You are on page 1of 30

Teknis Budidaya Kedelai Organik

PENDAHULUAN
Ketergantungan terhadap kedelai impor sangat memprihatinkan, karena seharusnya kita mampu
mencukupinya sendiri. Ini karena produktivitas rendah dan semakin meningkatnya kebutuhan kedelai.
PT. Natural Nusantara berusaha membantu dalam peningkatan produksi secara kuantitas , kualitas dan
kelestarian lingkungan sehingga kita bisa bersaing di era pasar bebas.

SYARAT TUMBUH
Tanaman dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase (tata air) dan aerasi (tata udara) tanah
cukup baik, curah hujan 100-400 mm/bulan, suhu udara 230C - 300C, kelembaban 60% - 70%, pH tanah
5,8 - 7 dan ketinggian kurang dari 600 m dpl.

PENGOLAHAN TANAH
- Tanah dibajak, digaru dan diratakan
- Sisa-sisa gulma dibenamkan
- Buat saluran air dengan jarak sekitar 3-4 m
- Tanah dikeringanginkan tiga minggu baru ditanami
- Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air secara merata di atas bedengan dengan dosis ± 1
botol (500 cc) POC NASA diencerkan dengan air secukupnya untuk setiap 1000 m² (10 botol/ha). Hasil
akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA, cara penggunaannya sebagai berikut:
- Alternatif 1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap
50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
- Alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan SUPER NASA untuk menyiram 5-10
meter bedengan.

PENANAMAN
- Rendam benih dalam POC NASA dosis 2 cc / liter selama 0,5 jam dan dicampur Legin (Rhizobium )
untuk tanah yang belum pernah ditanami kedelai
- Buat jarak tanam antar tugalan berukuran 30 x 20 cm, 25 x 25 cm atau 20 x 20 cm
- Buat lubang tugal sedalam 5 cm dan masukkan biji 2-3 per lubang
- Tutup benih dengan tanah gembur dan tanpa dipadatkan
- Waktu tanam yang baik akhir musim hujan

PENJARANGAN & PENYULAMAN


Kedelai mulai tumbuh kira-kira umur 5-6 hari, benih yang tidak tumbuh diganti atau disulam dengan benih
baru yang akan lebih baik jika dicampur Legin. Penyulaman sebaiknya sore hari.

PENYIANGAN
Penyiangan pertama umur 2-3 minggu, ke-2 pada saat tanaman selesai berbunga (sekitar 6 minggu
setelah tanam). Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan pemupukan ke-2.

PEMBUBUNAN
Pembubunan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak merusak perakaran tanaman.
Luka pada akar akan menjadi tempat penyakit yang berbahaya.

PEMUPUKAN
Contoh jenis dan dosis pupuk sebagai berikut :

Waktu Dosis Pupuk Makro (per


ha)

Urea SP-36 KCl


(kg) (kg) (kg)

2 Minggu 50 40 20
Setelah Tanam

6 Minggu 30 20 40
Setelah Tanam

Total 80 kg 60 kg 60 kg

POC NASA diberikan 2 minggu sekali semenjak tanaman berumur 2 minggu, dengan cara disemprotkan
(4 - 8 tutup POC NASA/tangki).
Kebutuhan total POC NASA untuk pemeliharaan 1-2 botol per 1000 m2 (10 - 20 botol/ha). Akan lebih
bagus jika penggunaan POC NASA ditambahkan HORMONIK (3 - 4 tutup POC NASA + 1 tutup
HORMONIK/tangki). Pada saat tanaman berbunga tidak dilakukan penyemprotan, karena dapat
mengganggu penyerbukan, akan lebih aman jika disiramkan.

PENGAIRAN DAN PENYIRAMAN


Kedelai menghendaki kondisi tanah yang lembab tetapi tidak becek. Kondisi seperti ini dibutuhkan sejak
benih ditanam hingga pengisian polong. Saat menjelang panen, tanah sebaiknya dalam keadaan kering.

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT


1. Aphis glycine
Kutu ini dapat dapat menularkan virus SMV (Soyabean Mosaik Virus). Menyerang pada awal
pertumbuhan dan masa pertumbuhan bunga dan polong. Gejala: layu, pertumbuhannya terhambat.
Pengendalian: (1) Jangan tanam tanaman inang seperti: terung-terungan, kapas-kapasan atau kacang-
kacangan; (2) buang bagian tanaman terserang dan bakar, (3) gunakan musuh alami (predator maupun
parasit); (4) semprot Natural BVR atau PESTONA dilakukan pada permukaan daun bagian bawah.

2. Kumbang daun tembukur (Phaedonia inclusa)


Bertubuh kecil, hitam bergaris kuning. Bertelur pada permukaan daun. Gejala: larva dan kumbang
memakan daun, bunga, pucuk, polong muda, bahkan seluruh tanaman. Pengendalian: penyemprotan
PESTONA

3. Ulat polong (Ettiela zinchenella)


Gejala: pada buah terdapat lubang kecil. Waktu buah masih hijau, polong bagian luar berubah warna, di
dalam polong terdapat ulat gemuk hijau dan kotorannya. Pengendalian : (1) tanam tepat waktu.

4. Kepik polong (Riptortis lincearis)


Gejala: polong bercak-bercak hitam dan menjadi hampa.

5. Lalat kacang (Ophiomyia phaseoli)


Menyerang tanaman muda yang baru tumbuh. Pengendalian : Saat benih ditanam, tanah diberi POC
NASA, kemudian setelah benih ditanam, tanah ditutup dengan jerami . Satu minggu setelah benih
menjadi kecambah dilakukan penyemprotan dengan PESTONA. Penyemprotan diulangi pada waktu
kedelai berumur 1 bulan.
6. Kepik hijau (Nezara viridula)
Pagi hari berada di atas daun, saat matahari bersinar turun ke polong, memakan polong dan bertelur.
Umur kepik dari telur hingga dewasa antara 1 sampai 6 bulan. Gejala: polong dan biji mengempis serta
kering. Biji bagian dalam atau kulit polong berbintik coklat.

7. Ulat grayak (Spodoptera litura)


Gejala : kerusakan pada daun, ulat hidup bergerombol, memakan daun, dan berpencar mencari rumpun
lain. Pengendalian : (1) dengan cara sanitasi; (2) disemprotkan pada sore/malam hari (saat ulat
menyerang tanaman) beberapa Natural VITURA.

8. Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas sp.)


Gejala : layu mendadak bila kelembaban terlalu tinggi dan jarak tanam rapat. Pengendalian : Varietas
tahan layu, sanitasi kebun, dan pergiliran tanaman.
Pengendalian : Pemberian Natural GLIO

9. Penyakit layu (Jamur tanah : Sclerotium Rolfsii)


Penyakit ini menyerang tanaman umur 2-3 minggu, saat udara lembab, dan tanaman berjarak tanam
pendek. Gejala : daun sedikit demi sedikit layu, menguning. Penularan melalui tanah dan irigasi.
Pengendalian; tanam varietas tahan dan tebarkan Natural GLIO di awal

10. Anthracnose (Colletotrichum glycine )


Gejala: daun dan polong bintik-bintik kecil berwarna hitam, daun yang paling rendah rontok, polong muda
yang terserang hama menjadi kosong dan isi polong tua menjadi kerdil. Pengendalian : (1) perhatikan
pola pergiliran tanam yang tepat; (2) Pencegahan di awal dengan Natural GLIO

11.Penyakit karat (Cendawan Phakospora phachyrizi)


Gejala: daun tampak bercak dan bintik coklat. Pengendalian: (1) cara menanam kedelai yang tahan
terhadap penyakit; (2) semprotkan Natural GLIO + gula pasir

12. Busuk batang (Cendawan Phytium Sp)


Gejala : batang menguning kecoklat-coklatan dan basah, kemudian membusuk dan mati. Pengendalian :
(1) memperbaiki drainase lahan; (2) Tebarkan Natural GLIO di awal

PANEN DAN PASCA PANEN


- Lakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan karena serangan hama atau
penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak,
atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat dan gundul.
- Perlu diperhatikan, kedelai sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75 - 100 hari, sedangkan untuk
benih umur 100 - 110 hari, agar kemasakan biji betul-betul sempurna dan merata.
- Setelah pemungutan selesai, seluruh hasil panen hendaknya segera dijemur.
- Biji yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau disimpan.
Diposkan oleh Sha_elin di 22:39

Budidaya Kedelai Organik (Palawijo)

Ketergantungan terhadap kedelai impor sangat memprihatinkan, karena seharusnya kita mampu
mencukupinya sendiri. Ini karena produktivitas rendah dan semakin meningkatnya kebutuhan
kedelai. Disini kita membantu untuk meningkatkan produktifitas kedelai anda.
A. PENGOLAHAN TANAH
- Tanah dibajak, diberi bokhasi 3 ton/ ha digaru dan diratakan
- Buat saluran air dengan jarak sekitar 3-4 m
- Tanah dikeringanginkan minimal 20 hari baru ditanami
- Siramkan pupuk POCA yang telah dicampur air secara merata di atas bedengan dengan dosis ±
1 botol POCA diencerkan dengan air 60 L untuk setiap 1000 m² (10 botol/ha).
B. PENANAMAN
- Rendam benih dalam POCA dosis 1 tutup / liter selama 0,5 jam dan dicampur Legin
(Rhizobium ) untuk tanah yang belum pernah ditanami kedelai (kacang-kacangan)
- Buat jarak tanam antar tugalan berukuran 30 x 20 cm, 25 x 25 cm atau 20 x 20 cm
- Buat lubang tugal sedalam 2 cm dan masukkan biji 2 per lubang
- Tutup benih dengan tanah gembur dan tanpa dipadatkan
- Waktu tanam yang baik akhir musim hujan

Kedelai mulai tumbuh kira-kira umur 5-6 hari, benih yang tidak tumbuh diganti atau disulam
dengan benih baru yang akan lebih baik jika dicampur Legin. Penyulaman sebaiknya sore hari.
Penyiangan pertama umur 2-3 minggu, ke-2 pada saat tanaman selesai berbunga (sekitar 6
minggu setelah tanam). Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan pemupukan ke-2

Pembubunan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak merusak perakaran
tanaman. Luka pada akar akan menjadi tempat penyakit yang berbahaya.
C. PEMUPUKAN 
          POCA diberikan 7 hari sekali semenjak tanaman berumur 1 minggu, dengan cara
disemprotkan (2 tutup POCA/Liter air) sampai pada fase pembungaan, hentikan penyemprotan,
lebih efektif jika keadaan tanah lembab/ basah. Pada saat tanaman berbunga tidak dilakukan
penyemprotan, karena dapat mengganggu penyerbukan, akan lebih aman jika disiramkan.

D. PENGAIRAN DAN PENYIRAMAN


        Kedelai menghendaki kondisi tanah yang lembab tetapi tidak becek. Kondisi seperti ini
dibutuhkan sejak benih ditanam hingga pengisian polong. Saat menjelang panen, tanah
sebaiknya dalam keadaan kering.

E. PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT 


         Pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida nabati yang ramah lingkungan;
1. Aphis glycine
Kutu ini dapat dapat menularkan virus SMV (Soyabean Mosaik Virus). Menyerang pada awal
pertumbuhan dan masa pertumbuhan bunga dan polong. Gejala: layu, pertumbuhannya
terhambat. Pengendalian: (1) Jangan tanam tanaman inang seperti: terung-terungan, kapas-
kapasan atau kacang-kacangan; (2) buang bagian tanaman terserang dan bakar, (3) gunakan
musuh alami (predator maupun parasit); (4) semprot kabut dgn RAPENA (1 L Rapena/ 40 L air)
pada permukaan daun bagian bawah.
2. Lalat kacang (Ophiomyia phaseoli)
Menyerang tanaman muda yang baru tumbuh. Pengendalian : Saat benih ditanam, tanah diberi
POC NASA, kemudian setelah benih ditanam, tanah ditutup dengan jerami . Satu minggu setelah
benih menjadi kecambah dilakukan penyemprotan dengan Rapena. Penyemprotan diulangi pada
waktu kedelai berumur 1 bulan.
3. Ulat grayak (Spodoptera litura)
Gejala : kerusakan pada daun, ulat hidup bergerombol, memakan daun, dan berpencar mencari
rumpun lain. Pengendalian : (1) dengan cara sanitasi; (2) disemprotkan pada sore/malam hari
(saat ulat menyerang tanaman) beberapa Rapena.
4. Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas sp.)
Gejala : layu mendadak bila kelembaban terlalu tinggi dan jarak tanam rapat. 
Pengendalian : Varietas tahan layu, sanitasi kebun, dan pergiliran tanaman.
Pengendalian : Pemberian Rapena 
5.Penyakit karat (Cendawan Phakospora phachyrizi)
Gejala: daun tampak bercak dan bintik coklat. Pengendalian: (1) cara menanam kedelai yang
tahan terhadap penyakit; (2) semprotkan Rapena.

F. PANEN DAN PASCA PANEN


        Lakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan karena serangan hama
atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan
retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat dan
gundul. Perlu diperhatikan, kedelai sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75 - 100 hari,
sedangkan untuk benih umur 100 - 110 hari, agar kemasakan biji betul-betul sempurna dan
merata. Setelah pemungutan selesai, seluruh hasil panen hendaknya segera dijemur. Biji yang
sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau disimpan.

Read more: http://agritunastani.blogspot.com/2010/07/budidaya-kedelai-


organik.html#ixzz1Er54A1iW

Mengapa Harus Organik???

Pangan organik menjadi trend masa kini. Ketika orang-orang sadar bahwa kesehatan adalah
bagian yang sangat penting dalam hidup, maka orang  mulai berpikir ada cara-cara yang bisa di
lakukan untuk mencapai hidup yang sehat.
Salah satunya adalah dengan mengkonsumsi pangan organik. Pangan organik adalah pangan
yang dalam prosesnya menggunakan sistem ramah lingkungan dan bebas dari zat kimia yang
berbahaya bagi tubuh. 
Ada delapan alasan mengapa harus mengkonsumsi pangan organik :
1. Untuk menjadi sehat minimal kita dapat mulai dengan apa yang kita makan
sehari-hari. Karena nasi (beras) adalah 60% s/d 70% dari total yang kita makan setiap hari , jadi
nasi ( beras ) sangatlah berpengaruh bagi kesehatan kita. Bayangkan berapa milli gram unsur
kimia yang masuk dalam tubuh kita setiap hari .?????
2. Berhenti mengkonsumsi bahan-bahan kimia.
Semua panganan yang dibudidaya secara konvensional menggunakan pestisida sintetis/kimia)
mengandung residu bahan-bahan kimia. Semua jenis pestisida merupakan bahan Karsinogenic
(Zat yang ditimbulkan karena pembakaran yang bisa merangsang tumbuhnya kanker).
3. Melindungi Anak.
Anak-anak mudah terserang racun daripada orang dewasa. Sebuah penelitian dilakukan pada
tahun 1980-an menyimpulkan bahwa rata-rata anak-anak terkena bahan beracun penyebab
kanker empat kali lebih banyak dari pada orang dewasa, dimana sebagian berasal dari jenis-jenis
makanan anak-anak yang mereka makan. Memilih makanan memiliki sebuah efek penting bagi
kesehatan anak di masa depan.
4. Melindungi kualitas air, udara dan tanah.
Mengkonsumsi pangan organis berarti kita ikut serta dalam pemulihan ekosistem yang telah
rusak serta berperan serta secara aktif menjaga keseimbangan alam.
Ada beberapa racun-racun POP (Persistent Org Pollutant)yang perlu diwaspadai akibat dari
pemakaian pestisida sintetis/kimia selain DDT yang terdapat dalam tanah, udara dan air,
diantaranya adalah :
aldrin, chlordane, dieldrin, endrin, heptachlor, mirex, toxaphenyl,
hexachlorobenzene, PCB (polychlorinated biphenyls), dioxin, furans.
5. Melindungi Kesehatan Pekerja Pertanian.
Dengan mengkonsumsi produk organis berarti turut membantu perjuangan
mereka bagi sebuah lingkungan kerja yang sehat.
Contoh kasus :
a. 18 Penduduk transmigrasi di Lampung Utara meninggal akibat racun tikus, TBC atau kanker
saluran pernafasan.
b. 12 orang petani di klaten meninggal dunia akibat racun DDT.
6. Mendukung Petani-petani Lokal Bersakala Kecil.
Membantu komunitas kita untuk mencapai ketahanan pangan.
7. Produk Organis Sebenarnya Tidak Mahal.
Banyak biaya tersembunyi jika kita membeli produk-produk yang diproduksi secara
konvensional. Harga rendah pangan-pangan konvensional menandakan bahwa para pekerja
pertanian tidak menerima upah yang adil.
Seorang ibu berkomentar setelah mengkonsumsi pangan organis, diantaranya adalah : "semenjak
makan beras organik, keluhan rasa sakit mulai berkurang. Jadi kami bisa menghemat uang untuk
ke Dokter dan berobat dan suami dapat bekerja seperti biasa". "Produk organis lebih tahan
lama,tidak cepat basi, begitupun berasnya, beras organis tidak cepat bau apek, sehingga saya
dapat menyimpan sayuran organis dan berasnya lebih lama. Inikan dapat menghemat uang
belanja!".
8. Rasa Pangan organis Lebih Baik.
Menurut orang yang terbiasa mengkonsumsi pangan organis, terasa lebih manis dan renyah, dan
kesegarannya juga lebih beraroma wangi, empuk, dan lebih awet.
PESTISIDA PERANAN DAN BAHAYANYA

Tidak bisa dipungkiri bahwa pestisida adalah salah satu hasil teknologi modern dan mempunyai
peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Penggunaannya dengan cara yang tepat
dan aman adalah hal mutlak yang harus dilakukan mengingat walau bagaimanapun, pestisida
adalah bahan yang beracun.

Penggunaan pestisida yang salah atau pengelolaannya yang tidak bijaksana akan dapat
menimbulkan dampak negatif baik langsung maupun tidak langsung bagi kesehatan manusia dan
lingkungan. Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan
Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP), 1-5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada pekerja yang
bekerja di sector pertanian.

Sebagian besar kasus keracunan pestisida tersebut terjadi di negara berkembang, yang 20.000
diantaranya berakibat fatal. Jumlah keracunan yang sebenarnya terjadi diperkirakan lebih tinggi
lagi, mengingat angka tersebut didapati dari kasus yang dilaporkan sendiri oleh korban, maupun
dari angka statistik.

Banyak kasus keracunan yang terjadi di lapangan tidak dilaporkan oleh korban sehingga tidak
tercatat oleh instansi yang terkait. Di Indonesia sebagai negara agraris di mana sebagian besar
Penduduknya bermata pencaharian di sector pertanian, sejak repelita ke-3 telah melakukan
berbagai program untuk Penyehatan Lingkungan Pemukiman dalam upaya pengamanan
pestisida.

Namun hingga kini masih didapat kasus-kasus keracunan pestisida yang cukup serius pada para
pelakuk di sector pertanian.

FAKTA DAN DATA AKIBAT BURUK PESTISIDA.

Fakta-fakta dilapangan menunjukkan bahwa :


1. Diketemukannya data penyakit-penyakit akut yang diderita pada kelompok petani, seperti
hamil anggur pada isteri-isteri petani di Lembang.
2. 12 orang petani di Klaten meninggal dunia akibat keracunan pestisida.
3. 18 penduduk transmigrasi di Lampung Utara meninggal akibat racun tikus, penyakit kulit
eksim basah, TBC, kanker saluran pernafasan.
4. Ditemukan katak cacat tanpa sebelah kaki akibat penggunaan pestisida kimia oleh staf
pengajar Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fak. Kehutanan IPB.
5. Penipisan cangkang telur burung elang.
6. 25% dari 2400 wanita pada tahun antara 1959 - 1966 yang pernah melahirkan bayi dengan
bobot di bawah normal memiliki kandungan DDT yang telah terurai pada darahnya lima kali
lebih besar dari kadar normal.
7. Tahun 2001 terjadi kematian pada ayam-ayam di sekitar lahan pertanian akibat akumulasi
paparan pestisida yang terbawa angin. (Kusnadi Umar Said,Puncak Jawa Barat).
Data tersebut diatas di ambil dari berbagai sumber termasuk informasi darimajalah pertanian.
Jadi prospek 2 sampai 5 tahun mendatang pangan organic merupakan trend komoditas bisnis
yang sangat bagus.
Apabila dalam memenuhi pasar lokal yang masih minim prosentasenya dalam menguinakan
pangan organik. Sementara pemerintah kita sedang gencar - gencarnya untuk menanam pertanian
Organik.

Berbagai seminar- seminar sudah sering dilakukan baik itu pihak departement pertanian ,
departement kesehatan , para pejabat teras, bulog bahkan LSM-LSM pun turut serta dalam
berpartisipasi agar masyarakat indonesia dan para petaninya agar untuk mengkosumsi dan
menanam pangan Organik.

Sekarang rata-rata para petani di Indonesia sudah banyak yang membuka lahan dan
mengembangkan pertanian organic. Terbukti menurut Komentar para Petani yang sudah 5
sampai dengan 8 tahun mengembangkan dan membudidayakan pertanian organik , income dari
petani tanaman organic menuju keadaan membaik daripada petani dengan pertanian kimiawi /
anorganik.

Alasannya disamping pendapatan hasil pertaniannya meningkat plus mereka juga menikmatipola
dan gaya sehat secara alamiah dan murah.
Source; http://www.facebook.com/topic.php?uid=246024719208&topic=14003
Diposkan oleh CV. Agri Tunas Tani di 23:34
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis!

Read more: elamat-hari-raya-idul-fitri-1431-h.html#ixzz1Er5amrdh

Produk Jasa dan Prestasi

Hasil karya anak negeri yang didedikasikan kepada petani Indonesia. Kami adalah produsen
produk-produk pertanian organik maupun nabati antara lain yaitu berupa pupuk cair organik
alami (POCA), pestisida nabati (RAPENA) dan pupuk bokhasi. Kami menyediakan  jasa
konsultasi dan pemasaran produk organik anda. Produk kami telah teruji baik dilaboratorium dan
dilapangan yang ditunjukkan dengan prestasi "Demplot".

1. POCA (Pupuk Organik Cair Alami)


    Tanaman yg sehat maupun tanaman yg baru pulih dr serangan hama penyakit sangat
memerlukan asupan nutrisi yg sesuai utk memulihkan kondisi tanaman agar dapat meneruskan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman utk mencapai produktifitas yang optimal. Jangan
melakukan pemupukan padat dahulu krn kondisi tanaman msh lemah dan kondisi tanah yg smkn
lama smk tidak produktif krn penggunaan pupuk kimia sintetis. Salah satu cara yg efektif adalah
memupuk tanaman dengan pupuk cair organik yg alami. Kenapa kita memilih dan menggunakan
POCA ??
1. Satu-satunya pupuk organik yang terbuat dr bahan-bahan alami (air kelapa,tetes tebu, air
leri, empon-empon, bakteri alami dsb) dengan kandungan unsur hara yg tinggi dan
lengkap.
2. Mengandung hormon alami yg sangat baik utk memacu pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
3. Mengandung pestisida nabati yg berfunsi sbg rapelan /penolak serangan hama dan
penyakit.
4. Mengandung bakteri alami penambat N dan pelarut P&K yg berfungsi sbg pabrik bio
pupuk didalam tanah, sehingga hemat dan efisien dalam biaya pemupukan.
5. Termasuk dalam kategori dwi fungsi, bisa diaplikasikan di tanah maupun disemprotkan
kedaun bisa menambah daya tahan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit.

Rp. 40.000,- 

Aturan pakai ;

 Kocok sebentar sebelum digunakan dan hindari penggunaan bersamaan dgn produk lain.
 Tanaman sehat ; 1-2 tutup botol/ L air (1 L POCA/ 150 L air)
 Pemulihan tanaman ; 3 tutup botol/ L air
 Aplikasi penyemprotan model kabut pada pagi hari secara merata pada seluruh
permukaan tanaman dan penyiraman pada tanah lakukan pada tanah dgn kondisi lembab/
basah (bio bakteri akan bekerja aktif) 1 hari sebelum tanam dengan aturan 1 L POCA
dicampurkan dengan 200 L air (akan lbh optimal lagi jika ditambah dgn pupuk bokhasi).
 Tanaman padi = penyemprotan pertama dilakukan pada umur tanaman 7 HST dan
dilakukan rytin seminggu sekali sampai padi memasuki fase pembungaan.
 Hortikultura, Palawijo dan Tanaman Semusim lainnya = Dilakukan penyemprotan
pertama pada umur 10 HST dan seterusnya lakukan penyemprotan seminggu sekali atau
10 hari sekali.

Komposisi POCA (1 Liter) ; (Berdasarkan uji lab UGM)


pH = 6,48 (normal), BO = 16,7%, C organik = 9,70%, N = 0,90%, P = 7,70%, K = 4,30%, S =
1,60%, Ca = 642,5 ppm, Mg = 630,00 ppm, Fe = 316,50 ppm, Mn = 81,20 ppm, Cu = 17,50
ppm, Zn = 58,40 ppm, Bakteri penambat Nitrogen = 345.000.000 cfu/g, Bakteri pelarut P&K =
230.000.000 cfu/g.

2. RAPENA (Ramuan Pestisida Nabati)


  Rapena tercipta sebagai solusi pengendalian hama dan penyakit yang sudah kebal terhadap
penggunaan pestisida kimia sintetis. Rapena dibuat dari bahan-bahan alami (daun-daunan, biji-
bijian dan empon-empon/ umbi-umbian) tanpa campuran bahan kimia sintestis yang diolah
dengan teknologi tepat guna sebagai suatu terobosan terbaru bidang pertanian organik yang
relatif aman dan ramah lingkungan. Dimana kita ketahui bersama bahwa penggunaan pestisida
kimia sintetis dapat menyebabkan;

1. Hama menjadi resisitance/ kebal dan ikut terbunuhnya musuh alami hama
2. Terjadi penumpukkan residu racun berbahaya baik pada tanah maupun pada hasil panen
3. Terjadinya peledakkan hama dan penyakit dan perubahan status hama minor menjadi
hama utama

Kenapa kita harus yakin menggunakan RAPENA??

 Sebagai solusi terakhir pengendalian hama dan penyakit yg sudah kebal terhadap
penggunaan pestisida kimia sintetis
 Sebagai satu-satunya pestisida nabati yang multi bahan aktif alami (hasil ekstrak senyawa
metabolit sekunder dari bahan-bahan alami) yang bekerja sistemik maupun kontak dan
multifungsi (insektisida, ovisida, rodentisida, bakterisida, fungisida, larvasida,
moluskisida, termisida dan akarisida) serta aman dan ramah lingkungan.

Rp. 40.000,- 

Aturan pakai ;

1. Kocok sebentar sebelum digunakan dan hindari penggunaan bersamaan produk lain.
2. Pencegahan = sebelum terkena serangan hama penyakit disarankan untuk melakukan
sistem imunitas terhadap tanaman dengan menyemprotkan RAPENA keseluruh
permukaan tanaman pada umur 2 minggu setelah tanam dengan aturan 1 L RAPENA/ 60
- 70 L air (lebih baik mencegah daripada mengobati)
3. Aplikasi tanaman semusim = 1 L RAPENA / 45 - 50 L air disemprotkan scr merata
dilakukan seminggu 2 kali.
4. Umpan hama pengerat = rendam umpan dengan 15 tutup RAPENA per liter air hangat
kuku ditutup rapat minimal 10 jam. Ambil umpan lalu campurkan dengan bekatul/ tepung
ikan secukupnya lalu umpan dipasang sore hari dan sisa RAPENA disemprotkan ke
tanaman sbg penolak pada sore hari itu juga. (umpan dapat berupa ; biji-bijian atau
semua bahan yg disukai tikus).

3. Pupuk Bokhasi
   Merupakan pupuk yang berbentuk padat halus yang dibuat dari bahan pokok kotoran ternak
yang diolah dengan proses fermentasi sempurna sehingga unsur hara yang terkandung
didalamnya telah siap diserap oleh tanaman. Semua kami packing rapi dengan kemasan sak
dengan berat 40 kg.

Rp. 21.000,-/ sak

Manfaat Bokhasi; Memperbaiki kesuburan tanah dan secara bertahap mampu menetralisir racun
didalam tanah akibat penggunaan produk kimia sintetis berbahaya serta kandungan NPK yg
tinggi sangat cocok utk semua tanaman.

Kandungan Bokhasi ; (uji Sucofindo)

1. Nitrogen = 3,17%
2. Phospor = 1,37%
3. Kalium = 1,84%

4. Prestasi Kami

 Demplot POCA pada tanaman padi dengan perlakuan tanpa penambahan pupuk kimia
padat, hanya memerlukan POCA sebanyak 5 botol (5 liter), dilakukan penyemprotan
rutin dapat menolak serangan hama, khususnya insect di kecamatan Polanhardjo, Klaten,
Jateng.
 Demplot coba RAPENA untuk mengatasi serangan hama tikus pada tanaman timun
jepang pada perusahaan CV. Agrindo di kecamatan Tulung, Klaten, Jateng.
 Demplot POCA pada tanaman jagung pada tanaman sulam selisih 1 minggu untuk
mengejar keseragaman pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung.
 Pengendalian insektisida hama wereng menggunakan RAPENA hanya 2 kali
penyemprotan selama seminggu dapat mengendalikan sampai tingkat keberhasilan 90%.
 Pengendalian hama Pathek pada tanaman cabai dengan penambahan sulfure 2 sendok
makan dilakukan penyemprotan kabut pada pagi hari. Dan utk pencegahan sebelum
tanaman terkena serangan pada umur 10-14 HST bisa disemprotkan ke seluruh
permukaan tanaman.
 Kombinasi POCA vs Bokhasi dapat mempercepat pertumbuhan vegetatif pada tanaman
buah mangga yang pertumbuhannya terhambat dan menghasilkan pembuahan yang lebih
cepat.
 Perlakuan "Rapena" untuk mengendalikan hama burung pipit diwilayah kab. Klaten.
 Pengendalian ulat pada tanaman sawi dengan menggunakan POCA serta dapat memacu
pemulihan pertumbuhan sawi dalam kurun waktu 1 minggu.

Nb ; Prestasi kami berdasarkan testimoni dari semua pihak yang pernah memakai produk kami,
khususnya petani.

Read more: http://agritunastani.blogspot.com/2010/09/produk-jasa-dan-


prestasi.html#ixzz1Er5tXhBj

Prinsip Standart Pertanian Organik (PO)

Alam merupakan suatu satu kesatuan yg terdiri banyak bagian. Semua dijaga dan dipelihara olh
keseluruhannya. Pertanian organik mrp pertanian yg bekerjasama dgn alam, menghayati dan
menghargai prinsip-prinsip yg bekerja dialam yg slm ini telah menghidupi seluruh makluk hidup.
Untuk mencapai pertanian oganik ideal perlu diterapkan prinsip umum dan teknis yg mrpk
standart minimal.

Prinsip Standart Pertanian Organik

A. Prinsip Ekologis
    Adalah dalam pengembangan pertanian organik adl pedoman yg mendasarkan pada hubungan
antara organisme dgn alam dan hubungan antara organisme itu sendiri secara seimbang. Artinya
pola hubungan antara organisme dgn alamnya dipandang sbg satu kesatuan yg tak terpisahkan,
termasuk pertanian didalamnya.

B. Prinsip Teknis Produksi dan Pengolahan


    Prinsip teknis ini dimaksudkan sbg prinsip dasar dalam metode dan teknik yg dipakai dalam
pengembangan pertanian organik.

C. Prinsip Ekonomi Sosial


    Prinsip ekonomi dan sosial dimaksudkan sebagai aspek non teknis dan ekologis dalam
pengembangan pertanian organik, tetapi merupakan bagian internal dari usaha pertanian organik
yg bertujuan menjamin kelangsungan hidup petani.

Standart Pertanian Organik (PO)

1. Benih/ bibit ; Melarang benih hasil rekayasa genetika termasuk hibrida, benih bukan
berasal dr proses produksi bahan kimia, melalui proses adaptasi, benih teruji minimal 3
periode musim tanam, diutamakan dr benih lokal dan seleksi alam.
2. Lahan ; Masa peralihan lahan bekas sawah slm 3-4 musim tanam berturut-turut scr
organik sesuai karakteristik jenis lahan, lahan bukaan baru/ alami, percepatan pemulihan
lahan menggunakan pupuk hijau/ kandang.
3. Pupuk ; Melarang/ mengurangi penggunaan bahan kimia sintetis, menggunakan pupuk
kompos/ kandang, menggunakan pupuk cair alami yang berteknologi mikroorganisme
lokal.
4. Teknik Produksi ; Penyiapan lahan tidak merusak lingkungan dan sesuai sifat tanaman
dan lahan, Penanaman sistem tumpang sari yg disesuaikan dgn kebutuhan tanaman dan
kondisi lahan, Pemupukan disesuaikan dgn keb tanaman dan kondisi tanah, OPT
pencegahan preventif alami sehat dan aman serta pengamatan scr intensif, Gulma
dikendalikan sebelum merugikan tanaman dan dpt dipandang sbg sumber unsur hara,
Konversi Lahan dan Air mengutamakan pencegahan erosi serta mendukung pertumbuhan
dan perkembangan mikroorganisme.
5. Panen ; dilakukan tepat guna dan menggunakan teknologi tepat guna, dan pasca panen
dilarang menggunakan bahan pengawet sintetis.
6. Harga ; sistem fair trade (penetapan harga hrs mempertimbangkan jasa petani sbg
penyokong keb pangan nasional) dan kemitraan produsen-konsumen serta smkn
tingginnya harga pangan organik di indonesia.

Read more: http://agritunastani.blogspot.com/2010/07/prinsip-standart-pertanian-


organik.html#ixzz1Er69Z6hS
PRODUKSI  KEDELAI  NASIONAL  BELUM  MENCUKUPI
(National Soya Bean Production)
Last Update :
Kacang kedele bagi industri pengolahan pangan di Indonesia banyak digunakan sebagai bahan
baku pembuatan tahu, tempe dan kecap. Jenis industri yang tergolong skala kecil - menengah ini
tetapi dalam jumlah sangat banyak menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan konsumsi kedele
yang mencapai lebih dari 2,24 juta setiap tahunnya. Padahal pada kenyataannya, kapasitas
produksi nasional tahun 2000 hanya mampu menghasilkan 1,19 juta ton dari areal pertanaman
kedele seluas 967.002 ha.  Ini berarti ketergantungan akan suplai kedele impor setiap tahunnya
bisa mencapai di atas 1,16 juta ton. Sementara tahun 1998 Indonesia mengimpor kedele
sebanyak 343.124 ton. Lonjakan importasi kedele disebabkan peningkatan konsumsi produk
industri rumahan (tahu, tempe), yang jenis makanan ini semakin banyak atau populer digunakan
sebagai substitusi untuk produk hewani pada beberapa kondisi. Importasi kedele menghabiskan
devisa sebanyak 200 - 300 juta US$ setahunnya.

Ketertinggalan tersebut bukannya tidak disadari Pemerintah, yang sudah sejak tahunan lalu telah
mengupayakan untuk meningkatkan produksi kedele melalui berbagai program pendekatan
seperti Program Pengapuran, Supra Insus, Opsus Kedelai, dan terakhir Program Gema Palagung
(Gerakan Mandiri Padi Kedelai Jagung) yaitu melalui salah satu cara dengan Peningkatan Index
Pertanaman (IP) 300 Menuju Swasembada Kedelai tahun 2001. Tetapi bahkan sampai saat
inipun Indonesia belum mampu melakukan swasembada kedele. Pada dasarnya peningkatan
produksi belum sebanding dengan peningkatan kebutuhan. Sejak akhir Pelita V, gejala ini sudah
terlihat. Produksi hanya naik 6,55 % sementara kebutuhan akan kedelai mencapai 9,55 %.

Keunggulan Kedelai
Begitu besarnya kontribusi kedelai dalam hal penyediaan bahan pangan bergizi bagi manusia
sehingga kedelai biasa dijuluki sebagai Gold from the Soil, atau sebagai World's Miracle
mengingat kualitas asam amino proteinnya yang tinggi, seimbang dan lengkap. Setiap 100 gram
kedelai kering mengandung 34,90 gram protein, 331,00 kal kalori, 18,10 gram lemak serta
berbagai vitamin dan mineral lainnya. Setiap 1 gram asam amino kedelai mengandung 340 mg
isoleusin, 480 mg leusin, 400 mg lysine, 310 mg phenylalanine, 200 mg tirosin, 80 mg
methionine, 110 mg cystine, 250 mg threonine, 90 mg tryptophane, dan 330 mg valine. Biji
kedelai di Indonesia merupakan bahan baku utama untuk pembuatan tempe, tahu, taoco, kecap
dan susu kedelai.  
Konsumsi kedelai oleh masyarakat Indonesia dipastikan akan terus meningkat setiap tahunnya
mengingat beberapa pertimbangan seperti : bertambahnya populasi penduduk, peningkatan
pendapatan per kapita, kesadaran masyarakat akan gizi makanan. Dibandingkan protein hewani,
maka protein asal kedelai adalah murah dan terjangkau oleh kebanyakan masyarakat. Lagipula
mengacu pada Pola Pangan Harapan (PPH) 2000 konsumsi kacang-kacangan masyarakat
dinaikkan menjadi 35,88 gram per hari per kapita dibandingkan 13,00 gram per hari per kapita di
tahun 1987 seperti yang juga dianjurkan oleh FAO. 
Kedele merupakan sumber protein rendah kolesterol sehingga bisa menjadi pilihan alternatip
yang terandalkan di tengah merebaknya kekhawatiran akan kolesterol. Kedelai diketahui
mempunyai pengaruh yang positip untuk pencegahan beberapa penyakit tertentu seperti jantung
koroner dan kanker. Karena kedelai mengandung senyawa phenolik dan asam lemak tak jenuh
yang keduanya berguna untuk menghalangi timbulnya senyawa nitrosamin yang menyebabkan
kanker. Kedelai juga mengandung senyawa lecithin yang bermanfaat menghancurkan timbunan
lemak dalam tubuh. 

Permasalahan
Sampai saat ini Indonesia adalah pengimpor potensial untuk komoditi kedelai. Kontradiktif
dengan luasnya lahan potensial untuk pertanaman kedelai. Indonesia merupakan negara ketiga
terbesar dari sudut luas areal tanaman kedelai yaitu 1,4 juta ha setelah China (8 juta ha) dan
India (4,5 juta ha). Dari sisi produksi kedelai, Indonesia diketahui menduduki peringkat keenam
terbesar di dunia setelah AS, Brazil, Argentina, China, dan India. Peningkatan produksi kedelai
selama sepuluh tahun terakhir lebih banyak sebagai kontribusi perluasan areal tanam (73 %) dan
sisanya 27 % berasal dari peningkatan produktivitas. Meskipun setiap tahunnya terjadi
peningkatan produksi kedelai nasional tetapi tetap tidak bisa menyusul laju permintaan kedelai
dalam negeri. Salah satu penyebabnya adalah produktivitas pertanaman yang rendah yaitu hanya
1,1 ton/ha. Jauh lebih kecil hampir setengahnya jika dibandingkan dengan Brazil dan Argentina
yang mampu menghasilkan di atas 2 ton kedelai per ha.
Rendahnya produktivitas pertanaman kedelai bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Belum populernya penggunaan benih bermutu dan bersertifikasi oleh kebanyakan petani,
mempertimbangkan harga benih yang lebih mahal. Benih kedelai asal-asalan berharga Rp 1.400
per kg sebaliknya benih bersertifikasi berharga Rp 3.000 - 3.500 / kg. Melalui penggunaan benih
unggul ditaksir bisa menggenjot produksi kedelai menjadi 4 ton per ha.
2. Keengganan petani untuk menggunakan hanya benih bersertifikasi lebih banyak disebabkan
oleh tingkat keuntungan relatip kecil yang dirasakan oleh petani. Sehingga pertanaman kedelai
lebih banyak dilakukan secara tradisional.
3. Dari luas total areal pertanaman kedelai, 60 % ditanam pada lahan sawah (baik sawah tadah
hujan, sawah beririgasi semi teknis maupun sawah beririgasi teknis), dan 40 % ditanam pada
lahan tegalan (lahan kering). Kedua jenis areal lahan mempunyai masalah sendiri-sendiri dalam
hal ketersediaan air. Kedelai pada stadium awal pertumbuhan, masa berbunga dan pembentukan
serta pengisian polong membutuhkan air yang cukup banyak. Masalah kekeringan dapat
menurunkan tingkat produktivitas tanaman kedelai sampai 40 - 65 %.
4. Pengendalian hama penyakit belum baik.  Terdapat 5 jenis penyakit utama yang penting yaitu
busuk akar dan batang (penyebab Rhizoctonia solani) yang menyerang pada umur 10 HST, karat
(penyebab Phakopspora pchyrhizi) yang menyerang pada umur 20 - 30 HST, kerdil kedelai
(penyebab soybean stunt virus) menyerang pada umur 10 - 40 HST, Hawar daun bakteri
(penyebab Pseudomonas syringae pv. glycinea) menyerang pada umur 40 HST dan bisul bakteri
(penyebab Xanthomonas phaseoli) menyerang pada umur 20 - 30 HST.
Virus yang menyebabkan penyakit mozaik dan kerdil setidaknya diketahui 8 jenis yang
mengancam produksi kedelai di Indonesia. Selain menyebabkan penurunan produksi, serangan
virus ini juga menurunkan kualitas biji khususnya kandungan protein dan lemak. Virus bantut
kedelai (SSV = soybean stunt virus) menyebabkan penurunan produksi 41 - 71 % atau setara 600
- 1.900 kg per ha. Virus mozaik kedelai (SMV = soybean mozaic virus) yang menyerang sejak
tanaman muda menurunkan produksi 50 - 90 % atau setara 1 - 1,8 kwintal per ha. Penularan
virus bisa secara mekanik, melalui vektor, atau benih.
Terdapat sedikitnya 19 jenis hama yang berpotensi mengancam produksi kedelai, di antaranya
ulat grayak (Spodoptera litura), kutu aphis (Aphis glycine), lalat kacang (Ophiomya phaseoili),
penggerek polong, kumbang kedelai (Phaedonia
akar dan polong dan menyebabkan kerusakan f
tanama
Bisa disimpulkan bahwa rendahnya produktivitas
gangguan hama penyakit, kebanjiran atau kekerin
sempurnanya penerapan t

Impor  K
Impor kedelai merupakan jalan pintas untuk mem
beberapa hal harganya bisa lebih murah dan kua
beberapa waktu lalu, sesuai kesepakatan dengan I
Pemerintah membebaskan bea masuk kedelai (BM
serta mengenakan pajak penghasilan (PPH 2,5 %)
PPH apabila mengalami kerugian. Importasi kedel
komoditi cenderung melemah, tetapi pada sisi ya
untuk mengusahakan pertanaman kedelai secara
Beberapa importir kedelai di antaranya Teluk I
Sekawan M
Pemerintah diharapkan hingga tahun 2003 bisa m
terhadap kedelai jenis HS.1201.000.1000 untuk
ditekankan oleh Menperindag beberapa waktu lal
bea masuk terhadap kedelai, misalnya Thailand
kedelai HS.1201.00.100 dan HS.1201.00.900. F
impor kedelai jenis H

Upaya Swasemb
Intensifikasi kedelai di beberapa daerah pela
meningkatkan produksi dari 1,2 juta ton / ha men
Pemerintah sudah menetapkan 10 Propinsi an
produksi kedelai di antaranya yaitu Jawa Timur,
Istimewa Aceh, Sulawesi Selatan, Nusa Tengga
Yogyakarta, dan Sumatera Selatan. Sasaran a
1.767.000 ha. Program ekstensifikasi masih mem
tadah hujan dan
Usaha pertanaman kedelai harus membangkitkan
dijadikan tanaman kedua. Bahkan tidak jarang lah
pertanian seperti untuk industri dan perumahan. P
benih varietas unggul ketimbang menggunakan b
bisa dua kali lipat. Petani akan lebih merasa a
dilakukan dalam prinsip kemitraan antara pet
menjamin pemasaran hasil, sementara petani bisa
Pemerintah bisa mendukung dengan memberikan
dan lokal dengan tetap memberikan perli
Summary :
Soybean requirement for home industry producing tofu, tempeh (fermented soybean cake) and
soy sauce totally to reach 2.24 million ton per year. Such kind of food were becoming most
popular among Indonesian in their daily menu. Instead of balance high protein content and more
important much cheaper compare to animal product. Meanwhile local soybean production only
to yield 1.19 million ton last year (967,002 hectare) as the shortage should be imported (1.16
million ton as cost as US$ 200 - 300 million ). The production increament 6.55 % still could not
compete the increasing demand 9.55 % annually. The Gov't has conducted such a strategy in
order to increase the local production and decrease import dependence as calcification program,
followed by special operation on soybean years later, and latest program gema palagung (self
sufficient on rice, soybean and crops) 2001. At least 10 provinces has been appointed to be a
central soybean production area which is Central / East / West Java, Aceh, Lampung, South
Sulawesi, West Nusa Tenggara, North / South Sumatera, Yogyakarta. Productivity will be
increased (2.0 - 2.5 ton / ha) and extend planted area (1.767 million ha).

Well known as Gold from the Soil, national demand for soybean consumption will increase
definitely every year. Refer to FAO recommendation, Gov't to improve the expectation of
legumes consumption to be 35.88 gram per day per capita  in accordance with Food Expectation
Pattern 2000. 

Indonesia becoming the potent soybean importer recently in contrary with it's extensive planted
area which is the third world largest (1.4 million ha) after China (8 m ha) and India (4.5 m ha).
Production increament in 10 years period mainly due to the expansion of planted area than of
yield improvement. Low productivity (1.1 ton of soybean per ha) as more a consequency of
under quality seed used.(because superiod seed cost much expensive) as worse as pest & disease
infestation, prolonged drought & fluctuated water supply. Farmers were not quite interest in
soybean since they can not compete with better quality and cheaper price imported one. Such a
phenomenon becoming reason farmers keep planting soybean traditionally. 

Acquital import duty (0 %), value added tax / PPN (0 %) and 2.5 % income tax were became
effective under such agreement between Gov't and IMF (Letter of Intent). Meanwhile domestic
pressure insist to implement the impotition of import tax as much as 27 % for HS 1201.000.1000
to protect the local farmers to become effective in  next 2003. Similar policy were implemented
by ASEAN countries such as in Thailandf ( 5 % for HS 1201.00.100 and HS 1201.00.900) and
Philippine (HS 1201.00.1000). 
    
Reference :

1. R. Rukmana dan Y. Yuniarsih.  Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius. 1996.
2. T. Adisarwanto dan R. Wudianto. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah -
Kering - Pasang Surut. Penerbit Swadaya. 1999.
3. Swasembada Kedele Belum Bisa Terwujud. Bisnis Indonesia. 18 Maret 2000. aac.
4. Petani Diimbau Kembangkan Kedele Unggul. Bisnis Indonesia. 28 Agustus 2000. msl.
5. Mennegkop : Aturan Impor Kedele Perlu Ditinjau. Bisnis Indonesia. 31 Agustus 2000.
esa/ens.
6. Kedele Akan Dikenai Bea Masuk 30 %. Bisnis Indonesia. 29 September 2000. esa.
7. Kedele Akan Dikenakan BM 27 %. Bisnis Indonesia. 1 Nopember 2000. cp.
UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI
KEDELAI
Jumat, 10 Juli 2009
Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di
bidang sumber daya pertanian  seperti lahan, varietas, dan iklim. Selain itu, Indonesia juga memiliki 
pengetahuan pertanian yang tersimpan dalam kearifan lokal dan kultur masyarakat. Dengan demikian
komoditi pertanian sangat penting untuk diperhatikan, terutama komoditi-komoditi pertanian yang diolah
menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Kestabilan harga di pasar domestik dan keterjangkauan harga
komoditi pokok seperti beras, tepung terigu, gula pasir, minyak goreng, dan kedelai oleh masyarakat
kelas bawah merupakan indikator utama keberhasilan sebuah negara agraris. Oleh karena itu
pergerakan harga kebutuhan pokok perlu terus dipantau. Berikut ini digambarkan pergerakan harga
komoditi pokok tersebut berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Perdagangan:

     
 
Perkembangan harga sejumlah kebutuhan pokok hingga 6 Juli 2009 sebagai berikut. Pada seminggu
terakhir kenaikan harga hanya terjadi pada komoditi pokok kedelai impor sebesar Rp. 43,- (0,55%).
Sedangkan penurunan harga terjadi pada komoditi beras sebesar Rp. 6,- (0,11%), tepung terigu sebesar
Rp. 8,- (0,10%), gula pasir lokal sebesar Rp. 22,- (0,26%), minyak goreng kemasan sebesar Rp. 123,-
(1,42%), minyak goreng curah sebesar Rp. 136,- (1,44%), dan kedelai lokal sebesar Rp. 34,- (0,40%).

Dibandingkan dengan harga rata-rata bulan Mei 2009, maka komoditi pokok tepung terigu, gula pasir
lokal dan minyak goreng kemasan mengalami kenaikan harga pada 6 Juli 2009. Penurunan harga terjadi
pada komoditi beras, minyak goreng curah, kedelai impor dan kedelai lokal.

Jika dibandingkan dengan harga rata-rata bulan April 2009, trend-nya sama dengan bulan Mei, yaitu
komoditi pokok tepung terigu, gula pasir lokal dan minyak goreng kemasan mengalami kenaikan harga
pada 6 Juli 2009. Penurunan harga terjadi pada komoditi beras, minyak goreng curah, kedelai impor dan
kedelai lokal.

Pergerakan harga komoditi tersebut juga dapat digambarkan melalui grafik berikut:

 
 
 
Komoditi Gula Pasir
Harga gula pasir pada minggu pertama bulan Juli ini telah mengalami penurunan, meskipun angka
penurunannya masih relatif kecil, yaitu sebesar Rp. 22,-  atau 0,26%. Penurunan harga tersebut terjadi
karena pada saat ini pabrik penggilingan tebu telah memasuki puncak produksi. Sebagaimana diketahui
bahwa musim giling tahun ini sempat tertunda karena hujan yang turun berkepanjangan.
Meskipun turun, harga gula tersebut dinilai masih tinggi dan masih jauh dari harapan konsumen.
Departemen Perdagangan juga menghendaki harga gula berkisar di antara Rp 7.000 – Rp 7.500 per kg.
Namun Perum Bulog pesimis dapat mencapai level harga tersebut dalam waktu dekat, bahkan untuk
turun lebih rendah level Rp 8.000 per kg pun sulit. Hal ini dikarenakan jumlah gula milik PT Perkebunan
Nusantara (PT PN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI) yang disalurkan Bulog masih sangat
minim. Sampai dengan 30 Juni 2009, Bulog baru mendistribusikan gula sebanyak 38.889 ton atau sekitar
72 persen dari total gula yang diproduksi enam PT PN dan PT RNI sebanyak 53.890 ton.
Selain karena jumlahnya masih sangat minim, harga gula di pasar internasional juga memicu tingginya
harga gula di dalam negeri. Saat ini harga gula di pasar internasional masih di kisaran Rp 8.400 per kg.
Dengan demikian sangat penting melakukan langkah-langkah strategis dalam menekan dan
menstabilkan harga gula. Salah satu upaya untuk menjaga kestabilan harga gula di pasar domestik,
sebaiknya Bulog diberi ruang gerak yang lebih luas, yakni tidak hanya sebagai badan yang menyalurkan
gula dari PT PN dan PT RNI, namun juga dapat bertindak sebagai agen atau stabilisator harga.
Selain itu, seringkali mata rantai yang panjang dari produsen hingga konsumen gula membuat kebijakan
pemerintah dalam menekan dan menstabilkan harga gula tidak responsif bahkan seringkali tidak
bereaksi seperti apa yang diharapkan. Dengan demikian sangat penting untuk memperpendek mata
rantai distribusi gula sehingga respon perubahan harga gula akibat kebijakan pemerintah dapat lebih
cepat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
 
Komoditi Kedelai
Kedelai merupakan salah satu komoditi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan
kedelai merupakan bahan baku pembuatan tempe dan tahu yang telah menjadi menu sehari-hari
masyarakat Indonesia pada umumnya. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap tahu dan
tempe tersebut, pada saat ini terdapat 115.000 pengrajin tahu dan tempe di seluruh Indonesia
berdasarkan data Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) 2006 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Kebutuhan nasional untuk kedelai mencapai 2,2 juta ton per tahun. Namun demikian, baru 20 sampai 30
persen saja dari kebutuhan tersebut yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Sementara 70
sampai 80 persen kekurangannya, bergantung pada impor. Ketergantungan terhadap impor ini membuat
instansi terkait sulit untuk mengontrol harga kedelai. Padahal kestabilan harga kedelai erat kaitannya
dengan keberlangsungan usaha pengrajin tahu dan tempe di Indonesia.

Terdapat sejumlah permasalahan internal dan eksternal dalam tata niaga kedelai di Indonesia. Namun,
yang mungkin dapat ditangani dengan cepat adalah permasalahan internal. Sementara permasalah
eksternal sangat berkaitan dengan kebijakan perdagangan dunia oleh Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO) dan Dana Moneter Internasional (IMF).

Permasalahan di sisi internal, antara lain murahnya harga kedelai impor telah membuat petani kita
enggan untuk menanam kedelai. Kedelai lokal memang cenderung kalah bersaing dengan kedelai impor,
baik dalam segi harga maupun kualitas. Dengan demikian petani merasa tidak mendapatkan insentif
untuk menanam kedelai, apalagi tak ada jaminan harga pada saat musim panen kedelai telah tiba.
Implikasinya adalah terjadi penurunan produksi kedelai dalam negeri, dan Indonesia semakin tergantung
kepada kedelai impor. Jika demikian maka akan sulit bagi pemerintah Indonesia untuk menstabilkan
harga kedelai dikarenakan kedelai impor sepenuhnya dikendalikan oleh harga di pasar internasional.

Sebagai ilustrasi, tabel berikut ini menggambarkan pertumbuhan produksi kedelai nasional periode 2003
sampai dengan 2008 dibandingkan dengan pertumbuhan produksi pangan nabati lainnya. Tabel tersebut
menjelaskan bahwa produksi kedelai pada tahun 2003 mencapai 672 juta ton, naik menjadi 723 juta ton
pada 2004, dan naik lagi menjadi 808 juta ton (2005), kemudian turun menjadi 748 juta ton (2006), terus
turun menjadi 593 juta ton (2007). Produksi kedelai pada tahun 2007 sudah berada dibawah produksi
kedelai pada tahun 2003 atau turun sebesar 79 juta ton. Namun untuk tahun 2008, produksi kedelai akan
kembali naik menjadi 776 juta ton (Aram I BPS), karena berbagai terobosan yang dilakukan pemerintah,
seperti perluasan areal tanam, pemberian bantuan benih maupun sarana produksi pertanian serta
insentif bagi petani agar mereka bergairah menanam kedelai.

Sementara itu produksi padi dan jagung selalu menunjukkan trend menanjak sejak tahun 2003. Bahkan
pada saat ini kita sudah mampu untuk berswasembada beras, dan diharapkan dalam waktu dekat kita
juga mampu berswasembada jagung. Disamping itu kita juga telah berhasil menjadi produsen utama
CPO dunia.

Dalam rangka mempertahankan peningkatan produksi kedelai pada 2008, tentunya sangat diperlukan
sejumlah kebijakan, antara lain: pertama, memperbaiki kualitas benih. Hal ini sangat diperlukan dalam
rangka meningkatkan mutu untuk dapat bersaing dengan kedelai impor. Apabila kualitas benih sudah
ditingkatkan, diharapkan mutu kedelai produksi dalam negeri juga akan meningkat. Jika mutu kedelai
lokal telah bagus, maka secara otomatis pengrajin tahu dan tempe akan lebih memilihnya ketimbang
kedelai impor. Disamping perbaikan kualitas benih, petani harus melakukan pemupukan tanaman sesuai
aturan yang telah digariskan oleh Deptan. Untuk kedua kegiatan ini --- pemilihan benih yang unggul dan
pemupukan sesuai aturan --- diperlukan bimbingan yang intensif oleh aparat Deptan. Oleh karena itu
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Deptan perlu lebih aktif mendampingi petani dalam bercocok
tanam.
Kebijakan yang kedua adalah dengan memberikan jaminan harga. Kebijakan ini bisa dilaksanakan,
misalnya dengan memberi peran yang lebih besar kepada Perum Bulog yaitu disamping sebagai
penyalur juga sebagai stabilator harga. Dengan demikian petani kedelai tidak perlu khawatir akan
mengalami kerugian akibat fluktuasi harga kedelai, terutama jatuhnya harga kedelai pada musim panen.
Dan kebijakan yang ketiga adalah dengan membangun jaringan terpadu antara petani dan pengrajin
tahu tempe sehingga akses terhadap kedelai lokal dapat maksimal dan ketergantungan terhadap kedelai
impor dapat diminimalisir.
Melalui ketiga kebijakan tersebut, diharapkan Indonesia dapat secara berangsur-angsur mengurangi
ketergantungan terhadap kedelai impor dan selanjutnya dapat mencapai swasembada kedelai yang
dapat menguntungkan semua pihak, khususnya pada petani kedelai dan industri yang menggunakan
bahan baku kedelai
 

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI


KEDELAI
Jumat, 10 Juli 2009
Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di
bidang sumber daya pertanian  seperti lahan, varietas, dan iklim. Selain itu, Indonesia juga memiliki 
pengetahuan pertanian yang tersimpan dalam kearifan lokal dan kultur masyarakat. Dengan demikian
komoditi pertanian sangat penting untuk diperhatikan, terutama komoditi-komoditi pertanian yang diolah
menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Kestabilan harga di pasar domestik dan keterjangkauan harga
komoditi pokok seperti beras, tepung terigu, gula pasir, minyak goreng, dan kedelai oleh masyarakat kelas
bawah merupakan indikator utama keberhasilan sebuah negara agraris. Oleh karena itu pergerakan harga
kebutuhan pokok perlu terus dipantau. Berikut ini digambarkan pergerakan harga komoditi pokok tersebut
berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Perdagangan:

     
 
Perkembangan harga sejumlah kebutuhan pokok hingga 6 Juli 2009 sebagai berikut. Pada seminggu
terakhir kenaikan harga hanya terjadi pada komoditi pokok kedelai impor sebesar Rp. 43,- (0,55%).
Sedangkan penurunan harga terjadi pada komoditi beras sebesar Rp. 6,- (0,11%), tepung terigu sebesar
Rp. 8,- (0,10%), gula pasir lokal sebesar Rp. 22,- (0,26%), minyak goreng kemasan sebesar Rp. 123,-
(1,42%), minyak goreng curah sebesar Rp. 136,- (1,44%), dan kedelai lokal sebesar Rp. 34,- (0,40%).

Dibandingkan dengan harga rata-rata bulan Mei 2009, maka komoditi pokok tepung terigu, gula pasir lokal
dan minyak goreng kemasan mengalami kenaikan harga pada 6 Juli 2009. Penurunan harga terjadi pada
komoditi beras, minyak goreng curah, kedelai impor dan kedelai lokal.

Jika dibandingkan dengan harga rata-rata bulan April 2009, trend-nya sama dengan bulan Mei, yaitu
komoditi pokok tepung terigu, gula pasir lokal dan minyak goreng kemasan mengalami kenaikan harga
pada 6 Juli 2009. Penurunan harga terjadi pada komoditi beras, minyak goreng curah, kedelai impor dan
kedelai lokal.

Pergerakan harga komoditi tersebut juga dapat digambarkan melalui grafik berikut:

 
 
 
Komoditi Gula Pasir
Harga gula pasir pada minggu pertama bulan Juli ini telah mengalami penurunan, meskipun angka
penurunannya masih relatif kecil, yaitu sebesar Rp. 22,-  atau 0,26%. Penurunan harga tersebut terjadi
karena pada saat ini pabrik penggilingan tebu telah memasuki puncak produksi. Sebagaimana diketahui
bahwa musim giling tahun ini sempat tertunda karena hujan yang turun berkepanjangan.
Meskipun turun, harga gula tersebut dinilai masih tinggi dan masih jauh dari harapan konsumen.
Departemen Perdagangan juga menghendaki harga gula berkisar di antara Rp 7.000 – Rp 7.500 per kg.
Namun Perum Bulog pesimis dapat mencapai level harga tersebut dalam waktu dekat, bahkan untuk
turun lebih rendah level Rp 8.000 per kg pun sulit. Hal ini dikarenakan jumlah gula milik PT Perkebunan
Nusantara (PT PN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI) yang disalurkan Bulog masih sangat
minim. Sampai dengan 30 Juni 2009, Bulog baru mendistribusikan gula sebanyak 38.889 ton atau sekitar
72 persen dari total gula yang diproduksi enam PT PN dan PT RNI sebanyak 53.890 ton.
Selain karena jumlahnya masih sangat minim, harga gula di pasar internasional juga memicu tingginya
harga gula di dalam negeri. Saat ini harga gula di pasar internasional masih di kisaran Rp 8.400 per kg.
Dengan demikian sangat penting melakukan langkah-langkah strategis dalam menekan dan menstabilkan
harga gula. Salah satu upaya untuk menjaga kestabilan harga gula di pasar domestik, sebaiknya Bulog
diberi ruang gerak yang lebih luas, yakni tidak hanya sebagai badan yang menyalurkan gula dari PT PN
dan PT RNI, namun juga dapat bertindak sebagai agen atau stabilisator harga.
Selain itu, seringkali mata rantai yang panjang dari produsen hingga konsumen gula membuat kebijakan
pemerintah dalam menekan dan menstabilkan harga gula tidak responsif bahkan seringkali tidak bereaksi
seperti apa yang diharapkan. Dengan demikian sangat penting untuk memperpendek mata rantai
distribusi gula sehingga respon perubahan harga gula akibat kebijakan pemerintah dapat lebih cepat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
 
Komoditi Kedelai
Kedelai merupakan salah satu komoditi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan
kedelai merupakan bahan baku pembuatan tempe dan tahu yang telah menjadi menu sehari-hari
masyarakat Indonesia pada umumnya. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap tahu dan tempe
tersebut, pada saat ini terdapat 115.000 pengrajin tahu dan tempe di seluruh Indonesia berdasarkan data
Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) 2006 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Kebutuhan nasional untuk kedelai mencapai 2,2 juta ton per tahun. Namun demikian, baru 20 sampai 30
persen saja dari kebutuhan tersebut yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Sementara 70
sampai 80 persen kekurangannya, bergantung pada impor. Ketergantungan terhadap impor ini membuat
instansi terkait sulit untuk mengontrol harga kedelai. Padahal kestabilan harga kedelai erat kaitannya
dengan keberlangsungan usaha pengrajin tahu dan tempe di Indonesia.

Terdapat sejumlah permasalahan internal dan eksternal dalam tata niaga kedelai di Indonesia. Namun,
yang mungkin dapat ditangani dengan cepat adalah permasalahan internal. Sementara permasalah
eksternal sangat berkaitan dengan kebijakan perdagangan dunia oleh Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO) dan Dana Moneter Internasional (IMF).

Permasalahan di sisi internal, antara lain murahnya harga kedelai impor telah membuat petani kita
enggan untuk menanam kedelai. Kedelai lokal memang cenderung kalah bersaing dengan kedelai impor,
baik dalam segi harga maupun kualitas. Dengan demikian petani merasa tidak mendapatkan insentif
untuk menanam kedelai, apalagi tak ada jaminan harga pada saat musim panen kedelai telah tiba.
Implikasinya adalah terjadi penurunan produksi kedelai dalam negeri, dan Indonesia semakin tergantung
kepada kedelai impor. Jika demikian maka akan sulit bagi pemerintah Indonesia untuk menstabilkan
harga kedelai dikarenakan kedelai impor sepenuhnya dikendalikan oleh harga di pasar internasional.

Sebagai ilustrasi, tabel berikut ini menggambarkan pertumbuhan produksi kedelai nasional periode 2003
sampai dengan 2008 dibandingkan dengan pertumbuhan produksi pangan nabati lainnya. Tabel tersebut
menjelaskan bahwa produksi kedelai pada tahun 2003 mencapai 672 juta ton, naik menjadi 723 juta ton
pada 2004, dan naik lagi menjadi 808 juta ton (2005), kemudian turun menjadi 748 juta ton (2006), terus
turun menjadi 593 juta ton (2007). Produksi kedelai pada tahun 2007 sudah berada dibawah produksi
kedelai pada tahun 2003 atau turun sebesar 79 juta ton. Namun untuk tahun 2008, produksi kedelai akan
kembali naik menjadi 776 juta ton (Aram I BPS), karena berbagai terobosan yang dilakukan pemerintah,
seperti perluasan areal tanam, pemberian bantuan benih maupun sarana produksi pertanian serta insentif
bagi petani agar mereka bergairah menanam kedelai.

Sementara itu produksi padi dan jagung selalu menunjukkan trend menanjak sejak tahun 2003. Bahkan
pada saat ini kita sudah mampu untuk berswasembada beras, dan diharapkan dalam waktu dekat kita
juga mampu berswasembada jagung. Disamping itu kita juga telah berhasil menjadi produsen utama CPO
dunia.

Dalam rangka mempertahankan peningkatan produksi kedelai pada 2008, tentunya sangat diperlukan
sejumlah kebijakan, antara lain: pertama, memperbaiki kualitas benih. Hal ini sangat diperlukan dalam
rangka meningkatkan mutu untuk dapat bersaing dengan kedelai impor. Apabila kualitas benih sudah
ditingkatkan, diharapkan mutu kedelai produksi dalam negeri juga akan meningkat. Jika mutu kedelai lokal
telah bagus, maka secara otomatis pengrajin tahu dan tempe akan lebih memilihnya ketimbang kedelai
impor. Disamping perbaikan kualitas benih, petani harus melakukan pemupukan tanaman sesuai aturan
yang telah digariskan oleh Deptan. Untuk kedua kegiatan ini --- pemilihan benih yang unggul dan
pemupukan sesuai aturan --- diperlukan bimbingan yang intensif oleh aparat Deptan. Oleh karena itu
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Deptan perlu lebih aktif mendampingi petani dalam bercocok tanam.
Kebijakan yang kedua adalah dengan memberikan jaminan harga. Kebijakan ini bisa dilaksanakan,
misalnya dengan memberi peran yang lebih besar kepada Perum Bulog yaitu disamping sebagai penyalur
juga sebagai stabilator harga. Dengan demikian petani kedelai tidak perlu khawatir akan mengalami
kerugian akibat fluktuasi harga kedelai, terutama jatuhnya harga kedelai pada musim panen. Dan
kebijakan yang ketiga adalah dengan membangun jaringan terpadu antara petani dan pengrajin tahu
tempe sehingga akses terhadap kedelai lokal dapat maksimal dan ketergantungan terhadap kedelai impor
dapat diminimalisir.
Melalui ketiga kebijakan tersebut, diharapkan Indonesia dapat secara berangsur-angsur mengurangi
ketergantungan terhadap kedelai impor dan selanjutnya dapat mencapai swasembada kedelai yang dapat
menguntungkan semua pihak, khususnya pada petani kedelai dan industri yang menggunakan bahan
baku kedelai

 
http://ditjentan.deptan.go.id, Last Updated ( Monday, 04 February 2008 ) 

Berita Orasi Profesor Riset

BIOINSEKTISIDA SlNPV UNTUK


MENGENDALIKAN ULAT GRAYAK
MENDUKUNG SWASEMBADA KEDELAI
Sinar Tani - Membangun Kemandirian Agribisnis
Update : Senin, 10/01/2011

Spodoptera litura nuclear-polyheddrosis virus (SlNPV) merupakan salah satu virus


patogen yang menginfeksi ulat grayak. SlNPV efektif mengendalikan ulat grayak dan
berpeluang untuk dikembangkan sebagai bioinsektisida dalam skala operasional.
Menurut penemunya Dr. Muhammad Arifin, MS dalam orasi pengukuhan Profesor
Riset Bidang Entomologi di Bogor, Senin (6/9) berjudul : ”Bioinsektisida SlNPV untuk
mengendalikan ulat grayak mendukung swasembada kedelai” bahwa pengembangan
teknologi bioinsektisida SlNPV dapat diarahkan kepada upaya produksi bioinsektisida
SlNPV yang lebih virulen, tahan sinar UV, bermasa simpan lebih dari setahun, murah
dan mudah dilakukan oleh balai proteksi, bahkan kelompok tani.
Dr. Muhammad Arifin, MS menyarankan strategi pemanfaatan SlNPV dalam program
PHT dengan tiga strategi, yakni:
1. Strategi epizootik
Strategi ini dilakukan dengan cara mengusahakan epizootik SlNPV melalui transmisi
vertikal dari satu generasi ke generasi berikutnya dan transmisi horizontal dari individu
terinfeksi ke individu sehat dalam satu generasi atau generasi tumpang tindih dalam satu
musim dengan kemungkinan mengaplikasikan SlNPV secara berulang.
2. Strategi konservasi
Strategi ini dilakukan dengan cara menginfestasikan ulat grayak untuk tujuan konservasi
inokulum SlNPV pada pertanaman yang pernah terjadi epizootik pada beberapa musim
sebelumnya.
3. Strategi aplikasi berulang
Strategi ini dilakukan dengan cara mengaplikasikan SlNPV secara berulang untuk
tujuan jangka pendek karena tidak ada transmisi horizontal. Strategi ini paling cocok
untuk kedelai karena AE ulat grayak telah ditentukan.

Orasi Professor Balitbangtan LIPI


bbalitvet.litbang.deptan.go.id/.../135-orasi-professor-balitbangtan-lipi
Pada hari Senin 6 September 2010, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
bekerjasama dengan LIPI kembali mengadakan orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang
Entomologi (Hama dan Penyakit Tanaman) bertempat di Auditorium II Balitbangtan Jl.
Tentara Pelajar N0. 12 Bogor. Ketiga kandidat Profesor Riset adalah:  Dr. Subiyakto,
MP (Balittas), Dr. Muhammad Arifin, MS (BB Biogen) serta Dr. Ir. Deciyanto Soetopo,
MS (Balittas). Tampak dalam gambar, Ka Badan berkenan diabadikan pasca
pengukuhan bersama ketiga Profesor Riset yang diapit oleh isteri masing-masing.
Selamat Profesor semoga ilmunya dapat lebih bermanfa'at untuk masyarakat Indonesia.
Dalam orasinya, Dr. Subiyakto mengemukakan pentingnya inovasi teknologi
pengendalian hama berbasis ekologi dalam mendukung produksi kapas karena serat
bahan tekstil ini memiliki peranan yang besar dalam kehidupan dan peradaban manusia.
Sungguh ironis bahwa fakta di lapangan menunjukkan bahwa kebutuhan serat kapas
yang rata-rata memerlukan 554 ribu ton (diprediksi mencapai 688 ribu ton tahun 2910)
ini harus di impor hingga 99.5%. Produktivitas yang relatif rendah sekitar 400-600
kg/ha (jauh dari target 1,5 ton/ha) terutama disebabkan oleh ancaman tidak kurang dari
28 jenis serangga hama.

Tiga hama yang sangat dominan adalah wereng yang menurunkan hingga 65%
produksi, ulat merah menyebabkan kerusakan 40 - 50% serta ulat buah kapas yang dapat
menurunkan produksi antara 40 - 65% produksi, ini artinya tanpa pengendalian hama,
maka jumlah produksi kapas akan turun antara 40 - 65%. Pengendalian hama telah
melalui beberapa fase, seperti teknik tradisional dan alami (pra 1942) dilakukan dengan
tanam secara musiman, sanitasi sisa makanan dan memakai varitas genjah, pemakaian
pestisida berupa kapur belerang dan pestisida nabati namun tidak banyak membantu.
Fase pengendalian secara kimiawi (1942-1985) dilakukan dengan penyemprotan
insektisida hingga mencapai frekuensi 10 kali setara 15 l/ha pada tahun 1978/1979.
Frekuensi turun menjadi 7 kali (12l/ha) tahun 1983/1984) namun ketidakrasionalan
pemakaiannya membuat resistensi dan resurgensi bahkan membunuh musuh alami serta
meninggalkan residu kimia dalam tanah air dan udara. Pada periode 1986 - 2000
dikenalkan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan memakai musuh alami,
pengaturan pola tumpang sari, pengaturan waktu tanam serta rotasi pemakaian dan
penyemprotan insektisida hingga 3-4 kali (4-7 l/ha). Pengurangan berdampak secara
nasional yaitu 18.750 l dengan cakupan sekitar 12.500 ha. PHT terus dikembangkan dan
kini (2000 - sekarang) sudah berbasis ekologi, berdasarkan ekologi lokal hama dan
pemberdayaan petani mengetengahkan mekanisme ekologi lokal ketimbang intervensi
teknologi. Caranya adalah pemakaian benih tanpa kabu-kabu yang toleran hama,
penyemprotan berdasarkan ambang populasi dan melibatkan petani melalui Sekolah
Lapang PHT. Model tumpang sari dengan kedelai, kacang hijau, kacang tamah dan
jagung diketahui berpengaruh positip untuk menurunkan populasi hama. Program PHT
berbasis ekologi diharapkan berdampak predator dan mangsa alternatif datang lebih
awal daripada hama, meningkatkan pemangsaan predator, menurunkan jumlah
konsumsi insektisida, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani
sehingga gairah mereka menanam kapas bangkit dan pertanian kapas berkembang pesat.
Dr. M. Arifin dalam orasinya banyak menyoroti pemakaian bioinsektisida Spodoptera
litura nuclear-polyhedrosis virus (SlNPV) untuk pengendalian ulat grayak untuk
mencapai swasembada kedelai 2014 dengan target 2.7 juta ton, sementara produksi
kedelai tahun 2009 baru mencapai 1 juta ton. Arifin menengarai ada 4 permasalahan
kedelai nasional, yaitu meningkatnya impor, tingginya kesenjangan produktivitas
tingkat petani dengan potensi genetik kedelai akibat belum menggunakan varitas toleran
hama, pengurangan areal tanam kedelai akibat pemakaian lahan untuk jagung serta
harga kompetitif kedelai nasional semakin terpuruk akibat dibanjiri produk impor
dengan harga relatif murah. Namun kita tetap masih punya optimisme akan dapat
meningkatkan produksi kedelai karena petani mulai bergairah menanam kedelai, adanya
dukungan pemerintah melalui perluasan lahan hingga 2 juta ha tahun 2014 dengan
penyediaan pupuk, tersedianya teknologi tepat guna dengan 64 varitas unggul baru
dengan produksi 2 - 2,5 ton/ha serta tersedianya lahan potensial areal tanam. Dari 111
hama ulat grayak dinyatakan sebagai penting karena selain dapat menurunkan produksi
hingga 80% (tanpa kendali dapat mengakibatkan puso) luas serangan ulat ini telah
mencapai 1.316 - 2.902 ha pada periode 2002 - 2006. Dengan insektisida berdosis tinggi
cenderung berdampak negatif terhadap lingkungan, sehingga diarahkan menggunakan
virus patogen yaitu SlNPV hasil invensi Arifin tahun 1984. Arifin mengemukakan ada 4
keuntungan pemakaian SlNPV yaitu memiliki inang spesifik yaitu ulat grayak, tidak
membahayakan organisme bukan sasaran dan lingkungan, dapat mengatasi masalah
resistensi ulat grayak terhadap insektisida serta kompatibel dengan komponen
pengendalian lainnya. Slnpv dengan nilai LC 50 (konsentrasi yang dapat membunuh 50%
populasi serangga) untuk ulat muda /instar III dalam dua hari, instar IV-VI dalam 4 - 9
hari. Daya bunuh yang relatif lambat dapat dipercepat dengan aplikasi SlNPV saat ulat
muda, menggunakan SlNPV yang lebih virulen, mengkombinasikan SlNPV dengan
insektisida kimia atau biologis lain, serta mengembangkan SlNPV rekombinan dengan
gen spesifik bersifat toksik kedalam genom Slnpv. Dikatakan bahwa SlNPV dapat
diproduksi secara in vivo dan in vitro, diarahkan untuk lebih virulen, tahan sinar UV dan
daya simpan diatas 1 tahun. Diakhir orasi diharapkan dukungan investasi dan sosialisasi
khususnya kemitraan dengan pihak swasta dalam produksi secara komersial serta
peningkatan peran sekolah lapang PTT kedelai dan penekanan pada praktek PHT
mutlak diperlukan.
Sementara Dr. Deciyanto Soetopo membuka orasi dengan mengemukakan kedudukan
Indonesia sebagai penghasil lada dunia sebelum Perang Dunia II, namun saat ini
terpuruk dan kalah bersaing dengan Vietnam. Pentingnya pengendalian hama penggerek
batang lada (PBL) dan kaitannya dengan isi pembatasan residu pestisida diangkat
sebagai isu utama, karena problema lada cukup klasik yaitu produktivitas rendah,
kehilangan produksi (20 - 50%) karena serangan hama/penyakit serta pendapatan petani
yang tidak menentu karena fluktuasi harga lada. Oleh karena itu pemakaian pestisida
bukan satu-satunya cara pengendalian hama, khususnya PBL yang dapat merusak
bunga, buah, batang dan daun muda yang dapat menyebabkan kematian lada (serangan
larva berpotensi menghilangkan produksi hingga 43%). Perhatian Indonesia tentang
bahaya pestisida dimulai dengan menerbitkan Inpres 7/1973 mengatur perijinan,
pemakaian, distribusi dan penyimpanan pestisida, dilanjutkan dengan Inpres 6/1986
yang melarang peredaran 57 jenis pestisida kimia. Lebih jauh Komite Kesehatan dan
Pelindungan Konsumen Eropa tahun 2005 memberlakukan pembatasan residu pestisida
yang diberlakukan tahun 2008, sehingga pembatasan ini harus jadi perhagtian karena
86% petani di Bangka umumnya memakai pestisida, hampir semua (92%) petani
melakukan penyemprotan sementara mayoritas (77%) mereka tidak tahu tentang bahaya
/ akibatnya. Hama PBL dikendalikan dengan teknologi pemakaain varitas toleran,
pengendalian secara mekanis dan fisik, penggunaan kultur teknis,  pengendalian secara
hayati serta pengendalian secara kimiawi sebagai alternatif pamungkas. Dengan
berlakunya pembatasan residu pestisida komitmen Indonesia untuk melaksanakannya
akan mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai  "the King of Spices" serta
meningkatkan 'brand image' lada Indonesia yang telah tersohor itu, yang pada
gilirannya akan meningkatkan kejayaan petani dan pertumbuhan devisa negara.
SEMOGA (Bhr).
Pemutakhiran Terakhir ( Selasa, 07 September 2010 04:34 )
Balai Besar Penelitian Veteriner
Jl. R.E. Martadinata No 30 Bogor, Jawa Barat Indonesia
Telp.(0251) 8331048, 8334456, Fax (0251) 8336425

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BADAN LITBANG PERTANIAN KUKUHKAN TIGA


PROFESOR RISET BARU DI BULAN PENUH BERKAH
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Institute of Sciences)

Bulan Ramadhan tak menyurutkan Badan Litbang Pertanian untuk melaksanakan pengukuhan
profesor riset. Kali ini yang dikukuhkan sebagai profesor riset adalah Dr. Subiyakto, M.P.; Dr.
Muhammad Arifin, M.S.; dan Dr. Ir. Deciyanto Soetopo, M.S., ketiganya dalam bidang
Entomologi (Hama dan Penyakit Tanaman). Pengukuhan yang dilaksanakan pada 6 September
2010 ini dipimpin oleh Kepala LIPI yang baru Prof. Dr. Lukman Hakim, selaku Ketua Majelis
Pengukuhan Profesor Riset, dan dihadiri pula oleh Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. S. Gatot
Irianto, Sekretaris Badan Dr. Haryono, dan eselon II lainnya.

Dalam sambutannya, Kepala Badan Litbang Pertanian (Kabadan) menyatakan bahwa


pelaksanaan orasi kali ini memberikan makna yang berganda.”Kita dianjurkan untuk banyak-
banyak melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat selama bulan suci Ramadhan ini,”
ujarnya.

Kabadan meminta kepada Prof. Subiyakto agar membuktikan bahwa teknologi pengendalian
hama yang disampaikan dalam orasinya tersebut secara faktual dapat mengurangi penggunaan
pestisida kimia, tetapi mampu mengendalikan hama kapas tersebut. Sementara itu Prof. M.
Arifin diminta untuk terus mengembangkan dan mengintegrasikan teknologi bioinsektisida
SlNPV (Spodoptera litura nuclear-polyhidrosis virus) dalam mendukung program khusus guna
pencapaian swasembada kedelai.

Kepada Prof. Deciyanto S., Kabadan meminta agar terus mendorong Program Pengendalian
Hama Terpadu pada tanaman lada, termasuk didalamnya Penggerek Batang Lada (PBL).
Selain itu Prof. Deciyanto diminta pula untuk menggagas bagaimana caranya teknologi dan
strategi yang dikemukakannya dapat diaplikasikan oleh petani, agar invensi yang ditemukan
menjadi inovasi.

Dengan tambahan tiga prosefor riset tersebut, kini komunitas peneliti Badan Litbang Pertanian
memiliki 80 profesor riset, dan menggenapkan professor riset di komunitas peneliti Indonesia
menjadi 378 orang.

Orasi Prof. Riset

Dalam orasinya yang berjudul “Inovasi Teknologi Pengendalian Hama Berbasis Ekologi Dalam
Mendukung Pengembangan Kapas”, Prof. Subiyakto, yang merupakan peneliti pada Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas ), memaparkan peranan teknologi
pengendalian hama kapas berbasis ekologi pada kapas tumpangsari kedelai. Dinyatakan
bahwa inovasi teknologi pengendalian hama berbasis ekologi pada kapas dapat dilakukan
dengan sistem tumpangsari dengan kedelai, perlakukan terhadap benih, budidaya tanpa olah
tanah, penggunaan jerami padi sebagai mulsa, dan penggunaan pestisida nabati. Penerapan
inovasi teknologi tersebut dapat mengurangi penggunaan insektisida kimia 57 persen,
meningkatkan hasil kapas 21 persen dan kedelai 31 persen, serta pendapatan petani meningkat
57 persen.

Sementara itu, Prof. M. Arifin mengemukakan teknologi dan strategi pengendalian ulat grayak
yang ditekankan pada upaya mengubah kondisi lingkungan agar tidak disukai ulat grayak,
menggunakan varietas tahan ulat grayak, serta mengkombinasikan berbagai teknik
pengendalian secara serasi. Hal tersebut dituangkannya dalam orasinya yang berjudul
“Bioinsektisida SlBPV Untuk Mengendalikan Ulat Grayak Mendukung Swasembada Kedelai”.
Prof. M. Arifin merupakan peneliti pada Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian (BB-Biogen).

Adapun Prof. Deciyanto S., peneliti pada Balittas, menyampaikan orasi yang berjudul
“Pengendalian Hama Penggerek Batang Lada Menghadapi Isu Pembatasan Residu Pestisida”.
Dalam orasinya tersebut, dikemukakan hasil penelitian tentang teknologi pengendalian PBL
ditunjang dengan pengembangan aras keputusan untuk pengendalian PBL secara
berkelanjutan. Prof. Deciyanto menyatakan bahwa bila pemerintah konsisten dengan kebijakan
dalam pengendalian hama lada ramah lingkungan, maka akan dapat meningkatkan kepedulian
petani lada terhadap lingkungan dan kesehatan konsumen, meningkatkan kepercayaan dunia
terhadap produk lada Indonesia yang ber eco-label, serta menjaga brand image dan daya saing
lada Indonesia di pasar dunia.

Badan Litbang Pertanian, 8 September 2010

Bermanfaat tetapi "kok" Mahal


22 Dec 2009

 Koran Jakarta
 Nasional

Bermanfaat tetapi "kok" Mahal

Setiap harinya, tepat pukul 09.00 WIB, panel-panel mesin uap "dihidupkan" Gemuruh mesin
berbahan hatian bakar biosolar itu menjadi tanda dimulainya proses produksi tahu. Kacang
kedelai yang menjadi bahari baku tahu dibersihkan dan direndam selama 24 jam sebelum
dimasukkan ke dalam mesin penggiling.

Setelah itu, kedelai dimasukkan ke dalam tabung-tabung berisi air panas yang telah terhubung
dengan mesin uap. Selang beberapa jam, secara otomatis perebusan kedelai akan memisahkan
sari kedelai dan ampasnya. Sari kedelai kemudian diolah menjadi tahu, sedangkan ampas kedelai
diolah menjadi oncom.

Gambaran sekilas tentang proses produksi tahu itu diterangkan Sunarno, teknisi pabrik tahu
Palmerah, Jakarta Barat. Menurut pria berusia 32 tahun itu, sejak tiga tahun yang lalu pabrik tahu
Palmerah mengaplikasikan teknologi mesin uap yang sengaja diimpor dari China. Sentuhan
teknologi mesin uap itu berhasil memangkas waktu produksi hingga separonya dari cara-cara
produksi tahu tradisional.

Bukan hanya mempersingkat waktu produksi, penerapan teknologi itu juga berhasil
mendongkrak keuntungan usaha hingga 30 persen. Keuntungan itu didapatkan dari pemangkasan
biaya operasional proses produksi. Penerapan teknologi juga memengaruhi kualitas produk,
tekstur tahu menjadi lebih kenyal dan rasanya tidak masam. Memang, tidak dimungkiri, untuk
"membeli" segala keunggulan itu diperlukan dana yang tidak kecil.

Menurut Sunarno, biaya pembelian satu paket mesin uap yang siap untuk memproduksi tahu
mencapai sekitar 750 juta rupiah. Jika dibandingkan dengan alat-alat produksi tahu tradisional
yang harganya hanya 50 juta rupiah, harga teknologi itu memang jauh lebih mahal.

Selain faktor biaya, penerapan teknologi kerap terkendala pada faktor teknis. Untuk
mengoperasikan mesin uap pada proses produksi tahu diperlukan sumber daya manusia yang
terampil yang sebelumnya telah diberikan pelatihan. Dalam tiga tahun belakangan, pabrik tahu
Palmerah masih saja kesulitan mendapatkan sumber daya manusia yang akrab dengan teknologi
mesin uap tersebut.

"Namun bagaimanapun juga proses produksi tahu tetap harus mengikuti perkembangan
teknologi. Pasalnya, penerapan teknologi bertujuan untuk mempermudah proses produksi,
sehingga tercapai efisiensi di segala sisi," ujar Sunarno.

Kebutuhan akan teknologi untuk memperlancar usaha disampaikan pula oleh Unang
Badrutamam, pelaku UMKM sayuran dari Cipanas, Jawa Barat. Menurutnya, adanya bantuan
teknologi memungkinkan dihasilkannya produk-produk sayuran yang ramah lingkungan. Salah
satu contohnya, penerapan teknologi green house untuk memproduksi sayuran organik yang
bebas dari bahan kimia.

Berdasarkan hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB), teknologi green house untuk sayuran
organik aman bagi orang yang mengonsumsinya dan lingkungan. Saat ini, permintaan pasar
terhadap produk pertanian organik yang ramah lingkungan semakin besar. Hal tersebut
dikarenakan masyarakat semakin mengerti akan arti penting kesehatan. "Pangsa pasar sayuran
organik cukup jelas, yaitu masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke atas yang peduli
terhadap kesehatan," ujar Unang.
Jika dilihat dari harga, sayuran organik terbilang lebih mahal dari produk pertanian
konvensional. Harga tomat organik, misalnya, bisa mencapai 10 sampai 15 ribu rupiah per
kilogram, sedangkan tomat non-or-ganik harganya hanya 4 sampai 5 ribu rupiah. Melihat nilai
jualnya yang cukup tinggi, beberapa tahun belakangan terdapat kecenderungan para petani
melakukan migrasi dari metode pertanian konvensional ke metode green house.

Namun, lagi-lagi masalah dana mengganjal kelancaran proses adopsi teknologi itu. Bagi para
petani sayuran skala kecil seperti Unang, pengadaan teknologi berbiaya besar itu cukup
memberatkan. Menurut Deva Primadia Alamanda, Asisten Manager Divisi Inkubator Bisnis dari
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB, investasi yang dibutuhkan untuk
membangun green house mencapai 200 ribu rupiah per meter.

Untuk mengatasi kendala dana tersebut, IPB memberikan bantuan dana bagi para petani yang
menjadi mitra binaannya. Dalam penyediaan dana itu, IPB juga menjalin kerja sama dengan
lembaga penyaluran dana bergulir (LPDB) dan PT Astra Ventura. Kedua lembaga itu akan
memfasilitasi para pelaku UMKM dalam mengajukan kredit bergulir. awm/L-2

Entitas terkaitBermanfaat | Gambaran | Gemuruh | Harga | IPB | Jawa | Kacang | Kebutuhan |


Keuntungan | Mahal | Masyarakat | Palmerah | Pangsa | Penerapan | Pengabdian | Sari | Selang |
Sentuhan | UMKM | Unang | Lembaga Penelitian | PT Astra | Institut Pertanian Bogor | Menurut
Deva Primadia | Asisten Manager Divisi Inkubator Bisnis | Ringkasan Artikel Ini

Menurut pria berusia 32 tahun itu, sejak tiga tahun yang lalu pabrik tahu Palmerah mengaplikasikan
teknologi mesin uap yang sengaja diimpor dari China. Sentuhan teknologi mesin uap itu berhasil
memangkas waktu produksi hingga separonya dari cara-cara produksi tahu tradisional. Jika
dibandingkan dengan alat-alat produksi tahu tradisional yang harganya hanya 50 juta rupiah, harga
teknologi itu memang jauh lebih mahal. Untuk mengoperasikan mesin uap pada proses produksi tahu
diperlukan sumber daya manusia yang terampil yang sebelumnya telah diberikan pelatihan. Dalam
tiga tahun belakangan, pabrik tahu Palmerah masih saja kesulitan mendapatkan sumber daya
manusia yang akrab dengan teknologi mesin uap tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Institut
Pertanian Bogor (IPB), teknologi green house untuk sayuran organik aman bagi orang yang
mengonsumsinya dan lingkungan.

Jumlah kata di Artikel : 616


Jumlah kata di Summary : 121
Ratio : 0,196

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan dibutuhkan untuk
keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech at mediatrac net.

You might also like