You are on page 1of 39

BAB I

PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan adalah hal yang sering ditemukan dan merupakan penyebab
kematian ketiga setelah perdarahan dan infeksi. Pada tahun 2001, menurut the National Center
for Health Statistics, hipertensi gestasional ditemukan pada 150,000 wanita, atau 3.7% dari
kehamilan (Martin and colleagues,2002). Berg and colleagues (2003) melaporkan bahwa 16%
dari 3201 kematian pada kehamilan di Amerika Serikat dari tahun 1991 sampai 1997 merupakan
komplikasi dari hipertensi selama masa kehamilan. Peneliti juga menemukan bahwa wanita kulit
hitam 3.1 kali berisiko meninggal karena preeclampsia dibanding dengan wanita kulit putih.
Klasifikasi dari hypertensive disorders complicating pregnancy oleh Working Group of the
NHBPEP (2000), terdapat lima jenis penyakit hipertensi antara lain:
1. Gestational hypertension (transcient hypertension): desakan Darah ≥ 140/90 mmHg
untuk pertama kalinya pada kehamilan, proteniuria (-) dan desakan darah kembali normal
< 12 minggu pasca persalinan.

2. Preeclampsia.
Preeclampsia ringan: Desakan Darah ≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu,
proteniuria ≥ 300mg/24jam atau dipstick ≥1+.
Preeclampsia berat: Desakan Darah ≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu,
proteniuria ≥ 300mg/24jam atau dipstick ≥1+, dengan salah satu tanda preeclampsia
berat.
3. Eclampsia.

4. Preeclampsia superimposed on chronic hypertension: timbulnya proteinuria ≥


300mg/24jam setelah kehamilan 20 minggu pada wanita hamil yang sudah mengalami
hypertensi sebelumnya.

5. Chronic hypertension: desakan Darah ≥ 140/90 mmHg, proteniuria-, sebelum kehamilan


atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca
persalinan

~1~
Pertimbangan penting dalam klasifikasi ini adalah membedakan gangguan hipertensi yang
mendahului kehamilan dari preeclampsia yang secara potensial lebih merugikan. Bagaimana
kehamilan memicu atau memperparah hipertensi masih belum terpecahkan walaupun sudah
dilakukan riset intensif selama beberapa dekade. Hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga
dimaksudkan untuk hipertensi yang timbul tanpa proteinuria, termasuk pada wanita nulipara.
Pada wanita nulipara, hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga merupakan prekursor,
potensial untuk preeclampsia atau eklampsia, yang salah satu kriteria diagnosisnya adalah
proteinuria.
Hipertensi didiagnosis ketika terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih.
Dahulu penentuan diagnosis hipertensi pada wanita hamil adalah peningkatan tekanan sistolik 30
mmHg or 15 mmHg tekanan diastolic, walaupun ketika nilai absolut masih dibawah 140/90 mm
Hg. Kriteria ini sudah lama tidak digunakan lagi karena bukti memperlihatkan bahwa wanita
dalam kelompok ini kecil kemungkinannya mengalami peningkatan gangguan hasil kehamilan
(Levine and co-workers, 2000; North and colleagues, 1999). Namun wanita dalam kondisi
seperti ini tetap harus mendapat pengawasan ketat. Edema sudah tidak digunakan lagi sebagai
kriteria diagnosis karena bisa terjadi pada setiap kehamilan normal.

~2~
BAB II
ISI

2.1. PEMERIKSAAN
Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan keadaan
kejang tonik-klonik (grand mal) yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan
neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan setelah kehamilan. Namun kejang
yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari
postpartum. Sedangkan yang dimaksud dengan preeclampsia adalah hipertensi disertai proteinuri
dan edema (penimbunan cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai
dan kaki) akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (kelainan plasenta).
Fatal coma tanpa kejang juga bisa diartikan sebagai eclampsia. Tetapi perlu ada batasan untuk
mendiagnosis wanita dengan kejang dan memperhatikan kematian tanpa kejang yang disebabkan
oleh preeklampsia berat (PEB).1,2
Eklampsia adalah suatu keadaan yang dapat dicegah, dan angka kejadiannya menurun di
Amerika Serikat karena sebagian besar wanita hamil sudah mendapat asuhan prenatal yang
memadai. Eclampsia umumnya terjadi kehamilan trisemester terakhir dan angka kejadiannya
meningkat pada tahap ini.
Oleh sebab itu pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan untuk memastikan bahwa
apakah sebelumnya pasien memang dalam keadaan preeklamsia dan untuk menyingkirkan
penyebab lain kejang yang dialaminya. Berikut ini adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat
dilakukan:

I. Anamnesis
Dari anamnesis diharapkan kita dapat mengumpulkan data sebanyak-banyak tentang
riwayat kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan serta keadaan janin selama

~3~
kehamilan, disamping menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang menjurus pada
diagnosis.
Anamnesis obstetrik umum:7
 Riwayat kehamilan sekarang:

 Kapan hari terakhir menstruasi terakhir?


 Berapa lama siklus haidnya?
 Sudah berapa bulan kehamilannya?
 Apakah ada penyulit atau penyakit sebelum dan selama kehamilan, seperti
apakah pernah perdarahan, adakah anemia, diabetes, hipertensi, infeksi
saluran kemih, penyakit jantung, dan penyulit lainnya?
 Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien, misalnya mual, muntah,
nyeri tekan payudara, frekuensi berkemih?

 Riwayat obstetric dahulu:

 Apakah pernah hamil sebelumnya? Berapa kali? Apakah ada penyulit


dalam kehamilan sebelumnya?
 Apakah pernah melahirkan sebelumnya? Berapa kali? Bagaimana cara
melahirkan, apakah ada penyulit selama persalinan sebelumnya? Apakah
ada komplikasi saat persalinan sebelumnya?
 Apakah pernah mengalami abortus sebelumnya? Berapa kali? Mengapa?
Bagaimana terjadinya abortus? Adakah komplikasi akibat abortus?
 Tanyakan juga kondisi anak yang pernah dilahirkan, berat badan bayi saat
lahir, umur bayi saat dilahirkan, keadaan bayi saat dilahirkan, keadaan
anak sekarang.

 Riwayat ginekologis dahulu


Hal-hal yang harus ditanyakan menjurus kepada keadaan preeklamsia berat:1,4
o Apakah ada gejala-gejala disfungsi sistem saraf pusat, seperti sakit kepala
berat yang menetap, penglihatan kabur.

~4~
o Apakah ada gejala peregangan kapsul hati, misal nyeri epigastrium
menetap

Pertanyaan untuk menyingkirkan penyebab lain:1


o Apakah sebelum hamil pasien memiliki riwayat hipertensi
o Apakah pasien memiliki riwayat epilepsi
o Apakah pasein pernah mengalami trauma kepala
o Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit serebrovaskular
o Apakah pasien memiliki riwayat tumor serebri atau meningitis maupun
ensefalitis

II. Pemeriksaan fisik


i. Inspeksi
a. Wajah
Adakah edema pada muka, pucat atau merah
b. Leher
Apakah terdapat pembesaran tyroid atau kelenjar limfe
c. Dada
Bentuk payudara, adakah colostrum
d. Perut
Perlu diperhatikan bentuk, pembesaran, pergerakan pernapasan, kondisi
kulit (tebal, kriput dan striae), jaringan parut operasi.
e. Vulva
Keadaan perineum, varises atau condyloma3

ii. Palpasi
Maksud pemeriksaannya ialah untuk menentukan ;
a. Besarnnya rahim dan dengan ini bisa menentukan umur kehamilan.
b. Menentukan letak anak dalam rahim.

~5~
Sebelum dilakukan, kandung kemih dikosongkan terlebih dahulu,karena
kandung kemih yang penuh akan teraba seperti kista. Jikalau perlu pasien
disuruh buang air kecil terlebih dahulu.
Beritahu pasien bahwa perutnya akan diperiksa sehingga perut pasien tidak
menegang dan bernapas biasa, kedua tungkai ditekuk sedikit dan pasien disuruh
bernapas dalam.3
Cara melakukan palpasi ialah menurut Leopord yang terdiri dari 4 bagian ;
a. Leopord I
o Pasien tidur telentang dengan lutut
ditekuk
o Pemeriksa berdiri disebelah kanan
pasien menghadap kearah kepala pasien
o Uterus dibawa ketengah (kalau
posisinya miring)
o Dengan kedua tangan tentukan
tinggi fundus
o Dengan satu tangan tentukan bagian
apa dari anak yang terletak dalam
fundus
o ( Kepala berbentuk bulat, keras dan ada ballottement. Bokong
konsistensinya lunak, tidak begitu bulat dan tidak ada ballottement.
Pada letak lintang, fundus kosong) 5

b. Leopord II

o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.

o Kedua tangan pindah kesamping


uterus.

o Dengan kedua belah jari-jari uterus


ditekan ketengah untuk menentukan

~6~
dimana letak punggung anak : kanan atau kiri.(Punggung anak
memberikan tahanan terbesar)

o Pada letak lintang dipinggir kanan kiri uterus terdapat kepala atau
bokong. 5

c. Leopord III
o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.
o Pemeriksa memakai satu tangan menentukan apa yang menjadi bagian
bawah (kepala atau bokong).
o Bagian bawah coba digoyangkan, apabila masih bisa, berarti bagian
tersebut belum terpegang oleh panggul. (bagian terbesar kepala belum
melewati pintu atas panggul). 5

d. Leopord IV
o Posisi pasien tetap, pemeriksa menghadap kearah kaki pasien.
o Dengan kedua belah tangan ditentukan seberapa jauh kepala masuk
kedalam panggul.
o Bila posisi tangan konvergen, berarti baru sebagian kecil kepala masuk
panggul.
o Bila posisi tangan sejajat, berarti separuh dari kepala masuk kedalam
rongga panggul.
o Bila posisi tangan divergen, berarti sebagian besar kepala sudah masuk
panggul. 5
Leopold 4 tidak dilakukan kalau kepala masih tinggi.

~7~
 Sebelum bulan ke tiga fundus uteri dapat diraba dari luar ;
 Akhir bulan ke-3 (12 mg) F.U 1-2 Jari diatas symphisis
 Pertengahan antara sympisis dengan
pusat = 16 mg
 3 jari dibawah pusat = 20 minggu
 ½ pusat – procesus xympoideus = 32
Minggu
 Sampai arcus costa atau 3 jari dibawah
proc. Xympoideus = 36 minggu
 ½ pusat – procesus xympoideus = 40
Minggu 5

iii. Auskultasi
Dilakukan dengan menggunakan stetoskop fetal heart detector (Doppler). Pada
auskultasi bisa didengar bermacam bunyi :
a) Dari anak : bunyi jantung, bising tali pusat, gerakan anak.
b) Dari ibu : bising a. uterina, bising aorta, bising usus.
Bunyi jantung anak dengan Doppler dapat didengar sejak umur kehamilan 12
minggu sedang dengan stetoskop baru didengar pada umur kehamilan 26
minggu. Frekuensi bunyi jantung anak antara 120 - 140 per menit. Frekuensi
jantung orang dewasa antara 60-80 per menit. 5

~8~
~9~
III. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium6

No Test Diagnostik Penjelasan

1. Hemoglobin dan Peningkatan Hb dan Ht berarti :


hematokrit
1. Adanya hemokonsentrasi yang mendukung
diagnosis PE

2. Menggambarkan beratnya hipovolemia

3. Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis

2. Morfologi sel darah Untuk menentukan :


merah pada apusan
 adanya mikroangiopatik hemolitik anemia
darah tepi
-          Morfologi abnormal eritrosit :
schizocytosis dan spherocytosis

3. Trombosit Trombositopenia menggambarkan Preeklampsia berat

4. Kreatinin serum Asam Peningkatan menggambarkan :


Urat serum Nitrogen
 Beratnya hipovolemia
Urea Darah (BUN)
 Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal
 Tanda Pre eklampsia berat

5. Transaminase serum Peningkatan Transaminase serum menggambarkan


gangguan fungsi hepar

6. Lactic Acid Menggambarkan adanya hemolisis


Dehidrogenase (LDH)
Albumin serum dan
7. Menggambarkan kebocoran endotel dan
faktor koagulasi
kemungkinan koagulopati
b. Pemeriksaan radiologi
 Pemeriksaan transabdominal USG ;
 Untuk memperkirakan umur kehamilan
~ 10 ~
 Melihat keadaan umum janin
 Melihat pertumbuhan janin, normal atau adakah kelainan, terutama plasenta
abruption yang dapat mempersulit eklampsia, oligohidramnion, atau
pertumbuhan janin terhambat (PJT).
 Pemeriksaan CT scan kepala dapat juga dilakukan untuk menyingkirkan
penyebab lain dari kejang pada pasien, misal menilai pendarahan intrakranial,
perdarahan subarachnoid, atau kecelakaan serebrovaskular.8

~ 11 ~
2.2. DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan data-data yang ada pada kasus, yaitu:
- Ibu hamil umur 18 tahun, primigravida
- Terdapat kejang, kemudian tidak sadarkan diri (koma)
- TD tinggi = 180/120 mmHg, frekuensi nadi normal = 72/menit
- Terdapat udeme anasarka
- Protein urine +3
- Anak letak kepala dengan denyut jantung normal = 132/menit teratur
maka diagnosis kerja yang paling mendekati adalah eklampsia, dimana sebelum eklampsia
terjadi pasien berada dalam keadaan preeklamsia berat.

~ 12 ~
2.3. DIAGNOSIS BANDING

1. Preeklampsia Berat 9,10


Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Tanda dan gejala preeklampsia berat :

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg


2. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam)
6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)
7. Nyeri ulu hati
8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
9. Perdarahan di retina (bagian mata)
10. Edema (penimbunan cairan) pada paru
11. Koma

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat


selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi :
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian
obat-obatan.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pemberian obat-obatan.

Perawatan aktif dilakukan apabila  usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya
ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-obatan,
adanya tanda kegagalan pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya "HELLP
syndrome" (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet).
Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa

~ 13 ~
disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik. Perawatan
konservatif pada pasien pre eklampsia berat yaitu :

1. Segera masuk rumah sakit


2. Tirah baring
3. Infus
4. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
5. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
6. Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami
7. Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda
pre-eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu)

2. Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklampsia 10

Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah adanya gejala


proteinuria ≥ 300 mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi
sebelumnya, dan proteinuria ini timbul setelah kehamilan 20 minggu. Penyebab belum
diketahui secara pasti.
Adapun gambaran klinisnya adalah :
o Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi dalam
kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak
tergantung pada keadaan emosional pasien.
o Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik 90 mmHg pada 2
pengukuran berjarak 1 jam atau lebih.
o Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
 Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah
kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan atau dalam 48 jam post
partum.
 Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan atau sebelum
kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria.

~ 14 ~
Penatalaksanaan pada hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
adalah sama dengan pengelolaan preeclampsia berat.

~ 15 ~
2.4. ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO
Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklampsia/ eklampsia masih belum diketahui.
Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etio-logi dari kelainan tersebut di atas,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.3
Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan.
Pada PE-E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan
produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.

2. Peran Faktor Imunologis.


Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang
semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun
pada penderita PE-E:
a) Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E
diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa
sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti
bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.

~ 16 ~
3. Peran Faktor Genetik/Familial 3
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak dari
ibu yang menderita PE-E.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.

4. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

Faktor yang meningkatkan risiko preeclampsia-eclampsia 10:


a) Primigravida
b) Primipaternernity
c) Umur yang ekstrim
d) Partner laki yang pernah menikah wanita yang kemudian hamil dan mengalami
preeclampsia
e) Pemaparan terbatas terhadap sperma
f) Inseminasi donor dan donor oocyte
g) Mola Hidatidosa
h) Kehamilan multiple
i) Infeksi saluran kencing pada kehamilan
j) Hydrops fetalis
k) Riwayat pernah preeclampsia
l) Obesitas
m) Antiphospholipid antibodies dan huperhomocysteinemia

Sedangkan faktor yang menurunkan risiko preeclampsia-eclampsia:


a. Sex oral
b. Merokok

~ 17 ~
2.5. EPIDEMIOLOGI
Amerika Serikat
Kejadian eklamsia dilaporkan berkisar dari 1 dalam 2.000 sampai 1 dalam 3.448 kehamilan
di dunia Barat. Nilai ini meningkat pada populasi sosial ekonomi rendah, pada wanita lebih muda
dari 20 tahun, kehamilan multifetal, dan pada mereka tanpa antenatal care.8

Internasional
Diperkirakan, eklamsia terjadi 10% dari kehamilan yang dipengaruhi oleh hipertensi di
seluruh dunia. Kira-kira setengah dari semua gangguan kehamilan hipertensi disebabkan
preeklamsi.8

Mortalitas / Morbiditas 2,8

 Preeklampsia-eklampsia tingkat fatalitas kasus adalah sekitar 6,4 kasus per 10.000 kasus
saat melahirkan.
 75 % terjadi pada primigravida.
 Kejadian 5 kali lebih sering pada kehamilan kembar.
 Komplikasi ibu yang paling signifikan pada eklampsia berhubungan dengan SSP
permanen adalah pendarahan intracranial. Tingkat kematian ibu adalah 8-36% pada kasus
ini.
 Angka kematian janin bervariasi 13-30% karena kelahiran prematur dan komplikasinya.
Plasenta infarcts, abrupsio plasenta , dan pertumbuhan janin terhambat intrauterin juga
berkontribusi terhadap kegagalan janin.
 Eklampsia biasanya terjadi pada pasien pada kedua usia ekstrem reproduksi, namun
resiko eklampsia yang terbesar ada pada perempuan < 20 tahun. Risiko kematian
meningkat untuk wanita berusia >35 tahun, yang tanpa perawatan kehamilan, dan
perempuan berkulit hitam, kemungkinan besar karena akses yang tidak memadai untuk
perawatan prenatal dan peningkatan insiden penyakit genetik yang berhubungan dengan
sirkulasi antiphospholipids.
 Wanita yang telah eklampsia sebelum 28 minggu umur kehamilan juga memiliki resiko
kematian yang lebih tinggi.

~ 18 ~
2.6. PATOFISIOLOGI
Penyebab hipertensi pada kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori yang dikemukakan untuk menjelaskannya tapi tak satu pun teori tersebut dianggap mutlak
benar.
Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta (invasi trofoblas abnormal)
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteri radialis. Arteri
radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang
arteri spinalis.2 Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblast
ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblast juga memasuki jaringan sekitar
arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri
spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini
memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan
aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan
perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.
Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.2
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap
kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya.3
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan
pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkat 10 kali aliran darah ke utero plasenta.3

~ 19 ~
b. Teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel, kelainan koagulasi
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa
penerima elektron atau atom/ molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan
memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah
mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu
hipertensi dalam kehamilan disebut “toksemia”.2
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan
(radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi
antioksidan. 3
 Peroksida Lemak Sebagai Oksidan Pada Hipertensi Dalam Kehamialan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi
dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak
yang relatif tinggi.2
Peroksida lemak sebagai oksidan/ radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di
seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel
endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya
langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang
akan berubah menjadi peroksida lemak. 3

c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

~ 20 ~
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut.
i. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan
jika dibandingkan dengan multigravida.
ii. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
iii. Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,
makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan. 3
Pada Perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si
ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural killer (NK) ibu. 3
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas
ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel natural killer. Pada
plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya
HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.
Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur
sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang
produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi
Immune-Maladaption pada preeklampsia. 3
Pada awal trisemester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai
kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper sel yang lebih
rendah dibanding pada normotensif. 3

d. Teori adaptasi kardiovaskular genetik


Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor.
Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons

~ 21 ~
vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel
endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan
vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang
menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini kemudian hari ternyata adalah
prostasiklin. 3
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak
peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trisemester I (pertama).
Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan,
sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai
sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan. 3

e. Teori defisiensi gizi


Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. 3
Peneliti yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh
diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana
serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan
insiden hipertensi dalam kehamilan.2
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak
hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat
aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah
mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang
mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia. Hasil sementara
menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai
alternatif pemberian aspirin.2

~ 22 ~
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. Penelitian di
Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan
membandingkan pemberian kalsium placebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia
adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.2

f. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal
plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik
trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif.2
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses
apoptosis pada preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stres
oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat.
Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda,
maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas
juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu
menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons
inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih
besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu. 3
Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi
debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan “aktivasi leukosit
yang sangat tinggi “ pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai
“kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan” yang biasanya
berlangsung normal dan menyeluruh. 3
2.7. MANIFESTASI KLINIK

~ 23 ~
Eklampsia dapat terjadi saat antepartum, intrapartum atau postpartum (48 jam
postpartum). Eklampsia paling sering terjadi pada trimester terakhir dan menjadi semakin sering
mendekati aterm.8
Ada 4 fase eklamsia: 1,2
 Premonitory stage, gejala seperti preeklampsia berat
 Tonic stage
Serangan kejang biasanya dimulai disekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan
(twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi
otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik.
 Clonic stage
Mendadak rahang mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh
kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan
relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang
bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit
oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini dapat berlangsung selama satu menit.
Secara bertahap gerakan otot menjadi lebih lemah dan jarang sampai akhirnya tidak bergerak.
Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernapasan tertahan. Selama beberapa detik,
akan menjadi seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam,
panjang dan berbunyi lalu kembali bernapas.
 Stage of coma
Ia kemudian mengalami koma dan tidak akan mengingat serangan kejang tersebut
maupun kejadiaan sesaat sebelum atau sesudah bangkitan kejang. Namun, seiring waktu
ingatan itu akan pulih kembali.

Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya


dapat bervariasi. Pada kasus yang jarang, kejang terjadi berurutan secara cepat sehingga tampak
seperti mengalami kejang yang berkepanjangan dan hampir kontinu. Durasi koma setelah kejang
pun bervariasi. Namun durasi koma yang panjang tidak menyebabkan kematian. Kematian lebih
sering disebabkan oleh bengkitan kejang yang berulang-ulang.

~ 24 ~
Laju pernapasan setelah kejang eklamsia biasanya meningkat dan dapat mencapai
50/menit, mungki sebagai respon terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat
hipoksia. Sianosis dapat terjadi pada kasus yang parah. Demam 39 oC atau lebih adalah tanda
yang buruk karena dapat merupakan akibat perdarahan SSP. Bradikardia setelah serangan kejang
dapat terjadi karena hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang. Bradikardia ini pulih dalam 3-
5 menit; apabila menetap > 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan, missal solusio plasenta
atau bayi akan segera lahir.
Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urin kemungkinan besar
berkurang bahkan kadang terjadi anuria. Hemoglobinuria sering dijumpai, tetapi
hemoglobinemia jarang. Edema sering mencolok, kadang-kadang masif, walaupun mungkin juga
tidak ada. Proteinuria dan edema ini biasanya akan menghilang seminggu setelah melahirkan.
Sebagian besar kasus, hipertensi kembali normal dalam beberapa hari sampai 2 minggu setelah
melahirkan. Semakin lama hipertensi menetap postpartum, semakin besar kemungkinan bahwa
hipertensi tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal atau vaskuler kronik.
Pada eklampsia antepartum, tanda persalinan dapat muncul segera setelah kejang dan
berkembang cepat, bahkan sebelum petugas medis menyadari bahwa ibu tersebut mengalami
His. Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intesitas His dapat meningkat, dan
durasi persalinan dapat memendek.
Edema paru juga dapat terjadi setelah eklamsia. Hal itu disebabkan oleh pneumonitis
aspirasi (akibat inhalasi isi lambung bila kejang disertai muntah) atau gagal jantung (akibat
kombinasi hipertensi berat dan pemberian cairan IV berlebihan).
Pada 10% wanita, sedikit banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang, atau dapat juga
timbul spontan pada preeklamsia. Hal tersebut disebabkan oleh ablasio retina maupun iskemia,
infark atau edema lobus oksipitalis. Gangguan penglihatan ini biasanya tuntas dalam seminggu.
Sekitar 5% akan mengalami gangguan kesadaran bermakna, termasuk koma menetap
karena edema otak. Sedangkan herniasi unkus transtentorium dapat menyebabkan kematian.
Kematian mendadak terjadi bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya diakibatkan
karena perdarahan otak masif.

~ 25 ~
Fitur eklampsia meliputi:8

o Seizure atau bangkitan kejang (100%)


o Sakit kepala hebat (80%), pada bagian depan atau
belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan
tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut
terus menerus dan tidak berkurang dengan
pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
o Udema anasarka (50%)
o Gangguan visus (40%), seperti penglihatan kabur
dan photopobia, pasien akan melihat kilatan-kilatan
cahaya.
o Nyeri abdomen kuadran kanan atas atau epigastrium
dengan mual (20%)
o Iritabel dan ibu merasa gelisah dan tidak bisa
bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan
lainnya
o Nyeri perut atau nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang
disertai dengan muntah.

~ 26 ~
2.8. MANAGEMENT TERAPI
Tujuan pengobatan :
1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang
2. Pengelolaan airway, breathing, circulation
3. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
4. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
5. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
6. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat
7. Koreksi hipoksemia dan academia

a. Perawatan Prehospital 8
Dilakukan oleh petugas kedaruratan medis saat
diperjalanan: membebaskan jalan nafas dan pemberian
oksigen bila diperlukan, melakukan pemantauan jantung dan
transportasi pasien pada posisi lateral dekubitus kiri untuk
mencegah muntah dan aspirasi paru.

b. Perawatan di Rumah Sakit


Perawatan dasar eklamsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi
vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan
mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma pada pasien
pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis
hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat. 5

c. Pengobatan
I. Medikamentosa
 Rawat inap
 Tirah baring kiri secara intermiten
 Infus ringer laktat atau dektrose 5%

~ 27 ~
 Anti konvulsi

i. Magnesium sulfat
Beberapa studi telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat
merupakan obat pilihan untuk mengobati kejang eklampsia. Magnesium
sulfat berhasil dalam mengendalikan kejang di > 95% kasus. Obat ini
memiliki keuntungan fisiologis untuk janin dengan meningkatkan aliran
darah uterus.
Mekanisme biokimia tindakan terapi magnesium sulfat adalah bahwa hal
itu menghambat pelepasan asetilkolin. Selain itu, magnesium memiliki
efek langsung pada otot rangka berdasarkan efek kompetitif antagonis
dengan kalsium. Mekanisme magnesium dalam mencegah kejang
berulang adalah kontroversial, tetapi dapat mencakup tindakan sebagai
vasodilator lokal atau antikonvulsi, atau melalui stabilisasi penghalang
darah otak atau pencegahan pembentukan edema serebral.
Magnesium sulfat diekskresikan oleh ginjal. Ini merupakan antikonvulsi
efektif dan membantu mencegah kejang berulang dan mempertahankan
aliran darah rahim dan janin. Hal ini dapat diberikan baik IV dan IM.
Rute intravena lebih disukai daripada rute IM karena administrasi lebih
mudah dikontrol dan waktu untuk tingkat terapeutik yang lebih pendek.
Intramuskular magnesium sulfat cenderung lebih menyakitkan dan
kurang nyaman.
Tujuan terapi magnesium adalah mengakhiri kejang yang sedang
berlangsung dan mencegah kejang lebih lanjut. Pasien harus dievaluasi
setiap sekitar 1 jam untuk memastikan bahwa refleks tendon dan output
urin minimal 100 mL selama 4 jam sebelumnya.
Magnesium terapi biasanya berlangsung selama 12-24 jam setelah
melahirkan dan dapat berhenti tergantung pada situasi klinis (misalnya,
hipertensi resolusi, output urin yang memadai). 11

~ 28 ~
ii. Fenitoin
Fenitoin adalah salah satu senyawa masuk kedalam golongan hidantoin.
Merupakan obat pilihan utama untuk hampir semua jenis epilepsi.
Meskipun fenitoin tidak seefektif magnesium untuk profilaksis atau
pengobatan eklampsia, dapat digunakan dengan aman untuk kasus-kasus
yang didak diperbolehkan menggunakan Magnesium sulfat. Kadar
fenitoin akan meninggi jika dikombinasi dengan kloramfenikol, simetidin
dan sulfonamide. Dosis yang diberikan 300 mg/hari.12

iii. Diazepam

Golongan benzodiazepine ini selain sebagai antiansietas juga sebagai


antikonvulsi. Diazepam juga bebas melintasi plasenta dan berakumulasi
dalam sirkulasi janin. Obat ini digunakan mungkin untuk mengobati
aktivitas kejang berulang pada pasien yang sudah cukup diobati dengan
magnesium.
Dosis yang diberikan pada dewasa adalah sebesar 0,2/KgBB/hari,
sedangkan untuk dosis anak 0,15-0,3 mg/KgBB/hari. 11

 Anti hipertensi
Hipertensi terkait dengan eklampsia sering cukup dikontrol dengan
menghentikan kejang. Obat antihipertensi yang digunakan untuk menjaga
tekanan darah diastolik < 110 mm Hg.
Terapi anti hipertensi memiliki 2 tujuan utama: (1) mengurangi
morbiditas ibu dan kematian yang terkait dengan serangan, stroke, dan
emboli paru, dan (2) berpotensi mengurangi morbiditas dan kematian
janin sekunder untuk keterbatasan pertumbuhan intrauterine dan
abruption plasenta.
Antihipertensi yang paling sering digunakan adalah hidralazin dan
nifedipin. Obat-obat penting yang diuraikan di bawah ini; 12

~ 29 ~
I. Hidralazin
Obat adalah termasuk kedalam golongan vasodilator arteriolar.
Hidralazin membantu untuk mempertahankan aliran darah rahim
dengan merelaksasikan otot polos arteriol dengan mekanisme yang
belum jelas dipastikan, sedangkan otot vena hampir tidak dipengaruhi.
Vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reflex kompensasi yang kuat
berupa peningkatan kekuatan dan frekuansi denyut jantung. Obat ini
menurunkan tekanan darah berdiri dan baring. Hidralazin
dimetabolisme di hati. Hidralazin dapat menimbulkan sakit kepala,
mual, hipotensi, angina pectoris.
Dosis yang diberikan 50-10 mg IV 15-20 menit yang diperlukan untuk
menjaga tekanan darah diastolik < 110 mm Hg. Mulai aksi 15 menit,
efek puncak 30-60 menit, durasi kerja 4-6 jam.
Interaksi beta bloker dapat meingkatkan toksisitas hidralazin dan efek
farmakologis hidralazin dapat dikurangi dengan pemberian
indometasin. 12

II. Metildopa
Mekanisme metildopa menurunkan resistensi vascular tanpa banyak
mempenaruhi frekuensi dan curah jantung. Tapi pada pasein lanjut,
dilatasi vena dan penurunan tekanan darah menyebabkan curah
jantung menurun. Efek maksimal tecapai 6-8 jam setelah pemberian
oral atau IV. Hipotensi ortostatik lebih jarang terjadi. Aliran darah dan
fungsi ginjal tidak doipengaruhi oleh metaldopa.
Obat ini masih merupakan pilihan utama pada hipertensi dalam
kehamilan karena terbukti aman untuk janin. Dosis maksimal yaitu 3 g
per hari. Efek samping yang paling sering adalah sedasi,hipotensi,
pusing, mulut kering dan sakit kepala, jarang terjadi anemia hemolitik,
trombositopenia. Penghentian mendadak dapat menyebabkan
fenomena rebound berupa peningkatan tekanan darah mendadak. Bila

~ 30 ~
terjadi hal ini maka metildopa harus diberikan kembali atau berikan
obat lain.
Pemberian besi bisa mengurangi absorbsi metildopa sampai 70%. Hal
ini harus diperhatilan dimana kedua obat ini harus diberikan. 12

III. Niferidin (Adalat )


Termasuk kedalam golongan antagonis kalsium. Antagonis kalsium
menghambat influks kalsium kedalam miokard dan sel otot polos.
Golongan dihidropiridin (Nifedipin, Nikardipin, Iskardipin, felodipin,
amlodipin) bersifat vasoselektif dan generasi yang memiliki
selektivitas yang tinggi. Semua antagonis kalsium dimetabolisme
dihati jadi penggunaan pada pasien sirosis hati harus hati-hati
memberikannya. Obat ini jarang menimbulkan efek samping yang
berat dan sangat rendah, seperti edema pada wajah, dan sakit kepala.
Konstipasi dan hyperplasia gusi sering terjadi pada pemberian semua
antagonis kalsium. Dosis yang diberikan 30-60 mg peroral. 12

II. Perawatan koma


Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau mempertahankan diri
terhadap suhu yang ekstrem, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi,
karena hilangnya refleks muntah.
Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma adalah terbuntunya jalan napas
atas. Setiap penderita eklamsia yang jatuh dalam koma harus dianggap bahwa jalan
napas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain. Oleh karena itu tindakan pertama ialah
menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Adapun cara yang
dapat dilakukan adalah dengan manuver head tilt-neck lift, yaitu kepala
direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi ke belakang atau head tilt-chin lift,
dengan kepala direndahkan dan dagu ditarik ke atas, atau jaw-thrust, yaitu
mandibula kiri kanan diekstensikan ke atas sambil mengangkat kepala ke
belakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan
oropharyngeal airway.3

~ 31 ~
1a. 1b.

2.

G
ambar. 1a. dan 1b: head tilt-neck lift atau head tilt-chain lift 2: jaw-thrust

Hal penting kedua ialah penderita koma akan kehilangan refleks muntah sehingga
mungkin sekali terjadi aspirasi bahan lambung. Lambung ibu hamil harus selalu
dianggap sebagai lambung penuh. Oleh sebab itu semua bahan yang ada dalam
rongga mulut dan tenggorokan, baik merupakan lendir maupun sisa makanan,
harus segera dihisap secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil
untuk drainase lendir.

~ 32 ~
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan Glasgow Coma Scale.

Pada perawatan koma yang panjang perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan
makanan panderita. Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin diberi secara
oral, dapat diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT)

III. Perawatan edema paru


Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena membutuhkan
perawatan animasi dengan respirator.

IV. Pengobatan obstetrik

 Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklamsia


harus diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.13

 Persalinan diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi (pemulihan)


hemodinamika dan metabolisme ibu atau 12 jam sejak gejala eklamsia timbul. 13

 Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12
jam maka dilakukan seksio sesarea. Pelaksanaan seksio sesarea harus
memperhatikan: tidak terdapat koagulopati, anestesi yang aman/ terpilih adalah
anestesi umum.

 Jika anestesi umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil,
lakukan persalinan pervaginam. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan
oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dekstrose 10 tetes/menit atau dengan
prostaglandin. 13

 Perawatan postpartum: antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam


postpartum; antihipertensi diteruskan jika tekanan diastolik masih > 110 mmHg;
dan pantau volume urine. 13

~ 33 ~
Secara umum dapat disimpulkan penangan pasus eklamsia adalah sebagai berikut: 14

1. Hindari dari trauma saat kejang


2. Monitor kebutuhan oksigen ibu dan janin
- beri oksigen 8-10 L/menit
- monitor oksigenasi dan status metabolik dengan transcutaneous pulse
oximetry atau dengan pemeriksaan gas darah arteri.
3. Minimalisasi aspirasi
- Posisi lateral decubitus
- Hisap bahan lambung dan sekret oral
- Lakukan pemeriksaan x-ray dada setelah kejang untuk melihat apakah
terjadi aspirasi atau tidak.
4. Pemberian MgSO4 untuk mencegah kejang berulang
5. Kontrol hipertensi dengan obat antihipertensi
6. Segera lakukan persalinan.

~ 34 ~
2.9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi di bawah ini
biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5%
solusio plasenta disertai pre-eklampsia.13
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%
hipofibrinogenemia, maka dari itu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan fibrinogen
secara berkala. 13
3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati
yang sering ditemukan pada penderita autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
ikterus tersebut. 13
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia. 13
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara bisa terjadi selama seminggu.
Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan
terjadinya apopleksia serebri. 13
6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus
eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung. 13
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat
vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata
juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya. 13
8. Sindroma HELLP, yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet. 13
9. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra-uterin. 13

~ 35 ~
2.10. PENCEGAHAN
Upaya prevensi eklampsia, terutama dianjurkan untuk wanita hamil dengan resiko
terhadap preeklampsia-eklampsia :
1. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti,  mengenali tanda-tanda sedini
mungkin (Preeklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit
tidak menjadi lebih berat.15

2. Perubahan gaya hidup


a. Tirah baring : untuk wanita resiko tinggi yang normotensif, dua penelitian yang tidak
begitu kuat menunjukkan bahwa tirah baring, sampai dengan 4 jam sehari di rumah,
dapat menurunkan resiko preeklampsia. Untuk hipertensi gestasional tirah baring di
rumah sakit terbukti dapat menurunkan hipertensi berat dibandingkan aktivitas biasa
di rumah. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada wanita resiko tinggi,
walaupun belum terbukti dalam mencegah terjadinya eklampsia.
b. Olah raga : Penelitian observasional mengasosiasikan olahraga dengan penurunan
resiko dari eklampsia. Mekanisme potensialnya meliputi penurunan tekanan darah,
kadar lipid darah, dan sitokin proinflamasi. Walaupun tidak ditemukan penelitian
yang menunjukkan pengaruh olahraga untuk pencegahan eklampsia untuk wanita
resiko rendah, olahraga dengan intensitas ringan sampai sedang menguntungkan
untuk alasan kesahatan tubuh secara keseluruhan (11 penelitian yang melibatkan 472
wanita). Dengan ini, olahraga tidak secara khusus menurunkan risiko eklampsia. 15

3. Diet dan nutrisi


Kalsium 1000-2000 mg/ hari, dapat dipakai sebagai suplemen pada wanita dengan resiko
tinggi terjadinya eklampsia. Efeknya paling terlihat untuk wanita resiko tinggi dan wanita
yang asupan kalsium dalam dietnya rendah. Data terakhir dari WHO trial menyatakan
bahwa pada wanita-wanita dengan diet yang rendah kalsium, asupan kalsium mendukung
penurunan resiko eklampsia yang cukup besar dibanding plasebo. Terdapat pula penurunan
resiko untuk eklampsia, hipertensi gestasional berat, dan terjadinya partus sebelum minggu
ke 32.14

~ 36 ~
Antioksidan (  β carotene, CoQ10, N-Acetylcystein, asam lipoik dan terutama vitamin C
dan E ). Eklampsia sering dihubungkan dengan stress oksidative. Namun, pada penelitian
randomized control trial yang dilakukan pada wanita-wanita nullipara dengan resiko
rendah, terapi dengan vitamin C (1000 mg/d) dan vitamin E (400 IU/d) selama 14 – 22
minggu menunjukkan reduksi pada insidensi dari Eklampsia ( 1 trial, 1877 wanita ).
Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian suplemen vitamin C dan E justru dapat
menurunkan risiko eklampsia.
Mikronutrien lain selain kalsium, defisiensi dari Magnesium, Zinc, dan Piridoxin
berhubungan dengan peningkatan kejadian hipertensi dalam kehamilan dan atau
komplikasinya. 14

4. Obat-obatan
Obat-obatan anti platelet, terutama aspirin dosis rendah (75–100 mg/d ), mengurangi resiko
eklampsia sebesar 19%. Heparin, tunggal atau kombinasi dengan obat antiplatelet, telah
dianjurkan untuk wanita-wanita dengan resiko sangat tinggi, seperti penyakit ginjal dengan
riwayat preeclampsia. Namun, penelitian saat ini masih terlalu kecil untuk mengambil
keputusan. 14

~ 37 ~
2.11. PROGNOSIS
i. Sekitar 25% dari wanita dengan eklampsia memiliki hipertensi pada kehamilan
berikutnya.11
ii. 5% dari pasien dengan hipertensi mengembangkan preeklampsia berat. Sekitar 2% dari
wanita dengan eklampsia mengembangkan eklampsia dengan kehamilan berikutnya. 11
iii. Wanita multipara dengan eklampsia memiliki yang berikut:
 Memiliki risiko yang lebih tinggi untuk pengembangan hipertensi esensial
 Tingkat kematian pada kehamilan berikutnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perempuan primiparous. 11
iv. Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah kehamilan diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan
patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan (dengan pengecualian cedera
serebrovaskular), tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian. Diuresis
( > 4 L/hari) merupakan indikator klinis paling akurat dari menyembuhkan kondisi ini.
Eklamsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang
sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin sangat bergantung pada usia gestasi
pada saat kelahiran dan masalah-masalah yang berhubungan dengan prematuritas. 11

~ 38 ~
BAB III
PENUTUP

Dalam rangka menurunkan angka kematian maternal dan perinatal akibat preeklampsia-
eklampsia deteksi dini dan penanganan yang adekuat terhadap kasus preeklampsia ringan harus
senantiasa diupayakan.
Penelitian-penilitian sebagai usaha untuk melakukan pencegahan terjadinya eklampsia pada
penderita preeklamsia telah banyak dilakukan, namun sampai saat ini masih belum didapat hasil
yang diharapkan. Baik proteinuria, maupun tekanan darah hingga saat ini tidak jelas peranannya
dalam memperkirakan timbulnya kejang eklampsia ini. Oleh sebab itu, sampai saat ini belum ada
cara mencegah timbulnya preeklampsia yang bila tidak dikontrol dengan baik dapat menjadi
eklampsia.
Tindakan yang dapat dilakukan saat ini adalah mengontrol keadaan pasien agar walaupun sudah
terdeteksi preeklampsia tidak berlanjut dan bertambah parah hingga menimbulkan eklampsia
pada puncaknya. Untuk itulah sangat dibutuhkan kesadaran yang baik dari masyarakat terutama
wanita hamil yang memiliki faktor risiko tinggi terkena preeklampsia agar menjalani
pemeriksaan antenatal secara rutin.

~ 39 ~

You might also like