You are on page 1of 18

DAFTAR ISI

BAB I . PENDAHULUAN
BAB II. KASUS
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
DIC Pada Kehamilan
Preeklampsia Berat
Sindroma HELLP
BAB IV. DISKUSI
BAB V. KESIMPULAN
BAB I
PENDAHULUAN

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah istilah yang digunakan


untuk sekelompok sindroma klinikopatologis yang ditandai dengan aktivasi pembekuan
intravaskular baik melalui jalur intrinsik maupun jalur ekstrinsik.Cunningham FG,2010; Alarm,2001

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah sindroma abnormalitas koagulasi


dan fibrinolisis, DIC disebut juga konsumtif koagulopati. Alarm,2001
Kehamilan menyebabkan kondisi status hiperkoagulasi. Terdapat peningkatan
aktivitas semua faktor koagulasi kecuali faktor XI dan XIII. Fibrinogen meningkat sejak
awal kehamilan sekitar 12 minggu, dan mencapai puncaknya dengan kadar 400-650
mg/dL pada kehamilan aterm. Sistem fibrinolitik tertekan pada kehamilan dan
Miller A,
persalinan, akan tetapi kembali ke normal dalam satu jam setelah plasenta lahir.
2002

Banyak penyakit yang dapat mencetuskan terjadinya sehingga menimbulkan


gejala klinis yang bervariasi tergantung penyakit dasarnya. Oleh karena itu banyak
istilah yang dipakai untuk ini yaitu consumption coagulopathy, defibrination, syndrome
hiper fibrinolisis dan syndrome trombohemoragik. Cunningham FG,2010; Alarm,2001; Miller A,2002
Hemostasis tergantung kepada kontriksi dari pembuluh darah, agregasi dari
platelet sebagai respon dari kerusakan pembuluh darah dan generasi dari fibrin menjadi
bentuk bekuan, keadaan ini diseimbangkan oleh mekanisme fibrinolisis, dengan
perubahan fibrin dan patensi dari pembuluh darah. Foley, M.R,2002; Levi M,2003; Tambunan,2001.
Banyak kasus DIC berhubungan dengan kehamilan. DIC disebabkan oleh
eclampsia/ preeclampsia, perdarahan post partum, sepsis, solusio plasenta, missed
septic abortion, ruptur uterus, emboli air ketuban, Intra uterine fetal death (IUFD),
penyakit trofoblas, dan Sickle Cell Crisis. Cunningham FG,2010; Alarm,2001
Pada pasien dengan solusio plasenta berat yang disertai kematian janin, DIC
terjadi pada 25% pasien. Pada pasien dengan IUFD dan missed abortion DIC terjadi
pada 25% pasien, dan timbul 5-6 minggu sesudah kematian janin, dengan hasil
perubahan laboratorium pada beberapa kasus sudah nyata berubah sejak awal. Pada
Hellp syndrome DIC terjadi pada 92 dari 442 pasien (21%).Alarm,2001
Preeklampsia adalah merupakan syndroma yang khas bagi kehamilan dan
disebut sebagai hipertensi yang diinduksi kehamilan atau penyakit hipertensi pada
kehamilan. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists
Preeklampsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema
atau keduanya yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20. Miller A,2002
HELLP syndrom merupakan varian preeklampsi yang langka, dan mempunyai
morbiditas yang tinggi, yang berhubungan dengan hemolisis, meningkatnya enzim hati
dan rendahnya hitung trombosit. Cunningham FG,2010
Berikut ini akan dipresentasikan sebuah kasus seorang pasien 35 tahun kiriman
RSUD Pariaman dengan diagnosa P5A0H5 post histerektomi supravaginal diluar atas
indikasi perdarahan post partum lanjut e.c kelainan pembekuan darah + post sctpp +
TP atas indikasi preeklampsi berat + letak obliq + HELLP syndrom + suspek DIC.
Pasien kemudian dirawat di ICU bersama bagian penyakit dalam. Kemudian selama 10
hari perawatan, keadaan pasien memburuk dan meninggal dihadapan dokter dan
keluarga.
BAB II
KASUS
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Hemotasis adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila
terjadi luka pada pembuluh darah dan agar darah tetap cair serta aliran darah
berlangsung secara lancar. Mekanisme hemostasis normal terdiri atas 3 fase, yaitu
hemostasis primer, hemostasis sekunder dan proses fibrinolisis. Mekanisme
hemostasis tersebut berupa : konstriksi pembuluh darah lokal, pembentukan platelet
plug, pembentukan fibrin dan proses fibrinolisis. Proses vasokontriksi-lokal dan
pembentukan platelet plug dinamakan hemostasis primer, sedangkan proses koagulasi
hingga terbentuknya fibrin stabil dinamakan hemostasis sekunder. Proses fibrinolisis
berusaha agar tidak terbentuk trombus berlebihan yang dapat mengganggu aliran
darah.Tambunan dkk,2001; drews dkk, 2010
Teori yang paling diterima mengenai koagulasi darah dipopulerkan oleh Ratnoff
dan Bennett pada tahun 1973 dan dikenal dengan cascade theory. Pada dasarnya
sistem koagulasi dibagi menjadi sistem intrinsik dan sistem ekstrinsik. Sistem intrinsik
mengandung semua komponen intravaskular yang dibutuhkan untuk mengaktifkan
trombin, yaitu faktor XII, XI, X, IX, V, dan II (protrombin). Faktor ekstrinsik meliputi
romboplastin jaringan yang akan mengawali aktifasi faktor VII, X, V, dan protrombin.
Kedua aktor intrinsik dan ekstrinsik bersamaan mengaktivasi faktor X, yang berikutnya
bereaksi dengan faktor V yang teraktifasi dengan adanya Calcium dan fosfolipid, untuk
mengubah protrombin menjadi trombin. Cunningham FG, 2010 Trombin adalah enzim proteolitik
yang bertanggung jawab untuk memecah rantai fibrinogen menjadi fibrinopeptid,
memulai pembentukan fibrin monomer.
Aktifasi sistem koagulasi juga menstimulasi perubahan plasminogen menjadi
plasmin sebagai mekanisme pertahanan terhadap trombosis intravaskular. Plasmin
adalah enzim yang menghambat aktivitas enzim V dan VIII, dan dapat menghancurkan
fibrin membentuk Fibrin Degradation Product (FDP). Hemostasis darah yang normal
merupakan keseimbangan dinamis antara koagulasi yang membentuk fibrin dan sistem
fibrinolisis, yang berfungsi membuang fibrin ketika fungsi hemostasis sudah lengkap.
Pada DIC terdapat koagulasi yang berlebihan dan melampaui batas oleh karena
lepasnya tromboplastin kedalam sirkulasi maternal. Hal ini menyebabkan konsumsi
faktor koagulasi berlebihan, menurunkan kadar faktor pembekuan, sehingga terjadi
kecenderungan untuk berdarah. Sebagai respon terhadap koagulasi yang luas dan
penumpukan fibrin pada mikrovaskular, proses fibrinolisis menjadi teraktivasi. Ini
meliputi perubahan plasminogen menjadi plasmin,yang memecah fibrin menjadi Fibrin
degradation products (FDP). FDP mempunyai sifat antikoagulan, menghambat fungsi
trombosit dan kerja trombin, sehingga memperburuk kelainan koagulasi. Alarm, 2001

Patofisiologi Lee GR, 2003


MASSIVE TRAUMA
BURNS

GIANT ABRUTIO
HEMANGIOMAS PLACENTAE

INTRAUTERINE
TISSUE FETAL DEATH
INJURY
PROMYELOCYTIC
LEULEMIA
MASSIVE
ENDOTHELIAL Platelet
CELL INJURY Adhesion &
OR aggregation AMNIOTIC FLUID
ACTIVATION Tissue EMBOLISM
Contact Factor
activation
XII
Platelet
ENDOTOXINS XI Factor 3

IX

VIII
X NEOPLASMS

SNAKE VENOMS Prothrombin

Fibrinogen

FIBRIN
Gambar 2. Mekanisme awal . Panah bergaris menujukan jalur hemostasis normal, dan
panah titik menunjukkan jalur dimana kelainan mengawali .

DIC PADA KEHAMILAN

Pada kasus obstetri DIC selalu merupakan akibat adanya proses yang lain.
Aktifasi sistem koagulasi terjadi dengan cara:
1. Pelepasan sistem tromboplastin kedalam sirkulasi maternal dari plasenta dan
jaringan desidua. Mekanisme ini terjadi secara cepat pada kasus solusio
plasenta,emboli air ketuban, ruptur uteri, dan terjadi secara perlahan dan
membahayakan pada kasus IUFD dan missed abortion.Alarm, 2001
2. Kerusakan pada sel endotelial membuka kolagen utama kedalam plasma dan
mengaktifkan faktor koagulasi.2 Eklamsia dan preeclampsia termasuk dalam
kategori ini.Miller A, 2002
3. Kerusakan pada sel darah merah dan trombosit melepaskan pospolipid. Hal ini
terjadi pada reaksi transfusi. Alarm, 2001
Kesalahan memperkirakan jumlah perdarahan pada persalinan dengan cairan
pengganti yang tidak adekuat dengan kristaloid atau koloid menyebabkan terjadinya
vasospasme, menyebabkan kerusakan endotel, dan memicu terjadinya DIC. Hipotensi
menurunkan perfusi sehingga terjadi hipoksia lokal dan asidosis pada tingkat jaringan
memicu terjadinya DIC. DIC bisa dihindari dengan mengganti cairan yang cukup,
meskipun pada anemia yang berat. Foley, 2000
Gambaran klinis DIC pada kehamilan seringkali gejala dan tanda komplikasi
obstetri yang mendasari terjadinya DIC. Manifestasi perdarahan yang muncul bisa
berupa hematom, purpura, epistaksis, bekas injeksi yang berdarah, atau yang lebih
dramatis terjadinya perdarahan aktif dari luka operasi dan perdarahan post partum. Alarm,
2001
Perdarahan bisa berupa hematuria, perdarahan gastrointestinal, intracarnial dan
Miller A, 2002
internal bleeding. Gejala sisa adanya trombosis jarang ada pada DIC yang
terjadi secara akut, gejala lebih banyak ditutupi oleh kecenderungan terjadinya
perdarahan. Manifestasi adanya trombosis adalah disfungsi ginjal, hepar, dan paru. Alarm,
2001

Patogenesis terjadinya DIC meliputi peningkatan pembentukan trombin,


penurunan mekanisme fisiologis antikoagulan, dan terhambatnya proses fibrinolisis.
Antikoagulan fisiologis meliputi antitrombin III, protein C dan TFPI (tissue factor
pathway inhibitor). Pada DIC kadar antitrombin III, yang merupakan inhibitor trombin
utama menurun sebagai respon terhadap proses koagulasi yang sedang berlangsung,
degradasi oleh elastase yang dikeluarkan oleh neutrofil aktif, dan gangguan sintesis
antitrombin III. Foley, 2000
Penurunan fungsi sistem protein C disebabkan oleh penurunan aktifitas
trombomodulin, penurunan kadar fraksi bebas protein S (kofaktor esensial protein
C),disamping penurunan sintesis. Penurunan aktivitas fibrinolitik diperantrai oleh
peningkatan inhibitor aktivator plasminogen tipe 1, penghambat utama sistem
fibrinolitik, dan penelitian klinik menunjukkan meskipun terdapat aktivitas fibrinolitik,
pada DIC aktivitasnya terlalu lemah dibandingkan aktivitas pembentukan fibrin. Levi, 2003

Diagnosis DIC
Kewaspadaan terhadap kondisi obstetri yang dapat menimbulkan DIC penting
dilakukan, mengingat pentingnya kecepatan diagnosis DIC, dan kurangnya fasilitas
laboratorium yang lengkap menyebabkan tidak dilakukannya tes kelainan hematologi
definitif. Tes Pembentukan jendalan darah merupakan tes yang mudah dikerjakan.
Hasil yang abnormal menunjukkan adanya abnormalitas menyeluruh dari sistem
koagulasi. Tes ini dikerjakan dengan mengambil 5 ml darah dalam tabung gelas (atau
dalam spuit injeksi), balikkan tabung tiga atau empat kali dan amati terjadinya jendalan,
dan retraksi serta koagulasi jendalan. Waktu penjendalan memanjang apabila lebih dari
10-12 menit. Jendalan harus dapat bertahan ketika tabung dibalik sesudah 30 menit,
dan belum lisis dalam 1 jam. Jendalan harus terbentuk paling tidak separuh dari total
jumlah sampeldarah. Alarm, 2001
Pada DIC berat semua hasil laboratorium untuk menilai fungsi koagulasi dan
fibrinolisis menjadi abnormal, sedangkan pada kasus yang lebih ringan hasilnya
bervariasi. Uji laboratorium untuk diagnosis DIC terdiri atas uji tapis dan uji penentu. Uji
tapis meliputi hitung trombosit, Protrombin time (PT), Partial Tromboplastin Time, masa
trombin, fibrinogen, sedangkan uji penentu adalah pemeriksaan fibrin monomer terlarut
(soluble fibrin monomer), D-dimer, Fibrin degradation product dan anti trombin. Dalam
pertemuan Scientific and standardization Comittee International Society on trombosis
Tambunan KL, 2001
and Haemostasis ke 47, Juli 2001 di Paris disusun sistem skor untuk DIC.
TABEL 1. Skor DIC. Tambunan KL, 2001

1. Penilaian resiko : Apakah terdapat kelainan dasar / etiologi yang


berkaitan dengan DIC? (jika tidak, penilaian tidak dilanjutkan)
2. Uji koagulasi : hitung trombosit, protrombin time, fibrinogen, FDP / D-
dimer
Skor
Trombosit
> 100.000 / mm3 :0
50.000 – 100.000 / mm3 :1
<50.000 / mm3 :2
FDP atau D-dimer
< 500 μg/L :0
500 – 1000 μg/L : meningkat ringan :1
> 1000 μg/L : meningkat ringan :2
Pemanjangan protrombin time (PT)
< 3 detik :0
4 – 6 detik :1
> 6 detik :2
Fibrinogen
> 100 mg dl :0
< 100 mg dl :1
3. Jumlah skor ≥ 5 sesuai DIC skor diulang tiap hari
Jumlah skor < 5 sugestif DIC skor diulang dalam 1-2 hari
Angka trombosit rendah, atau turun sangat rendah, hal ini disebabkan kadar faktor
VII dari sel endotelial sering meningkat. Partial tromboplastin time bervariasi dan
mungkin hanya memanjang pada proses akhir, ketika faktor pembekuan turun sangat
rendah. Protrombin time menjadi memanjang, oleh karena hampir semua faktor
Foley, 2000
koagulasi ekstrinsik turun (terutama II,V,VII,X). Trombin time biasanya
memanjang. Kadar fibrinogen pada kondisi kehamilan normal meningkat 400-650 mg/dl
pada DIC kadarnya turun pada kadar normal orang tidak hamil. Pada DIC berat kadar
fibrinogen biasanya kurang dari 150 mg/dl. Kadar FDP 80ë/ml mendukung diagnosis
DIC, kadar ini akan menetap tinggi selama 24-48 jam setelah DIC terkontrol. Sediaan
apus darah akan menunjukkan bentuk abnormal, dan sel darah merah yang pecah
(Schistocytes), yang terbentuk akibat melalui lubang fibrin pada kapiler yang tersumbat.
Alarm, 2001

Manajemen DIC pada Kehamilan


Pada kehamilan DIC berlangsung sangat cepat. Terapi harus diutamakan. Proses
dan perkembangan DIC sangat dinamis sehingga hasil laboratorium mungkin tidak
menggambarkan situasi yang sebenarnya. Namun ini tidak berarti tidak harus mengikuti
hasil laboratorium dan pertolongan dari ahli hematologi bila memang tersedia.
Bagaimanapun tanpa hasil hematologi yang lengkap, harus punya rencana manajemen
yang dapat mengatasi masalah yang bisa menimbulkan komplikasi yang
membahayakan. Alarm, 2001
Manajemen yang pertama adalah mengatasi penyebab timbulnya DIC. Umumnya
hal ini dilakukan dengan melahirkan produk kehamilan, kemudian dilanjutkan dengan
Alarm, 2001
menjaga perfusi organ. Pada pasien yang direncanakan dilakukan terminasi
secara seksio sesarea pada kondisi trombositopeni berat terdapat beberapa saran, Jika
secara klinis terdapat tanda-tanda perdarahan nyata dilakukan incisi linea mediana,
namun jika tidak dapat dilakukan incisi pfanensteal, penggunaan cauter boleh dilakukan
lebih bebas , tutup uterus dengan 2 lapis, membiarkan plica vesicouterina tetap terbuka,
peritoneum ditutup untuk mencegah perdarahan dari pembuluh darah yang kadang
tidak terlihat dan memberikan tempat untuk pemasangan drain, pemakaian skin staples,
tutup luka dengan balut tekan pada tempat incisi. Selain hal diatas Sibai menambahkan
perlunya dipilih anestesi secara general anestesi, pemberian trombosit 10 unit sebelum
operasi bila angka trombosit <50.000/µL, penutupan luka secara sekunder atau
pemasangan drain subkutan,transfusi diberikan sesuai kebutuhan dan monitoring
intensif dilakukan selama 48 jam sesudah persalinan. Foley, 2000; Hariman H, 2002
Pada pasien dimana penyebab dan gejala DIC adalah perdarahan, perfusi organ
merupakan hal yang sangat penting, infus cepat dengan Ringer laktat atau NaCl, dan
mengganti perdarahan dengan whole blood. Fresh whole blood merupakan yang
Suparman, 2003
terbaik karena kandungkan faktor koagulasi dan trombosit. Oksigenasi
dengan sungkup atau intubasi endotracheal diberikan untuk mencapai oksigenasi
arterial yang memuaskan. Monitoring dengan pemasangan CVP untuk menjaga
produksi urin 30-60 ml/jam dan hematokrit >30%. Alarm, 2001 Penggantian faktor koagulasi
sebaiknya dilakukan oleh ahli hematologi. Fresh frozen plasma (FFP) mengganti hampir
semua faktor pembekuan dan mempunyai risiko paling rendah menularkan hepatitis. 1
unit diberikan setelah 4-6 unit whole blood, dilanjutkan 1 unit tiap 2 unit whole blood
yang diperlukan. FFP diberikan dengan indikasi perdarahan masif, defisiensi faktor
koagulasi tertentu, melawan pemberian warfarin sebelumnya, defisiensi antitrombin II,
imunodefisiensi dan purpura trombositopeni.1 FFP diberikan bila protrombin time lebih
dari 1,5 kali nilai kontrol normal. Tujuan transfusi FFP sampai menjaga angka
protrombin time dalam selisih 2-3 detik dari kontrol FFP mengandung semua faktor
koagulan, tidak mengandung trombosit. Miller A, 2002
Crioprecipitates mungkin diperlukan bila fibrinogen sangat rendah (fibrinogen
<100 mg/dl). 10 unit criopresipitat biasanya diberikan sesudah pemberian 2-3 unit
plasma.4 riopresipitates mengandung fibrinogen, faktor VIII, XIII.3 Trombosit dapat
ditransfusi pada kondisi trombositopenia berat, dimana satu unit dapat menaikkan
angka trombosit 5000/µL – 10.000/µL. Transfusi trombosit diberikan apabila terdapat
perdarahan aktif dengan angka trombosit < 50.000/µL, atau pada kondisi angka
trombosit <50.000/µL pada pasien dengan rencana dilakukan tindakan operasi (seksio
sesarea), dan sebagai tindakan profilaktik dengan angka trombosit 20.000/µL
-30.000/µL. Trombosit biasanya diberikan 1-3 unit/10 kg/hari.1,2 Vitamin K dan folat
diberikan mengingat pasien dengan DIC seringkali kekurangan kedua vitamin ini.
Sedang berkembang bukti pemberian antitrombin III konsentrat pada pasien DIC dapat
memperbaiki kondisi dan mempercepat penyembuhan. Alarm, 2001
Penggunaan heparin merupakan metode untuk menghentikan proses DIC.
Heparin dipertimbangkan apabila terdapat disfungsi ginjal berat, gangrene jari-jari.
Heparin diberikan pada dosis 5000-1000 unit per jam intravena, dengan dosis awal
5000 unit. Kontrol untuk terapi heparin sulit dilakukan, namun kecuali jika fibrinogen
sangat rendah dan terapi adekuat diperoleh dengan melihat peningkatan Trombin time
atau Partial tromboplastin time satu sampai satu setengah kali dari kontrol. Miller A, 2002
Heparin merupakan suatu mukopolisakarida sulfat yang mampu mengikatkan diri
dengan antitrombin III, sehingga sifat antikoagulan molekul Antitrombin III
Suparman, 2003
dilipatgandakan (dipercepat sampai 2000 kali). Heparin barangkali tidak
selalu bermanfaat pada pasien dengan DIC, oleh karena kadar antitrombin III bervariasi
pada tiap pasien, bahkan kadarnya bisa berkurang, terutama pada DIC yang terjadi
secara akut. Penelitian lebih lanjut pemakain terapi pengganti antitrombin III secara
randomisasi sedang berlangsung. Drews, 2010
Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus DIC kronik seperti
IUFD, dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan perdarahan yang masif.
Epsilon aminocaproic acid (EACA) menghambat perubahan plasminogen menjadi
plasmin, dan digunakan untuk mencegah proses sekunder fibrinolisis. Namun
pemakaiannya tidak direkomendasikan. Masih diragukan penggunaan kedua agen itu
dibenarkan atau tidak untuk mengatasi DIC. Pemakaiannya hanya pada tingkatan teori,
pemakaian praktis penggunaannya masih kurang. Alarm, 2001
Terapi logis kedepan yang bisa dipikirkan pada kasus DIC adalah penghambatan
aktifitas faktor jaringan. Salah satu penghambatnya adalah nematode rekombinan
antikoagulan protein C2, yang merupakan inhibitor spesifik yang kuat terhadap
pembentukan komplek dari faktor jaringan dan faktor VII a dengan faktor Xa. Pemberian
TFPI juga dapat menghambat aktivitas faktor jaringan sehingga dapat mencegah
aktifasi sistem koagulasi. Pemberian protein C mungkin juga akan memberikan
manfaat, seperti yang ditemukan pada binatang dengan kelainan ini. Levi, 2003

PREEKLAMPSIA BERAT Tambunan, 2001; suparman 2003


Preeklampsia adalah kehamilan dengan gangguan organ multysistem yang
spesifik dengan penyebab yang belum diketahui secara pasti.

Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110 mmHg, yang diukur
pada 2 keadaan selang 6 jam pada wanita pada waktu istirahat. Proteinuria : 5 g pada
urine 24 jam atau +3, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit
kepala, gangguan penglihatan dan oliguria ( ≤ 500 ml / 24 jam).

A. Pengobatan Medisinal

1. Tirah Baring
2. Oksigen
3. Kateter menetap
4. IVFD : Ringer Asetat, Ringer Laktat, Kolloid
Jumlah input cairan : 2000 ml/24 jam, berpedoman pada diuresis, insensible waterloss
dan CVP. Awasi balans cairan.
5. Magnesium Sulfat
Initial dose :
- Loading dose : 4 gr magnesium sulfat 20% IV (4-5 menit)
- 8 gr MS 40% IM, 4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri.
Maintenance dose : 4 gr magnesium sulfat 40% IM setiap 4 jam magnesium sulfat
maintenance dapat juga diberikan secara intravenus.
6. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastole >110 mmHg. Dapat diberikan
nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat
diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan interval 1 jam, 2 jam
atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu agresif.
Tekanan darah diastol jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan darah
maksimal 30%.
Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah
didapat dan mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik. Pada
tekanan darah sistolik 180 mmHG dan Diastolik ≥110 mmHg dapat diberikan obat
antihipertensi intravena, antara lain :
Hydralazine (Apresoline). Dosis : 5 mg iv atau 10 mg im.
Labetalol (Normodyne, Trandate). Dosis : 20 mg iv bolus.
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :
- Edema paru
- Gagal jantung kongestif
- Edema anasarka
8. Jika pasien koma, diberikan perawatan koma di ICU
9. Konsul ke Bagian Interna, Hematologi, Mata, Neurologi jika perlu.
10. Jajaki kemungkinan terjadinya komplikasi Sindroma HELLP, gagal ginjal, edema
paru, solusio plasenta, DIC, stroke, dll
11. Jika dijumpai Sindroma HELLP, beri deksametason 10mg / 12jam IV 2x sebelum
persalinan, dilanjutkan dengan deksametason 10, 10, 5, 5 mg / jam IV dengan
interval 6 jam postpartum.

SINDROMA HELLP
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver
Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun
Hariman H, 2002
1982 pada penderita preeklampsia berat.
Patogenesis syndroma HELLP sampai sekarang belum jelas. Angka morbiditas
dan mortalitas juga tinggi, yaitu sekitar 25%. Nilai trombosit sering dapat dipercaya
Drews, 2010
sebagai indikator terjadinya HELLP syndrom.
Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada penderita
preeklampsia berat dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis,
peningkatan kadar enzym hepar dan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).
Hariman H, 2002; Drews, 2010

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Etiologi dan patogenesis sindroma HELLP selalu dihubungkan dengan
Preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis preeklampsia sampai saat ini belum
Hariman H, 2002; Drews, 2010; Lee GR, 2003
dapat diketahui dengan pasti.
Banyak teori yang sudah dikembangkan untuk mengungkapkan patogenesis
preeklampsia, seperti adanya tonus vaskuler yang abnormal, vasospasme, dan adanya
Hariman H, 2002
gangguan pembekuan darah. Namun dalam dekade terakhir ini perhatian
terfokus pada aktivasi atau disfungsi sel endotel. Tetapi apa penyebab perubahan
Hariman H, 2002; Drews, 2010; Lee GR, 2003
endotel ini, sampai kini belum diketahui dengan pasti.
Pada sindroma HELLP terjadi anemia hemolitik mikroangiopati. Akibat
fragmentasi, sel darah merah akan lebih mudah keluar dari pembuluh darah yang telah
mengalami kebocoran akibat kerusakan endotel dan adanya deposit fibrin. Pada
gambaran darah tepi akan terlihat gambaran spherocytes, schistocytes, triangular cell
dan burr cell. Hariman H, 2002; Drews, 2010
Pada sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar. Pada gambaran
histopatologisnya terlihat nekrosis parenkhim periportal atau fokal yang disertai dengan
deposit hialin dari bahan seperti fibrin yang terdapat pada sinusoid. Adanya
mikrotrombin dan deposit fibrin pada sinusoid tersebut menyebabkan obstruksi aliran
darah di hepar yang akan merupakan dasar terjadinya peningkatan enzim hepar dan
terdapatnya nyeri perut kwadran kanan atas. Gambaran nekrosis sellular dan
perdarahan dapat terlihat dengan MRI. Pada kasus yang berat dapat dijumpai adanya
perdarahan intrahepatik dan hematom subkapsular atau ruptur hepar.
Penurunan jumlah platelet pada sindroma HELLP disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi atau destruksi platelet. Meningkatnya konsumsi platelet terjadi
kerena agregasi platelet yang diakibatkan karena kerusakan sel endotel, penurunan
produksi prostasiklin, proses imunologis maupun peningkatan jumlah radikal bebas.
Beberapa peneliti beranggapan bahwa DIC merupakan proses primer yang
terjadi pada sindroma HELLP. Walaupun gambaran histologis mikrotrombi yang mirip
antara sindroma HELLP dan DIC tetapi pada sindroma HELLP tidak dijumpai
koagulopati intravaskular. Pada sindroma HELLP terjadi mikroangiopati dengan kadar
fibrinogen yang normal. Hariman H, 2002; Drews, 2010

BAB IV
DISKUSI
Telah dipresentasikan sebuah kasus seorang pasien 35 tahun kiriman RSUD
Pariaman dengan diagnosa P5A0H5 post histerektomi supravaginal diluar atas indikasi
perdarahan post partum lanjut e.c kelainan pembekuan darah + post sctpp + TP atas
indikasi preeklampsi berat + letak obliq + HELLP syndrom + suspek DIC. Pasien
kemudian dirawat di ICU bersama bagian penyakit dalam. Kemudian selama 10 hari
perawatan, keadaan pasien memburuk dan meninggal dihadapan dokter dan keluarga.
Ada menjadi masalah yang akan didiskusikan pada pasien ini adalah :
1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?
3. Apakah penyebab kematian pada pasien ini?

Pasien ini masuk dengan sebelumnya telah dilakukan histerektomi supravaginal


atas indikasi perdarahan post partum lanjut karena kelainan pembekuan darah. Pasien
sebelumnya melahirkan secara seksio sesarea atas indikasi preeklampsi berat. Pada

BAB V
KESIMPULAN
1. Penegakkan diagnosa pada pasien ini sudah tepat
2. Penatalaksanaan pada pasien ini dibidang kebidanan sudah tepat, namun
secara keseluruhan penatalaksanaan pada pasien ini tidak adekuat.
3. Penyebab kematian pada pasien ini adalah DIC

DAFTAR PUSTAKA
rd
Cunningham FG ,et. al: Obstetrics Hemorhage, Williams Obstetrics 23 edition. Mc
Graw Hill Companies, New york, 2010 : 493-501.

Drews, R.E., Weinberger, S.E., Trombositopenic disorder in Critically ill patients, Am J


Respir Crit Care Med:2010;162:347-351.

Foley, M.R., Strong, T.H., Obstetric Intensive care, WB saunders, 2000

Hariman, H : Management Of Koagulasi intravaskuler diseminata In Obstetrics


accidents. Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) IDSAI, Medan 4-7 juli 2002.

Lee .G. Richard. M. D. Acquired Coagulation Disorders. In : Wintrobe’s Clinical


Hematology 10th ed. Philadelphia; 2003; 1473 – 1502.

Levi, M., Cate, H.T., Disseminated intravascular coagulation. Nejm:2003;341:586-91.

Miller A, Hanretty K.Coagulation Failure In Pregnancy, In Obstetrics Illustrted sixth


Edition , Churcill Lvingstone, 2002 : 122-24.

Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia,


Jakarta, 2003

Tambunan,K.L., Sudoyo, A., Mustafa. Pudjiadji, A., Chen, K,. Tatalaksana Koagulasi
Intravaskular Diseminata (DIC) pada sepsis, konsensus nasional, cetakan pertama,
2001.

The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, Alarm International,


second edition, Ontario, 2001.

You might also like