You are on page 1of 3

METODE DAN TARIF PENYUSUTAN

Metode dan tarif penyusutan yang dipergunakan menurut UU Perpajakan No. 7 tahun 1983
Pasal 11 ayat 30 mengenai penyusutan aktiva tetap adalah Metode garis lurus (stright line method) dan
metode saldo menurun (Declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah
satu metode untuk melakukan penyusutan. Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk
semua kelompok harta tetap berwujud. Sedangkan metode saldo menurun hanya diperkenankan
digunakan untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan saja.

Table berikut menggambarkan pengelompokkan harta berwujud, metode, serta tarif penyusutan:
Kelompok Harta Tarif Depresiasi
Masa Manfaat
Berwujud Garis Lurus Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 Tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 Tahun 5% 10%
II. Bangunan
Permanen 20 Tahun 5% -
Tidak Permanen 10 Tahun` 10% -

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN


Metode penilaian persediaan menurut UU Perpajakan Pasal 10 ayat 6 adalah Metode FIFO
(First In First Out) dan Metode Rata-rata tertimbang (Average). Dibawah ini menjelaskan bagaimana
perhitungan Harga Pokok Penjualan apabila Penilaian persediaan barang menggunakan Metode FIFO
(First In First Out) dan Metode Rata-rata tertimbang (Average).

1. Menggunakan Metode FIFO (First In First Out)


Data persediaan :
 Persediaan awal 100 unit, perunit
Rp1.000.000
 Pembelian 5 Januari 200 unit, perunit
Rp2.000.000
 Pembelian 10 Januari 300 unit, perunit
Rp3.000.000
 Penjualan 15 Januari 400 unit, perunit
Rp4.000.000
 
Penghitungan HPP
Penjualan    
Rp1.600.000.000
HPP adalah :      
  - Persediaan awal 100 unit x Rp1.000.000
Rp100.000.000
  - Pembelian 5 Januari 200 unit x Rp2.000.000
Rp400.000.000
  - Pembelian 10 Januari 100 unit x Rp3.000.000
Rp300.000.000
  - Total terjual 400 unit  
Laba Kotor    
Rp800.000.000
Persediaan akhir :      
  - 200 unit, perunit Rp3.000.000 =
Rp600.000.000

2. Menggunakan Metode Rata-rata tertimbang (Average).


Data Persediaan :
Persediaan awal 100 unit, perunit  
Rp1.000.000
Pembelian 5 Januari 200 unit, perunit  
Rp2.000.000
Pembelian 10 Januari 300 unit, perunit  
Rp3.000.000
Penjualan 15 Januari 400 unit, perunit  
Rp4.000.000
Persediaan barang sampai dengan    
15 Januari :
- 100 unit x Rp1.000.000 = Rp100.000.000    
- 200 unit x Rp2.000.000 = Rp400.000.000    
- 300 unit x Rp3.000.000 = Rp900.000.000    
600 unit Rp1.400.000.000    
       
Maka harga rata-rata per-unit =  
Rp1.400.000.000 = Rp2.333.333
     
600
Penghitungan HPP :      
Penjualan    
Rp1.600.000.000
HPP adalah :      
- Unit terjual 400 unit x
Rp2.333.333   (Rp933.333.333)
Laba Kotor    
Rp666.666.6667
Persediaan akhir :      
- 200 unit, perunit Rp2.333.333 =  
Rp466.666.667
Persediaan awal 100 unit, perunit  
Rp1.000.000
Pembelian 5 Januari 200 unit, perunit  
Rp2.000.000
Pembelian 10 Januari 300 unit, perunit  
Rp3.000.000
Penjualan 15 Januari 400 unit, perunit  
Rp4.000.000
Persediaan barang sampai dengan    
15 Januari :
- 100 unit x Rp1.000.000 = Rp100.000.000    
- 200 unit x Rp2.000.000 = Rp400.000.000    
- 300 unit x Rp3.000.000 = Rp900.000.000    
600 unit Rp1.400.000.000    
       
Maka harga rata-rata per-unit =  
Rp1.400.000.000 = Rp2.333.333
     
600
Penghitungan HPP :      
Penjualan    
Rp1.600.000.000
HPP adalah :      
- Unit terjual 400 unit x
Rp2.333.333   (Rp933.333.333)
Laba Kotor    
Rp666.666.6667
Persediaan akhir :      
- 200 unit, perunit Rp2.333.333 =  
Rp466.666.667

Untuk efisiensi untuk kedua metode diatas, terutama pada saat inflasi, Metode Rata-rata
tertimbang (Average) akan lebih menguntungkan dari pada menggunakan Metode FIFO (First In First
Out), karena metode rata-rata akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi sehingga
penghasilan pun rendah maka dalam hal untuk pemotongan pajaknya pun akan rendah pula.

You might also like