Professional Documents
Culture Documents
SILABUS KRIMINOLOGI
Kriminologi
Criminal Liability
(Pertanggung jawaban
pidana )
Kesusilaan Hukum
1. Manusia sebagai perseorangan 1. Manusia sebagai mahluk sosial
2. Titik Berat pada sikap bhatin 2. Titik Berat pada perbedaan individu
3. Penilaian dari dalam ke luar 3. Penilaian ke luar
4. Tidak puas hanya dengan tingkah 4. Puas dengan tingkah laku lahiriah
laku lahiriah
5. Bersifat mengikat karena sesuai 5. Bersifat tidak mengikat
dengan kehendak (rasa susila) kita
Pengertian kejahatan
1. E. H. Sutherland / yuridis aspek
Adalah perbuatan yang melanggar UU (ditinjau dari sudut yuridis) sehingga ia
menggolongkan perbuatan yang melanggar UU sebagai suatu kejahatan & jika
tidak diatur dalam UU adalah bukan kejahatan.
2. Thousten Sellir / Sosiologis
Adalah suatu perbuatan yang melanggar norma tingkah laku yang hidup dalam
masyarakat (Segi sosiologis). Disini Sellir tidak mempersoalkan apakah suatu
perbuatan itu melanggar UU atau tidak.
3. W. A. Bonger (Yuridis Sosiologis)
Adalah perbuatan yang sangat anti sosial & ditentang secara sadar oleh negara
berupa pemberian penderitaan (hukuman/tindakan). Ia berpendapat bahwa suatu
perbuatan dapat dikatakan kejahatan apabila menurut masyarakat maupun UU
dicela serta ada sanksinya.
4. Hoef Nagles / psikologis
Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai kejahatan apabila terdapat unsur-unsur
stigma (cacat atau noda/ cap dari masyarakat) dan keseriusan. Kejahatan adalah
perilaku yang dinyatakan sebagai tindakan yang dayadihk.
Unsur-unsur kejahatan
- Sutherland
a. Mempunyai akibat tertentu yang merugikan masyarakat.
b. Kerugian yang terjadi harus terdapat dalam UU & merupakan larangan.
c. Ada perilaku sikap & perbuatan yang mengikat.
d. Adanya maksud jahat atau mens rea.
e. Adanya hubungan atau kesatuan hubungan antara mens rea dan conduct.
f. Adanya hubungan sebab akibat diantara kerugian yang dilarang UU dengan
misalnya conduct yang voluntair (dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan dipaksa
orang lain).
g. Adanya hukuman yang ditetapkan Undang-undang.
Pembagian antara UU dan kesusilaan tidak dapat dibagi secara hitam dan putih.
Stephen Schlaffer
Kriminologi adalah - usaha-usaha untuk menjelaskan setiap musabab tingkah laku
kriminal.
- Usaha menjelaskan rehabilitasi kriminal dan efisiensi sistem
pemidanaan.
Classical theory
Merupakan reaksi terhadap sistem hukum, penghukuman pada masa sebelum revolusi
Prancis (1789) dianggap tidak manusiawi (barbaric)
1. Cesare Beccaria (1728-1794)
Free will
Criminal justive system based on law
Positive theory
Merupakan reaksi atas aliran klasik yang tidak mampu menjelaskan “Why people
become criminal”
1. Biological Determinism
Charles Darwin (1809 – 1882)
Cecare Lambroso (1835 – 1909)
Rafaele Garafalo (1852 – 1934)
Earico Ferri (1856 – 1929)
2. Psychological determinism
- Issac Roy (1807 – 1881)
- Hency Movasieo (1835 – 1918)
3. Sociological Determinism
1. Definisi Kriminologi
(Prof. Mr. W.A. Bonger)
adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-
luasnya. Pengertian ini disebut juga kriminologi teoritis.
Kriminologi teoritis adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman
yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-
gejala & mencoba menyelidiki sebab dari gejala-gejala tersebut (aetiologi)
dengan cara-cara yang ada padanya.
Kriminologi dalam arti sempit (Manheim) = kejahatan
Kriminologi dalam arti luas mempelajari penology & metode-metode yang berkaitan
dengan kejahatan & masalah prevensi kejahatan dengan tindakan yang bersifat non positif.
Kriminologi Praktis.
KRIMINOLOGI TEORITIS
KRIMINOLOGI PRAKTIS
hyegiene kriminal & politik kriminal termasuk :
- Kriminalistik : yang menyelidiki teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan
merupakan gabungan dari ilmu jiwa tentang kejahatan dan penjahat, ilmu kimia,
pengetahuan tentang barang, braphologi, dan lain-lain.
“De Wetten”
“Jika dalam suatu masyarakat tidak ada yang miskin & tidak ada yang kaya,
tentunya akan terdapat kesusilaan yang tinggi, karena disitu tidak akan terdapat
ketakaburan, tidak pula kelaliman, juga tidak ada rasa iri hati dan benci”.
Aristotles “Politiek”
“Kemiskinan menimbulkan kejahatan & pemberontakan. Kejahatan yang besar
tidak diperbuat / memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tapi untuk kemewahan”.
Ad.4. Abad ke 18
a. Penentangan terhadap hukum pidana & acara pidana yang berlaku
- Montesquieu
“Pembentuk perundang-undangan yang baik harus lebih mngikhtiarkan
pencegahan kejahatan daripada penghukuman”.
- Voltaire
“Pencurian dan lain-lain kejahatan adalah kejahatannya orang miskin”.
- Rosseau
“Kesengsaraan merupakan ibu dari kejahatan yang besar”
- Beccaria
“Pencurian biasanya adalah kejahatan yang timbul karena kesengsaraan dan
putus asa”.
- J. Bentham (Inggris)
“Lebih utama mencegah kejahatan daripada menghukumnya dan menyebutkan
beberapa tindakan untuk mencapai tujuan tersebut”.
- H. Pestalozzi (Jerman)
“Lebih diperhatikan beberapa faktor sosial, seperti umpamanya tingkatan
kesusilaan umum dari rakyat”.
- Mr. H. Calkoen (Belanda)
“Kemiskinan dan pengangguran dipandangnya sebagai sebab utama dari
kejahatan ekonomi”.
Apabila konsep berpikir dari kedua aliran tersebut dibandingkan (classicical dan
positive) maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Aliran klasik tidak dapat menjelaskan mengapa seseorang melakukan kejahatan.
Aliran Positive sebaliknya. Aliran Klasik lebih banyak mempersoalkan aturan yang
seharusnya diberlakukan untuk memelihara ketertiban dan kedamaian dalam
masyarakat. Aliran Positive menekankan kepada usaha yang bersifat ilmiah untuk
tujuan memelihara ketertiban melalui studi dan penelitian tentang tingkah laku
manusia.
b. Aliran klasik cenderung menempatkan pidana sebagai satu-satunya jalan keluar.
Aliran Positive: pelanggaran terhadap perjanjian sosial justru harus ditanggapi
sebagai sesuatu yang abnormal sehingga tanggung jawab atas pelanggaran tersebut
bukan sepenuhnya berada pada si pelanggar melainkan juga masyarakat secara
keseluruhan. Jadi jalan keluar bukan untuk mempidana, tetapi untuk mencegah.
c. Konsep-konsep aliran klasik lebih relevan dengan perkembangan hukum pidana
dari segi hukum sedangkan konsep aliran positive relevan bagi perkembangan studi
kejahatan.
Sampai dengan abad ke-20 terjadi pergeseran nilai-nilai dalam perkembangan studi
kejahatan.
- Semula studi kejahatan menitikberatkan pada nilai-nilai
kemanusiaan yang bersifat abstrak. Namun selanjutnya terjadi pergeseran dengan
memandang pentingnya unsur-unsur individu dan peranan faktor kepribadian serta
lingkungan dalam membentuk seseorang sebagai manusia penjahat.
- Terjadi perubahan mengenai pandangan yang kurang menghargai
penerimaan ilmiah dan menggantikannya dengan pandangan yang lebih bersifat
praktis – pragmatis dalam menghadapi penjahat.
- Aliran ketiga memperlakukan penjahat tidak lagi sebagai objek
alat-alat peradilan pidana melainkan diperlakukan sebagai manusia dengan
integritas kemanusiaan-nya.
Kriminologi
1. Merupakan studi tentang tingkah laku (nonkriminal).
2. Merupakan ilmu yang bersifat inter dan multi disipliner.
Cullen
Hanya semata-mata mengetengahkan eksistensi dan transisi budaya kriminal,
sedangkan ia mengabaikan masalah asal usul budaya dimaksud.
Telah terjadi perubahan besar dalam struktur masyarakat sebagai akibat dari depresi
yang terjadi didunia khususnya Eropa pada tahun 1930-an tradisi telah menghilang
dan telah terjadi “deregulasi” didalam masyarakat. Keadaan ini dinamakan sebagai
“Anomi” oleh Durkheim.
Terdapat hubungan erat antara struktur masyarakat dengan penyimpangan tingkah
laku (deviant behavior) individu.
Merton
Kesenjangan antara cara (means) dan tujuan antara atau cita-cita (goals) sebagai hasil
kondisi masyarakat sehingga penyimpangan tingkah laku di Amerika atau deviant
merupakan gejala dari suatu struktur masyarakat dimana aspirasi budaya yang sudah
terbentuk terpisah dari sarana yang tersedia di masyarakat.
Sehingga penyimpangan tingkah laku atau deviance merupakan gejala dari suatu
struktur masyarakat dimana aspirasi budaya yang sah terpisah dari sarana yang
tersedia di masyarakat.
Riset Durkheim tentang “suicide” (1897) atau bunuh diri dilandaskan pada asumsi
bahwa rata-rata bunuh diri yang terjadi di masyarakat yang merupakan tindakan akhir
adalah suatu Anomi, bervariasi atas dua (2) keadaan, yaitu sosial integration dan
social regulation.
Konsep Durkheim ini lebih lanjut berguna untuk menjelaskan penyimpangan tingkah
laku yang disebabkan karena kondisi ekonomi di dalam masyarakat.
Dikembangkan lebih lanjut oleh Merton terhadap tingkah laku di Amerika, dimana di
USA masyarakatnya sudah melembaga suatu cita-cita (goals) untuk mengejar sukses
semaksimal mungkin, dan pada umumnya diukur harta kekayaan yang dimiliki
seseorang. Untuk mencapai sukses dimaksud masyarakat sudah menetapkan cara-cara
(means) tertentu yang diakui dan dibenarkan yang harus ditempuh seseorang. Namun
dalam kenyataannya tidak semua orang dapat mencapai cita-cita dimaksud melalui
cara yang melanggar UU (Illegitimate means).
Individu dalam keadaan masyarakat yang anomistis selalu dihadapkan kepada adanya
tekanan (Psikologis) atau strain karena ketidakmampuannya untuk mengadaptasi
aspirasi sebaik-baiknya walaupun dalam kesempatan yang sangat terbatas.
• Cohen (1955)
Analisis Merton tidak dapat menjelaskan secara memadai kegiatan – kegiatan
anak-anak dan remaja delinkuen. Disamping mereka melibatkan diri mereka
kedalam cara-cara yang ilegal untuk memperoleh sukses, juga mereka melakukan
tindakan yang bersifat “non utilitarian”, kejam dan negatif.
• Cullen (1983)
(i) Durkheim tidak secara jelas merinci sifat dari keadaan sosial yang sedang
terjadi.
(ii) Durkheim tidak konsisten dalam menjelaskan bagaimana “currents anomy”
menyebabkan bunuh diri.
Current anomy keadaan masyarakat yang sedang berlangsung pada saat itu,
atau sering disebut “social currents”
♣ Pemunculan Teori Kontrol Sosial diakibatkan oleh tiga (3) ragam perkembangan
dalam kriminologi, yaitu :
1. Reaksi terhadap orientasi labeling dan konflik kembali kepada
penyelidikan tentang tingkah laku kriminal.
2. Munculnya studi tentang “criminal justice” sebagai ilmu baru
telah memberi pengaruh terhadap kriminologi menjadi lebih pragmatis dan
berorientasi pada sistem.
3. Teori Kontrol Sosial telah dikaitkan dengan suatu tehnik riset
baru khususnya bagi tingkah laku anak/ remaja.
♣ Reis
Tiga (3) komponen dari kriminal sosial dalam menjelaskan kenakalan anak/ remaja :
1. Kurangnya kontrol internal yang wajar selama anak-anak.
2. Hilangnya kontrol sosial tersebut.
3. Tidak adanya norma sosial atau konflik antara norma-norma dimaksud (di sekolah,
orangtua, atau lingkungan dekat).
♣ Reckless
Containment internal dan eksternal memiliki posisi netral, berada diantara tekanan
sosial (social pressure) dan tarikan sosial (social pulls) lingkungan dan dorongan
dalam individu.
♣ Matza & Gresham Sykes (1957) – kritik untuk teori sub kultur dari Cohen.
Kenakalan remaja sekalipun dilakukan oleh mereka dari strata sosial rendah, terikat
pada sistem-sistem nilai dominan dalam masyarakat (technique of neuralization).
Tehnik tersebut telah memberikan kesempatan bagi seorang individu untuk
melonggarkan keterikatannya pada sistem yang dominan sehingga ia merasakan
kebebasan untuk melakukan kenakalan.
Lima (5) teknik netralisasi, yaitu :
i) denial of responsibility (menolak untuk tanggung jawab)
ii) denial of injury (menolak untuk diperlakukan tidak adil)
iii) Denial of the victim (menolak diperlakukan sebagai korban)
iv) Cendemnation of the condernners
v) Appeal to higher loyalities
Ad. I. Menunjuk pada suatu anggapan dikalangan remaja nakal yang mengatakan bahwa
dirinya merupakan korban dari orang tua yang tidak menghasilkan lingkungan
pergaulan buruk atau berasal dari tempat kumuh.
♣ Matza
Kelima teknik itu disebut bond to moral order. Mengakibatkan seseorang terjerumus
dalam keadaan tidak menentu akan tujuan. Dalam keadaan demikian, seseorang akan
dipengaruhi oleh suatu keadaan dimana kenakalan atau penyimpangan tingkah laku
merupakan suatu yang diperbolehkan. Terjadinya penyimpangan tingkah laku atau
kejahatan, sesungguhnya tergantung kepada kehendak untuk melakukan sesuatu, yang
meliputi dua kondisi :
1. Preparation, mendorong
dilakukannya pergaulan dalam penyimpangan tingkah laku.
2. Desperation, memperkuat
pembentukan tingkah laku yang baru.
♣ Tanenboum
Kejahatan tidaklah sepenuhnya hasil dari kekurangmampuan seseorang untuk
menyesuaikan dirinya dengan keluarga, akan tetapi pada kenyataannya ia telah dipaksa
untuk menyesuaikan dirinya dengan kelompoknya.
♣ Schrag (1971)
Asumsi dasar teori labelling :
- Tidak ada satu perbuatan terjadi dengan sendirinya bersifat
kriminal.
- Rumusan atau batasan tentang kejahatan dan penjahat dipaksakan
sesuai dengan kepentingan mereka yang memiliki kekuasan.
• Model Konsensus
Berasal dari kesepakatan umum masyarakat
Prinsip-prinsipnya yaitu bahwa :
1) Hukum merupakan pencerminan dari kehendak
masyarakat banyak.
2) Hukum melayani semua orang tanpa kecuali atau
secara negatif dapat dikatakan bahwa hukum tidak membeda-bedakan
seseorang atas dasar ras, agama dan suku bangsa.
3) Mereka yang melanggar hukum mencerminkan
keunikan-keunikan atau merupakan kelompok yang unik.
Praduga yang melandasi model ini :
(i) Masyarakat merupakan suatu
struktur yang relatif stabil.
(ii) Masyarakat telah terintegrasi
secara baik.
(iii) Suatu infrastruktur sosial
dilandaskan pada kesepakatan atas nilai-nilai.
• Model Pluralis
Prinsip – prinsipnya yaitu :
1. masyarakat terdiri dari pelbagai ragam kelompok
2. Dalam kelompok-kelompok terjadilah perbedaan, bahkan pertentangan
mengenai yang disebut benar atau salah.
3. Terdapat kesepakatan tentang mekanisme penyelesaian sengketa.
4. Sistem hukum berpihak pada kesejahteraan terbesar masyarakat.
5. Sistem hukum memiliki sifat bebas nilai.
Pengaruh model perspektif pluralis terhadap paradigma interaksionis
terdapat pada pengakuannya tentang kemajemukan kondisi yang tumbuh dalam
masyarakat. Pengaruh dimaksud kemudian menimbulkan pentingnya peran
labelling pada penganut paradigma interaksionis, sebagai berikut :
- Kejahatan bukanlah terletak pada tingkah lakunya, melainkan
pada reaksi yang muncul terhadapnya.
- Reaksi terhadap penjahat akan menghasilkan cap sebagai
penjahat.
- Seseorang yang dicap sebagai penjahat dengan sendirinya
termasuk kelompok penjahat.
- Seseorang yang dicap sebagai penjahat melalui proses interaksi.
- Terdapat kecenderungan bagi seseorang yang dicap sebagai
penjahat akan mengidentifikasi dirinya sebagai penjahat.