Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
MAFTUKHAH (J 410080025)
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
berkat dan rahmat-NYA penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah
Dasar Pemberatasan Penyakit dengan tema’’Pemberantasan Penyakit melalui Udara”
Makalah ini penulis susun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar
Pemberantasan Penyakit. Makalah ini kami susun sedemikian rupa sehingga agar dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semuan khususnya bagi mahasiswa dan masyarakat pada
umumnya.
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini.Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan dalam
penyusulan makalah ini.Serta tak lupa kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
sekitarnya dapat membangun.Terima kasih
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia,
menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta
orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25%
dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan
95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi
HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena
TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO).
WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit TB pada tahun 1993
karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB.
Penyakit TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di
seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah
kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit
(morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta
orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal
jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.Hasil
survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa
Tuberkulosis / TBC merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan
pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO
Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita
Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate
kira-kira 130 per 100.000 penduduk.
B. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui cara pemberantasan penyakit melalui udara
b. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penggulangan penyakit TBC.
c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dari upaya pemberantasan TBC
BAB II
ISI
B. Penyebab Penyakit
Tubercolosis Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk
dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M.
tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa
kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering
dijumpai.
C. Cara Penularan
D. Pencegahan Penyakit
1). Temukan semua penderita TB dan berikan segera pengobatan yang tepat.
Sediakan fasilitas untuk penemuan dan pengobatan penderita.
2). Sediakan fasilitas medis yang memadai seperti laboratorium dan alat rontgen agar
dapat melakukan diagnosa dini terhadap penderita, kontak dan tersangka. Sediakan
juga fasilitas pengobatan terhadap penderita dan mereka dengan risiko tinggi
terinfeksi; sediakan fasilitas tempat tidur untuk mereka yang perlu mendapatkan
perawatan. Di daerah dengan indensi penyakit yang tinggi pemeriksaan spuntum baik
langsung secara mikroskopis maupun dengan kultur jika memungkinkan segera
dilakukan terhadap penderita yang datang memeriksakan diri di fasilitas kesehatan
karena adanya keluhan sakit didada. Biasanya hasil pemeriksaannya mempunyai nilai
diagnosis yang tinggi.
3). Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-ara penularan dan cara-cara
pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.
6). Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup
efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis.
E. Cara Pemberantasan
1). Hal yang paling utama adalah penyuluhan, tanpa dengan penyuluhan diberbagai
wilayah sehingga penderita penyakit akan memeriksakan diri secara sadar ke
puskesmas/ rumah sakit. Dan tanpa penyuluhan, orang tidak akan memahami seluk-
beluk penyakit dan cara pencegahan serta pengobatannya sehingga akan menghambat
upaya penaggulangan tbc. penyuluhan tersebut tidak perlu mengumpulkan banyak
orang, tetapi bisa dilakukan dengan menyebarkan brosur/ selebaran, bisa juga melalui
media cetak dan elektronik.
2). Laporkan segera kepada instansi kesehatan setempat jika ditemukan penderita TB
atau yang diduga menderita TB. Penyakit TB wajib dilaporkan di AS dan hampir di
semua negara di dunia kelas 2A (lihat tentang pelaporan penyakit menular). Penderita
TB perlu dilaporkan jika hasil pemeriksaan bakteriologis hasilnya positif atau tes
tuberkulinnya positif atau didasarkan pada gambaran klinis dan foto rontgen.
Departemen Kesehatan mempertahankan sistem pencatatan dan pelaporan yang ada
bagi penderita yang membutuhkan pengobatan dan aktif dalam kegiatan perencanaan
dan monitoring pengobatan.
3). Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan
dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum biasanya
terjadi dalam 4 – 8 minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit hanya
dilakukan terhadap penderita berat dan bagi penderita yang secara medis dan secara
sosial tidak bisa dirawat di rumah. Penderita TB paru dewasa dengan BTA positif
pada sputumnya harus ditempatkan dalam ruangan khusus dengan ventilasi
bertekanan negatif. Penderita diberitahu agar menutup mulut dan hidung setiap saat
batuk dan bersin. Orang yang memasuki ruang perawatan penderita hendaknya
mengenakan pelindung pernafasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran
submikron. Isolasi tidak perlu dilakukan bagi penderita yang hasil pemeriksaan
sputumnya negatif, bagi penderita yang tidak batuk dan bagi penderita yang
mendapatkan pengobatan yang adekuat (didasarkan juga pada pemeriksaan
sensitivitas/resistensi obat dan adanya respons yang baik terhadap pengobatan).
Penderita remaja harus diperlakukan seperti penderita dewasa. Penilaian terus
menerus harus dilakukan terhadap rejimen pengobatan yang diberikan kepada
penderita. Terapkan sistem DOPT apabila secara finansial dan logistik
memungkinkan dan diterapkan pada penderita yang kemungkinan mengalami
resistensi terhadap pengobatan, adanya riwayat compliance yang jelek, diberlakukan
juga terhadap mereka yang hidup dalam lingkungan dimana kalau terjadi relaps dapat
menularkan kepada banyak orang.
4). Investigasi kontak, sumber penularan dan sumber infeksi: Tes PPD
direkomendasikan untuk seluruh anggota keluarga bila ada kontak. Bila hasil negatif
harus diulang 2-3 bulan kemudian. Lakukan X-ray bila ada gejala yang positif.
Terapi preventif bila ada reaksi positif dan memiliki risiko tinggi terjadi TBC aktif
(terutama untuk anak usia 5 tahun atau lebih) dan mereka yang kontak dengan
penderita HIV (+), diberikan minimal sampai skin tes negatif. Sayang sekali di
negara berkembang penelusuran kontak didasarkan hanya pada pemeriksaan sputum
pada orang yang memiliki gejala-gejala TBC.
5). Memutus rantai penularan. Penemuan penderita dan pengobatan hingga tuntas
akan membantu memutus rantai penularan dan mengurangi penyebarannya. jika
pengobatan trhadap penderita tbc tidak sempurna/ terputus ditengah jalan, maka si
penderita justru akan menjadi resisten terhadap berbagai obat dan akhirnya
memerlukan biaya sangat tinggi untuk mengobatinya.
6). Sejak tahun 1996 upaya penanggulangan dan pemberantasan tbc dilakukan
dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcoursechemotherapy).
Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif
dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk diberlakukan di AS.
Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan sistem DOPT, sedangkan
Indonesia sebagai negara anggota WHO telah mengadopsi dan mengadaptasi sistem
yang sama yang disebut DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Penderita
TBC hendaknya diberikan OAT kombinasi yang tepat dengan pemeriksaan sputum
yang teratur. Untuk penderita yang belum resisten terhadap OAT diberikan regimen
selama 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), Rifampin (RIF) dan pyrazinamide
(PZA) selama 2 bulan kemudia diikuti dengan INH dan PZA selama 4 bulan.
Pengobatan inisial dengan 4 macam obat termasuk etambutol (EMB) dan streptomisin
diberikan jika infeksi TB terjadi didaerah dengan peningkatan prevalensi resistensi
terhadap INH. Namun bila telah dilakukan tes sensititvitas maka harus diberikan obat
yang sesuai. Jika tidak ada konversi sputum setelah 2-3 bulan pengobatan atau
menjadi positif setelah beberapa kali negatif atau respons klinis terhadap pengobatan
tidak baik, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat dan tes
resistensi. Kegagalan pengobatan umumnya karena tidak teraturnya minum obat dan
tidak perlu merubah regimen pengobatan. Perubahan Supervisi dilakukan bila tidak
ada perubahan respons klinis penderita. Minimal 2 macam obat dimana bekteri tidak
resisten harus ada dalam regiemen pengobatan. Jangan sampai menambahkan satu
jenis obat baru pada kasus yang gagal. Jika INH atau rifampisin tidak dapat
dimasukkan kedalam regimen maka lamanya pengobatan minimal selama 18 bulan
setelah biakan menjadi negatif. Untuk penderita baru TBC paru dengan BTA (+) di
negara berkembang, WHO merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap
harinya selama 2 bulan yang teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan
pemberian INH dan RIF 3 kali seminggu selama 4 bulan. Semua pengobatan harus
diawasi secara langsung, jika pada pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan
pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan EMB
selama 6 bulan. Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam obat lebih
mahal daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit dengan jangka
waktu pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka pendek lebih efektif
dengan komplians yang lebih baik. Penderita TBC pada anak-anak diobati dengan
regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit modifikasi. Kasus resistensi pada
anak umumnya karena tertular dari penderita dewasa yang sudah resisten terlebih
dahulu.Anak dengan limfadenopati hilus hanya diberikan INH dan RIF selama 6
bulan. Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC tulang/sendi
minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan cukup selama 9
bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada anak sampai anak
cukup besar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta warna (biasanya usia > 5
tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan yang mengancam jiwa harus
diberikan pengobatan inisial dengan regimen dengan 4 macam obat. Streptomisin
tidak boleh diberikan selama hamil. Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan
reaksi efek samping yang berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada
kasus MDR.
7). Pengadaan program pemberantasan TB paru diberbagai wilayah.
F. Hambatan
Kendala yg paling utama dlm pemberantasan TB adalah kekebalan M.tuberculosis
terhadap obat. Kendala yg lain antara lain:
1. Masih belum adanya komitmen di semua pihak untuk melaksanakan program
pemberantasan TB.Sarana prasarana cukup memadai, tetapi kurang didukung oleh
semua pihak (LSM, tokoh masyarakat,tokoh agama) dalam rangka menyebar luaskan
program TB pada masyarakat.
2. Masyarakat banyak yg belum tahu dan mengerti apa itu TB.
3. Masyarakat jangan hanya sekedar menjadi obyek, Masyarakat juga harus dijadikan
subyek agar mereka sadar pentingnya kesehatan.
4. Adanya stigmatisasi buruk terhadap pasien.Stugma masyarakat membuat mereka
bersembunyi supaya penyakit tetap tidak diketahui. Ini harus dihilangkan karena jika
tidak, si penderita akan menularkan ke orang lain yg lebih banyak
5. Akses pasien terhadap pengobatan.Jauhnya pusat pengobatan (puskesmas,rs, dll)
dari rumah penderita hingga penderita memutuskan hanya dirawat di rumah saja.
6. Banyak pasien yg gagal menuntaskan pengobatan dan angka kejadian penyakit
semakin tinggi.Adanya obat gratis TB dari pemerintah kurang disosialisasikan pada
masyarakat.Saat 2 minggu menerima pengobatan mereka merasa cukup membaik dan
menghentikan pengobatan padahal sebenarnya itu belum sembuh total. Penderita yg
belum menuntaskan pengobatan masih mengandung Mycobacterium Tuberculosis yg
bisa menyebar kemana-mana melalui udara dan menularkan ke orang lain yg kondisi
tubuhnya tidak prima.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan:
TBC merupakan penyakit kedua penyebab kematian
Mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan penyakit tuberkulosis.
Hambatan dari pemberantasan TBC
1. Masih belum adanya komitmen di semua pihak untuk melaksanakan program
pemberantasan TB.
2. Masyarakat banyak yg belum tahu dan mengerti apa itu TB.
3. Masyarakat jangan hanya sekedar menjadi obyek, Masyarakat juga harus
dijadikan subyek agar mereka sadar pentingnya kesehatan.
4. Adanya stigmatisasi buruk terhadap pasien.
5. Akses pasien terhadap pengobatan.
6. Banyak pasien yg gagal menuntaskan pengobatan dan angka kejadian penyakit
semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
http://ekajayamateri.blogspot.com/2009/12/penyakit-ditularkan-melalui-
udara.html
http://www.smallcrab.com/kesehatan/520-5-macam-penyakit-akibat-pencemaran-
partikel-debu-di-udara
http://www.hd.co.id/info-medis/penyakit-yang-ditularkan-lewat-udara
http://www.smallcrab.com/kesehatan/520-5-macam-penyakit-akibat-pencemaran-
partikel-debu-di-udara
http://www.anakciremai.com/2009/10/makalah-kesehatan-tentang-
epidemiologi.html
I NYOMAN KANDUN, MPH. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular.
Edisi 17.