Professional Documents
Culture Documents
PUBLIK
untuk diimplementasikan
Menilai perbandingan perhitungan untung-rugi yang
ekonomis.
Model Inkremental
Model formulasi kebijakan publik yang berusaha
merevisi formulasi model rasional.
Model formulasi kebijakan yang “melanjutkan” atau
“memodifikasi” kebijakan-kebijakan yang tengah
berlangsung ataupun kebijakan-kebijakan yang telah
lalu.
Biasa disebut dengan model praktis karena
pendekatannya yang terlalu sederhana dan praktis
Banyak digunakan oleh negara-negara berkembang
karena pemerintah-pemerintah negara berkembang
selalu berhadapan dengan berbagai problem dari
keterbatasan waktu untuk menyelesaikan permasalahan
yang terus berkembang, keterbatasan dana yang
dimiliki.
Asumsi dasar dari model ini adalah bahwa perubahan
inkremental (penambahan) adalah proses perubahan
kebijakan yang paling aman dan tidak menimbulkan
resiko dengan melanjutkan kebijakan sesuai dengan
arah tujuan kebijakan lama.
Model ini membatasi pertimbangan-pertimbangan
kebijakan alternatif dengan kebijakan-kebijakan yang
secara relatif mempunyai tingkat perbedaan yang kecil
dengan kebijakan yang sudah berlaku.
Kebijakan selalu bersifat serial, fragmentary dan
sebagian besar remedial.
Model Teori Permainan
Kebijakan publik berada dalam kondisi kompetisi yang
sempurna, sehingga pengaturan strategi agar kebijakan
yang ditawarkan pada pengambil kepeutusan lain dapat
diterima, khususnya oleh para penentang.
Pengaturan/pemilihan strategi menjadi hal yang paling
utama.
Serasional apapun kebijakan yang diajukan tetapi tidak
pandai mengatur strategi, maka sangat dimungkinkan
kebijakan publik yang baik dan rasional justru tidak
banyak didukung oleh para pengambil keputusan.
Sebaliknya apabila ada kebijakan yang tidak terlalu baik
untuk publik, tetapi sang inisiator kebijakan mampu
mengatur strategi dengan baik, maka akan sangat
mungkin kebijakan yang ditawarkan akan banyak
mendapat dukungan.
Model Pilihan Publik
Kebijakan yag dibuat oleh pemerintah haruslah kebijakan yang
memang berbasis pada Publik choices (pilihan publik
mayoritas).
Asumsinya dalam negara yang demokratis yang
mengedepankan one-men-one-vote, maka siapa yang dapat
menghimpun suara terbanyak dialah yang akan menjadi
pemegang kekusaan/keputusan.
Kebijakan yang mayoritas merupakan konstruksi teori kontrak
sosial, sehingga ketika kebijakan akan diputuskan akan sangat
tergantung pada preferensi publik atas pilihan-pilihan yang ada.
Ketika ada satu pilihan dari banyak pilihan yanmg ditawarkan
oleh pemerintah dipilih oleh mayoritas publik/warga negara,
maka serta merta pilihan publik itulah yang menjadi kebijakan.
Model Sistem
Kebijakan merupakan hasil dari sistem politik
Kebijakan sebagai interaksi yang terjadi antara
lingkungan dengan para pembuat kebijakan dalam suatu
proses yang dinamis.
Model ini mengasumsikan bahwa dalam pembuatan
kebijakan terjadi interaksi yang terbuka dan dinamis
antara pembuat kebijakan dengan lingkungannya.
Interaksi yang terjadi dalam bentuk keluaran dan
masukan (input dan output). Keluaran yang dihasilkan
oleh organisasi pada akhirnya akan menjadi bagian
lingkungan dan seterusnya akan berinteraksi dengan
organisasi.
LINGKUNGAN LINGKUNGAN
Tuntutan keputusan
MASUKAN SISTEM KELUARAN
INPUT Dukungan POLITIK OUTPUT
Tindakan
Feedback/Umpan Balik
LINGKUNGAN LINGKUNGAN
A. Perumusan Masalah
Mengenali dan merumuskan masalah
mengidentifikasi problem yang akan dipecahkan,
kemudian membuat perumusan yang sejelas-
jelasnya terhadap problem tersebut.
B. Agenda Kebijakan
Tidak semua permasalahan akan masuk dalam
agenda kebijakan. Masalah-masalah tersebut saling
berkompetisi antara satu dengan yang lain. Hanya
masalah-masalah tertentu saja yang pada akhirnya
akan masuk dalam agenda kebijakan.
C. Pemilihan Alternatif Kebijakan
Setelah permasalahan dapat didefinisikan dengan baik
dan para perumus kebijakan sepakat untuk memasukan
masalah-masalah tersebut dalam agenda kebijakan,
maka langkah selanjutnya adalah membuat pemecahan
masalah. Di sini para perumus kebijakan akan
berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan
yang dapat diambil untuk memecahkan permasalahan.
Islamy (1984:92) menyebut tahap ini dengan perumusan
usulan kebijakan. Dalam hal ini perumusan usulan kebijakan
adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian
tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. Perumusan
usulan kebijakan ini terdiri dari kegiatan mendefinisikan dan
merumuskan alternatif, menilai masing-masing alternatif yang
tersedia, dan memilih alternatif yang memuaskan atau paling
memungkinkan untuk dilaksanakan.
Dalam tahap ini para perumus kebijakan akan berhadapan
pada pertarungan kepentingan antar berbagai aktor yang
terlibat dalam perumusan kebijakan. Dalam kondisi seperti ini,
maka pilihan-pilihan kebijakan akan didasarkan pada
kompromi dan negosiasi antar aktor yang berkepentingan
dalam pembuatan kebijakan tersebut (Winarno, 2002:83-84).
D. Penetapan Kebijakan
Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan
diambil sebagai cara untuk memecahkan masalah kebijakan,
maka tahap yang paling akhir dalam pembuatan kebijakan
adalah menetapkan kebijakan yang dipilih tersebut sehingga
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (Winarno,
2002:84).
Aktor-Aktor Dalam Formulasi
Kebijakan
Jones (1991:142-149) secara garis besar membagi
aktor-aktor yang terlibat dalam proses formulasi
kebijakan menjadi dua, yaitu aktor-aktor di dalam
pemerintahan dan aktor-aktor di luar pemerintahan.
Aktor-aktor dalam pemerintahan dapat diidentifikasikan
menjadi dua yaitu eksekutif dan legislatif
Sedangkan aktor-aktor di luar pemerintahan menurut
Jones (1991:146-147) terdiri dari organisasi masyarakat,
dan swasta, organisasi nirlaba (non profit), maupun
organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga yang
memberikan pelayanan umum.
Winarno (2000:84) membagi aktor-aktor dalam
perumusan kebijakan publik menjadi dua, yaitu :
pemeran serta resmi dan pemeran serta tidak resmi.
Pemeran serta resmi terdiri dari agen-agen pemerintah
(birokrasi), presiden (eksekutif), legislatif dan yudikatif.
Sedangkan pemeran serta tidak resmi adalah kelompok-
kelompok kepentingan, partai politik dan warga negara
individu.
Tipe-Tipe Golongan/Aktor yang
Terlibat Dalam Formulasi Kebijakan
Golongan Rasionalis
Golongan rasionalis mempunyai ciri dalam melakukan
pilihan alternatif kebijakan selalu menempuh metode-
metode atau langkah-langkah yang terstruktur, yaitu:
mengidentifikasi masalah, merumuskan tujuan dan
menyusunnya dalam jenjang tertentu, mengidentifikasi
semua alternatif kebijakan, meramalkan dan
memprediksikan akibat-akibat dari setiap alternatif,
membandingkan akibat-akibat tersebut dengan selalu
mengacu pada tujuan dan memilih alternatif yang
terbaik. Golongan aktor rasionalis ini identik dengan
perencana dan analis kebijakan professional dan terlatih.
Golongan teknisi
Golongan teknisi adalah aktor yang dilibatkan karena
bidang keahliannya atau spesialisasinya, dengan tujuan
yang sudah ditetapkan oleh pihak lain. Peran yang
dimainkan adalah sebagai seorang spesialis atau ahli
yang dibutuhkan tenaganya untuk menangani bidang-
bidang tertentu.
Golongan Inkrementalis
Golongan inkrementalis menurut Solichin Abdul Wahab
(1997:30) dapat diidentikan dengan para politisi, karena
cenderung memiliki sikap kritis namun acap kali
tidaksabaran terhadap gaya kerja para perencana dan
teknisi walaupun sebenarnya mereka sangat tergantung
pada mereka.
Kebijakan menurut golongan inkrementalis cenderung dilihat
sebagai suatu perubahan yang terjadi sedikit demi sedikit,
serta tujuan kebijakan dianggap sebagai konsekuensi dari
adanya tuntutan-tuntutan, baik karena didorong kebutuhan
untuk melaksanakan sesuatu yang baru atau karena
kebutuhan untuk menyesuaikan dengan apa yang sudah
dikembangkan dalam teori. Golongan inkrementalis ini
dikategorikan sebagai aktor yang mampu melakukan tawar-
menawar atau bargaining secara teratur sesuai dengan
tuntutan, menguji seberapa jauh intensitas tuntutan tersebut
dan menawarkan kompromi.
Golongan Reformis
Golongan reformis merupakan golongan yang berpendirian
bahwa keterbatasan informasi dan pengetahuan adalah yang
mendikte gerak dan langkah dalam proses pembuatan
kebijakan dengan tekanan perhatian pada tindakan sekarang
karena urgensi permasalahan yang dihadapi. Pendekatan ini
umumnya ditempuh oleh para lobbyist.
Nilai-Nilai Yang berpengaruh dalam
Formulasi Kebijakan
Nilai-nilai politik yaitu dasar yang dipakai oleh para
pembuat keputusan untuk menilai alternatif-alternatif
kebijakan berupa kepentingan partai politik beserta
kelompoknya (clientele group).
Nilai-nilai organisasi, dipakai para pembuat keputusan
khususnya birokrat karena organisasi-organisasi
menggunakan banyak imbalan (reward) dan sanksi dalam
usahanya untuk mempengaruhi anggota-anggotanya agar
menerima dan bertindak atas dasar nilai-nilai organisasi
yang telah dirumuskan. Keputusan individu bisa juga
diarahkan oleh pertimbangan-pertimbangan semacam
keinginan-keinginan untuk melihat organisasi agar tetap
eksis, untuk memperbesar program atau kegiatan,
kekuasaan atau hak istimewanya.
Nilai-nilai pribadi, yaitu kriteria keputusan yang
didasarkan usaha untuk melindungi dan
mengembangkan kepentingan ekonomi, reputasi atau
kedudukan.
Nilai-nilai kebijakan, yaitu tindakan pembuat keputusan
dengan dasar persepsi mereka tentang kepentingan
masyarakat atau kepercayaan-kepercayaan mengenai
apa yang merupakan kebijakan publik secara moral
benar atau pantas.
Nilai-nilai ideologi adalah seperangkat nilai dan
kepercayaan-kepercayaan yang berhubungan secara
logis yang memberikan gambaran dunia yang
disederhanakan dan merupakan pedoman bagi rakyat
untuk melakukan tindakan.