You are on page 1of 5

Proses kinerja tubuh manusia ketika melakukan aktivitas olahraga baik erobik maupun anerobik mutlak

membutuhkan energi. Aktivitas yang dilakukan oleh seseorang mengakibatkan keluarnya cairan dari dalam tubuh.
Karena tubuh mengalami panas saat beraktivitas dan untuk mendinginkan suhu tubuh, maka keluar keringat.
Keluarnya cairan dari dalam tubuh baik yang berupa keringat, urin dan uap saat respirasi apabila tidak segera
diganti maka tubuh akan mengalami kekurangan cairan. Dalam upaya mengganti cairan yang keluar dapat
mengkonsumsi air putih dan cairan isotonis. Hal ini dikarenakan cairan yang keluar dari tubuh juga mengandung
elektrolit, di antaranya adalah natrium. Keseimbangan cairan tubuh dalam proses pemberian energi bagi tubuh
memiliki peran yang sangat penting mengingat salah satu fungsi utama cairan dalam tubuh adalah sebagai media
terjadinya reaksi biokimia dalam tubuh. Daya tahan dipengaruhi oleh suplai energi, energi dihasilkan dari proses
biokimiawi tubuh. Cairan tubuh merupakan mediator terjadinya reaksi, jika cairan tubuh tetap homeostasis (baik
jumlah maupun kandungannya) saat berolahraga maka suplai energi dapat berlangsung dengan baik sehingga akan
berpengaruh pada daya tahan tubuh. Untuk itulah penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui perbedaan
pengaruh  antara pemberian cairan isotonik dan air biasa terhadap tingkat daya tahan erobik.

Pengaruh Minuman Isotonik


Minuman isotonik semakin gencar menyerbu pasaran. Melalui iklan, produk ini dicitrakan mampu
mengganti cairan tubuh yang hilang dalam waktu singkat.Di balik kesan kesegarannya, minuman isotonik dapat
berbahaya apabila dikonsumsi sembarangan.

Sebuah iklan minuman isotonik di televisi mengatakan,ion di dalam isotonic mampu menjaga kelembapan
kulit dan tubuh lebih baik daripada air biasa. Iklan lain menyebutkan, kehilangan dua persen cairan tubuh akan
menurunkan stamina dan konsentrasi.Dosen pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian
Bogor, Fransiska Rungkat Zakaria, mengatakan, iklan produk isotonik sebagian menyesatkan masyarakat.Di iklan,
seolah-olah isotonik bisa diminum siapa saja dan dalam kondisi apa saja.Padahal, Fransiska mengingatkan,isotonik
tidak bisa dikonsumsi sembarangan karena minuman ini mengandung garam natrium (NaCl)."Coba perhatikan
labelnya, pasti ada kandungan Na dan Cl nya," tutur Fransiska. Ia menambahkan, minuman isotonik itu tidak lain
adalah larutan garam. Oleh produsennya, larutan itu kemudian diberi tambahan zat lain, seperti vitamin.Ion yang
disebut-sebut sangat bermanfaat bagi tubuh sebenarnya juga tidak hanya terkandung pada isotonik. Setiap garam
yang dilarutkan dalam air, kata Fransiska, pasti akan berubah menjadi ion Na dan ion Cl. "Jadi, ion yang
terkandung dalam sayur lodeh dengan ion dalam isotonik itu sama saja," tutur Fransiska. Karena berisi garam,
isotonik tidak boleh diminum sembarangan. Apabila berlebihan, kadar garam dalam tubuh akan menyebabkan
tekanan darah tinggi atau hipertensi. "Bila sudah kena hipertensi, tinggal menunggu saja bagian tubuh mana yang
jebol duluan," kata Fransiska. Dari makanan Apabila tubuh kita berkeringat, natrium dan klorida yang terkandung
dalam cairan tubuh ikut keluar melalui pori-pori kulit. Jika kedua zat itu tidak digantikan, sel-sel tubuh kita lama-
lama akan rusak dan mati.Persoalannya, dari manakah zat natrium dan klorida itu diperoleh? Apakah harus dari
minuman isotonik? Jawabannya, tidak. Menurut Fransiska, makanan yang kita konsumsi sehari-hari sudah cukup
untuk menggantikan natrium dan klorida yang keluar bersama keringat. "Setiap kali masak, kita selalu
menggunakan garam. Itu sudah cukup untuk mengganti garam yang keluar dari tubuh. Bahkan berlebih," papar
Fransiska.Ia mengingatkan, dalam kondisi normal, tubuh orang dewasa hanya memerlukan 2,3 gram natrium per
hari, sedangkan klorida hanya 50-100 mg. Pada anak-anak, kebutuhan dua zat itu lebih sedikit dibandingkan
dengan orang dewasa. Apabila kita memasak tanpa garam, kebutuhan natrium dan klorida juga sudah bisa dipenuhi
dari bahan makanan. Ia mencontohkan, 1 ons daging merah mengandung 70 mg

natrium, sementara setiap 10 ons nasi mengandung 10 mg natrium. Bahan makanan lain, seperti telur,
daging ayam, kacang-kacangan, buah, dan sayur, juga mengandung natrium. "Karena itu, pada kondisi normal, kita
tidak perlu lagi mengganti cairan tubuh dengan isotonik," kata Fransiska.Fransiska mengingatkan, isotonik lebih
cocok dikonsumsi atlet yang menggeluti olahraga berat.Pada atlet olahraga berat, kebutuhan sodium memang lebih
tinggi dari orang biasa, yaitu 5-7 gram per hari. Meski begitu, sebaiknya dihitung lebih dulu apakah natrium dan
klorida yang dibutuhkan atlet bersangkutan sudah cukup didapat dari makanan yang dikonsumsi. Bila masih
kurang, boleh saja ditambah dengan isotonik. Di negara maju, kata Fransiska, ada lembaga yang meneliti dan
menghitung berapa jumlah natrium pada makanan yang dikonsumsi atlet. Hasilnya, menu makanan yang
dihidangkan tiga kali sehari itu sudah mengandung 6 gram natrium. Mengecoh Meski isotonik tidak boleh
dikonsumsi sembarangan, beberapa iklan produk isotonik justru memakai model orang biasa (bukan atlet) sebagai
konsumen isotonik. Minuman isotonik itu juga ditenggak pada kondisi biasa saja, seperti terjebak macet yang tidak
selalu identik dengan keluarnya ion-ion tubuh secara berlebihan. Bahkan disebutkan, tanpa menyebut kondisinya,
isotonik lebih baik dari air biasa. Menurut Fransiska, iklan semacam itu sangat menyesatkan masyarakat.

Produsen boleh saja menarik pembeli dengan iklan yang kreatif, tetapi dalam iklan juga harus dicantumkan
informasi yang jelas, bukan informasi menyesatkan. Produsen seharusnya juga mencantumkan peringatan
minuman itu mengandung garam. Agar konsumen bisa mengambil keputusan terbaik, harus disebutkan pula berapa
jumlah garam yang dibutuhkan manusia per harinya. "Memang produsen akan ribut. Kalau label itu diberlakukan,
produk mereka tidak akan laku.Meski demikian, jangan karena kepentingan ekonomi, kesehatan masyarakat
dipertaruhkan, " kata Fransiska. Jadi, meski kelihatannya menyegarkan, hati-hati bila ingin mengonsumsi
isotonik...
Review Tentang Minuman Isotonik

Apa beda air mineral atau air putih dengan minuman isotonik? Jawabannya, minuman isotonik
mengandung berbagai mineral yang diperlukan tubuh. Sebut saja natrium, kalium, kalsium, magnesium,
karbohidrat, vitamin dan sebagainya. Tak cuma itu. Ada khasiat yang paling khas dari minuman ini,
yakni dapat segera mengganti cairan tubuh yang hilang. Atau dalam bahasa kerennya, mengganti ion atau
elektrolit tubuh.

Cairan tubuh berperan penting dalam metabolisme, di antaranya mengangkut dan menyerap zat-
zat gizi di dalam darah, membantu proses pencernaan dan menjaga suhu tubuh. Mengingat fungsinya,
jangan heran bila tubuh manusia membutuhkan cairan setiap hari untuk mengganti cairan yang keluar
melalui pernapasan, keringat, dan urine. Jika cairan yang keluar tidak segera digan-tikan, lama-kelamaan
tubuh dapat mengalami dehidrasi. Gejala yang muncul antara lain badan lemas, mata berkunang-kunang
hingga konsentrasi menurun. Aktivitas fisik yang terlampau berat juga bisa menyebabkan tubuh
kehilangan banyak cairan yang ditandai dengan gejala mual, lelah, nyeri kepala, muntah, bahkan kejang
otot.

Minuman isotonik dipercaya bukan hanya mampu menggantikan cairan tubuh. Minuman ini juga
konon dapat menyembuhkan demam berdarah dan tifus. Apa benar begitu? Sebenarnya, minuman ini
hanya membantu mempercepat proses pemulihan penderita. Bila si pasien rajin mengonsumsi minuman
isotonik, maka cairan tubuhnya yang hilang akan tergantikan secara efektif. Minuman ini juga baik
dikonsumsi saat mengalami dehidrasi atau diare. Boleh dibilang fungsinya serupa dengan oralit. Tak
cuma itu. Minuman isotonik juga dinilai mujarab dalam proses penyembuhan sariawan.

Meski begitu, bila dikonsumsi dalam kondisi sedang tidak melakukan aktivitas fisik berat yang
sampai mengeluarkan banyak keringat, kandungan ion di dalam minuman ini tak memberikan efek
positif. Pasalnya, dalam keadaan normal atau segar bugar, tubuh tak membutuhkan zat-zat elektrolit
tersebut. Akhirnya, kandungan mineral minuman jenis ini tak terman-faatkan.

Sekadar ilustrasi, dalam bidang farmasi, cairan isotonik umumnya digunakan untuk membuat
larutan infus atau obat suntik. Larutan isotonik dapat dibuat dengan menambahkan garam sampai
kepekatan larutan mencapai sekitar 0,9%. Disebut juga larutan garam fisiologis. Nah, larutan ini
mengandung elektrolit yang diperlukan tubuh sebagai pengganti elektrolit yang hilang. Penggunaannya
dengan cara disuntikkan ke pembuluh darah, bukan diminum agar larutan cepat diserap tubuh.

Apa sajakah komposisi dalam minuman isotonik? Mengapa isotonik tidak dapat dikonsumsi
sembarangan? Isotonik tidak bisa dikonsumsi sembarangan karena minuman ini mengandung garam
natrium (NaCl). Kandungan dalam minuman isotonik adalah elektrolit (Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-),
sedangkan kandungan gula cukup rendah hanya 6%-7% per 100 mL-nya (rata-rata= kurang lebih 26 kkal/
100 mL, kebutuhan orang dewasa = kurang lebih 2.100 kkal/ hari). Gula dalam hal ini dibutuhkan untuk
membantu mempercepat penyerapan elektrolit dan sudah tentu kandungan yang terbanyak adalah air.
Komposisi isotonik 98 persen berupa air. Dua persen lainnya berupa ion Natrium Klorida, Kalium Fosfat,
Magnesium Sitrat, dan Kalsium Laktat. Fungsi ion-ion ini dapat mengganti elektrolit tubuh yang hilang.
Komposisi yang terkandung di dalam minuman isotonik ini sebenarnya sama dengan yang terdapat di
dalam cairan infus. Cairan infus yang digunakan dalam dunia medis sebagai asupan bagi pasien yang
mengalami dehidrasi atau kesulitan mengonsumsi makanan secara oral (melalui mulut). Ide pertamanya
munculnya minuman ini konon juga berasal dari para dokter yang sering melakukan operasi. Pada saat
mereka susah mengambil makanan dan minuman untuk konsumsinya, para dokter dan paramedis ini
sering menggunakan cairan infus sebagai minumannya. Dengan minum cairan tersebut, stamina dan
kebugarannya bisa pulih kembali. Lalu mengapa tidak diproduksi saja cairan infus untuk dikonsumsi
secara luas. Nah, dari situlah akhirnya muncul ide untuk menghasilkan minuman yang komposisinya
sama dengan cairan infus. Namun, karena cairan infus itu tidak enak, akhirnya minuman isotonik tersebut
dimodifikasi dengan berbagai bahan perasa yang membuatnya  enak dan disukai konsumen. Secara
umum minuman isotonik hanya berisi air, gula, garam dan beberapa mineral seperti kalium dan sodium.

Disebut isotonik karena keseim-bangan kepekatan larutan yang masuk sama dengan kepekatan
cairan darah. Mengapa harus seperti itu? Karena bila lebih encer, sel-sel darah malah bakal membengkak.
Sebaliknya, bila kepekatan larutan yang masuk lebih tinggi, sel-sel darah akan mengerut.

Yang jadi masalah, perkara ilmiah tersebut menjadi “kabur” di kalangan awam. Banyak yang
menganggap, dengan mengonsumsi minuman isotonik, seolah-olah penyerapannya dapat berlangsung
lebih cepat dibanding mengonsumsi air bening/putih. Alasannya, air bening akan disimpan lebih dulu di
lambung, sedangkan minuman isotonik langsung menyebar ke seluruh tubuh. Padahal sebenarnya semua
cairan yang masuk melalui mulut tidak bisa langsung masuk ke sel darah, melainkan lebih dulu masuk ke
lambung. Kesimpulannya, kecepatan peresapan minuman isotonik dan air putih ya sama saja.

Minuman isotonik umumnya mengandung vitamin C dan B kompleks. Berikut saya perlihatkan
kandungan vitamin dalam salah satu kemasan produk isotonik.

 Vitamin C : 111 mg
 Vitamin B3 : 6 mg
 Vitamin B5 : 3,2 mg
 Vitamin B6 : 1 mg
 Vitamin B12 : 3 mg

Mengacu pada RDA  bahwa jumlah konsumsi harian yang dianjurkan untuk keempat jenis
vitamin tersebut sebanyak 45 mg (vitamin C) dan kisaran 1,5-3 mg (vitamin B kompleks). Dilihat dari
jumlahnya pun ternyata mencukupi kebutuhan harian kita akan vitamin tersebut kan. Jadi minuman
isotonik terbukti sama fungsinya dengan suplemen vitamin?

Setelah ditelusuri lebih jauh ternyata kedua produk tersebut tidak bisa dianggap sama meski sama-
sama mengandung vitamin dalam jumlah sesuai kebutuhan tubuh. Perbedaannya adalah fungsi utama
minuman isotonik adalah sebagai pengganti cairan tubuh. Namanya saja sudah “iso” yang berarti sama
dan “tonik” yang berati cairan. Oleh karena itu, cairan isotonik sudah pasti mengandung natrium dan
klorida (ingat kalau NaCL atau Natrium klorida itu adalah garam) sehingga bila minuman isotonik
dikonsumsi sehari-hari maka kadar garam dalam tubuh akan meningkat. Pengaruh meningkatnya kadar
garam hingga level tertentu bisa berbahaya lho akibatnya.

Hati-hati terhadap minuman isotonik. Tidak menutup kemungkinan minuman tersebut


mengandung bahan pengawet Penelitian Kombet yang disupervisi oleh Lembaga Penelitian Pendidikan
dan Penerangan (LP3ES) Jakarta dilakukan di tiga laboratorium. Yakni di Sucofindo Jakarta, M-Brio
Bogor, dan Bio-Formaka Bogor. Ada dua zat pengawet yang dicari dalam minuman kemasan, yakni
natrium benzoate dan kalium sorbat. Riset tersebut dilakukan 17 Oktober hingga 3 November 2006.
Pemakaian bahan pengawet tersebut dikarenakan perusahaan ingin mengambil untung yaitu dengan cara
menambahkan bahan pengawet. Kebanyakan perusahaan enggan mencantumkan kandungan pengawet
dalam kemasan yang terdapat dalam minuman isotonik. Padahal zat pengawet yang ada dalam minuman
kemasan itu sangat berbahaya. Pengawet merupakan bahan yang ditambahkan untuk mencegah atau
menghambat terjadinya kerusakan atau pembusukan minuman atau makanan. Dengan penambahan
pengawet tersebut, produk minuman diharapkan terpelihara kesegarannya. Akan tetapi penggunaannya
tentu harus mengikuti takaran yang dibenarkan. Lantaran itu masyarakat perlu memahami label yang
tertera pada kemasan. Sayangnya, pada label kemasan produk banyak tidak dicantuman atau dijelaskan
tentang komposisi bahan pengawet yang digunakan. Kalaupun dicantumkan, penjelasan biasanya ditulis
dengan huruf yang sangat kecil sehingga sulit dibaca atau menggunakan bahasa asing sehingga tak
mudah dipahami konsumen. Ada tiga kelompok produk yang beredar di pasaran. Pertama, produk yang
tidak menggunakan bahan pengawet. Kedua, produk yang menggunakan bahan pengawet dan
mencantumkannya pada label. Ketiga, menggunakan bahan pengawet tapi tak mencantumkan pada
kemasan. Padahal pencantuman komposisi kandungan bahan pada kemasan produk amatlah penting
untuk diketahui. Dampak dari bahan pengawet tentu akan berakibat fatal bagi tubuh. Salah satunya bisa
menyebabkan penyakit sistemik lupus ery-the-matosus (SLE), penyakit yang menyerang sistem
kekebalan tubuh. Dampak lain dari bahan pengawet minuman dalam kemasan adalah kanker. Dalam
sebuah literatur disebutkan bahwa bila dikonsumsi secara berlebihan, dapat timbul efek samping berupa
edema (bengkak) yang dapat terjadi karena retensi atau tertahannya cairan di dalam tubuh. Bisa juga
naiknya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma lantaran pengikatan air oleh natrium.

You might also like