You are on page 1of 21

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS BAHAN MAKANAN

PERCOBAAN 5
(DAGING)

NAMA : SRI HARDIYANTI


NIM : K 211 08 105
KELOMPOK : 1 (SATU)
TGL PERCOBAAN : 19 NOVEMBER 2009
ASISTEN : BOHARI

LABORATORIUM TERPADU
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Daging adalah salah satu komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein dimana protein daging
mengandung susunan asam amino yang lengkap1.
Istilah daging umumnya dibedakan dari karkas. Perbedaan pengertian
daging dengan karkas terletak pada kandungan tulangnya. Daging biasanya sudah
tidak mengandung tulang, sedangkan karkas adalah daging yang belum
dipisahkan dai tulang/kerangkanya1.
Pada umumnya daging kuda, sapi dan kerbau mulutnya sama. Daging
kuda warnanya lebih tua daripada daging sapi. Seratnya agak kasar, baunya
seperti biji kemiri. Daging kerbau lebih kasar seratnya daripada daging sapi,
warnanya hamper sama dengan daging sapi dan baunya lebih keras2.
Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan-
bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan-bahan yang mengandung
nitrogen, mineral, gram, dan abu. Lebih kurang 20% dari semua bahan padat
dalam daging adalah protein2.
Protein daging terdiri dari protein sederhana dan dan protein terkonyugasi
dengan radikal non protein. Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam
tiga kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, protein jaringan ikat.
Protein sarkoplasma adalah protein larut air, (water soluble protein) karena
umumnya dapat terekstrask oleh air dan laruran garam encer. Protein miofibril
terdiri dari aktin dan myosin, serta sejumlah kecil troponin, tropomiosin, dan
aktinin. Protein ini memiliki sifat larut dalam garam (salt soluble protein). Protein
jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri dari protein
kalogen, elastin, dan retikulin1.
Keempukan merupakan faktor penting daging sebagai bahan pangan
disamping faktor rasa dan aroma. Ketiga faktor ini tergolong sifat sensori yang
sering ditentukan secara subyektif. Meskipun demikian, keempukan daging juga
dapat ditentukan secara obyektif. WHC (Water Holding Capacity) atau daya
menahan air bebas. Sifat ini sangat penting dalam pembuatan produk emulsi
daging, seperti sosis dan baso. Dalam pembuatan produk tersebut diperlukan
WHC tinggi. WHC merupakan faktor penting dalam pembentukan gel1.
Berdasarkan penjelasan di atas, untuk lebih mengetahui keempukan dan
tekstur serta kesegaran daging, maka dilakukanlah percobaan ini.

I.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan praktikum ini adalah :
1. Mengetahui keempukan dan tekstur daging.
2. Mengetahui kesegaran daging.
3. Mengetahui komposisi zat gizi daging.
4. Mengetahui hasil olahan daging.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Manusia membutuhkan bahan makanan untuk kelangsungan hidupnya.


Dalam prioritas kebutuhan, makanan bergizi merupakan kebutuhan pokok.
Makanan yang dikonsumsi memiliki kandungan nutrisi yang berbeda tergantung
dari asal makanan tersebut. Bahan makanan yang berasal dari hewan biasanya
lebih banyak mengandung protein. Bahan makanan sumber protein yang lazim
adalah daging dan telur3.
Daging merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang kaya akan
protein, zat besi dan beberapa vitamin penting terutama vitamin B. Selain nilai
gizinya, masyarakat menilai daging tersebut dari sifat-sifatnya seperti keempukan,
rasa, aroma, warna dan sari minyaknya4.
Daging merupakan sumber protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan
kalsium. Komponen nutrisi tertinggi dalam daging adalah protein. Protein daging
tersusun atas asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Asam amino yang
dibutuhkan tubuh terdiri dari asam amino esensial dan asam amino non-esensial.
Selain protein, kandungan lain dalam daging adalah mineral, terutama kalium dan
fosfor3.
Komposisi daging berbeda-beda tergantung dari jenis hewan, umur, jenis
kelamin dan bagian mana daging diambil. Dalam daging juga mengandung
mineral-mineral seperti kalsium, magnesium, kalium, natrium, fosfor, khlor, besi,
belerang, tembaga dan mangan. Vitamin yang terdapat dalam daging terutama
vitamin B, vitamin A, D, E, K selain itu juga mengandung pigmen pemberi warna
merah (mioglobin)2.
Warna merah daging merupakan refleksi dari pigmen mioglobin.
Mioglobin merupakan protein kompleks yang berfungsi membawa oksigen untuk
sel. Kandungan mioglobin pada jaringan bergantung pada aktifitas jaringan,
efisiensi darah membawa oksigen, umur serta jenis hewan. Kadar mioglobin
daging sapi muda (veal) 1-3 mg/gr, daging dewasa 4-10 mg/gr dan lebih dari 6-20
mg/gr untuk daging sapi tua1.
Selain mioglobin, terdapat pigmen lain pada daging yaitu sitokrom
(merah), vitamin B12 dan flavin (kuning). Pigmen-pigmen ini mempunyai
pengaruh yang kecil terhadap warna daging keseluruhan1.
Pelunturan warna dapat disebabkan oleh perubahan atau destruksi pigemn
daging. Mioglobin dapat dioksidasi menjadi metmioglobin yang cokelat; dapat
bercampur dengan H2S, yang diproduksi oleh bakteri. Ragi, tumbuh pada
permukaan lemak daging sapi dinging yang dikemas secara vakum, diketahui
dapat menyebabkan terbentuknya bintik-bintik cokelat setelah 6 minggu disimpan
pada temperatut 0oC, karena bekerjanya pada haem. Pelunturan warna dapat pula
disebabkan oleh elaborasi pigmen-pigmen asing dari Pseudomonas, pigmen-
pigmen berwarna merah merah muda (jambon) dari berbagai tipe mikrokokus,
sarkinae dan ragi, dan warna merah oleh B. prodigiousus. Fungi/moulds dari
genera Cladosprorium, Sporototrimo dan Penicillum masing-masing
menghasilkan warna hitam, putih dan biru kehijauan. Pelunturan warna hitam atau
merah dapat dibentuk dalam daging yang digarami dan produk daging oleh
halofilik Pseudomonas tertentu. Warna hijau, biru dan perak luminesens
(memantulkan cahaya) di permukaan disebabkan oleh aktivitas bakteri yang tidak
berbahaya yang termasuk dalam banyak genera-fenomena ini sudah diketahui
sejak zaman kuno5.
Dari semua gambaran kualitas makanan, tekstur dan keempukan
mempunyai tingkatan yang paling penting (dewasa ini) oleh konsumen rata-rata
dan rupanya dicari walau mengorbankan cita rasa/flavor atau warna. Walaupun
demikian paling sukar untuk didefinisikan apa yang dimaksud dengan istilah-
istilah tersebut5.
Menurut Hammond (1932a), tekstur kalau dengan mata adalah suatu
fungsi ukuran dari berkas-berkas serat ke dalam fungsi ukuran dari berkas-berkas
serat ke dalam mana septa perimisium dari tenunan pengikat membagi-bagi urat
daging secara longitudinal. Urat-urat daging yang disusun (alamiah) dengan pola
serat kasar umumnya mempunyai tingkat pertumbuhan pascalahir paling besar
seperti semimembranosus, mempunyai berkas besar; urat-urat daging yang
disusun (alamiah) dengan pola serat halus (seperti semitendinosus) mempunyai
berkas kecil. Ukuran berkas tidak hanya ditentukan oleh jumlah serat, tetapi juga
oleh ukuran serat. Ukuran kasar suatu tekstur akan meningkat bersama dengan
umur; tetapi dalam urat daging yang mempunyai serat-serat kecil tidak begitu
jelas kelihatan dibanding dengan yang mempunyai serat-serat relative besar. Pada
umumnya, sifat kasar dari tekstur akan lebih besar pada hewan-hewan jantan
disbanding betina, hewan-hewan yang berkerangka besar (disbanding dengan
yang berkerangka kecil); bangsa juga turut mempengaruhi5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keempukan daging antara lain
jenis/galur dan umur ternak, jenis daging, perlakuan yang diberikan (pemanasan,
pemberian enzim) dan kondisi daging (prerigor, rigor, mortis, dan pasca rigor).
Daging yang dihasilkan dari ternak tua biasanya cenderung keras (tidak empuk).
Daging bagian perut/pinggang lebih empuk dibandingkan daging bagian leher.
Pemberian enzim proteolitik atau pemanasan dapat mengempukkan daging.
Daging yang berada pada fase rigor mortis lebih keras dibandingkan pre tigor atau
pasca tigor1.
Ciri-ciri daging yang baik dan segar antara lain4:
1. Daging mempunyai warna yang segar, tidak pucat atau (terkadang ada
pula) yang tampak agak mengkilat.
2. Keadaan dagingnya masih kenyal, tidak kaku. Apabila dipegang, tidak
lekat di tangan dan masih terasa agak basah-basah.
3. Sebaiknya tidak mengambil daging yang berwarna ungu kebiru-biruan,
apalagi kehitam-hitaman. Daging yang berwarna seperti itu merupakan daging
yang sudah disimpan atau dibekukan terlalu lama.
4. Walaupun warna dagingnya masih merah, tetapi kalau dipegang terasa
berlendir itu tandanya daging sudah busuk.
5. Aroma daging yang masih baik : tidak berbau basi, tidak berbau asam,
apalagi berbau busuk.
Bau busuk dibentuk terutama oleh organism anaerob dengan jalan
dekomposisi protein dan asam amino (menghasilkan indole, metilamine dan H2S)
dan bau asam dengan jalan dekomposisi gula-gula dan molekul-molekul kecil
lainnya. Pertumbuhan organisme anaerob ada hubungannya dengan dekomposisi
yang lebih ofensif daripada yang aerob. Ada beberapa sebabnya sebagai contoh,
rendahnya produksi energi dalam proses anaerob dibanding dengan yang aerob
menyebabkan perlunya anaerob lebih banyak memecah materi daripada dalam
kondisi aerob untuk tingkat pembiakan tertentu5.
Daging ayam segar memiliki warna putih keabuan, cerah, tidak ada
memar, atau tidak berwarna gelap. Warna kulit ayam biasanya putih kekuningan
dan bersih. Jika kita menyentuhnya, daging terasa lembap, tetapi tidak lengket.
Ciri lain yang bisa dideteksi adalah aromanya. Daging ayam segar aromanya tidak
menyengat, tidak berbau manis, dan tidak busuk3.
Sifat, kisaran dan sekuensi perubahan dalam daging disebabkan oleh
aktivitas biokimia yang disebabkan oleh invasi spesies organisme tunggal dapat
diambil contoh Cl. Welchii yang anaerob (Gale, 1947; Wilson dan Miles, 1955):
pertama, daging menjadi banyak mengandung air karena organisme mengekskresi
kolagenase yang menghidrolisis tenunan pengikat antara berkas-berkas serabut,
menyebabkannya terdisintegrasi. Hal ini diikuti oleh produksi gas. Asam-asam
amino yang bebas diserang oleh deaminase dengan produksi hydrogen,
karbondioksida dengan amonia; dan glikogen, kalau ada, difermentasi menjadi
asetat dan butirat. Aktivitas ini menyebabkan bau busuk dan rasa yang tidak
enak5.
Selanjutnya, disamping semua aktivitas yang relatif tidak berbahaya bagi
konsumen tersebut, Cl. Welchii menghasilkan toksin dalam daging. Kalau racun
tersebut ditelan, akan menyebabkan berbagai aktivitas biologis termasuk
haemolisis darah dan destruksi sel-sel jaringan dan dalam keadaan infeksi yang
parah, dapat menyebabkan kematian. Akan tetapi perubahan-perubahan yang
disebabkan oleh individu organisme dan gejala pembusukan yang disebabkannya
biasanya lebih terbatas cakupannya5.
WHC (Water Holding Capacity) atau daya menahan daya air menunjukkan
kemampuan daging untuk mengikat air bebas. Sifat ini sangat penting dalam
pembuatan produksi emulsi daging, seperti sosis dan baso. Dalam pembuatan
produk tersebut diperlukan WHC tinggi. WHC merupakan faktor penting dalam
pembentukan gel1.
Nilai WHC daging menurun dengan menurunnya pH. Hal ini disebabkan
karena protein rusak dalam suasana asam. Daging pre-tigor mempunyai nilai
WHC lebih tinggi dibandingkan daging rigor-mortis atau pasca-rigor. Selama
proses pelayuan (daging), pH daging menurun sehingga WHC juga menurun1.
Secara implisit, mikroorganisme pembusuk daging dapat memperoleh
kebutuhan dasarnya dari daging tersebut untuk tumbuh sumber-sumber karbon,
nitrogen, vitamin-vitamin bakteri dan lain-lain walau tingkat ketersediaan zat-zat
makanan tersebut akan bervariasi. Temperatur yang baik, ketersediaan air,
tekanan osmose, pH, potensial oksidasi reduksi dan atmosfer juga esensial; tetapi
faktor-faktor tersebut saling kerkaitan dan pentingnya bagi setiap individu dapat
bervariasi dalam kondisi tertentu yang sedang dihadapi. Beberapa faktor lain yang
kurang mendasar juga dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri, termasuk
radiasi akibat ionisasi, walau pengaruhnya akan lebih logis dibahas dalam
pencegahan profilaksis dan beberapa penyebab yang belum terindetekfikasi5.
Telah dilaporkan bahwa penggunaan tekanan yang sangat tinggi terhadap
bahan makanan dapat memperlambat pembusukan. Dapat dimulai dengan
germinasi spora bakteri atau menonaktifan bentuk-bentuk germinasi, tetapi tidak
ada aplikasi yang segera dapat dipertimbangkan dari hasil pengamatan ini5.
Kuring pada mulanya dimasukkan sebagai penggaraman daging dengan
tujuan pengawetan. Perkembangan selanjutnya memungkinkan digunakan bahan-
bahan tambahan selain garam dapur yaitu sendawa (garam nitrat) gula dan bahan
lain sebagai pengawet dan penyedap. Dengan berkembangnya teknologi
pendinginan, maka peranan kuring untuk tujuan pengawetan menjadi berkurang.
Faktor cita rasa dan warna menjadi pertimbangan yang lebih penting daripada
pengawetan1.
Kuring daging merupakan pengolahan dasar dalam pembuatan berbagai
bentuk olahan daging, seperti korned, daging asap dan lain-lain. Daging yang
dikuring mempunyai warna merah cerah stabil. Hal ini disebabkan karena
terbentuknya pigmen mioglobin daging dengan nitrat oksida (NO). Sebagai
sumber NO dapat digunakan nitrat, nitrit, atau campuran keduanya1.
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pisau, cawan
petri, kertas saring, timbangan, dan tabung reaksi.

III.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah daging sapi,
sosis, reagent Eber (1 bagian HCl pekat, 3 bagian alkohol 90%, 1 bagian ether),
dan larutan Pb asetat.

III.3 Prosedur Percobaan


III.3.1 Keempukan dan Tekstur Daging

Dilihat apakah lengket atau


Daging dipijit tidak serta elastik atau tidak

III.3.2 Kesegaran Daging


III.3.2.1 Uji H2S

Potong daging Taruh dalam Tutup dengan


sebesar kacang cawan petri kertas saring
tanah

Tunggu kira-kira 3-5 menit dan Tutup cawan


perhatikan terbentuknya petri dan biarkan
warna coklat pada bekas sedikit terbuka
tetesan Pb asetat
III.3.2.2 Uji Eber

Daging dipotong sebesar


kacang tanah, kemudian
tusukkan pada ujung lidi

Masukkan ke dalam
tabung reaksi
Masukkan 3-5 ml
dengan hati-hati
reagent eber
jangan sampai
kedalam tabung
menyentuh dinding
reaksi
tabung

Perhatikan terbentuknya
gelembung warna putih

Adanya gelembung warna putih


menandakan adanya gas NH3
dari hasil pembusukkan

III.3.3 Komposisi Zat Gizi

Ditimbang daging secara kasar

Dianalisis zat gizinya dalam 100 gram


berdasarkan konversi DKBM
III.3.4 Pengenalan Hasil Olahan Daging

Dilakukan pengamatan organoleptik pada masing-masing hasil


olahan (bentuk, kemasan warna, tekstur, bau, rasa dan merk)

Ditentukan mutu hasil olahan daging


berdasarkan tanda-tanda kesegaran yang dinilai
dari organoleptik

Dianalisis zat gizinya dalam 100 gram


berdasarkan konversi DKBM
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan


IV. 1.1 Tabel
IV.1.1.1 Keempukan dan Tekstur Daging
Pengamatan Secara Subyektif
Jenis Daging Hasil Pengamatan
Daging sapi Tidak elastis

IV.1.1.2 Kesegaran Daging


a. Uji H2S
Jenis Daging Hasil Pengamatan
Daging sapi Terbentuk warna coklat

b. Uji eber
Jenis Daging Hasil Pengamatan
Daging sapi Ada sedikit gelembung warna putih

IV.1.1.3 Komposisi Zat Gizi


Komposisi Nilai
Retinol 0,00362 gr
Tiamin 0,00003 gr
Riboflavin 0,00012 gr
Niasin 0,00179 gr
Energi 82,4274 kkal
Air 26,812 gr
Protein 7,4861 gr
Lemak 5,5748 gr
Karbohidrat 0 gr
Abu 0,4778 gr
Kalsium 0,00438 gr
Fosfor 0,06769 gr
Besi 0,00111 gr

IV.1.14 Hasil Olahan Daging


Pengamatan Bakso Sosis
Bentuk Bulat Bulat panjang (silinder)
Kemasan Utuh (kedap udara) Utuh
Warna Krem Krem
Tekstur Bulat, kasar Halus, lembut, kenyal
Bau Daging Lebih tajam (bau bunbu)
Rasa Agak asin Lebih asin
Merk Vigo Sozzis So Good

IV.1.2 Perhitungan
IV.1.2.1 Komposisi Zat Gizi Daging
39,82 9,1
a. Retinol = X = 0,00362 gr
100 1000
39,82 0,08
b. Tiamin = X = 0,00003 gr
100 1000
39,82 0,31
c. Riboflavin = X = 0,00012 gr
100 1000
39,82 4,5
d. Niasin = X = 0,00179 gr
100 1000
39,82
e. Energi = X 207 kkal=82,4274 kkal
100
39,82
f. Air = X 66 gr = 26,2812 gr
100
39,82
g. Protein = X 18,8 gr = 7,481 gr
100
39,82
h. Lemak = X 14 gr = 5,5748 gr
100
39,82
i. Karbohidrat = X0 = 0 gr
100
39,82
j. Abu = X 1,2 gr = 0,4778 gr
100
39,82 11
k. Kalsium = X = 0,00438 gr
100 1000
39,82 170
l. Fosfor = X = 0,06769 gr
100 1000
39,82 2,8
m. Besi = X = 0,00111 gr
100 1000
IV.1.2.2Kandungan zat gizi hasil olahan daging
1. Sosis (26,87 gr)
26,87
a. Karbohidrat = X 2,3 gr = 0,618 gr
100
26,87
b. Mineral = X 37,6 gr = 10,103 gr
100
26,87
c. Lemak = X 42,3 gr = 11,36 gr
100
26,87
d. Protein = X 14,5 gr = 3,896 gr
100
26,78
e. Energi = X 452 kkal = 121,452 kkal
100
26,87 28
f. Kalsium = X = 0,00752 gr
100 1000
26,78 61
g. Fosfor = X = 0,1639 gr
100 1000
39,82 2,8
h. Besi = X = 0,00295 gr
100 1000
2. Bakso ( 6,75 gr)
6,75
a. Energi = X 8,3 kkal = 0,560 kkal
100
6,75
b. Lemak = X 0,5 gr = 0,033 gr
100
6,75
c. Protein = X 0,6 gr = 0,040 gr
100
6,75
d. Karbohidrat = X 0,4 gr = 0,027 gr
100
6,75
e. Vitamin A = X 2,3 gr = 0,155 gr
100
IV.1.3 Gambar
IV.1.3.1 Keempukan dan Tekstur Daging

IV.1.3.2 Kesegaran Daging

Uji H2S uji Eber


IV.1.3.3 Komposisi Zat Gizi

Ditimbang untuk dihitung


komposisi tiap 100 gramnya

IV.1.3.4 Pengenalah Hasil Olahan Daging


Hasil olahan daging
IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini yang dilakukan untuk mengetahui keempukan dan
tekstur daging, mengetahui kesegaran daging, mengetahui komposisi zat gizi
daging dan mengetahui hasil olahan daging.
Keempukan merupakan faktor penting daging sebagai bahan pangan
disamping faktor rasa dan aroma. Ketiga faktor ini tergolong sifat sensori yang
sering ditentukan secara subyektif. Meskipun demikian keempukan daging juga
dapat ditentukan secara obyektif.
Pada percobaan yang telah dilakukan daging yang telah diamati secara
subyektif menunjukkan data bahwa daging tidak elastis. Berdasarkan teori faktor-
faktor yang mempengaruhi keempukan daging antara lain jenis/galur, dan umur
ternak, jenis daging, perlakuan yang diberikan (pemanasan, pemberian enzim) dan
kondisi daging (perigor, rigor mortis dan pasca rigor). Daging yang dihasilkan
dari ternak tua biasanya cenderung keras (tidak empuk). Daging bagian
perut/pinggang lebih empuk bila dibandingkan daging bagian leher. Hal ini berarti
daging yang diamati berasal dari daging ternak tua.
Setiap jenis daging memiliki sifat dan tekstur yang berbeda-beda. Sebab
itu, sudah seharusnya kita berhati-hati dan berusaha memilih daging yang baik.
Misalnya, daging sapi dan daging kerbau: dari warna dan tekstur dagingnya,
daging sapi berwarna merah segar dan seratnya halus, lemaknya berwarna agak
kuning, dan dagingnya kenyal, elastis, tapi tidak kaku. Sedangkan daging kerbau,
dagingnya berwarna merah tua, seratnya lebih kasar daripada daging sapi. Lemak
daging kerbau berwarna kuning juga keras.
Menurut Hammond (1932a), tekstur kalau dengan mata adalah suatu
fungsi ukuran dari berkas-berkas serat ke dalam mana septa perimisium dari
tenunan pengikat membagi-bagi urat daging secara longitudinal. Urat-urat daging
yang disusun (alamiah) dengan pola serat kasar, umumnya mempunyai tingkat
pertumbuhan pascalahir yang besar, seperti semimembranosus, mempunyai berkas
besar, urat-urat daging yang disusun alamiah dengan pola serat halus mempunyai
berkas kecil.
Ukuran berkas tidak hanya ditentukan oleh jumlah serat, tetapi juga oleh
ukuran serat. Ukuran kasar suatu tekstur akan meningkat bersama dengan umur,
tetapi dalam urat daging yang mempunyai serat-serat kecil tidak begitu jelas
kelihatan disbanding dengan serat-serat relative besar. Pada umumnya sifat kasar
dari tekstur akan lebih besar pada hewan-hewan jantan disbanding dengan betina,
hewan-hewan yang berkerangka besar (disbanding dengan yang berkerangka
kecil).
Kesegaran daging diamati dengan melakukan uji H 2S dengan uji eber
pada daging. Pada uji H2S yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa terlihat
adanya warna cokelat pada kertas saring yang telah ditetesi Pb Asetat yang
menandakan bahwa daging tersebut tidak segar. Dan pada uji eber hasilnya ada
sedikit gelembung putih yang menandakan adanya tanda-tanda pembusukan atu
daging sudah tidak segar atau sudah mulai membusuk.
Secara implisit, mikroorganisme pembusuk daging dapat memperoleh
kebutuhan dasarnya dari daging tersebut untuk tumbuh sumber-sumber karbon,
nitrogen, vitamin-vitamin, bakteri dan lain-lain. Walau tingkat ketersediaan zat-
zat makanan tersebut akan bervariasi. Temperatur yang baik, ketersediaan air,
tekanan osmese, pH, potensial oksidasi reduksi dan atmosfer juga esensial, tetapi
faktor-faktor tersebut saling berkaitan dan pentingnya bagi setiap individu dapat
bervariasi dalam kondisi tertentu yang sedang dihadapai. Beberapa faktor lain
yang relatif kurang mendasar juga dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri,
termasuk radiasi akibat ionisasi, walau pengaruhnya akan lebih logis dibahas
dalam pencegahan profilaksis dan beberapa penyebab yang belum teridentifikasi.
Bau busuk dibentuk terutama oleh organisme anaerob dengan
jalan dekomposisi protein dan asam amino (menghasilkan indole, metilamine dan
H2S). dan bau asam dengan jalan dekomposisi gula-gula dan molekul-molekul
kecil lainnya (Haines, 1937). Hal demikian dapat dijumpai di bagian interior
dari ham yang preparasinya kurang baik; organisme yang bertanggung jawab
dalam hal ini adalah B. putrifaciens (McBryde, 1911); dapat disebabkan oleh
berbgai bakterimbentuk batang garam positif pada karkas sapi pedaging yang
kurang dingin. Pertumbuhan mikroorganisme anaerob ada hubungannya dengan
dekomposisi yang lebih ofensif dari pada yang aerob. Ada beberapa sebabnya
(Haines, 1937). Sebagai contoh, rendahnya produksi energi dalam proses anaerob
dibanding dengan yang aerob meyebabkan perlunya anaerob lebih banyak
memecah materi dari pada dalam kondisi aerob untuk tingkat pembiakan tertentu.
Daging merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang kaya akan
protein, zat besi dan beberapa vitamin penting terutama vitamin B. Selain nilai
gizinya, masyarakat menilai daging tersebut dari sifat-sifatnya seperti keempukan,
rasa, aroma, warna dan sari minyaknya.
Komposisi daging berbeda-beda tergantung dari jenis hewan, umur, jenis
kelamin dan bagaimana daging diambil. Dalam daging juga mengandung mineral-
mineral seperti kalsium, magnesium, kalium, natrium, fosfor, khlor, besi,
belerang, tembaga dan mangan. Vitamin yang terdapat dalam daging terutama
vitamin B, vitamin A, D, E, K selain itu juga mengandung pigmen pemberi warna
merah (mioglobin).
Pada hasil percobaan yang telah dilakukan pada pengamatan komposisi zat
gizi pada daging, diperoleh data bahwa daging mengandung beberapa vitamin
yaitu, retinol yang berfungsi untuk penglihatan,diferensiasi sel, fungsi kekebalan,
pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegah kanker dan penyakit
jantung. Tiamin diperlukan untuk berfungsinya sistem syaraf (terdapat di dalam
jaringan syaraf), yaitu transmisi infuls syaraf dan pengaturan aktifitas enzim,
riboflafin berfungsi sebagai koenzim dalam bentuk FMN (Flavin
Mononukleotida, riboflavin monofosfat) dan FAD (Flavin Adenine Dinukleotida),
yang berguna sebagai penerima dan transfer hidrogen (elektron pada metabolism
pada pelepasan energi dari karbohidrat dan lemak, selain itu riboflavin juga
diperlukan dalam konversi triptofan menjadi niasin, dan niasin sebagai koenzim
NAD dan NADP (NADH dan NADPH dalam bentuk reduksinya), diperlukan
pada reaksi oksidasi reduksi pada glikolisis, metabolism protein, asam lemak,
pernafasan sel, dan detoksifikasi di mana peranannya menenrima dan melepas
atom hydrogen. Selain itu daging memiliki kandungan protein, dan lemak
sehingga dapat dijadikan sumber energi dan protein utama. Selain itu, pada hasil
komposisi zat gizi daging juga terkandung abu, dan beberapa mineral seperti
kalsium, fosfor, dan besi.
Daging dapat diolah menjadi makanan jadi atau setengah jadi seperti
bakso dan sosis. Pada pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bentuk
dari bakso yang bermerk Vigo yaitu berbentuk bulat, kemasannya masih utuh
(kedap udara), warnanya krem, teksturnya bulat dan kasar dan berbau daging dan
rasanya agak asin (daging tidak terasa). Sedangkan pada sosis yang bermerk
sozzis so good bentuknya bulat panjang (silinder) kemasannya masih utuh,
warnanya krem, teksturnya halus, lembut, dan kenyal, baunya lebih tanjam (bau
bumbu), dan rasanya lebih asin. Berdasarkan pengamatan organoleptik tersebut
bakso dan sosis yang telah diamati dapat dikatakan segar.
Pada pengamatan komposisi zat gizi pada bakso, diperoleh data bahwa
bakso memiliki kandungan gizi seperti, lemak, protein, karbohidrat, vitamin A
dan energi. Sedangkan sosis mengandung karbohidrat, mineral, protein, energi,
kalsium, fosfor, besi dan lemak.
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada percobaan ini adalah :
1. Daging yang diamati tidak empuk lagi, dimungkinkan karena daging tersebut
sudah tua.
2. Berdasarkan hasil uji H2S dan uji eber, daging tersebut sudah tidak segar lagi
karena terbentuknya warna coklat pada kertas saring yang telah ditetesi Pb
Asetat dan terbentuknya gelembung putih yang menunjukkan adanya gas NH3
yang menandakan daging mulai membusuk.
3. Pada hasil komposisi zat gizi daging merupakan sumber protein yang tinggi
dan juga mengandung beberapa vitamin, lemak dan mineral
4. Daging dapat diolah menjadi bahan makanan jadi atau setengah jadi seperti
bakso dan sosis.

V.2 Saran
Adapun saran dalam percobaan ini adalah :
1. Untuk laboratorium, ruangannya sudah sangat bersih dan rapi. Tapi,
kendalanya ruangan itu agak sempit sehingga barang – barang di dalamnya
ditata agak bertumpuk. Jadi, sebaiknya dibuat lebih luas lagi agar kegiatan
praktikum dapat dilaksanakan dengan baik.
2. Untuk Asisten, sebaiknya lebih banyak lagi memberikan arahan kepada
praktikan dan memandu praktikan dalam melakukan percobaan agar praktikum
berjalan optimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Muchtadi, T. Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan


Bahan Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor.

2. Sirajuddin, Saifuddin dan Zakaria. 2009. Pedoman Praktikum Analisis Bahan


Makanan. Universitas Hasanuddin: Makassar.

3. Komariah, Surajudin, Purnomo Dwi.. 2006. Aneka Olahan Daging Sapi.


Agromedia: Tangerang.

4. Cecep Hidayat. 2008. Daging yang Baik dan Sehat. http://m.detik.com.


Diakses pada tanggal 18 November 2009.

5. Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. UI-Press: Jakarta.

You might also like