Professional Documents
Culture Documents
BAB I . PENDAHULUAN
BAB II. KASUS
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
DIC Pada Kehamilan
Preeklampsia Berat
Sindroma HELLP
BAB IV. DISKUSI
BAB V. KESIMPULAN
BAB I
PENDAHULUAN
Hemotasis adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila
terjadi luka pada pembuluh darah dan agar darah tetap cair serta aliran darah
berlangsung secara lancar. Mekanisme hemostasis normal terdiri atas 3 fase, yaitu
hemostasis primer, hemostasis sekunder dan proses fibrinolisis. Mekanisme
hemostasis tersebut berupa : konstriksi pembuluh darah lokal, pembentukan platelet
plug, pembentukan fibrin dan proses fibrinolisis. Proses vasokontriksi-lokal dan
pembentukan platelet plug dinamakan hemostasis primer, sedangkan proses koagulasi
hingga terbentuknya fibrin stabil dinamakan hemostasis sekunder. Proses fibrinolisis
berusaha agar tidak terbentuk trombus berlebihan yang dapat mengganggu aliran
darah.Tambunan dkk,2001; drews dkk, 2010
Teori yang paling diterima mengenai koagulasi darah dipopulerkan oleh Ratnoff
dan Bennett pada tahun 1973 dan dikenal dengan cascade theory. Pada dasarnya
sistem koagulasi dibagi menjadi sistem intrinsik dan sistem ekstrinsik. Sistem intrinsik
mengandung semua komponen intravaskular yang dibutuhkan untuk mengaktifkan
trombin, yaitu faktor XII, XI, X, IX, V, dan II (protrombin). Faktor ekstrinsik meliputi
romboplastin jaringan yang akan mengawali aktifasi faktor VII, X, V, dan protrombin.
Kedua aktor intrinsik dan ekstrinsik bersamaan mengaktivasi faktor X, yang berikutnya
bereaksi dengan faktor V yang teraktifasi dengan adanya Calcium dan fosfolipid, untuk
mengubah protrombin menjadi trombin. Cunningham FG, 2010 Trombin adalah enzim proteolitik
yang bertanggung jawab untuk memecah rantai fibrinogen menjadi fibrinopeptid,
memulai pembentukan fibrin monomer.
Aktifasi sistem koagulasi juga menstimulasi perubahan plasminogen menjadi
plasmin sebagai mekanisme pertahanan terhadap trombosis intravaskular. Plasmin
adalah enzim yang menghambat aktivitas enzim V dan VIII, dan dapat menghancurkan
fibrin membentuk Fibrin Degradation Product (FDP). Hemostasis darah yang normal
merupakan keseimbangan dinamis antara koagulasi yang membentuk fibrin dan sistem
fibrinolisis, yang berfungsi membuang fibrin ketika fungsi hemostasis sudah lengkap.
Pada DIC terdapat koagulasi yang berlebihan dan melampaui batas oleh karena
lepasnya tromboplastin kedalam sirkulasi maternal. Hal ini menyebabkan konsumsi
faktor koagulasi berlebihan, menurunkan kadar faktor pembekuan, sehingga terjadi
kecenderungan untuk berdarah. Sebagai respon terhadap koagulasi yang luas dan
penumpukan fibrin pada mikrovaskular, proses fibrinolisis menjadi teraktivasi. Ini
meliputi perubahan plasminogen menjadi plasmin,yang memecah fibrin menjadi Fibrin
degradation products (FDP). FDP mempunyai sifat antikoagulan, menghambat fungsi
trombosit dan kerja trombin, sehingga memperburuk kelainan koagulasi. Alarm, 2001
GIANT ABRUTIO
HEMANGIOMAS PLACENTAE
INTRAUTERINE
TISSUE FETAL DEATH
INJURY
PROMYELOCYTIC
LEULEMIA
MASSIVE
ENDOTHELIAL Platelet
CELL INJURY Adhesion &
OR aggregation AMNIOTIC FLUID
ACTIVATION Tissue EMBOLISM
Contact Factor
activation
XII
Platelet
ENDOTOXINS XI Factor 3
IX
VIII
X NEOPLASMS
Fibrinogen
FIBRIN
Gambar 2. Mekanisme awal . Panah bergaris menujukan jalur hemostasis normal, dan
panah titik menunjukkan jalur dimana kelainan mengawali .
Pada kasus obstetri DIC selalu merupakan akibat adanya proses yang lain.
Aktifasi sistem koagulasi terjadi dengan cara:
1. Pelepasan sistem tromboplastin kedalam sirkulasi maternal dari plasenta dan
jaringan desidua. Mekanisme ini terjadi secara cepat pada kasus solusio
plasenta,emboli air ketuban, ruptur uteri, dan terjadi secara perlahan dan
membahayakan pada kasus IUFD dan missed abortion.Alarm, 2001
2. Kerusakan pada sel endotelial membuka kolagen utama kedalam plasma dan
mengaktifkan faktor koagulasi.2 Eklamsia dan preeclampsia termasuk dalam
kategori ini.Miller A, 2002
3. Kerusakan pada sel darah merah dan trombosit melepaskan pospolipid. Hal ini
terjadi pada reaksi transfusi. Alarm, 2001
Kesalahan memperkirakan jumlah perdarahan pada persalinan dengan cairan
pengganti yang tidak adekuat dengan kristaloid atau koloid menyebabkan terjadinya
vasospasme, menyebabkan kerusakan endotel, dan memicu terjadinya DIC. Hipotensi
menurunkan perfusi sehingga terjadi hipoksia lokal dan asidosis pada tingkat jaringan
memicu terjadinya DIC. DIC bisa dihindari dengan mengganti cairan yang cukup,
meskipun pada anemia yang berat. Foley, 2000
Gambaran klinis DIC pada kehamilan seringkali gejala dan tanda komplikasi
obstetri yang mendasari terjadinya DIC. Manifestasi perdarahan yang muncul bisa
berupa hematom, purpura, epistaksis, bekas injeksi yang berdarah, atau yang lebih
dramatis terjadinya perdarahan aktif dari luka operasi dan perdarahan post partum. Alarm,
2001
Perdarahan bisa berupa hematuria, perdarahan gastrointestinal, intracarnial dan
Miller A, 2002
internal bleeding. Gejala sisa adanya trombosis jarang ada pada DIC yang
terjadi secara akut, gejala lebih banyak ditutupi oleh kecenderungan terjadinya
perdarahan. Manifestasi adanya trombosis adalah disfungsi ginjal, hepar, dan paru. Alarm,
2001
Diagnosis DIC
Kewaspadaan terhadap kondisi obstetri yang dapat menimbulkan DIC penting
dilakukan, mengingat pentingnya kecepatan diagnosis DIC, dan kurangnya fasilitas
laboratorium yang lengkap menyebabkan tidak dilakukannya tes kelainan hematologi
definitif. Tes Pembentukan jendalan darah merupakan tes yang mudah dikerjakan.
Hasil yang abnormal menunjukkan adanya abnormalitas menyeluruh dari sistem
koagulasi. Tes ini dikerjakan dengan mengambil 5 ml darah dalam tabung gelas (atau
dalam spuit injeksi), balikkan tabung tiga atau empat kali dan amati terjadinya jendalan,
dan retraksi serta koagulasi jendalan. Waktu penjendalan memanjang apabila lebih dari
10-12 menit. Jendalan harus dapat bertahan ketika tabung dibalik sesudah 30 menit,
dan belum lisis dalam 1 jam. Jendalan harus terbentuk paling tidak separuh dari total
jumlah sampeldarah. Alarm, 2001
Pada DIC berat semua hasil laboratorium untuk menilai fungsi koagulasi dan
fibrinolisis menjadi abnormal, sedangkan pada kasus yang lebih ringan hasilnya
bervariasi. Uji laboratorium untuk diagnosis DIC terdiri atas uji tapis dan uji penentu. Uji
tapis meliputi hitung trombosit, Protrombin time (PT), Partial Tromboplastin Time, masa
trombin, fibrinogen, sedangkan uji penentu adalah pemeriksaan fibrin monomer terlarut
(soluble fibrin monomer), D-dimer, Fibrin degradation product dan anti trombin. Dalam
pertemuan Scientific and standardization Comittee International Society on trombosis
Tambunan KL, 2001
and Haemostasis ke 47, Juli 2001 di Paris disusun sistem skor untuk DIC.
TABEL 1. Skor DIC. Tambunan KL, 2001
Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110 mmHg, yang diukur
pada 2 keadaan selang 6 jam pada wanita pada waktu istirahat. Proteinuria : 5 g pada
urine 24 jam atau +3, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit
kepala, gangguan penglihatan dan oliguria ( ≤ 500 ml / 24 jam).
A. Pengobatan Medisinal
1. Tirah Baring
2. Oksigen
3. Kateter menetap
4. IVFD : Ringer Asetat, Ringer Laktat, Kolloid
Jumlah input cairan : 2000 ml/24 jam, berpedoman pada diuresis, insensible waterloss
dan CVP. Awasi balans cairan.
5. Magnesium Sulfat
Initial dose :
- Loading dose : 4 gr magnesium sulfat 20% IV (4-5 menit)
- 8 gr MS 40% IM, 4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri.
Maintenance dose : 4 gr magnesium sulfat 40% IM setiap 4 jam magnesium sulfat
maintenance dapat juga diberikan secara intravenus.
6. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastole >110 mmHg. Dapat diberikan
nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat
diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan interval 1 jam, 2 jam
atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu agresif.
Tekanan darah diastol jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan darah
maksimal 30%.
Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah
didapat dan mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik. Pada
tekanan darah sistolik 180 mmHG dan Diastolik ≥110 mmHg dapat diberikan obat
antihipertensi intravena, antara lain :
Hydralazine (Apresoline). Dosis : 5 mg iv atau 10 mg im.
Labetalol (Normodyne, Trandate). Dosis : 20 mg iv bolus.
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :
- Edema paru
- Gagal jantung kongestif
- Edema anasarka
8. Jika pasien koma, diberikan perawatan koma di ICU
9. Konsul ke Bagian Interna, Hematologi, Mata, Neurologi jika perlu.
10. Jajaki kemungkinan terjadinya komplikasi Sindroma HELLP, gagal ginjal, edema
paru, solusio plasenta, DIC, stroke, dll
11. Jika dijumpai Sindroma HELLP, beri deksametason 10mg / 12jam IV 2x sebelum
persalinan, dilanjutkan dengan deksametason 10, 10, 5, 5 mg / jam IV dengan
interval 6 jam postpartum.
SINDROMA HELLP
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver
Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun
Hariman H, 2002
1982 pada penderita preeklampsia berat.
Patogenesis syndroma HELLP sampai sekarang belum jelas. Angka morbiditas
dan mortalitas juga tinggi, yaitu sekitar 25%. Nilai trombosit sering dapat dipercaya
Drews, 2010
sebagai indikator terjadinya HELLP syndrom.
Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada penderita
preeklampsia berat dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis,
peningkatan kadar enzym hepar dan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).
Hariman H, 2002; Drews, 2010
BAB IV
DISKUSI
Telah dipresentasikan sebuah kasus seorang pasien 35 tahun kiriman RSUD
Pariaman dengan diagnosa P5A0H5 post histerektomi supravaginal diluar atas indikasi
perdarahan post partum lanjut e.c kelainan pembekuan darah + post sctpp + TP atas
indikasi preeklampsi berat + letak obliq + HELLP syndrom + suspek DIC. Pasien
kemudian dirawat di ICU bersama bagian penyakit dalam. Kemudian selama 10 hari
perawatan, keadaan pasien memburuk dan meninggal dihadapan dokter dan keluarga.
Ada menjadi masalah yang akan didiskusikan pada pasien ini adalah :
1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?
3. Apakah penyebab kematian pada pasien ini?
BAB V
KESIMPULAN
1. Penegakkan diagnosa pada pasien ini sudah tepat
2. Penatalaksanaan pada pasien ini dibidang kebidanan sudah tepat, namun
secara keseluruhan penatalaksanaan pada pasien ini tidak adekuat.
3. Penyebab kematian pada pasien ini adalah DIC
DAFTAR PUSTAKA
rd
Cunningham FG ,et. al: Obstetrics Hemorhage, Williams Obstetrics 23 edition. Mc
Graw Hill Companies, New york, 2010 : 493-501.
Tambunan,K.L., Sudoyo, A., Mustafa. Pudjiadji, A., Chen, K,. Tatalaksana Koagulasi
Intravaskular Diseminata (DIC) pada sepsis, konsensus nasional, cetakan pertama,
2001.