You are on page 1of 20

Tradisi Sejarah Dalam Masyarakat Pra Aksara dan Masa Aksara

Salah satu fungsi sejarah adalah untuk memberikan identitas pada masyarakatnya. Kisah
sejarah di anggap perlu untuk menunjukkan jati diri, untuk membedakan dengan
masyarakat lain. Kisah sejarah juga di anggap perlu sebagai pengalaman kolektif bersama
di masa lampau, bahkan sering kali garis keturunan yang sama sehingga dapat
mempererat rasa solidaritas diantara anggota masyarakat secara turun-temurun.

Oleh karena itu, suatu kisah masyarakat dapat menjelaskan keberadaan suatu kolektif
baik pada masyarakat sebelum maupun sesudah mengenal tulisan. Tradisi sejarah terbagi
dalam 2 masa, yaitu Masa Praaksara dan Masa Aksara. Kehidupan masyarakat manusia
sebelum mengenal tulisan disebut dengan kehidupan masyarakat Indonesia zaman
prasejarah. Manusia yang hidup pada zaman prasejarah belum mengenal tulisan.
Akibatnya, generasi selanjutnya serta para peneliti tidak mungkin menemukan adanya
bukti-bukti tertulis mengenai kehidupan mereka. Para ahli, misalnya mencoba mengamati
secara seksama benda-benda itu dengan cara merekontruksinya.

Namun, bukan berarti para ahli tidak memberi sumbangan apa-apa. Bagaimanapun juga
mereka telah berusaha agar hasil penelitian mereka bisa sedekat mungkin
menggambarkan kehidupan manusia pada masa itu. Dan memang, benda-benda itu yang
merupakan satu-satunya bukti yang bisa diteliti. Secara khusus dalam kehidupan bersama
sebagai bangsa, ada dua aspek utama dari peninggalan masa lalu yang tidak boleh
dilupakan. Pertama, peninggalan masa lalu yang bersifat material yaitu segala benda
buatan manusia sebagai perwujudan dari akalnya. Kedua, peninggalan masa lalu yang
bersifat nonmaterial yaitu terdiri atas alam pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun
teratur, misalnya pandangan falsafah hidup, cita-cita, etos, nilai, norma dan lain-lain.
Kedua aspek ini tidak dapat dipisahkan.

Benda-benda material yang diciptakan merupakan cerminan atau pantulan konkret dari
pandangan, etos atau cita-cita hidup suatu bangsa. Dengan kata lain, apa yang dihasilkan
merupakan wujud dari apa yang dipikirkan. Setiap bangsa mempunyai cara sendiri-
sendiri untuk membuat dua aspek kebudayaan ini tidak dilupakan. Istilah yang sering
digunakan untuk menjelaskan pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi
disebut sosialisasi.
Perkembangan teknologi cetak, computer dan komunikasi dewasa ini memungkinkan
untuk mengarsip peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk bisa diolah kembali oleh generasi
yang akan dating. Dengan demikian, yang diwariskan tidak hanya benda-benda material,
tetapi juga benda-benda nonmaterial. Namun, perkembangan ini tidak terjadi pada
masyarakat sebelum mengenal tulisan. Kebudayaan mereka hanya diwariskan secara
lisan dan melalui benda-benda kebudayaan. Ada beberapa cara untuk mewariskan masa
lalu pada masyarakat ini diantaranya:
1. Melalui Keluarga
2. Melalui Masyarakat

a. Melalui Keluarga
Keluarga merupakan dunia social yang pertama sekaligus yang paling berkesinambungan
bagi seseorang. Pewarisan oleh keluarga dilakukan bertahap, mulai dari yang sederhana
dan mudah dipahami menuju ke sesuatu yang kompleks atau rumit. Yang diwariskan
adalah kebudayaan material dan kebudayaan nonmaterial. Namun yang sering menjadi
pokok perhatian keluarga adalah kebudayaan nonmaterial seperti pengetahuan dan
kepercayaan, nilai, norma, bahasa dan cerita dongeng.

Nilai mengacu pada gagasan abstrak mengenai apa yang dianggap masyarakat baik, benar
dan diinginkan. Norma adalah perwujudan konkret dari nilai-nilai. Ada dua cara
bersosialisasi dalam keluarga pada masyarakat sebelum mengenal tulisan, yaitu:
- Adat-istiadat setiap keluarga memiliki adat-istiadat atau kebiasaan. Tradisi dan
kebiasaan tersebut diwariskan kepada seorang anak melalui sosialisasi baik secara
langsung maupun tidak langsung.
- Cerita dongeng cerita dongeng juga salah satu cara untuk mewariskan masa lalu. Pada
cerita dongeng disisipkan pesan-pesan mengenai sesuatu yang dipandang baik untuk
dilakukan maupun mengenai sesuatu dipandang tidak baik dan tidak boleh dilakukan.

b. Melalui Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan budaya, wilayah,


identitas dan berinteraksi dalam suatu hubungan social yang terstruktur. Hal ini
disebabkan karena tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa orang lain. Masing-masing
masyarakat memiliki adat-istiadat yang berbeda satu sama lain. Penyimpangan akan
membuat seseorang disisihkan dari lingkungan masyarakat. Sementara itu, masyarakat
tidak pernah lepas dari masa lalunya.

Unsur-unsur Peradaban Masyarakat Indonesia

Berdasarkan penelitian seorang sarjana Perancis yang bernama Coedes dalam bidang
peradaban masyarakat Indonesia sebelum pengaruh Hindu-Buddha terdapat 10 unsur
peradaban yang dimiliki di antaranya:
1. Memelihara ternak (sapi, unggas, dan lain-lain)
2. Mengenal keterampilan teknik undagi (perundagian)
3. Mengenal pengetahuan pelayaran di samudera luas
4. Sistem kekerabatan matrilineal
5. Kepercayaan animisme, dinamisme, dan pemujaan roh leluhur
6. Mengenal organisasi pembagian air untuk pertanian (irigasi)
7. Kepandaian membuat barang-barang dari tanah liat seperti gerabah atau tembikar
8. Kepercayaan kepada penguasa gunung
9. Cara pemakaman pada dolmen atau kubur batu
10. Mitologi pertentangan antara dua unsur kosmo

Sedangkan sarjana purbakala Dr. Brandes menyatakan bahwa menjelang masuknya


pengaruh
Hindu-Budha atau menjelang kehidupan masyarakat Indonesia mengenal tulisan, telah
memiliki 10 unsur pokok kebudayaan asli Indonesia, yaitu :
1. Bercocok tanam padi( bersawah)
2. Mengenal prinsip dasar permainan wayang, dengan maksud untuk mendatangkan
roh nenek moyang.
3. Mengenal seni gamelan yang terbuat dari perunggu
4. Pandai membatik (tulisan hias)
5. Pola susunan masyarakat macapat, susunan suatu ibukota selalu terdapat tanah
lapang atau alun-alun yang dikelilingi oleh istana (keraton), bangunan tempat
pemujaan atau upacara agama. Sebuah pasar dan sebuah rumah penjara
6. Telah mengenal alat tukar dalam perdagangan
7. Membuat barang-barang dari logam, terutama perunggu
8. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam pelayaran (sebagai bangsa bahari)
9. Mengenal pengetahuan astronomi
10.Susunan masyarakat yang teratur
Jadi, berdasarkan sisa-sisa peninggalan yang ditemukan maka dapat diungkapkan bahwa
kehidupan masyarakat nenek moyang Indonesia pada zaman sebelum masuknya
pengaruh
Hindu-Budha telah memiliki tingkat kebudayaan yang tinggi.

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum Mengenal Tulisan


Beberapa unsur-unsur kebudayaan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan atau
sebelum pengaruh Hindu-Budha, antara lain :

a. Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan dalam masyarakat Indonesia diperkirakan mulai tumbuh pada masa
berburu dan mengumpulkan makanan. Hal ini dibuktikan dengan penemuan lukisan-
lukisan pada dinding-dinding goa di Sulawesi Selatan. Lukisan itu berbentuk cap tangan
merah dengan jari-jari yang direntangkan. Lukisan itu diartikan sebagai sumber kekuatan
atau symbol jari tidak lengkap yang merupakan tanda berkabung dan
penghormatan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan terhadap roh nenek moyang ini
terus berkembang pada masa bercocok tanam hingga masa perundagian. Hal ini tampak
dari makin kompleksnya bentuk upacara-upacara penghormatan, sesaji, dan
penguburan.selain penghormatan terhadap roh nenek moyang, ada juga kepercayaan
terhadap kekuatan alam,.Adanya kepercayaan semacam ini antara lain terungkap dengan
adanya bangunan megalithikum yang dianggap memiliki kekuatan, misalnya sarkofagus.
Corak kepercayaan seperti ini dinamakan dinamisme. Corak kepercayaan ini
mengakibatkan adanya kepercayaan yang bercorak animisme, yang dianggap
unsur-unsur utama alam menyerupai roh.

b. Sistem Kemasyarakatan
Ketika manusia hidup bercocok tanam dan jumlahnya bertambah besar, system
kemasyarakatan mulai tumbuh. Gotong royong dirasakan sebagai kewajiban yang
mendasar dalam menjalani kegiatan hidup, seperti menebang hutan, menangkap ikan,
menebar benih, dan lain-lain. Demi menjaga hidup bersama yang harmonis, manusia
menyadari perlunya aturan-aturan yang perlu disepakati bersama. Agar aturan ini ditaati,
ditentukan seorang pemimpin yang bertugas menjamin terlaksananya kepentingan
bersama. Sistem kemasyarakatan terus berkembang khususnya pada masa perundagian.
Pada masa ini sistem kemasyarakatan menjadi lebih kompleks. Masyarakat terbagi
menjadi kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan bidang keahliannya. Uniknya tugas
yang ditangani membuat masing-masing kelompok memiliki aturan sendiri. Meskipun
demikian, tetap ada aturan umum yang menjamin keharmonisan hubungan masing-
masing kelompok.

c. Pertanian
Sistem persawahan mulai dikenal bangsa Indonesia sejak zaman neoltikum, yakni sejak
manusia menetap secara permanen. Perkiraan ini sangat logis mengingat proses bersawah
yang cukup lama mengharuskan manusia menetap di suatu tempat dengan waktu relatif
lama. Kehidupan gotong royong teraktualisasikan dalam system persawahan ini.
Semangat gotong royong dalam sistem persawahan terlihat dalam tata pengaturan air dan
tanggul. Pada masa perundagian, kemampuan bersawah semakin berkembang mengingat
sudah adanya spesialisasi pekerjaan dalam masyarakat.

d. Kemampuan Berlayar
Kemampuan berlayar sudah dialami cukup lama oleh bangsa Indonesia. Kemamapuan
berlayar ini terus berkembang di tanah yang baru, mengingat kondisi geografis Indonesia
yang terdiri dari pulau-pulau. Kemampuan berlayar ini selanjutnya menjadi dasar dari
kemampuan berdagang, itulah sebabnya, sejak awal masehi, bangsa Indonesia sudah
mulai berkiprah dalam jalur pelayaran perdagangan internasional.

e. Ilmu Pengetahuan
Sebelum pengaruh Hindu-Budha, masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu
pengetahuan dan teknologi. Juga mengenal ilmu astronomi (ilmu perbintangan) sebagai
petunjuk arah dalam pelayaran atau sebagai petunjuk waktu dalam bidang pertanian. Oleh
karena itu, mereka telah dapat mengetahui secara teratur waktu bercocok tanam, panen,
atau saat yang tepat untuk berlayar dan menangkap ikan.

f. Organisasi Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa kelompok
masyarakatnya. Hubungan masyarakat dalam suatu kelompok sukunya sangat erat. Pola
kerjasama dalam hidup bergotong royong dalam suatu kelompok suku sudah terjalin
dengan baik.

g. Teknologi
Sejak masa prasejarah, masyarakat Indonesia telah mengenal teknik pengecoran logam.
Masyarakat juga telah mengenal teknik pembuatan perahu bercadik. Pembuatan perahu
bercadik ini sesuai dengan kondisi alam Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau besar
dan kecil yang dihubungkan oleh lautan. Perahu bercadik itu dapat digunakan sebagai
sarana transportasi dan sarana dalam perdagangan.

h. Sistem Ekonomi
Masyarakat pada setiap daerah tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya.
Untuk itu, mereka menjadi hubungan perdagangan dengan daerah-daerah lainnya.
Hubungan perdagangan yang mereka kenal pada saat itu adalah sistem barter, yaitu
pertukaran barang dengan barang.

i. Kesenian
Masyarakat prasejarah telah mengenal kesenian sebagai hiburan untuk mengisi waktu
senggang. Waktu senggang itulah yang mereka pergunakan untuk mewujudkan dan
menyalurkan jiwa seni mereka seperti seni membuat batik, seni membuat gamelan, seni
wayang dan lain-lain. Namun, seni wayang biasanya dipertunjukan setelah panen
dengan lakon cerita tentang kehidupan alam sekitar mereka.

A. Masa Pra Aksara

Pada masyarakat yang belum mengenal tulisan (illiterate), pewarisan ingatan tentang
peristiwa masa lampau dilakukan melalui tradisi lisan dari generasi ke generasi. Setiap
generasi biasanya, selain mewarisi ingatan masa lampau dari generasi sebelumnya, juga
mewariskan pengetahuan tersebut kepada generasi berikutnya. Tradisi lisan dapat
dianggap sebagai sebuah kesaksian sejarah yang sangat berguna bagi penulisan sejarah.
Sering kali sebuah tradisi lisan mengisahkan pengalaman masa lampau jauh ke belakang
di mulai sejak adanya manusia pertama sampai terciptanya suatu kolektif yang di kenal
sebagai masyarakat ataupun suku bangsa. Tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang
merekam masa lampau. Tradisi lisan juga mengandung kejadian nilai-nilai, moral,
keagamaan, adat-istiadat, cerita-cerita khayal, peribahasa, nyanyian, mantra dan
sebagainya.

Karya dalam tradisi lisan biasanya dikenal sebagai bagian folklor. Pengungkapan tradisi
lisan sering kali digunakan secara lugas dalam bentuk pepatah, tembang, mitos, legenda,
dongeng dan diwariskan sebagai milik bersama serta sebagai simbol identitas
bersama.Tradisi lisan dalam bentuk mitos, legenda atau dongeng melukiskan kondisi
fakta mental (mentifact) dari masyarakat pendukungnya. Tradisi lisan sebagai ingatan
kolektif sering kali disalin dalam bentuk tulisan. Selanjutnya kalian dapat memahami
tradisi masyarakat sebelum mengenal tulisan (pra aksara) hingga mengenal aksara (masa
aksara) melalui tulisan berikut ini yang dimulai dari Folklor.

b. Masa Aksara.

a. Munculnya Tradisi Tulisan di Indonesia


Sebuah naskah kuno yang dapat menghubungkan antara tradisi lisan dengan tradisi
tulisan adalah tentang asal-usul abjad Jawa yang lebih dikenal dengan Legenda Aji Saka.
Beberapa ahli memiliki kesimpulan yang hampir sama, bahwa legenda Aji Saka ini
memiliki hubungan dengan penggunaan kalender Saka yang digunakan di Jawa sebelum
kalender Islam dan kalender Jawa diperkenalkan oleh Sultan Agung pada tahun 1633 M.
Prasasti tertua yang ditemukan di Nusantara berasal dari abad ke -5 masehi,
tarumanegara. Namun, keduanya masih menggunakan bahasa sansakerta dan huruf
pallawa. Prasasti dinoyo dari Malang Jawa Timur yang berangka tahun 760 masehi.
Sedangkan kitab sastra kakawin Ramayana yang merupakan epos tertua menurut
Stutterheim baru ditulis akhir abad ke-9 Masehi.
b. Rekaman Tertulis Dalam Tradisi Sejarah Masyarakat Berbagai Daerah di
Indonesia.

Cerita-cerita dari berbagai daerah dapat memberi petunjuk ke arah fakta-fakta sejarah
dari suatu suku bangsa. Setelah suku bangsa yang bersangkutan mengenal tulisan
tradisional dan mempunyai suatu kesusastraan tradisional, maka petunjuk ke arah fakta-
fakta sejarah itu semakin banyak dan semakin jelas. Terdapat ribuan naskah-naskah hasil
karya kesusastraan tradisional yang sampai pada kita sekarang. Naskah – naskah yang
banyak dikenal dalam tradisi tulis berupa : kakawin, serat, babad, piwulang, primbon,
suluk, tembang, dongeng, dan sebagainya. Karya-karya itu menurut James Dananjaya
dapat digolongkan sebagai folklor yang dapat digunakan sebagai sumber penulisan
sejarah.

1. Prasasti.

Prasasti merupakan peninggalan tertulis yang dipahatkan pada batu atau


logam. Ada sekitar 3000 prasasti telah ditemukan yang berasal dari zaman Indonesia
klasik. Prasasti merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh raja atau pejabat tinggi
kerajaan. Prasasti-prasasti ini pada umumnya mempunyai bentuk dan susunan yang
hampir serupa, yaitu :diawali dengan uraian pembebasan tanah disertai dengan angka
tahun, batas serta ukuran tanah yang dibebaskan, daftar orang-orang yang diserahi
melaksanakan tugas, hadiah-hadiah yang disediakan untuk keselamatan, selanjutnya
upacara-upacara yang dilakukan dan akhirnya kutukan-kutukan terhadap mereka yang
tidak mentaati apa yang ditetapkan oleh raja. Pada abad ke-4 sampai dengan ke-8 prasasti
di Nusantara menggunakan huruf pallawa dan bahasa sansakerta, prasasti-prasasti
tersebut biasa ditulis dalam bentuk syair dengan menggunakan kaidah-kaidah dari India.
Prasasti-prasasti yupa yang dikeluarkan oleh raja mulawarman di Kutai, kalimantan
timur, menunjukan proses penghinduan. Akan tetapi, di Sumatra prasasti-prasasti
Sriwijaya sudah ditulis dengan bahasa melayu kuno. Huruf pallawa di Indonesia berubah
menjadi huruf Kawi (Jawa kuno).bentuk huruf atau simbol-simbol yang digunakan dalam
huruf Kawi merupakan bentuk khas Jawa.

Pada umumnya prasasti berisi tentang :


- Penghormatan kepada dewa.
- Angka tahun dan penanggalan.
- Menyebut nama raja.
- Perintah kepada pegawai tinggi.
- Penetapan daerah sima (daerah bebas pajak).
- Sambhada (sebab musabab suatu daerah dijadikan daerah sima).
- Para saksi.
- Desa perbatasan daerah sima (wanua tpisring)
- Hadiah yang diberikan dari daerah sima kepada raja, pendeta, dan para saksi.
- Jalannya upacara.
- Tontonan yang diadakan.
- Kutukan atau sumpah serapah kepada yang melanggar peraturan.
Berdasarkan bahasa dan tulisan yang dipergunakan, prasasti di Indonesia dapat
dibagi sebagai berikut:

a. Prasasti berbahasa Sansekerta.


Prasasti yang menggunkan bahasa sansekerta. Digunakan oleh kerjaan dari
abad ke-5 sampai ke-9.
Menggunakan tiga jenis huruf, yaitu:
1) Huruf Pallawa.
2) Huruf Pra – Nagari atau huruf Siddham.
3) Huruf Jawa kuno (kawi)
b. Prasasti berbahasa Jawa Kuno.
Prasasti yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Dipakai pada abad ke 10.
Menggunakan dua jenis huruf, yaitu:
1) Huruf Jawa kuno.
2) Huruf Pra – Nagari (Siddham).
c. Prasasti berbahasa Melayu Kuno.
Prasasti yang menggunakan bahasa Melayu Kuno.
d. Prasasti berbahasa Bali Kuno.
Prasasti yang menggunakan bahasa Bali Kuno, merupakan peninggalan.

2. Kitab Kuno

Kitab merupakan sebuah karya sastra para pujangga pada masa lampau yang dapat
dijadikan petunjuk untuk menyingkap suatu peristiwa sejarah. Kerajaan-kerajaan besar di
masa lampau memberikan kedudukan yang istimewa kepada para pujangga. Namun
tulisan-tulisan para pujangga itu tidak terlepas dari pengaruh kekuasaan, sehingga tulisan
itu seringkali tidak netral. Kitab Kuno di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
Zaman Hindu-Budha dan Zaman Islam

1) Zaman Hindu – Budha.


Pada zaman kerajaan Hindu – Budha berkembang di Indonesia, kesusastraan
di bagi menjadi:
- Zaman Mataram (abad ke – 9 dan ke – 10).
- Zaman Kediri (abad ke – 11 dan ke – 12).
- Zaman Majapahit I (abad ke – 14), dengan bahasa jawa kuno.
- Zaman Majapahit II (abad ke – 15 dan ke – 16), dengan bahasa Jawa Tengahan.
Sebagian berkembang di Bali.
Hasil – hasil kesustraan zaman Indonesia klasik ditulis dalam bentuk gancaran
(prosa) dan tembang (syair).

2) Zaman Islam
Kesusastran zaman Islam banyak berkembang di daerah Selat Malaka dan
Jawa. Beberapa contoh Kitab Kuno Zaman Islam diantaranya, yaitu :
Hikayat. Karya sastra yang isinya beraneka ragam. Pada hakekatnya Hikayat adalah
cerita dongeng belaka. Banyak bersifat supranatural, seperti : Hikayat Raja Pasai dan
Hikayat Silsilah Perak.
Babad, diantara beberapa Kitab Kuno yang dapat dikatakan sebagai Babad
yaitu :

- Hikayat Raja Pasai


Melihat isinya kitab ini digolongkan sebagai Babad karena kitab ini
dimaksudkan sebagai sejarah tradisional. Kitab ini berisi tentang sejarah
Kerajaan Pasai dari awal berdiri hingga ditaklukkan Kerajaan Majapahit.

- Sejarah Melayu.
Kitab ini ditulis Bendhara Tun Muhammad, Patih Kerajaan Johar, atas perintah dari Raja
Abdullah. Kitab ini dimaksudkan untuk sejarah.

- Hikayat Hasanuddin.
Hikayat ini disebut juga Daftar Sejarah Cirebon dan Kitab Silsilah Segala
Maulana di tanah Jawa. Kitab ini merupakan saduran dari Kitab Banten
Rante-rante mengisahkan Parawali di Jawa serta keturunan mereka.

c. Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia.

Historiografi (penulisan sejarah) Indonesia dibagi dalam tiga jenis, antara lain sebagai
berikut.
Historiografi Tradisional
1) Historiografi Tradisional Kuno
Historiografi tradisional kuno mempunyai cirri-ciri sebagai berikut
a) Merupakan hasil terjemahan kebudayaan Hindu
b) Bersifat religiomagis
c) Bersifat keraton sentries
d) Untuk menaikkan martabat kasta brahmana
2) Historiografi Tradisional Tengah
Histiriografi tradisional tengah mempunyai cirri-ciri sebagai berikut.
a) Peristiwa terjadi di luar keraton
b) Bersifat etnosentris, berbentuk khas Jawa
c) Bersifat naratif konsepsional
d) Bersifat nonofficial
3) Historiografi Tradisional Baru
Historiografi tradisional baru mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) Unsur-unsurnya bergaya Islam Jawa (mitologis)
b) Bersifat kronologi
c) Bersifat etnosentris
d) Bersifat feodalistik

Historiografi Kolonial
Historiografi kolonial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Sudut pandangnya Eropasentris atau Nerlandosentris
2) Isinya tentang kejadian-kejadian di Belanda
3) Tokoh-tokoh sejarahnya merupakan orang-orang Belanda
4) Orang-orang Indonesia hanya dianggap sebagai objek sejarah
Historiografi ini pada saat Indonesia berada di bawah pemerintahan colonial
sehingga penulisan sejarah digunakan untuk kepentingan penjajah. Tokoh-tokoh penulis
Belanda tentang sejarah Indonesia antara lain J.J. Meinsma, A. Pompe, Stepel, dan De
Graaf.
Historiografi Nasional
1) Seminar Sejarah Nasional I
Seminar ini diselenggarakan pada tahun 1957 di Yogyakarta, karena
melihat pentingnya penyusunan Sejarah Nasional Indonesia. Muhammad
Yamin dan Soedjatmiko mengemukakan perlu adanya penggantian sudut
pandang sejarah. Hal tersebut diperjelas oleh Sartono Kartodirdjo tentang
metodologi penulisan Sejarah Nasional Indonesia.
2) Seminar Sejarah Nasional II
Seminar ini juga diselenggarakan di Yogyakarta pada tahun 1970. pada
waktu itu Sartono Kartodirdjo kembali memberikan pendapatnya tentang
ciri-ciri historiografi nasional Indonesia.
Ciri-ciri historiografi nasional Indonesia menurut Sartono Kartodirdjo
antara lain sebagai berikut.
a) Memperhatikan berbagai aspek kehidupan masyarakat di Indonesia
b) Menggunakan pendekatan dari berbagai ilmu
c) Menerapkan sejarah analitis
d) Tidak mengabaikan sejarah lokal
A. Tradisi Masyarakat Sebelum Mengenal Tulisan

Dilakukan melalui tradisi lisan, dimana pengertian tradisi lisan itu sendiri adalah sebagai
berikut.

Ø      Tradisi lisan merupakan tradisi yang terkait dengan kebiasaan/ adat istiadat,
menggunakan bahasa lisan dalam menyampaikan pengalaman sehari-hari dari seseorang
kepada orang lain.

Ø      Tradisi lisan dapat juga diartikan sebagai penggungkapan lisan dari satu generasi ke
generasi yang lain,dst.

Ø      Menurut Kuntowijoyo,tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa
lampau masyarakat manusia.

Tradisi sejarah masyarakat sebelum menggenal tulisan merupakan tradisi dalam


mewariskan pengalaman masa lalu serta pengalaman hidup sehari-hari yang terkait
dengan adat istiadat, kepercayaan, nilai moral pada generasi mereka sendiri dan generasi
yang akan datang melalui tradisi lisan, peringatan-peringatan berupa bangunan serta alat
hidup sehari-hari. Tradisi lisan mengandung kejadian-kejadian sejarah, nilai-nilai moral,
keagamaan, adat istiadat, cerita khayalan, peribahasa, lagu dan mantra, serta petuah
leluhur.

Tradisi lisan ada sejak manusia memiliki kemampuan berkomunikasi meskipun belum
mengenal tulisan tetapi mereka telah mampu merekam pengalaman masa lalunya.

Sebagai contoh tradisi lisan:

 Aktivitas bercocok tanam sampai sekarang masih ada karena diwariskan secara
bertahap dan turun temurun dari nenek moyang kita kepada generasi selanjutnya.
 Aktivitas membuat gerabah yang mulai dikenal pada masa bercocok tanam yang
semakin berkembang, Bagaimana cara mereka mewariskan keahliannya?

1. Cara Masyarakat Mewariskan Masa Lulunya

Proses pewarisan kebudayaan pada masyarakat yang eblum mengenal tulisan dilakukan
melalui keluarga dan masyarakat atau orang lain disekitarnya.

a. Keluarga

Penggenalan dilakukan dari hal-hal sederhana yang mudah dipahami seperti:

 aspek-aspek material (benda buatan manusia yang dapat diraba dan dilihat)
 hingga proses pengenalan yang lebih rumit yaitu kebudayaan non material
(kepercayaan, nilai, norma, dan bahasa).
Pewarisan tersebut dilakukan dengan cara sosialisasi adat istiadat/kebiasaan baik secara:

§         langsung (secara lisan diberitahukan mengenai tradisi dan adat istiadat yang
berlaku)

§         tidak langsung (dengan memberi contoh dalam hal perilaku sehari-hari).

§         Selain disampaiakan secara lisan, juga dilakukan melalui cerita atau dongeng
(sebab dalam dongeng disisipkan pesan-pesan mengenai nilai-nilai atau sesuatu yang
dipandang baik untuk dilakukan maupun mengenai sesuatu yang dipandang tidak boleh
dilakukan.

b. Masyarakat

Masyarakat merupakan sekelompok orang yang memiliki kesamaan budaya, wilayah


identitas, dan berinteraksi dalam suatu hubungan sosial yang tersetruktur.

Masyarakat mewariskan masa lalunya melalui:

Ø      Tradisi dan adat istiadat (nilai,norma yang mengatur perilaku dan hubungan antar
individu dalam kelompok).

Adat istiadat yang berkembang di suatu masyarakat harus dipatuhi oleh anggota
masyarakat di daerah tersebut. Adat istiadat sebagai sarana mewariskan masa lalu
terkadang yang disampaikan tidak sama persis dengan yang terjadi di masa lalu tetapi
mengalami berbagai perubahan sesuai perkembangan zaman. Masa lalu sebagai dasar
untuk terus dikembangkan dan diperbaharui.

Ø      Nasihat dari para leluhur, dilestarikan dengan cara menjaga nasihat tersebut melalui
ingatan kolektif anggota masyarakat dan kemudian disampaikan secara lisan turun
temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Ø      Peranan orang yang dituakan (pemimpin kelompok yang memiliki kemampuan
lebih dalam menaklukkan alam) dalam masyarakat.

Contoh:

Adanya keyakinan bahwa roh-roh harus dijaga, disembah, dan diberikan apa yang
disukainya dalam bentuk sesaji.

Pemimpin kelompok menyampaikan secar lisan sebuah ajaran yang harus ditaati oleh
anggota kelompoknya.

Ø      Membuat suatu peringgatan kepada semua anggota kelompok masyarakat berupa
lukisan serta perkakas sebagai alat bantu hidup serta bangunan tugu atau makam.
Semuanya itu dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya hanya dengan melihatnya.
Contoh:

Benda-benda (kapak lonjong) dan berbagai peninggalan manusia purba dapat


menggambarkan keadaan zaman masyarakat penggunanya.

Ø      Kepercayaan terhadap roh-roh serta arwah nenek moyang dapat termasuk sejarah
lisan sebab meninggalkan bukti sejarah berupa benda-benda dan bangunan yang mereka
buat.

Seperti:

Menhir (tugu batu), merupakan tugu peringgatan bagi generasi yang akan datang behwa
di tugu tersebut terdapat arwah nenek moyang yang harus disembah.

2. Jejak-jejak Sejarah Masyarakat Indonesia sebelum Mengenal Tulisan

Folklor, Mitologi, Legenda, Upacara, dan Lagu-lagu digolongkan dalam teks lisan
sebagai bagian kebudayaan lisan dan dapat dijadikan sebagai sumber untuk penulisan
sejarah (historiografi) setelah dibandingkan dengan sumber-sumber lain yang sezaman.

Terdapat sejarah di dalamnya yaitu berupa ingatan kolektif yang tersimpan dalam ingatan
manusia yang diwariskan secara turun temurun melalui tradisi lisan.

a.  Folklor

Folklor adalah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang tersebar atau diwariskan secara
turun temurun.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat istiadat tradisional dan
cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan.

Ciri-ciri folklor:

v     Folkor diciptakan, disebarkan, dan diwariskan secara lisan (dari mulut ke mulut) dari
satu generasi ke generasi berikutnya.

v     Folklor bersifat tradisional, tersebar di wilayah (daerah tertentu) dalam bentuk relatif
tetap, disebarkan diantara kelompok tertentu dalam waktu yang cukup lama(paling
sedikit 2 generasi).

v     Folklor menjadi milik bersama dari kelompok tertentu, karena pencipta pertamanya
sudah tidak diketahui sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa
memilikinya (tidak diketahui penciptanya)

v     Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama. Diantaranya sebagai alat
pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan yang terpendam.
v     Folklor terdiri atas banyak versi

v     Mengandung pesan moral

v     Mempunyai bentuk/berpola

v     Bersifat pralogis

v     Lugu, polos

Menurut Jan Harold Brunvard, ahli folklor dari Amerika Serikat, folklor dapat
digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu:

1) Folklor Lisan

Merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan
diwariskan secara lisan.

Folkor jenis ini terlihat pada:

(a) Bahasa rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat
dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam
hidup sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.

(b) Ungkapan tradisional adalah kelimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang
panjang. Peribahasa biasanya mengandung kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti,
peribahasa, pepatah.

(c) Pertanyaan tradisional (teka-teki)

Menurut Alan Dundes, teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung
satu atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya harus diterka.

(d) Puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu.
Fungsinya sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai suatu permainan,
mengganggu orang lain. Seperti: pantun, syair, sajak.

(e) Cerita prosa rakyat, merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun
(dari mulut ke mulut) di dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda, dongeng.

(f) Nyanyian rakyat, adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan
melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu mengusir
kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga
dapat manjadi semacam pelipur lara. Seperti: lagu-lagu dari berbagai daerah.

2) Folklor Sebagian Lisan


Merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan.
Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk dalam folklor sebagian lisan,
adalah:

(a) Kepercayaan rakyat (takhyul), kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan
logika karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menyangkut kepercayaan
dan praktek (kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata.

(b) Permainan rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa
bantuan orang dewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main tali,dsb.

(c) Teater rakyat

(d) Tari Rakyat

(e) Pesta Rakyat

(f) Upacara Adat yang berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan
agama ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan
sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan
perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.

3) Folklor Bukan Lisan

Merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan
secara lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materiil(artefak). Yang termasuk dalam
folklor bukan lisan:

(a) Arsitektur rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci)

Arsitektur merupakan sebuah seni atau ilmu merancang bangunan.

(b) Kerajinan tangan rakyat

Awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi waktu senggang dan untuk kebutuhan
rumah tangga.

(c) Pakaian/perhiasan tradisional yang khas dari masing-masing daerah

(d) Obat-obatan tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin)

(e) Masakan dan minuman tradisional

b.  Mitologi

Mite (myth)
berarti cerita yang memiliki latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai
cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-hal gaib, dan
umumnya ditokohi oleh dewa atau setengah dewa.

Mitologi

adalah ilmu tentang kesusastraan yang menagndung konsep tentang dongeng suci,
kehidupan para dewa, dan makhluk halus dalam suatu kebudayaan.

Peristiwanya terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan dunia seperti yang kita kenal
sekarang, dan terjadi pada masa lampau yang lama.

Cerita yang dimilki setiap suku bangsa di indonesia biasanya terkait dengan sejarah
kehidupan masyarakat di suatu daerah, seperti awal mula masyarakat menempati suatu
daerah. Kisah tentang terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut,
bentuk khas binatang, bentuk topografi, dan gejala alam serta petualangan para dewa,
kisah percintaan, hubungan kekerabatan, kisah perang mereka, dunia dewata, makanan
pokok.

Cerita-cerita yang terkandung dalam mite bukanlah sejarah tetapi didalamnya terdapat
unsur-unsur sejarahnya.

Contoh mite:

Dewi Sri dari Jawa Tengah dan Bali

Nyai Pohaci dari Jawa Barat

Nyai Roro Kidul Laut Selatan dari Yogyakarta

Mado-Mado (lowalangi) dari Nias

Wahadi dari Timor.

Mitos di Indonesia dibagi menjadi 2 macam berdasarkan tempat asalnya, yakni:

1)     Asli Indonesia

2)     Berasal dari luar negeri terutama dari India, Arab, dan kawasan Laut Tengah.

Mitos dari luar negeri umumnya sudah mengalami pengolahan lebih lanjut sehingga tidak
terasa lagi keasingannya, karena telah mengalami proses adaptasi.

Sebagai contoh:
Orang jawa telah mengadopsi dewa-dewa serta pahlawan-pahlawan Hindu sebagai dewa
dan pahlawan Jawa. Orang Jawa percaya bahwa mitos yang berasal dari epos Ramayana
dan Mahabarata terjadi di pulau Jawa dan bukan di India.

c.  Legenda

Legenda adalah prosa rakyat yang dianggap oleh yang punya cerita sebagai suatu
kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi.

 Legenda bersifat sekuler (keduniawian) terjadi pada masa yang belum begitu
lampau dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang.
 Legenda ditokohi oleh manusia, meskipun ada kalanya mempunyai sifat luar
biasa, dan seringkali dibantu mahkluk-mahkluk gaib.
 Legenda sering dianggap sebagai “sejarah” kolektif (folk history). Meskipun
dianggap sebagai sejarah tetapi kisahnya tidak tertulis maka legenda dapat
mengalami distorsi sehingga seringkali dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya.
 Untuk menjadikan legenda sebagai sumber sejarah maka harus menghilangkan
bagian-bagian yang menagndung sifat-sifat folklor, seperti bersifat pralogis (tidak
termasuk dalam logika) dan rumus-rumus tradisi.
 Legenda diwariskan secara turun temurun, biasanya berisi petuah atau petunjuk
mengenai yang benar dan yang salah. Dalam legenda dimunculkan pula berbagai
sifat dan karakter manusia dalam menjalani kehidupannya yaitu sifat yang baik
dan yang buruk, sifat yang benar dan yang salah untuk selanjutnya dijadikan
pedoman bagi generasi selanjutnya.

Contoh Legenda:

Legenda Sunan Bonang, Tangkuban Perahu (Sangkuriang) dari Jawa Barat, Putmaraga
dari Banjarmasin (Kalimantan), Pinisi (Sawerigading) dari Sulawesi, Hang Tuah dari
Aceh.

Jan Harold Brunvard menggolongkan legenda menjadi 4 kelompok, yaitu:

(1) Legenda keagamaan (religious legend)

Termasuk dalam legenda ini adalah legenda orang-orang suci atau saleh (hagiografi).
Hagiografi meskipun sudah tertulis tetapi masih merupakan folklor sebab versi asalnya
masih tetap hidup diantara rakyat sebagai tradisi lisan.

Contoh: Legenda Wali Songo.

(2) Legenda Alam Gaib

Legenda ini berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami
seseorang, berfungsi untuk meneguhkan kebenaran”takhyul” atau kepercayaan rakyat.
Contoh: kepercayaan terhadap adanya hantu, gendoruwo, sundelbolong, dan tempat-
tempat gaib.

(3) Legenda Setempat

Legenda yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat, dan bentuk topografi,
yaitu bentuk permukaan suatu daerah.

Contoh: terbentuknya Danau Toba.

(4) Legenda Perseorangan

Cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap oleh yang empunya cerita benar-
benar pernah terjadi.

Conto: Legenda Panji yang berasal dari tradisi lisan yang sering berintegrasi dengan
dongeng “Ande-ande Lumut” dan dongeng ‘Kethek Ogleng”

d. Dongeng (folktale)

Dongeng merupakan prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang
mempunyai cerita. Dongeng tidak terikat oleh waktu maupun cerita.

Dongeng adalah”cerita pendek” kolektif kesusastraan lisan.

Diceritakan untuk hiburan, meskipun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan
pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.

Tokohnya, biasanya binatang (fables), seperti Si Kancil, maupun manusia seperti Bawang
Merah dan Bawang Putih.

Terkadang ada pergeseran sebuah legenda menjadi dongeng.

Contoh :

“Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu” ke dongeng “Sangkuriang” dapat terjadi karena


kini cerita Sangkuriang oleh sebagian penduduk Sunda sudah dianggap fiktif.

e. Lagu-lagu Daerah

Lagu adalah syair-syair yang ditembangkan dengan irama yang menarik.

Lagu daerah adalah lagu yang menggunakan bahasa daerah.

Ciri-cirinya:
Ø      Terdiri atas kata-kata dan lagu yang keduanya tidak dapat dipisahkan.

Ø      Sifatnya mudah berubah-ubah (dapat diolah menjadi nyanyian pop)

Ø      Beredar secara lisan diantara kolektif tertentu dan memiliki banyak varian,
berbentuk tradisional.

Ø      Bentuknya sangat beraneka ragam, yakni dari yang paling sederhana sampai yang
cukup rumit.

Contoh:

Bungong Jeumpa, Ampar-ampar Pisang, Yamko Rambe Yamko, Butet, Kampung nan
Jauh di Mato.

Fungsi nyanyian rakyat:

1.      Kreatif, yaitu untuk menghilangkan kebosanan hidup sehari-hari untuk menghibur
diri dan untuk mengiringi permainan anak-anak.

2.      Sebagai pembangkit semangat, yaitu nyanyian untuk bekerja.

Holopis Kuntul Baris (Jawa Timur), rambate Rata(Sulawesi Selatan)

3.      Sebagai protes sosial, yaitu proses mengenai ketidakadilan dalam masyarakat atau
negara bahkan dunia.

4.      Untuk memelihara sejarah setempat dan klan.

“hoho”(Nias),untuk memelihara silsilah klan besar orang Nias yang disebut Mado.

Menurut Brunvand, nyanyian rakyat dapat digolongkan dalam 3 jenis:

a.      Nyanyian rakyat yang berfungsi

b.      Nyanyian rakyat yang bersifat liris

Nyanyian bersifat liris biasanya sebagai pencetusan rasa haru pengarangnya (anonim).
Nyanyian, dibedakan menjadi dua yaitu:

- nyanyian rakyat liris yang sesungguhnya, contoh: Lagu Cinte Manis

- Nyanyian rakyat liris yang bukan sesungguhnya, contoh: Pok Ame-ame dan Oh Mama
Saya Mau Kawin dari Betawi.

c.  Nyanyian rakyat yang bersifat kisah


Contohnya:

Balada (sentimental)     Pantun Sunda

romantik(tentang cinta)

epos (kepahlawanan)      Ramayana

f. Upacara

Upacara merupakan rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan-aturan
tertentu (adat istiadat, agama, dan kepercayaan)

Contoh:

Upacara penguburan, mendirikan rumah, membuat perahu, upacara memulai perburuan,


dan upacara perkabungan, upacara pengukuhan kepala suku, upacara sebelum berperang.

Fungsi Upacara:

1.      Upacara adat biasanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada
kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan pada
mereka.

Upacara tersebut juga dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari kemarahan kekuatan-
kekuatan gaib yang seringkali diwujudkan dalam berbagai malapetaka dan bencana alam.
Biasanya terkait dengan legenda yang berkembang di masyarakat tentang asal usul
mereka.

2.      Sebagai alat legitimasi tentang keberadaan mereka seperti tertuang dalam cerita
rakyat.

Contoh:

Upacara “Kasodo” oleh masyarakat Tengger di Sekitar Gunung Bromo.

Upacara “Larung Samudra” yaitu melarung makanan ke tengah laut.

Upacara “ Seren Taun” di daerah Kuningan

Upacara “ Mapang Sri” di daerah Parahyangan

Macam-macam upacara:

 Upacara Membuat Rumah


Rumah dipandang memilki nilai magis tersendiri yang diyakini memiliki kekuatan dan
melindungi kehidupan manusia. Sehingga, ketika pertama kali mendirikan rumah mereka
menggunakan berbagai macam sesaji yang dipercayai dapat mendukung keselamatan
keluarga atau orang yang mendirikan rumah, seperti di daerah Toraja, Bali, dan Madura.

 Upacara kematian/ Penguburan

Muncul ketika adanya kepercayaan bahwa roh orang yang meninggal akan pergi ke suatu
tempat yang tidak jauh dari lingkungan dimana ia pernah tinggal. Contoh: tradisi
penguburan di suku Toraja.

 Upacara Perkawinan

Pada suku Minangkabau, menganut garis keturunan matrilineal, sehingga upacara


perkawinan dilangsungkan di rumah keluarga istri. Berbeda dengan suku Batak dan Bali
yang menganut garis keturunan patrilineal dimana upacara perkawinan dilangsungkan di
rumah keluarga laki-laki.

You might also like