You are on page 1of 13

PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN KLASTER I

(RUMAH TANGGA SANGAT MISKIN)

PENDAHULUAN

Pada saat pemerintah menaikkan harga dasar BBM, kenaikkan harga dapat
mengakibatkan harga kebutuhan pokok meningkat dan bagi masyarakat miskin dapat
mengakibatkan daya beli mereka semakin menurun karena akan mengalami kesulitan
untuk beradaptasi dengan perkembangan harga di pasar. Warga masyarakat miskin akan
terkena dampak sosial semakin menurun taraf kesejahteraannya atau semakin menjadi
miskin.

Untuk itu diperlukan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dalam
bentuk kompensasi (compensatory program) yang sifatnya khusus (crash program) atau
program jaring pengaman sosial (social safety net), seiring dengan besarnya beban
subsidi BBM semakin berat dan resiko terjadinya defisit yang harus ditanggung
pemerintah. Selain itu, akibat selisih harga BBM dalam negeri dibanding luar negeri
berakibat memberi peluang peningkatan upaya penyelundupan BBM ke luar negeri.

Pemerintah memandang perlu mereviuw tentang kebijakan subsidi BBM, sehingga


subsidi yang selama ini dinikmati juga oleh golongan masyarakat mampu dialihkan
untuk golongan masyarakat miskin.

Kebijakan baru pengalihan subsidi BBM selain bantuan langsung tunai untuk rumah
tangga sasaran (BLT-RTS), juga diperuntukkan bagi pembebasan biaya pendidikan
pada tingkat tertentu, biaya pengobatan pada masyarakat miskin, subsidi beras, subsidi
minyak goreng, subsidi gula dan pembangunan prasarana pedesaan. Kebijakan
pengalihan subsidi BBM ini juga disinergikan dengan kebijakan pemberdayaan
masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), sehingga
skema perlindungan sosial bagi masyarakat miskin tetap mendorong keberdayaan
masyarakat sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Pada tahun 2005 dan 2006 pemerintah melaksanakan program kompensasi penghapusan
subsidi BBM (PKPS BBM) dalam 2 tahap. Yang pertama, diberikan dalam tiga bidang
(pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur pedesaan). Yang kedua, BLT tanpa syarat

1
kepada RTS (unconditional cash transfer) sebesar Rp. 100.000,-/bulan selama 1 tahun
dengan sasaran sejumlah 19,1 juta RTS.

Ada yang berpendapat bahwa bantuan langsung tunai kepada RTS bersifat charity dan
menimbulkan budaya malas, ketergantungan, dan meminta-minta belas kasihan
pemerintah serta secara ekonomi mikro menumbuhkan budaya konsumtif sesaat, karena
penggunaan uang tidak diarahkan oleh pemerintah. Pendapat tersebut patut mendapat
perhatian semua pihak, karena menghadapi masyarakat miskin selayaknya tidak dengan
program yang sifatnya hit and run, harus dengan program yang mampu memenuhi
kebutuhan dasar secara berkelanjutan dan mendorong mereka untuk mendayagunakan
potensi dan sumber yang dimilikinya (empowering). Namun pada sisi lain pemerintah
berkewajiban memberikan perlindungan sosial (social protection) bagi masyarakat
miskin untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan penyesuaian harga BBM atau
dalam keadaan adanya kebijakan / program penyesuaian secara struktural akan
mempengaruhi masyarakat luas (structural adjusment program /SAPs). Karena itu
program BLT RTS dalam rangka PKPS BBM diselenggarakan dalam kerangka
kebijakan perlindungan sosial (social protection) melalui asistensi sosial (social
assistance). Apalagi semua paham bahwa mekanisme subsidi BBM sebelumnya lebih
banyak dinikmati oleh masyarakat yang mampu. Program semacam ini di berbagai
negara juga dilaksanakan, dalam bentuk yang beragam, seperti pemberian diskon harga,
pemberian voucher, tabungan dan bantuan langsung tunai.

Selain BLT tersebut telah dilaksanakan juga uji coba bantuan langsung tunai dengan
syarat (conditional cash transfer) melalui program keluarga harapan / PKH kepada
620.000 rumah tangga sangat miskin yaitu pemberian bantuan langsung dikaitkan
dengan pengeluaran rumah tangga sasaran untuk akses pendidikan dan kesehatan dan
atau pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Program ini diharapkan dapat diperluas
sampai mencakup seluruh rumah tangga sangat miskin yang memenuhi persyaratan,
sehingga tercipta program nasional perlindungan sosial.

2
PROGRAM KELUARGA HARAPAN

1.1 Latar Belakang


Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangan
kebijakan di bidang jaminan sosial, Pemerintah Indonesia mulai tahun 2007 akan
melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH). Program serupa di negara lain
dikenal dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) atau bantuan tunai bersyarat.
Program ini bukan merupakan kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang
diberikan dalam kerangka Program Kompensasi Pengurangan Subsidi (PKPS) BBM
untuk waktu 1 tahun. Berdasarkan pengalaman negara-negara lain, program serupa
sangat bermanfaat terutama bagi keluarga dengan kemiskinan kronis. Pelaksanaan PKH
di Indonesia diharapkan akan membantu penduduk miskin, yang pada tahun 2006
tercatat masih sebesar 39 juta jiwa atau 17,75 persen dari jumlah penduduk.
Pelaksanaan PKH secara berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015 akan
mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development
Goals atau MDGs). Setidaknya terdapat 5 komponen MDGs yang akan dicapai oleh
PKH, yaitu pengurangan penduduk miskin dan kelaparan, pendidikan dasar, kesetaraan
gender, pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu
melahirkan.
Dalam PKH, bantuan akan diberikan kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM)
dengan persyaratan yang dikaitkan dengan upaya peningkatan sumber daya manusia
seperti pendidikan, kesehatan dan gizi. Untuk jangka pendek, bantuan ini akan
membantu beban pengeluaran RTSM. Sedangkan untuk jangka panjang, dengan
mensyaratkan keluarga penerima untuk menyekolahkan anaknya, melakukan imunisasi
balita, memeriksakan kandungan bagi ibu hamil, dan perbaikan gizi, diharapkan akan
memutus rantai kemiskinan antar generasi.
Tingkat kemiskinan suatu rumah tangga secara umum terkait dengan tingkat pendidikan
dan kesehatan. Rendahnya penghasilan keluarga sangat miskin menyebabkan keluarga
tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan, untuk tingkat
minimal sekalipun. Pemeliharaan kesehatan ibu sedang mengandung pada keluarga
sangat miskin sering tidak memadai sehingga menyebabkan buruknya kondisi kesehatan
bayi yang dilahirkan atau bahkan kematian bayi. Angka kematian bayi pada kelompok
penduduk berpendapatan terendah pada tahun 2003 adalah 61 persen, sedangkan pada

3
kelompok berpendapatan tertinggi tinggal 17 persen (SDKI 2003). Angka kematian ibu
di Indonesia juga tinggi, yaitu sekitar 310 wanita per 100 ribu kelahiran hidup, atau
tertinggi di Asia Tenggara. Tingginya angka kematian ibu ini disebabkan oleh tidak
adanya kehadiran tenaga medis pada kelahiran, fasilitas kesehatan yang tidak tersedia
pada saat dibutuhkan tindakan, atau masih banyaknya rumah tangga miskin yang lebih
memilih tenaga kesehatan tradisional daripada tenaga medis lainnya.
Rendahnya kondisi kesehatan keluarga sangat miskin berdampak pada tidak optimalnya
proses tumbuh kembang anak, terutama pada usia 0-5 tahun. Pada tahun 2003, angka
kematian balita pada kelompok penduduk berpendapatan terendah adalah 77 persen per
1000 kelahiran hidup, sementara pada kelompok penduduk berpendapatan tertinggi
hanya 22 persen per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003). Pada tahun 2000-2005,
terdapat kecenderungan bertambahnya kasus gizi kurang yang meningkat dari 24,5
persen pada tahun 2000 menjadi 29 persen pada tahun 2005. Gizi kurang berdampak
buruk pada produktivitas dan daya tahan tubuh seseorang sehingga menyebabkannya
terperangkap dalam siklus kesehatan yang buruk. Seringnya tidak masuk sekolah
karena sakit dapat menyebabkan anak putus sekolah. Kondisi kesehatan dan gizi mereka
yang umumnya buruk juga menyebabkan mereka tidak dapat berprestasi di sekolah.
Sebagian dari anak-anak keluarga sangat miskin ada juga yang sama sekali tidak
mengenyam bangku sekolah karena harus membantu mencari nafkah. Meskipun angka
partisipasi sekolah dasar tinggi, namun masih banyak anak keluarga miskin yang putus
sekolah atau tidak melanjutkan ke SMP/Mts. Kondisi ini menyebabkan kualitas generasi
penerus keluarga miskin senantiasa rendah dan akhirnya terperangkap dalam lingkaran
kemiskinan (Gambar 1).
kesehatan ibu mengandung
kesehatan anak balita

+ Tingkat
Kesehatan
-
biaya kesehatan
pekerja anak
daya beli
prioritas

+
kesadaran pentingnya kesehatan

kapasitas intelektual anak

-
Tingkat
-
Kemiskinan
penghasilan

daya beli
prioritas

-
Tingkat
Pendidikan +
tuntas Wajar
putus sekolah
tidak pernah sekolah

Gambar 1. Lingkaran perangkap kemiskinan

4
Berbagai indikator di atas menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar, khususnya
bidang pendidikan dan kesehatan, terutama bagi RTSM perlu ditingkatkan sejalan
dengan upaya pemerintah membangun sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan
serta meluncurkan program-program yang ditujukan bagi keluarga miskin.
Masih banyaknya RTSM yang tidak mengakses dan memperoleh manfaat dari program-
program tersebut disebabkan oleh akar permasalahan yang terjadi baik pada sisi RTSM
(demand) maupun sisi penyedia pelayanan (supply). Pada sisi RTSM, ketidaktahuan
atau ketidakpedulian RTSM terhadap pentingnya kesehatan dan pendidikan diakibatkan
oleh rendahnya tingkat pendidikan atau akses informasi yang terbatas. Selain itu, RTSM
sering tidak mampu membiayai pemeliharaan atau perawatan kesehatan dan pendidikan
bagi anggota keluarganya akibat rendahnya tingkat pendapatan.
Sementara itu, permasalahan pada sisi supply yang menyebabkan rendahnya akses
RTSM terhadap pendidikan dan kesehatan antara lain adalah: 1) biaya pelayanan yang
tidak terjangkau oleh RTSM; 2) jarak antara tempat tinggal dan lokasi pelayanan yang
relatif jauh; dan 3) waktu pelayanan yang kurang sesuai sehingga harus berkompetisi
dengan kegiatan lain yang sulit ditinggalkan (seperti bekerja).
Pemenuhan hak atas kebutuhan dasar sesungguhnya merupakan bagian dari jaminan
sosial, yang merupakan komponen hak asasi bagi seluruh warga negara untuk
memperoleh kesejahteraan. Keberadaan jaminan sosial semakin relevan dalam
kehidupan kelompok masyarakat miskin karena mereka seringkali dihadapkan pada
ketidakpastian yang menghambat pelaksanaan fungsi sosialnya. Jaminan sosial juga
merupakan bentuk perlindungan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan bagi warga yang
miskin, terutama dengan kemiskinan kronis. Dalam hal ini, UUD 1945 Pasal 34 ayat
(2) mengamanatkan bahwa: ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan.”
Dari sisi kebijakan sosial, PKH merupakan cikal bakal pengembangan sistem jaminan
sosial, khususnya bagi keluarga miskin. Persyaratan PKH yang mengharuskan RTSM
menyekolahkan dan memeriksakan kesehatan anak-anaknya, serta memeriksakan ibu
hamil, akan membawa perubahan pola pikir dan perilaku RTSM terhadap pentingnya
kesehatan dan pendidikan bagi anak-anaknya. Perubahan pola pikir tersebut diharapkan
juga akan berdampak pada berkurangnya anak usia sekolah RTSM yang harus bekerja.

5
Hal ini menuntut perhatian pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk terus
memberikan pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi keluarga miskin, dimanapun
mereka berada. Hal ini sejalan dengan amanat UUD 1945 Pasal 34 ayat (3) yang
menyatakan bahwa: ”Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Dengan demikian, PKH
membuka peluang terjadinya sinergi antara program yang mengintervensi sisi supply
dan demand, dengan tetap mengoptimalkan desentralisasi. Koordinasi antar sektor,
antar tingkat pemerintahan, dan antar pemangku kepentingan (stakeholders) menjadi
kunci keberhasilan PKH.
Pada akhirnya, implikasi positif dari pelaksanaan PKH harus bisa dibuktikan secara
empiris sehingga pengembangan PKH memiliki bukti nyata yang bisa
dipertanggungjawabkan. Untuk itu, pelaksanaan PKH juga akan diikuti dengan program
monitoring dan evaluasi yang optimal.

1.2 Pengertian
 Program Keluarga Harapan adalah program yang memberikan bantuan tunai kepada
RTSM melalui ketentuan dan persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan
kualitas sumberdaya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan.
 UPPKH adalah unit pengelola PKH yang dibentuk baik di tingkat pusat dan daerah.
 Peserta PKH adalah rumah tangga sangat miskin yang ditetapkan oleh UPPKH
Pusat.
 Pendamping PKH adalah pekerja sosial (dapat berasal dari Pekerja Sosial
Masyarakat, Karang Taruna, sarjana penggerak pembangunan, dan organisasi sosial
kemasyarakatan lainnya) yang direkrut oleh UPPKH melalui proses seleksi dan
pelatihan untuk melaksanakan tugas pendampingan masyarakat penerima program
dan membantu kelancaran pelaksanaan PKH.

1.3 Tujuan
Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan
tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs.
Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas:

6
 Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM;
 Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM;
 Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6
tahun dari RTSM;
 Meningkatkan akses pemerataan dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan,
khususnya bagi RTSM.
Kerangka logis PKH di Indonesia lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 1.

1.4 Pelaksanaan PKH


Untuk tahun 2007, PKH akan dilaksanakan pada beberapa daerah uji coba dengan
sasaran sebanyak 500 ribu RTSM. Tujuan uji coba ini adalah untuk menguji berbagai
instrumen yang diperlukan dalam pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode
penentuan sasaran, verifikasi persyaratan, mekanisme pembayaran, dan pengaduan
masyarakat.
Apabila tahap uji coba ini menunjukkan hasil yang positif, maka PKH akan
dilaksanakan setidaknya sampai dengan tahun 2015. Hal ini sejalan dengan komitmen
pencapaian MDGs, mengingat sebagian indikatornya juga diupayakan melalui PKH.
Selama periode tersebut, target peserta secara bertahap akan ditingkatkan hingga
mencakup seluruh RSTM dengan anak usia pendidikan dasar dan ibu hamil/nifas (tabel
1).
Peserta PKH akan menerima bantuan selama maksimal 6 tahun. Hal ini berdasar pada
pengalaman pelaksanaan program serupa di negara-negara lain yang menunjukan bahwa
setelah 5-6 tahun peserta dapat meningkat kualitas hidupnya. Untuk itu, setiap 3 tahun
akan dilakukan resertifikasi terhadap status kepesertaan. Apabila setelah 6 tahun
kondisi RTSM masih berada di bawah garis kemiskinan, maka untuk exit strategy PKH
memerlukan koordinasi dengan program lain yang terkait seperti antara lain
ketenagakerjaan, perindustrian, perdagangan, pertanian, pemberdayaan masyarakat, dan
sebagainya.

7
Tabel 1. Rencana Tahapan Cakupan Penerima PKH 2007-2015

Tahap 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahap I 0,5 juta 0,5 juta 0,5 juta 0,5 juta 0,5 juta 0,5 juta Exit
Tahap II 1,25 juta 1,25 juta 1,25 juta 1,25 juta 1,25 juta 1,25 juta Exit
Tahap III 2,25 juta 2,25 juta 2,25 juta 2,25 juta 2,25 juta 2,25 juta Exit
Tahap IV 2,5 juta 2,5 juta 2,5 juta 2,5 juta 2,5 juta 2,5 juta
Total 0,5 juta 1,75 juta 4,0 juta 6,5 juta 6,5 juta 6,5 juta 6,0 juta 4,75 juta 2,5 juta
Biaya 1,0 3,0 6,7 11,0 11,0 11,0 10,1 8,0 4,2

Rp triliun
Catatan:
1) Menggunakan asumsi rumah tangga sangat miskin dan miskin sebesar 6,5 juta
RTSM yang memiliki anak usia 0-15 tahun (data diolah dari Susenas 2005).
2) Biaya dihitung berdasarkan rata-rata bantuan tunai sebesar Rp.
1.390.000/RTSM/tahun serta kegiatan administrasi dan pendukung (survey,
sosialisasi, pelatihan pendamping, dan sebagainya).

Analisis Program Keluarga Harapan (PKH)

Era globalisasi dan modernisasi pembangunan di Indonesia melahirkan tuntutan


beberapa hal; Pertama, adanya sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki integritas
kepribadian , pemikiran dan keterampilan. Kedua, adanya perluasan dan pemerataan
kualitas pendidikan. Ketiga, tingginya kualitas kesehatan masyarakat. Untuk mencapai
itu diperlukan sebuah program dimana pembangunan sumberdaya manusia harus
bermula dari sebuah keluarga yang berkualitas.

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia adalah
dengan mengkapanyekan pembangunan manusia Indonesia dengan mendorong
pemerintah pusat maupun daerah untuk meningkatkan belanja publik, meningkatkan
pelayanan dasar kepada masyarakat dan tentunya dengan program pemberian subsidi
bersyarat atau yang dikenal dengan PKH.

Tujuan utama dari Program Keluarga Harapan (PKH) adalah untuk mengurangai
kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok
masyarakt miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian
terget Millenium Development Goals (MDG’s).

8
Program Keluarga Harapan adalah program yang memberikan bantuan tunai kepada
Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Sebagai imbalan RTSM diwajibkan memenuhi
persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, yaitu
pendidikan dan kesehatan. Dengan begitu PKH sangat terkait erat dengan program
Pembangunan Manusia Indonesia yang dijalankan Kementerian Kesra.

Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangan


kebijakan di bidang perlindungan sosial, pemerintahan Indonesia mulai tahun 2007
melakanakan PKH. Program serupa di negara lain dikenal dengan istilah conditional
cash tranfers (CCT) atau bantuan tunai tunai bersyarat.

Keunggulan PKH

Program Keluarga Harapan berkaca pada kisah sukses program conditional cash
transfer (transfer tunai bersyarat) di Meksiko dan sejumlah negara Amerika Latin serta
Turki dan Bangladesh. Program Bantuan Tunai Bersyarat adalah program pemberian
bantuan tunai kepada keluarga miskin dengan syarat anak mereka bersekolah dan balita
serta ibu hamil memenuhi sejumlah protokol kesehatan.

Program ini patut dilakukan di Indonesia karena bisa mengatasi pelbagai problem yang
kita hadapi, misalnya soal kesehatan dan pendidikan. Saat ini satu dari empat anak
Indonesia di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk. Angka kematian ibu di
Indonesia tiga kali lebih besar daripada di Vietnam dan enam kali lebih besar daripada
di Cina. Empat puluh persen anak miskin yang lulus SD tidak melanjutkan pendidikan
ke SMP.

Manfaat program ini sudah terbukti. Di Kolombia, angka kemiskinan turun enam
persen. Di Meksiko, Kolombia, dan Nikaragua, partisipasi sekolah meningkat 8, 13, dan
22 persen. Program Opportunidades di Meksiko juga berhasil meningkatkan tingkat
imunisasi dan mengurangi kerentanan balita terhadap penyakit.

Untuk menyukseskan program ini, diperlukan koordinasi antar   departemen dan


institusi terkait, termasuk antara pemerintah pusat dan daerah. Departemen Pendidikan
dan Departemen Kesehatan memiliki peran penting untuk memastikan ketersediaan
segala sarana. Di daerah uji coba Program Keluarga Harapan dapat dipastikan akan
terjadi kenaikan pengunjung puskesmas dan posyandu.

9
Sekolah-sekolah akan diserbu murid. Kedua departemen itu harus bisa memastikan
masyarakat miskin terlayani. Upaya serius perlu dilakukan agar keluarga miskin
mendapat uang sebelum tahun ajaran baru, agar mereka tak bermasalah dalam
mendaftarkan anak mereka ke sekolah. Di Amerika Latin, umumnya program tunai
bersyarat langsung ditangani kantor kepresidenan. Tanpa dukungan politik yang besar,
sukar memastikan koordinasi bisa berjalan efektif.

PKH juga bukan di maksudkan sebagai kelanjutan program subsidi langsung tunai
(SLT) yang diberikan dalam rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan
daya belinya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM. PKH lebih
dimaksudkan kepada upaya membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat
miskin .

Berdasarkan pengalaman negara-negara lain seperti contoh di atas, program serupa


sangat bermanfaat terutama bagi keluarga dengan kemiskinan kronis. Pelaksanaan PKH
di Indonesia diharapkan akan membantu penduduk termiskin, bagian masyarakat yang
paling membutuhkan uluran tangan dari siapapun juga. Pelaksanaan PKH secara
kesinambungan setidaknya hingga tahun 2015 akan mempercepat pencapaian tujuan
pembangaunan milenium (millennium development goals atau MDGs).

Setidaknya terdapat 5 komponen MDGs yang secara tidak langsung akan terbantu oleh
PKH, yaitu pengurangan penduduk miskin dan kelaparan, pendidikan dasar, kesetaraan
gender, pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu
melahirkan.

Dalam PKH, bantuan akan diberikan kepada rumah tangga sangat miskin dan sebagai
imbalannya RTSM tersebut diwajibkan untuk menyekolahkan anaknya, melakukan
pemeriksaan kesehatan termasuk pemeriksaan gizi dan imunisasi balita, serta
memeriksakan kandungan bagi ibu hamil. Untuk jangka pendek,bantuan ini akan
membantu mengurangi beban pengeluaran RTSM, sedangkan untuk jangka panjang
diharapkan akan memutus rantai kemiskinan antar generasi.

Tingkat kemiskinan suatu rumah tangga secara umum terkait dengan tingkat pendidikan
dan kesehatan. Rendahnya penghasilan keluarga sangat miskin menyebabkan keluarga
tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan,untuk tingkat
minimal sekalipun.pemeliharaan kesehatan ibu sedang mengandung pada keluarga

10
sangat miskin sering tidak memadai sehingga menyebabkan buruknya kondisi kesehatan
bayi yang dilahirkan bahkan kematian bayi.

Masih banyaknya RTSM yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar pendidikan dan
kesehatan disebabkan oleh akar permasalahan yang terjadi baik pada sisi RTSM
(demand) mupun sisi pelayanan (supply). Pada sisi RTSM , alasan terbesar untuk tidak
melanjutkan sekolah ialah karena tidak adanya biaya, bekerja untuk mencari nafkah ,
merasa pendidikannya sudah cukup, dan alasan lainnya. Demikian halnya untuk
kesehatan ,RTSM tidak mampu membiayai pemeliharaan atau perawatan kesehatan bagi
anggota keluarganya akibat rendanya tingkat pendapatan.

Sementara itu, permasalahan pada sisi supply yang menyebabkan rendahnya akses
RTSM terhadap pendidikan dan kesehatan antara lain adalah belum tersedianya
pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh RTSM. Biaya pelayanan
yang tidak terjangkau oleh RTSM serta jarak antara tempat tinggal dan lokasi pelayanan
yang relatif jauh merupakan tantangan utama bagi penyedia pelayanan pendidikan dan
kesehatan.

Dengan demikian, PKH membuka peluang terjadinya sinergi antara program yang
mengintervensi sisi supply dan demand, dengan tetap mengoptimalkan desentralisasi,
koordinasi antar sektor, koordinasi antar tingkat pemerintah, serta antar pemangku
kepentingan ( stakeholders) .

Pada akhirnya, implikasi positif dari pelaksanaan PKH harus bisa di buktikan secara
empiris sehingga pengembangan PKH memiliki bukti nyata yang bisa di pertanggung
jawabkan. Dan Investasi di PKH sebagai investasi jangka panjang pebangunan manusia
Indonesia dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pembangunan bangsa dan
penanggulangan kemiskinan.

Dari bahasan di atas beberapa keunggulan dari PKH adalah sebagai berikut:

1. Mampu mengatasi pelbagai problem yang dihadapi, misalnya soal kesehatan dan
pendidikan.
2. Mampu mempercepat upaya pencapaian terget Millenium Development Goals
(MDG’s).

11
3. Mampu mengurangi penduduk miskin dan kelaparan, meningkatkan pendidikan
dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan
pengurangan kematian ibu melahirkan.
4. Mengoptimalkan desentralisasi, koordinasi antar sektor, koordinasi antar tingkat
pemerintah, serta antar pemangku kepentingan ( stakeholders).
5. Membuka banyak lapangan kerja bagi para Sarjana untuk ditempatkan sebagai
petugas pendamping dan operator PKH di tingkat kecamatan.
6. Sebagai investasi jangka panjang pebangunan manusia Indonesia dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi pembangunan bangsa dan penanggulangan kemiskinan

Kelemahan PKH

Secara konseptual, PKH lebih baik dari BLT. Sistem dan mekanismenya lebih
disempurnakan. PKH melibatkan para pendamping program yang akan memantau
perkembangan penerima pelayanan dan memfasilitasi mereka memenuhi persyaratan
yang ditentukan.

PKH juga memiliki unit khusus yang disiapkan untuk memverifikasi data RTSM dan
menangani pengaduan. Namun, sebagai program baru, PKH tidak akan terlepas dari
berbagai tantangan dalam implementasinya. Sedikitnya ada tiga titik rawan/kelemahan
yang perlu dicermati.

Pertama, prosedur PKH jauh lebih rumit daripada BLT. Meskipun telah disiapkan
pendamping terlatih, kesalahpahaman terhadap mekanisme implementasi PKH bisa
tetap terjadi, baik di kalangan pendamping maupun penerima pelayanan.

Kedua, kalangan akademis, pegiat LSM, dan analis di Indonesia cenderung melihat
bahwa kemiskinan hanya bisa dikurangi melalui pemberian modal usaha, kredit mikro,
pelatihan wirausaha, dan program pemberdayaan ekonomi dalam arti sempit.

PKH lebih bernuansa perlindungan sosial dan investasi sosial jangka panjang.
Karenanya, para pembuat kebijakan dan pengelola PKH harus siap menghadapi
gempuran kritikan karena dianggap hanya memberi "ikan" ketimbang "kail."

Ketiga, PKH tidak diberikan kepada semua keluarga miskin, melainkan hanya kepada
RTSM yang memiliki ibu hamil atau anak usia sekolah dan memiliki identitas nama
dan alamat yang jelas serta memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pada titik ini, PKH

12
akan sangat rentan terhadap protes dan perlawanan terutama dari mantan penerima BLT
yang tidak bisa secara otomatis menerima PKH. PKH hanya ditujukan kepada RTSM
yang memiliki KTP atau alamat yang jelas sedangkan masih banyak masyarakat miskin
yang tidak memiliki KTP yang sebenarnya kondisinya lebih parah ketimbang RTSM
sasaran yang akhirnya tidak tersentuh PKH maupun program penganggulangan
kemiskinan lainnya.

Isu ini sudah terjadi di Indramayu. Khawatir terjadi demonstrasi dan konflik
antarpenduduk, Bupati Indramayu bahkan menolak PKH diujicobakan di wilayahnya.

Ketiga titik rawan ini perlu direspons dengan tindakan strategis dan segera. Jika tidak,
bukan mustahil nasib PKH akan sama dengan BLT, layu sebelum berkembang.

13

You might also like