Professional Documents
Culture Documents
Berikut ini rasa takut yang banyak dialami anak dan cara
mengatasinya dengan cara bermain peran (Tim Pamong Belajar SKB
Temanggung, 2005: 16-19):
Takut Dokter
Cara mengatasinya:
Anak memainkan peran sebagai dokter, sedangkan orang tua atau
kakak/adik berpura-pura menjadi pasiennya. Gunakan mainan
berbentuk alat-alat yang biasa digunakan dokter, seperti
stetoskop. Biarkan anak bereksplorasi dan berimajinasi memerankan
dokter yang sedang memeriksa pasien.
Tak jarang anak-anak tampak takut pada orang yang pertama kali
ditemuinya. Dia akan berusaha menjaga jarak, apalagi orang yang
menghampirinya itu berwajah kurang “bersahabat”. Yang juga kerap
terjadi, orang tua terkesan berlebih saat menasihati anaknya
untuk tidak terlalu akrab dengan orang yang tidak dikenal. “Awas,
kamu jangan deket-deket sama orang yang enggak kamu kenal. Bisa-
bisa kamu nanti diculik, lho!”
Memang, sih, ada segi positifnya bila orang tua senantiasa wanti-
wanti si kecil agar waspada terhadap orang lain atau yang baru
dikenalnya. Tapi tentunya bukan dengan cara berlebihan yang
menyebabkan si kecil malah selalu ketakutan pada orang lain.
Cara mengatasinya:
Ajak anak bermain tamu-tamuan. Ikutkan pula teman-temannya.
Posisikan dia untuk bergantian memainkan peran sebagai tamu yang
berkunjung ke rumah orang lain, atau sebagai nyonya rumah yang
kedatangan tamu. Bermain peran untuk mengikis rasa takut pada
orang lain juga bisa dilakukan dalam berbagai situasi, seperti di
toko, sekolah dan tempat keramaian lainnya.
Takut Polisi
Seringkali dengan kewibawaannya, sosok polisi dianggap momok yang
menakutkan oleh anak. Hanya anak-anak tertentu yang menganggap
sosok polisi tidak menakutkan.
Cara Mengatasi:
Berikan pakaian polisi mini, ajak anak belajar mengatur lalu
lintas secara bergantian dengan teman mereka. Secara tidak
langsung permainan peran ini akan melatih keberanian anak untuk
lebih mengenal sosok polisi, bukan sebagai pribadi yang
menakutkan. Bisa juga terjadi anak akan lebih tertarik untuk
bercita-cita sebagai polisi.
Takut Binatang
Adalah hal yang wajar bila anak takut pada binatang yang baru
pertama kali dilihatnya. Apalagi bila hewan itu kelihatannya buas
dan menyeramkan. Hanya saja sungguh sayang bila orang tua tak
berusaha menjelaskan dan memperkenalkan anak pada binatang-
binatang yang ditemuinya tadi. Seperti mengajaknya mengelus-elus
bulu kucing atau memberi makanan pada induk ayam dan anak-
anaknya. Sangat tidak bijaksana pula jika orang tua malah
menambah rasa takut anak pada binatang yang sebenarnya relatif
tak membahayakan. “Awas, jangan dekat-dekat, nanti kamu dicakar
kucing.”
Cara mengatasinya:
Anak bermain peran sebagai sosok pemandu/pelatih sirkus yang
sehari-hari melatih binatang. Ini akan menyadarkan anak bahwa
binatang pada dasarnya bisa dilatih untuk menurut dan diajak
bekerja sama. Cara lain adalah dengan bermain sandiwara di
panggung yang menggelar cerita tentang hewan-hewan sebagai
sahabat manusia.
Takut Sekolah
Cara mengatasinya:
Sebelum didaftarkan masuk Kelompok Bermain, anak diajak bermain
sekolah-sekolahan. Anak bermain peran sebagai murid atau guru.
Saudara sepupu si kecil atau tetangganya yang seusia bisa
dilibatkan untuk berpura-pura sebagai murid. Sehingga anak tak
takut dan tak canggung lagi di hari pertamanya masuk Kelompok
Bermain.
Takut Hantu
Banyaknya tayangan televisi yang menyajikan
program acara bertajuk cerita hantu tak ayal ikut mempengaruhi
kadar rasa takut anak-anak. Ironisnya, tak sedikit orang tua yang
menjadikan cerita hantu ini sebagai “senjata” untuk menakuti-
nakuti si kecil. Meskipun rasa takut pada hantu bisa saja terjadi
akibat faktor “genetik” berupa sikap penakut dari orang tuanya.
Cara mengatasinya:
Anak bermain peran sebagai hantu yang selalu membantu orang yang
kesulitanCasper. Atau bisa juga berperan sebagai penyihir yang
baik hati. Jadi, anak mempersepsikan hantu bukan sebagai sosok
yang menakutkan. seperti film/buku cerita