You are on page 1of 55

1.

Pena Hitam Begitu senang aku bermain

Ayam mencuat kokok di kala pagi hingga waktu sampai aku lupakan

Sang mentari bangun meyejukkan hati Berlari, menyerang, menyerbu lawan

Membawa daku ingin mandi membawa bola lari masuk ke gawang

Oh, sepak bola siapa gerangan


Hasrat pun tak terbendung
engkau mencipta

Membawa maksud untuk Keberadaanmu membawa angin

mengepung segar dunia

Semangat didalammu
Berbagai ilmu yang menggunung
membawakan kobaran gelora

Ke sekolah daku berangkat


Oh, sepak bola apa dikata engkau tiada

Tak lupa tas aku angkat


dunia sepi!, sunyi !, suram !

Pena hitam pun ikut mangkat


bak kota mati yang ditinggal pergi

Dan kugoreskan dengan singkat


3. Sajak Untuk Tidur

Daku ingin dapat cepat


Hai kawan waktu sudah beranjak malam

Tidak mau dengan lambat


Ayo kita tidur, mata sudah mulai sayu

Pena hitam mengubah nasib


Sang mata sudah berbisik berkata

dengan makrifat.
pejamkan aku, aku mau tidur teman !

2. Sepak bola Bersiaplah untuk berlomba esok

hari
Pak guru sudah menanti Bangsa yang menghidupkan

Ilmu baru pun akan di dapati akhir sepertiga malam itu

Selamat tidur kawan, pejam, pejamlah 5. Taman Surga

sang mata.
Saat tatapan mata memandang lepas

Besok kita akan bertempur


Wujud ciptaanNya di dunia

4. Sepertiga Akhir Malam


Berdegup hati ini berkata,

Kubuka pintu depan rumah


Sungguh mempesona tak ada duanya

Kusaksikan langit begitu berkilauan


Ku bayangkan dan kuresapi siapa

Dihiasi gugusan bintang gerangan

Hati pun nampak senang Membuat sama sedemikian rupa

Hati semakin berdegup seraya


Sungguh udara dan pikiran begitu lengang
menangis

Di sepertiga akhir malam teringat dan terngiang, seperti apa

Kulawan dan kukalahkan udara taman surga berada

dingin
Meratap dan menangis kembali hati ini
Air wudlu pun menembus

membasahi kulitku Mengingat janji Tuhan

Dalam sujudku kupanjatan doa


Hanyalah mereka manusia pilihan
kehadiratMu

Jadikanlah bangsa ini, Yang jauh dari perbuatan nista dan

Bangsa yang aman ,tenteram angkara murka

dan sejahtera
Yang akan menjadikan mereka penghuni Di banyak kerumunan besi berasap

taman surga
Tersaksikan tangan tangan kecil

kekal selamanya menengadah

Oh, Tuhan walau seribu jalan


Meminta belas kasihan pada sang raja
berliku
jalanan
Berikanlah petunjukMu pada

langkah kaki ini Bertalu talu berada di bawah

Agar hambaMu termasuk ke dalam mentari

golongannya
Menahan hausnya rintihan hati

6. Mentari
Mengharap ada yang memberi

Hai mentari pagi


Tak pernah lusuh walau dilakukan

Hari ini kau datang tampak cerah sekali setiap hari

Engkau datang tiap hari Sungguh, membenakan hati dirimu itu

terlukiskan
Untuk sumber energi pribumi

Semua orang berlari pagi Namun siapa gerangan bisa berbuat

Untuk menyehatkan diri


Tuk’membalikkan telapak tangan
Tanpa kau, hai mentari

Di seluruh bumi ini tentang keberadaanmu itu berada

Akan mati tiada lagi


8. Indah Nian Desaku

7. Pengemis-Pengemis Kecil
Kulihat sawah membentang

Ditengah persimpangan warna warni Warna hijau bagai permata alam


Ku coba telusuri jalan Bagaikan burung yang

Akankah tetap begitu ? mengangkasa

Kuingin tetap begini


di udara lepas
Terlihat apa adanya

Kuingin tetap begitu Nuansa jauhari bumi Indonesia pun

Terlihat kenyataannya
menghilang ditelan kejamnya keuatan

Mentari mulai tenggelam alam

Dan…akupun tetap disini


Apa yang akan kau tangisi ?
Menikmati alam yang ada

Anugrah dari yang kuasa Bila memang begitu adanya

Oh…..alam desaku Apakah bubur itu

……aman dan damai


bisa kau jadikan nasi ?

Oh…..alam desaku
Tidak !, Sang Khalik memang
……lestarikanlah
sudah

9. Berteman Dengan Gempa


menakdirkan semua harus terjadi

Seribu jalan di bumiku itu telah merekah


agar kita bertaulan, dan tidak

Laut pun juga ikut tumpah berseteru

Manusia Indonesia menggeliat dengan Sang Gempa.

Menggeliat ke angkasa dan ke dalam bumi 10. Berguru Pada Semut

Rumahpun ambil bagian tuk Hitam, merah berjalan merayap

beterbangan
Menyelinap mencari celah Apalagi tidur di istana langit

Mencari makan. Hanya Tuhan sang pencipta alam

Hitam dan merah tak pernah gerah Yang menguasai jagad raya,

Menjunjung makanan bersama sama Yang bersemayam didalamnya

Membawa masuk ke istana raja. Untuk mengatur kehidupan ini

Berpesta bersama dalam semangat sampai kiamat nanti tiba

yang tetap mempesona. 12. Andaikan Boleh Meminta

11. Istana Langit Teringat pesan ibu di hari minggu

Memandang ke angkasa lepas saat bus aku tunggu

biru,putih bahkan abu-abu Dik, jika ayah pulang

warnamu menampakkan kamu ingin apa ?

Tak terbayang jika manusia Aku tidak menjawab, diam

berpijak di atasnya Dik, kamu mau apa ?

Apa yang akan dirasa, Aku masih diam, tak menjawab

senang, gembira pasti bahagia disana. Dan ibu pun bosan bertanya

Memang manusia tak berhak Saat duduk di atas bus tua yang

tinggal pengap
Aku tetap tak menjawab Panasnya menusuk kulitku,

dan menyilaukan mataku,


Aku hanya bicara pada ibu aku
namun tenang menembus hatiku.
ingin

Ingin ku utarakan semua


belaian kasih sayang ayah dan ibu
biar dunia tahu,

sampai matahari terbit dari barat aku bangga sebagai makhlukNya!

13. Dialah Batu Terima kasih,Tuhan

Kau masih biarkan aku terbangun hari ini


Besar, kecil,hitam dan putih
Kau masih ijinkan hidungku bernafas hari

engkau menampakkan ini

Kau masih memberikanku hidup hari ini


Orang akan memukulmu bila kau
Sehingga aku masih dapat menikmati

membangkang
karuniaMu yang terindah

Dan kau dilempar ,bila orang itu kesal


dalam permata yang terus bersinar

Sungguh malang keberadaanmu


15. Aku ingin sehat

Hanya tukang batu yang mengerti kamu.


Badan kurus kering kerontang

14. Sinar Mentari Pukul Sepuluh


tak nafsu makan
Pagi

Bagaikan bunga-bunga kering


Pukul sepuluh pagi aku berdiri

berjalan dan lalu berlari, yang beterbangan

di bawah sinar mentari.


Pagi hari yang indah
Harus bangun tanpa gundah saja termangukan

Tinggalkan kelana 17. Mendera Sakit

Memutar badan berolahraga Dua bersaudara laki –laki semua

Minum dan makan membahana Meratap kepedihan di tengah perjalanan

usia
Menggapai tubuh sehat maha sempurna

Tak menahu kenapa tidak terjadi pada


16. Puzzle Ajaib
semua

Di tempat teduh nan rindang


Menahan keluh setiap saat

bersama teman ku belajar


Karena hidup bersemayam menyatu

Bila ku bosan dan lelah


dengan mala yang tak kunjung sirna

Puzzle ajaib ku mainkan


Dia mengerti bahkan memahami

Memutar otak ke kiri dan ke kanan


Tuhan adalah adil dan tak akan

Meski pusing namun asyik


menyirnakan harapan di batas sisa

dan pintar ku dapatkan umurnya

Puzzle ajaib teman baik ku yang terus berjalan

Selalu setia menemaniku Keinginan satu yang terus merayap di

tubuhnya
Dalam langkah langkah kecilku

Dia tak ingin terlalu lama


Menggapai impian yang masih
berseteru dengan mala itu meredam ,meluluh, bahkan menyirnakan

Bahkan tetap meminta Pabila persatuan tertancapkan di irama

nusantaramu
mohon syafaatNya

19. Lurus Tajam


tuk menjulangkan citanya

Berkelok-kelok itu
di atas sisa umur yang terberi
pasti ada yang ke kiri dan ke kanan

18. Irama Nusantara Namun bila lurus

takkan pernah menemuimu


Meliuk, membentang, dan menggejola
baik kiri maupun kanan

Perihalmu menampilkan itulah hendaknya ditempuh

Singkat, cepat, dan ringan,


Pabila satu, pabila dua, pabila tiga
Lakukanlah bila ingin menemui-Nya

Itu pastilah berbeda


20. Puisi Dari Bunda

Sedikit orang yang memperlihatkan


Bunda hanya sedikit mengarang puisi

Apalagi mengerti perihalmu beda untukku

itu Tapi semakin lama kuamati

Seyuman bunda adalah puisi


Tak sedikit darah yang
Tatapan bunda adalah puisi
ditumpahkan
Teguran bunda adalah puisi

ataupun harta dikobarkan Belaian dan doanya adalah puisi cinta

Yang disampaikan padaku


Tuk menebus gejolak iramamu itu
Tak putus putus

Memang hanya satu yang dapat


Tak putus putus 22. Mu’jizat Di Atas Doa

Bahkan bila kutidur


Segudang harapan manusia

21. Tuhanku Aku Mengadu


tersimpan dalam kata – kata

Aku kecil di kala dulu berada


Terpanjatkan bersama untaian suara

Tak satupun tahu hasrat yang kusimpan


yang berisi harapan tuk kehidupan

Di saat waktu terus berputar Untukmu para siswa Indonesia,

untaian harapanmu tersimpan


Di kala usia bertambah angka
dalam doa.
Tuhan bolehkah aku bicara padamu
Terus dan teruslah berdoa
?
mendekatlah kepada sang pencipta
Sekarang aku sudah besar
Kuasa ada bersamaNya
Detik demi detik kulewati

bersamaMu Tak perlu kau resah

Senang dan sedih kulalui dengan


pabila harapan tidak terwujudkan
mengenalMu

Janganlah berputus asa dan tetap berdoa


Tuhan aku punya hasrat

karena doa adalah mu’jizatNya


HambaMu punya timbunan cita –cita

23. Alamku Surgaku


Wujudkanlah di kala aku besar nanti

Zamrud khatulistiwa, kau adalah surga


Tuhan, ku percaya engkaulah pengatur

jagad raya Fenomena alam Indonesia begitu

menawan
penentu segala takdir ini
Orang Arab sering berkata terutama manusia di dunia

Kalau memang manusia berbuat dosa


oh Indonesia, ini adalah surga dunia,
tunjukkanlah yang terbaik ya Allah.

tempat tak ada dua di dunia Mohon ampun segala dosa….

Namun mengapa alam surgaku Bencana gempa di mana-mana

mulai hilang Membuat manusia harus ingat kepadaMu

mulai terkikis oleh hingar –


25. Kemerdekaan Indonesia
bingarnya dunia
Aku bisa tertawa
dan juga kejamnya nafsu manusia
Aku bisa bergaya
Oh Tuhan janganlah kau ambil
Aku bisa berpesta
alam surgaku
Aku bisa tamasya
dan sadarkanlah kami untuk

membelainya dengan penuh kasih Karena Indonesia telah merdeka

sayang
Kemerdekaan yang mahal harganya

24. Alam
yang tak dapat diukur dengan harta
Mengapa engkau tak tersenyum cerah

Manusia, hewan, tumbuhan sekalipun segunung, sepulau bahkan

menantimu setiap nafas sebenua

Alam, janganlah marah Kini kewajibanku sebagai anak bangsa

janganlah engkau bosan Belajar tekun untuk membangun bangsa

Engkau tempat berpijak semua Agar nanti menjadi negara yang kaya raya

makhluk.
Aku ingin….
Alam janganlah kau enggan

bersahabat Pahlawan yang telah gugur dahulu

dengan semua makhluk


dapat tertawa lega melihat anak cucunya Gunung-gunung menjulang tinggi

bahagia Yang selalu menemaniku di kala pagi

Mereka dapat tidur nyenyak di sisi-Nya Rumahku …..

26. Kekeringan Sungai nan jernih sungguh mempesona

Di daerahku mengalami kekeringan Padang rumput penuh canda ria

Pepohonan mulai layu dan daun bocah-bocah gembala

berguguran
yang selalu membuatku terpesona

Debu-debu beterbangan Namun…..

Kemanakah rumahku itu ?


Orang orang pun kebingungan
Hilang dalam waktu sekejab
Pohon besar di hutan sudah jarang
Berganti dengan pabrik-pabrik penuh asap
Air hujan pun menghilang
Oh…. Apa ini hanya impian ?
Terjadilah kemarau panjang
Walaupun ini hanya impian aku tetap akan
Di sana sini mencari air
terpesona

Kami bersyukur punya sumur masih air


28. Cahaya Dunia

Orang-orang datang untuk meminta air Di tengah kegelapan yang gulita

Di antara orang-orang yang merambat


Kuberi dengan ikhlas lahir batin
mencari pegangan

Itu anugrah dari Sang Maha Adil. Di tengah orang tak tahu arah tujuan

Di antara gulung-gulung ombak samudra


27. Rumah Impian
yang siap
Rumahku……
menenggelamkan.
Sawah hijau terbentang luas
Datanglah dewa penolong tepat saatnya menerpa Ibu Pertiwi

Gemerlap sinar membahana ke seluruh Kami tak habis pikir

dunia
Apa gerangan engkau bersedih

Kegelapan dunia sirnalah, berganti


Mengapa keadaanmu begitu
remang-remang
mengkhawatirkan

dan kini jadilah terang benderang


begitu mencemaskan
Kini semua orang jadi tahu
Kami tahu kami begitu durhaka
mengapa, untuk apa, dan dari mana hidup
Tak pernah berbakti kepadamu
ini terjadi
Kerusakan, perpecahan, pertikaian
Semua orang akhirnya hanya bersujud di
,banyak kami lakukan
hadapan Illahi

yang telah menciptakan langit dan bumi Dan hanyalah maaf yang dapat kami pinta

Terima kasih para kyai yang telah Selagi engkau masih mau menerima

mengajarkan kitab suci


Di hati kami tak ada bisikan selain minta

Terima kasih para bapak ibu yang sabar maaf ,

mendidik kami
dan menyaksikan engkau bangun

Terima ksih orang tuaku yang kujadikan


melawan keruntuhan itu
teladan sejati

30. Bintang Masa Depan


Kaulah penerang duniaku yang abadi

Di tengah keheningan malam


29. Bangunlah Ibu Pertiwiku

Suasana begitu kelam dan mencekam


Kami saksikan suasana luka lara
Terpancar pesona menawan Wahai bangsa penjajah dimana hati

nuranimu?
Seindah taman surga
Apakah engkau tidak mempunyai
Di malam itu kau tidak tidur
mata hati ?
Kau hidup penuhi pesona langit
Dimana sebenarya rasa
Terangi hamparan bumi
kemanusiaanmu berada ?
Keindahan dan kekuatanmu
Sungguh kejam kau perbuat waktu
Begitu sempurna menawan hati
itu
Mencerahkan duka setiap insan

Manusia kau perlakukan seperti binatang


Andaikan aku bermimpi di kala itu,

Kau pekerjakan paksa orang – orang tak


perbolehkan aku bermimpi
berdosa

untuk menjadi sepertimu


Mereka menangis, merintih , dan menahan

wahai sang bintang keluh

31. Suara Hati Untuk Bangsa Penjajah Dan kau diam saja lagi senang

Menangis pedih hati ini teringat Memang,sudah sepantasnyalah engkau

binasa dari muka bumi ini


Merintih perih jiwa ini terngiang

32. Candi Borobudur


Masa masa di mana semua orang tak

punya kebebasan Hamparan susunan batu tertata apik

Hari –Hari di kala semua tercengkal oleh Pahatan dan ukiran terbaik dari orang

aturan kejam orang terpilih.

Tak berbelok mata ini menatapnya


Reliefmu begitu melegenda Seuntai tulisan juga berada di dalamnya

Oh, nenek moyangku sungguh


Duhai anak yang malang
kekuatanmu maha hebat waktu itu

Kau torehkan tanpa pamrih Kenapa engkau diam saja ?

usahamu
Kenapa kertas itu hanya kau simpan ?
Kau bangun peninggalan sejarah
Sungguh banyak harapan
itu untuk keindahan dunia
terpendam
Kini kusaksikan hasil
Ilmu maha luas telah tertuliskan
keikhlasanmu itu
Namun sayang kau malas
ada di depanku
membaca

Terbesik dalam hati menyentuh stupa-


Dunia begitu luas ilmu pun begitu
stupamu.
terbentang

Sungguh warisan usahamu begitu


Sungguh dunia telah berkata,
membekas

Kau ingin tahu isiku ?


Semangat gotong royongmu bak

kehidupan kerajaan semut Kau ingin mengerti apa tentang dunia ini ?

Dan saatnyalah kini kau berikan contoh Malang beribu malang kau malas

membaca
Kau berikan tauladan
Duhai anak yang malang

Agar kami bangkit membangun negeri ini Bangkitlah sekarang

Wawasan luas telah menantimu


33. Ayo Membaca
Lawanlah jiwa kotormu itu

Sesobek kertas telah diberikan Tuk mencapai impianmu


34. Surat Tuk Bapak Presiden Bapak presiden kami kan bersatu,

Hari ini Indonesia merintih tapi kuasa ada di tanganmu

Berita demi berita hanyalah berisi 35. Sinar pelangi

kepedihan
Kulewati jalan setapak menyusuri pantai

Begitu banyak rakyat menderita


di kala pagi buta meninggalkan bumi

Sungguh berat beban hidup ini


Kala itu gerimis kecil pun datang
Bapak presiden kenapa sekolah ini

mahal ? Datang menemani sang mentari bangun

Kenapa banyak rakyat miskin tak Aku lihat di seberang ufuk timur

bisa bersekolah Bersama dinginnya tetesan embun

Kenapa sembako dan BBM Sinar pelangi melingkar merangkul

merangkak naik menyinari bumi

Sungguh pilu hati ini melihatnya


Betapa elok nan indah Tuhan kau ciptakan

Bapak presiden marilah kita gandengkan


Tak ada dua bentuk yang menyamainya
tangan,

Sinarnya menorehkan hiasan langit di kala


Rekatkan barisan , ambilah jalan yang
pagi
terbaik

Mengajak manusia menatap indah dunia


Berilah kemudahan bagi siswa – siswi

Indonesia Menggapai hasrat mencapai mimpi

Berilah kelapangan bagi rakyat – rakyat 36. Manusia Sabang dan Merauke

miskin
Ketika menunjuk ujung barat Indonesia
Ketika menunjuk ujung timur Indonesia Sejarah bicara dan kami menyaksikan

Mata ini tak lepas lepasnya membelalak Kau tumbuh dengan timbunan pengalaman

dan pengetahuan
mengikuti putaran irama yang sedang

membiak Dan kini kau wariskan pada kami anak

bangsa
Megah memang di sebelah barat

Kota budaya, kota etika, kota


namun lusuh mungkin di sebelah
pendidikan
timur

tersandangkan di tanahmu
Lurus mungkin disebelah barat

Bendera kalimat itu sulit


namun keriting tapi di sebelah

timur memang dipertahankan

Apa mau dikata dan siapa mau menyangka Kini tersaksikan hanya segelintir saja

Sabang dan merauke adalah putih dengan yang berkibar di udara

hitam
Apa ditanya ?, mengapa ini terjadi dan

Namun Indonesia adalah abu-abu berbalik nyata ?

Dimana putih telah tumpah dengan hitam Manusia Jogja ada dimana ?

37. Kota Pendidikan 38. Lagu Hati Anak Difabel

Di tempat ini kami lahir Tak tahu entah apa dirasa

Di tanah ini kami besar isi jiwaku tidaklah sesempurnamu


Kau punyai kebahagiaan lengkap irama hati ini akan tetap bersujud syukur

kepadaNya
seindah kemolekan bunga

Dan tetap bangkit melawan rintihan jiwa


Ku tahu itu pasti mempesona
yang menggejola

bagi siapa saja yang mampu


39. Sepeda Tua

merasa dan mendayanya


Di kala pagi telah mencuri malam

Entah mengapa diri ini


Sepeda penuh karat berkata

merintih dan mengiba pada


adakah dikau mau mengayuhku ?
keadaan

Aku butuh semangatmu


Keadaan dimana aku tak

sesempurnamu Rodaku telah menantimu

Aku hanyalah sisa kesedihan tuk mengantarkan nalurimu

di mata orang lain kemanapun engkau ingin

Banyak orang tak merasuk ke jiwaku Jika jiwa itu telah pudar

Dalam asa kepedihan ini Bila hatimu itu sudah tidak merasa

Itu karena hanya aku yang mampu Apa diri akan kau temui nanti ?

mendayanya
Tersaksikan oleh bisinngnya dunia

Andaikan begitu adanya


Manusia telah enggan merengkuh

rodaku
Dan aku kini telah terasingkan Oh, Tuhan izinkanlah aku bersinar seperti

bintang
Tergantikan dengan teman barumu

yang bernama mesin 41. Air Hujan

40. Seperti Bintang Engkau turun secara perlahan – lahan

Kutatap langit nan berkilau di kala malam Butiranmu bisa kecil dan juga besar

Kusaksikan gugusan bintang begitu Suaramu begitu nyaring merasuk telinga

bercahaya Kadangkala engkau adalah teman

manusia
Cahayanya begitu indah
Teman di kala duka,teman di kala

Sinarnya sungguh menggugah suka

Oh, Bintang daku ingin seperti Permatamu bisa menyegarkan

dikau tanaman

Menjadi pelita terang di kala gelap Tapi bisamu dapat menggegerkan

Membuat penyejuk hati untuk dunia

setiap insan
Di saat manusia rakus terhadap hutan

Oh, Tuhan sungguh kuasaMu begitu


Hutan dijadikan gundul,
sempurna

bak Pak Ogah berkepala botak


Engkau ciptakan hiasan maha sempurna

Saat itu engkau turun sesukamu


Sebagai pelengkap dunia di kala kelam

dan tahu rasa manusia saat itu


Sebagai permata berlian bagi setiap mata

yang memandang 42. Terima Kasih Ayah


Kau yang sempat kulupakan Puluhan tahun begitu membekas

yang sempat terabaikan Semangatmu tertancap kuat hingga

sekarang
Tak pernah ku memikirkanmu

Tidak pernah terpikirkan


Bukan maksud hati mengutamakan Ibu

Apa jadinya bila serdadu itu hilang


Memang Ibu telah mengandungku,

Proklamasi tidak akan menggema


telah menimangku hingga aku besar
Serdadu proklamasi tancapan kuat

Namun tetap engkau yang berjasa seperti proklamasimu

Ibu. menorehkan barisan berapi – api

Tiada engkau aku tidak bersekolah Perjuangan itu menjalar hingga

tak bisa membeli makanan sekarang

adik pun tak bisa beli mainan Kobaran nasionalismemu

membawa bangsa ini hingga


Oh, Ayah jasamu sungguh besar
merdeka

sama seperti Ibu yang telah mengasihiku


Oh, serdadu proklamasi

Satu kata sekali lagi terima kasih ayah


maafkanlah kami,jika sekarang perjuangan

tetaplah semangat bekerja, itu

ku menyayangimu. tersendat bagaikan kereta yang macet

43. Serdadu Proklamasi 44. Alamku Tidak Kaya Lagi

Terngiang – ngiang sudah Tidak habis pikir mata ini memandang


Pesona keindahan alam begitu terbentang 45. Kapal Layar

Barisan bukit – bukit nampak begitu indah Dunia begitu luas membentang singgasana

Bentangan samudra nan kaya hasil laut, Begitu bingung kita berjalan bila tidak

tahu arah
hamparan hutan begitu menyegarkan udara

Luas bentangan samudra ombak menerpa


Namun kulihat kini dimana

keberadaanmu ? Kapal layar merangkak mengikuti arus

Kenapa engkau semakin tiada Banyak orang berada di dalamnya

Hutan – hutan banyak yang Begitu banyak bawaan di

digunduli angkutnya

Laut – laut banyak yang tercemar Layarmu telah dibentangkan

Kawasan persapan banyak Anginpun siap menerpa

dijadikan perumahan membawamu pergi

Apakah memang bumi Indonesia


Nahkoda pintar telah berada bersamamu
telah rusak ?

Hanya satu pesan sang ombak


Wahai manusia Indonesia, Ada apa dengan

sikapmu ? Perbaharuilah kapalmu

Kenapa kau di luar batas ? karena aku akan terus menerjangmu

Perilakumu begitu menghancurkan alam 46. Polusi

ini
Sesak, sesak, dan sesak aku bernafas

Lihatlah, tataplah dan pandanglah


Bau asap kendaraan begitu menyelimuti

Alam Indonesia kini sedang bersedih dunia


Banyak sungai telah berteman dengan Tak pernah suram ataupun galau dengan

limbah pabrik rintangan

Banyak pula orang menerbangkan sampah Kau bagaikan pahlawan di dalam kerajaan

kesana – kemari
Harimauku, awas di depanmu ada
Mau jadi apa dunia ini sekarang
singa !
Semua sudah tak ‘da yang mengerti

Semua sudah tak ‘da yang mau Harimauku, awas di depanmu ada

peduli macan !

Dunia serasa sudah tak punya arti


Kuatkan barisan kakimu !

Memang manusia, engkau adalah


Bersiaplah dengan tenagamu !
pembunuh terbesar

Harimauku, waspadalah singa itu akan


Engkau adalah perusak terkuat
mencuri buruanmu

Semuanya akan rusak, semuanya akan


Harimauku, waspadalah macan itu akan
hancur
mengejar rusa kesukaanmu

Hanya karena satu ulahmu


Harimaku jangan pernah gentar melawan

tidak mau berteman dengan alam petir itu

47. Harimauku 48. Sampah

Begitu kencang, tegas, dan kuat Begitu menggunung aku melihat kau

cengkramanmu berada

Menelusur luas nuansa hutan belantara Baumu menyengat begitu terasa


Muntah, dan muntah aku melihatmu Samudera hidup masih merayu

Merpati teruslah, teruslah mendayung


Kenapa kondisimu bisa seperti itu ?
Masihlah berwarna sang pelangi
Memang engkau tidak salah
Masih ada merah masih ada jingga
Memang engkaulah yang
Masihlah kau harum mewangi
benar
Masihlah aku padamu bangga
Engkau bisa dioalah,
Hari esok sedang menunggu
engkau bisa dirubah
Hilangkan gundah, buang gerah
Engkau memiliki potensi
Merpati bentangkan tawamu
terpendam
Usir gelisah dari jiwamu

Wujudmu memang sampah dan Jangan biarkan angin membawamu

manusialah yang salah Tunjukkan pada semua wibawamu

Kau sering di lempar begitu saja 50. Kupu-Kupu Pun Mengerti

Tanpa dipikirkan, tanpa dihiraukan Ketika kupu-kupu bergerak

Karena manusia senang bertindak tanpa Mengikuti harumnya aroma bunga itu

otak
Ia tak tahu bahwa sekarang telah bisa

49. Terbanglah Merpatiku terbang

Merpati sayapmu menari merajut awan Menikmati indahnya awan angkasa

Merpati sayapmu putih suci menawan Apakah kau mengerti dulu kau

Waktu terus mengalir bagai bengawan adalah ulat

Merpati teruslah menari, teruslah kawan Dengan segala keganasanmu

Mengapa matamu sayu Kau makan daun daun muda

Pelan kedipmu terhuyung huyung kesayangan pak tani,


dan kau sangat jijik , kotor lagi Hanya kepadaMu lah aku

menakutkan kembalikan

Hanya kepadaMu lah semuanya


Tapi sungguh ajaib Tuhan menciptakan
aku pasrahkan

Kau bekali dirimu dengan metamorfosa Ampun, ampun, dan ampunilah

dosaku
Dan kau tidak makan, menahan haus dan
Ku menyesal !
dahaga

52. Pohon Jati


Di dalam kurungan hijau yang tergulung-

gulung Pohon jati kau berwibawa

Ketika waktu tiba kau rubah dirimu


Tubuhmu besar, daunmu lebat
jadi makhluk maha sempurna

Berpenampilan molek dan Kau sangat bermanfaat bagiku

menawan
Tetapi nasibmu sungguh malang
Membawa bahagia bagi siapa saja

yang melihatnya Kau ditebang secara liar

51. Menyesal
oleh orang yang tak peduli

Bertahun – tahun sudah dunia bersamaku Pohon jati jasamu sungguh besar

Kau mengurangi pemanasan global


Bermacam – macam kealfaan di
Pohon jati jasamu tak kulupakan
sandangku
53. Sekiranya Bukan Kalau

Tak peduli apakah itu putih atau hitam


Kalau seluruh laut bersatu

Semua tak terduga berjalan begitu saja


alangkah besarnya laut
Aku telah melakukan banyak khilaf
Kalau seluruh pepohonan bersatu Ibarat katak berada dalam

tempurung
alangkah besarnya pohon

Hanya kekhawatiran yang ada pada waktu


Kalau pohon yang bersatu tumbang
itu

kedalam laut yang bersatu


Hanya kecemasan yang ada pada saat itu

alangkah besarnya gelombang


Seolah menandakan wanita Indonesia tak

Kalau Indonesia berada didalamnya mampu bangkit

Adalah sebuah keberanian


Hore!
melawan arus
54. Untukmu Kartiniku
Melakukan secara diam – diam

Masa penjajahan membelenggu bangsa Merombak total pemikiran wanita

Indonesia Indonesia

Menuai hasil dimasa sekarang,


Masa penindasan begitu mencekal rakyat
terima kasih Kartiniku !

Tak ada kebebasan pada waktu itu


55. Majulah Terus Siswa Indonesia

Tak ada kelapangan di zaman itu


Dengar, dengar, dengarlah isi tulisan ini

Semua hidup dalam tekanan


Hanya kepadamu harapan ku sandangkan
Wanita – wanita tak boleh

bersekolah Hanya kepadamu cita- cita dipertaruhkan

Wanita – wanita tak diberi


Tak ada sesuatu yang tak mungkin bagimu
kebebasan
Bangkitlah melawan arus yang
Wanita- wanita dikurung di dalam
terus mendera
rumah
Kuasailah dirimu dengan sikap Gundah, resah,senang

optimis
semuanya telah menemani manusia
Paculah laju kudamu sekencang-

kencangnya Pagi ini, hari ini, telah dikalahkan oleh

Lawanlah bebatuan terjal yang siang dan malam

mengusik di jalanan
Pagi ini, hari ini, mari tetap berkarya

Ingat, Engkau adalah harapan, engkau


57. Pahlawan Pendidikan
adalah masa depan

Jika dunia kami yang dulu kosong


Masa depan ada di tanganmu
tak pernah kau isi

Harapan terpendam ada di pundakmu Mungkin hanya ada warna hampa, gelap

tak bisa apa-apa, tak bisa kemana-mana


Nasib bangsa engkau yang menentukan
Tapi kini dunia kami penuh warna

56. Menyongsong Pagi Dengan goresan garis-garis, juga

kata
Pulas dan pulas manusia menutup mata
Yang dulu hanya jadi mimpi

Saat tidur menemaninya Kini mulai terlihat bukan lagi

mimpi
Tak terasa waktu terus berputar

Itu karena kau yang mengajarkan


Pagi pun telah menghampiri kembali
Tentang mana warna yang indah
Begitu banyak manusia tak tahu
Tentang garis yang harus dilukis
Mengapa hari terus berganti
Juga tentang kata yang harus dibaca
Pagi berganti siang, siang berganti
Terimakasih guruku dari hatiku
malam
Untuk semua pejuang pendidikan
dan malam berganti pagi
Dengan pendidikanlah kita bisa Merasakan panas dan teriknya

memperbaiki bangsa
nuansa matahari saat itu

Dengan pendidikanlah nasib kita bisa


Domba domba itu pun tetap tak mengerti
dirubah

Hanya suara mbek…..mbek….mbek……


Apa yang tak mungkin kau jadikan

mungkin yang mencuat dari mulut domba itu

Hanya ucapan terakhir dari


sebagai ucapan terima kasih untuk sang
mulutku
angin
Di hari pendidikan nasional ini

Gempitakanlah selalu jiwamu 59. Kelapa Muda

wahai pejuang pendidikan


Ketika haus mendahaga.
Indonesia

Memanggil kering kerontangnya


58. Angin
tenggorkan

Desis mendesis suara itu datang


Mata pun tak sabar ikut berbicara

Menggugurkan suasana panas


Oh kaki dan tangan bisakah

yang tak kunjung sirna


dikau panjatkan kelapa muda itu ?

Di hamparan nuansa hijau


Sungguh kenikmatan tertinggi

yang telah menguning dan


kan kudapatkan lama setelah
mengering

ku sabar menunggu
Domba domba berpayahan
di penantian jatuhnya kelapa muda Di keteduhan pohon sengon

itu
di kaki bukit terdengar ria

60. Piknik ke Angkasa


dendang anak gembala

Bila burung mengangkasa


menunggui ternak mereka

Dan mata memandang


yang asyik memagut

Hati pun pasti ikut terngiang


segar dan hijau rumput

Oh……Tuhan kenapa bisa begitu ? Bunyi seruling gembala

nyaring gembira
Kenapa manusia hanya begini ?
lupalah haus dan lapar

Bukan maksud hati untuk dalam gurau dan kelakar

membanding
Dendang gembala

Tapi ……andaikan ku punya sayap


di ambang senja

Pasti ku kan terbang lebih ,lebih


hewan – hewan di halau pulang
dan lebih

menuju ke kandang
ke atas sampai ke angkasa luar
62. Permainya Desaku

Mungkin rumah juga ku bangun di sana


Sawah mulai menguning

Dan ku tinggal di luar angkasa


mentari menyambut datangnya pagi

menggapai cita yang membahana


ayam berkokok bersahutan

61. Dendang Gembala


petani bersiap hendak ke sawah.
Padi yang hijau Ibu,

siap untuk dipanen kalau memang begitu adanya,

petani bersuka ria doakan aku supaya kuat,

beramai – ramai memotong padi doakan aku supaya bijak

dan tidak terinjak-injak…


Gemercik air sungai

Dari putrimu
begitu beningnya
yang sangat menyayangi,

bagaikan zamrud khatulistiwa merindukan,

dan membutuhkanmu….
itulah alam desaku yang permai

64. Malam gulita


63. Buat Ibu tercinta

Gelap sekali aduh….. tak tahu arah


Ibu,

Kami berjalan mencari jalan keluar


kala aku beranjak dewasa,

kala aku membutuhkan tempat bertanya, Lampu memang mati

kenapa Ibu pergi?


Jalan pun jadi kacau

Ibu,
Jika begini hancurlah sudah
ibu tahu tidak kalau aku sedih?

ibu tahu tidak kalau aku takut? Sirnalah harapan

tapi kenapa Ibu pergi?


Kenapa, kenapa pemadaman terus

Ibu, terjadi ?

bicara dong, kenapa cuma diam saja?


Kami tak ingin begitu
memang beban ini cuma milikku saja?

Juga tak ingin begini


Melihat kenyataan ini Kau memang tetap begitu

Sedih hati ini Sungguh pendirianmu begitu kuat

Tapi….. kami tak mau Dan tak ada sesuatupun yang

menyamaimu
Larut dalam gelap gulita malam

66. Menulis Itu Indah


Kami tetap ingin

Hai bocah kecil……


Belajar sekali lagi dan sekali lagi …

Angkatlah pena itu dan


Sampai lampu hidup betul

goreskanlah keinginanmu dengan jelas


65. Perjalanan jarum jam

Tuliskan apa saja yang kau ingin


Kupandang kau bergerak

dan harapkan
Mengikuti putaran yang menjingkrak

Tak usahlah kau takut mengotori


Putaranmu searah dan tak
kertas itu

pernah berbalik arah


Kertas itu nanti memang jadi kotor

Mengapa kau tidak pernah berbalik ?


Dan kotor di kertas itu

Ataukah memang tak ingin kembali


Akan membantu dalam

Ku lihat sekali lagi kau tetap begitu mewujudkan cita-citamu

Dan tetap begitu saja Apakah kau tidak tahu

Dan ku tahu apapun yang terjadi


Tulisanmu adalah harta bagi siapa hingga waktu tiba

saja
68. Siapa Berani

yang membacanya
Siapa berani mendaki gunung itu ?

67. Lilin Penerang Siapa berani melewati bebatuan terjal di


jalanan

Di kala gelap menimpa rumah menanjak itu ?

Siapa berani menerjang ombak yang ada di


Di saat itu hati harus tabah laut itu ?

dan siapa berani melawan kesemuanya itu


Berteman dengan lilin kecil pencipta
Tahukah kawan, hanya dia sang
benderang pemberani

Yang memiliki jiwa ksatria yang


Pengusir hati yang sedang terkekang mampu mengalahkannya

Dan apakah kau termasuk ke dalam


Meskipun lama tidak hidup anggota di dalamnya

Hanya dirimu yang mampu


Namun tetap kami tunggu dengan menjawabnya

lapang dada 69. Sumpah pemuda

Dan tak menggerutu di rasa hati Wahai para pemuda pendahulu…..

kami
Yang telah hidup puluhan tahun berlalu

Sedikitpun tak ada, tak ada yang


Yang telah membuat semua bersatu
mengeluh

Mengabadikan lentera nusantaramu


Kami hanya yakin

Di kala sekarang telah tiada


semua kan kembali seperti sedia

kala
Gema janji sumpahmu tetap masih Di balik selimut manusia bersembunyi

meraung
Menyenyakkan diri melupakan kewajiban

Meraung keras di seluruh penjuru hati

sudut bangsa ini


Aku tidaklah beda masih demikian

28 oktober, karenamu pemuda Indonesia


Kemalasan telah
melebur
meracuniku

Menjadi sebuah pedang yang diasah tajam


Hingga aku tak bisa berbuat

Dan siap di gunakan untuk mengisi banyak

kemerdekaan ini
Kesekolah tidak bisa datang

Terima kasih sumpahmu tepat

28 oktober kan kugemakan slalu Aku kalah dengan seekor

sampai nanti burung

mentari tenggelam di seberang Hingga malupun aku dapat

timur
71. Kiamat

70. Terlambat sekolah


Kiamat……

Burung telah bernyanyi di kala pagi


Banyak kejadian aneh di muka bumi

Menyanyikan lagu semangat tuk menanti


Kiamat……
hari berseri

Banyak anak-anak durhaka pada orang tua


Dan bedalah manusia dengan burung itu

Kiamat……
Orang baik sudah tidak ada lagi Antara panas dan dingin

Untuk temanku yang sedang termangu Antara kaya dan miskin

Marilah bersujud di hadapanNya Dan antara manis dengan pahit

Mohon ampun belas kasihanNya 73. Petualang kecil

Semoga ampunan selalu dalam Jalan merayap, jalan merangkak

perlindunganNya
Berdiri tegap, berbadan kuat

Membawa kita masuk ke dalam


Melewati belantara terjal pegunungan
surgaNya

Menemani nuansa riuh berkicaunya


72. Antara dunia dan akhirat
burung

Duhai teman yang ada di seberang utara


Mengalahkan kejamnya tantangan alam

wahai teman yang berada di seberang


Sang petualang kecil bertoreh
selatan
keberanian

Duhai teman yang ada diseberang timur


Tak pernah takut ataupun sirna

Wahai teman yang berada seberang barat


Melawan kesegala mara bahaya

Bisakah keadaan semua disana


Yang bermunculan di jalanan
diceritakan ?

Dan bila haus mendahagakan


Kami tahu itu tak jauhlah berbeda

Mengeringkerontangkan tenggorokan
Dengan adanya dunia dan akhirat

Kau tetap menggeliat


Mencari timbunan asamu yang masih Sungguh heran hatiku melihatmu

terpendam
Jam 11 malam pun kau masih

74. Manusia Robot menggema

Robot banyak orang memanggilmu Memukul batu batu di dasar rumah

itu
Di jepang banyak kamu tinggal

Tuk memetakan keramik lantai


Robot kamu adalah manusia mesin

Menghaluskan kondisi rumah itu


Walaupun begitu apakah kamu punya

perasaan sepertiku ? Kau jadi pemborong

Tak sedikitpun kau perbuat Dan memborong segalanya

kesalahan
Untuk memolekkan rumah

Unik, lucu,gesit, tak pernah orang itu

putus asa dirimu berada


Semangatmu sungguh luar

Dan bila pekerjaan banyak biasa

menimpamu
Bagaikan robot yang tak

Kau akhiri segalanya pernah putus asa

dengan sesempurna
76. Nikmatnya berzakat

kemampuanmu.
Menumpuk sudah uang tabunganku

75. Tukang Batu di Desaku


Tak hilang punah semua usahaku

Oh tukang batu……
Setelah berlama-lama kukumpulkan
Kini saatnya sebagian aku zakatkan Ke atas langit dan ke bawah bumi

Tidak merasa hilang uangku jika kambing pasti tertawa dalam haus dan

dimasukkan lapar

Dalam kotak kecil yang begitu manusia juga perlu senyum

lusuh
dalam duka lagi lara

Lusuh dalam penglihatan manusia


78. Anak Nakal

Namun tidak disisi Tuhan Yang


Diam kamu……, jangan banyak usil
Kuasa

Bisakah kau perhatikan sebentar !


77. Indah Senyuman

Celotehmu hanya bikin gerah


Burung Kaka tua tertawa ha….ha….ha…..

Perilakumu hanya buat mual saja


Begitu juga kambing tertawa hi…hi…hi…

Lihatlah semua guru telah


Manusia cemberut menahan kerut
mencibirmu

Bila gundah dalam hati


Dan kau selalu panaskan

Menitikkan air mata duka lara kejengkelan hati padanya

Memang duka lara akan pergi Tak pernah secuilpun kau perbuat

selaras dengan
Bila senyum kita lempar

aturan hati
Namun tidak seperti melempar

batu Dunia bisa siang juga bisa malam


Kau hanya perlu memilih saja Kaki kami gunakan tuk menendang

bumi
Jika baik di kata kau selalu ambil

Telinga dan mata kami gunakan


Perubahan berarti pasti kau dapatkan
untuk mendengar dan melihat

Namun bila buruk kata selalu dipilih


yang seharusnya tidak kami

Sampai nanti kau takkan selalu tiada arti perbuat

79. Kehebatan Anggota Badan Dan semua adalah demi berteman

dengan hawa nafsu


Kami tak bisa berucap ya Tuhan…….

Jika memang kami dosa…….


Apa yang harus kami katakan

Tunjukkanlah apa yang seharusnya kami


Kau karuniakan mata, tangan, kaki ,
lakukan
telinga, hidung

Kau adalah maha perubah


Dan semua yang terkumpul dalam

kekuatan maha hebat Ya Tuhan rubahlah perilaku kami agar

tidak sedemikian itu


Namun dibalik itu semua ternyata

tersimpan kelancangan 80. Ramdlan Ku Sayang

Perilaku dan sikap Kau datang dengan segudang harapan

Kami tak pernah mensyukur Di tengah penantian berjuta manusia

sedikitpun
Senyum suka cita pun mencuat dari mulut

Tangan kami gunakan untuk mulut kecil

merusak alam
Dan bila kau pergi keramahan tiada lagi Bang kuning meraya

Tangis sedih mewarnai kehilanganmu Siur siur daunnya melambai

Tak’da lagi lantunan lantunan kecil Burung-burung berpada menyanyi gembira

Yang menyejukkan hati Tanah airku tumpah darahku

Penenang jiwa nan gundah Tanah yang subur kaya makmur

Dari hasil tilawah yang menggugah Tanah airku tumpah darahku

81. Selancar Ku Lancar Tanah yang indah permai nyata

Bahagia diriku di kala sore 83. Sekolahku Sehat

Udara begitu sejuk menawan hati Sekolahku yang sehat

Angin pun kencang menerpa mengangkat Betapa ku mencintaimu

ombak
Terimakasih kawan kawanku

Melayangkan selancarku berayun ayun,


Yang telah membersihkannya
mengangkasakan diriku

Akan ku kenang engkau


Menikmati riuhnya ombak bergulung-

gulung Sekarang sekolahku indah dan

sehat
Membukakan hati yang berketakutan

Betapa aku senang


82. Nyiur Hijau

Ini semua karena keikhlasanmu


Nyiur hijau di tepi pantai
yang menggema
84. Taman Bungaku Aku akan berusaha sekuat mungkin

Tamanku taman indah permai 86. Pahlawan

Kurindu dan kupandang slalu Oh, pahlawan

Bunga pujaan hatiku Engakulah yang melindungi bangsa

Kagum tiada jemu Tiada engkau, tiada kebebasan

Burung berkicau riang hinggap Karenamu bangsa bebas dari penjajah

Di dahan-dahan sambil menari Sekarang tiada engkau lagi

senang
Dan bangsa harus tetap bersatu

Alangkah indahnya tamanku


Ku akan merindukanmu selalu

Kusiram dengan tekun selalu


Karena namamu tetap harum

85. Awan menyatu di kalbu

Kulihat awan seputih bunga melati 87. Bungaku

Kesana kemari dilangit luas Oh Bunga……

Andai saja aku bisa menggapainya Engkau mekar di taman beraneka warna

Agar aku bisa melihatmu Merah dan putih selau berseri

Akan kuraih bila aku dapat Mawar dan melati berwarna warni

Akankah aku bisa menggapainya Di atasmu penuh kumbang dan

kupu
Menari, menyanyi dan menghirup Engkau tinggi menjulang

madumu
Penuh pepohonan kiri dan kanan

Bagaikan mimpi dikhayalku


Merah bungaku

88. Untukmu Guru Bangsa


Hijau daunmu

Guru…….
Coklat batangmu

Engakulah pengajar kami


Tetapi mengapa manusia begitu kejam ?

Engkau ajarkan ilmumu untuk kami


Menebang dengan liar

Tiada bosan bosan engkau mengajar


Membakari hutan-hutan

Dengan penuh kesabaran


Sekarangpun hutan banyak yang

Guru ……….. gundul

Engkau mengajar dengan ikhlas Karena perbuatan manusia yang kejam

Engkaulah pendidik putra putri Kepahitan masa lalu pun didapatkan

bangsa
90. Tugu

Jasamu kepada kami sungguh besar


Tugu…….

Hingga aku menjadi pandai dan


Engkau menjadi saksi bisu
pintar

Kehidupan dulu
89. Gunungku

Yang belum kutahu


Gunungku
Tugu….. Tetapi manusia tidak merawatmu

Tetap kokoh melawan zaman Membuang sampah dilaut

Yang penuh kekerasan Hingga tsunami meraja di Aceh

Jikalau malam datang Itulah wujudmu

Ku ingin sepertimu 92. Kupu dan Kumbang

Tetap tegar melawan kokoh yang penuh Kupu……Kumbang…….

liku
Engkaulah sang penghirup madu

91. Laut
Menghirup dengan penuh kesenagan

Laut……..
Menghirup di atas bunga-bungaku

Engkau datar meluas


Kupu…..Kumbang

Penuh air di tepi dan di dalam


Engkau terbang menari-nari

Ombakmu yang tinggi


Bersama kawan-kawanmu

Warnamu yang biru


Di atas bunga, di bawah sang

Laut………. mentari

Begitu indah dipandang 93. Indonesiaku

Begitu dingin dirasakan Angin berdesir di pantai

Engkaulah salah satu buah karya Angin berdesir sepoi-sepoi

Tuhan
Burung pun ikut berkicau dengan merdu Itulah wujudmu wahai lagu

Di atas pantaiku 95. Gigiku Sehat

Sawahnya yang hijau terbentang Gigiku salah satu anggota tubuhku

luas
Yang berwarna putih

Gunungnya tinggi menjulang


Di dalam mulutku

Itulah Indonesiaku
Yang memangjang satu persatu

Disanalah aku dilahirkan dan dibesarkan


Oh tuhan terima kasih engkau

Di sanalah aku akhir menutup mata menciptakan gigiku

94. Lagu Hanya sebutir kata yang keluar dari

mulutku
Kulantunkan tembang rindu

Aku bisa melumat makanan itu


Untukmu sahabatku

96. Tepuk Tangan


Di atas panggungmu

Berepuklah tangan
Kumenari dan bernyanyi dengan riang

Dan hempaskanlah suasana duka lara


Penuh damba dan senang di dalam hati

Riuh dan ricuh terdengarkan


Dengan riangnya kau mengikutiku

Menusuk telinga
Menyanyikan lagu

Namun membakarkan kesenduan hati


Indah, merdu dan sempurna
Dan apakah hanya itu yang akan 98. Bocah Jalanan I

kau dapatkan
Langit, bapaknya

Tidak …………..tepuklah sekali


Bumi, ibunya
lagi

Alam,pekarangannya
Semua mala akan hijrah ke angkasa

Raga,rumahnya
97. Beri Terbaik

Waktu,menggelindingkannya
Segala apa yang diambil

Sampai jiwa kembali padaNya


Dan Semua apa yang telah dinjak

99. Bocah Jalanan II


Adalah buah dari asa manusia

Berangkat pagi diterpa angin


Keberanian berjalan

Menyibak kabut bertaruh nyawa


Keuletan berlaku

Untuk menyambung hidup hari ini


Kepatutan bercermin

Belajar dari binatang buas


Tiadalah metamorfosa manusia

dalam hijaunya dunia Memburu rejeki lewat apa saja

Apalah yang akan dipetik 100. Balada Dua Bocah

Buah nangka atau durian busuk ? Dua bocah dalam rumah kosong

Pastilah yang akan dipilih adalah segala Berkelakar dan tertawa riang

apa yang terbaik


Tuk usir lapar
Yang merongrong Paras mereka tenang

Selama menunggu ibu bapak 101. Sudah KehendakNya

pulang
Raja kematian datang dini hari

Mengkais rejeki disetiap peluang


Menjemput sukma kembali padaNya

Dua bocah dalam rumah kosong


Walau sedu sedan menghiba

Lelah bermain selepas petang


Minta tangguh barang sejenak

Berbaring di lantai sambil


Tetap saja jalankan tugasnya
menerawang

Karena semua yang tersurat sudah


Sementara ibu bapak terus berjuang
kehendakNya

Abaikan dahaga dan terik yang


102. Pak Pos
memanggang

Biar terik atau hujan


Dua bocah dalam rumah kosong

Setia datangi penerima khabar


Sama mimpi lihat makanan terhidang

Yang menanti penuh harap


Lalu dilahap hingga perut kenyang

Digubuk atau gedung semua pelosok


Tepat di saat ibu bapak genggam

menang Agar tragis tak berulang

Segera bawa buat buah hati sayang Seperti beliung yang

memporakporandakan
Tapi bocah sudah meregang

103. Prinsip
Keberhasilan bukanlah hadiah, Sehari aku gosok gigi

Rebut, Pagi , sore, malam sepanjang hari

Genggam, Karena aku takut gigku sakit lagi

Jangan biarkan semangat tergerus Akupun senang gigiku sehat

Karena, Ayo kawan kita gosok gigi

Bila tidak bisa apa-apa Janganlah kau malas kawanku

Tak kan pernah bisa apa-apa Maka dari itu ku memeperingatikanmu

104. Si Manis Agar gigimu tidak sakit sepertiku

Si Manis…….. 106. Guruku

Bulumu putih mulus Terima kasih guruku

Wajahmu imut Kau telah memberiku pendidikan

Dan tebal seperti selimut Sungguh senangnya aku

Engkau kucing yang lucu Mendapat ilmu karena pendidikanmu

Juga menggemaskan Engkau adalah pahlawan tanpa tanda jasa

Senangnya aku melihatmu Aku ingin sepertimu

Eloknya kamu kucingku Walau kau keras kepadaku

105. Gosok Gigi Aku tau kau sangat sayang padaku


Terima kasih guruku tercinta Berharap ada yang membela kasihani

107. Suara Adzan Hanya satu yang terpukat

Bila telah terdengar suaranya Kebangkrutan tidak akan datang

Mengumandang mencubit telinga Bila impian masih tertancapkan

Orang pun berbondong 109. Harus Bisa

Mengambil wudlu membasuh tangan Saat waktu telah tiba

Dan merelakan kewajiban suci Dan semua harus tekumpulkan

Menghadap ilahi mempasrahkan diri Waktu memang terus berkejaran

Mencari harapan untuk mengumpulkan Tidak mau terkalahkan

pahala
Bisa atau tidak ?

Berharap hasil di negeri kahirat


Tahu atau tidak ?

108. Habis Sudah


Semua adalah cobaan yang harus diterpa

Habis sudah harta terkuras


110. Memohon Bantuan

Hilang telah semua yang terpunya


Derita datang

Dan kini mengisap jempol


Mala pun bebarengan hadir

Mengkhawatirkan menangiskan diri


Seperti tamu tak diundang

Meratapi timbunan kesedihan yang


Rintihan rintihan kecil
melekat
Tangis tangis pilu Juga tidak mau tahu

Menghiasi segala asa Kejadian yang terjadi padanya

Yang memelas memohon bantuanNya Adalah ketentuan dariNya

Gegas gegaslah tetap Namun tidaklah demikian sebenarnya

Tanpa henti tiada berputus asa Orang kecil orang besar

Tuhan adalah maha tahu Berpeluang sama besarnya

Segala apa yang buruk dan baik 112. Kunang-Kunang

untuk hambaNya
Saat malam tiba

Tetaplah bermohon kepadaNya


Gelap pun membumi

Bila belumlah termakbulkan


Menutupi hingarnya dunia siang

Teruslah sekali lagi…..sekali lagi…. dan


Ada satu yang menakjubkan kalbu
sekali lagi………

Kunang-kunang beterbang ke kiri


111. Waktu Adalah Uang
dan ke kanan

Benarlah apa dikata orang


Melintas mata manusia

Orang kaya bilang waktu adalah uang


Membuat otak memutar pikir

Bila berpangku tangan di ruang


Memberikan pertanyaan

Apakah uang akan datang ?


Mengapa engkau memiliki

Banyak orang tidak tahu benderang


pencipta terang di kala malam ? Menatap semut yang berpapasan

Sadar semua berpikir Berhingar bingar dalam kerumunan

Hanya Tuhan yang maha tahu Kesana kemari menampilkan

Semua itu pola perilaku yang menakjubkan

113. Sang Juara Tetap bersalam sapa dan berjabat tangan

Dia bukanlah keberuntungan walau berat beban makanan di atas badan

Mereka tiadalah orang yang berkejora Manusia, tak tahu malu

Dia dan mereka hanya bergelora menghardik, mendengki, bahkan mencibir

satu sama lain


Di saat pertandingan tiba

Berbahagia dalam bergunjing ria


Hatinya adalah mesin

adakah manusia kan membahagia ?


Berputar terus menerus

115. Bunga Matahari


Tiada henti

Kuning, cerah, dan menggugah


Dalam kemunduran

Bunga matahariku di depan rumah


Tetaplah menampakkan dan

menghadiahkan Bila kau akan layu kukayuhkan timba

Kemenangan yang tiada henti Air pun kualirkan di akarmu

114. Salam Sapa Dan ku membahagia


Menyaksikan kau hidup segar Tiada yang dapat ku katakana dari

fenomena itu
Tanpa kesakitan menahan teriknya

Karena akupun seperti kalian


sang mentari

Tergetar oleh kuasanya


116. Siklus

Di malam yang kelewat dingin ini


Kemarin ada tawa dalam gelap

Terukir haru yang pekat


Sekarang ada tangis dicerah cahaya

Oleh berita duka


Lintangku tetap saja dari selatan ke utara

Berpulangnya ibu tersayang


Seiring gelap terang sepanjang jalan

118. Nelayan Pantai Selatan


Semua jadi bukan aral langkah

Gelombang gelombang pasang telah


Buat esok wujudkan impian
bermain

117. Berita Duka


Mengosak asikkan nuansa pantai

Dipintu gerbang kalian berdiri


Perahu perahu di halau pulang

Menenteng thermos sore tadi


Masuk ke pekarangan

Dengan wajah kuyu dan bibir terkatup


Nelayan tetaplah nelayan
rapat

Tidaklah kan tetap kekurangan


Serta mata sembab oleh tangis

berkepanjangan Walau hanya sebentar

Menahan lapar dalam kelakar


Bersama gelombang gelombang Semua orang menyukaimu

pasang
Kau pelangi terindah disini

119. Gunung Krakatau


Inginnya aku melihatmu setiap hari

Di selat sunda perahu berlintas


Dan disertai burung burung terbang tinggi

lalu lalang
121. Rembulan

Membawakan penumpang
Saat rembulan berwajah muram

Menyibakkan pesona gunung Krakatau


Sinarnya pun amat temaram

Fenomena alam Krakatau


Malam tetaplah malam

Berpenampilan gagah
Malam hanyalah hitam

Membahana di lautan luas


Oh…….rembulan

Mengepulkan asap membabibutakan


Kau membuat hati makin

Musuh musuh yang berkeliaran bimbang

120. Pelangi Apakah kita bisa menang

Pelangi……pelangi….pelangi…… melawan musuh yang akan

datang
Warnamu indah berseri

122. Puncak jayawijaya


Merah kuning, hijau,itu warnamu

Tebing tebing tebal


Disinari oleh mentari

Tertaklukkan sang pendaki


Berhari-hari menahan rintihan Ada hitam ada putih

Menahan siksaan dinginnya Ada baik ada buruk

salju berasa puncak jaya wijaya Keriting ada lurus juga ada

Setapak demi setapak Tidak lupa congkak dan angkuh pun

bercampur
Kaki bertautan menahan pijak

Semua yang ada memang lah tak sama


Melawan terjalnya tantangan

Dan berbhineka pun kemudian


alam jayawijaya
menyimbolkan

Berlama lama melintas


Namun ada tunnggal dan ika

Menanjak, meliku,mengganjal dalam kebnhinekaan

Guliran kaki yang menghentak Yang amat luas

Sedikit demi sedikit 124. Meraih Taqwa

Dengan pelan lagi pasti Menjalankan mengerjakan

Sang puncak telah terlihat Mengamalkan mengikhlaskan

Haru membahagia membahana Semua dan segala kewajiban

Bendera menancap pada sang raja Apakah sulit ?

pegunungan
Di sisiNya kita kan dekat

123. Semua Sama


Sedekat tali yang mengikat sepatu
Dan hanyalah taqwa di hati Yang bukan milik kita

Yang kan mendekatkan Wahai ………..anak bangsa

Sedekat tali sepatu di Dengar……… dengarkanlah

pangkuanNya
Sisihkan hati untuk negeri ini

125. Senam SKJ


Cintailah budaya sendiri

Bergerak melingkuk nan membungkuk


Sebenarnya kita punya banyak

Berulang-ulang,berkesinambung pesona

Mencipta irama menyibak pesona Pesona yang dapat dibanggakan

Menawarkan kesegaran Inilah budaya daerah, budaya

bangsa
Membawakan jasmani ke dalam

Wahai…….bangsaku
Kesehatan yang luar biasa

Bangunlah dari tidur lelapmu


126. Bangunlah

Hapuskanlah dari mimpi-mimpi kosongmu


Di tengah gemerlapan cahaya

Berjuanglah !
Diantara tarian-tarian malam

Jangan biarkan budaya dicuri negeri orang


Mereka terlena dan lupa

Ia butuh perhatian
Atau sengaja lupa akan budaya bangasa

‘tuk diperjuangkan dan dilestarikan


Tertutup oleh pesona luar

Agar tetap jadi milik bangsa


Bangsa yang besar Menghalau lawan menggapai

menang
Bangsa indonesia

129. Ku Suka Diriku


127. Bertempur Dengan Waktu

Hebat aku adalah hebat


Bergerak, berjalan, dan berlari

Bergelora sakit
Memutar badan kesana kemari

Berkejora sedih
Mencari untung menggali celah

Menghalau pilu di sana sini


Disetiap peluang yang merekah

Tetaplah aku tidak akan berganti


128. Caturku

Wajahku tetap lugu


Prajurit prajurit telah tertata rapi

Lakuku juga tetap


Di pagari kokohnya benteng-benteng

Tiada daya yang merubah


Yang melapis tiada henti

Tak ada pikat yang menggiur


Sang kuda telah berpetak

Karena aku suka pada diriku


Sang menteri pun memutar otak

130. Dilarang Sombong


Dan semua bergegas tegak

Sedikit demi sedikit


Memetak langkah di kehitaman

kotak Perubahan telah tampak

Menyibak menendang semak Prestasi demi prestasi telah tertoreh

belukar
Hasil membahana juga sudah membumi Memasuk melangkah kaki menginjak

Bergaya berlaku berpesona Memetik timun di sela sela tegalan

Tiadalah berlebih lebih Memarahkan pak tani di tengah tengah Bp.


Wahyudi

Segudang harta sebukit ilmu siang bolong

Telah terkantongi 132. Bertolong Menolong

Membikin hati ingin menampilkan Satu batu besar sebesar gunung

Menampakkan segala kebolehan terangkul berpuluh puluh tangan

Mengalahkan apa apa di hadapannya tetaplah tak terjengkal

Namun tidaklah demikian Namun andaikan semut itu

Manusia tetaplah manusia dengan begitu kecilnya

Yang sama dengan siapa saja berangkat bertaut pijak

131. Lakon Kancil bergotong gotong dalam

ketangguhan
Dalam cerita pak tani

benda sebesar gunungpun pasti’kan


Sang kancil diam diam mencuri timun
terangkat

Dengan bersembunyi sembunyi


Manusia menahan keluh

Menengok kesana kesini


terus berbasuh peluh

Sang kancil pelan namun pasti


dan tetap saja tak bisa mengangkat
jika tangan tak tergandengkan Yang menggelora

sekuat pagar yang membentengi rumah 134. Bencana Melandaku

133. Marah Atau Ramah Lewat suara gemuruh diiringi debu

bangunan yang runtuh


Marah membentak

Tempatku nan asri terlindas habis


Membuat takut semua yang mendekat

Rumah dan harta benda serta nyawa


Mukanya merah tanpa bersinar
manusia lenyap

Dan senantiasa menggertak


Kau lalap habis aku kehilangan segalanya

Tanpa menghirau siapa yang dihadangnya


Mata manusia sedunia terpengarah,

Turunkanlah sedikit wajahmu menatap dan heran

Jika perlu masukkanlah ke Memang kejadian begitu dahsyat

dalam air
Bantuan dan pertolongan mengalir

Basuhlah muka musam itu


Hati manusia punya nurani

Dengan dinginnya hempasan


Tuhan , mengapa semua ini terjadi ?
wudlu

Mungkin kami telah banyak


Yang menyejukkan ,
mengingkariMu
meredamkan

Mungkin kamu terlalu bangga dengan


Dan bergantilah dengan nuansa
salah dan dosa
ramah
Ya, Tuhan ampunilah kami dalam Bertaulan : berteman

segalanya
Bersemayam : berada

135. Baris Baris Itik


Berseteru : musuh ( bermusuhan )

Itik bercuap wek…wek…wek….


Berperimata : berpenampilan

Bertata rapi depan belakang


Di halau : di atur, disuruh

Mengantri mencari makan


Gelora : semangat

Di penjuru sudut penggalan sawah


Gerah : panas

Sang gembala selalu berpegang tongkat


Mencuat : muncul

Mengacung acung memerintah menghalau


Mangkat : berangkat

Menertibkan hewan berperimata disiplin


Makrifat : manfaat

Dan apalah manusia menghalau diri


Menengadah : memohon dengan tangan

Tidaklah tertib
Merekah : retak, meretak

Begitu lama , begitu menjengkelkan


Menggeliat : mencoba bergerak

GLOSARIUM
Mala : penyakit
Angin segar : suasana baik, suasana

mendukung Menorehkan : menimbulkan

Angkara murka : kejam, perilaku tercela Membelalak : menggebu-gebu

Bertalu talu : terus menerus Membiak : membuka


Mendayanya : menjangkaunnya

Menelusur : memasuki, menjelajah

Merajut : merangkai, menyusun

Metamorfosa : proses perubahan, merubah

diri

Membelenggu : menghukum

Mencekal : menimpa

Mendera : menyebabkan

Mencibirmu : membicarakan,

mengomentari

Nista : tercela, jelek

Pribumi : penduduk asli

Reliefmu : bentuk, tatanan benda

Singgasana : kerajaan

Sembab : basah

You might also like