You are on page 1of 46

Motivasi Pembelajaran Seni Tari

20 Jul 2010

• Pendidikan
• Pikiran Rakyat

Oleh DYAH PUTRI ARDINI, S.Pd.

Minat generasi muda terhadap kebudayaan daerah sendiri sangat memprihatinkan. Walau
telah ditunjang oleh fasilitas dan infrastruktur yang memadai, hal itu masih kalah dengan
pengaruh dari luar.

APALAGI yang di sekolahnya masih belum tersedia tenaga pengajar seni tari. Walau
tetap kebijakan dikembalikan lagi kepada pemerintah, kita memaklumi prosedural
pemerintah terhadap skala prioritas kebutuhan pengajar bidang studi di masing-masing
sekolah. Mudah-mudahan ke depan, kebutuhan akan guru pengajar seni tari di Indonesia
mulai memasuki skala prioritas tersebut. Rasanya, seni tari kurang menjadi pembicaraan
yang menarik, umumnya pada kalangan generasi muda. Pada saat perkenalan dalam
pembelajaran, banyak yang berapriori terlebih dahulu. Mereka menganggap seni tari itu
kampungan, menjenuhkan, dan tidak menarik.

Namun, hal ini dibantah oleh tayangan grup tari Rumingkang di stasiun televisi swasta
baru-baru ini. Setelah ada pertunjukan tari jaipong grup Rumingkang di stasiun televisi
swasta tersebut, artinya ada perkembangan respons di ma-syarakat. Seni tari mulai
menjadi topik pembicaraan di mana-mana, dan ter-nyata hasil dari gerak tari jaipong
sangat menarik untuk kawula muda dan anak-anak, bahkan sesuai dengan gejolak usia
anak dan remaja. Umumnya, gerak tari jaipong lebih variatif, energik, dan menghentak.
Bahkan pada acara pentas seni dan perpisahan di sekolah, tari jaipong sudah masuk
dalam menu utama pada acara hiburan di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah
pertama, sampai sekolah menengah atas. Hal itu merupakan nilai perkembangan yang
sangat mengagumkan.

Hal tersebutberarti seni tari sudah mendapat respons yang positif di masyarakat dan dapat
dikembangkan lagi secara intrakurikuler ataupun ekstra-kurikuler di sekolah. Jangan
sampai kesempatan ini hilang dan tenggelam karena kita terlambat memupuknya secepat
mungkin.

Kita ketahui pengertian seni tari me-nurut Soedarsono adalah ungkapan perasaan manusia
tentang sesuatu dengan gerak-gerak jang ritmis dan indah. Seni tari di Jawa Barat terdiri
atas beberapa rumpun, yaitu rumpun tari keurseus, rumpun tari klasik, rumpun tari rakyat,
dan rumpun tari topeng. Adapun tari jaipong termasuk salah satu tarian dalam rumpun
tari rakyat Jadi tari jaipong itu merupakan sebagian kecil dari keanekaragaman rumpun
tari. Namun, hal ini bisa dipakai sebagai umpan minat siswa untuk mengail umpan yang
lebih besar lagi, yaitu siswa mau dan tertarik mempelajari seni tari. Setelah itu, kita bisa
kenaikan seni tari lainnya dan arahkan ke mana minat siswa untuk mempelajarinya
menurut rumpun tarinya.

Lebih luasnya lagi, di sini juga kita bisa mengembangkan sayap kepada tarian nusantara,
seperti dari Sumatra, Kalimantan, Bali, NTT, Papua, dan daerah lain di Indonesia. Selain
itu, kita juga bisa mengembangkan pengetahuan terha-dap perkenalan dan pemahaman
musik pengiring tari yang menggunakan nada pentatonis (tradisional) beserta busana dan
properti tradisional yang dikenakan dalam tari-tarian tersebut.

Pengembangan dan pelestarian seni tari di kalangan generasi muda bisa dilakukan di
sekolah melalui pembelajaran. Lebih-lebih dengan adanya perkembangan industri
pariwisata yang begitu pesat dewasa ini, kebutuhan untuk mengemas tari tradisional
untuk ini semakin terasa.

Semoga kelak tayangan televisi swasta bisa lebih marak lagi menaikkan pamor seni
tradisional daerah sebagai bentuk pelestarian budaya Indonesia yang sangat kaya dengan
keanekaragamannya. Ingat jika kita tidak melestarikan budaya, itu sama dengan kita
membunuh budaya sebagai identitas bangsa.***

Penults, Guru SMPN 4 Cimahi, Jawa Barat.

Entitas terkaitAdapun | APALAGI | Indonesia | Ingat | Jawa | Minat | Pengembangan


| Rumingkang | Semoga | Seni | Soedarsono | Walau | Guru SMPN | Jawa Barat |
Oleh DYAH PUTRI | Motivasi Pembelajaran Seni Tari | Ringkasan Artikel Ini
Seni tari mulai menjadi topik pembicaraan di mana-mana, dan ter-nyata hasil dari
gerak tari jaipong sangat menarik untuk kawula muda dan anak-anak, bahkan
sesuai dengan gejolak usia anak dan remaja. Bahkan pada acara pentas seni dan
perpisahan di sekolah, tari jaipong sudah masuk dalam menu utama pada acara
hiburan di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sampai sekolah
menengah atas. Seni tari di Jawa Barat terdiri atas beberapa rumpun, yaitu
rumpun tari keurseus, rumpun tari klasik, rumpun tari rakyat, dan rumpun tari
topeng. Adapun tari jaipong termasuk salah satu tarian dalam rumpun tari rakyat
Jadi tari jaipong itu merupakan sebagian kecil dari keanekaragaman rumpun tari.

Jumlah kata di Artikel : 538


Jumlah kata di Summary : 108
Ratio : 0,201

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan
dibutuhkan untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech
at mediatrac net.
Penerapan Model Discovery Learning Dalam Pembelajaran Seni Tari Sebagai Upaya
Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Di Sd Istiqamah Bandung Pengarang WILDASARI,
Eka Subjek Abstrak Dalam proses pendidikan, motivasi belajar sangat diperlukan agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Motivasi belajar menentukan tingkat
keberhasilan perbuatan belajar murid. Belajar tanpa adanya motivasi kiranya sulit untuk
berhasil karena motivasi merupakan hal yang sangat fundamental hingga mempengaruhi
setiap pekerjaan yang akan dilakukan Model Discovery Learning adalah model
pembelajaran yang berorientasi pada proses dan membimbing diri sendiri. Dengan kata
lain, model pembelajaran ini merupakan sebuah proses studi individual dimana siswa
dihadapkan pada suatu permasalahan dan dibiarkan menemukan sendiri cara belajarnya.
Model ini dapat menjadi alternatif dalam penggunaan model pembeljaran di dalam kelas.
Permasalahan yang ditemukan di lapangan, kemudian dirumuskan dalam beberapa
identifikasi masalah yaitu : 1) Bagaimana motivasi dan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran seni tari? 2) Bagaimana proses penerapan model Discovery Learning pada
pembelajaran seni tari di SD Istiqamah Bandung? 3) Bagaimana peningkatan motivasi
siswa dalam penggunaan model Discovery Learning? dan 4) Bagaimana hasil penerapan
model Discovery Learning dalam pembelajaran seni tari di SD Istiqamah Bandung?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan desain
one group pretest-posttest dimana penelitian hanya dilakukan pada suatu kelompok dan
tidak menggunakan kelompok lain sebagai pembanding. Tehnik pengumpulan data yang
dipergunakan adalah observasi,wawancara, dan studi dokumentasi, sedangkan data yang
telah terkumpul diolah secara kualitatif dan kuantitatif melalui teknik analisis dengan
menggunakan pre-test and post-test one group design untuk mengetahui motivasi belajar
siswa pada pembelajaran seni tari dalam penerapan model Discovery Learning. Penelitian
dilakukan di SD Istiqamah Bandung, dengan mengambil populasi siswa kelas 5,
Sedangkan sampel yang digunakan adalah sampel terpilih atau Purposive Sample dengan
cara mencari kelas yang memiliki nilai rata-rata terkurang. Adapun sampel yang diambil
dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 5C, yang berjumlah sebanyak 30 orang
siswa. Dalam hasil penilaian melalui indikator motivasi dan indikator kreativitas sebelum
dilakukan treatment dan sesudah dilakukan treatmen terlihat adanya perubahan yang
cukup signifikan. Jika sebelum treatment nilai pre-test nya adalah 5.94, sedangkan
sesudah treatment nilai post-test nya adalah 7.95. Dengan demikian dapat disimpulkan
apabila penelitian dengan judul Penerapan Model Discovery Learning Dalam
Pembelajaran Seni Tari di SD Istiqamah ini berhasil meningkatkan motivasi belajar
siswa, dan dapat membuktikan hipotesis sebelumnya yaitu penerapan model Discovery
Learning dalam pembelajaran seni tari dapat meningkatkan hasil belajar siswa . KATA
PENGANTAR Permalink http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1107106-091917/
PEMBELAJARAN SENI TARI
BAGI SISWA TUNA RUNGU
DI SLB BAGASKARA SRAGEN
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata I
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Nama : Novi Windri Hastanti
NIM : 2501401008
Prodi : Pendidikan Seni Tari
Jurusan : Pendidikan Sendratasik
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
ii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang panitia ujian skripsi Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang pada
Hari :
Tanggal :
Panitia ujian skripsi
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Rustono Drs. Syahrul Syah Sinaga, M. Hum
NIP 131281222 NIP 131931634
Pembimbing I Penguji I
Drs. Hartono, M.Pd Drs. Agus Cahyono, M. Hum
NIP 131962589 NIP 132058805
Pembimbing II Penguji II
Joko Wiyoso, S.Kar.M.Hum Joko Wiyoso, S.Kar.M.Hum
NIP 131764034 NIM 131764034
Penguji III
Drs. Hartono, M.Pd
NIP 131962589
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya:
Nama : Novi Windri Hastanti
NIM : 2501401008
Prodi/Jurusan : Pendidikan Seni Tari S1/Pendidikan Sendratasik
Fakultas : Bahasa dan Seni
Menyatakan bahwa sesungguhnya Skripsi yang berjudul “Pembelajaran Seni
Tari Bagi Siswa Tuna Rungu di SLB Bagaskara Sragen”, yang saya tulis dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ini benar-benar
karya saya sendiri, yang saya hasilkan setelah memenuhi penelitian, bimbingan,
diskusi dan pemaparan ujian. Semua kutipan, baik yang diperoleh dalam sumber
pustaka, wawancara, wahana elektronik langsung maupun sumber lainnya, telah
disertai keterangan mengenai identitas narasumbernya dengan cara sebagaimana
yang lazim dalam penulisan karya ilmiah. Dengan demikian walaupun tim penguji
dan pembimbing penulisan. Skripsi ini telah membubuhkan tanda tangan sebagai
keabsahannya, seluruh karya ilmiah ini tetap menjadi tanggung jawab saya sendiri
jika kemudian ditemukan ketidakberesan, saya bersedia bertanggung jawab.
Demikian, harap pernyatan ini dapat digunakan seperlunya.
Semarang, Juni 2007
Yang membuat pernyataan,
Novi Windri Hastanti
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Jangan batasi dirimu. Banyak orang telah membatasi dirinya pada apa yang bisa
dilakukan. Kamu bisa melangkah sepanjang pikiranmu mengijinkan. Apa yang kamu
yakini pasti bisa kamu raih.
(Mary Kay Ash)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
1. Ayah dan Bunda tercinta, yang tak terhingga budi dan jasanya,
mencurahkan segala kasih sayang dan dorongan tanpa pamrih.
2. Kakak dan keponakanku tersayang, terima kasih atas
motivasinya.
3. Keluarga besar Bp. Drs. Hartono, M. pd, dan Bp Joko Wiyoso,
S. Kar, M. Hum, atas kesabaran dalam membimbing serta
mengarahkan selama proses penelitian.
4. Mas Yuliantoro tersayang, terima kasih atas kesetiaan,
kesabaran, serta dorongan semangat yang diberikan.
5. Teman-teman cost-ku, dek eka dan semuanya, terima kasih
atas segala bantuan dan doanya.
6. Almamater-ku tercinta.
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat terselesaikannya penyusunan skripsi yang
berjudul “Pembelajaran Seni Tari Bagi Siswa Tuna Rungu di SLB Bagaskara
Sragen”.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat dalam memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari beberapa pihak, penulisan skripsi
ini tidak akan selesai. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si, Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberi izin untuk penyusunan skripsi ini.
2. Pof. Dr. Rustono, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang
yang telah memberi izin dalam pengumpulan data yang diperlukan.
3. Drs. Syahrul Syah Sinaga, M. Hum, Ketua Jurusan Sendratasik, Fakultas Bahasa
dan Seni, Universitas Negeri Semarang yang telah memberi izin kepada peneliti
untuk melakukan penelitian dalam bidang seni tari.
4. Bapak / Ibu dosen yang turut memberi spirit dan semangat demi terarahnya
proses penelitian.
5. Dosen pembimbing I, Drs. Hartono, M. Pd, yang telah banyak memberikan
arahan demi keberhasilan penyusunan laporan penelitian.
vi
6. Dosen pembimbing II, Bp Joko Wiyoso, S. Kar, M. Hum, yang selalu memberi
motivasi dan semangat dalam penelitian ini.
7. Kepala Sekolah SLB Bagaskara Sragen yang telah memberikan ijin kepada
peneliti dalam rangka penyusunan skripsi.
8. Bapak / Ibu guru, karyawan dan siswa SLB Bagaskara Sragen atas kerja samanya
sehingga proses pelaksanaan penelitian dapat berjalan lancar.
9. Teman-teman serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
yang telah membantu dan mendukung terlaksananya penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan, namun demikian
betapapun kecilnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia pendidikan dan para
pembaca. Amin.
Penulis
vii
SARI
Novi Windri Hastanti, 2007. Pembelajaran Seni Tari Bagi Siswa Tuna Rungu di
Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagaskara Sragen. Skripsi pada Jurusan Pendidikan
Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.
Pembelajaran tari bagi kita sebagai orang normal merupakan hal yang biasa.
Namun, pembelajaran tari bagi anak-anak yang menyandang tuna rungu menjadi
suatu hal yang luar biasa. Pembelajaran tari di SLB memiliki tingkat kesulitan yang
cukup tinggi apabila dibandingkan dengan pembelajaran tari di sekolah-sekolah
biasa. Hal ini disebabkan karena daya dengar siswa yang kurang. Para siswa kurang
maksimal dalam menangkap instruksi dari guru. Walaupun memiliki tingkat
kesulitan yang cukup tinggi, SLB Bagaskara dapat melaksanakan pembelajaran tari
dengan cukup efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembelajaran seni
tari pada SLB Bagaskara Sragen serta hambatan yang dialami dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar seni tari. Selain itu juga supaya anak senang dalam
menerima pelajaran dan dapat menumbuhkan minat si anak dalam bidang tari serta
mengetahui kesulitan-kesulitan yang diperoleh guru dalam mengajar seni tari.
Manfaatnya anak dapat menambah pengalaman dalam bidang kesenian khususnya
seni tari, dan dapat melatih keberanian dan percaya diri melalui olah gerak (tari).
Subyek penelitian ini adalah anak tuna rungu SLB Bagaskara Sragen. Metode
penelitian ini adalah menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Dalam penelitian
ini dilakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan
data. Alat dan teknik pencatatan data pada penelitian ini adalah : catatan harian,
wawancara, foto. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah reduksi data,
klasifikasi data, interpretasi data, penyajian data, serta penarikan simpulan atau
verifikasi.
Hasil penelitian ialah deskripsi pembelajaran seni tari pada SLB Bagaskara.
Pembelajaran seni tari bagi anak cacat tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen meliputi
tujuan, materi dan bahan, metode, media, dan evaluasi. Beberapa kesulitan yang
dialami dalam pembelajaran tari ialah (a) siswa tidak memperhatikan pelajaran
karena daya dengar siswa yang kurang, (b) para siswa juga tidak mempunyai bakat
menari sehingga mereka kurang berminat untuk belajar tari, (c) jumlah siswa yang
mengikuti tari tidak tetap, serta (d) media pembelajaran yang ada hanyalah tape
recorder, di SLB Bagaskara tidak tersedia VCD player. Selain itu, ruang yang
digunakan untuk pembelajaran tari adalah ruang serba guna yang juga digunakan
untuk belajar sablon dan tenis meja.
Saran-saran yang dapat penulis kemukakan ialah (a) penggunaan metode dalam
pembelajaran di SLB Bagaskara pada khususnya dan di SLB yang lain pada
umumnya ini hendaknya lebih mengefektifkan metode demonstrasi, metode latihan
dan metode tugas, (b) jumlah siswa yang mengikuti tari hendaknya ditetapkan, (c)
sarana dan prasarana di SLB Bagaskara hendaknya dapat ditambah, serta (d) guru
dapat meningkatkan minat siswa dengan cara memperlihatkan CD tari pada saat
pembelajaran. Sehingga pembelajaran tari tidak hanya cukup dengan menggunakan
tape recorder saja.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii
PERNYATAAN....................................................................................................iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
PRAKATA............................................................................................................. v
SARI .................................................................................................................... vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Permasalahan ............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1 Pembelajaran ............................................................................................... 6
2.2 Ketunarunguan .......................................................................................... 18
2.3 Seni Tari ................................................................................................... 25
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................... 29
3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian................................................................... 29
3.3 Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 30
3.3.1 Teknik Observasi .......................................................................... 30
3.3.2 Teknik Wawancara........................................................................ 31
3.3.3 Teknik Dokumentasi .................................................................... 32
3.4 Teknik Analisis Data ................................................................................ 33
ix
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa B Bagaskara Sragen .................. 35
4.1.1 Lokasi dan Lingkungan Sekitar .................................................... 35
4.1.2 Sejarah Singkat Sekolah Luar Biasa B Bagaskara Sragen............ 36
4.1.3 Sarana dan Prasarana..................................................................... 37
4.1.4 Kondisi siswa SLB Bagaskara ...................................................... 39
4.1.5 Kondisi Guru SLB Bagaskara....................................................... 42
4.1.6 Prestasi yang Pernah Diraih .......................................................... 43
4.1.7 Peraturan dan Tata Tertib Sekolah................................................ 44
4.2 Pembelajaran Tari Bagi Anak Tuna Rungu di SLB Bagaskara .............. 45
4.2.1 Tujuan .......................................................................................... 47
4.2.2 Materi ........................................................................................... 48
4.2.3 Metode ......................................................................................... 55
4.2.4 Media ........................................................................................... 60
4.2.5 Evaluasi…………………………………………………………..63
4.3 Kesulitan Guru dalam Mengajar Seni Tari di SLB Bagaskara Sragen ... 63
BAB V. PENUTUP
5.1 Simpulan ................................................................................................... 68
5.2 Saran.......................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 70
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sarana Pengajaran Seni Tari ............................................................... 39
Tabel 2. Jumlah Siswa SLB Bagaskara Sragen ................................................ 40
Tabel 3. Pembagian Tugas Mengajar Guru SLB Bagaskara Tahun Pelajaran
2006/2007.......................................................................................................... 43
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gedung SLB Bagaskara Sragen ........................................................... 77
Gambar 2. Guru Sedang Memberi Isyarat Gerak Jalan Kenser ke Kiri.................. 77
Gambar 3. Guru Sedang Memberi Isyarat Gerak Jalan Kenser ke Kiri.................. 77
Gambar 4. Guru Sedang Menjelaskan Materi Dengan Memberi Contoh di Depan 78
Gambar 5. Pentas Perpisahan Murid Kelas VI........................................................ 78
Gambar 6. Praktik Menari di Dalam Kelas............................................................. 79
Gambar 7. Praktik Menari di Dalam Kelas............................................................. 79
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Observasi ........................................................................ 72
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ..................................................................... 74
Lampiran 3. Deskripsi Tari Merak...................................................................... 75
Lampiran 4. Gambar .......................................................................................... 77
Lampiran 5. Denah SLB Bagaskara.................................................................... 80
Lampiran 6. Permohonan Izin Penelitian............................................................ 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan itu tidak di
beda-bedakan menurut jenis kelamin, status sosial, letak geografis, agama, dan
keadaan fisik dan mental seseorang.
Anak berkelainan meskipun dalam jumlah yang sedikit, mempunyai
hak yang sama pula untuk memperoleh pendidikan guna meningkatkan
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara
dengan lulusan sekolah dasar. Pendidikan anak berkelainan dikelola oleh
sekolah-sekolah luar biasa yang disesuaikan dengan jenis kelamin. Pendidikan
luar biasa bertujuan untuk membantu peserta didik yang menyandang kelainan
fisik dan mental, agar mampu mengembangkan kemampuannya dalam dunia
kerja.
Tuna rungu merupakan salah satu dari sekian anak berkelainan yaitu
mereka yang kehilangan daya pendengarannya. Akibat kehilangan daya
pendengarannya ini, maka anak tuna rungu mengalami kesulitan dan
hambatan dalam bersosialisasi di masyarakat. Pendengaran merupakan indera
yang dipergunakan oleh anak yang berkembang secara normal untuk
mengasimilasi pola-pola komunikasi dari masyarakat sebagai komunitas
bahasanya. Kekurangan dalam indera pendengaran dan ketiadaan pendidikan
2
kompensatoris (pengganti) akan menyebabkan seorang anak yang tumbuh tuli
secara bisu, tidak mampu berperan secara independent dalam masyarakat
dewasa. Dengan memberikan pendidikan seseorang tuna rungu dapat
menguasai keterampilan komunikasi sehingga ia dapat pula berfungsi dengan
sukses sebagai individu yang independent atau mandiri.
SLB (sekolah luar biasa) Bagaskara Sragen merupakan salah satu
sekolah luar biasa bagian B, yang ada di Sragen yang menyelenggarakan
pendidikan khusus bagi anak-anak tuna rungu atau tuli. SLB Bagaskara
Sragen diperuntukkan untuk anak-anak baik putra maupun putri yang
memiliki kelainan atau kecacatan (tuna rungu) dari tingkat sekolah dasar
sampai sekolah menengah umum.
Program pengajaran di SLB Bagaskara Sragen mengacu pada
kurikulum, isi mana materi pembelajarannya tidak jauh berbeda dan
diupayakan sama dengan materi pembelajaran di sekolah dasar biasa. Hanya
saja ada beberapa hal yang perlu dimodifikasikan seperti yang menyangkut
teknik penyampaian materi pelajaran, serta metode mengajar yang digunakan
oleh tenaga pengajar.
Proses belajar mengajar pada anak tuna rungu berbeda dengan kelas
anak-anak normal, karena anak cacat (tuna rungu) perlu cara khusus dalam
mengajar dan mendidik, biasanya dalam bentuk kelas kecil. Seorang guru
hanya berhadapan dengan 4-10 orang anak supaya guru lebih berkonsentrasi
dan terarah, sebab anak-anak cacat tuna rungu memerlukan perhatian khusus.
3
Seni tari merupakan salah satu pelajaran yang diberikan dari berbagai
pelajaran yang ada di SLB Bagaskara Sragen. Dengan adanya pelajaran seni
tari yang diberikan, diharapkan siswa SLB Bagaskara senang dalam pelajaran
kesenian dan dapat mendukung pelajaran umum. Materi seni tari yang
diberikan harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan keadaan fisik peserta
didik. Dalam pemberian materi ataupun praktik seni tari dipilih tarian yang
sederhana atau ragam geraknya tidak terlalu sulit dan banyak pengulangan
supaya anak dapat dengan mudah mengingat dan menghafal. Mengingat
keterbatasan mental dan fisik tersebut, maka materi yang diberikan pada anakanak
tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen cenderung pada tari kreasi sebagai
contoh tari Merak, Kelinci, Piring dan tidak menutup kemungkinan sesekali
diberikan tari klasik misal Bondan Tani.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar seni tari di SLB Bagaskara
Sragen bisa berjalan dengan baik, hal ini karena didukung dengan sikap siswa
yang sangat antusias dalam belajar, ketertiban dalam mengikuti pelajaran,
selain itu juga faktor utama dari guru yang bisa menerapkan metode yang
tepat bagi siswa tuna rungu. Wujud kongkret keberhasilan ini adalah
mengadakan pentas setiap acara perpisahan dan bila ada kunjungan dari
pemerintah yang sifatnya resmi. Keberhasilan dalam pembelajaran tari
didukung dengan adanya bakat serta kemauan siswa dalam bidang tari.
Kemampuan anak dalam melakukan gerak tari tidak kalah dengan anak-anak
normal pada umumnya misalnya: keluwesan, kelincahan, hafalan hanya
mereka terhambat dalam pendengaran yaitu iringan tari. Namun demikian
4
proses pembelajaran tari di SLB Bagaskara Sragen adalah berhasil, karena
meskipun anak cacat dapat menguasai sebagaimana anak yang normal.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut tentang penerapan metode yang tepat bagi anak tuna
rungu serta kesulitan guru dalam mengajar mata pelajaran seni tari di SLB
Bagaskara Sragen.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah yang akan
dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pembelajaran seni tari pada SLB Bagaskara Sragen?
2. Kesulitan-kesulitan apa yang diperoleh guru dalam mengajar seni tari di
SLB Bagaskara Sragen?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka peneliti ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui pembelajaran seni tari di SLB Bagaskara sragen.
2. Mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang diperoleh guru dalam mengajar
seni tari di SLB Bagaskara Sragen.
5
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan diadakan penelitian ini, penulis berharap penelitian ini dapat
memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Adapun
manfaatnya adalah:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan manfaat
teoritis, yaitu dengan memberikan sumbangan pikiran dan tolak ukur
kajian pada penelitian lebih lanjut, yaitu beberapa alternatif yang dapat
dipertimbangkan dalam usaha penyampaian materi pada anak tuna
rungu,khususnya dalam metode pembelajaran seni tari bagi siswa tuna
rungu. Manfaat teoritis lainnya adalah untuk menambah khasanah
pengembangan teori keilmuan kesenian seni tari bagi anak tuna rungu
serta sebagai pertimbangan penelitian lain yang sejenis.
1.4.2 Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah: (a) Bagi guru
seni tari SLB Bagaskara Sragen khususnya dan guru-guru kelas pada
umumnya hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan masukan dalam
menentukan strategi belajar mengajar seni tari; (b) Bagi siswa SLB
Bagaskara dapat menambah pengalaman dalam bidang kesenian
khususnya seni tari, dan dapat melatih keberanian dan percaya diri melalui
olah gerak (tari); (c) Bagi masyarakat sekitar SLB Bagaskara akan lebih
mengetahui dan dapat memberikan informasi pada masyarakat umum,
bahwa anak-anak cacat tuli pun dapat bersaing dalam bidang seni tari.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pembelajaran
Pembelajaran dalam arti pengajaran adalah usaha guru membentuk
perilaku siswa sesuai tujuan yang diinginkan dengan cara menyediakan
lingkungan agar terjadi interaksi dengan siswa. Dengan kata lain
pembelajaran diartikan sebagai suatu proses menciptakan lingkungan sebaikbaiknya
agar terjadi kegiatan belajar yang berdaya guna (Sugandi dan
Haryanto 2003:35). Manusia yang terlibat dalam sistem pengajaran terdiri
siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material merupakan sistem pembelajaran
yang meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, dan sebagainya. Fasilitas dan
perlengkapan terdiri dari ruangan kelas dan perlengkapan audio visual,
sementara prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi,
praktik, ujian, dan sebagainya. Istilah belajar dan mengajar adalah suatu
sistem instruksional mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat
komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan
(Djamarah 1995:10). Aktivitas belajar sesungguhnya berasal dari dalam diri
peserta didik. Guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang serasi agar
aktivitas itu menuju ke arah tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini guru
bertindak sebagai organisator belajar bagi siswa yang potensial itu, sehingga
tercapai tujuan pembelajaran secara optimal.
6
7
Pada hakikatnya sistem belajar adalah perubahan, namun bagaimana
proses perubahan tersebut terjadi berbeda antara ahli yang satu dengan yang
lain (Darsono 2000:5). Pembelajaran ini berasal dari kata belajar. Menurut
Darsono (2000:32) belajar adalah suatu kegiatan yang melibatkan individu
secara keseluruhan, baik fisik maupun psikis, untuk mencapai suatu tujuan.
Tujuan belajar secara umum ialah untuk mencapai perubahan dalam tingkah
laku orang yang belajar. Perubahan yang dimaksud tentu yang bersifat positif
yang membantu proses perkembangan. Sedangkan menurut Sudjana
(1989:25) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan
pada diri seseorang. Perubahan dari hasil proses belajar mengajar dapat
ditujukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman,
sikap dan tingkah laku, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek
lain yang ada pada individu yang belajar.
Sesuai dengan tujuan tersebut sekolah merupakan ruangan workshop.
Oleh karena itu, guru harus mampu memimpin dan membimbing siswa belajar
bekerja dalam bengkel sekolah. Guru-guru harus menguasai program
keterampilan serta menyediakan proyek-proyek kerja yang menciptakan
berbagai kesibukan yang bermakna. Guru mempersiapkan rencana awal
keterampilan serta menyediakan proyek-proyek kerja yang menciptakan
berbagai kesibukan yang bermakna. Guru mempersiapkan rencana awal
pembelajaran, kemudian menyusun rencana lengkap bersama para siswa
sebagai persiapan pelaksanaan di lapangan. Belajar adalah suatu perubahan
yang relatif permanen dalam kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari
8
praktik atau latihan (Sudjana 1989:5). Menurut Slameto (2003:2) belajar ialah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar yang berhasil adalah bila anak dalam melakukan belajar dapat
berlangsung secara intensif dan optimal sehingga menimbulkan perubahan
tingkah laku yang lebih bersifat permanen ( Sugandi dan Haryanto 2003:9).
Untuk itu guru dalam mengajar harus dapat menimbulkan aktivitas mental dan
fisik atau cara belajar siswa aktif (CBSA) proses belajar yang demikian itu
akan terwujud bila ada dukungan dari situasi belajar, dimana prinsip peragaan,
apersepsi, korelasi dapat dilaksanakan secara terintegrasi.
Tujuan utama sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar. Tugas
seorang perancang sistem adalah mengorganisasi tenaga, material, dan
prosedur agar siswa belajar secara efisien dan efektif. Dengan proses
mendesain sistem pembelajaran si perancang membuat rancangan untuk
memberikan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan sistem pembelajaran
seperti yang diharapkan.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang
lebih baik (Darsono 2000:24). Berkaitan dengan hal tersebut, seorang guru
dituntut mampu mengorganisasikan lingkungan, siswa dan faktor lainnya agar
terjadi proses belajar. Pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana
subyek didik” bukan pada “apa yang dipelajari subyek didik”. Pembelajaran
9
lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu suatu
tuntutan agar subyek belajar setelah mengikuti proses pembelajaran,
menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai isi proses
pembelajaran tersebut (Sugandi 2003:16-17). Membahas mengenai
pembelajaran, tidak akan terlepas dari pembahasan mengenai hakikat belajar
mengajar. Karena dalam setiap proses pembelajaran terjadi peristiwa belajar
dan peristiwa mengajar. Peristiwa belajar mengajar berkaitan erat antara guru
dengan siswa. Berkaitan dengan hal tersebut, seorang guru dituntut mampu
mengorganisasikan lingkungan siswa dan faktor lainnya agar terjadi proses
belajar. Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing pelajar
di dalam kehidupan. Yakni membimbing, memperkembangkan diri sesuai
dengan tugas perkembangan yang harus dikerjakan oleh pelajar. Sebagaimana
mengajar merupakan suatu kegiatan, kegiatan yang banyak seginya, mengajar
mengandung pemberian informasi, pengajaran, pertanyaan, penjelasan,
mendengar dan sejumlah kegiatan yang lain.
Berdasarkan uraian tentang pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu sistem yang tersusun atas unsur-unsurnya dalam
kegiatan belajar mengajar, dimana guru dan siswa berkaitan erat. Tanpa
adanya guru dan siswa maka pembelajaran tidak mungkin terjadi, sehingga
guru berupaya sedemikian rupa guna merubah siswa ke arah yang lebih baik.
Pada era sekarang ini pendidikan di sekolah-sekolah telah memandang
pendidikan sebagai suatu sistem dimana di dalam pendidikan terdapat
komponen-komponen yang saling berkaitan dan mempunyai kedudukan yang
10
sama pentingnya. Ada dua komponen utama dalam proses belajar mengajar
yakni guru dan siswa, sehingga terjalin suatu interaksi timbal balik yang
bermakna dengan tujuan menjadikan perubahan tingkah laku pada siswa yang
belajar. Perubahan itu harus dituntut dengan komponen yang saling berkaitan
dan mempunyai kedudukan yang sama penting. Dalam hal pembelajaran
terdapat unsur-unsur yang berperan dalam proses pembelajaran yaitu unsur
siswa, guru, tujuan, materi, metode, media dan evaluasi.
2.1.1 Siswa
Siswa merupakan komponen penting dalam pembelajaran, tanpa
adanya siswa maka pembelajaran tidak akan terjadi, karena siswa subyek
didik dari pengajaran. Siswa mempunyai dua faktor yang dapat
mendukung dan menghambat proses belajar mengajar khususnya seni.
Adapun faktor yang mendukung adalah persiapan siswa yang mana
masing-masing siswa tersebut dituntut terlebih dahulu mempersiapkan diri
semaksimal mungkin. Diperkirakan sangat penting untuk dipersiapkan
secara mantap oleh siswa yaitu mengenai tujuan dan bahan pembelajaran.
Sedangkan faktor yang menghambat proses belajar mengajar siswa yaitu
belum dikuasai sepenuhnya hasil dari menyerap bahan pelajaran, karena
hasil dari bahan pelajaran itu dapat mempengaruhi tujuan yang akan
dicapai.
2.1.2 Guru
Peranan guru dalam proses belajar mengajar sangat penting yaitu
guru sebagai moderator, guru sebagai pengelola kelas, guru sebagai ahli
11
media, guru sebagai evaluator disamping itu guru harus berkualifikasi
tinggi, dapat menyelenggarakan dan menilai program pengajaran. Guru
merupakan pendidik dan pengajar yang menyentuh pribadi siswa. Oleh
siswa sering dijadikan tokoh teladan,. Oleh karena itu, seyogyanya
memiliki perilaku yang memadai untuk dapat mengembangkan diri siswa
secara utuh, selain itu guru juga memiki tugas untuk mendorong,
membimbing, dan memberi fasilitas belajar, bagi siswa untuk mencapai
tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu
yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa.
Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari
berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam
segala fase dan proses perkembangan siswa. Telah jelas bahwa peranan
guru telah berubah yang sebelumnya hanya sebagai pengajar menjadi
direktur pengarah belajar. Sebagai direktur belajar tugas dan tanggung
jawab turut menjadi lebih meningkat yang kedalamnya termasuk fungsifungsi
guru sebagai perencana pengajaran, pengelola pengajaran, penilai
hasil belajar, sebagai motivator belajar dan sebagai pembimbing (Slameto
2003:98).
2.1.3 Tujuan
Kegiatan belajar mengajar dalam kelas sebagian besar didasarkan
pada pencapaian tujuan pembelajaran, tujuan menyatakan apa yang harus
dikuasai, diketahui, atau dilakukan oleh siswa setelah mereka melakukan
kegiatan belajar mengajar. Darsono (2000:26) mengatakan pembelajaran
12
adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja, sedangkan
tujuan pembelajaran adalah membantu siswa memperoleh pengalaman.
Dengan pengalaman tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun
kualitas. Tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan
dan nilai-nilai atau normal yang berfungsi sebagai pengendalian sikap dan
perilaku siswa.
Tujuan pembelajaran adalah langkah pertama yang harus
ditetapkan dalam proses pembelajaran, sedangkan bahan pembelajaran
merupakan isi dari pembelajaran. Bahan pembelajaran ini mendukung
tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik.
2.1.4 Materi atau Bahan
Bahan pembelajaran harus menunjang tujuan yang telah
ditetapkan. Bahan pembelajaran harus pula sesuai dengan taraf
perkembangan dan kemampuan siswa, menarik dan merangsang serta
berguna bagi siswa, baik untuk pengembangan pengetahuannya atau untuk
keperluan tugas di lapangan.
2.1.5 Metode
Cara atau teknik pembelajaran merupakan komponen proses
belajar mengajar yang banyak menentukan keberhasilan pembelajaran.
Keberhasilan dan melaksanakan suatu pembelajaran sebagian besar
ditentukan oleh pilihan bahan dan pemakaian metode yang tepat.
Metode pembelajaran merupakan salah satu prosedur yang
ditempuh untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Terdapat
13
banyak metode yang digunakan dalam proses pembelajaran, namun
metode yang diterapkan tergantung dari pelaksanaan pembelajaran yang
disesuaikan dengan setiap sub pokok bahasan.
Menurut Muhibbin (2000:201) metode secara harfiah berarti “cara”
dalam pemakaian yang umum metode diartikan sebagai cara melakukan
suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta
dan konsep-konsep secara sistematis. Selanjutnya yang dimaksud dengan
metode mengajar ialah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan
kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran
pada siswa.
Menurut Roestiyah (1986:53) metode-metode tersebut dijabarkan
sebagai berikut:
2.1.5.1 Metode Ceramah
Metode ceramah ialah cara penyampaian materi pelajaran
dengan memberi penjelasan atau deskripsi secara sepihak oleh
seorang guru yang bertujuan agar siswa memahami kesatuan bahan
pelajaran tersebut. Apabila penggunaannya disertai dengan metode
yang lain misalnya metode tanya jawab, maka metode ini disebut
metode ceramah bervariasi.
Dalam pengajaran praktik tari, metode ceramah dilaksanakan
oleh guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa mengenal
tentang gerak dan menjelaskan teknik menggerakkannya.
14
2.1.5.2 Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dan menjawab
pertanyaan dari siswa.
Dalam praktik tari banyak kemungkinan adanya kesalahan yang
dilakukan oleh siswa. Oleh karena itu, dengan adanya metode tanya
jawab memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
sehingga guru secara langsung memberikan jawaban yang dimaksud.
2.1.5.3 Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi ialah penyajian bahan pelajaran dengan
menggunakan contoh berupa tingkah laku oleh guru. Dalam hal ini
guru mendemonstrasikan cara gerak yang benar dan siswa
memperhatikan.
2.1.5.4 Metode Kerja Kelompok.
Metode kerja kelompok yaitu cara penyajian bahan pelajaran
dengan memberikan tugas-tugas tertentu kepada siswa untuk
dikerjakan secara kelompok. Setelah melihat cara gerak tari tertentu
yang diperagakan oleh guru, siswa diberi kesempatan untuk menirukan
gerak tari tersebut. Dalam praktik gerak tari diperlukan kerjasama
antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Oleh karena itu, gerak
tari dapat dilakukan secara kelompok atau bersama-sama.
15
2.1.5.5 Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah cara penyampaian bahan
pelajaran dengan memberikan tugas-tugas kepada siswa secara
kelompok atau individual. Setelah tugas selesai, siswa harus
bertanggung jawab atas pekerjaannya. Dalam praktik gerak, metode
pemberian tugas dilaksanakan oleh guru untuk memberikan
kesempatan kepada siswa berlatih dan bertanggung jawab dengan
tugas yakni melakukan gerak baik secara kelompok maupun secara
individu.
2.1.5.6 Metode Keterampilan dan Latihan
Yang dimaksud dengan metode keterampilan dan latihan ialah
cara penyajian materi pelajaran dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengerjakan tugas sesuai dengan contoh yang
diberikan oleh guru berupa tingkah laku. praktik gerak tari hendaknya
dilaksanakan berkali-kali. Oleh karena itu, guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlatih gerak tari secara berulangulang,
sehingga siswa akan menguasai gerak tari tersebut.
2.1.5.7 Metode Isyarat
Metode isyarat adalah bahasa satu-satunya yang digunakan
bagi anak tuna rungu. Cara guru menyampaikan materi dengan bahasa
isyarat. Dalam praktik gerak tari, gerakan srisig guru dapat
melambangkan burung yang sedang terbang di awan.
16
Peranan metode pengajaran sebagai alat untuk menciptakan proses
belajar mengajar. Efektif tidaknya penggunaan metode pembelajaran
untuk mencapai tujuan sangat bergantung pada kemampuan guru dalam
memilih metode yang tepat. Untuk itu dalam rangka mencapai tujuan
kegiatan pembelajaran yang ditetapkan diperlukan cara atau teknik yang
ditempuh pada langkah kegiatan atau dengan kata lain diperlukan metode.
Arti metode yang dikaitkan dengan kode yang digunakan untuk
berkomunikasi. Dalam hal ini dapat dibedakan lagi antara metode
komunikasi yang menggunakan kode yang bersifat verbal atau non verbal.
Yang digolongkan metode komunikasi verbal adalah antara lain metode
bicara (oral), metode menulis (graphic), dan metode abjad jari
(dactylology). Sedangkan metode isyarat tergolong metode komunikasi
non verbal (Sardjono 1995:55).
Berdasarkan uraian tentang metode, dapat disimpulkan bahwa
metode adalah cara atau teknik yang dipakai guru untuk menyampaikan
materi kepada siswa dan siswa dapat menerima pelajaran dengan jelas,
sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar.
2.1.6 Media
Media pembelajaran berfungsi untuk menjelaskan materi yang
disampaikan kepada siswa. Macam media beraneka ragam, dapat dalam
bentuk sederhana seperti papan planel, kertas karton, dapat pula dalam
bentuk seperti radio, televisi, film. Rohani (1997:2) mengemukakan media
adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan yang merangsang
17
sesuai untuk belajar. Media berfungsi untuk memperjelas materi yang
disampaikan pada siswa. Dengan mengunakan media proses belajarmengajar
dapat terlaksana dengan baik.
2.1.7 Evaluasi
Menilai hasil pengajaran adalah langkah terakhir dalam prosedur
pengajaran. Evaluasi dapat ditujukan pada prestasi belajar siswa. Evaluasi
dapat memberikan umpan balik bagi guru dalam rangka perbaikan setiap
komponen proses belajar-mengajar. Selain itu evaluasi berkaitan dengan
segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang yang mengetahui sampai
seberapa jauh tujuan atau sasaran pendidikan yang dapat dicapai. Seperti
yang dikemukakan oleh Darsono (2000:15) yaitu evaluasi merupakan
bagian integral dari proses pendidikan, karena dalam proses pendidikan
guru perlu mengetahui seberapa jauh proses pendidikan telah mencapai
hasil sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Menilai pengajaran yang
dilakukan guru adalah nilai relevansi antara tujuan pengajaran dan bahan
yang disajikan serta strategi dan alat pengajaran yang digunakan.
Salah satu tugas pokok guru adalah mengevaluasi taraf
keberhasilan rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk
melihat sejauh mana taraf keberhasilan mengajar guru dan hasil belajar
peserta didik secara tepat (valid) dan dapat dipercaya (reliable), kita
memerlukan informasi yang didukung oleh data yang obyektif dan
memadai tentang indikator-indikator perubahan perilaku dan pribadi
peserta didik. Oleh karena itu, biasanya kita berusaha mengambil cuplikan
18
saja yang diharapkan mencerminkan keseluruhan perilaku itu. Dengan
demikian sudah jelas sejauh mana kecermatan evaluasi atas taraf
keberhasilan proses belajar-mengajar itu akan banyak tergantung pada
tingkat ketepatan, kepercayaan, keobyektifan, dan kerepresentatifan
informasi yang didukung oleh data yang diperoleh.
Darsono (2000:106) mengatakan bahwa untuk mengambil
keputusan sesuai dengan tujuan evaluasi secara sistematik kegiatan
evaluasi harus dilakukan tahap demi tahap, yaitu pertama adalah
pengukuran dan tahap berikutnya ialah penilaian dan akhirnya
pengambilan keputusan.
Bagi guru evaluasi sangat penting karena untuk mengetahui
berhasil dan tidaknya proses belajar mangajar. Tanpa adanya evaluasi guru
tidak dapat mengerti kekurangan siswa, dengan adanya evaluasi maka
guru dapat melihat seberapa jauh siswa mencapai hasil pelajaran yang
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
2.2 Ketunarunguan
2.2.1 Pengertian Tuna Rungu
Bayak orang menganggap bahwa tuna rungu adalah orang yang tidak
dapat mendengar namun kenyataannya tidaklah demikian. Beberapa orang
tuna rungu masih mempunyai sisa pendengaran walaupun itu tidak jelas
karena berbagai faktor. Istilah tuna rungu sekarang dipergunakan dalam
lingkungan pendidikan luar sekolah.
19
Pengertian tuna rungu disamakan dengan tuli, sedangkan pengertian
ketunarunguan berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dari mal/dis/non (bawaan
sejak lahir/penyakit/turunan). Fungsi dari sebagian atau keseluruhan alatalat
pendengaran (Sastrawinata 1977:10). Pendengaran adalah menangkap
bunyi-bunyi (suara) dengan indera pendengaran (Suryabrata 2004:28).
Pendengaran dan suara itu memelihara komunikasi vokal antara mahluk
yang satu dengan yang lainnya.
Menurut Sardjono (1995:8) tuna rungu adalah anak yang kehilangan
pendengaran sejak lahir atau yang kehilangan pendengaran sebelum
belajar bicara atau kehilangan pendengaran demikian anak sudah mulai
belajar bicara karena suatu gangguan pendengaran, suara dan bahasa
seolah-olah hilang.
Bardasarkan uraian tentang tuna rungu dapat disimpulkan bahwa
tuna rungu merupakan salah satu kelainan fisik yang diderita seseorang
karena tidak atau kurang berfungsinya indera pendengaran. Pendengaran
yang berkurang akan menghambat seorang tuna rungu bersosialisasi
dengan masyarakat. Dengan demikian perlu adanya pendidikan bagi tuna
rungu supaya dapat menguasai keterampilan komunikasi sehingga ia dapat
pula berfungsi dengan sukses sebagai individu yang mandiri.
20
2.2.2 Ciri-Ciri Ketunarunguan
2.2.2.1 Ciri-Ciri fisik
Secara sekilas seseorang penyandang tuna rungu tidak ada
bedanya dengan anak-anak normal. bentuk daun telingadan
anggota tubuh lainnya hampir sama dengan anak-anak normal.
Tuna rungu merupakan kecacatan yang tidak tampak. Kecacatan
yang ditimbulkan mungkin merupakan kecacatan yang paling
sedikit dimengerti oleh mereka. Tetapi bila kita bertemu dan kita
mengajak berbicara barulah kita akan tahu bahwa dia adalah
seorang tuna rungu atau bila berbicara menggunakan bahasa
isyarat/tangan.
2.2.2.2 Ciri-ciri Psikologis Ketunarunguan
Akibat kekurangan pendengaran atau kehilangan sama
sekali/tuli total dapat menyebabkan seseorang penyandanag tuna
rungu cenderung memiliki perasaan yang mudah tersinggung. Hal
ini disebabkan oleh ketidakjelasan dalam menerima respon dari
orang lain dan tidak mampu mengungkapkan apa yang dikehendaki
maka sering timbul tidak berkenan dan mudah tersinggung
akhirnya timbullah marah. Kemarahan juga muncul sebagai akibat
dari kehilangan daya kontrol.
Para penderita tuna rungu juga akan merasa rendah diri.
Mereka merasa tidak dapat menemukan dan menjamin relasi
dengan kelompok teman sebaya atau kaum dewasa, untuk
21
berkomunikasi penyandang tuna rungu merasa dirinya tidak dapat
bergaul karena keterbatasan akan kemampuan berbicara.
2.2.3 Klasifikasi Ketunarunguan
Berdasarkan jenisnya gangguan pendengaran dapat dibagi
menjadi beberapa bagian tergantung dari sudut pandangan. Menurut
Sam Isbani dan Isbani (1979:45) jenis gangguan pendengaran dapat
diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:
2.2.3.1 Tuna Rungu Konduksi
Telinga bagian luar dan tengah yang mengalami kerusakan.
Getaran-getaran udara tidak ditangkap oleh membrane tympani
dan getaran suara tidak dapat mencapai saraf pendengaran.
2.2.3.2 Tuna Rungu Perceptif
Telinga bagian dalammengalami kerusakan sehingga
serabut-serabut saraf tidak dapat berfungsi normal akibatnya
getaran-getaran suara tidak dapat diteruskan atau disampaikan ke
pusat syaraf pendengaran di otak.
2.2.3.3 Gejala tuli campuran
Pada jenis ini organ pendengarnya rusak, baik bagian luar,
tengah, maupun dalam.
2.2.4 Penyebab Ketunarunguan
Faktor-faktor penyebab anak menjadi tuna rungu atau kurang
pendengaran, perlu diketahui oleh setiap orang tua dan pendidik luar
biasa, sehingga dapat mengadakan pencegahan agar tidak terjadi
22
kelahiran yang abnormal dan anak-anak tidak tumbuh menjadi
abnormal.
Menurut Muh Amin dkk (1979:23) anak tuna rungu atau kurang
pendengaran dapat terjadi
2.2.4.1 Sebelum anak dilahirkan atau masih dalam kandungan (prenatal).
Dalam masa prenatal tuna rungu atau kelainan pendengaran
dapat dibedakan oleh:
a. Faktor keturunan
Anak mengalami tuna rungu atau kurang
pendengaran/tuli sejak dilahirkan, karena ada diantara anggota
keluarga terutama ayah dan ibu yang menderita tuna rungu atau
kurang pendengaran. Hal ini sering disebut tuli genetic.
Penyebabnya ialah rumah siput tidak berkembang secara
normal dan ini menyebabkan kelainan pada corti (selaputselaput).
b. Cacar air, campak
Pada waktu mengandung menderita penyakit campak,
cacar air, sehingga anak dilahirkan menderita tuli mustimas (tak
dapat bicara secara lisan). Selain itu juga dapat berakibat
kerusakan pada cochlea, maka terjadilah tuli perceptif. Organ
yang diserang adalah saraf-saraf pendengaran.
23
c. Toxaemia (keracunan darah)
Pada waktu mengandung menderita keracunan darah.
Akibat placenta (ari-ari) menjadi rusak. Hal ini sangat
berpengaruh pada janin, sesudah anak dilahirkan menjadi tuli.
d. Penggunaan pil kina dalam jumlah besar
Ada beberapa ibu yang ingin menggugurkan
kandungannya dengan jalan minum pil kina dalam jumlah
besar, tetapi ternyata kandungannya tidak gugur. Hal ini dapat
mengakibatkan ketulian pada anak yang dilahirkan, yaitu
kerusakan cochlea (rumah siput).
e. Kelahiran premature
Bayi-bayi yang dilahirkan premature berat badannya
dibawah normal, jaringan-jaringan tubuhnya lemah dan mudah
terserang anoxia (kurang oxygen). Hal ini merusakkan inti
cochlea.
f. Kekurangan oxygen (anoxia)
Anoxia dapat mengakibatkan kerusakan pada inti brain
stem dan bangsal ganglia. Kemudian anak menjadi tuna rungu
atau kurang pendengaran pada taraf yang berat.
g. Anak yang mengalami kelainan organ pendengaran sejak lahir.
Nicrotis liang telinga sempit, sehingga anak mengalami
ketulian konduksi penerusan.
24
2.2.4.2 Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan.
a. Faktor rhesus ibu dan anak tidak sejenis.
b. Anak lahir premature atau sebelum kurang lebih dua bulan
dalam kandungan.
Anak yang dilahirkan premature, mempunyai gejala-gejala
yang sama dengan anak yang Rh-nya tidak sejenis dengan Rh
ibunya, yaitu menderita anemia dan mengakibatkan anoxia.
2.2.4.3 Sesudah anak dilahirkan.
a. Infectie.
Sesudah anak lahir dia menderita infectie campak, anak
dapat menderita tuli preceptic, virus akan menyerang cairan
cochles.
b. Meningitis (peradangan selaput otak).
Penderita meningitis mengalami ketulian yang perseptif.
Biasanya yang mengalami kelainan ialah pusat syaraf
pendengaran.
c. Tuli perceptif yang bersifat keturunan
Ketulian macam ini sulit dilihat, sehingga memerlukan
observasi yang cukup lama. Ketulian ini digolongkan ketulian
herede degeneratif nerve (degerasi syaraf yang diturunkan).
d. Otitis media yang kronis
Cairan otitis media yang kekuning-kuningan
menyebabkan kehilangan pendengaran secara konduktif.
25
e. Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan
Infeksi pada alat-alat pernafasan, misalnya pembesaran
tonsil adenoid dapat menyebabkan tuli konduktif (media
penghantar suara tidak berfungsi normal)
2.3 Seni Tari.
Seni tari merupakan salah satu bentuk kesenian yang telah dikenal
manusia sejak dahulu. Seni tari mempunyai arti dalam kehidupan manusia,
karena dapat memberikan berbagai manfaat. Sejak lahir seni tari mempunyai
ekspresi melalui bahasa tubuh sebagai sarana komunikasi dengan orang lain.
Tari merupakan alat ekspresi ataupun sarana komunikasi seseorang
seniman kepada orang lain (penonton/penikmat). Sebagai alat ekspresi tari
mampu menciptakan untaian gerak yang dapat membuat penikmatnya peka
terhadap sesuatu yang ada dan terjadi disekitarnya. Tari adalah sebuah
ungkapan, pernyataan, dan ekspresi dalam gerak yang memuat komentarkomentar
mengenai realitas kehidupan, yang bias merasuk di benak
penikmatnya setelah pertunjukan selesai. Ada pengertian yang lain mengenai
tari yaitu bentuk gerak yang indah dan lahir dari tubuh yang bergerak,
berirama dan berjiwa sesuai dengan maksud dan tujuan tari (Jazuli 1994:3).
Apabila tari dianalisis secara teliti, akan tampak dua elemen tari yang paling
penting, yaitu gerak dan ritme. Brakell (1991:35) mengemukakan gerak dalam
‘jogedan’ (tari), merupakan serangkaian gerak-gerik yang rumit, meliputi
26
gerak-gerik mengangkat kaki secara bergantian dipadu dengan gerakan tangan
dan dan posisi kepala tertentu.
Gerak sebagai elemen pokok dalam seni tari bukanlah sekadar gerak
yang wantah. Gerak dalam seni tari telah diubah sedemikian rupa, sehingga
menghasilkan gerak yang ekspresif. Lebih lanjut Jazuli (1994:3) menguraikan
bahan baku dari tari serta aspek-aspek yang terkandung di dalam pengertian
seni tari, adalah bentuk, gerak, tubuh, irama, dan jiwa.
Kehadiran bentuk didalam tari akan tampak pada desain gerak, pola
kesinambungan gerak dan didukung oleh unsur-unsur pendukung penampilan
tari, sehingga dapat menggetarkan perasaan atau emosi penonton (Jazuli
1994:4 )
Menurut Jazuli (1994:5) timbulnya gerak dalam tari berasal dari proses
pengolahan yang telah mengalami stilisasi dan distorsi. Penguasaan irama
terhadap irama merupakan jembatan penampilan sebuah sajian tari, agar sajian
tari lebih memiliki greget dan tidak terkesan monoton.
Seni tari dapat dinikmati dan memiliki keindahan apabila didukung
oleh unsur-unsur yang meliputi iringan, tema, tata rias, dan busana, ruang
pentas dan tata lampu. Sebagaimana dijabarkan oleh Soedarsono (1977:40-41)
yang menambahkan bahwa seni tari jika dinilai sebagai satu bentuk seni, maka
harus memenuhi elemen-elemen komposisi tari yang meliputi desain lantai,
gerak tari, desain atas, musik, desain dramatik, dinamika, koreografi
kelompok, tema, rias dan busana, properti tari, tata panggung, tata lampu dan
penyusunan acara.
27
Berdasarkan atas bentuk koreografinya tari-tarian di Indonesia dapat
dibagi menjadi tiga yaitu tarian rakyat, tarian klasik, dan tarian kreasi baru
(Soedarsono 1972:19). Tari-tarian rakyat adalah tarian yang sudah mengalami
perkembangan sejak zaman primitif sampai sekarang. Tarian ini sangat
sederhana dan tidak mengindahkan norma-norma keindahan dan bentuk yang
standar. Tari klasik adalah tarian yang telah mencapai kristalisasi keindahan
yang tinggi dan mulai ada sejak zaman rakyat feodal. Tari klasik mempunyai
gerak dan hitungan yang baku. Tari kreasi yaitu tarian yang mempunyai
keindahan tersendiri dari sang koreografer dimana dalam penciptaannya
berbeda dengan koreografer yang satu dengan yang lain.
Berdasarkan uraian tentang seni tari dapat disimpulkan bahwa seni tari
merupakan ekspresi jiwa manusia yang dilakukan secara sadar dan disengaja
melalui gerak-gerak yang ritmis dan indah. Seni tari dapat dinikmati dan
memiliki keindahan apabila didukung oleh unsur-unsur yang meliputi iringan,
tema, rias dan busana, ruang pentas dan tata lampu.
Di dalam tari kita dapat memproyeksikan munculnya keindahan
melalui gerakan-gerakan yang bersamaan dengan rasa kepuasan dalam diri
kita. Tari yang kita lakukan dapat membentuk suatu gerak tari yang indah.
Pemberian materi dan praktik bagi anak tuna rungu dipilih tari yang sekiranya
mudah dan dapat diingat. Gerak yang mudah dan tidak dirasa sulit bagi peserta
didik mengingat mereka berbeda dengan anak normal. Gerakan yang
diberikan dilakukan berulang-ulang sampai anak didik dapat menangkap
pelajaran dan mempraktikkannya.
28
Dengan demikian yang dimaksud seni tari dalam penelitian ini yaitu
lebih berorientasi pada pendidikan. Penulis bermaksud meneliti pembelajaran
seni tari bagi anak tuna rungu. Pembelajaran seni tari berarti suatu kegiatan
yang dilakukan guru dalam memberikan materi seni tari kepada siswa agar
dapat menerima materi sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian merupakan suatu rangkaian kegiatan manusia untuk
menemukan jawaban atau memecahkan masalah atau sesuatu yang
dipermasalahkan yang dihadapi berdasarkan kebenaran ilmiah. Dengan kata
lain, bahwa penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
ilmiah (Jazuli 2001:7-8).
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif artinya
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau lisan dan
perilaku yang dapat diamati dan orang-orang atau subyek itu sendiri (Furchan
1992:21).
3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang berjudul ‘pembelajaran seni tari bagi
siswa tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen’ adalah di sekolah luar
biasa (SLB)/B BAGASKARA, kelurahan Sragen Kulon kecamatan
Sragen kota Sragen. Peneliti mengambil lokasi SLB BAGASKARA
dengan pertimbangan bahwa SLB BAGASKARA merupakan salah
satu sekolah yang menampung para penyandang cacat tuna rungu di
29
30
Sragen. Tuna rungu di sragen masih jarang mengenal dan mempelajari
seni tari.
3.2.2 Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah metode pengajaran dan kesulitankesulitan
dalam pengajaran seni tari di SLB Bagaskara Sragen.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
3.3.1 Teknik Observasi
Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap objek yang
akan diteliti. Observasi diartikan teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara sistematis dan disengaja melalui pengamatan dan
pencatatan terhadap gejala yang diselidik (Hendrarto 1987:76). Teknik
observasi merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data yang lebih,
diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang
tampak pada objek penelitian, langsung ditempat dimana suatu
peristiwa, keadaan dan situasi yang sedang terjadi.
Adapun aspek-aspek yang diobservasi dalam penelitian ini
adalah: Kondisi fisik SLB BAGASKARA Sragen dan Proses
pembelajaran tari bagi anak-anak SLB Bagaskara Sragen.
Observasi yang dilakukan untuk mengetahui dan mengamati
kegiatan belajar seni tari di lingkungan sekolah dengan menggunakan
alat bantu berupa kamera foto dan daftar cek.
31
3.3.2 Teknik Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui
bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang memberikan
keterangan pada si peneliti (Mardalis 1999:64). Menurut Moleong
(1990:135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan narasumber yaitu pihak yang
diwawancarai dan yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Teknik wawancara yang digunakan adalah dengan pembicaraan
informal artinya pertanyaan yang diajukan tergantung pada wawancara
dengan mempertimbangkan pokok-pokok yang akan dipertanyakan.
Wawancara untuk memperoleh informasi dilaksanakan dengan melihat
situasi dan kondisi guru-guru serta karyawan SLB Bagaskara Sragen,
sehingga hubungan antara pewawancara dengan yang diwawancarai
berlangsung biasa dan wajar.
Pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa
dalam kehidupan sehari-hari. Wawancara dilakukan pada kepala
sekolah, guru-guru, guru seni tari, staf tata usaha, orang tua/wali
murid, dan siswa SLB Bagaskara Sragen. Wawancara yang dilakukan
untuk mengungkap permasalahan yang dibahas yang sifatnya
mendalam antara lain :
32
a. Wawancara pada Kepala Sekolah
Sejarah berdirinya SLB Bagskara Sragen. Jumlah siswa, guru
atau karyawan SLB Bagaskara Sragen. fasilitas yang dimiliki
sekolah.
b. Wawancara pada guru tari
Kurikulum yang digunakan dalam proses belajar mengajar.
Prestasi yang pernah diraih. Sarana dan prasarana yang dimiliki
sekolah khususnya dalam bidang tari. Kesulitan atau hambatan
dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan seni tari bagi siswa tuna
rungu. Metode yang banyak digunakan dalam pengajaran seni tari.
c. Wawancara pada guru-guru
Hubungan guru dengan siswa. Hubungan siswa dengan siswa.
Kesulitan guru dalam menghadapi siswa tuna rungu. Tata tertip
sekolah.
d. Wawancara pada wali murid
Peran serta orang tua terhadap prestasi di bidang seni tari.
Daerah asal siswa SLB Bagaskara Sragen.
e. Wawancara pada murid
Hubungan siswa dengan siswa. Senangkah dengan pelajaran tari.
3.3.3 Teknik Dokumentasi
Goba dan Lincholn dalam Moleong (1990: 161) menyatakan
bahwa teknik dokumentasi merupakan cara pengumpulan data yang
berupa pertanyaan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga
untuk keperluan pengujian suatu peristiwa seperti sumber tertulis, film,
33
data. Teknik dokumentasi ini dilaksanakan untuk memperoleh data
sekunder guna melengkapi data yang belum ada, yang belum diperoleh
melalui wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini teknik
dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang kegiatan yang
berhubungan dengan proses belajar mengajar pendidikan seni tari
berupa satuan pelajaran, daftar siswa, kurikulum, daftar nilai, foto
kegiatan di SLB Bagaskara Sragen.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditentukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data
(Moleong 1993:103). Teknik analisis data dilakukan dengan menelaah seluruh
data yang terkumpul dari berbagai sumber yaitu kepala sekolah, guru-guru,
guru seni tari, staf tata usaha, orang tua/wali murid, dan siswa. Pada penelitian
ini data yang telah terkumpul dipelajari dan ditelaah dengan mengadakan
reduksi data (penyederhanaan) yaitu dengan membuat abstraksi. Abstraksi
merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, pertanyaanpertanyaan
yang perlu dijaga. Langkah selanjutnya adalah menyusun dalam
satuan-satuan yang kemudian dikategorikan dengan pengkodean. Langkah
akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.
Setelah tahap analisis data selesai dilaksanakan, kemudian diadakan
penafsiran data dengan mengolah hasil sementara menjadi teori substantive.
34
Secara rinci hal-hal yang dimaksud dalam proses analisis data dapat
dijelaskan sebagai berikut:
3.4.1 Reduksi Data
Reduksi data dapat diartikan sebagai pemilihan pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
3.4.2 Klasifikasi Data
Data yang diperoleh dipisah-pisahkan dan dikelompokan
menurut kategori tertentu untuk memudahkan pencatatan.
3.4.3 Interprestasi Data
Untuk menganalisis data lebih lanjut, data yang sudah
dikelompokkan menurut kategorisasi diasumsikan atau ditafsir sesuai
dengan tujuan penelitian.
3.4.4 Penyajian Data
Penyajian data dapat diartikan sebagai kumpulan informasi
tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan
dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang baik merupakan cara
utama bagi analisis sahih.
3.4.5 Penarikan Simpulan atau Verifikasi
Penarikan simpulan merupakan bagian dari kegiatan dalam
konfigurasi (susunan) yang utuh. Proses yang berkaitan dengan
penarikan kembali selama menulis terhadap hal-hal yang melintas
dalam pemikiran baik berupa pendapat, intuisi atau kriteria tertentu
dikaji dan ditelaah secara seksama untuk mendapatkan simpulan
(verifikasi).
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa B Bagaskara Sragen.
4.1.1 Lokasi dan Lingkungan Sekitar
Sekolah Luar Biasa bagian B Bagaskara Sragen merupakan
sekolah luar biasa khusus untuk anak-anak penyandang cacat tuna
rungu, terletak di Jalan Mawar 469 Sragen Jawa Tengah.
Di sebelah Selatan kurang lebih 50 meter terdapat Kantor Kepala
Desa Sragen Kulon, yang bersebelahan dengan SD N 13 Sragen dan
depannya terdapat SMP N 5 Sragen dan STM Sukowati Sragen. Jarak
antara jalan raya sampai SLB Bagaskara Sragen kurang lebih 100
meter, dan lokasi sekolah ini berdekatan dengan perumahan penduduk
yang penduduknya lumayan padat.
Gedung SLB Bagaskara Sragen menghadap ke utara dan halaman
depan terdapat pohon-pohonan yang rindang dan pagar tembok yang
tingginya kira-kira dua meter. Halaman depan sekolah cukup luas
untuk bermain-main anak-anak SLB Bagaskara Sragen. Dari arah jalan
raya Solo Sragen, ke utara kira-kira 100 meter dan letak SLB
Bagaskara dari perempatan jalan Mawar ke barat. Sekolah Luar Biasa
Bagaskara Sragen berjajar dengan perempatan dan lingkungan sekitar
perumahan penduduk.
35
36
4.1.2 Sejarah Singkat SLB/B Bagaskara Sragen
Sekolah Luar Biasa Bagaskara Sragen berdiri pada tanggal 19
September 1969. Berdirinya SLB Bagaskara Sragen berawal dari
kegiatan belajar mengajar yang terdiri dari anak-anak gelandangan
yang bertempat di Kantor Sosial Sragen, seiring dengan berjalannya
waktu SLB Bagaskara Sragen juga menerima anak-anak cacat tuna
rungu atau tuna wicara. Kegiatan belajar mengajar ini ditangani oleh
guru SD sebanyak 5 orang yaitu: Bp Marsuki, Bp Subandi, Bapak
Suparto, Ibu Ristamsi, dan Ibu Surtinah.
Sekolah Luar Biasa Bagaskara Sragen didirikan oleh Ibu Sajid
Abas istri Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Sragen, mulai
tanggal 12 Mei 1975 SLB Bagaskara Sragen menempati gedung baru
yang bertempat di desa Beloran Sragen Kulon dengan sarana dan
prasarana seadanya 1 gedung 3 ruang yaitu: satu untuk ruang kantor
dan dua untuk ruang kelas. Maksud dan tujuan menempati gedung
baru yaitu supaya dapat menyelenggarakan, membina dan
mengembangkan pendidikan secara khusus bagi anak-anak yang
mengalami hambatan belajar karena kurangnya daya dengar, sehingga
mereka dapat menikmati kesempurnaan belajar. Tahap demi tahap
yayasan mendapatkan bantuan sehingga dapat membangun gedung
kelas dan gedung asrama, hingga keadaan sampai sekarang.
37
Pelayanan pendidikan yang dilaksanakan yayasan adalah
pelayanan pendidikan bagi anak-anak tuna rungu tingkat dasar, karena
pada tahun tersebut banyak ditemukan anak-anak tuna rungu yang
belum mendapatkan pendidikan khusus. Dengan harapan anak-anak
tuna rungu yang belum mendapatkan pendidikan yang layak dapat
dihimpun untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di yayasan
tersebut.
Seiring dengan dibukanya SLB Bagaskara Sragen tersebut ada
beberapa guru PLB yang melamar menjadi guru yayasan. Pada saat itu,
meskipun termasuk sekolah baru, SLB Bagaskara sragen tidak
mengalami kekurangan siswa maupun guru, sehingga kegiatan belajar
mengajar dapat berjalan dengan lancar seperti sekolah-sekolah pada
umumnya.
Semenjak mulai didirikan SLB Bagaskara tersebut pihak yayasan
bersama dengan tenaga edukatif mulai bekerja serius dan dibawah
pimpinan Ibu Sri Sujiyanti yang menjabat sebagai Kepala Sekolah
tidak henti-hentinya dan selalu memperjuangkan yayasan Bagaskara
supaya tetep maju dan berkembang.
4.1.3 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu penunjang yang
sangat mendukung dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar
(KBM). Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SLB Bagaskara
38
Sragen antara lain: gedung sekolah, asrama, ruang kesenian, kantor,
lapangan upacara.
Untuk memasuki lokasi SLB Bagaskara Sragen dari Jalan Mawar
469 melewati halaman yang cukup luas, berpagar besi serta bertembok
di sisi kanan kirinya. Halaman biasanya digunakan untuk kegiatan
upacara dan olah raga.
Keindahan dan kebersihan lingkungan belajar cukup
diperhatikan, hal tersebut terbukti dengan adanya penataan taman yang
cukup indah, penanaman pohon-pohon di sisi depan sekolah, dan
perawatan ruangan-ruangan yang teratur dan bersih.
Gedung SLB Bagaskara Sragen terdiri dari bangunan di sebelah
Timur yang meliputi ruang kelas-kelas sebanyak 5 ruang, sebelah
Barat meliputi ruang kesenian dan menjahit, ruang makan dan dapur
asrama SLB, kamar mandi dan WC, kamar tidur dan kamar belajar
asrama SLB, UKS, Rumah dinas Ibu Asrama SLB. Sebelah Selatan
terdapat ruang kelas, kantor serta ruang kepala sekolah dan
dibelakangnya terdapat ruang praktik memasak, ruang keterampilan
pertukangan dan sablon, depannya terdapat lapangan upacara dan olah
raga. Denah SLB Bagaskara dapat dilihat pada lampiran.
39
Sarana pendidikan khususnya untuk pelajaran seni tari yang
dimiliki SLB Bagaskara Sragen untuk memperlancar dan mendukung
KBM baik teori maupun praktik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Sarana Pengajaran Seni Tari
No Jenis Alat Jumlah
1.
2.
Tape recorder
Kaset tari-tarian masing-masing
- kaset tari merak
- kaset tari bondan tani
- kaset tari piring
Properti-properti yang ada;
- sampur
- boneka
- payung
- piring/lepek
1 buah
1 buah
10 buah
8 buah
8 buah
5 pasang
4.1.4 Kondisi Siswa SLB Bagaskara
Siswa SLB Bagaskara Sragen pada tahun pelajaran 2006/2007
berjumlah 22 orang dengan perincian sebagai berikut: kelas persiapan
ada lima orang, kelas 1 ada tiga orang, kelas 2 ada lima orang, kelas 3
ada empat orang, kelas 4 ada lima orang, kelas 5 tidak ada, kelas 6
tidak ada.
40
Secara lebih rinci keadaan siswa SLB Bagaskara Sragen tahun
pelajaran 2006/2007 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Jumlah Siswa SLB Bagaskara Sragen
Banyaknya siswa awal bulan Mutasi
P D1 D2 D3 D4 D5 D6
Keadaan
Akhir
Bulan
No
Nama
Bulan
LPLPLPLPLPLPLP
Klr Msk
P L Jml
1. Juli 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
2. Agu
st
2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
3. Sept 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
4. Okt 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
5. Nov 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
6. Des 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
7. Jan 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
8. Feb 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
9. Mar 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
10. Aprl 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
11. Mei 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
12. Juni 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22
Sumber: Statistik Keadaan Siswa SLB Bagaskara Sragen.
Keterangan tabel 2 yaitu jumlah siswa SLB Bagaskara Sragen.
- P yaitu kelas pemula atau taman kanak-kanak.
- D1 yaitu kelas satu.
- D2 yaitu kelas dua.
- D3 yaitu kelas tiga.
- D4 yaitu kelas empat.
- D5 yaitu kelas lima.
41
- D6 yaitu kelas enam.
- Klr yaitu keluar.
- Msk yaitu masuk.
- P yaitu perempuan.
- L yaitu laki-laki.
- Jml yaitu jumlah.
Dari 22 anak, mereka berasal dari kota Sragen dengan kondisi
perekonomian keluarga yang beraneka ragam dari pekerjaan orang tua
bermacam-macam pula dari menengah ke bawah sampai menengah ke
atas, dari buruh, pegawai, guru, pedagang, maupun wiraswasta.
Ditinjau dari waktu terjadinya ketunarunguan, semua
ketunarunguan siswa dialami sejak lahir. Hubungan dengan guru,
dengan teman tampak sangat baik. Mereka sangat menghormati dan
menghargai guru, disiplin dalam berpakaian, dan mau bekerja sama
dengan teman, baik pada waktu kegiatan belajar di kelas maupun
kegiatan di luar kelas. Hal tersebut terlihat pada saat bertemu dengan
guru atau tamu, mereka selalu memberi salam dan berjabat tangan.
Berpakaian seragam lengkap dengan atributnya, ikat pinggang, kaos
kaki, serta sepatu hitam. Bagi siswa yang telah menamatkan
pendidikan di SLB Bagaskara dapat melanjutkan pendidikannya di
SLTPLB atau sekolah-sekolah terpadu.
42
4.1.5 Kondisi Guru SLB Bagaskara
Tenaga pengajar di SLB Bagaskara berjumlah delapan orang,
terdiri dari seorang kepala sekolah, empat guru DPK artinya guru PNS
yang diperbantukan di SLB Bagaskara Sragen, dan tiga guru yang
diangkat oleh yayasan. Tiga orang guru SLB Bagaskara berpendidikan
SGPLB-B, tiga orang lagi berpendidikan S1-PKH, dan dua orang
berpendidikan SGPLB-C.
Dilihat dari asal daerah, mereka berasal dari beberapa kota di
Jawa Tengah antara lain: Sragen, Semarang, Wonogiri, dan yang
menganut agama Kristen ada 1 orang dan yang 7 orang menganut
agama Islam.
Hubungan antara guru sangatlah akrab dan penuh kekeluargaan.
Mereka sangat ramah dan senang membantu termasuk membantu
penulis dalam mengumpulkan data.
Sistem pembelajaran yang ditetapkan di SLB Bagaskara dengan
menggunakan sistem guru kelas. Setiap guru mengajarkan semua mata
pelajaran untuk kelasnya, kecuali mata pelajaran olah raga, agama,
seni tari. Mata pelajaran olah raga diampu oleh guru bidang studi olah
raga yaitu Mulyanto S.Pd. sedangkan mata pelajaran agama diampu
oleh Ida Susanti, sedangkan mata pelajaran seni tari diampu oleh Anik
Sulistyowati. Secara lebih rinci pembagian tugas mengajar masingmasing
guru dapat dilihat pada tabel berikut ini:
43
Tabel 3. Pembagian Tugas Mengajar Guru SLB Bagaskara Tahun
Pelajaran 2006/2007
No Nama guru/karyawan L/P Ijazah Jabatan Gol
Mulai
bekerja
Mengajar
kelas/BS
Ket
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sri Sujiyanti, S.Pd
Siti Maryam
Mulyanto, S.Pd
Suprapto
Ida Susanti W.R
Anik Suprapti, S.Pd
Tri Winarsih
Anik Sulistyowati
P
P
L
L
P
P
P
P
S1-PKH
SGPLBB
S1-PKH
SGPLBB
SPGLBC
S1-PKH
SPGLBB
SPGLBC
Kepsek
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
IV/a
IV/a
IV/a
III/b
III/b
-
-
-
1976
1982
1980
1989
1986
2000
2003
1986
-
D3
B5
D4
D1/B5
D1
D2
B5
DPK
DPK
DPK
DPK
DPK
GB
GB
GB
Sumber: Statistik Keadaan Guru SLB Bagaskara Sragen
4.1.6 Prestasi yang Pernah Diraih
Kecacatan bukanlah suatu halangan untuk meraih prestasi tetapi
justru mendorong dan memacu untuk memperoleh hasil yang lebih
baik. Prestasi yang pernah diraih SLB Bagaskara Sragen selama tiga
tahun terakhir di bidang olah raga, patut dibanggakan karena mereka
tidak kalah dengan anak-anak normal. Setiap lomba mereka tidak mau
kalah, olah raga tenis meja yang paling menonjol dan disegani lawan.
44
Dalam bidang seni Kabupaten Sragen jarang sekali mengadakan
lomba, sehingga SLB Bagaskara Sragen tidak memiliki tropi atau piala
yang berhubungan dengan seni, walaupun tidak mempunyai tropi atau
piala SLB Bagaskara juga pernah diundang untuk mengisi acara pentas
tari dalam rangka hari ulang tahun Pramuka di Pendopo Rumah Dinas
Bupati dan di gedung Korpri dalam rangka seminar tentang anak-anak
cacat.
Keberhasilan ini tidak semata-mata dari anak-anak tetapi juga
berkat dedikasi guru yang membimbing dengan sabar, dukungan orang
tua dan sarana dan prasarana yang sangat mendukung.
4.1.7 Peraturan dan Tata Tertib Sekolah
Tata tertib yang diberlakukan di sekolah diperuntukkan bagi
siswa dan guru supaya proses belajar mengajar dapat tercapai
semaksimal mungkin. Kelas persiapan sampai tingkat dasar, hari Senin
s.d. Kamis pembelajaran berlangsung antara pukul 07.30- 12.00 WIB,
hari Jum’at pukul 07.30- 11.00 WIB, dan hari Sabtu pukul 07.30-
10.00 WIB.
Siswa harus sudah datang sebelum pelajaran dimulai. Siswa
persiapan sampai kelas tingkat dasar, pada hari Senin dan Selasa
mereka memakai seragam merah putih, hari Rabu dan Kamis memakai
seragam dari yayasan, sedangkan hari Jum’at dan Sabtu memakai
seragam pramuka. Selama proses belajar mengajar siswa tidak
diperkenankan keluar ruangan kelas atau berada di luar kelas. Istirahat
45
ada dua kali yaitu istirahat pertama pukul 09.15- 09.30 WIB dan
istirahat kedua pukul 11.00- 11.15 WIB. Selama istirahat siswa hanya
boleh jajan di sekitar sekolah dan itu dalam pengawasan guru. Jadwal
pelajaran tari dilaksanakan pada hari Jum’at 09.00- 10.30 WIB dan itu
diikuti dari kelas persiapan dan tingkat dasar. Setiap hari Senin dan
hari-hari peringatan nasional, sekolah mengadakan upacara bendera
yang wajib diikuti oleh guru dan siswa, dengan petugas para siswa.
Para guru juga diberlakukan aturan yang sama dengan para
siswa. Para guru diharuskan memakai seragam PSH atau Safari.
Sepuluh menit sebelum pelajaran dimulai guru harus sudah datang.
4.2 Pembelajaran Tari Bagi Anak Cacat Tuna Rungu di SLB
Bagaskara Sragen
Pembelajaran teknologi khususnya bidang seni sangat berpengaruh
dalam dunia pendidikan. Hal ini terbukti dengan adanya sekolah-sekolah yang
dikategorikan memiliki predikat sebagai sekolah unggulan, ternyata tidak
hanya diperoleh dari hasil belajar siswanya di bidang akademik saja, tetapi
dalam kegiatan ekstrakurikuler pun sangat menentukan bagi sekolah-sekolah
tersebut untuk menyandang predikat sekolah yang diunggulkan. Kegiatan
ekstrakurikuler yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan drama dan seni
tari. Hal itulah yang mendukung keberhasilan siswa dalam mata pelajaran
kesenian di sekolah.
46
Tujuan didirikan SLB Bagaskara di Sragen adalah untuk menampung
anak-anak yang mempunyai kelainan (cacat) untuk mendapatkan pendidikan
layaknya seperti anak-anak lain (normal) yang ada di Sragen dan sekitarnya.
Selain itu juga sebagai upaya untuk menyukseskan wajib belajar 9 (sembilan)
tahun bagi anak usia sekolah. Kurikulum yang digunakan SLB Bagaskara
Sragen adalah kurikulum berbasis kompetensi yang mempergunakan sistem
semesteran. Kurikulum ini sudah disesuaikan dengan keadaan siswa di SLB
Bagaskara tersebut.
Pelajaran tari yang diberikan pada peserta didik yang mempunyai
kecacatan (tuna rungu) sebaiknya diberikan tari kreasi. Guru dalam mengajar
dan memilih metode harus sabar dan tepat bagi anak-anak tuna rungu. Untuk
itu diberikan materi tari kreasi atau tari klasik yang sekiranya mudah
ditangkap anak tuna rungu dan gerakannya sederhana sehingga tidak
membahayakan si anak didik.
Mata pelajaran seni tari untuk kelas persiapan sampai kelas D6
diberikan tiap hari Jum’at dengan jatah waktu satu jam pelajaran. Mengingat
keadaan fisik siswa, maka pembelajaran seni tari diberikan hanya satu jam.
Hal ini untuk menjaga stamina dan ketahanan tubuh dari masing-masing
siswa. Guru pengampu mata pelajaran kesenian dalam kesehariannya juga
memegang guru kelas dan mengajar mata pelajaran umum. Pembelajaran seni
tari diikuti oleh siswa kelas persiapan sampai tingkat D6.
Berikut ini akan diuraikan secara rinci tentang pembelajaran tari kreasi
yang dilakukan pada anak cacat tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen.
47
4.2.1 Tujuan
Dalam setiap kegiatan belajar mengajar, faktor tujuan merupakan
faktor yang sangat menentukan, sehingga dengan tujuan yang jelas
akan semakin jelas dan terarah pula pembelajaran yang dilaksanakan.
Dengan tujuan yang jelas semakin mudah bagi guru untuk menentukan
metode, memilih materi pembelajaran, menentukan alat dan media
pembelajaran serta menentukan evaluasi yang tepat dalam kegiatan
belajar mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran yang terdapat
dalam kurikulum. Menurut ibu Anik Sulistyowati dalam
wawancaranya pada tanggal 5 Mei 2006 sebagai guru pengampu seni
tari, bahwa tujuan umum dalam belajar tari kreasi di SLB adalah
pemberian suatu kegiatan berkreasi dalam olah gerak bagi anak cacat
tuna rungu supaya mampu menarikan seperti halnya anak yang normal.
Tujuan khusus diberikan tari kreasi bagi anak cacat tuna rungu SLB
Bagaskara Sragen adalah ;
a. memenuhi program kurikulum pendidikan,
b. mendidik siswa dalam kegiatan seni,
c. melatih motorik siswa melalui olah gerak dan tari,
d. melatih intelegensi siswa melalui hitungan gerak atau gerak tari
yang sederhana,
e. melatih sosialisasi siswa melalui pelatihan bersama-sama,
f. melatih emosional siswa dalam kepekaan rasa menangkap gerak
tari,
48
g. membina dan memperdalam keimanan serta pembentukan sikap
dalam menghargai seni,
h. Memberikan pengayaan kepada siswa yang menyangkut aspek
pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk menjadi manusia
seutuhnya,
i. memberikan bekal keterampilan untuk hidup di masyarakat,
j. menambah rasa cinta dan tanggung jawab dalam upaya
melestarikan kesenian.
Berdasarkan uraian tujuan tersebut dapat dianalisis bahwa
pembelajaran tari kreasi bagi anak cacat tuna rungu sangat penting dan
banyak kegunaannya. Tujuan pembelajaran yang ditetapkan melalui
pembelajaran tari kreasi yang diberikan sudah tercapai. Hal ini
diwujudkan oleh siswa dalam pementasan seni acara “HUT Pramuka”
yang diselenggarakan di Pendopo Rumah Dinas Bupati. Siswa dapat
bertingkah laku positif dalam mencintai dan melestarikan kesenian.
Sementara itu pihak sekolah mempunyai bekal keterampilan dan
pengetahuan yang bermanfaat. Semua itu diterapkan dalam pogram
sekolah.
4.2.2 Materi atau Bahan
Untuk materi dan bahan pembelajaran seni tari dititikberatkan
pada olah fisik dan sistem berapresiasi pada seni, dimana dalam
pembelajaran tari ditinjau dari segi pengajarannya adalah kegiatan
dalam pelajaran teori, praktik dan apresiasi seni tari. Bahan-bahan
49
pelajaran yang sesuai dengan sasaran yang sudah ditetapkan pelajaran
teori dan apresiasi seni tari termasuk ke dalam rumpun kegiatan yang
menitikberatkan pada aktivitas fisiknya. Ditinjau dari segi bahan
pengajarannya kegiatan belajar seni tari dapat dibedakan menjadi
kegiatan dalam pembelajaran teori dan apresiasi seni tari, serta
kegiatan dalam pelajaran praktik materi tari kreasi maupun klasik yang
diberikan bagi siswa yang mempunyai kecacatan harus disesuaikan
dahulu dengan keadaan fisik yang dimiliki siswa.
Materi atau bahan pelajaran yang diberikan pada siswa telah
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Materi yang diberikan dipilih materi yang sederhana berupa gerak
yang tersusun /terpola sederhana mengingat keadaan fisik siswa.
b. Materi yang diberikan dapat menambah perbendaharaan
pengetahuan bagi siswa.
c. Materi yang diberikan untuk menambah keterampilan siswa
khususnya materi yang berhubungan dengan praktik tari.
Materi-materi yang diberikan dapat diterima oleh siswa dan tidak
menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan.
Materi yang diajarkan dapat dikuasai dan diperagakan oleh siswa
dengan tidak menuntut kesempurnaan mengingat keadaan yang
dimiliki siswa. Dilihat dari segi kondisi dan keadaan siswa yang
berbeda dengan anak normal materi yang diberikan tidak hanya
mengacu pada praktik latihan tetapi juga pemberian materi teori
50
sebelum praktik. Pemberian materi teori diberikan kata-kata yang
mudah dipahami dan tidak menyulitkan bagi siswa dalam menerima
pelajaran. Dari hasil penelitian, siswa lebih senang diberikan materi
teori atau praktik dengan satu kata yang berarti untuk suatu gerak.
Perlu ditegaskan lagi bahwa materi pelajaran yang diberikan bagi
siswa SLB Bagaskara Sragen pada dasarnya mempunyai materi
bersifat praktik dan teori yang saling berkesinambungan.
Untuk media komunikasi dalam pembelajaran praktik tari
pelaksanaannya menitikberatkan pada aktivitas fisik, senantiasa akan
lebih banyak dilakukan dengan perbuatan/peragaan dari pada dengan
lisan.
Pukul 09.05 WIB guru memberi salam secara lisan dengan
isyarat dan senyuman. Guru menanyakan tugas rumah yang diberikan
kemarin dan membahas bersama-sama. Setelah itu dilanjutkan dengan
pemanasan atau olah tubuh. Misalnya: tangan direntangkan kepala
mengangguk bergantian, sepuluh menit berikutnya siswa
diperkenalkan dengan ragam gerak secara lisan dan praktik. Misalnya:
gerakan srisig (lari kecil-kecil kaki jinjit) diibaratkan burung yang
sedang terbang mengepakkan sayapnya dan sambil lari kecil-kecil.
Materi yang diberikan selama 1 jam ini diselingi dengan istirahat
sekitar 5 menit, pembelajaran selesai tepat pukul 10:00 WIB.
Pemberian materi diberikan pada siswa menggunakan kata-kata yang
sederhana (srisig : terbang, menthang : kedua tangan lurus ke samping)
51
dan mudah ditangkap oleh siswa. Penilaian yang digunakan Ibu Anik
meliputi tiga aspek penilaian yaitu penilaian tingkah laku, penilaian
bahan dan materi, serta penilaian secara menyeluruh. Guru tidak
memberikan evaluasi dan tidak menuntut kesempurnaan gerak dalam
pembelajaran ini. Interaksi antara guru dan siswa SLB Bagaskara
Sragen, terjadi pada saat komunikasi antara guru dan siswa.
Komunikasi yang terjadi saat pelajaran berlangsung banyak mengalami
hambatan karena siswa terhambat dalam pendengaran. Hal tersebut
disebabkan oleh keadaan siswa yang tidak normal seperti halnya siswa
tuna rungu dan tuna wicara.
Berikut materi penyampaian yang bersifat praktik :
a. Pemanasan sebelum mulai ke gerak tari.
b. Mengenal gerak-gerak dasar.
c. Menghafal / melakukan gerak-gerak yang diberikan.
d. Membahas / memperagakan tugas rumah yang diberikan hari
sebelumnya.
e. Pemberian materi gerak dan memperagakannya.
f. Memberi tugas gerak tari untuk latihan di rumah.
Materi tari yang diberikan yaitu tari Merak tari kreasi yang
menggambarkan aktivitas burung merak yang gembira menepakkan
keindahan sayapnya. Materi gerak yang diberikan sangat sederhana
dan diulang-ulang gerakkannya. Tari ini adalah tari kreasi yang telah
diolah garapan geraknya supaya siswa dengan mudah menangkapnya.
52
Menurut pengamatan, dalam setiap kegiatan belajar mengajar
SLB Bagaskara Sragen secara garis besar dapat digolongkan tiga
kegiatan pokok yaitu :
a. Membuka pelajaran
Kegiatan membuka pelajaran ini dilakukan guru sebelum
penyajian inti pelajaran. Pelaksanaan pembelajaran ini terkadang tidak
seperti yang diharapkan, misalnya materi yang disampaikan tidak
tersampaikan semua. Hal ini karena waktu yang diberikan terlalu
pendek. 1 jam untuk melakukan 3 kegiatan tersebut di atas sebelum
masuk selalu menyita waktu sekitar 5 menit. Untuk itu siswa sudah
harus siap sebelum jatah waktu yang ditentukan. Siswa harus pindah
ruangan dari ruangan kelas ke ruangan praktek, kemudian melepas
sepatu. Setelah siswa sudah masuk dalam kelas, guru mulai pelajaran
dengan membuka pelajaran dengan salam dan tak lupa menanyakan
keadaan siswa apakah siap untuk menerima pelajaran. Dalam kegiatan
membuka pelajaran guru lebih sering menggunakan metode ceramah
dan isyarat. Berikut ilustrasi percakapan kegiatan yang dilakukan oleh
guru pada kegiatan membuka pelajaran:
Guru : “Selamat pagi anak-anak !”
Siswa : “Se..la..mat.. pa..gi.. buu..!” (bagi anak yang bisa
mengucap, dia akan mengucap tapi tidak mengeluarkan
suara melainkan membuka mulutnya dengan lafal selamat
53
pagi, bagi yang tidak bisa dia Cuma menganggukkan
kepala) atau guru menggunakan bahasa isyarat.
Guru : “Siapa yang capek atau sakit boleh istirahat ya, tapi
sambil melihat temannya yang menari.”
Siswa : “Iya buu….”
Setelah ini dilanjutkan dengan kegiatan inti pelajaran.
b. Penyajian inti pelajaran
Kegiatan penyampaian materi pelajaran sesuai dengan program
yang akan diajarkan, yaitu tari Merak. Penyampaian materi pelajaran
tari Merak ini lebih bersifat fleksibel, sesuai dengan kemampuan
siswa. Guru tidak menggunakan perangkat pembelajaran seperti
rencana pembelajaran atau yang sejenisnya serta tidak mempunyai
target-target yang harus dicapai oleh siswa. Dalam penyajian inti
pelajaran guru lebih sering menggunakan metode ceramah, isyarat,
demonstrasi dan latihan. Berikut ilustrasi percakapan kegiatan yang
dilakukan oleh guru pada kegiatan penyajian inti pelajaran:
Guru : “Sebelum mulai pelajaran tari, yuk pemanasan dulu,
tangannya lurus.”
“pelan-pelan ya…….”
“kalau sudah lurus di putar ya…. Ayo……”
Siswa : “Iya buu…..”
“gii..ni buu….”
Guru : “Iya pinter.”
54
“sekarang ibu mau tanya apa hayo PR-nya kemarin.”
“siapa masih ingat, tunjuk jari.”
“ayo pinter…..”
Siswa : “Ukeel…seblak sampur…..”
Guru : “Pinter…”
“jalan kecil-kecil sambil putar, tangannya ditepakkan
jangan lupa bawa sampur.”
“ayo jalan yok…. Jangan tabrakan sama temennya.”
Siswa : “Iyaa bu….”
Guru : “Ibu tambah satu gerak lagi ya.”
“kaki geser (kengser) tangan di depan dada naik turun
bergantian.”
“bisa…”
Siswa : “Bisaaa…. Bu…..”
Guru : “Iya bagus sekali ! apakah ada yang belum bisa?”
“kita ulangi ya, yuk bareng-bareng.”
Siswa : “Iya…..”
Setelah kegiatan inti pelajaran ini selesai maka akan dilanjutkan
dengan kegiatan penutup.
c. Menutup pelajaran
Kegiatan yang dilakukan guru dalam penutup pelajaran dan guru
memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Dalam kegiatan
menutup pelajaran guru lebih serin menggunkana metode ceramah,
55
tugas serta isyarat. Berikut ilustrasi percakapan kegiatan yang
dilakukan oleh guru pada kegiatan menutup pelajaran:
Guru : “Gimana enak kan…? Untuk gerakan tadi buat PR ya.”
“besuk sebelum mulai ibu akan tanya PR-nya ”
“latihan di rumah ya…”
Siswa : “Iya… bu.. ”
Guru : “Selamat siang anak-anak.”
4.2.3 Metode
Menurut Sudjana (1989:76) berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan metode mengajar ialah : cara yang dipergunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya
pengajaran. Oleh karena itu, peranan metode mengajar sebagai alat
untuk menciptakan proses belajar mengajar.
Ada bermacam-macam metode yang dipergunakan dalam
pemberian suatu materi pelajar kepada siswa. Metode yang banyak
digunakan dalam pembelajaran adalah metode ceramah, metode tanya
jawab, metode diskusi, metode tugas, metode latihan, metode kerja
kelompok, metode demontrasi, metode eksperimen. Dari berbagai
metode tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri. Proses belajar mengajar
yang baik, hendaknya mempergunakan berbagai jenis metode
mengajar secara bergantian atau saling bahu-membahu satu sama lain.
Masing-masing metode ada kelemahan serta keuntungannya. Tugas
guru ialah memilih berbagai metode yang tepat untuk menciptakan
56
proses belajar mengajar. Ketepatan penggunaan metode mengajar
tersebut sangat bergantung kepada tujuan, isi proses belajar mengajar
dan kegiatan belajar mangajar. Ditinjau dari segi penerapannya,
metode-metode mengajar ada yang tepat digunakan untuk siswa dalam
jumlah besar dan ada yang tepat untuk siswa dalam jumlah kecil. Ada
juga yang tepat digunakan di dalam kelas atau di luar kelas.
Metode pembelajaran tari bagi siswa yang memiliki ketunaan
hampir sama dengan metode bagi siswa yang normal yaitu dengan
menggunakan metode demonstrasi, metode latihan (drill), metode
tugas dan metode ceramah.
Dari hasil penelitian di lapangan metode yang digunakan ibu
Anik Sulistyowati pada pembelajaran seni tari di SLB Bagaskara
Sragen adalah metode isyarat, metode demonstrasi, metode latihan,
metode tugas, metode ceramah. Metode pelaksanaannya tidak
diterapkan sendiri-sendiri secara terpisah melainkan dikombinasikan,
(Jamalus 1981:30). Sesuai dengan pemikiran Jamulus, guru bidang
studi tersebut dalam mengajarkan materi tidak hanya menggunakan
satu metode saja, akan tetapi mengkombinasikan beberapa metode
yang tepat dan sesuai dengan materi pelajaran. Seluruh metode
tersebut dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran seni tari secara
menyeluruh dari kegiatan awal hingga kegiatan penutup. Adapun
penjelasan dan penerapan merode tersebut adalah: .
57
4.2.3.1 Metode Isyarat
Metode ini didasari oleh pandangan yang menyatakan
bahwa sesuai dengan kodratnya bahasa yang paling cocok untuk
anak tuna rungu ialah bahasa isyarat (Sastrawinata 1977 :32).
Keuntungan metode isyarat ialah sesuai dengan dunia anak
tuna rungu, yaitu dunia tanpa suara, sesuai dengan kemampuan
anak tuna rungu untuk menerima dan mengeluarkan pikiran-pikiran
melalui lambang visual sesuai dengan bahasa ibunya. Kelemahankelemahan
metode ini ialah tidak efisien karena banyaknya isyarat
yang harus dipelajari, tidak semua pengertian (terutama pengertian
yang abstrak) dapat diisyaratkan, keragaman isyarat sesuai dengan
daerah dan kehendak si pembuat isyarat, dan membatasi anak tuna
rungu pada lingkungan yang dapat mengerti isyarat-isyarat.
Metode isyarat ini adalah bahasa satu-satunya yang
digunakan bagi anak tuna rungu. Cara guru menyampaikan materi
dengan bahasa isyarat. Contoh : dalam gerak tari. Gerakan srisig
dalam tari Merak, guru melambangkan burung yang sedang
terbang dan menapakkan kedua sayapnya.
4.2.3.2 Metode Demonstrasi
Guru memperagakan/memberi materi gerak dan bentuk tari,
dan ekspresi tari yang diajarkan. Dalam pembelajaran tari kreasi
yang akan diberikan untuk metode demonstrasi guru sengaja
memberikan gerak yang sederhana dan dipadukan dengan kata-kata
58
yang sederhana pula. Hal ini mengingat ketidaksempurnaan siswa
dalam menerima pelajaran. Contoh : guru mendemonstrasikan
terbang. Siswa lebih bisa memahami dan menggerakkan kata-kata
yang diperintahkan oleh guru. Dengan satu kata namun berarti
untuk banyak gerak. Terbang disini mempunyai olahan gerak yang
menggambarkan burung sedang terbang. Satu penggalan kata
seperti terbang lebih mudah ditangkap siswa di banding dengan
mendemostrasikan deskripsi gerak tari yang lazim pengajarannya
untuk anak yang normal. Bila diuraikan dalam deskripsi gerak tari
Merak, disini diambil contoh gerak srisig (lari kecil-kecil kaki
jinjit). Guru memperagakan gerak srisig tersebut dan memberikan
gambaran seolah-olah gerakan itu menggambarkan burung yang
sedang terbang di angkasa dan mengepakkan kedua sayapnya.
Setelah guru memberikan contoh siswa disuruh menirukan gerakan
yang baru saja guru peragakan.
4.2.3.3 Metode Latihan (driil)
Metode latihan (driil) ini baik sekali digunakan untuk halhal
yang bersifat motorik. Metode latihan (driil) ini sangat bagus
diberikan mengingat keadaan siswa. Cacat bukan berarti diam dan
tidak bisa bergerak. Olah tubuh diberikan pada awal pelajaran hal
ini untuk melatih motorik siswa supaya tidak kaku. Contoh : hoyok
(kaki mendak,badan doyong ke kanan dan ke kiri), gedeg (kepala
geleng ke kanan dan ke kiri), ukel (gerak pergelangan tangan yang
59
di putar), mendak (ke dua kaki merendah dengan sedikit di tekuk).
Metode latihan sangat baik dilakukan karena sebelum anak
memulai pelajaran dia bisa melakukan pemanasan terlebih dahulu,
mengingat keadaan siswa SLB Bagaskara yang kurang normal.
Sebelum pelajaran dimulai anak biasanya latihan terlebih dahulu
sambil mengingat-ingat gerak yang disampaikan guru.
4.2.3.4 Metode Tugas
Metode pemberian tugas ini tujuannya untuk lebih
memantapkan penguasaan siswa terhadap bahan/materi yang telah
dipelajari. Misalnya dalam pertemuan pertama guru memberi
penggalan gerak tari yang dirasa sulit dilakukan oleh siswa maka
gerak tersebut dijadikan tugas di rumah untuk latihan berulangulang
dan dibahas pada pertemuan berikutnya. Contoh: gerak yang
sudah dilakukan murid. Gerak srisig dalam tari Merak, kaki lari
dengan jangkah kecil-kecil dan kedua tangan dikepakkan ke atas
dan ke bawah. Pelajaran yang disampaikan tersebut masih belum
lancar guru memberikan tugas untuk di rumah supaya berlatih
gerakan yang diajarkan tersebut, dan besok bila ada pelajaran tari
diharapkan siswa sudah bisa semua.
4.2.3.5 Metode Ceramah
Metode ceramah adalah pemberian keterangan secara lisan
oleh guru kepada siswa. Guru menerangkan sedangkan siswa
mendengarkan atau memahami dengan teliti. Guru memberikan
60
pertanyaan siswa menjawab atau siswa menanyakan hal-hal/gerak
tari yang dirasa sulit diterimanya. Untuk metode ceramah ini
sangat sulit karena siswa yang diajar adalah tuna rungu dan
menggunakan bahasa isyarat. Dalam proses pembelajaran tari
tersebut baik dari kegiatan pembukaan hingga kegiatan penutup
pelajaran ini guru tari menggunakan seluruh metode yang
dikombinasikan. Maksud dari pernyataan tersebut ialah bahwa
guru tari tidak hanya menggunakan metode ceramah saja tetapi
juga menggunakan metode demonstrasi, isyarat, tugas serta latihan.
Metode-metode tersebut tidak berdiri sendiri tetapi merupakan
sebuah kesatuan.
4.2.4 Media
Media adalah sarana terpenting untuk pembelajaran. Misalnya
dalam kegiatan praktik musik/latihan iringan tari sangat diperlukan
adanya suatu media. Meskipun sudah berlangsung lama adanya
kegiatan pembelajaran kesenian (tari) di SLB namun media yang
tersedia kurang lengkap. Misalnya pada saat latihan praktek tari hanya
menggunakan tape recorder saja, dan tempat belum mempunyai
ruangan sendiri, ruangan yang dipakai adalah ruangan serba guna yang
biasa dipakai untuk ketrampilan sablon atau kadang dipakai untuk
tenis meja.
61
Menurut ibu Anik Sulistyowati dalam wawancarannya pada
tanggal 12 Mei 2006 penggunaan media sangat diperlukan agar
pembelajaran dapat berlangsung secara efisien, namun perlu pula bagi
guru untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Media
pembelajaran ini meliputi tempat belajar, alat belajar, dan waktu.
Ketiga bagian tersebut berperan penting dalam suatu pembelajaran.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai tempat belajar, alat dan waktu
belajar.
4.2.4.1 Tempat belajar
Kegiatan pembelajaran sangat memerlukan adanya suatu
wadah/tempat belajar. Tempat belajar akan dipergunakan untuk
menyampaikan materi pelajaran praktik tari dan keterampilan
sablon. Ruang ini sering mereka sebut dengan ruang praktik serba
guna. Dalam ruangan tersebut telah tersedia tape recorder dan alat
penunjang untuk menari seperti sampur. Walaupun ruangannya
dipakai untuk dua atau tiga kegiatan tidak menjadi penghalang
dalam pembelajaran tari.
4.2.4.2 Alat belajar
Alat belajar atau dengan kata lain akan semakin efektif,
efisien, lebih menunjang, lebih memperlancar di dalam
meningkatkan penguasaan hasil belajarnya jika peralatan belajar
tersedia lengkap dan memenuhi.
62
Alat belajar sangat dibutuhkan karena untuk menunjang
jalannya pembelajaran seni tari. Pada saat penelitian berlangsung,
Anik Sulistyowati sebagai g0uru tari menggunakan alat peraga
berupa sampur. Memakai sampur sendiri dan keterampilan
memainkan sampur juga diajarkan oleh guru dan siswa mengikuti.
Selain itu juga dengan tape recorder sebagai iringan musiknya.
4.2.4.3 Waktu
Waktu belajar dengan mempertimbangkan wadah kegiatan
dengan media cara belajar seni tari dapat dilaksanakan dalam
kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, maka sudah jelas
waktu untuk belajarnya dapat dilaksanakan pada jam pelajaran seni
tari serta pada jam ekstra.
Pembelajaran tari kreasi yaitu tari Merak dilaksanakan pada
waktu pelajaran kesenian, yaitu setiap hari Jum’at pagi pukul 09.00
WIB. Pembelajaran tari Merak diberikan hanya satu jam agar
kondisi dan mental terjaga dan tidak mengalami hambatan fisik
yang kurang diinginkan. Hal ini perlu diingat untuk setiap memulai
pelajaran hendaknya para siswa diperhatikan kondisinya. Sudah
siap dan mampukah siswa untuk menerima pelajaran atau tidak.
Hal tersebut dilakukan karena kondisi kecacatan yang dimiliki
siswa akan lebih sulit pemberian materi dibandingkan dengan anak
yang normal. Tepat pukul 09.00 WIB siswa melepas sepatu
masing-masing dan guru mengamati kondisi siswa. Misalnya:
63
apakah badan siswa dipandang lemes atau tidak, dan semangat
seperti hari-hari sebelumnya.
4.2.5 Evaluasi
Setelah terlaksana semua mata pelajaran tari yang diberikan
hendaknya terjadi atau diberikan suatu evaluasi sehingga guru mampu
mengetahui sejauh mana keberhasilan pemberian materi yang
disampaikan kepada siswa. Evaluasi dalam konteks belajar adalah hasil
belajar dan pembelajaran (Darsono 2000:106). Dalam penilaian seni
tari menggunakan penilaian perbuatan, dimana peserta didik banyak
melakukan praktik, maka dengan penilaian perbuatan akan diperoleh
penilaian kemampuan keterampilan dan sikap dari peserta didik pada
waktu melakukan praktik. Tujuan dari evaluasi ini yaitu untuk menarik
simpulan seberapa jauh peningkatan kemampuan para siswa dalam
menguasai hasil belajarnya itu.
4.3 Kesulitan Guru dalam Mengajar Seni Tari di SLB Bagaskara Sragen.
Dari hasil pengamatan dan hasil wawancara dalam penelitian ini
peneliti sengaja mengambil permasalahan tentang kesulitan guru dalam
mengajar seni tari.
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengadakan wawancara
kepada Kepala Sekolah, guru bidang studi, dan orang tua siswa masingmasing.
Di sekolah tersebut ada mata pelajaran kesenian dalam hal ini tari.
Mata pelajaran tari juga diberikan, menurut ibu Anik Sulistyowati yang sering
diberikan tari kreasi dan tidak menutup kemungkinan sekali-kali juga diberi
64
tari klasik. Dari Ibu Kepala Sekolah sangat antusias dan senang kalau peneliti
terjun langsung melihat cara guru mengajar tari di SLB Bagaskara. Dari hasil
wawancara dengan orang tua siswa merasa terharu dan bangga anaknya bisa
menari seperti halnya anak normal. Dari hasil wawancara langsung peneliti
dengan siswa, hanya sebagian kecil yang suka dengan mata pelajaran menari.
Tari Merak merupakan tari kreasi garapan S.Maridi Dkk yang
menceritakan tentang aktivitas burung merak yaitu burung merak yang sedang
gembira dan memperlihatkan keindahan bulunya. Tari merak merupakan tari
yang riang dengan iringan musik gamelan atau gendhing-gendhing tari Jawa
kreasi. Tari merak ditarikan dalam durasi 08.05 menit, merupakan tari
perorangan namun lebih bagus ditarikan oleh banyak penari atau berpasangan.
Busana untuk tari merak diambil busana sederhana seperti halnya burung yaitu
jarik (kain panjang yang bermotif) kreasi/celana, mekak dan ilat-ilatannya
(kain yang dipakai untuk menutupi dada), sampur (kain/selendang panjang),
sayap, irah-irahan (asesoris kepala) yang berbentuk burung , epek timang
(sabuk). Untuk rias yaitu cantik dan disesuaikan dengan busana, asesoris lain
tentunya ada yaitu anting-anting atau suweng (asesoris telinga), kalung,
gelang, klat bahu (asesoris yang dipakai di lengan tangan), binggel atau
gelang kaki. Untuk kaset tari merak ada dalam kaset tari merak produksi
LOKANANTA no seri ACD 134.
Motivasi dan kesabaran sangat diutamakan dalam pembelajaran seni
tari bagi anak cacat yaitu siswa SLB Bagaskara Sragen. Motivasi terus
diberikan hal ini sebagai pendorong minat siswa dalam mempelajari tari yang
65
diajarkan. Kesabaran seorang guru dalam membimbing siswa akan lebih
memberi nilai arti lebih bagi diri siswa untuk tidak malu dan mampu
memperlihatkan dirinya tidak kalah dengan yang normal. Dukungan guru-guru
lain dan Kepala Sekolah menambah keberanian siswa dalam berlatih.
Dorongan dan kasih sayang orang tua yang selalu mengiringi anaknya
menatap masa depan.
Kemampuan guru dalam meggunakan metode mengajar yaitu dengan
cara mengkombinasikan beberapa metode yang tepat dan sesuai dengan materi
yang dapat mendukung dalam proses belajar mengajar. Keberhasilan dalam
melaksanakan suatu pengajaran sebagian besar ditentukan oleh pilihan bahan
dan pemakaian metode yang tepat, penggunaan metode yang tepat dan sesuai
tersebut dikarenakan pengalaman guru yang lebih dari 15 tahun dalam
kegiatan mengajar di SLB.
Kesulitan belajar bagi siswa yang kurang karena kecacatan yang jelas
terlihat yaitu tuna rungu, sehingga siswa terhambat dalam pendengaran.
Kesulitan guru pun juga tampak karena guru sudah menyampaikan materi tapi
siswa belum tentu bisa menangkap apa yang diajarkan guru, karena terhambat
dalam pendengaran. Oleh karena itu, guru harus menggunakan bahasa isyarat
sebagai bahasa komunikasi atau penyampaian materi. Dalam hal ini peneliti
terjun langsung melihat cara guru mengajar seni tari di SLB Bagaskara
Sragen. Kesulitan guru dalam mengajar tari terlihat jelas misalnya: dengan
jelas siswa yang diajar adalah anak-anak cacat tuna rungu maka dalam
menerima pelajaran tidak bisa menangkap dengan cepat karena siswa
66
terhambat dalam pendengaran, jadi dalam penyampaian materi guru harus
mengulang-ulang materi yang disampaikan ke siswa sampai siswa benar-benar
bisa. Siswa yang sulit menerima pelajaran, maka guru itu pun juga ikut sulit
dalam menyampaikan materi, dalam penyampaian materi guru memberi
contoh di depan dan siswa mengikuti, setelah itu guru baru memperbaiki
gerakan anak satu persatu.
Bagi anak yang cacat pendengarannya total maka guru harus sabar dan
berulang-ulang mengajarnya karena materi yang disampaikan guru belum
tentu anak itu langsung bisa menerima pelajaran. Kesulitan guru dalam
menyampaikan materi adalah guru sudah melakukan semaksimal mungkin
menyampaikan materi pelajaran,tetapi siswa tidak memperhatikan maka guru
harus mengulang lagi pelajaran itu dan siswa tidak mempunyai bakat menari.
Walau guru sudah mengajarkan dengan berbagai cara atau metode, siswa tetap
sulit dalam menerima pelajaran karena siswa tidak mempunyai bakat atau rasa
senang dengan pelajaran seni tari, selain itu siswa juga tidak mendengar musik
sebagai pengiring tari.
Kesulitan mengajar bagi guru merupakan suatu tantangan dalam
menyampaikan materi supaya anak tetap mau mengikuti pelajaran tari dan
merasa senang dengan pelajaran seni tari. Untuk mengajar anak cacat harus
hati-hati dalam menuangkan kata. Siswa tidak mau diperlakukan keras tapi
siswa lebih suka disanjung. Kesulitan mengajar tari hendaknya mendapat
perhatian lebih dari semua guru. Banyak sanggar tari berdiri tetapi itu semua
untuk anak yang normal. Sementara bagi yang tidak sempurna atau cacat
67
belum ada sanggar tari yang menampungnya, karena tidak semua guru tari
mampu mengajar tari bagi anak-anak cacat. Penyandang cacat fisik pada
umumnya juga banyak menghadapi tantangan yang berat daripada orang
normal, karena penyandang cacat fisik mau tidak mau harus menyesuaikan
diri terhadap kecacatan yang dialaminya. Kesulitan dan hambatan sangat
dirasakan bagi anak yang cacat. Sulit menyesuaikan diri, sulit berteman dan
sulit menerima pelajaran tari. Tari memang bagus ditarikan bagi anak yang
normal tapi belum tentu yang cacat tidak bisa berkarya.
Kesulitan guru dalam mengajar dapat diatasi dengan kesabaran dan
memberi contoh berulang-ulang dan memberi dorongan atau sanjungan
kepada siswa, begitu pula bagi siswa, siswa bersemangat atau percaya diri bila
orang-orang terdekatnya memberikan dorongan atau support.
68
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, penulis dapat menarik simpulan
sebagai berikut :
5.1.1 Pembelajaran seni tari bagi anak cacat tuna rungu di SLB Bagaskara
Sragen meliputi tujuan, materi dan bahan, metode, media, dan
evaluasi.
5.1.2 Kesulitan yang dialami oleh guru dalam mengajar seni tari di SLB
Bagaskara Sragen meliputi:
a. Siswa tidak memperhatikan pelajaran karena daya dengar siswa
yang kurang. Oleh karena itu, pmbelajaran tidak dapat berjalan
secara efektif.
b. Para siswa juga tidak mempunyai bakat menari sehingga kurang
berminat untuk belajar tari.
c. Jumlah siswa yang mengikuti tari tidak tetap. Hal ini akan
menghambat pembelajaran karena pengalaman belajar tari dari
masing-masing siswa berbeda (ada siswa yang ketinggalan materi
pelajaran)
d. Media pembelajaran yang ada hanyalah tape recorder, di SLB
Bagaskara tidak tersedia VCD player. Selain itu, ruang yang
68
69
digunakan untuk pembelajaran tari adalah ruang serba guna yang
juga digunakan untuk belajar sablon dan tenis meja.
5.2 Saran
5.2.1 Metode yang digunakan dalam pembelajaran di SLB Bagaskara pada
khususnya dan di SLB yang lain pada umumnya ini hendaknya lebih
mengefektifkan metode demonstrasi, metode latihan dan metode
tugas.
5.2.2 Jumlah siswa yang mengikuti tari hendaknya ditetapkan. Hal ini
dapat meningkatkan konsentrasi siswa pada satu keterampilan saja.
Pembagian ini juga harus sesuai dengan keinginan para siswa.
5.2.3 Sarana dan prasarana di SLB Bagaskara hendaknya dapat ditambah.
Misalnya dengan menambah ruang praktik agar siswa dapat
berkonsentrasi penuh pada minat masing-masing. Siswa tidak akan
terganggu dengan pembelajaran yang lain.
5.2.4 Guru dapat meningkatkan minat siswa dengan cara memperlihatkan
CD tari pada saat pembelajaran, sehingga pembelajaran tari tidak
hanya cukup dengan menggunakan tape recorder saja.
70
DAFTAR PUSTAKA
Brakell, Clara dan S. Ngaliman. 1991. Seni Tari Jawa Tradisi Surakarta dan
Peristilahannya. Jakarta: ILDEP-RULL.
Djamarah, Bahri, dkk. 1995. Srategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Furchan, Arif. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha
Nasional.
Hendrarto, Eddy, dkk. 1987. Bimbingan dan Konseling Sekolah. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Jamalus. 1988.Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Jakarta:
Depdikbud.
Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Press.
----------. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Semarang: Sendratasik FBS
UNNES.
Mardalis, 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi
Akasara.
Amin, Moh, dkk. 1979. Pedoman Praktis Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa
Bagian B Tuna Rungu-Wicara. Jakarta: Departemen P dan K.
Moleong, Lexy J. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Roestiyah, N. K. 1986. Didaktik Metodik. Jakarta: Bina Aksara.
Rohani, Ahmad. 1977. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Isbani, Sam dan R Isbani, 1979. Pengantar Pendidikan Anak Luar Biasa.
Surakarta: UNS.
Sardjono. 1995. Orthopaedagogik B (Tuna Rungu-Wicara). Surakarta: UNS.
Sastrawinata, Emon. 1977. Pendidikan Anak Tuna Rungu. Jakarta: Departemen P
dan K.
71
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Soedarsono. 1977. Tari-Tarian Indonesia 1. Jakarta: Balai Pustaka.
-------------. 1972. Djawa dan Bali Dua Sosok Perkembangan Drama Tari
Tradisional Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.
Soelaiman, Darwis, A. 1979. Pengantar Kepada Teori dan Praktek Pengajaran.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
-----------------. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru.
Sugandi, Acmad dan Haryanto. 2003. Teori Pembelajaran. Semarang : IKIP
Semarang Press.
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syah, Muhibin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
72
Lampiran I
PEDOMAN OBSERVASI
Judul : Pembelajaran seni tari bagi siswa tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen.
Pokok-pokok amatan dalam kegiatan observasi meliputi :
A. Gambaran umum mengenai SLB Bagaskara Sragen.
1. Lokasi dan kondisi fisik SLB Bagaskara Sragen.
2. Kondisi guru secara umum (Latar belakang pendidikannya dan pengalaman
mengajar).
3. Kurikulum seni tari yang diberlakukan.
4. Prestasi-prestasi yang pernah diraih dalam bidang tari.
5. Pengambilan foto tentang kegiatan belajar mengajar seni tari, gedung sekolah
dan gedung asrama siswa.
B. Penyelenggaraan pengajaran seni tari di SLB Bagaskara Sragen.
Dalam kegiatan ini penulis mengamati secara langsung proses pengajaran seni
tari di dalam kelas di SLB Bagaskara Sragen yang meliputi:
1. Tahap perencanaan pengajaran.
Dalam tahap ini penulis mengamati :
a. Persiapan secara tertulis yang dilakukan guru, misalnya berupa satuan
pelajaran, program semester dan rencana pengajaran.
b. Persiapan tak tertulis yang dilakukan guru, misalnya menyediakan alat-alat
bantu mengajar.
73
2. Tahap pelaksanaan pengajaran.
Dalam tahap ini penulis mengamati pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
yang meliputi kegiatan guru dan siswa, atau situasi yang menunjang pada saat
proses belajar mengajar berlangsung.
a. Kegiatan guru yang diamati antara lain :
1. Proses belajar mengajar, termasuk materi yang disampaikan serta metode
yang digunakan.
2. Penggunaan alat bantu atau alat peraga dalam pengajaran.
3. Cara guru dalam membimbing siswa, serta mengelola dan mengorganisir
kelas.
b. Kegiatan siswa yang meliputi :
1. Keaktifan siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
2. Respon siswa terhadap pengajaran seni tari.
3. Hubungan antara siswa dengan guru.
4. Hubungan antara siswa dengan siswa.
3. Tahap akhir program pengajaran.
Setelah langkah kegiatan belajar mengajar ditempuh. Dalam tahap ini juga di
amati tentang :
a. Cara guru dalam mengevaluasi pengajaran.
b. Tindak lanjut pengajaran (perbaikan).
74
Lampiran II
PEDOMAN WAWANCARA
Pedoman wawancara ini sebagai petunjuk untuk memperoleh informasi
secara langsung dari sumber: kepala sekolah, guru seni tari, guru-guru, siswa dan
orang tua atau wali siswa.
Pokok pikiran yang dikembangkan antara lain:
1. Sejarah berdirinya SLB Bagaskara Sragen.
2. Pengadaan tenaga pengajar dan administrasi.
3. Fasilitas yang dimiliki sekolah.
4. Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah khususnya dalam bidang tari.
5. Upaya-upaya sekolah untuk prestasi dalam bidang tari.
6. Daerah asal siswa SLB Bagaskara Sragen.
7 Kesulitan atau hambatan dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan seni tari bagi
siswa tuna rungu.
8. Metode yang banyak digunakan dalam pengajaran seni tari.
9. Cara menangani anak yang tingkat kesulitannya tinggi.
10. Cara menindak lanjuti hasil evaluasi pengajaran seni tari.
11. Membangkitkan motivasi siswa.
12. Hubungan antara guru dengan siswa.
13. Hubungan antara siswa dengan siswa.
14. Peran serta orang tua terhadap prestasi di bidang tari.
15. Kesulitan guru dalam menghadapi siswa tuna rungu.
16. Kesulitan siswa dalam menerima pelajaran seni tari.
17. Hubungan antara orang tua dengan siswa, guru dan lembaga.
75
Lampiran III
Diskripsi Tari Merak
Gerakan :
1. Kedua tangan ngiting di depan, kemudian gejug kiri kedua tangan membuka
ke samping dengan memegang sampur, pacak gulu, ke dua kaki jejer ke dua
tangan digerakkan ke depan puser, gejug kanan dua tangan membuka ke
samping, pacak gulu, mundur kanan pancat kedua tangan menthang ke
samping geleng kepala, putar.
2. Gerakan sama no 1
3. Mundur ke dua tangan di depan ngiting, buka ke samping, mundur, kaki kanan
maju kanan lepas ke dua sampur.
4. Ukel ke dua tangan kesamping kirikaki kanan maju, kemudian kaki kanan
mundur seblak ke dua tangan.
5. Mundur, ke dua tangan di depan ngiting mundur kaki kanan ambil sampur
maju kaki kanan, jalan putar.
6. Gerakan sama no 3
7. Kedua tangan di gerakkan ke depan bergantian, turun sampai hit 8 kemudian
berdiri hingga hit 3.
8. Gerakan sama no 5 dan 3.
9. Maju kanan, ke dua tangan lurus ke depan hadap kanan maju kiri ke dua
tangan digerakkan, tangan kiri tekuk di depan dada tangan kanan lurus, maju
kiri ke dua tangan lurus ke depan hadap depan, samping kiri maju kanan ke
dua tangan digerakkan tangan kanan di tekuk di depan dada tangan kiri lurus
gerakan sama. (dilakukan berulang-ulang).
10. Gerakan sama no 5 dan 3.
11. Langkah ke kanan ke dua tangan di pinggul, mendak kemudian berdiri pelanpelan
sambil menggerakkan bahu, ganti kaki kiri melangkah ke dua tangan
dipinggul, mendak kemudian berdiri pelan-pelan sambil menggerakkan bahu
(dilakukan 4x).
12. Gerakan sama no 5 dan 3.
76
13. Loncat ke kanan 3x kemudian gerakan sama dengan no 4 pada hit 3 loncat lagi
gerakan sama kemudian mundur kaki kanan maju kanan kedua tangan
menthang ke samping kemudian lepas jalan ke depan 4x gerakan tangan kanan
ke atas bolak balik tangan kiri di pinggang kemudian loncat dan lakukan
gerakkan yang sama.
14. Gerakan sama no 5 dan 3.
15. Maju kanan kiri, kebyak kebyok sampur, kengser ke kanangejug kiri buka ke
dua tangan ke samping lenggut kepala. Maju kiri kanan, kebyak kebyok
sampur, kengser ke kiri gejug kanan buka ke dua tangan ke samping lenggut
kepala, maju kanan kiri, kebyak kebyok sampur, kengser ke kanan gejug kiri
buka ke dua tangan ke samping (gerakan sama dengan no 1).
16. Gerakan sama no 5 dan 3.
17. Kengser ke kanan-kiri-kanan loncat ke kiri ke dua tangan di depan puser
mundur kaki kanan maju kanan ke dua tangan mengikuti kemudian terbang.
18. Gerakan sama no 5 dan 3.
19. Gerakan sama no 17 namun beda kaki.
20. Gerakan sama no 5 dan 3.
21. Mundur kaki kanan maju kanan ngembat terbang putar.
22. Kengser ke samping hadap serong kanan mundur ngembat kedua sampur,
geleng kepala jalan putar, masuk…..
77
Lampiran IV
Gambar 1. Gedung SLB Bagaskara Sragen
Gambar 2. Guru Sedang Memberi
Isyarat Gerak Jalan
Kenser ke Kiri
Gambar 3. Guru Sedang Memberi
Isyarat Gerak Jalan
Kenser ke Kiri
78
Gambar 4. Guru Sedang Menjelaskan Materi
dengan Memberi Contoh di Depan
Gambar 5. Pentas Perpisahan Murid Kelas VI
79
Gambar 6. Praktik Menari di Dalam Kelas
Gambar 7. Praktik Menari di Dalam Kelas

You might also like