You are on page 1of 6

Karakteristik Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus) dan

Jamur Tiram Kelabu (Pleurotus sajor Caju) pada Baglog Alang-alang


Abdul Karim Parlindungan
Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 Diterima 30-10-2002
Disetujui 15-02-2003 ABSTRACT
An experiment has been conducted to compare the growth and production characteristics of
white oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) and grey oyster mushroom (Pleurotus sajor caju)
on Imperata cylindrica baglogs . Four treatments were prepared i.e. P. sajor caju grown on
baglogs treated with 0.5% NPK; P.ostreatus on 0.5% NPK baglogs; P. sajor caju on baglogs
treated with 1% SP36 and P. ostreatus on 1% SP36 baglogs. The data obtained were treated
by analysis of covariance followed by a multiple comparison if there was a significant F test
(Dowdy & Stanley 1982). Significant difference (P<α) occur for the number of fruiting body
clusters, the number of fruting bodies, the cap maximun width, the harvest frequency, the
total weight of fruiting bodies and the biological efficiency ratio.
Keywords: growth and production, Pleurotus ostreatus, Pleurotus sajor Caju
PENDAHULUAN
Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) mulai dibudidayakan pada tahun 1900 dan jamur tiram
kelabu (Pleurotus sajor caju) pada tahun 1974 (Gunawan 2000). Untuk memproduksi kedua spesies
jamur tersebut sebagai bahan makanan manusia, salah satu faktor yang perlu diperhatikan yaitu
tersedianya substrat sederhana dan murah (Brock & Michael 1991). Pada umumnya substrat yang
digunakan dalam budidaya jamur tiram adalah serbuk gergaji. Sebagai konsekuensi akan timbul
masalah apabila serbuk gergaji sukar diperoleh atau tidak ada sama sekali di lokasi yang akan
menjadi sasaran penyebaran budidaya jamur tiram. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi perlu
dicari substrat alternatif yang banyak tersedia dan mudah diperoleh di daerah tersebut. Tetapi
sebelum substrat tersebut akan dijadikan alternatif, perlu dikaji terlebih dahulu karakteristik
pertumbuhan dan produksi jamur tiram yang akan dihasilkan. Penelitian yang telah dilakukan oleh
Parlindungan (2000) menunjukkan bahwa alang-alang cukup potensial untuk dijadikan substrat
alternatif tersebut. Selanjutnya Parlindungan (2001) mengemukakan bahwa baglog alang-alang
memberikan karakteristik pertumbuhan dan produksi yang baik untuk jamur kuping merah
(Auricularia yudae) sehingga dapat dijadikan sebagai substrat alternatif untuk budidaya jamur
tersebut. Potensi yang ada masih perlu ditingkatkan lagi melalui kajian dan percobaan intensif agar
dapat memberikan variabel karakteristik
pertumbuhan dan produksi jamur tiram secara lebih lengkap lagi. Adapun variabel tersebut adalah
waktu untuk muncul tunas pertama kali setelah baglog dibuka, jumlah rumpun badan buah, jumlah
badan buah, lebar tudung maksimal, panjang tangkai maksimal, frekuensi panen, berat total badan
buah dan rasio efisiensi biologi substrat alternatif tersebut.
Sebelum membuat keputusan untuk membudidayakan jamur tiram di suatu daerah maka salah
satu pertimbangan yang perlu diambil adalah ketersediaan substrat pertumbuhan jamur. Hal tersebut
diperlukan agar budidaya jamur yang akan dilakukan di suatu daerah tertentu dapat berlangsung
secara berkesinambungan. Pada umumnya teknologi budidaya yang diterapkan para petani jamur
tiram yaitu penggunaan serbuk gergaji sebagai substrat menjadi “baglog” yaitu substrat yang
dikemas didalam kantong plastik tahan panas. Adapun karakteristik pertumbuhan jamur tiram pada
baglog serbuk gergaji yaitu dalam jangka waktu antara 40-60 hari seluruh permukaan baglog sudah
rata ditumbuhi oleh misellium berwarna putih. Satu sampai dua minggu setelah baglog dibuka
biasanya akan tumbuh tunas dalam 2-3 hari akan menjadi badan buah yang sempurna untuk
dipanen. Pertumbuhan badan buah pada waktu panen telah menunjukkan lebar tudung antara 5-10
cm. Produksi jamur dilakukan dengan memanen badan buah sebanyak 4-5 kali panen dengan rerata
100 g jamur setiap panen. Adapun jarak selang waktu antara masing-masing panen adalah 1-2
minggu. Oleh karena itu apabila teknologi budidaya jamur tiram pada baglog alang-alang akan
dijadikan alternatif untuk produksi jamur tiram di suatu lokasi maka karakteristik pertumbuhan dan
produksi yang ditunjukkannya nanti diharapkan mendekati karakteristik umum tersebut diatas.
Tentunya akan lebih baik lagi apabila karakteristik yang dihasilkan yaitu waktu muncul tunas
kurang dari satu minggu dan panen dapat dilakukan lebih dari 5 kali dengan rerata lebih dari 100 g.
Hasil penelitian sebelumnya (Parlindungan 2000) menggunakan baglog alang-alang hanya
menyajikan produksi pada panen pertama saja. Berat jamur yang dihasilkan lebih rendah yaitu 65,5
g untuk jamur tiram putih dan 41,34 g untuk jamur tiram kelabu. Oleh karena itu telah dijajagi
pemakaian pupuk NPK dan SP36 yang banyak terdapat di pasaran untuk memperbaiki karakteristik
pertumbuhan dan produksi kedua spesies jamur tiram ini. Melalui penelitian ini didapatkan
gambaran lebih lengkap tentang karakteristik pertumbuhan serta produksi jamur tiram putih dan
kelabu pada baglog alang-alang antara yang diperlakukan dengan air rendaman mengandung SP36
dan mengandung NPK. Hasil penelitian ini merupakan informasi bagi upaya pengembangan
teknologi budidaya jamur tiram yang bertujuan untuk menjadikan alang-alang sebagai substrat
alternatif.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini telah dilaksanakan selama 10 bulan terhitung sejak bulan Januari-Oktober 2002
dengan metoda percobaan sebagai berikut. Pada penelitian ini ada empat perlakuan dipersiapkan
yaitu I) baglog alang- alang yang direndam dengan NPK 0,5% dan diinokulasi dengan jamur tiram
putih; II) perlakuan sama dengan I) tetapi di inokulasi dengan jamur tiram kelabu; III) baglog alang-
alang yang direndam dalam larutan yang mengandung 1% SP36 dan di inokulasi dengan jamur
tiram putih dan IV) sama seperti III) tetapi diinokulasi dengan bibit jamur tiram kelabu. Adapun
prosedur penarikan sampel menggunakan rancangan acak lengkap dengan satuan percobaan terdiri
2 baglog dan satuan sampel adalah satu baglog yang di ambil secara pengacakan. Jumlah ulangan
setiap perlakuan ditetapkan sebanyak 5 kali sehingga masing-masing perlakuan mempunyai 10
baglog. Jumlah keseluruhan baglog alang-alang yang disiapkan didalam percobaan ini berjumlah 40
buah. Penyiapan baglog alang-alang
memakai metoda yang dikembangkan oleh Parlindungan (2000). Untuk mendapatkan gambaran
mengenai karakteristik pertumbuhan dan produksi jarum tiram berdasarkan data perolehan
digunakan statistik deskriptif yang akan menampilkan parameter statistik yaitu rataan. Untuk
membandingkan karakteristik pertumbuhan dan produksi oleh masing masing perlakuan dipakai
statistik inferensial yaitu ANCOVA denganα=5%.ApabilaFhit≥Ftabelmaka dilanjutkan dengan uji
yang dikemukakan oleh Dowdy & Stanley (1982).
Alang-alang yang sudah dikumpulkan sejak bulan Januari 2002 dipotong potong sepanjang 12,5 cm
dan dikeringkan dengan panas matahari sampai warna hijau daunnya berubah menjadi coklat. Pada
bulan Maret 2002 alang-alang kering disusun secara tegak kedalam kantong plastik tahan panas
berukuran 20x30 cm sampai cukup padat sehingga beratnya berkisar diantara 286,72–396,65 g.
Larutan nutrisi untuk merendam alang-alang dibuat pada tanggal 28 Juli 2002. Larutan perendam I)
dibuat dengan melarutkan kapur pertanian (kaptan)1% dan SP36 1% dari berat air yang digunakan.
Larutan perendam II) dibuat seperti diatas tetapi dengan komposisi berikut Kaptan 1% dan NPK
0,5%. Kedua macam larutan perendam tersebut disiapkan 24 jam sebelum digunakan. Perendaman
dilakukan pada tanggal 29 Juli 2002. Kantung plastik berisi alang-alang ditegakkan dengan bagian
kantong plastik yang terbuka menghadap keatas. Air rendaman dimasukkan pada masing masing
baglog sesuai perlakuan yang telah ditetapkan yaitu sebanyak kurang lebih 1,2 L per baglog.
Selanjutnya baglog ditutup dan diikat dengan karet gelang supaya air rendaman tidak tumpah keluar
dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah perendaman selesai maka air rendaman nutrisi yang tidak
diserap oleh substrat alang-alang dikeluarkan dari kantong plastik dengan cara membalikkan
kantong plastik dengan mulut menghadap ke bawah dan ditiriskan 24 jam. Setelah penirisan, baglog
ditimbang untuk mengetahui air nutrisi yang diserap alang-alang. Setelah itu kantong plastik
dipasangi pipa paralon berdiameter 2,5 cm dan ditutup dengan potongan plastik berukuran 5x5 cm
dan diikat dengan karet gelang sehingga menjadi baglog. Baglog disterilkan dengan mengukusnya
didalam dandang selama 9 jam dan selanjutnya didinginkan selama 24 jam baru kemudian
diinokulasi secara aseptis dengan tiga sendok inokulasi bibit jamur yang diperoleh dari bapak
Saragih
Pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih dan jamur tiram kelabu 153
154 Jurnal Natur Indonesia 5(2): 152-156 (2003)
(pengusaha jamur di Bogor) bulan Juni 2002. Inokulasi dilakukan secara aseptis pada tanggal 7
Agustus 2002. Baglog yang sudah diinokulasi ditutup kembali dan diinkubasi di dalam ruangan
yang lantainya sudah disanitasi dengan trixol dengan cara meletakkan secara acak di atas lantai.
Pada tanggal 7 September 2002 karena seluruh permukaan bagian dalam semua baglog sudah rata
ditumbuhi oleh misellium maka dilakukan penanaman dengan cara membuka cincin paralon
sehingga kantong plastik terbuka lebar. Setiap pagi, siang dan sore hari semua baglog disiram
dengan air hingga sampai waktu panen. Panen badan buah dilakukan 3-4 hari setelah munculnya
tunas. Parameter yang diukur meliputi waktu munculnya tunas untuk pertama kali (hari), jumlah
rumpun tunas yang muncul (buah), jumlah badan buah (buah) yang dipanen (buah), lebar tudung
maksimal (cm), panjang tangkai badan buah maksimal (cm), frekuensi panen (kali), berat badan
buah (g) dan rasio efisiensi biologi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu (hari) untuk munculnya tunas pertama
kali. Hasil Ancova terhadap waktu munculnya tunas disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan waktu muncul tunas (hari).
Parlindungan.
Jumlah rumpun badan buah (buah). Hasil Ancova terhadap jumlah rumpun badan buah disajikan
pada Tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata mengenai jumlah rumpun perlakuan IV
(36,57 rumpun) yaitu tiram putih yang ditumbuhkan pada baglog alang-alang yang diperlakukan
dengan pupuk SP36 apabila dibandingkan dengan perlakuan I, II dan III. Karakter ini menunjukkan
bahwa tiram putih lebih baik pertumbuhannya pada baglog yang diperlakukan dengan SP36
daripada NPK.
Tabel 2. Jumlah rumpun badan buah (buah).
Perlakuan
I II III IV
Rataan setelah dijustifikasi
29,5 a 23,9 a b 21,2 a b c 20,2 a b c
Angka-angka diikuti oleh huruf sama menunjukkan suatu perbedaan yang tidak nyata (Dowdy &
Stanley 1982).
Faktor instrinsik ini sesuai untuk jamur tiram putih namun kurang untuk jamur tiram kelabu.
Selanjutnya pupuk NPK (0,5%) memberikan jumlah rumpun jamur tiram putih dan tiram kelabu
yang tidak lebih baik daripada SP36. Faktor instrinsik ini dapat disebabkan karena unsur nitrogen
dalam NPK dapat membentuk amoniak memiliki pengaruh kurang baik bagi pembentukan rumpun
badan buah baik untuk jamur tiram putih maupun tiram kelabu.
Jumlah badan buah (buah). Ancova terhadap jumlah badan buah yang dihasilkan dari baglog
alang- alang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah badan buah (buah).
Angka-angka diikuti oleh huruf kecil menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Dowdy & Stanley
1982).
Meskipun Ancova untuk waktu muncul tunas menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > α)
tetapi secara deskriptif menunjukkan suatu perbedaan waktu cukup lama antara perlakuan I (29,5
hari) yaitu waktu munculnya tunas jamur tiram kelabu pada baglog alang-alang yang direndam
dengan larutan mengandung 0,5% NPK dengan perlakuan II, III dan IV. Parlindungan (2000) dalam
penelitian terdahulu menemukan bahwa jamur tiram kelabu yang baglognya diperlakukan dengan
1% Gips, 1% TSP dan 1% Kaptan waktu yang diperlukan untuk muncul tunas adalah 22 hari.
Dengan demikian untuk jamur tiram kelabu kar- arakteristik waktu munculnya tunas ini pada
kondisi instrinsik dan ekstrinsik yang ada pada penelitian ini dan terdahulu belum mampu
mendekati waktu diharapkan yaitu 7 sampai 14 hari seperti pada substrat serbuk gergaji.
Perlakuan
IV II III I
Rataan setelah dijustifikasi
74,52 a 47,64 ab 27,33 abc 25,11 c
Perlakuan
IV III I II
Rataan setelah dijustifikasi
36.57 a 24,62 b 20,62 c 19,99 c
Angka-angka diikuti huruf kecil sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Dowdy & Stanley
1982).
Perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang nyata
terhadap jumlah badan buah dihasilkan oleh jamur tiram
putih dan kelabu. Meskipun secara deskriptif
karakteristik pertumbuhan badan buah pada perlakuan
IV paling baik namun secara inferensial karakteristik
tersebut berbeda tidak nyata terhadap perlakuan II dan
III namun tidak terhadap perlakuan I yaitu baglog yang
diperlakukan dengan NPK dan jamur tiram kelabu. Lebar tudung maksimal (cm). Ancova
terhadap
lebar tudung maksimal jamur tiram putih dan kelabu disajikan pada Tabel 4. Secara deskriptif jamur
tiram putih yang tumbuh pada baglog alang-alang
Tabel 4. Lebar tudung maksimal (cm).
Pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih dan jamur tiram kelabu 155 Tabel 6. Frekuensi panen
badan buah (kali).
Perlakuan
IV II III I
Rataan setelah dijustifikasi
8,75 a 7,90 ab 6,44 bc 5,96 c
Perlakuan
IV II III I
Rataan setelah dijustifikasi
4,05 a 2,94 ab 2,04 bc 1,96bc
Angka-angka diikuti oleh huruf kecil sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Dowdy &
Stanley 1982).
diperlakukan dengan SP36 tudungnya lebih lebar daripada jamur tiram kelabu yang diperlakukan
dengan SP36. Hal tersebut karena jamur tiram kelabu kurang menanggapi pupuk SP36
dibandingkan jamur tiram putih. Demikian pula untuk baglog alang-alang diperlakukan dengan
NPK ternyata jamur tiram kelabu kalah responnya daripada tiram putih. Meskipun tanggapan jamur
tiram putih lebih baik daripada jamur tiram kelabu terhadap NPK maupun jamur tiram putih
terhadap SP36 tetapi tanggapan jamur tiram putih terhadap SP36 masih lebih baik daripada
terhadap NPK.
Panjang tangkai maksimal (cm). Karakteristik pertumbuhan jamur tiram berkenaan dengan
panjang tangkai jamur dinilai baik apabila panjang tangkainya tidak melebihi 5 cm. Ancova
terhadap panjang tangkai maksimal disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Panjang tangkai maksimal (cm).
Angka rataan diikuti huruf kecil sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Dowdy & Stanley
1982).
jamur tiram putih (perlakuan II) maupun jamur tiram kelabu (perlakuan I). Pemakaian pupuk NPK
dan SP36 secara terpisah belum dapat memberikan karaketristik panen jamur tiram seperti yang
diberikan oleh substrat serbuk gergaji (5 kali panen).
Berat badan buah (g). Ancova terhadap berat badan buah jamur tiram putih dan kelabu
menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap berat badan buah yang
diproduksi. Hasil uji
lanjut disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Berat badan buah (g).
Perlakuan
IV II III I
Rataan setelah dijustifikasi
4,55 a 3,95 ab 3,16 abc 2,97 abc
Rataan diikuti oleh huruf kecil sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Dowdy & Stanley
1982).
Hasil Ancova terhadap data berat badan buah menunjukkan pengaruh nyata perlakuan terhadap
berat badan buah yang diproduksi. Produksi yang tertinggi dihasilkan dari perlakuan IV yaitu jamur
tiram putih pada baglog alang-alang yang direndam dengan pupuk SP36. Meskipun Perlakuan III
berbeda tidak nyata berdasarkan statistika inferensial namun secara deskriptif perlakuan III yaitu
jamur tiram kelabu pada baglog alang-alang yang direndam dengan SP36 produksinya lebih tinggi
daripada Perlakuan II yaitu jamur tiram putih pada baglog alang-alang yang direndam dengan 0,5%
NPK.
Biological Efficiency Ratio. Rasio ini menunjukkan kemampuan satu satuan substrat untuk
menghasilkan satuan berat badan buah jamur. Ancova terhadap data Biological Efficiency Ratio
(BER) menunjukkan pengaruh yang nyata dari perlakuan terhadap BER. Hasil Uji lanjut disajikan
pada Tabel 8.
Tabel 8. Biological Efficiency Ratio Baglog Alang-alang.
Angka-angka rataan diikuti oleh huruf kecil samamenunjukkan per- bedaan yang tidak nyata
(Dowdy & Stanley 1982).
Hasil Ancova menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap karakteristik pertumbuhan yaitu
panjang tangkai maksimal baik untuk jamur tiram putih maupun kelabu. Tetapi secara deskriptif
dapat diketahui bahwa tangkai jamur tiram putih yang tumbuh pada baglog alang-alang yang
diperlakukan dengan SP36 adalah terpanjang daripada perlakuan yang lainnya.
Frekuensi panen (kali). Ancova terhadap frekuensi panen dan uji lanjutnya disajikan pada Tabel 6.
Meskipun secara statistika inferensial frekuensi panen perlakuan IV berbeda tidak nyata terhadap
perlakuan II namun secara deskriptif dapat diketahui jamur tiram putih pada baglog alang-alang
yang diperlakukan dengan 1% SP36 tersebut frekuensi panennya lebih banyak dibandingkan
dengan perlakuan I, II dan III. Hal ini berarti bahwa ekotipe jamur tiram putih lebih baik daripada
jamur tiram kelabu. Ternyata persentase NPK yang dipergunakan didalam air rendaman
memperkecil frekuensi panen baik untuk
Perlakuan
IV II III I
Rataan setelah dijustifikasi
0,362 a 0,221 ab 0,112 bc 0,104 c
Perlakuan
IV III II I
Rataan setelah dijustifikasi
123,72 a 75,03 b 36,53 bc 33,90 c
Rataan diikuti oleh huruf kecil sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Dowdy & Stanley
1982).
156 Jurnal Natur Indonesia 5(2): 152-156 (2003)
Biologi efisiensi tertinggi baglog alang-alang adalah pada perlakuan IV. Hal tersebut ditunjukkan
oleh hasil uji lanjut dan meskipun Perlakuan IV berbeda tidak nyata terhadap perlakuan II tetapi
terhadap perlakuan lainnya perlakuan IV berbeda nyata. Secara deskriptif karakteristik ini belum
dapat menyamai BER pada substrat serbuk gergaji yaitu 0,60.
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan ini dapat dibuat kesimpulan bahwa karakteristik pertumbuhan dan produksi
jamur tiram putih pada baglog alang-alang yang sudah direndam dengan larutan 1% SP36 adalah
yang terbaik diantara jamur tiram putih dan tiram kelabu pada baglog alang-alang yang sudah
direndam dengan 0,5% NPK dan jamur tiram kelabu yang baglognya sudah direndam dengan 1%
SP36. Namun karakteristik pertumbuhan dua spesies jamur tiram ini pada baglog alang-alang belum
Parlindungan.
dapat menyamai karakteristik pertumbuhan dan produksi jamur tiram pada baglog serbuk gergaji.
DAFTAR PUSTAKA Brock, T.D. & Michael, T.M. 1991. Biology of microorganisms.
New York: Prentice Hall. Dowdy, S. & Stanley, W. 1982. Statistics For Research. New
York: John Wiley and Sons. Gunawan, A.W. 2000. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar
Swadaya. Parlindungan, A. K. 2000. Pengaruh konsentrasi urea dan TSP
di dalam air rendaman baglog alang- alang terhadap pertumbuhan dan produksi jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dosen UNRI. Pekanbaru, September
2000.
Parlindungan, A.K. 2000. Perbandingan pertumbuhan dan produksi jamur Tiram Kelabu
(Pleurotus sajor caju) pada beberapa medium alternatif. Jurnal Natur Indonesia 3: 39- 46.
Parlindungan, A.K. 2001. Karakteristik pertumbuhan dan produksi jamur Kuping Merah
(Auricularia yudae) pada baglog alang-alang. Jurnal Natur Indonesia 3: 113-120.

You might also like