You are on page 1of 6

Wanita dan Pekerjaan

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
ZULL AFDI ARIF
A. TONRA SUMANGE
HUSNUL KHATIMAH
WIWIEK MEILARATI
RIZKA AWALIA
DIAN PRATIWI
WANITA DAN PEKERJAAN
I. MENGAPA WANITA BEKERJA
Di era modern ini, rasanya sudah tak asing lagi melihat wanita bekerja di luar
rumah. Tapi pernahkah kita merenungkan dengan serius, mengapa seorang wanita
bekerja atau menjadi wanita karir? Nah, dalam menyambut hari Kartini yang sebentar
lagi akan tiba, saya coba memaparkan beberapa alasan mengapa seorang wanita
bekerja/ menjadi wanita karir?

1. Suami tidak punya penghasilan/tidak mampu memberikan penghasilan


Kita tidak bisa menutup mata akan realitas yang ada di depan mata saat seorang
isteri ditinggal mati oleh suaminya. Dalam keadaan demikian, tentu saja sang isteri
akan berusaha/bekerja untuk menghidupi keluarganya. Begitu pula, jika sang suami
oleh karena suatu sebab menjadi cacat dan tidak bisa bekerja lagi. Atau…suami tiba-
tiba di PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja dan belum mendapatkan pekerjaan
baru.
Bisa juga terjadi suami malas bekerja sehingga sang isterilah yang harus bekerja
agar anak-anaknya dapat hidup dengan layak.

2. Menambah penghasilan rumah tangga


Di jaman sekarang ini biaya hidup kian mahal sehingga penghasilan suami saja
seringkali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Mungkin
untuk makan masih cukup, tapi untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak, biaya
sekolah anak (setidaknya sampai tamat SMA), sebuah rumah tangga perlu pendapatan
tambahan. Dengan demikian, tidak salah jika ibu-ibu turut bekerja agar ada
penghasilan tambahan.

3. Mengembangkan kepribadian
Selain alasan ekonomi seperti tersebut diatas, ada alasan-alasan lain
mengapa seorang ibu bekerja, misalnya :

Mencari jati diri


Dengan perkembangan zaman dimana persamaan hak wanita terus
diperjuangkan maka banyak kaum wanita yang mendapat pendidikan yang lebih
baik dan maju sehingga konsekuensi logisnya mereka juga akan terus
mengembangkan dirinya.

Hobi.
Banyak ibu-ibu yang bekerja karena hal ini memang menjadi kesukaannya. Ia
tak bisa berpangku tangan saja setelah semua tugasnya sebagai ibu rumah tangga
selesai dikerjakan. Maka dia pun bekerja sesuai dengan hobinya. Contoh : banyak
novelis/penulis wanita yang semula hanya ibu rumah tangga biasa tapi…dia mengisi
waktu luangnya dengan menulis novel/buku yang bermutu dan bisa memberikan
penghasilan tambahan bagi keluarganya.

Ingin menjadi berkat


Ada juga ibu-ibu yang bekerja karena ingin jadi berkat bagi orang lain,
misalnya :
Dia melakukan pekerjaan sosial yang nirlaba alias non profit a.k.a tidak cari
keuntungan untuk dirinya. Ia bekerja hanya untuk menjadi berkat bagi orang lain,
entah melalui pendapatan yang ia hasilkan, atau melalui
keterampilan/pengetahuan yang ia tularkan kepada orang lain. Misalnya :
mengajari ibu-ibu di lingkungan tempat tinggalnya keterampilan memasak,
menjahit, dsbnya.

Kebutuhan sosial-relasional
Ada pula ibu-ibu yang tetap memilih untuk bekerja karena mempunyai
kebutuhan sosial-relasional yang tinggi dan ternyata tempat kerja mereka sangat
mencukupi kebutuhan tersebut. Dalam diri mereka tersimpan suatu kebutuhan
akan penerimaan sosial dan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui
komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor adalah hal yang lebih
menyenangkan dari pada hanya tinggal di rumah. Faktor psikologis dan keadaan
internal dalam keluarga juga mempengaruhi seseorang untuk tetap
mempertahankan pekerjaannya.

II. DAMPAK WANITA YANG BEKERJA


Jika seorang ibu bekerja diluar rumah, maka dampaknya akan sangat terasa
terutama pada anak. Di Amerika para pekerja sosial mengadakan penelitian mendalam
tentang anak-anak yang ibu mereka bekerja. Hasil dari penelitian tersebut mengatakan,
“The mother’s presence in the home during the day means everything to the child’s
feeling of well being and security, even though she may be busy with home making
tasks.” (Bahwasannya kehadiran ibu dalam rumah seharian mempunyai arti yang besar
sekali untuk perasaan keamanan dan kesejahteraan anak. Walau sang Ibu pada saat
bersamaan sibuk juga dengan pekerjaan rumahtangganya).”

III. Pro Kontra Wanita Bekerja


ketika mendengar kata emansipasi, pasti semua sepakat bahwa emansipasi
berarti persamaan derajat antara wanita dan pria. Lantas persamaan derajat seperti apa
yang dimaksud disini?

Pada tanggal 21 April yang lalu, bangsa Indonesia memperingati hari Kartini.
Berbagai acara digelar untuk memperingatinya. Akan tetapi apakah semua rakyat
Indonesia khususnya para wanita masih mengingat hari bersejarah itu? Padahal hari itu
diperingati sebagai hari dimana emansipasi wanita mulai diperjuangkan untuk pertama
kalinya di Indonesia. Tanpa seorang Raden Ajeng Kartini, mungkin wanita Indonesia
tidak akan mengenal apa itu emansipasi. Namun tampaknya keberadaan Kartini tidak
lagi sekokoh perjuangannya tempo dulu.

Sebernya tujuan R.A. Kartini memperjuangkan emansipasi bukan berarti


membuat wanita indonesia begitu majunya sampai melupakan kodratnya sebagai
wanita yang sesungguhnya. Namun bukan berarti pula membiarkan wanita indonesia
tetap dalam kepurkannya. Lantas mengapa pro kontra wanita berkarir masih saja
menjadi perdebatan yang seru?

Di zaman sekarang ini wanita bekerja memang bukan semata karena tuntutan
membantu ekonomi keluarga saja, tapi lebih kepada ajang memperluas wawasan dan
mengaktualisasikan diri. Dengan pergaulan yang luas, tentu akan banyak pula informasi
yang bisa didapat dan hal ini akan menjadikan sang wanita seorang yang luas
wawasannya, yang bisa diajak berdiskusi dalam banyak hal, termasuk dalam mendidik
dan pengembangan anak. Inilah barangkali inti dari emansipasi wanita yang sejak dulu
diperjuangkan oleh Raden Ajeng Kartini.

Sesungguhnya kemajuan wanita bukan untuk menjadi saingan bagi kaum pria,
tapi agar menjadi mitra yang sejajar, bahkan bisa menjadi kebanggaan untuk para pria
(suami). Nah, kalau di zaman sekarang ini masih ada pihak yang mempermasalahkan
wanita bekerja, bukankah sebetulnya mereka itu sangat ketinggalan zaman? Sebagai
alasan, mungkin ada ketakutan dari mereka yang tidak suka akan wanita bekerja. Entah
itu takut keluarga tidak terurus, takut si wanita mengalami kejadian buruk di luar sana,
takut kedudukan wanitanya lebih tinggi, dll. Tapi kalau dikaji lebih dalam lagi, pastilah
setiap hal ada konsekuensi. Tidak hanya wanita bekerja saja, namun semua tindakan
manusia pasti ada konsekuensinya, tinggal bagaimana kita pandai-pandai mengatasinya,
menyiasatinya supaya tidak mendatangkan keburukan.

Sebenarnya bekerja merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan oleh
manusia begitu pula wanita dalam menemukan makna hidupnya. Dengan berkarya,
mengekspresikan diri, mengembangkan diri dan orang lain, membagikan ilmu dan
pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, serta mendapatkan
penghargaan atau prestasi adalah bagian dari proses pencapaian kepuasan diri.
Kebutuhan akan aktualisasi diri melalui karir merupakan salah satu pilihan yang banyak
diambil oleh para wanita jaman sekarang, terutama dengan makin terbukanya
kesempatan untuk meraih jenjang karir yang lebih tinggi. Bagi wanita yang sejak
sebelum menikah memang sudah bekerja karena dilandasi oleh kebutuhan aktualisasi
diri yang tinggi, maka ia akan cenderung kembali bekerja setelah menikah dan
mempunyai anak. Mereka merasa bekerja adalah hal yang sangat bermanfaat untuk
memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, membangun kebanggaan diri, dan juga
mendapatkan kemandirian secara finansial.

Sebuah studi tentang kepuasan hidup wanita bekerja menunjukkan bahwa


wanita yang bekerja memiliki tingkat kepuasan hidup lebih tinggi dibandingkan dengan
wanita yang tidak bekerja, meskipun ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan.
Beberapa penelitian juga menyebutkan angapan bahwa kebanyakan wanita karir
melupakan keluarganya adalah salah. Bagaimanapun wanita tetap saja seorang wanita
yang memiliki naluri keibuan. Kebanyakan wanita karir tetap memilih keluarganya
sebagai prioritas utama. Oleh karena itu, bagi wanita karir, kuantitas pertemuan dengan
keluarga bukanlah yang utama, tatapi yang terpenting adalah kualitasnya, bagaimana
wanita bisa mencurahkan segenap kasih sayangnya kepada keluarga di sela-sela
kesibukannya sebagai wanita karir.
Christa Sorenson, presiden Sorenson Consulting, sebuah lembaga konsultasi
pengembangan sumber daya manusia di AS memberikan lima cara praktis bagi para
wanita karir untuk membagi waktunya bersama keluarga. Pertama, gunakan rasa
bersalah sebagai sumber energi, dengan demikian Anda selalu dipenuhi semangat untuk
menghabiskan waktu bersama anak-anak. Kedua, relakan hal-hal kecil yang tak sempat
dikerjakan. Jika Anda lebih ingin bersama si kecil setiap kali bebas kerja, ketimbang
mengerjakan hal-hal yang kurang penting, itu adalah hal yang amat wajar. Ketiga,
ingatlah selalu bahwa meskipun berada di rumah, tetap saja Anda tak bisa melakukan
segala hal secara bersamaan. Keempat, hargai semua hal positif yang terjadi pada
rumah tangga Anda. Kelima, jalinlah pertemanan dengan para ibu dengan latar belakang
yang sama. Saling bertukar pikiran adalah cara yang baik untuk memperoleh ide
memecahkan masalah sehari-hari.

Nah, bagaimana? Mudah-mudahan kenyataan banyaknya wanita bekerja


sekarang ini tidak lagi dianggap sebagai sebuah persoalan besar (atau sengaja dibesar-
besarkan?). Seandainya Kartini bisa melihat dari "sana", tentu beliau bisa tersenyum
bahagia mengetahui apa yang diperjuangkannya tidaklah berakhir sia-sia.

You might also like