Professional Documents
Culture Documents
08/12/2010
KATA PENGANTAR
Karya tulis yang berjudul “Aktualisasi Semangat Pertempuran Laut Aru Dalam
Menegakkan Kedaulatan Wilayah NKRI” ini dimaksudkan untuk ikut berpartisipasi
dalam Lomba Karya Tulis dalam rangka memperingati Hari Dharma Samudera
Tahun 2011 yang diselenggarakan oleh Dinas Penerangan Angkatan Laut, Mabes
TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur.
Untuk memahami semangat Pertempuran Laut Aru (PLA) secara tepat dan
benar, maka diperlukan pemahaman sejarah dalam konteks pembebasan Irian Jaya.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimanakah aktuaisasi semangat PLA dalam
konteks kekinian ? Tulisan ini mencoba untuk menguraikan mengenai sejarah PLA
dalam konteks pembebasan Irian Jaya. Kemudian, diuraikan pula, bahwa aktualisasi
kekinian dari semangat PLA adalah pemberdayaan potensi pulau-pulau terluar dan
wilayah perbatasan RI. Keduanya memiliki semangat yang sama, yaitu
mempertahankan keutuhan wilayah dan menegakkan kedaulatan NKRI, sesuai
dengan amanat UUD 1945.
Demikian, karya tulis ini disusun, dengan harapan semoga keberadaannya dapat
bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia. Akhirnya, saya ucapkan terima kasih
atas kesempatan yang saya dapatkan untuk ikut dalam Lomba ini, dan mohon maaf
atas segala kekurangan. Selamat Hari Dharma Samudera Tahun 2011, semoga jasa
dan semangat kepahlawanan Yos Soedarso dan prajurit TNI AL lainnya dapat selalu
dikenang dan diteladani oleh kita semua. Amiin.
Wassalam.
2
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHALUAN 1
4.1. Kesimpulan 32
4.2. Saran 34
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pertempuran Laut Aru (PLA), setiap tahun selalu diperingati sebagai hari Dharma
Samudera oleh keluarga besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL),
termasuk para veteran, purnawirawan dan warakawuri. Peristiwa pertempuran
antara tiga KRI jenis MTB dan tiga kapal perang jenis freegat, korvet dan destroyer
milik Belanda, yang terjadi pada tanggal 15 Januari 1962 itu dinilai memiliki makna
historis yang sangat penting bagi bangsa, khususnya bagi keluarga besar TNI AL.
Sehingga, peringatan Hari Dharma Samudera dianggap bukan sekedar kegiatan
yang bersifat rutinitas dan seremonial belaka, tapi ada makna sejarah dan semangat
juang yang dapat diambil bagi generasi berikutnya.
Untuk memahami makna sejarah atau suatu peristiwa di masa lampau, menurut
Hariyono (1995), kita tidak dapat keluar dari konteks sejarah yang mengiringi atau
melatarbelakanginya. Jika tidak demikian, maka akan terjadi anakronisme sejarah,
yakni meletakkan sejarah dan menilai suatu peristiwa, baik tokoh, rangkaian
peristiwa maupun latarnya secara kurang tepat, atau bahkan salah. Akibatnya, kita
akan kehilangan perspektif waktu, jiwa dan semangat jaman yang dipelajari dari
suatu peristiwa yang terjadi di masa lampau tersebut. 1
Oleh karena itu, untuk memahami makna Pertempuran Laut Aru (PLA) secara
benar dan tepat, maka kita perlu memahami terlebih dahulu konteks sejarah atau
peristiwa masa lampau yang melatarbelakanginya. Makna dan semangat dari PLA
akan kita dapatkan secara benar dan tepat pula. Selanjutnya, agar kita tidak terjebak
pada nostalgia masa lalu semata atau terkungkung pada semangat kepahlawanan
yang beku dan statis, maka kita perlu memahami relevansinya atas kehidupan
bangsa dan negara dalam konteks kekinian. Kita perlu memahami, bagaimana
1
Hariyono, 1995, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, hal. 17.
4
aktualisasi semangat PLA dalam konteks perkembangan bangsa dan negara saat
sekarang dan di masa depan.
2. Apa makna dan semangat PLA yang dapat kita petik dan diteladani ?
3. Apa relevansi makna dan semangat PLA bagi bangsa Indonesia saat ini, dan
masa yang akan datang ?
Karya tulis ini berusaha untuk memberikan jawaban dan penjelasan atas
sejumlah pertanyaan di atas. Bab II menguraikan PLA dalam konteks sejarah
pembebasan Irian Jaya, beserta makna dan semangat yang dapat dipetik dan
diteladani. Sedangkan Bab III menguraikan tentang relevansi dan aktualisasi
semangat PLA dalam menegakkan kedaulatan wilayah NKRI dalam bentuk
pemberdayaan potensi pulau-pulau terluar dan wilayah perbatasan RI.
Maksud dari pembuatan karya tulis ini adalah ikut serta dalam Lomba Karya Tulis
yang dielenggarakan oleh Dispenal dalam rangka memperingati Hari Dharma
Samudera tahun 2011. Adapun tujuannya adalah ikut memberikan sumbangan
pemikiran, pendapat atau saran terkait memaknai peristiwa PLA, dan relevansinya
bagi kehidupan bangsa Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang.
5
BAB II
Pertempuran Laut Aru adalah peristiwa di masa lampau dalam konteks sejarah
pembebasan Irian Jaya2 dari kekuasaan Kerajaan Belanda. Pembebasan Irian Jaya
merupakan salah satu program pemerintahan Kabinet Kerja yang terbentuk setelah
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Program ini mengacu pada dua hal penting,
yakni hasil persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB) dan realisasinya yang tidak
sesuai dengan isi persetujuan, dimana Kerajaan Belanda secara nyata telah
mengingkarinya. Pembebasan Irian Jaya pada hakikatnya merupakan tuntutan
nasional secara mutlak, dimana seluruh komponen bangsa menyetujui dan
mendukungnya secara penuh.
Namun demikian, KMB tidak berhasil menyelesaikan salah satu masalah penting
yang masih diperdebatkan, yaitu penyerahan kekuasaan oleh Kerajaan Belanda
atas Irian Jaya kepada Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut dicapailah suatu
2
Irian Jaya, dahulu Irian Barat, kini Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat.
3
Naskah resmi KMB menyebut istilah penyerahan kedaulatan. Namun, Indonesia memakai istilah
pengakuan kedaulatan, karena sejak tanggal 17 Agustus 1945, RI sebagai organisasi politik bangsa
Indonesia telah memiliki kedaulatan atas seluruh Indonesia. RIS adalah penerus dari RI sebagai
pemegang kedaulatan atas seluruh Indonesia. Karena itu, Belanda pada hakikatnya mengakui kedaulatan
yang sudah ada pada pihak Indonesia saat itu. Lihat Sejarah Nasional Indonesia (SNI) Jilid VI, 1984,
Jakarta : Balai Pustaka, hal. 171.
4
Notosutardjo, Dokumen Konferensi Meja Bundar, hal. 69.
6
kompromi di antara kedua belah pihak, yang tercantum pada pasal 2 ayat f Piagam
Penyerahan Kedaulatan, yang berbunyi :
5
Ibid
7
Belanda adalah mengakui kedaulatan bangsa Indonesia atas wilayah nasionalnya
sendiri, yang dalam hal ini diwakili oleh RIS. 6
Maka, sejak tahun 1954, pada setiap tahun secara berturut-turut, Pemerintah
Indonesia membawa masalah Irian Jaya di dalam acara Sidang Majelis Umum
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Namun, upaya Indonesia inipun selalu
menemui kegagalan, karena tidak pernah memperoleh tanggapan yang positif dari
sebagian besar anggota PBB. Bahkan, pada tahun 1957, saat Menlu RI berpidato
dalam sidang Majelis Umum PBB yang menegaskan sikap Indonesia akan
menempuh “jalan lain” (short war) untuk menyelesaikan sengketa Irian Jaya dengan
Belanda, PBB pun tidak berhasil untuk menyetujui sebuah resolusi. Karena, usulan
resolusi yang disponsori oleh 21 negara, termasuk Indonesia, tidak dapat
memenangkan 2/3 jumlah suara yang dipersyaratkan.
6
Untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut mengenai pengakuan kedaulatan atas suatu negara yang baru
berdiri, lihat S. Tasrif, S.H., 1990, Hukum Internasional tentang Pengakuan Kedaulatan dalam Teori dan
Praktek, Jakarta : Abardin.
8
menyerahkan Irian Jaya kepada Indonesia, bahkan untuk sekedar
membicarakannya pun Belanda sudah tidak mau lagi.
Bagi Indonesia, pembebasan Irian Jaya merupakan suatu tuntutan nasional yang
bersifat mutlak dan didukung oleh semua partai politik dan semua golongan, tanpa
kecuali. Karena, hal ini didasarkan atas Pembukaan UUD 1945, yaitu “Untuk
membentuk suatu pemerintahan Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.
Sedangkan, Irian Jaya adalah bagian mutlak dari tumpah darah Indonesia. Itulah
sebabnya, meski pergantian Kabinet sering terjadi, namun tidak ada satu pun
Kabinet yang pernah beranjak dari tuntutan nasional tersebut.
Akibat dari aksi-aksi tersebut, berdampak pada hubungan antara Indonesia dan
Belanda yang menjadi kian tegang dan memburuk. Puncaknya adalah pada saat
pemerintah Indonesia memutuskan secara resmi hubungan diplomatik dengan
pemerintah Belanda pada tanggal 17 Agustus 1960. Indonesia menganggap
Belanda sudah tidak lagi memiliki itikad baik untuk mematuhi isi persetujuan KMB
yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. Sepertinya, kesabaran Indonesia
melalui jalan diplomasi atau pendekatan yang baik-baik antar kedua bangsa dan
negara yang berdaulat dianggap sudah tidak lagi efektif.
7
Antara, 14 Desember 1957
9
Batas kesabaran Indonesia tercermin pada saat bulan September 1960,
Presiden Soekarno berpidato di forum sidang Majelis Umum PBB. Dalam pidatonya
yang berjudul “Membangun Dunia Kembali”, Presiden Soekarno menyebut masalah
Irian Jaya dirangkaikan dengan masalah imperialisme dunia yang belum tuntas.
Selanjutnya, Bung Karno menyatakan kegeramannya :
“Kami telah berusaha untuk menyelesaikan masalah Irian Barat. Kami telah
berusaha dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh kesabaran dan
penuh toleransi dan penuh harapan. Kami telah berusaha untuk mengadakan
perundingan-perundingan bilateral ...... Harapan lenyap, kesabaran hilang,
bahkan toleransi pun mencapai batasnya. Semuanya itu kini telah habis dan
Belanda tidak memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap
kami.”8
8
Pidato Presiden Soekarno di PBB (1957), Membangun Dunia Kembali, Panitia Pembina Djiwa Revolusi,
Pantjawarsa Manipol, hal. 183-184. Dikutip dari SNI VI, hal. 333.
10
Dari Uni Soviet, Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer, antara lain
41 Helikopter MI-4 (angkutan ringan), 9 Helikopter MI-6 (angkutan berat), 30
pesawat jet MiG-15, 49 pesawat buru sergap MiG-17, 10 pesawat buru sergap MiG-
19 ,20 pesawat pemburu supersonik MiG-21, 12 Kapal selam kelas Whiskey,
puluhan korvet dan 1 buah Kapal penjelajah kelas Sverdlov (yang diberi nama
sesuai dengan wilayah target operasi, yaitu KRI Irian). Dari jenis pesawat
pengebom, terdapat sejumlah 22 pesawat pembom ringan Ilyushin Il-28, 14 pesawat
pembom jarak jauh TU-16, dan 12 pesawat TU-16 versi maritim yang dilengkapi
dengan persenjataan peluru kendali anti kapal (rudal) air to surface jenis AS-1
Kennel. Sementara dari jenis pesawat angkut terdapat 26 pesawat angkut ringan
jenis IL-14 dan AQvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis Antonov An-12B buatan Uni
Soviet dan 10 pesawat angkut berat jenis C-130 Hercules buatan Amerika Serikat.9
Selain dari Uni Soviet, Indonesia pun membeli sejumlah besar peralatan tempur
dari Jerman Barat, Italia dan Yugoslavia. Salah satu peralatan militer yang
didatangkan untuk memperkuat Jajaran Armada ALRI adalah kapal perang jenis
MTB (Motor Torpedo Boat) Klas Jaguar dari Jerman Barat. Kapal perang jenis ini
memiliki kemampuan untuk menembakkan torpedo anti kapal selam. Torpedo
merupakan senjata andalan pada kapal perang jenis MTB, yang merupakan bentuk
awal dari peluru kendali (Rudal), tapi belum menggunakan pengendali. 10
Selanjutnya, masih pada tahun 1961 juga, Jenderal A.H. Nasution melakukan
sejumlah kunjungan ke sejumlah negara, antara lain India, Pakistan, Muangthai
(Thailand), Philipina, Australia, Selandia Baru, Jerman, Perancis dan Inggris.
Misinya adalah untuk menjajagi sikap dari negara-negara tersebut, seandainya
terjadi perang antara Indonesia dan Belanda. Kesimpulan dari misi ini adalah
negara-negara yang dikunjungi tidak ada yang terkait dengan Belanda untuk
bantuan bidang militer, meskipun mereka menekankan agar sebisa mungkin perang
dapat dihindari, dan bahkan ada negara yang mendukung posisi Belanda.
9
Lihat Wikipidia, Operasi Trikora, Bahasa Indonesia.
10
Adi Patrianto, 2007, Hari Dharma Samudera Perjuangan Menegakkan Kedaulatan Negara, Artikel
Digital, Cakrawala TNI AL
11
Berbagai upaya dari pihak Indonesia seperti yang tersebut di atas, mulai
menyadarkan pihak Belanda bahwa jika masalah Irian Barat tidak diserahkan secara
damai kepada Indonesia, maka Indonesia akan berusaha untuk
memperjuangkannya dengan kekuatan militer. Artinya, Indonesia telah bertekad dan
bersiap penuh untuk melakukan perang terhadap Belanda untuk merebut wilayah
Irian Jaya. Sebagai reaksi awal, Belanda melakukan protes melalui PBB, dengan
menuduh Indonesia akan melakukan agresi militer. Selanjutnya, Belanda
memperkuat kedudukannya di Irian Barat dengan mendatangkan bantuan dan
mengirimkan sejumlah kapal perangnya ke perairan Irian, di antaranya adalah kapal
induk Karel Doorman.
Perkembangan terakhir atas sengketa Indonesia dan Belanda ini telah membuat
masalah Irian Barat akhirnya memperoleh perhatian lebih serius dalam sidang
Majelis Umum PBB tahun 1961. Atas insiatif Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, U
Thant, yang berasal dari Birma (kini Mayanmar), maka salah seorang diplomat
Amerika Serikat, bernama Ellsworth Bunker, mengajukan usul penyelesaian
masalah Irian Barat kepada kedua belah pihak yang bersengketa. Inti pokok dari
usul Bunker tersebut adalah “agar pihak Belanda menyerahkan kedaulatan Irian
Barat kepada Republik Indonesia, melalui PBB dalam waktu dua tahun”.11
Usulan Bunker ini ditanggapi secara berbeda oleh kedua belah pihak yang saling
bersengketa. Pihak Indonesia, pada prinsipnya menyetujui atas usulan tersebut
dengan catatan agar waktu penyerahan Irian Barat dapat diperpendek dari dua
tahun. Sementara itu, pihak Belanda bersikap sebaliknya, dengan menyatakan
bahwa Belanda hanya mau melepaskan Irian barat dengan terlebih dahulu
membentuk perwakilan di bawah PBB, untuk kemudian membentuk sebuah Negara
Papua di wilayah Irian Barat. Sikap keras kepala dari pihak Belanda inilah yang
kemudian disambut oleh pihak Indonesia dengan sikap dan kebulatan tekad untuk
mengadakan suatu “perjuangan bersahabat”. Suatu istilah perjuangan yang
11
Dua puluh lima tahun Dep. Luar Negeri RI, 1971, Djakarta, hal. 97. Dikutip dari SNI VI, hal. 333
12
dirumuskan oleh Presiden Soekarno sebagai “Politik konfrontasi disertai dengan
uluran tangan. Palu godam disertai dengan ajakan bersahabat”.12
12
Pidato Presiden Soekarno, tgl 17 Agustus 1962, Tahun Kemenangan, hal. 324. Ibid.
13
SNI VI, hal. 334.
13
1. Membentuk Provinsi Irian Barat gaya baru, dengan putra Irian sebagai
Gubernurnya, dengan ibukota Kotabaru (kini bernama Jayapura, dulu pada
zaman Belanda bernama Hollandia).
14
Pada tahap perkembangan berikutnya, Trikora diperjelas lagi dengan Instruksi
Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat No. 1 kepada
Panglima Mandala, yang isinya adalah sebagai berikut :
(b) supaya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya Provinsi Irian Barat dapat
secara de facto diciptakan daerah-daerah bebas / atau didudukkan unsur
kekuasaan / pemerintahan daerah RI.
Sebagai tindak lanjut dari Instruksi di atas, maka Panglima Mandala menyusun
suatu strategi, yang disebut dengan strategi Panglima Mandala. Untuk mencapai
strategi tersebut, setelah memperhitungkan kemampuan Angkatan Bersenjata pada
umumnya, sesuai dengan kajian staf Gabungan Kepala Staf, maka pelaksanaan
penyelesaian tugas adalah sebagai berikut :
15
3. Fase Konsolidasi (Awal 1964)
Pada tahap paling awal, misi infiltrasi dilakukan dengan menyusupkan pleton
tugas ke Irian Barat (Vlakte Hoek), yang personelnya kebanyakan berasal dari Irian
yang telah dilatih oleh ADRI. Sementara itu, ALRI juga mendapat tugas untuk
membawa pleton tugas ini, setelah sebelumnya AURI pun telah mengantar satgas
yang lain ke Letfuan. Saat awal infiltrasi ini, misi penyusupan lebih merupakan
sebuah task force, dan belum menjadi sebuah operasi gabungan. Karena, pada saat
itu koordinasi antar Angkatan dapat dikatakan masih kurang baik.16
Untuk melaksanakan operasi infiltrasi ini, Markas Besar Angkatan Laut (MBAL)
mengerahkan 4 (empat) kapal perang jenis MTB (Motor Torpedo Boat), yaitu KRI
Harimau, KRI Matjan Tutul, KRI Matjan Kumbang dan KRI Singa. Kolonel Laut
Soedomo, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Operasi MBAL ditunjuk sebagai
Komandan Eskader. Akan tetapi, pada saat pelaksanaan operasi, Komodor
Josaphat Soedarso, - atau Yos Soedarso, - saat itu menjabat sebagai Deputi I
Operasi KASAL ternyata juga ikut serta dalam operasi dengan menaiki KRI Matjan
Tutul.
Keikutsertaan Komodor Yos Sudarso secara langsung dalam operasi infiltrasi ini
sebenarnya merupakan suatu ketidaklaziman dalam suatu operasi militer.
Mengingat, dari segi kepangkatan Komodor Yos Soedarso memiliki pangkat
setingkat lebih tinggi di atas Kolonel Soedomo, yang menjadi Komandan Eskader
dalam operasi. Komodor adalah pangkat yang setingkat dengan Laksamana
Pertama, atau perwira tinggi AL bintang satu. Saat itu, Kolonel Soedomo
berpendapat bahwa keikutsertaan Komodor Yos Soedarso secara langsung dalam
15
Brigdjen Achmad Tahir, “Soal Mandala dan Irian Barat”, karja Wira Djati, No. 9/1963, hal. 360.
Dikutip dari SNI VI, hal. 338.
16
Budhi Achmadi, 2008, Pertempuran Laut Aru, Artikel Digital. Pernah dimuat di Majalah Intisari,
bulan Juli 2000, hasil wawancara dengan Marsekal (Purn) Saleh Basarah.
16
operasi infiltrasi dapat mengacaukan chain of command (rantai komando) dalam
sebuah operasi militer. 17
Misi operasi ini bersifat sangat rahasia agar tidak diketahui oleh pihak musuh,
dalam hal ini angkatan perang Kerajaan Belanda. Sehingga, untuk keperluan
pengisian bahan bakar dan tambahan logistik lainnya dalam perjalanan dari Tanjung
Priok ke Irian Jaya, keempat KRI harus melakukannya di saat tengah malam hari.
Mereka tidak diperkenankan untuk berlabuh di semua pelabuhan yang dilewati.
Bahkan, mereka pun dilarang menggunakan radio komunikasi untuk berkomunikasi
17
Wawancara Soedomo (kini Laksamana TNI AL Purn.) dengan MetroTV, Ibid.
18
Ibid
19
Loc.cit. Adi Patrianto.
17
dengan pihak lain, kecuali dengan sesama KRI MTB peserta operasi (taktik radio
silent).20
Dari keempat KRI itu, ternyata KRI Singa tidak dapat melanjutkan perjalanan
sebelum mencapai perairan Irian Barat dikarenakan adanya kerusakan mesin.
Sementara itu, sekitar pukul 17.00 waktu setempat, ketiga KRI lainnya terus
melanjutkan perjalanan dengan formasi KRI Harimau berada di depan, kemudian
KRI Matjan Tutul di tengah dan KRI Matjan Kumbang di belakang. Kol. Soedomo
bersama Kol. Mursyid dan Kapten Tondomulyo sebagai kapten kapal berada di KRI
Harimau. Sedangkan Komodor Yos Soedarso bersama kapten kapal Wiratno
berada di KRI Matjan Tutul.
Hari Senin malam, menjelang pukul 21.00 waktu setempat, tanggal 15 Januari
1962 di perairan Laut Aru, Kol. Mursyid melihat radar blips pada lintasan depan
yang akan dilewati iringan ketiga kapal KRI. Tanda blips tidak bergerak, yang berarti
kapal-kapal perang Belanda itu dalam keadaan berhenti, siap menanti. Ketiga KRI
tetap saja melaju ke depan. Lalu, dua pesawat intai maritim AL Belanda jenis
Neptune dan Firefly melintas, sambil menjatuhkan flare (merah menyala terang)
yang tergantung pada parasut. Keadaan menjadi terang benderang dalam waktu
yang cukup lama.
Tepat pada posisi 4,49 derajat Lintang Selatan dan 135,2 derajat Bujur Timur,
ketiga KRI dihadang oleh tiga kapal perang AL Kerajaan Belanda. Dua kapal perang
jenis Fregat Hr.Ms. Eversten dan Korvet Hr.Ms. Kortenaer mencegat di sebelah
kanan KRI. Sementara satu kapal perang lagi, yakni jenis Destroyer Klas Province
Hr. Ms. Utrecht berada di sebalah kiri KRI. 21
Untuk beberapa saat lamanya, kontak senjata masih terus berlanjut, yang
memperlihatkan suatu pertempuran antara dua kekuatan AL yang tidak seimbang.
Ketiga KRI tidak membawa senjata andalannya, yakni Torpedo yang telah dilucuti
sebelum berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priok. Senjata yang ada hanya berupa
senapan mesin anti pesawat terbang, dengan senjata ukuran 12,7 mm dan meriam
ukuran 40 mm. Senjata ini tidak akan dapat menjangkau target kapal-kapal perang
Belanda, yang dilengkapi dengan persenjataan yang jauh lebih kuat, dengan
meriam berukuran 4,7 inchi (12 cm). 22
Kol. Soedomo menyadari keadaan yang semakin genting sebagai akibat dari
situasi pertempuran yang tidak seimbang. Menurutnya, bertahan dengan formasi
apapun dipastikan akan percuma dan ketiga KRI pasti akan mengalami kekalahan.
Oleh karena itu, selanjutnya ia memerintahkan ketiga KRI untuk berputar ke kanan
arah 239 derajat. Maksudnya adalah jelas untuk menghindar dari sasaran tembakan
kapal musuh yang jauh lebih kuat.
KRI Harimau dan KRI Matjan Kumbang berhasil berbalik arah, dan berusaha
segera menghindar. Namun, KRI Matjan Tutul justru melakukan manuver dengan
tetap bergerak lurus ke depan, agak sedikit ke kanan untuk berusaha mendekati
kapal Belanda Fregat HR. Ms. Eversten. Manuver ini dipandang sangat berbahaya
oleh kapal musuh, karena dianggap sebagai pertanda KRI Matjan Tutul akan
meluncurkan senjata andalannya, yakni Torpedo, yang sebenarnya sudah tidak ada
lagi. Maka, tak pelak lagi, untuk selanjutnya KRI yang kini dikomandoi oleh Komodor
Yos Soedarso itu langsung dihujani banyak tembakan oleh ketiga kapal perang
Belanda.
22
Loc. Cit
19
Dalam kondisi yang sangat genting seperti itu, Komodor Yos Soedarso terus
memerintahkan anggotanya agar terus maju.23 Akibatnya, ketiga kapal perang
Belanda makin berkonsentrasi untuk terus menembaki KRI Matjan Tutul yang telah
banyak terkena tembakan, dengan kondisi ruang kendali yang sudah rusak. Namun
demikian, melalui radio, Komodor Yos Soedarso masih tetap memerintahkan
anggotanya untuk terus bertempur. Perintahnya yang lantang “kobarkan semangat
pertempuran” terus saja beliau teriakkan hingga KRI Matjan Tutul itu kemudian telah
benar-benar tenggelam sebagai akibat terkena banyak tembakan.
Dalam peristiwa tersebut, sebanyak 25 ABK KRI Matjan Tutul dan Komodor Yos
Soedarso sendiri dinyatakan telah gugur. Sedangkan sisa ABK yang selamat,
kemudian ditawan oleh tentara Belanda. KRI Matjan Tutul telah melakukan
manuver yang membahayakan bagi dirinya sendiri hingga tenggelam, namun telah
berhasil menyelamatkan kedua KRI yang lainnya. KRI Harimau dan KRI Matjan
Kumbang berhasil menghindar dan lolos dari sergapan musuh, kemudian dapat
kembali ke pangkalannya dengan selamat.
23
Ibid. Melalui sebuah wawancara, salah seorang kelasi bernama Soeharmadji masih sempat
mendengar teriakan tersebut. .
24
Pada tanggal 20 Januari 1962, Presiden Soeakarno memimpin rapat di Istana Bogor untuk
membahas peristiwa Pertempuran Laut Aru, yang melibatkan unsur-unsur dari ALRI dan AURI.
Ibid.
20
2.4. Akhirnya, Belanda Menyerah Juga
25
SNI VI, hal 339
21
Misool. Dengan sasaran yang sama, kemudian disusul oleh Pasukan Raiders dari
Kodam XV pada tanggal 9 dan 12 Agustus 1962. Dengan demikian, hingga tanggal
15 Agustus 1962, Indonesia telah berhasil menyusupkan sekitar 10 kompi
pasukan.26
Sementara itu, operasi penentuan yang bernama Operasi Jaya Wijaya telah
dipersiapkan pula oleh pihak Indonesia. Operasi ini direncanakan untuk
melaksanakan serangan terbuka dalam merebut daerah Irian Jaya. Operasi Jaya
Wijaya dengan target date bulan Agustus tahun itu juga, direncanakan terbagi atas :
Operasi Jaya Wijaya I untuk merebut keunggulan di udara dan di laut. Operasi Jaya
Wijaya II untuk merebut Biak, Operasi Jaya Wijaya III untuk merebut Hollandia
(Jayapura) dari laut, Operasi Jaya Wijaya IV untuk merebut Hollandia dari udara.
Untuk melaksanakan operasi tersebut, Angkatan Laut Mandala dibawah Kol. Laut
Soedomo membentuk Angkatan Tugas Amfibi 17 yang terdiri atas tujuh gugus
tugas. Sedangkan Angkatan Udara membentuk enam kesatuan tempur baru. 27
Ditambah lagi, ketika Amerika Serikat pun ternyata mulai melakukan tekanan
kepada Belanda untuk bersedia berunding dengan Indonesia. Hal ini dilakukan
untuk dapat mencegah agar Uni Soviet dan Amerika Serikat tidak terseret dalam
konfrontasi langsung di wilayah Pasifik barat daya, dengan memberikan bantuan
26
Ibid.
27
Ibid.
22
bagi pihak-pihak yang bersengketa dalam soal Irian Barat. Maka, pada tanggal 15
Agustus 1962, suatu perjanjian antara pemerintah Indonesia dan pemerintah
Belanda berhasil ditandatangani di New York, yang kemudian dikenal dengan
Perjanjian New York. Perjanjian ini didasarkan atas prinsip-prinsip yang pernah
diusulkan oleh Ellsworth Bunker, yang setahun lalu sempat ditolak oleh pihak
Belanda.28
Adanya Perjanjian New York telah berdampak pada rencana Operasi Jaya
Wijaya yang belum sempat terlaksana. Pada tanggal 18 Agustus 1962, pukul 09.31
waktu Irian Jaya, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik
Indonesia/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Jaya
mengeluarkan perintah kepada Panglima Mandala untuk menghentikan tembak-
menembak di daerah pembebasan. Selanjutnya, oleh Panglima Mandala, perintah
itu diteruskan kepada seluruh pasukan yang berada di Irian Jaya agar mentaati
perintah penghentian tembak-menembak dan mengadakan kontak dengan perwira-
perwira peninjau PBB yang disertai oleh Achmad Wiranatakusumah, Kolonel Udara
I. Dewanto dan Letkol Laut Nizam Zachman. 29
28
Ibid. hal 335.
29
Ibid. hal 336.
23
Dengan ditandatanganinya Perjanjian New York berarti perjuangan Trikora
dianggap telah berhasil berkat kerja sama segenap komponen bangsa di bidang
diplomasi dan militer. Tanpa dukungan operasi militer, maka perjuangan diplomasi
akan mengalami kebuntuan seperti yang pernah dialami oleh Indonesia sebelum
perjuangan Trikora dilaksanakan. Bagian akhir dari perjuangan Trikora adalah
pelaksanaan Operasi Wisnu Murti, yakni operasi untuk menghadapi penyerahan
Irian Jaya dari PBB (UNTEA) kepada RI pada tanggal 1 Mei 1963. Pada tanggal
penyerahan tersebut, tugas Komando Mandala dianggap telah selesai dengan
sukses, dan pada hari itu juga, Komando Mandala secara resmi dinyatakan bubar
oleh pemerintah Indonesia.
30
Setneg RI, 1986, 30 Tahun Indonesia Merdeka, hal. 200
24
Pepera yang telah dilaksanakan sesuai dengan jiwa dan isi Persetujuan New York.31
Dengan persetujuan dari Sidang Umum PBB ini, maka perjuangan RI untuk
memperoleh pengakuan kedaulatan atas Irian Jaya dianggap telah selesai dan
berhasil dengan tuntas, baik secara de facto maupun secara de jure.
31
Ibid.
25
BAB III
26
pulau tersebut, antara lain Pulau Rondo yang berbatasan dengan Samudera Hindia,
Pulau Berhala yang berbatasan dengan Selat Malaka, dan Pulau Nipah yang
berbatasan dengan Singapura.
27
sungai (DAS) sekitar 6.000 Ha; (3) Sungai Sinapad, Kabupaten Nunukan Kaltim; (4)
Sungai Buan, berpotensi menyebabkan kehilangan wilayah daratan sekitar 1.500
Ha; (5) Gunung Jagoi Pokok Payung; (6) Gunung Raya; (7) Semitau, Kabupaten
Kapuas Hulu; (8) Batu Aum, Kabupaten Bengkayang; (9) Dangkalan Niger Gosong,
Propinsi Kalimantan Barat; (10) Kesepakatan batas laut.
Sebagai contoh, kepulauan terluar di Sulawesi Utara, yaitu Pulau Miangas, Pulau
Marore dan Pulau Marampit. Menurut Wakil Kepala Polda (Wakapolda) Sulawesi
Utara, Kombes John Kalangi (2006),32 saat itu sempat beredar peta pariwisata
Filipina yang memasukkan ketiga pulau tersebut sebagai wilayah negara Filipina.
Ketiga pulau tersebut sebenarnya terletak di Kabupaten Sangihe dan Talaud, namun
jaraknya ke ibu kota Kabupaten lebih jauh dibandingkan dengan ke kota di Filipina
Selatan. Dampaknya, secara sosial dan budaya, masyarakat setempat merasa lebih
memiliki kedekatan sosial dengan Filipina dibandingkan dengan Indonesia. Karena,
kebutuhan sehari-hari, sarana transportasi dan telekomunikasi dipenuhi dari negara
Filipina.
32
http ://cetak.kompas.com, tanggal 02/12/2009
28
mirip dengan kenyataan yang pernah ditampilkan oleh sebuah stasiun TV swasta
nasional33, dimana sekitar seratusan lebih penduduk di suatu dusun di Kalimantan
Timur yang perbatasan dengan Malaysia, lebih memilih berpindah kewarganegaraan
menjadi warga negara Malaysia. Alasannya, di daerah Malaysia, mereka
mendapatkan pekerjaan, atau pendidikan dan terpenuhi kebutuhan hidupnya secara
layak, jika dibandingkan dengan kampung asalnya di Indonesia.
Akibat lain dari tidak terurusnya wilayah perbatasan adalah kawasan perbatasan
menjadi lintasan surga bagi sindikat kejahatan tingkat tinggi yang merugikan
Indonesia sendiri. Dalam Rapat Koordinasi Pengamanan Wilayah Perbatasan NKRI
yang digelar oleh National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia di Mabes Polri
(11/2/2009),34 terungkap sejumlah permasalahan di 14 Polda yang berbatasan
dengan negara lain. Berdasarkan data dari ke-14 Polda tersebut, terungkap bahwa
perkara kriminalitas lintas negara yang kerap ditemui di wilayah tersebut, senantiasa
bermuara pada minimnya pengamanan di kawasan perbatasan. Jenis kriminalitas
tersebut, antara lain adalah terorisme, perdagangan manusia, narkoba,
penyelundupan bahan bakar minyak, bahan pokok, senjata api, berbagai barang
konsumsi, hingga manusia. Ada juga kejahatan pembalakan liar, perambahan hasil
laut ilegal, penembangan ilegal, pengerukan pasir ilegal, hingga perompakan di
lautan.
Sekali lagi, ironisnya, justru semua bentuk kejahatan tersebut memiliki nilai
ekonomi tinggi, yang membawa dampak sosial secara signifikan dan menyebabkan
kerugian negara yang tidak sedikit. Kapolri, yang saat itu dijabat oleh Jenderal Pol.
Bambang Hendarso Danuri, melalui Irwasum Komjen Pol. Yusuf Manggabarani
menegaskan :
35
Ibid
36
Berita Nasional, Pemerintah akan Urus 92 Pulau Terluar, 20 April 2006, Bakosurtanal.
37
Ibid
30
pendekatan keamanan (security approach) dalam mengelola wilayah perbatasan
atau pulau-pulau terluar. Namun, juga menggunakan pendekatan kesejahteraan
(prosperity approach) dengan basis pendekatan lingkungan hidup (environment
approach) sebagai bagian dari upaya pemberdayaan potensi pulau-pulau terluar
dan wilayah perbatasan. Alasan Mahkamah Internasional yang memenangkan
Malaysia dalam sengketa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dengan Indonesia,
didasarkan atas gabungan dari berbagai pendekatan tersebut. Yakni mengacu pada
pertimbangan “effectivitee”, bahwa pemerintah Inggris telah melakukan tindakan
administratif yang nyata sebagai wujud kedaulatannya, berupa penerbitan ordonansi
perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu
sejak tahun 1930-an, dan operasi mercusuar yang dilakukan sejak awal tahun 1960-
an (Wirayudha, 2002). 38
Dalam kaitan ini, maka beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah
adalah melakukan pembinaan mengenai pengelolaan dan pelestarian sumber daya
alam (SDA), membangun infrastruktur dan sarana perhubungan, serta pembinaan
wilayah dan pertahanan. Khusus untuk pulau-pulau atau kawasan yang tidak dapat
dihuni, namun sangat rawan sengketa dengan negara tetangga, seperti di kawasan
Ambalat, yang diklaim juga oleh Malaysia, pemerintah pusat perlu menetapkannya
sebagai wilayah karantina, salah satunya dengan memasang mercusuar.
38
Lihat Atep Afia Hidayat, 2010, Urgensi Pembentukan Badan Otorita Perbatasan, Netsains.Com
31
“Kehadiran kegiatan ekonomi” kata Juwono lagi “adalah bentuk pematokan
perbatasan yang paling bagus dan efektif”.39
Upaya lain dari pemerintah pusat dalam melindungi pulau-pulau terluar adalah
dengan cara melaporkan keberadaan sekitar 3.047 pulau terluar Indonesia kepada
UN Working Group of Expert on Geographical Names, sebuah badan khusus milik
PBB yang mencatat nama-nama pulau sebuah negara. Sepanjang tahun 2006 saja
pemerintah telah berhasil menamai sekurangnya 1.466 pulau kecil terluar di wilayah
RI di antara 8.168 pulau terluar yang belum bernama. Penamaan tersebut, tentu
saja berdasarkan atas Perpres No. 78 Tahun 2005. Sebuah langkah kecil, namun
memiliki makna yang sangat penting dan strategis dalam upaya mempertahankan
kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI.
Dalam sebuah acara serah terima jabatan di Mabes TNI, Cilangkap, Panglima
TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menegaskan bahwa TNI akan mengutamakan
peran pengawasan dan perlindungan di daerah-daerah perbatasan, dengan
penekanan perhatian pada pulau-pulau terluar. Daerah perbatasan dan pulau-pulau
terluar, kata Panglima TNI , menjadi prioritas dalam program pembangunan lima
tahun ke depan. Penjagaan dan perlindungan terhadap daerah perbatasan dan
pulau-pulau terluar dianggap sejalan dengan visi TNI dalam mempertahankan
kedaulatan negara. Untuk mendukung program tersebut, TNI akan menambah dan
memperkuat alat utama sistem persenjataan (alutsista) sebagai sarana
pengembangan kekuatan secara bertahap dan pasti.40
Secara khusus, TNI AL sebagai institusi militer, memilki keunikan tersendiri jika
dibandingkan dengan TNI AD dan TNI AU. Keunikan ini berlaku universal. Sesuai
teori Kent Both, selain peran militer, matra laut juga memiliki peran diplomasi dan
polisionil. Peran diplomasi dilaksanakan oleh TNI AL dengan dikirimnya KRI ke
negara lain untuk menjalin dan mempererat pesahabatan antarnegara. Hal ini
39
Op. Cit
40
TEMPO Interaktif, Panglima TNI Prioritaskan Lindungi Daerah Perbatasan, Sabtu, 2 Oktober
2010.
32
seringkali disebut dengan istilah “Gun Boat Diplomacy”, atau diplomasi kapal
perang. Tampilan kapal perang suatu negara akan memunculkan citra yang bisa
memperkuat pelaksanaan diplomasi negara yang bersangkutan. Sedangkan untuk
peran polisionil, TNI AL berkewajiban melaksanakan fungsi keamanan sekaligus
melaksankan penindakan terhadap kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum.
41
Lihat Agus Susilo Kaeri, Menjadikan TNI AL Sebagai Simpul Pertahanan dan Kesejahteraan,
Artikel Digital
33
dibangun di setiap pulau yang bernilai strategis, karena pada waktu krisis atau
perang sarana tersebut dapat dimanfaatkan untuk dukungan dalam peperangan
laut.
Untuk itu SBJ (Surya Baskara Jaya) yang merupakan program khusus TNI AL
dalam memberdayaan pulau-pulau terpencil dan membantu masyarakat dengan
membangun infrastruktur dan pelayanan kesehatan harus terus selalu ditingkatkan.
Sebab, program itu bermanfaat bagi masyarakat dalam meningkatkan
kesejahteraan dan juga bagi TNI AL apabila terjadi krisis atau perang.
34
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan atas seluruh uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Pertempuran Laut Aru (PLA) adalah pertempuran yang terjadi di perairan Laut
Aru antara tiga KRI jenis MTB dengan kapal perang Belanda jenis fregat, korvet
dan destroyer. Pertempuran ini dianggap tidak seimbang, mengingat jenis KRI
yang kalah kuat, bahkan senjata andalannya Torpedo telah dilucuti terlebih
dahulu sebelum berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priok. Pada perempuran ini,
KRI Matjan Tutul tenggelam, sejumlah pasukan gugur, terdiri atas 25 ABK ,
Kapten kapal Wiratno dan Komodor Yos Soedarso, serta sisanya ditawan oleh
pasukan Belanda.
2. PLA merupakan peristiwa pertempuran yang terjadi dalam kaitan misi ALRI untuk
melaksanakan tugas negara di bidang operasi militer, sebagai bagian dari misi
infiltrasi dalam Komando Mandala untuk pembebasan Irian Barat dari tangan
kekuasaan Belanda.
3. PLA merupakan sejarah perjuangan heroik dari para prajurit ALRI dalam
melaksanakan tugas negara untuk menegakkan kedaulatan, menjaga dan
mempertahankan keutuhan wilayah RI di Irian Barat. Mereka telah ikhlas
mengorbankan segenap jiwa dan raga demi kepentingan bangsa dan negara.
Secara simbolis, pada tahun 1973 pemerintah RI memberikan penghargaan atas
jasa-jasa mereka yang telah gugur dalam bentuk anugerah gelar Pahlawan bagi
Komodor Yos Soedarso sesuai dengan SK Presiden RI No. 088/TK/1973.
35
4. Makna dan semangat PLA adalah perjuangan kepahlawanan yang siap
mengorbankan jiwa dan raga dalam menegakkan kedaulatan dan menjaga
keutuhan atas seluruh wilayah NKRI demi kepentingan bangsa dan negara.
6. Aktualisasi semangat PLA saat ini adalah menegakkan kedaulatan dan menjaga
keutuhan wilayah RI, melalui pemberdayaan potensi pulau-pulau terluar dan
wilayah perbatasan RI.
10. Diperlukan peningkatan kemampuan TNI dalam menjaga dan mengawasi PPT
dan WP melalui peningkatan kapasistas personel, alutsista, operasi militer selain
perang (OMPS) seperti program Surya Baskara Jaya (SBJ) TNI AL.
36
4.2. Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
Agus Susilo Kaeri, 2010, Menjadikan TNI AL Sebagai Simpul Pertahanan dan
Kesejahteraan, Opini Digital, Pelita, tanggal 28 September 2010.
Berita Nasional, 2006, Pemerintah Akan Urus 92 Pulau Terluar, Berita Digital,
tanggal 20 Aprl 2006
Budi Achmadi, 2008, Pertempuran Laut Aru, Artikel Digital, Hasil wawancara
dengan Marsekal (Purn) Saleh Basarah, pernah dimuat di Majalah Intisari, Juli 2000.
Setneg RI, 1986, 30 Tahun Indonesia Merdeka, Cetakan Ketujuh, Jakarta : Citra
Lamtoro Gung Persada.
SSR
RII E
ENND
DAAN
NGG SSU
USSE
ETTIIA
AWWA
ATTII
Pendidikan SD, SMP dan SMA ia tempuh di kota Kuningan. Kemudian, pada tahun 1988
ia melanjutkan kuliah di Jurusan Pendidikan Sejarah Strata 1 (S-1) IKIP Bandung. Saat
kuliah inilah, bakat menulisnya mulai terasah, hingga beberapa kali, tulisannya yang berupa
artikel sempat dimuat pada harian umum lokal di Bandung. Pernah menjadi Juara 1 lomba
penulisan karya ilmiah tentang lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh Balai Sejarah
Provinsi Jawa Barat pada Tahun 1995 dan Pemenang 1 Sayembara Karya Tulis Kategori
Dosen dan Umum tentang “Menuju Perpustakaan Nasional Ideal” yang diselenggarakan oleh
Perpusnas RI tahun 2010. Tulisan lainnya, khususnya berupa Artikel dan Cerpen dikirim ke
sejumlah harian atau majalah, dan di Blog pribadi : Srie, URL : blogguru-srie.blogspot.com
Pernah mengajar di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung (1992-1998) dan
SMA PGII 1 Bandung (1994-2002) sebagai Guru Tetap Yayasan (GTY). Kini tinggal di Desa
Kertayasa, Sindang Agung Kab. Kuningan, Jabar. E-mail :
sriendangsusetiawati@yahoo.com.
39