You are on page 1of 51

m  

DEFINISI NIKAH
? Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan
kata "nikah" sebagai :
(1) perjanjian antara laki-laki dan perempuan
untuk bersuami istri (dengan resmi)
(2) perkawinan
? Al-Quran menggunakan kata ini untuk
makna tersebut, di samping secara majazi diartikannya
dengan "hubungan seks". Kata ini dalam berbagai
bentuknya ditemukan sebanyak 23 kali. Secara bahasa pada
mulanya kata nikah digunakan dalam arti "berhimpun".
? Al-Quran juga menggunakan kata
zawwaja dan kata zauwj yang berarti "pasangan" untuk
makna di atas. Ini karena pernikahan menjadikan seseorang
memiliki pasangan. Kata tersebut dalam
berbagai bentuk dan maknanya terulang tidak kurang dari 80
kali.
? Secara umum Al-Quran
hanya menggunakan dua kata ini untuk
menggambarkan terjalinnya hubungan suami istri secara sah.
Memang ada juga kata wahabat (yang berarti "memberi")
digunakan oleh Al-Quran untuk melukiskan kedatangan
seorang
wanita kepada Nabi Saw., dan menyerahkan dirinya untuk dij
adikan istri. Tetapi agaknya kata ini hanya berlaku bagi Nabi
Saw. (QS Al-Ahzab [33]: 50).
BERPASANGAN ADALAH FITRAH
? Mendambakan pasangan merupakan fitrah
? Oleh karena itu agama
mensyariatkan dijalinnya pertemuan antara pria
dan wanita, dan kemudian mengarahkan
pertemuan itu sehingga terlaksananya
"perkawinan", dan beralihlah kerisauan
pria dan wanita menjadi ketenteraman
atau sakinah dalam istilah Al-Quran surat Ar-Rum
(30): 21
? Sakinah berasal dari akar kata ›  
?     
diam/tenangnya sesuatu setelah bergejolak.

? itulah sebabnya mengapa pisau dinamai sikkin


karena ia adalah alat yang menjadikan binatang
yang disembelih tenang, tidak bergerak, setelah
tadinya ia meronta.

? Sakinah --karena perkawinan--


adalah ketenangan yang dinamis dan aktif,
tidak seperti kematian binatang.
p MACAM PERNIKAHAN
? Imam Bukhari meriwayatkan melalui istri
Nabi, Aisyah, bahwa pada masa Jahiliah, dikenal
empat macam pernikahan.
? Pertama,
pernikahan sebagaimana berlaku kini, dimulai
dengan pinangan kepada orang tua atau wali,
membayar mahar dan menikah.
? Kedua,
adalah seorang suami yang memerintahkan kepa
da istrinya apabila telah suci dari haid untuk
menikah (berhubungan seks)
dengan seseorang, dan bila ia telah hamil, maka ia
kembali untuk digauli suaminya; ini dilakukan guna
mendapat keturunan yang baik.
? Ketiga,
sekelompok lelaki kurang dari sepuluh orang,
kesemuanya menggauli seorang wanita, dan bila
ia hamil kemudian melahirkan, ia memanggil seluruh
anggota kelompok tersebut --tidak dapat absen--
kemudian ia menunjuk salah seorang pun yang
seorang yang dikehendakinya untuk dinisbahkan
kepadanya nama anak itu,
dan yang bersangkutan tidak boleh mengelak.

? Keempat,
hubungan seks yang dilakukan oleh wanita tunasusila,
yang memasang bendera atau tanda di pintu-pintu
kediaman mereka dan "bercampur" dengan siapa pun
yang suka kepadanya.

Kemudian Islam datang melarang cara


perkawinan tersebut kecuali cara yang pertama.
SIAPA YANG TIDAK BOLEH
DINIKAHI?
? Al-Quran tidak
menentukan secara rinci tentang siapa yang
dikawini, tetapi hal tersebut diserahkan kep
ada selera masing-masing: Maka kawinilah
siapa yang kamu senangi dari wanita-wanita
(QS An-Nisa [p]: 3)
? Al-Quran memberikan petunjuk, bahwa Laki-
laki yang berzina tidak (pantas)
mengawini melainkan perempuan yang berzina,
atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak pantas dikawini melainkan
oleh laki-laki yang berzina atau 1aki-laki
musyrik (QS Al-Nur [2p): 3).
? Walhasil, seperti pesan surat Al-Nur (2p): 26,
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki
yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk
wanita-wanita yang keji. Dan Wanita-wanita
yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan
laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita
yang baik (pu1a).
? Diharamkan kepada kamu mengawini ibu-ibu kamu, anak-
anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan,
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-
laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusukan kamu,
saudara perempuan sepesusuan, ibu-ibu istrimu
(mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu
dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan juga bagi kamu) istri-istri anak kandungmu
(menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan diharamkan juga
mengawini wanita-wanita yang bersuami
(QS Al-Nisa' [p]: 23-2p).
PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA
YANG BERBEDA

? Al-Quran juga secara tegas


melarang perkawinan dengan orang musyrik
seperti Firman-Nya dalam surat Al-Baqarah (2) :
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik sebelum mereka beriman.

? Larangan serupa juga ditujukan kepada para


wali agar tidak menikahkan perempuan-
perempuan yang berada
dalam perwaliannya kepada laki-laki
musyrik. Dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
Mukmin) sebelum mereka beriman
(QS A1-Baqarah [2]: 221).
? Menurut sementara ulama walaupun ada ayat
yang membolehkan perkawinan pria Muslim
dengan wanita Ahl Al-
Kitab (penganut agama Yahudi dan Kristen),
yakni surat Al-Maidah (51: 5 yang menyatakan,
Dan (dihalalkan pula) bagi kamu
(mengawini) wanita-wanita terhormat di antara
wanita-wanita yang beriman, dan wanita-
wanita yang terhormat di antara orang-orang
yang dianugerahi Kitab (suci) (QS Al-Ma-idah
[5]: 5).
? dianugerahi Kitab (suci) (QS Al-Ma-idah [5]: 5).
? Tetapi izin tersebut telah
digugurkan oleh surat Al-
Baqarah ayat 221 di atas. Sahabat Nabi,
Abdullah Ibnu Umar, bahkan mengatakan:
"Saya tidak mengetahui kemusyrikan yang lebih
besar dan kemusyrikan seseorang yang
menyatakan bahwa Tuhannya adaLah Isa atau
salah seorang dari hamba Allah." Pendapat ini
tidak didukung oleh
mayoritas sahabat Nabi dan ulama.
POLIGAMI DAN MONOGAMI
? Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap perempuan-perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu khawatir tidak dapat berlaku adil (dalam
hal-hal yang bersifat lahiriah jika mengawini
lebih dari satu), maka kawinilah seorang saja
atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.
Al-Nisa' [p]: 3
? Ú   

  
   
     
  
     

?           


   
   
            
   
      

       

?    Ú  Ú


   

          
 
         
   ! 

   
  " #     

? Di sisi lain ayat ini pula yang menjadi dasar
bolehnya poligami !
? Ayat ini juga tidak mewajibkan poligami atau
menganjurkannya, dia hanya berbicara
tentang bolehnya poligami , dan itu pun
merupakan pintu darurat kecil, yang hanya
dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat
yang tidak ringan.
? Perlu juga dijelaskan bahwa keadilan yang
disyaratkan oleh ayat tsb adalah keadilan dalam
bidang material.
?Kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil
di antara istri-istrimu, walaupun kamu sangat
ingin berbuat demikian, karena itu janganlah
kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu
cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan
perbaikan dan memelihara diri
(dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
QS An-Nisa' [p]: 129
? Keadilan yang dimaksud oleh ayat ini,
adalah keadilan di bidang imaterial (cinta). Itu
sebabnya hati yang berpoligami dilarang
memperturutkan hatinya dan berkelebihan
dalam kecenderungan kepada yang dicintai.
? Dengan demikian tidaklah tepat menjadikan
ayat ini sebagai dalih untuk menutup
pintu poligami serapat-rapatnya
SYARAT SAH PERNIKAHAN
? Adanya calon suami dan istri,
? wali,

? dua orang saksi,

? Mahar, serta

? terlaksananya ijab dan kabul


? _       
     
 
 

  
   

?      
     
  
   
         
   

?    
  

   
    

    
     
TIDAK SAH NIKAH KECUALI DENGAN (IZIN)
WALI.

?D    
  
     
  
     
    

          
Ê  
     
TIDAK SAH NIKAH KECUALI DENGAN (IZIN)
WALI.
? Ú $    
     %  
 &  '

? (  
"
 #
 
     "  

  # "  #
    &  
        
 %(QS Al-Baqarah [2]: 232).
? karena itu pula terhadap para wali ditujukan
firman Allah :

? (  
 

"  # 
"    

#    
 "$Ú )
*+,'++-#
? Sedang ketika Al-Quran berbicara kepada kaum
pria nyatakannya,

? Janganlah kamu menikahi wanita-wanita


musyrik sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin
lebih baik dari wanita musyrik walaupun ia
menarik hatimu (QS AlBaqarah [2]: 221).
? Ada juga ulama lain semacam Abu Hanifah, Zufar, Az-
zuhri dan lain-lain yang berpendapat bahwa apabila seorang
wanita menikah tanpa wali maka nikahnya sah, selama
pasangan yang dikawininya sekufu (setara) dengannya.
Mereka yang menganut paham ini berpegang pada isyarat Al-
Quran:

? Apabila telah habis masa iddahnya (wanita-wanita yang


suaminya meninggal), maka tiada dosa bagi kamu (hai
para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri
mereka menurut yang patut (QS Al-Baqarah [2): 23p).
? Ayat di atas, menurut penganut paham ini, mengisyaratkan hak
wanita bebas melakukan apa saja yang baik --bukan sekadar
berhias, bepergian, atau menerima pinangan-- sebagaimana
pendapat yang mengharuskan adanya wali, tetapi termasuk juga
menikahkan diri mereka tanpa wali. Di samping itu, kata
penganut paham ini, Al-Quran juga --dan bukan hanya sekali--
menisbahkan aktivitas menikah bagi para wanita, seperti
misalnya firman-Nya,

Sampai dia menikah dengan suami yang la~n (QS


Al-Baqarah [2]: 230).
? Perlu digarisbawahi bahwa ayat-ayat di atas yang
dijadikan alasan oleh mereka yang tidak mensyaratkan
adanya wali,
berbicara tentang para janda, sehingga kalaupun
pendapat mereka dapat diterima maka ketiadaan wali
itu terbatas kepada para janda, bukan gadis-gadis.
? Pandangan ini dapat merupakan jalan tengah antara
kedua pendapat yang bertolak belakang di atas.
? M     
 &   
 
   &

? M             


.  &
 
    .
  & &

?   &     &   


Ú $    
. 
 
     /    " #  .
"$ Ú   *0,' +1#

? 2         


  

SAKSI
?           
    
  
 ÚM%

%       

 

        
 
 
       
 
 
           
. .
" 
   #    
 

 
   
   

 
? à     
     
         

         
     .
SAKSI
?à               
        
?    
          ! 
  "           
       # $
? %           
       
             
     !      
          
? &  !  '    
MAHAR
? Hal ketiga dalam konteks perkawinan adalah
mahar.
? Secara tegas Al-Quran memerintahkan kepada
calon suami untuk membayar mahar.

´Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita-wanita


(yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelan
(QS An-Nisa' [p]: p).

Suami berkewajiban menyerahkan


mahar atau mas kawin kepada calon istrinya.
? Sebaik-baik mas kawin adalah seringan-
ringannya.

Begitu sabda Nabi Saw., walaupun Al-


Quran tidak melarang untuk memberi sebanyak
mungkin mas kawin (QS Al-Nisa' [p]: 20).

? Ini karena O   


    
,
dan   
    ›    

? Menurut Al-Quran, suami tidak boleh mengambil kembali mas


kawin itu, kecuali bila istri merelakannya.

"Apakah kalian (hai para suami) akan mengambilnya


kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan
menanggung dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan
mengambilnya kembali padahal sebagian kamu (suami
atau istri) te1ah melapangkan (rahasianya/bercampur)
dengan sebagian yang lain (istri atau suami) dan mereka
(para istri) telah mengambil dari kamu perjanjian yang
amat kokohµ (QS Al-Nisa' [p]: 20-2l).
? Agama menganjurkan agar mas kawin merupakan sesuatu yang
bersifat materi, karena itu bagi orang yang tidak memilikinya
dianjurkan untuk menangguhkan perkawinan sampai ia memiliki
kemampuan. Tetapi kalau oleh satu dan lain hal, ia harus juga
kawin, maka cincin besi pun jadilah.

Carilah walau cincin dari besi.

Begitu sabda Nabi Saw. Kalau ini pun tidak dimilikinya sedang
perkawinan tidak dapat ditangguhkan lagi, baru mas kawinnya
boleh berupa mengajarkan beberapa ayat Al-puran. Rasulullah
pernah bersabda,

Telah saya kawinkan engkau padanya dengan apa yang


engkau miliki dari Al-Quran. (Diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim melalui Sahal bin Sa'ad).
IJAB KABUL
? Hakikatnya adalah ikrar dari calon istri, melalui walinya,
dan dari calon suami untuk hidup bersama seia sekata
,guna mewujudkan keluarga sakinah,
dengan melaksanakan segala tuntunan dari kewajiban.

? Ijab seakar dengan kata wajib, sehingga ijab dapat


berarti: atau paling tidak "mewujudkan suatu
kewajiban" yakni berusaha sekuat kemampuan untuk
membangun satu rumah tangga sakinah.

? Penyerahan disambut dengan qabul (penerimaan) dari


calon suami.
       
      
      
? 1. PACARAN

Kebanyakan orang sebelum melangsungkan


perkawinan biasanya "Berpacaran" terlebih
dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa
perkenalan individu, atau masa penjajakan atau
di anggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih
terhadap lawan jenisnya.
? Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan
konsesus bersama antar berbagai pihak untuk
menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang
lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah
anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah
pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua insan
yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan
terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya
haram hukumnya menurut syari'at Islam.

? Rasulullah SAW bersabda :"Jangan sekali-kali


seorang laki-laki bersendirian dengan seorang
perempuan, melainkan si perempuan itu bersama
mahramnya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad,
Bukhari dan Muslim).

? Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk


berpacaran dan berpacaran hukumnya haram.
2. TUKAR CINCIN.
? Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin
sebagai tanda ikatan, hal ini bukan dari ajaran
Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, nashiruddin Al-
Bani)

? Tradisi orang kafir banyak diikuti oleh kaum


O Muslim. Mereka memakai cincin
kawin/pertunangan dari emas, hal mana sering
dilakukan oleh orang-orang Nasrani.
? Dalil :
? Pertama: " Rasulullah SAW melarang orang memakai cincin
emas" (R. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, An-Nasi, dll.)

? Kedua: " Dari Ibnu Abbas, Rasulullah melihat seorang sahabat


memakai cincin emas, lalu beliau lepaskan dari jari orang
tersebut dan diletakkan. Beliau bersabda: "salah seorang dari
kalian sengaja telah mengambil sebuah bara dari api dan
diletakkan di tangannya!". Ketika Rasulullah SAW pergi,
seseorang berkata kepada pemilik cincin itu: ´Ambillah cincinmu
itu dan pergunakan untuk keperluan lain". Orang itu menjawab
dengan tegas: "Demi Allah saya tidak akan mengambil kembali
apa yg tidak disukai Rasulullah SAW"
(R.Muslim, Ibnu Habban, dll)
? Ketiga: Dari Abi Tsalabah Al-Khasyni,
Rasulullah SAW melihat dia mengenakan cincin
di tangannya. Rasulullah mengetuk cincin itu
dengan kayu yg sedang dipegangnya. Ketika
Nabi SAW berpaling ke arah lain, cepat ia buang
cincin itu. (lalu Nabi kembali melihat ke arah
tangan Abi Tsalabah, tapi tidak melihat cincin
itu), lalu beliau bersabda: " Apa yg kamu lihat
tentu menyakitkan dan merugikanmu" (R.Nasai,
Ahmad, dll)
?
? Keempat: Dari Abdullah bin Amru, bahwa Nabi
SAW melihat seorang
sahabatnya memakai cincin emas, lalu beliau
memalingkan wajahnya. Orang itu
mencampakkan cincinnya dan memakai cincin
dari besi, lalu Nabi menegur: " Celaka! Ini
perhiasan penghuni api neraka". Orang itu cepat
membuang cincinnya, lau ia memakai cincin dari
perak, ternyata beliau mendiamkannya"
(R.Ahmad dan Al-Bukhari)
? Kelima:
"Siapa yang beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian, janganlah memakai sutera dan
jangan memakai emas" (R.Ahmad dari Abu
Amamah dengan sanad Hasan)
?
Keenam:
"Barangsiapa dari umatku yg
mengenakan (perhiasan) emas, kemudian
meninggal dunia, maka Allah akan
mengharamkan kepadanya (mengenakan)
perhiasan emas Sorga " (R.Ahmad dari Abdullah
bin Amru dengan sanad Sahih)
?
? Seseorang bertanya kepada majalah The Women yg terbit
di Inggris, edisi ke 19, Maret 1960, halaman 8. Pertanyaan
itu berbunyi:
? + "Mengapa cincin kawin itu diletakkan pd jari manis
sebelah kiri?´
- " Karena, konon pada jari itu terdapat urat nadi yg
berhubungan dengan jantung. Dizaman kuno, jika cincin
itu diletakkan pada ujung ibu jari sebelah kiri pengantin
wanita dikatakan: "Dengan nama (Tuhan) Bapa". Pada
ujung jari telunjuk diucapkan: "Dengan nama (Tuhan)
Anak". Pada ujung jari tengan diucapkan: "Dengan nama
ruh Kudus", dan pada waktu diucapkan "Amin", cincin itu
diletakkan untuk yg terakhir kalinya pada jari manis
pengantin tersebut.
3. MENUNTUT MAHAR YANG TINGGI.
? Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang
murah dan mudah, tidak mempersulit atau
mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi
Islam menyarankan agar mempermudah dan
melarang menuntut mahar yang tinggi.
p.MENGIKUTI UPACARA ADAT
? Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi
dari segalanya. Setiap acara, upacara dan adat
istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka
wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam
dalam cara perkawinan selalu meninggikan dan
menyanjung adat istiadat setempat, sehingga
sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam yang benar dan shahih telah mereka
matikan dan padamkan.

Sungguh sangat ironis...!. Kepada mereka yang


masih menuhankan adat istiadat jahiliyah dan
melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum
yakin kepada Islam.
? Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :"Apakah hukum
jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang
yang yakin ?". (Al-Maaidah : 50).

Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata


cara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima
oleh Allah dan kelak di Akhirat mereka akan menjadi
orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah
Ta'ala :"Barangsiapa yang mencari agama selain agama
Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang rugi". (Ali-Imran : 85).
5. MENGUCAPKAN UCAPAN SELAMAT ALA
KAUM JAHILIYAH.

? Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata


Birafa' Wal Banin, ketika mengucapkan selamat
kepada kedua mempelai.

? Ucapan Birafa' Wal Banin (=semoga mempelai


murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh
Islam
? Dari Al-Hasan, bahwa 'Aqil bin Abi Thalib nikah dengan
seorang wanita dari Jasyam. Para tamu mengucapkan
selamat dengan ucapan jahiliyah : Birafa' Wal Banin. 'Aqil
bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata :
"Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah
shallallhu 'alaihi wa sallam melarang ucapan demikian".
Para tamu bertanya :"Lalu apa yang harus kami ucapkan,
wahai Abu Zaid ?". 'Aqil menjelaskan :
"Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka 'Alaiykum"
(= Mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan
melimpahkan atas kalian keberkahan). Demikianlah
ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam". (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah,
Darimi 2:13p, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad 3:p51, dan lain-
lain).
? Do'a yang biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ucapkan
kepada seorang mempelai ialah :
á        
     
    
   á

? Do'a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu


Hurairah:

'Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi SAW jika


mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau
mengucapkan do'a : (Baarakallahu laka wabaraka 'alaiyka
wa jama'a baiynakuma fii khoir) = Mudah-mudahan Allah
memberimu keberkahan, Mudah-mudahan Allah
mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan
Dia mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan".
(Hadits Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi, Darimi
2:13p, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi 7:1p8).
? 6. Adanya Ikhtilath.
Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan
wanita hingga terjadi pandang memandang,
sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki
dan wanita. Menurut Islam antara mempelai
laki-laki dan wanita harus dipisah, sehingga apa
yang kita sebutkan di atas dapat dihindari
semuanya.

7. Pelanggaran Lain.
Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering
dilakukan di antaranya adalah musik yang
hingar bingar.

You might also like