAN UMMAT


ISLAM DI AMBON

MELIHAT suatu pekerjaan besar berlangsung teratur dan berhasil baik, kita berkesimpulan
bahwa hal itu mesti telah direncanakan dengan bagus. Kasus Tragedi Idul Fitri Berdarah pada
tanggal 19 Januari 1999, telah menunjukkan bahwa pekerjaan besar itu bukan sesuatu yang
terjadi begitu saja tetapi lewat suatu perencanaan yang matang oleh mereka yang terlatih untuk
itu.
Awal peristiwa berupa apa yang disebut sebagai kasus Batu Merah, ternyata berkembang
begitu cepat dengan kesiapan pihak Kristen untuk menyerang seluruh perkampungan Islam,
fasilitas perekono-mian, rumah ibadah dan pembunuhan. Keseragaman tindakan pada semua
sektor didahului dengan melakukan konsentrasi kekuatan dari berbagai desa di balik kota
Ambon sebelah timur (gunung) telah me-nampakkan jelas perencanaan yang bagus itu.
PERENCANAAN CANGGIH, LENGKAP DAN TERKOORDINIR
Untuk dapat menilai tingkat kecanggihan suatu rencana pada pekerjaan besar yang
melibatkan banyak orang, kerja yang rumit, meliputi area yang luas dan waktu yang amat
pendek dapat dibukti-kan dari hasil yang dicapai, prosentase target dan Pelaksanaan yang
terkoordinir. Dalam waktu 4 hari pihak perusuh telah mencapai hasil yang luar biasa, dengan
korban yang amat dahsyat di pihak Islam.

33
Pengomandoan Terpusat.
Titik bakar menyala pada + pukul 14.00 WIT di desa Batu Merah. Sekitar pukul 18.00 WIT
s/d 20.00 WIT terjadi penyerangan dihampir semua perkampungan masyarakat Islam di dalam
Kodya Ambon. Pukul 18.00 (Magrib ± jam 18.45) di hari Lebaran merupakan saat yang tepat
sehingga sejumlah Ummat Islam terjebak karena kunjungan bersilaturahmi di sore hari.
Pendadakan itu membuat masyarakat Muslim kaget tidak mengerti apa yang sedang terjadi
karena itu melakukan perlawanan dengan peralatan seadanya.
Rumah Ummat Islam yang berada di tengah perkampungan Kristen dihancurkan/dibakar
oleh kekuatan yang dikirim dari kam- pung lain. Sementara warga setempat berpura-pura
melindungi sebe- lumnya. Sasaran seperti ini sudah diplot untuk dihancurkan sehingga hampir
tidak ada yang lolos. Pukulan hari pertama ini menimbulkan kekacauan luar biasa terhadap
Ummat Islam yang sedang berlebaran, pengungsian besar-besaran menimbulkan beban
tersendiri selain harus melakukan perlawanan tanpa persiapan. Serangan hari pertama ini juga
merupakan suatu pendadakan yang sukses, kekacauan yang terjadi termasuk aparat keamanan
yang juga terdadak telah membuat perusuh memegang inisiatif sampai lebih dari satu bulan.
Pada hari kedua tampak serangan semakin intensif pada semua sektor yang ditujukan pada
fasilitas perekonomian yang dilakukan oleh gabungan kekuatan antar kampung yang
terkoordinir baik, ter- utama penentuan saat serangan, sehingga aparat keamanan sulit
mengalokasikan kekuatan yang terbatas itu. Konsentrasi kekuatan melebihi 5000 orang dengan
senjata lengkap di lapangan Merdeka dan halaman Gereja Maranatha digunakan untuk
menyerang Masjid Raya Al-Fatah dan sasaran ekonomi seperti pasar, kios , gerobak, becak dan
angkutan kota termasuk rumah masyarakat Islam dekat pusat konsentrasi di gereja-gereja
lainnya. Pada hari ke 3 barulah diketahui bahwa serangan terhadap Masjid Raya Al-Fatah
sesungguh-nya selain akan merebut dan menghancurkan Al-Fatah juga untuk mengikat
kekuatan yang mempertahankan Masjid Raya Al-Fatah agar sasaran pertokoan dan pasar dapat
dituntaskan tanpa kekuatan Islam yang dapat digerakkan mencegah penghancuran fasilitas
pereko-nomian. Serangan sesungguhnya dalam kekuatan besar terhadap Masjid Raya Al-Fatah
pada tanggal 20 januari 1999 sekitar jam 22.00 WIT yang berhasil dipatahkan oleh massa Islam
termasuk para wanita yang mendorong semangat dengan teriakan Allahu Akbar, tangis dan
doa. Suatu peristiwa yang sulit digambarkan hanya dengan tulisan.
Perencanaan yang canggih.
Puluhan ribu orang yang terlibat dalam aksi besar seperti ini akan kacau balau bila tidak
direncanakan oleh ahlinya, mungkin sekali ia seorang perwira TNI atau mantan perwira TNI,
atau orang yang telah disiapkan untuk itu.
Mengamati sasaran yang tepat, waktu yang terkoordinir serta pola yang sama menunjukkan
bahwa proses perencanaan dilakukan dengan waktu yang cukup sehingga tiap sasaran telah
ditinjau dengan baik. Banyak data yang bisa dijadikan ukuran bahwa aksi besar dan kom-pleks
ini disiapkan oleh tenaga yang telah terbiasa atau dilatih khusus untuk itu. Perencanaan yang
canggih ini juga terlihat dari segera dibangun-nya barikade/pembatas jalan pada H+1 di
seluruh sektor/wilayah yang dihuni oleh masyarakat Kristen dalam rangka menghambat
manuver pasukan TNI. Di perkampungan Islam pembangunan pembatas jalan (barikade)
seperti ini dari bahan yang mudah disingkirkan seperti bangku kayu panjang dan lain
sebagainya dengan tujuan mencegah gerak maju kendaraan dengan kecepatan tinggi serta
mem-permudah kedatangan TNI untuk melindungi. Pada ruas jalan antara Batu Gantung dan
RSU Haulussy (Kuda Mati) dibangun sekurangnya 6 buah barikade zig-zag serentak untuk
menghentikan/memperlambat manuver TNI, manuver TNI terus dikontrol/kendalikan. Pada
tiap rintangan jalan tersebut terpampang sekurangnya 6 buah triplek dengan ukuran besar
bertuliskan “Bugis,Buton, Makassar Tinggalkan Ambon”. Triplek tersebut disandar-kan pada
salib yang didirikan di tanggul penghalang jalan tersebut. Ada juga spanduk di beberapa
tempat bertuliskan “Anda memasuki kawasan Israel” dan “Hidup RMS, RMS Yes”, “Mena
Moeria Menang” (Salam kebangsaan RMS) dan kalimat–kalimat yang menghujat Islam secara
tidak bermoral. Adanya informasi yang telah dibuktikan bahwa beberapa tokoh Kristen telah
meninggalkan rumah bersama keluarganya sejak H-2 dan diperkirakan ada kaitannya dengan
aksi perusuhan ini. Kedua tokoh yang meng- hilang tersebut terlihat berada pada H+2 di
kediaman tokoh ketiga. Dari info ini boleh jadi mereka adalah para aktor intelektualnya.
Sejumlah data diperoleh yang mendukung prediksi bahwa kekacauan ini diproses melalui

34
suatu perencanaan yang matang, tinggal lagi apakah TNI cukup profesional dan berkemauan
untuk membongkar kasus ini agar anasir-anasir yang berfikiran separatis dan anti Pancasila
dapat tergulung sehingga Maluku dapat diselamatkan dari disintegrasi bangsa.
Pola Operasi.
Pengacauan yang dilakukan kelompok Kristen ini menampakkan pola yang sama di
beberapa sektor, yang sangat mencolok adalah :
(1) Tekanan yang dilakukan pada beberapa daerah dalam waktu yang relatif sama sehingga
TNI sulit dalam penggerakkan pasukan yang terbatas terutama pada hari H s/d H+1.
Tujuan gerakan ini untuk membangun kondisi siap menyerang pada semua sektor
kekuatan Kristen. Mereka yakin bahwa kalau tidak memanfaatkan 2 atau 3 hari pertama
maka hasilnya akan tertahan karena TNI akan di datangkan dari luar Maluku
(2) Adanya tahapan sasaran dengan prioritas sebagai aplikasi rencana strategi (lihat Bab V)
sebagai berikut :
Tahap I :
Melancarkan serangan ke seluruh sektor dengan sasaran serangan ke pusat pemukiman
Islam. Pada tahapan ini sudah dilakukan pemba-karan untuk menekan moril masyarakat.
Tahap I ini bertujuan menim-bulkan kekacauan, kepanikan sehingga terjadi pengungsian besar-
besaran yang menimbulkan beban bagi kekuatan muslim sehingga tidak mampu melakukan
serangan balas. Dalam keadaan seperti itu mereka menjadi bebas menghancurkan dan
membakar fasilitas perekonomian seperti pasar Mardika, Pasar Batu Merah, pasar Gam-bus
dan pertokoan Pelita yang dilaksanakan dengan teratur dan mencapai hasil gemilang.
Tahap II :
Yang menjadi sasaran adalah sarana perekonomian yaitu pasar, kios, toko, warung sampai
becak milik suku BBM, Sumatra dan Jawa bahkan semua milik Ummat Islam. Sasaran ini dan
sasaran pemukiman pada tahap I merupakan satu paket agar BBM dan lainnya tidak punya
pilihan lain kecuali exodus dari Ambon.
Tahap III :
Pembakaran pemukiman, rumah ibadah dan pembunuhan, tahap ini dilakukan dengan
berhasil maksimal, perintah tembak bagi pembangkang di keluarkan sesudah tahap III ini. Pada
hari pertama saja Masjid yang terbakar telah mencapai puluhan buah dan pada hari kedua jauh
lebih banyak lagi (lihat lampiran).
Tahap IV :
Menuntaskan sasaran tahap II dan III serta memberikan tekanan psikologis terus menerus
agar pihak BBM dan JS tidak punya pilihan lain kecuali ke luar dari Ambon.
Pelaksanaan tahapan operasi tidak mengikat, lebih diutamakan peluang sehingga pada
tahap I belum selesai sudah dimulai dengan sasaran tahap II dan seterusnya, tetapi tetap
terlihat adanya titik berat penghancuran sesuai rencana yang telah disiapkan.
PELAKSANAAN.

1) Gerakan Massa Kristen.


Pada saat yang relatif bersamaan terjadi konsentrasi kekuatan pihak Kristen yang
selanjutnya disebut PERUSUH di tiap kampung. Karena itu sekitar pukul 18.00 WIT secara
merata telah terjadi penyerangan terhadap kampung Islam maupun perumahan Ummat Islam
di luar perkampungan Islam yang tersebar. Konsentrasi berikut mulai sekitar pukul 21.00 WIT
di lapangan Merdeka yang menjelang pagi mencapai jumlah + 5000 orang. Kekuatan ini yang
membakar dan membunuh muslimin di pertokoan, pasar, kios dan sebagainya, mereka berasal
dari desa-desa pegunungan dan dibalik pegunungan pada pesisir di selatan jazirah Leitimur.
Dengan lokasi basis seperti itu mereka mudah melakukan konsentrasi tanpa diketahui aparat
keamanan. Kecuali oleh masyarakat Islam Buton yang bertempat tinggal di pegunungan karena
mata pencahariannya sebagai petani, berkebun dilereng gunung.
2) Gerakan Massa Islam.
Massa Islam yang terkena pendadakan tanpa persiapan apapun hanya mampu bertahan di
sektor masing-masing. Mereka tidak memiliki senjata berarti kecuali seadanya. Karena itu

35
mereka tidak pernah menyerang, apalagi belum ada seorang pimpinan yang tampil mengambil
prakarsa mengatasi situasi yang tidak menentu itu, kecuali mengharapkan tindakan TNI.
Dalam keadaan dimana Ummat Islam hanya mampu mempertahankan diri, terdapat sejumlah
pemuda yang cukup heroik siap melakukan serangan balas, tetapi hal itu dicegah oleh para
tokoh Islam, karena kita memang akan memenangkan aspek hukum dan politis yang lebih
bersifat strategis yang dalam bahasa militer disebut memenangkan perang bukan pertempuran.
Dengan cara itu selama kerusuhan pertama sampai mulainya keru- suhan kedua tercatat
dengan baik seluruh TKP berada di kampung-kampung Islam yang akan membuktikan bahwa
merekalah yang merencanakan ummat Islam.
Kecuali pada hari kedua massa dari di Leihitu dalam jumlah besar bergerak kekota Ambon
yang menimbulkan kerusuhan di beberapa perkampungan Kristen seperti desa Benteng
karang, desa Durian Patah/Hunuth, Nania dan Negeri Lama. Pada benturan ini ratusan rumah
masyarakat Kristen dan 6 buah Gereja dibakar termasuk perkampungan kecil Kristen yang
berukuran kira-kira 50m x 300m yang terjepit diantara dua desa Islam yang besar yaitu Hila
dan Kaitetu. Kemampuan menyerang ummat Islam ini dibuktikan oleh kekuatan dari desa Hitu
dan beberapa desa sekitarnya yang walau dalam waktu singkat mampu membabat habis desa-
desa tersebut ketika mereka kembali ke desanya setelah dicegah oleh Kompi Brimob di Passo
untuk memasuki kota Ambon. Peristiwa ini bukan offensif tetapi defensif murni yaitu
pemindahan kekuatan dari desa untuk mempertahankan objek vital (Masjid Raya Al-Fatah)
yang secara terus menerus diserang oleh pihak perusuh. (lihat lampiran 4 tentang manuver
massa Hitu ke kota Ambon bukan dalam rangka opensif)
3). Kemungkinan serangan balas oleh pihak Islam.
Ilmu militer menyatakan bahwa pertahanan yang terbaik adalah menyerang, itu artinya
bertahan hanya karena belum siap untuk menyerang, mereka yang bertahan harus segera
mempersiapkan diri untuk menyerang. Ilmu militer juga menyatakan bahwa rencana serangan
balas adalah bagian tak terpisahkan dari suatu rencana pertahanan. Karena itu paling lambat
seminggu setelah terkena pendadakan, Ummat Islam dengan tekad dan semangat Jihad Fie-
sabilillah harus sudah melakukan serangan balas, namun beberapa faktor non militer telah
menghambat niat tersebut terutama aksi safari perdamaian yang terus dilakukan oleh tim yang
dibentuk khusus untuk itu.
4) Massa Kristen terus menyerang sampai dengan adanya perin-tah tembak ditempat oleh
pangdam VIII/Trikora pada H+3 (hari keem-pat) pada pukul 15.00 WIT setelah shalat Jum’at.
Perintah tembak ini berhasil untuk sementara tetapi berikutnya perusuh melakukan aksi yang
semakin brutal.
Kesemuanya itu terjadi karena inisiatif masih tetap di tangan pihak perusuh, aktor
intelektual tetap mengomandoi dan mengendalikan pasukan Kristen di lapangan.
5) Dalam waktu 4 hari berhasil menyelesaikan sasaran taktis seperti dijelaskan pada Bab V.
Namun sasaran strategis seperti dicanang- kan mustahil berhasil di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang di dalam memelihara persatuan dan kesatuan bangsa telah
mengikrarkan sejumlah kesepakatan nasional yang dijadikan rambu-rambu dalam beragama,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

PENANGGULANGAN KERUSUHAN OLEH TNI

BERBAGAI upaya tokoh agama ternyata gagal total untuk menghen-tikan niat menyerang
massa Kristen, sedangkan massa Islam memang hanya defensif. Jadi tidak akan menibulkan
ancaman, kecuali oleh massa Islam di desa di luar kota, yang dalam upaya mempertahankan
Masjid Raya Al-Fatah keluar dari desanya menuju kota Ambon. Oleh karena itu harapan satu-
satunya yang dapat mengatasi keadaan adalah tindakan TNI yang tegas sesuai petunjuk

36
Panglima TNI dan Kapolri. Untuk dapat merebut inisiatif dari tangan perusuh maka kekuatan
TNI harus diperbesar. Namun penanganan oleh TNI sangat menge-cewakan Ummat Islam.
KETERBATASAN PASUKAN
Keterbatasan pasukan TNI di Kodya Ambon pada hari H menye-babkan kerusuhan
berkembang dengan cepat dan menimbulkan korban yang besar baik manusia maupun harta
benda. Pasukan TNI tampak tidak dapat bertindak apa-apa yang oleh beberapa prajurit
menjelaskan bahwa belum ada perintah kecuali menempati pos ini dan melakukan bela diri bila
diserang dan terancam keselamatannya.
Pada H+1 sore telah ada penambahan pasukan, tetapi gerakan massa Kristen tidak
terhalang, bahkan mereka seakan-akan mema-merkan kekuatan di depan hidung prajurit TNI.
Tidak ada perintah yang jelas membuat para prajurit mengeluh apalagi karena merasa
terancam pada sektor tertentu. Massa Kristen mengetahui betul akan hal ini apalagi tembakan
yang terus dilakukan hanya berupa peri-ngatan dengan peluru hampa. Dalam waktu 1 minggu
kekuatan TNI terus bertambah yang dengan kekuatan TNI lokal telah mencapai 3 Batalyon
serta adanya perintah tembak ditempat. Dengan kekuatan sebesar itu barulah TNI mampu
menekan aksi-aksi lawan, untuk sementara keadaan kota Ambon cukup tenang walaupun
ketegangan masih terasa terutama di malam hari.
Setelah 2 minggu peristiwa berdarah ini terjadi ternyata 1 Batalyon Kostrad (Yonif 515)
ditarik yang seharusnya belum saatnya karena situasi belum terkendali (otak penggerak dan
organisasi pelaku kerusuhan masih utuh). Pengurangan pasukan ini membuat perusuh
melakukan aksi penyerangan kembali.
PERINTAH TEMBAK DI TEMPAT
Pada H+2 telah ada penambahan pasukan lagi sehingga keselu-ruhan terdapat 14 SSK dari
TNI AD, TNI AL dan Brimob Polri. Dengan tambahan personil TNI maka Kota Ambon dikuasai
TNI walaupun aksi massa Kristen masih terus berlangsung terutama bila malam hari.
Pada tanggal 22 Januari 1999 (H+3) dikeluarkan perintah tembak di tempat oleh Pangdam
VIII/ Trikora pada sekitar pukul 15.00 WIT. Efek dari perintah itu sangat terasa dengan segera
turunnya aktifitas pihak massa perusuh. Tindakan lanjut dari keputusan Pangdam VII/Trikora
berupa pembersihan aksi massa yang secara seporadis melaku-kan pengacauan, hasilnya
stabilitas keamanan semakin baik.
Perintah tembak di tempat ini ternyata tidak dilaksanakan dengan konsekwen hingga secara
massa Kristen masih juga melakukan teka-nan yang berakibat korban jiwa dimana-mana
termasuk gugurnya seorang prajurit TNI dari Yonif 515 Kostrad karena dibacok pihak perusuh
beberapa jam sesudah perintah tembak di tempat yang sangat jelas di dengar dan dimengerti
oleh semua pihak.
Dari keseluruhan pelaksanaan operasi terkesan TNI lambat bertin-dak, tampak seperti delay
action yang disengaja, tetapi itulah hasil yang dicapai perusuh pada babak I / pematangan
situasi dimana TNI dibuat tak berdaya.
Banyak kejadian, banyak fakta dan data yang dapat mengungkap tragedi ini ternyata
berlalu begitu saja, TNI tidak tanggap untuk memanfaatkan sebagai bukti atau titik awal
pengusutan, tak ada usaha untuk merekam bukti dan data.
TNI bahkan telah ikut membuat korban dengan menembak yang tidak bersalah, para prajurit Polri/Brimob
yang beragama Kristen amat dicurigai keberadaannya karena memihak secara terang-terangan, ternyata
mereka telah digalang sebelumnya agar ikut mengambil bagian.
Pada dasarnya TNI dinilai masyarakat tidak profesional dan tidak tegas. Perintah tembak
ditempat bagi yang membawa senjata tajam keluar rumah akan ditindak dengan tembak
ditempat ternyata serangan dalam jumlah ratusan orang bersenjata lengkap hanya dihalau
dengan tembakan peringatan. Masyarakat Islam amat prihatin dan menyatakan protes sebab
korban di pihak Islam terus berjatuhan, apalagi Safari Damai prakarsa Gubernur terus
dipaksakan yang membuat Ummat Islam percaya bahwa lawanpun akan berdamai.
SIKAP TNI MENGECEWAKAN UMMAT ISLAM

Tanda–tanda jelas adanya persiapan.


Sejumlah tanda-tanda cukup jelas menampakkan adanya persiapan pihak Kristen untuk
melaksanakan aksi Tragedi Idul Fitri Berdarah ini. Tanda-tanda itu sama sekali tidak menarik

37
perhatian TNI (Polda Maluku dan Korem 174/Pattimura), tidak jelas apa alasannya sehingga
TNI tampak tidak profesional. Dengan demikian lawan bisa lebih leluasa mempersiapkan diri.
Tanda-tanda tersebut diantaranya :
1) Adanya issu yang cukup terbuka + 3 bulan menjelang Tragedi Idul Fitri Berdarah bahwa
suku BBM dan JS akan diusir dengan kekerasan dari Ambon. Akibatnya pada bulan
Ramadhan banyak exodus keluar Ambon di luar kebiasaan karena jumlah yang banyak.
Tokoh Kristen mencoba mengalihkan tanggung jawab atas kenyataan ini dengan
menyatakan bahwa mereka ingin berlebaran tidak ada hubungannya dengan isu
pengusiran akhir-akhir ini.
2) Produksi parang panjang dari desa-desa jazirah Leihitu meningkat, tetapi habis di pasaran.
Parang panjang digunakan untuk ke hutan atau kebun karena itu tidak dibutuhkan
masyarakat kota. Dalam Tragedi Idul Fitri Berdarah ini pihak Kristen dalam penyerangan-
nya menggunakan parang panjang ( + 50% ) sedang yang lainnya tombak dan sebagainya,
sedangkan pihak Islam hampir tidak ada parang panjang kecuali parang pendek untuk
dapur. Aparat keamanan tidak menggubris info produksi parang ini.
3) Rata-rata para pejabat bukan asli Ambon/Maluku tidak mema-hami permusuhan Islam–
Kristen yang latent, sehingga tidak tertarik membaca situasi dan menganggapnya hal yang
mustahil. Begitu juga kalangan TNI yang tampak betul tidak dapat mengen-dalikan para
perwira sampai dengan tamtama Kristen yang bersikap berpihak sehingga operasi
penanggulangan menjadi tidak berjalan dengan baik apalagi sangat merugikan Ummat
Islam yang hanya bertahan saja. Ada pihak yang menilai pelibatan oknum yang memihak
ini akibat adanya pihak keluarga mereka yang terkena / korban kerusuhan. Pendapat itu
sangat tidak benar karena yang paling banyak korban adalah keluarga dari prajurit-
prajurit yang beragama Islam (BBM). Yang jelas aksi ini disiapkan dengan baik sehingga
dukungan dari berbagai pihak telah dipersiapkan.
4) Peregangan hubungan harmonis antara Kapolda Maluku dan Danrem 174/PTM dianggap
persoalan pribadi tidak mende-teksinya sebagai suatu rekayasa dalam rangka melemahkan
TNI dalam bertindak. Gubernur menilainya sebagai akibat sikap arogansi Danrem
174/PTM yang lebih muda usia.
5) Peristiwa Wailete dan Air Bak berlalu begitu saja padahal kasus SARA (Suku dan Agama),
sekecil apapun harus mendapat prioritas penanganan sampai tuntas dan transparan karena
kasus ini amat rawan sebagai komoditi yang empuk dalam menimbulkan kerusuhan
massal.
6) Kedatangan sekitar 200 preman Jakarta eks kasus jalan Ketapang yang pada umumnya
beragama Kristen harus diperkirakan mempunyai tujuan tertentu apalagi ada niat balas
dendam kepada Ummat Islam. Tokoh Milton (pimpinan preman Ambon) disebut–sebut
sebagai pimpinan rombongan dari Jakarta tetapi meng-hilang begitu saja, secara
keseluruhan tidak ada langkah antisipasi terhadap para preman ini sehingga mereka bebas
bergerak mematangkan situasi menjelang 1 Syawal 1419 H. seharusnya mereka didata dan
diberikan peringatan dan perhatian khusus dengan pengawasan ketat oleh aparat
keamanan.
Operasi Pengamanan Mengecewakan disebabkan oleh:
1) Tak mengerti latar belakang permasalahan.
Banyak terjadi permasalahan diluar perkiraan pejabat TNI seperti keberpihakan, informassi
yang tidak sampai ke alamat, pergerakan pasukan yang justru menjauhi ancaman dan
sebagainya merupakan hal yang diluar dugaan, sementara Ummat Islam merasa-kan bahwa
para pejabat dalam menangani peristiwa berdarah ini seperti tidak mengetahui latar belakang
konflik yang telah berakar dan berkembang ratusan tahun.
2. Peristiwa ini oleh TNI dirasakan sebagai pendadakan.
Seharusnya TNI tidak terdadak bila simbol-simbol yang tampak ditanggapi dengan
pendekatan intelejen dan teritorial yang profesional. Pasukan yang terbatas, daerah yang
bergolak begitu cepat mencakup seluruh kota membuat TNI kesulitan mengalokasikan
kekuatan karena belum ada rencana operasi menanggapi perkembangan situasi.
3. TNI Ragu Berindak.

38
Sekitar pukul 18.00 WIT pada hari H semua ruas jalan dalam sektor pemukiman Kristen
telah diblokir dengan penghalang jalan (barikade) seperti pohon ditebang, drum berisi batu dan
sebagainya. Manuver TNI dihambat, tetapi TNI tidak berani membuka barikade-barikade
tersebut dengan kekuatan sebagai penanggung jawab keamanan.
Begitu juga dalam menghadapi serangan-serangan lawan, TNI relatif tak berbuat apa-apa
walaupun sudah ada perintah tembak di tempat,
4. Banyak bukti-bukti di lapangan tidak direkam untuk pengusutan bahkan membiarkan
mereka pamer kekuatan dengan menyanjung-nyanjung RMS dan menghina Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
5. Tidak ada ketegasan perintah.
Semua prajurit tempur diturunkan ke lokasi krisis tak tahu akan berbuat apa terhadap aksi
lawan yang cenderung memanfaatkan kon-disi TNI. Prajurit bingung karena tidak ada perintah
yang jelas kecuali bela diri bila terancam.
6. Perintah tembak di tempat.
Dua peristiwa besar yaitu tanggal 2 Februari 1999 dua jam menje-lang tibanya 5 orang
menteri di Ambon dan serangan terhadap ibukota kecamatan Kairatu di pulau Seram. Secara
terang-terangan lawan melanggar larangan membawa senjata tajam keluar rumah secara besar-
besaran, tetapi penanganannya oleh TNI tetap tidak jelas sehingga korban dipihak Ummat
Islam terus berjatuhan.
7) Inisiatif tetap di tangan musuh.
Dalam ilmu militer dikatakan bahwa dalam perang (pertempuran) ciptakan pendadakan,
rebut inisiatif, pegang terus inisiatif, maka perang / pertempuran itu akan dimenangkan.
Pihak perusuh berhasil menciptakan pendadakan, Ummat Islam dan TNI menjadi
kehilangan kendali sehingga para perusuh terus mendikte kemauannya, dimana pun mereka
akan menyerang, dengan kekuatan berapa, kapan saja dan dengan cara apa saja dapat mereka
lakukan. Inisiatif itu tidak berhasil direbut TNI dari tangan perusuh, karena itu kerusuhan terus
berlanjut. Kelemahan TNI sebagai hasil babak I diekspliotasi oleh perusuh semaksimal
mungkin. Inipun suatu bukti perencanaan yang canggih dalam menyiapkan kerusuhan ini.
Tahapan–tahapan terakhir ini berkembang isu yang memancing Ummat Islam untuk keluar
menyerang, para tokoh Islam yang telah bekerja keras menahan amarah ummatnya,tetapi
sejauh mana kemam-puan mereka kalau TNI tidak bertindak tegas terhadap provokasi dan
intimidasi lawan
Menghimpun kekuatan untuk melakukan serangan balas adalah salah satu bentuk
mematahkan inisiatif yang dipegang perusuh. Tekad Jihad Fie sabilillah tidak mungkin
dilakukan walau kemampuan untuk itu sudah diorganisir tetapi tidak mungkin dilaksanakan
karena sedang asyik bersafari damai

PELANGGARAN TERHADAP KONSENSUS


NASIONAL

NEGARA Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka pada 17 Agustus 1945, adalah negara
yang didiami bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa dan
budaya. Negara bhineka ini bisa langgeng sampai ke masa depan sangat tergantung
kesepakatan kita bahwa hanya karena ada kesepakatan untuk Tunggal Ika. Kesepakatan ini
amat penting sebagai jaminan bahwa semua orang dalam negara ini mengakui adanya

39
kebhinekaan sebagai suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri tetapi hasrat untuk bersatu
mengikat kebhinekaan itu dalam ketunggalan.
Itulah semangat yang mendasari berdiri tegaknya Republik Indonesia yang tahan terhadap
berbagai hantaman separatis. Setiap warga negara Indonesia harus menerima, memelihara dan
menjunjung tinggi kesepakatan itu dengan menerima secara ikhlas Pancasila, UUD ’45 dan
wawasan kebangsaan sebagai rambu-rambu penyelamatan kehi-dupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
IDE SEPARATIS MENGANCAM PANCASILA
Tragedi Idul Fitri Berdarah dikobarkan dengan tuntutan suku Bugis, Buton dan Makassar
meninggalkan Ambon / Maluku yang dalam peristiwa ini pada dasarnya semua pendatang
yang beragama Islam dijadikan sasaran penghancuran dengan tujuan agar keseluruhan mereka
keluar dari Maluku dan kenyataannya pula penduduk asli yang beragama Islam pun ikut
tergusur.
Keinginan seperti itu, yang dicapai dengan kekerasan menun-jukkan bahwa mereka tidak
bermain-main tetapi suatu tekad yang sudah final melalui pertimbangan yang matang.
Menolak kebhinekaan adalah menolak wawasan kebangsaan, dasar negara dan ideologi
Pancasila sebagai konsensus nasional. Sangat boleh jadi gagasan ini dimotori oleh para tokoh
yang masih memilih RMS sebagai negara pilihannya. Hal ini dapat dimengerti penolakan
terhadap kehadiran suku-suku lain di Ambon/Maluku sejalan betul dengan perjuanagn RMS
yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tahun 1950.
Pada sekitar tahun 1989, Korem 174/PTM yang komandannya pada waktu itu adalah
Kol.Inf.Rustam Kastor berhasil membongkar jaringan organisasi RMS di kota Ambon yang
mempunyai rencana besar, tetapi mereka tidak punya kemampuan untuk mewujudkannya,
tetapi di masyarakat Kristen ide seperti itu didukung. Dalam kasus Batu Gajah ide seperti itu
muncul lagi dan pada kasus Tragedi Idul Fitri Berdarah ini mereka menampilkan ide itu tanpa
perlu ditutup-tutupi bahkan demonstratif dengan yel-yel RMS, tulisan dan gambar.
Perkembangan baru RMS kalaupun ada peningkatan belum mampu mengorganisir suatu
gerakan sebesar Tragedi Idul Fitri Berdarah karena RMS di Ambon hidup berkat adanya
pembiayaan (pendanaan) secara teratur dari kelompok RMS di Belanda, semakin aktif
menampakkan eksistensinya maka dana yang didapat semakin besar. Jadi RMS dalam kasus ini
merupakan pelaku dari kepentingan atau tujuan bersama karena ide sepataris cukup besar
pengikutnya di kota Ambon dan Maluku Tengah pada umumnya. Jadi walaupun bukan RMS
sebagai pelaku utama tetapi ada kekuatan baru yang tidak jauh berpikir seperti RMS atau dapat
kita katakan sebagai RMS baru.
Apabila dalam kasus Tragedi Idul Fitri Berdarah ini keseluruhan pemeluk agama Islam juga
dijadikan sasaran penghancuran, tidak lain karena pemeluk agama Islam sejak perjuangan
Indonesia Merdeka hingga sampai perjuangan melawan RMS hanya berfikir Maluku dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diploklamirkan pada tanggal 17 Agustus
1945 yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Selain penghancuran terhadap suku
pendatang yang beragama Islam adalah serangan terhadap integritas bangsa Indonesia. Ide ini
tidak boleh diberikan kesempatan untuk berkembang karena mengancam keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pada dasarnya tidak boleh ada hak hidup bagi kelompok
masyarakat yang menginginkan berdiri sendiri terpisah dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia, bukan di Maluku hak hidup mereka.
KAUM SEPARATIS: DALANG IDUL FITRI BERDARAH
Tragedi Idul Fitri Berdarah ini amat spesifik, bukan sekedar meng-hantam suku dan agama,
dua aspek yang sangat rentan dari SARA. Tetapi sekaligus mengancam agama Islam dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, UUD 1945 dan wawasan
kebangsaan. Keseluruhan rambu-rambu bermasyarakat berbangsa dan bernegara itu sebagai
kekuatan yang mengikat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan
dihancurkan oleh kekuatan yang melancarkan aksi Tragedi Idul Fitri Berdarah ini. Tragedi ini
jelas dirancang dengan sempurna, dilaksanakan secara berhasil dengan komando pengendalian
yang efektif. Kenyataan di lapangan menunjukkan kecanggihan perencanaan yang meliputi
hampir semua aspek dalam suatu gerakan politik dengan tujuan besar, bergerak secara
serentak pada hampir semua lini, yang di Ambon ini titik berat gerakan mereka pada aspek
militernya.

40
Apabila TNI tidak berhasil membongkar dan menghancurkan organisasi penggerak Tragedi
Idul Fitri Berdarah ini maka diwaktu berikut, Negara Kesatuan Republik Indonesia akan
terancam terus keutuhannya sebab ide itu latent.
Kondisi nasional yang terus memburuk dan perkembangan terakhir Tim-Tim akan
memperkuat semangat separatis, kekuatan yang menggerakkan Tragedi Idul Fitri Berdarah
telah terilhami oleh kemajuan yang dicapai Tim-Tim.
Benarkah RMS Sebagai Pelakunya ?
Pada tahun 1989 Korem 174 / PTM berhasil membongkar jaringan organisasi gelap RMS di
kota Ambon dan sekitarnya, dimana rencana membangun kekuatan bersenjata di pulau Seram
berhasil dipatahkan. Seorang Mantan Perwira Menengah TNI-AD berpangkat Letkol. Inf.(purn)
Ony Manuhutu (Jakarta) dilibatkan untuk menuntaskan rencana sekaligus memimpin kekuatan
bersenjata di lapangan. Gudang senjata TNI milik LANTAMAL siap dibongkar untuk merebut
senjata dan amunisi dengan dukungan seorang bintara pegudang.
Adanya repatriasi masyarakat asal Maluku dari negeri Belanda dan semakin baiknya
transportasi serta adanya kebijaksanaan bebas visa maka kunjungan wisatawan Belanda dan
warga negara Belanda asal Indonesia semakin besar jumlahnya ke Ambon. Pada umumnya
mereka adalah keluarga eks KNIL sebagai serdadu RMS yang dibawa ke Belanda, mereka
adalah pimpinan dan anggota RMS, maka pasti RMS di kota Ambon dan sekitarnya telah
berkembang menjadi lebih kuat lagi. Kondisi nasional akibat reformasi yang berkembang
penuh kekerasan dengan kerusuhan yang terus menerus memporak-porandakan berbagai
aspek kehidupan bangsa telah menimbulkan peluang bagi RMS untuk tampil dengan rencana
melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, ide yang telah berkembang sejak
tahun 1950 yang terus melekat di banyak masyarakat Ambon yang beragama Kristen. Ada
instruksi dari RMS di negeri Belanda untuk bersiap-siap mengambil alih kekuasaan di Maluku
apabila akibat Reformasi Pemerintah Republik Indonesia jatuh.
Aparat kepolisian dan Teritorial TNI-AD tampak kurang sungguh-sungguh dalam
mendeteksi perkembangan RMS, apalagi sejak Mei 1998 aparat kemanan lebih disibukkan pada
huru hara reformasi total yang tidak terkendali.
Apa yang ditemukan di lapangan terlihat para tokoh dengan manuver politiknya, corat-
coret, yel-yel adanya bendera RMS yang sempat dikibarkan di Gunung Nona, maka dugaan
bahwa RMS adalah Pelaku Tragedi Idul Fitri Berdarah ini perlu diamati terus. Sejumlah
dokumen melalui penemuan Tragedi Idul Fitri Berdarah bukanlah sesuatu yang terjadi secara
kebetulan, peristiwa ini adalah bagian dari suatu konspirasi besar dari rencana besar dengan
dukungan kekuatan luar negeri.
Usaha Tim-Tim untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pasti
memperkuat semangat kekuatan RMS untuk melanjutkan perjuangannya.
Kalau masyarakat Islam Maluku dijadikan sasaran penghancuran sistematik karena pihak
Kristen di DPRD Tk I Maluku mengabulkan keinginan beberapa tokoh Maluku Utara untuk
mendirikan propinsi sendiri Moluku Kie Raha (MKR) yang meliputi Dati II Maluku Utara dan
Dati II Halmahera Tengah. Yang perlu dicurigai bahkan perlu ditelusuri lagi, ide ini termasuk
rencana strategis RMS atau bukan.
Kehadiran utusan DPRD Tk.I Maluku ke Jakarta menghadap Presiden B.J. Habibie untuk
menyatakan bahwa RMS tidak terlibat dalam kerusuhan Ambon justru memperbesar
kecurigaan kita terhadap beberapa tokoh GPM sebagai pimpinan dan anggota DPRD Tk.I
Maluku tersebut. Masalah keamanan bukan porsinya DPR, apalagi pihak Polda Maluku dan
Korem 174/PTM saja belum menya-takan ketidak terlibatan RMS.
Tekanan kuat Word Bank dan IMF terhadap pemerintahan Suharto dan pemerintahan B.J.
Habibie tidak dapat dilepaskan dari kerusuhan yang terjadi di Ambon yang tentu berangkai
dengan apa yang disebut Hijau royo-royo dan jatuhnya sejumlah tokoh Kristen seperti Benny
Moerdani yang menggembala program Kristenisasi, begitu juga sejumlah tokoh lainnya.
Walaupun analisis ini menunjukkan RMS sebagai Pelaku utama, tetapi tidak tertutup
kemungkinan ada organisasi bentukan baru tetapi tetap membawakan ideologi separatis yang
tujuan akhirnya adalah memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu marilah kita melihat keterlibatan RMS ini dalam konstelasi yang lebih besar
dan luas, berkaitan dengan kondisi nasional dan internasional dimana upaya penghancuran
kemajuan Islam dimotori oleh lobby Kristen internasional.

41
Menghilangnya tokoh Benny Moerdani dari percaturan politik nasional kurang
diwaspadai, padahal ia seorang ahli intelejen terke- muka di Indonesia dengan kemampuan
luar biasa. Mustahil setelah diturunkan dari tahtanya ia akan menerima begitu saja, ia pasti
akan bergerak di bawah permukaan yang hasilnya telah kita lihat bagaimana pemerintah orde
baru di bawah Suharto maupun Habibie dihancurkan dan begitu tergantung pada negara asing
khususnya Amerika, IMF dan World Bank

KERUGIAN DAN NESTAPA UMMAT ISLAM

PUKULAN yang diderita Ummat Islam kali ini memang sangat telak, artinya pukulan itu
betul-betul mengenai sasaran yang mematikan kehidupan Ummat Islam asal Bugis, Buton,
Makassar, Jawa, dan Sumatra serta Ummat Islam sekota Ambon dan sekitarnya.
Sasaran pasar tempat beroperasinya perekonomian rakyat kecil relatif seluruhnya terbakar
habis dengan segala isinya tak sedikit pun tersisa, kemudian toko, warung, kios, gerobak
dorong bahkan sekedar meja tempat berjualan kaki lima dan becak pun ludes di lalap api.
Sasaran berikutnya adalah perumahan kemudian jiwa manusia.
Harta benda dan kekayaan yang didapat melalui usaha keras ber-puluh tahun hancur
sehingga gambaran kehidupan masa depan pun menjadi gelap.
KERUGIAN MATERIAL

Fasilitas Perekonomian
Pasar Mardika dan Batu Merah berlantai dua yang dibangun sekitar tahun 1989, habis
terbakar padahal ini tempat mencari nafkah sekitar 1000 orang dari suku BBM, Jawa, Sumatra
dan muslim Maluku yang menghidupkan anggota keluarga pendidikan anak-anak dsb.
Di sekeliling pasar terdapat pedagang kaki lima dengan tenda, gerobak, meja, hamparan
tikar yang jumlahnya diperkirakan menampung ratusan orang pedagang kecil.
Angkutan kota sekitar 40 buah terbakar habis, mobil pribadi + 20 buah, sepeda motor + 30
buah. Tidak terdapat satu pun kendaraan bermotor pihak Kristen yang dibakar atau dirusak
karena terjebak kerusuhan di jalan, mereka diloloskan di semua di sektor perkam-pungan
Islam.
Modal kerja
Pasar terbakar dengan segala isinya yang pada umumnya tidak diasuransikan, karena itu
setiap pedagang akan sulit bangkit bila tidak mendapat bantuan pemerintah secara khusus atau
bantuan dalam kerangka persaudaraan Islam dalam rangka rehabilitasi. Hal ini sangat penting
karena berkaitan dengan upaya mengembalikan mereka yang telah exodus. Perlu juga
dipahami bahwa kasus ini ummat Islam hanya sebagai objek politik Kristen Indonesia yang
melakukan pembalasan akibat runtuhnya mereka pada periode Hijau royo-royo dan
pembakaran Gereja serta harta benda Cina sekitar tahun 1996-1997.
Perumahan
Hampir semua rumah Ummat Islam menjadi sasaran pembakaran apabila penghuni
kampung tidak cukup kuat untuk bertahan seperti Kampung Waringin, Kampung Diponegoro
Atas, Kampung Banda, perumahan di daerah Ahuru, Karang Panjang dan beberapa rumah di
Taman Makmur. Rumah penduduk Islam yang berdekatan dengan keluarga Kristen yang
hanya dirusak dan dijarah namun tidak dibakar, karena rumah-rumah itu terancam
menjalarnya api ke sekitarnya sedangkan diperkampungan baru menjadi hancur lebur.

42
Jumlah yang pasti belum diketahui, karena perumahan yang di tengah perkampungan
Kristen belum dapat dihitung, masih belum aman dari ancaman. Angka di bawah ini bersifat
sementara. (tanggal 15 Februari 1999)

Rumah-rumah: Dibakar :1.489 buah


Rrusak berat : 390 buah
Rusak ringan : 329 buah +
2.201 Buah
Pada umumnya , isi rumah dijarah sebelum dibakar dan dirusak. Sekitar 80% dari lokasi
rumah-rumah tersebut tidak cukup aman untuk dibangun kembali sebab berada ditengah atau
berdekatan dengan perkampungan Kristen, rasa takut dan trauma masih melekat untuk waktu
lama. Dengan demikian banyak tanah milik Ummat Islam yang tidak dapat dimanfaatkan lagi,
mungkin sekali akan menjadi milik Kristen.
Kerusuhan belum selesai, korban Ummat Islam setiap hari terus berjatuhan, kerugian di
luar kota Ambon semakin besar. Jika TNI tidak berhasil menghentikan kerusuhan ini maka
kerugian Ummat Islam harus segera dihentikan oleh Ummat Islam sendiri tanpa bantuan TNI.
KERUGIAN MORIL-PSIKOLOGIS
Kerugian moril psikologis paling berat dan baru pertama kali menimpa Ummat Islam di
kota Ambon dan sekitarnya yang berjumlah tidak kurang dari 150.000 jiwa itu. Penderitaan
akibat perang memper-tahankan kedaulatan negara dan bangsa betapapun beratnya adalah
konsekuensi setiap putra bangsa. Begitu juga penderitaan akibat bencana alam, diterima secara
ikhlas dengan penuh keyakinan bahwa penderitaan itu adalah ujian dari Allah yang mudah-
mudahan ujian itu akan menjadikan ummat Islam hamba-hamba yang bertaqwa. Tetapi akibat
Peristiwa 1 Syawal 1419 H tidak dapat diterima begitu saja karena penyiksaan ini dilakukan
oleh mereka yang sama sekali tidak berhak melakukannya terhadap Ummat Islam yang tidak
bersa-lah apa pun kepada mereka.
Kerugian moril-psikologis ini bukan saja diderita oleh mereka yang keluarganya terbunuh,
harta bendanya habis, lapangan kerjanya hilang dan masa depannya hancur berantakan tetapi,
juga oleh mereka yang luput karena rasa takut dan trauma yang kali ini amat berat. Apalagi
mereka yang secara langsung menyaksikan pembunuhan yang kejam itu. Serangan membabi
buta juga ditujukan kepada beberapa tempat penampungan pengungsi, kepada mereka yang
dalam perawatan di rumah sakit dan lainnya.
Beban mental juga menimpa sekitar 5000 pengungsi di Masjid Raya Al-Fatah,
yang diserang 3 kali berturut-turut sejak hari H s/d tengah malam pada hari
kedua yang terdiri wanita dan anak-anak. Serangan pihak Kristen sampai 10 meter
di depan pagar Masjid dan hampir menerobos hanya dihadapi petugas TNI yang
hanya berjumlah + 10 orang dan para Mujahidin dengan senjata seadanya. Betapa ketakutan
para ibu dan anak-anak atas serangan itu bukan sesuatu yang mudah dilupakan, inilah
perbuatan biadab yang tidak mungkin diperbuat oleh orang bertuhan.
Yang juga membebani perasaan adalah Ummat Kristen terutama yang muda menampakkan
kegirangan atas kemenangan, sehingga di sekolah pun mereka menjadi tidak harmonis seperti
sebelumnya dengan rekan yang Islam.
Tidak jelasnya proses penguburan bahkan tak jelas dimana kubur-nya anggota keluarga
yang terbunuh. Karena tidak mungkin keluar bergerak dari batas kampung untuk menengok
jenazah di rumah sakit atau terbaring di mana, sedangkan pihak Kristen relatif bebas bergerak
kecuali memasuki perkampungan Islam.
Dendam Ummat Islam sangat dalam, dari hasil dialog dengan mereka yang mengungsi
tampak rasa dendam itu sulit dihilangkan dalam waktu yang lama. Ini suatu kenyataan yang
belum ditemukan bagaimana upaya yang dapat menghilangkan dendam itu. Karena itu perlu
diwaspadai akan kemungkinan ekses diwaktu yang akan datang. Dendam yang timbul
sekarang ini dapat dirasakan sebagai suatu dendam Ummat Islam di kota Ambon dan
sekitarnya terhadap Ummat Kristen karena itulah kenyataan di lapangan yang disaksikan dan
dirasakan, Ummat Kristenlah yang menghancurkan Ummat Islam. Selain itu dendam seperti ini
juga mengendap pada diri pribadi perorangan yang merasakan akibat langsung penyiksaan ini.

43
Dendam pribadi ini amat berbahaya karena bila ia muncul pada waktunya untuk melakukan
pembalasan tidak ada tanda atau gejala yang mudah dideteksi.
Di era reformasi yang menuntut sikap pemimpin yang transpa-ransi, tidak memaksakan
kehendak dan arogan dengan kekuasannya yang dipikul sebagai amanat Allah SWT,
hendaklah berbagai kebijak-sanaan yang diterapkan dalam rangka penanggulangan akibat
Tragedi Idul Fitri Berdarah ini mempertimbangkan kondisi psikologi Ummat Islam yang rawan
ini jangan semakin dipersakit.
Dengan kebijaksanaan yang menolong akan mengurangi dendam dan memungkinkan
percepatan rehabilitasi mental menuju ke arah terciptanya perdamaian alamiah. Ummat Islam
tidak berkehendak untuk mendendam siapapun, tetapi yang terjadi ini adalah dendam yang
dipaksakan sehingga beginilah kondisi kejiwaan Ummat Islam di kota Ambon dan sekitarnya

REHABILITASI

LAWAN menghendaki agar jumlah masyarakat Islam di Pulau Ambon dan sekitarnya
berkurang sehingga mereka dapat kembali mendu-duki posisi mayoritas. Rencana ini terdengar
jelas di masyarakat sejalan dengan berita pengusiran BBM. Para pendatang yang telah lama
ber-mukim di Ambon dan mendapat sumber hidup dan kehidupan di sini, bahkan nenek
moyangnya telah ratusan tahun tinggal di Maluku dan ikut membangun Maluku tidak dapat
diperlakukan begitu saja. Maluku adalah bagian dari Republik Indonesia bukan Bosnia atau
Kosovo. Mereka harus kembali lagi ke Maluku karena di sinilah tanah airnya dan ruang
hidupnya. Mereka harus membangun kembali kehi-dupan yang lebih baik dari sebelum
Tragedi Idul Fitri Berdarah. Bila ini terwujud akan sangat memukul pihak Kristen yang berniat
meng-hancurkan Ummat Islam dan di waktu yang akan datang, mereka harus berpikir
beberapa kali untuk bertindak konyol seperti itu. Pada sisi lain kebijaksanaan sebagai dasar
Pelaksanaan rehabilitasi harus didasarkan pada faktor-faktor :
Keamanan, yang kurang mendapatkan perhatian, telah menimbul-kan tragedi ini.
Kondisi psikologis, yaitu dendam mendalam sebagai akibat nyata agar tidak menimbulkan
masalah baru yang terselubung
Kebijaksanaan dalam mengembangkan rehabilitasi yang tidak berdasarkan perimbangan
diatas bisa berakibat tidak menguntungkan.
RENCANA GARIS BESAR
Lihat lampiran Rencana Garis Besar Rehabilitasi. (lampiran-8)
DUKUNGAN PEMERINTAH
Pemerintah memang harus bersikap obyektif, dan dalam keobyektifan itu hendaklah dapat
melihat kehancuran Ummat Islam yang sampai lumpuh total itu, bukan malah bertindak yang
justru dirasakan oleh Ummat Islam sebagai tidak adil karena luka yang masih menganga dan
darah masih menetes itu jangan diperasi air jeruk yang membuat Ummat Islam se Maluku
semakin menangis kepedihan. Banyak contoh yang tidak dapat diterima Ummat Islam yang
men-derita karena itu pemerintah harus berdialog untuk menghayati apa yang ada dalam
perasaan mereka yang paling bawah.
DUKUNGAN MASYARAKAT DI LUAR MALUKU
Masyarakat Islam di luar Maluku di seluruh tanah air jelas meru-pakan dambaan kita di
Ambon. Ukhuwah Islamiyah mengharuskan kami berkeliling menjelaskan apa sesungguhnya
yang telah terjadi yang telah memporak-porandakan masa depan Ummat Islam di Ambon dan

44
sekitarnya. Kami di Ambon mengharapkan perhatian. Dukungan moril dari Ummat Islam di
tanah air akan meningkatkan semangat juang kami di Maluku khususnya di kota Ambon untuk
mencapai hari depan yang lebih baik yang diridhoi Allah swt. Ummat Islam di Ambon ingin
hidup tanpa dibayangi rasa takut agar dapat berbuat yang terbaik untuk bangsa, negara, tanah
air, dan agama sebagai ibadah yang diridhoi Allah swt. Sekali lagi perlu dimengeri bahwa
ummat Islam di Ambon hanya menjadi objek kepentingan politik para elit Kristen di Indonesia.
DUKUNGAN MASYARAKAT ISLAM AMBON-MALUKU
Masyarakat Islam di Ambon ikut terpukul dan hancur bersama dengan saudaranya dari
Bugis, Buton, Makassar, Jawa dan Sumatra. Kami berusaha saling bantu, tetapi apa daya
kehidupan ekonomi kita, dalam era krisis moneter, yang terpukul tragedi ini cukup berat.
Dalam kondisi buruk akibat tragedi dan krisis moneter ini perlu di-tumbuhkan daya tahan, ini
sangat diperlukan agar Ummat Islam di kota Ambon dan sekitarnya segera bangkit dan siap
lagi menerima kembali kedatangan saudaranya yang exodus bukan kita ikut frustrasi dan tak
peduli, melakukan penyelamatan sendiri-sendiri. Bagaimana peran para tokoh yang bersedia
mengambil lagi tanggung jawabnya sebagai pemimpin ummat disaat yang paling kritis dan
tidak mengun-tungkan ini. Diperlukan suasana baru yang memungkinkan semua pihak
berkiprah bahkan berlomba memberikan pengabdiannya

KESIMPULAN DAN PENUTUP

W ALAUPUN naskah ini sudah menguraikan banyak hal

secara panjang lebar tetapi belum selesai kerusuhan yang sedang berlangsung. Tidak
dapat diperkirakan kemungkinan selesai dalam waktu dekat karena penyelesaiannya terkesan
tertutup bahkan sengaja ditutup-tutupi akar permasalahan sebagai penyebab.
Dari naskah ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Kerusuhan Ambon bukan persoalan masyarakat Kristen dan Islam belaka, tetapi konspirasi
besar yang telah memanfaatkan konflik Kristen-Islam yang telah berlangsung ratusan
tahun untuk kepentingan politik Kristen di Indonesia dalam rangka merebut posisi yang
lebih kuat setelah tergeser oleh kekuatan Islam dalam dasa warsa terakhir.
b. Dugaan kuat bahwa RMS sebagai pelaku kerusuhan didukung oleh sejumlah fakta yang
kalau direkam oleh aparat keamanan dan dilakukan pengusutan yang intensif hal tersebut
akan terjawab.
c. Karena RMS sebagai pelaku maka wataknya yang anti dan sangat membenci ummat Islam
di Maluku mengakibatkan penghancuran ummat Islam sebagai objek dan subjek politik
telah keblabasan dengan pembakaran dan penghancuran Masjid-Masjid, pemba-karan Al-
quran, penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW serta agama Islam pada
khususnya maka konflik bernuansa politik itu telah berobah menjadi perang agama.
d. Karena RMS sebagai pelaku maka tampak jelas keinginan untuk mendirikan negara sendiri,
merdeka lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Niat tersebut tentu karena
terangsang oleh proses Tim-tim yang mendapat kemajuan untuk merdeka yang didukung
oleh sejumlah negara asing.
e. Kerugian ummat Islam sebagai objek penghancuran amat berat terutama pada aspek
mental/psycologie dengan dendam yang dalam terutama akibat penghinaan terhadap
agama.
f. Ummat Islam sesungguhnya dapat menerima perdamaian asalkan pihak Kristen jujur dan
bersedia menerima penyelesaian secara hukum yaitu dengan pangusutan untuk

45
membongkar organisasi pelaku kerusuhan (RMS ?) beserta semua tokoh (aktor intelektual)
yang berada dibalik rencana besar ini tanpa pandang bulu apakah mereka tokoh Gereja
maupun tokoh politik.

ERUSUHAN masih terus berlangsung, korban dipihak Is


K
lam terus berjatuhan, walaupun korban jiwa pada pihak Kristen jauh lebih besar.
Sebagai pihak yang menyerang, sering kali terlalu berani karena di sinyalir keberanian itu
dirangsang dengan obat-obatan terlarang atau minuman keras (terbukti di lapangan, dari
mulut korban ke luar bau alkohol).
Kerugian di pihak Islam lebih banyak berbentuk materi seperti rumah, toko dan milik
berharga lainnya. Perang agama yang belum jelas kapan berakhir akan kita ikuti insya Allah
pada buku II pada waktunya. Terima Kasih !

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran : 1

KRONOLOGIS KEJADIAN PENTING

1. Hari H ( 19 Januari 1999 )

a. Sekitar Pukul 14.00 WIT telah terjadi pemerasan oleh Yopi (asal desa Aboru) terhadap Usman (asal Bugis) berkelajutan dengan
dikejarnya Usman dengan parang panjang yang lari menyelamatkan diri ke dalam kampung Batu Merah berkelanjutan dengan saling
melempar antara massa kampung masyarakat Aboru dan Batu Merah serta terbakarnya 2 rumah dan 1 bengkel sepeda motor.

Keterangan :
Kasus perkelahian ini sering terjadi, kali ini berkelanjutan sampai dengan pembakaran, diperkirakan sengaja
diatur oleh pihak Kristen, kebakaran itu dirasakan sebagai suatu pemberitahuan kesiapan yang cukup efektif.
Penjelasan Kapolri terbalik (terlalu dini), sedangkan kasus Batu Merah ini oleh pihak Kristen dijadikan titik awal
penyebab kerusushan dengan melemparkan kesalahan bahwa pihak Islam yang memulai, (perlu pembuktian yang
adil).
b. Pukul 16.00 WIT berita perkelahian versi Kapolri tersebar keseluruh kota Ambon dengan cepat. Terjadi
konsentrasi massa Kristen dengan peralatan dan senjata tajam.

Keterangan :
Banyaknya parang panjang yang merupakan hal yang tidak wajar bagi masyarakat kota karena parang tersebut
untuk ke hutan atau kebun. Konsentrasi kekuatan massa Kristen yang begitu cepat terutama dari desa-desa di
pegunungan dan pesisir selatan jazirah Leitimur membuktikan suatau perencanaan yang bagus.
c. Pukul 18.30 WIT sampai menjelang pagi Kampung Diponegoro diserang dengan lemparan batu oleh kampung
diatasnya yang beragama Kristen.
Keterangan :
Masyarakat Kampung Diponegoro hanya bersiap dengan alat seadanya menjaga Kampung, 1 regu TNI yang
didatangkan dapat mencegah massa Kristen memasuki Kampung Diponegoro.
d. Pukul 19.30 WIT beberapa rumah warga muslim Diponegoro atas mulai dibakar dan dijarah. Teriakan hidup
RMS terus menyertai lemparan batu ke arah bawah/Kampung Diponegoro.
Keterangan :
Kampung diponegoro panik karena tidak menyangka, TNI baru tiba sekitar pukul 22.30 WIT.

46
e. Pukul 20.00 WIT di gang Silale (pemukiman kecil warga Kristen) penghuninya dihalau keluar kampung dan
rumahnya dibakar.
Keterangan :
Para pemuda Waehaong dan Silale (diantara kampung tersebut terletak gang Silale dengan beberapa rumah
warga Kristen) merasakan ada pukulan dari punggung bila warga gang Silale tidak diusir dan rumahnya dibakar.
f. Pukul 21.00 WIT massa Kristen mulai terkonsentrasi di Lapangan Merdeka dan halaman Gereja Maranatha
(Gereja Pusat).
Keterangan :
Diperkirakan sampai dengan tengah malam massa ini sudah berjumlah diatas 5000 orang. Massa ini digunakan
untuk menyerang Masjid Raya Al-Fatah, pertokoan Pelita, pasar Mardika pasar Batu Merah dan pasar Gambus.

2. H+1 ( 20 Januari 1999)


a. Pukul 02.00 WIT Masjid Assa’adah dibakar setelah masyarakat muslim sekitarnya mengungsi.
Keterangan :
Masjid ini dibangun selama 9 tahun karena lemahnya perekonomian masyarakatnya.
b. Pukul 03.00 WIT rumah Kakanwil Departemen Agama dirusak, sebuah kendaraan ambulan R.S Haulussy di
rumah tetangga dibakar.
Keterangan :
Kakanwil beserta keluarga mengungsi.
c. Pukul 05.00 WIT terhadap Masjid Raya Al-Fatah berhasil ditahan oleh masyarakat Islam. Masjid An-Nur yang
berdekatan dibakar namun segera dipadamkan.
Keterangan :
Pengungsi cukup banyak di Masjid Raya Al-Fatah. Banyak anggota masyarakat yang meminta bantuan
kekuatan dari desa-desa Islam di luar kota.
d. Pukul 07.00 WIT pengungsi mengalir terus ke tempat penampungan di dalam kota.
Keterangan :
Sampai hari ini keseluruhan pengungsi adalah dari pihak Ummat Islam ± 5000 orang lebih.
e. Pukul 07.30 WIT seluruh ruas jalan yang berada dalam sektor penguasaan Kristen diblokir dengan barikade
untuk menghentikan, menghambat dan mengontrol pengiriman pasukan TNI.
Keterangan :
Ternyata sampai dengan H+4 baru TNI membongkar barikade-barikade tersebut setelah pada H+3 ada perintah
tembak di tempat.
f. Pukul 08.30 WIT pembakaran di lanjutkan terhadap toko, kios, warung, seluruh milik warga pasar Mardika dan
pasar Batu Merah dilakukan oleh massa yang berkonsentrasi di Lapangan Merdeka dan Gereja Maranatha.
Keterangan :
Serangan terhadap fasilitas perekonomian di seluruh kota secara serentak.
g. Pukul 09.00 WIT bersamaan dengan serangan terhadap Masjid Raya Al-Fatah, sekolah Al-Hillal dibakar habis.
Rumah Ummat Islam mulai dibakar dan dijarah.
Keterangan :
Kota semakin mencekam karena kekuatan TNI kecil, pihak Kristen merajalela dimana-mana.
h. Pukul 10.00 WIT kekuatan bantuan dari desa Hitu dan sekitarnya bergerak ke kota Ambon untuk
mempertahankan Masjid Raya Al-Fatah.
Keterangan :
Mereka ditahan dan dikembalikan oleh kompi Brimob di Passa, pada gerak pulang ini mereka dihadang di
Nania, Durian Patah dan Benteng Karang oleh pihak Kristen. Terjadi benturan fisik, pihak Kristen dihantam
sehingga terjadi korban jiwa dan kampung dibakar. Sejak peristiwa ini barulah ada pengungsi dari pihak Kristen.
i. Pukul 16.30 WIT kampung Waringin diserang, terjadi beberapa kenderaan yang terjebak di kampung tersebut
dibakar habis kecuali Masjid yang selamat tanpa cacat.
Keterangan :
Serangan ini baru bersifat Show of Force rumah-rumah belum dibakar.
j. Pukul 18.00 WIT sampai pagi H+2 tekanan terus menerus ditujukan kepada perkampungan Islam terutama
yang terpencil termasuk sasaran kios, toko, rumah, yang belum selesai dihancurkan kampung waringin di
bakar.
Keterangan :
Keadaan kota semakin mencekam, pengungsi terus bertambah.
3. Hari H+4 (23 Januari 1999)

47
a. Pukul 08.00 WIT mulai serangan terhadap perkampungan Islam yang terpencil di daerah pegunungan disertai
pembunuhan dan pembakaran.
Keterangan :
Keadaan semakin mencekam, kota mati sejak hari H.
b. Pukul 20.00 WIT pertemuan Menhankam/Pangab dengan para tokoh agama di Makorem 174 / PTM.
Dilakukan Kesepakatan Damai oleh para tokoh agama dihadapan Menhankam/Pangab untuk meredakan aksi
masing-masing ummatnya.
Keterangan :
Ummat Islam berhasil ditahan untuk tidak menyerang hanya mempertahankan diri di sektornya saja, sedangkan
pihak Kristen terus menyerang, para tokoh Kristen yang ikut dalam penandatanganan kesepakatan tidak berbuat
apa-apa (delay action).

4. Hari H+5 (22 Januari 1999)


+ pukul 15.00 WIT seorang anggota Yonif 515/Kostrad terkena bacok dari seorang pemuda Kristen di
Benteng/Gudang Arang, yang bersangkutan gugur di tempat, senjatanya dilarikan tetapi berhasil ditemukan
kembali.
Keterangan :
Suasana kota kembali mencekam, padahal telah ada ancaman tembak di tempat.

5. Hari H+14 (2 Februari 1999)


Setelah 2 minggu keadaan terus membaik, hari ini menjadi buruk kembali akibat aparat keamanan yang sudah
menangani kasus penang kapan pencopet di pasar, dimanfaatkan untuk melakukan tindak kekerasan oleh kelompok
Kristen sehingga timbul korban meninggal 1 orang, 1 mobil dibakar, 4 sepeda motor dibakar dan 1 becak dibakar.
Pegawai yang beragama Islam dikejar di beberapa instansi / kantor oleh orang dari luar kantor yang bersangkutan.
Keterangan :
Suasana kota menjadi semakin memburuk, pegawai dan murid sekolah yang mulai aktif menjadi takut ke kantor
dan sekolah. Kota hidup antara pukul 09.00 WIT sampai dengan pukul 14.00 WIT. Sore hari sampai malam kembali
mencekam.
6. Hari H+15 sampai dengan H+16 ( 3&4 Februari 1999 )
Penyerangan di Kairatu oleh massa Kristen terhadap Ummat Islam dua hari berturut-turut menimbulkan korban
jiwa 2 orang, sekitar 50 buah rumah serta pasar habis terbakar.
Keterangan :
Pengungsi sekitar 2000 orang menyeberang ke Tulehu, Kailolo dan sebagainya. Keadaan Ambon terus
memburuk. Pihak Kristen ternyata tetap memegang inisiatif.
7. Hari H+16 sampai dengan H+26 (4 Februari s/d 15 Februari 1999)
Terjadi penyerangan dengan bom (untuk tangkap ikan) sebanyak 3 kali di Batu Merah, dari yang tertangkap
mengaku atas perintah Pendeta dari Gereja di dekat kampung tersebut. Terjadi juga peristiwa penyerangan terhadap
desa Pelau yang mengakibatkan korban jiwa baik yang meninggal maupun yang luka-luka akibat tembakan ang-
gota Polri yang beragama Kristen.
8. Hari H+ 25 (16 Februari 1999 dan seterusnya)
Ketegangan masih berlangsung, serangan sporadis dalam skala kecil masih terjadi terutama di luar kota / luar
pulau Ambon. Naskah ini segera ditutup per- kembangan lebih lanjut akan diikuti pada bagian lanjutan

Lampiran : 2

UMMAT ISLAM DI KOTA AMBON HANYA MEMPERTAHANKAN DIRI

SELAMA 1 bulan Ramadhan penuh Ummat Islam sedunia, termasuk kami di kota Ambon berjuang menghadapi
ujian hawa nafsu dan pada tanggal 18 Januari 1999 malam berakhirlah ujian itu dan berhasil dimenangkan, besok
pagi tanggal 1 Syawal 1419 H bertepatan dengan tanggal 19 Januari 1999 Ummat Islam merayakan kemenangan ber-
Idul Fitri yang didahuli sholat berjamaah di beberapa lapangan. Tampak begitu damai sesudah sholat mulai saling
kunjung untuk bermaaf-maafan, keluarga-keluarga Kristen pun ada yang berkunjung ke keluarga Islam. Tetapi
suasana gembira itu segera berubah total menjadi rusuh dan segera menelan korban tak sedikit. Ummat Islam
dikejar, dibunuh, rumahnya dijarah dan dibakar. Kampung-kampung Islam kaget karena menerima serangan mulai
jam 18.00 secara serentak, di beberapa tempat terjadi pembakaran. Mengalirlah pengungsi Islam ke tempat-tempat
aman terutama ke Masjid-Masjid. Segera muncul berita dimana-mana bahwa Ummat Islam yang mulai melakukan
serangan untuk menghancurkan gereja-gereja dan Ummat Kristen, terlihat betul suatu skenario yang telah
disiapkan.

48
Tercatat di Kodya Ambon Ummat Islam 42,38%, Ummat Protestan 51,92% dan Katolik 5,55% tetapi angka itu
relatif seimbang, kenyataannya semua sektor Ummat Islam diserang, dihancurkan dan kalah secara fisik. Mengapa
bisa dikalahkan begitu mudah?
a. Ummat Islam sekitar 20% bertempat tinggal di lingkungan Kristen (para pendatang) yang oleh penduduk Islam
asli daerah tersebut sejak dulu tidak pernah mau dihuninya. Para pendatang yang kurang memahami latar
belakang sejarah dan kerawanan, membangun rumah dimana saja asal ada tanah kosong.
b. Pada saat peristiwa Ummat Islam sedang bersilaturahmi ke keluar ganya dengan damai tak terfikir akan ada
huru-hara. jadi tidak siap berkelahi untuk saling bunuh.
c. Pihak Kristen melalui organisasi yang cukup solid mampersiapkan kerusuhan ini sejak berbulan-bulan lalu,
mereka meyiapkan rencana gerakan, sasaran–sasaran yang harus dihancurkan, peralatan dan senjata disiapkan
sehingga jauh lebih siap dan unggul.
d. Ummat Islam terkena pendadakan dan kacau balau sulit dalam waktu singkat untuk bangun melakukan
serangan balik untuk menghentikan serangan pihak Kristen.
Ummat Islam hanya mempertahankan diri
Jadi memang kalau Ummat Islam dalam kasus Tragedi Idul Fitri Berdarah ini hanya bertahan adalah suatu hal
yang wajar karena Ummat Islam tidak punya rencana untuk merusak hari Idul Fitrinya sendiri apalagi terkena
pendadakan.
Dibawah ini sejumlah bukti bahwa Ummat Islam diserang di seluruh sektor di dalam kodya Ambon secara
serentak, terarah, terkoordinir dengan tujuan membunuh dan membakar perkampungan/rumah.
a. Peristiwa Batu Merah
Terjadi pada + 15.00 WIT saat Yopie (Kristen) mengejar Usman (Islam/Bugis) masuk ke desa Batu Merah
dengan parang panjang, jadi bukan sebaliknya.
b. Ummat Islam sedang berlebaran
Hati sedang bersih, semua kegiatan Ummat Islam sepenuhnya untuk membesarkan Idul Fitri, tidak benar
tuduhan pihak Kristen bahwa Islam yang menyerang. Fakta membuktikan lain, serangan besar untuk
menghancurkan Ummat Islam itu direncanakan dengan baik, lihat Tempat Kejadian Perkara (TKP).
c. Walaupun berimbang tapi kalah
Karena tidak bersiap untuk berperang. Senjata yang digunakan seadanya sementara pihak Kristen lengkap
karena disiapkan dengan baik, mereka menggunakan parang panjang, sedangkan Ummat Islam hanya
menggunakan parang pendek untuk keperluan dapur. Pukulan pertama memporak-porandakan sekitar 20% Ummat
Islam yang bermukim di daerah rawan karena berada di tengah perkampungan Kristen atau berdekatan. Pengungsi
merupakan beban berat yang harus ditanggulangi, karena itu terpaksa menerima kenyataan.
d. Berkobar penyerangan serentak
Mulai sekitar jam 18.00 WIT terjadi penyerangan serentak di berbagai tempat disertai pembakaran oleh kekuatan
Kristen. Pada saat itu juga Ummat Islam yang sedang berlebaran lari menyelamat kan diri ke masjid-masjid atau
tempat aman yang berada di lingkungan Islam, tidak sempat melakukan perlawanan.
e. Tidak ada pembakaran kendaraan
Di sektor pemukiman Ummat Islam tidak ada pembakaran kendaraan milik Ummat Kristen yang terjebak ketika
kerusuhan menyeluruh sekitar jam 18.00 sedangkan pada sektor pemukiman Kristen atau yang relatif berimbang
terjadi pembakaran kendaraan milik pribadi yang diketahui milik Ummat Islam, becak bahkan yang netral seperti
ambulance, mobil perusahaan dan sebagainya. Buktinya masih tampak yaitu bekas yang ditinggalkan pada aspal
yang terbakar (rusak). Di sektor Islam semua kendaraan diberikan kesempatan mencapai rumah masing-masing,
karena memang yang Islam tidak menyerang dan tak ingin membuat permasalahan menjadi lebih berat.
f. Pembuatan barikade / pembatas jalan
Secara serentak di seluruh kota Ambon pada hari H+1 dibuatkan barikade oleh masyarakat terutama pihak
perusuh. Pada hari H+1 jam 07.00 WIT seluruh barikade terpasang dengan bahan conblock trotoar (sedang
dibongkar), pohon yang ditebang dan lain sebagainya. Bagian yang dibuka untuk lewat kendaraan sempit sekali,
jadi praktis kendaraan harus perlahan – lahan. Pada ruas jalan Batu Gantung – Benteng Atas (Jl. Dr.
Kayadoe/Kudamati) ada 6 buah barikade, terpasang triplek utuh dengan tulisan “Bugis, Buton ,Makassar tinggalkan
Ambon”. Papan tersebut disandarkan pada salib yang sengaja didirikan di barikade tersebut. Di sektor pemukiman
Islam barikade hanya dari bangku kayu panjang atau hanya dari bahan bangunan yang setiap saat dapat dibuka.
Barikade yang dibuat pihak Kristen ini sengaja untuk menghambat dan mengontrol manuver pasukan aparat
keamanan. Aparat keamanan seharusnya membongkar paksa dan menindak mereka yang memasang kembali.
g. Manuver TNI dikontrol
Barikade ini jelas dimaksudkan untuk membatasi gerakan pengiriman pasukan ke sektor yang bergolak. Untuk
mencapai daerah Benteng / Air Salobar truk TNI hanya boleh melalui jalur Kudamati yaitu sektor yang paling
agresif, terkenal para preman dan pemabuk dengan maksud agar manuver TNI terkontrol. Barikade tersebut dijaga
oleh kekuatan massa yang cukup besar bersenjata tajam, tombak dan panah. Kendaraan TNI yang melewati ruas
jalan tersebut selalu berisi paling kurang 1 regu pasukan. Jadi bila akan mengangkut satu peleton maka yang dibawa
adalah 1 peleton + 1 regu agar kendaraan tersebut bisa kembali dengan selamat. Jalur yang normal lewat Wainitu
diblokir dengan barikade yang kuat dan tidak disediakan lorong untuk kendaraan, hal seperti ini terdapat di

49
beberapa sektor pemukiman Kristen. Jelas ini suatu perencanaan yang terpadu, bukan persektor, jadi TNI harus
lewat ruas jalan Kudamati yang dikawal ketat bahkan dengan ancaman.
h. Bertahan di sektor sendiri
Ummat Islam tidak berminat berkelahi dengan siapapun karena itu mereka hanya bertahan pada sektornya saja
kalau terjadi pertarungan fisik, tidak dilan-jutkan dengan pengejaran, cukup menghalau keluar batas perkampungan
(sektor) saja. Dari kronologis kejadian tampak jelas bahwa semua benturan/pembakaran dan perusakan dimulai
oleh pihak Kristen dan terjadi di sektor Islam (TKP).
i. Suku Tionghoa selamat
Suku Tionghoa yang umumnya beragama Kristen tidak dijadikan sasaran penghancuran sedangkan Ummat
Islam yang hanya bertahan tidak berniat menyerang suku Tionghoa dengan segala miliknya, karena suku Tionghoa
bukan musuh dan mereka belum terbukti memusuhi kelompok Islam.
i. Pihak Kristen memiliki senjata api
Dibakarnya Gereja tua pada benteng Amsterdam desa Hila Kaitetu berhasil ditemukan senapan senapan jenis
karabien dan sejumlah peluru. Begitu juga pada beberapa kali pemeriksaan kendaraan ditemukan sejumlah peluru
yang sengaja dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, karena itu diperkirakan pihak Kristen telah melakukan
persiapan untuk melawan TNI sekurang-kurangnya menyerang pihak Islam dengan sejumlah senjata api. Ini semua
merupakan bukti persiapan makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh RMS. Kita perlu ikuti dengan
cermat penemuan senjata api ini karena berkaitan dengan persiapan RMS.
Apakah ada pengusutan secara khusus terhadap pengurus Gereja?

Lampiran : 3

SERANGAN TERHADAP MASJID RAYA AL-FATAH

PADA hari H sekitar pukul 21.00 WIT terlihat pemusatan kekuatan massa Kristen bersenjata parang panjang,
tombak dan besi pipa di lapangan Merdeka dan sekitar Gereja Maranatha. Alasan yang dikemukakan karena tersiar
berita Ummat Islam akan menghancurkan Gereja Pusat Maranatha yang disampingnya ada kantor pusat Sinode
GPM. Ternyata pada + jam 22.00 massa ini segera menyerang Masjid Raya Al-Fatah dari arah Jl. Anthony Reebok.
Sebelum mencapai Masjid Raya Al-Fatah, mereka tertahan oleh TNI dan massa Islam, Masjid An-Nur di dekat situ
mulai dibakar, karena itu massa Islam menyerbu dan TNI memberikan tembakan peringatan, sehingga mereka
terpukul mundur dan api segera dipadamkan. Tetapi serangan berikut segera dilakukan melalui poros Jl. A.Y.Patty
oleh kekuatan lainnya. Serangan ini pun digagalkan dengan cara yang sama. Pada H+1 pukul 03.00 WIT terjadi
serangan yang tidak berarti berupa pelemparan batu, yang kemudian disusul oleh serangan besar dari 3 jurusan
yaitu Jl. Anthony Reebok, Jl A.Y.Patty dan Jl Sam Ratulangi, ketiga jalur tersebut sejajar dan dapat mencapai Masjid
Raya Al-Fatah pada pukul 05.00 WIT saat Ummat Islam sedang shalat subuh. Serangan ini sangat mengagetkan para
pengungsi yang mendekati 5.000 orang termasuk anak-anak, wanita dan sejumlah lansia yang sedang sakit.
Serangan ini diusir dengan tembakan peringatan oleh TNI dan massa dari perkampungan Islam di sekitar Masjid
Raya Al-Fatah. Serangan ini diberitakan luas melalui telepon ke seluruh perkampungan Islam di dalam kota,
sedangkan perkampungan Islam di luar kota dihubungi secara berturut-turut oleh banyak warga. Karena itu semua
desa Islam di luar kota siap memasuki kota Ambon bila keadaan membutuhkan. Massa desa Hitu yang tidak mau
mengambil resiko bergerak bersama desa Mamala dan Morella menuju Ambon untuk memperkuat massa Muslim
di Masjid Raya Al-Fatah.
Serangan berikutnya pada Hari +1 pukul 22.00 WIT dengan kekuatan amat besar dari 3 jurusan hampir
mencapai batas pagar Masjid Raya Al-Fatah, pengungsi sudah sangat takut dan bersiap-siap meninggalkan Masjid
Raya Al-Fatah untuk mencari perlindungan baru di kampung Waehaong.
Serangan yang hampir merebut Masjid Raya Al-Fatah ini dengan perlindungan Allah S.W.T datanglah
tambahan kekuatan dari kampung Waehaong dan Silale dan dengan teriakan ALLAHU AKBAR oleh ibu-ibu/kaum
wanita disusul adzan di menara Masjid Raya Al-Fatah, massa Islam bagaikan kesetanan menyerbu dan berhasil
menghalau massa Kristen dan tidak pernah menyerang lagi.
Selama H+1 ini massa yang dikonsentrasikan di Lapangan Merdeka dan Gereja Maranatha melakukan
pembakaran terhadap sekolah Islam Al-Hilaal, pusat perdagangan Pelita secara selektif milik Ummat Islam,
pertokoan, kios, warung dan seluruh pasar Mardika dan pasar Batu Merah tempat para pedagang kecil, ekonomi
lemah yang adalah Ummat Islam dibakar habis. Begitu juga sejumlah rumah dan kantor milik Ummat Islam di jalan
Anthony Reebok dijarah dan dihancurkan.
Setelah H+2 dapat diketahui bahwa konsentrasi kekuatan yang besar di lapangan merdeka dan Gereja
Maranatha sebagian besar adalah massa yang berasal dari desa-desa di balik kota Ambon seperti desa sepanjang
pesisir selatan jazirah Leitimur dan desa-desa di pegunungan sesuai laporan masyarakat suku Buton yang berumah
di lereng-lereng gunung sebagai pekebun

Lampiran : 4

50
MANUVER MASSA HITU KE AMBON BUKAN DALAM RANGKA OFFENSIF

KERUSUHAN hari pertama tanggal 19 Januari 1999 pihak Kristen sudah melakukan konsentrasi di lapangan
Merdeka dan sekitar gereja Maranatha. Posko di gereja-gereja dengan pusatnya di gereja Maranatha telah
memberikan gambaran jelas bahwa gerakan ini menghantam agama Islam bukan saja masyarakat Islam di kota
Ambon sebagai objek politik.
Sebelum lewat tengah malam serangan terhadap Masjid Al-Fatah kebanggaan Ummat Islam di Ambon dan
Maluku. Para pemuda dari kampung Talake, Waihaong, Silale, Soabali dan Jalan baru keluar mempertahankan
kampung dan Masjid Al-Fatah. Serangan Kristen ke Al-Fatah tiga kali berturut-turut sampai dengan tengah malam
hari ke dua. Dengan kekuatan yang begitu besar dan TNI yang tidak bertindak apa-apa posisi Al-Fatah sangat
terancam. Ada sekitar 1 regu aparat keamanan yang ternyata hanya dilengkapi peluru hampa.
Ummat Islam memang sangat khawatir akan keselamatan Masjid Al-Fatah, Kristen ternyata bertekat melakukan
perang agama. Betapa bangga dan terharu kita mendengar keluarnya pasukan Jihad dari HITU untuk memasuki
Ambon. Melalui bapak Raja di dapat Informasi kekuatan ratusan prajurit yang gagah berani itu menuju Ambon
untuk memperkuat pertahanan Masjid Al-Fatah. Mereka meninggalkan pangkalan tanpa persiapan kecuali parang
yang biasanya dipakai ke kebun. Mereka di lepaskan dengan doa, mereka Mujahidin membela Masjid rumah ibadah
yang suci, mereka berebutan melaksanakan Fardu Ain, kami di Al-Fatah menunggu dengan cemas, berdoa semoga
segera bergabung dengan pemuda Al-Fatah. Lama di tunggu tidak juga datang sampai malam hari, kaum kufar
menyerang lagi, pasukan Hitu gagal mencapai Masjid Al-Fatah.
Terakhir diketahui bahwa mereka di hadang di desa Benteng Karang, setelah menghabiskan desa Benteng
Karang, baru melanjutkan perjalanan tetapi dihadang Brimob di Air Besar dan dihalau kembali. Dalam perjalanan
pulang terjadi pertempuran dengan Negeri Lama, Nania dan Durian Patah.
Jadi perlu dimengerti bahwa pasukan Hitu bermanuver ke Ambon sepenuhnya untuk memperkuat pertahanan
Al-Fatah bukan bertujuan untuk menyerang desa manapun.
Dihancurkan Benteng Karang, Durian Patah, Nania dan Negeri Lama adalah ekses karena mereka di hadang.
Tidak benar Hitu sengaja turun untuk menghan-curkan desa-desa Kristen tersebut. Pemahaman ini perlu agar tidak
terjebak dalam rekayasa bahwa Islam yang mulai

Lampiran : 5

PELANGGARAN ATAS KESEPAKATAN DAMAI

PADA hari ke 3 Tragedi Idul Fitri Berdarah ini Bapak Menhankam/Pangab Jend.TNI.Wiranto melakukan kunjungan
ke kota Ambon diantaranya bertemu dengan para tokoh agama dengan maksud agar kehadiran Menhankam
/Pangab ini dapat meredakan situasi dan segera pulih seperti sedia kala. Pada pertemuan di Makorem pukul 20.00
WIT telah diadakan KESEPAKATAN DAMAI dimana tiap kelompok ummat beragama diwakili oleh tokoh /
pimpinan organisasi keagamaan masing-masing menanda tangani kesepakatan damai dan akan berusaha sekuat
mungkin untuk mengatasi massanya masing-masing.
Kesepakatan damai dihadapan Menhankam/Pangab ternyata tidak menghasilkan kemajuan apapun karena
sesudah itu terus terjadi tindak kekerasan secara sistematis oleh pihak Kristen sedangkan pendeta/pastor penanda
tangan kesepakatan damai tidak bertindak apapun (delay action) padahal mereka adalah para tokoh agama yang
amat disegani ummatnya. Oleh karena itu sejumlah pelanggaran dibawah ini harus dipertanggung jawabkan oleh
para Pendeta dan Pastor terutama pimpinan GPM dan Paroki.
1. Tanggal 22 Januari 1999
a. Pukul 15.00 WIT keluar perintah tembak di tempat bagi yang melanggar ketentuan membawa senjata tajam
keluar rumah / dijalan.
b. + pukul 17.00 WIT seorang anggota Yonif 515 / Kostrad dibacok hingga gugur, senjatanya direbut dan dilarikan
tetapi berhasil direbut kembali.
c. Sepanjang malam terjadi pelemparan batu dan ancaman serangan ke perkampungan Islam, bom molotov
sebagai hal yang baru belum dikenal massa Islam telah digunakan dimana-mana.
2. Tanggal 23 Januari 1999
a. pukul 10.40 WIT terjadi pembataian terhadap 5 warga asal Buton di desa Mangga Dua, mayatnya ditimbuni
sampah, disiram bensin kemudian dibakar termasuk truk yang ditumpanginya juga dibakar.
b. Pukul 20.30 WIT seorang oknum aparat keamanan (Polri) beragama Kristen menembak seorang Muslim asal
Jawa tanpa alasan apapun di desa Tanah Rata kelurahan Batu Merah.
c. Sore hari warga/perkampungan muslim di Kampung Air Mata Cina diserang dan kampungnya dibakar.
3. Tanggal 1 Februari 1999

51
Pukul 14.30 WIT rombongan walikota Ambon serta Dandim yang akan ke Hitu ditahan masyarakat dengan
penghalang jalan, tidak diijinkan jalan walau sudah cukup berdialog. Akhirnya rombongan mengalah dan kembali
walau dikawal 1 regu pasukan.
4. Tanggal 2 Februari 1999
a. Sekitar pukul 11.00 WIT terjadi kerusuhan yang amat mencekam di seluruh Kota Ambon dan sekitarnya yang
diawali kasus kecil yang ditangani tidak tepat oleh aparat keamanan. Ada copet dikejar, aparat keamanan
melepaskan tembakan, masyarakat semakin banyak yang berlari, aparat keamanan yang jauh dari TKP ikut
menembak cukup gencar, helikopter yang ingin tahu ikut terbang rendah menyambar-nyambar, masyarakat
berteriak ketakutan karena menganggap helikopter yang menembak. Sekitar + 15 menit dari peristiwa itu
seluruh ruas jalan di perkampungan Kristen dipasangkan barikade seperti H+1. Kendaraan Ummat Islam yang
terjebak pada sektor tersebut dibakar dan orangnya dibunuh. Tercatat 1 orang terbunuh, 1 kendaraan dibakar, 4
sepeda motor dibakar dan 1 becak dibakar sedangkan di beberapa perkantoran pegawai Islam yang didata-ngi
kelompok tertentu diperiksa KTP, tentu yang beragama Islam lari, beberapa nyaris terbunuh sedangkan
seorang wanita kena bacok namun tidak mengancam nyawanya. Peristiwa yang segera dieksploitasi ini seperti
telah masuk dalam skenario.
b. Bersamaan dengan itu sejumlah pejabat yang akan menghadiri pertemuan dengan 5 menteri di lantai III Kantor
Gubernur terjebak barikade mereka pada umumnya diancam dengan kekerasan. Barikade begitu cepat
dipasang seakan-akan protap yang harus dilakukan bila ada bunyi tiang listrik.
Sebagai pejabat yang akan menghadiri acara pertemuan dengan para menteri di halau untuk kembali, dengan
ancaman kenderaannya akan dibakar.
c. Pemukulan terhadap Dwi, mahasiswa putra Kepala Kantor BPN Maluku Tenggara oleh masyarakat Galala
mengekspliotir situasi kacau. Dwi babak belur dirawat di rumah sakit.
d. Sekitar pukul 13.00 WIT rumah penduduk Talake Dalam dilempari massa Kristen, banyak kerusakan.
e. Seorang warga Bugis dibacok di Kampung Belakang Soya yang terkenal kelompok pemudanya pemabuk dan
perusuh.
f. Kendaraan truk desa Tulehu dihadang di desa Passo dengan barikade truk yang dimelintangkan di tengah
jalan. Segera keluar sejumlah massa dengan parang panjang langsung memecahkan kaca dan membacok supir
sehingga perlu dijahit 8 jahitan diluar dan 6 jahitan di dalam. Setelah mengetahui yang dibacok adalah
masyarakat desa Tulehu, mereka takut dan membuka barikade. Desa Tulehu sangat besar dengan penduduk +
20.000 orang.
g. Perlu dicatat secara khusus bahwa kampung Talake Dalam pada tanggal 1 Februari 1999 telah melakukan
upacara perdamaian dengan acara makan patita (acara adat) dilanjutkan berpesta joget, ternyata pada peristiwa
tanggal 2 Februari 1999 terjadi pembakaran terhadap angkutan kota dan pengemudinya dikejar untuk dibunuh
justru terjadi di sektor yang telah berdamai kemarin. Telah banyak dibuktikan bahwa damai yang ditawarkan
tiada lain membuat Ummat Islam lalai tidak siaga kemudian dibantai lagi (lihat kasus Kairatu dan Batu Bulan).
5. Tanggal 3 Februari 1999

a. Pukul 08.30 WIT sdr Ali Helmi dibacok oleh sekitar 5 pemuda setelah keluar dari BRI, yang bersangkutan lari
menyelamatkan diri dan selanjutnya dirawat di RS Al-Fatah.
b. Pukul 08.30 WIT terjadi serangan dan perusakan rumah di desa Karang Tagepe di luar kota Ambon terjadi
pengungsian sekitar 100 orang ke Masjid Raya Al-Fatah. Terakhir diketahui sebagian rumah telah dibakar,
isinya dijarah.
c. Pelemparan terhadap perumahan Muslim di Batu Meja belakang Polda, mereka terpaksa mengungsi ke Masjid
Raya Al-Fatah.
d. Perusakan dan penjarahan isi rumah Sdr Aja Masilly di Jl Dr. Kayadoe Kuda Mati oleh massa Kristen.
e. Pengungsi dari desa Karang Tagepe yang telah berada di penam pungan RCTI /SCTV diserang lagi oleh
masyarakat Kristen. Pengungsian terjadi lagi ke Masjid Raya Al-Fatah.
f. Kasus Kairatu.
Sekitar pukul 14.00 WIT atas ajakan pihak Kristen telah disepakati membuat perjanjian untuk tidak ada saling
menyerang dengan melakukan makan Patita (acara adat), ternyata diketahui bahwa pihak Kristen telah
menyiapkan sejumlah parang, tombak dan panah. Pihak Kristen menyerang dan timbul korban dipihak Islam 3
luka terkena panah dan 1 (Imam masjid Jalil Usemahu) di tombak di dalam masjid sedang shalat untuk
keselamatan Ummat Islam. Kerugian materi beberapa rumah sekitar masjid dibakar demikian juga bangunan
pasar.
6. Tanggal 4 Februari 1999
a. Lanjutan kasus Kairatu.
Pihak Kristen menyerang lagi dan membakar sejumlah rumah sehingga keseluruhan berjumlah 40 buah dan
pasar. Pada penyerangan ini tewas seorang warga Muslim.
b. Masyarakat suku Buton di desa Alino sepanjang malam diserang dengan batu oleh masyarakat yang
diperkirakan dari desa Kuda Mati kota Ambon. Terjadi evakuasi 25 kepala keluarga.
7. Tanggal 7 Februari 1999

a. Kasus Kairatu masih berlanjut dengan serangan dan pembakaran sejumlah rumah lagi. Masyarakat telah
mengungsi sejak malam sebelumnya dengan perahu ke Pulau Haruku dan Pulau Ambon, para pemuda
bertahan di kampung tetapi akhirnya rumah-rumah dan pasar terbakar habis.

52
b. Pukul 10.15 WIT masyarakat Islam desa Kamariang diserang tetapi dapat dihalau aparat keamanan karena telah
ada perintah tembak di tempat pada tanggal 4 Februari 1999.
c. Imam masjid Karang Tagepe beserta istrinya tewas karena sengatan aliran listrik di rumahnya dengan kabel
tanpa pembungkus yang dilakukan pihak Kristen.

8. Tanggal 8 Februari 1999


Keamanan Kota Ambon yang mulai membaik setelah ada perintah tembak di tempat, ternyata menjadi buruk
lagi akibat pelanggaran tersebut di atas terutama untuk Kota Ambon akibat peristiwa tanggal 2 Februari 1999.
Kegiatan masyarakat sekitar pukul 09.00 WIT dan pada pukul 16.00 WIT kota telah sepi kembali bagaikan kota mati,
perekonomian amat buruk, pengungsi terlantar, malam hari masih mencekam.
Safari damai oleh Tim enam dan Muspida terus dilancarkan, Ummat Islam mendukung upaya ini tetapi pihak
Kristen justru menyerang terus karena akan terus memanfaatkan keberhasilan mereka.Tekad Jihad terhalang oleh
dukungan terhadap safari damai.
Karena itu Ummat Islam meminta pertanggung jawaban semua tokoh agama Kristen yang telah
menandatangani KESEPAKATAN DAMAI DI HADAPAN MENHANKAM/PANGAB PADA TANGGAL 21
JANUARI 1999 PUKUL 20.30 WIT

Lampiran : 6

UMMAT ISLAM MENOLAK PELA

PELA merupakan budaya luhur masyarakat Maluku bagian tengah (Dati II Maluku Tengah dan Dati II Kodya
Ambon) saja, dua kabupaten di utara dan satu kabupaten di tenggara tidak menganut budaya Pela. Tempo dulu
ketika nenek moyang kita masih berfikir sederhana / lugu banyak ilmu ghaib digunakan dalam kehidupan, ada
sesuatu kekuatan supra natural bukan saja di Maluku bagian tengah tetapi seluruh wilayah nusantara.
Di jaman yang serba modern saat teknologi dan ilmu pengetahuan telah merubah sikap hidup dan berfikir,
manusia selalu merekayasa untuk kepentingan keuntungannya sambil tanpa belas kasihan dan tanpa peri
kemanusiaan merugikan pihak lain, maka kesucian dan nilai luhur Pela sesungguhnya telah lama hilang. Pantangan
dan yang ditabukan dalam berPela kini dilanggar begitu saja oleh para pemuda, ternyata tak ada sedikit pun akibat
buruk yang menimpanya. Pela ternyata hanya dihayati oleh para tetua sedangkan para remaja menganggapnya
sebagai pesta kampung biasa.
Untuk mengukur eksistensi Pela di jaman tekonologi canggih ini kita coba menilai sejumlah kenyataan di bawah
ini :
1. Bila Pela sebagai cara penyelesaian perang antar dua desa, menga pa tidak ada Pela diantara desa yang
bertetangga yang sampai dengan hari ini masih sering terjadi konflik bahkan sering terjadi perkelahian massal
dengan korban yang tidak sedikit. Desa-desa yang ber Pela pada umumnya berjauhan dan untuk ukuran pada
waktu dulu yang mengandalkan dayung perahu atau berjalan kaki, akan memakan waktu sehari bahkan lebih.
Apakah betul di antara desa-desa itu ada peperangan atau konflik itu begitu parah sehingga harus
penyelesaiannya dengan Pela ?
2. Di Maluku Utara dan Maluku Tenggara yang tidak menganut bu daya Pela lebih rukun dari pada Maluku
bagian Tengah yang ber Pela, karena itu peran Pela sebagai alat pemersatu, pemelihara kerukunan hidup antar
ummat beragama diragukan.
3. Wujud kerukunan Pela hanya tampak saling bantu ketika salah satu desa membangun Masjid atau gereja.
Bentuk lain hampir tak tampak apalagi berusaha menghilangkan diskriminasi dan ketidakadilan yang sejak
lama diderita oleh desa Islam?
4. Bila betul Pela itu adalah kekerabatan dan persaudaraan yang lebih kuat dari hubungan darah, mengapa desa
Pela yang Islam diperlakukan tak berperi-kemanusiaan ketika berkuasanya RMS, tidak ada Pela (Krsiten) yang
tampil membela. Mengapa pula bila ada 10 peluang jabatan yang Islam hanya diberikan satu? Ternyata Pela
merupakan tipuan untuk membuat Ummat Islam tidak menyadari perlakuan tidak adil yang diperlakukan
pada dirinya.
5. Semangat Pela yang semula suci dalam aplikasi di era modern penuh rekayasa sehingga nilai luhur itu hilang.
Pela akhirnya hanya sebagai alat elit politik dan para petinggi.
6. Pela hanya antara desa-desa yang itu saja dan tidak pernah bertambah lagi, suatu bukti bahwa Pela sudah tidak
diperlukan lagi, tak menunjukkan manfaat, yang sedang berpela saling bertanya apakah benar ada pela antara
Passo dan Batu Merah setelah keru suhan ini
Dalam aplikasinya Pela digunakan oleh para petinggi untuk berpolitik praktis, untuk kepentingan golongan
yang sangat merugikan Ummat Islam. Karena itu Pela merupakan racun bagi Ummat Islam sehingga terlena tidak
waspada, puas dengan pujian kosong yang akibatnya terasa pada kasus Tragedi Idul Fitri Berdarah.
Segenap Ummat Islam di Ambon menyadari kesalahannya terutama menyesali para petinggi yang telah
menerima ajakan mereka sehingga menjadi mangsa pihak Kristen yang sejak dulu tidak pernah berhenti memusuhi
Ummat Islam.
Pela juga tidak menaungi semua pihak yang ada di Maluku Bagian Tengah (Kodya Ambon dan Dati II Maluku
Tengah) karena sekitar 30% bukan penduduk asli daerah ini, mereka adalah pendatang dari luar Maluku maupun

53
dari dalam Maluku (Maluku Utara dan Maluku Tenggara) karena itu secara kuantitas Pela tidak memiliki nilai
kohesifitas Lima tahun terakhir Pela dipopulerkan secara intensif dalam bentuk Pela – Gandong, siapa gandong itu ?
lagu gandong dijadikan seakan-akan lagu wajib bagi pegawai negeri, sementara TVRI cabang Ambon
menjadikannya lagu pembuka/penutupan siaran. Ummat Islam ternyata terjebak, tertipu, percaya segandong,
nyatanya dibantai. Siapa yang harus bertanggung jawab dan bagaimana sikap kita selanjutnya?
Apabila para elit dan petinggi belum puas mari kita lihat contoh praktis dibawah ini :
Hadapkan 10 desa Islam dengan 10 desa Kristen yang masing masing punya pasangan pela, jadi ada 10
pasangan Pela. Akan tergambar sebagai berikut :
Umpama di daerah Maluku bagian Tengah (Pulau Ambon, Buru, Seram, Haruku, Saparua, dan Nusa Laut)
terdapat 500 buah desa, maka untuk menghitung nilai ikatan (kohesivitas) diantara desa-desa tersebut adalah
sebagai berikut:

NlLAI KOHESIVITAS
I. Aman 2/500 X 100% = 0.4% (Rawan = 99,6%)
II. Aman 3/500 X 100% = 0,6% (Rawan = 99,4%)
III. Aman 4/500 X 100% = 0,8% (Rawan = 99,2%)

Begitu kecil nilai kohesivitasnya (aman) dari apa yang disebut budaya Pela yang sekarang dipopulerkan dengan
istilah Pela-Gandong, yang artinya selain ikatan kekeluargaan juga karena ada sesuatu peristiwa sejarah, maka
masing-masing pihak menyatakan diri sebagai orang sekandung.

Gambar :
Desa A dan desa B berpela dengan 2 desa = 10% (terlalu besar)
Hubungan keakraban hanya point to point saja.
Jaring keamanan yang terbentuk terlalu jarang sehingga tidak punya nilai kohensifi tas yang berarti.

Contoh akurat kita lihat


Diantara ke 20 desa tersebut,: desa C hanya aman terhadap desa M, ia tetap rawan terhadap 18 desa lainnya (18/20 x
100% = 90% kerawanan), begitu juga desa B hanya aman terhadap desa J dan L, desa ini tetap rawan terhadap 17
desa lainnya (17/20 x 100% = 85% kerawanan). Kita lihat lagi bila desa J dan L bermusuhan apakah desa F dapat
menjadi penengah yang diterima? Sangat tergantung dari apa masalahhnya desa yang dirugikan di jaman modern
sudah sulit menerima penyelesaian hanya atas tanggung jawab moril dan basa basi, harus adil dan konkrit, contoh
ketika RMS berkuasa dimana desa-desa Islam dibakar, para tokohnya dibunuh apakah ada sekedar contoh
pembelaan oleh desa Kristen yang berpela? Dalam kasus perang agama ini apakah ada desa Kristen membela
pelanya yang Islam, umpama saja mengirimkan pemuda-pemudanya untuk berada di desa pela dan mencegah desa
Kristen membunuh dan membakar desa Islam. Jawabannya jelas tidak akan terjadi, mereka akan lebih
mengutamakan kepentingan pembasmian masyarakat Islam, walau mereka tahu bahwa pelanya akan habis dimakan
desa Kristen di dekatnya. Kalau begitu untuk apa kita berpela? Yang jelas kerugian sudah nyata, tertipu dan
dibunuh.
Sekarang kita lihat contoh lain di Kotamadya Ambon. (huruf-huruf diumpamakan pribadi-pribadi)
Bila A sampai T = 20 orang dari desa berpela sebagai penduduk Kotamadya Ambon, pendatang dari luar
Maluku, dari Utara serta Tenggara sekitar 30% atau 10 orang (10/30 x 100% = 33,3%), termasuk Cina yang tak punya
pela.
Maka ikatan pela antara 2 orang bernilai 2/30 x 100% = 6,6% sedang kan A yang berpela dengan H dan K
nilainya = 3/30 x 100% = 10% saja.
Kalau begitu apakah betul pela sebagai penangkal kemungkinan konflik, belum lagi ditambah faktor
modernisasi yang orang berfikir lebih mengutamakan logika dari pada semangat basa-basi ditambah lagi dengan
faktor permasalahan yang begitu prinsip untuk tiap pribadi.
Marilah kita menerima ini sebagai suatu kenyataan, tidak mengu tamakan Pela dari peringatan Allah SWT
dalam Qs. Al-Baqarah: 2: 120 Allah SWT. berfirman :
Artinya : Tidak sekali-kali Orang-orang Yahudi menyenangi engkau dan tidak pula orang-orang Nasrani kecuali engkau
mengikuti agama mereka.
Ayat Al-Quran ini tidak akan lapuk oleh modernisasi berfikir dan kemajuan teknologi sampai kapanpun.
Penulis lantas berfikir bahwa mungkin sekali pembantaian terhadap ummat Islam ini sebagai murka Allah
terhadap ummatnya yang lebih mengutamakan Pela dan melecehkan firman-Nya. Karena itu siapa diantara kita
yang paling bertanggung jawab kepada Ilahi Rabbi.
Marilah kita berdamai pada waktunya tetapi jangan lagi meleceh-kan firman Allah, dalam kedamaian kita terus
waspada.
Lima tahun terakhir Pela yang sudah tidak bernilai itu di renovasi menjadi bangunan baru Pela-Gandong
ciptaan para elit untuk kepentingan mereka. Dengan gandong tampaknya semua orang terikat dalam berpela-
gandong, tipuan apalagi ini, mengapa bukan nilai-nilai Pancasila saja yang kita kedepankan

54
Lampiran : 7

SIKAP DAMAI UMMAT ISLAM

DAMAI bagi Ummat Islam adalah suatu tekad yang selalu melekat pada tiap pribadi yang menghayati ajaran Islam.
Islam dari akar kata assalaam yang berarti damai, jadi Ummat Islam damai tidak perlu dipaksakan apalagi lewat
proses rekayasa yang mengundang cacat terhadap kebenaran yang tentu bertentangan dengan Surat Ali Imron ayat
60 dan 61.
Tragedi Idul Fitri Berdarah 1 Syawal 1419 H (19 Januari 1999) dirasakan amat berat oleh segenap Ummat Islam
di Maluku khususnya kita di kota Ambon dan sekitarnya. Penderitaan yang diterima begitu berat seperti tidak
masuk akal, mungkinkah ini sebagai azab atas kesalahan besar yang telah diperbuat oleh seluruh Ummat Islam
terutama para petingginya di Ambon yang lebih mengutamakan hebatnya Pela-Gandong daripada peringatan Allah
SWT.
Pela–Gandong telah membuat Ummat Islam di kodya Ambon dan Maluku Tengah, lalai dan dinina-bobokkan,
mereka telah tertipu oleh kata-kata rayuan membesarkan nilai Pela–Gandong, yang barangkali saja merupakan
bagian dari rencana membunuh dan mengusir ummat Islam dari Maluku.
Damai adalah masalah pikir dan rasa atau kemauan untuk berdamai secara ikhlas dan bersungguh–sungguh
damai bukan sekedar basa-basi menyembunyikan akal bulus untuk berkhianat lagi.
Di lapangan masyarakat sudah tidak respek lagi kepada para tokoh agama tertentu yang terus berbicara tanpa
hasil. Yang disegani, dipatuhi, didengar adalah mereka yang memimpin perlawanan di lapangan, kenyataan ini
harus dimengerti agar apapun inisiatif yang akan diambil hendaknya menghayati keinginan ummat di lapangan.
Kita perlu kejelasan yang transparan apakah ajakan damai datang dari pihak Kristen sementara mereka terus
menyerang? Marilah kita melihat kenyataan di lapangan, organisasi yang melakukan aksi kerusuhan ini belum
ditemukan, masih utuh dan solid, tokoh dan otak penggerak belum tertangkap, kemajuan yang dicapai dalam
membantai Ummat Islam masih terus berlangsung, karena itu benarkah mereka bersedia berdamai. Kalau damai
adalah kehendak pemerintah dapat dimengerti sepenuhnya dan wajib didukung Ummat Islam hanya saja cara yang
ditempuh harus benar, agar upaya damai tidak menimbulkan korban bagi Ummat Islam. Pengalaman di khianati
cukup banyak, lihat bagian depan tulisan ini.
Tetapi terserah kepada tiap orang asalkan tidak menyusahkan ummat lagi.
Bagaimana bersikap terhadap ajakan damai pihak Kristen dalam kasus Tragedi Idul Fitri Berdarah
Semua perkampungan Islam melalui para tokohnya telah menyam-paikan pendapat kepada Ketua MUI Maluku
yang turun ke tiap perkampungan, begitu juga kepada ketua Satgas 1 Syawwal selanjutnya kepada Tim Enam.
Berbagi persyaratan diajukan mulai yang menonjol sampai yang biasa-biasa saja tetapi semua persyaratan itu masuk
akal (sehat). Persyaratan yang berat adalah tuntutan mengganti seluruh kerugian material sebelum mewujudkan
perdamain, tentu hal ini sangat mustahil dilaksanakan. Para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda
yang berjuang mempertaruhkan nyawa bersama ummat demi mempertahankan diri, harkat dan martabat Islam
terutama karena penghinaan (kepada pribadi Rasulullah) yang sulit dimaafkan. Mereka mengharapkan para
pemimpin memahami apa sesungguhnya yang telah terjadi, di mana letak salahnya Ummat Islam barang sedikit,
mengapa mereka begitu kejam dan apa yang mereka maui. Ummat Islam pun yakin bahwa peristiwa ini bukan hal
biasa/kriminal, tetapi ada kepentingan politik yang besar bahkan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Maka itu Ummat Islam menyatakan sikap untuk berdamai pada awal Februari 1999 di ruang rapat
gedung Assari Al-Fatah :
1. Tidak akan pernah menyerang Ummat Kristen yang dibuktikan selama Tragedi Idul Fitri Berdarah walaupun
kemampuan untuk itu ada. Keadaan tidak damai selama ini justru karena pihak Kristen selalu menyerang
untuk menghancurkan seluruh tatanan Ummat Islam di kota Ambon dan sekitarnya.
2. Damai atau tidak, sepenuhnya berada di tangan para pemuka Ummat Kristen yang selama Tragedi Idul Fitri
Berdarah ini kurang mau mengendalikan ummatnya padahal organisasi GPM amat solid dan efektif bila saja
mau berbuat untuk kedamaian. Terkesan tokoh Kristen membiarkan saja pembantaian yang dilakukan
ummatnya terhadap Ummat Islam. Tak ada seorang pun mengutuk perbuatan ini, bahkan sebaliknya
melakukan pembe laan secara tidak jujur.
Apa yang terasa ini semakin jelas menunjukan keterlibatan mereka dalam tragedi ini.
3. Dalam kondisi seperti ini, Ummat Islam sudah berada dalam suasana damai dengan Ummat Kristen di Kota
Ambon dan sekitarnya. Jadi sejauh tidak ada lagi niat untuk melanjutkan penindasan dan penghancuran
kepada Ummat Islam, maka damai yang terbentuk ini akan kekal abadi asalkan diproses secara alamiah tidak
diselipkan kepentingan pejabat, apalagi untuk segera lapor ke Jakarta. Tetapi kenyataan yang dihadapi
sebaliknya bahkan memancing Ummat Islam untuk melakukan pembalasan.
4. Janganlah sekali-kali melupakan sejarah keberadaan Ummat Islam dan Kristen di Maluku, karena itu adalah
bukti yang tidak dapat dihapus dan dilupakan. Sejarah konflik itu masih berkelanjutan dengan perlakuan tidak
adil dan diskriminatif, sudah ratusan tahun kita ditindas. Ada sejumlah kultur dan budaya Islam-Kristen yang
berbeda secara menyolok, perlu dikaji dan dimengerti bukan diabaikan dan ditutupi.
5. Kita perlu menunggu hasil pengusutan oleh aparat keamanan untuk mengetahui siapa yang menjadi penggerak Tragedi Idul Fitri
Berdarah ini. Apabila ternyata digerakkan oleh kekuatan yang berencana untuk merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
ideologi separatisnya maka Ummat Islam akan menyatakan perang kepada kekuatan itu siapa pun mereka.

55
6. Damai bagi Ummat Islam bukanlah bentuk seremonial dan formalitas tetapi damai adalah perwujudan
tanggung jawab kepada Allah S.W.T, yang kalau dilanggar bersedia menerima laknat Allah. Karena itu
pimpinan Ummat Islam hendaklah berorientasi pada kehendak ummat bukan merekayasanya untuk tujuan
lain, siapapun tidak berhak mengambil prakarsa dimana ia sadar prakarsanya telah berulang kali menimbulkan
korban pada ummat Islam.
7. Ummat Islam bersedia damai dengan diacarakan asalkan dipenuhi persyaratan yang sesungguhnya cukup
ringan, yaitu dalam naskah perdamaian di- nyatakan :
a. Siapa pihak yang bersalah.
b. Pihak yang bersalah menyatakan maaf.
c. Tidak akan menyerang.
d. Serahkan aktor intelektualnya, siapapun dia serta jelaskan organisasi mana saja
yang terlibat.
e. Usut dan Hukum sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang ada.
8. Kalau harus berdamai maka lalui dulu tahap I yaitu yang dise-butkan pada titik 7a s/d e, bila tahapan ini
berhasil maka kita memasuki tahap berikutnya yaitu yang tersebut pada titik 7d dan 7e diatas. Inilah suara
ummat yang disampaikan oleh para tokoh di gedung Asari Al-Fatah awal Februari 1999 yang lalu.
Sikap Ummat Islam se Kodya Ambon dan sekitarnya ini merupakan wujud semangat damai demi persatuan dan
kesatuan bangsa yang sedang membangun untuk masa depannya terutama menghadapi tantangan masa depan di
mana kita di Ambon yang belum siap telah terpukul jauh ke belakang oleh pengkhianat bangsa.
Berikanlah kesempatan kepada tokoh Muslim di daerah ini untuk melaksanakan tanggung jawabnya memimpin
ummatnya, jangan terus menerus diintervensi dan dikucilkan oleh birokrat karena keberadaan tokoh ini amat
penting dalam membina kerukunan hidup antar ummat beragama. Manfaatkanlah mereka untuk memajukan daerah
ini jangan berfikir sebaliknya. Mereka mencintai ummatnya, begitu pula ummat mencintai mereka yang betul-betul
pemimpin, biarkanlah mereka berinteraksi secara alamiah sehingga tumbuh ikatan yang kokoh kuat, antara tokoh
dengan ummatnya. Tidak perlu curiga kepada para tokoh dengan mengintervensi dan mengkotak-kotakkan mereka.
Aspirasi Ummat Islam sebagai hasil kesepakatan melalui rapat MUI di gedung Asari itu ternyata dipangkas
habis tidak diberi hak muncul untuk dibicarakan dalam forum yang dipimpin Gubernur yang katanya menyiapkan
konsep damai. Para pemimpin hendaklah mengerti apa itu damai dan kondisi lapangan jangan direkayasa. Rapat itu
dihadiri oleh utusan Protestan, Katolik dan Islam yang masing-masing 10 orang, jadi perbandingan Kristen 20, Islam
10 (2:1). Rapat yang telah melecehkan aspirasi ummat Islam hasil pertemuan di gedung Asari Al-Fatah beberapa jam
sebelumnya telah diketahui Gubernur sebelum rapat dimulai. Karena aspirasi ummat Islam itu tidak akan mungkin
menghasilkan kesepakatan damai; maka begitu rapat dimulai aspirasi itu dipangkas oleh pimpinan rapat. Akibatnya
utusan Islam tidak menyatakan pendapat apapun kecuali saudara Karim Rahayaan (wakil ketua DPW NU Maluku)
berbicara tentang bahayanya Pela Gandong, sama sekali tidak mau masuk pada thema rapat.

Lampiran : 8

RENCANA GLOBAL REHABILITASI FISIK DAN NON FISIK

PENGHANCURAN yang dilakukan oleh kekuatan Kristen tehadap Ummat Islam di kota Ambon dan sekitarnya
telah menyuramkan masa depan Ummat Islam pendatang yang terdiri dari suku Bugis, Buton, Makassar, Jawa, dan
Sumatra. Mereka telah mengambil keputusan untuk pindah dari Ambon mencari tempat hidup di luar Maluku,
karena trauma yang dirasakan akan memakan waktu lama serta segala miliknya telah habis terbakar/dijarah, bagi
ummat Islam di Ambon mereka harus kembali karena mereka adalah saudara kami yang telah ikut membangun
Maluku betapapun kecil partisipasinya.
Rehabilitasi harus menghasilkan kondisi yang lebih baik dari sebelum kerusuhan terjadi walau harus bertahap.
Keadaan yang menjadi baik itu meliputi aspek :
♦ Semangat untuk tetap hidup di Ambon dan menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Islam di Ambon.
♦ Lapangan pekerjaan terbuka lebih baik karena mekanisme perekonomian rakyat yang dicanangkan pemerintah
berjalan dengan berhasil.
♦ Fasilitas seperti pasar dibangun kembali dengan prioritas kepada pemilik semula.
♦ Perumahan dibangun pada lokasi yang aman dari kemungkinan ancaman dari pihak Kristen dan memungkinkan perekonomian
hidup kembali. Bukan pada lokasi yang pernah membuat mereka trauma.

Wawasan kebangsaan Indonesia tidak mengajarkan satu wilayah nasional tertutup bagi masyarakat bangsa
Indonesia dari wilayah lain. Siapa pun dari suku apa pun dan agama apa pun yang diyakini, berhak hidup dimana
pun di seluruh wilayah nasional. Kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia tercinta yang telah direbut
dengan jiwa/raga, harta dan air mata dengan teriakan ALLAHU AKBAR oleh segenap pejuang Islam,
dipertanggung jawabkan kepada segenap bangsa Indonesia, karena itu faham kebangsaan harus diterima oleh
siapapun secara ikhlas.
Dengan begitu kami sebagai bangsa Indonesia asal Maluku pun, yang kini tersebar di seluruh wilayah nasional,
dapat hidup damai dengan saudara-saudara kami sebangsa dan setanah air tanpa harus mengkotak-kotakkan diri
karena berbeda agama. Dengan faham kebangsaan suku Ambon/Maluku sudah beratus tahun diterima secara

56
ikhlas sebagai warga masyarakat di seluruh pelosok tanah air. Sebagian mereka adalah eks serdadu Belanda yang
kejam terhadap bangsanya sendiri yang kini semua perilaku kejam itu telah dimaafkan dan dilupakan.
Karena itu tidak ada seorang pun dari suku pendatang di Maluku dibiarkan meninggalkan Maluku hanya
meladeni kehendak busuk dari golongan Kristen kami ummat Islam di Maluku tidak rela bila saudara kami yang
terusir itu dilarang kembali ke Ambon apalagi ada rencana mengusir kembali. Kami pasti bersama saudara-saudara.
Tujuan Rehabilitasi
Agar semua kehidupan yang hancur baik fisik material maupun non fisik spiritual segera pulih sehingga perekonomian terutama yang
menyangkut rakyat kecil dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara segera pulih dan keadaannya terus membaik melebihi
keadaan sebelum Tragedi Idul Fitri Berdarah terjadi.
Sasaran Rehabilitasi
Sasaran rehabilitasi untuk memperbaiki dan menolong warga masyarakat yang terkena akibat langsung
kerusuhan (sebagai sasaran penghancuran). Karena itu rehabilitasi harus meliputi aspek fisik dan non fisik yang
sama pentingnya. Rencana pemerintah untuk melakukan rehabilitasi hendaknya diumumkan segera agar diperoleh
ketenangan bagi masyarakat yang sedang bingung menghadapi masa depan.
Rehabilitasi Fisik :
a) Sarana perekonomian seperti pasar, pertokoan, warung, becak, angkutan kota, dan sebagainya.
b) Sarana peribadatan seperti Masjid dan Langgar/Surau.
c) Sarana pendidikan seperti Madrasah dan sekolah Islam.
d) Pemukiman.
Tetap berpedoman pada pendekatan keamanan agar kasus serupa diwaktu yang akan datang tidak terulang
inilah cara memelihara perdamaian dengan tidak menempatkan Kucing dan Anjing dalam sekandang
Rehabilitasi non fisik :
Rehabilitasi fisik itu akan memberikan efek langsung pada rehabilitasi non fisik, karena itu rehabilitasi fisik
harus bijak dan terarah dan tidak berdampak buruk pada pihak yang dirugikan. Kebijakan dalam pelaksanaan
rehabilitasi justru jangan seakan-akan membangun monumen kesedihan sementara bagi pihak perusuh melihatnya
sebagai monumen kemenangan (rumah mewah menjadi type 21). Perlu diketahui bahwa kepedihan dan dendam itu
adalah sesuatu yang tak tampak, rehabilitasi harus mampu mengobatinya bukan sebaliknya. Dengan kebijaksanaan
yang tepat diharapkan bahwa rehabilitasi dapat mengurangi dan meniadakan dendam dalam waktu yang tidak
terlalu lama, sehingga ungkapan bahwa dendam hapus setelah terbalas tidak berlaku untuk kasus tragedi ini.
Tahapan
Rehabilitasi yang akan dilakukan ini hendaklah dilihat bukan sebagai rehabilitasi terhadap akibat bencana alam
karena, kerusakan fisik mental ini bersifat khusus sumber kehancuran adalah konflik antara 2 kelompok. Karena itu
pemerintah daerah hendaknya lebih membuka pintu untuk berdialog dengan mereka yang menderita bukan
sebaliknya, mereka harus menerima kehendak penguasa.
Rehabilitasi harus segera dapat mencegah exodus, karena itu ada tahapan tindakan darurat dan rencana jangka
sedang dan jangka panjang, bila terlanjur exodus mereka harus kembali karena disinipun ada hak hidupnya.
Tahap I
Memulihkan seluruh kehidupan (fisik / non fisik) yang rusak akibat kerusuhan. Membangun secara darurat
sarana dan fasilitas perekonomian, perumahan, pendidikan dan peribadatan. Karena itu penanganan pengungsi
harus bersungguh–sungguh tidak menampak-kan ketidak adilan dan masa bodoh atas kondisi yang diderita, apalagi
mereka secara psikologis sedang rawan. Dengan cara yang baik mereka tidak exodus karena terpaksa. Pada
dasarnya harus ada langkah pencegahan bukan menampakkan ikut mendukung aksi pengusiran oleh pihak Kristen.
Efek politisnya terlalu berat tidak akan ada lagi peluang bagi yang Islam untuk bisa jadi Gubernur, atau jabatan
penting lainnya karena bukan pertimbangan kualitas tetapi apa agamanya, apalagi karena otonomi daerah,
keterlibatan Peme rintah pusat dalam penentuan calon Gubernur kecil.
Tahap II
Pembangunan sarana seperti tahap I yang lebih terencana menjangkau masa depan yang lebih baik (permanent).
Dan aman dari ancaman Kristen.
Sumber Dana
Di dapat dari :
a) Pemerintah pusat.
b) Masyarakat Muslim se-Indonesia.
c) Dukungan masyarakat Muslim Indonesia sedunia.
d) Dukungan masyarakat Muslim sedunia Timur tengah)
e) Bahkan yang besar bila digarap dari Negara-negara Islam yang kaya seperti Brunai Darussalam dsb.
Untuk itu perlu digarap secara khusus melalui pendekatan Ukhuwah Islamiyah sedunia.
Lokasi Pemukiman
Kita ingin membangun keadaan yang lebih baik, aman dan terbuka untuk pengembangan berbagai kepentingan.
Karena itu perlu dipenuhi beberapa persyaratan umum untuk menentukan lokasi pemukiman baru sebagai berikut :

57
1. Keamanan.
Merupakan persyaratan utama agar penghuni yakin keberadaan mereka pada lokasi tersebut aman, apapun
yang akan diinvestasikan tidak ada keraguan akan dibakar lagi Karena itu mereka harus dalam jumlah besar dalam
satu lokasi, tetapi tidak memperlemah perkampungan muslim di dalam kota yang sudah ada. Persyaratan keamanan
merupakan faktor penangkal sehingga dapat terpelihara keamanan yang dapat dipercaya, bukti nyata yang dialami
Ummat Islam mengajarkan agar kita harus bertanggung jawab terhadap keamanan diri sendiri (lingkungan sendiri).
2. Dari lokasi tersebut lapangan pekerjaan mereka tetap hidup.
3. Persyaratan umum lainnya terpenuhi seperti kesehatan, pendi dikan, tersedianya air bersih dan sebagainya.
Dari persyaratan tersebut diatas disarankan alternatif sebagai berikut :
Dengan alasan tidak tersedianya lahan, maka pemukiman yang telah ada di dalam kota dikembangkan agar
dapat menampung keluarga-keluarga Muslim dari manapun asalnya yang sekarang berada di pemukiman yang
rawan keamanan. Untuk kota Ambon, perkampungan Islam harus homogen murni. Dengan demikian peluang ini
dimanfaatkan sekaligus menata pemukiman masyarakat Islam yang memang terkesan kumuh menjadi lebih sehat,
indah, tertib dan tersedia berbagai sarana seperti sarana ibadah, olah raga dan rekreasi.
Untuk itu pemukiman baru harus dalam bentuk rumah susun agar tersedia cukup perumahan dan lahan untuk
menampung penghuni baru bahkan pendatang baru dari dalam Maluku maupun luar Maluku serta fasilitas lainnya
yang memadai.
Perkampungan Muslim yang dikembangkan adalah :
♦ Waehaong sampai dengan Silale.
♦ Tanah Lapang Kecil.
♦ Kampung Diponegoro.
♦ Batu Merah Bawah dan Atas.
♦ Kampung Waringin. (Prasarana Umum)
♦ Kampung Banda (OSM).
Dengan pola rumah susun dapat dikembangkan pemukiman terpadu artinya berbagai kebutuhan disediakan di
dalam lingkungan tersebut sehingga tercapai efisiensi :
♦ Sarana pendidikan.
♦ Sarana ibadah.
♦ Sarana olah raga.
♦ Pertokoan dan pasar pembantu.
Perkampungan di luar kota (pinggiran kota) harus dikembangkan dengan pertimbangan keamanan yang mapan
(homogen dan jumlah besar).
Dana Muslim
Dukungan dana untuk proyek pemukiman terpadu ini disarankan sebagian besar diperoleh dari bantuan
masyarakat Islam Indonesia maupun sedunia. Karena itu dana ini perlu digarap secara khusus

-Bagian Kedua-
Konflik Berdarah Antar Umat Beragama di Ambon-Maluku

PENDAHULUAN

ONFLIK antar ummat beragama, Islam dengan Kristen di


K
Maluku telah berlangsung ratusan tahun lalu, sejak para pedagang dari Eropa Barat
memulai mencari rempah-rempah di Maluku. Perdagangan yang disertai penyebaran Agama
Kristen baik Katolik maupun Protestan dilakukan dengan kekerasan terutama setelah VOC
berubah menjadi kompeni yang melakukan penjajahan. Kampung-kampung (negeri) yang
tadinya beragama Islam setelah ditaklukkan dipaksa untuk memeluk Agama Kristen, sebagian
tetap mempertahankan akidah Islamnya dan terus melawan penjajah.

58
Ummat Islam Maluku berperang melawan Penjajah Belanda dengan segala kemampuannya
untuk mempertahankan kedaulatan Kerajaan-kerajaan Islam sekaligus mempertahankan
akidahnya dari pemaksaan Belanda. Masyarakat Maluku yang pindah Agama berse- dia
bekerja sama dengan Penjajah Belanda untuk terus memerangi saudaranya yang tetap
Beragama Islam. Setelah perang fisik bersenjata berhasil dikalahkan oleh penjajah, maka
Ummat Islam melanjutkan perlawanan tanpa senjata dalam bentuk non kooperatif dan
bersikap membangkang lebih dari satu setengah abad. Salah satu bukti nyata ialah relatif tidak
terdapatnya Serdadu Belanda KNIL yang beragama Islam. Ummat Islam lebih suka memilih
pekerjaan lepas dari penjajah (non formal) dan hal tersebut tampak sebagai suatu kenyataan di
lapangan.
Karena sikap tidak bersedia kerja sama itulah maka Ummat Islam diperlakukan tidak adil
dan diskriminatif yang dilanjutkan oleh Golo-ngan Kristen yang memang menguasai posisi-
posisi kunci di pemerin-tahan setelah Maluku terbebas dari cengkeraman RMS.
Sementara itu Golongan Kristen, karena kepatuhannya kepada penjajah mendapat
perlakuan istimewa. Dengan demikian SDM Kristen Maluku lebih maju dan menguasai posisi
penting dalam pemerintahan. Ketika Ummat Islam secara perlahan-lahan bangkit dan mampu
menduduki berbagai posisi penting dalam pemerintahan maupun menguasai sektor ekonomi
secara proporsional, timbullah kecemburuan di Kalangan Kristen.
Inilah latar belakang Konflik Islam-Kristen di Maluku yang terus berlangsung ibarat api
dalam sekam, sewaktu-waktu muncul ke permukaan.
Periode setelah RMS merupakan era baru dengan peluang yang lebih terbuka bagi ummat
Islam untuk mengembangkan sumber dayanya cukup berhasil walaupun dalam jumlah yang
jauh lebih kecil dari pihak Kristen yang mendapat peluang jauh lebih baik. Perlakuan yang
pernah diberikan oleh penjajah dalam kadar yang lebih rendah tetap dirasakan oleh ummat
Islam walau Republik ini telah merdeka termasuk Maluku.Ummat Islam merasa tidak puas
karena perjuangan nenek moyangnya melawan Belanda justru pihak Kristen yang berkhianat
menikmati lebih besar. (periksa lampiran data komposisi Islam dan Kristen Universitas
Pattimura/Unpatti).
MAKSUD DAN TUJUAN
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta dan data kasus tragedi “Idul Fitri
Berdarah” 1 Syawal 1419 H untuk mengimbangi upaya pemutar balikan fakta oleh pihak Kristen
serta dapat dimanfaat-kan untuk penulisan sejarah Maluku terutama sekali sebagai bahan
dalam penyelesaian hukum dan politik.
PENDEKATAN DAN SISTEMATIKA
Naskah ini di susun dengan pendekatan fakta dan data yang terjadi sebelum, selama dan
kelanjutan kerusuhan/ permusuhan antara kekuatan Kristen melawan kekuatan Islam

LATAR BELAKANG KONFLIK

PASCA RMS
Merupakan lanjutan dari konflik Islam-Kristen era Penjajahan Belanda, berkelanjutan pada
era Paska RMS.
RMS merupakan penghujung era Penjajahan Belanda yang kita kenal sebagai negara boneka
bentukan Belanda untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada era
RMS ini Ummat Islam mendapat perlakuan tidak jauh berbeda dengan perla-kuan mereka pada

59
Kerusuhan Ambon Tahap I. Pembunuhan terhadap Tokoh Islam dan sejumlah pemuda pada
desa-desa yang melakukan perlawanan atas berdirinya RMS, rumah dan harta miliknya
dibakar persis seperti yang kita saksikan pada kerusuhan Ambon yang dimulai pembakaran
desa Wailete yang berkelanjutan pada tanggal 19 Januari 1999 di Batu-merah. Setelah RMS
berhasil ditumpas barulah Ummat Islam merasa terbebas dari tekanan fisik walau secara moril
dan mental masih terus tertekan.
KONFLIK ERA BARU DAN SEBAB-SEBABNYA
Ada sejumlah perkembangan kemajuan di kalangan Ummat Islam di Ambon dan sekitarnya
yang bersifat prinsip dan akhirnya berkembang sebagai latar belakang konflik yang setelah
berakumulasi dengan kepentingan Politik Kristen di Indonesia meletus dalam bentuk
kerusuhan 19 Januari 1999.
A. Mutu SDM
SDM Islam sejak Penjajahan Belanda tidak sempat berkembang, barulah setelah RMS
dihancurkan, dan Maluku menjadi bagian dari NKRI yang merdeka SDM Islam terus
berkembang dari generasi ke generasi, walau dalam jumlah yang jauh lebih kecil dari
perkembangan Pihak Kristen. Dari segi jumlah kelompok Islam kalah namun dari segi kualitas
dapat mengimbangi Pihak Kristen yang berakibat terjadi-nya persaingan terutama dalam
jabatan di pemerintahan. Persaingan ini pada umumnya berjalan tidak jujur dan tidak adil.
Perekembangan berikut semakin tajam dimana Pihak Islam harus lebih bisa menerima
kepahitan.
B. Aspek Sosial Politik
Persaingan mutu SDM tidak lain bermuara pada persaingan kepentingan politik tempat
para elit Politik Islam berhasil menguasai beberapa posisi penting di Golkar yang berdampak
pada meningkat-nya perjuangan kepentingan Islam terutama selama periode 10 tahun terakhir
masa Orde Baru. Pihak Kristen merasa posisi-posisi kunci yang selama ini mereka kuasai
ternyata telah mulai didominasi oleh pihak Islam. Suatu penilaian yang tidak tepat, hanya
karena secara tradisional mereka menguasai posisi leading kini tergeser sedikit saja, menjadi
goyah dan melakukan aksi dan merencanakan pengambil alihan posisi itu. Kondisi konflik ini
justru lebih dipertajam dengan Sikap Kristen di tingkat nasional yang merasa tidak puas atas
perkembangan Islam pada satu dasawarsa terakhir.
C. Aspek Sosial Ekonomi.
Penduduk asli kota Ambon tidak mencapai kemajuan yang berarti dalam kehidupan sosial
ekonomi, tetapi para pendatang yang terdiri dari suku Buton, Bugis, Makasar, Jawa dan
Sumatra Barat karena kegigihannya mendapatkan kemajuan yang pesat. Karena itu mereka
berkembang sebagai pemilik uang yang dapat membeli tanah untuk perumahan dan
sebagainya yang sebagian besar di daerah yang bertetangga dengan pemukiman Kristen
bahkan di tengah-tengah pemukiman Kristen. Ini merupakan kesalahan besar karena kurang
memahami konflik yang terselubung antara Islam dan Kristen.
Pertumbuhan ini menimbulkan kebencian pihak Kristen yang merasa tanah peninggalan
nenek moyang mereka telah diperkosa oleh pendatang, mereka merasa kehilangan warisan,
diperparah lagi dengan berdirinya Masjid dipemukiman baru yang berdekatan dengan Gereja.
Seperti kata Dr.Litaay “Awasi suku BBM, 4 orang saja sudah mendirikan Masjid”.
D. Aspek Sosial Budaya
Ummat Islam asli Ambon/ Maluku sejak penjajahan Belanda telah memilih lapangan
pekerjaan non Formal karena menolak kooperatif dengan Belanda. Mereka memilih pekerjaan
sebagai pedagang, nelayan, pertukangan, petani bahkan kuli kasar. Masyarakat Suku Buton,
Bugis Makasar dan Jawa sejak lebih seratus tahun yang lalu telah berdatangan ke Maluku
khususnya pulau Ambon, Seram, Buru, PP.Lease dan Maluku Utara. Selain karena kesamaan
agama dengan Ummat Islam di daerah ini mereka juga punya kesamaan lapangan pekerjaan,
karena itu suku-suku pendatang ini segera menyatu bah- kan terjadi perkawinan antara para
pedagang dan penduduk asli yang beragama Islam.

60
Sesudah RMS, terutama di atas 1960-an kedatangan pekerja-peker ja yang gigih ini terus
bertambah sehingga dari segi jumlah telah terjadi lah pergeseran perimbangan yang berarti
sehingga hampir sama dengan penduduk aslinya.
Program transmigrasi telah membuat prosentasi jumlah yang beragama Islam terus
bertambah, sedangkan mereka yang kurang berhasil di transmigrasi beralih ke kota Ambon
dengan pekerjaan yang lebih sesuai karena itu para pendatang baru di Ambon termasuk mere
ka yang eks transmigrasi (Jawa dan Sunda) semakin banyak.
Penolakan terhadap pendatang yang merupakan pesaing pihak Kristen ini telah tampak
sejak Dicky Wattimena menjadi Walikota Madya Ambon (1986-1991) saat barang dagangan
para pedagang milik pendatang ini ditendang, ditumpahkan dagangannya dan dihardik agar
keluar dari kota Ambon kembali dan ke daerah asalnya.
Dalam kerusuhan ini para pendatang dianggap sebagai penyebab rusaknya semangat Pela-
Gandong karena mereka tidak mengamalkan tata krama Pela-Gandong. Penilaian ini terasa
sangat dibuat-buat kare na ummat Islam penduduk asli Maluku sejak lama sadar bahwa Pela-
Gandong tidak punya nilai apa-apa, apa lagi bagi kaum pendatang. Pela-Gandong
sesungguhnya hanya ikatan kekerabatan antara 2 desa, jadi tidak mengikat seluruh masyarakat
asli apa lagi hanya berlaku di Maluku bagian tengah saja, jadi dari segi kualitas ikatannya
terlalu semu, prosentasenya berkisar 5%saja sebagai jaring pengaman. Di kota madya Ambon
yang jumlah pendatang cukup banyak maka prosentasi itu semakin kecil.
Demikian juga terdapat perbedaan yang tajam antara perilaku budaya ummat Islam asli
pulau Ambon yang dipengaruhi secara kuat oleh budaya Islam yang religius sementara pihak
Kristen oleh budaya barat yang arogan dan ambtenar. (periksa lampiran…)
E. Aspek Keamanan / Kerukunan
Kelihatannya Masyarakat Islam dan Kristen rukun, tetapi sung-guhnya kerukunan itu
semu dan di tutup-tutupi. Secara perorangan para pribadi yang berbeda agama ini tampak
akrab ibarat orang yang bersaudara, tetapi dalam hubungan kelompok mereka berbeda
kepentingan, yang dikomandoi oleh GPM. Pemukiman yang homogen memberikan gambaran
nyata bahwa sering terjadi bentrokan fisik antara kedua kelompok agama ini sejak nenek
moyangnya, sekaligus yang rukun itu hanya dalam hubungan perorangan

AKAR PERMASALAHAN TRAGEDI BERDARAH

DALAM membicarakan sebab akibat atau akar permasalahan tragedi berdarah ini kita harus
lebih transparan, tidak menutupi kenyataan yang selama ini menjadi beban mental dalam
kehidupan bermasya-rakat dengan pihak Kristen. Terlalu banyak hal yang berbeda antara
kedua kelompok ini walau kita hidup dalam wilayah yang sempit dengan interaktif yang
tinggi. Perbedaan itu lebih menunjukan dari golongan mana dia. Yang Islam sesuai
perkembangan dan pengalaman sejarah merasa lebih dekat dengan budaya saudaranya dari
luar Maluku berbeda dengan kelompok Kristen yang dipengaruhi budaya dan kebiasaan
Belanda. Perbedaan itu dapat kita lihat dari bentuk pakaian (kain-kebaya), istilah yang dipakai,
sikap pandang yang dipengaruhi oleh ajaran agama dsb.
Begitu juga sikap menolak kerja sama dengan Belanda masih tertinggal pada anak cucu
yang sudah seratus tahun lebih, yang Islam tetap merasakan diri sebagai anak cucu pejuang
melawan penjajah Belanda dengan segala akibat, sementara Kristen di anggap pernah menjadi
penjilat Belanda, antara lain mau menjadi serdadu Belanda yang pernah dengan kejamnya
membunuh dan memperlakukan saudara kita yang muslim di Jawa dan beberapa tempat
lainnya tanpa perikemanusiaan.

61
Pela Gandong yang di introduksi oleh Belanda untuk meredam perlawanan desa-desa Islam
ternyata tidak dihayati, tapi dirasakan sebagai tipuan apalagi diera modern sekarang ini. Cerita
para orang tua tentang sebab terjadinya ikatan Pela Gandong sering tidak masuk akal
karenanya para kaum muda sukar menerimanya.
Kalau ada para pendatang yang merasakan kehidupan di desa-desa Islam lebih cepat bisa
beradaptasi karena banyak kesamaannya, itu disebabkan karena interaksi desa-desa Islam
dengan pedagang dari Jawa, Sulawesi dsb pada waktu lalu sangat kental yang disertai
penyebaran agama Islam dengan cara-cara damai.
Karena banyak perbedaan dan perbedaan kepentingan itu telah membuat kedua kelompok
masyarakat beda agama ini berada dalam konflik terselubung sejak lama.
Hubungan perorangan boleh akrab tetapi watak tak bermoral terselip dibalik basa basi
penuh keakraban.

KEPENTINGAN KRISTEN
Di negara-negara yang prosentasi Kristennya (dan agama lain) lebih besar dari Indonesia
tidak mengembangkan program kerukunan hidup antar ummat beragama, di Indonesia
dengan semangat damai diupayakan perlindungan kepada yang minoritas ini dengan tuntunan
dan pengawasan pemerintah melalui program pemerintah yaitu kerukunan hidup antar ummat
beragama yang seringkali pihak Islam harus mengalah untuk terpeliharanya kerukunan hidup
antar ummat beragama. Akibatnya kita terlalu sering menutup-nutupi sesuatu yang
seharusnya diangkat ke permukaan, apa pun resikonya sehingga tidak terus menjadi ancaman
di bawah permukaan yang justru akan meledak keras setelah terakumulasi.
Program Kristenisasi dan kegiatan membangun kekuatan telah lama diketahui, tetapi selalu
ditutupi demi mempertahankan keruku-nan hidup antar ummat beragama. Ini bukan pola
yang baik untuk membina kerukunan, hasilnya pasti semu sementara penyakit yang kecil
dibiarkan berkembang terus.
Itulah sebabnya pihak Kristen merasa bebas berbuat tanpa mem-perhatikan kepentingan
nasional bersama. Mereka akhirnya merasa lebih dekat dengan bossnya di luar negeri daripada
memelihara sema- ngat kebangsaan dan kesamaan dengan saudaranya di dalam negeri.
Karena itu ketika pemerintahan Suharto menahan gerak laju mereka yang dapat merusak
Persatuan dan Kesatuan ternyata mereka dengan cepat membangun rencana baru bekerja sama
dengan bossnya. Dari segi jumlah penduduk Kristen tidak cukup 20%, posisi bargaining yang
lemah itu akan dicarikan pemecahannya dengan mendapat wilayah dominan Kristen yang
lebih besar serta tekanan politik, ekonomi/ keuangan dari lembaga internasional seperti IMF
dan World Bank yang membuat Indonesia terpuruk dan begitu tergantung pada bantuan
keuangan internasional, dengan demikian mereka mendapat-kan satu lagi Bargaining Position
yang kuat sekali. Karena itulah mereka ingin membuat Maluku ini menjadi daerah dominasi
Kristen. Langkah pertama adalah memisahkan Maluku Utara dari yang ada di Selatan dan
Tenggara. Kita boleh mengatakan bahwa rencana berdirinya Propinsi Moluku Kie Raha adalah
proyek lama yang tertunda tetapi dipaksakan berdirinya bersamaan dengan rencana
menghalau Ummat Islam dari kota Ambon dan sekitar ini bukan tidak ada sangkut pautnya.
Percaya atau tidak, penghalauan ummat Islam dari Ambon dan sekitarnya adalah langkah
awal, langkah berikutnya adalah peng- usiran keseluruhan masyarakat transmigran yang relatif
beragama Islam. Dengan kekuatan yang besar pihak Kristen dengan mudah menghalau para
transmigran karena penduduk yang sedikit menempati areal yang luas.
Kesadaran masyarakat dan para pemimpin Islam pada satu dasa warsa terakhir
menimbulkan berbagai perubahan penting di bidang politik dan ekonomi, yang secara tidak
langsung menggeser posisi Kristen yang selama ini sangat kuat. Perlu juga di waspadai
manuver tokoh-tokoh Kristen Maluku di Jakarta yang kini telah membentuk organisasi
pergerakan kemerdekaan yang mereka beri nama PKMJ (Persekutuan Kristen Maluku Jakarta)
dengan buletinnya GMM (Gerakan Maluku Merdeka). Edisi khusus GMM dengan judul
Menanti Fajar Kemerdekaan di Timur Indonesia jelas terangsang oleh kemerdekaan Timor-
Timur (Timor Lorosae) dengan terpisahnya Maluku Kie Raha, rencana pengembalian warga
Maluku exs KNIL dan keturunannya ke Ambon maka pihak Kristen telah punya kalkulasi
tersendiri untuk memenangkan referendum yang akan dipaksakan. Mereka juga telah
menghitung-hitung besarnya kekayaan Alam dan potensi SDM Kristen Maluku.

62
Karena itu kasus kerusuhan Ambon ini tidak dilihat sebatas kerusuhan akibat ketidak
puasan Kristen terhadap Islam di Maluku saja tetapi harus dilihat dalam kontek kepentingan
Kristen Indonesia dan keinginan melepaskan diri dari negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ditandai dengan isu Hijau Royo-royo Kristen merasa tersingkir kemudian berusaha
mengambil alih posisi itu dengan bantuan Kristen Internasional: Muncul George Soros yang
dengan kekuatan dana Kristen telah berhasil memporak-porandakan moneter Indonesia
kemudian merangkak ke bidang ekonomi dan politik mendikte pemerintah Indonesia dalam
banyak hal.
Dengan dana yang besar mereka memanfaatkan kekacauan di bidang politik akibat gerakan
Reformasi. Kerusuhan yang terjadi di hampir seluruh Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
gerakan Kristen di bawah tokoh-tokoh Kristen Indonesia, demikian pula yang terjadi di
Ambon, pada kerusuhan I kita dengar ada petunjuk dari tokoh RMS di Belanda untuk bersiap-
siap mengambil kekuasaan di Maluku kalau pemerintah RI jatuh akibat Demonstrasi
Mahasiswa dan kerusuhan yang dikobarkan seluruh Indonesia.
Karena itu walaupun umpamanya tidak sepenuhnya benar tetapi ada penilaian beberapa
pihak bahwa krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi dan politik di Indonesia
adalah langkah strategi kekuatan Kristen internasional untuk menempatkan Kristen di
Indonesia dalam posisi Bargaining yang lebih kuat sekaligus proyek kerusuhan Ambon dengan
merekut wilayah dominan Kristen sebagai posisi Bargaining yang dengan Timor-timur
(sekarang telah lepas), NTT, Irian Jaya, Sulut dan Maluku (diluar Propinsi Maluku Kie Raha)
merupakan wilayah yang cukup luas dengan sumber daya alam yang luar biasa (Irja dan
Maluku).
KETERLIBATAN RMS DAN GPM
Upaya membuat Maluku sebagai wilayah dominasi Kristen ibarat proyek besar yang oleh
pemilik proyeknya diborongkan untuk dikerjakan oleh sebuah perusahaan yang tahu betul
daerah, situasi dan kondisi setempat. Karena itu RMS terpilih sebagai Broker. Analisis ini
dibenarkan oleh kenyataan dibawah ini :
a. Kalau untuk membersihkan masyarakat Islam di Ambon maka RMS termasuk profesional
karena pengalaman tahun 1950, bila Islam setuju maka negara RMS berdiri di Maluku,
tetapi karena pihak Islam menentang keras, RMS gagal berdiri dan dihancurkan TNI.
b. Di kepala sebagian besar elit politik dan tokoh gereja (GPM) masih bersemi semangat RMS,
pada beberapa tahun terakhir telah merambat kepada generasi muda, militansi mereka di
pamerkan dalam kerusuhan. Terakhir GPM dipamerkan sebagai Gerakan Protestan
Merdeka (Gerakan Oikumene Sedunia satu Tuhan, satu Dunia, satu Gereja)
c. Sebelum dan selama awal kerusuhan setiap serangan mereka selalu disertai dengan yel-yel
hidup RMS dan Mena Moeria menang (salam kebangsaan Kristen), membangga-banggakan
Israel bahkan kota Ambon disebut sebagai Israel kecil. Begitu juga corat-coret
membesarkan RMS di tembok dan dinding-dinding.
d. Setiap tahun pada tanggal 25 April bertepatan dengan hari ulang tahun RMS selalu
dikibarkan bendera RMS di tempat-tempat jauh dari pengawasan TNI/ Pemda.
e. Program Repatriasi dan bebas visa telah menarik turis Belanda asal Maluku yang
umumnya exs KNIL sekaligus serdadu RMS datang ke kampung asal. Di sana selain
bercerita tentang nikmat-nya keju Belanda mereka bernostalgia tentang RMS dan meng-
informasikan kemajuan RMS di Belanda yang pada dasarnya membesarkan hati dan
mendorong semangat ber RMS kepada generasi muda yang hasilnya kita lihat betapa
militansinya mereka dalam kerusuhan Ambon Berdarah. Mereka bertujuan melepaskan
diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bila dalam kerusuhan ini mereka
mendapat kemajuan berarti pasti akan minta dilakukan referendum untuk merdeka sebab
dalam hitungannya jumlah Kristen sekarang sudah jauh lebih besar dari yang Islam.
f. Bukti-bukti lain pada beberapa dokumen yang berhasil ditemukan membuktikan posisi
RMS dalam kerusuhan ini.
g. Tanggal 18 Januari 1950 adalah hari ulang tahun penanda tanganan naskah Proklamasi
berdirinya RMS oleh H. J. Manuhuttu dan A. Wairisal yang baru diumumkan secara
terbuka oleh Dr. Ch. Soumokil pada tanggal 25 April 1950 di Ambon yang menjadi tanggal

63
hari ulang tahun RMS (di peringati setiap tahun). Jadi kerusuhan yang digelar tanggal 19
Januari 1999 adalah pilihan tanggal nostalgia.
Sedangkan posisi GPM dalam kerusuhan ini sama sekali tidak dapat dibedakan antara
kerja GPM atau RMS. Kedua organisasi ini dikelola oknum yang sama sekurang-kurangnya
kelompok yang sama. Semua masyarakat Kristen Protestan harus menjadi warga Gereja yang
dalam hal ini adalah GPM (Gereja Protestan Maluku), HKBP-nya orang Batak.
Jadi setiap tokoh RMS pasti anggota GPM, manuver politik GPM jelas bernuansa
kepentingan RMS. GPM yang resmi diakui Pemerintah telah terasa sejak lama sebagai RMS
berbaju Republik Indonesia, karena itu penampilan para tokoh GPM dalam jabatan-jabatan
peme-rintah selalu bersikap minir terhadap masyarakat Islam. Pelaku kerusuhan di lapangan
yang dari protestan pasti anggota GPM. Di Kotamadya Ambon (Protestan = 51,92%, Katholik =
5,55% dan Islam = 42,38%).
Perlu diketahui bahwa GPM memerankan kepentingan politik Kristen yang tentunya
berbau kepentingan RMS. Ruang kerja ketua Sinode GPM tidak memasang garuda Pancasila
dan wakil Presiden melainkan gambar Belanda Tua pendiri GPM pada tahun 1935. (Pada Mei
1999 disaksikan oleh Danrem 174/ PTM dalam kunjungan pamitannya).
Para pelaku kerusuhan sebagian besar adalah dari golongan Protestan karena itu yang
bermain biadab di lapangan adalah anggota GPM/ RMS. Kalau para tokoh itu bukan RMS atau
tidak melaksanakan kepentingan politik RMS maka kerusuhan ini dapat segera dihentikan atas
perintah/ petunjuk/ permintaan Ketua Sinode atau para tokoh Protestan lainnya.
Tidak dapat dibantah bahwa RMS dan GPM sama-sama merancang dan melaksanakan
kerusuhan untuk menghalau ummat Islam dari Maluku.
BERKEMBANG MENJADI PERANG AGAMA.
RMS yang sejak pembentukannya telah berhadapan dengan ummat Islam dan karena
ummat Islam tidak menyetujui kehadiran RMS dengan semangat separatisnya maka negara
boneka ini tidak berhasil bertahan terhadap gempuran TNI. Karena itu RMS memang berwatak
membenci ummat Islam. Jadi apabila RMS yang melaksanakan pencapaian tujuan politik
Kristen tersebut di atas, maka sudah dapat dibayangkan bahwa mereka akan sangat kejam dan
tak berperike-manusiaan, mereka bukan saja membunuh, bakar Muslim (BBM) yang semula
dimaksudkan suku pendatang Buton, Bugis dan Makasar yang menjadi pesaing ekonomi,
tetapi keseluruhan ummat Islam yang ada di kota madya Ambon. Penghancuran ummat Islam
dengan tujuan politik itu dalam pelaksanaannya justru menghantam Masjid-masjid, membakar
dan menginjak-injak Al-Qur’an, menghina dan menista junjungan Nabi Besar Muhammad
SAW dengan membuat patung/ boneka dan digantungkan karton di leher berisi tulisan
penghinaan yang luar biasa, tulisan-tulisan di dinding, tembok dan lebih menya-kitkan lagi
secara sengaja penghinaan dilakukan melalui obrolan 2 orang yang berisi penghinaan. Setiap
malam ummat Islam di provokasi dengan obrolan seperti itu lewat Handy Talky (HT). Karena
itulah serangan yang menghancurkan ummat Islam ini yang semula untuk kepentingan politik
justru menerobos pada aspek SARA yang paling rawan yaitu agama.
Pada hari pertama (19 Januari 1999) sekita jam 22.00 Masjid Raya Al-Fatah diserang melalui
dua poros (Jln. A.Y Patty dan Jln. Anthony Rhebok) berangkat dari tempat konsentrasi mereka
di halaman Gereja Pusat Maranatha. Serangan terhadap Masjid Al-Fatah ini dilakukan 3 kali
dengan kekuatan diatas 1000 orang bersenjata tombak, parang, panah dan lemparan batu,
mereka berhasil dihalau oleh 1 regu aparat keamanan dan para pemuda bahkan kaum ibu yang
mengungsi di Al-Fatah. Serangan kedua pada hari kedua tanggal 20-1-1999 jam 05.00 saat
persiapan sembahyang subuh di Al-Fatah, serangan ke 3 sekitar jam 23.00 tanggal 20-1-1999.
Keseluruhan serangan tersebut gagal tetapi mereka sempat mencapai pagar depan Al-Fatah.
Karena itu ummat Islam yakin bahwa yang dilakukan oleh Kristen ini adalah perang agama
(Perang Salib). Bukti ini terlihat jelas pada ruas jalan Kudamati, dibuat sekitar 6 buah barikade
yang di atasnya di pasang salib besar sekitar 1,5 meter tingginya dan di salib tersebut di
sandarkan tripleks 1 lembar utuh dengan tulisan Buton, Bugis Makasar segera tinggalkan
Ambon.
Dengan kata lain tujuan, politik yang menjadikan ummat Islam sebagai sasaran
penghancuran yang dalam hal ini ummat Islam sebagai subjek dan objek politik, ternyata yang
dihantam juga agama Islam. Dalam kaitannya dengan SARA maka tujuan politik

64
menghancurkan ummat Islam sebagai golongan masyarakat (SARA antar golongan)
berkembang/ menembus area terlarang yaitu agama (SARA) sebagai unsur yang paling sensitif
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pelanggaran yang dibuat pihak
Kristen ini seperti tidak mau tahu dengan faham ajaran Islam dalam membela agamanya,
mereka tidak mengerti semangat Jihad Fie Sabilillah.
Akar permasalahan yang semula untuk kepentingan politik ternyata menerobos masuk
pada konflik agama. Dengan demikian akar permasalahan kepentingan politik itu telah
dikalahkan dan tidak punya arti lagi karena akar yang baru (Agama) jauh lebih berat, ber-
bahaya, karena itu penyelesaiannya seperti tidak ada harapan lagi, korban kedua belah pihak
sudah sangat besar apalagi Pemerintah dan TNI telah berbuat sejumlah kesalahan prinsip
dalam penanganan kerusuhan ini yang justru menjauhkan pihak-pihak yang bermusuhan
semakin jauh

PROSES TERJADINYA KERUSUHAN DAN


PERKEMBANGANNYA

PADA bab III ini akan dibuktikan bahwa kerusuhan ini telah diren-canakan, disiapkan dan
dilaksanakan dengan komando dan pengen-dalian yang canggih oleh pihak Kristen, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kerusuhan ini didalangi oleh suatu organisasi yang solid dan para
tokohnya memiliki kemampuan yang tinggi. Tanpa tingkat soli- daritas yang mantap, sulit
untuk menggerakan ribuan orang pelaku untuk melakukan perbuatan biadab dan tak
berperikemanusiaan dengan sasaran-sasaran yang terpilih untuk pencapaian tujuan mereka.
Perencanaan yang memakan waktu relatif lama itu bisa tertutup rapat karena ikatan
solidaritas organisasi (agama), sejumlah bocoran memang terdengar di kalangan Islam tetapi
ummat Islam dalam kondisi persatuan dan kesatuan berada titik rendah itu tidak mungkin
merasakannya sebagai bentuk ancaman dalam waktu dekat. Faktor lain juga adalah karena
pada tahun terakhir ini semangat Pela Gandong sedang digalakan di kalangan ummat Islam di
pelopori oleh Kakanwil Agama.
Kerusuhan dengan tujuan politik strategis ini dirancang di luar Maluku oleh para tenaga
profesional dengan dana yang sangat besar terbukti dari pengerahan tenaga yang begitu besar,
mereka yang dihukum dipenjara dan tahanan Polisi mendapat uang rokok Rp 50.000,-/
minggu, keluarganya dijamin kebutuhan hidupnya bahkan untuk masa depan bagi yang mati.
Bagi yang mati dalam pertempuran dengan kekuatan Islam keluarganya mendapat santunan
khusus yang menjamin masa depan.
Sejumlah fakta yang dapat kita temukan setahun sebelum pecah kerusuhan telah
menunjukan dengan jelas betapa kerusuhan ini dirancang untuk kepentingan politik besar
yang diperankan oleh RMS dengan tokoh-tokoh GPM sebagai aktor-aktor intelektualnya, GPM
yang semula Gereja Protestan Maluku, oleh buletin GMM di sebutkan sebagai Gerakan Protestan
Merdeka. Karena itu konspirasi ke arah Maluku melepaskan diri dari NKRI ini janganlah
dianggap sesuatu yang boleh diabaikan begitu saja. Ini adalah masalah serius bangsa yang
harus ditangani Pemerintah Pusat secara bersungguh-sungguh sebelum menjadi ancaman berat
seperti pemaksaan rakyat Aceh untuk merdeka yang terpaksa penangannya menggunakan
kekuatan TNI yang besar dan korban yang besar pula.

65
PROSES KERUSUHAN AMBON
Kalimat Kerusuhan Ambon tidak tepat digunakan untuk peristiwa berat yang terjadi di
Ambon ini, karena kerusuhan berskala kecil sampai sedang, pelibatan orang yang terbatas,
tidak bersifat menye-luruh dalam semua aspek. Yang tepat adalah perang Agama walau
dimulai dari upaya penghancuran masyarakat Islam oleh masyarakat Kristen yang bernuansa
politik murni .
Perang terhadap ummat Islam (semula) direncanakan secara matang pada semua aspek
mulai strategi, taktik dan teknik sampai pada rencana penggunaan tenaga manusia, alat
peralatan, besarnya dana yang akan digunakan, komando dan pengendalian, bagaimana
menghadapi penyimpangan rencana, bagaimana mengeksploitasi hasil yang dicapai serta tentu
disiapkan rencana cadangan bila rencana pokok gagal. Begitu pula disiapkan rencana evakuasi
dan escape bila rencana ini gagal total sehingga para tokoh harus dilarikan ke luar negeri.
Begitulah logika kita melihat apa yang didemonstrasikan dalam perang ini.
Rencana yang kompleks itu tentu harus dilakukan secara kompre-henship integral
memerlukan pemikiran bersama melibatkan banyak tokoh. Mereka semua tokoh Kristen
terlibat langsung maupun tidak langsung, indikasi nyata adalah tidak ada yang bereaksi
Mengutuk kerusuhan ini. Masih ingat kita betapa jajaran komponen Nasional mengutuk G 30
S/ PKI, yang tidak mengutuk hanya mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung,
begitu juga pengutukan oleh sejumlah besar komponen bangsa terhadap peristiwa Pemboman
Masjid Iistiqlal. PGI (Persekutuan Gereja-gereja Indonesia) ikut mengutuk kasus peledakan
bom di Masjid ISTIQLAL tetapi mereka membisu untuk kasus Ambon, tiada lain adalah upaya
penyem-bunyian dan penyelamatan GPM dan para tokohnya. Karena itu perang antara Kristen
melawan Islam di Ambon ini melibatkan totalitas kekuatan Kristen di Ambon, PGI dan Kristen
internasional. Suatu kegiatan yang besar di proses minimal melalui langkah-langkah
perencanaan, pelaksanaan dan konsolidasi oleh sebuah organisasi yang mapan.
a. Periode Perencanaan
Dalam kasus Ambon ini ternyata di proses jauh sebelum tanggal 19 Januari 1999, terlihat
jelas dari sejumlah peristiwa yang mendahului. Ada kegiatan perencanaan sbb :
1. Tahap pematangan situasi.
Yaitu upaya-upaya yang dilakukan agar semua komponen yang akan dilibatkan memahami
rencana besar, sedangkan aparat keamanan yang di khawatirkan akan menggagalkan rencana
harus di lumpuhkan. Khusus untuk membuat aparat keamanan tak berdaya “Mental Break
Down” silahkan menelaah tulisan pada lampiran dengan judul “Menelusuri Kesalahan DanRem
174/PTM Kol Hikayat Menangani Kasus Batu Gajah Berdarah” dan peristiwa Jum'at malam
masing-masing pada Lampiran C dan D. Pada dasarnya periode pematangan situasi ini
dilakukan dengan hasil yang signifikan. TNI loyo tak punya keberanian bertindak.
Ada sejumlah kegiatan dalam rangka pematangan situasi seperti isu pengusiran BBM dsb.
Tahap Uji Coba / Test Case
Tahap ini diadakan untuk melakukan uji coba terhadap hasil yang dicapai pada tahap
pematangan situasi. Apabila berhasil maka kegiatan lebih lanjut adalah memasuki tahap
persiapan untuk pelaksanaan, bila test case tidak menunjukan hasil baik pada tahap
pematangan situasi maka harus dilakukan evaluasi untuk intensitas khusus.
Uji coba ini dilakukan dengan menghantam ummat Islam di :
a. Wailete, Yaitu mengobarkan kerusuhan di pesta perkawinan suku BBM, pada tanggal 13
Desember 1998 kemudian dilakukan penyerangan terhadap kampung tersebut, membumi
hanguskan semua rumah, para penghuni lari menyelamatkan diri dengan pakaian yang
dikenakan pada saat itu saja tidak ada penyelesaian oleh aparat kepolisian, harus ditelusuri
khusus, mengapa kasus ini dibekukan. Apakah Polri dan Korem mental Break Down atau
pematangan situasi justru menghasilkan kerja sama Kristen dengan oknum aparat
keamanan.
b. Kasus Bak Air, Kasus ini idem dito kasus Wailete, pada tanggal 27 Desember 1998
masyarakat Islam di desa Bak Air Tawiri yang sekitar 10 buah rumah disatroni masyarakat
desa Tawiri yang ribuan orang hanya karena alasan kecil melempar babi Kristen yang
memasuki kebun milik yang Islam.

66
c. Kasus Pembunuhan di Dobo Maluku Tenggara pada tanggal 15 Januari 1999. Di Dobo
memang mayoritas Kristen, sering terjadi perkelahian massal tetapi antar kampung
masalahnya sengketa perbatasan dsb. Belum pernah antar konflik agama apalagi dengan
korban sampai 8 orang muslim. Polisi pun tidak menyelesaikan secara tuntas.
Demikian juga demonstrasi dengan kekerasan tak berujung pangkal sebelum jatuhnya Pak
Harto sampai dengan pemerintahan Habibie dapat dilakukan semaunya tanpa di tanggapi
dengan mem-berlakukan aturan dan hukum. Pada dasarnya tahap uji coba ini berhasil dengan
baik karena; didukung oleh para tokoh Kristen dengan komentar dan tanggapan yang terus
menghujat TNI dan mengagung-kan para demonstran dengan prilaku kekerasan itu.
a) Aparat keamanan tidak berani bertindak atau telah diatur untuk tidak bertindak
b) Masyarakat Islam ternyata tidak kompak, tidak ada pembelaan. Yang Islam tidak
terorganisir, tidak punya pemimpin sentral, yang kelompok/kedaerahan pun ternyata
lemah.
Karena itu mereka menilai bahwa tahap I dan II pada periode perencanaan ini telah berjalan
sesuai rencana sehingga bisa memasuki tahap III / persiapan.
2. Tahap III : Persiapan
Pada tahap ini terlihat jelas;
a. Munculnya pemuda AMGPM yang mabuk mabukan dengan aksi memalak angkutan kota
di daerah Benteng dan OSM semakin meningkat.
b. Berita tentang Yesus turun di kandang Babi kampung Gudang Arang yang mungkin
permainan sinar Laser saja tetapi tampak jelas disambut sekota madya Ambon. Apa yang
terjadi dengan Yesus turun ini seakan-akan suatu informasi tentang perintah persiapan
yang waktunya sudah dekat pelaksanaan.
c. Parang Panjang yang diproduksi oleh masyarakat Islam di Jazirah Leihitu ternyata laku
keras dan habis di pasar kota Ambon. Padahal parang panjang bukan kebutuhan
masyarakat kota yang tidak pernah masuk hutan, parang itu untuk menebas belukar
membuka jalan di tengah hutan. Sesuatu kelainan yang tidak ditanggapi aparat
keamanan/intelijen.
d. Didatangkan sekitar 200 orang preman Jakarta asal Maluku pada bulan November 1998
dengan kapal Pelni. Inipun peristiwa aneh yang harus ditangani dengan serius oleh Polri
dan Korem apabila naluri intelijen berfungsi atau suatu kesengajaan agar tahap persiapan
ini berjalan lancar.
Menurut prosedur normal, para preman Jakarta ini harus didaftar diambil identitasnya
alamat serta kegiatannya selama di Ambon agar mudah diawasi. Mereka dapat dikenakan
wajib kumpul pada hari tertentu di Mapolda untuk pengawasan dsb, hal seperti itu wajar-wajar
saja karena posisi mereka yang rawan dalam masyarakat pada suasana huru-hara se-Indonesia.
Ini semua merupakan hal-hal yang harus di usut ulang untuk dapat menangkap aktor
intelektualnya. Begitu hebatnya periode perencanaan itu sehingga berjalan begitu mulus, aparat
keamanan pun secara perorangan (katakan begitu) dalam jumlah yang besar mengusai posisi
penentu dapat mengatur sehingga tidak ada langkah pasti mengantisipasi kerusuhan yang
tanda-tandanya cukup jelas itu.
b. Periode Pelaksanaan.
Setelah periode perencanaan berhasil dengan sejumlah indikator maka pihak perencanaan
kerusuhan/Perang dengan ummat Islam ini telah siap memasuki tahapan pelaksanaan
penyerangan/penghancuran.
Selama ini dalam beberapa kali dialog Kristen-Islam memecahkan masalah perang ini
berakhir dengan jalan buntu karena pihak Kristen selalu menuduh pihak Islam yang memulai
dengan menunjuk kasus Usman memalak Yopie di Batu merah. Ummat Islam waktu itu belum
siap berdialog karena kurang waktu dalam suasana kerusuhan mengkaji masalah ini pada
lingkup strategi, bila kasus batu merah saja jadi acuan jelas dapat direkayasa tetapi dengan
melihat perkem-bangan dan peristiwa-peristiwa setahun terakhir maka dengan mudah melihat
bahwa ini suatu perencanaan besar dari pihak Kristen. Jadi perencanaan strategi itu harus juga
dilihat dengan kacamata dan pengetahuan strategi, kita jangan terjebak pada permainan taktis.

67
Untuk acara sebesar ini mereka tentukan hari-H dan jam-J istilah militer untuk menentukan
saat tepat suatu aksi militer dimulai, biasanya untuk suatu serangan. Pukulan awal harus
terorganisir dengan baik agar memberikan efek pendadakan setelah melalui proses
pengrahasiaan sekian lama. Setelah tiba jam J maka semua aktivitas terbuka tidak ada
dirahasiakan lagi, komunikasi radio sudah dapat dilakukan yang beberapa menit sebelumnya
semua radio tidak boleh digunakan.
Kira-kira penentuan hari-H dan jam-J itu didasarkan atas sejumlah pertimbangan sebagai
berikut :
1. Memperingati 50 tahun ditanda-tanganinya naskah proklamasi RMS yang pelaksanaannya
pada 18 Januari 1950 oleh J.H. Manuhutu dan A.Waerisal dan di umumkan secara terbuka
oleh Dr.Chr.Soumokil pada tanggal 25 April 1950 di Ambon tanggal 25 April ini dijadikan
hari ulang tahun RMS.
2. Pada Hari Raya Idul Fitri Ummat Islam sedang mengkonsen-trasikan segenap aktifitasnya
untuk merayakan hari kemenangan setelah berpuasa melawan hawa nafsu, haus dan
dahaga sebulan penuh.
3. Penentuaan jam 14.00 adalah saat yang paling kritis bagi ummat Islam karena puncak dari
rasa kantuk dan lemah physik karena semalam kurang tidur dan sejak pagi menerima tamu
atau berkeliling bersiratulrahmi.
Penentun hari-H dan jam-J seperti itu merupakan hasil analisis yang brillian, untuk itu
dilakukan proses perencanaan mundur (Back Ward Planning). Penentuan hari-H dan jam-J itu
didekati dari faktor penciptaan pendadakan, faktor ini amat menentukan dari suatu serangan.
Dengan kerahasian yang tinggi dapat menghasilkan pendadakan yang sempurna (Absolutly
Surprise) pendadakan menghasilkan kekacauan di pihak musuh, mereka tidak dapat bereaksi
karena tidak ada persiapan, tak menyangka. Reaksi seorang Komandan yang terkena
pendadakan sering kali keliru, karena mereka panik, kacau, tak mengerti apa yang terjadi,
melakukan perlawanan dengan apa adanya bahkan dengan tangan kosong menggenggam
batu. Dipihak Kristen lain lagi, kesiapan mereka 100%, terlihat dari kegiatan sebagai berikut:
a. Kegiatan sebelum jam J
Adanya gerak perpindahan dalam rangka konsentrasi kekuatan oleh massa dari pedesaan
di Timur kota Ambon, Tawiri dan sekitarnya ke arah Passo, Benteng Karang, Waai dsb. Banyak
saksi mata menyadari arti perpindahan itu setelah kejelasan permasalahan pada hari ke 2.
Pelemparan batu ke desa Hulung oleh masyarakat desa Benteng Karang pada hari H-1
malam hari rupanya karena tidak sabar menunggu jam J sebab dendam sudah berkobar-kobar.
Penggunaan kain berang (Kain merah pengikat kepala atau melingkar di leher) khas pihak
Kristen sudah terlihat sebelum hari H dalam jumlah kelompok-kelompok (Show of Force).
b. Kegiatan pada jam J
Cerita Usman yang Bugis (Islam) memalak Yopi (Kristen) dapat saja terjadi sebagai suatu
rekayasa, tetapi logika berbicara lain. Usman yang beridul Fitri mustahil melakukan
pemalakan, kalaupun itu nyata terjadi perlu di klarifikasi apakah bukan sesuatu yang diatur,
karena dengan uang yang besar segala sesuatu bisa terjadi. Hal yang tidak wajar juga telah
terjadi, ialah berkelanjutan s/d perkelahian massal saling lempar batu, parang panjang dan
tombak dari pihak Kristen sudah diacung-acungkan. Perkelahian antara masyarakat desa Batu
Merah dengan masyarakat Kristen asal desa Aboru (P.Saparua) telah merupakan hal yang rutin
terjadi antara oknum-oknum yang berseng keta saja, tidak pernah melibatkan massa besar dari
agama yang berbeda.
Ketidak wajaran ketiga ialah dibakarnya bengkel sepeda motor dan sebuah rumah
didekatnya. Api dan asap hitam membumbung tinggi sekali dapat terlihat jelas dari desa Air
Salobar, seperti sesuatu yang telah dipersiapkan dengan baik. Bahan bakar yang tersedia di
bengkel tersebut dalam jumlah besar sehingga menghasilkan kobaran api dan asap hitam yang
membumbung tinggi.
Asap yang mudah terlihat di seluruh kota sampai ke pinggiran apalagi mereka yang
didaerah ketinggian di bagian timur kota yang umumnya beragama Kristen adalah apa yang
dinamakan jam J ialah saatnya serangan dimulai, karena itu segera terlihat kesibukan
perpindahan massa Kristen bersenjata tajam mulai sekitar jam 16.00 WIT.
c. Kegiatan beberapa jam sesudah jam-J

68
Pada jam 18.00 sudah dimulai dengan pelemparan batu dan Bom molotov kearah kampung
Diponegoro oleh pihak Kristen yang letaknya di atas kampung Diponegoro. Penggunaan bom
molotov untuk masyarakat Ambon merupakan hal baru, ternyata pihak Kristen sudah tidak
asing lagi pertanda ada latihan, begitu juga tersedia bensin dikampung yang tidak bisa
didatangi kendaraan bermotor jelas khusus itu disediakan untuk membuat bom molotov.
Pelemparan seperti itu juga terjadi di Batu-Merah oleh pihak Kristen dari kampung Karang
Panjang di atasnya.
Sekitar jam 18.00 WIT sudah mulai dilakukan blokir jalan dengan pohon yang ditebang atau
benda-benda lain dalam rangka mengontrol tiap kendaraan yang lewat. Bersama dengan itu
sudah mulai dilakukan pembakaran mobil, sepeda motor dan becak milik ummat Islam yang
terjebak di sektor Kristen karena pemasangan barikade tersebut. Pembakaran kenderaan ini
meninggalkan bekas dijalan raya (aspal rusak terbakar), dapat dijadikan saksi mati yang jujur.
Demikian pula pada H+1 dilakukan blokade total ruas jalan Batu Gantung Air Salobar
lewat OSM. Semua kendaraan harus melewati ruas jalan Kudamati, sektor Kristen yang paling
angker karena mereka besar dalam jumlah dan selain itu daerah ini terkenal sebagai daerah
hunian para Preman.
Diruas jalan Kudamati ini ( Jl. Dr.Kayadoe) dipasang sekitar 6 buah barikade sik-sak besar
dan kuat dengan bagian yang terbuka hanya sempit sehingga setiap kendaraan harus pelan dan
berhati-hati. Tiap barikade tersebut dikuasai oleh puluhan massa Kristen lengkap dengan
parang dan tombak. Kendaraan militer yang melakukan pengangkutan pasukan untuk tugas
pengamanan ternyata harus mengikuti rute yang ditentukan oleh pihak perusuh. TNI tidak
melakukan buka paksa untuk memudahkan manuver pasukan (mental Break Down).
Apa yang kita saksikan ini sebenarnya bukan kejadian kebetulan tetapi sesuatu yang
dirancang dalam suatu kerangka strategi. Dapat kita lihat bahwa perjalanan kendaraan
pengangkut pasukan pengaman itu sangat rawan sebab jalan yang begitu sempit dan harus
bergerak zik-zak, kendaraan bergerak lambat sekali yang setiap saat dapat terjebak diantara
dua barikade yang dipasang pas-pasan untuk gerakan truk. Barikade yang dikontrol dengan
menggunakan massa yang besar, mengancam dengan kalimat-kalimat kotor terhadap prajurit
diatas truk menampakan bahwa perencananya seorang militer atau mengerti berbagai taktik
militer untuk menekan moril dan menakut-nakuti prajurit.
Yang amat disayangkan TNI pada waktu itu bersedia dikontrol, seharusnya TNI dengan
pasukan yang ada, apalagi tersedia Zipur dengan alat peralatan khusus semestinya membuka
jalur jalan Batu Gantung–Air Salobar lewat OSM. TNI bisa mengancam pihak yang coba-coba
lagi membatasi manuver pasukan apalagi mengontrol mereka.
Pada Hari-H sekitar jam 22.00. telah terjadi serangan terhadap Masjid Al-Fatah dari dua
arah jalan dimana para penyerang bergerak dari komplkes Gereja Pusat Maranatha karena
konsentrasi massa memang disana yang terbesar. Posisi areal konsentrasi ini sangat sentral
untuk melakukan penyerangan terhadap Masjid Al-Fatah dan pasar Mardika dan Batu Merah
serta Kompleks Perdagangan Pelita yang pada umumnya tempat masyarakat Islam berdagang.
Sasaran pasar dan tempat berdagang ini bernilai sangat menen-tukan dalam rangka
mencapai tujuan menghalau BBM dari Ambon, karena itu sasaran pasar harus berhasil dibakar
secara tuntas. Untuk memungkinkan rencana itu maka massa Islam dari Talake, Waihaong,
Silale, Soabali dan Jalan Baru harus diikat untuk tetap bertahan diobyek vital ummat Islam
yaitu Masjid Al-Fatah. Serangan ke Al-Fatah mempunyai dua tujuan yaitu :
mengkikat/menahan massa Islam yang berkonsentrasi di Al-Fatah agar tidak bergerak ke arah
pasar sehingga pembakaran pasar tuntas dan mengancam keberadaan Al-Fatah itu sendiri.
d. Kegiatan Pada Hari H + 1 dan seterusnya.
Dipagi hari kedua tanggal 20 Januari 1999 sekitar jam 05.00 WIT bertepatan dengan
pelaksanaan sholat subuh di Masjid Al-Fatah terjadi lagi serangan pihak Kristen ke Masjid Al-
Fatah, pembakaran terhadap pasar dilanjutkan dengan tempat-tempat usaha pihak Islam di
luar areal pasar, begitu juga membakar dan pengrusakan rumah muslim di daerah terpencil
dan di dalam sektor Kristen. Mereka tahu betul sasaran-sasaran yang harus dihabiskan yang
membakar dan menjarah adalah massa Kristen dari luar kampung, jadi memang sudah diatur
rapih dalam suatu perencanaan. Pada hari-H+1 tanggal 20-1-1999, pagi-pagi massa Hitu,
Mamala dan Morela bergerak ke Ambon untuk memperkuat pertahanan Al-Fatah. Pihak
Kristen terus menyerang sepanjang hari dan seterusnya.

69
MASSA HITU MENYERANG DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN MASJID AL
FATAH
Serangan terhadap Al-Fatah telah terdengar di Hitu lewat telepon, masyarakat Hitu malam
itu gelisah sekali sebab Masjid ini dibangun dengan andil besar masyarakat Hitu, mereka
menyediakan kayu, batu dan pasir.
Sejak pagi hari masyarakat Hitu telah berkumpul menunggu perintah Bapak Raja.
Demikianlah dalam jumlah ratusan mereka menuju Ambon dengan jalan kaki untuk
memperkuat pertahanan Masjid Al-Fatah. (Ambon Hitu ± 20 Km).
Desa Benteng Karang (Kristen) yang sehari sebelumnya melempari desa Hulung (Islam)
telah punya perkiraan akan datang massa dari arah Hitu, karena itu mereka pun telah siap
menghadang kekuatan Hitu. Benturan fisik terjadi dan kekuatan kristen dihalau, rumah dan
gereja dibakar habis. Perjalanan dilanjutkan ke arah Passo tetapi dihadang oleh aparat
keamanan (Brimob) di Air Besar dan mereka di halau untuk kembali ke desa Hitu lagi. Dalam
perjalanan kembali mereka di hadang di desa Negeri Lama, Nania dan Hunuth/Durian Patah,
karena itu desa-desa tersebut dibakar termasuk gerejanya.
Jadi manuver kekuatan Hitu adalah dalam rangka membantu pertahanan Masjid
kesayangannya Al-Fatah sama sekali bukan untuk tujuan offensif, semata-mata untuk tujuan
deffensif murni. Kerusuhan yang besar terjadi adalah ekses yang tidak dapat dihindari karena
mereka di hadang oleh pihak Kristen.
Perlu dicatat bahwa apabila manuver Hitu dan desa tetangganya seperti Mamala dan
Morela ini tidak di hadang maka sampai dengan 6 bulan kedepan relatif tidak ada pengungsi
dari pihak Kristen di seluruh kotamadya Ambon. Desa kecil diantara 2 desa Islam Kaitetu dan
Hila, penduduk desa ini didatangkan dari Saparua sebagai serdadu Belanda untuk mengawasi
Benteng Amsterdam di desa tersebut sebab masyarakat Islam desa Hila dan Kaitetu tidak mau
menjadi serdadu Belanda. Karena desa ini ibarat duri dalam daging maka pada hari H+1
dibakar dan penghuninya mengungsi ke gunung.
Kondisi kota Ambon dan sekitarnya begitu tegang tidak akan tenang dalam arti yang
sesungguhnya ummat Islam selama 5 bulan terus diserang dengan korban jiwa dan harta benda
yang terus berjatuhan sedangkan di pihak Kristen korban harta benda hanya kecil karena TKP
(tempat kejadian perkara) selalu diperkampungan Islam. TKP ini akan dijadikan saksi bisu
bahwa Kristen yang menyerang. Bila Islam yang menyerang maka TKP berada di kampung
Kristen. TKP dibuktikan yang terbakar dengan bekas rumah-rumah dan Masjid
Konflik berkembang terus, semakin parah dengan berbagai kasus sampai pecah kerusuhan
II.
C. Konsolidasi Yang Gagal dan Pelibatan Badan Dunia.
Setelah melakukan penyerangan selama 4 bulan pihak Kristen belum berhasil mencapai
tujuannya menghalau Ummat Islam dari kota Ambon dan sekitarnya. Suku BBM yang eksodus
karena terpukul keras terpaksa meninggalkan Ambon, tetapi mulai bulan Mei 1999 mereka
secara bertahap kembali ke Ambon, keluarga mereka tetap di Bau-Bau, Ujung Pandang, Palu
dsb. Para kaum lelaki kembali bukan untuk mencari nafkah di Ambon dan melihat sisa-sisa
miliknya saja, tetapi mereka kembali untuk membalas dendam. Dari hari ke hari jumlah mereka
semakin besar, sehingga merupakan ancaman bagi pihak Kristen sehingga serangan Kristen
untuk beberapa bulan kedepan terhenti.
Karena itu pihak Kristen tidak sempat melakukan konsolidasi baik karena pihak Islam
semakin menguat dan mengancam maupun karena pihak Kristen sesungguhnya tidak
mencapai sesuatu sebagai tujuannya, Bahkan telah timbul kerugian personil yang cukup besar
bila dibandingkan dengan kerugian pihak Islam. Ada yang bertanya mengapa bisa begitu,
jawabnya karena setiap kali akan menyerang mereka mabuk dan dipacu dengan obat-obatan
Narkoba yang membuat orang berani tanpa perhitungan. Kalau RMS sebagai broker gagal
diperkirakan akan ada cara lain, tentu yang lebih besar dari RMS yaitu kekuatan lobbi Kristen
internasional yang sebagai bukti, pada Minggu pertama kerusuhan telah merata masyarakat
Kristen di Eropa Barat dan Amerika Serikat mengetahui adanya pembersihan Kristen oleh yang
Islam di Indonesia (Christian Cleansing) seperti pembakaran gereja tahun 1996-1997 di Jawa

70
CARA PANDANG PIMPINAN TNI TENTANG
KEPEMIMPINAN PUTRA DAERAH

MENGERJAKAN suatu pekerjaan memerlukan keahlian kemampuan khusus sehubungan


spesifikasi pekerjaan baru itu. Tetapi rumusan yang benar itu sangat bersifat normatif,
penggunaannya masih harus didalami lagi, mungkin diperlukan persyaratan tambahan dan
barang kali persyaratan tambahan itu justru sebagai penentu. Karena itu faham yang normatif
itu harus disesuaikan dengan akar permasalahan dari soal besar yang memerlukan keahlian.
Kasus kerusuhan Ambon ini bukan konflik budaya, ini adalah kepentingan politik yang
dipaksa kan sehingga timbul konflik antar pemeluk agama yang berbeda tetapi dalam waktu
singkat konflik itu sudah berkembang menjadi konflik agama yang aplikasinya telah meningkat
menjadi perang agama.
Beragama adalah keyakinan seseorang terhadap ajaran agamanya yang mengatur banyak
hal diantaranya hal-hal yang berkaitan dengan agama lain yang diyakini kebenarannya oleh
orang lain.
Dalam ajaran agama-agama yang ada banyak hal yang berbeda. Perbedaan itu seringkali
menimbulkan konflik diantara masyarakat dari kedua agama yang berbeda itu. Apalagi
perbedaan itu telah dimanfaatkan untuk menghina dan mengejek agama yang dianut
lawannya.
Setelah melihat kenyataan dilapangan, apakah Karel Ralahalu dan Max Tamaela masih
dapat menempatkan dirinya sebagai mana seorang prajurit sejati yang memegang teguh Sapta
Marga dan Sumpah Prajurit untuk menyelesaikan masalah konflik agama Islam dan Kristen
padahal ia berada pada pihak yang beragama Kristen?
1. Pimpinan TNI berkeyakinan bahwa Karel Ralahalu dan Max Tamaela yang orang Maluku
itu pasti mengerti kultur dan budaya Maluku untuk bagaimana melerai sengketa yang
sedang terjadi antara masyarakat yang beragama Kristen dengan yang beragama Islam.
Pimpinan TNI juga yakin bila orang Maluku/Ambon yang telah berprestasi dan mendapat
pangkat yang tinggi akan disegani, dihormati, didengar petuahnya menjadi anutan dan
panutan. Pandangan normatif itu belum diuji dengan kondisi lapangan yang spesifik
Ambon/Maluku ini.Ada 2 hal yang lepas dari pengamatan pimpinan TNI :
a. Hubungan Islam Kristen sesungguhnya penuh konflik sejak nenek moyang orang
Maluku karena yang Islam berperang mela-wan Belanda/Penjajah sedangkan yang Kristen
dimanja karena bersedia menjadi serdadu yang membunuh saudaranya yang Islam.
Diseluruh Pulau Jawa dan Sumatra khususnya di Aceh sejak nenek moyang mereka
berperang melawan penjajah Belanda bukankah yang dihadapi adalah serdadu Belanda
berkulit hitam dan beragama Kristen yang berasal dari Maluku? Kekejaman mereka sudah
diketahui jauh lebih bengis dari majikannya Belanda.
b. Sampai sekarang (Sebelum Kerusuhan) antara dua golongan masyarakat ini masih
saling membenci. Yang Islam membenci Kristen karena diperlakukan tidak adil serba
dipersulit karena mereka telah lama menduduki posisi kunci. Yang Kristen merasa-kan
kemajuan yang Islam sesudah selesai RMS cukup pesat dan kini mengancam posisi kunci,
karena itu sikap diskriminasi dan tidak adil bertujuan menendang saudaranya yang Islam.
Pela Gandong dikedepankan sebagai gerak tipu untuk menutupi ketidak adilan dan
kebencian Kristen kepada yang Islam. Dikala-ngan Islam menjadi terpecah belah karena
ada yang bersedia ditipu tetapi ada yang secara ksatria menolak Pela Gandong dan yakin
akan kemampuannya siap bersaing secara jujur.
Kondisi seperti itu tidak dimengerti oleh pimpinan ditingkat Nasional, kampanye Pela
Gandong telah membuat para elit ditingkat pusat terbawa salah mengerti. Hal seperti itu

71
juga dapat kita lihat diantara beberapa elit asli putra daerah yang sangat mengerti budaya
Pela Gandong tetapi entah demi apa, tetap menggembar-gemborkan hebatnya Pela
Gandong seperti berada diluar sistem keyakinan Islam dalam kerusuhan yang hampir
memasuki waktu setahun dengan korban jiwa dan harta yang luar biasa dikedua belah
pihak
Benarkah yang Islam ikut berbangga kalau ada Kristen yang berprestasi dan apakah
juga sebaliknya? Tolong dikaji dan disurvei. Bisa terjadi sebaliknya, keberhasilan Kristen
bisa menda-tangkan kecemburuan yang Islam dan bila Islam yang berhasil akan
menimbulkan kecemburuan yang Kristen. Tolong di bedakan sikap basa-basi dengan yang
ada di hatinya yang dalam bathin masing-masing.
2. Setiap ummat Protestan harus menjadi anggota organisasi Gereja yang di Maluku adalah
organisasi Gereja Protestan Maluku (GPM).
Max Tamaela menjadi anggota GPM harus dekat dengan pimpinan Sinode GPM dan para
tokoh Gereja. Dalam kerusuhan ini para pelaku ± 85% Protestan jadi mereka adalah anggota
GPM, para pimpinan juga anggota GPM. Kalau begitu bagaimana mungkin Max Tamaela
mengejar para aktor intelektual dan organisasi penggeraknya yang sebagian besar anggota
GPM dan tokoh Gereja. Diperlukan Kapolda Maluku dan Pangdam XVI/PTM yang terbebas
dari pengaruh lingku-ngan agar ia dapat bertindak objektif menyelamatkan Maluku dari upaya
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia

KERUSUHAN KEDUA

KERUSUHAN kedua adalah nama yang diberikan oleh pihak Islam untuk membedakan,
bahwa setelah pecah kerusuhan pertama pada tanggal 19 Januari 1999 terjadi masa tenang
menjelang Pemilu tanggal 7 Juni 1999 selama hampir tiga bulan, ternyata pada tanggal 23 Juli
1999 terjadi lagi serangan Kristen dalam skala besar ke desa Poka khususnya pada pemukiman
Islam di kelurahan Tihu.
Pada serangan ini ummat Islam sadar bahwa keselamatannya harus dibela oleh dirinya
sendiri sebab aparat keamanan dan pemerintah daerah terlihat tidak berbuat sesuatu yang
berarti, untuk melindungi ummat Islam.
Ummat Islam untuk pertama kali terpaksa harus menyerang, keluar dari pertahanannya.
Serangan ini disebutnya sebagai serangan balas karena murni sebagai reaksi balas terhadap
serangan-serangan Kristen yang terus menimbulkan korban pihak Islam. Serangan itu memang
ter-paksa karena di paksa oleh Kristen sehingga yang Islam harus bela diri.
PROSES PERJANJIAN DAMAI YANG SALAH.
Sengaja diberi nama Perdamaian Akbar oleh ummat Islam karena beberapa alasan:
a. Mengharapkan bahwa perjanjian inilah yang tertinggi dan terbesar setelah perjanjian damai
yang berskala kecil runtuh dilanggar pihak Kristen. Dari kedudukannya yang tinggi dan
besar itu di hormati untuk di pelihara oleh kedua belah pihak.
b. Mencakup masyarakat yang bertikai di seluruh kota Ambon dan sekitarnya melibatkan
para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, para Latu Patti, Muspida
Tk.I dan Tk.II, pimpinan DPRD Tk.I dan Tk.II dsb.
c. Menhankam/Pangab TNI yang hadir sebagai saksi serta ikut memperkokoh perdamaian
tersebut. Kehadiran Menhankam/ Pangab TNI harus dihormati dengan janji dan tekad
untuk tidak melakukan pelanggaran atas perdamaian ini sengaja maupun tidak karena
beliau mewakili Pemerintah Pusat.

72
Perjanjian damai ini telah diproses selama 4 bulan dengan bersafari keliling untuk
mendapatkan tanggapan berbagai pihak. Proses yang memakan waktu sampai 4 bulan itu
sesungguhnya cukup untuk mendapatkan aspirasi yang sesungguhnya. Pihak Islam sejak awal
(Januari) telah menunjukan sikapnya untuk siap berdamai sesuai ajaran Islam yang Salaam
(damai) ummat Islam telah buktikan dengan tidak melakukan serangan kecuali bertahan
membela diri, tetapi Ummat Islam sesungguhnya kurang yakin akan keberhasilan upaya damai
akbar ini karena berpengalaman dengan kelicikan pihak Kristen.
Keadaan berbeda dengan pihak Kristen yang ada pengendalinya (dalang) yang mengatur
kerusuhan ini. Tujuan yang ingin dicapai belum tercapai, apalagi BBM secara bertahap kembali
ke Ambon dalam jumlah yang diperkirakan lebih banyak dari yang eksodus, mereka mengajak
kawan untuk mencari nafkah di Ambon sekaligus membalas dendam.
Karena gagal mencapai tujuan itu, pihak Kristen mengabaikan perdamaian apapun.
Keseluruhan perdamaian dijadikan kesempatan untuk konsolidasi membangun terus kekuatan
untuk menyerang kembali.
Analisis ini secaras jelas terlihat dari pelanggaran pihak Kristen untuk menyepakati
dijatuhkannya sanksi atas pelanggaran perjanjian damai yang disepakati.
Proses damai yang dilakukan terus tidak memperhatikan kondisi yang terjadi di masing-
masing pihak. Terkesan Pemda dan aparat keamanan berpendapat bahwa bila perjanjian telah
diikrarkan dan ditanda-tangani semua pihak dengan disaksikan oleh Tuhan Yang Maha Esa
serta para pejabat, maka semua pihak yang bertikai harus mentaati perjanjian damai itu.
Pengalaman buruk selama ini tidak menjadi pelajaran untuk memperbaiki proses damai.
Damai sesungguhnya adalah keinginan kedua belah pihak yang secara jujur bertekad
mengakhiri konflik dengan persyaratan tertentu. Diantara sejumlah persyaratan ialah tidak ada
lagi niat untuk menyerang. Syarat ini sulit dipenuhi pihak Kristen sebab sang dalang masih
belum men-capai target, pesan sponsor belum dipenuhi. Terbukti dengan adanya serangan
dalam skala kecil pada tanggal 10 dan 11 Mei 1999. Padahal perdamaian akbar akan diikrarkan
besok hari tanggal 12 Mei 1999
Karena itu proses damai harus seperti persyaratan yang diajukan pihak Islam sejak dulu
yaitu tangkap aktor intelektualnya (dalang), usut, ajukan ke pengadilan, hukum yang berat.
Masyarakat Kristen tidak akan diprovokasi lagi untuk terus menyerang memenuhi target yang
dipesan Big Boss. Dengan cara itu damai bisa ditegakkan.
Kita perhatikan bagaimana perjanjian Akbar itu dilanggar secara sengaja dan sistematis.
Karena itu ummat Islam selalu menuntut agar perdamaian jangan dipaksakan sebab damai
atau tidak terletak pada pengendali dari pihak yang selama ini menyerang.
Ummat Islam menuntut penyelesaian bukan perdamaian sebab substansi damai harus
dibicarakan secara serius dan bersungguh-sungguh point demi point. Yang perlu dibangun
adalah suasana tenang yang dipelihara dengan tidak saling menyerang dan ditegakkan dengan
penjatuhan sanksi berat bagi yang melanggar terutama terha-dap mereka yang bertanggung
jawab menandatangani naskah perjan-jian tersebut.
PELANGGARAN PERJANJIAN DAMAI YANG DISENGAJA SECARA SISTEMATIK
TANPA SANKSI
Selama otak penggerak kerusuhan serta organisasinya masih eksis, maka sulit diperkirakan
bahwa aktor intelektual itu bersedia mengu-rungkan niatnya mencapai sasaran penuh. Karena
itu mereka menyiap-kan kerusuhan kedua dengan melakukan provokasi dan intimidasi untuk
memancing ummat Islam keluar menyerang. Pelanggaran yang sistematis itu tercatat sbb :
a. Pada tanggal 15 Mei 1999 dalam rangkaian upacara pembentukan Kodam XVI/PTM terjadi
kerusuhan akibat kasus Obor Pattimura yang sengaja direkayasa Panitia untuk
menimbulkan kerusuhan (lihat Kasus Obor Pattimura).
b. Pada tanggal 12 Mei 1999 terjadi pembunuhan terhadap 2 (dua) warga desa Tulehu di desa
Passo ketika mereka dengan kendaraan ke Ambon.
c. Pada tanggal 13 April 1999 Terjadi lagi pembunuhan 4 penumpang bis (Islam) di desa Waai
oleh massa Kristen yang sengaja meng-hadang bis tersebut.
d. Pada tanggal 13 Juli 1999 terjadi lagi penebangan sekitar 300 pohon cengkeh warga desa
Siri-Sori Islam (P.Saparua) oleh massa Kristen desa Ulath yang berkelanjutan dengan

73
perkelahian massal yang menimbulkan korban cukup banyak pada kedua belah pihak
termasuk aparat kepolisian.
e. Pada tanggal 18 Juli 1999 Masjid dan rumah-rumah penduduk Islam di kota Saparua
dibakar sebagai kelanjutan peristiwa tang-gal 13 Juli 1999 di desa Siri-Sori Islam.
f. Pada tanggal 21 Juli 1999 terjadi pelemparan bom terhadap kam-pung Diponegoro.
g. Pada tanggal 22 Juli 1999 terjadi pelemparan bom terhadap desa Batu Merah Dalam.
h. Pada tanggal 10 Juli 1999 terjadi penabrakan disengaja dimana sebuah Truk brimob dengan
pengemudi Kristen menabrak angkut kota di desa Batu-Merah atas yang penuh
penumpang bera-gama Islam. Peristiwa ini terlalu menampakkan kebencian sopir Truk
tersebut terhadap ummat Islam.
i. Diserangnya desa Poka/Perumnas pada tanggal 23 Juli 1999 de-ngan lemparan batu yang
segera mendapat balasan.
j. Serangan ulang dengan kekuatan yang lebih besar pada tanggal 25 Juli 1999 terhadap
Perumnas Poka dan Masjid Al-Muhajirin di mana Masjid tersebut terdapat Bapak KH Aly
Fauzy dengan keluarganya mengungsi setelah rumahnya dihancurkan.
k. Diserangnya peserta seminar Pela-Gandong yang beragama Islam dihadiri beberapa
pembicara tokoh Maluku di luar Ambon. Para peserta Muslim dikejar untuk dibunuh
sehingga seminar yang direncanakan 2 hari tersebut terpaksa ditutup pada setengah hari
pertama.
Keseluruhan intimidasi dan provokasi yang terus menimbulkan korban tersebut telah
membuat ummat Islam menjadi kehabisan kesabaran. Apalagi TNI/Polri tidak mengambil
tindakan apapun. Kecuali melerai dan menembak yang menambah jumlah korban.
KASUS OBOR PATTIMURA
Dalam rangka pembentukan Kodam XVI/PTM yaitu peningkatan status Korem 174/PTM
menjadi Kodam XVI/PTM dengan tujuan agar Kodam dengan kewenangan dan fasilitas yang
lebih besar dari Korem akan mampu menyelesaikan Kasus Ambon ini. Selama ini panitia hari
Pattimura mengatur perjalanan obor Pattimura dibawa secara estafet dari desa ke desa dimana
desa terakhir yang memba-wanya sampai ke tempat upacara adalah desa Batu-Merah. Kali ini
desa Batu-Merah hanya diberi kesempatan membawa obor Pattimura hanya setengah jalan
dilanjutkan oleh kampung Mardika. Perencanaan panitia itu di protes oleh masyarkat desa Batu
Merah namun panitia tetap bertahan dengan rencananya. Kesengajaan panitia itu dirasakan
sebagai hal yang tidak masuk akal, bahkan dikatakan sebagai peren-canaan untuk
menimbulkan kerusuhan baru. Kenyataannya kerusuhan itu betul terjadi dalam skala besar
karena pihak Batu-Merah berteguh hati membawa obor sampai memasuki lapangan upacara
sementara pihak kampung Mardika (Kristen) merebutnya di perjalanan. Akhirnya obor
tersebut terpaksa dibawa oleh aparat keamanan dengan kendaraan.
Korban masyarakat kampung Mardika 8 mati dan belasan luka-luka akibat tembakan aparat
keamanan karena mereka melakukan perlawanan. Upacara peresmian berdirinya Kodam
XVI/PTM dengan inspektur upacara kepala Staf TNI-AD Jenderal Soebagyo itu menjadi kacau,
walau dapat diselesaikan sesuai rencana.
Inilah pelanggaran pertama atas perjanjian Perdamaian Akbar yang sengaja dirancang
untuk meruntuhkan perdamaian yang dikukuhkan oleh Menhankam/Pangab. Ketua Panitia
Drs. Hengky Apono Sekda Kodya Ambon harus diusut karena ialah yang merencanakan peru-
bahan dari suatu kebiasaan yang sudah berpuluh tahun.
Dari pelanggaran Perdamaian Akbar yang pertama ini kemudian terjadi lagi berturut-turut
secara sistematis yang sengaja direncanakan oleh pihak Kristen untuk tujuan mengobarkan
kerusuhan II sebagai cara untuk mentuntaskan pencapaian tujuan yaitu mengusir habis ummat
Islam dari kota Ambon dan sekitarnya. Ummat Islam merasa terikat dengan janji dihadapan
Allah SWT disaksikan oleh Men-hankam/Pangab wakil Pemerintah Pusat. Keseluruhan
pelanggaran tersebut tidak satupun dikenakan sanksi, hal seperti itu menunjukan dengan amat
jelas sikap keberpihakan Pangdam XVI/PTM Brigjen TNI Max Tamaela yang juga beragama
Kristen Protestan dan Putra Daerah yang identitas itu sama benar dengan pelaku pelanggaran
perjanjian yang disengaja itu. Ummat Islam semakin terpancing dan amat marah atas perlakuan
tidak adil dimana pelanggaran perjanjian terus dimanja dan dikipasi untuk berbuat terus
sampai dengan ummat Islam mau keluar bertarung sehingga timbul korban dan tidak ada

74
pilihan lain kecuali eksodus meninggalkan Ambon untuk yang kedua kali sekaligus yang
terakhir karena pengalaman pahit yang bertubi-tubi.
Akibat pelanggaran yang disengaja itu terus menimbulkan korban, ummat Islam yang terus
sabar mentaati perjanjian Akbar itu. Kapolda Maluku, Pangdam XVI/PTM dan Gubernur tidak
mengambil langkah pencegahan apa pun sejak pelanggaran pertama yaitu kasus Obor
Pattimura. Apabila perjanjian itu ditegakkan dengan menjatuhkan sanksi berat sesuai hukum
negara maupun hukum adat maka pelang-garan berikut dapat dicegah dan perjanjian
Perdamaian bisa ditegak-kan lagi, perdamaian dapat memasuki proses pemantapan dari posisi-
nya yang masih labil itu. Akhirnya perlu dikaji alasan kesengajaan tidak adanya penjatuhan
sanksi itu, dari berbagai pendapat tokoh Islam dapat disimpulkan bahwa Brigjen TNI Max
Tamaela telah memihak Kristen dan terus menerus melindungi aksi penyerangan terhadap
pihak Islam sehingga rencana menimbulkan kerusuhan kedua berhasil dengan baik.
UMMAT ISLAM MEMBELA HAK HIDUP DAN AGAMANYA.
Pelanggaran damai Akbar secara sengaja dan sistematis itu telah menimbulkan korban terus
menerus. Para tokoh agama dan pimpinan ummat Islam 2 bulan lebih sejak kasus Obor
Pattimura secara terus menerus berusaha menahan amarah ummat Islam dan para Mujahidin
dari daerah Leihitu. Upaya ini ternyata dieksploitir oleh pihak Kristen untuk menghilangkan
wibawa dan pengaruh para tokoh Islam. Hasil nyata yang kita saksikan adalah keluarnya para
Mujahidin dari berba-gai sudut kota melakukan aksi menyerang melampiaskan amarahnya
terhadap pelanggaran damai yang tidak ada usaha pencegahan apalagi diusut dan dijatuhkan
sanksi.
Serangan bertubi-tubi (pelanggaran damai secara sistematis) oleh pihak Kristen dimana
ummat Islam hanya menerima dan melakukan upaya bela diri saja. Pembelaan diri pasif seperti
itu telah menem-patkan ummat Islam pada posisi sulit seperti akan terjatuh ke dalam jurang.
Karena itu tiada pilihan lain harus bangkit menyerang untuk mematahkan serangan lawan
sampai ancaman serangan berikutnya tidak mungkin ada lagi.
Jadi serangan pihak Islam dalam skala besar dan untuk pertama kali terjadi ini, adalah
tindakan yang dipaksakan oleh pihak Kristen, sekali lagi ini adalah tindakan terpaksa karena
dipaksakan pihak Kristen. Ini merupakan keberhasilan dari provokasi dan intimidasi pihak
Kristen selama 2 bulan lebih yaitu sejak kasus obor Pattimura s/d penyerangan terhadap desa
Poka pada tanggal 23 Juli dilanjutkan dengan penyergapan peserta seminar Pela-Gandong
pada hari Senin tanggal 26 Juli 1999. Jadi serangan-serangan yang dilakukan pihak Islam (para
Mujahidin) ini merupakan langkah pembelaan diri untuk menyelamatkan ummat yang terus
menjadi korban pihak Kristen serta membela kemuliaan agama Allah dari hinaan dan
pelecehan.
Serangan dalam rangka pembelaan diri ini tetap berada dalam kerangka defensif aktif
karena bertahan terus akan berakibat fatal bagi ummat Islam. Penyelamatan dengan serangan
itu sampai ummat Islam yakin bahwa pihak Kristen tidak akan atau hilang kemauannya untuk
menyerang lagi dan bersedia membangun perdamaian atas dasar kesamaan hak yang dimulai
dengan proses penyelesaian kasus seperti sikap damai ummat Islam.
Keluar menyerang dalam rangka penyelamatan diri ini ternyata tidak mungkin dilakukan
dalam skala yang berarti sebab kondisi interen ummat Islam yang tidak siap untuk itu,
terutama tidak ada seorang yang tampil sebagai The God Father.
KEMAMPUAN KRISTEN TERUS MENINGKAT
Berbagai peristiwa setahun sebelum terjadi penyerangan besar-besaran terhadap ummat
Islam pada hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1419 H bertepatan dengan hari ulang tahun ditanda-
tanganinya Naskah Proklamasi Kemerdekaan RMS pada tanggal 18 januari 1950, selisih sehari
dari tanggal 19 Januari 1950 karena 1 Syawal merupakan titik terlemah ummat Islam.
Dari seluruh peristiwa sebagai perencanaan pihak Kristen sampai dengan bulan Oktober
1999, terlihat dengan jelas bahwa keselu-ruhannya berada suatu kerangka strategi yang dianut
dan dipegang teguh dalam melaksanakan aksi-aksi taktis. Karena itu tampak ber-bagai
aktivitas yang sebelumnya tidak tampak seperti kegiatan pemberitaan melalui TVRI, RRI dan
Harian Suara Maluku, berbagai pemberitaan yang bergerak searah sebagai operasi Perang Urat
Syaraf bahkan meningkat pada operasi intelijen penggalangan yang dirasakan masyarakat

75
Islam di kota Ambon seperti kasus Pohon Mangga, Poskota, Talake dan Masjid Al-Fatah
dimana Oknum Marinir telah bertindak merugikan ummat Islam.
Pihak Kristen juga telah memiliki alat perlengkapan perang yang semakin canggih seperti
bom dengan daya penghancuran yang kuat, senjata rakitan yang semakin baik teknologinya
karena menguasai STM di Kudamati dengan alat peralatan bubut, las dan sebagainya. Mereka
juga memiliki dana yang tak terbatas seperti munculnya senjata standar TNI dalam jumlah
yang banyak, teropong lapangan, menggunakan sepatu olah raga pada tiap serangan dan
sebagian dengan ransel kecil di punggung. Begitu pula jumlah senjata rakitan laras panjang
serta bom yang suaranya semakin dahsyat serta pipa tebal sebagai kulit bisa pecah berkeping-
keping ibarat granat tangan standart TNI. Pada dasarnya tampak sekali kemajuan dari hari ke
hari, berbeda dengan pihak Islam yang relatif tidak ada inovasi, karena tidak tersedia dana
untuk hal seperti itu

POSISI RMS, PDI-P DAN GPM

PENGARUH KUAT GPM


Seperti sudah kita ketahui bahwa setiap mereka yang beragama Protestan harus bernaung
di bawah organisasi Gereja Protestan Maluku (GPM). Posisi-posisi penting dalam pemerintahan
daerah mulai Tk.I s/d Tk.II ditempati oleh mereka yang beragama Protestan kemudian
dipertahankan untuk tidak berpindah kepada yang Islam. Aksi seperti itu bergerak secara
simultan dengan berbagai cara yang pada dasarnya memberi tekanan kepada pengambil
keputusan. Kepentingan Kristen dimenej oleh GPM, kepada para pejabat warga GPM adalah
pelaku dari kebijakan yang di tetapkan oleh GPM, karena itu warna pelaksanaan pemerintahan
di daerah ini terkesan membawa kepentingan GPM atau golongan Kristen di Maluku.
Dengan demikian betapa solidnya GPM sudah dapat kita perkirakan, para elit Kristen tidak
mungkin menghindar dari penguasaan GPM. Dari posisi GPM seperti itu mustahil pimpinan
sinode GPM dan para tokoh lainnya tidak tahu-menahu tentang perencanaan dan pelaksanaan
kerusuhan ini. Siapapun dia sebagai aktor dibalik peris-tiwa ini adalah anggota GPM, jadi
secara tidak langsung GPM pasti terlibat. Perkiraan lebih jauh justru GPM terlibat langsung
karena tindak-tanduk perlindungan yang mereka lakukan sambil tidak pernah menyatakan
mengutuk gerakan separatis dan anti agama Islam ini. Apa yang terus menerus disampaikan
oleh para tokoh Gereja jelas menunjukan posisi mereka masing-masing dalam kasus kerusuhan
Ambon ini.
POSISI PDI PERJUANGAN
PDI-Perjuangan di Maluku bukan ex PNI Partainya Bung Karno ayah wakil Presiden tetapi
ex Parkindo dan ex Partai Katolik.
Sebagai partai politik, PDI-Perjuangan sangat berkepentingan dengan perolehan suara
sebesar-besarnya, wajah PDI-Perjuangan di Maluku adalah identik dengan wajah Kristen
sehingga perolehan suara PDI-P 99% didapat dari mereka yang beragama Kristen. Sementara
yang Islam masih bermesraan dengan GOLKAR terutama Maluku Utara yang seakan-akan
tidak mau tahu dengan perkembangan dan kesulitan masyarakat Islam yang ada di selatannya.
Salah satu bukti kekurangpedulian orang-orang di utara adalah pemaksaan berdirinya Moluku
Kie Raha dalam situasi yang sulit ini, sehingga seakan-akan telah mensupport rencana
menjadikan Maluku sebagai daerah dominasi Kristen
PDI-Perjuangan akan memperoleh posisi kuat dalam percaturan politik di Maluku apabila
Golkar dan Parpol Islam bisa dikalahkan. PDI-Perjuangan walaupun tidak Pro-aktif dalam

76
kerusuhan ini tetapi keterlibatan anggota-anggotanya dengan mengatas namakan
GPM/AMGPM dan RMS telah mengusir suara partai Islam dan suara Golkar terutama di
Kodya Ambon dan Maluku bagian tengah. Kita pun telah berhasil menditek kehadiran Alex
Litay di Ambon menjelang kerusuhan ke II.
POSISI RMS
RMS adalah Kristen, terlibatnya beberapa tokoh Islam dalam RMS sama sekali tidak
menggambarkan kehendak ummat Islam, para elit itu sejak penjajahan Belanda telah berada
diluar sistem perjuangan melawan Belanda menuju Indonesia merdeka. Para elit muslim
didalam RMS hanya sekitar 3 orang yang dimasukan dalam pemerin-tahan RMS untuk
menarik masyarakat Islam mendukung perjuangan RMS, tetapi nyatanya 100% ummat Islam di
luar 3 orang elit tersebut menentang habis-habisan berdirinya RMS, perjuangan melawan RMS
telah menimbulkan jumlah kerugian jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Watak
masyarakat Islam yang membenci RMS tersebut telah berjuang bersama TNI menghancurkan
RMS secara fisik, sayangnya secara mental RMS tetap bersemi disebagian besar elit Kristen
yang kini telah menjalar kepada generasi mudanya, RMS tetap latent di Maluku.
Jadi bila RMS juga berwatak membenci Islam adalah hal yang wajar-wajar saja, itu adalah
konsekuensi yang justru menjadi kebang-gaan yang Islam sebagai putra bangsa. Konsekwensi
anak cucu pe-juang adalah seperti yang kita rasakan sekarang, ini adalah aksi revans RMS atas
kekalahannya pada tahun 1950 dari gabungan kekuatan TNI dan ummat Islam Maluku. Karena
itu untuk pekerjaan pember-sihan ummat Islam di Ambon dan sekitarnya ini, tidak ada pihak
manapun yang paling cocok dan berhak kecuali RMS yang orang-orangnya adalah produk
GPM.
Bila dikaitkan dengan perjuangan Oikumene sedunia, maka posisi GPM bukan lagi Gereja
Protestan Maluku saja tetapi memang Gerakan Protestan Merdeka seperti penjelasan buletin
Gerakan Maluku Mer-deka (GMM). Ternyata menunjuk GPM sebagai penggerak kerusuhan
dengan memanfaatkan daya tarik RMS, tidak keliru. Dari hari ke hari penampakan diri GPM
sebagai penggagas berdirinya RMS semakin terlihat.
Pernyataan Ketua Sinode GPM Pendeta Semmy Titaley Sth untuk dilakukan referendum di
Maluku sudah sangat jelas kemana rencana mereka, GPM telah melakukan kalkulasi yang
matang tentang besarnya suara yang akan mereka peroleh untuk memenangkan Referendum
yang akan dipaksakan dengan tekanan kekuatan lobby Kristen internasional melalui ekonomi
moneter dan politik. Langkah-langkah penting yang sudah mereka lakukan adalah :
1. Pengusiran ummat Islam dalam jumlah besar keluar Maluku.
2. Secara tidak langsung telah berhasil memisahkan Moluku Kie Raha (MKR) dari Propinsi
Maluku sehingga prosentasi Kristen naik Signifikan.
3. Menampung hasil kerusuhan di Maluku Utara yang sebagian ke Ambon dan sebagian ke
Sulawesi Utara, yang ke Sulawesi Utara ini akan ditarik masuk Ambon, kita saksikan nanti
karena hal itu bukan sesuatu yang sulit.
Mereka memiliki dana besar apalagi kemajuan yang dicapai adalah bagian dari langkah
strategi yang ditetapkan bersama dengan pihak kekuatan Kristen di Indonesia.
Kalau analisa ini benar, maka kerusuhan di Maluku Utara seperti-nya masuk dalam
program mereka.
PRAKTIK TRI PARTIT DI LAPANGAN
Tri PARTIT yang dimaksud adalah GPM pemilik proyek besar sebagai perwakilan
kepentingan Kristen di Maluku, yang seharusnya melakukan hal-hal yang direstui agama saja.
RMS memang organisasi pem-berontakan jadi tepat menyelenggarakan pemberontakan ini,
karena selain berwatak perang ia juga berwatak anti ummat Islam. Sedangkan PDI-Perjuangan
yang mau tidak mau anggotanya yang merangkap keanggotaan GPM yang juga adalah RMS
harus bersedia melak-sanakan pekerjaan besar boss yang di pimpin oleh RMS. PDI-Perju-angan
sebagai lembaga terbebas dari keterlibatan tetapi hasil kerja anggotanya telah menghasilkannya
sesuatu yang berharga bagi organisasinya. PDI-Perjuangan yang nyata-nyata sekarang ini telah
memetik hasil besar, sedangkan GPM mungkin yang paling celaka karena pemberontakan ini
tidak menghasilkan tujuan bahkan wajah dan sidik jarinya tertinggal di dinding-dinding
tembok rumah dan bangunan yang dibakar serta pada pegangan parang panjang yang

77
berlumuran darah ummat Islam. Dari pembuktian tersebut, sulit bagi GPM melepaskan diri
sebagai pelaku pemberontakan ini.
Hanya saja tokoh-tokoh Partai akan terseret dan terlibat sebagai otak pemberontak dalam
posisinya di GPM dan RMS. Oleh karena itu PDI-Perjuangan sangat berkepentingan dengan
penyelesaian perang ini agar bagaimana para tokoh PDI-Perjuangan yang terlibat dapat lolos
dari kejaran hukum.
Keterkaitan RMS,GPM dan PDI-P dalam Kerusuhan.
Jumlah penduduk kota Madya Ambon 311.974 orang terdiri dari :
- Protestan 51,92% = 51,92/100 x 311,974 orang = 161.977 orang
- Katolik 5,55% = 5,55/100 x 311,974 orang = 7.315 orang
- Islam 42,38% = 42,38/100 x 311,974 orang = 132.215 orang
- Budha + Hindu 0,15% = 0,15/100 x 311,974 orang = 467 orang
Dari penduduk yang beragama Islam sebesar 132.215 orang sekitar 35% berasal dari luar
Kodya Ambon termasuk pendatang dari Maluku Utara, Maluku Tenggara dan dari luar
Maluku.
- Protestan + Katolik = 161.977 + 17.315 orang = 179.292 orang
Prosentase
- Protestan = 161.977 / 161.977 +17.315 x 100% = 91%
- Katolik = = 9%
Dari perbandingan itu dapat kita terjemahkan bahwa yang mela-kukan kerusuhan di
lapangan hampir keseluruhannya beragama Protestan = 91%. Warga yang beragama Protestan
harus bernaung dibawah organisasi Gereja dalam hal ini Gereja Protestan Maluku (GPM). Jadi
dari perusuh di lapangan dapat ditafsirkan bahwa 91% adalah anggota GPM.
Pendukung RMS 99,9% Protestan dan sedikit Katolik, jadi sulit dibedakan antara RMS dan
GPM dalam kerusuhan Ambon ini.
Kerusuhan di Ambon berakibat exodus di warga Muslim dalam jumlah besar, sehingga
pada Pemilu yang lalu suara Partai Islam merosot jauh dan sebagian masih tertahan di Golkar .
Karena itulah PDI-Perjuangan menduduki posisi mayoritas tunggal di DPRD Kodya Ambon
yang tentunya berpengaruh pada DPRD tingkat I Maluku. Dengan demikian PDI-Perjuangan
dapat dikatakan telah mendapat keuntungan besar dari kerusuhan Ambon. Karena anggota
PDI-Perjuangan 99,9% Kristen maka PDI-Perjuangan telah telah menyum-bangkan anggotanya
pada kerusuhan Ambon walau bukan atas nama organisasi. PDI-Perjuangan di Maluku bukan
eks PNI tetapi eks Par-kindo dan Partai Katolik.
Keterikatan tersebut dapat digambarkan sbb :
Dengan pernyataan ketua Sinode GPM Pdt Sammy Titaley STh tentang kehendaknya untuk
mendapatkan REFERENDUM, pernyataan ketua PDI-Perjuangan/wakil ketua DPRD TK.I
Maluku saudara John Mailoa, semakin jelas menampakkan posisi RMS (separatis) dalam
kerusuhan ini adanya upaya untuk membebaskan tokoh GPM yang PDI-Perjua-ngan tersebut
dari keterlibatan pada RMS sebagai pelaku kerusuhan.
Karena itu kedatangan 4 orang anggota DPR-RI dari Fraksi PDI-Perjuangan yang dipimpin
Mayjen Purn.Sembiring Meliala ada kaitan-nya dengan maksud tersebut di atas sekurang-
kurangnya apa yang dapat dipersiapkan sebelum Panitia Kerja (Panja) DPR RI tentang Ambon
bekerja

DASAR HUKUM MELAKUKAN PEMBELAAN


AGAMA BAGI UMMAT ISLAM

78
BERPERANG membela agama bagi setiap ummat Islam hukumnya wajib (fardhu Ain), tidak
dapat diwakilkan kepada orang lain. Tiap orang harus melaksanakannya sesuai dengan
kemampuan yang ia miliki. Bagi seorang intelektual tentu lebih besar nilainya bila ia
menggunakan kemampuan berfikirnya untuk mengatur siasat atau dengan tulisannya
memenangkan opini, begitu juga seorang pengu-saha lebih baik terus berusaha,
keuntungannya sebagian di hibahkan untuk keperluan berperang (memberi makan Mujahidin
dsb). Jadi pelaksanaan fardhu Ain oleh tiap orang disesuaikan kemampuan dan menghasilkan
yang terbaik. Bagi yang muda dan ahli menggunakan senjata harus maju ke medan tempur.
DASAR HUKUM MEMBELA AGAMA BAGI UMMAT ISLAM
Pada dasarnya Islam diturunkan untuk membimbing manusia supaya beriman kepada
Allah, sebagai sumber keamanan (Al-Mu’min), sumber kehidupan dan bukan kematian
ataupembunuhan (Al-Muhyi) serta sumber keselamatan (As-Salaam). Oleh karena itu, manusia
dididik dan dibangun untuk menjadi orang-orang yang mampu tunduk berserah diri (Aslama).
Dengan alasan itu pula maka agamanya diberi nama oleh Allah SWT dengan nama Islam, dan
manusia yang beragama Islam disebut Muslim.
Dengan demikian cinta keselamatan, cinta perdamaian dan cinta kehidupan abadi,
merupakan ciri orang Islam yang beriman. Dalam hubungan ini Hadits Nabi saw;
mendefinisikan orang Islam dan orang beriman, sebagai berikut;

Bersabda Nabi Saw.: “ Orang mukmin ialah, orang yang melindumngi darah dan harta kaum
muslimin. Dan orang muslim ialah, orang yang dengan lidah dan tangannya selamat sejahtera kaum
muslimin”. (Hr. Bukhari-Muslim)
Definisi ini menunjukan perbedaan yang komparatif antara Muslim dan Mu’min dimana
rasa aman berderajat lebih tinggi dari sekedar rasa selamat. Untuk menuju kepada keamanan
secara lahir dan bathin, yang berskala dunia hingga akhirat inilah maka seluruh tuntutan
agama, baik berbentuk perintah maupun larangan diturunkan melalui Al-Qur’an dan Nabi
Muhammad saw.
Ketaatan Ummat Islam kepada negara (Ulil Amri) adalah, dalam rangka ketaatannya kepada
ajaran Al-Qur’an dan Rasulullah SAW: Dengan demikian semua ketentuan hukum, peraturan
perundang-undangan yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara dalam seluruh
aspek kehidupan bangsa yang tidak bertentangan dengan Qur’an dan sunnah Nabi, serta
bertujuan menjamin rasa aman, keselamatan dan kesejahteraan sosial, wajib ditaati ummat
Islam. Sebaliknya semua rencana, upaya dan aksi yang menuju kepada terca-butnya rasa aman,
hilangnya keselamatan dan merosotnya kesejah-teraan sosial, wajib diberantas dan diperangi
oleh Ummat Islam, dalam rangka melaksanakan perintah Allah swt. dan membangun dirinya
sebagai orang yang berserah diri kepada Rabbul Alamin.
Atas dasar pandangan Islam seperti inilah, dan dengan mengamati serta merasakan seluruh
kejadian yang berlangsung selamaTragedi kemanusiaan, keagamaan dan pelanggaran HAM
berlangsung, sejak 19 Januari 1999, hingga kini maka perlawanan ummat Islam terhadap segala
bentuk kezaliman, fitnah dan perang yang dilakukan Ummat Kristen di Maluku terhadap
Ummat Islam, didasarkan pada tuntunan Islam yang tertera di dalam al-Qur’an sebagai berikut
:
a. Alasan Berperang
Allah Swt Befirman di dalam Al-Quran :

79
“Diwajibkan kamu berperang. Berperang itu berat buatmu (tidak kamu sukai). Boleh jadi yang kamu
benci itu mendatangkan kebaikan bagimu. Boleh jadi pula yang kamu sukai itu akibatnya buruk buatmu.
Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui”.“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada
bulan haram. Katakanlah: Berperang dalam bulan haram itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi
(manusia) dari jalan Allah, Kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir
penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar
(dosanya) dari pada membunuh. Dan mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka
(dapat) membalikkan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.Barang siapa
yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-
sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal
didalamnya”.(Qs.al-Baqarah:216-217)
Kedelapan butir alasan di atas, yaitu: menghalangi manusia dari jalan Allah,mengajak kafir
kepada Allah, menghalangi masuk masjidil Haram, mengusir penduduk dari kampung
halamannya, menyebar-kan fitnah, membunuh, memerangi, dan mengajak keluar dari agama
Islam. Semua ini, secara lengkap dialami oleh masyarakat Islam Maluku, sehingga jatuhlah
perintah wajib atas mereka untuk berpe-rang menghadapi musuhnya.
Hadist Shahih Muslim :

“Barang siapa yang berperang untuk menjadikan kalimat (ajaran) Allah menjadi lebih tinggi, maka
orang itu telah berada di jalan Allah”.
Oleh karena itu kumandang Takbir di dalam medan perang, sebagai cara untuk menjaga
agar para mujahid tetap di jalan Allah (tidak mundur).
b. Larangan Mundur Dari Medan Perang
Allah berfirman :

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang
sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)”. Qs. Al-Anfal, 8: 15)

80
“Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) diwaktu itu, kecuali berbelah untuk (siasat)
perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu
kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah dan tempatnya ialah neraka jahannam. Dan amat
buruklah tempat kembalinya”. (Qs. Al-Anfal, 8:16)
Catatan: Berbelah diri adalah manuver taktik untuk menyerang lawan dari 2 arah dan gerak
ke belakang untuk memperkuat pasukan kawan, bukan bermaksud untuk mundur.
c. Kapan Perang Berakhir

Allah berfirman:

Artinya: “Dan perangilah mereka itu sehingga tidak ada fitnah lagi sehingga agama itu hanya untuk
Allah belaka.Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), Kecuali
terhadap orang-orang yang Zalim”. (Qs. al-Baqarah, 2: 193).

d. Mengapa Musuh Kafir Harus Diperangi

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman dan tidak pula kepada adanya hari akhirat, dan juga
mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya, dan mereka tidak beragama
dengan agama yang benar. Mereka ialah orang-orang yang diberi kitab (Yahudi dan Nashrani), sehingga
mereka membayar upeti dengan patuh dan tunduk”. (Qs. at-Taubah, 9:29.
Masih banyak ajaran Allah agar kita lebih waspada terhadap ancaman kaum Nasrani yang
membuat kita terjebak oleh tipu daya. Kalau ada di antara kita bersikukuh dengan semangat
Pela-Gandong silahkan bandingkan peringatan Allah dalam Al-Baqarah ayat 120 :

Artinya:”Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu sehingga kamu mengikuti
agama mereka. Katakanlah,”Petunjuk Allah itulah petunjuk yang sebenarnya”. Dan sesungguhnya jika
kamu mengikuti kemauan mereka sesudah engksau mengetahui (mana yang benar), maka Allah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
Apabila ayat Al-Quran telah dikalahkan demi Pela-Gandong, bagai-mana keimanan kita
kepada Firman Allah itu ? Apakah musibah besar dan hampir tidak mampu lagi kita pikul ini
adalah siksa Allah atas pelecehan keberadaan Al-Quran. Hablum Minannas bukan menjual diri,
tetapi tetap siaga dalam posisi sama terhormat.
Itulah dasar yang paling pokok untuk membangun kembali perdamaian dalam rangka
kerukunan hidup antar ummat beragama, karena telah lama ummat Islam di Maluku ini dihina
dan penghinaan telah ditimpakan kepada kita, ummat Muhammad Saw. pada tanggal 1 Januari
1999, ketika kita sedang menunaikan ibadah Idul Fitri

81
SIKAP DAMAI UMMAT ISLAM

PADA bagian pertama bab VIII kita fahami bagaimana sikap ummat Islam dalam membangun
hubungan sesama manusia, saling meng-hormati dan menghargai.
Sikap damai itu tidak boleh diartikan menerima begitu saja walau-pun mendapat perlakuan
yang tidak adil dan diskriminatif. Dalam kasus kerusuhan Ambon yang berkembang menjadi
perang agama ini pihak Islam telah cukup bersabar, tetapi pihak Kristen menilainya sebagai
kelemahan, tidak berkemampuan bertempur di lapangan mau-pun mentalnya yang rendah.
Karena itulah pihak Kristen merasa tidak perlu berdamai dengan pihak Islam. Pelanggaran
perdamaian bukan sesuatu yang luar biasa dengan beban mental yang ringan-ringan saja
mereka bisa melakukan pelanggaran setiap saat. Ummat Islam sangat berpengalaman soal
ikatan perjanjian perdamaian dengan pihak Kristen.
PIHAK KRISTEN TIDAK INGIN DAMAI
Pelanggaran damai yang dilakukan secara terus-menerus membe-rikan gambaran jelas
bahwa pihak Kristen tidak ingin berdamai. Data dibawah ini tidak dapat dipungkiri :
a. Perjanjian damai antar warga Talake Dalam pada tanggal 1 Pebru-ari 1999, dilakukan
dalam upacara khidmat dilanjutkan makan patita dan joget riang gembira tanda
permusuhan telah berakhir, tetapi besoknya sebuah angkutan kota milik warga Muslim
dibakar di kampung itu.
b. Perjanjian damai antara warga Air Salobar dan Pohon Mangga dengan warga Amahusu,
Latuhalat dan desa-desa Kristen pada tanggal 25 Januari 1999. Tetapi warga Pohon Mangga
diserang seminggu sesudah itu dan terus diserang sampai Oktober 1999.
c. Perjanjian damai diantara masyarakat Poka yang Islam dan Kristen ternyata warga Islam
disana diserang pada tanggal 21 Juli 1999
d. Ajakan damai masyarakat kota Kecamatan Kairatu pada tanggal 3 Pebruari 1999 ternyata
mereka menjebak pada saat persiapan acara tersebut. Korban nyawa dipihak Islam cukup
besar termasuk Imam Masjid, rumah dan pasar tempat ummat Islam mencari nafkah. Ini
adalah salah satu tipu muslihat dengan mengatas namakan perdamaian secara terang
terangan.
e. Perjanjian Damai Akbar pada tanggal 12 Mei 1999 antara masya-rakat Kristen dan Islam se
Kota Madya Ambon dan sekitarnya, ternyata dilanggar lagi tiga hari sesudah itu dan terus
dilanggar sebanyak 9 kali sampai pecah kerusuhan II.
Banyak ajakan damai sebelum kerusuhan II tetapi ummat Islam terlalu curiga atas niat
tipuan itu

PENANGANAN KERUSUHAN OLEH APARAT


KEAMANAN DAN PEMERINTAH DAERAH

SAMPAI medio November 1999 belum ada kejelasan pernyataan dari aparat keamanan atau
Pemda tentang akar permasalahan yang telah menimbulkan kerusuhan yang besar ini, begitu

82
pula tidak ada pernya-taan siapa yang salah, Kristen atau yang Islam padahal bukti-bukti telah
cukup banyak. Sampai Pemerintah Pusat pimpinan Presiden B.J. Habibie belum ada
pernyataan, apa sesungguhnya akar permasa-lahannya, bahkan terkesan ditutup-tutupi. Pihak
yang bersengketa dalam hal ini masyarakat yang beragama Islam dan yang beragama Kristen
sering kali diidentifikasi sebagai golongan tertentu, sedikit lebih berani diklasifikasikan pihak
putih dan pihak merah, hanya beberapa saja pejabat yang bersedia menyatakan konflik antar
ummat agama Islam dengan yang Kristen. Media massa yang biasanya mempelopori
keterbukaan ternyata hanya ada beberapa saja yang mau berterus terang tentang konflik
Kristen-Islam ini, yang lain berdalih agar tidak memicu kerusuhan di daerah lain, tetapi
dimana-pun masyarakat telah mengetahui. Banyak kasus besar ummat Islam diserang, dibunuh
dan dibakar tetapi sebagian kecil saja yang diang-kat dalam pemberitaan dan tersamar.
Kalau untuk kepentingan stabilitas Nasional harus bersikap demi-kian, lantas bagaimana
dengan kebijakan penyelesaiannya. Bisakah seorang yang telah membunuh dihadapkan ke
pengadilan dengan tuduhan mencuri sepeda? Bukan saja peserta sidang (penonton) akan
bingung, tertuduh pun lebih bingung lagi menjawab pertanyaan yang ia tidak lakukan.
Apakah perlu diatur dulu/direkayasa supaya sidang lancar? Kalau begitu bagaimana dengan
keluarga dari korban yang terbunuh, apakah ia harus menerima kenyataan bahwa korban
meninggal terkena petir? Tidak mungkin mengusut sang petir.
Penyelesaian hukum terhadap pelaku kerusuhan hanya melihat dari materi hukum tidak
mengkaitkannya sebagai suatu akibat dari sebab yang besar. Betapa liciknya pengadilan dan
tim Advokasi Gereja Maranatha telah ikut membuat masalah ini menjadi sulit diselesaikan
secara adil berdasarkan hukum itu sendiri.
Selama Tri PARTIT penguasa (Gubernur, Pangdam dan Kapolda) sepakat untuk menutupi
kasus sebenarnya maka aktor intelektualnya akan tetap bebas mengendalikan operasi
pembersihan ummat Islam dari kota Ambon dan tidak akan pernah selesai saling bunuh dan
saling bakar.
KEBIJAKAN PENANGANAN YANG DIMANIPULASI
Apabila tidak ada diagnosa untuk menentukan penyakit apa yang begini ganas, maka pasti
tidak akan ada therapy yang dapat dilakukan. Kalaupun dipaksakan memberikan therapy bisa
terjadi akibat yang lebih buruk lagi, ekses dari therapy salah dan bersifat coba-coba itu sudah
kita rasakan di Ambon selama ini. Tentu saja dokter yang malpraktek ini harus dituntut kalau
karena kesalahannya pasien meninggal dunia atau berakibat fatal. Kondisi yang semakin buruk
ini apakah bukan akibat peranan pengadilan juga ?
Itulah yang sedang kita saksikan selama 10 bulan ini, akar permasalahan selalu ditutup
untuk menyelamatkan pihak Kristen. Karena niat menyelamatkan pihak-pihak tertentu tersebut
maka pasti Karel Ralahalu maupun Max Tamaela tidak bertindak sesuai prosedur dan kewajiban
yang seharusnya ia perbuat, kedua pejabat itu pun telah berbuat tidak adil. Di lapangan dapat
dilihat bagaimana kedua pejabat tersebut menyulap dan memutar-balikkan fakta untuk
membebaskan pihaknya. Akibat dari sikap memihak tersebut, korban jiwa, harta benda, masa
depan serta semua aspek kehidupan beraga-ma, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, telah
hancur lebur dengan nilai tukar yang tak dapat dihitung. Dendam yang amat dalam tidak akan
terobati untuk satu, dua generasi yang akan datang.
Ummat Islam segera akan menuntut TNI agar segera membentuk Dewan Kehormatan
Militer untuk mengusut dan memeriksa. pelanggaran berat kedua pejabat militer tersebut.
KONSEP OPERASI APA DAN BAGAIMANA PELAKSANAANNYA.
Berdasarkan pengalaman bangsa Indonesia selama Indonesia merdeka dan berdaulat begitu
juga pengalaman bangsa-bangsa lain di manca negara, tidak pernah ditemukan ancaman
keamanan dalam negeri berdiri sendiri selalu saja ada dukungan luar negeri betapapun
kecilnya. Dukungan itu dapat dalam bentuk dana, persenjataan, instruktur militer atau
dukungan politik di dalam maupun di luar forum PBB.
Kasus Ambon ini sama halnya, yang punya kerja boss besar di luar negeri dan
perwakilannya di dalam negeri yaitu badan yang memperjuang kepentingan Kristen di
Indonesia. Kalau posisi RMS sebagai Broker, GPM dan PDI-Perjuangan dengan peranannya
masing-masing seperti analisa di bab VII maka apa sesungguhnya persoalan yang terjadi ini
ummat Islam sebenarnya hanya sebagai objek yang akan dihancurkan dan dibersihkan dari

83
Maluku (tanpa Moluku Kie Raha). Permasalahan politik ini telah berkembang menjadi konflik
antar agama. Kehendak untuk mencapai tujuan politik yaitu memper-kuat posisi tawar-
menawar sebagai tujuan Kristen Nasional, sedang-kan RMS bersama GPM mematok target lain
sebagai hasil maksimal yang bisa dicapai yaitu perpaduan tujuan Oikumene sedunia dimana
Maluku terpisah dari RI dengan berdiri negara RMS yang dipelopori oleh GPM (Gerakan
Protestan Merdeka).
Menanggapi ancaman seperti itu TNI memiliki pola operasi keamanan dalam negeri (Pola
Ops Kamdagri) sedangkan untuk menghadapi invasi dari luar negeri dihadapkan dengan pola
pertahanan (Pola Ops Han).
Ada sejumlah jenis operasi dalam rangka gelar operasi Kamdagri seperti operasi intelijen,
Ops Tempur, Ops Teritorial, Ops Penerangan, Ops Bhakti dsb. Salah satu dari sekian operasi
menjadi operasi pokok yang lainnya sebagai operasi pembantu. Yang tepat untuk kasus Ambon
ini dilakukan operasi teritorial sebagai operasi pokok dibantu operasi intelijen dan operasi
penerangan sedangkan operasi bhakti nanti kalau sudah sampai pada tahap
konsolidasi/rehabilitasi. Kalau sekarang ini Polda sebagai pemegang komando dan pengendali
operasi tentu Polda juga menggelar operasi kepolisian, sehingga operasi yang digelar Kodam
XVI/PTM namanya operasi imbangan yang mendu-kung keberhasilan operasi kepolisian.
Kenyataan di lapangan tidak demikian hirargienya, Kodam XVI/PTM terlihat betapa lincahnya
dalam bertindak dan berkomentar saudara Max Tamaela seperti dia yang memegang penuh
Komado dan Pengendalian Operasi.
Mana operasi teritorialnya, apa sasaran dan tujuannya sejauh mana pelibatan potensi dalam
masyarakat digunakan, sejauh mana peng-gunaan prajurit untuk pelaksanaan operasi ini.
Begitu pula dimana ada operasi intelijen yang mengejar para tokoh penggerak kerusuhan.
Tanpa operasi Intel sesungguhnya operasi lain ibarat mobil tanpa lampu bergerak di malam
hari, menghantam kesana dan kemari tak jelas arah dan tujuan ibarat orang buta kehilangan
tongkat.
Pasukan yang sekian banyak ini tugasnya apa, mereka hanya berjaga-jaga di titik rawan
kekuatan besarnya disiagakan di pangkalan. Bila terjadi kerusuhan mereka digerakan
mencegah bentrokan fisik dengan cara menghalau kedua belah pihak, itulah pekerjaan tetap
pasukan ini. Pasukan ini bukan pelaksana utama Operasi Teritorial dan Operasi Intelijen.
Mereka hanya bertugas mencegah benturan, mereka memisahkan kedua belah pihak secara
fisik agar tidak saling membunuh dan membakar. Mereka tidak ditugaskan menghilangkan
kemauan kedua belah pihak untuk tidak saling menyerang. Jadi bila Operasi Teritorial dan
Operasi Intelijen itu ada, maka peranan pasukan yang besar ini adalah memberikan jaminan
suasana tenang agar kedua operasi itu dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. Kalau dalam
kenyata-annya operasi teritorial itu tidak ada, maka peranan pasukan yang besar yang digelar
ini sekedar memelihara ketenangan semu yang kita saksikan selama 10 bulan ini. Sampai kapan
pun pasukan besar ini di gelar tidak akan menyelesaikan masalah, silahkan coba menarik
pasukan ini dari lapangan kita saksikan apa yang terjadi; dengan pasukan yang sekian besar
memenuhi kota Ambon saja masih terjadi saling menyerang. Apa yang diminta oleh Wakil
Ketua DPRD TK. I Maluku Sdr. John Mailoa agar pasukan PBB mengganti pasukan TNI/Polri,
lantas apa yang mau mereka lakukan kalau persoalan pokok tidak diselesaikan.
ANTARA KEMAUAN DAN KEMAMPUAN.
Setelah Korem 174/PTM dilikuidasi dan berdiri kembali Kodam XVI/PTM jelas dari
berbagai aspek Kodam XVI/PTM telah jauh lebih mampu dari Korem 174/PTM yang dipimpin
hanya oleh seorang Kolonel dengan kewenangan dan fasilitas terbatas. Kodam XVI/PTM
dengan Pimpinan seorang Brigjen dan fasilitas serta kewenangan yang telah ditingkatkan
mestinya telah berhasil menyelesaikan persoalan kerusuhan ini beberapa bulan yang lalu. Yang
kita rasakan sekarang ini justru trend perkembangannya terus memburuk dan pada awal
November ini berada pada titik terburuk selama 10 bulan.
Kalau begitu bukan kemampuan Kodam XVI/PTM yang menjadi masalah, tetapi kemauan
yang tidak dipunyai oleh Pangdam XVI/PTM, dan apa alasan sehingga tidak ada kemauan,
jelas sudah dibahas pada bab yang lalu (Bab V). Pada pertemuaannya dengan tokoh
masyarakat Lehitu Max Tamaela membantah keras keterlibatan RMS, tetapi tidak mau
menyebutkan organisasi mana yang terlibat, pada hal sekian bulan menangani masalah ini.
Kelihatan betul sikapnya berpihak terhadap pemberontak.

84
Karena itu Max Tamaela harus divonis gagal melaksanakan tugas-nya, ia bukan saja harus
diganti tetapi harus diusut oleh Dewan Kehor-matan Militer untuk meminta pertanggung
jawabannya menimbulkan korban sekian besar di kedua belah pihak.
PELANGGARAN PROSEDUR OPERASI
Pasukan besar yang diturunkan untuk menangani kasus Ambon ini untuk mencegah
bentrokan fisik antara 2 pihak yang bersengketa, dengan demikian pasukan ini melaksanakan
tugas Pengendalian Huru-Hara (PHH). Terakhir pasukan ini disebut Pasukan Pengaman Rusuh
Massa (PPRM) yang pada hakekatnya Pasukan PHH yang telah memiliki petunjuk lapangan
operasi PHH (Juklap OPS PHH) atau Field Manual For Riot Controle. Prosedur operasi
menentukan tindakan preventif-persuasif dari skala rendah terus meningkat apabila tidak
berhasil menghentikan/membubarkan kerusuhan tersebut. Pasukan ini dilengkapi dengan
perlengkapan peralatan dan persenjataan sesuai prosedur operasi dengan pendekatan
Preventif-Persuasif itu karena mereka bukan musuh negara/pemerintah. Tindakan represif
hanya apabila kepentingan besar terancam seperti akan dibakarnya instalasi vital dan
sebagainya. Tembakan terarah dengan peluru tajam hanya bila keselamatan pasukan nyata-
nyata terancam. Untuk pengamanan kerusuhan seperti di Ambon dan Sambas pasukan ini
tidak perlu menggunakan tameng karena yang konflik adalah massa dengan massa.
Pasukan ini harus melengkapi diri dengan:
a. Gas Air Mata dan Masker.
Gas air mata adalah jenis senjata yang paling ampuh untuk mem-bubarkan kerusuhan
massa. Granat gas air mata dijatuhkan pada lokasi yang disesuaikan dengan arah angin. Massa
yang terkena gas air mata tidak mungkin tetap bertahan di tempat, mereka pasti lari berce-rai
berai meninggalkan para pimpinannya. Senjata ini sangat efektif karena itu jumlah yang
tersedia pada tiap satuan yang turun ke lapangan harus dalam jumlah yang cukup, harus ada
jaminan resupply dari belakang bila habis digunakan.
b. Peluru Karet
Senjata ini digunakan apabila penggunaan gas air mata tidak efektif karena arah angin atau
habis terpakai serta resupply terlambat. Peluru karet dipergunakan untuk menembaki para
pimpinan perusuh dengan perhitungan. Tanpa pimpinan para perusuh akan mudah
dibubarkan.
Tembakan peluru karet dapat digunakan ke arah sasaran lain untuk menimbulkan korban
cacat (sementara) lebih banyak agar massa terpaksa mundur.
c. Granat Ledakan
Granat yang efek ledakannya sangat keras sehingga membuat moril perusuh menjadi
rendah, mereka akan mundur.
d. Peluru Hampa
Digunakan hanya untuk menekan moril.
e. Peluru Tajam
Digunakan bila keadaan sangat terpaksa yang dalam kasus Ambon ini apabila bentrokan
kedua belah pihak sudah tidak mungkin dicegah lagi. Tetapi dalam bentrokan seperti itu gas
air mata tetap efektif membubarkan para perusuh. Peluru tajam tidak untuk membunuh
kecuali satuan pengamanan terancam keselamatannya. Tembakan pantul yang membunuh
minimal melukai itu salah pro-sedur dan melanggar HAM. Tidak dibenarkan seorang prajurit
melepaskan tembakan dengan peluru tajam bila perkenaannya ia tidak yakin. Mana Komnas
HAM, mana pula Kontras mereka bersembunyi di Jakarta karena tidak punya keberanian
menangani kasus agama ini. Apa sesungguhnya tujuan dibentuknya kedua lembaga tersebut
kalau punya pertimbangan begitu.
Pelanggaran prosedur selama pengamanan kerusuhan Ambon adalah:
a. Tidak digunakannya gas air mata dalam jumlah yang memadai untuk mampu
membubarkan massa perusuh.
b. Tidak digunakannya peluru karet untuk melumpuhkan para pim-pinan lapangan perusuh,
tetapi justru menggunakan peluru tajam.

85
c. Adanya tembak pantul yang diarahkan ke aspal jalan raya yang pantulannya mengenai
bagian paha keatas yang menimbulkan korban meninggal dunia luka berat minimal luka
ringan dan cacat seumur hidup.
Korban jiwa pihak Islam dan Kristen sudah terlalu banyak mende-kati angka 2000 orang
dari angka tersebut sekitar 70% adalah korban penembakan aparat keamanan. Karena itu
pasukan TNI/Brimob Polri jelas-jelas telah melakukan pelanggaran HAM yang berat.
Pelanggaran ini harus segera dihentikan dengan penggunaan alat peralatan yang sesuai
untuk operasi pengendalian huru-hara ini, apabila tidak TNI/Polri dapat, Indonesia akan
menghadapi kesulitan berat apabila pihak PBB terpaksa menurunkan lembaga HAM
internasional yang semula Muslim cleansing menjadi putar balikkan menjadi Kristian
cleansing. Hal seperti ini sangat mungkin terjadi karena sudah masuk skenario alternatif.
Mengapa aparat keamanan bersedia mengambil resiko begitu besar yang mengancam
perekono-mian nasional akibat tekanan IMF dan World bank.
Seharusnya Peluru Karet dan Gas Air Mata yang disiapkan seba-nyak mungkin bukan
peluru Tajam. Ingat kasus Santa Cruz di Dilli pada tahun 1990 ?

PENYELESAIAN MUDAH YANG SENGAJA


DIPERSULIT

KORBAN kerusuhan tidak perlu sebanyak ini apabila dapat segera dihentikan, tidak ada lagi
saling menyerang membunuh dan mem-bakar. Walaupun kerusuhan ini telah berubah menjadi
perang agama tetapi dasar-dasar penyelesaiannya masih tetap dapat digunakan apabila kita
menyelesaikan permasalahan konflik dua pihak pada tingkat kerusuhan masih pada skala kecil.
Apabila ada dua pihak yang bersengketa maka pasti bukan kedua-duanya bersalah begitu
juga bukan kedua-duanya benar, salah satu pasti benar dan yang lain bersalah. Salah paham
yang berkembang menjadi perkelahian pun pasti dapat ditentukan siapa yang salah karena
melakukan pemukulan pertama apalagi pemukulan itu sudah direncanakan sebelumnya.
Bila tidak pernah ada penyelidikan untuk menemukan siapa yang salah maka pasti tidak
ada hukum dan peraturan apa pun yang dapat dikenakan kepada salah satu pihak. Apabila
penyelidikan berhasil menemukan pihak mana yang bersalah maka pengusutan lebih lanjut
dapat dilakukan sampai dengan menghadapkannya ke mahkamah pengadilan untuk
mempertanggung jawabkan perbuatannya dan bila ternyata bersalah yang bersangkutan akan
dikenakan sanksi hukum.
Kasus kerusuhan besar ini tidak segera dapat dihentikan karena pihak yang bersalah terus
dilindungi dan diberi kebebasan untuk terus melakukan tindak kriminal sehingga telah terjadi
kerusakan dan kehancuran sebesar ini.
Hukum adalah sarana untuk mencegah seseorang berbuat pelanggaran kalau seseorang
tersebut ternyata telah melakukan suatu pelanggaran maka hukum tersebut harus dikenakan
kepada yang bersangkutan agar tidak ada peluang bagi yang yang bersangkutan untuk berbuat
lagi sekaligus mencegah yang lain untuk berbuat hal yang sama.
Dalam kasus ini yang ditangani adalah pelanggaran kriminal perorangan di lapangan yang
terkesan tidak adil, induk permasalahan yang mengkait aktor intelektualnya tidak ditangani.
Bukan permasa-lahan yang ditangani tetapi eksesnya saja padahal kita ketahui bahwa sejumlah
kasus yang terjadi itu adalah ibarat War in Action, saling bunuh dalam perang adalah hal yang
seharusnya terjadi karena membunuh atau dibunuh.
PENYELESAIAN YANG MUDAH DIPERSULIT

86
Apabila pada awal kerusuhan ini, segera dilakukan pengusutan yang intensif untuk
menemukan siapa yang bersalah merencanakan dan melakukan pelanggaran maka serangan
dan penghancuran yang mereka lakukan akan segera menurun dan berhenti. Apabila ternyata
aktifitas mereka tetap tinggi akan lebih mudah menangkap para aktor intelektualnya.
Tidak adanya Political Will merupakan suatu kesengajaan yang dapat dituntut oleh sebuah
badan yang dalam hal ini dapat dibentuk Dewan Kehormatan Militer yang khusus bertugas
memeriksa pelanggaran pejabat militer tersebut yang secara sengaja mengabaikan tugasnya
untuk kepentingan pihak tertentu melawan perintah komando atas. Apabila dari hasil
pembongkaran kasus ini ternyata ada motif separatis maka posisi pejabat militer itu akan
semakin berat.
Untuk menemukan cara mudah menentukan pihak mana yang merencanakan dan
melaksanakan kerusuhan ini terlalu mudah, siapa pun pasti mengerti.
Dengan menentukan tempat letak TKP (Tempat Kejadian Perkara) dan korban rumah yang
dibakar/dihancurkan, maka dengan mudah dapat dipastikan bahkan secara akurat dapat
ditentukan pihak mana yang menyerang. Tim dari pihak Islam akan menyajikan rangkaian
data TKP dan korban rumah untuk kejadian selama 1 bulan pertama secara kronologis tidak
ada yang terlewat untuk membuktikan hal tersebut. Pihak Kristen pun berdasarkan tanggal
dan waktu yang disajikan oleh pihak Islam dapat membuat daftar yang sama karena kejadian
yang ada dalam daftar kronologis itu berbenturan antara kedua belah pihak, katakanlah salah
satu yang menyerang. Kalau TKP dan korban rumah semuanya (relatif) berada di kampung
Islam maka secara pasti dan tidak salah lagi pihak Kristen yang menyerang. Untuk itu
disiapkan daftar kronologis kejadian pada lampiran –A.
KEJUJURAN DAN OBYEKTIVITAS
Bila ada niat baik kedua belah pihak untuk mengakhiri perang agama ini, maka yang paling
diperlukan adalah kemauan untuk bersikap jujur dan objektif dari semua pihak termasuk
keseluruhan anggota Tim Pusat yang dibentuk untuk ini. Semua pihak harus mem-punyai rasa
cinta akan bangsa dan tanah air ini untuk mau menolong orang Maluku (Ambon) mengakhiri
perang ini.
Apabila ada pihak-pihak tidak jujur tidak objektif maka pasti akar permasalahan tidak
dapat diungkapkan dan aktor intelektualnya akan lolos dari pengejaran hal seperti itu tidak
menyelesaikan masalah karena pihak yang dirugikan dengan korban sekian besar tidak akan
dapat menerima peranan Tim Pusat tersebut dan sama dengan tetap membiarkan api dalam
sekam itu terus membara dan membakar lagi untuk kesekian kali yang terus semakin parah
dengan korban kemanu-siaan yang sangat besar.
Kami orang Ambon (Maluku) yang berperang ini adalah korban politik para elit apalagi
kami dari pihak Islam yang menjadi sasaran pembersihan. Kami sudah sangat lelah fisik dan
lelah pikiran, kami mendambakan hidup lebih baik terutama untuk masa depan anak-anak
kami. Karena itu Tim Pusat dapat bersikap jujur dan objektif sehingga tuntutan pihak Islam
yang sederhana dan berkaitan dengan pencegahan disintegrasi bangsa dan wilayah nasional
dapat di penuhi.
GANTI PEJABAT GANTI KONSEP.
Dari penjelasan pada Bab V jelas Brigjen TNI Max Tamaela bukan orangnya yang tepat
untuk penyelesaian kasus Ambon ini. Jelas sekali bahwa ia bukan tidak mampu karena akses
untuk penyelesaian, mengejar tokoh yang merencanakan dan melaksanakan kerusuhan ini
terbuka luas dengan cara yang mudah. Tetapi ada kendala mental yang memberatkan
Pangdam XVI/PTM ini tidak mau melakukannya. Karena itu tidak ada konsep yang jelas untuk
mampu menangani masalah perang agama ini yang dikembangkan oleh Kodam XVI/PTM
dibawah Brigjen Max Tamaela maupun Kol.Karel Ralahalu sebagai Danrem 174/PTM yang
lalu. Keadaan yang sudah seburuk ini ibarat telah mencapai titik terendah sulit untuk diangkat
pada posisi yang dapat menolong penyelesaian kasus ini. Keseluruhan ini adalah akibat tidak
ada kemauan baik yang disengaja oleh kedua pejabat untuk melindungi pihak Kristen. Karena
itu kedua perwira tersebut harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan Dewan
Kehormatan Militer (DKM) yang dibentuk khusus untuk kasus ini. Mereka perlu segera diganti
dengan pejabat yang mempunyai kemauan dan dengan konsep penanganan/penyelesaian
yang jelas.

87
TIM 19 MABES TNI
Untuk membantu Pangdam VIII/Trikora (Maluku masih kebagian Korem 174/Pattimura
di bawah Kodam VIII/Trikora) Pangab menu-gaskan Mayjen Suady Marasabessy beserta
Timnya yang jumlah kese-luruhannya 19 orang, keseluruhan Pamen dan Pati itu asal putra
daerah Maluku. Tim ini ditugaskan untuk menciptakan kondisi aman yang mantap dengan
waktu penugasan selama 1 bulan.
Tim yang terdiri dari keseluruhan putra daerah ini sekali lagi menampakkan bahwa
pimpinan TNI belum memahami dengan baik akar permasalahan sama dengan pandangannya
dalam rangka menun-juk Kol. Karel Ralahalu sebagai Danrem 174/Pattimura dan Brigjen Max
Tamaela sebagai Pangdam XVI/Pattimura. Kerusuhan Ambon bukan konflik antar golongan
Kristen dengan golongan Islam (SARA) tetapi sudah berkembang menjadi antara agama
(SARA). Karena itu sulit mendapatkan sikap objektivitas dari para prajurit pilihan ini terutama
dari mereka yang beragama Kristen sebab mereka akan mene mukan banyak hal yang
menunjukkan kesalahan pihak Kristen teruta-ma yang melihatkan peran GPM dan tokoh
Gereja. Mustahil mereka akan bersikap begitu terbuka tak pandang bulu, melaporkan sesuatu
yang merusak citra Gereja sekaligus menangkap para tokoh tersebut untuk dimintakan
pertanggungan jawabnya. Laporan yang disampai-kan kepada Ketua Tim oleh anggotanya
yang beragama Kristen tentu yang ringan-ringan saja, tidak objektif dan banyak
disembunyikan
Permasalahan berikut yang dihadapi Tim 19 Mabes TNI ini adalah adu tarik menarik
pengaruh antara Perwira Tim 19 Mabes TNI ini dengan Bossnya para perusuh yang
merencanakan serta melaksanakan kerusuhan ini. Kalau benar kerusuhan ini oleh RMS yang
akhirnya ingin mendirikan negara baru, merdeka lepas dari NKRI maka rasanya daya tarik Tim
19 akan kalah.
Masalah ketiga yang di hadapi Tim 19 Mabes TNI ini adalah Political Will Pemerintah Pusat
yang disibukkan oleh masalah politik tingkat Nasional, Aceh, Irian, Riau, Bank Bali dsb, maka
kasus Ambon yang bernuansa perang Agama akan tertutup untuk beberapa waktu atau
pemerintah tidak bisa berbuat banyak karena dibawah kontrol kekuatan Kristen internasional.
Karena itu apakah hasil Tim 19 Mabes TNI ini akan ditindak lanjuti apalagi hasil temuannya
adalah konflik agama dengan RMS sebagai pelaku.
Masalah ke empat, kalau tugasnya hanya menciptakan keamanan (alokasi waktu 1 bulan)
maka hal tersebut dapat diciptakan tetapi tetap bersifat semu karena Big Boss belum berhasil
ditangkap dan organisasi perencana dan pelaksana kerusuhan mustahil dapat dibongkar dalam
alokasi waktu 1 bulan.
Pada dasarnya konflik agama ini bukan pekerjaan Tim Putra Daerah yang terdiri dari
Kristen dan Islam, mestinya Tim itu netral bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara, apa
pun akibatnya bagi mereka yang terbukti bersalah

BUKTI-BUKTI PIHAK KRISTEN SEBAGAI


PERENCANA DAN PELAKU KERUSUHAN

SELAMA ini telah terjadi beberapa kali dialog Islam Kristen membahas kasus kerusuhan
Ambon, setelah sampai pada materi siapa yang memulai pembicaraan menjadi tidak berujung
pangkal. Pihak Kristen dengan berbagai argumen tadinya berskala meyakinkan pihak Islam
dan semua yang hadir bahwa Islamlah yang mulai dengan menunjuk kasus Batu Merah–
Usman memalak Yopie di sore hari tanggal 19 Januari 1999 di saat ummat Islam sedang
merayakan Idul Fitrinya.

88
Betapa liciknya Kristen dengan akal bulus didukung intelegensia yang tinggi menyiapkan
suatu rekayasa untuk menipu banyak pihak termasuk aparat keamanan dan pemerintah. Tetapi
pada penyelesaian pada tingkat lebih tinggi permainan seperti itu tidak akan laku. Rekayasa
Batu Merah itu lingkupnya taktis, semua orang boleh bicara saling tipu saling membohongi,
tetapi begitu pihak Kristen diajak berbicara lingkup strategi maka argumen taktis itu pasti
jatuh.
Kasus ini harus dilihat sebagai suatu keutuhan yang menyeluruh (Konprehensif Integrated)
mulai 2 a 3 tahun kedepan agar kita bisa melihat secara jelas suatu perencanaan besar. Kalau
hanya Kasus Batu Merah tidak akan menjadi seperti ini seperti kata Kapolri pada waktu itu
bahwa yang terjadi ini adalah Kriminal murni dan Gubernur pun meyakini sebagai soal sepele.
PROSES PANJANG MEREKA
Dari pengamatan dua sampai tiga tahun kedepan maka pada hari ketiga sudah dapat
dipastikan bahwa ini perencanaan besar oleh Kristen Indonesia yang didukung Kristen
internasional. Pendapat seperti itu seperti sudah merupakan aksiomatis (pasti dan tidak
mungkin tidak). Seperti pada bab akar permasalahan dijelaskan mulai adanya kasus Hijau
Royo-royo, pembakaran gereja-geraja dan milik cina Kristen. Kasus-kasus itupun rasanya hasil
rekayasa otak-otak brilyan dengan dana yang besar. Orang seperti itu ada seorang di Indonesia
agamanya Kristen, kita yang kurang awasi dia padahal tingkat bahayanya tinggi. Kecurigaan
yang besar justru karena orang besar dan pandai seperti itu tidak muncul ke permukaan,
sepertinya ia menerima nasib saja setelah turun tahta padahal kita tahu bukan begitu watak
politikus yang militer dan militan ini, ia pasti bermain dengan halus sekali dengan
menggunakan keahliannya dibidang intelejen. Singkatnya kemajuan Islam dibuktikan dengan
Hijau Royo-royo telah menyingkirkan pihak Kristen di Indonesia yang tadinya menguasai
berbagai lapangan kepentingan seperti ekonomi dan keuangan serta politiknya, kalau mereka
disingkirkan, maka mereka akan melakukan aksi pembalasan dan merebut lagi posisi
Bargaining itu dengan dukungan dan besar dari Kristen sedunia yang hasilnya bisa kita lihat
betapa hancurnya pemerintahan Suharto, Habibie dan mungkin sekali pemerintah K.H. Abdul
Rahman Wahid. Kita perlu mengkaji tentang membesarnya kekuatan PDI-Perjuangan secara
signifikan, jangan dipisahkan dari rencana besar ini, jadi ummat Islam di Ambon
sesungguhnya hanya sebagai objek garapan atau menjadi Kelinci percobaan dari rencana besar ini.
Kalau kita yakin bahwa kasus Ambon ini merupakan bagian dari rencana besar maka kita
juga harus yakin pula bahwa langkah berikut yang akan dimainkan oleh pihak Kristen adalah
didatangkannya Lembaga Hak Asasi Internasional untuk sampai kepada kesimpulan bahwa
yang terjadi ini adalah suatu rencana untuk pembersihan Kristen di Indonesia. Bagaimana
lembaga HAM internasional yang punya Kristen itu membuktikan bahwa terbukti di Ambon
yang terjadi adalah Cristian cleansing bukan Moslem cleansing seperti yang kita katakan.
Pembuktian bahwa tidak ada Cristen cleansing di Indonesia adalah urusan pemerintah, TNI dan
Polri serta para elit politik di tingkat nasional.
Yang menjadi urusan kita di Ambon adalah membuktikan bahwa acara besar ini merekalah
yang merekayasanya dan pembuktian itu bukan sekedar menolong kita ummat Muslim di
Ambon, tetapi menolong pemerintah dan negara tercinta RI. Kita buktikan bahwa ummat Islam
di Maluku hanya menjadi objek garapan dan konspirasi besar terhadap pemerintah dan bangsa
Indonesia sebagai suatu cara untuk merebut posisi bargaining yang kuat agar Kristen di
Indonesia tidak boleh diganggu gugat apalagi peranannya dikecilkan.
Karena itulah, kepada semua elit politik dan para tokoh di Ambon menanggapi masalah ini
secara proporsional. Bersatulah kita dalam misi berat ini dengan melakukan pembuktian bahwa
pihak Kristen dengan rencana besar telah menjadikan ummat Islam di Ambon sebagai objek
garapan Kristen Indonesia. Kita juga menghimbau TNI/Polri untuk lebih jelas melihat
persoalan ini agar dalam penyele-saiannya tidak menimbulkan persoalan baru yang jauh lebih
berat yang nantinya tidak mampu dipikul lagi oleh kita bangsa Indonesia.
PEMBUKTIAN YANG EFEKTIF
Ada empat faktor pembuktian sebagai berikut :
a. Tiga faktor penentu suatu kesimpulan yang akurat. (Tgl/waktu, TKP dan jumlah rumah
yang dibakar)
b. Analisis perencanaan strategis dengan penggunaan fakta lapangan sebagai alat bukti.

89
c. Bukti-bukti lapangan sebagai saksi bisu yang tidak dapat berbohong.
d. Saksi hidup dibawah sumpah.
Dengan keempat alat bukti diatas Ummat Islam telah sampai pada kesimpulan yang
mendukung pendapatnya sejak kerusuhan pertama bahwa Kristen merencanakan pembersihan
ummat Islam di Maluku. Silahkan periksa lampiran.
TIGA FAKTOR PENENTU.
Tiga faktor penentu ialah :
a. Tanggal / Waktu
Pada tanggal dan Jam yang tertera telah terjadi penyerangan oleh suatu golongan terhadap
golongan lain. Pada hari yang sama terdapat juga penyerangan di tempat lain, karena itu faktor
ini mengungkap urutan kejadian dalam sehari (Tgl/Jam) sehingga terlihat urutan yang jelas
karena urutan itu akan memberikan arti khusus, mana yang terjadi lebih dahulu.
b. Tempat Kejadian Perkara ( TKP )
Serangan satu pihak terhadap pihak lain akan terjadi benturan, bila pihak yang diserang
tidak tahu akan ada serangan maka mereka tidak siap menangkis serangan itu, mereka tidak
bergerak keluar kampung menghadang para penyerang agar pertempuran tidak terjadi di
kampungnya sebab bisa berakibat kerugian lingkungan yang dalam kasus Ambon adalah
terbakarnya rumah-rumah penduduk.
TKP ini saksi bisu yang tidak bisa direkayasa apalagi dipindahkan. Semua perkampungan
Islam yang dibakar adalah karena serangan Kristen, jelasnya TKP ada di areal perkampungan
Islam. (Satu bulan pertama dalam daftar kronologis) TKP berikut juga membuktikan rencana
dan pelaksanaan serangan oleh pihak Kristen adalah TKP terbakarnya sejumlah mobil, sepeda
motor dan becak milik ummat Islam di areal/sektor Kristen, bukti yang masih membekas
sebagai saksi bisu adalah aspal yang terbakar ( Jalan Raya ). Bukti ini harus segera direkam
sebelum dihilangkan dengan mengaspal kembali permukaannya, apalagi ada niat
menghilangkan bukti tersebut.
c. Korban Rumah yang Terbakar.
Dalam tiap serangan selalu ada korban jiwa dan harta benda khususnya rumah yang
dibakar atau dijarah. Untuk kepentingan pembuktian faktor korban jiwa untuk sementara tidak
perlu diangkat karena sebagian tidak meninggal di TKP, tetapi ada yang beberapa hari
kemudian, jadi dengan penggunaan bukti korban rumah yang dibakar sudah cukup menunjuk
adanya penyerangan yang membakar rumah.
Pembuktian ini sangat akurat dapat dilihat pada daftar lampiran - A Naskah ini.
Pihak Kristen dipersilahkan membuat daftar yang sama dengan menggunakan faktor
tanggal waktu yang sama, dimanakah TKP yang akan mereka rekayasakan dan buktikan
rumah yang dibakar oleh penyerang. Waktu peristiwa (Tanggal dan Jam) akan
mengungkapkan apa yang telah terjadi sebelum hari H Jam J dan kelanjutannya selama (
Cukup ) sebulan.
Dengan amat mudah disimpulkan bahwa serangan–serangan itu dilakukan oleh pihak
Kristen dan pasti melalui suatu perencanaan yang matang, dilaksanakan dengan pengendalian
dan pengomandoan yang canggih dan terencana.
ANALISIS FAKTA LAPANGAN SEBAGAI CARA MENENTUKAN PERENCANAAN
STRATEGIS.
Pada Bab IV ( Proses Terjadinya Kerusuhan dan Perkembangan-nya) titik A diuraikan oleh
penulis tentang perencanaan kerusuhan yang dimulai jauh sebelum terjadinya peristiwa
berdarah pada tanggal 19 Januari 1999 Beberapa tulisan pendukung dengan Judul :
a. Menelusuri kesalahan Dan Rem 174/PTM pada Kasus Batu Gajah Berdarah.
b. Jadi Mahkamah Peradilan terhadap Dan Rem 174/PTM Kol. Hikayat.
Kedua tulisan tersebut, ditulis pada minggu terakhir bulan Nopem ber 1997 untuk
diterbitkan pada harian Suara Maluku dengan tujuan mengajak masyarakat mengerti duduk
permasalahannya, jangan meng hujat Kol Hikayat Dan Ren 174/PTM karena tindakan yang
bersang-kutan sangat tepat waktu dan kadarnya tepat sehingga terhindar dari korban yang

90
jauh lebih besar. Pada waktu itu tercatat beberapa tokoh Cendekiawan Islam juga terbawa
menghujat selain mahasiswa Islam Unpatti (PMII )
Kedua tulisan tersebut batal dimuat karena Surat Kabar Suara Maluku karena ternyata menjadi corong
propaganda dan perang urat syaraf Kristen setelah pecah Kasus 19 Januari 1999 yang lalu. Selain itu Kol Hikayat
tidak berkehendak mempermasalahkan pelecehan dan penghujatan yang dilakukan oleh pihak Kampus dan
Politisi Kristen, Yang bersangkutan tampak cukup stress akibat kasus Jum'at malam yang terlampir dengan
judul Mahkamah Peradilan terhadap Kol.Inf. Hikayat.
Jadi analisis fakta lapangan dalam judul ini dapat dipelajari pada lampiran A, C dan D
SAKSI BISU YANG TIDAK DAPAT BERBOHONG.

1) Rumah yang dibakar, kenderaan roda empat, sepeda motor dan becak dibakar pihak
Kristen. Para pemilik yang tidak eksodus dapat dicari untuk membuktikan bahwa BPKB
(Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) ada tapi tetapi kendaraannya telah masuk tempat
penampungan rongsokan kendaraan terbakar di Latuhalat. Kendaraan-kendaraan tersebut
telah dipreteli mesin dan bagian-bagian yang masih bisa dimanfaatkan ( suatu kesengajaan
) yang telah direncanakan. Demikian juga dengan bangkai becak yang akhirnya jadi
masalah .
2) Aspal yang terbakar akibat pembakaran kendaraan bermotor yang terjebak di sektor
Kristen masih membekas, semoga tidak ada rencana pengaspalan baru dengan tujuan
menghilangkan bekas aspal yang terbakar itu.
3) Sektor pemukiman Islam tidak terdapat kendaraan pihak Kristen yang dibakar, tidak ada
bekas aspal terbakar pada kerusuhan pertama sampai mendekati kerusuhan kedua.
4) Rumah-rumah yang dibakar seperti tertera pada titik C diatas dengan lampiran yang
cukup akurat, keseluruhan TKP nya di sektor Islam.

SAKSI HIDUP YANG DISUMPAH.


Sejumlah saksi hidup telah menyaksikan sendiri secara langsung sejumlah kegiatan pihak
Kristen yang jelas-jelas menunjukkan bahwa kegiatan yang mereka lakukan adalah bagian dari
penghancuran Ummat Islam di Ambon pada tanggal 19 Januari 1999. Pembuktian bahwa
kegiatan yang besar ini melalui suatu perencanaan yang rapih, canggih dan tuntas maka objek
pengamatan dibatasi pada peristiwa / kejadian sebelum hari H jam J dan dan beberapa jam
sesudah hari-H Jam-J ( s/d H+1).
Peristiwa sebelum Hari-H Jam-J.
Para penderita / korban akibat peristiwa
a) Desa Wailete
b) Desa Bak Air
c) Kota Kecamatan Dobo
d) Desa Batu Koneng
e) Dan beberapa kasus lainnya.
Para korban ini berada di penampungan pengungsi dan sebagian sudah eksodus tetapi
dengan pencarian secara khusus mereka dapat ditemukan.
Konsentrasi massa dan tindakan penyerangan.

a) Perpindahan massa Kristen dengan sejumlah kendaraan Truk yang melintas


diperkampungan Islam dalam rangka konsentrasi mulai jam 12.00 WIT tanggal 19 Januari
1999 disaksikan banyak orang.
b) Penyerangan terbatas kearah Desa Hulung (Islam) oleh Desa Ben-teng Karang, menunjukan
mereka tidak sabar menunggu Jam-J.
c) Kasus Dobo berdarah setelah Sholat Jum’at jelas menunjukan rencana yang sama dengan
Ambon tetapi mereka mendahului beberapa jam karena kurang Koordinasi.
Peristiwa sesudah Hari-H Jam-J. (sesudah kira-kira 3 Jam 17.00 )
a) Penyerangan terhadap Kampung Waringin di Batu Gantung pada tanggal 19 januari 1999 ±
jam 16.30 WIT
b) Pelemparan Bom Molotov ke desa Batu Merah Dalam dari arah Karang Panjang pada
tanggal 19 Januari 1999 Jam 18.00 yang letak-nya diatas Desa Batu Merah Dalam.

91
c) Pelemparan Bom Molotov ke kampung Diponegoro oleh Kristen diatasnya. Bom Molotov
belum dikenal oleh masyarakat Islam. Tidak ada aksi perlawanan dengan Bom.
d) Tersedianya Bensin untuk membuat Bom Molotov di desa Kristen diatas Kampung
Diponegoro merupakan hal khusus karena di desa tersebut tidak ada yang memiliki
kendaraan bermotor karena letak desa tersebut dibagian yang tinggi ( bukit ). Dengan kata
lain bensin tersebut sengaja disediakan untuk membuat Bom Molotov.
e) Konsentrasi massa Kristen di Lapangan Merdeka dan Komplek Gereja Maranatha yang
pada sekitar jam 21.00 tanggal 19 Januari 1999 sudah mencapai ± 5000 orang ( Taksiran
orang pasar yang melintas dekat Gereja dan lapangan Merdeka). Massa diperkira-kan
sebagian besar dari kampung-kampung digunung dan dibalik gunung di timur kota
Ambon. Perpindahan ini cukup aman karena tidak diketahui desa Islam kecuali penduduk
suku Buton di pegunungan yang telah melapor hal itu ketika menjadi pengungsi di Al-
Fatah dan THR
f) Serangan Pertama terhadap Masjid Raya Al Fatah pada hari H Jam 22.00 oleh massa dari
lapangan Merdeka melalui jalur Jl. A.Y. Patty dan Jalan Anthony Rhebook.
g) Serangan yang sama kearah masjid Raya Al Fatah pada Hari H + 1 ± Jam 05.00. saat shalat
Subuh di Masjid.
h) Penggunaan Parang Panjang dengan jumlah yang banyak dan seragam serta menggunakan
atribut ikat kepala merah.
i) Corat-coret di dinding dan tembok membanggakan Israel dan RMS, menghina Rasulullah
SAW dan Yel-yel Mena Moeria menang (Salam Kebangsaan RMS) pada hari pertama ke
kampung Waringin dll.
j) Barikade yang menutup jalan Batu Gantung – Air Salobar lewat OSM dialihkan lewat
Kudamati yang dihadang juga dengan Barikade Zig-Zag untuk mengontrol setiap
kendaraan termasuk Truk pengangkut Pasukan. (suatu rencana taktis yang baik)
k) Pemasangan Salib dengan tulisan mengusir suku BBM serta pernyataan sebagai basis Israel
mulai H + 1 pagi di jalan Dr. Kayodoe (Kudamati).
l) Pembakaran Pasar dan Toko-toko milik ummat Islam pada H Jam 22.00 s/d H + 1 dan
berkelanjutan dimana-mana dalam kota Ambon.
m) Becak dalam jumlah besar terjebak disektor Kristen, yang tidak dibakar diakui sebagai
milik gereja dan perorangan hasil membeli dari pemilik orang Islam yang sudah eksodus.
Cerita bohong yang sulit diterima apalagi sebelum ini tidak ada penarik becak orang
Ambon baik Islam maupun Kristen, penarik becak hanya dari Buton.
Semua kegiatan tersebut diatas yang melibatkan banyak orang (hasil konsentrasi) dengan
sasaran begitu luas tidak akan jalan kalau terjadi secara kebetulan.
Tindakan itu seragam, terkoordinir, sasaran tepat. Pada H + 2 mulai membakar dan
menjarah rumah milik orang Islam. Setiap rumah seperti sudah diplot dalam peta karena
dimana pun rumah Muslim mereka tahu dan didatangi oleh kelompok pembakar dari tempat
lain, masyarakat Kristen setempat berpura-pura mencegah tetapi sesungguhnya mereka ikut
memastikan letak sasaran

KONDISI KEAMANAN PADA AKHIR


DESEMBER 1999

SEMINGGU sebelum Ummat Islam memasuki bulan suci Ramadhan 1420 H, dan Kristen
mulai memasuki bulan Perayaan Natal, Gubernur Maluku mengambil inisiatif membangun

92
semangat menahan diri selama 1 bulan agar masing-masing pihak yang bersengketa merasa-
kan diri supaya dapat melakukan acara-acara spiritual dengan tenang dan khusuk.
Kesepakatan masyarakat di Kodya Ambon dan sekitar-nya itu diangkat dengan Deklarasi
Menahan Diri yang dibacakan oleh Gubernur.
Harapan untuk tenang beribadah ternyata tidak bertahan lama karena pihak Kristen
melakukan pelanggaran-pelanggaran lagi seperti biasanya pada sejumlah pelanggaran
perdamaian yang lalu. Kita meli-hat secara obyektif pelanggaran-pelanggaran lagi seperti
penjelasan dibawah ini.
DEKLARASI MENAHAN DIRI
Hasil kampanye menahan diri oleh Gubernur Maluku bersama beberapa tokoh agama
kepada masyarakat kedua belah pihak mengha-silkan kesepakatan untuk tidak saling
menyerang selama sebulan untuk menghasilkan kesepakatan untuk tidak saling menyerang
selama sebulan untuk memberikan kesempatan beribadah dengan khusuk. Karena adanya
itikad baik dari kedua belah pihak itu kemu-dian diangkat oleh Gubernur dengan
menyampaikan Deklarasi Mena-han Diri yang disaksikan oleh tokoh agama dari kedua belah
pihak dilanjutkan dengan Pernyataan Pemuda dari ketiga kelompok agama masing-masing
Islam, Protestan dan Katolik.
Acara seremonial pada tanggal 7 Desember 1999 yang diharapkan menghasilkan kesiapan
mental kedua belah pihak memasuki era rekonsiliasi seperti yang diharapkan Presiden Gus Dur
ternyata berantakan karena ketidak setiaan pihak Kristen terhadap janjinya.
Setelah Deklarasi pada tanggal 7 Desember 1999 itu keadaan kota Ambon dan sekitarnya
menjadi tenang sampai tanggal 13 desember 1999 sore. Presiden tiba bersama wakil Presiden
tanggal 12 Desember 1999 melaksanakan sejumlah acara diantaranya pada pertemuan dengan
para tokoh dari kedua belah pihak di ruang kerja Gubernur disampaikan oleh Presiden bahwa
penyelesaian masalah Kerusuhan Ambon diserahkan kepada orang Ambon sendiri, Pemerintah
pusat akan memberikan dorongan. Presiden meninggalkan Ambon pada hari itu juga
sedangkan wapres keesokan harinya setelah meninjau pengungsi tempat penampungan
pengungsi di lanal Halong
Segera terjadi pelanggaran pada hari itu juga yang berturut-turut dilakukan oleh pihak
Kristen yang tidak pernah setia terhadap janjinya. Pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat kita
lihat pada penjelasan dibawah ini;
a. Pada tanggal 13 Desember 1999 jam 09.30 WIT (hari yang sama Wapres meninggalkan
Ambon) massa Kristen desa Seriholo dan Tala (Seram Barat/Maluku Tengah) melakukan
konsentrasi massa-nya untuk menyerang desa Hualoy yang beragama Islam. Akibat-nya
terjadi bentrokan fisik yang menimbulkan korban 3 orang pihak Islam dan 2 orang pihak
Kristen.
b. Pada hari yang sama jam 20.30 ketika masyarakat Islam di desa Wayame sedang
melaksanakan shalat Tarawih dikejutkan dengan lemparan batu pihak Kristen sehingga
timbul ketegangan sepanjang malam.
c. Pada tanggal 14 Desember 1999 jam 14.15 WIT terjadi ledakan bom dan membakar sebuah
rumah kosong milik Kristen beberapa meter saja didekat pos penjagaan Polres P.Ambon
dan PP Lease. Bom tersebut disulut dengan obat nyamuk bakar sehingga ada waktu
tenggang untuk penyulutnya melarikan diri. Daerah tersebut tidak pernah didatangi pihak
Islam apalagi berbuat pelanggaran yang membuat cacat suatu janji.
d. Pada hari yang sama jam 14.30 WIT dijalan Yos Sudarso depan Pelabuhan seorang warga
Kristen menembak dari dalam kenda-raan yang diarahkan kepada para pejalan kaki,salah
seorang warga muslim bernama La Bada (20 tahun) terkena tembakan pada betisnya.
e. Pada Tanggal 15 Desember 1999 jam 23.30 terjadi pelemparan bom yang diarahkan kepada
Masjid Al-Huda kampung Dipo-negoro tetapi tidak mencapai sasaran, jatuh + 10 meter
dari Masjid yang dilakukan oleh masyarakat kampung Urimessing (kampung tetangga).
Bom tersebut tidak meledak tetapi mengenai dahi seorang warga Muslim yang bernama
Marjan Latupono yang berakibat luka. Karena itu acara Safari Ramadhan Gubernur ke
Masjid tersebut yang diacarakan pada tanggal 18 Desember 1999 dibatalkan karena
keamanan tidak dapat dijamin oleh aparat keamanan yang bertugas di desa tersebut.

93
f. Pada Tanggal 19 Desember 1999 Jam 15.00 WIT terjadi lagi pelang-garan oleh masyarakat
Kristen dari desa Rumah Tiga dengan sebuah kendaraan mobil Kijang berkecepatan tinggi
melintasi perkampungan Islam di desa Kota Jawa kearah desa Wayame sambil meneriakan
kata-kata menghina ummat Islam. Mengetahui bahwa mobil tersebut pasti akan kembali
lagi ke desa Rumah Tiga, maka masyarakat desa Kota Jawa memasang barikade.
Kendaraan yang kembali tersebut tidak berhasil menghindari barikade akhirnya terbalik
karena kecepatan tinggi. Kendaraan tersebut segera terbakar dan dari dalam kendaraan
terdengar bunyi bom. Perkelahian terjadi kemudian massa Kristen dari desa Rumah Tiga
menyerang dan membakar 13 buah rumah Muslim. Dalam kerusuhan tersebut pihak Islam
meninggal 2 orang dan Kristen 5 orang, salah seorang adalah pendeta yang ikut dalam
kendaraan tersebut. Dari dalam kendaraan tersebut juga ditemu-kan beberapa parang
tajam, suatu bukti bahwa pihak Kristen memancing lagi kerusuhan.
g. Pada Tanggal 22 Desember 1999 terjadi pertengkaran antara 2 orang pekerja pada
perusahaan kayu Wainibe Wood Industri (WWI) di desa Wainibe wilayah pulau Buru Utara
Barat. Perselisihan itu berlanjut dengan pembakaran sejumlah rumah milik pekerja pada
perusahaan tersebut dari warga pendatang asal Jawa. Kerusuhan tersebut akhirnya
melibatkan massa dari desa-desa tetangga yang berakibat besar dan meluas sehingga
timbul korban jiwa dan harta benda yang tidak kecil.
h. Pada Tanggal 26 Desember 1999 + jam 17.00 WIT tyerjadi penculikan seorang anak warga
Muslim bernama Fauzan Fakhrul Sarijan yang didahului serempetan mobil angkutan kota
milik Kristen di jalan Dr. Tamaela, anak tersebut diculik dan tidak jelas nasibnya. Ummat
Islam menjadi marah dan para Mujahidin keluar menyerang dan membakar Gereja Silo
yang jaraknya + 300 meter dari Masjid Al-Fatah.
PEMBAKARAN GEREJA SILO
Pada malam Tanggal 26 Desember 1999 sekitar jam 20.00, para Mujahidin yang marah sejak
sore hari menyerang dan membakar Gereja Silo yang berakibat ikut terbakar beberapa Gedung
didekatnya. Aparat keamanan sulit mengatasi kerusuhan yang dilakukan massa yang begitu
besar, karena itu aparat keamanan tidak berhasil mence-gah pembakaran tersebut apalagi
tembakan dari arah kelompok Kristen maupun kelompok Islam dengan menggunakan senjata
rakitan maupun standar militer terus berlangsung sehingga aparat keama-nan pun harus
berlindung tidak dapat berbuat apa-apa.
PECAH KERUSUHAN BABAK KE III
Setelah terjadi suasana tenang sekitar dua Minggu, artinya hanya terjadi insiden kecil-
kecilan walau kasus Seriloho dan Buru Utara Barat termasuk besar tetapi bukan didalam kota,
pecahlah kerusuhan Ambon babak ke III yang dipicu serangkaian tindakan provokasi pihak
Kristen seperti digambarkan diatas.
Kerusuhan babak ke III ini muncul dengan wajah yang jauh berbeda dengan 2 kerusuhan
sebelumnya. Kalau kerusuhan babak I pada tanggal 19 Januari 1999 korban pada umumnya
akibat benturan fisik kedua belah pihak dengan korban akibat bacokan parang, terkena panah
dan tombak.
Pada kerusuhan kedua korban besar pada umumnya akibat tembakan aparat keamanan
karena sulitnya menahan massa kedua belah pihak. Pada kerusuhan babak ke III ini korban
akibat tembakan peluru yang dilepaskan oleh kedua belah pihak dengan senjata rakitan atau
senjata organik militer dari perorangan aparat keamanan yang memihak pada masing-masing
kelompok agama. Korban bukan saja mereka digaris depan tetapi yang jauh digaris kedua juga
terkena tembakan sniper dari jendela-jendela gedung bertingkat yang dikuasai pihak Kristen.
Kerusuhan ke III ini memang tampil dengan nuansa baru dalam banyak hal.
KERUSUHAN BERKEMBANG KE LUAR PULAU
Kerusuhan yang telah berkembang menjadi perang agama dengan berbagai
permasalahannya begitu komplex menimbulkan dendam yang dalam akibat kerugian jiwa
kedua belah pihak yang besar terma-suk kerugian materi. Dendam itu berkembang keseluruh
Maluku yang dibuktikan dengan terjadinya kerusuhan di Kepulauan Banda, Kepulauan Kai
Kecil dan Kai besar, P Seram, P Haruku, P Saparua, P Buru, P Ternate, P Tidore, desa-desa P
Halmahera dan Morotai. Peme-rintah daerah dan aparat keamanan menjadi sulit
menyelesaikan, bahkan sekedar mengajak masyarakat untuk menahan diri sebulan saja agar

94
acara-acara keagamaan selama bulan Desember dapat dilak-sanakan dengan khusuk, ternyata
tidak berhasil.
Kerusuhan di Desa Tobelo dan Galela telah menimbulkan korban ummat Islam mencapai
450 orang disamping harta bendanya dibakar. Ternyata dendam kedua belah pihak ini telah
membakar semangat untuk saling membunuh. Karena itu telah tampak kerusuhan ini
cenderung terus membesar dan akan merambat ke berbagai tempat di Maluku. Aparat
keamanan dan Pemerintah daerah akan mengalami kesulitan besar dan mungkin sekali
kesulitan itu akan semakin mem-besar.
Gambaran akan kesulitan yang terus membesar itu sudah tampak karena pihak Kristen
tidak mempercayai keberadaan aparat keamanan yang dinilai TNI itu adalah tentara Nasional
Islam. Menuduh TNI sebagai Tenatara Nasional Islam itu berkaitan erat dengan upaya mereka
untuk meminta bantuan Sekjen PBB untuk turun tangan de-ngan mendatangkan tentara
internasional. Rekayasa seperti itu akan mempersulit pemerintah apabila tidak berhasil
mengungkap bahwa kasus ini didalangi oleh RMS sebagai perencana dan pelaku kerusuhan
untuk kepentingan politik yang lebih besar yang diperkirakan sebagai realisasi tujuan Kristen
yang lebih besar di Indonesia.
Kalau RMS berhasil dibongkar maka kasus kerusuhan ini dapat dianggap permasalahan
bangsa Indonesia yang berdaulat, berhak mengurusi permasalahan separatis dari sekelompok
masayarakat yang ingin memisahkan diri untuk mendirikan negara sendiri.
PIHAK KRISTEN MEMUSUHI APARAT KEAMANAN
Dipertengahan bulan Desember 1999 ini pihak Kristen mengisukan TNI adalah Tentara
Nasional Islam yang memusuhi kaum Kristen. Memang ada oknum-oknum anggota TNI
terpaksa bereaksi memusuhi kaum Kristen tetapi karena mereka gagal memerankan diri
sebagai prajurit Sapta Marga setelah merasakan sejumlah pengalaman pahit, rekannya
terbunuh terus menerus dan yang luka berat cukup banyak. Diakhir Desember tercatat sekitar
parjurit yang gugur dan yang luka berat/ringan akibat tindakan pihak Kristen yang secara
terang-terangan memusuhi personil TNI.
Terjadinya oknum TNI memusuhi kelompok Kristen tidak terjadi secara mendadak, tetapi
melalui suatu proses alamiah, artinya berkembang perlahan dan merupakan reaksi logis atas
pengalaman perlakuan yang diterima. Bahkan apabila dikaitkan dengan sikap ketidakadilan
Max Tamaela selaku Pangdam XVI/PTM maka ia dapat disebut sebagai pemicu utama.
Beberapa pelanggaran prajurit TNI diusut dengan membentuk tim pengusut atau ditangani
Pomdam XVI/PTM sedang pelanggaran pihak oknum prajurit Kristen tidak ditanganinya
secara wajar bahkan dibiarkan melakukan hal-hal yang membahayakan keberadaan prajurit
dan massa Islam karena mereka bebas membawa senjata.
Proses alamiah dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut;
a. Beberapa kasus penyerangan terhadap ummat Islam seperti peristiwa Wailete, Air Bak dan
Dobo tidak ditangani secara wajar karena oknum anggota polisi yang menangani kasus-
kasus tersebut diatas mempetieskan, ternyata mereka beragama Kristen.
b. Kasus awal perkelahian di Batu Merah segera diputar balikkan faktanya oleh oknum
anggota polisi dengan melapor ke kapolda dan diteruskan ke Kapolri sehingga keluarlah
penjelasan Kapolri dan terbalik dan keliru tentang perkelahian pengemudi angkutan kota
yang dipalak/peras.
c. Keberpihakan anggota Polri diperjelas dengan peranan Irpolda Kol.Pol Siahaya yang terus
mendukung ketidak adilan dalam penangan kasus kerusuhan Ambon.
d. Perlakuan tidak adil dan selalu memihak secara terang-terangan yang dipertontonkan oleh
Pangdam XVI/PTM dalam menangani pelanggaran prajurit TNI di lapangan dapat
dibuktikan oleh Kapomdam dan keseluruhan perwira di Makodam XVI/PTM atas berbagai
hal yang berakitan dengan proses penyelesaian kasus kerusuhan Ambon.
e. Pemutar balikan fakta oleh Pangdam XVI/PTM terhadap berbagai kasus yang dapat
merugikan posisi Kristen seperti pembakaran Asrama OSM yang dikatakan sebagai akibat
hubungan pendek listrik. Para Anggota yang dirugikan tidak dibenarkan berpen-dapat lain
walaupun mereka menyaksikan sendiri.

95
f. Dua orang Bintara Zidam XVI/PTM yang sedang bertugas me-ngangkut bahan bangunan
dengan truk dinas dihadang dan dibunuh kemudian dibakar. Oleh Pangdam XVI/PTM
dikatakan sebagai resiko Dinas.
g. Penembakan terhadap sejumlah anggota TNI diperjalanan mau pun di Pos penjagaan tidak
dilakukan pengusutan dan pence-gahan sehingga jiwa anggota-anggota tersebut terancam
yang terpaksa meninggalkan pos yang berakibat kerugian bagi masya-rakat Islam di
daerah tersebut.
h. Korban yang terus menerus yang disergap dan dibunuh bahkan ada yang dibakar didalam
Masjid (Masjid An-Nashar OSM).
i. Pembakaran dan perusakan terhadap Masjid-Masjid, dipasangnya tanda salib pada puncak
kubah beberapa Masjid setelah dilakukan perusakan maupun beberapa cara pelecehan
terhadap agama Islam jelas akan mempengaruhi kesadaran seorang Prajurit Islam.
j. Korban para Syuhada dalam jumlah besar jelas mempengaruhi semangat ukhuwah
Islamiah yang dapat mengganggu sikap pra-jurit Sapta Marga.
k. Setiap ada anggota TNI yang korban dipos akibat tembakan gelap pihak Kristen maupun
korban pada saat melerai kerusuhan selalu ditolong oleh massa Islam kemudian diusung
beramai-ramai sambil meneriakan kalimat Allahu Akbar dan Syahadat Laa Ilaha Illallah
Muhammad Durasulullah sepanjang perjalanan sampai RS Al-Fatah.
l. Sniper-sniper Kristen yang setiap terjadi bentrokan massa kedua belah pihak selalu
menimbulkan korban dengan menembak dari posisi tersembunyi dengan berpakaian
preman.
m. Penyergapan dan diserati pengusiran personil militer dan kelu-arganya dari beberapa
Asrama seperti Asmil OSM, Mess Manise, Kompleks tapal Kuda dan beberapa rumah
diluar kompleks. Penghuni terpaksa meninggalkan rumah tanpa mengangkat barang yang
kemudian dijarah dan dirusak. Semua itu bisa terjadi karena anggota-anggota tersebut
telah dicabut senjata perorangan, termasuk para perwira menengah.
n. Perpecahan antara prajurit Kristen dan Islam di Makodam terutama diantara Perwira yang
merasa keselamatannya terancam sehingga mereka tidak dapat bertugas ke Makodam.
Rangkaian peristiwa dan perlakuan yang dialami diatas oleh rata-rata prajurit yang
beragama Islam telah menimbulkan perpecahan dan keberpihakan dalam jumlah yang besar
kepada kelompok agama masing-masing. Karena itu apabila terjadi kerusuhan dimalam hari
beberapa oknum prajurit melibatkan diri pada kelompok massa dari agama masing-masing
dengan menggunakan senjata (anggota satuan tempur).
Dari keseluruhan kasus korban prajurit TNI, maka dapat disimpul-kan bahwa secara
khusus pihak Kristen telah dengan sengaja melaku-kan penyerangan dan pembunuhan
terhadap prajurit yang bertugas dilapangan maupun dikediaman masing-masing.
Dengan begitu dapat kita saksikan bahwa prajurit yang melerai kerusuhan sejak bulan
Nopember dan Desember tidak dapat lagi me-ngambil posisi berdiri dan mengarahkan
larasnya keatas tetapi mereka terpaksa harus berlinndung untuk menghindari tembakan senjata
rakitan yang dimiliki massa maupun penembak gelap oknum TNI / Polri.
Kalau sudah demikian kenyataan dilapangan maka sulit dibantah bahwa TNI sedang
berhadapan dengan RMS

PERKEMBANGAN KE DEPAN

KEHIDUPAN rukun yang kita rasakan sebelum kerusuhan terjadi haruslah kita akui sejujur-
jujurnya bahwa yang terjadi itu adalah kepura-puraan, kita tutup rasa curiga dihadapan, tetapi

96
dibelakang kita berkeluh kesah menerima perlakuan yang terasa kurang adil. Rasa mengalah
terus sejak jaman penjajahan Belanda kita terima sampai 54 Tahun Indonesia Merdeka.
Kita akui bahwa dalam hubungan berkawan orang-perorangan begitu akrab dan manis
tetapi dalam hubungan besar antara masya-rakat Kristen dan masyarakat Islam selalu ada
sesuatu yang menggan-jal karena Kristen dalam hubungan orgnisasi memiliki tujuan yang
mendiskriditkan pihak Islam. Hal seperti itu menjadi rahasia umum bagi kita ummat Islam,
mereka begitu solid sehingga bisa merenca-nakan banyak hal dan berjalan mulus.
Peristiwa Idul Fitri Berdarah ini merupakan puncak dari rencana jahat yang selama ini
dilaksanakan. Melihat tujuan pembersihan Muslim di Ambon (Maluku) tampaknya mereka
belum berhasil, karena itu apakah benar kasus ini akan segera berakhir mengingat kedua belah
pihak belum siap memasuki fase penghentian permusuhan.
KERUKUNAN SEMU.
Kerukunan antara masyarakat Islam–Kristen selama ini semu, karena secara teratur lewat
GPM dipompakan terus kebencian terhadap masyarakat Islam. Setelah terjadi kerusuhan yang
telah berkembang menjadi perang agama ini, maka kerukunan yang semu itu telah sirna
diterjang banjir darah dan amukan api yang membakar pada kedua belah pihak. Dendam yang
dalam dan kebencian akibat saling bunuh dan bakar itu terus berkembang. Kalau begitu
bagaimana prospeknya ke depan? Semua itu sangat tergantung pada proses penyelesaian ke
depan, bila penyelesaian itu jujur, normal sesuai kaidah hukum yang berlaku tidak perlu ada
kepentingan lain maka upaya penyelesaian akan bisa berhasil. Sekali lagi penyelesaian itu bisa
berhasil bila ada kemauan yang keras tanpa ada embel-embel kepentingan apapun. Yang salah
dihukum jangan mencari-cari yang akan disalahkan (Kambing Hitam). Apabila hal itu terjadi
maka pihak yang ditugaskan menyelesaikan akan ikut bertanggung jawab karena tidak akan
selesai permasalahan ini dalam arti sesungguhnya. Mengapa begitu ? Pihak Kristen akan terus
memaksa kehendaknya di waktu yang akan datang sedangkan yang Islam tetap mendendam
karena mendapat perlakuan tidak adil berikutnya yang dipaksakan dalam proses penyelesaian.
Karena itu perdamaian semakin jauh dan kehidupan penuh curiga semakin berkembang, ada
garis imajiner yang memisahkan kehidupan kedua masyarakat ini untuk waktu yang lama.
Tetapi kemungkinan yang lebih baik terbuka lebar asalkan ada kejujuran, objektivitas dan
kemauan baik (Political Will). Penyelesaian yang jujur itu tidak akan menimbulkan kerugian
bagi masyarakat banyak Kristen sebab mereka sekedar alat untuk mencapai tujuan politik
GPM/RMS yang terkait dengan kepentingan Kristen se-Indonesia / se-Dunia. Mereka akan
terbebas dari berbagai tuntutan, yang dikejar adalah elit dan tokoh yang menjadi aktor
intelektual.
Di masyarakat Islam justru terjadi hal sebaliknya sebab masyarakat Islam secara
keseluruhan telah dijadikan objek kepentingan politik pihak Kristen (dalam hal ini Para Aktor
Intelektual). Orang perorangan ummat Islam telah menjadi sasaran pembunuhan, pembakaran
dan pengusiran (pembersihan). Mengatasi permasalahan dendam ummat Islam jauh lebih berat
karena kerusuhan ini telah memasuki sektor paling rawan (Agama).
Memahami permasalahan seperti itu maka perdamaian dimulai dengan penyelesaian
masalah pokok yaitu organisasi perencanaan dan penggerak kerusuhan (Moslem Cleanship)
harus dibongkar para elitnya ditangkap, diperiksa, diajukan ke pengadilan dan dikenakan
hukuman sesuai aturan hukum bagi ide separatis dan kejahatan berencana ini. Sesudah tidak
ada lagi otak penggerak ide separatis atau kepentingan politik tertentu barulah perdamaian itu
dapat diwujudkan secara alamiah tidak dipaksakan. Seremonial sebesar apapun tidak punya
makna, bila semangat untuk hidup damai itu belum ada, perasaan dan pikiran mereka masih
dipenuhi keinginan mengusir Islam dari Maluku.
MEMBANGUN PERDAMAIAN YANG SESUNGGUHNYA.
Kita harus merubah cara berfikir yang seremonial dan prestatif, upacara besar
mengacarakan damai tidak jadikan lahan yang subur untuk menanam pohon perdamaian.
Pohon itu keliru berbau prestatif untuk kepentingan elit padahal kita sadar betul bahwa lahan
itu gersang pohon perdamaian segera kering dan mati. Marilah kita cari lahan yang benar-
benar subur karena cukup unsur hara didalamnya. Kita perlu menghilangkan dulu hama yang
selama ini telah menim-bulkan penyakit seberat ini. Pangkas habis oknum dan organisasi
perusak itu, baru kita kembangkan semangat hidup rukun tidak de-ngan cara paksa tetapi

97
nikmatnya hidup rukun menjadi daya tarik yang alamiah. Program kampanye perlu karena
harus diprogramkan diperkenalkan dan dirangsang, diajak mau mengerti menutup pelu-ang
anasir yang akan menggagalkan. Di atas lahan semangat hidup rukun itulah kita tanamkan
bersama pohon perdamaian itu.
Insya Allah akan tumbuh perlahan, akarnya menguat tahan terpaan angin keras, ia tumbuh
semakin subur kalau kita pelihara terus diberi pupuk dan hilangkan setiap hama yang
menempel.
Maluku milik kita semua sebagai bagian tak terpisahkan dari negara kesatuan RI yang
direbut dari penjajah dengan jiwa, darah dan air mata

KESIMPULAN

ERUSUHAN Ambon yang dipicu untuk mencapai tujuan


K
politik telah menerobos masuk ke dalam wilayah yang amat rawan yaitu penghinaan
kepada agama Islam dan pembersihan masyarakat yang beragama Islam. Apa yang terjadi ini
oleh ummat Islam di Ambon dan sekitar dinilai sebagai pihak Kristen melancarkan perang
agama.
Penyelesaiannya harus jujur, objektif dan transparan karena itu harus oleh pejabat yang
bersikap adil bisa menyatakan bersalah kepada mereka yang berdasarkan fakta dan hukum
yang berlaku adalah pihak yang bersalah. Tuntutan ummat Islam adalah dilakukan dahulu
tindakan penyelesaian yang tuntas membongkar organisasi perencana dan pelaku serta para
aktor intelektualnya kemudian menghukum mereka.
Perdamaian diproses secara alamiah tidak ada pemaksaan yang berakibat semu dan rawan,
yang didahulukan adalah tidak adanya kemauan kedua bela pihak untuk saling menyerang.
Insya Allah damai yang hakiki bisa tercapai, tetapi sekali lagi memperhatikan proses alamiah

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Lampiran A:

Dalam tiap kasus pada lampiran ini mengandung unsur Tempat Kejadian (TKP), Tanggal / waktu yang
berurutan dan Korban rumah / Masjid / Kendaraan.
Lampiran B :

Kedua lampiran ini adalah hasil penulisan untuk Harian Suara Maluku yang gagal dimuat. Ditempatkan
sebagai lampiran dalam Buku putih ini untuk memperjelas bahwa pihak Kristen telah melakukan perencanaan
untuk aksi kerusuhan ini jauh sebelum tanggal 19 Januari 1999

Lampiran : A

PEMBUKTIAN DENGAN 3 FAKTOR

98
1. Tanggal 16-18 Nov’98 Jam 15.00 WIT
Depan Makorem 174/PTM
Demo kekerasan menghujat TNI dalam rangka membuat TNI mental Break Down (Periode Perencanaan tahap
Pematangan situasi).
Korban Mahasiswa UKIM dan UNPATTI luka berat/ringan 70 orang serta aparat keamanan 25 orang luka berat
ringan juga.
2. Tanggal 20 Nov’98 jam 20.00 WIT
Kantor Gubernur Daerah Tingkat I Maluku
Rapat pertanggung jawab DANREM 174/PTM tentang kasus Batu gajah beradarah (lihat lampiran D).
Danrem 174/PTM dilecehkan dan dihujat seperti pengadilan oleh para Pendeta 5 orang dan Pastor juga 5 orang.
Sedangkan perwakilan tokoh Islam hanya 3 orang dan yang sempat berbicara hanya 2 orang.
Kolonel Hikayat selaku objek Hujatan tidak diberi kesempatan memberikan tanggapan sebagai jawaban /
beladiri
3. 13 Desember 98
Desa Wailete (Kampung Islam)
Penyerangan dan pembakaran desa Wailete (Islam) oleh massa Desa Hative besar (Kristen) yang penyebabnya
hanya pesta yang tidak tertib. Tidak ada perlawanan pihak Islam mereka hanya menyelamatkan diri dengan pakaian
di badan saja. Seluruh rumah dalam kampung terbakar.
Tidak ada pengusutan yang jelas oleh Polri.
4. 27 Desember’98

Desa Bak Air (kampung Islam)


Pelemparan oleh masyarakat desa Tawiri terhadap rumah-rumah desa Bak Air (Islam) hanya karena Babi dari
desa tawiri yang memasuki kebun masyarakat desa Bak Air dilempar. Tidak ada pengusutan dari pihak Polri.
5. 14 Januari 99

Dobo Ibukota Kecamatan P. Aru (Mayoritas Kristen)


Di Dobo kecamatan P.Aru (Mayoritas Kristen) menyerang warga muslim dikampungnya menimbulkan korban 8
orang meninggal. (Pemanasan menjelang tanggal 19 januari Hari H)
6. 16 Januari’ 99
Didesa Batu Merah atas terjadi pelemparan terhadap rumah Imam Masjid Al-Mustaqim oleh pemuda-pemuda
kristen dari desa Karang Panjang (Pemanasan pihak Islam tidak mengerti)
7. 19 Januari’ 99
Di kota Kecamatan. Dobo setelah selesai shalat Idul Fitri 1 Syawal 1419 H massa Kristen menyerang lagi
masyarakat Islam diperkampungannya. Korban 55 buah rumah milik ummat Islam terbakar. Peristiwa ini
sesungguhnya dalam rangka Hari-H Jam-J secara bersamaan dengan peristiwa kerusuha Ambon, tetapi Peristiwa
Dobo mendahului beberapa jam kemungkinan ada perubahan waktu tetapi pihak Kristen di Dobo tidak
mengatahuinya. (Mendahului pelaksanaan di Ambon)
8. Jam 14.00
Di Desa Batu Merah (Islam) Ambon terjadi pemalakan yang katanya oleh Usman terhadap Yopie sedangkan
ummat Islam melihatnya sebagai hal yang terbalik. Berkelanjutan dengan perkelaian massal dan dibakarnya 2 buah
rumah yang letaknya diantara desa Batu Merah dan Mardika.
Terbakarnya 2 rumah ini sebagai tanda dimulainya penghancuran terhadap ummat Islam.
9. Jam 16.30
Terjadi di Kampung Waringin Batu Gantung (Islam BBM). Intimidasi dan ancaman oleh masyarakat desa
Kudamati dan Batu Gantung (Kristen) untuk menakut-nakuti sambil mengusir warga kampung tersebut yang pada
umumnya dari suku BBM agar segera tinggalkan Ambon. Dengan yel-yel Hidup RMS Mena Moeria Menang (Salam
Kebangsaan RMS). Masyarakat Islam diberi beberapa waktu sampai malam nanti jam 24.00 untuk segera mengungsi
karena akan dilakukan pembakaran kampung itu dan yang tidak mengungsi akan dibunuh.
10. Jam 17.30
Terjadi pengungsian Masjid Raya Al-Fatah Ambon
Pengusiran terhadap penghuni Islam yang berumah di tengah Kampung Kristen (BBM)
Sehingga terjadi ribuan massa Islam mengungsi ke Masjid Al-Fatah Ambon
11. Jam 18.00
Jalan Raya disektor Kampung Kristen
Di jalan-jalan raya pada sektor perkampungan Kristen terjadi pembakaran kendaraan bermotor roda 4 and roda
2 serta ratusan becak milik ummat Islam. Akibat pembakaran ini menimbulkan bekas terbakar pada aspal yang
dapat dijadikan saksi bisu yang tidak mungkin berbohong. Pada jalan Raya di sektor Islam tidak terdapat
pembakaran kendaraan milik Kristen ( aspal bekas terbakar tidak ada, kecuali pada Kerusuhan II.
12. Jam 18.30 WIT

99
Kampung Diponegoro diserang oleh kampung Kristen diatasnya dengan lemparan puluhan Bom Molotov dan
usaha pembakaran rumah-rumah Muslim di Kampung diatas. Usaha ini dapat digagalkan oleh aparat keamanan
yang segera tiba. Kampung Kristen diatas kampung Diponegoro ini tidak terdapat jalan untuk kendaraan roda dua
padahal mereka menggunakan bom molotov yang bahan bakunya bensin. Itu menandakan bahwa mereka sengaja
menyediakan bahan bakar untuk tujuan pembuatan bom molotov.
Pukul 19.00 WIT
Pembakaran di Kampung Waihaong terhadap sebuah Gereja dan beberapa rumah Kristen yang terjepit diantara
dua kampung Islam yang besar oleh para pemuda yang bereaksi atas serangan bertubi-tubi terhadap sejumlah
kampung Islam dan pembakaran kenadraan bermotor milik ummat Islam di Jalan-jalan raya pada sektor Kristen.
Pukul 21.00 WIT
Kampung Batugantung Waringin diserang lagi oleh massa Kristen dari Batu Gantung dan Kuda Mati. Massa
Islam yang belum mengungsi dipaksa segera meninggalkan kampung ini karena akan dibakar, apabila masih
bertahan akan terjadi pembunuhan.
Tanggal 20 Januari 1999 - Pukul 01.00 WIT
TK, SD Yayasan Al Hilal dibakar oleh massa Kristen yang datang dari kompleks Gereja Maranatha ikut dibakar,
tempat praktek Notaris Abua Tuasikal, SH.
Pukul 02.30 WIT
Masjid As Sa’adah di kampung Karang Panjang dibakar oleh massa Kristen dari kampung sekitarnya. Masjid ini
adalah yang diserang sesudah menyerang Masjid Raya Al Fatah pada pukul 22.00. Masjid ini berhasil dibakar habis
padahal baru saja diresmikan setelah melalui proses pembangunan yang panjang selama 9 tahun.
Pukul 02.30 WIT
Kampung Diponegoro atas diserang lagi dan berhasil membakar 3 buah rumah tetapi segera dapat dipadamkan
oleh massa Islam.
Pukul 02.30 WIT
Perusakan rumah-rumah Islam disepanjang Jl. Nn. Sar Sopacua dirusak dan dijarah oleh massa Kristen dari
kampung sekitarnya.
Pukul 03.00
Pasar Mardika, Pasar Gambus dan Pertokoan Pelita dibakar oleh massa Kristen dalam jumlah besar yang datang
dari tempat konsentrasi dari lapangan Merdeka. Pasar-pasar tersebut yang umumnya terdapat Toko, Kios dan
tempat usaha ummat Islam, dibakar habis, sedangkan deretan pertokoan milik China diselamatkan.
Pukul 04.00
Rumah-rumah ummat Islam di kampung OSM dibakar oleh ummat Kristen dari arah Kudamati.
Pukul 05.00
Masjid Raya Al Fatah diserang untuk yang kedua kalinya bertepatan dengan sedang berlangsungnya shalat
Subuh sehingga menimbulkan kepanikan para pengungsi, tetapi dapat dihalau oleh aparat keamanan dan massa
Islam
Pukul 08.00
Kampung Waringin diserang untuk yang ketiga kali oleh massa Kristen dari Batu Gantung dan Kudamati
membakar habis rumah-rumah suku BBM di Kampung itu, kecuali Masjid Al Muhlisin berdiri tanpa cacat.
Pukul 08.00
Pembakaran rumah rumah Muslim di Pohon Puleh dan Jl. Baru oleh massa Kristen yang daerah asalnya tidak
jelas, sejumlah rumah Islam dan Pasar Buah terbakar.
Pukul 08.30
Masjid An Nur di. Jalan A.M. Sangaji diserang oleh massa Kristen yang datang dari Jl. Anthony Rebook, usaha
pembakaran berhasil di padamkan oleh Ummat Islam dan Massa Kristen berhasil dipukul mundur.
Pukul 09.00
Massa Islam dai Jazirah Leihitu bergerak ke Ambon untuk memperkuat pertahanan Masjid Raya Al Fatah, tetapi
di tengah jalan dihadang massa Kristen di Kampung Benteng Karang. Terjadi bentrokan fisik yang mengakibatkan
rumah-rumah Kristen dan beberapa Gereja dibakar habis. Massa ini berhasil melannjutkan perjalanan ke Ambon
tetapi dihadang oleh satuan Brimob di Desa Air Besar Passo. Ketika mereka kembali dihadang oleh massa Kristen di
Kampung Negeri Lama, Nania dan Durian Patah. Bentrokan fisik di ketiga desa ini mengakibatkan terbakarnya
rumah-rumah Kristen dan Islam serta Gereja.
Pukul 10.00
Masjid Raya Al Fatah diserang untuk yang kedua kali, mereka berhasil mencapai perempatan jalan di depan
Masjid Raya Al Fatah, tetapi berhasil dihalau oleh massa dari Waihaong
Pukul 10.00
Massa kristen dari Kudamati dan Batu Gantung Dalam menyerang lagi ke kampung Batu Gantung Waringin
dengan tujuan mengusir semua warga BBM untuk keluar dari Kampung tersebut. Pengungsian besar-besaran terjadi
lagi ke Masjid Raya Al-Fatah Ambon.

100
Tanggal 21 Januari 1999
Pukul 06.00. Kampung Diponegoro. Massa Kristen menyerang dan membakar rumah-rumah milik warga
Muslim di Diponegoro Atas. Pardeis Tengah (Kp. Islam) Massa Kristen dari arah jalan Said Perintah menyerang
serta membakar rumah milik warga muslim di kampung Pardeis Tengah.
Jam 06.10
Kampung Wailette diserang kembali oleh massa Kristen dari Desa Hative Besar. Masjid dibakar serta mengusir
semua warga Muslim yang ada.
Kampung Pardeis Tengah kembali diserang, rumah-rumah Muslim dibakar
Jam 16.00
Di Kampung Waihaong bertempat dirumah Edwin Manuputty (Peg. BAPPEDA Tk. I) ditemukan sebuah
dokumen RMS yang ditanda tangani oleh Presiden RMS F.J.L. Tutuhatunewa.
Jam 20.30
Di Jalan Baru dan Pohon Pule, rumah-rumah warga muslim diserang dengan menggunakan Panah Api (Panah
Wire) dari arah Gereja Silo, sehingga rumah-rumah Muslim yang berada di belakang Gereja Silo musnah terbakar.
Tanggal 22 Januari 1999
Pukul 12.00 WIT Rumah-rumah di OSM diserang oleh massa Kristen dari kampung-kampung Kristen
sekitarnya seperti Kuda mati, Benteng Tapal Kuda dll.
Pukul 16.00
Menhankam Pangab Jenderal TNI Wiranto melakukan kunjungan di Ambon dan mengadakan Tatap Muka
dengan tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat dan Muspida membicarakan Kasus Kerusuhan Ambon dan mencari
solusi damai.
Pukul 18.30
Pangab / Panglima TNI mengeluarkan Instruksi Perintah Tembak Ditempat bagi warga yang membawa Senjata
Tajam dan tidak mau menyerahkannya..
Tanggal 23 Januari 1999
Pukul 10.40 di Kampung Mangga Dua, massa Kristen membantai dengan membakar 5 orang Muslim asal
Waihaong yang sedang melewati Mangga Dua dengan menggunakan mobil truk, yaitu : La Tisa (Supir ), La Halilu
(Peg, Cool Storage), La Haini (Peg, Cool Storage), Baharudin (adik Supir), Mustafa (Anak Lasanu). Mayat-mayat
tersebut dibakar kemudian ditimbun dengan sampah.
Pukul 12.00 – 14.00
Kampung Banda (O S M) diserang dengan membakar rumah-rumah milik warga Muslim.
Pukul 14.00
Bertempat di Kampung Tanah rata ( Jl. Jenderal Sudirman ) seorang Aparat Keamanan menembak seorang
muslim Pegawai. Kantor Asuransi Jasa Raharja Cabang Ambon),
Jam 21.30 WIT
Di daerah Gudang Arang (Benteng) Massa Kristen melakukan pengroyokan terhadap anggota Kostrad yang
berasal dari Bali dan senjata dirampas, Korban dibacok hingga tewas.
Pukul 21.45
Di Jalan Jenderal A.Yani, massa Kristen melakukan penggeledahan KTP terhadap warga muslim yang sedang
dievakuasi, Aparat keamanan yang mengawal pengungsi mengeluarkan tembakan peringatan kearah massa Kristen
yang bringas itu. Dan salah satu Polwan dibacok oleh massa.
Tanggal 24 Januari 1999
Jam 21.40 WIT di Kampung Karang Tagepe diserang oleh massa Kristen dari Kudamati. Massa melakukan
penggedoran terhadap rumah-rumah warga Karang Tagepe dan memerintahkan agar semua laki-laki keluar dari
kampung dan mengancam tidak boleh kembali, bagi yang kembali berarti melawan. Sedangkan kaum perempuan
masih diberi kesempatan untuk pelan-pelan mengurus dan menyelamatkan anak-anaknya untuk dibawa pergi.
Setelah kaum Perempuan keluar dari kampung, pada malam itu juga kampung dibakar habis termasuk Masjid Al
Husaim. Pada siang harinya salah satu Imam Masjid kembali ke kampung bermaksud mau menyelamatkan barang
yang tersisa, tapi malang Pak Imam tersebut malah dibunuh.
Tanggal 2 Februari 1999
Jam 11.00 WIT
Insiden terjadi di Terminal Mardika. Seorang penumpang angkot turun dari mobil dengan tidak mau membayar
ongkos ( Pasasi ), Sopir dan Kernet menagihnya tetapi tetap tidak mau membayar bahkan penumpang tersebut lari.
Disaat melarikan diri orang yang melihatnya berteriak copet-copet kemudian dikejar massa, pada saat itu aparat
keamanan yang bertugas di Pasar mengeluarkan tembakan. Massa semakin panik ditambah lagi Patroli Helikopter
juga mengeluarkan tembakan. Tidak berapa lama secara bersamaan/serempak terjadi dibeberapa Instansi
Pemerintah yaitu di Dinas Tanaman Pangan, di Dinas Kesehatan, Dinas Perkebunan dan di Kanwil Sosial Karang
Panjang yaitu pegawai-pegawai yang beragama Islam dicari dan dikejar untuk dibunuh, oleh massa Kristen,
sementara pegawai lain yang melihat membiarkannya. Dari pengejaran itu Pegawai Dinas Kesehatan ( Maryan

101
Maruapey) dicegat dan dibunuh sehingga meninggal dunia. Dalam waktu singkat suasana kota saat itu menjadi
tegang yang sangat, sebagian warga/petugas keamanan tidak mengetahui sebab musababnya, hampir semua jalan-
jalan diblokkir sehingga jalan-jalan macet total.
Tepat Pukul 11.00 6 Orang Menteri tiba. Di Ambon. Tatap muka para Menteri yang diadakan di Aula Kantor
Gubernur hanya dihadiri oleh sebagian Tokoh Masyarakat. Para undangan tidak semua bisa hadir karena hampir
semua jalan-jalan diblokade.
Jam 08.30 WIT

Urimessing
Seorang warga Muslim bernama Ali Helmi Tuasamu dibacok oleh 6 orang Pemuda Kristen di jalan Diponegoro.
Penyerangan terhadap para pengungsi Muslim dari Karang Tagepe yang berlindung dalam tenda-tenda kompleks
Transmisi RCTI/SCTV Gunung Nona. Salah satu orang kena bacok.
Tanggal 3 Februari 1999

Jam 14.00 WIT


Kairatu (Ibu Kota Kecamatan Seram Barat). Warga Desa, Rumberu dan Rumalatu mengadakan Pesta Makan
Patita Damai dengan masyarakat Muslim Kairatu. Ternyata dibalik Pesta itu ada rencana jahat kaum Nasrani.
Mereka datang dengan membawa Senjata Tajam, Tombak dan Panah sehingga suasana Pesta tadi bukan dijadikan
wahana Perdamaian melainkan justru berubah menjadi ajang pertempuran. Dalam insiden itu 4 orang warga
Muslim terkena panah Rencana makan patita damai antara warga Kairatu Rumberu dan Rumalatu dengan
masyarakat Muslim Kairatu. Pertikaian meluas menjadi pembakaran Pasar, rumah-rumah Muslim disekitar Masjid.
Tanggal, 4 Februari 1999
Jam 05.30 Desa Waraloki yang sedang melakukan Shalat Subuh diserang oleh massa dari Desa Kamariang
dipimpin oleh Letda Sitorus, akibatnya 7 orang warga Muslim meninggal dunia.
Jam 10.30
Kota Kairatu kembali diserang oleh Massa Kristen yang datang dari kampung-kampung yang berada di
pegunungan, sehingga 40 buah rumah terbakar.
Tanggal 8 Februari 1999
Pukul 11.00 di Desa Batu Merah untuk pertama kalinya dilempari dengan bom-bom rakitan.
Tanggal 13 Februari 1999
Tertangkap 6 orang Kristen asal Maluku Tenggara yang melecehkan Islam dengan menghujat Rasulullah dan
menulis “Yesus Maju Terus” pada rumah warga Muslim disimpang tiga air besar STAIN-Ahuru.
Tanggal 19 Pebruari 1999
Warga Kristen di desa Passo melempari mobil penumpang DE. 401 AU yang dikendalikan oleh Sapri.

Lampiran : B

Pelanggaran Perdamaian Akbar


Kristen terbukti tidak berkehendak untuk perdamain karena sasaran yang direncanakan belum tercapai. Pihak Islam
sekalipun tidak melanggar perjanjian damai yang telah di ikrarkan. Tidak pernah ada sangsi untuk pihak Kristen
yang melakukan pelanggaran sebagai berikut:
1. Kesepakatan damai tanggal 23 Januari 1999 jam 20.00 WIT dihadapan/ disaksikan Menhankam / Pangab yang
dilaksanakan di Aula Makorem 174/PTM.
Kamis, 21 Januari 1999
- Menhankam/Pangab Jenderal TNI Wiranto melakukan perte-muan dengan tokoh-tokoh agama di Makorem
174/PTM.
- Pertemuan pukul 20.00 WIT telah diadakan kesepakatan damai yang ditanda tangani oleh kedua kelompok dari
masing-masing tokoh/pimpinan Organisasi keagamaan.
- Kesepakatan damai dihadapan Menhankam/Pangab ternyata tidak menghasilkan kemajuan berarti karena sesudah itu masih terjadi
tindak kekerasan secara sistematis oleh pihak Kristen sedangkan Pendeta/Pastor penanda tanganan kesepakatan damai tidak bertindak
apapun (delay action). Oleh karena itu sejumlah pelanggaran dibawah ini harus dipertanggung jawabkan antara lain:
Jum’at, 22 Januari 1999
- Pukul 15.00 WIT dikeluarkan perintah tembak ditempat bagi yang melanggar ketentuan membawa senjata
tajam keluar rumah/dijalan.
- Sepanjang malam terjadi pelemparan batu dan ancaman serangan ke perkampungan Islam.
Sabtu, 23 Januari 1999

102
- Pukul 10.40 WIT, pembantaian terhadap 5 (lima) warga asal Buton di Mangga Dua, mayatnya ditimbuni
sampah, disirami dengan bensin kemudian dibakar termasuk truk yang ditumpangi ikut terbakar.
- Pukul 20.30 WIT, aparat keamanan (Polri) yang beragama Kristen menembak seorang warga Muslim asal Jawa
tanpa alasan yang jelas di dusun Tanah Rata desa Batu Merah.
- Pada sore hari warga perkampungan Muslim di kampung Air Mata Cina diserang dan dibakar.
Senin, 1 Februari 1999
- Pukul 14.30 WIT rombongan Wali Kotamadya Ambon serta Dandim 1504 menuju desa Hitu ditahan
masyarakat Kristen dengan penghalang jalan.
- Dengan cukup berdialog tidak diijinkan jalan, rombongan mengalah dan kembali dikawal satu regu pasukan.
Selasa 2 Februari 1999
- Pukul 11.00 WIT terjadi kerusuhan yang diawali kasus kecil di pasar Mardika yang ditangani tidak tepat oleh
aparat keamanan.
- Seorang tukang copet dikejar oleh aparat keamanan dengan melepaskan tembakan yang menyebabkan
masyarakat menjadi panik. Aparat keamanan yang jauh dari TKP pun ikut mengeluarkan tembak dengan
cukup gencar.
- Sekitar kira-kira 15 menit setelah peristiwa itu seberang ruas jalan di perkampungan Kristen dipasang barikade.
- Kenderaan ummat Islam yang terjebak pada sektor Kristen dibakar dan supirnya dibunuh.
- Tercatat satu orang terbunuh, satu buah mobil, empat buah sepeda motor dan sebuah becak ikut terbakar. Di
beberapa perkantoran yang berada di daerah Kristen, pegawai yang beragama Islam didatangi kelompok
tertentu dan diperiksa KTP, beberapa orang nyaris terbunuh sedangkan seorang wanita terkena bacok.
Peristiwa yang segera dieksploitasi ini seperti telah masuk dalam skenario.
- Bersama dengan itu sejumlah pejabat yang akan menghadiri pertemuan dengan lima Menteri dilantai III Kantor
Gubernur Maluku terjebak barikade, pada umumnya diancam dengan kekerasan.
- Pemukulan terhadap seorang Mahasiswi Unpatti (Ani) oleh masya rakat Galala mengeksploitir situasi menjadi
kacau.
- Pukul 13.00 rumah penduduk Muslim di Talake Dalam dilempari massa Kristen dan banyak yang rusak
sedangkan seorang warga Bugis dibacok di kampung Belakang Soya.
- Di desa Passo kenderaan Truk dari desa Tulehu dihadang dengan barikade ditengah jalan. Sejumlah massa
dengan parang dan tombak langsung memecahkan kaca dan membacok sopir sehingga perlu dijahit 8 jahitan
diluar dan 6 jahitan didalam.
Rabu, 3 Februari 1999
- Pukul 08.30 WIT Ali Helau dibacok oleh 5 pemuda di Batu Gajah setelah keluar dari Kantor BRI.
- Pada waktu yang sama juga terjadi serangan dan perusakan rumah di dusun Karang Tagepe Kudamati
- Pelemparan terhadap perumahan Muslim di Batu Meja (belakang Polda) dan warga Muslim terpaksa
mengungsi ke Masjid Al-Fatah.
- Pengungsi dari dusun Karang Tagepe yang berada di penampungan RCTI/SCTV diserang lagi oleh massa
Kristen.
Kasus Kairatu.
Selasa, 2 Februari 1999
- Sekitar pukul 14.00 atas ajakan pihak Kristen dibuat kesepakatan perjanjian untuk tidak saling menyerang
dengan melakukan makan Patita (acara adat), ternyata diketahui bahwa pihak Kristen telah menyiapkan
sejumlah parang, tombak dan panah.
- Pihak Kristen menyerang dan timbul korban dipihak Islam yakni 3 orang luka terkena panah dan Imam Masjid
(Jalil Usemahu) ditombak di dalam Masjid yang sedang sholat untuk keselamatan ummat Islam.
- Beberapa rumah sekitar Masjid serta pasar ikut dibakar massa Kristen.
Kamis, 4 Februari 1999
- Pihak Kristen menyerang lagi dan membakar sejumlah rumah sehingga keseluruhan berjumlah 40 buah dan
bangunan pasar. Pada penyerangan ini tewas seorang warga Muslim.
- Masyarakat suku Buton dusun Alinong diserang dengan batu oleh masyarakat Kristen dari Kudamati.
- Pada pukul 07.00 WIT Dusun Waraloki (desa Kamarian) – Kairatu diserang massa Kristen menimbulkan korban
jiwa warga Muslim berjumlah 7 orang, sedangkan rumah-rumah penduduk yang dihancurkan sebanyak 52
buah.
Jum’at, 5 Februari 1999
- Warga Muslim di desa Kairatu mendapat serangan dan membakar sejumlah rumah. Masyarakat telah
mengungsi dengan perahu ke pulau Haruku dan pulau Ambon
- Pukul 10.15 masyarakat Muslim dusun Waraloki (desa Kamarian) diserang, tetapi dapat dihalau oleh aparat
keamanan karena telah ada perintah tembak ditempat pada tanggal 4 Februari 1999.
- Imam Masjid Karang Tagepe beserta istrinya tewas terkena sengatan aliran listrik di rumahnya dengan kabel
tanpa pembungkus yang dilakukan pihak Kristen.
- Perjanjian damai akbar dihadapan Menhankam/Pangab pada tanggal 12 Mei 1999 di lapangan Merdeka
Ambon.
Selasa, 11 Mei 1999

103
- Pembunuhan terhadap 2 (dua) orang warga Muslim desa Tulehu di desa Passo ketika dengan kenderaan
menuju ke Ambon.
Rabu, 12 Mei 1999
- Penyerangan dan pelemparan terhadap rumah-rumah penduduk warga Muslim di dusun Tawiri oleh massa
Kristen.
Kamis, 13 Mei 1999
- Pembunuhan dan pembantaian 4 orang penumpang bus (warga Muslim) di desa Waai oleh massa Kristen yang
sengaja menghadang bus tersebut.
- Bus tersebut tidak dibakar, tetapi penumpang dikejar massa Kristen, beberapa diantaranya berhasil
menyelamatkan diri dari amukan massa.
Sabtu, 15 Mei 1999
- Pukul 11.00 WIT terjadi pembakaran 8 buah rumah di Batu Merah oleh massa Kristen Mardika.
- Pembakaran ini terjadi akibat pemuda Kristen kampung Mardika merebut Obor Pattimura yang dibawah
pemuda Islam dari desa Batu Merah menuju lapangan Merdeka.
- Di perbatasan desa Batu Merah dan kampung Mardika Obor Pattimura dikembalikan ke desa Batu Merah,
sehingga menimbulkan konflik yang nyaris terjadi kerusuhan.
- Akibat kasus Obor Pattimura yang sengaja direkayasa panitia untuk menimbulkan kerusuhan.
- Upacara Obor Pattimura bertepatan dengan peresmian Kodam XVI/PTM oleh Kasad Jenderal TNI Subagyo HS.
Rabu, 14 Juli 1999
- Penebangan sekitar 300 pohon cengkih milik warga desa Siri-Sori Islam (P. Saparua) oleh massa Kristen desa
Ulath yang berkelanjutan dengan perkelahian massal yang menimbulkan korban jiwa dipihak Muslim termasuk
aparat Kepolisian.
- Pertikaian berlanjut antara desa Siri-Sori Islam dan desa-desa Kristen di pulau Saparua mengakibatkan timbul
korban jiwa di kedua belah pihak.
Sabtu, 17 Juli 1999
- Pembakaran Masjid Al-Ikhlas kota Saparua dan rumah-rumah penduduk Muslim.
Selasa, 20 Juli 1999
- Pelemparan bom terhadap perkampungan Islam Diponegoro.
- Penyerangan dilakukan massa Kristen ke perkampungan Islam Diponegoro.
Rabu, 21 Juli 1999
- Pelemparan bom terhadap desa Batu Merah Dalam (Muslim).
Jum’at, 23 Juli 1999
- Diserangnya perkampungan desa Poka/Perumnas (Muslim) dengan lemparan batu yang kemudian dilanjutkan
dengan penyerangan oleh massa Kristen.

Sabtu, 24 Juli 1999


- Pukul 00.00 WIT, dilakukan serangan ulang dengan kekuatan yang lebih besar terhadap perkampungan
Muslim desa Poka/Perumnas dan Masjid Al-Muhajirin Perumnas, sehingga menyebabkan mengungsinya
warga setempat setelah rumah-rumah mereka terbakar.
- Pukul 11.00 WIT, di Kampus Unpatti Mahasiswa Muslim mendapat intimidasi dan diteror Mahasiswa Kristen.
- Pada pukul 16.00 WIT ada inisiatif antara warga di Perumnas/Poka untuk melakukan perundingan agar tidak
saling menyerang.
- Tetapi ternyata perundingan tersebut mengalami jalan buntu, karena dipihak Kristen melakukan penyerangan,
pelemparan batu, pemboman bahkan pembakaran terhadap rumah-rumah disekitar Perumnas/Poka, desa Poka
Pantai dan sekitar Kompleks Masjid An-Nashar serta BTN Tihu/Poka.
- Pembantaian terhadap warga Muslim (Perumnas/Poka) yang bernama Noho Rahawarin oleh massa Kristen di
depan Puskesmas Perumnas/Poka – Rumah Tiga.

Penanda tangan Ikrar Perdamaian

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, pada hari ini rabu 22 Mei 1999, bertempat di Lapangan Merdeka Ambon,
pimpinan Ummat beragama, tokoh masyarakat/adat, tokoh pemuda, pimpinan paguyuban serta segenap lapisan masyarakat
menyatakan dengan bulat ikrar Perdamaian.

Pertama
Bahwa bencana sosial yang terjadi di kota Ambon dan beberapa tempat lain di wilayah Maluku, merupakan
tragedi kemanusiaan yang telah menghancurkan harkat dan martabat kemanusiaan kita sebagai ciptaan Tuhan.
Tragedi kemanusiaan itu pula telah memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan beragama, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Kedua

104
Sebagai insan beriman dan bertakwa, kami sungguh-sungguh menyesali semua pengalaman pahit yang
memilukan itu dan bertekad untuk membangun kembali hubungan-hubungan kemanusiaan baru yang dimotivasi
dengan rasa cinta sesama, saling menghargai dan menghormati dan dengan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan,
kekeluargaan dan persaudaraan.
Ketiga
Bahwa tekad dan akad untuk membangun hubungan kemanusiaan baru dalam suasana yang penuh damai,
mengharuskan kita untuk dengan sadar mengakhiri semua bentuk konflik dan kekerasan, menghilangkan segala
bentuk rasa kecurigaan, dendam, kebencian dan permusuhan, dengan terus mengupayakan cara-cara damai yang
dialogis dalam menangani masalah-masalah yang belum terselesaikan.
Keempat
Menghargai kebhinekaan, baik agama, suku bangsa, tradisi, adat istiadat, serta terus berupaya menggalang dan
mempererat tali persaudaraan dan kesatuan bangsa yang dijiwai oleh semangat dan wawa-san kebangsaan.
Kelima
Mendukung sepenuhnya upaya semua pihak dalam penyelesaian tuntas dan menyeluruh semua masalah yang
belum selesai dengan tetap menjunjung azas keadilan, penegakan hukum dan kemanusiaan.

Keenam
Mengharapkan aparat keamanan untuk mengungkapkan dengan terbuka untuk masyarakat para provokator
dan mengadilinya sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku.
Ketujuh
Menindak tegas siapa saja yang dengan sengaja atau tidak sengaja melanggar ikrar perdamaian ini, berdasarkan
hukum adat dan atau hukum negara.
Dengan adanya ikrar perdamaian yang disaksikan serta diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa seperti
disebutkan diatas, sebagai makhluk Tuhan, sudah saat kita semua tunduk dan bersujud di hadapan-Nya seraya
memohon ampun atas segala kekhilapan, keteledoran dan kedurhakaan kita.
Ikrar Perdamaian di Tanda Tangani oleh :
Ketua MUI Propinsi Maluku : R.R Hasanussi.
Ketua BPH Sinode GPM : Pdt.S.P. Titaley
Uskup Diosis Amboina : Mgr. Joseph Tethol
Remaja Masjid : Husein Tuasikal, SH
Angkatan Muda GPM : Ferry Nahusona, STh
Pemuda Paroki Keuskupan Amboina : F.R. Simon P Matruty
Kecamatan Pulau Saparua : A. Tanalepy
Latupati Kecamatan P.Haruku : R.E Latuconsina
Latupati Kecamatan Amahai : A.L. Loilosa
Latupati Kecamatan Kairatu : Corputy
Raja Hitu Lama : Pellu
Keluarga Sulawesi Selatan : Drs. Abdul Azis Abide
Keluarga Sulawesi Tenggara : Drs La Hamsidi
Serta Masyarakat Bali : DR. Ir. Ngurah Nyoman
Wiandnyana
Kendati ikrar tersebut sudah didengungkan sebelumnya dan sudah ditanda tangani serta disaksikan Tuhan
Yang Maha Kuasa.

Lampiran : C

MENELUSURI KESALAHAN DANREM 174/PTM KOL. INF. HIKAYAT


MENANGANI KASUS BATU GAJAH

PERISTIWA demonstrasi Mahasiswa UNPATTI bersama UKIM pada tanggal 18 Nopember 1998 untuk
menyampaikan sejumlah tuntutan diantaranya agar TNI tidak berdwi fungsi, telah menimbulkan korban luka-luka
pada kedua belah pihak. Demontrasi yang dinilai tidak wajar oleh berbagai pihak ini diperkirakan telah ditunggangi
oleh pihak ke 3. Ekses dari kasus batu gajah ini berkelanjutan dengan berbagai hujatan kepada TNI dan tuntutan
agar Kolonel Infantri Hikayat selaku Danrem 174/PTM dan Letkol Infantri Gatot Marwoto selaku Kasrem 174/PTM
agar diberhentikan dari jabatan mereka dan dituntut agar segera meninggalkan kota Ambon. Banyak pihak termasuk
para tokoh dan pejabat menilai bahwa Danrem 174/PTM kurang persuasif, telah melakukan tindakan kekerasan
(Represif) terhadap Mahasiswa yang memperjuangkan aspirasi rakyat banyak. Hujatan dan tuntutan lengser nya
kedua pejabat tersebut terus berlangsung termasuk polemik di Harian Suara Maluku.
Saya tertarik untuk mengajak masyarakat khususnya Mahasiswa mengerti apa sesungguhnya yang telah terjadi
agar cooling down dengan menggunakan media massa Suara Maluku disamping berkomunikasi langsung perorangan

105
pada kesempatan yang ada. Untuk itu pada kolom surat pembaca Harian Suara Maluku terbitan tanggal 5 Desember
1998 saya menulis dengan judul TPF hasil kerjanya dipercepat. Setelah tanggal 18 Nopember 1998, pihak UNPATTI
mengumumkan dibentuknya Tim Pencari Fakta (TPF) yang hasil kerjanya menemukan jumlah korban pihak
Mahasiswa serta kerusakan pada bangunan umum, selanjutnya tidak ada lagi pengumuman hasil temuan padahal
sangat diperlukan untuk mendukung tuntutan Maha-siswa agar Kol. Inf. Hikayat dan Letkol Inf. Gatot Marwoto
lengser dan segera meninggalkan Ambon. Banyak rekan yang menyarankan agar saya segera menulis di Suara
Maluku menjelaskan pendapat saya bahwa Danrem dan Kasrem setiap saat dapat dicopot dari jabatan asalkan TPF
dapat melaporkan kesalahan-kesalahan kedua pejabat tersebut kepada Pangdam VIII/Trikora yang akan menilainya
dari aspek militer. Naskah ini disiapkan tetapi Kol. Inf. Hikayat minta agar tidak dimuat ke Harian Suara Maluku
karena ia inginkan ketena-ngan apalagi dengan adanya peristiwa Jum'at malam di Kantor Guber-nur, tampak yang
bersangkutan sangat terpukul (lihat peristiwa Jum’at malam terlampir). Situasi seperti sudah cooling down mudah-
mudahan ada pengaruh dari tulisan-tulisan saya yang lalu diantaranya : “Mahasiswa irama tabuhanmu asyik didengar”
– “Saya mengajak Mahasiswa melihat dirinya karena tampak sekali sudah ditunggangi”, Karena batal ke Harian Suara
Maluku naskah ini diselesaikan untuk dokumen saja yang barangkali bermanfaat bagi yang ingin memahami duduk
permasalahannya. Bila ada tokoh yang mempermasalahkan kembali secara pribadi naskah ini saya sampaikan.
Sebab Terjadinya Tragedi
Banyak pihak menamakannya sebagai suatu Tragedi karena korban yang luka-luka mendekati 100 orang dari
kedua belah pihak. Kasus ini tidak terlepas dari kondisi Nasional dimana adanya konspirasi untuk memojokkan TNI
bahkan cenderung membuat TNI tak berdaya, sehingga menyebabkan TNI ragu-ragu dan tak berani bertindak.
Peristiwa semanggi dan beberapa kasus dimana TNI telah bertindak keras dijadikan acuan untuk terus menghujat
TNI karena peranannya selama Orde Baru dengan tuntutan kembali Ketangsi lepaskan Dwi fungsi. Saya melihat
konspirasi untuk meruntuhkan TNI berkelanjutan di Ambon dan pasti ada kaitannya secara Nasional.
Di Ambon tuntutan tersebut juga dilaksanakan oleh Mahasiswa UKIM dan UNPATTI dengan kekerasan
disamping tuntutan lainnya termasuk muatan lokal. Kebringasan Mahasiswa kedua perguruan tinggi ini sudah
terlihat beberapa hari sebelumnya dengan aksi pengrusakan yang tidak jelas sebabnya apalagi tujuannya. Situasi
panas dimulai dari aksi demo Mahasiswa UNPATTI pada Sabtu 13 November 1998 yang diijinkan memasuki
Makorem 174/PTM tetapi telah berlaku tidak sopan dengan menghujat dan memaki, kemudian demo yang sama
tanggal 15 November 1998 dengan tuntutan bertemu Danrem 174/PTM berlangsung sampai malam hari dengan
menguasai perempatan Tugu Trikora yang berakhir dengan apa yang disebut sebagai Mahasiswa disergap aparat
keamanan di jalan diponegoro yang berakibat dirawatnya beberapa orang. Dari dua demo itu dilakukan demo
tanggal 18 November 1998 yang berakhir dengan korban yang besar itu. Jadi peristiwa tanggal 18 November 1998 itu
tidak terjadi tiba-tiba tetapi berkembang dari peristiwa tanggal 13 November 1998 dan 15 November 1998, seperti
telah diprogramkan oleh pihak ketiga karena itu TNI dihadapkan pada dilema yang dipaksakan dengan
menggunakan Mahasiswa kedua Perguruan Tinggi tersebut di atas. Karena itu Danrem 174/PTM harus ekstra hati-
hati dan meminta petunjuk Komando atas (Pangdam VIII/Trikora).
Betulkah Mahasiswa Ditunggangi?
Mudah-mudahan apa yang saya jelaskan dibawah ini cukup objek-tif sehingga kesimpulan yang kita ambil
untuk menjawab pertanyaan di atas mengandung kebenaran (valid). Urut-urutan peristiwa dibawah ini perlu dikaji :
1. Tanggal 14 November 1998 di halaman Makorem 174/PTM Maha-siswa diterima dengan baik, melakukan
berbagai tuntutan diantaranya hapus Dwi fungsi TNI dan Menhankam/Pangab agar lengser. Hujatan dan
makian sangat memanaskan telinga, apalagi setelah bendera diturunkan setengah tiang tanpa tata cara
perlakuan terhadap Bendera Sang Merah-Putih, Kasrem Inf. Letkol. Gatot Marwoto dipaksa membacakan
tuntutan Mahasiswa yang ditulis tangan yang tidak kalah dengan tulisan dokter. Karena salah membaca
dipaksa mengulang sambil menunjuk-nunjuk hidung perwira tersebut yang kalau tidak menghindar niscaya
hidung perwira menengah ini menjadi mainan. Para anggota yang panas melihat perlakuan terhadap
pimpinannya tetap beku bagaikan es karena begitu isi perintah pimpinan untuk tidak berbuat apapun kecuali
terpaksa karena keselamatan dan keamanan satuan terancam (ada keterangan khusus tentang pengamanan
instalasi militer).
2. Dalam perjalanan pulang dari Makorem ketika melewati Markas Yonif 733/BS para demonstran ini melakukan
pengrusakan terhadap lampu-lampu hias di pintu gerbang Markas Komando. Hal tersebut bagi anggota jaga
merupakan provokasi terang-terangan dan menantang, mereka memaki anggota yang sedang berdiri di pos
jaga dengan senjata lengkap dengan peluru tajam. Namun demikian prajurit Yonif 733/BS dalam jumlah yang
besar menyaksikan sambil bergeleng kepala melihat keberanian yang tidak pantas dan cenderung menantang.
3. Tanggal 16 november 1998 siang Markas Korem 174/PTM didemo lagi oleh perguruan tinggi yang sama
dengan tuntutan bertemu dengan Danrem 1174/PTM Kol.Inf.Hikayat, karena Danrem 174/PTM sedang dalam
perjalanan dari Jakarta setelah mengikuti SI MPR, demo dilanjutkan dengan menguasai perempatan Tugu
Trikora sampai malam hari dimana gedung PLN yang tak ada hubungan apapun dengan tuntutan Mahasiswa
jadi sasaran pelemparan batu. Turun tangannya Rektor ternyata tidak digubris sampai sekitar jam 22.00 mereka
berada di perempatan Tugu Trikora. Dari penguasaan Tugu ini mereka tetap menuntut agar Danrem 174/PTM
dihadirkan untuk mempertanggung jawabkan penyergapan itu. Tuntutan itu jelas tidak akan dipenuhi karena
prosedur Militer tidak membenarkan karena Danrem harus kuasai dulu duduk permasalahannya dan
sesungguhnya tak perlu pemak saan di malam seperti itu. Meninggalkan Tugu Trikora ternyata sebagian
berputar ke arah Makorem 174/PTM dari jalan A. Yani. Di depan Makorem beberapa anggota yang bertugas
jaga diprovo-kasi dengan kata-kata sambil menusuk-nusuk petugas tersebut dengan bambu yang mereka bawa.
Pancingan untuk konflik fisik seperti ini, sepertinya tidak masuk akal terutama didepan penjagaan dan malam

106
hari. Kalau tidak masuk akal sebagai inisitif mahasiswa yang terpelajar lantas siapapun aturnya. Pada 2 hari
yang sama terjadi juga demo yang dilakukan oleh Mahasiswa UNIDAR dan STAIN tetapi semuanya berjalan
mulus tanpa kekerasan tuntutan dan aspirasinya disampaikan sesuai aturan, TNI pun menyambut dengan
tepukan tangan tanda seaspirasi.
4. Tanggal 18 November 1998 berulang lagi demo yang dilakukan oleh mahasiswa UNPATTI yang sejak dalam
perjalanan sudah melakukan aksi kekerasan dan cari gara-gara dengan para pengendara mobil sepanjang jalan.
Jumlah mereka ada yang memperkirakan 7000 orang tetapi saya perkecil saja sekitar 5000 orang. Demo hari ini
dihembuskan bahwa akan dilakukan besar-besaran menuntut pertanggung jawaban Danrem 174/PTM
terhadap kasus penyergapan karena itu saya sengaja turun ke TKP untuk menyaksikan dari depan gedung RRI
Ambon paling dekat maju ke Apotik Vita Farma massa demo sebanyak itu berkumpul di depan Makorem pada
jarak yang sangat rapat dengan pintu gerbang tanpa memperhatikan UU No.9 / 98 yang mengatur jarak
maksimal 150 meter dari pagar instansi militer. Hujatan dan kata-kata Anjing, Babi, Pendidikan cuma SD sangat
menekan moril prajurit yang berhadap-hadapan di pintu gerbang. Batu sudah mulai berkumpul yang sebagian
besar diambil dari sungai Batu Gajah yang disaksikan penduduk setempat, berpuluh-puluh tas beribut sudah di
transport ke depan Makorem dan dibagi-bagikan. Persiapan seperti itu sangat menghawatirkan karena tampak
nekad untuk bentrok adu fisik, barangkali dianjurkan untuk revans peristiwa penyergapan. Dari hasil negosiasi
diijinkan 4 orang mahasiswa diterima Danrem 174/PTM untuk berdialog menyampaikan aspirasi. Yang terjadi
ternyata lain, keempat anggota delegasi baru memasuki Makorem sekitar 20 meter dari pintu gerbang ternyata
mahasiswa mulai menyerang petugas dengan lemparan batu seperti hujan dari langit. Keadaan sudah amat
kritis, petugas di pintu gerbang kewalahan, terlihat akan segera jebol dan para demonstrans sebanyak itu pasti
berhamburan ke halaman bahkan kedalam ruangan yang ada. Bisa kita perumpa-makan ibarat karet gelang
yang ditarik pada kedua belah ujungnya sampai batas maksimal yang bila tidak dikendorkan pasti akan putus.
Itulah gambaran bobolnya barikade pak dipintu gerbang. Saya yang didepan Apotik Vita sambil garuk-garuk
telapak tangan kapan karet itu dikendorkan sebentar lagi putus dan kalau itu terjadi yang menang adalah
Provokator terutama aktor intelektualnya yang mungkin sedang siap-siap meninggalkan kota Ambon.
Untunglah tak lama kemudian pasukan barikade itu bergerak maju mengayunkan tongkat menghalau para
demo dan bentrokan fisik tak dapat dielakan lagi. Saat gerak maju pasukan PMH itulah secara tidak sadar saya
ucapkan EXEL LENT, karena saya sedang membayangkan korban meninggal dunia akan banyak seperti akibat
putusnya karet itu. Terlihat jelas bahwa provokator tidak mengacarakan bentuk perwakilan bernegosiasi karena
itu kesepakatan dengan petugas segera dipatahkan oleh Mahasiswa dengan serangan batu dengan tujuan
menyerbu ke dalam Markas. Bisa kita membayangkan apa yang akan terjadi, baik sesuai skenario atau pun
tidak. Berhamburannya sekian banyak Mahasiswa pasti tidak ada pihak yang tidak dapat mengendalikan,
mereka akan memasuki semua ruangan dan kantor, gudang senjata dan amunisi serta bahan peledak yang
akan di jarah. Semua ruangan akan terbakar termasuk gudang bahan bakar dan bagaimana akibat ledakan
bahan peledak dan granat bagi penduduk sekitar Makorem. Senjata dan amonisi di biarkan terbakar atau
berpindah tangan. Dalam keadaan begitu regu jaga harus bertindak melakukan penyelamatan, mereka
berdasarkan COUSIGNES (Konsinyes) berhak dan wajib melepaskan tembakan untuk menghentikan aksi
pengacau keamanan tersebut. Kalau begitu akan berapa banyak korban Mahasiswa calon pimpinan masa depan
bangsa ? tidak ada satu pun yang menang yang ada hanya tangis dan air mata, penyesalan tak habis-habisnya
Ambon tidak manis lagi bahkan jadi contoh paling buruk se Indonesia. Tetapi ada yang tertawa terbahak-bahak
karena berhasil luar bisa, siapa mereka ? tidak ada lain yang kita namakan provokator dan aktor intelektualnya.
5. Sebelum mencapai Makorem, demo yang bergerak melalui Jl. A.M. Sangaji ternyata sudah mulai bertindak
bringas. Beberapa bendera Merah Putih yang dipasang di Jl. A.M. Sangaji menggunakan tiang kayu rep 5/3 cm
dicabut benderanya dirobek untuk ikat kepala, tiangnya dijadikan tongkat/alat pukul setelah dipatahkan jadi
dua. Mahasiswa seperti tak mengerti telah berbuat kesalahan besar merobek Merah Putih. Bagi TNI yang
mempertaruhkan nyawanya dan telah menyaksikan korban banyak rekan karena memperta-hankan Merah
Putih amat tersinggung atas perbuatan Mahasiswa tersebut apakah ini juga atas suruhan provokator, atau
Mahasiswa sedang lupa diri.
6. Penguasaan perempatan tugu Trikora bukan tanpa resiko, saya menganggap-nya sebagai titik rawan karena
disitu terdapat Gereja Silo, Masjid An-Nur dan ke utara lagi terdapat Masjid Al-Fatah. Bila disekitar Tugu
terjadi benturan fisik maka situasi akan berkembang buruk bila rumah-rumah ibadat itu dilempari oleh orang-
orang khusus yang telah disiapkan seakan-akan aksi massa terbuka atau lempar batu sembunyi tangan. Karena
itu pengua-saan sektor Tugu Trikora menjadi pertanyaan. Dari gambaran perilaku para demonstaran di atas
siapapun tidak percaya bahwa itu direncanakan sendiri oleh Mahasiswa, ada kekuatan lain yang mengatur,
Mahasiswanya sendiri tidak menyadari penunggangan tersebut. Jadi Mahasiswa jelas terkena provokasi hanya
siapa dia dan aktor intelektualnya yang mana tidak ada pengusutan. Korem 174/PTM terlibat langsung karena
itu tidak mungkin melakukannya. Polri secara fungsional harus melakukan pengusutan tetapi seorangpun tidak
ada yang ditangkap. Banyak pihak berkomentar bahwa Polda khawatir bahkan takut akan jadi sasaran amukan
demo hari-hari berikut. Kalau sudah begini apakah tidak merupakan hal yang amat kita sayangkan ?
7. Issu adanya korban tewas 3 orang Mahasiswa salah seorang Wanita tersebar merata di dalam kota Ambon dari
sini terlihat bahwa pemberitaan tersebut sudah direncanakan untuk mengeksplitasi situasi yang sedang panas.
Rencana itu segera dipatahkan karena tidak terbukti yang kemudian dibantah Gubernur Maluku setelah
menyaksikan korban-korban di RSU Haulussy. Berikut ini kita telusuri proses pengambilan keputusan operasi
taktis dilingkungan Militer, bagaimana pelaksanaannya serta hasil yang dicapai termasuk untung-rugi (korban).
Dari hasil penelusuran ini dapat kita memberikan penilaian – apakah Danrem 174/PTM Kol Inf. Hikayat dalam
menangani kasus Batu Gajah tanggal 18 November 1998 bertindak salah atau tidak.
Proses Pengambilan Keputusan

107
Di Militer semua kegiatan yang berulang dikuatkan tata cara pelak-sanaannya terutama hal-hal penting seperti
Operasi Militer. Karena itu keputusan taktis untuk melaksanakan sesuatu operasi diproses melalui suatu prosedur
yang berlaku tetap (Protap). Karena itu apabila terjadi kegagalan maka ditelusuri proses pengambilan keputusan
maka itu kita sering dengar hasil suatu tim Pencari Fakta menyimpulkan – adanya kesalahan prosedur. Dilapangan
keputusan diambil tidak selalu melalui kegiatan administratif, cukup in mind tetapi harus dipenuhi semua unsur-
unsur pengambilan keputusan.
Kasus Batu Gajah yang telah ada informasi rencana demo besar-besaran (dengan kekerasan) pasti sudah
ditanggapi Korem 174/PTM dengan rencana penanganannya. Ada perkiraan intelejen perkiraan Operasi dan
perkiraan komandan, kesemuanya untuk mendapatkan cara bertindak terbaik diantaranya agar tidak ada korban
yang tidak perlu.
Pelaksanaan Operasi
Ketegangan antara para demo dan pasukan PHH di depan Gerbang Makorem sudah mencapai puncak.
Bertepatan dengan itu ada perintah untuk menghalau massa demo yang segera dilaksanakan oleh satuan PHH.
Dengan sigapnya Pasukan PHH mengayunkan tongkat untuk menghalau massa demo, sedangkan massa demo
bertahan dengan melakukan pelemparan dengan batu yang berakibat timbul korban luka-luka pada kedua belah
pihak. Akibat luka itu kedua belah pihak semakin emosional dan keadaan sudah tidak terkendali baik mahasiswa
maupun pasukan PHH yang terlihat keluar dari formasi melakukan pengejaran. Bentrokan fisik seperti itu tidak
terhindari karena massa demo tampaknya telah siap melakukan benturan itu. Dengan demikian korban yang jatuh
pada kedua belah pihak adalah wajar.
Penghalauan dilakukan sampai ke tugu Trikora karena Makorem harus aman serta massa demo harus
disalurkan ke empat jurusan yang ada yaitu jalan Imam Bonjol, Jalan AM Sangadji, Jl. Diponegoro dan Jalan Said
Perintah agar tidak terkoordinir terpecah di tugu Trikora aksi PHH dihentikan karena berada dititik rawan. Yang
disalurkan kejalan Iman Bojol menimbulkan korban materi Korem 174/PTM berupa dua buah mobil dinas dibakar
massa demo. Kerugian lainnya berupa kaca pintu dan jendela sejumlah bangunan di sepanjang jalan Diponegoro
hancur oleh lemparan massa demo. Keadaan kemudian berangsur reda, korban luka kedua belah pihak dievakuasi
ke RS. Haulussy, RS. GPM dan RS. Bhakti Rahayu.
Akibat Operasi
Pihak TPF UNPATTI melaporkan terdapat 63 korban luka-luka, terdiri dari 59 Mahasiswa, 1 orang Dosen dan 3
orang masyarakat. Yang perlu dirawat inap 20 orang. Kaca jendela ….. buah dengan kerugian Rp………
Pihak korem melaporkan prajuritnya luka-luka 24 orang dan 2 buah kendaraan dinas dibakar. Hal-hal lain yang
lebih prinsip tidak ditangani TPF seperti :
1. Benarkah Mahasiswa tersusupi Provokator ? Siapa mereka dan siapa Aktor intelektualnya.
2. Benarkah aparat melakukan pengejaran sampai memasuki rumah ibadah dan kamar penduduk
3. Buktikan adanya kesalahan Danrem 174/PTM dan laporkan ke Pangdam VIII/TKR agar dapat
dipertimbangkan untuk mencopot Danrem 174/PTM dan Kasremnya, juga melakukan tuntutan tetapi tidak
bisa membuktikan dimana salahnya.
Dari hasil perawatan korban yang luka-luka di dapat penjelasan bahwa semua korban akibat benturan benda tumpul tidak ditemukan
luka akibat peluru tajam, peluru hampa, peluru karet atau sangkur. Sedangkan para Prajurit yang berada di RST pada umumnya akibat
terkena lemparan batu; berita yang tersiar di luar bahwa terdapat korban meninggal dunia 3 orang ternyata tidak benar yang langsung
dibantah Gubernur melalui TVRI Ambon sehingga keadaan yang sudah memanas segera reda.
Penilaian
1. Rencana menjebak Makorem telah digagalkan sehingga perkiraan akan timbul korban yang besar di pihak
massa demo dapat dihindari.
2. Provokator gagal memaksakan rencananya karena TNI tidak terpancing bertindak menggunakan alat lain
kecuali tongkat, sehingga kekacauan dapat diiliminir.
3. Tidak adanya korban akibat terkena peluru tajam, peluru hampa, peluru karet apalagi sangkur menunjukan
adanya pembatasan penggunaan kekerasan (alat).
4. Pasukan tidak menggunakan alat lain seperti barang tajam kecuali tongkat dan lemparan batu yang terdapat di
sepanjang jalan Diponegoro hasil lemparan mahasiswa. Hal ini menunjukan pengendalian operasi yang cukup
baik dengan disiplin prajurit yang kuat.
5. Korban yang terjadi karena massa demo melakukan perlawanan dan bersedia bentrokan fisik dengan aparat
keamanan yang sedang melaksanakan tugasnya mengamankan situasi.
6. Kayu rep yang diisukan ternyata tiang bendera yang dipatahkan untuk dijadikan alat pukul oleh Mahasiswa
sendiri.
7. Issu adanya korban meninggal 3 orang mahasiswa tidak berhasil memicu situasi.
Kesimpulan
1. Puncak ketegangan tidak terjadi seperti putusnya karet yang dipaksakan semakin tegang dengan demikian
korban jiwa yang besar dapat dihindari. Tindakan penghalauan oleh satuan PHH dilaksankan tepat waktu, bila
tertunda sekitar 5 menit keadannya menjadi sangat berbahaya.
2. Wewenang yang diberikan kepada Danrem 174/PTM digunakan secara tepat tidak dilampau, dibuktikan
semua korban tidak terkena peluru tajam, peluru karet, peluru hampa maupun sangkur.
3. Pasukan PHH tidak berhasil dipertahankan dalam formasi. Semua-nya keluar formasi melakukan pengejaran
terhadap Mahasiswa di area jalan Diponegoro. Pengejaran terjadi karena solider sekaligus emosi. menyaksikan
rekannya terluka kena lemparan batu.

108
4. Disiplin pasukan dapat dipertahankan terbukti mereka hanya menghalau/memukul dengan tongkat sebagai
perlengkapan yang disediakan komando.
5. Tidak ada korban jiwa, issu adanya 3 mahasiswa meninggal dunia tidak benar.
6. Keseluruhan rencana provokator/aktor intelektual dapat dipatah-kan/gagal.
Dari penjelasan tersebut di atas saya tidak melihat adanya kesalahan Danrem 174/PTM mulai dari
keputusannya, pelaksanaannya sampai dengan konsolidasi tidak ditemukan kesalahan sehingga sulit di dapat alasan
untuk memintakan Pangdam VIII/TKR menggantikan Danrem 174/PTM Kol. Inf.Hikayat dan Kasrem Letkol Inf
Gatot Marwoto.
Jadi peristiwa Jum'at malam ( terlampir ) adalah rekayasa untuk mematahkan moril Danrem 174/PTM termasuk
Kapolda Maluku Kol. Pol. Karyono. Demikian analisa ini didasarkan pada pertimbangan militer yang barangkali
sebagai rekan sipil sulit menerima, tetapi begitulah pimpinan melihat prestasi pelaksanaan tugas prajuritnya.
Selanjutnya periksa halaman lampiran, terima kasih.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat meredakan suasana panas didalam kota dimana prajurit TNI yang bertempat tinggal diluar asrama
militer merasa aman. Pemukulan, pengeroyokan anggota TNI oleh Mahasiswa dan pemuda-pemuda yang bergerombol ditepi jalan bisa
segera dihentikan. Apabila tindakan brutal terhadap anggota TNI itu dibiarkan berlarut maka akan terjadi hal-hal yang sulit kita perkirakan.
Lampiran : D

MAHKAMAH PERADILAN TERHADAP DANREM 174/PTM Kol. Inf.


HIKAYAT

SELESAI Shalat Jum’at tanggal 27 November 1998 seperti biasa saya tidak langsung pulang karena para pengurus
Organisasi Ikatan Kekeluargaan Masyarakat Banda yang pimpinannya Dr. Paing Surya-man selalu kumpul dekat
pintu keluar bagian depan ngobrol ngalor-ngidul sekurang-kurang setengah jam. Banyak ide untuk Organisasi di
hasilkan dari ngobrol ba’da Jum’at itu. Di sayap kanan depan sudah jadi kebiasaan berkelompok generasi muda ada
yang mahasiswa sam-pai para sarjana. Ada sekitar tiga orang dalam kelompok kecil sambil bersiap pulang berbicara
serius sekali, ketika jalan di dekatnya saya dipanggil, abang dengar ini dulu. Mereka pun menceritakan apa yang
terjadi pada Jum’at malam yang lalu di kantor Gubernur ketika ada rapat dengan tokoh agama dari Katholik,
Protestan dan Islam. Beta dengar dari sumber berita, ucapannya. Abang percaya ini A-1, sumber-nya tak perlu abang
tau. Karena informasi itu menguatkan analisa saya maka saya telusuri hal tersebut dari dua tokoh Islam yang hadir
pada acara tersebut yaitu : K.H Abdul Wahab Abu Bakar Polpoke dan Al-Ustadz Abdurahman Khouw sedangkan
orang ketiga yang hadir tidak saya cross check karena yang bersangkutan pada kesem-patan rapat itu tidak mendapat
kesempatan berbicara karena waktu habis.
Manuver kelompok Kristen memang sedang dalam pengamatan saya karena ada beberapa kasus yang menarik
perhatian terutama back up mereka terhadap aksi demo yang terus menerus dan semakin meningkat kualitas
pelanggarannya. Kekerasan demo yang tidak memperdulikan aturan telah membingungkan masyarakat kota
Ambon karena aparat keamanan seperti musuh mereka, mau dibuat lumpuh tak berdaya. Dengan para demonstran
itu pernah saya berdiskusi tentang orang ketiga yang menunggangi aktivitas mereka. Kita sampai kepada suatu
kesimpulan bahwa TNI tidak boleh dilumpuhkan sebab ancaman dalam berbagai bentuk akan muncul dan
menghancurkan, perbuatan itu ibarat palang pintu telah dipatah-kan dan pintu terbuka lebar siang dan malam
maling mudah masuk. Kedua mahasiswa yang gigih mempertahankan pendapat tersebut menerima contoh soal
yang saya berikan. “Mari kita buktikan perlu atau tidak Polri itu; Bagaimana kalau kita coba tidak pakai mereka
sebulan saja, Polisi dicutikan keseluruhannya sampai dengan Kapolda. Anda bisa memperkirakan apa yang terjadi?
Tolong dirinci akibat-akibat itu”, jawabnya: wah contoh Bapak ekstrim, tidak mungkin Polri dicutikan begitu, bisa-
bisa berlaku lagi hukum rimba, yang jelas Amplas itu bisa habis dijarah belum lagi saling bunuh karena ada dendam
dan ketersinggungan di masyarakat”. Kalau begitu cara demo yang melumpuhkan TNI ini tidak benar dong,
keduanya mengangguk, tetapi menolak keras kalau dikatakan ditunggangi. Saya ikut membe-narkan sikap
penolakan mereka, saya katakan watak Mahasiswa sebagai masyarakat intelektual tidak mungkin begitu, kecuali
punya kepentingan.
Mari kita memasuki judul cerita ini ! rapat pada tanggal 20 November 1998 malam itu dirancang untuk meminta
pertanggungan jawab Danrem 174/PTM tentang kasus Batu Gajah berdarah tanggal 18 November 1998. Istilah
peratanggungan jawab yang digunakan sumber informasi tidak tepat sebab Danrem hanya bertanggung jawab
kepada Pangdam. Karena di lingkungan TNI tugas-tugas seperti yang dilaksanakan oleh Danrem hakekatnya adalah
tugas Pangdam dalam bentuk rinci yang dilaksanakan Danrem, jadi tugas itu didelegasikan kebawah tetapi
tanggung jawabnya (Responsibility) tidak didelegasikan.
Jadi istilah yang tepat bukan mempertanggung jawabkan tetapi menjelaskan kalau masih kurang jelas silahkan
tanya. Beda dengan menjelaskan karena pertanggungan jawab bisa berakibat kena teguran dan sangsinya berat
seperti dicopot dari jabatan atau diberhentikan tidak dengan hormat. Yang terjadi malam itu justru Pola
pertanggungan jawaban yang oleh pemberi informasi dikatakan sebagai Mahkamah peradilan yang sengaja
bersidang untuk mengadili Pelanggaran Pidana oleh Danrem 174/PTM Kol. Inf. Hikayat, masya Allah hebat sekali
mereka itu !
Bagaimana ceritanya ? Yang hadir pada barisan pimpinan yakni Gubernur, Danrem serta Kapolda. Pada barisan
peserta adalah 5 tokoh Katolik (lengkap), 5 tokoh Protestan (lengkap) dan 3 tokoh Islam (kurang 2 tokoh). Posisi
duduk berurutan dari 5 Katolik, 5 Protestan dan 3 Islam yang relatif segaris.
Setelah rapat dibuka Gubernur langsung disambar dengan pertanyaan oleh pihak Katolik yang paling ujung
berturut-turut sampai orang terakhir kemudian dari unsur Protestan jadi 10 orang, tidak ada yang melepaskan

109
kesempatan berbicara, berbicara dengan selalu melihat catatan pada buku kerjanya. Kesepuluh tokoh agama itu
(Pastor dan Pendeta) berbicara keras, memaki-maki, menghina dan meng-hujat kedua pejabat aparat keamanan itu
secara membabi buta, tidak sepantasnya keluar dari mulut orang-orang yang dihormati di masyarakat itu. Memang
yang lebih parah Danrem 174/PTM karena ialah yang terlibat langsung kasus Batu Gajah itu tetapi Kapolda pun
tidak sedikit mendapat perlakuan tidak adil dan tidak memperhatikan tata krama diantara pejabat apalagi oleh para
tokoh agama, cerita ini obyektif tidak dilebih-lebihkan. Kesempatan berikutnya diberikan kepada KH Abd Wahab
Polpoke dan Ustadz Abd.Rahman Khouw, yang ketiga tidak diberi kesempatan karena katanya habis waktu. Kedua
tokoh Islam ini membela gigih Danrem 174/PTM dan Kapolda bukan karena tidak terbukti tuduhan kesalahan
kedua pejabat tersebut tetapi menolak cara penghujatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat yang kalau di
atas mimbar gereja selalu menganjurkan kasih tetapi kenyataan di malam itu lebih kejam dari seorang penjahat-
pembunuh. Al-Ustadz Abd. Rahman Khouw secara khusus meminta agar para pemuka agama jangan bermain
politik praktis karena itu bukan lapangan kita, bisa-bisa ummat tak terurus. Kita tidak pantas bereaksi keras seperti
itu, karena awam apalagi tidak tahu persis peristiwanya sebaiknya kita dengar penjelaskan Danrem Kol. Inf.
Hikayat. Ternyata Danrem 174/PTM dan Kapolda Maluku tidak diberi kesempatan membela diri atau menjawab
tudingan 10 tokoh agama Kristen tadi. Luar biasa rekayasa acara yang disengaja untuk melumpuhkan kemampuan
TNI sebagai pengamanan negara. Acara rapat yang sudah keluar jalur itu ternyata tidak diluruskan/kembalikan
sesuai tujuan rapat apalagi waktu terlalu banyak disita pihak Kristen, jadi kalau dihitung secara matematis maka
perbandingannya adalah 10 : 2 = 5 : 1. Orang-orang itu telah begitu berani mengambil resiko mematahkan palang
pintu, membuka pintu itu lebar siang dan malam padahal keadaan lingkungan pada waktu itu sangat mencekam
(situasi nasional sedang memburuk). Kebenaran cerita kasus ini dapat dilakukan cross check kepada kedua pejabat
TNI tersebut, Gubernur dan mereka yang hadir, asalkan mau jujur.
Dari apa yang terjadi pada kasus di atas saya berkesimpulan bahwa :
1. Acara rapat ini merupakan babak berikut dari upaya melum-puhkan TNI yang justru menghantam titik
pusatnya karena itu berhasil secara efektif.
2. Urutan acara telah keluar dari rencana sebab yang normal harus dimulai dengan penjelasan kedua pejabat
tersebut (mempersiapkan dulu secara tertulis hadir bersama staf).
3. Bila ada yang tidak puas dengan expose kedua pejabat tersebut dilakukan dengan diskusi tanya jawab. Begitu
hebatnya mereka menguasai dan mengendalikan acara rapat, tidak dapat disangkal bahwa ini acara yang
direkayasa oleh mereka, sekurang-kurangnya perencana terjebak.
4. Keseluruhannya sudah dirancang jauh sebelumnya terbukti dari polemik di media massa.
Tulisan ini untuk menjadi pelengkap (lampiran) tulisan saya yang baru selesai dengan judul menelusuri
kesalahan Danrem 174/PTM Kol.Inf Hikayat menangani kasus Batu Gajah.
Mudah-mudahan kasus ini akan memperjelas kemana arah gerak kelompok yang sedang saya amati itu.
Catatan :
Naskah ini diangkat sebagai lampiran buku induk Untuk membuktikan bahwa memang ada program Khusus
untuk menghancurkan wibawa TNI Hasilnya sudah kita lihat pada kerusuhan Ambon ini

DAFTAR MASJID YANG RUSAK AKIBAT KERUSUHAN DI KOTA MADYA AMBON -


PROPINSI MALUKU TH 1999
No. NAMA ALAMAT KEADAAN KET
Masjid – Musholla T RB RR
1 2 3 4 5 6 7

KECAMATAN : NUSANIWE
1. Al Hikmah Wemi Kec. Nusaniwe Dibakar
2. Sam’iyat Air Louw Kec. Nusaniwe Dibakar
3. Al Mubaraqah Labuhan Raja Kec. Nusanive Dibakar
4. An Nur Kampung Ani Kec. Nusaniwe Dibakar
5. Nurul Bahri Amahung Dibakar
6. Nurul Iman IHU Kec. Nusaniwe Dibakar
7. Kanwil Trans Taman Makmur Kec. Nunaniwe Dibakar
8. Jabal Tsur Bentas Kec. Nusaniwe Dibakar
9. Al Manaar Bentas Kec. Nusaniwe Dibakar
10. Jabal Rahmah Kramat Jaya Kec. Nusaniwe Dibakar
11. An-Nur Komplek TVRI Sta Ambon Dibakar
12. Al Muhajirin OSM Pantai Kec. Nusaniwe Dibakar
13. An-Nashar OSM Atas Kec. Nusaniwe Dibakar
14. Nurul Bahri Wainitu Kec. Nusaniwe Dibakar
15. Kanwil Agama Air Salobar Kec. Nusaniwe Dibakar
16. Hidayatullah Wainitu Kec. Nusaniwe Dibakar
17. Nurul Afiah Komp. RSU Ambon Kec Nusaniwe Dibakar
18. Nurul Mu’min Kamp. Ganemong Kec. Nusaniwe Dibakar

110
19. Al-Mukar rom Karang Tagepe Kec. Nusaniwe Dibakar
20. Al Musayyim Alinong Kec. Nusaniwe Dibakar
21. Al Muklishin Batu Gantung waringin Kec. Nus Dibakar
22. Al Hijrah Kayu Besi Kec. Nusaniwe Dibakar
23. Al Wahyu Polres Perigilima Kec. Nusaniwe Dibakar
24. At-Taqwallah Air Mata Cina Kec. Nusaniwe Dibakar

KECAMATAN SIRAMAU
25. An-Nur AM Sangadji Kec. Sirimau Dibakar
26. As-Saadah Karpan Kec. Sirimau Dibakar
27. Asy Syuhada Belakang Soya Kec. Sirimau Dibakar
28. Darul Hasanah Wisma Atlit Karpan Sirimau Dibakar
29. Al Muhajirin Kamp. Khairun Kec. Sirimau Dibakar
30. At-Taqwa Batu Bulan Kec. Sirimau Dibakar
31. Al Ikhwan Pasar Mardika Dibakar
32. Baiturridha Hative Kecil Kec. Sirimau Dibakar
33. Ar-Rahman Hative Kecil Kec. Sirimau Dibakar
34. Asy Syukur Hative Kecil Kec. Sirimau Dibakar

KECAMATAN BAGUALA
42. Nurul Amal Halong Batu-batu Kec. Baguala Dibakar
43. Ar Rahman Wabula Halong atas Kec. Baguala Dibakar
44. Baitul Ma’ruf Halong Baru Kec. Baguala Dibakar
45. Al Huda Halong TM Kec. Baguala Dibakar
46. Asy Syukur Halong AB Kec. Baguala Dibakar
47. Nurul H Lata Kec. Baguala Dibakar
48. Al Huda Lateri Kec. Baguala Dibakar
49. Nurul Ishlah Passo Kec. Baguala Dibakar
50. Al Muhajirin Wayari Kec. Baguala Dibakar
51. As Sakinah Waimahu Dibakar
52. Nurul Jihad Larier Kec. Baguala Dibakar
53. Al Falah Larier Dibakar
54. Al Muhajirin Waimahu Kec. Baguala Dibakar
55. Nurul Akbar Air Besar Passo Kec. Baguala Dibakar
56. Al Ikhlas Kamp. Siompu Kec. Baguala Dibakar
57. Al Makmur BTN Passo Kec. Baguala Dibakar
58. Nurul Hijrah Nania Bawah Kec. Baguala Dibakar
59. Al Istiqomah BKPI Poka Kec. Baguala Dibakar
60. Al Muhajirin Wailela Pantai Kec.Baguala Dibakar
61. Al Huda Weilela Perumahan – Baguala Dibakar
62. At Taqwa Hatve Besar Kec. Baguala Dibakar
63. Al Huda Kamp. Dusun Kec. Baguala Dibakar
64. Al Ikhsan Riang Kec. Baguala Dibakar
65. Al Ikhlas Batu Gong Kec. Baguala Dibakar
66. Nurussilmi Wailiha Dibakar
67. Bubussalam Wailiha Kec. Baguala Dibakar
68. Al Muhajirin Hutumuri Kec. Baguala Dibakar
69. Amissalam Rutong Kec. Baguala Dibakar
70. Al Mukmin Leahari Kec. Baguala Dibakar
71. Al Inayah Air Bak Tawiri Kec. Baguala Dibakar
72. Wailawa Wailawa Kec. Baguala Dibakar

MALUKU TENGAH
73. Al Falah Saparua Kec. Saparua Dibakar
74. Al Muhajirin Saparau Kec. Saparua Dibakar
75. Al Huda Gunung Panjang Kec. Saparua Dibakar
76. Al Muhajirin Kairatu Kec. Kairatu Dibakar
77. Ama Ina Kec. Kairatu Dibakar
78. Dusun Siompo Dusun Siompo Kec. Kairatu Dibakar
79. Waimeten Pan Waimeten Kec. Kairatu Dibakar
80. La Ala La Ala Kec. Seram Barat Dibakar
81. Nurul Khairat Batu Naga Kec. Seram Barat Dibakar
82. Nurul Huda Ujung Batu Kec. Salahutu Dibakar
83. Al-Ikhlas Waitatiri Dibakar

111
84. Waitatiri kampung Waitatiri Kec. Salahutu Dibakar

MALUKU UTARA
85. Bobawa Bobawa Kec. Makian Dibakar
86. Soma Soma Kec. Makian Dibakar
87. Tahane Tahane Kec. Makian Dibakar
88. Malapa Malapa Kec. Makian Dibakar
89. Ngofabobawa Ngofabobawa Kec. Makian Dibakar
90. Samsuma Samsuma Kec. Makian Dibakar
91. Talapao Talapao Kec. Makian Dibakar
92. Mailoa Mailoa Kec.Makian Dibakar
93. Tagono Tagono Kec. Makian Dibakar
94. Matsa Matsa Kec. Makian Dibakar
95. Paleri Paleri kec. Makian Dibakar
96. Tafasoho Tafasoho Kec. Makian Dibakar
97. Ngofagita Ngofagita Kec. Makian Dibakar
98. Sabale Saba;e Kec. Makian Dibakar
99. Ngaimadodere Ngaimadodere Kec. Makian Dibakar
100. Dumdum Dumdum Kec. Makian Dibakar
101. Tabnoma Tabanoma Kec. Makian Dibakar

MALUKU TENGGARA
102. Al-Huda Debut R. Islam Kec. Kei Kecil Dibakar
103. Al-Ichwan Ngursit Kec. Kei Kecil Dibakar
104. Al- Manaf Dian Pulau Kec. Kei Kecil Dibakar
105. Nurul Sholeh Ohoira Kec. Kei Kecil Dibakar
106. Al-Munawar Totoat Kec. Kei Kecil Dibakar
107. Al-Badar Ohoiten Kec. Kei Kecil Dibakar
108. Jami’ Ohoibadar Kec. Kewi Kecil Dibakar
109. Jami’ uf Uf Mar Kec. Kei Kecil Dibakar
110. Madwaer Madwaer Kec. Kei Kecil Dibakar
111. Jami’ Wirin Kec. Kei Kecil Dibakar
112. Al Badrun Letfuan Islam Kec. Kei Kecil Dibakar
113. Al-Mujibah Selayar. Kec. Kei Kecil Dibakar
114. At-Taqwa Madwat Kec. Kei Kecil Dibakar
115. Nurul Iman Warbal Kec. Kei Kecil Dibakar
116. Tarwah Tarwah Kec. Kei Kecil Dibakar
117. Al-Mazar Tamangil Nuhuten Kec. Kei Besar Dibakar
118. Nurul Iman Wurfrafau/ Weer Kec. Kei Kecil Dibakar
119. An Nur Weer Ohoinam Kec. Kei Besar Dibakar
120. At Taqwa Weer Ohoiker Kec. Kei Besar Dibakar
121. Nurul Fajrin Ngafan Kec. Kei Besar Dibakar
122. Al Qoba Vatqidat Kec. Kei Besar Dirusak
123. Ar Ridha Uat Kec. Kei Besar Dirusak
124. Ma Mur Ngan Kec. Kei Besar Dirusak
125. An Nur Waer Maaf Kec. Kei Besar Dibakar
126. Al Mujahidin Mun Kahar Kec. Kei Besar Dibakar
127. Nurul Jannah Nerong Islam Kec. Kei Besar Dibakar

DAFTAR NAMA : GEREJA/ SEKOLAH – KRISTEN PROTESTAN YANG RUSAK AKIBAT


KERUSUHAN DI MALUKU TH 1999
A. KODYA AMBON
1. Hanwela Nania Dibakar
2. Marannata Negeri Lama Dibakar
3. Bethabara Batu Merah Dalam Dibakar
4. Sumber Kasih Waihaong Dibakar
5. Betlehem Jl. Anthoni Rhebook Dibakar
6. Gidion Air Mata China Dibakar
7. Pantekosta Jl. Dr. Latumeten Dibakar

B. MALUKU TENGAH
8. Gereja Hila Desa Hila Kec. Leihitu Dibakar
9. Benteng Karang Desa Benteng Karang Dibakar

112
10. G S J A Desa Banteng Karang Dibakar
11. GPM Parora Desa Parora Dibakar
12. GPM Tomalehu Tomalehu P. Manipa Dibakar
13. GPM Kariu Desa Kariu P. Haruku Dibakar
14. GSJA Kariu P. Haruku Dibakar
15. GST. J. Betlehem Banda Neira Dibakar

C. MALUKU UTARA
16. GPM Sanana Sanana Utara – Malut Dibakar
17. BTHL Indone Sanana Utara – Malut Dibakar
18. Stasi Yohanes Sanana Pariki Diaspora Dibakar
19. Stasi Yohanes Malifut Paroki Tobelo Dibakar
20. SD. Naskat Sanana Dibakar
21. Stasi Yohanes Sanana Pariki Diapora Dibakar
22. Stasi Yohanes Maliput Paroki Tobelo Dibakar
23. SD. Naskat Sanana Dibakar

E. HALTENG
24. Stasi St. Petrus Tidore Dibakar

DATA MUSYAHID PADA KERUSUHAN KEDUA 1999


No Nama Umur Pekerj Alamat Tkp Sebab Keterangan
1 La Muane 32 Sopir Talake Bt.Merah Tembak 27 Juli 1999
2 Irfan Kiat 22 Mhs Bt. Merah Sda Tembak 27 Juli 1999
3 Jamrah 21 Mhs Nani Tembak 27 Juli 1999
4 Muh. Semarang Mhs Bt. Merah Tembak 27 Juli 1999
5 Pelemsen .L 23 Mhs Poka Bakar 27 Juli 1999
6 Ahmad Silawane 17 Mhs Bt.Merah Tembak 27 Juli 1999
7 Affandi Attamimi 15 Smp Talake Taeno Tembak 27 Juli 1999
8 Faisal Launuru 25 Mhs Hila Taeno Tembak 27 Juli 1999
9 Jamil Launuru 25 Hila Tembak 27 Juli 1999
10 Syamsul Lapula 25 Bt. Merah Tembak 27 Juli 1999
11 Jaflul Lating 45 Tani Hila Taeno Tembak 27 Juli 1999
12 Rustam M 20 Soabali Tembak 27 Juli 1999
13 Muhtar Kaliu 15 Bt. Merah Tembak 27 Juli 1999
14 Muhtar R 25 Tembak 27 Juli 1999
15 Majid Ahmad Tembak 27 Juli 1999
16 Husen Ollong Peg. TelkLarike Mardika Tembak 27 Juli 1999
17 Ali Ulath Tembak 27 Juli 1999
18 Kadir Rehalat Tembak 27 Juli 1999
19 Syamsul Latua 21 Sma Tembak 27 Juli 1999
20 Ummar Rehalat 25 Liang Tembak 27 Juli 1999
21 Hi. La Mone 56 Buruh Osm Potong
22 Kadir Arsyad 26 Mhs Talake Tembak 28 Juli 1999
23 Ahmad Mhs Tembak
24 La Ane Mhs Latta Tembak
25 La Ali 27 Latta
26 Salim Selamet Mhs Hitu
27 Nurdin Amir 30 Mardika Kena Bom
28 A Tarabubun 60 Peg.Bkpi Poka Potong
29 Rasbianto Osm Pantai Dibacok
30 P. Asbian
31 La Ala Wailiha Dibacok
32 La Utha Wailiha Dibacok
33 Risman Wailiha Dibacok
34 La Nahia Wailiha Dibacok
35 La Madi Kange 30 Wailiha Dibacok
36 Lampone 65 Wayame Tembak
37 Nurhaya 48 Wayame Tembak
38 Suhartono Galala Aniaya
39 Ahmad Tuhulele Galala St.Hairun Aniaya
40 Ali Tuharea Dipotong
41 Tak Dikenal Dipotong
42 Syabur M. L 35 Galunggung Tembak
43 La Ode Man Dipotong
44 M. Pacinan 42 Btm Atas Merdika Tembak 9 Agustus 1999
45 Rizal Watianan 18 SMEA Osm Pantai Bt.Merah Tembak 9 Agustus 1999
46 Marubu Bt.Merah Bt.Merah Tembak
47 Jalil Karepesina 18 Bt.Merah Bt.Merah Tembak 10 Agustus 1999
48 Amir M. Bone Tembak
49 Haris Tembak

113
50 La Ade Tembak
51 Husen Wakan Poka Tembak 11Agustus 1999
52 Muh. As Wala 22 Iha - Luhu Aster Tembak 12 Agustus1999
53 Muh. Yusuf K 60 Sepa Kebun Cengkih Tembak 12 Agustus 1999
54 Junaidi Arsyad 15 Siswa K. Kolalam K.Kolam Tembak 12 Agustus 1999
55 Said Kurdi 26 Peg Gg.Melintang Tembak 12 Agustus1999
56 Suwardi Djufri 14 Siswa K.CengkihGng.Melintang Tembak 12 Agustus1999
57 Sukri Mun 23 Bt.Merah Tembak 13 Agustus 1999
58 Effendi Tuharea 22 Bt.Merah Tembak 13 Agustus 1999
59 Saleh 30 Nelayan Bt.Merah Aster/Kisar Tembak 13 Agustus 1999
60 Belum Dikenal Aster Dibakar 13 Agustus 1999 61 A. Rahman Wally
Aster Tembak 14 Agustus 1999
62 Muh. Saleh Lestusen Aster Kena Bom 14 Agustus 1999
63 Laka Doa Bin L. 27 Dok Wayane Tembak 14 Agustus 1999
64 Rifan Salong 32 Tani N. L. Poka Kena Bom 12-16Agust 1999
65 Halijah/Bugis Bentas Aniaya 15 Agustus1999
66 La Ongke Galala Tusuk 16 Agustus 1999
67 Djen Sangaji Piru 16 Agustus 1999
68 Supardi Bt.Merah Bt.Merah Tembak 16 Agustus 1999
69 Mapuang S. 21 Bentas Osm Tembak 10-16 Agust 1999
70 M. Marasabessy 42 Pasar Lama T.Viktoria Tembak 21 Agustus 1999
71 Jabir M (Labili) 18 Pelajar Batu Meja T.Viktoria Tembak 21 Agustus 1999
72 La Ode Inu 40 Dagang Btm.Tanjung T.Viktoria Tembak 21 Agustus 1999
73 Ali Wagola 39 Tani Limboro Wailela Tembak 19 Agustus 1999
74 Syahril Silehu 20 Guru Aq Luhu Talake Tembak 26 Agustus 1999
75 Abdul Gafur P 24 Tani Luhu Talake Tembak 26 Agustus 1999
76 Katausa S 37 Tani Luhu Talake Tembak 26 Agustus 1999
77 Muh. Ramli P 26 Pedagang Luhu Talake Tembak 26 Agustus 1999
78 Awad Lumaela 21 Kitetu Talake Tembak 26 Agustus 1999
79 Jabir (Bugis) Balai Kota Tembak 28 Agustus 1999
80 Abd. Gani Ely Laha Tembak 01 Septemb 1999
81 Ronald Laha Tembak 01 Septemb 1999
82 Sulaiman Kaliky 29 Tani Luhu Talake Tembak 26-28 Agust 1999
83 Hi Hujair Watihelu Kamp.Gadihu Kamp.Jawa Tembak 03 Septemb 1999
84 La Aca 15 Aster Dalam Kamp.Jawa Tembak 03 Septemb 1999
85 Hamdun Sabloe 30 Tani Morella Perum.Poka Tembak 26 Juli 1999
86 Min Lisaholit Luhu Ariati 22 Agustus 1999
87 Umar Suneth Luhu Ariati 22 Agustus 1999
88 Arifin Yoyo Luhu Ariati 22 Agustus 1999
89 Duhair Selang Iha-Luhu Iha
90 Ofan Kaisupy Iha-Luhu Iha
91 Ramli Kaisupy Iha-Luhu Iha
92 Ibrahim Samal Iha-Luhu Iha
93 Mansur Tutupoho 31 Tani Kulur Kulur Dianiaya 31 Agustus 1999
94 Alwan Tutupoho 35 Karyawan Kulur Kulur Tembak 31 Agustus 1999
95 Hendra Bugis 16 Siswa Kapaha Kp.Jawa Luka Bakar 01 Septem 1999
96 Aman Silehu Luka Bakar
97 Azhar Tuarita 20 Mhs Tial Tial Tembak 07 Septemb 1999
98 Sedek Rolobessy 14 Smp Tial Tial 07 Septemb 1999
99 La Man 20 Tani Keranjang Ds.Kamiri Tembak 10 Septemb 1999
100 Jusmin 13 Tani Keranjang Ds.Kamiri Potong L 10 Septemb 1999
101 Muh. Taher W 40 Pns Galunggung Pos Kota Tembak 10 Septemb 1999
102 Safwan H. N 35 Seith Pos Kota Tembak 10 Septemb 1999
103 Jamal Nahalehu 28 Pos Kota Tembak 10 Septemb 1999
104 Rahim Bugis 20 Dagang Pasar Lama Pos Kota Tembak 10 Septemb 1999
105 Salahuddin A 13 Siswa Galunggung Galunggung Tembak 10 Septemb 1999
106 Bakri Ingratubun 47 Guru Galunggung Al Fatah Tembak 10 Septemb 1999
107 Sudin Ode 26 Pos Kota Tembak 10 Septemb 1999
108 Jufri Weno 25 Mhs Latu/Waihaong Pos KotaTembak 10 Septemb 1999
109 Jafar Kiat Waihaong Pos Kota Tembak 10 Septemb 1999
110 Panjinuddin 56 Waitatiri Potong 06 Septemb 1999
111 Junaidi Wagola 35 Tani Temi Alang Tembak 13 Septemb 1999
112 Andi Susanto 20 Gemba Gemba Tembak 12 Septemb 1999
113 Rajab La Idi, Spi 34 Swasta Laha Poka Dibacok 27 Septemb 1999
114 Muh. Bin B.L 30 Tani Liang Kairatu Kepala Hil 16 Septemb 1999
115 24 Pedagang Latta Ahuru Tembak 20 Septemb 1999
116 Hasna Evi Rumodar Ahuru 20 Septemb 1999
117 Nasaruddin L 50 Galunggung Ahuru Tembak 20 Septemb 1999
118 La Ugo 50 Tani Mangge-2 Ariati Tumbak 23 Septemb 1999
119 Arifin 25 Tani Luhu Luhu Bazoka 23 Septemb 1999
120 Muh. Yamin P 39 Tani Luhu Ariati Bazoka 23 Septemb 1999
121 Umar Suneth 27 Tani Luhu Ariati Tumbak 23 Septemb 1999
122 Djafar Banda 75 Imam La Ala Masjid La Ala Tembak 20 Septemb 1999

114
123 Wa Ima 45 La Ala La Ala Tembak 20 Septemb 1999
124 La Tima 70 Marbot La Ala La Ala Tembak 20 Septemb 1999
125 La Husen 55 Chotib La Ala La Ala Tembak 20 Septemb 1999
126 Ahmad R 80 Modin La Ala La Ala Tembak 20 Septemb 1999
127 Wa Leha 55 La Ala La Ala Tembak 20 Septemb 1999
128 Hasyim Payapo 90 Tani La Ala La Ala Tembak 20 Septemb 1999
129 La Baudu 26 Tani Ani La Ala Tembak 19 Septemb 1999
130 Ambona S 16 Sd Tnh. Goyang Ariati Parang 06 Septemb 1999
131 Sarlis Rumuar 47 Tani Tnh. Goyang Ariati 06 Septemb 1999
132 Muhammad M 29 Tani Tnh. Goyang Ariati 06 Septemb 1999
133 Tipidu Hukul 36 Tani Tnh. Goyang Ariati 06 Septemb 1999
134 Hasyim Lestaluhu Kariatu Potong 20 Septemb 1999
135 Ihsan Latuconsina Kariatu Potong 20 Septemb 1999
136 La Boby 20 Septemb 1999
137 Mahfudz Suneth 20 Septemb 1999
138 Adi Cakra 17 Siswa Nania Batu Merah Tembak 04-Oktober 1999
139 Ali Semarang 22 Batu Merah Batu Merah Tembak 04-Oktober 1999
140 Zubaedah 43 Batu Merah Batu Merah Tembak 04-Oktober 1999
141 Letda Rizki 29 Danton Denzipur 3 Batu Merah Tembak 04-Oktober 1999
142 M. Ali Lestaluhu 26 Serda Batu Merah Tembak 04-Oktober 1999
143 La Im 13 Diponegoro Ahuru Tembak 06-Oktober 1999
144 Yahdi L 37 Pns Air Kuning Ahuru Tembak 06-Oktober 1999
145 Hamzah R.K 20 Waihaong Ahuru Tembak 06-Oktober 1999
146 Muhtar Efendy 30 Waihaong Ahuru Tembak 06-Oktober 1999
147 Udin Umanahu 16 Kapaha Ahuru Stroom 04-Oktober 1999
148 Abd. Manar R 40 Ahuru Ahuru Tembak 06-Oktober 1999
149 Muhammad Titi Erang Ahuru Tembak 09-Oktober 1999
150 Haifun Mansyur Bentas Air Salobar Tembak 04-Oktober 1999
151 Rasyid Usia 32 Bentas Air Salobar Tembak 04-Oktober 1999
152 Sari Jayanti P 15 Sole Air Salobar Tembak 04-Oktober 1999
153 Nyong P 18 Siswa Siri Sori Siri Sori Aniaya Oktober 1999
154 Hasan Ali K 40 Tani Siri Sori Siri Sori Tembak September 1999
155 Hasan Ismail K 30 Siri Sori Siri Sori Tembak September 1999
156 Sarifuddin S 21 Siri Sori Siri Sori Aniaya 15-Juli 1999
157 Ubed Kaplale 39 Guru Siri Sori Siri Sori Aniaya 15-Juli 1999
158 Tepasiwa A 34 Pelauw Pelauw Dibacok 08-Oktober 1999
159 A. Rahman T 29 Pelauw Pelauw Tembak 08-Oktober 1999
160 Muhammad Samal Iha-Luhu Ariati Tembak 09-Oktober 1999
161 Umar Syiauta Iha-Luhu Ariati Tembak 09-Oktober 1999
162 La Mini 13 Btm Laha Tembak 16-Oktober 1999
163 Kamal 19 Btm Laha Tembak 16-Oktober 1999
164 Babah 18 Laha Laha Tembak 16-Oktober 1999
165 Harun Dusila 20 Tulehu Tial Tembak 16-Oktober 1999
166 Rinto G.K 19 Larike Btm Kena Bom 09-November ‘99
167 Hasyim R 31 Silale Btm Tertembak 09-November ‘99
168 Abu Bugis 40 Petani Tnh. Goyang Ariati Dibakar Oktober 1999
169 La Hayomu 29 Petani Tnh. Goyang Ariati Dibantai Oktober 1999
170 Ahmad Kaisury 42 Iha-Kulur Ariati Panah 25-Oktober 1999
171 Ahmad S 30 Iha-Kulur Ariati Panah 25-Oktober 1999
172 Saede Anakotta 27 Iha-Kulur Ariati Panah 25-Oktober 1999
173 Faisal Slamet 22 Hitu Ariati Hilang 25-Oktober 1999
174 Arman Lestaluhu Tulehu Suli Tembak
175 Hasyim Laomba 41 Halong Baru Kp. Jawa Tembak 24-November ‘99
176 La Nurdin 14 Oihu Kp. Jawa Tembak 24-November ‘99
177 Lantoga 38 Waihaong Gd. Arang Tembak 20-November ‘99
178 Djafar T 39 Hitu Nania Tembak 20-November ‘99
179 Nasar Lulun 48 Hitu Nania Tembak 21-November ‘99
180 Syamsudin P 17 Hitu Nania Tembak 21-November ‘99
181 Ismail Waliulu 20 Hitu Nania Tembak 21-November ‘99
182 La Toga 24 Tel. Kodok Nania Tembak 21-November ‘99
183 Muh. Tuanani 20 Btm Mardika Tembak 26-November ‘99
183 Amidu 19 Btm Mardika Tembak 26-November ‘99
185 Boby Semarang 16 Btm Mardika Tembak 06-November ‘99
186 Ahmad Mardika Tembak 26-November ‘99
187 Yanto Wala Btm Mardika Tembak 26-November ‘99
188 Nurdin Umamity Air Kuning Mardika Tembak 26-November ‘99
189 Prada Suparno Armed Mardika Tembak 26-November ‘99
190 A. Kadir Pelu Mardika Tembak 26-November ‘99
191 Sulaiman Siwan 25 Btm Mardika Tembak 26-November ‘99
192 Hamid Soamole 19 Air Kuning Mardika Tembak 26-November ‘99
193 Saleh Lausepa 30 Manipa Mardika Tembak 26-November ‘99
194 Umar 24 Galunggung Mardika Tembak 26-November ‘99
195 Sakti Harun 31 Galunggung Mardika Tembak 26-November ’99

115
196 Basri Tuanaya 23 Soabali Mardika Tembak 26-November ’99
197 Gusaer Lekawa Mardika Tembak 26-November ’99
198 Ali Umarella 20 Tulehu Mardika Tembak 26-November ’99
199 Herry Tuhulele 15 Btm Mardika Tembak 26-November ’99
200 Slamet Divinubun 22 Btm Mardika Tembak 26-November ’99
201 Ismail Waliulu 27-November ’99
202 A. Rahman K Air Kuning Ahuru 27-November ’99
203 Bintarati P. 18 Wakal Mardika Tembak 28-November ’99
204 Sertu La Ali 29 Aspol Perigi Lima Tembak 28-November ’99
205 A.D. Abbas 22 Mardika 26-November ’99
206 Ahmad Samal 28 Tani Buano A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
207 Hadiah Samal 30 Tani A. Asaude Tembak
208 La Maolo 21 Swasta Bmt-Tanjung Mardika Terbakar 26-November ’99
209 Asnawi 17 Smp Kbn. Cengik Mardika Terbakar 26-November ’99
210 Abidin Rumalusy 25 Geser Mardika Tembak 26-November ’99
211 Rahmat Lina Waesala A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
212 La Bano Sana Huni A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
213 Duba Tiang Bender A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
214 Arif Fuluh H Masika A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
215 La Wao Masika A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
216 La Jais Tatinang A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
217 La Kao Tatinang A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
218 La Hane Tatinang A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
219 Lanussi Tatinang A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
220 La Jaelani Tatinang A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
221 Usman Tatinang A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
222 Nazar Watimena Buano A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
223 Belum Ada Nama Buano A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
224 Belum Ada Nama Buano A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
225 Belum Ada Nama Buano A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
226 Belum Ada Nama Buano A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
227 Belum Ada Nama Buano A. Asaude Tembak 03-Desember 1999
228 Belum Ada Nama Jawasati A. Asaude Tembak 04-Desember 1999
229 Belum Ada Nama Jawasati A. Asaude Tembak 04-Desember 1999
230 Belum Ada Nama Melati A. Asaude Tembak 04-Desember 1999
231 Belum Ada Nama Melati A. Asaude Tembak 04-Desember 1999
232 Belum Ada Nama Melati A. Asaude Tembak 04-Desember 1999
233 Abd. Wakano Hualo Seriholo Tembak 19-Desember 1999
234 Rustam Lyly Hualo Seriholo Tembak 19-Desember 1999
235 Belum Ada Nama Tani Gemba Gemba Dibakar
236 Belum Ada Nama Tani Gemba Gemba Dibakar
237 Ali Latuconsina 55 Ruko Btm Trikora Tembak 27-Desember 1999
238 Suardi Abbas 45 Jl. Baru Trikora Tembak 27-Desember 1999
239 Fahmi Tuanaya 18 Cengkih Trikora Tembak 27-Desember 1999
240 A.R. Waliulu 40 Swasta Air Salobar Trikora Tembak 27-Desember 1999
241 Ahmad Suatrat 20 Pelajar Talake Dlm Trikora Tembak 27-Desember 1999
242 Zulfikar Bin Umar Waihaong Trikora Tembak 27-Desember 1999
243 Dahlan Laitupa Ureng Trikora Tembak 27-Desember 1999
244 Ibrahim Idris 22 Sopir Tantui Trikora Tembak 27-Desember 1999
245 Rifai Killiani 14 Siswa Geser Trikora Tembak 27-Desember 1999
246 Iwan Bugis Swasta Btm-Banjo Trikora Tembak 27-Desember 1999
247 La Kaiku 27 Karya Jl. Baru Trikora Tembak 27-Desember 1999
248 Idrus Ohoibar 22 Swasta Trikora Tembak 27-Desember 1999
249 A.Yani Tanassy 27 Soabali Trikora Tembak 27-Desember 1999
250 M. Saleh R Karya Btm-Dlm Trikora Tembak 27-Desember 1999
251 Hamzah Mahu Trikora Tembak
252 Taufan Kelian Trikora Tembak
253 Rudi Rumra 21 Siswa Waihaong Trikora Tembak 27-Desember 1999
254 Sudin Mony 25 Seith Trikora Tembak 27-Desember 1999
255 Ch. Busri M Swasta Diponegoro Trikora Tembak 27-Desember 1999
256 Johny R. R 19 Siswa Waihaong Trikora Tembak 27-Desember 1999
257 Rusdi Idrus 17 Siswa Kbn. Ceng. Trikora Tembak 27-Desember 1999
258 Zainuddin I 29 Buruh Silale Trikora Tembak 27-Desember 1999
259 M. Tahir Mara 45 Waihaong 27-Desember 1999
260 Acang Galunggung Trikora 27-Desember 1999
261 Nafa Rumau 37 Talake Trikora Tebakar 27-Desember 1999
262 Abas Buton 27 Tahomu Trikora Tembak 27-Desember 1999
263 Alimuddin Mara Waihaong Trikora Tembak 27-Desember 1999
264 Ahmad Anggoda Trikora Tembak 28-Desember 1999
265 M. Amin Rery Trikora Tembak 28-Desember 1999
266 Rasyid Marasy- Trikora Tembak 28-Desember 1999
267 Ali Tuanaya Trikora Tembak 28-Desember 1999
268 La Bani Trikora Tembak 28-Desember 1999

116
269 Mahdi Kaliu Trikora Tembak 28-Desember 1999
270 Epang Trikora Tembak 28-Desember 1999
271 Modal Usman Trikora Tembak 28-Desember 1999
272 Hanafi Tuahuns Talake Trikora Tembak 28-Desember 1999
273 Nanag Thamrin Trikora Tembak 29-Desember 1999
274 Tomoguru Sangaji 27 Rohumoni Rohumoni Tembak 29-Desember 1999
275 Hasan Sangaji 46 Tani Rohumoni Rohumoni Tembak 29-Desember 1999
276 Haji Sangaji 40 Tani Rohumoni Rohumoni Tembak 29-Desember 1999
277 Amri Sangaji 17 Siswa Rohumoni Rohumoni Tembak 29-Desember 1999
278 Djarapatti Tuhuter 21 Rohumoni Rohumoni Tembak 29-Desember 1999
279 Mahasuji 30 Guru Rohumoni Rohumoni Tembak 29-Desember 1999
280 Modar Wasahuwa 19 Kabauw Rohumoni Tembak 29-Desember 1999
281 Surya Malik 45 Diponegoro Diponegoro 30-Desember 1999
282 Ibrahim Seul TNI Waihaong Waihaong Tembak 30-Desember 1999
283 Ismail Pangura Kramat J Kramat J Tembak 31-Desember 1999

PEMBANTAIAN UMMAT ISLAM DI PROPINSI


MALUKU UTARA DALAM KISAH DAN GAMBAR

I. Kecamatan Malifut
Pada tanggal 18 Agustus 1999 Kristiani dari Desa Sosol dan Wangeotak Kecamatan Kao menghardik dan
membakar rumah-rumah warga Malifut yang Islam, mengakibatkan ter-jadinya bentrokan fisik sehingga terjadi
korban jiwa bagi warga Islam Malifut sebanyak dua orang.
Setelah peristiwa terse-but warga Kristen Kao me-ngumpulkan warga-warga Kristen se Maluku Utara
(Kecamatan Kao, Tobelo, Galela, Wasilea, Oba Ternate, Bacan, Loloda, Ibu, Sahu, Jailolo dan warga Ambon)
di ibukota kecama-tan Kao kurang lebih 16.000 orang yang dilengkapi dengan Bom rakitan, Bom standar, panah,
tombak dan bahan bakar minyak (BBM), dan kemudian pada tanggal 24 s/d 28 Oktober 1999. Kaum Kristen
menyerang besar-besaran terhadap Ummat Islam Malifut, mengakibatkan semua rumah dan bangunan pemerintah,
sekolah-sekolah hangus dibakar dengan mobil tangki BBM, dan jatuh korban jiwa sebanyak 11 orang, dan luka-luka
berat luka ringan sebanyak 25 orang. Sementara itu seluruh warga Islam Malifut lari meninggalkan Malifut menuju
Ternate.
Warga Islam Malifut yang sempat dibunuh oleh warga Kristen Kao, mayatnya dihancurkan dengan melepaskan
kepala kemudian diarak keliling kota, sedangkan isi perut dibongkar, dan kaki dilepas.
II. Kecamatan Tobelo-Galela

Jum’at, 24 Desember 1999, Pukul 20 10.00 BTWI


Menyongsong Natal 1999 di Tobelo, didatangkan pasukan di gereja dari desa Leleoto, desa Paca dan desa Toba,
arah selatan Kecamatan Tobelo. Kedatangan pasukan pengaman gereja dari ketiga desa yang didominasi warga
Nasrani itu datang dengan perlengkapan senjata dan ikat kepala merah yang diangkut dengan truk milik Jansen
Pangkey. Kondisi ini pentingnya mendatangkan kemarahan warga Muslim di Dufa-dufa Tobelo, menurut warga
Muslim, mengapa pengamanan gereja dimalam natal itu, harus dengan perlengkapan senjata?
Pada saat yang sama, di Desa Gurua (yang didominasi warga Muslim) arah utara Kecamatan Tobelo, melalui
pendeta Yan Rubawange dengan alasan kebersamaan memintakan warga Islam Gurua menjaga gereja di desa
disampaikan kepala Posko. Desa Gurua Kecamatan Tobelo itulah, merupakan pertahanan ter-akhir Ummat Islam
Tobelo dan puluhan warga Muslim yang mengamankan diri dalam Masjid Al-Muttaqim Gurua, di Bom dan
dicincang mayatnya oleh warga Nasrani (korban yang terbantai kurang lebih 30 orang).
Pertahanan di Desa yang mayoritas Islam ini dibobol dan warga Nasrani dengan leluasa melanjutkan ke desa
Popilo arah utara kecamatan Tobelo yang juga penduduknya mayoritas Islam, dibantai oleh warga Nasrani.
Pembantaian dilakukan di dalam Masjid Muhajirin Desa Popilo sekitar jam 10.00 BTWI dan korban terbantai
sebanyak (kurang lebih) 30 orang.
III. Kecamatan Ibu
Pada tanggal 4 Januari warga Kristen Kecamatan Ibu sebanyak 33 Desa menyerang Ummat Islam sebanyak 7
Desa mengakibatkan seluruh rumah dan bangunan Mesjid hangus terbakar, sedangkan orang tua dan perempuan
yang tidak dapat melarikan diri dibantai sebanyak 25 orang dan puluhan yang luka berat dan luka ringan.
Sementara masyarakat Islam lainnya diselamatkan oleh kapal perang dan diungsikan ke Ternate.
IV. Kecamatan Sahu
Pada tanggal 4 Januari 2000 kaum Kristen kecamatan Sahu bersama-sama kaum Kristen dari Kecamatan Kao dan
Ibu serta Loloda menyerang Ummat Islam yang berada di Susupu dan Taba Cempaka mengakibatkan seluruh warga
Muslim diselamatkan ke Ternate.
V. Kecamatan Jailolo
Pada tanggal 4 Januari 2000, semua warga Kristen Jailo, Sahu, Ibu, Kao menyerang Ummat Islam di Jailolo dan
Sidangoli, Dodinga, Boso, Bobanego, Tabadami, mengakibatkan Ummat Islam lari menyelamatkan diri ke Ternate,
sementara ada aparat Kristen berpihak pada Kristen dan menembak kaum Muslimin.
Jum’at 31 Desember 1999.

117
VI. Kecamatan Gane Barat
Pada tanggal 5 Desember 1999 kaum Kristen desa Boso yang dibantu warga Kristen desa Senga dan Tawa
kecamatan Bacan + 3000 orang menyerang warga Islam desa Fulai dan Dolik Kecamatan Gane Barat dengan
menggunakan Bom rakitan, panah, tombak mengakibatkan korban jiwa bagi warga Islam sebanyak 12 orang,
sedangkan seluruh rumah warga Islam dibakar sehingga warga Islam mengungsi kepulau Makian dan kecamatan
Bacan.
Catatan :
1. Tragedi berdarah di Malifut, Tobelo, Galela, Sahu, Ibu, Jailolo serta Halmahera Utara ini merupakan tragedi
kemanusian terbesar dalam sejarah kerusuhan di Indonesia. Karena pembantaian dilakukan warga Nasrani
terhadap warga Muslim berlangsung dalam Masjid. Bahkan satu desa yang penduduk Islam di habiskan
didalam Masjid.
2. Tragedi dan kerusuhan yang dimulai oleh warga Nasrani ini mempunyai cara kerja yang sangat rapi dan
sistematis. Diduga keras memiliki jaringan konspirasi dengan tragedi Ambon yang dilancarkan oleh RMS
(Republik Maluku Sarani = Selatan). Karena tokoh-tokoh kunci dalam tragedi Tobelo, Galela, dan Halmahera
Utara dimotori oleh orang-orang Ambon. Seperti pendeta J. Soselissa (pimpinan jemaat Kupa-kupa Tobelo
selatan). J. Huwae (mantan camat Tobelo) Ny. May Luhulima (anggota DPRD Tkt. II Maluku Utara, Fraksi
PDIP, juga seorang provokator utama).
Serta ditambah tokoh-tokoh Kristen yang berpengaruh di Tobelo, yakni :
Ir. Hendrik (Hei), Namotemo, MSP, (kepala bidang perekonomian BAPPEDA Tk. II Maluku Utara), Drs. Djidon
Hangewa, MS (kepala Dinas LLAJ Maluku Utara), Zadrak Tongo-tongo (ketua pemangku dewan adat
Hibualamo Tobelo, pegawai statistik kecamatan Tobelo), suami istri Pieter H. SH (pengurus gereja Katholik)
dan Dra. Joice Mahura (pega-wai dinas pari-wisata kantor bupati Maluku Utara).
Hanoch Tonoro (pe-gawai kakancam P&K Tobelo) pen-deta Goltom (dari Batak yang menjadi pimpinan jemaat
Gamhoku), serta ketua sekolah tinggi Teologia (STT) GMIH Tobelo dan Civitas Academica-nya (di STT-GMIH
inilah tempat bagi warga Nasrani me-nyusun strategi dan pelatihan yang menyerang serta pengendalian alat
tempur dilakukan dengan bimbingan tenaga resimen Mahasiswa STT-GMIH dan tentunya tenaga ahli dari luar
lingkungan STT).
3. Tragedi di Malifut dimotori oleh Drs. Muhta D. Sangaji (Camat Kao), Beni (warga Kao), H.Sangkop pegawai B.I
Ternate), Yosep Jabarnase (guru SLTA Kao), Silfanus Bunga, Sh dan lain-lain. Sedangkan finansial dan
perlengkapan lain saat terjadi penyerangan didukung oleh beberapa penguasa warga keturunan (Cina) seperti :
- Haenart Kusuma ( pemilik KM. Garuda I) yang mengangkut bahan amunisi dari pulau Bobale, hate
mengabulkan permintaan itu. Malam itu gereja di Gurua dijaga oleh Muslim Gurua hingga pagi hari. Padahal
semua ini hanya sebuah siasat kelompok merah (Nasrani).
Sabtu, 25 Desember 1999

Pukul 20.45 BTWI


Seorang warga Kristen Tobelo purnawirawan Maitimu ini berjalan menuju kearah Gosoma (yang didominan
ditempati warga Kristen). Selanjutnya, dalam waktu tidak terlalu lama, terlihat 5 orang pemuda dari Gosoma mabuk
dan berteriak-teriak sambil berjalan kearah tempat pasar kaget (berhadapan dengan toko Central Asia). Padahal saat
itu Ummat Islam masih melaksanakan sholat Tarawih. Kelakuan 5 orang pemuda ini membuat masyarakat yang ada
dilokasi tersebut kaget dan melarikan diri. Disaat itulah, kelima pemuda yang mabuk itu jalan depan gereja
Pantekosta, dari sanalah tiang listrik dibunyikan, suasana mulai mencekam.
Minggu-Senin, 26-27 Desember 1999

Pukul 21.05 BTWI.


Amuk masa mulai pecah. Tiang listrik serta lonceng gereja mulai berbunyi dalam kota Tobelo. Pertikaian
berdarah terjadi dimana-mana dan tak dapat dicegah. Ummat Islam Tobelo yang selama ini tidak mengetahui
rencana jahat dari kelompok merah (Nasrani) berhadapan dengan perlengkapan senjata seadanya. Sebaliknya
masyarakat Nasrani Tobelo memiliki perlengkapan yang luar biasa. Menurut saksi, bahan peledak (Bom rakitan),
Bom ukuran standar, sangat banyak sampai-sampai diangkut dengan gerobak dan tiap warga merah (Nasrani)
membawanya serta amunisi lainnya dengan mamakai peti. Selain bom rakitan, warga merah (Nasrani) juga memiliki
senjata otomatis type “MM” dn ranjau darat (informasi yang berkembang perlengkapan canggih untuk
memusnahkan ini dikirim dari Philipina dan Australia melalui Angir talaud). Ledakan bom terjadi dimana-mana.
Warga muslim Tobelo banyak yang mengungsi di Masjid, terutama ibu-ibu dan anak. Banyak bangunan yang mulai
hancur termasuk Masjid-masjid yang ada di Tobelo. Juga penjarahan oleh warga Nasrani terhadap barang-barang
milik warga Muslim, terutama yang punya toko.
Kekuatan masa warga Nasrani justru lebih besar dari pada warga Muslim (sekitar 23.000 orang Nasrani
berbanding 7.000 orang Muslim). Kekuatan warga Nasrani yang besar itu ternyata para pengungsi yang ada di
Tobelo. Dengan kekuatan yang tidak seimbang itu, Ummat Muslim dibuat bulan-bulanan. Bahkan daging dan darah
babi mereka tebarkan dijalan-jalan, bahkan ada informasi hingga kedalam Masjid.
Pada hari Senin 27 Desember 1999 di Desa Dokulamo Kecamatan Galela, warga Nasrani melakukan
pembunuhan dan pembataian terhadap Imam Mesjid Nurul Huda Desa Dokulamo, bernama Hi. Jaelani Tobuku.
Setelah warga Muslim menguburkan jenazah Imam Hi. Jailani Tobuku tersebut, warga Nasrani membongkar
kembali kuburan tersebut, dan jenazah Imam lalu di salib dan memasukan daging babi kemulut Imam tersebut.

118
Tanggal yang sama (27 Desember 1999) juga terjadi pembantaian terhadap warga Muslim yang berlindung di
Koramil Tobelo. Pembantaian terjadi di dalam kantor Koramil dan beberapa warga Muslim dicincang dihadapan
aparat dan juga dihadapan Danramil Tobelo. Pihak Koramil tak berbuat apa-apa (atau sengaja membiarkan ?)
Selasa, 28 Desember 1999
Posisi warga Muslim Tobelo terdesak oleh pasukan merah. Akhirnya warga Muslim Tobelo digiring hingga ke
Masjid Raya Al-Amin Tobelo. Disinilah warga Muslim terkepung dari semua jurusan. Untunglah ada bantuan dari
aparat keamanan dan menghalau pasukan merah. Terjadi evakulasi warga Muslim ke kompi C Yonif 732 keadaan
kota Tobelo pada hari itu lumpuh total, tidak ada lagi perlawanan warga Muslim terhadap pasukan merah. Dan hari
itu juga, rumah-rumah milik warga Muslim di Tobelo di Bumi Hanguskan oleh pasukan merah.
Di Gamhoku (kearah selatan Tobelo), warga Muslim diajak oleh warga Nasrani Gamhoku, melalui pendeta
Gultom (orang Batak) untuk menghadiri peringatan Natal bersama yang dilaksanakan di gereja Gamhoku. Didalam
gereja itulah, warga Nasrani mengatur rencana untuk menghabiskan warga Muslim dan juga memaksakan warga
Muslim makan babi. Ada jatuh korban jiwa dari warga Muslim dalam gereja.
Rabu, 29 Desember 1999
Di Desa Togolius arah selatan Tobelo yang penduduknya beragama Islam seluruhnya dibantai oleh warga
merah (Nasrani) dalam jumlah korban sekitar 400 orang. Tanggal 2 Januari 2000 mayat-mayat di kebumikan jum’at
31 Desember 1999.
Pasukan merah Nasrani yang dipimpin oleh pendeta J. Soselissa dan G. Huwae (mantan Camat Tobelo) bergerak
ke Gurua beserta grup Drum band, dengan pengeras suara (megaphon) pendeta J. Soselissa (anjing asuh RMS ?)
mengucapkan kata-kata sebagai berikut : “Orang Islam di Indonesia harus dihabisi karena bikin kotor jangan takut,
maju terus karena ada bantuan dari Belamda, Inggris dan Australia. Jadikan Tobelo sebagai Israil ke-2. Tokoh-tokoh
Islam si Gurua harus ditangkap hidup-hidup seperti H. Abd. Rahim, H. Ahmad (Imam Desa Gurua) dan H. Husri
Hakim...” (ucapan ini sempat didengar oleh beberapa Muslim Gurua).

Kesaksian Korban Kebiadaban Kaum Kafir di Maluku


Kebiadaban massa Kristen terhadap umat Islam di Maluku memang sungguh keterlaluan. “Ini merupakan
peristiwa keji yang lebih sadis dari apa yang dilakukan PKI.” Tegas Camat Galela. Drs. Lehwan Marzuki (Republika,
5/1). Dibawah ini hanyalah segelintir dari saksi hidup yang berani memberi kesaksian seputar kekeja-man umat
Kristen di Maluku.
Muflih M. Yusuf (15 th) SMP Al-Khairat Kelas III, Desa Popelo, Tobelo: Rabu (21/12/99) pk. 09.00 WIT. Orang-
orang Kristen dari Kampung Kusur Telaga Panca, dan Kao menyerang Desa Togolihua yang Muslim. Kami, ribuan
umat Islam, berlindung ke Masjid Al-Ikhlas. Masjid dikepung lalu di bom (bom pipa rakitan, menunjukkan bahwa
pihak Kristen sudah mengadakan persiapan sebelumnya). Orang-orang kafir itu juga memanah ke dalam Masjid
dengan panah yang telah dilumur darah babi. Sebagian dari mereka melempari Masjid dengan batu-batu besar
hingga banyak tembok Masjid yang bolong.
Kami yang ada di Masjid kebanyakan anak kecil dan ibu-ibu akhirnya menyerah setelah satu jam di gempur
perusuh Kristen. Orang-orang kafir itu lalu menyerbu ke dalam Masjid, lebih dari 500 orang Islam lari keluar Masjid.
Ada yang masuk hutan, ada pula yang menyerah. Tubuh saya berlumur darah, mungkin sebab itu mereka mengira
saya sudah mati. Di sekeliling saya ada banyak sekali, sekitar 600 orang syahid dengan kondisi amat menyedihkan.
Dalam penyerangan itu, saya lihat banyak muslimah yang ditelanjangi orang Kristen. Walau para muslimah itu
berteriak-teriak minta ampun, tapi dengan biadab mereka diperkosa beramai-ramai di halaman Masjid dan di jalan-
jalan. Setelah itu mereka di bawa ke atas truk, juga anak-anak kecilnya, katanya mau dipelihara oleh orang Kristen.
Para muslimah yang tidak mau ikut langsung dicincang hidup-hidup. Orang kafir itu saling berebutan mencincang
bagai orang berebutan mencincang ular.
Seorang muslimah digantung hidup-hidup lalu dibakar. Pukul 13.00 WIT, perusuh Kristen itu membakar habis
Masjid dengan lebih 600 tubuh syuhada didalamnya. Saya yang penuh luka bakar dengan susah payah keluar dari
Masjid lewat tembok yang bolong. Saya mencari orang Islam yang masih hidup, tapi tidak ada. Semua rumah
penduduk Muslim juga sudah terbakar. Saya akhirnya bertemu dengan seorang Polisi Muslim dan dibawa ke
Polsek. Saya dirawat selama tujuh hari bersama korban yang lain. Dan kini saya berada di suatu tempat di Ternate.
Ibu Musriah (40 th) Pengungsi asal Makian Talaga:
Saya juga berlindung di Masjid yang sama. Lebih dari 50 laki-laki Muslim dicincang termasuk suami saya.
Bagian belakang kepala saya juga mereka tebas dengan golok, tapi alhamdulillah saya masih hidup. Telapak tangan
saya ini ditembus panah. Saya dan tiga orang anak lainnya diselamatkan aparat Muslim.
Ibu Nurain (20 th):
Suami saya, Asnan, telah syahid dibunuh orang kafir. Saya sendiri dalam peristiwa yang sama kena panah di
panggul kiri. Di dalam Masjid, ibu-ibu dan anak-anak kecil banyak yang ketakutan. Saya lihat dengan mata kepala
saya sendiri, banyak anak-anak usia balita diambil oleh orang Kristen dengan paksa. Saya memohon dengan lemah
agar saya dan anak saya yang masih kecil (3 th) jangan dibunuh. Akhirnya bersama enam Muslimah lainnya, saya
diikatkan kain merah di kepala dan di masukkan ke atas truk. Kami melewati Desa Kupa-kupa, di Desa Usosiat,
anak saya diambil dan diserahkan ke rumah pendeta. Saya waktu di Masjid juga melihat ada seorang Muslimah
yang masih gadis dibakar hidup-hidup gara-gara tidak mau melayani syahwat orang kafir itu.

119
Ibu Yani Latif (17 th) :
Suami saya telah syahid. Anak saya, yang masih bayi, Nita (13 bulan) diambil orang Kristen. Dengan truk saya
juga dibawa ke Desa Kupa-kupa, tapi saya melarikan diri dan kembali ke Togolihua. Masjid Al-Ikhlas telah jadi
puing dengan tumpukan mayat yang telah hangus terbakar.
Syahnaim (25 th):
Dua anak saya berusia enam dan tujuh tahun diambil orang Kristen. Sedang adik-nya, Awi (2 th) dicincang
mereka hingga syahid. Saya melihat sendiri, bagaimana sadisnya Bahrul (32 th) dibunuh orang kafir. Mayatnya
disalib, dan naudzubillah, kemaluannya dipotong. Lalu potongannya itu disumpalkan ke mulut mayatnya. Seorang
anak balita, Saddam (5 th) digantung lalu dibelah dari atas ke bawah seperti ikan. Nenek Habibab (80 th) digantung
di pohon jeruk yang diikat dengan rambutnya di pohon lalu dicincang.
Hamida Sambiki (18 th):
Muslimah ini diambil paksa oleh orang Kristen dari Masjid An-Nashr Desa Popelo. Ayahnya yang berusaha
menahan dibantai. Para perusuh Kristen merencanakan mau mengawinkan Hamida dengan anak pendeta di Tobelo.
Namun oleh seseorang yang mengaku keluarga Nasrani, Hamida berhasil diselamatkan ke Polsek Tobelo. Hamida
saat di Masid An-Nashr melihat pembantaian umat Islam oleh perusuh Kristen. Munir (25 th) dibakar hidup-hidup
dan mulutnya disumpal koto-ran manusia, Haji Man (70 th) dipenggal lalu kepalanya yang sudah terpisah dengan
tubuh-nya itu ditusuk dengan panah dan dibuat mainan diputar-putar di dalam Masjid. Hamida juga melihat
bagaimana se-orang Muslim, Malang (50 th), dibunuh secara sadis. Kemudi-an jantungnya diambil. Orang kafir yang
mengambil jantung-nya berkata, “Ini buat hadiah lebaran”
Ridwan Kiley (29 th) dan Ibu Rahmah Rukiah:
Keduanya penduduk Desa Lamo, Kecamatan Galela. Menuturkan kesaksiannya, setelah selamat dari neraka
pembantaian orang Kristen di Galela (26/12), di Islamic Centre, Ambon, seperti dikutip Republika (5/1). Pada ahad
sore (26/12/99), Kecamatan Galela yang didiami mayoritas Muslim diserang massa Kristen dari tiga Kecamatan
mayoritas Kristen: Loloda, Ibu, dan Tobelo. Penyerangan di Galela, juga menimpa Desa Lamo. Pukul 14.00 siang
lebih dari 7.000 massa Kristen menyerang. Sekitar 200 warga Muslim Desa Lamo bertahan. Perlawanan itu dipimpin
Imam Masjid Nurul Huda, Drs. Lamo, H. Jaelani. Saat itu, masa Kristen memotong puluhan ekor babi disepanjang
kampung dan darahnya dilumuri kesenjata-senjatanya. “Wanita-wanita mereka juga bertelanjang dan menari-nari di
sepanjang kampung,” kata Ridwan dan Ibu Rukiah. Tak berapa lama, serentak dilakukan dan Desa Lamo dikepung.
Dalam pertempuran, Imam Djailani menemui syahid. Dengan sadis mayat Imam Djailani di salib dan ditempatkan
di perbatasan Desa Lamo dan Kampung Duma. Setelah beberapa jam tergantung di tiang salib, baru pada malam
harinya mayat Imam Djailani diturunkan dan dikuburkan oleh warga Muslim yang berhasil menyelamatkan diri.
Imran S. Djumadil (37 th), Muslim Ternate:
Awalnya adalah serangan orang Kristen terhadap umat Islam di bulan Oktober 1999 di Ternate, bisa jadi
merupakan rembesan dari kasus Ambon. Sepekan setelah penyerangan itu 13 November, saya di datangi pasukan
Sultan Ternate, Mudafarsyah. Sultan itu beristeri tiga, ada yang Islam ada yang Kristen hingga akidah Mudafarsah
tak jelas. Sultan menyusun daftar nama seratus orang Islam Ternate yang akan dihabisi. Disamping kebenciannya
terhadap Islam, Sultan amat berambisi unutk jadi Gubernur Maluku Utara.
Untuk itu, semua orang Islam yang berpengaruh harus dihabisi. Pada 13 November 1999 siang, saya ada
dirumah. Tiba-tiba datang lima belasan orang pasukan Sultan lengkap dengan golok dan atributnya hendak
menculik saya. Namun batal disebabkan warga sekitar dengan cepat menolong saya. Pasukan Sultan dikenal dengan
istilah Pasukan Kuning. Sejak itu saya yang tergabung dalam Jamiatul Muslimin kian sulit berdakwah. Keamanan
tidak ada lagi di Ternate. Saya keluar dari tempat kerjaan karena ditekan Sultan.
Akhirnya saya berencana untuk bawa isteri dan anak saya tiga orang, yang terkecil 5 th dan terbesar 10 th ke
Jakarta. Pada 20 November, saya mengantar keluarga ke pelabuhan, berangkat dengan KM. Lambelu. Pukul 16.30
waktu setempat, kami meluncur ke pelabuhan Ahmad Yani. Ternyata disana sudah siap seratusan Pasukan Kuning
lengkap dengan golok. Di pintu masuk pelabuhan saya dikepung aparat keamanan yang ada di sekitar tak berbuat
apa-apa.
Saya langsung dibawa ke Pendopo Keraton Sultan Ternate. Anak-anak saya saat itu sudah naik kapal bersama
neneknya. Isteri saya tidak berangkat. Sampai di Pendopo, sekitar dua puluh menit mereka bersitegang, apa saya
akan di bawa ke Pendopo atau dibawa ke tempat lain. Saya sendiri sudah bertawakal pada Allah, merasa ajal sudah
dekat. Di Pendopo saya dikelilingi ratusan Pasukan Kuning. Mereka histeris, bernafsu sekali ingin mencincang saya.
Lalu, anak perempuan Sultan, keluar dan berkata, “Jou (bahasa Ternate, artinya ‘Yang Dipertuan’) suruh Imran
dibawa ke batalyon.” Saya segera diseret ke instalasi Militer Yon 732 Ternate.
Entah kebetulan atau memang sudah direkayasa, hari itu semua tentara yang piket beragama Kristen. Begitu
saya digelandang masuk, dua orang tentara mengejek, “O”, ini orangnya yang mendanai kerusuhan dengan uang
300 milyar!” Perasaan takut saya langsung hilang, saya malah ketawa mendengar fitnah yang malah terasa lucu.
Kredit saya di bank saja belum lunas, bagaimana saya punya uang 300 milyar? Jika saya ada uang begitu besar,
mugkin saya tidak tinggal di Ternate. Ada pula yang bilang, “Kamu ini yang menghina komandan Batalyon!” Saya
padahal tidak tahu siapa komandan Batalyon ataupu wakilnya.
Ternyata setelah belakangan saya ketahui bahwa komandannya seorang Katholik. Tanpa banyak bicara, saya
akhirnya langsung disiksa. Sepuluh orang bergantian menyiksa. Dari Pasukan Kuning ada empat orang, dan tentara
dari Yon 732 enam orang, semuanya kafir. Sekujur tubuh saya dipukul dengan popor senjata M-16 dan tendangan
sepatu laras. Baju saya compang-camping penuh berlumur darah. Mereka juga menggunakan tang untuk mencabut

120
kuku jari saya, tapi alhamdulillah tidak bisa. Lalu mereka ambil korek api. Dinyalakan dan dimasukkan ke dalam
mulut saya.
Api yang berkobar itu menghanguskan bibir saya. Belum puas dengan itu, orang-orang kafir itu menyulut
tangan saya dengan rokok berkali-kali. Tendangan dan poporan senjata asih saja bertubi-tubi mendarat di tubuh.
Badan saya hancur. Itu dilakukan sejak pukul 17.00 sore hingga jam sepuluh malam. Semua baju saya disobek-sobek,
hingga hanya celana dalam yang tersisa. Saya tidka pingsan, tapi mata saya sudah tertutup, tidak bisa melihat.
Kepala saya jadi besar, bengkak-bengkak. Saya hanya bisa beristigfar pada Allah SWT.
Isteri saya ketika pertama kali menjenguk bilang bahwa saya seperti Gajah Mada. Ketika keluar, doker bilang
bahwa tulang saya sudah remuk semua dan tak mungkin pulih. Tapi Maha Besar Allah, setelah di rontgen, dokter
bilang bahwa tak ada satu tulang pun patah. Beberapa orang yang menjenguk saya pingsan karena tidak tahan
menyaksikan keadaan diri saya yang tidak karuan wujudnya. Mengerikan. Banyak yang menganggap bahwa saya
sudah meninggal. Dari omongan para penyiksa itu, saya biasa dengar bahwa mereka berniat mau menghabisi saya
pagi harinya.
Namun Alhamdulillah, isteri saya dan teman-temannya berusaha agar saya bisa dikeluarkan. Mereka
menghubungi Sultan Bacan dan Komandan KODIM. Komandan KODIM tidak ada, digantikan wakilnya, yang
menggantikan adalah teman saya, Pak Slamet. Dia itulah yang menghubungi Polres untuk mengirim satu truk
pasukan Brimob dari Kalimantan ke Yon 732. Akhirnya saya bebas sekitar jam dua malam. Saya yang hanya
bercelana kolor dikembalikan ke rumah. Esoknya saya dirawat di RSU Ternate selama tiga hari, tapi karena keadaan
tidak aman, saya dilarikan ke salah satu Kabupaten di Tedore.
Di sana saya diobati secara tardisional, sekitar 18 hari. Hari ke-20 saya diloloskan dengan KM. Ciremai untuk
diobati di Jakarta. Tanggal 20 Desember 1999 saya tiba di Jakarta, pukul 12.00 WIB. Pada hari yang sama, jam 15.00
WIB, saya diterima oleh Presiden Gus Dur dan Wapres Megawati. Saya yang tadinya berharap banyak pada
pemimpin bangsa malah jadi pesimis. Betapa tidak, ketika saya diperkenalkan oleh Thamrin Amal Tomagola-
Sosiolog UI kepada mereka, “Inilah salah satu korban kebiadaban yang ada di Maluku Utara, yang dilakukan oleh
orang-orang Kristen di sana.” Saya berharap ada sedikit empati akan nasib saya dengan menanyakan bagaimana
kesehatan saya selama ini. Tapi ternyata tidak. Gus Dur mungkin tidak bisa melihat kondisi saya, tapi Megawati
yang terang-terangan melihat saya ternyata hanya diam saja. Mega sama sekali tidak menanyakan saya.
Saya kecewa dengannya. Saya akhirnya berkumpul dengan keluarga di pengungsian di Jakarta dengan kondisi
seadanya. Saya hanya bisa berdoa pada Allah agar saudara-saudara saya di Maluku bisa selamat, “Ya Allah,
tunjukkan bahwa yang haq itu haq dan yang bathil adalah bathil.”
( Rizki Ridyasmara sumber :Tim Investigasi Pos Keadilan Peduli Ummat Ternate).

-bagian ketiga-
KONAPIRASI GPM, RMS, PDI-P DALAM KONFLIK
BERDARAH DI MALUKU JULI-DESEMBER 1999
Ummat Islam Bangkit Membela diri mempertahankan hak hidup dan kemuliaan
agamanya

PENDAHULUAN

RAGEDI Idul Fitri Berdarah di kota Ambon pada tanggal 19


T
Januari 1999 bertepatan dengan 1 Syawal 1419 H telah berlang-sung hampir setahun,
belum ada tanda-tanda akan berakhir bahkan cenderung semakin parah. Berbagai upaya telah
dilakukan, berulang kali kesepakatan dan ikrar perdamaian antara dua kelompok yang bertikai
tidak pernah bertahan lama, bahkan segera setelah ikrar damai diucapkan, kerusan terjadi lagi.
Pertikaian yang melibatkan masyarakat Ambon dan sekitarnya kini telah meluas kemana-
mana seperti Maluku Tenggara, Maluku Utara dan pulau-pulau lain sekitar pulau Ambon.
Pemerintah daerah dan aparat keamanan seperti kehabisan akal untuk mencari penyele- saian,
tokoh agama dan tokoh adat diikutsertakan ternyata hasilnya tidak sedikitpun membekas.
Hal seperti itu tentu disebabkan karena formula penyelesaian tidak mengena ibarat
diagnosa dokter terhadap penyakit pasien keliru, karena itu obat yang diberikan tidak mampu
menyembuhkan bahkan pasien semakin parah hampir tak tertolong lagi.

121
Sampai hari ini pemerintah daerah dan aparat keamanan masih tetap berpendapat bahwa
ada masalah dengan kerukunan hidup antar kedua ummat beragama tersebut yaitu antara
masyarakat Kristen dan Islam yang telah luntur semangat PELA-GANDONG suatu buda-ya
peninggalan nenek moyang yang telah 400 tahun lalu memelihara keakraban dan persaudaraan
diantara kedua masyarakat di Maluku bagian tengah (Kota Madya Ambon dan Dati II Maluku
Tengah). Alasan lain yang terus dikemukakan sebagai alasan penyebab faktor ketidakadilan
dan kesenjangan sosial dimana suku pendatang BBM (Bugis, Buton dan Makasar) yang Islam
telah merebut kesempatan berusaha bagi pihak Kristen.
Pusat Rujuk Sosial (PRS) yang dibentuk gubernur KDH Tingkat I Maluku DR. Ir.
Mohammad Saleh Latuconsina untuk mencarikan penyelesaian kasus ini telah melakukan
berbagai upaya tetapi tidak pernah menampakan hasil. Yang dilakukan berikut adalah
menyeleng-garakan pertemuan para tokoh agama membahas cara penyelesaian melalui
pendekatan agama. Kesimpulannya bahwa ajaran agama bukan penyebab tetapi pengamalan
ajaran agama yang kurang dihaya-tilah sebagai penyebab kedua masyarakat beragama tersebut
berben-turan, dengan kata lain bukan perbedaan ajaran sebagai penyebab. Hari berikutnya PRS
menyelenggarakan Simposium dan Lokakarya (Simpoloka) yang direncanakan berlangsuang 2
hari membahas peranan Pela – Gandong dalam menyelesaikan Kasus Kerusuhan Ambon.
Pada hari kedua Simpoloka itu, terjadilah peristiwa yang mema-lukan penyelenggara yaitu
sejumlah pemuda Kristen memasuki ruang acara Simpoloka bersenjata parang dan tombak
mengejar para peserta Simpoloka yang beragama Islam. Peristiwa yang memalukan itu
seharusnya disadari oleh semua pihak untuk tidak lagi mengangkat-ngangkat Pela-Gandong
sebagai budaya yang dapat menyelesaikan masalah ini dan mencarikan penyebab yang
sesungguhnya. Pada tanggal 12 Desember 1999 Presiden dan Wakil Presiden tiba di Ambon
dengan acara khusus mencarikan solusi perdamaian, dalam perte-muan dengan para tokoh dan
pemuda. Presiden menetapkan bahwa kasus Ambon harus dan hanya diselesaikan oleh orang
Ambon sendiri. Pernyataan presiden itu membingungkan karena sudah 11 bulan ini orang
Ambon gagal total menyelesaikan sendiri kerusuhan ini. Apa yang dikatakan presiden pada
kunjungan ke Ambon lebih memperjelas pendapat pemerintah dan aparat keamanan bahwa
kerusuhan ini berasal dari permasalahan daerah antar warga yang berbeda agama. Rupanya 11
bulan belum cukup untuk memberikan pelajaran bahwa kegagalan demi kegagalan adalah
karena diagnosa yang salah

KEKELIRUAN MELIHAT AKAR PERMASALAHAN


DAN AKIBATNYA YANG FATAL BAGI UMMAT
ISLAM

DIAGNOSA yang salah tidak akan menghasilkan theraphy yang benar, pasien semakin parah
bahkan tidak bisa tertolong lagi. Itulah kira-kira penyelesaian kerusuahan Ambon. Akar
permasalahan tidak ditemukan, dianggap kriminal murni dan masalah sepele. Salah
penanganan oleh aparat keamanan dan pemerintah daerah telah menyebabkan kerusuhan
Ambon ini telah menghasilkan kondisi keamanan mencapai titik terburuk dan pasti akan lebih
buruk lagi bila penanganannya tidak bertolak dari akar permasalahan yang sesungguhnya.
Siapa yang harus bertanggungjawab, Max Tamaela kah? dapatkah ia bertanggung-jawab atas
kehancuran seberat ini dihadapkan Dewan Kehormatan Militer (DKM) karena keberpiha-
kannya dan berpura-pura tidak mengerti dan membantah terus atas keterlibatan GPM dan
RMS.

122
Mari kita melihat penyebab kerusuhan ini dari aspek Pela–Gandong.
Dialog Antar Agama
Meskipun upaya perdamaian terus menerus dilakukan dengan membentuk Pusat Rujuk
Sosial (PRS) oleh Pemda Tk. I Maluku, yang dikoordinir Wagub Bidang Kesra (Kol. Pol. Dra.
Ny. P. Renyaan/ B) yang melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat dan kalangan akademis
dari Unpatti dan Ukim Ambon.
Upaya perdamaian ini pada tahap pertama, dilakukan dialog antar agama se-Maluku, pada
tanggal 20-22 Juli 1999 menghadirkan bebe-rapa pembicara, seperti: Dr. Ir. Saleh Latuconsina
(Gubernur KDH Tk. I Maluku), Dr. M. Saleh Putuhena (Mantan Rektor IAIN Alaudin Ujung
Pandang), Mgr. P.C. Mandagi MSc (Uskup Amboina), Dr. Ny. M.M. Hendriks (Kristen), Dr. Ir.
Ngurah Nyoman Wiadnyana (Hindu), Ketua Walubi Maluku (Budha) dan Prof. Dr. Mus
Huliselan (Rektor Unpatti) Antropologi/ Kultural.
Dialog ini sesungguhnya ingin mencari solusi perdamaian untuk mengakhiri pertikaian di
Ambon, yang telah menghancurkan tatanan kehidupan sosial, agama dan ekonomi bahkan
mengarah pada tinda-kan-tindakan brutal yang tidak dapat dihindari oleh siapapun.
Meskipun demikian dari dialog ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Masing-masing agama yang terkait dengan konflik yang terjadi di Maluku, maka agama
tidak boleh disalahkan. Yang disalahkan adalah penganut agamanya karena mereka tidak
melakukan ajaran agamanya secara benar.
2. Sudah saatnya agama di Maluku memikirkan kembali tugas dan panggilan kemanusiaan.
Memikirkan hubungan antar agama dan semangat memikirkan makna pluralisme agama.
3. Saat yang sama harus membangun jembatan spiritual-intelektual guna menghadapi
kompleksitas kemanusiaan dewasa ini. (Demi-kian makalah Gubernur KDH Tingkat I
Maluku). Sedangkan menurut Dr. M. Saleh Putuhena, dalam dialog tersebut, mengemu-
kakan beberapa hal:
a. Interpretasi yang keliru terhadap aqidah dan syariah menye-babkan posisi manusia dan
kemanusian menjadi tidak penting.
b. Pemahaman dan pelaksanaan agama yang sangat formalitas sehingga kemanusiaan
yang justru merupakan fungsi agama terabaikan.
c. Program pembangunan keagamaan lebih mengutamakan aspek formal dibandingkan
aspek fungsional agama. Bahkan selama ini pembangunan umumnya lebih mementingkan
aspek fisik, material, kelembagaan berbagai sektor masyarakat dan ku-rang memperhatikan
manusianya.
Selanjutnya dikemukakan per makalah, perlu membentuk wadah bersama antar
Cendekiawan ummat beragama yang independen untuk mengkaji dan merumuskan ulang
hubungan antar ummat beragama di Maluku. Selain itu perlu dikembangkan wadah kerja sama
antar ummat beragama dalam menanggulangi masalah-masalah sosial keagamaan,
kemasyarakatan, dan pembangunan sektor agama di Maluku, yang lebih diprioritaskan pada
pembentukan sikap perilaku kemanusiaan.
Sementara itu, menurut Dr. Ny. M.M. Henriks, Sth, dalam per-spektif Kristen Protestan
mengingatkan dialog yang berhasil tidak harus berlangsung pada tatanan elit agama saja, tetapi
juga tatanan ummat. Mengenai agama dan panggilan kemanusiaan di Maluku, dikatakan
bahwa, agama tidak bisa menghindar dari tanggung jawab untuk terlibat dalam masalah
kemanusiaan, khususnya dalam perjua-ngan mensejahterakan dan membela hak-hak
hidupnya.
Disamping itu menurut Prof. Dr. Mus Huliselan dalam makalah-nya, berjudul: “Agama dan
Kemanusiaan Dalam Perspektif Budaya” dikatakan antara lain.
Semua agama selalu mengatakan dirinya paling sah dan benar, lantas mana yang tidak
benar. Hanya belakangan ini dalam semangat pluralisme ada kebutuhan untuk saling
belajar dan membutuhkan.
Bila dalam pluralisme agama, keberadaan agama lain harus diakui sebagai realitas teologis
yang harus diterima. “Tapi apa makna penerimaan ini bagi sebuah proses hidup bersama-
sama sebagai agama. Apakah hanya keterpaksaan sosiologis atau sikap politis yang
dibahasakan secara teologis”.

123
Aspek agama bukan penyebab konflik (kerusuhan) di Ambon, tapi toh dipertanyakan lagi,
apakah agama bebas dari dosa dalam kerusuhan Ambon.
Bila menekankan perspektif iman berarti akan mengabaikan fakta sosiologis, kultural itu
sendiri. Agama pada tatanan ini hadir dalam genggaman penganutnya dan gelanggang
sejarah manusia yang konkrit. Berarti konflik dan ketegangan agama dalam hubungan
antar agama semakin tajam.
Agama mengajar para penganut untuk hidup sesuai nilai-nilai yang dapat mempengaruhi
kehidupan personal dan sosial. Masa-lahnya sekarang adalah bagaimana dari sudut
pandang kebudaya-an ini, kita mengatur hubungan antar agama dan antar ummat
beragama di Maluku, sekaligus menjawab persoalan-persoalan kemanusiaan bersama di
Maluku.
Apapun persoalan perbedaan agama, kita semua punya dambaan dasar yang sama,
dambaan keadilan, perdamaian, demokrasi, dan tegaknya harkat dan martabat manusia.
Dari beberapa pikiran di atas, sesungguhnya dialog antar agama di Maluku, dimaksudkan
untuk mencari solusi sekaligus mengakhiri pertikaian atau kerusuhan Ambon yang
berlangsung sejak pertengahan Januari 1999. Apabila langkah-langkah perdamaian ini hanya
dilaku-kan pada tataran elite masyarakat, tentu saja tidak dapat mengakhiri pertikaian pada
tahap pertama. Jika tidak dilakukan langkah-langkah perdamaian pada tataran masyarakat
bawah, yang tereksploitasi untuk melakukan penyerangan, pembunuhan, pembantaian dan
penculikan terhadap warga masyarakat yang tidak tahu atau tidak berdosa.
b. Simposium dan Loka Karya
Pada Rujuk Sosial (PRS) yang berupaya melakukan perdamaian melalui SIMPOLOKA pada
tanggal 26-28 Juli 1999 dengan thema : PELA DAN GANDONG” di Hotel Ambon Manise,
menghadirkan beberapa pembicara Nasional dan Daerah asal Maluku, antara lain:
Prof. Dr. M. G. Ohorella, SH (Dosen Pasca Sarjana – UNHAS)
Dr. Tamrin Amal Tomagola, Msc (Dosen FISIP – UI)
Prof. Dr. Z. Leirissal (Dosen Fak. Sastra – UI)
Prof. Dr. Mus Huliselan (Antropologi – Rektor UNPATTI)
Prof. Dr. J.E. Lokollo, SH (Kriminolog-Dosen Fak. Hukum UNPATTI)
Dan beberapa komentator asal daerah Maluku antara lain kalangan cendikiawan
(UNPATTI) dan UKIM) para politisi dan kebudayaan.
Adapun SIMPOLOKA ini dibuka oleh Gubernur KDH Tk. I maluku (Dr. M. Saleh
Latuconsina), dengan peserta; tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh adat,
budayawan dan para Latu patty dari P. Ambon dan P.P. Lease, serta kalangan LSM.
Simpoloka ini, tentu memiliki arti yang strategis bila dikemas secara baik, karena akan
dapat melahirkan beberapa rekomendasi yang penting untuk ditindak lanjuti, manakala dapat
diimplementasikan dalam tataran akomodasi dan aspirasi kelompok-kelompok yang bertikai.
Sehingga Simpoloka tersebut hanya mengaktualisasikan kepentingan-kepentingan elit
masyarakat tertentu saja, dimana “Perdamaian Akbar” belum dapat disosialisasikan secara baik
kepada masyarakat agar kelompok-kelompok yang bertikai dapat memahami dan mencermati
upaya perdamaian yang berlangsung secara sporadis, tanpa didahului mengenai penjabaran
makna perdamaian di tengah-tengah masyarakat yang heterogen dan kompleks.
Oleh sebab itu, Simpoloka yang berlangsung tersebut tidak mampu mengimplementasikan
langkah-langkah perdamaian untuk mengakhiri pertikaian sejak bulan Januari 1999. Ketika
berlangsung Simpoloka selama 2 (dua) hari, terjadi lagi kerusuhan Ambon tahap kedua, dan
yang beragama Islam disergap dengan senjata tajam (parang), tombak dan senjata rakitan.
Akhirnya Simpoloka terpaksa bubar pada perte-ngahan hari kedua.
Meskipun Simpoloka yang dilakukan ini, dimaksudkan untuk menyikapi berbagai
permasalahan yang timbul dalam “Tragedi Ambon Berdarah” tahap pertama, ada beberapa
makalah yang dapat dipetik, antara lain:
1. Prof. DR. M.G. Ohorella, SH –judul:
“Modifikasi Bentuk – Isi fungsi – Lembaga Pela dan Gandong”
Budaya Pela dan Gandong adalah pranata adat yang diciptakan dan merupakan warisan
peninggalan Tete Nene Moyang (para leluhur) orang Maluku 400 tahun yang lalu.

124
Orang Maluku sendiri sangat bangga terhadap Pela - Gandong ini, karena merupakan salah
satu dari warisan budaya pening-galan Tete Nene Moyang (para leluhur) orang Maluku.
Pela dan Gandong sebagai salah satu budaya suku bangsa Maluku, yang telah berusaha
ratusan tahun, tidak dapat terhapus dalam waktu sekejap mata saja, akan tetapi setelah
mendapat tantangan, dia akan bangkit dan tampil kembali memperlihatkan eksisten-sinya
(keberadaannya).
Pela dan Gandong banyak disoroti, baik di media massa maupun media elektronika, sejak
terjadi kerusuhan di Ambon tanggal 19 Januari 1999 yang lalu. Sebabnya, ialah karena
keharmonisan dan toleransi antar ummat Kristen dan Islam di Maluku yang dida-sarkan
pada Pela dan Gandong yang sangat dikagumi oleh suku-suku di Indonesia mendapat
cobaan.
2. Makalah – II Prof. DR. M.G. Ohorella, SH Judul:
“Modifikasi Bentuk – Isi – Fungsi Pela dan Gandong Menuju Abad Modern”
Dalam makalah ini, dapat ditarik beberapa hal penting antara lain:
Harus diakui bahwa “Pela dan Gandong “ yang tradisional atau “Gaya Lama” disamping
memiliki kelebihan, sekaligus juga mengan-dung kelemahan. Kelebihannya ialah menciptakan
keharmonisan dan toleransi dalam kehidupan antar ummat beragama (Islam–Kristen di
Maluku) baik di daerah Maluku maupun diluar daerah Maluku.
Sedangkan kelemahannya, terletak pada bentuk – isi – fungsi yang tradisional, dan tidak
adanya lembaga adat (dahulu Saniri, Raja Patih), tetapi UU Nomor 5 tahun 1979 telah
menghilangkan lembaga adat itu yang mengawasi pelaksanaan Pela dan Gandong itu, jika
pranata adat itu dilanggar.
Jika kita telah berketetapan hati, untuk mempertahankan eksis-tensi (keberadaan) lembaga
adat Pela dan Gandong, maka mau tidak mau kita harus mengadakan modifikasi, perubahan
atau Revitalisasi Pela dan Gandong itu menuju abad modern, dimana segala sesuatu akan
berubah secara perlahan-lahan, termasuk Pela dan Gandong itu sendiri.
Setelah terjadi kerusuhan Ambon pada tanggal 19 Januari 1999 lalu, pranata adat (Pela dan
Gandong) ini mendapat cobaan, yaitu fungsi preventifnya hilang,sehingga tidak berdaya
mencegah kerusu-han yang berdimensi SARA itu.
Apakah Pela dan Gandong yang selama ini dibanggakan oleh suku Maluku dan di kagumi
suku-suku lain di Indonesia, karena dapat menciptakan toleransi hidup antar ummat beragama
(Kristen dan Islam) di Maluku ditinggalkan begitu saja, disebabkan tidak berfungsi-nya
mencegah kerusuhan yang terjadi di Ambon/ Maluku? Jawabnya ialah belum tahu.
3. Makalah III – Prof. Dr. J.E. Lokollo, SH judul :
“Modifikasi Bentuk – Isi – Fungsi Pela dan Gandong dalam Kerangka Sistem Pengendalian Sosial”
Dari makalah tersebut, dapat dipetik beberapa unsur penting, antara lain:
Bibit kerusuhan – secara kriminologi – berada dimana-mana, juga di negeri-negeri lain.
Berita tentang perusuh telah merupakan trend zaman ini.
Perusuh dan penjahat punya organisasi, punya rapat operasional, punya dana operasional,
punya boss, punya taktik dan strategi, punya sasaran sementara dan akhir, punya peralatan
bongkar pasang, punya ahli teror, provokator dan konspirator.
Ide menggunakan hukum adat sebagai sasaran pengendalian sosial di kota-kota dan
negeri-negeri setelah kerusuhan Ambon, sebetul-nya merupakan suatu keharusan.
Ada pelbagai type pengendalian sosial, untuk menindak lanjuti tugas-tugas Pusat Rujuk
Sosial, dipandang cocok untuk diterapkan type gabungan, antara lain:
a. Pengendalian sosial yang dibentuk pemerintah dari Maluku.
b. Pengendalian sosial yang didukung (diprakasai) oleh masyarakat hukum adat, dengan
menerapkan sifat-sifat pengendalian sosial yang prepentif dan refresif.
c. Kuantitas pengendalian sosial dibekas wilayah rusuh atau di wilayah rawan rusuh berbeda
dengan wilayah biasa, namun inti-nya adalah bahwa kondisi kehidupan masyarakat yang
serba normatif haruslah diperbesar dan diperkuat.
d. Kemajuan pengendalian sosial pada persepsi perusuh potensial tentang besarnya
kemungkinan untuk ditangkap, kemungkinan diproseskan dan kemungkinan dipidana
atau dihukum secara adat, melalui kesepakatan dan kepastian operasi aparat hukum adat
dan aparat hukum pidana.

125
e. Perkiraan subjektif dari perusuh potensial atau konspirator dan provokator potensial,
tentang kemungkinan untuk tertangkap. Untuk jangka waktu pendek dipengaruhi oleh
adanya peringatan-peringatan, aksi-aksi pengumuman. Namun untuk jangka waktu
panjang, persepsi subjektif bergantung pula pada kemungkinan obyektif untuk ditangkap.
Jadi bergantung kepada permasalahan apakah aparat hukum pidana bisa tidur atau tidak.
f. Dikalangan pemerintah daerah tingkat I Maluku, pokok-pokok hukum adat dan adat
kebiasaan – khsusnya Pela dan Gandong boleh dikatakan belum pernah dibahas sebagai
disiplin yang mempunyai relasi dengan Policy Science ini adalah suatu kesalahan yang telah
disadari.
g. Pertimbangan adalah bahwa Pela dan Gandong dalam kenyataan-nya adalah instrumen
yang sangat penting dalam soal-soal management kemasyarakatan antar negeri-negeri
bahkan antar “Uli” alias antar wilayah.
3. Akar Permasalahan yang Keliru
Pengambilan prakarsa oleh Pusat Rujuk Sosial dalam bentuk dialog antar agama maupun
Simposium dan Loka Karya Pela-Gandong yang melihat akar permasalahan dari segi peranan
agama dam kultur budaya masyarakat Maluku telah dijawab langsung dan spontan sebelum
Simposium itu berakhir. Pada pertengahan hari kedua peserta yang beragama Islam disergap
oleh sejumlah pemuda GPM dengan parang dan tombak untuk dibunuh, Simpoloka pun bubar
tanpa ditutup.
Penyelenggara dalam hal ini Pemda Tingkat I Maluku seharusnya menyadari bahwa Pela
dan Gandong sesungguhnya sudah tidak ada lagi dan melihat kerusuhan Ambon sebagai
penyebab permasalah peranan agama yang tidak efektif adalah pandangan/ pendapat yang
keliru.
Apabila hal tersebut dipahami secara sadar maka mulai bulan Agustus 1999 Pemda Tingkat
I Maluku dan aparat keamanan sudah secara transparan mengkaji kembali akar permasalahan
yang sesung-guhnya.
Pusat Rujuk Sosial seharusnya sejak lama melihat kerusuhan Ambon ini dengan kaca mata
politis dan keamanan. Ketua Rujuk Sosial adalah seorang Perwira Tinggi Polri, sayangnya tidak
melihat saling bunuh ini akibat kurang berperannya agama dan kultur budaya yang meluntur,
ibu ketua harus melihatnya dari aspek keamanan dan politis yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari disiplin ilmu kepolisian/ Militer.
4. Nilai Kohesifitas Pela Gandong
Bila di daerah Maluku bagian tengah yang mengenal Pela Gandong ini ada sedikitnya 500
buah desa, dimana tiap desa secara beranggapan mengikuti semangat Pela Gandong sekitar 10
% mengikuti Pela Gandong dengan 2 buah desa. Maka dapat dihitung nilai kohesifitas sbb:
Bagi 2 desa yang saling mengikat Pela – Gandong;
Aman antara kedua desa tersebut = 2/2500 X 100 % = 4 %
Rawan terhadap 498 desa lain = 498/500 X 100 % = 99,99
Bagi desa yang berbeda dengan 2 desa = 3/500 X 100 % = 6 %
Aman antara desa tersebut dengan 2 desa lainnya = 3/500 X 100 % = 6 %
Rawan terhadap 497 desa lainnya = 497/500 X 100 % = 99,04 %
Dari angka-angka tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa Pela dan Gandong tidak
punya nilai kohesifitas apa-apa, jadi kalau diyakini sebagai sarana yang dapat mengikat
perdamaian sesungguhnya kita telah dibodohi.
Untuk Kota Madya Ambon yang penduduknya sekitar 35 % dan luas Maluku bagian tengah
yaitu para pendatang dari dalam dan luar Maluku maka kohesifitas semakin kecil dan nilai
kerawanan semakin besar.
Maluku Bagian Tengah

Desa A terhadap desa J, tetapi tetap rawan terhadap 18 desa lainnya = 90 %


Desa I sama terhadap desa L dan Q (berpela 2) tetap rawan terhadap 17 desa lainnya 85 %.

Kota Madya Ambon (Perorangan)

126
Sekitar 30 % orang pendatang dari luar Maluku bagian tengah diantaranya Maluku Utara,
Tenggara dan luar Maluku.
Si A aman terhadap si J, tetapi rawan terhadap 18 orang lainnya = 93 %
Si G aman terhadap si O dan si S, tetapi rawan terhadap 27 lainnya = 90 %
Jadi Tingkat kerawanan di Kodya Ambon lebih tinggi.
Karena itu Pela dan Gandong tidak memiliki cukup kohesifitas untuk jaminan tidak terjadi
konflik diantara warganya

KONDISI DAN KONFLIK ELIT MENGORBANKAN


UMMAT

PERJUANGAN membela hak hidup ummat Islam dan kemuliaan agama Islam yang kita
lakukan selama hampir satu tahun ini belum selesai. Selama Desember ‘99 keadaan menjadi
tenang atau kesepa-katan kedua belah pihak karena kepentingan memasuki bulan Rama-dhan
serta perayaan Natal dan Tahun Baru yang biasanya dilakukan sebulan penuh selama
Desember.
Setelah bulan Desember belum dapat diprediksi apakah ketena-ngan selama Desember akan
berlanjut atau justru pecah lagi kerusu-han baru. Jawabannya sesungguhnya tergantung pada
upaya maksi-mal dari kita para elit sebab damai menurut kehendak para Mujahidin sudah jelas
disampaikan oleh KH. Aly Fauzy dan KH. Abd. Wahab Polpoke (baca Bab IX pasal 24). Tugas
para elitlah memperjuangkan aspirasi itu, walau bukan hal yang mudah. Bila para elit konsisten
membawa aspirasi Mujahidin itu maka hubungan keakraban, persatuan dan kesatuan diantara
Mujahidin dan para elit akan pulih kembali. Apabila diantara para elit terpecah belah tidak
berhasil menyatukan visi dan misi maka mustahil aspirasi para Mujahidin dapat
diperjuangkan. Kalau begitu Mujahidin akan berjuang sendiri dengan kemampuan fisik
bersenjata. Padahal kita ketahui akhir perang adalah urusan politik.
MUJAHIDIN BERJUANG SENDIRI
Sebelum mendekati bulan puasa para Mujahidin dari luar pulau Ambon penuh didalam
kota sudah menjadi sangat sempit karena ummat Islam terkurung dalam area sekita 25 % saja
dari luas kota. Kampung-kampung bagaikan pasar sampai menjelang pukul 03.00 pagi.
Keberadaan mereka yang begitu banyak didalam kota sebenarnya membesarkan hati,
karena sebagian kekuatan pemukul, mereka sangat disegani pihak Kristen. Tetapi dibalik itu
mereka menyimpan sejumlah permasalahan. Keluarga yang ditinggalkan di kampung harus
mencari nafkah sendiri atau atas bantuan para tetangga, sedangkan mereka di kota Ambon
tergantung dari bantuan yang disalurkan lewat tiap posko. Tentu mereka membutuhkan
perawatan lain termasuk merokok, makan pun seringkali menjadi masalah. Karena semangat
membela agama saja mereka abaikan semua permasalahan itu.
Hak membela Islam adalah fardhu Ain bahkan sebagai suatu hak asasi, artinya hak itu
menjadi milik tiap orang tidak boleh dihalangi oleh siapapun. Seseorang dapat menuntut
apabila niatnya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang Mujahidin dihalangi oleh
pihak lain. Agama memang menekankan jihad sebagai kewajiban seseorang sesuai kondisi
pada waktu itu, kewajiban itu disebut sebagai fardhu ain mendapat ganjaran pahala yang besar
bahkan bila sampai gugur diberikan predikat syahid dengan jaminan diterima Allah dan
masuklah ia ke dalam syurga. Karena itu berjihad adalah hak setiap orang bahkan merupakan
hak azasi seorang Mujahid tidak mengenal dari strata sosial mana ia datang. Bisa dari strata
tertinggi dalam masyarakat sampai terendah dan hina dina dimata manusia.

127
Karena itu sesungguhnya kita para elit adalah Mujahid yang me-ngambil peran untuk
memenangkan perang sesuai kemampuan, keahlian dan kesempatan masing-masing. Sebagai
fardhu Ain kesem-patan berpartisipasi sebagai Mujahid harus dilakukan dengan upaya khusus
dan proaktif. Jadi sesungguhnya kita semua adalah para Mujahid yang sebagian di antara kita
belum mengamalkannya, masih berpikir dan mempertimbangkan banyak hal yang kaitannya
dengan untung rugi.
Kalau para Mujahidin mempertaruhkan nyawa dan semua kecinta-annya di dunia, para elit
masih jauh dari kesediaan berkorban seperti itu. Namun apa yang kita saksikan dalam
perjuangan ini jumlahnya amat kecil sedangkan jumlah yang besar sedang sibuk dengan 1001
pertimbangan.
Kini kita telah berada pada periode penentu kemenangan perang lewat perjuangan
dibidang politik dan hukum. Bila kalah dalam perjuangan ini maka pengorbanan besar para
Mujahidin menjadi tak punya arti apa-apa. Begitulah tanggung jawab para elit untuk segera
bersatu, mempersatukan kekuatan untuk memenangkan kebesaran dalam perjuangan ini,
jangan membiarkan Mujahidin berjuang sendiri sebab kemenangan akan diperoleh hanya bila
perjuangan fisik bersenjata sejajar dengan perjuangan diplomatik ( politik).
Menghadapi perjuangan yang berat ini ternyata beberapa pihak telah memanfaatkannya
untuk kepentingan kelompok dan pribadi.
Kepemimpinan orde baru tentu mengerti pola-pola rekruitmen untuk membangun
kekuatan memenangkan tujuan/ kepentingan tanpa mau tahu dengan perjuangan ummat yang
terseok-seok. Hanya sebahagian kecil saja para elit yang konsisten tergabung dalam semangat
Jihad Fie-Sabilillah bersama para Mujahidin karena kekuatan yang di bangun untuk
kepentingan kekuasaan, maka mereka akan bergeser menjauhi tujuan akhir perjuangan ummat
Islam. Mungkin dapat dibuktikan dalam waktu dekat sebab periode perjuangan politik sudah
dimulai.
KONDISI ELIT
Terdiri dari sekurangnya 3 kelompok yang mapan\bila mau kita dalam maka akan lebih
dikenal, dan pengenalan terhadap kondisi ini mutlak perlu agar kita dalam menentukan cara
bertindak yang tepat dalam menangani kasus berdarah ini tidak berbuat salah.
a) Kelompok Mujahidin
Para elit dikelompok ini adalah mereka yang istiqomah dalam perjuangan, tidak besar
kelompok ini karena yang tampak banyak adalah mereka yang tampil sebagai kelompok
Mujahidin yang sesung-guhnya keberhasilan mereka mengkamuflase diri padahal adalah
kelompok kepentingan, mereka punya kepentingan tertentu yang pada umumnya bernuansa
materi. Justru keberadaan mereka sebagai pahla-wan telah menimbulkan tanggapan negatif
ditengah masyarakat yang melemahkan perjuangan.
Kehadiran mereka yang akan berjihad dengan berkeliling di pulau Jawa mencari dana
perjuangan adalah para pahlawan yang harus dibe-rikan acungan jempol tetapi sayangnya
mereka tidak melakukan pro-sedur yang transparan. Karena itu betapapun kejujuran mereka
tetap akan menimbulkan kecurigaan ummat, apalagi ada yang terlihat sema-kin hebat setelah
kerusuhan ini, yang lebih khusus lagi terlihat hebat setelah kembali dari Jawa.
Berkeliling mencari dana perjuangan perlu, tetapi harus lewati antara lain:
1. Setiap mereka yang mencari dana darus dilengkapi dengan suatu mandat dari organisasi
yang resmi (MUI atau Al- Fatah)
2. Dana yang berhasil dilaporkan kepada pemberi mandat kemudian diinformasikan kepada
ummat secara terbuka. Penyerahan dana tersebut disertai dengan daftar pertanggungan
jawab yang berisi dari siapa penyumbang, berapa besarnya disertai bukti tertulis minimal
lembar ke II kWITansi untuk checking.
3. Dana yang diserahkan telah dipotong pembiayaan seperti biaya perjalanan, biaya
penginapan, angkutan dan makan ditambah hak bagi pelaku pungumpul dana.
4. Badan penerima (MUI atau yayasan Al-Fatah) membuat surat tanda terima kasih disertai
angka-angka yang diterima (belum dipotong).
Dengan cara ini insya Allah tidak akan ada fitnah dan bantuan akan terus mengalir dari
seluruh penjuru tanah air. Mereka yang akan berlomba-lomba ke Jawa mencari bantuan tetapi

128
tidak transparan telah membuat perjuangan ini semakin sulit, mereka menggunakannya lebih
jahat dari raja Obet.
Yang berikut adalah kelompok Abstain.
Mereka itu belum/tidak menentukan sikap, apakah memihak kepada para Mujahidin atau
tetap pihak yang abstain yang pada hake-katnya mereka telah bergabung ke dalam kelompok
ketiga yaitu punya kepentingan.
Sudah 11 (sebelas) bulan perang ini berlangsung sehingga kelom-pok abstain ini seharusnya
tidak ragu lagi mengambil keputusan untuk bergabung dengan kelompok Mujahidin yang
sesungguhnya dan bukan bergabung pada kelompok Mujahidin yang menyamar, karena
mereka ini lebih berbahaya dari kelompok Abstain.
b) Kelompok Kepentingan
Kelompok ini telah menentukan pilihan untuk tidak masuk kelompok Mujahidin. Mereka
memilih mengamankan kepentingan sendiri mungkin sekali karena masa jabatan, peluang lain
dan sebagai-nya.
Diantara mereka banyak yang tidak pernah muncul, mereka meng-hilang tidak
menampakkan diri, tetapi ada juga diantara mereka muncul dan tampak bergabung tetapi
sesungguhnya mereka hanya menyamar.
Lebih buruk lagi dari kelompok kepentingan tersamar ini sebagian mencapai
kepentingannya dengan menjadi pengkhianat Islam. Ada yang tidak punya harga diri lagi
dengan cara berkolusi dengan musuh Islam terutama bergerak di bidang politik, mereka sudah
diketahui. Ada lagi untuk kepentingan materi bersedia membuka rahasia perjuangan
diantaranya menjadikan pejabat yang Islam menjadi korban, lihat kasus kaset yang
menghancurkan karier seorang Laksamana Pertama sangat disayangkan, menurut para Kiyai
mereka adalah munafiq dan darah mereka halal karena itu berhati-hatilah.
Akibatnya pecahnya elit dalam 3 kelompok telah menunjukkan perpecahan yang berat. Ada
istilah para elit berjalan di atas ranjau sebab antara satu dengan yang lain saling curiga, jangan-
jangan se-orang itu pengkhianat perjuangan. Ada juga menjadi pendorong mobil mogok,
semangat untuk mengumpulkan orang mendorong mobil yang mogok tadi, dan suaranya keras
bagaikan penentu, tetapi begitu mobil jalan banyak orang yang ikut dengan mobil itu ke medan
juang, ia tidak ikut naik kecuali hanya melambaikan tangan dengan seribu alasan.
Kita bertengkar tentang gajah, kita ribut tentang banyak hal tetapi sayangnya tidak ada
yang memahami dengan baik apa sesungguhnya Gajah itu dan apa sesungguhnya yang
dipertengkarkan. Dalam keada-an seperti itu kita juga tidak berusaha memahami apa yang
diperteng-karkan agar konflik segera berakhir tetapi masing-masing cenderung bertahan
dengan fahamnya yang dirasakan paling benar.
Dalam kondisi konflik seperti itu bisa muncul sebagai pemimpin, sebab pemimpin yang
benar tidak pernah merebut jabatan pemimpin, ia tidak pernah menggembar-gemborkan
kemampuannya bahkan lebih tampak Low Profile sebagai perwujudan tanggung jawabnya
kepada Allah swt. Masih ada sejumlah tokoh diantara kita tetapi karena kalah bersaing dan
sikapnya yang tidak takabbur itu membuat ia lebih kalah di arena seperti itu.
Mudah-mudahan kita semua mau menerima kenyataan dan bersedia mengoreksi diri,
tidak ada lagi yang merasa paling hebat padahal yang bersangkutan sesungguhnya telah
mengerti dimana kualitasnya. Demi perjuangan membela Islam marilah kita perbaiki diri

PENINGKATAN KONDISI YANG TERUS


MEMBURUK

129
SEKARANG ini kerusuhan fisik material kota Ambon sudah begitu besar diperkirakan sekitar
193 milyar rupiah untuk kota yang sekecil ini, kehancuran pada mental psykologis tidak dapat
diukur dan sulit direhabiliter. Dari hari ke hari selama bulan juli sampai dengan awal
Desember terus memburuk. Bila hari ini jalur jalan tertentu masih bisa kita lalui walau dengan
pengawalan aparat keamanan, besok sudah bagaikan neraka yang mengancam keselamatan
ummat Islam. Ummat Islam bagai terkurung dalam penjara, tidak bebas bepergian ke desa
diluar kota. Ummat Islam hanya berlindung dari kepercayaan pada aparat keamanan yang
melihat jalan siapa yang terus menyerang. Ummat Islam betul-betul sedang berupaya
menyelamatkan hak hidupnya, bukan saja nyawa dan harta benda tetapi juga agama dan masa
depannya.
a. Kota Terbelah Dua
Sebulan setelah kerusuhan pertama, kota Ambon masih tampak hidup, seluruh ruas jalan
terbuka untuk kedua belah pihak. Mereka yang berkepentingan ke Bank, Kantor Pos dan
instansi menapun dapat dilakukan tanpa pengawalan aparat keamanan. Pada saat itu aparat
mengistilahkan kondisi keamanan seperti sebagai rawan Terkendali. Yang dimaksud adalah
keadaan keamanan memang rawan tetapi masih dalam batas-batas dapat dikendalikan walau
aparat keamanan bersiaga disemua titik rawan untuk memisahkan kedua belah pihak.
Saling bakar dan bunuh dalam ukuran kecil masih terus berlang-sung terutama malam hari
masih sering terjadi penyerangan, bom yang digunakan pun masih sebatas molotov.
Setelah kerusuhan kedua pecah pada akhir Juli yang lalu, keadaan terus memburuk dan
hampir tidak ada hari yang menampakkan lebih baik dari kemarin. Kota Ambon terbelah dua
dimana bagian yang Muslim hanya sekitar 25 % dari luas kota, berada sepanjang tepi kota
mengarah kelaut. Keadaan seperti ini membuat masyarakat Islam berada dalam ruang sempit
dan padat bila ada pukulan keras bisa terlempar kelaut.
Pada sektor Islam terpaksa harus membangun fasilitas umum darurat seperti Rumah Sakit.
Kantor Pos, Bank, Pasar dan sebagainya. Transaksi dagang dan sebagainya dilakukan di
perbatasan pada posisi pos keamanan.
b. Transportasi Terpotong-Potong
Masyarakat Islam tidak melewati perkampungan Kristen dan begitu pula sebaliknya. Untuk
menuju kota masyarakat pinggiran harus menggunakan transportasi lalu kemudian
melanjutkan dengan angkutan darat.
Dengan demikian biaya angkutan menjadi 5 sampai 10 kali lipat, karena itu harga
kebutuhan pokok sehari-hari pun menjadi mahal. Sampai dengan media Oktober melintasi
jalur Kristen dapat dilakukan dengan pengamanan seorang aparat keamanan, pada bulan
Nopember 1999 aparat keamanannya telah menjadi sasaran tembak pihak Kristen.
c. Pendidikan Macet Total
Pendidikan hanya berjalan dilingkungan sendiri, kuliah praktis tidak berjalan karena
transportasi dan keamanan. Unpatti yang dikuasai sepenuhnya oleh pihak Kristen tidak
mungkin dimanfaatkan oleh mahasiswa maupun dosen yang beragama Islam.
Universitas Darussalam yang berada diluar kota praktis tidak ada perkuliahan, yang agak
normal hanya STAIN dan Universita Kristen Maluku (UKIM) karena dapat dicapai oleh
sebahagian mahasiswa melalui jalur dalam sektor sendiri.
d. Kota Mencekam 24 Jam
Sepanjang siang maupun malam bunyi ledakan bom dan tembakan senjata rakitan terus
berlangsung diselingi tembakkan aparat keama-nan. Saling menyerang 2 bulan terakhir terjadi
setiap hari. Pembakaran dan pembunuhan oleh kelompok kecil dari kedua belah pihak terus
terjadi. Kota Ambon sangat menakutkan bagi siapapun karena korban terus berjatuhan siang
maupun malam hari.
e. Aparat Keamanan Menjadi Sasaran Penembakan
Sejumlah kasus telah menunjukkan bahwa sasaran permusuhan meluas, aparat keamanan
yang beragama Islam sudah tidak aman. Mereka bisa disergap walau dalam melaksanakan
tugas. Didalam asrama kehidupannya mereka terancam apalagi senjata perorangan telah
ditarik dan digudangkan Istilah GALI yang tersebar luas diarti-kan Gerakan Anti Islam.

130
Karena itu korban aparat keamanan yang beragama Islam terus bertambah. Suasana
Oktober – November 1999 mencekam siang apalagi pada malam hari.
Keadaan seburuk ini adalah akibat penanganan oleh aparat keamanan dan pemerintah
daerah yang tidak mempunyai keberanian. Persoalan diambangkan begini lama tidak ada
upaya menembus akar permasalan, masyarakat dibiarkan terus saling membunuh.
Konsep penyelesaian tidak jelas tampak dari tidak adanya operasi teritorial oleh Kodam
maupun operasi khusus Kepolisian oleh Polda. Yang tampak hanya penyebaran pasukan
dalam jumlah besar diseluruh titik rawan didalam dan diluar kota Ambon bahkan ke P.
Haruku, P. Saparua, P. Seram dan P. Kai di Maluku Tenggara. Pasukan itu bertugas untuk
mencegah kedua belah pihak yang bersengketa tidak berkelahi secara massal sedangkan
perkelahian perorangan diluar pengawasan aparat keamanan setiap saat bisa terjadi. Pasukan
besar itu hanya bertugas sebagai pembatas bukan mendinginkan kedua belah pihak.
Karena itu sulit diperkirakan kapan perang antara Kristen dan Islam di Maluku ini akan
berakhir, bahkan dikhawatirkan akan terus meningkat semakin buruk. Keterlibatan oknum
aparat Kristen dan Islam harus dilihat prosesnya jangan hanya melihat akibat saja.
Sejak awal peristiwa aparat keamanan dari oknum Kristen sudah memihak, lihat bagaimana
pemutar balikan fakta oleh oknum pejabat Polda. Ummat Islam hanya menanggapinya dengan
penuh kepriha-tinan. Berikutnya terbawa oknum Kodam XIV/ PTM yang beragama Kristen.
Gerakan Anti Loreng Islam dimana setiap prajurit Islam jadi sasaran penembakan termasuk
korban sejumlah anggota marinir. Korban aparat keamanan yang gugur sebagai prajurit
dianta-ranya beberapa perwira.
Melihat korban Mujahidin oleh oknum aparat keamanan Kristen sejak awal peristiwa
membuat prajurit yang beragama Islam terangsang ukhuwah Islamnya, apalagi korban prajurit
Islam digotong/ ditolong oleh saudaranya yang Islam dengan terus mengumandangkan Allahu
Akbar tanda turut mendoakan semoga mereka diterima oleh Allah SWT sebagai Syuhada.
Proses ini terjadi alamiah sekali karena mereka mengerti ajaran Al-Qur’an bukan mereka
mengkhianati Sumpah Prajurit dan Sapta Marga tetapi mereka dihadapkan pada tantangan
yang dilihat dengan mata kepalanya sendiri. Para Mujahidin yang melihat ini sebagai perang
agama tidak dapat dipungkiri kalau masjid dibakar dan dirusak, kubah masjid dipasangkan
Salib meng-ganti tulisan Allah, Rasulullah saw. dihina dan dilecehkan lewat tulisan dan
obrolan di HT, para imam Masjid dibunuh dan ada yang cacat seumur hidup, apalagi mereka
terbunuh di dalam Masjid. Kalau Al-Qur’an diinjak-injak dan dibakar, sekolah Islam
dimusnahkan, Kantor Urusan Agama (Kandepag, Kanwil Depag dan Kantor Pengadilan
Agama) dibakar, apakah bukan mengajak perang agama? Kalau Salib dan Yesus terus
dikedepankan dalam tiap serangan apa pula yang harus ditutupi? Bukankah Islam hanya
membela diri mempertahankan hak hidup dan berusaha agar agamanya tidak dihina lagi.
Silahkan pelajari keseluruhan proses kerusuhan ini, siapa yang sesung-guhnya
merencanakan ini semua. Jangan mau begitu saja menerima pemutar balikan fakta, jangan mau
dibohongi. Bila seluruh perbuatan biadab itu dipertanggung jawabkan oleh ummat Kristen
yang memulai pertikaian. Maka ummat Islam siap mulai proses damai, asalkan proses itu jujur
dan ikhlas.
Dari manapun Tim yang akan mengupayakan rekonsiliasi, silahkan pelajari dulu
permasalahannya secara menyeluruh agar tidak menimbulkan kema-rahan Mujahidin dan para
Syuhada, bawalah kepentingan keadilan yang sesungguhnya dan tinggalkan kepentingan
pribadi, apalagi kepentingan politik golongan tertentu.
Tolong berhati-hati jangan menimbulkan kemarahan Mujahidin karena mereka bukan saja
akan mengamuk, tetapi parang yang terhunus ditangannya mengancam setiap pengkhianat.
Rasakan dan hayati dengan baik dendam akibat junjungannya dihina secara amat biadab,
seakan-akan Rasulullah telah ikut menyakiti mereka. Tidak benar akar permasalahannya
adalah kecemburuan sosial dsb. Ini konspirasi besar yang dimainkan RMS yang membenci
orang Islam dengan ajarannya. Jangan ada tokoh yang mengecilkan arti dendam agama ini,
karena telah memberikan arti lebih menjauhkan peluang rekonsiliasi, marilah kita bersikap
objektif agar upaya mencarikan perdamaian setapak demi setapak mencapai kemajuan

131
KETERKAITAN GPM, RMS DAN PDI
PERJUANGAN

SEJAK awal peristiwa ini perusuh mendemonstrasikan RMS sebagai pelaku kerusuhan ini. Yel-
yel dan corat-coret membanggakan RMS terlihat dimana-mana selain menghujat agama Islam.
Demikian pula dengan pembunuhan dan pembakaran disertai teriakan Mena Moeria Menang
terdengar mengiringi aksi kekejaman tersebut telah mengi-ngatkan ummat Islam kepada
peristiwa 49 tahun yang lalu ketika RMS diproklamirkan pada tanggal 25 April 1950 oleh Dr.
Soemokil. Karena itulah ummat Islam yakin RMS, jelasnya kelompok perusuh ini,
menghendaki berdirinya RMS terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
KETERKAITAN RMS, GPM DAN PDI-P DALAM KERUSUHAN
Jumlah penduduk kota Madya Ambon 311.974 orang terdiri dari :
Protestan 51, 92 % = 51, 92 % X 311.974 orang = 161.977 orang
Katolik 5,55 % = 5,55 % X 311.974 orang = 7.315 orang
Islam 42,38 % = 42,38 % X 311.974 orang = 132.215 orang
Budha + Hindu 0,15 % = 0,15 % X 311.974 orang = 467 orang
Dari penduduk yang beragama Islam sebesar 132.215 orang sekitar 35 % berasal dari luar
kota Ambon termasuk pendatang dari Maluku Utara, Maluku Tenggara dan dari luar Maluku.
Proestan + Katolik = 161.977 + 17.315 orang = 179.292 orang
Prosentase
Proestan = 161.977/ 161.977 + 17.315 = 91 %
Katolik = 9%
Dari perbandingan itu dapat kita terjemahkan bahwa yang melakukan kerusuhan di
lapangan hampir keseluruhannya beragama Protestan = 91 %. Warga yang beagama Protestan
harus bernaung dibawah organisasi Gereja dalam hal ini Gereja Protestan Maluku (GPM). Jadi
dari perusuh di lapangan dapat ditafsirkan bahwa 91 % adalah anggota GPM.
Pendukung RMS 99,9 % Protestan dan sedikti Katolik, jadi sulit dibedakan antara RMS dan
GPM dalam kerusuhan Ambon.
Kerusuhan di Ambon berakibat eksodus di warga Muslim dalam jumlah besar, sehingga
pada pemilu yang lalu suara Partai Islam merosot jauh dan sebagian masih tertahan di Golkar.
Karena itulah PDI-Perjuangan menduduki posisi mayoritas tunggal di DPRD Kodya Ambon
yang tentunya berpengaruh pada DPRD tingkat I Maluku. Dengan demikian PDI-Perjuangan
dapat dikatakan telah mendapat keuntungan besar dari kerusuhan Ambon. Karena anggota
PDI-Perjuangan 99,9 % Kristen maka PDI-Perjungan telah menyumbangkan anggotanya pada
kerusuhan Ambon walau bukan atas nama organi-sasi. PDI-Perjuangan di Maluku bukan ex
PNI tetapi ex Parkindo dan Partai Katolik.
GAMBAR

132
Dengan pernyataan ketua sinode GPM Pdt Sammy Titaley STh tentang kehendaknya untuk
mendapatkan REFERENDUM, pernya-taan ketua PDI-Perjuangan/ wakil ketua DPRD TK. I
Maluku saudara John Mailoa, semakin jelas menampakkan posisi RMS (separatis) dalam
kerusuhan ini adanya upaya untuk membebaskan tokoh GPM yang PDI-Perjuangan tersebut
dari keterlibatan RMS sebagai pelaku kerusuhan.
Karena itu kedatangan 4 orang anggota DPR-RI dari fraksi PDI-Perjuangan yang dipimpin
Mayjen Purn. Sembiring Meliala ada kaitannya dengan maksud tersebut di atas sekurang-
kurangnya apa yang dapat dipersiapkan sebelum Panitia Kerja (Panja) DPR-RI tentang Ambon
bekerja

SEMAKIN TAMPAK PERAN RMS

RMS dituduh terlibat sebagai dalang kasus kerusuhan Ambon karena sejak awal sebelum
meletus peristiwa 19 Januari 1999, RMS telah menampakkan kegiatannya seperti dalam aksi
demo kekerasan pada tanggal 16-18 November 1998 di kota Ambon. Yel-yel hidup RMS telah
berkumandang apalagi pick-up putih yang berkeliling kota berisi mahasiswa mempopulerkan
Yel Mena Mouria, salam kebangsaan RMS.
RMS sejak berdirinya pada tanggal 25 April 1950 tidak pernah berhasil ditumpas secara
ideologis, diantara para tokoh Kristen tetap memimpikan berdirinya RMS. Pada periode 10
Tahun terakhir terasa semangat RMS menjalar diantara generasi muda, pada saat reformasi
yang berjalan penuh kerusuhan mereka menunjukkan unjuk rasa kekerasan ingin menaklukkan
ABRI.
Karena itu RMS adalah suatu kekuatan laten yang tetap berada pada benak sejumlah tokoh
dan pemuda Kristen. Sejumlah dokumen penting tentang aktivitas RMS mempersiapkan
kerusuhan banyak ditemukan.
MENGAPA RMS DITUDUH
Mengulangi penjelasan pada buku II Tragedi Idul Fitri Berdarah Buku Putih bahwa
terpilihnya RMS sebagai pelaku kerusuhan ini didukung oleh beberapa alasan. Program
memperbesar prosentase Kristen di Maluku dilaksanakan dengan mengusir masyarakat Islam
dari Ambon dan sekitarnya yang akan berlanjut sampai keseluruhan pelosok Maluku terutama
pada daerah-daerah transmigrasi yang telah membuat perimbangan kekuatan Islam–Kristen
berubah, pihak Kristenpun sangat berkeberatan karena dampaknya luas bagi kepenti-ngan
Kristen yang sebelumnya selalu dominan.
Pengaturan pemerintahan yang akan datang dengan menonjolkan pelaksanaan otonomi
daerah yang luas apalagi berkembang sampai menjadi Negara dengan sistem federal maka
kekuatan pemerintahan di Maluku dengan segala kebijakannnya akan terus membuat posisi
ummat Islam menjadi minoritas yang tidak punya peluang apa-apa lagi. Nasib ummat Islam
akan berada tidak jauh seperti dibawah penja-jahan Belanda atau seperti Palestina dan Israel.
Inilah salah satu sasaran pihak Kristen yang ratusan tahun membenci dan memusuhi masya-
rakat Islam di daerah ini.
RMS Memenuhi Persyaratan Watak

133
Untuk tugas Moslem Cleansing, memang tepat diberikan kepada RMS yang sejak awal telah
membenci ummat Islam. Negara boneka ini dibentuk oleh Belanda, naskah proklamasi
berdirinya RMS ditanda-tangani pada tanggal 18 Januari 1950 oleh dua orang tokoh masing-
masing J.M. Manuhutu dan A. Wairisal dan diumumkan secara terbuka pada tanggal 25 April
1950 oleh Dr. Soumokil. Negara Boneka buatan Belanda ini dibentuk untuk melanjutkan
kepentingan Belanda di Maluku, karena itu ummat Islam menolak Negara Boneka ini, yang
langsung melakukan perlawanan dimana-mana. Di Maluku pemerin-tahan RMS dibawah
tanah tetap berdiri yang melakukan kegiatan tersembunyi, yang dibuktikan dengan adanya
penaikan bendera RMS di beberapa tempat pada tanggal 25 April setiap tahun. Organisasi dan
pemerintahan RMS dibawah tanah ini pernah dibongkar pada tahun 1989 oleh Korem 174/
PTM pada waktu itu. Tetapi organisasi dibawah tanah tentu memiliki komposisi,
kepengurusan yang berla-pis, diantara mereka ada di pemerintahan termasuk lembaga
legislatif dan ormas lainnya. Gerakan dibawah tanah ini semakin kuat setelah pemerintah RI
memberlakukan kebijaksanaan Repatriasi eks KNIL asal Maluku untuk dapat kembali ke
Maluku, bahkan peluang lebih terbuka setelah ada kebijaksanaan bebas visa kepada turis dari
bebe-rapa negara termasuk negeri Belanda. Pendatang asing ini telah ikut menyiapkan
berdirinya RMS yang dikaitkan dengan aktivitas RMS di Belanda yang terus menguat, RMS
digandrungi di kalangan pemuda.
Korban ummat Islam cukup banyak, para pemuda, tokoh agama banyak yang terbunuh,
kampung halamannya dibakar, perlawanan tetap berlanjut, tidak jauh berbeda seperti apa yang
terjadi dalam kerusuhan yang berkembang menjadi perang agama ini.
Setelah TNI mendarat di Seram banyak pemuda Muslim berga-bung sebagai prajurit TNI
maupun sekedar tenaga bantuan untuk penunjuk jalan, pengangkut amunisi maupun bekerja
di dapur umum. Mereka bahu membahu dengan kesatuan-kesatuan TNI yang menda-rat di
Seram untuk merebut kembali Ambon sebagai Ibu Kota dari tangan RMS. Akhirnya atas saling
bantu antara TNI dan ummat Islam, RMS berhasil ditumpas habis secara fisik dalam beberapa
tahun kedepan terutama setelah tertangkapnya Dr. Chr. Soumokil sebagai presiden RMS oleh
kesatuan Yon 328 Siliwangi.
Karena itu RMS sangat memusuhi ummat Islam dengan kebencian yang tinggi, dan karena
itu RMS sangat memenuhi syarat untuk melaksanakan kerusuhan melakukan pembersihan
ummat Islam di Ambon dan sekitarnya bahkan akan berkembang ke Maluku secara
keseluruhan dalam rangka menjadikan propinsi yang didominasi kekuatan Kristen dalam
rangka berdirinya RMS di Maluku.
RMS Memenuhi Syarat SDM
Walaupun secara fisik RMS telah berhasil ditumpas tetapi ideologi politik yang dipunyai
RMS tetap ada di benak sejumlah besar tokoh Kristen di Maluku bahkan yang berada diluar
Maluku, terutama yang melarikan diri ke Belanda dan mereka yang sengaja diselamatkan ke
Belanda. Dengan demikian RMS tetap eksis di Belanda dalam bentuk Pemerintah RMS di
pengasingan, di Maluku ada kekuatan yang bergerak di bawah tanah.
Mereka tetap merencanakan RMS akan bangkit lagi karena ideologi separatis itu tetap ada
dan terbuka peluang besar di era reformasi ini setelah Tim-Tim berhasil merdeka berdiri sendiri
yang disusul tuntutan Aceh dan Irian Jaya begitu keras. Para tokoh RMS berpen-dapat bahwa
mereka lebih berhak untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibandingkan Aceh, karena tuntutan itu telah dimulai sejak 1950.
SDM RMS yang tersedia di Ambon cukup untuk berdiri sendiri baik kuantitas maupun kualitas. Sumber
Daya Alam khususnya kekayaan di laut dan dibawah permukaan laut di perhitungkan mam-pu untuk
menghidupi negara sendiri dengan kemampuan SDM yang besar.
RMS Memenuhi Syarat Konsepsi
Kita ulangi sekali lagi dalam naskah ini tentang keberadaan RMS dan GPM dalam
kerusuhan ini. Masyarakat Protestan di Maluku ...%, Katolik ...% kedua kekuatan ini yang
melakukan kerusuhan secara bersama-sama. Dari perbandingan prosentase dapat dikatakan
bahwa Protestan yang terbesar dan dominan di lapangan, artinya dilapangan dapat dikatakan
pelakunya hampir keseluruhannya anggota GPM (Protestan). Kalau begitu sulit kita bedakan
mana RMS dan mana GPM. Dengan kata lain, tidak ada tokoh RMS yang bukan GPM, hanya
sebagian kecil saja dari mereka yang beragama Islam.

134
Mari kita lihat tujuan Oikumene sedunia yaitu Satu Tuhan, Satu Dunia, Satu Gereja, rencana
yang besar itu membawa GPM untuk membangun kekuatan Kristen di Maluku. Maluku harus
menjadi milik orang-orang Kristen secara serentak, berikutnya ber-tahap sampai habis terutama
semua pendatang yang ke Maluku lewat program transmigrasi, sedangkan lainnya terutama
para elit akan meninggalkan Ambon karena atmosfer dibawah Kristen tidak akan mendapat
kesempatan berkembang. Mereka satu persatu berusaha untuk memiliki peluang kehidupan
yang lebih baik di luar Maluku. Yang ada di Maluku hanya masyarakat Islam kelas bawah yang
mudah ditekan, diperlakukan diskriminatif dan tidak perlu diperlakukan adil seperti pernah
diperlakukan oleh penjajah yang telah menanamkan watak diskriminatif kepada yang Islam.
Karena itu RMS tepat sebagai pelaku kepentingan Kristen, dengan kata lain konsepsi dalam
kerusuhan ini adalah untuk membersihkan ummat Islam (Moslem Cleansing) dari bumi
Maluku adalah program bersama.
MANUVER ELIT GPM
Perjuangan merebut kemerdekaan seperti Al-Fatah di bawah pimpinan Yaser Arafat
Palestina ataupun ketika Indonesia merebut Irian Barat, selalu ada 2 sayap politik dan sayap
militer, bila hanya mengandalkan satu sayap sejak awal tidak akan berhasil bahkan bisa
dikalahkan.
Begitu juga dengan perjuangan GPM membentuk negara Republik Maluku Selatan. Dengan
strategi yang matang para elit Kristen mela-kukan manuver dibidang politik dengan berbagai
pernyataan dan tuntutan serta aktivitas di bidang militer (kerusuhan) dimana satu dengan
lainnya saling mendukung dan tampak sangat singkron. Dari hari ke hari sesuai dengan
kemajuan perjuangan fisik dan perjuangan politik ditingkat nasional dan internasional para elit
GPM mulai mengeluarkan sejumlah pernyataan dan tuntutan sehingga semakin jelas kearah
dukungan internasioanl, kita tahu bahwa tidak ada pemberontakan di dalam negeri tanpa
dukungan luar negeri.
PEMBUNUHAN TERHADAP PERSONIL TNI
Perjuangan dan tuntutan rakyat Aceh untuk merdeka ternyata mendapat kemajuan, begitu
juga rakyat Irian Jaya sedang menuntut kemerdekaan untuk berdiri sebagai negara Papua Barat
yang merde-ka. Pemerintahan Gus Dur sedang dihadapkan pada kesulitan besar. Para elit GPM
yang selalu bolak-balik ke negeri Belanda semakin berani menampakkan niatnya untuk
melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Gejala yang berani itu dapat kita lihat dari hal-hal sebagai berikut:
1. Pernyataan Ketua Sinode GPM Pdt. Samy Titaley setelah selesai menghadap Wakil
Presiden bersama Gubernur dan Ketua Majelis Ulama Indonesia Maluku kepada TVRI yang
disiarkan secara luas. Ketua Sinode secara terang-terangan menuntut dilakukannya
Referendum di Maluku. Pernyataan ini tidak lain ingin meniru keberhasilan Tim-Tim karena
dukungan dan tekanan Lobby Kristen Internasional. Dukungan dan tekanan seperti itu sudah
terasa dalam proses penyele-saian kerusuhan Ambon. Karena itu jelas sebagai upaya awal
untuk mendirikan RMS lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka telah
mempunyai perhitungan tersendiri tentang perkemba-ngan yang akan datang.
Pernyataan DPRD TK I. Maluku periode 1997/1999 kepada Presi-den B.J Habibie pada awal
Maret 1999 bahwa kerusuhan di Ambon bukan didalangi oleh RMS. Siapa pun mengerti bahwa
DPRD tidak membidangi masalah keamanan karena itu mereka tidak tahu tentang terlibat atau
tidaknya RMS, mereka tidak punya perangkat apapun yang mampu menditeksi perkembangan
kerusuhan di Ambon. Polda sebagai pemegang Komando dan pengendalian maupun Korem
174/PTM pada waktu itu (Maret 1999) belum mengeluarkan pernyataan tentang keterlibatan
atau tidaknya RMS karena masih dalam proses penyelidikan. Bagaimana mungkin DPRD TK I.
Maluku bisa begitu cepat mengeluarkan pernyataan ysng bukan kewenangannya. Pernya-taan
itu dilakukan dengan persiapan, jadi jelas melewati suatu pertim-bangan yang matang untuk
sampai pada mengirimkan delegasi menghadap Presiden. Tentu ada inisiatif makernya yang
dari luar sudah dapat diduga siapa dia kalau bukan Zeth Sahuburua yang sejak tahun 1998
sudah diditeksi ada benang merah RMS dibenaknya seperti hasil pengungkapan oleh Korem
174/PTM. Yang disayangkan mengapa Ketua DPRD TK I. Maluku Sdr. Fatah Syah Doa ikut
terbawa manuver RMS tesebut dan menjadi ketua delegasi, seharusnya Gubernur mencegah
delegasi RMS ini.

135
Kasus ini enak untuk diusut, mereka yang ikut sebagai delegasi dapat dimintakan
keterangan untuk mengusut penggagasannya. Dari kasus DPRD ini akan mudah mendapatkan
jalan untuk membongkar sejumlah tokoh yang terlibat gerakan RMS ini.
2. Bantahan keras Pangdam XVI/PTM Brigjen TNI Markus Tamaela dihadapan para tokoh
pemuda, tokoh masyarakat dan para Latupatti se-Leihitu di desa Hitu pada pertemuannya
bersama-sama Gubernur bahwa RMS tidak terlibat dalam kasus kerusuhan Ambon. Jawaban
seperti itu sudah dapat diperkirakan karena sulit dipisahkan mana rencana GPM dan rencana
RMS. Max M. Tamaela tidak mungkin mengusut RMS kalau nanti yang terlibat secara langsung
sejumlah tokoh GPM.
Kerusuhan yang terjadi sejak 19 Januari 1999 sampai dengan saat pertemuan dengan
masyarakat Leihitu sudah cukup waktu untuk dapat membongkar organisasi mana sebagai
perencana sekaligus pelaksana kerusuhan ini. Kalau Pangdam XVI/PTM tidak dapat
menunjukkan organisasi perencana dan pelaku kerusuhan tiada lain karena RMS -lah
perencana dan pelaku semua itu, tetapi akan menjadi masalah besar bila RMS diangkat
kepermukaan.
Jadi sesungguhnya membongkar kasus kerusuhan Ambon ini tidak terlalu sulit asalkan ada
Political Will. Karena itu bila pengganti Max Tamaela bukan seorang Protestan maka peluang
untuk menangkap batang leher RMS terbuka lebar.
3. Pernyataan Wakil Ketua DPRD TK I. Maluku periode 1999/2004 John Mailoa juga
membantah keterlibatan RMS dalam kasus kerusuhan Ambon dan sekitarnya. Sekali lagi
pernyataan oleh seorang Wakil Ketua DPRD TK I. Maluku tidak profesioanal, bukan kewena-
ngannya untuk itu.
Tampaknya ada upaya keras tokoh GPM di DPRD TK I. Maluku untuk melepaskan diri dari
keterlibatan mereka, kita ketahui bahwa PDI-Perjuangan di Ambon bukan PNI partainya Bung
Karno, tetapi eks Parkindo dan partai Katholik, mereka adalah para perusuh dan tokoh
perencana kerusuhan, maka itu pernyataan saudara John Mailoa wakil ketua DPRD TK I.
Maluku bukan mewakili lembaga tetapi sebagai ketua PDI-P Tk.I Maluku.
4. Pernyataan Letjen Tias Tiyarso KABIA pimpinan Badan Inteljen ABRI tentang
keterlibatan RMS sebagai pelaku kerusuhan harus dilihat sebagai suatu pernyataan atas bukti
yang dihimpun dan telah melalui proses analisa yang mendalam. Pernyataan itu tidak
sepantas-nya ditolak oleh berbagai pihak apabila tidak membela RMS. BIA yang wilayah
operasionalnya meliputi seluruh wilayah Nusantara tentu mempunyai orang-orang yang
dipasang untuk memonitor perkembangan tiap daerah, terutama di daerah-daerah yang
memin-takan dilakukannya referendum seperti di Maluku. Tokoh-tokoh ini telah jelas terlibat
langsung untuk mempercepat proses terbentuknya negara RMS yag terlepas dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang sedang bergolak. Pernyataan Gubernur untuk meminta
rincian dari KABIA tentang keterlibatan RMS pun sangat disayangkan karena apa yang
dinyatakan KABIA Ambon, tempat kedudukan Pemerintah Daerah TK I. Maluku, Polda
Maluku dan Kodam XVI/PTM yang seharusnya dengan sejumlah fakta dan data yang
dihimpun selama 10 bulan sudah dapat menduga adanya keterlibatan RMS atau Badan lain
sebab tidak mungkin kerusuhan sebesar ini tanpa digerakkan oleh suatu organisasi. Kecuali
fakta dan data serta berbagai gejala yang tampak jelas sengaja dihilangkan atau tidak
berkehendak untuk diolah karena tahu siapa-siapa yang ada dibalik gerakan ini.
Jadi seharusnya pernyataan ini dijadikan dasar kuat untuk terus mengejar organisasi dan
aktor intelektual yang ada dibelakangnya. KABIA dalam menyampaikan pernyataan itu
kapasitasnya sebagai pejabat intelejen bukan seseorang yang boleh berbicara seenaknya tanpa
harus bertanggung jawab.
Jadi kalau ada niat yang kuat untuk membongkar RMS sebagi pelaku kerusuhan untuk
kepentingan politik yang besar, seharusnya pernyataan KABIA dijadikan acuan untuk
memperkuat upaya mem-bongkar RMS dan bukan beramai-ramai membantah dan
menanggapi secara tidak wajar. Itulah sikap pejabat negara dan putra bangsa yang
berkewajiban mempertahankan NKRI dari disintegrasi.
5. Pernyataan BAKIN yang diungkap Harian Republika tentang diselundupkannya 12 koli
senjata jenis FNC ke Maluku segera dibantah oleh Pangdam XVI/PTM Brigjen TNI. Max
Tamaela dalam waktu berselang dua hari dari penyataan BAKIN. Pernyataan Pangdam
XVI/PTM itu cukup mengagetkan tentang menolak adanya penyelundupan itu sebab yang

136
namanya penyelundupan tentu melalui jalan berliku-liku menghindari aparat keamanan dan
mata orang luar. Wilayah Maluku yang begini luas terlalu terbuka untuk suatu penyelundupan
yang didukung kekuatan luar negeri, apalagi 12 koli senjata itu memasuki desa Kristen yang
hanya ada aparat keamanan yang bera-gama Kristen yang justru mendukung proses itu.
Kondisi wilayah Maluku khususnya di pulau Seram yang dipedesaannya berpenduduk
homogen Kristen dan Islam merupakan tempat yang gelap untuk suatu penyelaman atau
menghilangkan jejak. Pengawasan wilayah laut yang lemah serta alat transportasi laut yang
canggih dapat memonitor posisi aparat keamanan untuk dihindari atau menggunakan alat
angkut tradisional sehingga dapat mengelabui aparat keamanan di laut
Jadi logikanya aparat keamanan harus menggunakan waktu yang lama untuk penyelidikan
agar bisa sampai kepada pendapat bahwa tidak ada penyelundupan dimaksud. Bila pernyataan
dalam waktu dua hari seperti yang dilakukan Pangdam XVI/PTM Brigjen TNI Max Tamaela
jelas sebagai upaya mengamankan kedatangan senjata-senjata tesebut. Tidak akan ada senjata
sebanyak itu kalau tidak ada kerusuhan yang telah mengarah pada persiapan pemberontakan.
Apakah ada operasi intelejen yang khusus untuk menemukan senjata-senjata itu? Senjata-
senjata itu tidak dipamerkan di alam terbuka tetapi telah tersimpan rapih dipedalaman atau
sedang digunakan berlatih membangun kekuatan bersenjata. Kalau analisis ini benar maka TNI
dan Polri yang ada di Ambon akan menghadapi ancaman besar. Kita perlu ketahui bahwa
mengahadapi gerilya mem-buat kalkulasi perbandingan antara kekuatan gerilya dan anti
gerilya adalah 1:10. Kita juga perlu sadari bahwa yang menjadi sasaran 12 koli senjata itu untuk
menumpas habis ummat Islam seperti yang kita saksikan dalam kerusuhan selama 11 bulan ini.
Karena itu semua pedesaan Islam akan di mangsa, TNI/Polri sebesar apapun tidak akan
mampu melindungi ancaman terhadap ummat Islam tersebut. Silahkan menghitung, 4 Batalyon
yang ada kewalahan menghadapi massa yang relatif tak bersenjata standar militer kecuali
senjata rakitan dan bom buatan sendiri. Bila 12 koli senjata tadi telah melengkapi mereka dan
berada di hutan dan gunung mustahil bila di kejar. Solusi yang paling tepat, ummat Islam
dipedesaan dilengkapi dengan senjata yang sama agar bersama TNI/Polri menghadapi gerilya
yang sasa-rannya bukan aparat keamanan tetapi rakyat banyak tak bersenjata. Masyarakat desa
yang hidupnya dari hasil hutan tidak akan mungkin kehutan lagi dan dapat kita bayangkan
kondisi Maluku pada waktu itu. Karenanya Max Tamaela harus segera diganti sebelum
keadaan menjadi sangat buruk.
6. Ditemukannya 20 pucuk senjata di loteng Gereja di desa Waai dan di Kariu sudah
menjadi rahasia umum, bagaimana tindakan aparat keamanan mengejar persiapan
pemberontakan ini. Apabila isu ini tidak benar seharusnya aparat kemanan secara transparan
mengklarifikasi-kannya, jangan membiarkan masyarakat Islam selalu dalam ketakutan.
7. Kedatangan Menteri dalam Negeri Letjen Pur. Suryadi Sudirja ke Ambon untuk bertemu
dengan para tokoh di kota Ambon ditang-gapi secara dingin. Acara pertemuan yang begitu
penting tidak diha-diri oleh para tokoh GPM, hanya oleh mereka pada lapisan kedua.
Penolakan terhadap utusan Presiden ini dibuktikan lagi dengan diblokirnya semua jalan darat
yang dapat mengancam keselamatan Menteri Dalam Negeri. Beliau terpaksa harus
menggunakan angkutan laut dengan pengamanan yang ketat. Ada informasi dari aparat
keamanan yang bertugas di daerah desa Laha bahwa jembatan besi di desa Tawiri di blokir
dengan pagar besi yang dilas pada tangan jembatan. Apa sesungguhnya manuver para tokoh
GPM ini kalau bukan aksi tidak mengakui pemerintah pusat, gejala ini harus dikaji sebaik-
baiknya karena bukan peristiwa biasa.
8. Penerimaan Calon Tamtama Kodam XVI/PTM yang sedang diproses tahun 1999/2000
telah menunjukkan iktikad buruk karena terdiri dari + 90% beragama Kristen. Selama ini
jumlah yang beragama Islam jauh lebih besar karena mereka terdiri dari putra daerah yang
beragama Islam dan Kristen yang sama besarnya ditambah para pendatang yang sudah lama di
Maluku dan sengaja datang ke Ambon dari luar Maluku seperti Sulawesi Selatan, Buton dan
Jawa untuk menjadi Calon Tamtama.
Tidak dapat dijadikan alasan bahwa pendaftaran dari golongan Islam sedikit, mereka tidak
bisa menembus areal Inmindam/Ajendam XVI/PTM untuk mendaftar karena daerah itu rawan
bagi yang Islam. Pengerahan harus dilakukan juga disektor Islam. Karena itu penempatan
Tantama ex pengerahan tahun 1999/2000 gelombang kedua ini harus keluar Maluku, apabila
tidak mereka dapat terbawa memperkuat kekuatan bersenjata RMS.

137
a. Usul pengosongan desa-desa yang selama ini di huni oleh masyarakat Buton yang dimulai
oleh nenek moyangnya lebih dari 100 tahun yang lalu tiada lain agar aktivitas RMS tidak
terpantau oleh TNI.
Pembunuhan terhadap pesonil TNI
Kalau selama ini pembunuhan dan pembakaran ditujukan kepada ummat Islam, maka
memasuki bulan November 1999 kekuatan Kristen meningkatkan aksinya membunuh aparat
keamanan khusus-nya dari TNI yang dilakukan dengan senjata rakitan laras panjang.
Aksi membunuh TNI di berbagai tempat telah menunjukan posisi Kristen sebagai lawan
Pemerintah dan aparat keamanan semakin jelas, sulit membedakan mereka sebagai kekuatan
Kristen yang melakukan kerusuhan menghabiskan ummat Islam dengan posisi mereka sebagai
kekuatan RMS memusuhi Negara/Pemerintah yang syah.
Berbagai kasus pembunuhan terhadap aparat keamanan sebagai berikut:
1) Pada tanggal….-11-1999 menembak 3 orang anggota Rindam XVI/PTM di Passo yang
sedang menggunakan kendaraan angkutan umum. Seorang tewas ada 2 orang luka-luka.
2) Pada tanggal…..-11-1999, menyergap sebuah truk Zidam XVI/PTM di daerah Passo
kemudian membantai 2 anggota yang sdang bertugas mengangkut bahan bangunan untuk
rehabilitasi bangu-nan rumah dinas. Jenazah ditarik keluar kendaraan kemudian disiram
bensin dan dibakar.
3) Pada tanggal …-11-1999, menembak seorang anggota Armed di posnya desa Batu Merah,
korban gugur terkena tembakan tepat dikepalanya.
4) Pada tanggal….-11-1999, membobol tembok Asrama Polres P.Ambon dan PP Lease
kemudian menyerbu ke dalam markas untuk membongkar gudang senjata dan amunisi,
tetapi berhasil digagalkan. Seluruh anggota Polres yang beragama Islam dengan
keluarganya lari keluar asrama karena tidak dilengkapi senjata. Kapolres Letkol Pol. Drs.
Gufron dan keluarganya terpaksa mengungsi ke kampung Islam di dekatnya.
5) Pada tanggal … 11 - 1999, anggota Kodim (Abubakar) P.Ambon disergap di Asrama OSM,
dipukul sampai babak belur kemudian sepeda motornya dibakar.
Pada tanggal 30-11-1999 + jam 23.00 KM Dobonsolo merapat di bekas pelabuhan Gudang
Arang, tidak sandar karena pelabuhan kecil, dangkal dan jembatannya telah lama rusak
tidak digunakan. Ketika kapal tersebut bertolak dari Benoa Bali. Kapolda Bali telah
menginformasikan kepada Kapolda Maluku bahwa KM Dobonsolo membawa barang yang
patut diduga senjata dan amunisi. Polda Maluku dan aparat keamanan telah berada di
pelabuhan untuk melakukan pemeriksaan ternyata kapal tersebut merapat dibekas
pelabuhan Gudang Arang.
Adpel pelabuhan Yos Sudarso, Sutejo telah memerintahkan Kapten Kapal untuk merapat di
pelabuhan Yos Sudarso, tetapi berdasarkan informasi Kapten Kapal bahwa sesudah
petunjuk Adpel ada perintah dari Kepala Pelni Frans Rumfebe agar menu-runkan
penumpang yang beragama Kristen di bekas pelabuhan Gudang Arang (lego Jangkar).
Setelah diperiksa ternyata dilakukan oleh pihak ke tiga (?). setelah selesai menurunkan
penumpang dan barang, kapal tersebut berpindah ke pelabuhan TNI-AL di Halong.
Pangdam XVI/PTM maupun Kapolda Maluku belum bisa mem-berikan keterangan
(tanggal 1-12-1999). Di darat para penjemput cukup banyak, hal ini menunjukkan bahwa
kapal tersebut mera-pat di pelabuhan Gudang Arang sudah dipersiapkan.
6) Pada tanggal 28 November 1999 pimpinan DPRD Tk. I Maluku dan anggota dari unsur
PDI-Perjuangan serta beberapa tokoh GPM menuntut dilakukan alih Komando dan
Pengadilan Operasi dari Kapolda kepada Pangdam XVI/PTM dengan alasan Kapolda tidak
mampu menyelesaikan kerusuhan. Jelas sekali rekayasa mereka padahal Kristen yang terus
menyerang. Tuntutan alih Pemerintah ternyata memahami tuntutan alih Kodal itu untuk
maksud tertentu sehingga tidak dipenuhi

138
JANGAN MAU DITIPU NASRANI LAGI

UMMAT Islam Maluku sesungguhnya sudah kenyang ditipu kaum Nasrani sejak mereka
menjadi anak emas Belanda dan kita ummat Islam menjadi budaknya, tetapi sayang
pengalaman itu tidak pernah membuat ummat Islam ini jera dan menjadikannya pelajaran
berharga. Pela Gandong kembali dibesar-besarkan setelah Pela Gandong membunuh dan
membakar jauh sebelum tanggal 19 Januari 1999 lalu. Kini ditiupkan kembali dan ummat Islam
diluar Ambon kembali tertipu, menyambutnya dengan antusias sekaligus memasang batang
leher untuk ditebas kembali.
Allah swt telah memperingatkan dalam ayat 120 Surat Al-Baqarah, Dia yang Maha
mengetahui bukan manusia yang serba terbatas. Tragedi berdarah yang lalu harus yang
berakhir tidak boleh berulang lagi, mari kita buatkan prasasti ditiap masjid dengan pahatan
ayat 120 surat Al-Baqarah tersebut dan tanggal 1 Syawal 1419 H, agar anak cucu kita terhin-dar
dari tipuan yang akan datang. Kalau perlu kita buatkan monumen dendam tetapi membangun
kewaspadaan seperti monumen Pancasila Sakti yang pada tanggal 30 September yang
diperingati setiap tahun.
BUKAN BBM SEBAGAI AKAR PERMASALAHAN
Pada hari H + 4 bersamaan dengan rombongan Pangdam XVI/TKR berkeliling
mengumumkan perintah tembak ditempat, Wagub Bidang Kesra Ny. Paula B. Renyaan
menyesalkan terjadinya kerusuhan Ambon yang katanya disebabkan kecemburuan terhadap
suku BBM, beliau menilai orang Ambon malas, bersikap ambtenar, mau enak saja. Karena itu
menjual tanah-tanah peninggalan orang tuanya kepada suku BBM, sekarang menyesal dan
bikin perkarya.
Penulis membantah penilaian itu agar jangan dikecohkan akar permasalahan sebenarnya.
Ternyata bunyi ungkapan seperti itu sama dan serupa dimana-mana bukan main perencanaan
itu. Mari kita tanggapi langsung pada objeknya:
1. Kalau ini persoalan yang mendasar dan benar menurut kenyataan, mengapa baru mencuat
pada tahun 1998.
2. Mengapa hanya masyarakat Kristen Ambon saja yang merasakan kecemburuan itu,
padahal yang paling terkena adalah pihak ummat Islam yang sejak nenek moyangnya telah
menekuni peker-jaan non formal yang katanya didominasi suku BBM. Sementara Kristen
memilih menjadi pegawai/ambtenar dan serdadu Belanda untuk membunuh bangsanya
sendiri yang berjuang untuk kemerdekaan republik tercinta.
3. Apakah pernah ada upaya pemecahan yang baik oleh para intelek-tual GPM lewat dialog
kedalam atau keluar, ataukah sengaja dibakar dan dikipasi agar tercipta atmosfer yang
panas (ikut dipanaskan oleh reformasi) sebagai peluang bermainnya kepenti-ngan politik
Kristen yang lebih besar.
4. Apakah betul kesengajaan itu hanya antara suku BBM dan pihak Kristen saja, apakah
ummat Islam telah jauh lebih maju dari ummat Kristen sehingga tidak merasakan
kesenjangan itu ? Jangan terus berbohong, akan menyakitkan, rekonsiliasi mustahil akan
terwujud, jika dusta ini diteruskan.
5. Kalau masalahnya kesenjangan sosial ekonomi, mengapa tidak bertindak mewakili orang
Ambon pada umumnya sehingga yang Ambon Islam juga dibela. Tetapi justru muncul
Salib, Love Yesus sekaligus sendi-sendi rawan beragama.
6. Mengapa pada pukulan pertama tidak dapat dibedakan sasaran BBM dan ummat Islam
Ambon serta agamanya (Masjid, Kebesa-ran Rasulullah, Al-Qur’an, Imam Masjid, Sekolah
Islam dan Kantor Departemen Agama)
Benarkah BBM sebagai sasaran kalau Rasulullah diejek sebagai Lonte lanang (maaf), tulisan
ini sudah dihapus didekat Tugu Trikora oleh aparat keamanan
7. Mengapa pula ummat Islam penduduk asli Ambon ikut dibunuh dan dibakar.
KEPENTINGAN POLITIK BESAR SEBAGAI AKAR PERMASALAHAN

139
Bukti-bukti kuat menunjukkan bahwa kasus kerusuhan Ambon ini adalah kepentingan
politik Kristen yang besar didukung lobby Kristen inetrnasional dengan menggunakan RMS
yang memang latent. Untuk pembuktian sekali lagi bahwa bukan masalah sosial ekonomi
sebagai permasalahan pokok (akar masalah) silakan kaji fakta-fakta dibawah ini :
1. Yel-yel RMS dan Mena Moeria Menang
2. Munculnya Salib dan Love Yesus dimana-mana
3. Ambon adalah Israel kecil
4. Pemutar balikan fakta diluar Maluku terutama di Eropa Barat dan Amerika Serikat bahwa
di Ambon sedang terjadi tragedi Cristian Cleansing.
5. Dokumen RMS begitu banyak yang berkaitan dengan persiapan kerusuhan seperti surat ke
Presiden Bill Clinton dan Presiden Soeharto menuntut hak bangsa Maluku yang ingin
merdeka.
6. dan sebagainya.
Tidak ada hubungan apapun antara kebencian BBM dengan perbuatan biadab yang
dilakukan, ternyata sasaran itu ummat Islam dan agamanya secara keseluruhan tidak pandang
bulu pendatang atau penduduk asli.
RMS HAMPIR TERJERAT, DILEPASKAN
Data dan fakta keterlibatan RMS cukup banyak tetapi ummat Islam tidak mampu
menyingkap tabir penutup dan menangkap batang lehernya karena tidak berhak untuk itu.
Aparat keamanan seperti Max Tamaela tidak mungkin membuka tabir kalau didalamnya
terdapat sejumlah tokoh GPM. Beberapa catatan dibawah ini menunjukkan gejala
dilepaskannya RSM yang sudah hampir terjerat.
Presiden berpendapat bahwa kasus kerusuhan Ambon adalah masalah interen orang
Ambon jadi penyelesainnya diserahkan kepada orang Ambon sendiri, Pemerintah pusat hanya
mendorong Statement itu membuat RMS merasa lega bisa keluar dari gelanggang sebagai
pencuri yang tidak tertangkap.
Diperkuat lagi dengan pernyataan Presiden bahwa beliau mengenal baik para tokoh RMS
dan merasa ikut prihatin atas kasus Ambon untuk itu bermaksud memberikan bantuan
kemanusian. Memang Presiden kita seorang Kiyai yang jujur dan polos, tidak terasa sedang
ditipu.
Tiga kelompok Pemuda dimana Ir. Abdullah Tuasikal mewakili kelompok pemuda Islam
mengeluarkan pernyataan mengutuk mereka yang mengisukan keterlibatan RMS. Tidak ada
peluang bermain kata-kata dengan susunan bahasa sejelas itu. Ternyata para Mujahidin pun
ada yang tidak melihat keterlibatan RMS, bahkan ummat Islam dihujat oleh kelompok itu kita
terima dengan tak berdaya. Tidak ada satupun kekuatan politik dan tokoh yang tampil
memprotes. Ir Abdullah Tuasikal harus bertanggung jawab atas pelecehan terhadap perjuangan
ummat Islam.
Delegasi DPRD Tingkat I Maluku periode 1997/1999 menghadap presiden B.J Habibie pada
awal Maret 1999 untuk menyampaikan pernyataan bahwa RMS sama sekali tidak terlibat
dalam kerusuhan Ambon. DPRD tidak berhak menyatakan pendapat itu sebab sama sekali
bukan haknya. Korem dan Polda Maluku saja belum menyatakan hasil pengusutannya. Jadi
memang banyak tokoh RMS telah menyampaikan pengakuan secara tidak sadar atas
keterlibatan mereka dengan berusaha melepas tali yang sudah menjerat di leher RMS.
Pernyataan yang sama disampaikan oleh saudara John Mailoa wakil ketua DPRD Tingkat I
Maluku dari unsur PDI-Perjuangan Kesalahan ini adalah yang kedua bagi DPRD Tingkat I
Maluku, karena takut keterlibatan beberapa tokohnya diketahui, cepat-cepat menyatakan
protes bahwa RMS tidak ikut-ikutan.
Pernyataan Ketua Harian Sinode GPM Pdt.Semy Titaley, Sth tentang permintaan
referendum adalah kehendak RMS yang disampaikan oleh salah seorang tokohnya di Ambon.
Surat Ketua Tim Pengacara Geraja Maranatha (TPG) nomor khusus 108/1999 kepada Sekjen
PBB dan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton untuk minta perlindungan bagi ummat Kristen
di Maluku, bukankah ini sikap ketidak percayaan dan memusuhi Pemerintahnya sendiri
berancang-ancang untuk berdisintegrasi dengan NKRI.

140
Bagi ummat Islam, manuver politik Kristen ini harus ditanggapi dengan kemampuan
intelektualitas oleh para elite agar kita tidak terjebak. Mudah-mudahan para elit Muslim dikota
Ambon cepat sadar bahwa ancaman pihak Kristen semakin membesar

PENYELESAIAN SENDIRI

KUNJUNGAN Presiden KH Abdurrahman Wahid yang


sekaligus bersama Ibu Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri ke Ambon pada tanggal 12
Desember 1999 melakukan pertemuan dengan para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat
dan para tokoh pemuda. Petunjuk dan keputusan Presiden bahwa dalam kerusuhan Ambon
hanya dapat diselesaikan oleh orang Ambon sendiri, Pemerintah pusat akan berperan sebagai
pendorong dan membantu. Tentu pernyataan itu bukan suatu keputusan asal-asalan, tetapi
telah melalui suatu proses analisis dan pertimbangan yang panjang dan mendalam, sampai
kepada keputusan menyerahkan penyelesaiannya kepada orang Ambon sendiri adalah pilihan
terbaik dari beberapa pilihan yang ada.
Hanya saja bagi orang Ambon/Maluku keputusan itu sama sekali tidak dapat dimengerti,
kalau ada yang sependapat mungkin sekali belum sempat sadar akan kekeliruan keputusan itu.
Kerusuhan yang meletus secara terbuka pada tanggal 19 Januari 1999 itu telah berlangsung
hampir setahun, tidak ada tanda-tanda akan berakhir. Ketenangan bulan Desember sangat
berkaitan dengan kepentingan pihak-pihak yang berselisih, pihak Islam ingin memasuki bulan
suci Ramadhan dengan ketenangan agar dapat menjalankan ibadah dengan khusuk sedangkan
pihak Kristen yang merayakan Natal dengan acara ditiap Gereja dan rumah sepanjang bulan
Desember 1999 tidak ingin terganggu oleh saling menyerang.
DEKLARASI MENAHAN DIRI
Gubernur Maluku DR. IR. M. Saleh Latuconsina, sekali lagi mengambil inisiatif untuk
membangun perdamaian diantara warga yang bertikai. Dari pengalaman gagalnya perdamaian
masa lalu kali ini tidak terdengar kata-kata damai, yang digunakan adalah menghentikan
pertikaian. Substansi kedua kata itu sangat berbeda, perdamaian mengandung unsur-unsur
berat yang justru sebagai sumber pertikaian, tidak ada damai sebelum unsur-unsur konflik
diselesaikan karena itu berbicara tentang damai diantara mereka yang saling mendendam
terlalu berat. Deklarasi Menahan Diri yang di Deklarasikan Gubernur Maluku M. Saleh
Latuconsina pada tanggal 6 Desember 1999 setelah berjumpa dengan para tokoh kedua belah
pihak yang bertikai, bertujuan agar kedua belah berupaya menahan diri untuk tidak saling
menyerang selama bulan puasa atau sampai sekian hari sesudah memasuki tahun baru 1
Januari 2000, istilah yang digunakan adalah genjatan senjata, tepat kata-kata itu bila untuk
waktu sebulan. Deklarasi itu pun di sosialisasikan ke segenap masyarakat, suatu keharusan
yang tidak dilakukan pada acara perdamaian di waktu lalu.
Maunya suasana nyaman selama sebulan itu dapat dinikmati oleh kedua belah pihak yang
akhirnya sepakat untuk tidak melanjutkan pertikaian. Tetapi apakah sesederhana itu
permasalahannya, semen-tara dendam semakin mendalam, kepentingan politik pihak Kristen
belum tercapai apalagi para Mujahidin yakin betul bahwa pihak Kristen sengaja melancarkan
perang agama yang telah nyata-nyata menghancurkan dan membakar ratusan masjid,
menginjak-injak dan membakar Al-Qur’an kitab suci ummat Islam, apalagi dengan kebia-daban
mereka menghina Rasulullah saw, para imam masjid dibunuh dengan kejam; sekolah-sekolah
Islam dibakar bahkan Kantor-Kantor Urusan Agama (Kantor Pengadilan Agama, Kandep
Agama dan Kanwil Dep. Agama) dibakar, sementara ruang-ruang Kantor Bimas Kristen
Protestan, Katholik, Hindu dan Budha di Kanwil Agama diselamatkan tidak diapa-apakan.

141
Bagaimana mungkin ummat Islam melihat ini bukan sebagai tantangan perang agama?
Sementara pihak Kristen secara terus-menerus menolak kalau konflik ini dikaitkan dengan
kehidupan agama antar kedua kelompok yang bermusuhan. Sikap berpura-pura itu tidak
didukung oleh perbuatan nyata sebab penghinaan terhadap agama Islam dan ummatnya terus
berlanjut dan terang-terang. Silahkan lihat saja kesepakatan 3 kelompok pemuda yang
diikrarkan oleh Pemuda Polnaya beberapa menit setelah Dekla-rasi Menahan Diri oleh
Gubernur. Justru kesepakatan para pemuda itu telah mengutuk ummat Islam melihat jelas
keterlibatan RMS. Ummat Islam yang lugu tidak mencurigai niat busuk pihak Kristen,
seharusnya dihormati pihak Kristen bukan melanggar himbauan Gubernur untuk menahan diri
hanya beberapa saat setelah deklarasi diucapkan dan semua yang hadir dari pihak Kristen
seperti bersung-guh-sungguh mendukung deklarasi tersebut. Kepalsuan ini justru membuat
cacat dukungan untuk deklarasi menahan diri, kalau ada pelanggaran dari pihak manapun
hendaknya bertanya lagi pada diri sendiri, adakah ketulusan dan niat baik itu? Sayang sekali
kelompok Islam terlalu lugu sehingga terjebak niat busuk Kristen yang disengaja untuk
memanaskan kembali situasi.
Selaian itu salah satu faktor penentu adalah sikap Grass Root terehadap ajakan menahan
diri, mereka selalu ingin membunuh dan membakar melampiaskan dendam agama, batasan
waktu sebulan dengan tujuan mulia dikhawatirkan akan ditaati sebagai basa-basi dan
memuliakan hari-hari suci dalam agama saja.
MENYELESAIKAN SENDIRI PEMERINTAH HANYA MENDORONG
Pemerintah Pusat lewat Presiden menetapkan agar kerusuhan besar ini diselesaikan oleh
masyarakat Ambon sendiri.
Kalau keputusan itu hasil analisis para pakar, apakah mereka mengira bahwa selama
sebelas bulan berlalu ini Pemerintah pusat telah turun tangan menyelesaikan kasus Ambon
secara bersungguh-sungguh dan karena gagal (tidak mampu) disimpulkan bahwa yang paling
tepat diselesaikan oleh orang Ambon sendiri. Kasus kerusuhan Ambon ini apakah mau
diselesaikan atau tidak. Orang Ambon yang telah gagal menyelesaikan selama 11 bulan masih
terus dipaksakan untuk mengatasi sendiri. Apa kata masyarakat bawah, Pemerintah tak
bertanggung jawab, orang Ambon disuruh saling bunuh terus.
Keputusan seperti itu akan menguntungkan para aktor intelektual yang bermain untuk
kepentingan konspirasi politik besar, mereka akan lepas dari pengejaran aparat keamanan dan
hukum yang tentunya amat mengecewakan ummat Islam. Sulit dibayangkan bagaimana
Ummat Islam dapat menerima kenyataan kalau ada pihak yang telah membunuh, membakar
dan menghina agamanya sengaja dilepaskan dari kejaran hukum. Apa sesungguhnya yang
ditakuti Pemerintah sampai harus mengorbankan ummat Islam yang justru sebagai korban
pihak Kristen. Karena itu kebijaksanaan yang keliru ini harus ditinjau lagi, Pemerintah pusat
harus dengan tegar mau menolong ummat Islam di Ambon jangan dihancurkan terus. Kalau
terus bersikap begitu niscaya damai sulit dibangun, mengapa antara kehendak dan tindakan
Pemerintah bertentangan, gejala apa ini?
Dalam sambutannya Presiden menyatakan kedekatannya dengan para tokoh RMS, bahkan
mereka sangat prihatin atas peristiwa Ambon karena itu akan ikut memberikan bantuan
kemanusiaan. Bukan main bermain politik sambil mencuci tangan, kini mereka merasa terbebas
dari kejaran karena Presiden telah memberikan jaminan.
Ummat Islam di Ambon mengharapkan aparat keamanan dan Pemerintah menghimpun
lagi data dan fakta serta melakukan pengu-sutan/pemeriksaan keterlibatan RMS, tangan
ummat Islam tidak mampu membuka tabir RMS, tetapi bayangannya tampak jelas dibalik tabir.
Jadi kalau RMS diselamatkan seperti itu, dimana sesungguhnya keadilan Pemerintah yang serta
merta membebaskan RMS dari jaring yang sudah hampir menjeratnya. Pernyataan Ketua
Harian Sinode GPM meminta referendum,Wakil Ketua DPRD Tingkat I/II meminta turun
tangan pasukan PBB dan lebih berat lagi surat Tim Pengacara Gereja (TPG) kepada Sekjend
PBB dan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton untuk meminta perlindungan. Apakah tidak
dapat diperhatikan sebagai konspirasi kuat dari luar Ambon atau justru membuat pemerintah
menjadi takut membuka tabir itu. Kalau itu yang terjadi, betapa harus kita pertanggung
jawabkan kepada para pahlawan yang telah merebut kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan
negara ini dengan jiwa dan raganya. Tidak bisakah kita menunjukkan kebesaran bangsa ini
sejajar dengan bangsa Irak yang siap menderita demi kedaulatan dan kebesaran bangsanya?

142
KONFLIK INI PERANG AGAMA
Yang pertama merasakan konflik ini sebagai perang adalah para Kiyai dan alim ulama’
kemudian para Mujahidin. Para Kiyai dan para Mujahidin serempak melakukan protes atas
dibakarnya masjid-masjid pada hari pertama setelah membakar pasar dan tempat usaha milik
ummat Muslim, kaum kuffar Nasrani langsung menginjak dan membakar Al-Qur’an di tiap
Masjid, mereka dengan sadis membu-nuh para Imam Masjid yang tampak seperti seteru
besarnya. Kemarahan kemudian muncul dari segenap ummat Islam ketika mengetahui banyak
sekali corat-coret didinding dan tembok menghina Rasulullah SAW, junjungan ummat Islam
yang amat dimuliakan, bukan saja lewat coret-coret yang umpatannya terbatas, tetapi melalui
obrolan handy talky (HT) setiap malam pada kerusuhan pertama yang penuh ejekan,
penghinaan dan entah apa lagi yang tepat dikatakan atas kata-kata kotor yang mencerca
seseorang yang tidak ikut bertikai. Ummat Islam tidak dapat menerimanya tetapi mereka terus
menghi-nanya, para pendeta dan pimpinan GPM serta keuskupan Ambonia membiarkan
semua itu berlangsung berbulan-bulan, mereka lebih kejam dari provokator.
Kalau sampai masjid di hancurkan dan tulisan Allah dipuncak qubah digantikan dengan
Salib, apalagi yang harus dikatakan ummat Islam kalau bukan tantangan berperang Agama?
Mereka ternyata belum puas menghina Islam, aksi melebar membakar sekolah-sekolah Islam
(Madrasah dan pendidikan Islam) kemudian objek terakhir Kantor Agama (KUA, Kandepag,
Kantor Pengadilan Agama serta Kanwil Dep. Agama). Kanwil Dep. Agama yang dibakar
berturut-turut selama 3 kali ternyata ruang-ruang Bidang Pembinaan Agama Protestan,
katholik, Hindu dan Budha tidak di bakar.
Harus berbasa-basi apa lagi ummat Islam mendapat perlakuan penghinaan terhadap
kemuliaan agamanya. Sebagian elit berpendapat bahwa semula mereka menjadikan Ummat
Islam sebagai golongan yang harus dihancurkan, jadi ummat Islam sebagai subjek/objek politik
yang karena pelakunya RMS yang mendendam ummat Islam sejak tahun 1950, maka
penghancuran ummat Islam itu tidak ada batasnya. Akhirnya sendi-sendi agama yang rawan
menjadi sasaran penghancuran yang menimbulkan perang agama. Sebagian lagi terutama para
Mujahidin menyatakan bahwa sejak awal mereka melan carkan perang agama agar
penghancuran ummat Islam sekaligus dengan keyakinannya karena keberadaan ummat Islam
dengan ajaran agamanya telah dianggap mengganggu dan bertentangan dengan kepentingan
Kristen. Apa pula yang mereka kehendaki kalau rumah-rumah penduduk Islam yang telah
dijarah ditulisi Love Yesus dan Gambar salib sebesar-besarnya.
BELUM ADA TOKOH YANG MAMPU MENYELESAIKAN
Kondisi ummat Islam tidak menguntungkan untuk mampu menyelesaikan permasalahan
konflik ini. Hal tersebut disebabkan karena ummat Islam Tidak menyatu ditingkat elit apalagi
antara elit dengan para Mujahidin pelaku pertempuran dilapangan.
Kondisi Para Elit
Mereka terdiri atas tiga kelompok yaitu yang betul-betul mengab-dikan dirinya untuk
melawan Kristen dengan fikiran dan uangnya. Lapisan ini terlalu kecil, hanya beberapa orang.
Semangat jihad yang besar pada tingkat elit harus ditambah dengan persyaratan pengab-dian
lewat daya pikir karena dari mereka tidak diharapkan keteram-pilan olah berpedang,
bertombak atau berpanah. Masalah besar ini memerlukan kemampuan berfikir strategis sebab
pihak Kristen jauh lebih unggul dalam olah pikir sehingga mereka terus bermanuver politik
yang mencengangkan ummat Islam, mereka memiliki strategi yang jelas dan dioperasikan
dengan pengendalian yang efektif sementara yang Islam tidak memiliki hal itu.
Kerlompok kedua adalah mereka yang bersikap menunggu, bergerak bila didorong tetapi
segera berhenti bila daya dorong hilang. Kondisi kelompok ini membingungkan karena tidak
jelas orienstasi-nya. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah mereka yang tampak aktif tapi
sesungguhnya berkaitan dengan kepentingan materi. Keberadaan mereka amat berbeda
dengan kelompok pertama yang berjuang dengan dananya walau sedikit tetapi ikhlas tanpa
mengharap apapun kecuali ridho Allah swt
Kelompok ketiga adalah mereka yang jauh dari perjuangan, mengutamakan
kepentingannya bahkan ada yang bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Dengan demikian
dapat digambarkan betapa sulitnya ummat Islam dalam perjuangan ini. Pada saat-saat sulit

143
sejak bulan September 1999 dan perjuangan politik telah memasuki tahapan serius tidak
terlihat tanggapan yang berarti kecuali berlaku suasana yang rutinitas.
Hubungan antara Para Elit dan Mujahiddin
Sedikit sekali para elit yang masih berpengaruh dan diterima para Mujahidin yang
disebabkan kurangnya kepercayaan para Mujahidin akan kemauan dan kemampuan peran
para elit dalam perjuangan. Kekalahan dibidang politik termasuk pelanggaran perdamaian
secara bertubi-tubi dan serius tidak mendapat reaksi yang memadai apalagi melakukan
tuntutan dengan keras. Hal yang menimbulkan kerugian ummat Islam itu terus menerus terjadi
tanpa ada suatu pemikiran kearah pemecahannya. Dapat kita rasakan betapa pelecehan psy war
dilakukan tanpa mampu melakukan pembalasan. Begitu pula tidak adanya strategi yang jelas
baik pada perjuangan fisik bersenjata maupun dibidang politik membuat kepercayaan
Mujahidin merosot karena ternyata mereka dibiarkan berjuang sendiri hanya dengan
mengandalkan semangat saja.
Dalam kondisi di mana persatuan dan kesatuan seperti itu menjadi ragu apakah ummat
Islam memiliki konsep yang jelas dalam perju-angan menyelesaikan konflik melawan pihak
Kristen terutama untuk menghadapi proses penyelesaian konflik seperti yang
ditetapkan/diarahkan oleh Presiden yaitu orang Ambon menyelesaikan sendiri. Jika tidak,
maka yang akan terjadi adalah pihak Islam akan dikalahkan secara politis atau kemenangan
tidak seimbang dengan apa yang diha-rapkan untuk perbaikan masa depan sehingga tetap
merupakan kerug-ian besar. Konflik diantara para elit bisa meningkat terus akibat tidak adanya
langkah bersama yang tepat dan lebih-lebih apabila konflik kepentingan meningkat.
Diminggu kedua Desember 1999 telah diberitakan secara luas beberapa kegiatan yang
berkaitan dengan proses penyelesaian keru-suhan Ambon. Sejak akhir November 1999 Panitia
Kerja DPR (Panja DPR) untuk mencarikan solusi penyelesaian kerusuhan Ambon sudah bekerja
secara intensif dan akhir Desember ini akan ke Ambon. Didalam Panja itu ada tokoh PDI-P
seperti Jacob Tobing dan Sembiring Meliala, para elit Islam di Ambon tak bereaksi sedikit pun
untuk menyiapkan diri. Ada lagi rencana panggilan 19 tokoh dari kedua belah pihak yang
bertikai ke Jakarta serta diacarakan 100 Pemuda Maluku di Jakarta akan ke Ambon dalam
waktu 3 atau 6 bulan untuk mengupayakan rekonsiliasi dengan mendekati kedua belah pihak
yang bermusuhan. Kalau bukan MUI Maluku siapa lagi yang harus mempersiapkan kelompok
Islam? Sayang, MUI Maluku terus beku tak mengerti apa yang harus diperbuat pada saat kritis
seperti sekarang ini

MASIH ADAKAH DAMAI

NALURI manusia selalu menuju sesuatu yang baik, indah, bahagia dan sebagainya, karena itu
damai menjadi dambaan semua pihak termasuk kelompok Kristen dan Islam yang bertikai
dengan menggunakan senjata untuk saling membunuh. Niat untuk berdamai biasanya disertai
sesuatu persyaratan yang harus dipenuhi sebagai tuntutann kepada pihak lain. Ummat Islam
menuntut beberapa persyaratan untuk menghilangkan bukti dan jejak yang dapat meng-giring
mereka ke pengadilan.
Masing-masing pihak bila belum berhasil mencapai kesepakatan damai maka penggunaan
kekuatan fisik bersenjata akan terjadi lagi sampai salah satu berhasil dikalahkan atau kedua-
duanya terpaksa berdamai karena kehabisan tenaga atau sadar bahwa konflik fisik selalu
berakibat yang menang jadi arang yang kalah jadi abu.

144
Kalau dalam pengertian mutlak tidak akan ada yang akan terjadi adalah kerugian besar dari
kedua belah pihak. Karena itu damai atau terus bermusuhan sangat tergantung pada kesadaran
kedua belah pihak.
Kalau pihak RMS sebagai kekuatan penggerak melepaskan diri, menghindar dari tanggung
jawab maka ummat Islam harus, sekali lagi harus terus menuntut biang keladi penyebab
kehancuran ummat Islam.
Bagi ummat Islam, damai adalah terbongkarnya organisasi peren-cana dan penggerak
kerusuhan yang telah menimbulkan korban yang tidak terkira besarnya. Peristiwa berat di
akhir abad 20 ini tidak boleh berakhir begitu saja, sebab bila tidak diselesaikan secara tuntas
maka peristiwa berikut yang lebih hebat akan menimpa anak cucu ummat Islam di
Ambon/Maluku, apalagi pihak Kristen semakin kuat dan besar dalam jumlah.
Berbicara soal damai, para Mujahidin semakin mengasah parang panjangnya, mereka tidak
akan berdialog panjang lebar bahkan cenderung emosi, kita pun sebaiknya memahami ini
sebagai proses yang wajar karena mereka yang paling merasakan kepahitan berjuang membela
saudaranya yang Islam dan mempertahankan kemuliaan agama dan keluhuran Rasulullah saw.
Kenyataan dilapangan ini maka tidak dimanipulasi lagi untuk kepentingan tertentu marilah
kita bangun rekonsiliasi menuju perdamaian dengan sikap jujur dan bertanggung jawab,
jangan memasang bom waktu, tetapi selesaikan dengan tuntas walau harus menguras tenaga,
pikiran dan dana.
Memahami semangat Jihad para Mujahidin, marilah kita fahami sikap dua tokoh agama kita
yang begitu istiqomah menghadapi kaum kuffar Nasrani yang telah membunuh dan membakar
ummat Islam dengan sendi-sendi keislamannya.
DAMAI MENURUT DUA KIYAI BESAR
Siapa pun tokoh/elit di kota Ambon tidak ada yang berani ber-bicara tentang perdamaian
dihadapan para Mujahidin yang terus berhadapan dengan maut membela ummat dan agama
Islam. K.H. Abdul Wahab Polpoke dan K.H. Ali Fauzi yang selalu konsisten dengan perjuangan
para Mujahidin pun tidak bersedia menyuarakan damai, karena itu kedua Kiyai ini amat
dihormati dan didengar fatwanya.
Insya Allah merekalah pimpinan ummat yang diakui saat ini. Tak kalah besar peranannya
dalam perjuangan adalah K.H. Ahmad Bantan yang telah merawat lebih dari 250 syuhada
sebelum dimakamkan. Betapa pedihnya kiyai yang menyaksikan ummatnya terbunuh dengan
luka menganga di dada, tanpa kepala atau anggota tubuh lainnya. Kalau suatu hari harus
mengafankan 20 syuhada bukan kecil beban mental itu. Dengan senyum kebanggaan pak Kiyai
menyelesaikan pengurusan para syuhada satu persatu, mereka dikafankan membung-kus
tubuh yang berlumuran darah, tidak perlu dibersihkan karena Allah SWT akan menerima
mereka sebagai yang gugur membela agama Allah, mereka menyandang predikat syahid,
tertinggi diantara amalan yang ada. Tetapi benarkah Pak Kiyai ini tidak mendendam sedikit
pun ? Wallahu’alam, tetapi yang jelas beliau tak bersedia ada diantara kita menandatangani
perdamaian sambil menjula diri dan kehormatan Islam karena sesuatu kepentingan. Walau tak
bersedia memberikan persyaratan pribadi beliau mendukung pendapat KH Aly Fauzy dan KH
Abdul Wahab Polpoke.
Apa kata Pak Kiyai yang mengkhususkan diri berjihad dengan caranya sendiri ? “Fahami
dan rasakan betul-betul kesedian berkorban jiwa raga para syuhada”. Semua itu hanya demi
ummat dan Islam.
Sementara kedua Kiyai yang tampil selalu dihadapkan padapara Mujahidin, dalam hal
berdamai, bersikap seperti di bawah ini.
K.H. Abdul Wahab Polpoke
Kita tidak berbicara soal perdamaian sekarang ini, perdamaian harus lewat tahapan
penyelesaian dulu yaitu :
Bongkar RMS yang terlibat / atau organisasi dengan nama apa pun.
Jatuhkan hukuman berat kepada para aktornya.
Perdamaian harus diproses dari bawah secara alamiah tidak dipaksa-paksa.
Insya Allah para Mujahidin akan menerimanya
K.H. Aly Fauzy

145
Ummat Islam tidak boleh meminta damai karena ummat Islam tidak bersalah, bila akan
berdamai maka ;
Pihak Kristen harus bersedia mengakui kesalahannya.
Atas dasar itu mereka harus meminta maaf secara tulus dan ikhlas.
Berjanji untuk tidak mengulangi sampai kapan pun.
Membayar semua kerugian ummat Islam.
Kalau ada diantara para elit yang mau mewakili pihak Kristen meminta pengurangan
persyaratan perdamaian, silakan temui kedua Kiyai tersebut untuk bernegosiasi. Hanya saja,
suara kedua kiyai tersebut adalah suara Mujahidin murni tidak ada manipulasi sedikit pun,
karena itu jawaban akhir ada pada Mujahidin.
Walau dalam kalimat yang berbeda tetapi kedua Kiyai tersebut telah menyampaikan
aspirasi Mujahidin yang satu, utuh dan kompak karena permintaan maaf yang ikhlas harus
disertai keterbukaan siapa yang telah mengatur ini semua. Karena kalau tidak maka kata akhir
adalah tiada damai begitu kata Mujahidin.
DAMAI TETAP ADA, SILAHKAN WUJUDKAN
Secara gamblang para Mujahidin telah menyatakan sikapnya tentang perdamaian, identik
betul dengan ajaran Islam, mereka cinta damai tetapi lebih cinta agama dan Rasulullah.
Meminta maaf dengan ikhlas dan tunjuk siapa yang telah merencanakan penghancuran Islam,
maka damai akan datang pernyataan itu bernilai sangat strategis karena sebagai penangkal
yang menjangkau jauh kedepan meniadakan tipu muslihat dan akal busuk. Mereka yang
dikepalanya masih tertinggal niat busuk harus keluar arena, terjadi kristalisasi oleh lingku-
ngan masing-masing.
APA TUNTUTAN UMMAT ISLAM
Berbicara tentang tuntutan ummat Islam adalah buah fikiran para elit terutama elit politik
yang sangat ditentukan oleh penghayatannya tentang perjuangan ini dan memahami aspirasi
ummat dalam memasuki masa depan.
Seorang elit harus sudah dapat memproyeksikan pikirannya jauh kedepan, dapat melihat
tantangan apa yang akan dihadapi, peluang yang tersedia serta upaya apa yang seharusnya
sudah dilakukan sejak sekarang. Apabila tokoh seperti itu tidak muncul maka ummat Islam
akan tetap bergantung lagi kepada belas kasihan pihak Kristen yang tidak akan pernah ada.
Persyaratan membongkar RMS, dan meminta maaf adalah tuntutan mutlak sebagai pengaman
masa depan.
TERBONGKARNYA RMS
Membongkar organisasi pelaku penghancuran ummat Islam adalah mutlak, sebab berbagai
hal itu terkait pada organisasi sebagai sarana mencapai tujuan;
Hal-hal yang terkait adalah :
1. Ideologi separatis itu tetap ada walau berpuluh tahun yang akan datang. RMS yang
diproklamasikan pada tahun 1950 muncul lagi pada tahun 1999 dengan watak tetap
memusuhi ummat Islam, watak ini akan menghancurkan anak cucu kita diwaktu yang
akan datang. Sebagai Ideologi RMS tetap ada dan latent diantara tokoh Kristen.
2. Membongkar RMS atau organisasi apapun sebagai pelaku adalah membongkar jaringan
bukan orang perorang, karena itu yang akan terseret ke pengadilan adalah mereka yang
ada dalam struktur tidak dapat menghindar.
3. Secara serentak mereka yang terlibat harus turun tahta baik pada jajaran pemerintahan
maupun GPM dan keuskupan Ambonia, karena mereka tidak dipercaya lagi kesetiaannya
terhadap R.I. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab ummat Kristen yang nasionalismenya
utuh.
4. Membongkar organisasi berarti membongkar tujuannya, sesuatu yang harus ditiadakan
untuk masa depan.
5. Memberlakukan hukum tanpa pandang bulu kepada mereka yang terlibat langsung
maupun tidak langsung karena hukum adalah alat penangkal untuk semua pihak.
PERMINTAAN MAAF

146
Pihak Kristen yang bersalah harus meminta maaf karena itu pembuktian mereka yang
bersalah telah merencanakan dan melakukan penghancuran terhadap ummat Islam merupakan
prioritas. Ummat Islam tetap menuntut dilakukannya pengusutan tuntas untuk mem-buktikan
kasus kerusuhan Ambon adalah proyek pihak Kristen. Untuk ukuran kultur dan budaya
ketimuran, permintaan maaf dari mereka yang telah berbuat salah kepada pihak lain adalah hal
yang wajib dilakukan karena cara itu dapat mencairkan keseluruhan salah paham atau apa pun
bentuknya. Permintaan maaf dan pemberian maaf atau pengampunan sudah ibarat satu paket
dari budaya bangsa timur ter-masuk kita di Maluku.
Pemberian maaf menjadi sulit apabila pihak yang bersalah tidak mau memintanya apalagi
tak merasa bersalah atau menghindari kalau dinyatakan bersalah, karena itu harus ada
pengusutan yang bersung-guh-sungguh dan transparan.
Kasus kerusuhan Ambon dikendalikan oleh pihak tertentu dalam bentuk konspirasi
kekuatan diluar Ambon, masyarakat Ambon hanya sebagai lahan subur karena disinilah
kepentingan politik akan dicapai. Karena itu berbicara tentang keharusan meminta maaf oleh
yang berbuat salah merupakan teka-teki bahwa siapa yang harus meminta maaf kepada ummat
Islam, aktor intelektualnya atau tokoh masyara-kat / agama yang terlibat.
Pengendali dan dalang yang mengatur kerusuhan ini mustahil akan meminta maaf, sebab
hal itu sama dengan pencuri yang melaporkan diri kepada polisi. Diduga keras dalang dan
aktor intelektualnya meli-hat tujuan yang ingin dicapai dari kerusuhan ini gagal, karena itu ia
telah hengkang dari Ambon yang berlumuran darah, kehancuran jiwa - raga, hilang masa
depannya serta tertinggal dendam yang dalam pada kedua belah pihak.
Pihak Kristen yang diperalat tidak mungkin meminta maaf karena mereka adalah
masyarakat awam yang tidak akan mengetahui seluk beluk permasalahan tetapi telah
direkayasa untuk melaksanakan kehendak tokoh intelektualnya. Karena itu permintaan maaf
harus datang dari para tokoh dengan mempelopori permintaan maaf yang tulus dan ikhlas
serta bersedia mempertanggung jawabkan kesalahan perbuatannya. Masyarakat Kristen yang
terbawa emosi permusuhan antar ummat akan menyadari kekeliruan keterlibatan mereka yang
akhirnya menarik diri dan secara langsung mengakui kesalahannya serta meminta maaf
kepada ummat Islam walaupun tidak dalam bentuk terbuka. Hal ini mungkin saja terjadi
karena masih banyak masyarakat Kristen yang berjiwa nasionalisme dan cinta kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia, mereka juga pejuang merebut dan menegakkan republik tercinta.
Proses ini harus dipercepat sebelum bola salju itu bergulir terus dan membesar yang karena
massanya yang besar sulit dihentikan.
Dengan demikian kembali lagi pada Pemerintahan dan aparat keamanan untuk segera
melakukan pengusutan dalam rangka menen-tukan siapa yang bersalah, sebab mustahil dalam
kerusuhan ini kedua-duanya benar atau kedua-duanya yang bersalah. Jangan mencari kam-
bing hitam dengan melibatkan provokator yang sesungguhnya hanya pelaku bayaran, yang
harus dikejar justru orang yang menggerakkan provokator itu dan ternyata sampai sekarang
tidak ada transparansi mengenai hasil pemeriksaan dan pengusutan terhadap para provo-kator
yang ditangkap. Tidak ada kemauan baik dari Pemerintah dan Aparat Keamanan mengenai
Kasus Kerusuhan Ambon yang bersung-guh-sungguh telah menimbulkan penderitaan dan
dendam yang berat.
Sekali lagi jangan melihat persolaan ini sebagai masalah interen orang Ambon seperti yang
dikatakan oleh Presiden Abdurrahman Wahid, kalau kehendak itu yang diikuti maka dalam
waktu dekat kedua kelompok bertikai ini diperkirakan akan membuka babak baru sebab bukti
nyata dalam waktu sebelas bulan upaya rekonsiliasi kedua pihak justru menimbulkan akibat
jauh lebih parah dari hari-hari sebelumnya. Bila pemerintah masih yakin bahwa ini adalah
bukan persoalan politik tingkat atas maka berikut ini mungkin kita akan menyaksikan kondisi
yang semakin buruk, tetapi berdoalah kita semua semoga Tuhan menentukan lain.
MUJAHIDIN BERJUANG SENDIRI
Tak habis pikir melihat keberanian luar biasa para Mujahidin di medan tempur. Mereka
bergerak maju dibawah tembakan kaum kuffar baik dengan senjata rakitan maupun para
sniper di jendela-jendela gedung bertingkat. Kawan yang tertembak dibiarkan begitu saja
karena mereka harus bergerak cepat memasuki kawasan Kristen untuk membakar dan
membunuh, itu saja yang ada di benak mereka. Kawan yang luka dan gugur diserahkan
kepada bantuan yang datang dari belakang. Adegan 10 November 1945 terulang di Ambon

147
dengan ikat kepala putih, berjubah putih mereka terus menyerbu dengan mengumandangkan
Allahu Akbar.
Diantara pria pejuang Islam yang sudah berjanggut putih s/d yang masih muda belia
mungkin SMP pun belum tamat terdapat beberapa orang mereka dari kaum Cut Nyak Dien
yang sudah punya cucu sampai masih gadis jelita belasan tahun. Walaupun hanya beberapa
tetapi disitulah peranan mereka yang bukan saja ikut menyerbu dan membunuh tetapi mereka
adalah sumber motivasi dan moril para Mujahidin keseluruhan.
Mereka menang berjuang sendiri untuk mempertahankan kesela-matan ummat dan
kemulian Islam, tidak mau tahu lagi apa yang sedang terjadi dengan konflik para elit karena
kepentingan masing-masing. Mereka yakin bahwa Allah SWT akan meminta pertanggung
jawaban mereka satu persatu baik para penguasa maupun mereka yang bersedia dikuasai serta
yang tidak punya kepedulian atas perjuangan ini.
Hukum alam yang menyatakan bahwa sekelompok masyarakat yang menghadapi ancaman
bersama, akan segera bersatu padu meng-himpun kekuatan untuk mengatasi ancaman
bersama, tapi apa yang dirasakan di Ambon ini pada lapisan elit justru merupakan reaksi
terbalik sehingga dengan demikian sejumlah elit yang menyatu dengan perjuangan Mujahidin
hanya bisa mengusap dada dan menangis dihati kecilnya.
Mudah-mudahan perjuangan ini cepat selesai supaya tidak ada lagi pemanfaatan
kesempatan dalam kesempitan agar kita segera sadar untuk menyatu kembali dengan hanya
satu kepentingan yaitu membangun masa depan kehidupan ummat Islam yang aman terhindar
dari ancaman kaum kuffar sehingga kita mampu berbuat yang terbaik bagi Bangsa, Negara dan
Agama.
RMS harus dihancurkan agar sejumlah tokoh Kristen yang menyatu dengan RMS serta
mereka yang terlibat langsung harus dibabat habis dari kesempatannya untuk ikut berperan
mengatur kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian
ummat Islam akan berpelukan lagi dengan saudaranya yang beragama Kristen, yang memiliki
nasionalisme yang tinggi, kedua kekuatan ini akan bersatu padu membangun Maluku masa
depan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang aman dan tentram

SITUASI TERAKHIR PADA BULAN


DESEMBER 1999

MALAPETAKA besar bagi masyarakat Maluku yang akan mening-galkan abad ke-20
memasuki abad 21 atau milenium ke III. Tahun 2000 yang penuh tantangan kemajuan teknologi
dan sektor lainnya, bagi masyarakat Maluku justru menghadapi beban yang amat berat baik
fisik material berupa kehancuran harta benda dan korban jiwa serta mental spriritual yang
hancur terbawa dendam antara warga yang beragama Islam dan yang beragama Kristen. Siapa
pun tidak dapat membuat perkiraan kapan kerusuhan ini dapat diatasi bahkan keadaan dari
hari ke hari semakin buruk.
Petunjuk Presiden Abd.Rahman Wahid bagi masyarakat Ambon untuk menyelesaikan
sendiri masalahnya ternyata menghasilkan keadaan yang semakin buruk. Petunjuk itu telah
menggambarkan bahwa pemerintah masih saja berpendapat bahwa akar permasalahan adalah
muatan lokal yang sesungguhnya tetap disembunyikan dan yang diangkat ke permukaan
justru bukan penyebab pokok. Selama kerusuhan ini pihak Kristen selalu menggunakan
muatan lokal sebagai penyebab terjadinya kerusuhan. Hal seperti itu sangat dimengerti karena
apabila penyebab yang sesungguhnya ditangani maka aksi kerusuhan akan segera berakhir
sebelum tujuan mereka tercapai.

148
PEMBAKARAN GERAJA SILO.
Gereja Silo adalah gereja yang terbesar kedua milik Kristen Protestan setelah Gereja
Maranatha dengan anggota yang besar karena letaknya tepat ditengah-tengah kota Ambon.
Gereja ini menjadi amukan massa dan sasaran pembakaran. Aparat keamanan tidak mam-pu
mengatasi massa yang sebanyak itu dan mengamuk. Gereja Silo dan beberapa rumah
disampingnya habis terbakar.
Umat Islam yang dirasuk kebencian atas pelanggaran perdamaian secara terus menerus
sejak dikumandangkan Deklarasi Menahan Diri pada tanggal 7 Desember 1999. Tiga peristiwa
besar yang merupakan pelanggaran pihak Kristen adalah kasus Desa Rumah Tiga, Desa Seri-
holo di Seram Barat dan Pulau Buru Utara-Barat. Pelanggaran terakhir yang sangat tidak
berkemanusiaan pada tanggal 26 Desember 1999 menjelang berbuka puasa terjadi penculikan
terhadap anak berumur 14 tahun bernama Fauzan Fahrul Sarijan yang sengaja diserempet
kemudian diculik. Perlakuan biadab dari pihak Kristen ini memancing amarah ummat Islam
sekota Ambon yang kemudian mengamuk dan membakar Gereja Silo serta rentetannya selama
tiga hari yang korban dipihak Islam mencapai 35 orang syuhada dan 70 orang luka-luka
berat/ringan. Korban sekian besar terjadi karena amukan diluar kontrol dan tidak ada seorang
pimpinan/tokoh yang mampu mere-dam amarah mereka. Rangkaian peristiwa di atas telah
mengabarkan pecahnya kerusuhan Ambon babak III. Serbuan dengan membakar ini telah
membuat pihak Kristen begitu takut, mereka mundur dari tengah kota diseberang jalan Imam
Bonjol sedangkan wanita dan anak-anak telah diungsikan sampai kedataran tinggi desa Soya.
Serangan dan pembakaran terhenti pada tanggal 30 Desember 1999 setelah komando dan
pengendalian (Kodal) berpindah kepada Pangdam XVI/PTM pada jam 06.00 WIT yang untuk
mencegah serangan ummat Islam untuk melakukan pembakaran lanjutan diturunkan pasukan
dalam jumlah besar mengisi garis demarkasi karena itu serangan Mujahidin yang sedang
mendapat kemajuan pesat menjadi terhenti.
Perlu dicatat dan perlu dikenang keberanian yang laur biasa beberapa orang Mujahidin ada
yang muda belia dan ada pula yang sudah memiliki cucu. Mereka tidak kalah berani dan
gesitnya diban-dingkan dengan para Mujahidin, mereka juga ikut menyerbu memba-kar dan
menebas leher. Terkenal salah satu diantara mereka yang memiliki tingkat kekebalan tertentu
dia telah tiada dipanggil oleh Allah swt sebagai Syahidah bersama rekan-rekan yang untuk
kota Ambon dan sekitarnya telah mencapai sekitar 280 orang diluar korban besar ummat
Muslim di Maluku Utara.
Korban kerusuhan babak ketiga ini sangat berbeda dengan babak ke II karena peluru yang
menembus para Mujahidin bukan peluru aparat keamanan tetapi dari laras senapan pihak
Kristen berupa sniper dari aparat keamanan Kristen yang memihak dan bertindak sebagai
bagian dari kekuatan perusuh serta senjata standar militer yang dimodifikasi sehingga tampak
seperti senjata rakitan.
Pada tanggal 30 Desember 1999 Presiden menyatakan akan mengirimkan 12 batalyon
pasukan ke Ambon memperkuat sekitar 5 Batalyon yang ada di kota Ambon dan sekitarnya
termasuk pulau Seram, P. Buru, P. Haruku, P. Saparua dan PP. Maluku Tenggara. Pada hari ini
ketika naskah ini ditulis, di Maluku Utara yang kini telah berdiri sendiri terjadi lagi serangan ke
kampung Islam dipaksa Tobelo dan Galela menimbulkan korban tidak kurang 250 orang warga
muslim

MEMBANGUN DIRI SENDIRI

149
UMMAT Islam Maluku sejak zaman penjajahan belanda telah berada dibawah tekanan dan
diperlakukan tidak adil. Penderitaan itu berlanjut pada waktu berdirinya Republik Maluku
Selatan (RMS) Setelah RMS ditumpas habis Maluku berada dalam suasana kemerdekaan seperti
daerah lain di seluruh Indonesia.
Walaupun Maluku sudah Merdeka tetapi ummat Islam yang tertindas selama ratusan tahun
belum siap dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu berperang serta dalam jabatan
di Pemerintahan secara memadai, posisi-posisi kunci tetap dikuasai pihak Kristen untuk waktu
lama sampai ummat Islam mulai bangkit sekitar tahun 1980-an.
Karena itu, ummat Islam masih tetap berada dalam keadaan tertinggal sampai memasuki
millineum ke tiga, merupakan akibat dari perlakuan tidak adil jangka panjang Peristiwa
Kerusuhan Ambon yang berlangsung begitu lama dengan sasaran membersihkan ummat Islam
telah keluar dari Maluku karena tidak mampu lagi bertahan di Ambon /Maluku.
Kondisi yang kurang menguntungkan itu akan sulit terangkat dengan berlakunya sistem
otonomi luas bagi daerah-daerah apalagi diberlakukannya negara federasi. Ummat Islam
dalam jumlah yang terus mengecil akan dikalahkan dalam komposisi DPRD yang tentunya
berpengaruh pada nasib ummat Islam.
Keadaan seperti itu hanya dapat diselesaikan oleh ummat Islam sendiri tidak hanya
tergantung pada Pemerintah.
KONDISI OBYEKTIF UMMAT ISLAM MALUKU SETELAH KERUSUHAN
Keberhasilan di bidang ekonomi membuat seseorang dapat mengembangkan dirinya di
bidang pendidikan, kesehatan, kesejahte-raan dan lainnya. Karena itu ekonomi yang maju
merupakan sentral dari kemajuan di bidang lainnya. Begitu juga pendidikan yang maju dapat
mempengaruhi cara berfikir dalam mengembangkan diri, pendidikan merupakan katalisator
bagi kemajuan seseorang.
Jadi apabila kedua aspek tersebut dapat dikelola dengan baik maka suatu masyarakat akan
mendapatkan kemajuan berarti, karena itu yang perlu diupayakan adalah bagaimana
perekonomian dalam suatu masyarakat itu dapat diangkat melalui diberikannya berbagai
kesem-patan yang dituntun dengan pembinaan yang modern menyesuaikan diri dengan
tuntutan kemajuan lingkungan.
KONDISI PEREKONOMIAN MASYARAKAT ISLAM
Masyarakat Islam pada umumnya bekerja pada sektor non formal yang dapat
diklasifikasikan sebagai masyarakat ekonomi lemah dengan modal usaha yang kecil, berusaha
masih dalam pola tradisional sulit mendapat kemajuan. Perkampungan ummat Islam rata-rata
kumuh. Hanya sebagian kecil saja terutama pegawai negeri jabatan menengah keatas, para
pedagang dari luar Maluku yang gigih, berhasil menjadi pengusaha menengah. Dibandingkan
penduduk asli, pendatang yang bekerja ekstra keras mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi
lebih baik bahkan oleh pihak Kristen dirasakan telah merebut banyak lapangan kerja kasar. Jadi
sesungguhnya rata-rata kondisi perekonomian masyarakat Islam Maluku berada dibawah rata-
rata kehidupan ekonomi masyarakat Kristen.
KONDISI SUMBER DAYA MANUSIA MASYARAKAT ISLAM
Sebagai akibat perkembangan masa lalu, ummat Islam tertinggal SDMnya, baru mulai
bangkit setelah RMS, tetapi laju kemajuan ummat Islam terlalu lambat dibanding laju pihak
Kristen. Itulah sebabnya dari segi kuantitas ummat Islam tertinggal jauh sedangkan dari segi
kualitas hanya ada beberapa saja. Yang juga memprihatinkan adalah persatuan dan kesatuan
diantara para elit belum baik, kepedulian terhadap kondisi ummat Islam memerlukan
perhatian khusus. Memang tidak dapat dilepaskan antara kesejahteraan dan peluang
mendapatkan pendidikan yang baik sekaligus tanpa pendidikan yang baik, sulit untuk
mencapai kesejahteraan.
Karena itu harus ada upaya yang kuat untuk dapat menembus salah satu atau kedua
masalah itu sekaligus.
MALUKU PADA ERA SISTEM OTONOMI LUAS.
Undang-undang nomor 22/1999 yang mengatur otonomi luas daerah-daerah yang
memungkinkan daerah mengatur rumah tangganya tanpa campur tangan pemerintah Pusat.
Itu artinya DPRD akan mengatur berbagai peraturan daerah, warna peraturan daerah tersebut
tergantung bagaimana komposisi kekuatan politik di dalam DPRD tersebut. Perlu disadari

150
bahwa kemenangan PDI-Perjuangan yang menguasai jumlah kursi mayoritas akan
menguntungkan pihak Kristen padahal partai-partai Islam tidak kompak dan kalah dalam
jumlah kursi. Perlu kita sadari bahwa di DPRD Maluku kepentingan politik partai seringkali
dikalahkan oleh kepentingan golongan Agama, dalam hal ini antara yang Islam dan Kristen.
ERA OTONOMI LUAS DAN FEDERAL BAGI UMMAT ISLAM.
Sistem federal dalam negara kesatuan adalah kakaknya sistem otonomi luas yang segera
berlaku sesuai undang-undang nomor 22/1999. Kedua adanya dipengaruhi oleh komposisi
kekuatan di DPRD. Untuk kita di Maluku lebih ditentukan oleh jumlah anggota DPR yang
beragama Islam dan yang beragama Kristen.
Setelah terbentuknya Propinsi Moluku Kie Raha (MKR), perimba-ngan jumlah penduduk
yang beragama Islam dan Kristem telah berubah dalam jumlah yang berarti. Karena 5 tahun
kedepan hasil Pemilu akan dimenangkan dengan jumlah suara yang besar oleh pihak Kristen
(Dati I).
DPRD yang membuat, merubah dan mencabut undang-undang dan peraturan daerah akan
lebih mengatur untuk kepentingan Kristen, posisi ummat Islam akan lebih sulit 5 tahun
mendatang. Sulit diperki-rakan bahwa dalam era otonomi luas ataupun sampai terjadi negara
dengan sistem federasi ada seorang kepada Daerah tingkat II yang mayoritas Kristen dari
kalangan Islam, sedangkan Gubenur kepala Daerah Tingkat I tidak akan lepas dari genggaman
Kristen untuk selamanya.
Dari pengalaman kita ketahui bahwa kualitas calon pimpinan dikalahkan oleh kepentingan
golongan Agama, karena itu DPRD yang mayoritas Kristen tidak mungkin memilih calon dari
yang Islam.
Kerusuhan di Maluku yang terjadi mulai 19 Januari 1999 adalah gerakan politik yang
bertujuan memperkecil jumlah ummat Islam di Maluku yang kebetulan akan memasuki era
otonomi daerah luas maupun federal. Pembersihan /pengecilan jumlah ummat Islam di
Maluku ini adalah suatu konspirasi untuk mencapai sasaran besar dalam rangka membangun
dominasi Kristen di Maluku yang disambut diberlakukannya otonomi daerah yang luas.
Karena itu ummat Islam sudah harus berfikir untuk keluar dari kesulitan massa depan.
UMMAT ISLAM MALUKU YANG OPTIMIS
Akibat kerusuhan ini ummat Islam akan berada dalam kondisi yang lebih buruk lagi, sulit
diperkirakan dendam dan saling membenci yang sedang dirasakan akan hilang, yang sedang
terjadi ini adalah dendam massal yang walaupun antar perorangan yang telah lama akrab akan
segera pulih tetapi dalam hubungan kelompok dendam yang mendalam itu masih bertahan
dalam waktu lama. Dalam suasana seperti itu peluang ummat Islam akan terus dipersulit,
ketidakadilan dan diskriminasi akan semakin besar bahkan bisa terjadi dipersempit peluang
ummat Islam. Pemerintah pusat sudah tidak punya peluang cukup untuk mengatur daerah
yang dapat mengangkat masyarakat Islam dari kesulitan.
Karena itu perlu dipikirkan upaya mengatasi kesulitan masa depan. Yang menjadi prioritas
bagi ummat Islam adalah segera bersatu terutama dikalangan elitnya. Apapun perbedaan yang
ada harus ditinggalkan jauh-jauh sebab jumlah yang kecil akan bangkit sebagai kekuatan yang
dipertimbangkan bila mereka bersatu demi kepenti-ngan besar dan strategis.
Dari kelompok elit ini akan lahir berbagai gagasan untuk mema-jukan ummat Islam.
Keberadaan orang per orangan harus merupakan sentral dan titik kuat yang antara figur sentral
satu dan lainnya merupakan faktor yang diperhitungkan.
Jadi kualitas perorangan dalam ikatan persatuan dan kesatuan yang kuat akan merupakan
kekuatan yang dasyat dan disegani.
PEMUKIMAN YANG AMAN
Perlu dipertimbangkan untuk membangun pemukiman dengan pendekatan keaman,
pemukiman seperti ini akan memberikan suasana tenang bagi ummat Islam yang dapat
membangun kembali dirinya menjadi lebih baik dari keadaan sebelum kerusuhan terjadi.
Peneka-nannya memang pada kondisi ummat Islam yang lebih baik kalau bisa malahan jauh
lebih baik dari keadaan sebelum kerusuhan sebab kondisi sebelum kerusuhan terlalu rawan
dan menjadi bulan-bulanan.
Pemukiman seperti itu adalah yang homogen Islam dalam jumlah yang besar berjarak dan
terpisah jauh dari ancaman Kristen. Bentuk rumah susun merupakan pola yang paling tepat

151
untuk didalam kota yang dengan pola ini bukan saja jumlah penghuninya besar tetapi
keteraturan dan berbagai fasilitas dapat disediakan seperti pendidikan, peribadatan, pasar,
ruko, bahkan taman yang sangat berguna bagi rehabilitasi mental dan tempat berkumpul.
Di luar kota seperti daerah petunan beberapa negeri Leihitu (Mamala, Morela dn Hitu) yang
letaknya diteluk dalam harus diman-faatkan bagi pemukiman massal. Dengan sistem
pemukiman seperti itu akan menarik saudara-saudara kita dari luar Maluku.
SUASANA PERSATUAN DAN KESATUAN.
Dari gambaran pemukiman di atas akan timbul interaksi yang harmonis dengan landasan
ukhwah Islamiah sebagai reaksi alamiah terhadap pengalaman buruk selama kerusuhan
Ambon dan sekitarnya.
Ancaman yang berat telah menimpa ummat Islam serta tuntutan kebutuhan bersama untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa depan Insya Allah merupakan dorongan
untuk membangun suasana persatuan dan kesatuan lebih baik. Walaupun terbentuknya
suasana persatuan dan kesatuan itu merupakan proses alamiah tetapi harus dibina, dituntun
oleh para pemuka yang peduli agar peoses itu dipercepat.
PARA ELIT SEBAGAI KATALISATOR.
Persatuan dan kesatuan yang kita dambakan adalah suasana yang mahal, bila
mengharapkan pada proses alamiah saja akan berlangsung lama, diharapkan ada katalisator
yang mempercepat proses itu. Kata-lisator itu adalah para elit yang peduli. Kepedulian
terhadap lingku-ngan menunjukkan kelas mereka sebagai pemimpin dan pemimpin yang sejati
adalah mereka yang ikhlas berkorban tidak mengharapkan apapun dari pengorbanan mereka,
kecuali ridha Allah.
Karena itu pertumbuhan generasi muda yang mendapatkan kesempatan pendidikan tinggi
harus membangun dirinya sebagai pemimpin ummat agar kedalaman ilmunya bagi banyak
orang. Perlu kita sadari juga pemimpin itu dibentuk walau ada beberapa yang tumbuh karena
bakat alamiah.
Dengan kepeduliannya sebagai pemimpin dan ketinggian ilmunya ia akan sangat
bermanfaat untuk memikirkan bagaimana memajukan ummatnya. Semakin tinggi kepeduliannya,
semakin dihormati dan disegani, semakin berperan sebagai tokoh yang dijadikan panutan dan anutan. Bila saja
type pemimpin seperti ini terus bertambah, betapa nikmatnya menjadi ummat Islam Maluku di waktu yang
akan datang. Lamunan seperti ini bukan sesuatu yang awang-awang karena perjalanan masa lalu menuntut
datangnya tokoh yang peduli. Insya Allah!
LAPANGAN KERJA SEBAGAI DAYA TARIK
Maluku kita orang Indonesia masa depan, Jawa adalah Indonesia masa lalu, itu artinya
potensi sumber daya alam Maluku amat besar yang belum digarap untuk kesejahteraan rakyat
sebesar-besarnya. Peluang untuk penanaman modal dalam negeri atau modal asing cukup
besar karena itu akan membutuhkan banyak sekali tenaga kerja mulai staf ahli sampai pekerja
kasar di lapangan. Dibutuhkan banyak sekali pegawai dan pekerja lapangan yang tentunya
tidak dapat dipenuhi oleh daerah saja. Mereka akan mengalir dari luar Maluku yang jumlah
Islam mencapai 90%
Bidang-bidang usaha penanaman modal yang tersedia seperti ikan, hasil laut lainnya,
kehutanan, perkebunan dan sebagainya. Sejauh situasi tenang dan ada jaminan keamanan
maka akan ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modal / membuka usaha skala
sedang sampai besar di maluku dan tentu diharapkan para pemodal Islam dan LSM Islam.
Pekerja yang datang akan memperbesar prosentase yang beragama Islam di Maluku, karena
itu walau lambat tapi pasti akan merubah keseimbangan.
LAPANGAN PENDIDKAN
Lapangan pendidikan yang bermutu merupakan asset yang handal dalam upaya
membentuk SDM umat Islam yang tangguh. Unpatti buka merupakan pilihan ummat Islam,
disana mungkin sekali tidak akan menghasilkan sarjana Muslim yang bermutu karena berbagai
diskriminasi oleh dominasi mutlak Kristen. Universitas Darussalam dan STAIN adalah asset
yang telah tersedia perlu ditingkatkan ke-mampuannya baik penambahan jurusan, para dosen
dan fasilitas pendukung.

152
Pendidikan tinggi yang memenuhi kebutuhan daerah perlu ditambah dengan
memanfaatkan LSM Muslim baik dengan dukungan dana dalam negeri maupun luar negeri.
Bantuan negara-negara Islam di Asia dan Timur Tengah bahkan LSM Islam di Eropa dan
Amerika seharusnya dapat diajak untuk memberikan perhatian.
Dengan berkembangnya lapangan Pendidikan bermutu di Maluku maka bukan saja para
mahasiswa Muslim Maluku dapat menimba ilmu disni sehingga jumlah kita tidak berkurang
pada setiap Pemilu, tetapi mahasiswa dari luar Maluku pun akan memperbesar ummat Islam.
TRANSMIGRASI PROGRAM PEMERINTAH DAN SWAKARSA.
Pemerintah dengan sitem otonomi luas daerah maupun federal seharusnya tidak membatasi
program Transmigrasi. Sektor ini harus tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dengan
demikian akan terus terjadi penambahan penduduk Muslim. Keberhasilan transmigran di
daerah ini akan membuka kesempatan bagi calon transmigran pola swakarsa.
Karena itu mengembangkan kehidupan para transmigran jangan di serahkan kepada
pemerintah saja tetapi LSM ikut memberdayakan para transmigran dengan berbagai program
industri kecil di pedesaan yang mengolah hasil pertanian, perikanan dan sebagainya

KESIMPULAN DAN PENUTUP

ARI penyajian fakta dan data serta analisis terbatas dalam


D
naskah ini maka ditarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut:

a. Ummat Islam sejak awal kerusuhan hanya membela diri dalam rangka mempertahankan
hak hidup dan kemulyaan agamanya, serangan balas yang dilakukan mulai tanggal 27 Juli
1999 dalam skala terbatas itu adalah upaya mengamankan diri dari kemung-kinan tindakan
lawan.
b. Ummat Islam dalam posisi benar dari segi politik maupun hukum, posisi itu akan
dipertahankan dengan segala daya upaya secara jujur, obyektif dan konsekuen.
c. Kerusuhan ini telah berkembang menjadi perang agama sehingga penyelesainnya menjadi
sangat sulit.
d. Kerusuhan ini adalah inspirasi besar untuk kepentingan politik kekuatan Kristen di luar
Ambon\Maluku, RMS ditunjuk sebagai pelaku dengan menggunakan ummat Kristen.
e. Penyelesaiannya seperti ditetapkan Presiden tetap mengandung kerawanan sebab selama
11 bulan berlalu bukan ditangani pihak manapun ternyata gagal total dengan tingkat
kerusuhan yang sangat besar baik sarana fisik maupun korban jiwa dan yang luka-luka
dengan cacat seumur hidup.
f. Ummat Islam terutama para elitnya tetap belum berhasil menyatu padukan sikap dalam
menghadapi perjuangan dibidang politis yang sangat menentukan nasib masa depan
ummat Islam.
g. Rekonsiliasi dan perdamaian harus berorientasi pada sikap dan aspirasi masyarakat bawah
terutama para Mujahidin yang diangkat dalam bentuk persyaratan oleh dua tokoh agama
Islam yaitu : KH. Aly Fauzy dan KH. Wahab Polpoke.
h. Menghadapi masa depan ummat Islam yang akan berada dalam Pemerintahan daerah
dengan sistem otonomi seluas-luasnya, harus mampu membangun diri sendiri tidak terlalu
menggan-tungkan diri pada pemerintah pusat. Karena itu peran para elit pasca kerusuhan
sangat diharapkan
DEMIKIAN naskah ini dibuat untuk menanggapi situasi terakhir serta berbagai kebijaksaan
yang ditempuh pemerintah untuk menyelesaikan kasus kerusuhan Ambon. Situasi tenang
selama bulan Ramadhan / Desember 1999 sebagai suatu kesepakatan bersama kedua belah

153
pihak yang bertikai dapat dipelihara untuk waktu yang lebih panjang kedepan sebagai langkah
awal proses rekonsiliasi sejauh kesepakatan tersebut dipatuhi secara jujur dengan menghindari
penyebab sekecil apapun yang dapat memicu kerusuhan baru.
Untuk itu ummat Islam perlu tetap waspada karena pengalaman adalah guru yang
berharga.
Demikian semoga ada manfaatnya.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1

MOLUCCAN PEOPLE’S MISSION


(Senari Lowa-Mena Hou Lala/Struggle for the Moluccan cause)
De Klenckestraat 42, 9404 KW ASSEN – The Netherlands Telp. 31592 352141

SURAT PERGEMBALAAN
Kehadapan yang berwajib Pemerintah RI dan
Panglima ABRI Militer dan Polisi RI
Untuk Beliau Presiden Habibi dan Jendral Wiranto
Di Jakarta - Indonesia

Bapak-bapak yang Muliawan.


Atas kewajiban kami selaku Ketua Pelaksana Missi Rakyat Maluku dan Pejuang Kemerdekaan yang mendambakan
Kemerdekaan dan Kedaulatan Nusa dan Bangsa Maluku, kami hadapkan Surat ini Kehadapan bapak-bapak.
Demi ketergantungan hidup manusia kepada Tanah Airnya dan Masyarakat Adatnya masing-masing, maka Pasca Sila dan
Undang-undang dasar 45, antara lain menegaskan bahwa “sejak kemerdekaan adalah hak setiap bangsa, maka setiap sistem
penjajahan haruslah dihapuskan dari atas muka bumi. karena hal itu tidak sesuai dengan keadilan dari pri kemanusian” Atas
pernyataan ini,
Kami anjurkan agar Bapak-bapak menggaris-bawai “kekeliruan-kekeliruan” yang dilakukan pemerintah RI dan ABRI di Maluku
di luar sampaipun di tanah Jawa sejakJuni 1950 hingga detik saat ini. Anjuran ini kami hadapkan bukan untuk menanam rasa
kebencian antara kita sama kita. Hal mana kami buat sebagai suatu tindakan introspeksi, agar kita masing-masing dapat melihat,
APA JANG WAJIB KITA LAKSANAKAN UNTUK MEMULIHKAN SUASANA DAMAI SEJAHTERA DIANTARA
SEMUA MASYARAKAT BANGSA-BANGSA PRIBUMI ASLI DI KAWASAN ASIA TENGGARA DAN MELANESIA
BARAT.
Kiranya disaat menghayati pernyataan BHINEKA TUNGGAL IKA alias KESATUAN HIDUP YANG BERBEDA-BEDA
KARAKTER lewat pengalaman di kebun binatang, maka bapak-bapak telah memahami bahwa, “kehidupan di kebun itu bisa
terus dengan AMAN DAN TENTRAM selama batas-batas instinetip pun batas-batas lokasi yang ada tidak diterobos”
Kita semua, sama mengerti, bahwa batas-batas instinetip antar budaya dan batas-batas alam antar ‘natio dan regio’ dari sabang
sampai merauke itulah ada ciptaan bahkan anugerah Allah. Batas-batas itu sungguh unik dan lebih krusial dari apa yang kita lihat
di kebun-kebun binatang. Perlu ditekankan disini, bahwa “Fungsi-fungsi Alam dan budaja di kawasan Asia Tenggara dan
Melanesia Barat itupun sangatlah krusial untuk kelanjutan hidup bumi dan manusia”. Sebagai contoh silahkan Bapak-bapak
menggaris bawai fakta-fakta yang terlampir di bawah ini, (lihat lampiran la dan 1b).
Justru itu dengan ini kami menyanggah untuk menyadarkan Bapak-bapak selaku Pemerintah RI, bahwa:
- Invasi – invasi militer serta tindakan-tindakan explotasi dan Jawanisasi yang dilakukan pemerintah RI di Maluku di
luar Jawa itu adalah suatu perbuatan yang sedang merusakkan ciptaan-ciptaan Allah. PEMBANTAIAN HUTAN DAN
PENCABUTAN AKAR BUDAYA secara besar-besaran telah mengakibatkan bencana berantai : “Air-air sungai
menipis hingga kering. Kekeringan dan kebakaran melanda hutan-hutan di suatu tempat, sedang taufan dan hujan
membawa banjir yang merusak kulit bumi di tempat lain. “Perlu disadari pula bahwa
- Semua kekuatan militer serta kemampuan materi (US$ dan senjata modern) yang ada tak dapat diandalkan untuk
membatasi berbagai bencana yang bakal terjadi. Jalan satu-satunya pada membatasi malapetaka berantai itu hanyalah
“MELESTARIKAN KEHIDUPAN BHINEKA TUNGGAL IKA” itu secara jitu. Untuk itu kami tuntut:
1. Agar tindakan-tindakan eksplotasi dan Jawanisasi di Maluku dan lain-lain kepulauan di luar tanah Jawa di hentikan.
2. Agar tulang-belulang dari putra/I Maluku yang terbunuh selama invasi militer RI di Maluku (1950 – 1967) itu dapat
dikumpulkan untuk dimakamkan dalam suatu Taman Pahlawan.
3. Agar tulang belulang dari Mr. Doktor Christian Soumokil (Bapak Kebangsaan dan Pahlawan Keadilan Maluku) yang
dibunuh cara rahasia oleh ABRI diperasingkan pada tanggal 12 April 1966 itu dapatlah di kumpulkan untuk dimakamkan di
Maluku Tanah Air kita.
4. Agar semua usaha pada menuntut Kemerdekaan Maluku lewat Konstitusi Republik Maluku Selatan di Maluku janganlah di
tindas dapatlah di bantu oleh ABRI.

154
5. Agar tindakan-tindakan polarisasi yang dilakukan lewat intelek Maluku golongan aparatip pada menfrustasikan perjuangan
Kemerdekaan Maluku di dalam maupun diluar negeri itu dihentikan.
Selanjutnya dapatlah kami maklumkan:
- Bahwa perjuangan kemerdekaan Maluku lewat proklamasi Republik Maluku Selatan itu tidak pernah pun tidak akan
merugikan hak hidup bangsa manapun juga termasuk pemerintah Belanda dan pemerintah RI sebagai komparan team
perkosaan Ketentuan-ketentuan Hukum RTC/Linggar Djati/Renville yang telah disahkan oleh Perserikatan Bangsa-
bangsa /PBB
- Bahwa pemindahan kekusaan RI dari bumi Maluku dapatlah dilakaksanakan secara hirarchis oleh Badan Legislatip
Pemerintahan Adat kita (forum Latu Patty dan Kesultanan Maluku), dibawah pengawasan dan supervisi dari UNCI
(United Nations Commission for Indonesia)
- Anak-anak cucu Sultan Hairun dan Anak-anak cucu Ina Marina dan Patty Mura alias Anak-anak Siwa berhak
membangun Maluku Tumpah–darahnya sendiri.
Dengan Iman, Harap dan Kasih, kami hadapkan SURAT PERGEMBALAAN ini.Selanjutnya, demi ketergantungan kita masing-
masing pada planit yang sama, kami mohon agar Bapak-bapak melaksanakan tuntutan tersebut diatas pun dengan Iman, harap
dan Kasih.

MENA – MURIA

Assen, 15 Nopember 1998


Atas nama Putra-putri maluku
Yang telah gugur mendahului kita.

Tertanda:
D. Sahalessy, Ketua Eksekutip
Missi Rakyat Maluku.

Diteruskan kepada :
1. Komisi Hak-hak Asasi Manusia di Jakarta
2. Menteri Luar Negeri Belanda di Den Haag
3. Semua instasi internasional yang berkompetisi
4. Semua dewan Mahasiswa di Indonesia dan Maluku
5. EIR – International di New York

Lampiran 2

PRESIDIUM SEMENTARA
REPUBLIK MALUKU SELATAN
AMBON

SURAT PERINTAH TUGAS


No. : 01/PS.04.1/XI/98

Presidium Sementara Republik Maluku Selatan, memerintahkan kepada:


1. Nama : D. Pattiwaelappia.
Jabatan : Ketua Komisi Bidang Komunikasi.

2. Nama : A. Pattiradjawane
Jabatan : Ketua Komisi Bidang Hukum

3. Nama : S. saiya.
Jabatan : Staf Komisi Bidang Komunikasi

Dalam hal ini selaku utusan Presidium untuk melaksanakan missi perjuangan sebagai berikut:

1. Tugas dan Wewenang

Bertindak untuk dan atas nama Presidium Sementara RMS


a. Melakukan upaya-upaya diplomasi dan pendekaytan dengan warga masyarakat maluku di Perantauan dalam rangka
konsolidasi kekuatan dan penggalangan persatuan.

b. Mengadakan koordinasi dengan tokoh-tokoh intelektual tertentu di kota/daerah tujuan untuk membentuk perwakilan
Presidium ataupun organisasi Perjuangan yang memungkinkan sesuai kondisi setempat.

c. Berusaha menghimpun dana secara sukarela dari warga setempat untuk mendukung kebutuhan pembiyaan program
Perjuangan.

d. Melaporkan hasil pekerjaan secara berkala guna keperluan pengendalian dan evaluasi

II. Tempat tujuan : Jakarta, Surabaya, dan kota-kota tertentu di Pulau Jawa.
III. Waktu berangkat kembali : Berangkat tgl 16 Nopember 1998 Kembali medio Desember 1998/selesai
urusan.
IV. Alat pengangkutan : Kapal Laut P.P
V. Biaya Perjalan : Bebas Anggaran Belanja Perjalanan Presidium Sementara RMS

155
Demikian untuk dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Ambon, 14 Nopember 1998


Ketua Umum Sekretaris Jendral,

O. Patarima, SH Drs. Ch. Patasiwa

Lampiran 3

PRESIDIUM SEMENTARA
REPUBLIK MALUKU SELATAN
AMBON

Ambon, 14 Nopember 1998


Nomor : 02/)S.05.1/XI/98
Lampiran : 10 (sepuluh) daftar
Perihal : Permohonan Bantuan
Kepada Yth:
Segenap Warga Masyarakat Maluku
Yang berada di Tanah Perantauan
Assalamu Allaikum Warahmatullahi Wabarakatu; Salam Sejahtera di dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
Pertama-tama, terimalah salam kebangsaan dan pekik perjuangan kita “Mena Moeria”
Kami merasa mendapat kehormatan untuk menjumpai Bapak, Ibu dan semua saudara segandong yang sementara ini
berada di Tanah Perantauan, untuk menyampaikan perkembangan terakhir yang sedang terjadi di kalangan rakyat dam
masyarakat Maluku dewasa ini.
Secara singkat boleh kami katakan bahwa tingkat kesabaran dan daya tahan rakyat dalam menghadapi kondisi
perekonomian mapan situasi politik yang dikendalikan dari Pusat, sudah berada pada titik yang sangat rawan.
Bahwa demi untuk mencegah terjadinya tindakan lepas kontrol yang dapat membahayakan diri, keluarga, maupun
masyarakata banyak, kami terpaksa telah mengambil tanggung jawab kolektif tadi dan menyusun sebuah program
Perjuangan sesuai kemampuan kami yang sangat terbatas.
Dalam rangka itulah kami sungguh memerlukan support, baik moral maupun material terutama dari Bapak/Ibu yang
memiliki kelebihan berkat Tuhan.
Demikian dengan susah payah kami telah mengutus 3 (tiga) orang teman ini, sambil mengharapkan uluran tangan
Bapak/Ibu semua.
Kami percaya bahwa semua saudara segandong di rantau tidak akan sampai hati membiarkan kami betrjalan sendirian
sebab “potong di kuku rasa di daging”
Semoga Tuhan tetap menjaga dan memelihara kita semua dengan kelimpahan berkat Sorgawi.

Amatoooo………

Ketua Umum Sekretaris Jendral

O. Patarima, SH Drs. Ch. Patasiwa

CATATAN
Mohon sumbangan ditulis
Didalam daftar yang me
Miliki cap asli

Lampiran 4

MOLUCCAN PEOPLE’S MISSION


(Senari Lowa-Mena Hou Lala/Struggle for the Moluccan cause)
De Klenckestraat 42, 9404 KW ASSEN – The Netherlands 31592 352141
His Excellency President Clinton,
The Minister President of the United States of America.
White House 1600 Vencilvania Avenue.
2500 Washington DC U S A

Assen, November 23 1998

Excellency.
I am writing this letter to you at my capacity as executive leader of the Moluccan people mission.
The main reason we turn to you frankly hereby is for “a legal support” to have the Moluccan cause putted again on the Agenda of
the United Nations. Pleas don’t let these opening words stop you from reading this letter.
We was and still are resolutely struggling against the “ruining processes” made by the alien subjugators on our national society
and environmental depth in Maluku our homeland. The threat of the political and environmental degradation made on our society
and environment is now looming badly and badly. And is causing chain disaster in my places elsewhere. The enclosed Document
herein are proved it clearly that, “the slaughter of Nature and Culture in Maluku is badly affected the lives in many regions of the
world.”

156
Since 1950/early in the process of Decolonisation, our activities against the alien subjugation in our homeland, above all others
have affected the Universality of the United Nations” Concern on Decolonisation Nevertheless,
By all means of suppression, our freedom struggle was more and more isolated and ignored WIThin the opinion of the world
community. While the threat of the ‘ political and environmental degradation made on us still is increasing therefore,
Hereby we would have appealed to you with urgent reguest,
1 – To recall the Moluccan case in the Security Council of the United Nations and,
2 – To have the aforementioned ruining processes bordered and prevented.
Please read through and underline the Document we have supplied in this letter in order to make it clear, that, “Helping to protect
the functions of Nature and Culture in Maluku also means helping to preserve countless invaluable elements that are very crucial
to earth’s to earth’s and human’s survival.”
Looking eagerly to receive a positive answer from the side of your Excellency, and the goverment yours.
Until then, we remain.
Sincerely Yours,
On behalf of the Moluccan people’s mission.

D. Sahalessy, executive leader.


Mena Muria

Lampiran 5

MOLUCCAN PEOPLE’S MISSION


(Senari Lowa-Mena Hou Lala/Struggle for the Moluccan cause)
De Klenckestraat 42, 9404 KW ASSEN – The Netherlands 31592 352141

His Excellency ,
The Minister of Foreign Affairs of the Netherlands
Bezuidenhoutseweg 76, 2594 AC The Hague.

Assen, November 23-1998

Excellency.
I am writing this letter to you at my capacity as executive leader of the Moluccan people’s mission.
The main reason we turn hereby to you frankly hereby is for a legal support to rescue the Moluccan society and environment
from the destructive measures of colonialism. We would have turned frankly to you this way, particulary because our suffering
and destruction is historically and juridical could not be excluded from the responsibility of the government yours.

In struggling against such destructive measures, we have since Sepytember 23-1982 again and again made our proposal for
having a legal support from the side of the government yours.
Later on through a letter of Oktober 15-1986 from the side of the government yours we ware told that, “our plea of september 11-
1986 has been given over by the “Vaste Commissie voor Buitenlandse Zaken”. “Oermanent Commission of the Departement of
Foreign Affairs”. Nevertheless by all means of unexpected difficulties, we could not recall you for it (See Supplement 4) So now
in coping WITh the increasing threat of destructive measures of colonialism in our homeland we would have recalled you for it
again.

In coping WITh chain disasters (WITh the interdependency of life) in this planet you yourself knew and understood, that, “Since
one society and environment is endangered or excluding from the sincere protection of law, the ether ones will badly be affected
too”. Therefore,

HereWITh we please you to underline the document we have supplied WITh this letter in order to makke a right decision
whether you would honor our appeal for “a legal political support”.

Looking forwards to receive a positive answer from the side of your excellency, and the goverment yours.

Until then we remain,

Sincerely Yours,
On behalf of the Moluccan people’s Mission,

D. Sahalessy, Executive Leader.

PRESIDIUM SEMENTARA
REPUBLIK MALUKU SELATAN
AMBON

SERUAN

KEPADA SAUDARA-SAUDARAKU SEBANGSA DAN SETANAH AIR, PUTRA-PUTRI MALUKU YANG SEMENTARA
BERDIAM DI NEGERI BELANDA

1. Terimalah salam kebangsaan dan pekik perjuangan kita

157
“MENA MOERIA”

2. Dengarlah seruan kami dari jauh, dari Maluku Tanah Tumpah Darah Kita

Saat ini, rakyat Maluku di Tanah Air sudah tidak sabar lagi untuk merdeka
Kebencian rakyat terhadap Pemerintah Indonesia sudah mencapai puncaknya.
Untuk sementara, kami harus mengambil tanggung jawab memimpin dan mengarahkan perjuangan di Tanah Air, agar
supaya tidak berjalan sendiri-sendiri, yang nanti bisa menyusahkan banyka orang.
Kami sangat mengharapkan dukungan dan bantuan saudara-saudara dari Negeri Belanda dalam menyokong perjuangan
ini agar kiranya dapat berjalan lancar dan sukses dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Sesungguhnya perjuangan ini adalah tanggung jawab setiap anak Maluku, dimanapun berada. Karena itu janganlah
biarkan kami sendiri
Kami percaya bahwa nasib masa depan anak cucu kita ada di Tanah Air Maluku Tercinta.

“Biar Hujan Emas di Negeri Orang, Tidak Sama Hujan Batu di Negeri Sendiri”

Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan perlindungan kepada kita, sampai bertemu nanti di Tanah Air”

Ambon, 14 Nopember 1998


Ketuan Umum Sekretaris Jendral,

O. Pataima, SH Drs Ch. Patasiwa

KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA


DEN HAAG
KANTOR ATASE PERTAHAN
LAPORAN KHUSUS
tentang
KEGIATAN KELOMPOK RMS
DIKAITKAN DENGAN PERKEMBANGAN TERAKHIR
DI DALAM NEGERI INDONESIA
Latar Belakang
a. Kejadian kerusuhan di Jakarta (Ketapang) tanggal 22 November 1998 yang telah menewaskan beberapa warga
masyarakat serta kebakaran dan kerusakan terhadap beberapa tempat Ibadah memperoleh tanggapan yang cukup luas dan
cenderung sangat merugikan Indonesia.
b. Tanggapan dari media massa seperti surat kabar di Belanda maupun media radio dan telivisi, baik di Belanda maupun
dari luar negeri yang bisa ditangkap siarannya di Belanda pada umumnya sangat memojokkan Indonesia, terutama karena
yang mereka eksplotir adalah masalah SARA, baik suku, maupun agama.
c. Dampak dari kejadian tersebut juga memperoleh tanggapan serius dari masyarakat Belanda keturunan Maluku karena
pemberitaan yang menonjolkan terbunuhnya anggota masyarakat keturunan Maluku, serta terbakarnya beberapa rumah
ibadah umat Kristen.
d. Tanggapan dari masyarakat Belanda keturunan maluku (dimobilisir oleh RMS) pada saat itu adalah dengan
menyelenggarakan pertemuan yang membicarakan kemungkinan perlunya diambil langkah balas dendam kepada masyrakat
Indonesia yang berada di Belanda maupun terhadap tempat ibadah umat Islam Indonesia di Belanda (seperti Mesjid di Den
Haag).
e. Hampir semua stasiun TV di Belanda akhir-akhir ini sering menyelenggarakan “talk show” yang membicarakan
kejadian di Indonesia akhir-akhir ini, baik komentar terhadap pemerintahan Presiden Habibi maupun berbagai tindakan
kekerasan yang mereka anggap dilakukan oleh aparat keamanan.ABRI. Para pembicara yang mereka tampilkan semua adalah
orang-orang (baik WNI maupun asing, ataupun keturunan Indonesia di luar negeri) yang semuanya adalah mereka yang
sudah sering menjelek-jelekkan Indonesia, pemerintah maupun ABRI.
Namun perlu diperhatikan bahwa walaupun mereka adalah orang-orang yang tidak bertanggung jawab namun karena cukup
seringnya acara-acara seperti itu, kemungkinan besar akan dapat mempengaruhi opini luar negeri terhadap Indonesia bahwa
Indonesia memang jelek.
f. Dikeluarkannya Keputusan Menteri Kehakiman RI nomor : M.01.IZ.01.02 Tahun 1983 tentang Pelaksaan Pembebasan
Kaharusan Memiliki Vlan Bagi Wisatawan Asing maka kunjungan wisatawan dari luar negeri, khususnya dari Belanda
menjadi semakin padat, demikian pula pada akhir-akhir ini walaupun situasi dalam negeri Indonesia relatif kurang nyaman.
g. Adanya informasi mulia tumbuhnya “embrio” kelompok RMS di Indonesia (khusunya di Jakarta).
h. Berita yang dimuat oleh Harian Belanda “Roterdam Dagbland” yang intinya menyebutkan bahwa Pemerintahan RMS
di pengasingan (in exlle) mempersipakan diri untuk mengambil alih kekuasaan di daerah Maluku Selatan. Pernyataan ini
disampaikan oleh Presiden RMS F.L.J. Tutuhatuwena. Ybs.menyatakan bahwa upaya yang ditempuh adalah dengan
membentuk suatu struktur organisasi yang dapat mengambil alih kekuasaan dari Jakarta. Diinformasikan pula bahwa saat ini
di Maluku telah berada beberapa puluh penganut dan simpatisan RMS yang diharapkan dapat merealisasikan cita-cita
mereka. Skenario yang mereka inginkan adalah pengambil-alihan kekuasaan tanpa kekerasan dengan memanfaatkan krisis
ekonomi dan politik di dalam negeri saat ini. Untuk itu, katanya, telah dibentuk suatu Kabinet bayangan dengan tugas untuk
menjaga agar kehidupan masyarakat Maluku terus berjalan normal apabila pemerintah jakarta jatuh. Tugas berikutnya adalah
melucuti dan membubarkan tentara Indonesia yang masih berada di Maluku. Hingga kini bantuan dari masyarakat Maluku di
Belanda adalah bantuan nasehat dan keuangan, dan belum ada permintaan bantuan senjata dari Maluku. Selanjutnya pada
tanggal 19 Desember 1998 yang akan datang di Barneveld, Belanda akan diselenggarakan pertemuan antara RMS dengan
badan Persatuan Maluku sebagai pendukung RMS dengan tujuan untuk membicarakan rencana aktivitas apa yang akan
ditempuh selanjutnya.
2. Analisa
a. Reaksi dari media massa Belanda tersebut telah sangat memojokkan dan merugikan Indonesia dalam forn internasional.
Kondisi ini tentunya tidak boleh terus dibiarkan, karena sebelum peristiwa tersebut pemberitaan tentang situasi politik yang

158
terjadi di Indonesia, baik pada saat menjelang dilaksanakan Sidang Intimewa MPR maupun setelah Sidang Istimewa tersebut
senantiasa beranda negatif tentang Indonesia.
Rentetan pemberitaan tersebut cukup membuat gambaran Indonesia di luar negeri menjadi semakin tidak mengenakkan, baik
bagi masyarakat Indonesia di luar negeri maupun khususnya bagi fihak KBRI untuk menjawab berbagai pertanyaan dan
tanggapan yang diajukan oleh berbagai fihak.
b. Khusus berkaitan dengan issu terbunuhnya beberapa anggota warga keturunan Maluku dalam peristiwa tanggal 22
November 1998 di Jakarta ataupun peristiwa kerusuhan di Ambon sebelumnya telah memancing reaksi yang keras
darimasyarakat Belanda keturunan Maluku di Belanda, dan kondisi ini bertendensi akan dimanfaatkan oleh RMS untuk
melakukan kegiatan aksi mereka mendeskreditkan Indonesia, dan bahkan bukan tidak mungkin akan membangkitkan
kembali tuntutan mereka sebelumnya dimana sebelumnya akhir-akhir ini kegiatan RMS untuk sementara dapat dikatakan
“cooling down”
c. Kelompok RMS telah merubah cara perjuangannya di negeri Belanda dari cara kekerasan menjadi cara-cara yang lebih
simpatik. Melalui pola ini diharapkan agar dapat memperoleh kembali simpati yang lebih besar dari masyarakat ataupun
pemerintah Belanda, khususnya dari masyarakat keturunan Maluku (kaum muda generasi baru) serta simpati dari masyarakat
Maluku di tanah air ataupun masyarakat Internasional lainnya.
d. Pemberlakuan bebas visa bagi wisatawan asing sangat mungkin dimanfaatkan oleh kelompok RMS untuk menyusupkan
kaki tangannya (yang nota bane mereka kemungkinan besar tidak terdaftar sebagai anggota kelompok RMS) ke Indonesia
untuk berkunjung ke Indonesia dan selanjutnya “menghilang” di tanah air dengan memanfaatkan kelemahan pengawasan kita
di tanah air. Orang-orang inilah yang kemungkinan besar merupakan ploneer tumbuhnya kembali kelompok RMS di
Indonesia
e. Perubahan pola kekerasan ke pola damai yang dilakukan oleh kelompok RMS menurut hemat kami justru lebih berbahaya.
Ini memberikan indikasi bahwa mereka menjadi semakin serius dalam upaya untuk mewujudkan cita-citanya. Disamping itu
upaya damai dalam perjuangannya kemungkinan besar akan segera memperoleh simpati dari berbagai di luara negeri,
khususnya di Belanda.
f. Diperlukan upaya-upaya antisipasi yang lebih tegas dan cepat untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya kembali RMS
di tanah air, antara lain dengan melalui pembinaan terencana dan berlanjut terhadap masyarakat Maluku di tanah air untuk
secara tegas mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Kesimpulan.
a. Mass media surat kabar maupun radio dan telivisi di Belanda serta memanfaatkan beberapa tokoh-tokoh masyarakat
Maluku di tanah air banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri maupun fihak lain yang
sengaja membangun opini masyarakat untuk menjelek-jelekkan Indonesia di luar negeri serta dengan sengaja berusaha
menekan kedaulatan Indonesia melalui isu-isu demokrasi dan hak-hak azasi manusia dengan memanfaatkan kebebasan pers
yang ada di Belanda. Disamping itu disinyalir bahwa ada fihak-fihak tertentu di Belanda yang sengaja menggunakan isu
Indonesia untuk kepentingan politik mereka di dalam negeri Belanda.
b. Perkembangan situasi di dalam negeri Indonesia baik langsung maupun tidak langsung semakin menyulitkan upaya
membangun kepercayaan serta cinta Indonesia di luar negeri. Dan dari sisi pembangunan ekonomi kondisi tersebut juga
menghambat upaya-upaya untuk menggerakkan kembali investasi asing ke Indonesia.
c. Pemberlakuan bebas visa bagi kunjungan wisata ke tanah air disatu sisi diharapkan dapat meningkatkan pemasukan devisa
melalui wisatawan asing, namun disisi lain memberikan peluang besar bagi masuknya anasir-anasir yang ingin memecah
belah kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia dengan tujuan akhirnya adalah disintegrasi. Untuk itu menurut hemat kami
perlu dilakukan kaji ulang sejauh mana manfaatnya dibanding dengan kerawanan dan dampak negatif yang akan terjadi.
d. Kelompok RMS secara jelas telah semakin serius, terorganisir serta terencana dalam upaya-upaya mewujudkan cita-
citanya dengan memanfaatkan situasi krisis ekonomi dan politik di dalam negeri akhir-akhir ini.
4. Langkah yang diambil
a. Bersama staf KBRI (khususnya bidang Politik) memantau semaksimal mungkin mobilitas masyarakat Maluku di Belanda.
Disamping itu juga dilakukan terhadap mereka yang akan melakukan kunjungan wisata ke Indonesia melalui Bandara
Schiphol, khususnya yang menggunakan penerbangan Garuda maupun KLM.
b. Memantau pergerakan kelompok RMS di Belanda melalui penggunaan informan yang dipercaya maupun melalui cara-
cara lainnya.
c. Melaporkan setiap perkembangan yang terjadi ke instansi induk di Jakarta serta kepada Kepala Perwakilan.
d. Khusus dalam upaya mencegah kemungkinan tumbuh dan berkembangnya RMS di tanah air, kiramnya perlu dilakukan
pembinaan segera kepada para tetua Masyarakat Maluku untuk segera mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang intinya
menentang keras kemungkinan kembalinya RMS di Indonesia serta pernyataan untuk tetap setia kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
e. Perlunya segera dilakuakan pengkajian mendalam oleh berbagai fihak yang terkait terhadap Keputusan Menteri
Kehakiman RI tentang Pembebasan Visa bagi Kunjungan Wisatawan asing ke Tanah air. Dan selanjutnya diambil langkah-
langkah yang jelas untuk mencegah timbulnya dampak negatif dari Keputusan tersebut.
f. Melakukan pemantauan terhadap mobilitas masyarakat Maluku, khususnya wisatawan asing keturunan maluku yang
berkunjung ke Indonesia, serta memberikan sangsi yang tegas terhadap mereka yang melanggar batas waktu kunjungan
wisata yang diberikan.
g. Diperlukan adanya “press release” secara tepat dan cepat di seluruh KBRI melalui berbagai mass media asing yang ada
untuk setiap kejadian politik maupun keamanan yang rawan terhadap upaya pemutar-balikan fakta yang akan merugikan
Indonesia.
6. Penutup.
Demikian dilaporkan situasi perkembangan kelompok RMS dikaitkan dengan terakhir serta situasi krisis ekonomi dan politik di
dalam negeri. Semoga bermanfaat, dan terima ksih atas perhatian.
Den Haag, 18 Desember 1998
ATASE PERTAHANAN

Ir. WAHYUDI WIDAJANTO, MSc


KOLONEL LAUT (E) NRP. 7375/P
DEPARTEMEN LUAR NEGERI BERITA RAHASIA
REPUBLIK INDONESIA
PUSAT KOMUNIKASI

YOS

Agenda : 07055 Dari : DENHAAG (24/12)

159
Kepada : MENETERI LUAR NEGERI UP. DIRJEN POLITIK
DIRJEN HUBSOSBUDPEN
MENKOPOLKAM
MENDAGRI UP. DIRJEN PUOD
DIRJEN BANGDES
MENHANKAM/PANGAB UP. ASOP
ASTER
MENKEH UP. DIRJEN IMIGRASI

Info : DIR. EROPA


DIR MANBINMASLUGRI
DIR ASPAS
Dari : KEPPRI DEN HAAG

nomor : 147/div.12/98

re : pertemuan “rms” di barneveld.


1. menarik kawan kami nomor 146/div.12/98 disampaikan pokok-pokok hasil pertemuan rms di barneveld tanggal 19
desember 1998 yang kami peroleh dari sumber terbuka sebagai berikut:

- pertemuan dihadiri oleh 8 organisasi masyarakat maluku termasuk “badan persatuan” yang berhaluan keras dan
merupakan pendukung utama rms.
- pertemuan telah membentuk suatu struktur organisasi yang dinamakan “congres nasional maluku” dengan tujuan utama
mendukung dan memiliki tugas politik dan peralihan kekuasaan
- “pem rms” dalam pengasingan akan memberikan senjata kepada organisasi-organisasi di maluku yang diharapkan akan
ikut serta dalam pengambilan alihan kekuasaan apabila pemerintah indonesia jatuh.
- menteri urusan umum rms.j.wattilete yang diharapkan akan menggantikan “presiden rms” tutuhatunewa kepada pers
mengatakan bahwa perebutan kekuasaan dengan senjata merupakan jalan terakhir kalau dengan cara damai tidak
berhasil.
- kalau kelompok-kelompok di maluku minta bantuan senjata akan ditanggapi dengan serius.
- kesempatan semacam ini tidak akan terulang lagi dan harus dimanfaatkan.

2. sementara itu pejabat kemdagri belanda yang diminta tanggapannya menyatakan bahwa kemdagri belanda tidak begitu
menaruh perhatian terhadap gerakan suku maluku. namun ditekankan bahwa, kegiatan pengumpulan dana untuk membeli
senjata harus ada ijin dan kalau dilanggar, hal ini akan menjadi urusan kementerian kehakiman.
3. hubungan dengan hal tersebut kami berpendapat bahwa pendukung rms di belanda mulai melakukan kegiatan secara lebih
terorganisir dan berusaha unutk menumbuhkan dan memperkuan jaringan di dalam negeri karena itu kita perlu lebih
meningkatkan kewaspadaan dalam menyikapi perkembangan yang terjadi di dalam negeri khususnya di ibukota maupun di
maluku.
4. pernyataan yang diungkapkan oleh pejabat kemdagri belanda menunjukkan bahwa nampaknya pemerintak belanda masih
melihat kegiatan rms dan pendukungnya sebgai hal yang masih “wajar” karena masih dalam batas-batas toleransi hukum,
sehingga belum melakukan suatu tindakan pencegahan atau pelarangan
5. kbri den haag alah leboh memberi perhatian terhadap kegiatan kelompok rms di negeri belanda, yang sudah menjurus pada
upaya mengambil jalan kekerasan bersenjata, masih perlu ditelusuri dan dicari data-data orang-orang wnb asal maluku yang
secara sengaja “dimasukkan” ke indonesia dalam memberlakukan pengawasan terhadap wnb keturunan maluku, baik di
jakarta maupun di denpasar, oleh pihak pengamanan di indonesia perlu dilaksanakan secara bijaksana dan hati-hati
mengingat mereka (wnb keturunan maluku) yang sangat pro indonesia juga banyak yang datang berkunjung ke indonesia.
hal ini sangat perlu disampaikan agar tidak timbulkan hal-hal yang tidak perlu bahkan counter productive.

Demikian ump ttkhbs

Diterima Tgl 25 Desember 1998 / jam 05.30

(SURAT-SURAT DALAM LAMPIRAN INI DIKUTIP SESUAI ASLINYA. KARENA ALASAN TEKNIS, MAKA TIDAK
DICAMTUMKAN TANDATANGAN SERTA STEMPEL SEBAGAI MANA DALAM SURAT ASLINYA).

160

You might also like