You are on page 1of 56

Pelaksaaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi terdakwa

yang tidak mampu


(studi kasus di pengadilan negeri sukoharjo)

Penulisan Hukum
(Skripsi)

Disusun dan diajukan untuk


Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

Teguh Triyanto
NIM : E.1103162

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2008

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum
(Skripsi)

PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA


CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo)

Disusun oleh :
TEGUH TRIYANTO
NIM : E.1103162

Disetujui untuk Dipertahankan


Dosen Pembimbing

KRISTIYADI S.H.,M.Hum.
NIP.131 569 273

ii
PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)


PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA
CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo)

Disusun oleh :
TEGUH TRIYANTO
NIM : E.1103162

Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada :
Hari : …………………………
Tanggal : …………………………

TIM PENGUJI
1. Edy Herdyanto , S.H.,M.Hum : ………………………………..
Ketua

2. Bambang Santoso , S.H.,M.Hum : ………………………………..


Sekretaris

3. Kristiyadi , S.H.,M.Hum : ………………………………..


Anggota

MENGETAHUI
Dekan,

Mohammad Jamin, S.H. M. Hum


NIP. 131 570 154

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,

Tuhan semesta alam”

(Q.S. Al An’aam: 162)

“Jadikanlah Sabar dan Sholat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang


demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu”

(Q. S. Al-Baqarah : 45)


“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah

selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah sungguh-sungguh urusan yang lain dan

hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.

(Q.S. Alam Nasyrah: 6-8)

PERSEMBAHAN

Penulisan hukum (Skripsi) ini kupersembahkan dengan ikhlas kepada:

Ø Bapak, Ibu, selaku orang tua yang paling kucintai


Ø Segenap keluarga besarku mulai dari kakek hingga keponakanku
Ø Dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan pengarahan
Ø Bapak, ibu dosen Fakultas Hukum beserta civitas akademika UNS
Ø Kawan-kawanku di FH UNS khususnya angkatan ’03, yang belum lulus
Ø Shobat-shohabatku di kost putra bengkulu
Ø Shobat-shobatku yang ada di UMS yang tidak henti-hentinya memberikan
semanggat kepadaku
Ø Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul ”PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM
SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU STUDI
KASUS DI PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi salah satu
persyaratan untuk menempuh dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulisan hukum ini membahas tentang Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum
Secara Cuma-Cuma bagi terdakwa yang tidak mampu yang Melakukan Tindak
Pidana yang dapat di ancam pidana penjara atau pidana kurungan 5 tahun atau
lebih di Pengadilan Negeri Sukoharjo. Selain itu penulisan hukum ini juga
membahas tentang permasalahan dan Kendala apa yang di hadapi dalam
pelaksanaan pemberian bantunan hukum terhadap Terdakwa yang tidak mampu
yang melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara atau kurungan di
Pengadilan Negeri Sukoharjo dengan segala solusinya.
Banyak permasalahan dan hambatan yang penulis alami dalam
menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, dengan rendah hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu baik materiil maupun non materiil
sehingga penulisan hukum ini dapat terselesaikan, terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi, Sp.KJ, selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak M. Jamin, S.H, M.H selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang yang
telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak Edy Herdyanto, SH, MH selaku Ketua Bagian Acara yang telah
memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.

v
4. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum. Selaku Pembimbing Penulisan Skripsi yang
telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan
arahan bagi tersusunnya skripsi ini.
5. Ibu Subekti, S.H selaku Pembimbing akademik yang senantiasa memberikan
masukan dan kritikan kepada penulis agar lebih dewasa.
6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang tak
dapat disebutkan satu persatu, yang telah ikhlas membagikan ilmu dan
pengetahuan tentang hukum dan juga pengalamannya bagi penulis, sehingga
dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi dan masa depan penulis.
7. Pimpinan dan staf Pengadilan Negeri Sukoharjo yang telah membantu
memberikan data guna menunjang penyelesaian skripsi ini.
8. Mas Edy, Mas Bowo yang telah banyak membantu penulis memberikan
kelengkapan data yang sangat dibutuhkan guna penyelesaian skripsi.
9. Bapak dan Ibu tercinta yang tiada hentinya memberikan doa, kasih sayang,
kesabaran dan segalanya kepadaku hingga sekarang ini.
10. Teman-teman senasib dan seperjuangan Uson,salasa’Bintang,wantek dan
seluruh angkatan 2003 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
11. Sobat-sobatku di kost Putra Bengkulu mbah Darmo, Ogan untung,
Paul,kethip, Putra lawu,Rudi, Nasrul,Bhegug’s, Inggra curly, Ari duapuluh,
Alip genk cobra, pakdhe Simbah, Hafis, Dek apri, Ageng gribig, Abang
Roni
12. Semua pihak yang telah membantu dalam skripsi ini,.baik langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan karya yang sempurna, untuk
itu kritik dan saran diperlukan dari para pembaca yang budiman. Akhirnya,
semoga skripsi ini mampu memberikan suatu manfaat bagi kita semua.

Surakarta, Mai 2008

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................... iii
HALAMAN MOTTO .............................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................. v
DAFTAR ISI............................................................................................. vii
Daftar Lampiran ....................................................................................... ix
ABSTRAK ................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
E. Metode Penelitian ......................................................................... 5
F. Sistematika Penulisan Hukum ...................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 8
A. Kerangka Teori............................................................................... 8
1. Pengertian bantuan hukum............................................................ 8
2. Pihak-Pihak yang dapat memberikan bantuan hukum.................. 9
3. Sejarah Perundang-undangan tentang bantuan hukum di
Indonesia....................................................................................... 11
4 Prosedur pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma………. 20
B. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 22
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 23
A. Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma
Bagi terdakwa Yang Tidak Mampu .(Studi Kasus Di Pengadilan
Negeri Sukoharjo)........................................................................ 23

vii
1.Identitas Terdakwa .................................................................... 23
2. Dakwaan Penuntut Umum........................................................ 24
3. Pununjukan Penasehat Hukum................................................. 36
4. Pembelaan dari Terdakwa dan Penasehat hukum.................... 37
5. Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma
bagi terdakwa yang tidak mampu............................................ 38
6. Pembahasan.............................................................................. 41

B. Hambatan dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum kepada


Terdakwa yang kurang mampu................................................... 44
BAB IV PENUTUP .................................................................................. 46
A. Simpulan ....................................................................................... 46
B. Saran............................................................................................... 46
Daftar Pustaka ........................................................................................... 47
Lampiran

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lamp I Surat Ijin Penelitian/survey Kepada Kepala Kantor Pengadilan Negeri

Sukoharjo

Lamp II Surat Keterangan Penelitian /survey dari Kantor Pengadilan Negeri

Sukoharjo

Lamp III Surat Penunjukan Penasehat Hukum Oleh Ketua Pengadilan Negeri

Sukoharjo

Lamp IV Surat Kesanggupan Menjadi Penasehat Hukum Kepada para terdakwa

dalam berperkara di Pengadilan Negeri Sukoharjo

ix
ABSTRAK

TEGUH TRIYANTO. E1103162. PELAKSANAAN PEMBERIAN


BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG
TIDAK MAMPU STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI
SUKOHARJO : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan
Hukum (Skripsi). 2008.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menerapkan bagaimana
cara pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma terhadap
terdakwa yang tidak mampu yang melakukan Tindak Pidana dengan ancaman
pidana 5 tahun penjara atau lebih Di Pengadilan Negeri Sukoharjo. Selain itu juga
untuk mengetahui hambatan atau permasalahan apa yang ada dalam pelaksanaan
pemberian bantuan hukum terhadap terdakwa yang tidak mampu yang melakukan
tindak pidana dengan ancaman pidana 5 tahun penjara atau lebih di pengadilan
Negeri Sukoharjo dan solusi atau cara untuk memecahkan masalah tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris atau non doktrinal
yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian di pengadilan Negeri Sukoharjo. Jenis
data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan
data yang dilakukan adalah melalui wawancara. Analisis data menggunakan
analisis data deduktif dan induktif.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa :
1. Pelaksanaan pemberian bantuan hukum Secara Cuma-Cuma bagi terdakwa
yang tidak mampu yang melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana
penjara atau kurungan di pengadilan negeri Sukoharjo terlaksana sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang yang mengatur, yakni ketentuan
Undang-Undang No. 4 tahun 2004, Ketentuan-Ketentuan Undang-Undang No.
23 tahun 2003.
2. Permasalahan yang ada dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum bagi
masyarakat yang tidak mampu yang melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 tahun berupa penolakan penasehat hukum yang
ditunjuk oleh tersangka atau terdakwa dengan berbagai alasan tersangka atau
terdakwa.

x
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana di Indonesia menimbulkan perubahan
yang fundamental terhadap Hukum Acara Pidana. Dikatakan demikian karena
KUHAP lebih memberikan penghargaan terhadap harkat dan martabat
manusia.
Guna mewujudkan penghargaan terhadap harkat dan martabat hak-hak
asasi manusia tersebut diterapkan beberapa asas yang mendasari hal-hal
tersebut. Adapun asas-asas tersebut antara lain :
Asas Legalitas yaitu apabila terdapat cukup bukti, maka setiap perkara harus
diselesaikan menurut hukum yang berlaku, artinya apabila terdapat
cukup bukti maka perkara harus diselesaikan.
Asas Praduga Tak Bersalah yaitu setiap orang yang tersangkut perkara
pidana wajib dianggap tak bersalah sebelum adanya keputusan Hakim
yang tetap.
Asas Keseimbangan yaitu setiap penegak hukum harus berlandaskan prinsip
keseimbangan antara perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia dengan perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban
umum.
Asas Deprensial Fungsional yaitu asas yang memberikan pembagian yang
tegas fungsi masing-masing penegak hukum dalam pelaksanaan
tugasnya.
Asas Koordinasi yaitu asas berupa adanya fungsi pengawasan bagi penegak
hukum dan pelaksanaan tugasnya.
Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi yaitu diberikannya ganti rugi dan
rehabilitasi bagi setiap orang yang menjalani pemeriksaan dalam
perkara pidana yang didalamnya terjadi kekeliruan dalam pemeriksaan
perkara.

xi
Diantara asas tersebut salah satunya adalah asas praduga tak bersalah.
sebagaimana dinyatakan bahwa asas ini adalah seseorang wajib dianggap
tidak bersalah sebelum adanya putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap. Sebagai tindak lanjut dari asas ini adalah adanya ketentuan yang
menyatakan bahwa semua pihak yang tersangkut perkara pidana boleh
mendapatkan bantuan hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan perkara. Hal
ini mengigat bahwa tidak semua orang yang tersangkut dalam perkara pidana
mampu untuk memahami hal-hal yang terkait dalam perkara yang
dihadapinya
Dalam kaitannya dengan pemberian bantuan hukum, tersangka atau
terdakwa mempunyai hak-hak tertentu. Hak-hak tersangka atau terdakwa
dalam kaitannya pemberian Bantuan Hukum diatur lebih lanjut dalam
ketentuan Pasal 60 sampai dengan 68 KUHAP. Ketentuan Pasal 60 KUHAP
mengatur tentang seorang tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan
menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan
dan lainnya dengan tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan jaminan bagi
penangguhan penahanan untuk usaha memperoleh bantuan hukum.adapun
hak-hak tersangka atau terdakwa adalah sebagai berikut:
1. Seorang tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan
perantara penasehat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan
sanak saudara dalam hal yang tidak ada hubungan dengan perkara
tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau
kekeluargaan.
2..Tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasehat
hukumnya, dan menerima surat dari penasehat hukumnya dan sanak
saudara.
3. Tersangka atau terdakwa berhak menerima kunjungan dari rohaniawan.
Tersangka atau terdakwa berhak diadili dalam persidangan yang
terbuka unutuk umum.
4.Tersangka atau terdakwa berhak mengusahakan dan mengajukan saksi
dan atau seseorang yang memmiliki keahlian khusus guna memberikan
keterangan yang menguntungkan dirinya.

xii
5. Tersangka atau terdakwa tidak dibebani pembuktian.
6. Tersangka atau terdakwa berhak mengajukan banding atau kasasi
kecuali putusan bebas.
7. Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi
atas kesalahan pemeriksaan pidana.
Peran penasehat hukum tentunya sangat penting dalam melindungi dan
membela hak – hak pelaku tindak pidana dalam proses persidangan di
Pengadilan. Dalam penggunaan jasa Advokat juga tentunya membutuhkan
biaya, tetapi tidak semua pelaku tindak pidana mampu menyewa jasa
Penasehat hukum sendiri, karena sering kali suatu kejahatan dilakukan oleh
orang yang tidak mampu dengan dalih mencukupi kebutuhan hidupnya,
bagaimana mungkin orang yang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya saja
tidak mampu apalagi membayar jasa Advokat. Apalagi jika tindak pidana
yang dilakukan tersebut dapat diancam dengan hukuman penjara diatas lima
tahun.
Mengingat bahwa tidak setiap orang itu mampu secara ekonomi dalam
kehidupannya, maka KUHAP menyatakan tentang mereka yang tidak mampu
membayar penasehat hukum untuk mendampinginya dalam hal mereka
melakukan perbuatan pidana yang diancam dengan ancaman pidana 5 tahun
atau lebih. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 56 ayat 1 KUHAP.
Dalam Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terdapat
ketentuan mengenai kewajiban pendampingan penasehat hukum terhadap
pelaku tindak pidana diancam hukuman diatas lima tahun. Berdasarkan
dengan ketentuan tersebut tentunya setiap pelaku tindak pidana yang diancam
dengan hukuman diatas lima tahun wajib di dampingi penasehat hukum.
Apabila pelaku tindak pidana tersebut tidak mampu membayar penasehat
hukum tentunya pengadilan berkewajiban untuk menunjuk penasehat hukum
guna mendampingi pelaku tindak pidana tersebut
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut di atas, maka
peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dan menyusunnya dalam
bentuk skripsi sengan judul : “PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN

xiii
HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK
MAMPU (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Sukoharjo)”.

Perumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, perumusan masalah merupakan hal yang
penting, agar dalam penelitian dapat lebih terarah dan terperinci sesuai dengan
tujuan yang dikehendaki. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Bagaimana pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dalam
perkara pidana bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri
Sukoharjo ?
Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian bantuan
hukum secara cuma-cuma dalam perkara pidana bagi terdakwa yang tidak
mampu di Pengadilan Negeri Sukoharjo ?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hal-hal yang hendak dicapai oleh penulis
melalui penelitian yang berhubungan dengan perumusan masalah. Adapun
tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
Tujuan Obyektif
Mengetahui pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma
dalam perkara pidana bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan
Negeri Sukoharjo.
Mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dalam perkara pidana
bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri Sukoharjo.

Tujuan Subyektif
Memberikan sedikit sumbangsih terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan hukum khususnya Hukum Acara Pidana.

xiv
Memperoleh salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Manfaat Penelitian
Setiap penelitian harus dipahami dan diyakini bagi pemecahan
masalah yang diselidikinya. Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua segi
yang saling berkaitan yaitu segi teoritis dan praktis. Adapun manfaat dari
penelitian ini sebagai berikut :
Manfaat Teoritis.
Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data
sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk
mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan bidang
pemberian bantuan hukum pada khususnya.
Untuk lebih mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama
menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta serta memberikan sumbangan pemikiran yang dapat
dijadikan data sekunder bagi pnelitian berikutnya.
Manfaat Praktis
Dapat memberikan suatu data dan informasi tentang sistem cara pemberian
bantuan hukum secara cuma-cuma bagi seorang terdakwa.
Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang Ilmu Hukum
sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
Untuk mencocokkan bidang keilmuan yang selama ini diperoleh dalam
teori-teori dengan kenyataan dalam praktek.

Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

xv
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris yaitu penelitian
yang sumber datanya data primer. (Ammirudin dan Zainal Asikin, 2004 :
118).
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang akan penulis lakukan ditinjau dari sifat penelitian
merupakan penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini akan diberikan
gambaran mengenai gejala hukum yang berlaku khususnya ketentuan
hukum yang mengatur tentang pelaksanaan pemberian bantuan hukum
secara Cuma-cuma bagi terdakwa yang tidak mampu yang melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis sumber data yang digunakan adalah data primer. Data Primer
adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yang berupa
surat kuasa dari tersangka atau terdakwa yang memberikan kuasa kepada
penasehat hukum untuk mendampinginya.
4. Alat Pengumpulan Data
a. Wawancara
Merupakan alat pengumpul data dengan cara mengadakan interview
dan tatap muka secara langsung dengan pihak responden yang
sebelumnya telah ditentukan yaitu :
1. Hakim yang memeriksa dan memutus perkara pidana terhadap
terdakwa yang tidak mampu.
2. Panitera yang memdampingi hakim dalam persidangan terhadap
terdakwa yang tidak mampu.
3. Pengacara yang mendampingi terdakwa yang tidak mampu.
2. Studi dokumen
Guna memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini
menggunakan tehnik pengumpul data dengan jalan membaca dan
mempelajari buku-buku kepustakaan.
5. Analisis Data
Setelah data-data terkumpul selanjutnya data tersebut dianalisa.
Penelitian ini menggunakan metode analisa data kualitatif yaitu :

xvi
“Suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisa yaitu apa yang
dikatakan oleh responden baik secara lisan atau tulisan dan juga
perilaku secara nyata juga diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang
utuh”. (Soerjono Soekanto, 1984 : 15)

Sistematika Penulisan Hukum


Sistematika penulisan ini akan diuraikan secara sistematis keseluruhan
isi yang terkandung dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisannya
adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dipaparkan adanya latar belakang masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian dan sistematika skripsi yang digunakan dalam
penelitian.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang kerangka teoritik dan kerangka pemikiran
kerangka teoritik berisi Pengertian Bantuan Hukum,pihak-pihak
yang dapat memberikan bantuan hukum,sejarah perundang-
undangan tentang bantuan hukum di Indonesia serta prosedur
pemberian bantuan hukum secara Cuma-cuma.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi hasil penelitian yang berupa paparan kasus berupa
tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa yang kurang mampu
serta adanya pembahasan mengenai bantuan hukum bagi terdakwa
yang tidak mampu di Pengadilan Negeri Sukoharjo dan hambatan
yang ditemui dalam pemberian bantuan hukum bagi terdakwa yang
tidak mampu di Pengadilan Negeri Sukoharjo
BAB IV PENUTUP
Pada bab terakhir ini merupakan Simpulan dari hasil penelitian dan
saran.
DAFTAR PUSTAKA

xvii
LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritik

xviii
1. Pengertian Bantuan Hukum

Mengenai pengertian Bantuan Hukum di Indonesia terdapat


beberapa para ahli hukum memberikan definisi sesuai dengan
pandangannya masing-masing, adapun mengenai definisi-definisi
pengertian bantuan hukum menurut para Ahli adalah sebagai berikut ini :

Menurut K. Smith dan D.J. Keenan yang dikutip oleh Soerjono


Soekanto, Heri Tjandrasari dan Tien Handayani mengatakan bahwa :

“Bantuan hukum (baik yang berbentuk pemberian nasehat hukum, maupun


yang berupa menjadi kuasa dari pada seseorang yang berperkara) yang
diberikan kepada orang yang tidak mampu ekonominya, sehingga ia tidak
dapat membayar biaya (honorarium) kepada seorang pembeli atau
pengacara”.

(Soerjono Soekanto, Heri Tjandrasari dan Tien Handayani, 1987 : 9).

Menurut Bambang Sunggono dan Aries Harianto :

Bantuan hukum adalah suatu terjemahan dari istilah “Legal aid”


dan “legal assistance” yang dalam prakteknya punya orientasi yang
agak berbeda. “Legal aid” biasanya lebih digunakan untuk
menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti sempit berupa
pemberian jasa pada bidang hukum pada seseorang yang terlibat
dalam suatu perkara secara Cuma-Cuma atau gratis khususnya bagi
mereka yang tidak mampu (miskin). Sedangkan “legal assistance”
untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum kepada mereka
yang tidak mampu, ataupun pemberian bantuan hukum oleh para
advokat dan atau pengacara yang mempergunakan honorarium.

Menurut Erni Widhayanti.

Bantuan Hukum pada hakekatnya segala upaya pemberian bantuan


dan pelayanan hukum kepada masyarakat, agar mereka memperoleh dan
menikmati semua haknya yang diberikan oleh hukum dalam proses
peradilan pidana (Erni Widhayanti, 1988: 11).

xix
Selanjutnya Nawawi memberikan batasan pengertian bantuan hukum
sebagai berikut :

“Bantuan hukum adalah bantuan memberikan jasa untuk :

a. Memberikan nasehat hukum;

b. Bertindak sebagai pendamping dan membela seseorang yang dituduh


atau didakwa melakukan kejahatan dalam perkara pidana”. (Nawawi,
1987 : 4).

2. Pihak – pihak yang dapat memberikan bantuan hukum

Pada dasarnya tidak setiap orang dapat memberikan bantuan hukum, dan
untuk dapat memberikan bantuan hukum dengan baik dan benar, orang
atau badan tersebut harus memenuhi syarat -syarat tertentu serta keahlian
terutama dalam bidang hukum .

Bambang Poernomo membagi organ bantuan hukum yang dapat


memberikan bantuan hukum ke dalam 4 golongan yaitu :

a. Advokat

Advokat menjalankan pekerjaan jasa hukum sebagai mata pencaharian


pokok dan memberikan bantuan hukum dalam arti seluas-luasnya baik
di muka pengadilan maupun di luar pengadilan. Advokat dalam
menjalankan pekerjaannya tersebut berdasarkan surat pengangkatan
dari Menteri Kehakiman.

b. Pengacara

Pengacara memberikan pekerjaan jasa dan memberikan bantuan


hukum secara terbatas bagi suatu perkara tertentu di muka pengadilan.
Pengacara dalam menjalankan tugasnya berdasarkan surat
pengangkatan dari Pengadilan Tinggi setempat.

c. Penasehat Hukum

Penasehat Hukum menjalankan pekerjaan jasa hukum dan memberikan


bantuan hukum berupa konsultasi hukum atau mendampingi klien
dalam melakukan pembelaan hukum di muka pengadilan terbatas pada

xx
wilayah hukum tertentu dari Pengadilan Negeri yang berkuasa mengangkat atas
nama Pengadilan Tinggi yang bersangkutan.

d. Pokrol

Pokrol menjalankan pekerjaan jasa atas dasar pengalaman dan


membantu orang yang berperkara pidana atau perdata yang tidak
terjangkau oleh Advokat, Pengacara dan Penasehat Hukum dengan
tugas sesuai dengan surat kuasa yang diijinkan oleh Pengadilan negeri
(Bambang Poernomo, 1988 : 42).

Menurut Keputusan Mahkamah Agung Nomor 5/KMA/1972


tanggal 22 juni 1972 disebutkan bahwa pemberian bantuan hukum di
Indonesia dapat dikategorikan dalam tiga golongan yaitu :

a. Pengacara yaitu mereka yang sebagai mata pencahariannya


menyediakan diri sebagai pembela dalam perkara pidana atau
kuasa/wakil dari pihak-pihak dalam perkara perdata dan yang telah
mendapatkan surat pengangkatan dari Departemen Kehakiman.

b. Pengacara Praktek, yaitu mereka yang sebagai mata pencahariannya


(beroep) menyediakan diri sebagai pembela atau kuasa/wakil dari
pihak-pihak yang berperkara, akan tetapi tidak termasuk dalam
golongan tersebut di atas.

c. Mereka yang karena sebab tertentu secara insidentil membela atau


mewakili pihak-pihak yang berperkara.

3. Sejarah Perundang-undangan Tentang bantuan hukum Di Indonesia.

Mengenai Sejarah bantuan hukum di Indonesia bagi tersangka atau


terdakwa di atur dalam:

a. Perundang-undangan sebelum tahun 1945

1) Reglement op de rechtelijke Organisatie en het Belied der Justitie


in Indonesia (R.O) Stb 1847 No. 23 jo Stb 1848 No. 57.

R.O ini mengatur Tentang dasar-dasar peradilan, susunan


dan kekuasaan badan-badan peradilan di Hindia Belanda

xxi
(Indonesia). Sebagian dari peraturan ini sampai sekarang masih berlaku di
Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan peralian UUD 1945.
Khususnya Tentang bantuan hukum dalam peraturan ini diatur
dalam Pasal 185-192.

Pasal 185 mengatur tentang suatu keharusan bahwa seorang


advokat juga sekaligus seorang procureur.k Pasal 186 mengatur
tentang pengangkatan dan pemberhentian seorang advokat dan
procureur oleh Menteri Kehakiman. Pasal 188 dan 189 mengatur
Tentang advokat dan procureur yang diangkat pada Raad van
Justitie hanya dapat menjalankan tugasnya di mana ia diangkat,
sedangkan advokat dan procureur yang diangkat pada
Hooggerechtshof boleh menjalankan tugasnya pada Raad van
Justitie di Jakarta (Batavia). Pasal 190 mengatur tentang advokat
dan procureur yang ditunjuk oleh badan peradilan di mana mereka
diangkat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma
atau separuh dari tarif biaya yang berlaku, dan tidak boleh
menghindari kecuali dengan alasan-alasan yang telah disetujui oleh
pengadilan. Pasal 191 diatur Tentang adanya larangan bagi advokat

dan procureur untuk memungut biaya yang melebihi tarif yang


telah ditentukan. Sedangkan Pasal 192 mengatur tentang
pengawasan terhadap advokat dan procureur oleh badan peradilan
dimana mereka menjalankan tugasnya.

2) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) Stb 1941 No. 44

HIR merupakan peraturan hukum acara yang berlaku di


Indonesia pada waktu Belanda. Sebagian dari peraturan ini
terutama yang menyangkut Tentang bantuan hukum sudah tidak
berlaku lagi karena dihapuskan dengan adanya UU No. 8 tahun
1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).

Ketentuan-ketentuan dari peraturan yang sudah tidak berlaku


dan tidak di gunakan lagi diantaranya adalah sebagai berikut:

xxii
a) Ketentuan yang menjadi landasan pelaksanaan bantuan hukum
perkara perdata (Pasal 123 ayat 1 dan 2) yang hanya berlaku di
Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah lain berlaku
ketentuan Pasal 147 RBg. Pemberian bantuan hukum ini hanya
merupakan suatu kebolehan saja yang sifatnya umum.

b) Ketentuan tentang kewajiban magistrate untuk menanyakan


kepada tersangka yang diancam dengan pidana mati, apakah
dia ingin didampingi oleh seorang Sarjana Hukum atau ahli
hukum dalam persidangan nantinya (Pasal 83 ayat 6)

c) Ketentuan tentang bantuan hukum di persidangan, khususnya


perkara pidana yang terdakwanya diancam dengan pidana mati.
Dalam Pasal 250 ayat 5 disebutkan bahwa apabila si tertuduh
diperintahkan menghadap hakim karena suatu kejahatan yang
dapat dijatuhkan pidana mati, dan si tertuduh, baik dalam
pemeriksaan oleh jaksa yang ditetapkan dalam ayat 6 Pasal 83
h baik kemudian hari menyatakan kehendaknya supaya pada
waktu dipersidangkan dibantu oleh seorang sarjana hukum
atau ahli hukum lainnya yang menyatakan bersedia melakukan
itu. Penunjukan dilakukan dengan surat penetapan khusus oleh
Ketua Pengadilan Negeri. Namun penunjukan tersebut tidak
akan dilakukan bila orangnya tidak ada, sedangkan dalam Pasal
250 ayat 6 ditegaskan bahwa bantuan hukum diberikan secara
cuma-cuma.

d) Pasal 268 ayat (4) mengatur tentang hak untuk mengajukan


pertanyaan pada saksi di persidangan setelah pemeriksaan
terhadap para saksi selesai jika dipandang perlu untuk
kepentingan terdakwa.

e) Ketentuan Pasal 290 ayat (1) dan (2) tentang Requisitoer /


Penuntut umum dan Pledoi dari terdakwa atau pembelanya.

xxiii
f) Ketentuan Pasal 379 tentang besarnya biaya yang diberikan di
dalam bantuan hukum, berkaitan dengan hukuman untuk
membayar biaya perkara baik pidana maupun perdata.

g) Pasal 254 mengatur tentang hak-hak setiap orang yang di


dakwa melakukan peristiwa pidana, untuk memperoleh bantuan
hukum yang tidak hanya terbatas pada perkara pidana yang di
ancam dengan pidana mati .hak ini bari di peroleh setelah
perkara terdakwa di serahkan ke pengadilan ,sedangkan waktu
bagi terdakwa untuk berhubungan dengan pembela di tetapkan
oleh ketua pengadilan.

b. Perundang-undangan setelah tahun 1945

1) Undang-undang No. 1 tahun 1950 dan Undang-undang No. 13


tahun 1965

Dalam Pasal 133 UU No. 1 tahun 1950 ditegaskan bahwa


pengawasan tertinggi atas para Notaris dan para Pengacara
dilakukan oleh Mahkamah Agung. Undang-undang ini dinyatakan
tidak berlaku lagi dengan diundangkannya UU No. 13 tahun 1965
Tentang Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan
Mahkamah Agung. Dalam Pasal 54 UU No. 13 tahun 1965
disebutkan bahwa pengawasan tertinggi atas notaris dan penasehat
hukum dilakukan oleh Mahkamah Agung.

2) Undang-undang Nomor 14 tahun 1970

Ketentuan-ketentuan yang mengatur Tentang bantuan


hukum yang terdapat dalam HIR masih sangat terbatas, sehingga
kurang memuaskan dalam prakteknya terutama dalam
hubungannya dengan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi
manusia dalam proses peradilan. Hal ini dapat diketahui dalam
Pasal 254 HIR dimana seorang terdakwa baru boleh dihubungi
oleh pembelanya setelah perkara diserahkan di pengadilan dan
waktu untuk bertemu dengan pembelanya ditentukan oleh Ketua
Pengadilan.

xxiv
Usaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan peraturan perundang-
undangan hukum acara (HIR) adalah dengan dikeluarkannya UU
No. 14 tahun 1964 Lembaran Negara Nomor 107 tanggal 31
Oktober 1964 Tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. Namun Undang-undang inipun dinyatakan tidak
berlaku dengan dikeluarkannya UU No. 6 tahun 1969 yang
akhirnya digantikan dengan Undang-undang Nomor 14 tahun
1970, Lembaran Negara 1970 No. 74 tanggal 17 Desember 1970,
tambahan Lembaran Negara Nomor 2951, Tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Dalam undang-undang ini untuk pertama kalinya


eksistensinya bantuan hukum diakui secara yuridis yang diatur
dalam bab VII yang mencakup Pasal 35 sampai dengan Pasal 38.
Adapun bunyi ketentuan Pasal-Pasal tersebut adalah sebagai
berikut :

Pasal 35

Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan


hukum .

Pasal 36

Dalam perkara pidana seorang tersangka terutama sejak saat


dilakukan penangkapan dan / atau penahanan berhak menghubungi
dan meminta bantuan Penasehat Hukum.

Pasal 37

Dalam memberi bantuan hukum tersebut dalam Pasal 35 dan 36 di


atas, Penasehat hukum membantu melancarkan penyelesaian
perkara dengan menjunjung tinggi Pancasila, hukum dan keadilan.

3) Konferensi Cibogo

Adanya krisis keadaan Tentang hak asasi bagi tersangka


dan/atau terdakwa yang berlarut-larut sudah lama dirasakan oleh
bangsa Indonesia. Hal ini dapat diketahui dengan banyaknya

xxv
tunggakan perkara dan adanya penahanan yang terlalu lama. Namun keadaan ini
segera ditanggulangi dengan adanya Surat Perintah Presiden RI
tanggal 15 Agustus 1967 No. R-07/Pres/8/1967.

Menyadari adanya keadaan yang krisis hukum dan hak


asasi bagi tersangka dan/atau terdakwa tersebut yang makin jelas,
maka para pejabat tinggi hukum mengadakan konferensi pada
tahun 1971, 1972 dan 1973 yang dikenal dengan nama Konferensi
Cibogo. Konferensi ini dilakukan untuk mengambil beberapa
kebijakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan
keadilan. Konferensi ini dihadiri oleh Ketua Mahkamah Agung,
Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian ABRI dan
Oditur Jenderal ABRI.

Dalam konferensi ini berhasil diambil beberapa


kesepakatan yaitu bahwa seorang tersangka seyogyanya berhak
menghubungi dan didampingi oleh pengacara dalam pemeriksaan
sementara sejak penangkapan sampai penahanan. Tentang hak
untuk mendapatkan bantuan hukum seharusnya berarti bahwa
penasehat hukum berhak hadir secara fisik dan membantu
tersangka, tetapi terbatas pada “dalam jarak pendengaran dan
penglihatan”.

Sebagai tindak lanjut dari consensus tersebut, maka


diserahkan pada masing-masing instansi yang terlibat dalam
pertemuan tersebut. Akan tetapi hal ini tidaklah dapat terlaksana
karena hanya merupakan consensus saja yang tidak mempunyai
wewenang untuk memaksa para penegak hukum untuk
mentaatinya secara bersama-sama.

4) Pernyataan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri


Kehakiman, Jaksa Agung, WAPANGAB, PANGKOPKAMTIB,
KASKOMKAMTIV, dan KAPOLRI.

Untuk lebih menekankan unsur manusia sebagai penegak


hukum dan subyek hukum di negara kita, maka para pejabat

xxvi
tinggi penegak hukum mengeluarkan pernyataan bersama Tentang masalah
pemeriksaan pendahuluan dan pelaksanaan pemberian bantuan
hukum, yang dilaksanakan pada tanggal 10 Nopember 1978.
Adapun hasil dari pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Pada tingkat pemeriksaan pendahuluan, tersangka terutama


sejak dilakukan penangkapan dan atau penahanan dapat
memperoleh bantuan hukum dan mengadakan hubungan
dengan keluarga atau penasehat hukum .

b) Bagi tertuduh yang ditahan harus diperlakukan sesuai dengan


martabatnya sebagai manusia.

c) Hubungan antara tersangka yang ditahan dengan penasehat


hukumnya boleh dilakukan sebelum dan sesudah pemeriksaan
oleh Kepolisian/Kejaksaan.

5) Instruksi PANGKOPKAMTIB tanggal 27 Nopember 1978 No.


INS. 03/KOPKAM.XI.1978.

Sebagai tindak lanjut dari pernyataan bersama pada tanggal


10 Nopember 1978, maka PANGKOPKAMTIB mengeluarkan
Instruksi No. Ins. 03/KOPKAM/XI/1978 Tentang Pedoman
Sementara untuk melaksanakan bersama sebagai pokok-pokok
petunjuk berkenaan dengan bantuan hukum .

Dalam Instruksi tersebut disebutkan bahwa :

a) Pada tingkat pemeriksaan pendahuluan, seorang tersangka


sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan dapat
memperoleh bantuan hukum dan mengadakan hubungan
dengan keluarga atau penasehat hukum .

b) Yang bertindak sebagai penasehat hukum /pembela bagi


tersangka adalah pengacara/penasehat hukum dan orang-orang
tertentu yang diperbolehkan menurut peraturan perundang-
undangan dan mendapat surat kuasa dari tersangka.

xxvii
c) Hubungan antara keluarga dan/ atau penasehat hukumnya
dengan tersangka dapat dilakukan sejak hari pertama dan kedua
segera setelah mereka mengetahui adanya penangkapan/
penahanan terhadap tersangka.

d) Hubungan antara yang ditahan dengan penasehat hukum


diperbolehkan sebelum dan sesudah dilakukan pemeriksaan
oleh petugas Kepolisian/Kejaksaan/Koordituran, sedangkan
selama dalam pemeriksaan tidak diperkenankan untuk
didampingi secara fisik oleh penasehat hukum.

e) Hal-hal yang dibicarakan sebelum pemeriksaan dimulai,


kepada pokoknya adalah mengenai legalitas
penangkapan/penahanan, penguruan kepentingan tersangka di
luar yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perkara
tersangka, masalah kekeluargaan dan lain-lain yang tidak akan
mempersulit penyidikan. Dalam hubungan tersebut dapat pula
dibicarakan pengalaman tersangka Tentang cara
penangkapan/penahanan dan cara-cara pemeriksaan
pendahuluan.

f) Demi kepentingan pemeriksaan petugas yang bersangkutan


berwenang untuk mendampingi tersangka selama waktu
hubungan dilakukan.

g) Hubungan antara keluarga dan/atau penasehat hukum dengan


tersangka dilakukan setidak-tidaknya setiap 3 (tiga) hari sekali
atas izin pejabat yang berwenang, kecuali apabila oleh pejabat
yang berwenang ditentukan lain karena telah terjadi
pelanggaran berupa penyalahgunaan hubungan atau karena
kepentingan pemeriksaan yang tidak memungkinkan.

h) Dalam setiap hubungan tersebut, dilarang mengadakan


pembicaraan yang ada hubungannya atau yang dapat berakibat:

i. Penghapusan atau pengaburan kebenaran materiil;

xxviii
ii. Penghapusan atau pengaburan barang-barang bukti yang
seharusnya dapat membuat terangnya perkara;

iii. Hilang atau larinya para peserta (deelnemer) yang belum


tertangkap atau ditahan.

i) Hubungan tersangka dengan penasehat hukum dan/


keluarganya sepanjang menyangkut materi perkara tersebut,
pada dasarnya adalah untuk menunjukkan kebenaran dan
keadilan yang dalam hal ini ditinjau dari tersangka dapat
berupa persiapan diri guna pembelaannya.

j) Penyalahgunaan hubungan tersebut dapat berakibat pengetatan


pembatasan atau larangan hubungan dalam waktu tertentu.

k) Yang berhak menentukan bahwa telah terjadi penyalahgunaan


hubungan seperti tersebut dalam huruf (i) adalah atasan petugas
pemeriksa yang setidak-tidaknya berpangkat golongan III atau
perwira atau K/DAN dari instansi yang bersangkutan.

l) Dalam rangka pemeriksaan, seorang tersangka dilarang


diperlakukan sewenang-wenang baik dengan paksaan fisik
maupun dengan kekerasan.

m) Apabila tersangka selama pemeriksaan dipandang bersikap


tidak wajar, hendaklah hal itu diperingatkan. Bila tersangka
bersikap tidak wajar meskipun telah diperingatkan, hal itu
harus dilaporkan kepada atasan pemeriksa yang bersangkutan
untuk mendapatkan petunjuk/pengarahan.

n) Penasehat hukum / pengacara berhak untuk mengirim dan


menerima surat kepada / dari tersangka/terdakwa setiap kali
dikehendaki olehnya, dengan diawasi dalam arti pejabat
pemeriksa/petugas berwenang memeriksa isi surat tersebut
diterimakan atau dikirimkan.

xxix
o) Ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat diperlakukan
terhadap tahanan KOPKAMTIB/OPSTIB, yang akan
diteruskan ke pengadilan/Mahkamah sebagai perkara pidana.

6) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan


Kehakiman.

Salah satu hak setiap orang yang tersangkut perkara untuk


memperolah bantuan hukum , karena merupakan hak asasi manusia
yang harus di hormati dan di lindungi.hak untuk memperoleh
bantuan hukum sesuai dengan Undang-Undang No . 4 Tahun 2004
terutama Bab VII tentang Bantuan Hukum yaitu terdapat di dalam
Pasal 37

Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan


hukum.

Pasal 38

Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan


penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan
meminta bantuan advokad

Pasal 39

Dalam memberi bantuan hukum sebagai mana dimaksud dalam


Pasal 37 , advokad wajib membantu penyelesaian perkara dengan
menjunjung tinggi hukum dan pengadilan .

Pasal 40

Ketentuan sebagaimana di maksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38


diatur dalam undang-undang.

4. Prosedur Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman No.M.


02.UM.09.08. Tahun 1980 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan
Hukum.

Sebagai dasar dikeluarkannya surat keputusan ini adalah :

xxx
a. Dalam rangka pemerataan kesempatan memperoleh keadilan, perlu
adanya pemerataan bantuan hukum khusus bagi mereka yang tidak
atau kurang mampu

b. Penyelenggaraan pemerataan bantuan hukum melalui Badan Peradilan


Umum dilaksanakan berdasarkan peraturan yang berlaku dan untuk itu
diperlakukan petunjuk pelaksanaan dari Menteri Kehakiman.

Ketentuan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sesuai


dengan Pasal 1 ayat (2). selengkapnya bunyi perumusan Pasal 1 ayat (2)
adalah sebagai berikut :Bantuan hukum diberikan kepada tertuduh yang
tidak atau kurang mampu dalam perkara pidana :

a. Yang diancam dengan pidana lima tahun penjara atau lebih, seumur
hidup atau pidana mati;

b. Yang diancam dengan pidana kurang dari lima tahun tetapi perkara
tersebut menarik perhatian masyarkat luas.

Dari Pasal di atas dapatlah diketahui bahwa bantuan hukum yang


dimaksud hanya dapat diberikan dalam hal perkara pidana saja serta hanya
dalam perkara tertentu saja, sehingga timbul kesan bahwa untuk tindak
pidana yang lain tidak akan mendapatkan bantuan hukum .

Pasal II ayat 1

Apabila pengadilan berpendapat bahwa perkara yang diajukan itu


termasuk perkara seperti dimaksud pada Pasal 1 ayat (2), maka Pengadilan
berkewajiban memberitahukan kepada tertuduh Tentang hak untuk
didampingi oleh Pemberi Bantuan Hukum menurut keputusan ini, apabila
ia tidak mampu membiayai seorang pembela.

B . Kerangka Pemikiran

xxxi
Bagan Kerangka Pemikiran.

Penyelesaian Tindak Pidana

Penyelidikan/Penyidikan Pemeriksaan didepan


Penuntutan
persidangan

Hak-hak Tersangka/Terdakwa

Hak Mendapat Bantuan Hukum

Hak mencari penasihat Bantuan Hukum Secara


untuk sendiri cuma-cuma

Penjelasan :

Perubahan utama KUHAP apabila diperbandingkan dengan HIR


adalah penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia yang terlibat dalam
perkara pidana.

Di antara hak-hak tersangka/terdakwa adalah hak tersangka /terdakwa


untuk mendapatkan bantuan hukum oleh seorang atau lebih penasehat hukum
dalam semua tingkat pemeriksaan perkara.

Khususnya terhadap tersangka/terdakwa yang melakukan tindak


pidana dengan ancaman penjara 5 tahun / lebih yang tidak mampu membiayai
penasehat hukum, maka penegak hukum dalam semua tingkat pemeriksaan
wajib menunjuk penasehat hukum bagi kepentingan tersangka/terdakwa.
Kelalaian Tentang hal ini berakibat pemeriksaan dianggap tidak sah, dan
berakibat putusan hakim yang dijatuhkan batal demi hukum.

xxxii
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma Bagi


Terdakwa Yang Tidak Mampu ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri
Sukoharjo)

Berdasarkan penelitian tentang pelaksanaan


pemberian bantuan hukum secara Cuma-Cuma bagi

xxxiii
terdakwa yang tidak mampu dapat dikemukakan
sebagai berikut ini:

Data mengenai pelaksanaan pemberian


bantuan hukum Secara Cuma-Cuma bagi terdakwa
yang tidak mampu yang melakukan suatu tindak
pidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima )
tahun atau lebih.
1. Identitas Terdakwa

Nama lengkap : SARONI bin SAMAN

Tempat lahir : Kediri

Umur/tanggal lahir : 17 tahun/23 Februari 1981

Jenis kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Tempat tinggal di Kediri : Kampung Balekambang Rt 2


Rw II Tanjung,KecamatanPagu
Kabupaten Kediri
Tempat tinggal Sukoharjo : Kanting V PT Sritex Sukoharjo
Jl.H.Samanhudi Kelurahan Jetis
Kecamatan dan Kabupaten
Sukoharjo

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan Kantin V PT. Sritex


Sukoharjo

Pendidikan : SD (tamat)

2. Dakwaan Penuntut Umum

xxxiv
Terhadap Saroni bin SAMAN dakwaan yang di susun oleh Penuntut
Umum selengkapnya adalah sebagai berikut ini:

PRIMAIR :

Bahwa terdakwa SARONI bin SAMAN secara bersama-sama dan


bersekutu atau bertindak sendiri-sendiri dengan saksi ALI KOSIM bin
SANI dan saksi IMAM WAHYUDI bin ISTAMAR (yang disidangkan
terpisah) pada hari Sabtu, tanggal 11 Juli 1998 sekitar jam 00.15 Wib,
malam hari (antara matahari terbenam dan matahari terbit) atau setidak-
tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Juli 1998 bertempat di rumah
dokter SETIYONO jalan Pemuda Nomor 35 Rt 3 Rw VIII, Kampung
Purworejo, Kalurahan Jetis, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo
atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Sukoharjo, dengan sengaja dan dengan
direncanakan terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain yaitu
dokter SETIYONO dsa, Ny. Sumarni, Pediyanto Setyo Wibowo dan
Aprilia Setyo Windarti. perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan
cara sebagai berikut :

Pada hari Selasa, tanggal 7 Juli 1998 sekitar jam 20.00 Wib
bertempat di rumah kontrakan baru di jalan Kayor Sunaryo Nomor 36
Sukoharjo, Ny. Anjari menyuruh terdakwa untuk melakukan pembunuhan
terhadap dokter SETIYONO, DSA dengan memberi janji, apabila dapat
membunuh dokter SETIYONO, DSA terdakwa akan dikawinkan dengan
Endang (pembantu dokter SETIYONO, DSA) dan juga akan dicarikan
kos-kosan di Solo. Masalah biaya hidup dan pekerjaan akan ditanggung
Ny. Anjari. Mengenai waktu yang tepat untuk melakukan pembunuhan
terhadap dokter SETIYONO, DSA

Pembicaraan rencana pembunuhan terhadap dokter Setiyono antara


terdakwa SARONI bin SAMAN dengan saksi Imam Wahyudi bin Istamar
disepakati akan dilaksanakan pada malam hari jam 24.00 wib Jum’at,
tanggal 10 Juli 1998. Rencana itu didengar dan disetujui oleh saksi Ali
Kosim bin Sani. Pada malam harinya sekitar jam 20.00 wib terdakwa

xxxv
datang naik sepeda ontel ke rumah dokter Setiyono untuk mencari pacarnya yang
bernama Sunarti alias Endang, namun tidak ketemu lalu terdakwa pulang.
Saat itu pintu kamar praktek dokter Setiyono sudah tutup. Sesuai dengan
kesepakatan mereka, pada jam 17.30 wib sore harinya, maka malam itu
Jum’at tanggal 10 Juli 1998 sekitar jam 23.15 wib terdakwa SARONI bin
SAMAN datang naik becak dari Kantin PT. Sritex Sukoharjo, terdakwa
dengan memakai kaos oblong warna abu-abu ada tulisan Megadeg, celana
blue jean panjang, cincin akik serta sandal merk Ardiles warna merah.
Selanjutnya pada jam 23.45 wib hari Jum’at tanggal 10 Juli 1998 saksi Ali
Kosim bin Sani datang dari kantin PT. Sritex naik becak dan turun di
depan SMP I Sukoharjo langsung menuju rumah kontrakan lama Ny.
Anjari di jalan Pemuda No. 33 B Kalurahan Jetis, Sukoharjo di samping
kiri rumah dokter Setiyono, DSA. Saksi Ali Kosim bin Sani datang
membawa sebilah bendo (pencacah daging) yang diselipkan dalam
celananya untuk digunakan membunuh dokter Setiyono.

Setelah melakukan pembunuhan, terdakwa bersama saksi Imam


Wahyudi bin Istamar dan saksi Ali Kosim bin Sani bergegas turun lewat
tangga semula menuju ruang keluarga di lantai dasar rumah tersebut. Di
ruang keluarga terdakwa berjalan ke utara menuju ruang makan untuk
mencari jalan keluar terdakwa melihat kotak obat yang ditaruh di atas
keset di depan pintu kamar tidur pembantu masih ada. Beberapa saat
kemudian saksi Sunarti alias Endang bangun dan memindahkan kotak obat
tersebut kembali ke atas lemari makan. Pada saat saksi Sunaarti alias
Endang hendak membuka pintu kamarnya ia melihat terdakwa berdiri di
kamar makan terdakwa melambaikan tangan kanannya menyuruh supaya
saksi Sunarti alias Endang masuk kamar. Ketika itu saksi sempat melihat
ada bayangan orang di ruang keluarga setelah saksi Sunarti alias Endang
masuk. Terdakwa kembali masuk ke ruang keluarga rumah dokter
Setiyono di sana masih ada saksi Ali Kosim bin Sani dan saksi Imam
Wahyudi bin Istamar. Pedang milik saksi Imam Wahyudi bin Istamar di
serahkan kepada terdakwa dan terdakwa menutup pintu ruang makan.
Sebelum meninggalkan ruang keluarga terdakwa mengambil sandalnya

xxxvi
merk Ardiles warna merah yang ditaruhnya di dekat tangga. Saksi Ali Kosim bin
dan saksi Imam Wahyudi bin Istamar sudah keluar duluan lewat ruang
tunggu dokter Setiyono, DSA. ;

Berdasarkan Visum Et Repertum Nomor : 34/MF/VII/98 tanggal 11


Juli 1998 yang dibuat oleh dokter Pudjo Pramono dari Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, Laboratorium
Kedokteran Forensik atas nama korban :

Dokter Setiyono, DSA jenis kelamin : laki-laki, bangsa : Indonesia,


Agama Islam, Umur : 50 tahun, Alamat : Kampung Purworejo Rt 3/VIII,
Kalurahan, Jetis, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, dalam
pemeriksaan luar :

Kepala :

a. Kulit kepala lepas pada batok dengan ukuran 17 kali 3 kali 1 cm


sampai mengenai otak,

b. Terdapat luka iris pada puncak kepala ukuran 6 kali 0,4 cm sampai
tulang tengkorak

c. Dahi sebelah kanan kulit terkelupas dari tulang ukuran 8 kali 8 cm


sampai mengenai tulang pelipis

d. Kelopak mata bagian luar kehitaman, cornea jenis sclera ada bercak
darah

e. Dari lubang hidung kanan keluar darah. Bawah hidung terdapat luka
bacok ukuran 17 kali 3 kali 2 cm

f. sehingga rahang atas terputus. Gigi terlihat dari lubang empat gigi

g. Pipi kanan terdapat luka iris ukuran dalamnya 0,2 cm

h. Lengan atas terdapat luka iris ukuran 1,3 kali 0,4 cm

i. Di atas siku dalam terdapat luka iris ukuran 8 kali 0,5 cm

j. Tangan kanan terdapat luka bacok antara jari empat dan lima yang
menembus sampai telapak tangan sehingga jari kelima terpisah dari
jari keempat

xxxvii
k. Lengan kiri terdapat luka bacok ukuran 3 kali 0,1 cm

l. Terdapat luka sabit ukuran 9 kali 0,4 cm

m. Terdapat luka bacok ukuran 13 kali 2 kali 0,8 cm pada pergelangan


tangan

n. Luka bacok 5 kali 4 kali 2 cm di atas pergelangan tangan bagian dalam

o. Terdapat patah tulang pada pergelangan tangan kiri

p. Tangan kiri terdapat luka robek tak beraturan ukuran 2 kali 2,5 cm
disertai retak tulang

q. Punggung kiri terdapat luka bacok bentuk elips ukuran 9 kali 2,5 cm
dan luka iris ukuran 18 kali 0,5 cm

r. Punggung kanan luka bacok bentuk elips ukuran 6 kali 1 cm terdapat


luka iris 18 kali 0,5 cm terdapat luka iris ukuran 9 kali 0,1 cm dari
tengkuk

Kesimpulan :

Korban meninggal karena rusaknya jaringan otak, akibat kekerasan tajam


pada kepala

Akibat perbuatan terdakwa :

Berdasarkan Visum Et Repertum Nomor : 35/MF/VIII/98 tanggal


11 Juli 1998 yang dibuat oleh dokter Pudjo Pramono dari Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, Laboratorium
Kedokteran Forensik atas nama korban :

Sunarni, jenis kelamin : perempuan, umur 48 tahun, agama Islam, alamat :


Kampung Purworejo Rt 3 Rw VIII, kelurahan Jetis, Kecamatan Sukoharjo,
Kabupaten Sukoharjo

Dalam pemeriksaan luar :

Kepala :

a. Bagian tertutup rambut terdapat luka bacok menembus tulang sampai


otak

xxxviii
b. Terdapat luka bacok pada 6 cm di atas telinga kanan panjang 12 cm
menembus tulang sampai ke otak

c. Dahi terdapat luka bacok menembus tulang sampai otak, panjang 16


cm lokasi 4 cm di atas sudut luar mata kanan sampai dahi kiri

d. Terdapat luka bacok ukuran 21 cm, 1 cm dari telinga kiri sampai 3 cm


di bawah sudut bibir kanan

e. Lengan bawah kiri terdapat luka bacok mengenai tulang dan patah
ukuran 12 x 1 cm lokasi di bawah siku

f. Punggung tangan sampai telapak tangan terdapat luka bacok


menembus tulang ukuran 14 cm

Kesimpulan :

Korban meninggal karena rusaknya jaringan otak akibat kekerasan tajam


pada kepala.

Akibat perbuatan terdakwa :

Berdasarkan Visum Et Repertum Nomor : 32/MF/VII/98 tanggal 11 Juli


1998 yang dibuat dokter Pudjo Pramono dokter bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta atas
nama korban Pediyanto Setyo Wibowo, jenis kelamin laki-laki, Agama
Islam, umur 18 tahun, Bangsa Indonesia, Alamat Kampung Purworejo Rt
3 Rw VIII Kalurahan Jetis, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo

Dalam pemeriksaan luar :

a. Keadaan jenazah : di dalam peti berkain putih, peti dibuka jenazah


terletak di atas meja porselin putih,

b. Sikap jenazah : terlentang, muka menghadap ke atas, posisi tangan


kanan menggenggam, posisi tangan kiri tergenggam

c. Kaku jenazah : pada leher, sendi bahu, siku, lipat paha, kaki lutut sukar
digerakkan

d. Bervak jenazah : pada leher, punggung, pantat, tak hilang pada


penekanan, ukuran jenazah panjang seratus lima puluh derajat

xxxix
Kepala :

a. Rambut hitam, panjang setengah centimeter, sukar dicabut Bagian


tertutup rambut terdapat luka bacok

b. lokasi enambelas centimeter dari puncak kepala, delapan centimeter


dari batas rambut, pada leher empat centimeter dari telinga kanan, satu
centimeter di bawah luka tersebut terdapat luka bacok ukuran sebelas
kali satu kali satu centimeter.

c. Dahi kanan sampai dagu sebelah kanan terdapat luka bacok ukuran dua
puluh kali satu setengah kali setengah centimeter, lokasi sepuluh
centimeter dari telinga kanan, lima centimeter dari garis tengah

d. Mata kanan membuka setengah centimeter, kelopak bagian luar dan


dalam robek hingga bola mata terlihat

e. Sekitar mata kulit dinilai karena luka bacok tersebut. Cornea jernih,
sclera tampak bercak perfarahan pupil lima milimeter, mata kiri
menutup,

f. Hidung terdapat luka bacok sampai tulang rahang atas

g. Mulut terbuka setengah centimeter, gigi kelihatan tiga, dari lobang


mulut tak keluar cairan

h. Dagu terdapat luka bacok ukuran empat kali tujuh centimeter sampai
sebagian jaringan dagu hilang

i. Pipi kanan luka bacok ukuran dua puluh centimeter memanjang dari
pelipis kanan sampai garis tengah, lebar tiga centimeter, dalamnya satu
centimeter

Leher :

xl
Terdapat luka iris panjang sembilan centimeter lokasi sepuluh centimeter dari
telinga kiri dan sepuluh centimeter dari telinga kanan

Dada :

Terdapat luka tusuk dua cantimeter pada dada kanan, sebelas centimeter
dari bahu kanan

Perut :

Setinggi dada. Pada perut kiri kanan bawah tak ada pembusukan, tak ada
luka, memar, pada perabaan kenyal, pada ketukan redup.

Alat kelamin :

Jenis kelamin laki-laki, sudah disunat, rambut hitam, panjang tiga


centimeter. Sukar dicabut. Lobang kelamin tidak keluar cairan. Pada
kantong pelir ada dua pelir

Anggota atas kanan :

Lengan atas terdapat luka tusuk sepanjang dua centimeter, lokasi sepuluh
centimeter dari bahu

Bagian tubuh yang lain : Tidak ada kelainan

Kesimpulan :

Korban meninggal dunia karena rusaknya jaringan otak akibat


kekerasan tajam pada kepala

Akibat perbuatan terdakwa :

Berdasarkan Visum Et Repertum Nomor : 33/MF/VII/98 tanggal


11 Juli 1998 yang dibuat dokter Pudjo Pramono dokter bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta atas
nama korban Aprillia Setyo Windarti,

a. Keadaan jenazah : di dalam peti berkain putih, peti dibuka jenazah


terletak di atas meja porselin putih,

b. Sikap jenazah : terlentang, muka menghadap ke kiri, lengan kanan


disamping tubuh, lengan kiri disamping tubuh.

xli
c. Kaku jenazah : pada rahang, sendi siku, sendi lutut dan kaki sukar
digerakkan

d. Bervak jenazah : terdapat pada punggung hilang pada penekanan

e. Pembusukan jenazah : tidak ada

f. Ukuran jenazah panjang seratus empat puluh empat centimeter

Kepala :

a. Rambut hitam, panjang lima belas centimeter, sukar dicabut

b. Bagian tertutup rambut sebelah kanan terdapat luka bacok,

c. Dahi tidak ada kelainan

d. Mata kanan membuka setengah centimeter, rambut mata ukuran


setengah centimeter, sekitar mata baik, cornea jernih, sclera putih,
pupil nol koma empat milimeter. Mata kiri menutup, rambut mata
ukuran setengah centimeter, sekitar matabaik, cornea jernih sclera
putih. Bola mata utuh teraba kenyal

e. Hidung tak ada luka, memar retak tulang. Lubang hidung keluar
cairan.

f. Mulut terbuka satu centimeter, gigi kelihatan tiga buah, dari lobang
mulut keluar cairan. Bibir tak ada luka, memar. Lidah tak ada kelainan

g. Pipi kanan terdapat luka bacok terbuka lanjutan dari kepala ukuran
panjang enam centimeter

h. Telinga kanan dan kiri tidak ada kelainan

Kesimpulan :

Korban meninggal karena rusaknya jaringan otak yang disebabkan


retaknya tulang kepala akibat kekerasan tajam.

Perbuatan terdakwa SARONI bin SAMAN diatur dan diancam


pidana dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP

SUBSIDAIR :

xlii
Bahwa ia terdakwa SARONI bin SAMAN secara bersama-sama dan
bersekutu atau bertindak sendiri-sendiri dengan saksi ALI KOSIM bin
SANI DAN SAKSI Iman Wahyudi bin Istamar ( yang di sidang terpisah
)pada hari sabtu,tanggal 11 Juli 1998 sekitar jam .00.15 Wib malam hari
(antara matahari terbenam dan matahari terbit atau setidak-tidaknya pada
suatu waktu pada bulan juli 1998 ,bertempat di rumah doktersetiono jalan
pemuda nomor 36 Rt.3/RwVIII,Kampung PurworejoKelurahan Jetis
,Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atau setidak-tidaknya pada
suatu tempat yag masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri
Sukoharjo ,dengan sengaja menhilangkan nyawa orang lain yaitu dokter
Setiono ,DSA,Ny.Sunarni,Pendiyanti Setyo Wibowo dan Aprilla Setyo
Windarti,perbuatan tersebut dilakukan sebagai berikut :

Bahwa pada hari Jumat ,tanggal 10 Juli 1998 sekitr jam .23.15.Wib
terdakwa SARONI BIN SAMAN dating naik becak dari kantin V PT.
Sritek Sukoharjo kerumah kontrakan lama Ny. Anjani di Jalan Pemuda
No.35 B Kampung Purworejo .Rt.3/Rw VIII ,Kelurahan Jetis ,Kecamatan
Sukoharjo,Kabupaten Sukoharjo, terdakwa pada saat itu memakai kaos
oblong Warna abu-abu ,celana Blue Jeans selanjutnya pada jam .23.45
.Wib hari Jum.at saksi Ali Kosim bin Sani datang dari kantin PT.Sritek
naik becak turun di SMP 1 Sukoharjo ,langsung menuju rumah kontrakan
lama Ny Anjani di jalan Pemuda No 33 B,Kelurahan Jetis Sukoharjo
disamping kiri rumah dokter Setiyono ,DSA .Saksi Ali Kosim BIN Sani
datang membawa sebilah bendo (pencacah daging )yang di selipkan dalam
celananya untuk di gunakan membunuh dokter Setiyono

Setelah malakukan pembunuhan , terdakwa bersama saksi Imam


Wahyudi bin Istamar dan saksi Ali Kosim bin Sani bergegas turun lewat
tangga semula menuju ruang keluarga dilantai dasar rumah tersebut. Di
ruang keluarga terdakwa berjalan ke utara menuju ruang makan

Berdasar Visum et repertum Nomor 34/MF/VII/98 tanggal 11 Juli


1998 yang di buat oleh dokter Pudj Pramono dari Fakultas Kedokteran

xliii
Universitas Sebelas Maret Surakarta .Hasil Pemeriksaan adalah sebagai berikut :

a. Kulit kepala lepas pada batok dengan ukuran 17 kali 3 kali 1 cm


sampai mengenai otak, lokasi 9 cm dari telinga kanan, 13 cm dari batas
rambut. Terdapat luka bacok sampai mengenai otak

b. Terdapat luka iris pada puncak kepala ukuran 6 kali 0,4 cm sampai
tulang tengkorak

c. Dahi sebelah kanan kulit terkelupas dari tulang ukuran 8 kali 8 cm


sampai mengenai tulang pelipis

d. Kelopak mata bagian luar kehitaman, cornea jenis sclera ada bercak
darah

e. Dari lubang hidung kanan keluar darah. Bawah hidung terdapat luka
bacok ukuran 17 kali 3 kali 2 cm

f. Sehingga rahang atas terputus. Gigi terlihat dari lubang empat gigi

g. Pipi kanan terdapat luka iris ukuran dalamnya 0,2 cm

h. Lengan atas terdapat luka iris ukuran 1,3 kali 0,4 cm

i. Di atas siku dalam terdapat luka iris ukuran 8 kali 0,5 cm

j. Tangan kanan terdapat luka bacok antara jari empat dan lima yang
menembus sampai telapak tangan sehingga jari kelima terpisah dari
jari keempat

k. Lengan kiri terdapat luka bacok ukuran 3 kali 0,1 cm

l. Terdapat luka sabit ukuran 9 kali 0,4 cm

m. Terdapat luka bacok ukuran 13 kali 2 kali 0,8 cm pada pergelangan


tangan

n. Luka bacok 5 kali 4 kali 2 cm di atas pergelangan tangan bagian dalam

o. Terdapat patah tulang pada pergelangan tangan kiri

p. Tangan kiri terdapat luka robek tak beraturan ukuran 2 kali 2,5 cm
disertai retak tulang

xliv
q. Punggung kiri terdapat luka bacok bentuk elips ukuran 9 kali 2,5 cm
dan luka iris ukuran 18 kali 0,5 cm

r. Punggung kanan luka bacok bentuk elips ukuran 6 kali 1 cm terdapat


luka iris 18 kali 0,5 cm terdapat luka iris ukuran 9 kali 0,1 cm dari
tengkuk

Kesimpulan :

Korban meninggal karena rusaknya jaringan otak, akibat kekerasan tajam


pada kepala

Akibat perbuatan terdakwa :

Berdasarkan Visum Et Repertum Nomor : 35/MF/VIII/98 tanggal


11 Juli 1998 yang dibuat oleh dokter Pudjo Pramono dari Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, Laboratorium
Kedokteran Forensik atas nama korban :

Sunarni, jenis kelamin : perempuan, umur 48 tahun, agama Islam, alamat :


Kampung Purworejo Rt 3 Rw VIII, kelurahan Jetis, Kecamatan Sukoharjo,
Kabupaten Sukoharjo

Dalam pemeriksaan luar :

a. Bagian tertutup rambut terdapat luka bacok menembus tulang sampai


otak, panjang 36 cm, 4 cm di atas sudut luar mata kanan melewati
dahi sampai belakang kepala

b. Terdapat luka bacok pada 6 cm di atas telinga kanan panjang 12 cm


menembus tulang sampai ke otak

c. Dahi terdapat luka bacok menembus tulang sampai otak, panjang 16


cm lokasi 4 cm di atas sudut luar mata kanan sampai dahi kiri

d. Terdapat luka bacok ukuran 21 cm, 1 cm dari telinga kiri sampai 3 cm


di bawah sudut bibir kanan

e. Bagian atas telinga kiri terpotong

xlv
f. Lengan bawah kiri terdapat luka bacok mengenai tulang dan patah
ukuran 12 x 1 cm lokasi di bawah siku

g. Punggung tangan sampai telapak tangan terdapat luka bacok


menembus tulang ukuran 14 cm

h. Tungkai bawah terdapat luka tusuk ukuran 3 cm di bawah lutut

Kesimpulan :

Korban meninggal karena rusaknya jaringan otak akibat kekerasan tajam


pada kepala.

Akibat perbuatan terdakwa :

Berdasarkan Visum Et Repertum Nomor : 32/MF/VII/98 tanggal


11 Juli 1998 yang dibuat dokter Pudjo Pramono dokter bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta atas
nama korban Pediyanto Setyo Wibowo, jenis kelamin laki-laki, Agama
Islam, umur 18 tahun, Bangsa Indonesia, Alamat Kampung Purworejo Rt
3 Rw VIII Kalurahan Jetis, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo

Dalam pemeriksaan luar :

a. Keadaan jenazah : di dalam peti berkain putih, peti dibuka jenazah


terletak di atas meja porselin putih,

b. Sikap jenazah : terlentang, muka menghadap ke atas

c. Kaku jenazah : pada leher, sendi bahu, siku, lipat paha, kaki lutut
sukar digerakkan

d. Bervak jenazah : pada leher, punggung, pantat, tak hilang pada


penekanan, ukuran jenazah panjang seratus lima puluh derajat.

Perbuatan terdakwa di atur dan diancam sebagai mana tersebut


dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP

3. Penunjukan Penasehat Hukum

xlvi
Bahwa oleh karena terhadap diri terdakwa dikenakan dakwaan yang
memuat ancaman pidana lebih dari lima tahun penjara, sedangkan
terdakwa menyatakan dirinya tidak mampu dan tidak mempunyai
penasehat hukum, serta dengan mengingat bahwa terdakwa adalah belum
mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin, sejalan dengan
ketentuan Pasal 56 KUHAP jo Undang-Undang nomor 3 tahun 1997,
maka dengan penetapan Pengadilan Negeri Nomor
49/Pen.Pid/1998/PN.Skh tertanggal 8 September 1998 maka Majelis
Hakim telah menunjuk :

a. Sumarsoni SH

b. Alfaq Hudaya SH

c. Joko Suranto SH

d. Dyah Listriningsih SH

e. Imron Halimy SH

f. Guntoyo SH

Pengacara dan advokad dari IKADIN Surakarta sebagai Penasehat Hukum


Terdakwa

4. Pembelaan dari Terdakwa dan Penasehat hukum

Penasehat hukum terdakwa telah mengajukan keberatan /


perlawanan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum tertanggal 10 September
1998 yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :

a. Bahwa perkara terdakwa dengan perkara saksi Ali Kosim serta saksi
Imam Wahyudi seharusnya diperiksa dan diadili dalam satu perkara,
dan tidak di splitsing karena : mereka melakukan perbuatan tersebut
bersama-sama. Splitsing dalam perkara ini bertentangan dengan
masalah saksi mahkota

b. Surat dakwaan kabur dan obscuur libel, karena :disebutkan bahwa


terdakwa yang membacok dengan pedang kepada dr. Setiyono dan
isterinya sehingga meninggal dunia, sedangkan saksi Ali Kosim

xlvii
membacok Aprilia Setyo Wardani sehingga meninggal dunia dan
saksi Imam Wahyudi membacok Pediyanto Setyo Wibowo sehingga
meninggal dunia, akan tetapi dalam halaman 8 dan 9 Jaksa penuntut
umum menyebutkan sebagai akibat perbuatan
terdakwa.....mengakibatkan korban Aprillia Setyo Widarti dan
Pediyanto Setyo Wibowo meninggal dunia.

c. Dakwaan tersebut berlebihan karena : dalam dakwaan kesatu primair


dan subsidair telah diuraikan bahwa terdakwa mempergunakan sebilah
pedang untuk membacok korbannya. Sehingga pedang tersebut
merupakan instrumen faktor pemberatan dalam dakwaan kesatu
primair dan subsidiair, sehingga tidak perlu dan tidak boleh diulangi
lagi dalam dakwaan kedua (Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Darurat
nomor 12 tahun 1951). Atas hal mana penasehat hukum terdakwa
mohon agar dakwaan jaksa penuntut umum dinyatakan :

1) Tidak dapat diterima atau

2) Setidak-tidaknya dakwaan kedua dinyatakan ditolak atau tidak


dapat diterima

5. Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma Bagi


Terdakwa Yang Tidak Mampu

Sebagaimana telah di kemukakan ,nama tersangka adalah SARONI


bin SAMAN , Pasal yang dilanggar yaitu Pasal 340 jo 338 KUHP.Tentang
kejahatan terhadap menghilangkan nyawa seseorang .

Ketentuan Pasal 340 KUHP bunyi perumusan selengkapnya


adalah sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu


merampas nyawa orang lain ,diancam karena pembunuhan dengan rencana
,dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu ,paling lama dua puluh tahun”.

Perlu di kemukakan bahwa Pasal 340 KUHP mengatur tentang tindak


pidana kejahatan terhadap nyawa ,sehingga pasal 340 merupakan tindak

xlviii
pidana yang pelakunya dapat diancam pidana penjara paling lama dua puluh
tahun. Dalam hal tersangka atau terdakwa melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau
lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana
lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri,
pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses
peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka.

Selanjutnya bunyi perumusan Pasal 338 KUHP tentang kejahatan


terhadap menghilangkan nyawa seseorang bunyi perumusan selengkapnya
adalah “ Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain
,diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun”.

Sebagaimana diketahui bahwa penunjukan penasehat hukum


terhadap SARONI bin SAMAN dilakukan melalui penetapan yang
disampaikan melalui surat penetapan dengan pertimbangan sebagai
berikut:

a. Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa tidak mempunyai Penasehat


Hukum sendiri dan tidak mampu untuk membiayai jasa Penasehat
Hukum sendiri.

b. Menimbang berdasarkan Pasal 56 KUHAP Hakim ketua majelis wajib


menunjuk penasehat hukum bagi terdakwa

c. Mengingat Pasal 340 jo 338 KUHP.Tentang kejahatan terhadap


menghilangkan nyawa seseorang, yang ancaman hukumannya dua
puluh tahun penjara, maka terhadapnya wajib didampingi penasehat
hukum

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut penunjukan


penasehat hukum yang dilakukan sudah tepat karena alasan ekonomi, dan
pasal yang dilanggarnya cukup berat yaitu pembunuhan berencana yang
ancaman hukumanya dua puluh tahun penjara. Penunjukkan penasehat
hukum tersebut juga sangat tepat mengingat ketentuan Pasal 54 KUHAP
yang perumusan selengkapnya adalah :

xlix
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat
bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam
waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang ini.

Penunjukkan penasehat hukum bagi tersangka oleh Kepolisian


apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 55 KUHAP seolah-olah
adalah berlawanan mengingat ketentuan Pasal 55 KUHAP perumusannya
adalah :

Untuk mendapatkan penasehat hukum sebagaimana dimaksud Pasal


54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasehat hukumnya.
Tetapi apabila dicermati dengan seksama maka penunjukkan penasehat
hukum ini tidak bertentangan utamanya apabila dikaitkan dengan
ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP, karena kriteria yang ditentukan oleh
Pasal 56 ayat (1) KUHAP penunjukan penasehat hukum akan dilakukan
oleh pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam hal tersangka atau
terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau
bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana penjara lima
tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri.

Penunjukan penasehat hukum dalam penyelesaian perkara pidana


merupakan syarat yang penting hal ini terutama juga apabila dikaitkan
dengan salah satu asas yang dianut oleh KUHAP yang dianut asas
koordinasi. Menurut Yahya Harahap yang dimaksudkan dengan hubungan
koordinasi yaitu antara masing-masing instansi sama-sama berdiri setaraf
dan sejajar. Bahkan di dalamnya melihatkan tersangka / terdakwa dan
penasehat hukumnya (Yahya Harahap : hal 50).

Dengan demikian kaitannya dengan pemberian bantuan hukum


apabila tidak dipenuhi ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP maka dapat
berakibat hasil penyidikan tidak sah. Hal ini akan berakibat apabila
perkara diteruskan ke Kejaksaan maka Surat Dokumen yang disusun oleh
Penasehat Umum disusun atas dasar pemeriksaan yang tidak sah. Akibat

l
lebih lanjut adalah apabila perkara diteruskan ke pengadilan, maka Majelis
Hakim akan menyatakan Surat Dakwaan Tidak Diterima.

6. Pembahasan

Setelah penulis kemukakan tentang pelaksanaan pemberian


bantuan hukum bagi masyarakat yang melakukan tindak pidana dengan
ancaman pidana penjara 5 tahun, khususnya di wilayah hukum Pengadilan
Negeri Sukoharjo beserta analisis kasus, maka berikut ini penulis berikan
analisis secara umum terhadap data yang penulis sajikan.

Penunjukan Penasehat Hukum didasarkan Pasal 56 KUHAP dan


juga atas suatu pertimbangan majelis hakim diperlukan atau tidaknya
Penasehat Hukum melihat dakwaan yang ditujukan kepada terdakwa
sesuai dengan penjelasan Pasal 56 KUHAP.

Wewenang penunjukan Penasehat Hukum berada pada Hakim


yang menangani perkara tersebut, pada prinsipnya seluruh instansi juga
memiliki kewenangan untuk melakukan penunjukan yakni Kepolisian,
Kejaksaan, serta Pengadilan. Masing-masing instansi yakni Kepolisian
memiliki kewenangan untuk menunjuk Penasehat Hukum untuk
mendampingi tersangka atau terdakwa dalam proses pemeriksaan dalam
tingkat tertentu, selama proses pemeriksaan sampai selesainya tingkat
pemeriksaan atau persidangan

Penulis berpendapat bahwa pada prinsipnya penunjukan penasehat


hukum adalah mendasarkan pada ketentuan yang secara normatif
ditetapkan yakni dakwaan yang diberikan diatas lima tahun. Di samping
itu juga pertimbangan sosiologis kondisi terdakwa, keadaan ekonomi
yang tidak mampu untuk menggunakan jasa penasehat hukum.

Penulis berpendapat bahwa perkara yang ancaman hukumannya


diatas lima tahun lima tahun terkadang tidak menggunakan jasa penasehat
hukum Cuma-cuma, seperti contoh perkara-perkara tersebut awalnya
ketika Hakim Ketua menanyakan apakah terdakwa akan maju sendiri atau

li
didampingi Penasehat Hukum terdakwa memilih untuk maju sendiri karena
ketidak tahuan akan adanya Penasehat Hukum Cuma-cuma tetapi karena
perbuatan tersangka diancam dengan hukuman penjara diatas lima tahun
maka Hakim manunjuk Penasehat Hukum, tetapi dalam prakteknya ada
sebagian perkara yang ancaman hukumannya diatas lima tahun tidak
menggunakan penasehat hukum karena berbagai faktor diantaranya adalah
tidak bersedianya terdakwa untuk didampingi penasehat hukum dan
ancaman hukumannya tidak begitu tinggi tetapi hukumannya masih diatas
lima tahun contoh Pasal 111, 125, 134 KUHP dan masih banyak lagi.
Pasal tersebut dianggap tidak begitu memerlukan penasehat hukum
walaupun ancaman hukumannya diatas lima tahun, hal tersebut juga
dipengaruhi dari penjelasan Pasal 56 KUHP ayat (1) yang isi kutipannya
“maka untuk itu bagi mereka yang diancam dengan pidana lima tahun atau
lebih tetapi kurang dari lima belas tahun, penunjukan penasehat hukumnya
disesuaikan dengan perkembangan dan keadaan tersedianya tenaga
penasehat hukum ditempat”, penjelasan tersebut bersifat tidak mengikat
kepada Hakim dalam menunjuk Penasehat hukum

Dalam perkara ini semula terdakwa tidak bersedia untuk


didampingi Penasehat hukum dengan alasan tidak mempunyai uang.
Namun karena perbuatan terdakwa tersebut ancaman hukumannya dua
puluh tahun, maka terdakwa harus didampingi oleh Penasehat hukum dan
untuk itu perlu ditunjuk Penasehat hukum untuk mendampingi terdakwa
dalam proses persidangan sampai selesai.

Penulis menyimpulkan demikian oleh karena Hakim Pengadilan


Negeri Sukoharjo dalam menunjuk penasehat hukum meneliti
mempertimbangkan faktor sosiologi yakni kondisi ekonomi terdakwa
secara nyata yang dialami dalam hidup keseharian. Kondisi sosiologis ini
juga menjadi dasar pertimbangan bagi penetapan hakim untuk penunjukan
penasehat hukum

Secara umum pemberian bantuan hukum bagi tersangka / terdakwa


oleh Pengadilan Negeri Sukoharjo telah memenuhi beberapa ketentuan

lii
peraturan perundang-undangan. Khususnya dalam hal pemberian bantuan hukum
telah memenuhi harga sebagaimana diperintahkan oleh Undang-Undang
nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, disamping itu juga
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang advokat. Perlu
dikemukakan bahwa baik Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman maupun Undang-Undang Nomor 18 th 2003
kedua-duanya merupakan sumber hukum acara pidana.

Kemudian Tentang pemberian bantuan hukum bagi tersangka /


terdakwa sebagaimana diprasyaratkan dalam kalender Pasal 59 KUHP,
implementasinya terdapat pada ketentuan undang-undang Nomor 18
Tahun 2003 Tentang adanya advokat, tepatnya pada kalender Bab 6
Bantuan Hukum Cara Cepat sebagaimana dirumuskan Pasal 22 ayat (1)
dan ayat (2).

Bunyi perumusan Pasal 22 ayat (1) adalah :

Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma


kepada pencari keadilan yang tidak mampu

Bunyi perumusan Pasal 22 ayat (2) adalah

Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan


hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Selanjutnya penulis kemukakan Tentang pemberian bantuan


hukum secara cuma-cuma ini sesuai dengan pendapat ayatnya terhadap
pemberian bantuan hukum sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 56
KUHAP termasuk “legalaid” oleh karena yang dimaksudkan dengan
“legalaid” adalah

- Pemberian bantuan hukum dilakukan dengan cara cuma-Cuma

- Bantuan hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak
mampu dalam lapisan masyarakat miskin.

liii
Dengan motivasi utama dalam konsep legalaid adalah menegakkan
hukum dengan jalan membela kepentingan dan hak-hak asasi rakyat kecil
yang tidak mampu dan bantuan hukum. (M. Yahya Harahap, 1993 : 361).

B. Hambatan Dalam Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara


Cuma-Cuma Bagi terdakwa Yang Tidak Mampu

Hasil penelitian tentang Pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara


cuma-cuma bagi terdakwa yang tidak mampu di wilayah hukum Pengadilan
Negeri Sukoharjo pada umumnya instansi penegak hukum telah memiliki
data tentang beberapa nama advokat atau pengacara yang menyatakan
kesediaannya memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma setiap saat
dibutuhkan. Atas dasar data tentang nama-nama advokat atau pengacara yang
demikian ini, maka setiap saat pada semua tingkat pemeriksaan perkara
mulai penegak hukum tinggal menghubungi untuk ditunjuk sebagai penasehat
hukum bagi tersangka/terdakwa setiap saat diperlukan. Hanya saja kadang-
kadang terjadi nama advokat/pengacara yang telah diatunjuk oleh aparat
penegak hukum tidak sesuai dengan keinginan tersangka/terdakwa.

Penolakan penasehat hukum yang telah ditunjuk oleh penegak hukum


ini biasanya didasarkan atas alasan yang bermacam-macam. Pada umumnya
alasan penolakan ini didasarkan atas kecurigaan atas reputasi penasehat
hukum yang bersangkutan. Apabila terjadi hal yang demikian ini, maka
penegak hukum dalam semua tingkat pemeriksaan harus memberikan
penjelasan sepenuhnya, bahwa pemberian bantuan hukum oleh penasehat
hukum ini sebenarnya bukan kepentingan tersangka /terdakwa semata, tetapi
lebih mendalam adalah kepentingan penegak hukum, sehingga akibat
penolakan penasehat hukum ini jika tidak terselesaikan akan mengganggu
jalannya proses penegakan hukum.

Biasanya aparat penegak hukum, mencoba untuk mencarikan penasehat


hukum yang lain, apabila penasehat hukum pertama yang telah ditunjuk
dinyatakan ditolak oleh tersangka/terdakwa dan apabila penasehat hukum
yang kedua juga ditolak oleh tersangka/terdakwa maka pada umumnya

liv
penegak hukum memaksakan kehendaknya tentang penunjukkan penasehat
hukum ini

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan
pemberian bantuan hukum secara Cuma-Cuma bagi terdakwa yang tidak
mampu yang melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana 5 tahun, maka
kesimpulan-kesimpulan yang dapat penulis kemukakan adalah :

1. Pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara Cuma-Cuma bagi terdakwa


yang tidak mampu yang melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana
penjara 5 tahun di Pengadilan Negeri Sukoharjo telah dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku, yakni dari ketentuan
Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

2. Permasalahan yang ada dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum


secara Cuma-cuma bagi terdakwa yang tidak mampu yang melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun berupa
penolakan penasehat hukum yang ditunjuk oleh tersangka/ terdawa dengan
berbagai alasan tersangka/terdakwa

B. Saran

1. Hendaknya para penegak hukum dalam semua tingkat pemeriksaan


perkara memberi penjelasan kepada pihak yang berperkara pidana dengan
ancaman pidana 5 tahun yang tidak mampu untuk mendapatkan kejelasan
bahwa ketentuan hukum oleh penasihat hukum baginya merupakan
sesuatu yang tidak bisa dihindarkan.

2. Penambahan alokasi dana oleh pemerintah untuk kepentingan membiayai


proses beracara di persidangan dalam hal ini untuk membayar jasa
penasehat hukum

lv
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sapta Artha Jaya.

Bambang Poernomo, 1996, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, Fh Ugm

Bambang Sunggono, Aries Harianto, 1994, Bantuan Hukum Dan Hak Asasi
Manusia, Bandung, Mandar Maju

Frans Hendrawinata, 2000, Bantuan Hukum, Jakarta, Gramedia

Nawawi, 1987, Taktik Dan Strategi Membela Perkara Pidana, Jakarta, Fajar
Agung

Ropaun Rambe, 2001, Tehnik Praktek Advokat, Jakarta, Gramedia

Soemitro,1997, Hukum Pidana, Surakarta, Fh Unisri

Soerjono Sukanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta,Ui Press

Suryono Sutarto Sri Oeripah Soerjanto,1985, Hukum Acara Pidana Ii, Semarang,
Oetama Perc

Yahya Harahap, 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan


KUHAP(Penyidikan dan penuntutan). Jakarta. Sinar Grafika

Undang-undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

lvi

You might also like