You are on page 1of 4

Nama : Sandra Saffira Desitasari

NPM
Kelas :
: 1006685443
MPKT-14
LTM
Jur/Fak : Arsitektur Interior / Fakultas Teknik

TATA RUANG WILAYAH YANG AMAN BAGI LINGKUNGAN


Perkembangan teknologi yang pesat mendorong manusia untuk berupaya hidup berdampingan
dengan lingkungan alam. Namun, sering kali upaya manusia untuk hidup berdampingan dengan
lingkungan alam justru berakibat pada ruginya lingkungan alam demi memenuhi kebutuhan manusia.
Selain itu, dengan selalu meningkatnya populasi umat manusia, maka secara tidak langsung
kehidupan lingkungan alam di sekitar manusia akan tergusur demi memberikan ruangan kepada
manusia untuk hidup.
Dengan demikian, tata ruang wilayah diperlukan untuk diimplementasikan agar dapat menjaga
keseimbangan kehidupan manusia dan lingkungan alam, serta memenuhi kebutuhan manusia sendiri
akan lingkungan alam di sekitarnya.
Sebagai contoh, manusia memerlukan oksigen untuk bernafas, sementara oksigen dihasilkan
dari proses fotosintesis yang dihasilkan pohon. Untuk itu dalam suatu perkotaan atau tempat tinggal
populasi manusia, harus disediakan ruang yang cukup luas bagi lingkungan alam dan makhluk hidup
selain manusia. Hal seperti inilah yang diatur dalam tata ruang wilayah.
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang yang disusun secara nasional, regional,
dan lokal. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis
memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Ruang, termasuk ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, merupakan tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Secara nasional, ada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRW Nasional), yaitu arahan
kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara yang dijadikan acuan untuk perencanaan
jangka panjang.
Di bawah RTRW Nasional, ada RTRW Provinsi, yang dijabarkan dalam RTRW Kota. Menurut
Buyung Azhari, penyusunan RTRW bertujuan untuk
1. Menyelenggarakan pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan
2. Menyelenggarakan pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung & kawasan budidaya
3. Mencapai pemanfaatan ruang yang berkualitas
Tata ruang perkotaan tentunya lebih kompleks dibandingkan tata ruang pedesaan.
Perkotaan terdiri dari jenis kota berdasarkan fungsinya dan jenis kota berdasarkan jumlah
penduduknya. Berdasarkan jenisnya, ada kota sebagai pusat produksi, perdagangan, pemerintahan,
kebudayaan, serta rekreasi & kesehatan.
Di dalam Penjelasan Umum Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 04 Tahun
2000 tentang panduan penyusunan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), kegiatan
pembangunan pemukiman terpadu, disebutkan perkembangan kota di Indonesia menunjukkan ciri
pokok yaitu:
1. Peranan kota makin penting. Hingga tahun-tahun mendatang, kota akan menjadi tempat
tinggal separuh penduduk Indonesia.
2. Kota makin terlibat di dalam sistem ekonomi global. Artinya perkembangan kota akan banyak
dipengaruhi oleh dinamika ekonomi global. Pembangunan kota cenderukan berskala mega
dan super dengan intensitas tinggi. Sementara itu, aglomerasi daerah urban menjadi ciri
yang paling menonjol. Di dalam banyak hal, kondisi tersebut dapat menghabiskan sawah dan
tambak. Oleh karena itu, pembangunan yang terkonsentrasi dapat menimbulkan masalah
lingkungan.
3. Perkembangan ekonomi kota terus meningkat, jauh di atas rata-rata provinsi dan nasional.
Hal itu dapat menjadi ancaman yang makin berat terhadap keberlanjutan ekosistem (sosial &
alami) kota yang sudah makin rapuh.
4. Pembangunan kota makin menunjukkan sifatnya sebagai komoditi yang selalu mengejar nilai
tambah. Pertimbangan pembangunan kota sudah terlalu didominasi oleh pertimbangan
manfaat ekonomi saja & mengabaikan pertimbangan yang lain, terutama pertimbangan
lingkungan hidup.
Di lain pihak, ada beberapa jenis tata ruang wilayah pedesaan, yaitu:
1. Memanjang menyusur pantai
Terdapat pada pedesaan yang terletak di pinggir pantai, dimana sebagian besar mata
pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan, profesi yang bergantung pada ekosistem
laut itu sendiri. Arah perkembangan pemukimannya memanjang menyusuri pantai, sehingga
tidak mengganggu ekosistem laut.
2. Terpusat
Biasanya terdapat pada pedesaan di daerah pegunungan. Kegiatan penduduk dipusatkan
pada suatu titik di tengah wilayah pedesaan, sehingga penduduk yang tinggal di wilayah ini
dapat mengembangkan budidaya tanaman atau lahan hijau. Oleh karena itu, walaupun desa
ini akan memiliki pemekaran, pemekarannya tidak akan merusak lingkungan sekitar secara
berarti, dengan adanya penghijauan di dalam wilayah pedesaan itu.
3. Linear di dataran rendah
Terdapat pada pedesaan di pinggir jalan raya. Pemekaran wilayahnya memanjang mengikuti
jalan raya itu. Desa-desa dengan pola seperti ini umumnya berprofesi sebagai petani atau
peternak, sehingga mereka memiliki lahan hijau sendiri yang jauh dari jalan raya untuk
dipanen atau diternak. Dengan pola pemekaran seperti itu, lahan hijau mereka tidak akan
terganggu.
4. Mengelilingi fasilitas tertentu
Biasanya terdapat di desa-desa di dataran rendah. Dengan pola seperti ini, saat terjadi
pemekaran, maka fasilitas-fasilitas untuk industri kecil dapat disebarkan di tempat mana pun
sesuai keinginan.
Dari uraian-uraian di atas mengenai tata ruang perkotaan dan pedesaan, kita dapat
menyimpulkan bahwa tata ruang wilayah memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan
dan keseimbangan antara kemajuan teknologi manusia serta lingkungan alam di sekitarnya.
Perkembangan tata wilayah kota yang sangat pesat menyebabkan ketimpangan dengan lingkungan
alam di sekitarnya sehingga merusak alam.
Dalam kasus alih fungsi hutan lindung, hal ini tidak dapat dibenarkan. Proses penghijauan di
dalam kota juga mustahil dilakukan dengan padatnya penduduk serta sempitnya lahan di wilayah
perkotaan. Selain itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya penghijauan lahan juga sangat minim,
sehingga meminimalisir kemungkinan penghijauan lahan di kawasan perkotaan.
Hal sebaliknya terjadi di pedesaan, sebab mata pencaharian penduduk desa berkaitan dengan
lingkungan alam sehingga mereka harus senantiasa melestarikan lingkungan alam tersebut.
Solusi yang saya tawarkan untuk wilayah perkotaan yaitu mengadakan pembangunan hunian
vertikal yang lebih banyak serta terjangkau untuk masyarakat kelas menengah ke bawah, agar
mereka dapat dipindahkan ke hunian vertikal, sementara tempat-tempat yang sebelumnya mereka
tinggali dapat dihijaukan. Dengan demikian, proses alih fungsi hutan lindung dapat dihindari namun
pembangunan perkotaan dapat terus berlanjut.

DAFTAR PUSTAKA

» Wikipedia Bahasa Indonesia: Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org


» Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
» Samadi, S.Pd, M.Si. Geografi SMA Kelas XII. Bogor: Quadra, 2007.

You might also like