You are on page 1of 8

Sindrom Nefrotik

I. Definisi

Dilihat dari segi nama nya saja kita bisa tahu apa definisi dari sindrom
nefrotik. Sindrom dapat berarti kumpulan dari beberapa ciri-ciri klinis,
tanda-tanda, simtoma, fenomena, atau karakter yang sering muncul
bersamaan. Semetara nefrotik mengacu pada kata nefron yang
merupakan struktur terkecil dari ginjal. Jadi sindrom nefrotik adalah
sumpulan gejala pada kelainan ginjal (Arif et al 2000).

II. Epidemiologi

Pada anak-anak kurang dari 15 tahun paling sering ditemukan


nefropati lesi minimal dengan persentase 75%-85 % dengan umur rata-
rata 2,5 tahun sementara pada umur dibawah 6 tahun terdapat 80 %.
Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%),
umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1
perbandingan ini juga berlaku pada anak anak. Kejadian SN idiopatik 2-3
kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun
(Wigonu 2009).

III. Etiologi

Penyebab sindrom nefrotik pada anak-anak adalah

a. Glomerulonefritis lesi minimal

b. Glomerulonefritis fokal segmental

c. Glomerulonefritis membranoproliferatif

d. Glomerulonefritis pasca streptococcus

Penyebab sindrom nefrotik pada dewasa adalah

a. Glomerulonefritis primer (sebagian besar idiopatik)

• Glomerulonefritis membranosa

• Glomerulonefritis lesi minimal

• Glomerulonefritis membranoproliperatif

• Glomerulonefritis pascastreptococcus

b. Glomerulonefritis sekunder

• LES
• Obat

• Neoplasma

• Penyakit sistemik yang mempengaruhi glomerulus

(Arif et al 2000)

IV. Gejala

Gejala utama yang ditemukan adalah :

• Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-
anak.
• Hipoalbuminemia < 30 g/l.
• Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat
ditemukan edema muka, ascxites dan efusi pleura.
• Anorexia
• Fatique
• Nyeri abdomen
• Berat badan meningkat
• Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
• Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan
arteri.
(Arif et al 2000)
Perut bisa membengkak karena terjadi penimbunan cairan dan sesak
nafas bisa timbul akibat adanya cairan di rongga sekitar paru-paru (efusi
pleura).Gejala lainnya adalah pembengkakan lutut dan kantung zakar (pada
pria).Pembengkakan yang terjadi seringkali berpindah-pindah; pada pagi hari
cairan tertimbun di kelopak mata dan setalah berjalan cairan akan tertimbun
di pergelangan kaki (Lorraine 2005)
Pada anak-anak bisa terjadi penurunan tekanan darah pada saat
penderita berdiri dan tekanan darah yang rendah (yang bisa menyebabkan
syok).Tekanan darah pada penderita dewasa bisa rendah, normal ataupun
tinggi.Produksi air kemih bisa berkurang dan bisa terjadi gagal ginjal karena
rendahnya volume darah dan berkurangnya aliran darah ke ginjal.Kadang
gagal ginjal disertai penurunan pembentukan air kemih terjadi secara tiba-
tiba. Kekurangan gizi bisa terjadi akibat hilangnya zat-zat gizi (misalnya
glukosa) ke dalam air kemih.Pertumbuhan anak-anak bisa terhambat.
Kalsium akan diserap dari tulang. Rambut dan kuku menjadi rapuh dan bisa
terjadi kerontokan rambut. Pada kuku jari tangan akan terbentuk garis
horisontal putih yang penyebabnya tidak diketahui( Lorraine 2005).
Sering terjadi infeksi oportunistik (infeksi akibat bakteri yang dalam
keadaan normal tidak berbahaya).Tingginya angka kejadian infeksi diduga
terjadi akibat hilangnya antibodi ke dalam air kemih atau karena
berkurangnya pembentukan antibodi (Lorraine 2005)
Terjadi kelainan pembekuan darah, yang akan meningkatkan resiko
terbentuknya bekuan di dalam pembuluh darah (trombosis), terutama di
dalam vena ginjal yang utama.
Di lain fihak, darah bisa tidak membeku dan menyebabkan perdarahan
hebat.Tekanan darah tinggi disertai komplikasi pada jantung dan otak paling
mungkin terjadi pada penderita yang memiliki diabetes dan penyakit jaringan
ikat. Pada dasarnya tiap manifestasi klinis tersebut dipengaruhi oleh etiologi
masing-masih penyakit (Wigonu 2009).

V. Patofisiologi

Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat


kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG)
mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua
berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang
tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos
tidaknya protein melalui MBG (Wigonu 2009).

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran


molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria Proteinuria selektif apabila yang
keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila
protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas
proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG (Wigonu 2000).

Pada SN yang disebabkan oleh GNLM ditemukan proteinuria selektif.


Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi foot processus sel epitel viseral
glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparan
sulfat proteoglikan pada GNLM menyebabkan muatan negatif MBG menurun dan
albumin dapat lolos ke dalam urin. Pada GSFS, peningkatan permeabilitas MBG
disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel
epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada
GNMN kerusakan struktur MBG terjadi akibat endapan komplek imun di sub-epitel.
Komplek C5b-9 yang terbentuk pada GNMN akan meningkatkan pemeabilitas MBG,
walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui(robbins 2007).

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati
dan kehilangan protein melalui urin dan usus (protein loosing enteropathy). Pada SN
hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan
onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha
meningkatkan sintesis albumin. Jika peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil
menghalangi timbulnya hipoalbuminemia keadaan ini akan diikuti oleh keadaan
hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi
oliguric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium
dari glomerulus. Retensi Na+ dan air yang berhubungan dengan sistem Renin-angiotensin
aldosteron (RAA) dapat terjadi bila sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-
tanda aldosteronisme sekunder. Retensi natrium dan air pada keadaan ini
(aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran tinggi diuretik
yang mengandung antagonis aldosteron. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis
albumin hati, tetapi dapat, mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin.
Hipolabuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme
albumin oleh tubulus proksimal (Wigonu 2009).

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori
underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema
pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga
cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat
penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia,
dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air.
Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan
mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut
(Wigonu 2009).

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.
Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi
edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi
natirum dan edema akibat teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron terutama
kenaikan konsentrasi hormon aldosteron yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal
untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun.
Selain itu juga terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin
yang menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini
mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler
sehingga terjadi penurunan ekskresi natrium (Wigonu 2009).

Kedua mekanisme underfill dan overfill tersebut ditemukan secara bersama pada
pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat
gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus dan keterkaitan dengan penyakit jantung
atau hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan (Wigonu 2009)

Semua organ tubuh dapat mengalami perubahan-perubahan seperti kerusakan


jaringan yang jelas terlihat pada kulit dan kuku. Garis striae terlihat tersebar pada kulit
paha dan dinding perut. Garis horizontal (berwarna putih) pada kuku dinamakan Muercke
line, albumin serum bertindak sebagai pengikat steroid adrenokortikal dan hormon tiroid.
Kehilangan sejumlah hormon tiroid mungkin cukup untuk merangsang pembentukan
thyroid stimulating hormon (TSH) dan pembentukan goiter. Goiter ini akan mengalami
regresi bila sindroma nefrotik telah mengalami remisi. Hormon tiroid terikat juga pada
plasma pre-albumin yang mempunyai berat molekul 61.000 dan beberapa globulin.
(Wigonu 2009)

Transferin dan seruloplasmin merupakan pengikat protein lainnya yang dapat


lolos melalui kerusakan glomerulus. Kehilangan imunoglobulin-G (IgG) sering
menyebabkan tubuh peka terhadap setiap infeksi. Kehilangan sejumlah faktor-faktor
fibrinolisis melalui kerusakan glomerulus dapat menyebabkan pembentukan trombus
(wigonu 2009)

Kehilangan sejumlah 25-Hydroxycholecalciferol yang terikat pada protein dapat


menyebabkan gangguan ionisasi, terdapat penurunan kalsium serum (hipokalsemia)
dengan gejala tetani.(murray 2009)

Kolesterol terikat pada plasma dan merupakan konstituen dari lipoprotein yang
terdiri dari high dan low density (HDL & LDL). Semua fraksi lipoprotein, kecuali HIDL
akan meninggi pada sindrom nefrotik. (murray 2009)
VI. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan urin rutin untuk melihat eritrosituri, lekosituria, bakteriuria, PH urin dan
kultur urin. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, lekosit, ureum, dan kreatinin
(Purnomo, 2008).
VII.Terapi

Pada dasarnya terapi pada sindrom ini hanyalah pada penyelesaian


daktor etiologi sehingga penegakan factor penyebab sindrom sangat penting.
Diuretic dan diet rendah aram dapat mengurangi edema dan hiperkalemia.
Asupan protein juga di batasi hingga 0,8-1,0 g/kg BB/hari. Pemberian ACE
inhibitor dapat pulamengurangi gejala proteinuria dan hipertensi.
Penggunaan antikogaulan masih controversial, namun ada studi yang
menatakan bahwa terapi ini berhasil.

(Wiguno 2009)

VIII. Prognosis

Gejalanya akan hilang seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit yang


dapat diobati (misalnya infeksi atau kanker) atau obat-obatan.Prognosis
biasanya baik jika penyebabnya memberikan respon yang baik terhadap
kortikosteroid.Anak-anak yang lahir dengan sindroma ini jarang yang bertahan
hidup sampai usia 1 tahun, beberapa diantaranya bisa bertahan setelah
menjalani dialisa atau pencangkokan ginjal.Prognosis yang paling baik
ditemukan pada sindroma nefrotik akibat glomerulonefritis yang ringan; 90%
penderita anak-anak dan dewasa memberikan respon yang baik terhadap
pengobatan.Jarang yang berkembang menjadi gagal ginjal, meskipun
cenderung bersifat kambuhan. Tetapi setelah 1 tahun bebas gejala, jarang
terjadi kekambuhan. (Mazin 2011)
Mazin M T Shigidi. 2011. A Treatment of Relaps in Adult in Minimal change Nefrotic
Syndrom ., 10-17.

Arif et al.kapita selekta kedokteran ed 3.cetakan 1.jakarta.media Aesculapius,2000.

Wiguna prujosujadi, in Ilmu penyakit dalam: interna publishing.jakarta. 2009.

Sylvia A.Prince,Patofisiologi. EGC. Jakarta.2006.

Robbins ,Patologi. EGC. Jakarta.2007.

You might also like