You are on page 1of 6

PENGKAJIAN CARA, DOSIS DAN SUMBER PEMUPUKAN PHOSFOR

DAN RESIDUNYA PADA ALFISOL DI KABUPATEN SUMBAWA

Hasil Sembiring, L.Wirajaswadi, Awaludin Hipi1 dan Paulina Evy R. Prahardini2


1. Peneliti pada BPTP Nusa Tenggara Barat
2. Peneliti pada BPTP Jawa Timur

ABSTRAK
Informasi status hara dan arahan pemupukan P di Kabupaten Sumbawa sangat terbatas, sehingga rekomendasi
teknologi pemupukan P sangat diperlukan. Tujuan pengkajian adalah mengevaluasi rekomendasi pemupukan P, dosis,
sumber dan cara pemupukan P dan residunya. Pengkajian telah dilakukan pada MH 1999/2000 dan MK. 2000 di Desa
Maronge Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa di lahan sawah milik petani. Perlakuan yang diuji adalah 11
perlakuan meliputi: T1 (27 kg P2O5/ha), T2 (18 kg P2O5/ha), (Kontrol), T4 (18 kg P2O5/ha + E 2001), T5 (E 2001), T6 (25
kg P2O5/ha akar celup), T7 (45 kg K 2O/ha), T8 (27 kg P2O5 + 45 kg K2O/ha), T9 (27 kg P2O5 + 5 t pupuk kandang/ha),
T10 (5 t pupuk kandang/ha), T11 (45 kg P 2O5/ha). Pengkajian residu P dilaksanakan pada musim berikut (MK) dengan
membagi petak percobaan pertama menjadi 2 bagian yang sama dimana petak pertama diperlakukan sama dengan
perlakuan tahun sebelumnya sedangkan petak kedua tidak diberi perlakuan. Variabel yang diamati adalah jumlah malai,
panjang malai, jumlah gabah isi, bobot 1000 biji, bobot jerami basah dan hasil. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah Rancangan Acak kelompok dengan 3 ulangan. Hasil kajian menunjukkan bahwa pemupukan Phosphor (P) pada
padi musim kedua tidak berpengaruh terhadap hasil. Ini berarti bahwa residu P dalam tanah cukup memenuhi kebutuhan
P tanam padi sawah. Untuk efisiensi dan mempertahankan status P di Sumbawa, pemupukan P 2O5 dapat dilakukan sekali
dalam dua musim tanam dengan takaran 18 kg/ha. Sumber dan cara pemberian pupuk tidak berbeda nyata, sehingga
pencelupan dengan 25 kg P 2O5/ha tidak ada pengaruhnya dibandingkan dgn cara normal (cara yang biasa dilakukan
petani).
Kata kunci: phosphor, residu, padi sawah, Kabupaten Sumbawa

ABSTRACT
Limited information for used P fertilizier at Sumbawa district, more needed a recomendation of tecnology for
P fertilizier. The objective of assesment was to evaluated recomendation P fertilizier, dosage, and residu. The assesment
was conducted in farmers lowland in Maronge, Plampang, Sumbawa, at WS. 1999/2000 and DS. I. 2000. The eleven
treatments on test i.e : T1 (27 kg P 2O5/ha), (T2 (18 kg P2O5/ha), (control), T4 (18 kg P2O5/ha + E- 2001), T5 (E-2001),
T6 (25 kg P2O5/ha), T7 (45 kg K2O/ha), T8 (27 kg P2O5 + 45 kg K2O/ha), T9 (27 kg P2O5 + 5 t organik matter /ha), T10
(5 t organik matter/ha), T11 (45 kg P 2O5/ha). All of treatments using 115 kg N/ha. Assesment of residu P was conducted
at DS. I. The result indicated that phosphor fertilizier at the second season (DS. I) not significant difeerent from residu
for yield. This indicated that residu P still enaught for growth rice in lowland. Applicated P at Sumbawa could be
conduct once times for two planting season with dosage 18 kg/ha.
Key words: phosphor, residu, low land rice, Sumbawa district

PENDAHULUAN
Produktivitas padi di Kabupaten Sumbawa bervariasi dengan rata-rata 4,42 t/ha, sedangkan rata-rata
produktivitas tingkat Propinsi adalah 4,61 t/ha (BPS, 1998). Hal ini menggambarkan bahwa produktivitas
padi di Kabupaten Sumbawa masih memiliki potensi untuk ditingkatkan. Upaya meningkatkan
produktivitas, harus diikuti dengan usaha peningkatan pendapatan petani tanpa merusak lingkungan. Salah
satu faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi adalah pemberian pupuk antara lain pupuk fosfor (P).
Dengan pemberian pupuk yang tepat, diharapkan petani memperoleh peningkatan hasil yang
menguntungkan.
Ketersediaan hara P dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga pemberian dosis pupuk yang tepat
memerlukan pemahaman tentang informasi dasar seperti status hara tanah, sifat fisik, kimia dan latar
belakang penggunaan lahan. Masalah ini mengakibatkan pemberian pupuk yang tidak efisien, yang
ditunjukkan dengan meningkatnya pemakaian pupuk P secara terus menerus, tetapi tidak diikuti peningkatan
produksi yang memadai. Kondisi seperti ini menyebabkan biaya produksi tinggi dan mengganggu
keseimbangan lingkungan.
Upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi pemberian pupuk antara lain melalui dosis pemberian
pupuk, saat pemberian pupuk, cara pemberian dan bentuk pupuk yang digunakan secara tepat (Landon,
1984). Lebih lanjut Bastari (1996) mengemukakan bahwa penggunan pupuk yang berupa unsur makro N, P,
dan K perlu diimbangi dengan pemberian bahan organik untuk mendukung hasil panen yang tinggi. Bahan
organik yang diberikan dapat berupa jerami, pupuk hijau sesbania dan pupuk kandang yang berperan
mengembalikan unsur hara yang telah diserap oleh tanaman dari dalam tanah. Pengaruh pemberian pupuk
organik berupa pupuk kandang 5000 kg/ha tampak peranannya dalam waktu panjang lebih kurang dalam tiga
musim tanam berikutnya (Basyir, 1993). Bahan organik tersebut berperan dalam memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah yang mendukung ketersediaan unsur hara N dan P (Soepardi, 1979).
Penanaman padi sawah di Kabupaten Sumbawa menyebar di 14 kecamatan dengan kisaran luas
panen antara 1.708 sampai 8.981 ha. Berdasarkan luasan panen terlihat kecamatan Plampang (8.981 ha)
mempunyai luasan tertinggi diikuti kecamatan Taliwang (6.978 ha), kecamatan Lape Lopok (6.776 ha),
kecamatan Alas (5.217 ha) dan kecamatan Moyo Hilir (4.704 ha), sedangkan kecamatan - kecamatan lain
seluas 1.708 - 3.710 ha (Anonimous, 1997). Berdasarkan jenis tanahnya, kabupaten Sumbawa khususnya
kecamatan Plampang termasuk jenis tanah Vertisol. Pengelolaan tanah vertisol dengan bahan organik
mampu meningkatkan efisiensi pupuk Urea sebesar 18,01 % dengan masukan organik jerami kedelai dengan
takaran 20 ton/ha (Prijatno, Kusuma, dan Idris, 1997). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bahan organik
pada tanah vertisol mampu meningkatkan efisiensi pemberian pupuk.
Hasil penelitian Baharuddin (1996) menyatakan bahwa di kecamatan Lape Lopok dan Moyo Hilir
yang termasuk daerah irigasi Mamak Kakiang mempunyai kandungan P dan K yang cukup, sedangkan
kecamatan yang lain masih belum diketahui status unsur haranya. Rekomendasi pemupukan padi sawah di
Kecamatan Lape Lopok telah ditentukan sebanyak 115 kg N/ha + 27 - 36 kg P 2O5/ha dan tanpa K2O,
Kecamatan Moyo Hilir sebanyak 115 kg N/ha + 18 kg P 2O5/ha dan tanpa K2O, sedangkan kecamatan lain di
pulau Sumbawa direkomendasikan sebanyak 92 kg N/ha + 27 kg P 2O5/ ha dan tanpa K2O (SPH Bimas
Propinsi NTB, 1996). Pemberian pupuk untuk kecamatan lain di pulau Sumbawa perlu disesuaikan dengan
status hara tanah di setiap kecamatan. Hal ini untuk mendapatkan efisiensi pemupukan dengan modifikasi
yang tepat. Di sisi lain, diduga keras bahwa dengan program intensifikasi padi selama lebih dari 20 tahun
terakhir ini, dimana pemupukan P diberikan pada setiap musim, sedangkan hara P yang diberikan dalam
bentuk pupuk P tidak seluruhnya diserap oleh tanaman (hanya + 20%) dan selebihnya stabil dan
terakumulasi dalam tanah. Oleh sebab itu, diperkirakan hara P dalam tanah, sehingga pengaruh residu P
perlu diteliti. Tujuan pengkajian adalah mengkaji dosis, cara dan memverifikasi rekomendasi pupuk serta
mengidentifikasi pengaruh residu pupuk P dari penelitian tahun pertama di Kecamatan Plampang Sumbawa .

BAHAN DAN METODE


Pengkajian dilaksanakan di Desa Maronge, Kecamatan Plampang Sumbawa selama 2 musim yaitu
pada MH. 1999/2000 (Desember 1999 s/d Maret 2000) dan MK. 2000. Tahun pertama ditujukan untuk
melihat pengaruh perlakuan terhadap produksi padi, sedangkan pada musim kedua adalah untuk melihat
pengaruh pemupukan pada musim pertama terhadap produksi padi.
Perlakuan yang diuji adalah cara (celup dan tidak celup), dosis P (0, 9, 18, 27 dan 45 kg
P2O5/ha), K2O, E-2001 dan pupuk kandang. Kombinasi dosis, cara dan sumber pupuk P disajikan pada Tabel
1.
Tabel 1. Perlakuan pengaruh residu pupuk phospor. Plampang. MK I. 2000
P2O5 K2O E-2001 1) N Pupuk kandang
Perlakuan
(kg/ha) (kg/ha) (lt/ha) (kg/ha) (t/ha)
1 2 3 4 5 6
T1 27 0 0 115 0
T1A (Residu T1) 0 0 0 115 0
T2 18 0 0 115 0
T2A (Residu T2) 0 0 0 115 0
T3 (Kontrol) 0 0 0 115 0
T3A (Kontrol) 0 0 0 115 0
1 2 3 4 5 6
T4 18 0 1 115 0
T4A (Residu T4) 0 0 0 115 0
T5 0 0 1 115 0
T5A (Residu T5) 0 0 0 115 0
T6 (Akar celup) 9 0 0 115 0
T6A (Residu T6) 0 0 0 115 0
T7 0 45 0 115 0
T7A (Residu T7) 0 0 0 115 0
T8 27 45 0 115 0
T8A (Residu T8) 0 0 0 115 0
T9 27 0 0 115 5
T9A (Residu T9) 0 0 0 115 0
T10 0 0 0 115 5
T10A (Residu T10) 0 0 0 115 0
T11 45 0 0 115 0
T11A (Residu T11) 0 0 0 115 0

Sawah yang digunakan adalah sawah dengan irigasi teknis. Jenis tanah adalah alfisol. Tanah diolah
secara sempurna dengan kedalaman olah 15 - 20 cm. Penanaman secara tanam pindah dengan jarak 20
x 20 cm. Pengendalian gulma, hama dan penyakit disesuaikan dengan kondisi pertanaman. Varietas yang
digunakan adalah IR-64.
Pupuk P, K, dan pupuk kandang (pakan) diberikan sebelum tanam. Pupuk N diberikan sebanyak
3 kali masing-masing 1/3 dosis sesuai perlakuan, yang diberikan pada saat seminggu setelah tanam, saat
anakan aktif dan saat primordia bunga.
Pemberian pupuk P pada perlakuan akar dicelup, dengan menggunakan konsentrasi 3,6 gr P 2O5/liter
direndam selama 12 jam sebelum tanam dengan dosis 2500 liter larutan/ha yang setara dengan 9 kg
P2O5/ha.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan masing- masing plot
perlakuan berukuran 5 m x 4 m.
Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, jumlah malai/anakan
produktif, jumlah gabah isi dan gabah hampa, bobot 1000 biji gabah berisi dan hasil GKG. Data yang
dikumpulkan kemudian dianalisis dengan analisis sidik ragam (AOV). Untuk mengetahui tingkat keragaman
antara perlakuan yang diuji, analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil percobaan efisiensi P (tahun pertama) disajikan pada Tabel 2 dan 3, sedangkan pengkajian
residu P disajikan pada Tabel 4.

Efisiensi penggunaan pupuk P (Tahun Pertama)


Pengaruh P terhadap jumlah malai per rumpun, panjang malai dan produksi sangat nyata pada
berbagai keadaan (Tabel 2 dan 3). Tanpa P, penampilan tanaman lebih buruk terhadap jumlah malai dan
produksi. Pengaruh pencelupan akar dengan larutan P terhadap produksi juga tidak terlihat (T5 vs T6).
Bahkan (T3 vs T6) produksi tanpa P tidak berbeda nyata dengan yang dicelupkan P serta penambahan E-
2001. Produksi terlihat cukup dengan dosis 18 kg P 2O5/ha. (T1vs T2 vs T3 vs T4). Hal ini diduga
disebabkan kandungan P tanah masih cukup tinggi seperti hasil yang dinyatakan (Adiningsih dan Soepartini,
1995).
Pengaruh pupuk E-2001 terhadap komponen hasil dan produksi tidak nyata. Pada berbagai tingkat
dosis P perbandingan antara yang diberikan E-001 dengan tanpa E-2001 memberikan hasil yang tidak
berbeda. Terlihat bahwa kalau tidak diberi P maka produksi cenderung menurun. Demikian juga dengan
penambahan K tidak memberikan hasil nyata (T7 vs T5).
Pengaruh pupuk kandang tidak terlihat langsung berpengaruh terhadap peningkatan produksi.
Disamping itu, penambahan dosis P tidak meningkatkan hasil yang berbeda. Disamping pemberian pupuk
kandang dan K (T9 vs T8 vs T1) tidak menunjukkan manfaat terhadap peningkatan produksi.
Tabel 2. Rata-rata jumlah malai/rumpun, panjang malai, jumlah gabah bernas, dan jumlah gabah hampa pada uji
adaptasi efisiensi penggunaan pupuk P di kecamatan Plampang. MH. 1999/2000.
Jumlah malai/ Panjang malai Jumlah gabah Jumlah gabah
Kode Perlakuan
rumpun (cm) bernas (butir) hampa (butir)
T1 (115 - 27 – 0 – 0) 12,77 c*) 30,28 b*) 128,97 tn 8,43 tn
T2 (115 -18 – 0 – 0) 12,37 bc 29,45 ab 126,77 8,03
T3 (115 -0 – 0 – 0 ) 10,90 ab 29,42 ab 126,20 7,07
T4 (115 –18 – 0 – E-2001) 11,53 abc 29,37 ab 121,37 7,00
T5 (115 – 0 – 0 - E-2001) 10,40 a 29,33 ab 120,33 6,90
T6 (115 - 25 – 0 - E-2001) **) 12,18 bc 29,22 ab 119,43 6,80
T7 (115 - 0 – 45 - E-2001) 11,57 abc 29,18 ab 117,67 6,47
T8 (115 - 27 – 45) 11,63 abc 28,83 ab 116,70 6,03
T9 (115 –27 – 0 – p.kdg 5000) 12,57 bc 28,62 ab 113,13 5,97
T10 (115 – 18 – 0 – p.kdg 5000) 12,40 bc 27,95 a 110,40 5,67
T11 (115 – 45 – 0 – 0) 13,33 c 27,90 a 107,40 5,63
Rata-rata 11,99 29,05 118,94 6,73
K.K (%) 7,8 3,60 9,25 27,70
Ket : *) = Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT (.05); tn =
Tidak berbeda nyata ;**) = perlakuan celup akar
Tabel 3. Rata-rata bobot 1000 biji, bobot jerami, dan hasil GKG pada uji adaptasi efisiensi penggunaan pupuk P di
kecamatan Plampang. MH. 1999/2000.
Kode Perlakuan Bobot 1000 biji (gram) Bobot jerami (t/ha) Hasil GKG (t/ha)
T1 (115 -27 – 0 – 0) 34,08 tn 16,07 ab *) 6,11 a*)
T2 (115 -18 – 0 – 0) 33,38 16,57 a 5,68 ab
T3 (115 -0 – 0 – 0 ) 32,79 13,80 ab 4,59 cd
T4 (115 –18 – 0 – E-2001) 32,19 13,83 ab 5,52 abc
T5 (115 – 0 – 0 - E-2001) 32,15 13,57 ab 4,90 bcd
T6 (115 - 25 – 0 - E-2001) **) 31,68 13,27 ab 4,92 bcd
T7 (115 - 0 – 45 - E-2001) 31,57 12,83 b 4,29 d
T8 (115 - 27 – 45) 31,55 14,49 ab 5,31 abc
T9 (115 –27 – 0 – p.kdg 5000) 31,48 14,67 ab 5,51 abc
T10 (115 – 18 – 0 – p.kdg 5000) 31,29 15,51 ab 5,62 ab
T11 (115 – 45 – 0 – 0) 31,02 16,31 ab 5,98 a
Rata-rata 32,11 14,63 5,31
K.K (%) 6,75 12,2 9,6
Ket : *) = Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT (.05); tn =
Tidak berbeda nyata; **) = perlakuan celup akar

Uji Residu Pupuk Phosphor (P)


Pemupukan P pada pertanaman padi MK I yang pada MH mendapatkan pemupukan P, tidak
berpengaruh terhadap hasil dan jumlah biji berisi/malai, tetapi berpengaruh pada jumlah anakan
produktif/rumpun (Tabel 4). Implikasinya adalah residu P dari pemupukan musim sebelumnya tersedia
dalam jumlah yang cukup sehingga penambahan pupuk P tidak meningkatkan hasil.
Data pada Tabel 4. menunjukkan bahwa perbedaan nyata pada jumlah anakan produktif/rumpun tidak
menimbulkan perbedaan pada hasil gabah. Hal ini diduga karena anakan produktif yang banyak tidak selalu
meningkatkan jumlah biji/malai. Kenyataan ini didukung penelitian Yoshida (1981) yang melaporkan bahwa
jumlah biji/malai berbanding terbalik dengan jumlah anakan produktif.
Hal penting yang diperoleh dari pengkajian ini adalah petak dipupuk dengan P memberikan hasil yang
tidak berbeda dengan petak yang tidak diberi pupuk P. Hal ini berarti pemupukan P pada padi kedua yang
mendapatkan pupuk pada padi pertama tidak perlu dilakukan.
Tabel 4. Pengaruh residu pupuk P dari berbagai takaran pupuk P musim sebelumnya
terhadap komponen hasil dan hasil padi Maronge Sumbawa MK I 2000.
Anakan prod./rumpun Biji isi/malai Hasil GKG
No. Perlakuan
(batang) (butir) (t/ha)
1. T1 (75 kg P2O5/ha) 13,06 a-d 78,71 tn 5,74 tn
2. T1A (Residu T1) 12,60 a-d 75,57 5,91
3. T2 (18 kg P2O5/ha) 11,70 cd 72,06 5,09
4. T2A (Residu T2) 12,46 a-d 76,86 5,04
5. T3 (Kontrol) 12,16 bcd 79,06 5,45
6. T3A (Kontrol) 13,33 ab 83,24 5,78
7. T4 (18 kg P2O5/ha + E 2001) 12,00 bcd 71,72 5,62
8. T4A (Residu T4) 13,26 ab 75,82 6,09
9. T5 (E 2001) 11,60 d 78,18 5,08
10. T5A (Residu T5) 12,33 bcd 74,02 5,13
11. T6 (25 kg P2O5/ha akar celup) 12,26 bcd 74,97 5,41
12. T6A (Residu T6) 13,40 ab 78,25 6,06
13. T7 (75 kg K2O/ha) 12,80 a-d 79,98 6,02
14. T7A (Residu T7) 12,40 a-d 78,33 5,39
15. T8 (75 kg P2O5 + 75 kg K2O/ha) 13,13 abc 85,45 6,26
16. T8A (Residu T8) 13,46 ab 72,65 5,34
17. T9 (75 kg P2O5 + 5 t pupuk kandang/ha) 12,76 a-d 77,65 5,49
18. T9A (Residu T9) 13,20 abc 71,40 5,07
19. T10 (5 t pupuk kandang/ha) 13,33 ab 80,17 5,84
20. T10A (Residu T10) 12,26 bcd 74,24 5,82
21. T11 (45 kg P2O5/ha) 13,40 ab 86,26 6,28
22. T11A (Residu T11) 13,90 a 77,79 5,79
CV (%) 1,91 10,7 16,5
Ket : *) = Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT
(.05); tn = Tidak berbeda nyata

ESIMPULAN DAN SARAN


 Pemupukan Phosphor (P) tidak berpengaruh terhadap hasil
gabah, walaupun pengaruh pemupukan P nampak pada komponen hasil.
 Pemupukan Phosphor (P) pada padi musim kedua setelah
dilakukan pemupukan P pada padi musim pertama tidak berpengaruh terhadap hasil. Ini berarti bahwa
residu P dalam tanah cukup memenuhi kebutuhan P tanaman padi sawah.
 Memperhatikan kriteria 4 dan 5, maka untuk efisiensi dan
mempertahankan status P di Sumbawa, Dompu dan Bima pemupukan P dilakukan sekali dalam dua
musim tanam dengan takaran 18 kg/ha.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1997. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka. Kerjasama BPS Kabupaten Sumbawa dengan Bappeda
Kabupaten Sumbawa. hal. 7 - 265.
Baharudhin, AB. 1996. Rangkuman Laporan Penelitian Kajian Pemupukan Berimbang Pada Lahan/ Daerah Irigasi
Mamak Kakiang Sumbawa NTB Menunjang Pelestarian Swasembada Pangan. Fakultas Pertanian Unram. 48 hal.
Baharuddin, AB. dan J. Priyono. 1995. Penerapan pemupukan berimbang pada lahan irigasi Mamak dan Kakiang
Sumbawa. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Bidang Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unram. Fakultas
Pertanian UNRAM, Mataram.
Basyir, A. 1993. Pemupukan Jangka Panjang Padi Sawah. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun
1992. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. hal. 222 - 228.
Bastari, T. 1996. Penerapan Anjuran Teknologi Untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk. Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian Deptan. hal. 7 - 36.
BPS. 1998. Nusa Tenggara Dalam Angka 1997. Biro Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Fagi, A.M. 1996. Status Pengetahuan Teknik Pemupukan Pada Padi Sawah. Pusat dan Penelitian Tanah dan Agoklimat.
Badan Litbang Pertanian Deptan. hal. 37 - 60.
Jones, U.S. 1979. Fertilizers and Soil Fertility. Reston Publishing Company. USA. p 29 - 145.
Landon, J.R. 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agriculture Internati0nal Limited. P. 106 - 144.
0’Neill, M.E. 1997. Anintermediate Biometry Course Manual. Schoool of Crop Sceinces, The University 0f Sidney. P
114 - 159.
Prijatna, S, B.H. Kusuma dan M. H. Idris. 1997. Laporan Penelitian Pengkajian Pengaruh Masukan Organik Terhadap
Ketersediaan N dan Efisiensi Pupuk Urea Pada Tanaman Jagung di Tanah Vertisol. 18 hal.
Sekertariat Pembina Harian Bimas NTB. 1996. Rekomendasi Pemupukan di Wilayah NTB. Mataram 12 hal.
Setiyono, S. 1986. Kesuburan Tanah dan Nuheisi Tanaman PPS. Unibraw. Malang 55 hal.
Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Dep. Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB Bogor. 872 hal.
Soepartini, M., Nurjaya, A. Kasno, Supardi, Ardjakusuma, Moersidi, S. dan J. Sri Adiningsih. 1994. Status hara P dan
K serta sifat-sifat tanah sebagai penduga kebutuhan pupuk padi sawah di pulau Lombok. Pemberitaan Penelitan
Tanah dan Pupuk No. 12, 1994, p.23-35.
Subandi. 1995. Pemupukan kalium bagi upaya meningkatkan produksi padi di Nusa Tenggara Barat. Makalah
disampaikan pada Temu Aplikasi Paket Teknologi di IPPTP Mataram, 17-19 Desember 1995.

You might also like