You are on page 1of 38

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA TN. M DENGAN NYERI B.

D
AGEN CIDERA FISIK POST JATUH DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKR
( CIDERA KEPALA RINGAN )

DI BANGSAL KH. AHMAD DAHLAN

RS PKU MUHAMMADIYAH SRUWENG

Disusun oleh:

Nama : Muhammad Fauzul Walial Fatah

NIM : A1. 0900530

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


GOMBONG

2010/2011
LEMBAR PENGESAHAN

Kebutuhan Dasar Manusia

Nyeri Berhubungan Dengan Agen Cidera Post Jatuh Dengan Diagnosa


Medis CKR ( Cidera Kepala Ringan )

Di Bangsal K.H Ahmad Dahlan Dalam

RS PKU Muhammadiyah Sruweng

Telah disahkan

Hari : ....................................

Tanggal : ....................................

Pembimbinh Lahan, Mahasiswa,

( ) ( )

Pembimbing Akademik,

( )
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Lembar Pengesahan ii

Daftar Isi iii

BAB I Laporan Pendahuluan 1

BAB II Tinjauan Kasus 17


BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

NYERI

A. DEFINISI NYERI

Nyeri adalah sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan
dalam istilah seperti kerusakan. ( Wilkinson, Judith. M, 2007 )

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan


ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah


sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat
terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan

B. FISIOLOGI

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara
potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis
reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak
bermielin dari syaraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa


bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan
pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang
timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor
jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

a. Reseptor A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang


memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan

b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang


terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan
sulit dilokalisasi

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat
pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.
Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri
yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri
yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan
organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

C. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya nyeri adalah suatu ketidakseimbangan aktivitas dari


neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak tidak dapat mengatur
proses pertahanan. Menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat
menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang
mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, (Tamsuri, 2007)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls
nyeri dapat timbul, diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di
sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri
dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan tertutup tidak berfungsi optimal dalam menghambat sebuah
impuls, sehingga nyeri ditimbulkan.

D. PATOFISIOLOGI

Terjadinya nyeri adalah proses nosisepsi. Nosisepsi adalah proses


penyampaian informasi adanya stimuli noksius, di perifer, ke sistim saraf
pusat. Rangsangan noksius adalah rangsangan yang berpotensi atau
merupakan akibat terjadinya cedera jaringan, yang dapat berupa rangsangan
mekanik, suhu dan kimia. Bagaimana informasi ini di terjemahkan sebagai
nyeri melibatkan proses yang kompleks.

Deskripsi makasnisme dasar terjadinya nyeri secara klasik dijelaskan dengan


empat proses yaitu transduksi, transmisi, persepsi, dan modulasi. Pengertian
transduksi adalah proses konversi energi dari rangsangan noksius (suhu,
mekanik, atau kimia) menjadi energi listrik (impuls saraf) oleh reseptor
sensorik untuk nyeri (nosiseptor). Sedangkan transmisi yaitu proses
penyampaian impuls saraf yang terjadi akibat adanya rangsangan di perifer ke
pusat. Persepsi merupakan proses apresiasi atau pemahaman dari impuls saraf
yang sampai ke SSP sebagai nyeri. Modulasi adalah proses pengaturan
impuls yang dihantarkan, dapat terjadi di setiap tingkat, namun biasanya
diartikan sebagai pengaturan yang dilakukan oleh otak terhadap proses di
kornu dorsalis medulla spinalis.

E. INTENSITAS NYERI

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh
dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri
dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan
respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran
dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri
itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi

dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,


F. RESPON PSIKOLOGI

respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri


yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.

Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :

1) Bahaya atau merusak

2) Komplikasi seperti infeksi

3) Penyakit yang berulang

4) Penyakit baru

5) Penyakit yang fatal

6) Peningkatan ketidakmampuan

7) Kehilangan mobilitas

8) Menjadi tua

9) Sembuh

10) Perlu untuk penyembuhan

11) Hukuman untuk berdosa

12) Tantangan

13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain

14) Sesuatu yang harus ditoleransi

15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki


Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat
pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya

Respon fisiologis terhadap nyeri

1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)

a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate

b) Peningkatan heart rate

c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP

d) Peningkatan nilai gula darah

e) Diaphoresis

f) Peningkatan kekuatan otot

g) Dilatasi pupil

h) Penurunan motilitas GI

2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

a) Muka pucat

b) Otot mengeras

c) Penurunan HR dan BP

d) Nafas cepat dan irreguler

e) Nausea dan vomitus

f) Kelelahan dan keletihan


Respon tingkah laku terhadap nyeri

1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)

3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)

4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan


gerakan jari &

tangan

5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,


Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas
menghilangkan nyeri)

Individu yang mengalami nyeri dengan awalnya mendadak dapat bereaksi


sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau
menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu
terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan
nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena
menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)

Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini
bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang
belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran
perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi
pada klien.

2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)


Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat
subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda.
Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang
lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan
mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi
terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri
kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan
nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya
rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.

Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang


yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar
endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit
merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih
besar.

Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari


ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien
itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang
menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila
klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak
mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu
tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien
mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)

Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien
masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis,
sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila
klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath)
dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam
membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan nyeri berulang.
Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

1) Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji


respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung
memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah
hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit
berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2) Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara


signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex:
tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).

3) Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon


terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa
nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,
jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4) Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan


dan bagaimana mengatasinya.

5) Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat


mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi,
guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan


seseorang cemas.

7) Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa
lalu dalam mengatasi nyeri.

8) Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan


sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.

9) Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota


keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau


intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan
nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah
ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini
juga sulit untuk dipastikan.

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang


lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi
yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini
diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.
Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih
intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling
tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical
rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.
Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala
paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah
intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka
direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS
adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat
merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu
kata atau satu angka (Potter, 2005).

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan
tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien
dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat.
Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat
keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat
dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk
atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter,
2005).
G. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis atau tanda dan gejala gannguan rasa nyaman atau nyeri
menurut buku saku diagnosa keperawatan NIC-NOC antara lain :

A. Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat.

B. Objektif
a. Gerakan menghindari nyeri
b. Perubahan autonomic dari tonus otot.
c. Respon-respon autonomic ( diaphoresis, tekanan darah, pernafasan,
nadi atau dilatasi pupil ).
d. Posisi menghindar dari nyeri
e. Perilaku distraksi ( mondar-mandir, aktivitas berulang )
f. Perilakun ekspresif ( kegelisahan, merintih, menangis, kewaspadaan
berlebihan, peka terhadap rangsang dan menarik nafas dalam )
g. Wajah topeng.
h. Gangguan tidur ( mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak
menentu ).

D. FOKUS PENGKAJIAN

1. Riwayat keperawatan
a. Apa yang menyebabkan nyeri?
b. Kapan nyeri mulai dirasakan?
c. Adakah cara untuk meredam atau menghilangkan nyeri ?
d. Adakah satus fisik pasien yang dapat meningkatkan tanda infeksi
seperti demam ataupun kejang?
e. Adakah toleransi aktivitas tertentu?

2. Faktor yang mempengaruhi nyeri


a. Status kesehatan,
b. Kultur dan kepercayaan,
c. Faktor apa yang menjadikan lebih baik.
d. Faktor psikologis,
e. Faktor apa yang menjadikan semakin terasa nyeri.
f. Obat-obat penghilang nyeri yang diberikan.

3. Intensitas Nyeri ( 0 s.d 10 meliputi segment pembagian: tidak ada, nyeri


ringan, nyeri sedang, nyeri berat, atau nyeri berat tidak terkontrol yang
dirasakan ).

4. Sifat Nyeri, bagaimana gambaran nyeri yang dirasakan, rasa terbakar,


seperti ditusuk-tusuk, tegang, atau seperti disayat-sayat ??

5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan fisik: apatis,lesu, gelisah, murung.
b. Berat badan : kurus. otot : flaksia, tonus kurang, tidak mampu bekerja.
c. Sistem saraf: bingung, rasa terbakar, reflek menurun.
d. Fungsi gastrointestinal: anoreksia, konstipasi, diare,pembesaran liver.
e. Kardiovaskuler: denyut nadi lebih dari 100 kali/menit, irama abnormal,
tekanan darah rendah/tinggi.
f. Rambut: kusam, kering, pudar, kemerahan, tipis, pecah/patah-patah.
g. Kulit: akral hangat atau dingin, kulit kering, pucat, iritasi, petekhie,
lemak disubkutan tidak ada.
h. Bibir: kering, pecah-pecah, bengkak, lesi,stomatitis, membrane
mukosa pucat.
i. Gusi: perdarahan,peradangan.
j. Lidah: edema,hiperemasis.
k. Gigi: karies,nyeri, kotor.
l. Mata: konjungtiva pucat,kering,exotalmus,tanda-tanda infeksi.
m. Kuku: mudah patah.
6. Laboratorium
a. Albumin (N:4-5,5 mg/100ml)
b. Transferin (N:170-25 MG/100 ML)
c. Hb (N: 12 MG%)
d. BUN (N:10-20 mg/100ml)
e. Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (N :LAKI-LAK1: 0,6-1,3 MG/100
ML,WANITA: 0,5-1,0 MG/ 100 ML)

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil/evaluasi : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang,


expresi wajah rilex, TTV normal.

intervensi :

Kaji keadaan umum dan tanda vital

- Rasional: untuk Mengetahui kesadaran, dan kondisi tubuh dalam keadaan


normal atau tidak.

Kaji tingkat nyeri, lokasi, intensitas dan type nyeri

- Rasional: untuk mengetahui seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan dan
menmberikan penanganan yang tepat.

Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit

- Rasional: untuk menghindari infeksi berlanjut kerena pergerakan otot


rangka.

Atur posisi tidur yang tepat / senyaman mungkin


- Rasional: untuk menghindari ketegangan otot.

Ajarkan tehnik relaksasi

- Rasional: untuk menenangkan pikiran yang terganggu karena nyeri.

Ajarkan tehnik distraksi

- Rasional: untuk mengurangi ketegangan otot dan persendian karen proses


nyeri ada.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

- Rasional: untuk memberikan penangan dalam menguragi atau


menghilangkan nyeri dengan farmakologi.
DAFTAR PUSTAKA

Nanda 2005-2006. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima


Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Syaifudin.2006.Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan.Jakarta: EGC

Arisman, 2004.Gizi dalam daur kehidupan.Jakarta : EGC


Betz, L & Linda S, 2002.Buku saku peditrik.Alih bahasa monica ester edisi 8,
jakarta, EGC
BAB II

TINJAUAN KASUS

Tanggal Masuk : 24 Oktober 2010

Jam Masuk : 19.00 WIB

Tangaal Pengkajian : 25 Oktober 2010

Jam Pengkajian : 07.00 WIB

Ruang : Bangsal KH. Amad Dahlan Bedah,

RS PKU Muhammadiyah Sruweng

Pengkaji : Muh. Fauzul Walial Fatah

1. DATA SUBYEKTIF

a. Identitas Pasien

Nama : Tn. M

Umur : 30 thn

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
No.RM : 06-44-95

Diagnosa Medis : CKR ( Cidera Kepala Ringan )

Alamat : Karangsari Rt 04 Rw 05, Kebumen

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. Y

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 65 thn

Agama : Islam

Hubungan : Ibu

Alamat : Karangsari Rt 04 Rw 05, Kebumen.

c. Keluhan utama

Pasien menyatakan nyeri di atas pelipis sebelah kiri.

d. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat kesehatan saat ini

Pasien Tn. M datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah Sruweng


pada tanggal 24 Oktober 2010 pukul 19.30 WIB diantar oleh keluarganya
dalam keadaan sadar dengan keluhan nyeri dada, agak sesak, terdapat luka
VL di atas pelipis sebelah kiri sepanjang lebih kurang 7 cm, pasien tidak
mau dijahit lukanya. Kemudian, pasien dibawa ke Bangsal KH. Ahmad
Dahlan Bedah. Pada saat dikaji tanggal 25 Oktober 2010 jam 07.00 WIB,
pasien sadar dengan GCS= GCS 4E, 5V, 6M dengan TTV: TD=110/70
mmHg, N=80 x/mnt, S= 36,5˚C, RR= 18x/menit. Pasien mengatakan jatuh
dari atap rumah sekitar jam 11.30. Di rumah, pasien sempat pingsan, mual,
muntah. Pasien terpasang binasal kanul 2 L/mnt dan infuse RL 20 tpm.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien belum pernah mondok di Rumah Sakit.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami sakit yang sama.

e. Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar Virginia Henderson

1. Pola Oksigenasi

Sebelum Sakit : Pasien menyatakan tidak mengalami sesak nafas.

Saat di kaji : Pasien terpasang kanul O2 2L/mnt, tidak sesak, tidak


batuk, irama teratur, dada, RR 18 x/mnt regular.

2. Pola Nutrisi

Sebelum sakit : pasien makan dengan teratur 3x sehari. ,minum

cukup 2500 cc.

Saat dikaji : pasien tidak mau makan, mual, muntah. Minum

1500 cc.

3. Pola Eliminasi

BAK

Sebelum Sakit : BAK Lancar 5-6x sehari, 500 mL-600mL, warna

kuning jernih, tidak sakit saat BAK.


Saat dikaji : BAK 3-4x sehari, 300 mL-400 mL, warna

kuning, tisak sakit saat BAK.

BAB

Sebelum Sakit : BAB lancar 1x sehari, tidak diare.

Saat dikaji : BAB lancar 1x sehari, tidak diare, konsistensi

keras, ada ampasnya, sakit pinggang saat BAB

4. Pola aktivitas

Sebelum sakit : Pasien menyatakan dapat beraktivas sesuai

kemampuannya.

Saat dikaji : Pasien hanya bisa berbaring di tempat tidur, semua

kebutuhan makan, minum, BAK dan BAB dibantu

perawat/keluarga.

5. Pola istirahat

Sebelum sakit : pasien menyatakan bisa tidur malam 7-8 jam.

Saat dikaji : pasien mengatakan tidak bisa istirahat dengan

nyaman karena nyeri, tidur malam kurang, 5-6 jam.

6. Pola Suhu

Sebelum sakit : Normal

Saat dikaji : 36,5˚ C

7. Pola Spiritual

Sebelum sakit : pasien dapat menjalankan Sholat dengan baik.

Saat dikaji : pasien hanya bisa menjalankan Sholat di atas


tempat tidur dengan tata cara tertentu.

8. Kebutuhan berkomunikasi

Sebelum sakit : pasien dapat berkomunikasi dengan lancar

menggunakan bahasa jawa atau bahasa indonesia.

Saat dikaji : pasien bisa berkomunikasi dengan lancar dan baik.

2. DATA OBYEKTIF

a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : sedang, tenang.
2. Kesadaran : Composmetis
3. TD : 110/70 mmHg
4. N : 80 x/menit
5. S : 36,5 oC
6. R : 18 x/menit

b. Pemeriksaan Fisik ( Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi )


meliputi fungsi bila merupakan panca indra:
1. Kepala : bentuk kepala mesochepal, rambut kusam, rambut
hitam, kulit kepala kering, ada luka VL pada pelipis
sebelah kiri dan memar, ada nyeri tekan dengan skala 4
di area pelipis sebelah kiri.
2. Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis, respon mata
kanan/kiri terhadap cahaya normal.
3. Hidung : simetris, kemerahan, ada peradangan, tidak ada
perdarahan, fungsi pembau normal.
4. Telinga : bentuk simetris, fungsi pendengaran normal.
5. Mulut : tidak ada perdarahan, tidak ada peradangan, mulut tidak
bermukosa.
6. Tenggorokan : tidak ada peradangan, tidak panas dalam.
7. Dada :
I= simetris
P= tidak terdengar bunyi tambahan.
P= ada nyeri tekan.
A= bunyi jantung normal terdapat kontraksi inspirasi.
8. Paru : suara nafas vesicular.
9. Jantung : denyut jantung teraba, irama denyut teratur, tidak ada
pembengkakan jantung, terdengar bunyi jantung II.
10. Abdomen :
I= tidak ada lesi
A= suara bising usus keras.
P= ada nyeri tekan
P= tympani

11. Integument : tidak ada Oedema, ada lesi di pelipis sebelah kiri,
kemerahan di VL, turgor buruk,
12. Genetalia : tidak ada kelainan, tidak terpasang alat bantu.
13. Ekstremitas :
Atas : akral hangat, fungsi fisiologis ekstermitas normal.

Bawah : fungsi fisiologis ekstermitas normal.

Kekuatan otot ( exkstremitas )

4 4

4 4
c. Pemeriksaan Penunjang
Darah ( 25/10/2010 Jam 08.00)

Pemeriksaan Darah

Para Result Ref. Range Para Result Ref. Range


WBC H 12,0 x 103/uL 4,0 – 10,0 MCV L 76,3 fL 82,0 – 95,0
Lymph# H 1,5 x 103/uL 0,8 – 4,0 MCH 29,9 pg 27,0 – 31,0
Mid# 0,8 x 103/uL 0,1 – 0,9 MCHC H 39,29 g/dL 32,0 -36,0
Gran# 6,7 x 103/uL 2,0 – 7,0 RDW-CV 13,4 % 11,5 – 14,5
Lymph# 3,7 % 20,0 - 40,0 RDW-SD 36,2 fL 35,0 – 56,0
Mid% 6,5 % 3,0 – 9,0 PLT 227 x 103/uL 150 – 500
Gran% 55,8 % 50,0 -70,0 MPV L 6,1 fL 7,0 – 11,0
HGB 14,3 g/dL 11,0 – 16,0 POW 15,3 15,0 – 17,0
RBC 4,78 x 106/uL 3,50 – 5,50 PCT 0,138 % 0,108 – 0,282
HCI L 36,4 % 37,0 -50,0

Hematologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin II 14,2 gr/dL L: 14-18, P: 12-16
Hemoglobin III 14,3 gr/dL L: 14-18, P: 12-16
Retikulosit % 0,5 1,5
Eritrosit %
LED 1 jam % L: 0-15
LED 2 jam % L: 0-20
Basofil % 0-1
Eosinofil % 1-4
Batang % 2-5
Segmen % 36-66
Limfosit % 22-40
Monosit % 4-8
Retikulosit % 0,5-1,5
Hematokrit L: 40-48, P: 37-43
Golongan darah O
Malaria negatif
Trombosit 150.000- 500.000

d. Terapi ( 25 Oktober s.d Sembuh )


Obat Oral:
- Amoxilin 3 x 500 mg ( 05.00 13.00 21.00 )

- Nasaflam 3 x 30 mg ( 05.00 13.00 21.00 )

Injeksi via bolus:


- Rantin 2x 50 mg ( 08.00 - 20.00 )

- Ondansetron 2 x 250 mg ( 08.00 - 20.00 )


3. ANALISA DATA

No. Tgl/Jam Data Fokus Pathway Etiologi Problem

1. 25 Oktober DS: pasien menyatakan Agen cidera Agen cidera fisik Nyeri
fisik post jatuh.
2010, jam nyeri di atas pelipis kiri. post jatuh.
07.00 WIB
DO: pasien terdapat luka di
Kerusakan
atas pelipis sebelah kiri 7 jaringan
cm-an. Memar di pelipis
VL. Pasien masih berwajah
Memberikan
topeng (nyeri).
stimulus
TD: 110/70 mmHg, N: kasar/nyeri pada
80x/mnt, R: 18x/mnt, S: saraf
36,5 oC

P: nyeri datang terutama


pada saat aktivitas seperti
saat makan. Nyeri

Q: Nyeri seperti ditusuk- ( diterjemahkan


tusuk jarum. oleh otak )

R: Nyeri terasa pada kepala


terutama di atas pelipis
sebelah kiri .

S: skala nyeri 4

T: Nyeri sering terasa kalau


tidak diberi obat, terutama
pada malam hari.
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nyeri b.d Agen cidera fisik post jatuh.

5. INTERVENSI

Tgl/jam Dx. Kep. Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional Paraf

25 Nyeri b.d Setelah dilakukan 1. Pantau keadaan 1. Mengetahui


Oktober Agen cidera tindakan keperawatan umum pasien dan keasadaran, dan
2010, fisik post selama 2x24 jam TTV kondisi tubuh
jam jatuh. diharapkan nyeri dalam keadaan
07.00 pasien berkurang atau normal atau tidak.
WIB hilang, dengan KH=
2. Untuk mengetahui
1. Tidak ada ekspresi 2. Kaji skala nyeri seberapa jauh rasa
nyeri secara lisan nyeri yang
atau isyarat. dirasakan
3. Catat tindakan
2. Tidak gelisah dan 3. Bagaimana pasien
kemampuan
Tidak susah tidur meredam nyeri
untuk
karena gangguan atau untuk
mengurangi atau
rasa nyaman karena menghindar dari
mencegah rasa
nyeri. rasa nyeri.
nyeri.
3. Keadaan umum dan 4. Untuk
4. Perawatan luka
TTV normal. menghindari dari
infeksi karena
4. Tidak terjadi infeksi
luka.
karena cidera pada
fisiknya. 5. menciptakan rasa
5. Bantu/ajarkan
aman, mengurangi
5. Mengenali factor relaksasi dan
ketegangan otot
penyebab dan distraksi.
sehingga
menggunakan
menurunkan atau
tindakan untuk
menghilangkan
mencegah nyeri.
nyeri.

6. Kaji pola istirahat 6. untuk


atau tidur malam mengidentifikasi
terkait nyeri yang kesulitan atau
diderita. tidak untuk
istirahat/tidur yang
7. Beri obat dengan
disebabkan rasa
kolaborasi dokter.
nyeri.

7. Pemberian obat
sesuai jadwalnya.
6. PELAKSANAAN

Tgl/jam Dx. Kep IMPLEMENTASI Respon Paraf

25 Nyeri b.d Agen 1. Memonitor KU dan 1. KU = sedang, GCS=


Oktober cidera fisik post TTV 15, composmetis.
2010, jatuh.
TD = 110/100, N = 80
jam
x/menit, R = 18
07.00
x/menit. S = 36,5oC.
WIB
2. Melakukan
2. Pasein kooperatif,
perawatan luka post
ganti balut luka
jatuh.
terhadap pasien
sebagai antisipasi
terhadap infeksi luka.

3. Pasien
3. Mengkaji pola tidur
menyatakan susah
malam
tidur malam karena
nyeri karena luka
dipelipis sering
datang. Tidur malam
kurang: 4-5 jam.

4. Mengkaji skala nyeri 4. Pasien menyatakan


nyeri di kepala area
atas pelipis sebelah
kiri, nyeri seperti
ditusuk-tusuk, skala
nyeri 4, nyeri sering
datang saat aktivitas
seperti saat makan
dan saat tidur.
5. Mencatat tindakan
5. Pasien kooperatif dan
kemampuan
dapat bertindak
mengurangi atau
mandiri untuk
mencegah rasa nyeri.
mencegah nyeri
datang dengan
menenangkan diri dan
pikiran.

Jam . 6. Memberikan obat oral: 6. Obat masuk oral,


13.00 Amoxillin 500 mg dan pasien kooperatif,
WIB Nasaflam 30 mg sesuai tidak ada keluhan dari
dengan kolaborasi pemberian obat.
dokter.

25 1. Memonitor KU dan 1. KU =
Oktober TTV sedang, GCS= 15,
2010, composmetis. TD =
jam 120/78, N = 88
14.00 x/menit, R =
WIB 20x/menit. S = 37oC.

2. Pasien
2. Membantu dan
kooperatif, pasien
mengajarkan teknik
menyatakan lebih
relaksasi dan distraksi.
rileks dan nyaman
pada tubuh dan
kepalanya.
3. Mengkaji skala nyeri
3. Pasien
menyatakan skala
4. Menganjurkan pasien nyeri 4.
untuk istirahat.
4. Pasien
merasa nyaman.

25 1. Memonitor KU dan 1. KU = sedang, GCS=


Oktober TTV 15, composmetis.
2010, TD = 120/80, N =
jam 70x/menit, R =
19.00 20x/menit. S =
WIB 36,3oC.

2. Pasien menyatakan
2. Mengkaji skala nyeri
nyeri masih dalam
skala 4.

Jam 3. Memberikan obat 3. Obat masuk oral,


21.00 oral: Amoxillin 500 mg pasien kooperatif,
dan Nasaflam 30 mg tidak ada keluhan
sesuai dengan kolaborasi dari pemberian obat.
dokter.

4. Menganjurkan
4. Pasien merasa
pasien untuk beristirahat
nyaman

26 5. Memberikan obat 5. Obat masuk oral,


Oktober oral: Amoxillin 500 mg pasien kooperatif,
2010 dan Nasaflam 30 mg tidak ada keluhan
Jam sesuai dengan kolaborasi dari pemberian obat.
05.00 dokter.
26 1. Memonitor KU dan 1. KU = sedang,
Oktober TTV. GCS= 15,
2010 composmetis.
Jam
TD = 130/80, N = 87
07.00
x/menit, R = 18
2. Melakukan perawatan x/menit. S = 36oC.
luka post jatuh.
2. Pasein kooperatif,
ganti balut luka
terhadap pasien
sebagai antisipasi
terhadap infeksi luka.

3. Mengkaji pola tidur 3. Pasien menyatakan


malam. bisa tidur malam.
Tidur malam cukup

6-7 jam.
4. Mengkaji skala nyeri

4. Pasien menyatakan
nyeri berkurang dari
pada hari kemarin,
skala nyeri 2.
5. Mencatat tindakan
kemampuan 5. Pasien kooperatif
mengurangi atau dan dapat bertindak
mencegah rasa nyeri mandiri untuk
mencegah nyeri seperti
bercanda dengan
keluarganya.

Jam 6. Memberikan obat oral: 6. Obat masuk oral,


13.00 Amoxillin 500 mg dan pasien kooperatif,
Nasaflam 30 mg sesuai tidak ada keluhan dari
dengan kolaborasi pemberian obat.
dokter.

26 1. Memonitor KU dan 1. KU = sedang,


Oktober TTV GCS= 15,
2010 composmetis. TD =
Jam 130/78, N = 78
14.00 x/menit, R =
18x/menit. S = 37C.

2. Pasien kooperatif,
2. Membantu dan
pasien menyatakan
mengajarkan teknik
lebih rileks dan
relaksasi dan distraksi.
nyaman pada tubuh
dan kepalanya.

3. Pasien merasakan
nyeri pada pelipis kiri
3. Mengkaji skala nyeri
berkurang dari pada
hari kemarin. Skala
nyeri 2.

4. Pasien merasa
nyaman.
4. Menganjurkan
pasien untuk istirahat.

26 1. Memonitor KU 1. KU = sedang,
Oktober dan TTV GCS= 15,
2010 composmetis. TD =
Jam 120/80, N =
19.00 70x/menit, R =
20x/menit. S = 36,3oC.
2. Mengkaji skala 2. Pasien
nyeri menyatakan nyeri
masih terasa dalam
skala 2.

Jam 3. Memberikan 3. Obat masuk oral,


21.00 obat oral: Amoxillin 500 pasien kooperatif,
mg dan Nasaflam 30 mg tidak ada keluhan dari
sesuai dengan kolaborasi pemberian obat.
dokter.

4. Menganjurkan
4. Pasien merasa
pasien untuk beristirahat
nyaman

27 5. Memberikan 5. Obat masuk oral,


Oktober obat oral: Amoxillin 500 pasien kooperatif,
2010 mg dan Nasaflam 30 mg tidak ada keluhan dari
Jam sesuai dengan kolaborasi pemberian obat.
05.00 dokter.
7. EVALUASI

Tgl/Jam Dx. Keperawatan Evaluasi/SOAP

27 Nyeri b.d Agen cidera S= Pasien menyatakan masih nyeri di kepala terutama
Oktober fisik post jatuh. di atas pelipis sebelah kiri. Pasien menyatakan bisa
2010 Jam tidur malam, tidak terganggu sekali tidur malamnya
07.00 karena nyeri.

O= KU = sedang, GCS= 15, composmetis. TD =


120/80, N = 70x/menit, R = 20x/menit. S = 36,3oC.
Terdapat luka VL di atas pelipis sebelah kiri sepanjang
lebih kurang 7 cm. Memar di pelipis VL. Pasien masih
berwajah topeng (nyeri). Skala nyeri 2.

P: nyeri datang terutama pada saat aktivitas seperti


saat makan.

Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum.

R: Nyeri terasa pada kepala terutama di atas pelipis


sebelah kiri .

S: skala nyeri 2.

T: Nyeri terasa kadang-kadang, terutama pada malam


hari.

A= Masalah belum teratasi.


P= Lanjutkan intervensi
-Kaji KU dan TTV
- Kaji skala nyeri
-Ajarkan/bantu teknik relaksasi distraksi.

You might also like