You are on page 1of 12

PKN

Peran-Serta Budaya Politik Partisipan

Oleh Kelompok 3
Kata pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kemudahan, serta shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW sehingga kami dapat menyelesaikan laporan dari tugas
Pendidikan Kewarganegaraan ini dengan tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini terdapat banyak


sekali kekurangan, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati, kami berharap
bagi para pembaca berkenan untuk memberikan kritik dan sarannya.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT selalu
mencurahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Amin
Daftar Isi
 Kata Pengantar

 Daftar Isi

 Pendahuluan

 Isi

o Budaya Politik Partisipan

o Bentuk Budaya Politik Partisipan

 Tanya Jawab

 Kesimpulan

 Penutup
Pendahuluan
Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat.
Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat
umum dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R. O’G Anderson,
kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan
kelompok massa.

Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga
negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga
negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi
khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan,
bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan
lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula
mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik.

Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman
untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut :

1. Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat
istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar
masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau
menerima nilai-nilai dan norma lain.
2. Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama
menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme.
Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik,
seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
3. Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar
yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.
4. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup,
tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola
kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap
mobilitas (mempertahankan status quo atau men dorong mobilitas), prioritas kebijakan
(menekankan ekonomi atau politik).

Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa kita pada suatu pemahaman
konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan
orientasi yang bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam memandang sistem
politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke arah individualisme. Jauh
dari anggapan yang demikian, pandangan ini melihat aspek individu dalam orientasi politik
hanya sebagai pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak
dapat melepaskan diri dari orientasi individual.
Budaya Politik Partisipan
Budaya politik partisipan adalah individu yang berorientasi terhadap struktur inputs dan proses
dan terlibat didalamnya atau melihat dirinya sebagai potensial terlibat, mengartikulasikan
tuntutan dan membuat keputusan. 

Budaya partisipan yaitu budaya dimana masyarakat sangat aktif dalam kehidupan politik, dan
masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonomi, tetapi masih
bersifat pasif.

Contoh budaya politik partisipan ini antara lain adalah peranserta masyarakat dalam
pengembangan budaya politik yang sesuai dengan tata nilai budaya bangsa Indonesia.

Dalam kehidupan nyata tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik murni
partisipan, melainkan terdapat variasi campuran di antara tipe-tipe partisipan, pariokal atau
subyek, ketiganya menurut para ahli tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu :
a. Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture)
b. Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture)
c. Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture)

Budaya partisipan adalah budaya dimana masyarakat sangat aktif dalam kehidupan politik.
Masyarakat dengan budaya politik partisipasi, memiliki orientasi yang secara eksplisit ditujukan
kepada sistem secara keseluruhan, bahkan terhadap struktur, proses politik dan administratif.
Tegasnya terhadap input maupun output dari sistem politik itu. Dalam budaya politik itu
seseorang atau orang lain dianggap sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik, masyarakat
juga merealisasi dan mempergunakan hak-hak politiknya. Dengan demikian, masyarakat dalam
budaya politik partsipan tidaklah menerima begitu saja keputusan politik. Hal itu karena
masyarakat telah sadar bahwa betapa kecilnya mereka dalam sistem politik, meskipun tetap
memiliki arti bagi berlangsungnya sistem itu.
Perbedaan budaya politik parokial, kawula, dan partisipan:

NO Budaya Politik Penjelasan


1 Parokial 1. Frekuensi orientasi terhadap sistem sebagai obyek umum, obyek-
obyek input, obyek-obyek output, dan pribadi sebagai partisipan
aktif mendekati nol.
2. Tidak terdapat peran-peran politik yang khusus dalam
masyarakat.
3. Orientasi parokial menyatakan alpanya harapan-harapan akan
perubahan yang komparatif yang diinisiasikan oleh sistem politik.
4. Kaum parokial tidak mengharapkan apapun dari sistem politik.
5. Parokialisme murni berlangsung dalam sistem tradisional yang
lebih sederhana dimana spesialisasi politik berada pada jenjang
sangat minim.
6. Parokialisme dalam sistem politik yang diferensiatif lebih bersifat
afektif dan normatif dari pada kognitif.
2 Kawula 1. Terdapat frekuensi orientasi politik yang tinggi terhadap sistem
politik yang diferensiatif dan aspek output dari sistem itu, tetapi
frekuensi orientasi terhadap obyek-obyek input secara khusus,
dan terhadap pribadi sebagai partisipan yang aktif mendekati nol.
2. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah.
3. Hubungannya terhadap sistem plitik secara umum, dan terhadap
output, administratif secara esensial merupakan hubungan yang
pasif.
4. Sering wujud di dalam masyarakat di mana tidak terdapat
struktur input yang terdiferensiansikan.
5. Orientasi subyek lebih bersifat afektif dan normatif daripada
kognitif.
3 Partisipan 1. Frekuensi orientasi politik sistem sebagai obyek umum, obyek-
obyek input, output, dan pribadi sebagai partisipan aktif
mendekati satu.
2. Bentuk kultur dimana anggota-anggota masyarakat cenderung
diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem politik secara
komprehensif dan terhadap struktur dan proses politik serta
administratif (aspekinput dan output sistem politik)
3. Anggota masyarakat partisipatif terhadap obyek politik
4. Masyarakat berperan sebagai aktivis.
Bentuk Budaya Politik Partisipan
Secara umum, bentuk budaya partisipasi politik dapat dibedakan dalam kegiatan politik yang
berbentuk konvensional dan non konvensional, termasuk yang legal (petisi) dan nonlegal.
Konvensional, artinya berdasarkan kesepakatan umum atau kebiasaan yang sudah menjadi
tradisi. Legal, artinya sesuai dengan undang – undang atau hukum yang berlaku. Jadi, partisipasi
yang konvensional-legal berarti kegiatan politik yang dilaksanakan secara lazim berdasarkan
peraturan perundang-undangan atau ketentuan hukum yang berlaku.

Lawan dari partisipasi konvensional legal adalah inkonvensional-ilegal atau partisipasi politik
inkonstitusional dengan cara kekerasan atau revolusi. Kekurangan politik yang melaksanakan
partisipasi politik demikian biasanya tidak pernah mengindahkan etika berpolitik. Mereka lebih
menyukai tindakan kekerasan (anarkhis).

Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat digunakan sebagai ukuran atau standar
untuk menilai stabilitas sistem politik di sebuah negara. Bentuk partisipasi politik warga negara
juga bisa menjadi mediauntuk melakukan intergrasi kehidupan politik, termasuk menangkap
rasa puas atau tidak puas setiap warga negara terhadap pemerintahan yang berkuasa saat itu.

Kerusakan dari cara inkonstusional-ilegal akan berdampak pada kehidupan mereka sendiri.
Misalnya, jika negara kita terus dilanda oleh kerusuhan dan tindakan anarkhi lainnya, stabilitas
politik keamanan akan terganggu. Citra buruk sebagai bangsa barbar akan muncul. Akibat
lanjutannya, para investir akan lari. Sistem kehidupan ekonomi akan terganggu. Angka
pengangguran akan semakin besar. Konflik sosial akan semakin merajalela. Dapatkah kondisi ini
menciptakan rasa aman ?
Tabel perbandingan dari bentuk konvensional dan nonkonvensional

Konvensional Nonkonvensional

 Pemberian suara  Pengajuan petisi

 Diskusi politik  Berdemontrasi

 Kegiatan kampanye  Konfrontasi

 Membentuk dan bergabung  Mogok


dalam kelompok kepentingan
 Tindak kekerasan
 Komunikasi individual dengan
politik terhadap harta benda
pejabat politik/ administratif
 Tindak kekerasan

politik terhadap manusia


Tanya Jawab
Fajar Wardani Kelompok 1

Apakah bentuk budaya politik partisipan inkonvensional ilegal dapat dirubah menjadi bentuk
budaya politik partisipan konvensional legal ? Bagaimana caranya?

Bentuk inkonvensional ilegal dapat dirubah menjadi konvensional legal, tetapi tidak dapat
dirubah dalam waktu yang singkat. Butuh proses yang cukup lama untuk merubahnya. Salah
satu caranya yaitu dengan cara pendekatan dan pemberian nasehat kepada kelompok
inkonvensional ilegal. Cara lain yaitu seperti pada jaman orde baru,yaitu dengan cara
memberikan sanksi yang sangat tegas dan cukup kejam apabila ada suatu demonstrasi dengan
keanarkisan.

M. Yusha Firdaus Kelompok 2

Bagaimana menyikapi warga yang tidak peduli dan tidak berpartisipasi terhadap sistem
pemerintahan?

Jawaban :

Ada baiknya apabila kita menasihati, memberikan pandangan terhadap mereka bahwa turut
serta berpartisipasi mengikuti politik dapat memberikan dampak positif pada negeri ini. Tetapi
kita tetap tidak boleh memaksakan kehendak kita, karena mereka mempunyai hak untuk
kebebasan berdemokrasi di negeri ini.
Kesimpulan
Budaya politik partisipan adalah individu yang berorientasi terhadap struktur
inputs dan proses dan terlibat didalamnya atau melihat dirinya sebagai potensial
terlibat, mengartikulasikan tuntutan dan membuat keputusan. 

Budaya partisipan yaitu budaya dimana masyarakat sangat aktif dalam kehidupan
politik, dan masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun
ekonomi, tetapi masih bersifat pasif.

Bentuk budaya politik partisipan yaitu budaya politik partisipan konvensional-


legal dan inkonvensional-ilegal.

Konvensional, artinya berdasarkan kesepakatan umum atau kebiasaan yang sudah


menjadi tradisi. Legal, artinya sesuai dengan undang – undang atau hukum yang
berlaku. Jadi, partisipasi yang konvensional-legal berarti kegiatan politik yang
dilaksanakan secara lazim berdasarkan peraturan perundang-undangan atau
ketentuan hukum yang berlaku.

Lawan dari partisipasi konvensional legal adalah inkonvensional-ilegal atau


partisipasi politik inkonstitusional dengan cara kekerasan atau revolusi.
Kekurangan politik yang melaksanakan partisipasi politik demikian biasanya tidak
pernah mengindahkan etika berpolitik. Mereka lebih menyukai tindakan
kekerasan (anarkhis).
Penutup
Semoga materi yang kami buat ini sangat bermanfaat, dan dapat memberikan
inspirasi agar kita lebih maju dan dapat menciptakan teknologi – teknologi yang
baru. Semoga budaya politik di Indonesia semakin berkembang dan dapat
mensejahterakan rakyatnya

Terima kasih atas segala bantuan yang diberikan sehingga makalah ini dapat
diselesaikan pada waktunya. Mohon maaf apabila ada kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk
menyempurnakan makalah ini.

Sekian makalah dari kami, terima kasih atas segala perhatian, kritik, dan sarannya.
Akhir kata

Wassalamu’alaikum warahmattullahiwabarakatuh

You might also like