You are on page 1of 11

Peter Kasenda

Api Islam Soekarno

Berbagai problem umat Islam Indonesia,


dan dalam hal ini umat Islam di mana
saja ialah kesenjangan yang cukup parah
antara ajaran dan kenyataan. Dahulu
Bung Karno menyeru umat Islam untuk
“menggali api Islam”, karena agaknya ia
melihat bahwa kaum Muslimin saat itu,
mungkin sampai sekarang, hanya me
mewarisi “abu” dan “arang“ yang mati
dan statis dari warisan kultural mereka.

Nurcholis Madjid, 1992


Islam Kemodernan dan KeIndonesiaan

Sering orang salah duga. Seperti halnya pada diri Soekarno. Kebanyakan orang menganggap
bahwa Soekarno adalah seorang selalu sibuk dengan mengobarkan semangat kebangsaan. Tetapi
sebenarnya tidaklah demikian. Ada yang terlewat sehingga menyebabkan kebanyakan orang
tidak menyebut Soekarno sebagai pemikir Islam. Soekarno sebenarnya mempunyai andil dalam
menyumbangkan pikiran-pikiran tentang Islam. Soekarno mempunyai pengetahuan yang lebih
luas ketimbang sejumlah politisi Islam.

Pandangan yang keliru bisa jadi kesalahan terletak pada para sejarawan yang telah menempatkan
Soekarno sebagai seorang tokoh nasionalis sekuler, yang sering berhadapan dengan nasionalis
Islam. Akibatnya buah pikiran Soekarno yang berkaitan dengan Islam kurang begitu mendapat
perhatian yang sewajarnya dari khalayak ramai. Kebanyakan orang tersentak ketika mengetahui
buah pikiran Soekarno mengenai Islam begitu inspiratif.

Untuk itu ada baiknya kita mendengarkan apa yang dikatakan Prof Dr Harun Nasution Guru
Besar IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang Universitas Islam Negeri Jakarta). “Di IAIN sekarang
ini kepada mahasiswa saya anjurkan mempelajari pemikiran-pemikiran Islam Bung Karno
karena memang beberapa pemikirannya cemerlang tetapi pada zamannya tidak bisa diterima.
Soekarno ingin mendinamisasi ajaran Islam yang pada waktu itu statis.

Hampir sama dengan pendapat diatas, Ahmad Wahib dalam Catatan Harian Pergolakan
Pemikiran Islam menulis bahwa pikiran-pikiran Soekarno tentang Islam sangat hidup, begitu
inspiratif dan merupakan bagian dari kebangkitan pemikiran Islam sedunia, walaupun dalam
beberapa bagian sulit bagi kita menerimannya.

Sampai saat ini ada beberapa sarjana membahas tentang Soekarno kaitan dengan Islam. Seperti
1
www.peterkasenda.wordpress.com
Tosan Suhastoyo, sarjana Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM, membahas Pengaruh Islam
pada Pemikiran Politik Soekarno dan Hatta (1920-1930), Badri Yatim, sarajana Fakultas Adab
IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, menulis Soekarno, Islam dan Nasionalisme. Sebuah disertasi
yang dikerjakan Mohammad Ridwan Lubis dengan judul “Pemikiran Soekarno tentang Islam
dan Unsur-unsur Pembaharuannya“, yang dipertahankan di depan penguji pada tanggal 14 Juli
1987 di perguruan tinggi yang sama. Mungkin saja ada tulisan lain yang belum diketetahui.

Sosialisasi

Soekarno dibesarkan dalam masyarakat agraris, yang kebanyakan penganut agama Jawa, kalau
boleh meminjam istilah Cliford Gertz. Tetapi setelah Soekarno pindah ke Surabaya, ia tinggal di
rumah HOS Tjokroaminto, tokoh Sarekat Islam yang terkenal. Pada waktu itu, Tjokroaminoto
sudah tiga tahun lamanya memimpin Sarekat Islam (SI). Organisasi berubah dari sebuah
organisasi dengan tujuan terbatas – perbaikan kaum pedagang yang beragama Islam – menjadi
sebuah organisasi yang kian lama bersifat politik dan akhirnya menjadi partai, yang menjadi
tempat bertemu beragam orang.

Di sana Soekarno mulai mengenal Islam lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Ia belajar di
pengajian Muhamadiyah, Surabaya. Setelah menyelesaikan HBS di Surabaya, kemudian
Soekarno pindah ke Bandung untuk melanjutkan THS. Kemudian Soekarno mendirikan
Algemeene Studi Club di Bandung, yang nanti menjadi cikal bakal Perserikatan Nasional
Indonesia kemudian berubah nama menjadi Partai Nasional Indonesia. Dan Soekarno menjadi
ketuanya. Sebuah partai politik yang berdasarkan paham kebangsaan.

Karena aktivitasnya dalam pergerakan kemerdekaan, Soekarno ditangkap pemerintah Hindia


Belanda dengan tuduhan hendak menggulingkan kekuasaan kolonial Hindia Belanda. Soekarno
dimasukkan dalam penjara Banceuy pada bulan Desember 1929. Setelah mendapat putusan
hukuman penjara selama 4 tahun, Soekarno dipindahkan ke penjara Sukamiskin. Selama di
penjara Soekarno dilarang membaca buku-buku politik. Di dalam penjara Sukamiskin, ia mulai
merenungkan arti hidup ini. Di tempat itu pula ia mulai berhasrat mempelajari agama Islam
secara lebih mendalam. Soekarno membaca buku-buku Islam yang diberikan tokoh Persis
(Persatuan Islam) Ahmad Hasan yang sering mengunjunginya. Soekarno juga mendalami Al-
Quran. Sejak itu, sebagaimana dituturkan kepada penulis biografinya, Cindy Adam, Soekarno
tidak pernah meninggalkan salat lima waktu.

Setelah keluar dari penjara pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia
(Partindo) pada 1932, yang merupakan penjelmaan dari PNI. Pada Agustus 1933 ia kembali
ditangkap pemerintah Hindia Belanda dan diasingkan ke Flores pada tahun 1934. Di Ende
Flores, tempat pengasingannya itu, untuk pertama kalinya Soekarno merasakan
ketidakberdayaan melawan kekuasaan kolonial Hindia Belanda Di dalam kesepian itu Soekarno
mulai menyadarkan diri pada perlindungan Sang Pencipta. Di pengasingan ini, Soekarno kembali
banyak merenung tentang Islam. Kepada Ahmad Hasan di Bandung, ia sering minta dikirimi
buku-buku Islam, yang ditulis oleh orang-orang Islam maupun kalangan orientalis. Ahmad
Hasan mengirim buku-buku untuk Soekarno dan dalam balasannya Soekarno memberi komentar
tentang isi buku itu sambil mengatakan perasaannya mengenai Islam pada umumnya.
Buku-buku yang ditulis oleh pembaharu Islam dan orientalis adalah bacaan favorit Soekarno.
Dalam berbagai tulisannya, Soekarno merujuk dan mengutip buku-buku Jamaluddin al-Afghani,
Muhammad Abduh, Qoassim Amin, Ali Abd al-Raziq, Farid Wajdi, Ameer Ali, Mohammad Ali,
Chawadja Kamaludin, Ernst Renan, Ruth Frances Woodsmall, dan Snouck Hurgronye. Namun
dari semua buku-buku tentang Islam yang dimilikinya, karya Ameer Ali, The Spirit of Islam,
paling sering dia kutip. Agaknya ini adalah buku yang sangat berpengaruh bagi Soekarno.

Buku The Spirit of Islam, yaitu sebuah buku yang banyak membicarakan Islam dari sudut
pandang rasional dan tuntutan kehidupan modern. Istilah The Spirit of Islam itu diterjemahkan
oleh Soekarno dengan Api Islam, dan selalu dipopulerkan dalam kesempatannya menyampaikan
pidato dalam berbagai upacara keagamaan. Hal yang menarik dari Soekarno dari buku tersebut
adalah hasratnya yang kuat untuk untuk menunjukkan adanya persesuaian antara Islam dan
kemajuan.

Soekarno tidak memiliki pendidikan yang formal tentang agama. Karena itu, sumber
pemikirannya hanya didapat dari pergaulannya dengan orang-orang semacam HOS
Tjokroaminoto, Achmad Dachlan, dan orang-orang yang berpikiran maju pada saat itu. Dengan
tidak adanya pendidikan formal ini membuat Soekarno mengalami kesulitan memahami ajaran
Islam dari sumber aslinya, yaitu buku-buku yang berbahasa Arab. Yang menjadi bacaan
utamanya adalah buku-buku yang ditulis dalam bahasa Inggris.

Surat-surat dari Ende memperlihatkan kerisauan Soekarno terhadap kondisi kaum Muslim yang
terbelakang sehingga perlu memikirkan bagaimana “mengoperasi Islam dari bisul-bisulnya”,
bagaimana memerdekakan alam pikiran dari: “kejumudan”,”taklidisme”,“hadramautisme”.
Kemudian Soekarno menyeruhkan untuk menggali api Islam. Islam yang harus kita warisi,
pahami, dan amalkan, menurut Soekarno, adalah Islam sebagai “api”, bukan Islam sebagai “abu”
dan “arang”.

Islam adalah kemajuan, kata Soekarno. Dengan kata itu, kita mengetahui Soekarno telah
berbicara preskriptif, berbicara tentang Islam –yang-seharusnya. Pada saat yang sama, dengan
semangat yang bergelora, Soekarno cenderung untuk mengemukakan bahwa Islam –yang-
seharusnya” itu adalah hakikat Islam itu sendiri. Soekarno tak melihat Islam-sebagaimana-
adanya-sekarang itu sebagai “Islam.”
Kemudian setelah pindah tempat pembuangan dari Ende ke Bengkulu, Soekarno terjun ke dalam
gerakan Muhamadiyah.Seperti diketahui umum diketahui, organisasi ini membawa pengaruh
pemikiran Muhammad Abduh di Mesir dan menyebut diri sebagai “gerakan tadjid” yang hendak
menghalau “takhayul, bid”ah dan khurafat.” Di masa-masa pengasingan di Ende (1934-1938)
dan kemudian Bengkulu (1938-1942). Soekarno terlibat dalam pergumulan serius dengan
pemikir-pemikir Islam. Tulisan-tulisan Soekarno tentang Islam kemudian memicu terjadinya
polemik dengan tokoh seperti Achmad Hassan dan Muhammad Natsir.

Konteks

Berbagai gerakan dan perkembangan keislaman yang terdapat di Mesir, Turki dan India,
tentunya mempengaruhi pemikiran keislaman Soekarno. Seperti halnya, Soekarno secara jelas
menonjolkan cernaan akal pikiran yang bebas dalam memahami ajaran Islam, tentunya tidak

3
www.peterkasenda.wordpress.com
dapat dipungkiri bahwa ia mendapat pengaruh dari jalan pikiran Jamaluddin al-Afghani dan
Muhammad Abduh yang memang menempatkan peranan besar bagi akal dalam memahami
ajaran Islam.

Akal dan Islam mempunyai tujuan yang sama, yaitu membimbing kehidupan umat manusia, kata
Soekarno, oleh karena itu keduanya harus bekerjasama guna saling menunjang satu sama lain.
Jalan pikiran yang mengandalkan akal dalam memahami ajaran Islam telah menjadi landasan
daripada kerangka pemikiran Soekarno dalam membicarakan unsur-unsur dari ajaran Islam.
Lalu, bagaimana kalau akal kadang-kadang tidak mau menerima Al-Quran dan Hadist sahih.
Menurut Soekarno, hal itu bukan karena Al-Ouran dan Nabi Muhammad SAW salah, tetapi oleh
karena cara kita mengartikan adalah salah. Kalau ada sesuatu kalimat dalam Al-Quran atau sabda
Nabi Muhammad SAW yang bertentangan dengan akal, maka segeralah rasionalisme itu mencari
tafsir keterangan yang bisa diterima dan setuju pada akal itu, kata Soekarno.

Kalau kemerdekaan rasio dalam Islam sudah terpenuhi atau sudah dijalankan sesuai dengan
tuntutan agama, menurutnya ada kemungkinan Islam akan dapat kembali merebut kejayaannya
yang telah hilang. Kemerdekaan akal bukanlah hanya merupakan tujuan dari rethinking of Islam,
tetapi merupakan alat mencapai tujuan

Ketika Soekarno berbicara mengenai rasionalisme, Soekarno tidak mengacu ke Al-Quran dan
Hadist melainkan ke sebuah zaman ketika “pahlawan-pahlawan akal” hidup bebas. Itulah
zamanya kaum mu”tazillah, zaman al-Kindi, al-Farabi, Ibu Sina, Ibnu Baja, Ibnu Tufail, Ibnu
Rusdhi, atau zaman kekhalifatan di Bagdad abad ke-9 sampai dengan di Spanyol abad ke-12.
Soekarno tentunya tahu pada masa itu orang-orang Islam membuka diri kepada filsafat Yunani,
matematika Hindi dan sumber-sumber keilmuan lain – dan pada gilirannya melahirkan filsafat,
teori aljabar, logaritma, ilmu-ilmu kimia serta kedokteran, ilmu bumi dan tentu saja astronomi,
yang kemudian dipungut dan berkembang di Eropah.

Natsir mengakui adanya peranan besar yang pernah disumbangkan aliran Muta”zilah pada
pengetahuan pemikiran Islam yakni dengan munculnya critische zin atau ruh intigad, yaitu suatu
daya banding membanding di kalangan umat. Keadaan ini menghasilkan pemikiran yang tambah
terbuka dan biasanya keberanian berpikir di kalangan umat Islam. Meskipun diakui besarnya jasa
aliran ini, namun ia membawa satu cacat besar pada sistem akidah Islam, yakni karena aliran ini
berani mengupas zat dan sifat-sifat ketuhanan. Anjuran Soekarno agar memberi kedudukan
penuh kepada akal yang merdeka dalam memahami ajaran islam ditolak oleh para pengeritiknya.

Tampaknya Soekarno melihat “rasio” atau “rasionalisme” sama dengan élan kreatif, yakni
dengan itulah manusia dalam sejarah melepaskan hidup dari kemandegan. Tapi rasionalisme
sebenarnya tak ada hubungannya dengan ide tentang progresi, perubahan dan élan kreatif.
Rasionalisme bertolak dari tesis bahwa akal bukan pengalaman, yang jadi penentu kebenaran.
Pengetahuan yang bisa dipercaya sebagai kebenaran adalah pengetahuan a priori, bukan yang
empiris.

Pada waktu itu di Indonesia terdapat dua aliran pemikiran keislaman yang berkembang, yaitu
aliran tradisional dan pembaharuan. Apabila aliran pesantren menekankan keharusan bagi orang
Islam untuk mengikuti pendapat ulama-ulama masa lampau maka aliran pemhaharuan lebih
menekankan gerakannya pada usaha pemurnian ajaran Islam dan unsur-unsur yang bukan Islam,
serta menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan politik.

Sebaliknya Soekarno menempatkan diri dalam memahami ajaran Islam dengan tidak
mengikatkan diri pada dua kecenderungan diatas. Sebenarnya Soekarno telah melakukan suatu
lompatan pemikiran dalam memahami Islam melalui sikap rasional dan dinamis, sehingga
memungkinkan menampung tuntutan zaman dan mampu berkembang dalam suatu masyarakat
yang bergerak dinamis itu. Untuk tujuan tersebut, Soekarno menyarankan agar dilakukan
penafsiran ulang tentang ajaran yang berbeda daripada pola kelompok tradisional dan kelompok
pembaruan Islam di Indonesia.

Secara tegas Soekarno menolak Islam “tradisional”, yakni dengan wajah yang terbelakang, yang
diwarnai pratik takhayul, bid”ah, dan khurafat. Soekarno menginginkan Islam yang maju yang
bisa beradaptasi dengan “masyarakat kapal udara” dan meninggalkan “masyarakat onta”.
Soekarno sangat kritis dan tidak jarang sarkatis dalam menilai pemahaman dan praktik Islam
yang dianggapnya terbelakang. Dalam sebuah artikelnya yang ia terbitkan di majalah Pandji
Islam, Soekarno menganggap praktik-praktik Islam yang melepaskan konteks zaman dan waktu
sebagai “Islam Sontoloyo”

Dalam tulisannya Islam Sontoloyo Soekarno melihat adanya jarak antara ajaran dengan
kenyataan. Dan untuk mendekatkan keduanya, ia memandang perlu adanya pembaruan
pemikiran Islam. Soekarno juga mengeritik kecenderungan umat Islam yang berlebihan kepada
fikih dan menganggap fikih sebagai satu-satunya tiang agama. “Kita lupa, atau tidak mau tahu,
bahwa tiang keagamaan ialah terutama sekali terletak di dalam ketundukan kita punyai jiwa
kepada Allah SWT. Kita lupa bahwa fikih itu, walaupun sudah kita saring semurni-murni-nya,
belum mencukupi semua kehendak agama.”

Sejak abad ke-19 para pembaru Islam mengeritik pemahaman dan praktik keagamaan yang
mereka anggap terbelakang dan tidak kondusif bagi perubahan zaman. Para pembaharu Islam
seperti Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, dua nama yang juga sering dirujuk
Soekarno, menganggap bahwa doktrin atau ajaran Islam bukanlah sesuatu yang permanen, tapi ia
dibentuk dan tumbuh dalam kesejarahan. Tugas para ulama bukanlah melestarikan doktrin-
doktrin yang keliru, tapi justru mempertanyakan dan menafsirkan kembali agar sesuai dengan
zaman di mana kaum Muslim hidup. Islam memiliki konsep ijtihad sebagai sebuah instumen
untuk menguji sebuah doktrin.

Pembaharuan pemikiran Islam yang dimaksud Soekarno adalah pikiran maupun gerakan untuk
menyesuaikan keagamaan Islam dengan perkembangan baru, yang diakibatkan adanya kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dan ternyata pemikiran Soekarno yang dianggap asing
itu mendapat tanggapan dari tokoh-tokoh ulama dan intelektual muslim di Indonesia, yang
dinyatakan dalam bentuk polemik antara Soekarno dengan para pengeritiknya, seperti M Natsir,
Tengku Mhd Hasbi, Ahmad Hasan dan Haji Agus Salim yang dipandang mewakili kelompok
pembaharuan. Sedangkan Sirajuddin Abbas dan Kiai Machfoeds Shiddiq mewakili kelompok
tradisional.

Adalah menarik melihat bahwa ide pembaharuan yang dilontarkan Soekarno itu, ternyata

5
www.peterkasenda.wordpress.com
mengakibatkan bersatunya tokoh-tokoh dari kedua aliran tersebut dalam menghadapi pemikiran
keislaman yang diajukan Soekarno. Bukanlah hal ini menunjukkan betapa seriusnya dimata
pengeritiknya ide pembaruan yang dikemukakan Soekarno itu dan betapa berbahayanya ide itu
apabila merasuk pada pola berpikir umat Islam. Walaupun begitu Soekarno tidak sendirian
dalam menghadapi pengeritiknya, misalnya Faisal Hak membela Soekarno, dalam hal perlu
tidaknya persatuan agama dan negara.

Islam

Menurut Soekarno, ada banyak faktor yang menyebabkan Islam terjerumus ke dalam jurang
kemunduran, kekolotan dan keterbelakangan. Seperti apa yang telah dirumuskan Badri Yatim,
antara lain. (1) Berubahnya demokrasi menjadi aristokrasi, dan republik menjadi dinasti; (2)
Taqlik yang mematikan kehidupan berpikir dalam Islam; (3) Berpedoman terhadap hadist-hadist
dhaif; (4) Aristokrasi dalam masyarakat Islam dan (5) Kurangnya kesadaran sejarah.

Sebenarnya sejarah umat Islam telah mencatat bahwa mereka pernah mencapai kegemilangan
dalam ilmu pengetahuan, arsitektur, filsafat, seni dan sebagainya. Situasi kemunduran, kekolotan
dan keterbelakangan ini yang merisaukan hati Soekarno, ia ingin merubah keadaan itu. Soekarno
melihat bahwa Islam tidak pantas mengalami kemunduran tersebut, karena Islam mengandung
ajaran-ajaran yang justru membawa kemajuan.

Ada tiga prinsip yang menjadi kunci keistimewaan Islam bidang kehidupan kedunian
dibandingkan dengan agama lain, menurut Soekarno. Sebagaimana yang dirumuskan Bernhard
Dahm, tiga prinsip tersebut adalah (1) Tidak ada agama selain Islam yang lebih menekankan
persamaan; (2) Tidak ada agama selain Islam dan (3) Islam adalah kemajuan.

Muhammad Ridwan Lubis menjelaskan lebih terperinci tentang hal diatas Prinsip pertama,
menuju kepada bentuk struktur sosial umat manusia yang bersifat egaliter dan demokratis.
Prinsip kedua, menyangkut hakekat ajaran Islam mengandung aspek-aspek kerasionalan,
khususnya yang berhubungan dengan kepentingan umat manusia. Prinsip ketiga, menyangkut
masa depan perkembangan dengan baik, apabila selalu dipahami dalam sikap kemajuan.
Sebaliknya masa depan Islam menjadi lain, apabila pemahaman bersikap luwes.

Menurut Bernhard Dahm, kesimpulan Soekarno bahwa Islam adalah kemajuan harus dilihat
bahwa pendapat itu berkaitan erat dengan pemikiran yang berkembang dari Aligarch, India.
Mempertanyakan Islam apakah identik dengan kemajuan atau sebaliknya memusuhi kemajuan,
merupakan masalah yang berkembang dari gerakan pemikiran di India. Salah seorang penulis
dari Aligarh yang bernama Khuda Bakhs menanyakan apakah Islam memusuhi kemajuan?
Khuda Bakhs mengatakan bahwa pertanyaan itu harus dijawab dengan tidak.

Persetujuan Soekarno terhadap pemikiran Aligarch itu diwujudkan dalam rumusan-rumusan


pemikirannya yang menekankan kebebasan berpikir dalam Islam. Untuk mendukung
pandangannya, bahwa Islam adalah kemajuan, Soekarno melanjutkan kebebasan akalnya dengan
mengatakan bahwa umat Islam tidak sewajarnya memberi penghargaan yang mutlak terhadap
setiap Hadist, dengan alasan bahwa salah satu sumber kemunduran umat Islam ialah karena
mereka mempercayai dan mengamalkan Hadist yang belum tentu kedudukannya.
Penafsiran

Berikut ini dibicarakan adalah pemikiran keislaman Soekarno, yang berkaitan dengan masalah
riba, kedudukan wanita, tranfusi darah kepada non-muslim. Hal diatas erat kaitannya dengan
pandangan Soekarno tentang kedudukan kedua sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Quran dan
Hadist. dan peranan ilmu pengetahuan dalam memahami ajaran Islam khususnya yang
menyangkut masalah kemasyarakatan.

Sumber pokok ajaran Islam sebagaimana diketahui adalah Al-Quran dan Hadist. Al-Quran
sebagai sumber pokok ajaran Islam yang tak dapat dibantah lagi, sebab ia telah dibukukan tidak
lama setelah Nabi Muhammad SAW meninggal dunia, sedangkan Hadist baru mulai
dikumpulkan dan dibukukan seabab setelah ditinggalkan Nabi Muhammad SAW. Tentu saja
hasilnya berlainan, mengandung beberapa kelemahan.

Badri Yatim menyebutkan, bahwa hadist dapat dibagi menjadi beberpa bagian menurut kuat dan
lemahnya hadis itu sendiri, baik segi riwayatnya maupun isinya. Karena posisinya yang sangat
penting ada kemungkinan besar diselewengkan, karena ada golongan-golongan yang ingin
memperkuat pendapat-pendapatnya atau untuk kepentingan pribadi dan golongan, kemudian
menciptakan hadist-hadist palsu. Dan apalagi dalam perkembangan selanjutnya ada kesan bahwa
hadist-hadist itu lebih lebih mendapat perhatian dari ayat-ayat Al-Quran.

Ada keinginan Soekarno merombak cara berpikir umat Islam dari pola berpikir tekstual kepada
kontekstual. Soekarno menjelaskan bahwa ajaran Islam bisa disesuaikan dengan ilmu
pengetahuan modern. Seperti pencucian panik yang dijilat anjing, tidak perlu menggunakan
tanah, cukup hanya dengan menggunakan sabun dan kreolin. Di mata Soekarno yang penting
adalah tujuan dari tindakan itu sendiri.

Dan Soekarno mengingatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah sabda bahwa kamulah yang
lebih mengerti urusan dunia. Soekarno tampaknya ingin mengubah cara berpikir masyarakat
yang menganggapnya bahwa pencucian bejana itu harus mutlak menggunakan tanah. Pola
berpikir ini memang sesuai dengan kondisi pemikiran keagamaan di Indonesia yang umumnya
memang mengandung mazhab Syaffi.

Berkaitan dengan riba, Soekarno menegaskan perlunya ada pemisahan antara riba dan bank.
Sebab riba secara tegas dilarang Allah, oleh karena itu hukumnya haram. Hal ini disebabkan
perbuatan diatas merupakan penindasan manusia atas manusia lain. Tentang pelarangan adanya
riba, Soekarno mengutip ayat-ayat suci Al-Quran, sebagaimana tercantum dalam Surat Ali Imran
3 : 129 yang artinya “ Janganlah makan riba berlpat ganda dan perhatikan kewajiban-mu
terhadap Allah, moga-moga kamu beruntung.” Perbuatan riba dan membungakan uang adalah
perbuatan yang bertujuan untuk memupuk kekayaan dengan cara tidak wajar.

Sebaliknya bank, disatu pihak sudah merupakan tuntutan kehidupan modern yang tidak
bertentangan dengan Islam, dan dilain pihak banyak membantu manusia yang ingin
mengembangkan usahanya, kata Soekarno. Pertimbangan Soekarno dalam menerima haramnya
riba dan mengakui kegiatan bank sebagai hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan modern

7
www.peterkasenda.wordpress.com
tidak bisa dipisahkan dari pandangan dasar politiknya yang anti-kapitalisme dan anti
imperialisme.

Di Bengkulu sudah menjadi kebiasaan bagi kalangan Muhamadiyah memasang tabir untuk
memisahkan tempat laki-laki dengan perempuan pada pertemuan-pertemuan organisasi maupun
keagamaan. Pemasangan tabir yang memisahkan antara jamaah laki-laki dengan perempuan,
yang dianggap sebagai suatu usaha menjaga agar tidak timbul kemungkinan-kemungkinan akibat
negatif dari hubungan laki-laki dan perempuan itu. Ternyata menimbulkan kritik dari Soekarno.
Masalah yang dihadapi Soekarno adalah berkaitan erat hubungannya dengan perombakan cara
berpikir umat Islam yang menganggap adat istiadat sebagai bagian daripada ajaran agama. Dan
pada dasarnya tidak ada teks ayat suci Al-Quran maupun Hadist yang mengharuskan
menggunakan tabir itu. Saya menolak sesuatu hukum agama yang tidak nyata diperintahkan oleh
Allah dan Rasul, begitu kata Soekarno. Ia menganggap penggunaan tabir sebagai simbol
perbudakan. Tetapi yang jelas bahwa sampai saat ini masalah tabir tidak ada kesepakatan di
antara para ulama.

Soekarno melihat banyak di antara para ulama di Indonesia yang menolak menyumbangkan
darahnya kepada non-muslim. Maksudnya adalah tentara Belanda yang luka dan memerlukan
pertolongan darah akibat keganasan tentara Jepang pada tahun 1940-an. Soekarno menyeruhkan
tentang perlunya tranfusi darah diadakan, yang mana dikaitkan dengan pandangan Islam
terhadap nilai-nilai kemanusian dan khususnya etika perang.

Oleh karena itu, Soekarno dalam memperkuat argumennya mengutip ayat-ayat suci Al-Quran,
sebagaimana tercantum dalah Surat Al-Baqarah 20 : 190 yang artinya : “Perangilah di atas jalan
Allah yang memerangi kamu dan janganlah melewati batas.” Maksud dari kutipan Soekarno itu
sebenarnya untuk menunjukkan betapa tingginya kehalusan budi etika perang dalam Islam.
Berdasarkan itu pula Soekarno berani menyatakan bahwa tidak ada salahnya menyumbang darah
kepada non-muslim atas dasar pertimbangan kemanusian semata.

Sebenarnya masalah tranfusi darah adalah masalah baru sebagai hasil perkembangan ilmu
kedokteran. Sehingga merupakan suatu kewajaran apabila tidak tercantum dalam Al-Quran
maupun Hadist. Tetapi yang jelas, apabila masalah itu tidak ditemukan aturan yang secara tegas
melarangnya dalam kedua sumber pokok ajaran Islam dan tidak bertentangan dengan ajaran
Islam. Maka hukumnya memperbolehkan untuk dilaksanakan.

Dan masalah yang paling banyak disinggung Soekarno adalah hubunngan agama dan negara.
Ketika dunia Islam sibuk dengan perdebatan, Apakah Islam harus menjadi dasar negara. Atau
sebaliknya, Islam itu semestinya menjadi dasar negara karena Islam itu sendiri berwatak non-
ideologis.

Soekarno dengan Mohammad Natsir sibuk dengan polemik, perlu tidaknya persatuan agama
dengan negara lewat tulisan-tulisan di Pandji Islam pada tahun 1940 Kalau Mohammad Natsir
menganjurkan perlunya persatuan agama dengan negara, Sokerno justru sebaliknya menentang.
Di mata Soekarno, Islam adalah agama, bukanlah suatu sistim yang mengandung aturan-aturan
kemasyarakatan, walaupun Islam membawa pedoman kehidupan bermasyarakat.
Kritik Soekarno terhadap konsep negara Islam didasarkan pada kenyataan bahwa banyak negara
dengan penduduk mayoritas Muslim, tetapi tidak menjadikan Islam sebagai dasar negara.
Soekarno menyebut Turki di bawah Kemal Attartuk sebagi model yang ideal. Secara akademik,
argumen-argumen Soekarno diperkuat dengan pandangan-pandangan teologis dan hukum dari
Ali Abd al-Raziq di Mesir yang dengan tegas menyatakan tidak perlunya kaum Muslim
mendirikan negara Islam.

Menurut Soekarno, tidak ditemukan teks-teks dalam Al-Quran dan hadist yang menyebutkan
tentang perlunya persatuan agama dengan negara. Dengan demikian pendapat yang mengatakan
bahwa perlunya persatuan agama dan negara perlu ditolak. Tetapi yang jelas, walaupun Soekarno
menganggap tidak perlunya persatuan agama dengan negara, Soekarno tetap memperhatikan
agar cita-cita umat Islam dapat tersalur, dengan menawarkan Pancasila sebagai dasar negara.

Tentu saja Soekarno memahami bahwa Hindia Belanda pada waktu itu adalah sebuah negeri
Muslim. Namun, Soekarno juga menyadari bahwa Indonesia adalah bangsa yang plural. Bahkan
iapun tahu bahwa dalam masyarakat Muslim pun terdapat pluralistas, seperti nampak pada
banyaknya aliran keagamaan, corak budaya, orgaisasi Islam dan partai politik Indonesia.Sebagai
seorang pemimpin pergerakan, Soekarno berpendapat bahwa persatuan dalam keragaman adalah
kunci keberhasilan perjuangan mencapai kemerdekaan. Soekarno berpendapat bahwa persatuan
bangsa adalah fondasi pendirian sebuah negara. Dengan perkataan lain, kebangsaan adalah
fondasio dasar. Secara implisit, Soekarno berpendapat bahwa agama mayoritas saja tidak mampu
menjadi perekat kesatuan bangsa.

Persoalannya adalah, jika suatu negara Muslim didasarkan pada Islam, akan timbul masalah.
Islam menurut mazhab mana yang diplih menjadi agama resmi. Persoalan ini tentu akan
menimbulkan konflik di antara kaum Muslim sendiri. Kecuali di negara bermahzab tunggal
seperti Saudi Arabia yang Sunni, dan Iran yang Syafi”i. Persoalan bagi demokrasi adalah jika
dalam negara-negara Muslim itu terdapat kelompok-kelompok minoritas. Golongan minoritas itu
akan menjadi warga negara kelas dua yang terbuka pada tekanan dan diskriminasi.

Penutup

Jadi jelas, uraian diatas menunjukkan bahwa Soekarno menaruh minat terhadap ajaran Islam,
walaupun dia dikenal sebagai tokoh nasionalis sekuler, dan disinilah perbedaan Soekarno dengan
tokoh nasionalis sekuler lainnya. Sebenarnya Soekarno tidak bermaksud untuk menempatkan diri
sebagai mujtahid. Apa yang dilontarkan semata sebagai pribadi Muslim yang mendedikasikan
diri di ranah pergerakan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Dalam segala hal, Soekarno
menyadari bahwa mayoritas penduduk Indonesia muslim dan tengah dirundung sial, ditindas
dan dihina oleh stelsel imperialisme-kapitalisme. Soekarno sepenuhnya terkait dengan sebuah
agenda untuk menumbangkan kolonialisme bersama kaum muslimin. Untuk itu kaum muslimin
harus merupakan enersi yang sesuai dengan tantangan zaman.

Ketika mewacanakan pembaruan pemikiran Islam, Soekarno merasa bahwa pemikiran Islam
harus dibuat baru dan diperbaharui terus-menerus sehingga selalu relevan. Untuk mencapai itu,
yang harus ditangkap dari Islam ialah apinya, bukan abunya. Soekarno memang tidak
menawarkan satu metode bagaimana menggali api Islam itu. Tetapi itu jelas bukan pekerjaan

9
www.peterkasenda.wordpress.com
Soekarno Sebagai pemikir revolusioner, Soekarno. hanya menggebrak, dan berteriak supaya
orang-orang terbangun dari tidurnya.

Peter Kasenda adalah staf pengajar Kampus Merah Putih.

Bibliografi

Ahmad Gaus AF. Api Islam Nurcholis Madjid. Jalan Hidup Seorang Visioner, Jakarta :
Kompas, 2010.

Badri Yatim. Soekarmo, Islam dan Nasionalisme. Jakarta : Inti Sarana Aksara, 1985.
Bernhard Dahm. Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : LP3ES, 1987.

Budhy Munawar-Rachman. Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme . Jakarta : Grassindo,


2010.

Giat Wahyudi. Bung Karno : Buku Terbuka. Pokok-pokok pikiran untuk bahan bedah buku :
Soekarno dan Modernisme Islam , Ridwan Lubis, Komunitas Bambu, 2010, Salihara, Pejaten-
Pasar Minggu, 1 Oktober 2010.

Goenawan Muhamad. Bung Karno dan Islam. Makalah ini disampaikan untuk Kuliah Umum
Ramadhan di KomunitasSalihara tentang “ Soekarno dan Islam”, Sabtu, 4 September 2010.

Imam Toto K Rahardjo dan Suko Sudarso (ed) Bung Karno, Islam, Pancasila & NKRI. Jakarta :
Komunitas Nasionalis Religius Indonesia, 2006.

Luthfi Assyaukanie. Soekarno dan Islam. Makalah diskusi buku “Soekarno dan Modernisme
Islam “karya M Ridwan Lubis, di Salihara, 1 Oktober 2010.

M Ridwan Lubis, Sukarno dan Modernisme Islam. Jakarta : Komunitas Bambu , 2010

Peter Kasenda. Sukarno Muda Biografi Pemikiran 1926 –1933. Jakarta : Komunitas Bambu ,
2010.

11
www.peterkasenda.wordpress.com

You might also like