Professional Documents
Culture Documents
LALU LINTAS
(TRAFFIC MANAGEMENT)
(TS-7142)
Semester III
Oleh:
I Wayan Suweda
Lecturer in transport studies
LABORATORIUM TRANSPORTASI
PASCA SARJANA JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS UDAYANA
MANAJEMEN LALU LINTAS
(TS-7142)
Deskripsi Materi:
1. Permasalahan Transportasi: Faktor-faktor Penyebab dan Dampak
2. Manajemen lalu lintas: definisi, tujuan, dan kegiatan.
3. Trafic Calming: teknik dan desain untuk mengurangi pengaruh negative lalu
lintas
- Speed Control and Speed Limits
- Influencing Drivers’ Behaviour, etc.
4. Manajemen kebutuhan pergerakan perjalanan (Travel Demand Management)
- Congestion Charging and Road Tolling
- Demand Management through Fuel Prices
- Regulating the Use of Vehicles
- Restraint on Vehicle-Ownership, etc.
5. Manajemen angkutan barang (Management of Goods Vehicles)
6. Manajemen parkir: Fasilitas dan Kontrol
7. Manajemen angkutan umum
8. Mid Test Semester
1
PERMASALAHAN MANAJEMEN LALU LINTAS sbg bagian
PERMASALAHAN TRANSPORTASI
Permasalahan umumnya diidentifikasi dari persepsi seseorang mengenai apa yang
terjadi, baik yang berkaitan dengan tundaan (delay), kemacetan (congestion),
kecelakaan/keselamatan (safety), biaya (generalised cost), polusi (polution) maupun
kenyamanan perjalanan yang dievaluasi secara subjektif dan bersifat pribadi.
Kriteria dasar permasalahan, dapat dievaluasi terhadap unjuk kerja (performance) sistem
transportasi yang ada saat ini (eksisting) maupun prediksi dimasa yang akan datang.
Dalam manajemen lalu lintas, berdasarkan skala waktu dengan skala implementasi yang
berbeda pula, maka skala waktu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Seketika/mendesak. Perbaikan/solusi yang dapat dilakukan adalah perbaikan kontrol
terhadap fasilitas yang ada, seperti pada persimpangan, parkir dll.
2. Jangka pendek. Dalam hal ini dapat dilakukan perubahan arus dengan manajemen lalu
lintas dan sarana penunjang lainnya.
3. Jangka menengah. Dengan melakukan peningkatan kapasitas jaringan jalan, perubahan
arah arus lalu lintas, pelebaran jalan dan konstruksi jalan baru.
4. Jangka panjang. Melalui perubahan arus lalu lintas berdasarkan pertumbuhan lalu lintas
dengan mengontrol pengembangan wilayah.
2
Permasalahan Transportasi: Kemacetan
Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang
disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak
terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak mempunyai transportasi publik yang baik atau
memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk.
Kemacetan lalu lintas menjadi permasalahan sehari-hari di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan
dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Penyebab kemacetan
3
Kemacetan yang disebabkan kecelakaan lalu-lintas, Algarve, Portugal.
Kemacetan lalu lintas memberikan dampak negatif yang besar yang antara lain disebabkan:
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk memecahkan permasalahan kemacetan lalu
lintas yang harus dirumuskan dalam suatu rencana yang komprehentip yang biasanya meliputi
langkah-langkah sebagai berikut:
4
Peningkatan kapasitas, Salah satu langkah yang penting dalam memecahkan kemacetan
adalah dengan meningkatkan kapasitas jalan/parasarana seperti:
1. Memperlebar jalan, menambah lajur lalu lintas sepanjang hal itu memungkinkan,
2. Merubah sirkulasi lalu lintas menjadi jalan satu arah,
3. Mengurangi konflik dipersimpangan melalui pembatasan arus tertentu, biasanya yang
paling dominan membatasi arus belok kanan.
4. Meningkatkan kapasitas persimpangan melalui lampu lalu lintas, persimpangan tidak
sebidang/flyover,
5. Mengembangkan inteligent transport sistem.
5
Pembatasan kendaraan pribadi, Langkah ini biasanya tidak populer tetapi bila kemacetan
semakin parah harus dilakukan manajemen lalu lintas yang lebih ekstrim sebagai berikut:
1. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi menuju suatu kawasan tertentu seperti yang
direncanakan akan diterapkan di Jakarta melalui Electronic Road Pricing (ERP). ERP
berhasil dengan sangat sukses di Singapura, London, Stokholm. Bentuk lain dengan
penerapan kebijakan parkir yang dapat dilakukan dengan penerapan tarip parkir yang
tinggi di kawasan yang akan dibatasi lalu lintasnya, ataupun pembatasan penyediaan
ruang parkir dikawasan yang akan dibatasi lalu lintasnya,
2. Pembatasan pemilikan kendaraan pribadi melalui peningkatan biaya pemilikan
kendaraan, pajak bahan bakar, pajak kendaraan bermotor, bea masuk yang tinggi.
3. Pembatasan lalu lintas tertentu memasuki kawasan atau jalan tertentu, seperti diterapkan
di Jakarta yang dikenal sebagai kawasan 3 in 1 atau contoh lain pembatasan sepeda
motor masuk jalan tol, pembatasan mobil pribadi masuk jalur busway.
Truk beton ini terbalik di depan halam sebuah rumah karena kecepatan terlalu tinggi
6
Tabrakan kecil seperti ini adalah jenis kecelakaan lalu-lintas paling umum
Ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadikanya kecelakaan, pertama adalah faktor
manusia, kedua adalah faktor kendaraan dan yang terakhir adalah faktor jalan. Kombinasi
dari ketiga faktor itu bisa saja terjadi, antara manusia dengan kendaraan misalnya berjalan
melebihi batas kecepatan yang ditetapkan kemudian ban pecah yang mengakibatkan kendaraan
mengalami kecelakaan. Disamping itu masih ada faktor lingkungan, cuaca yang juga bisa
berkontribusi terhadap kecelakaan.
Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Hampir semua
kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat
terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak
melihat ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu.
Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana
seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang
sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan sangat
terkait dengan technologi yang digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan.
Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan perbaikan kendaraan diperlukan, disamping
itu adanya kewajiban untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor secara reguler.
7
Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman didaerah
pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang
rusak/berlobang sangat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda motor.
Faktor lingkungan
Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih
jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa
bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih
pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama didaerah pegunungan
Didalam memecahkan permasalahan lalu lintas, perlu mengenali permasalahan yang terjadi
dengan mengumpulkan informasi geometrik jalan, besarnya arus (volume) lalu lintas, kecepatan
lalu lintas, hambatan/tundaan lalu lintas, data kecelakaan lalu lintas. Seluruh data yang
dikumpulkan selanjutnya dianalisis untuk kemudian direncanakan usulan perbaikaan geometric,
pembangunan fasilitas pengaman jalan, pemasangan rambu lalu lintas, marka jalan atau
melakukan pembatasan gerakan lalu lintas tertentu. Perbaikan geometrik dapat berupa pelebaran
jalan, perubahan radius tikungan, pembangunan pulau-pulau lalu lintas, mengurangi tanjakan,
membangun jalur rangkak pada tanjakan yang tinggi, memberikan perioritas bagi angkutan
umum seperti Busway dan berbagai langkah lainnya
8
Sasaran Manajemen lalu lintas, adalah:
Mengatur dan menyederhanakan lalu lintas dengan melakukan pemisahan terhadap tipe,
kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimumkan gangguan terhadap lalu
lintas.
Mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas dengan meningkatkan kapasitas atau mengurangi
volume lalu lintas pada suatu jalan.
Melakukan optimasi ruas jalan dengan menentukan fungsi dari jalan dan kontrol terhadap
aktifitas yang tidak cocok.
Pattern of Traffic
(Pola Lalu lintas)
1. inventarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan. Maksud inventarisasi antara lain untuk
mengetahui tingkat pelayanan pada setiap ruas jalan dan persimpangan. Maksud tingkat
pelayanan dalam ketentuan ini adalah merupakan kemampuan ruas jalan dan
persimpangan untuk menampung lalu lintas dengan tetap memperhatikan faktor
kecepatan dan keselamatan.
2. penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan. Dalam menentukan tingkat pelayanan
yang diinginkan dilakukan antara lain dengan memperhatikan: rencana umum jaringan
transportasi jalan; peranan, kapasitas, dan karakteristik jalan; kelas jalan; karakteristik
lalu lintas; aspek lingkungan; aspek sosial dan ekonomi.
3. penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas;
4. penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudannya. Maksud rencana dan
program perwujudan dalam ketentuan ini antara lain meliputi: penentuan tingkat
pelayanan yang diinginkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan; usulan aturan-
aturan lalu lintas yang akan ditetapkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan; usulan
pengadaan dan pemasangan serta pemeliharaan rambu rambu lalu lintas, marka jalan,
alat pemberi isyarat lalu lintas, dan alat pengendali dan pengaman pemakai jalan; usulan
kegiatan atau tindakan baik untuk keperluan penyusunan usulan maupun penyuluhan
kepada masyarakat
a. Inventarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan serta permasalahan lalu lintas pada ruas-
ruas jalan, persimpangan, dan jaringan jalan;
b. Penetapan tingkat pelayanan ruas jalan yang diinginkan;
c. Perumusan dan penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas;
d. Penyusunan rencana dan program pelaksanaan.
Kegiatan penetapan kebijaksanaan lalu lintas pada jaringan atau ruas-ruas jalan tertentu.
termasuk dalam pengertian penetapan kebijaksanaan lalu lintas dalam ketentuan ini antara lain:
penataan sirkulasi lalu lintas, pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pemakai jalan
tertentu, penentuan kecepatan maksimum dan/atau minimum, larangan penggunaan jalan,
larangan dan/atau perintah bagi pemakai jalan, usaha peningkatan kapasitas jalan ruas,
persimpangan, dan/atau jaringan jalan.
10
a. Pengaturan lalu lintas satu arah dan atau dua arah;
b. Pengaturan pembatasan masuk kendaraan sebagian dan atau seluruh kendaraan;
c. Pengaturan larangan berhenti dan atau parkir pada tempat-tempat tertentu;
d. Pengaturan kecepatan lalu lintas kendaraan;
e. Pembatasan muatan sumbu terberat bagi ruas-ruas jalan tertentu.
Penerapan manajemen lalu lintas pada persimpangan meliputi :
a. Pengaturan persimpangan sebidang tanpa alat pemberi isyarat lalu lintas;
b. Pengaturan persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas;
c. Pengaturan persimpangan tak sebidang.
Penerapan manajemen lalu lintas pada jaringan jalan meliputi :
a. Pengaturan rute atau trayek angkutan penumpang umum;
b. Pengaturan jaringan lintas atau rute angkutan barang;
c. Pengaturan sirkulasi lalu lintas pada suatu kawasan
11
1. pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas. Pemberian
arahan dan petunjuk dalam ketentuan ini berupa penetapan atau pemberian pedoman dan
tata cara untuk keperluan pelaksanaan manajemen lalu lintas, dengan maksud agar
diperoleh keseragaman dalam pelaksanaannya serta dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya untuk menjamin tercapainya tingkat pelayanan yang telah ditetapkan.
2. pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban
masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas.
APLIKASI
KOTA SUKABUMI PEROLEH PIALA WAHANA TATA NUGRAHA
Dalam membangun sebuah kota yang dapat membangkitkan pertumbuhan dari
berbagai sektor diperlukan suatu konsep yang terpadu yang dituangkan dalam suatu
program yang didesain agar dapat merekayasa perkembangan pembangunan secara
cermat, terencana, terpadu dan konsisten agar secara bertahap berbagai kendala
dapat teratasi, ada lima faktor penting yang dikemukakan oleh Tjokroamidjoyo
(1979:14-15) antara lain :
Pertama, adalah permasalahan – permasalahan pembangunan suatu
negara/masyarakat yang dikaitkan dengan sumber – sumber pembangunan yang
dapat diusahakan, dalam hal ini sumber – sumber daya ekonomi dan sumber – sumber
daya lainnya. Kedua, adalah tujuan serta sasaran rencana yang ingin dicapai. Ketiga,
adalah kebijaksanaan dan cara untuk mencapai tujuan dan sasaran rencana dengan
melihat penggunaan sumber – sumbernya dan pemilihan alternatif – alternatifnya yang
terbaik. Keempat, penterjemahan dalam program – program atau kegiatan – kegiatan
usaha yang konkrit. Kelima, adalah jangka waktu pencapaian tujuan.
Sejalan konsep diatas pemerintah Kota Sukabumi mengangkat masalah pokok dalam
pembangunan daerah terletak pada potensi wilayah yang ada di Kota Sukabumi yang
dituangkan dalam program pembangunan daerah (propeda) tahun 2001 – 2005 yang
ditetapkan melalui Peraturan Daerah No 18 tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Daerah (Propeda) Kota Sukabumi tahun 2001 – 2005. Perda tersebut
merupakan produk hukum atau kebijakan publik (public policy), yang menurut Dye,
1987 adalah Whatever Government choose to do or not to do, kemudian anderson,
(1978) mendefinisikan sebagai those policies developmed by government bodies and
12
officials, sedangkan Santoso, (1988) menyebutkan bahwa kebijakan publik terdiri dari
serangkaian keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu
dan petunjuk – petunjuk yang diperlukan terutama dalam bentuk peraturan – peraturan
dan dekrit – dekrit pemerintah.
Dari konsep – konsep diatas maka jelas bahwa properda merupakan kebijakan
pemerintah Kota Sukabumi yang mengikat seluruh komponen pemerintah baik
eksekutif maupun legislatif serta masyarakat dalam upaya mencapai tujuan
pembangunan Kota Sukabumi.
Di dalam properda Kota Sukabumi tahun 2001 – 2005 telah ditetapkan visi dan misi
Kota Sukabumi sebagai pusat pelayanan jasa terpadu di bidang perdagangan,
pendidikan dan kesehatan.Untuk mewujudkan visi Kota harus didukung oleh sektor –
sektor lain, salah satu sektor yang penting adalah bidang lalu lintas, karena faktor ini
sangat signifikan terhadap sistem pergerakan orang dan barang. Cermin kota sangat
ditentukan bagaimana tingkat kinerja jalan, memberikan pelayanan terhadap sistem
pergerakan orang dan barang. Dua hal yang sangat penting dalam menangani
masalah lalu lintas, yang pertama adalah Manajemen Lalu Lintas dan Rekayasa Lalu
Lintas.
Manajemen lalu lintas adalah kegiatan yang mengatur lalu lintas dan bagaimana
arus lalu lintas tersebut dikendalikan dengan menggunakan teknik rekayasa lalu
lintas untuk optimasi efisiensi dan keselamatan penggunaan prasarana yang ada
(Pusdiklat Perhubungan Darat, 1991). Manajemen lalu lintas terdiri dari sasaran
strategi dasar manajemen lalu lintas meliputi :
(a) Manajemen Kapasitas (Management of Capacity), berkaitan dengan pengolahan
untuk meningkatkan kapasitas prasarana, atau suatu upaya pendekatan dari sisi
penawaran.
(b) Manajemen Permintaan (Management of Demand), berkaitan dengan tindakan
pengaturan dan pengendalian terhadap permintaan lalu lintas, umumnya bersifat
regulasi terhadap permintaan perjalanan.
(c) Manajement Prioritas (Management of Priority), berkaitan dengan pemberian
prioritas bagi lalu lintas yang dapat meningkatkan efisiensi dan/atau keselamatan.
(d) Manajemen arus lalu lintas, adalah berupa pengaturan sirkulasi pengaturan
sirkulasi arus lalu lintas eksternal dan internal dari kawasan pembangunan tersebut.
Salah satu contoh yang dapat dilakukan adalah dengan pelarangan parkir bagi
kendaraan di ruas jalan tertentu yang dapat mengurangi kapasitas dari jalan tersebut.
(e) Manajemen kapasitas ruas jalan, yaitu meliputi pengaturan arus keluar masuk
kawasan yang dibangun, menghitung kapasitas jalan sekitar dengan tujuan untuk
melihat tingkat pelayanan dari ruas jalan tersebut. Langkah yang dapat diambil adalah
dengan melarang parkir kendaraan pada daerah sekitar pintu keluar masuk kawasan
tersebut, melarang pembatasan akses masuk kejalan di sekitar kawasan
pembangunan guna mempertahankan kelas dan tingkat pelayanan jalan-jalan tersebut.
13
masuk maupun keluar dari kawasan tersebut yang diletakkan pada jalur pintu keluar
masuk dari kawasan sampai dengan pusat kawasan yang dibangun.
(h) Manajemen parkir, berupa penyediaan fasilitas ruang parkir dan pola perparkiran
yang akan digunakan bagi para pengunjung serta kebijaksanaan tentang tarif parkir
pada kawasan tersebut.
Dalam dua tahun terakhir Kota Sukabumi telah melakukan perencanaan dan
pelaksanaan yang dituangkan dalam APBD baik dibidang kebinamargaan maupun
bidang lalu lintas seperti pembuatan median jalan di depan Yogya Dept Store,
pelebaran jalan sekaligus perubahan arus dari satu arah menjadi dua arah,
pemasangan rambu dan marka, penertiban dan pengawasan lalu lintas secara
terpadu, penyempurnaan simpang Jl RA Kosasih, kemudian pada APBD TA 2003 dan
perubahan akan dilakukan upaya Rekayasa Lalu Lintas seperti Normalisasi Alinyemen
simpang Jl Tipar Gede – Jl Otista, Jl Pelda Suryanta – Jl Otista, Jl Pelabuhan II – Jl
Pasundan, penambahan kapasitas jalan Jl jend A Yani, dll.
Semua upaya – upaya yang dilakukan merupakan hasil kajian bersama antara Dinas
Perhubungan Kota Sukabumi, Polres Sukabumi, Bappeda, Dinas Pol PP dan Kesbang,
Dinas Cipta Karya yang dituangkan dalam sebuah studi telaahan staf sebagai bahan
kebijakan pemerintah Kota Sukabumi dalam menangani permasalahan pada simpul –
simpul kemacetan.
Upaya yang telah dilakukan oleh Kota Sukabumi dalam menangani transportasi baik
perencanaan, pelaksanaan yang terprogram diatas, kelembagaan yang menangani,
finansial yang teranggarkan dalam APBD selama 2(dua) tahun terakhir telah dimiliki
secara administratif maupun kondisi empirik di lapangan dinilai oleh Wahana Tata
Nugraha Tingkat Propinsi dinyatakan sebagai peringkat pertama dalam rangka
menangangi permasalahan lalu lintas dan mendapat Piala Wahana tata Nugraha
Tingkat Nasional
Walikota Sukabumi sudah menggariskan bahwa pada saat briefing pertama beliau
menjadi Walikota, menekankan program prioritas Walikota adalah masalah kebersihan
dan lalu lintas karena kedua permasalahan tersebut menjadi indikator terhadap profil
Kota. Indikator pelayanan lalu lintas adalah tingkat aksesibilitas dalam melakukan
perjalanan yaitu ukuran kenyamanan atau kemudahan suatu lokasi dicapai, melalui
sistem jaringan transportasi.
Tentunya kita bersama dalam upaya menangani lalu lintas yang paling utama adalah
masalah Mobil Penumpang Umum dimana data penelitian menunjukkan 73%
masyarakat Kota Sukabumi menggunakan moda angkutan Mobil Penumpang Umum,
sehingga titik persoalan adalah bagaimana manajemen trayek disempurnakan.
Peningkatan disiplin perilaku operator terhadap aturan yang telah ditetapkan, dan
ketegasan petugas dalam menindak pelanggaran. Hal kedua adalah tingginya tingkat
perjalanan eksternal–eksternal atau yang melintasi Kota Sukabumi melalui pusat Kota
sebesar rata–rata 192.457 perjalanan setiap hari, solusi terbaiknya adalah
mempercepat Jalan Lingkar Sukabumi terwujud.
14
TRAFIC CALMING
Polisi tidur
Polisi tidur adalah gundukan aspal atau gundukan semen yang dipasang melintang di jalan. Ada
yang ditambah dengan garis-garis putih, ada pula yang polos tanpa garis-garis putih.
15
Etimologi
Tidak jelas siapa pencipta ungkapan polisi tidur dan sejak kapan ungkapan itu digunakan dalam
bahasa Indonesia.
Polisi tidur sudah dicatat Abdul Chaer dalam Kamus Idiom Bahasa Indonesia (1984) dan diberi
makna "rintangan (berupa permukaan jalan yang ditinggikan) untuk menghambat kecepatan
kendaraan". Jadi, ungkapan polisi tidur pasti sudah ada sebelum tahun 1984.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Pertama (1988) dan Edisi Kedua (1991), polisi tidur
belum terdaftar. Polisi tidur mulai diakui dalam KBBI Edisi Ketiga (2001) dan diberi makna
'bagian permukaan jalan yang ditinggikan secara melintang untuk menghambat laju kendaraan'.
John M. Echols dan Hassan Shadily mencantumkannya dalam Kamus Indonesia-Inggris Edisi
Ketiga (1989) dan memadankannya dengan traffic bump.
A. Teeuw memperkenalkan polisi tidur kepada masyarakat Belanda dalam Kamus Indonesia-
Belanda (2002) sebagai verkeersdrempel.
Alan M. Stevens dan A. Ed Schmidgall-Tellings pun mencatat polisi tidur dalam Kamus
Lengkap Indonesia-Inggris (2005) dan menginggriskannya menjadi speed trap, traffic bump.
16
Ketentuan yang berlaku di Indonesia untuk polisi tidur
Di Indonesia, ketentuan yang mengatur tentang disain polisi tidur diatur oleh Keputusan Menteri
Perhubungan No 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan, di mana
sudut kemiringan adalah 15% dan tinggi maksimum tidak lebih dari 150 mm.
Kapasitas jalan
Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung volume lalu lintas ideal dalam
satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam jumlah kendaraan yang melewati potongan jalan
tertentu dalam satu jam (kend/jam) atau satuan mobil penumpang (smp)/jam.
Hubungan kecepatan dan kepadatan adalah linier yang berarti bahwa semakin tinggi
kecepatan lalu lintas dibutuhkan ruang bebas yang lebih besar antar kendaraan yang
mengakibatkan jumlah kendaraan perkilometer menjadi lebih kecil.
Hubungan kecepatan dan arus adalah parabolik yang menunjukkan bahwa semakin
besar arus kecepatan akan turun sampai suatu titik yang menjadi puncak parabola
tercapai kapasitas setelah itu kecepatan akan semakin rendah lagi dan arus juga akan
semakin mengecil.
Hubungan antara arus dengan kepadatan juga parabolik semakin tinggi kepadatan
arus akan semakin tinggi sampai suatu titik dimana kapasitas terjadi, setelah itu semakin
padat maka arus akan semakin kecil.
Faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan adalah lebar jalur atau lajur, ada tidaknya
pemisah/median jalan, hambatan bahu/kerb jalan, gradient jalan, didaerah perkotaan atau luar
kota, ukuran kota. Rumus di wilayah perkotaan ditunjukkan berikut ini:
17
C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS
FCSP = Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya utk jalan tak terbagi)
Tingkat pelayanan
Tingkat pelayanan berdasarkan KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu
Lintas Di Jalan diklasifikasikan atas:
Tingkat pelayanan A
dengan kondisi:
1. arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi;
2. kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan oleh
pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan;
3. pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau dengan
sedikit tundaan.
Tingkat pelayanan B
dengan kondisi:
1. arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi
lalu lintas;
2. kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum mempengaruhi
kecepatan;
3. pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan
yang digunakan.
Tingkat pelayanan C
18
dengan kondisi:
1. arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu
lintas yang lebih tinggi;
2. kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat;
3. pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau
mendahului.
Tingkat pelayanan D
dengan kondisi:
1. arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih
ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus;
2. kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan temporer
dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar;
3. pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan kendaraan,
kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat.
Tingkat pelayanan E
dengan kondisi:
1. arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas mendekati
kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah;
2. kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi;
3. pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.
Tingkat pelayanan F
dengan kondisi:
19
Persimpangan
Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau lebih ruas jalan
bertemu , disini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk mengendalkan konflik ini ditetapkan
aturan lalu lintas untuk menetapkan siapa yang mempunyai hak terlebih dahulu untuk
menggunakan pesimpangan.
Konflik di Persimpangan
Konflik dipersimpangan
20
Dipersimpangan konflik yang terjadi dikelompokkan atas:
1. Berpotongan atau disebut juga crossing, dimana dua arus berpotongan langsung.
2. Bergabung atau disebut juga merging, dimana dua arus bergabung.
3. Berpisah atau disebut juga sebagai diverging, dimana dua arus berpisah
4. Bersilangan atau disebut juga weaving, dimana dua arus saling bersilangan, terjadi pada
bundaran lalu lintas.
Bentuk pengendalian tergantung kepada besarnya arus lalu lintas, semakin besar arus semakin
besar konflik yang terjadi semakin kompleks pengendaliannya atau dijalan bebas hambatan
memerlukan penanganan khusus.
Persimpangan Sederhana
Bila arus masih rendah dan kecepatan lalu lintas rendah dapat diterapkan, dimana kendaraan
yang datang dari kiri mendapat perioritas lebih dulu. Persimpangan seperti ini banyak
ditemukan di jalan lingkungan kawasan pemukiman.
Persimpangan Perioritas
Bila suatu persimpangan arus dijalan utama (mayor) bersimpangan dengan dengan jalan kecil
(minor) maka kendaraan yang berada di jalan utama mendapat hak terlebih dahulu, untuk
menegaskan hal tersebut digunakan rambu lalu lintas 'beri kesempatan' berupa segitiga terbalik
yang ditempatkan dijalan minor, untuk lebih mempertegas digunakan rambu 'stop' dimana
21
pengemudi dijalan minor wajib berhenti dan masih dilengkapi marka jalan sebagai pelengkap
rambu Beri Kesempatan dan Rambu Stop.
Bila arus sudah semakin tinggi, atau dua jalan dengan tingkatan yang sama bertemu maka
digunakan lampu lalu lintas. Isyarat lampu yang digunakan ditetapkan berdasarkan ketentuan
internasional Vienna Convention on Road Signs and Signals tahun 1968 , dimana isyarat lampu
merah berarti berhenti, isyarat lampu kuning berarti bersiap untuk berhenti atau jalan, sedang
isyarat lampu hijau berarti berjalan.
22
Jembatan Semanggi
Digunakan untuk mengendalikan persimpangan dengan arus yang tinggi atau pada jalan bebas
hambatan atau jalan tol. Salah satu persimpangan tidak sebidang pertama di Indonesia adalah
Jembatan Semanggi di Jakarta Bentuk persimpangan tidak sebidang dapat berbentuk:
Ruas jalan
23
Ruas Jalan adalah bagian atau penggal jalan diantara dua simpul/persimpangan sebidang atau
tidak sebidang baik yang dilengkapi dengan alat pemberi isyarat lalu lintas ataupun tidak.
Sebagai contoh ruas jalan tol adalah bagian atau penggal dari jalan tol tertentu yang
pengusahaannya dapat dilakukan oleh badan usaha tertentu.
Kode ruas jalan yang selanjutnya disebut nomor rute adalah kode dalam bentuk angka yang
digunakan sebagai identitas dari suatu ruas jalan; Rute adalah kumpulan ruas jalan yang
menghubungkan satu tempat dengan tempat lain secara menerus.
Nomor rute untuk ruas jalan Nasional dan/atau arteri primer menggunakan angka. Pemberian
nomor rute mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1. ruas jalan yang sejajar/paralel dengan Pulau Jawa diberikan nomor ganjil dengan urutan
ruas jalan utama dan selanjutnya menyesuaikan mulai dari atas ke bawah (Utara ke
Selatan);
2. ruas jalan yang melintang pulau diberikan nomor genap dengan urutan mulai dari kiri ke
kanan (Barat ke Timur);
24
Jalan tol
Jalan tol (di Indonesia disebut juga sebagai jalan bebas hambatan) adalah suatu jalan alternatif
untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ataupun untuk mempersingkat jarak dari satu tempat ke
tempat lain.
Untuk menikmatinya, para pengguna jalan tol harus membayar sesuai tarif yang berlaku.
Penetapan tarif didasarkan pada golongan kendaraan.
Di Indonesia, jalan tol sering dianggap sinonim untuk jalan bebas hambatan, meskipun hal ini
sebenarnya salah. Di dunia secara keseluruhan, tidak semua jalan bebas hambatan memerlukan
bayaran. Jalan bebas hambatan seperti ini dinamakan freeway atau expressway (free berarti
"gratis", dibedakan dari jalan-jalan bebas hambatan yang memerlukan bayaran yang dinamakan
tollway atau tollroad (kata toll berarti "biaya")).
Antarkota
Pulau Sumatra
Jalan Tol Belmera
Jalan Tol Medan-Binjai
Pulau Jawa
Jalan Tol Jakarta-Cikampek
Jalan Tol Purbaleunyi ( Purwakarta - Bandung - Cileunyi )
o Jalan Tol Cipularang ( Cikampek - Purwakarta - Padalarang )
o Jalan Tol Padaleunyi ( Padalarang - Cileunyi )
Dalam kota
25
Frame Relay untuk Menangani Komunikasi Suara
Maksud semula, Frame Relay memang digunakan untuk menangani komunikasi data, namun
kini ia sudah mulai dimanfaatkan juga untuk menangani komunikasi suara (telepon), suatu hal
yang agak mengejutkan namun memang nyata. Awalnya dimulai oleh perusahaan transportasi
muatan barang segar (dry and refrigerated), yakni Allen Lund Co. (La Canada, California).
Allend Lund Co. mempunyai 13 kantor cabang di Amerika Serikat dan Kanada; perusahaan ini
telah lama menggunakan layanan jaringan publik konvensional untuk hubungan dengan dan
antar kantor cabangnya. Ketika perusahaan tersebut meneliti kemungkinan alternatif mengenai
jaringan publiknya, mereka menemukan bahwa sirkit sewa menghabiskan biaya sekitar 5.000
dolar perbulan lebih banyak daripada menggunakan layanan Frame Relay publik dari
Perusahaan MCI Communication. Namun sayangnya, Frame Relay dari MCI tidak dapat
dipakai untuk mendukung lalu lintas suara. Allend Lund kemudian memutuskan utuk memasang
piranti-piranti akses Frame Relay yang dapat menangani suara secara maraton yang disebut
FRAD (FRADs = Frame Relay access Devices) dari Micom Communications Corp. (Simi
Valey, California). Karena percakapan telepon dan fax di lingkup jaringan kantor-kantor cabang
yang dimilikinya pada intinya bebas biaya, Allend Lund kini bisa menghemat 1.500 dolar
perbulan untuk rekening telepon (suara).Perintis Frame Relay suara lainnya di Amerika adalah
Morgan Keegan (Memphis, Tennese), sebuah firma broker (brokerage house). Morgan Keegan
sebelumnya telah mengoperasikan jaringan-jaringan yang terpisah untuk lalu lintas data dan
suara. Firma ini kemudian memutuskan untuk menyalurkan data dan suara secara bersama-sama
dalam sebuah jaringan Frame Relay untuk alasan-alasan manajemen dan biaya. Sebelumnya ia
menggunakan sirkit-sirkit sewa untuk berhubungan dengan para mitra bisnisnya (trader).
Jaringan Frame Relay yang dimilikinya kini berbasis pada pengarah-pengarah (router) 6520MP
dari Motorola Information System Group (Mansfield, Massachusetts), yang mampu melakukan
tugasnya dengan biaya yang lebih murah.
Dari segi teknis, Frame Relay sebenarnya memiliki dua kendala untuk menangani lalu lintas
suara. Pertama, jaringan Frame Relay publik mentransportasikan frame-frame dalam pola yang
pertama datang yang pertama pula yang dilayani. Tidak seperti penyakelar-penyakelar yang
menyesuaikan diri dengan standar ATM (mode transfer asinkron), penyakelar-penyakelar Frame
Relay tidak dapat menset prioritas-prioritas dari lalu lintas yang tipenya berbeda. Kedua,
sementara semua lalu lintas ATM dibawa melalui sel-sel yang panjangnya tetap (53 byte),
paket- paket Frame Relay panjangnya bervariasi. Bergantung kepada aplikasinya, sebuah frame
dapat mencapai 1000 byte panjangnya. Panjang yang bersifat variabel ini akan menghasilkan
tundaan yang variabel, yang merupakan masalah besar bagi lalu lintas yang peka terhadap
tundaan seperti halnya pada suara.
26
Untuk mengatasi kedua kendala tersebut, FRAD yang dipakai memanfaatkan teknik yang
disebut prioritisasi maupun fragmentasi frame. Dengan prioritisasi, FRAD-FRAD memproses
frame-frame yang mengandung lalu lintas yang peka terhadap tundaan (suara, fax dan
mainframe SNA IBM) sebelum mereka mengirim lalu lintas yang tidak dipengaruhi oleh
tundaan jaringan. Beberapa FRAD juga memungkinkan para perancang jaringan menciptakan
parameter-parameter troughput minimum untuk setiap aplikasi guna menjamin bahwa lalu lintas
prioritas rendah tidak sepenuhnya terkunci dari jaringannya ketika lalu lintas prioritas tingginya
demikian banyak. Dengan fragmentasi frame, FRAD-FRAD mengiris dan memotong-motong
frame-frame yang mempunyai panjang variabel menjadi paket-paket kecil dengan ukuran yang
seragam untuk menghasilkan berubahan tundaan yang tidak mencolok.Kecuali kedua teknik
pokok ini, FRAD-FRAD yang mempunyai kemampuan menangani suara tersebut juga
menggunakan kompresi untuk meminimumkan lebarpita yang dibutuhkan dalam membawa lalu
lintas suara. Percakapan konvensional yang dibawa melalui jaringan tersakelar publik
mengkonsumsi 64 kbps dari lebarpita, sementara FRAD dapat menekan panggilan-panggilan
suara turun sampai 4kbps.
Masalah lain yang dapat muncul ketika menempatkan suara melalui Frame Relay adalah gema
(echo), ketika mentransmisikan suara yang dipantulkan kembali ke titik tersebut dari tempat ia
dipancarkan. Jika waktu tundaan antara percakapan dan gema lebih dari 45 milidetik, kondisi ini
akan menyebabkan percakapan tersebut berhenti. Cara yang paling jitu untuk mengeliminasinya
adalah dengan menggunakan sebuah peredam gema yang menciptakan suatu model matematis
dari suatu pola percakapan dan mengurangkannya dari jalur transmisi. Beberapa algoritma
kompresi suara yang juga mencakup kemampuan untuk menindas gema, akan membuatnya
lebih hemat biaya daripada memasang penindas-penindas gema eksternal.
Kemampuan untuk mengirimkan fax melalui Frame Relay juga merupakan suatu pilihan yang
menarik bagi banyak perusahaan yang menghadapi tanggungan rekening yang besar bagi
rangkaian-rangkaian yang digunakan untuk pengiriman fax di antara kantor-kantor cabang yang
berjauhan dengan kantor pusatnya.
Persyaratan untuk mengirim fax melalui Frame Relay agak berbeda daripada suara. Sebagai
contoh, suara dapat dikompresi atau didekompresi dengan sedikit degradasi layanan. Betapapun,
fax hanya dapat dikompresi pada tingkat sebegitu jauh sebelum mesin fax penerima sudah mulai
mendeteksi adanya kesalahan-kesalahan dalam transmisi. Demodulasi merupakan suatu
alternatif yang baik, karena ia tidak menggunakan banyak lebarpita (kurang dalam kebanyakan
kasus) dan sangat efisien secara keseluruhan.
Layanan saling dukung atau antarkerja (interworking) antara Frame Relay dan ATM sedang
menjadi topik hangat di Amerika Serikat, di mana permintaan akan layanan Frame Relay masih
terus tumbuh mencapai angka lipat tiga. Layanan antarkerja ini menawarkan keuntungan yang
jelas baik bagi para penyedia layanan maupun para pelanggan mereka. Para penyedia layanan
komunikasi yang dapat menghubungkan situs jaringan Frame Relay dengan situs jaringan ATM
secara transparan tentunya memiliki kans penjualan yang lebih mudah untuk kedua tipe layanan
tersebut. Dalam kasus-kasus tertentu, para pelanggan kelompok korporasi (kelompok jaringan
27
bisnis dalam suatu firma, industri atau perusahaan besar) menghindari penggantian sirkit sewa
mereka dengan Frame Relay. Hal ini disebabkan kecepatan yang relatif masih dipandang rendah
pada Frame Relay, yakni umumnya 56kbps untuk hubungan ke tempat-tempat yang jauh,
sementara koneksi- koneksi pada sisi sentral menggunakan akses T1 (1,544Mbps). Di lain
pihak, fakta menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan besar tidak membutuhkan koneksi
ATM kecepatan tinggi (tentunya dengan biaya yang tinggi pula) yang menyebar ke kantor-
kantor cabang mereka. Di sinilah layanan antarkerja memberikan solusi terbaik dari kedua
masalah tersebut; Frame Relay kecepatan rendah (dan hemat biaya) ke kantor-kantor cabang,
dengan akses ATM kecepatan tinggi ke lokasi kantor pusat.
Pendekatan campuran ini tentunya banyak menarik minat perusahaan-perusahaan yang telah
menggunakan layanan Frame Relay. Para pengguna Frame Relay umumnya membangun
jaringan mereka dalam konfigurasi Star, dengan banyak tempat atau lokasi yang jauh-jauh yang
kemudian mengumpan ke sebuah sentral. Jika perusahaan- perusahaan ini kemudian menambah
lebih banyak kantor cabang ke jaringan mereka, plafon lebar pita Frame Relay T1 memberikan
suatu masalah yang besar bagi sisi sentralnya. Dengan antarkerja layanan, para pelanggan dapat
bermigrasi dari Frame Relay ke ATM pada basis lokasi ke lokasi, yang tentunya lebih hemat
biaya daripada menghadapi perpindahan teknologi. Pendekatan evolusioner ini juga
memberikan kepada para penggunanya suatu kesempatan untuk menekan biaya investasi yang
lebih besar dalam teknologi Frame Relay.
Walaupun istilah antarkerja secara generik digunakan untuk menggambarkan bekerja bersama
saling dukung antara Frame Relay dan ATM, sesungguhnya ada dua tipe antarkerja yang
berbeda. Antarkerja jaringan (network interworking) dan antarkerja layanan (service
interworking). Ada perbedaan yang sederhana di antara keduanya. Antarkerja jaringan
memungkinkan dua lokasi Frame Relay untuk berkomunikasi melalui tulangpunggung ATM
kecepatan tinggi. Antarkerja layanan memungkinkan situs Frame Relay berkomunikasi dengan
situs ATM. Kedua tipe antarkerja ini dapat dilihat pada Gambar 3a dan 3b.
Ada beberapa pilihan teknis untuk antarkerja koneksi Frame Relay dengan koneksi ATM.
Kedua tipe antarkerja tersebut membutuhkan sebuah IWF (interworking function) untuk
menterjemahkan dan mengubah protokol-protokol (dari Frame Relay ke ATM dan sebaliknya).
IWF ini, yang umumnya dilakukan dalam sebuah penyaklar (switch), bertanggung jawab
terhadap sejumlah aktifitas, termasuk pemetaan berbagai parameter, memformat informasi,
membatasi paket-paket dan sel- sel, dan menterjemahkan alamat-alamat. IWF juga menangani
manajemen lalu lintas komunikasi dengan mengubah parameter-parameter kemacetan (kongesti)
dan parameter penentu pemenuhan persyaratan pembuangan (discard eligibility), yang
penanganannya berbeda antara Frame Relay dan ATM.
Antarkerja jaringan menuntut beberapa masalah yang harus diselesaikan oleh IWF, Di antaranya
adalah fungsi-fungsi pemformatan frame (frame formatting), pemultiplekan hubungan
(connection multiplexing), penentu pemenuhan persyaratan pembuangan (DE;discard
eligibility) dan pemetaan prioritas sel hilang (CLP; cell loss priority), pemetaan indikasi
kemacetan (congestion indication mapping), manajemen lalu lintas komunikasi (traffic
management), enkapsulasi protokol dan operasinya serta pemeliharaan monitoring.
Dengan antarkerja layanan, konversi antara Frame Relay dan ATM ditangani secara transparan
bagi pelanggan oleh jaringan penyedia layanan. Antarkerja layanan menuntut fungsi-fungsi
translasi yang begitu mirip dengan antarkerja jaringan. Pemformatan frame untuk antarkerja
layanan sama dengan pada antarkerja jaringan, seperti pilihan-pilihan untuk pemetaan DE/CLP.
Dengan antarkerja layanan, dilakukan pemetaan PVC (permanent virtual circuit) Frame Relay
tunggal ke VPI/VCI (virtual path/virtual circuit identifier) ATM tunggal yang didukungnya.
Demikian pula fungsi-fungsi inti lainnya yang mempunyai peran untuk pelaksanaan antarkerja
layanan termasuk manajemen lalu lintas, manajemen PVC, dan enkapsulasi protokol.Ada dua
mode dari enkapsulasi protokol untuk antarkerja layanan: mode transparan dan mode translasi.
Perbedaan antara keduanya terletak pada caranya informasi protokol pada lapisan yang lebih
atas ditangani dalam proses konversi protokol. Mode transparan antarkerja layanan melucuti
header Frame Relay, mengenkapsulasi keseluruhan payload (beban informasi) yang dibawa ke
dalam sel-sel ATM, dan meneruskannya tanpa diubah.
Keputusan pada mode enkapsulasi yang mana dari kedua metode tersebut, secara luas akan
bergantung pada jaringan-jaringan pelanggan. Misalnya Jika piranti di tempat pelanggan pada
satu lokasi menggunakan RFC 1490 (the Internet engineering Task Force standard for
multiprotocol interconnection over Frame Relay), dan piranti di lokasi lainnya menggunakan
RFC 1483 (the IETF standard for multiprotocol encapsulation using ATM adaptation layers),
maka mode tranlasilah yang harus digunakan. Sebaliknya, mode transparan dapat diterapkan
sebagai suatu metode enkapsulasi yang umum digunakan pada lokasi-lokasi pelanggan.
Penutup
Betapapun kini terjadi perkembangan yang luar biasa pada layanan jasa telekomunikasi,
misalnya pada kasus Frame Relay ini dan kemampuannya untuk berantarkerja dengan ATM.
Perkembangannya lebih jauh di masyarakat ditentukan faktor ekonomi dan informasi yang jelas
serta transparan oleh penyedia layanan bagi para calon pelanggannya.
29
Dalam hal layanan suara, telepon Frame Relay sekarang ini memang sedang bersaing dengan
telepon (via) internet. Telepon internet lebih unggul dalam hal cakupan karena lalu lintas suara
Frame Relay sekarang ini terbatas penggunaannya pada komunikasi dalam lingkup perusahaan
dan kantor-kantor cabangnya, sementara jaringan internet telah menyebar begitu luas ke seluruh
dunia.Untuk antarkerja Frame Relay dengan ATM, perkembangan lebih jauh ditentukan oleh
kemampuan para penyedia layanan untuk mendefinisikan dan merumuskan masalah-masalah
dalam hal komunikasi bisnis para calon pelanggannya, serta menyediakan solusi bagi masalah-
masalah tersebut sehingga urusan bisnis menjadi lancar dengan adanya dukungan
telekomunikasi yang begitu canggih, efisien dan hemat biaya. Pada prinsipnya adalah; para
calon pelanggan tentu ingin mengetahui apa yang dapat dikerjakan oleh antarkerja, namun pada
umumnya mereka tidak akan memperhatikan peralatan macam apa yang disediakan oleh
penyedia layanan yang akan digunakan untuk memberikan tampilan layanan yang dibutuhkan.
Sumber Bahan
Drs. Sunomo adalah Pemerhati masalah Teknik Telekomunikasi, mengajar di Jurusan Elektro
FPTK IKIP Yogyakarta
30