You are on page 1of 30

MAKALAH

TEORI ORGANISASI DAN MOTIVASI

Oleh :

XXXXXXXXXXXXXXXX
NPM. 000000000

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri


Mata Kuliah Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi

Dosen Pengampu:

Prof. DR. H.M. DAMRAH KHAIR, MA

PROGRAM PASCA SARJANA (PPs)


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) RADEN INTAN LAMPUNG
2

2010
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap manusia mempunyai tujuan yang berbeda dalam hidupnya, karena
pengaruh pengetahuan dan pengalamannya yang berbeda. Namun setiap manusia
akan sama dalam satu hal yaitu ingin mempertahankan hidup dan memenuhi
kebutuhan hidupnya. Untuk mencapai tujuan itu manusia harus melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu.
Oleh karena manusia secara kodrat terbatas kemampuannya maka untuk
mencapai tujuannya, manusia memerlukan bantuan dari manusia lainnya. Untuk
itu manusia harus bekerja dalam mencapai tujuannya atau berorganisasi.
Dalam organisasi diperlukan manajemen yaitu sushi untuk mengatur,
mengkoordinasikan semua tugas yang dilakukan oleh orang-orang dan
mengarahkannya kepada tujuan yang hendak dicapai. Supaya unsur-unsur
manajemen tertuju serta terarah kepada tujuan yang diinginkan, maka manajemen
harus ada yang mengatur yaitu seorang pemimpin dengan wewenang
kepemimpinannya melalui intruksi dan persuasi.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat penulis rumuskan masalah yaitu:
1. Apa pengertian Organisasi dan Motivasi?
2. Bagaimanakah teori Organisasi dan Motivasi?

3. Apa saja macam-macam motivasi?

C. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika yang penulis sajikan dalam makalah ini adalah: Bab I
berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah dan
sistematika pembahasan. Bab II berisikan uraian tentang pengertian organisasi dan
motivasi, teori-teori organisasi dan motivasi, macam-macam motivasi. Sedangkan
4

dalam Bab III berisikan kesimpulan dari pembahasan. Dan daftar pustaka yang
digunakan.

BAB II
URAIAN

A. Organisasi dan Motivasi


1. Organisasi
a. Pengertian Organisasi
Membahas tentang teori organisasi tentu saja kita tidak bisa lepas dari
pengertian organisasi itu sendiri. Organisasi berasal dari bahasa latin
Organum yang bearti alat, bagian, anggota badan.1 Menurut Griffin organisasi
merupakan sekelompok orang yang bekerjasama untuk mancapai tujuan
organisasi. Sedangka menurut Bernard organisasi ialah suatu sistem aktivitas
yang dikoordinasikan secara sadar oleh dua orang atau lebih.2
Selanjutnya dapat kita lihat beberapa pendapat tentang organisasi yang
salah satunya diungkapkan Stephen P. Robbins yang mendefinisikan
organisasi sebagai
“…A consciously coordinated social entity, with a relatively
identifiable boundary that function or relatively continous basis to achieve
a common goal or set of goal”.3 Sedangkan Waren B. Brown dan Dennis
J. Moberg mendefinisikan organisasi sebagai “…. A relatively permanent
social entities characterized by goal oriented behavior, specialization
andstructure”4

Begitu juga pendapat dari Chester I. Bernard dari kutipanEtzioni dimana


organisasi diartikan sebagai “Cooperation of two or more persons, a system of
conciously coordinated personell activities or forces”,5

1
Husaini Usman, Manajemen Teori, praktek dan riset pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), h. 128
2
Ibid
3
Robbins dan Judge, Buku 1: Perilaku Organisasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2003), Cet. Ke-
12, h. 4
4
Kreitner dan Kinicki, Perilaku Organisasi, Buku 1 & 2, (Jakarta: Salemba Empat, 2005), h. 6
5
Wayne K Hoy dan CecilG. Miskel, Educational Administration; Teory, Research And
Practice, (NewYork: Random House, 1982), h. 14.
5

Sedangkan WJS. Poerwadarminta menjelasakan bahwa organisasi itu


merupakan susunan dan aturan dari berbagai-bagai bagian (orang dsb) yang
merupakan kesatuan yang teratur.6 Jadi, paling tidak definisi organisasi terdiri
dari: orang orang/sekumpulan orang, kerjasama dan tujuan bersama.
Sehingga organisasi di atas pada dasarnya apabila dilihat dari bentuknya,
organisasi merupakan sebuah masukan (input) dan luaran (output) serta bisa
juga dilihat sebagai living organism yang memiliki tubuh dan kepribadian,
sehingga terkadang sebuah organisasi bisa dalam kondisi sakit (when an
organization gets sick). Sehingga organisasi dianggap sebagai suatu output
(luaran) memiliki sebuah struktur (aspek anatomic), pola kehidupan (aspek
fisiologis) dan system budaya (aspek kultur) yang berlaku dan ditaati oleh
anggotanya.
Dengan demikian dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
organisasi merupakan proses kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efesien. Jadi dalam setiap orgaisasi mengandung tiga
unsur, yaitu kerjasama, dua orang atau lebih da tujuan yang hendak dicapai.
Setidaknya ada empat bagian untuk membangun desain organisasi, yaitu
pembagian kerja, departementalisasi, hirarki dan koordinasi. Dalam
pengembangan desain organisasi ada dua hal yang penting; pertama
perubahan strategi dan lingkungan berlangsung dengan berlalunya waktu,
desain organisasi merupakan proses yang berkelanjutan. Kedua, perubahan
dalam struktur termasuk mencoba dan kemungkinan berbuat salah dalam
rangka mensyusun desain organisasi. Manajer hendaknya memandang desain
organisasi sebagai pemecahan masalah dan mengikuti tujuan organisasi
dengan gaya situasional atau kontingensi, yaitu struktur yang ada didesain
untuk menyesuaikan keadaan organisasi atau sub unitnya yang unik.

b. Teori-teori Organisasi
1) Teori Organisasi Klasik

6
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia
6

Teori organisasi secara sistematis baru dikembangkan pada tahun 1850 di


sini timbul sesuatu pemikiran yang mempersoalkan bagaimana mengatur
hubungan antara susunan organisasi itu dan mengatur cara bekerjanya
sehingga dalam suatu organisasi dapat bekerja seefisien dan semaksimal
mungkin. Di dalam organisasi pasti ada sebuah tujuan yang bersifat kolektif
atau pekerjaan kolektif yang disetiap bagaian di atur atau di intregasikan dari
pekerjaan perseorangan.
Di dalam teori klasik memiliki beberapa prinsip-prinsip dan konsep, yang
digunakan sebagi pikiran pokok dalam mengatur sebuah organisasi, antara
lain:
a. Prinsip Hieraki (Scalar Principele). Bahwa dalam suatu organisasi
harus ada wewenang dan tanggung jawab yang dijalankan oleh pimpinan
tertinggi dan hingga sampai pada tingkat bawah atau personal yang
bertugas sebagai pelaksana. Peranan pimpinan sangat diperlukan guna
mengatur sistem kerja organisasi agar pekerjaan dapat terarah dan
terorganisir.
b. Prinsip Kesatuan Komando. Ini menekankan bahwa sebaiknya
dalam suatu organisasi hanya ada satu atasan saja yang memberikan
komando kepada bawahan supaya ada kesatuan komando dan koordinasi
yang seragam sehingga tidak membuat bawahan menjadi bingung. Dalam
menyikapi dua hal yang berbeda ini kita sebaiknya dapat membagi
pekerjaan menjadi lebih spesifik lagi dan di dalamnya terdapat seorang
kordinator yang bertanggung jawab atas segala sesuatu hal yang terjadi di
dalamnya. Hal ini akan dapat mengurangi kesalahpahaman yang terjadi
dalam organisasi tersebut yang diakibatkan oleh tumpang tindihnya
perintah dari atasan.
c. Prinsip Pengecualian (Exception). Demi efisiensi pekerjaan semua
hal yang dapat dikerjakan oleh bawahan yang sudah menjadi rutinitas
diharapkan dapat langsung dikerjakan tanpa harus menunggu perintah dari
atasan. Penerapan prinsip ini dalam organisasi atasan tidak perlu lagi
7

mencampuri urusan pekerjaan bawahan sehingga akan menghasilkan


efisiensi kerja.
d. Prinsip Jangkauan Pengawasan Yang kecil. Demi efisiensi waktu
dan pekerjaan sebaiknya bawahan yang melapor dan menerima perintah
dari atasan jumlahnya sedikit. Dari prinsip ini bisa dipahami bahwa
dengan banyaknya bawahan yang mendatangi atasan maka pekerjaan
atasan akan lebih tersita apalagi jika isi laporan dan perintah itu sama.
Akan lebih baik jika ada pembagian kerja siapa saja yang herus melapor
dan menerima perintah dan kemudian orang-orang itu menjelaskan pada
yang lain. Peranan seorang kordinatorlah yang sangat di butuhkan di sini
karena kordinator mempunyai dan di berikan wewenang yang lebih besar.
e. Prinsip Jangkauan Terbatas. Dikatakan bahwa dalam suatu
pengawasan yang dilakukan atasan hendaknya ada batasan. Hal ini
dimungkinkan bahwa kemampuan seseorang sangatlah terbatas antara
lain; terbatasnya waktu , kekuatan fisik, kesanggupan apakah seorang
atasan akan dapat secara terus menerus dapat mengontrol pikiran atau cara
kerja seorang bawahan. Walaupun prinsip ini sudah dihilangkan oleh para
penentang teori klasik karena tidak ada dasar angka teoritis namun prinsip
ini memiliki kelebihan untuk memberikan batasan kepada atasan dalam
mengawasi bawahan agar tidak terjadi hal semena-mena yang dilakukan
atasan.
f. Prinsip Spesialisasi. Untuk mencapai efisiensi kerja dalam
melaksanakan fungsi-fungsi dalam organisasi, maka diperlukan
pembagian kerja yang sistematis menurut keahlian tap-tiap pribadi. Hal ini
akan dapat semakin memaksimalkan hasil dan prestasi pekerjaan yang
dicapai.
g. Prinsip Pemakaian “Pusat Keuntungan” Yang dimaksud adalah
jika tiap bagian dari instansi masing-masing memiliki fasilitas-fasilitas
untuk bersaing dengan bagian lain maka akan memotivasi tiap bagian
untuk menjadi yang terbaik sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja.
Setiap kepala divisi atau kordinator di beri wewenang/tanggung jawab
8

yang penuh atas kinerjanya sehingga secara psykologi mereka akan


terdorong untuk menghasilkan hasil yang maksimal dan mereka dituntut
untuk berani mengambil keputusan serta mempertanggung jawabkanya.

Malihat disini organisasi telah di jadikan suatu obyek atau alat untuk
memecahkan dan merencanakan suatu persoalan kita dituntut agar dapat
bagaimana cara menganalisa, kemudian mengatur cara-cara pekerjaan setiap
pekerjaan yang harus dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat
melakukan efisiensi pekerjaan dalam arti menghilangkan gerakan-gerakan
atau pekerjaan yang sebenarnya tidak perlu.
Aspek ini banyak menerangkan teori-teori khusus yang dikenal dengan
nama time and motion study atau penelitian tentang gerak dan waktu yang
tujuanya tidak lain adalah untuk menemukan cara yang sebaiknya untuk
melakukan pekerjaan itu. Dengan ini banyak melahirkan teknik dan praktek-
praktek dalam organisasi, seperti termasuk menganalisa pekerjaan, analisa
tentang kelancaran pekerjaan, (work – flow analysis), scheduling, plan lay–
out. Ada juga orang yang menghususkan pada masalah yang lain yaitu
menganalisa masalah bagaimana mendefinisikan pekerjaan yang baru
dilakukan kemudian membaginya dalam berbagai kelompok dan bagaimana
cara mengkoordinasikan diantara setiap bagaian tersebut sehingga berada di
bawah satu koordinasi. Atau biasa disebut dengan Departementa-lization
pembagian pekerjaan.
Konsep klasikal itu sendiri juga mengalami perluasan susunan struktur
pembagian kerja. Diantaranya adalah bentuk horizontal dan vertikal.
Horizontal, di dalam setiap organisasi terdapat tingkatan–tingkatan pekerja
bukan hanya tingkatan menurut pekerjaan. Sedangkan vertikal disini akan
terjadi pembagian pekerjaan yang lebih kecil dari organisasi dan kemudian
disatukan untuk menjadi suatu kesatuan yang utuh.
Para penulis teori organisasi aliran klasik pada umumnya mengkhususkan
dalam empat prinsip dasar, yaitu: Pertama, spesialisasi hendaknya berdasar
pada sasaran tugas yaitu para pekerja yang mengerjakan sub-tujuan yang sama
9

dikumpulkan pada bagian yang sama. Kedua, pekerjaan yang mengharuskan


adanya proses tertentu hendaknya dikelompokkan jadi satu. Ketiga,
spesialisasi menurut klien, untuk menangani kelompok klien tertentu harus
ditempatkan pada satu bagian yang sama. Keempat, pekerjan yang dilakukan
di daerah geografis yang sama sebaiknya dikumpulkan menjadi satu.

2) Teori Organisasi Neo-Klasik


Teori organisasi neo-klasik diklaim oleh penganut teori ini sebagai
pengenalan studi perilaku yang diintegrasikan ke dalam teori organisasi. Studi
perilaku yang paling menginspirasi teori tersebut adalah studi Howthorne oleh
Elthon Mayo (1880-1949).
Analisis utama teori neo-klasik adalah berusaha memodifikasi pilar-pilar
dari doktrin klasik dan tentang organisasi informal. Biasanya beroperasi di
bawah asumsi tertutup, namun menekankan hubungan informal dan motivasi-
motivasi non ekonomis yang beroperasi di dalam organisasi. Organisasi tidak
bekerja dengan mulus dan bukan merupakan mesin yang bekerja secara
sempurna. Manajemen dapat merancang hubungan dan peraturan yang formal
dan sebagainya, namun diciptakan juga pola hubungan status, norma dan
hubungan informal yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan sosial para
anggota organisasi.
Dalam hal ini Scott menguraikan modifikasi teori organisasi neo-klasik
terhadap pilar-pilar dalam dokrin teori organisasi klasik7 sebagai berikut:
a. Pembagian pekerjaan (division of labor) dipahami sebagai subyek dari
hubungan manusia, bukan didasarkan isolasi terhadap para pekerja akan
tetapi ia lebih merupakan spesialisasi pekerjaan.
b. Proses skalar dan fungsional dipahami oleh teori organisasi neo-klasik
sebagai derajat intensitas pendelegasian, otoritas pendelegasian otoritas
dan tanggung jawab.
c. Struktur dipahami oleh teori organisasi neo-klasik sebagai tempat
mengeliminir friksi dan konflik fungsi-fungsi yang berbeda atau
7
WG. Scott, Human Relations in Management, in Organization and Management Theory and
Practice, (Washington: The American University Press, 1962), h. 142
10

harmonisasi bagi bagian staf dan lini dalam mencapai tujuan organisasi
melalui partisipasi, junior boards, manajemen yang bottom-up, pengakuan
akan kebebasan seseorang, dan komunikasi yang lebih baik.
d. Rentang kendali (span of control) menurut teori ini haruslah
memperhatikan keperbedaan individual termasuk didalamnya kemampuan
manajerial, tipe-tipe manusia dan fungsi supervisi, dan penciptaan
komunikasi yang efektif.

Kontribusi yang lain atau berikutnya yang juga masih bersifat revisi
terhadap teori klasik dari teori ini adalah analisis tentang organisasi informal.
Organisasi informal muncul dari respons terhadap kebutuhan sosial sebagai
kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. Determinan penting yang
memunculkan organisasi informal menurut Scott adalah lokasi, pekerjaan,
kepentingan, dan isu-isu khusus (special issues). Scott kemudian melihat
beberapa asumsi karakteristik organisasi informal yang penting dan apabila
dipahami maka ia akan bermanfaat bagi penerapan manajemen8 antara lain:
a) Organisasi informal merupakan agen kontrol sosial, dan pada organisasi
formal biasanya aturan-aturan mengenai kontrol sosial tersebut tidak
lengkap atau tidak diatur.
b) Bentuk-bentuk keterhubungan antar manusia pada organisasi informal
memerlukan analisis yang berbeda dari hubungan manusia yang diplot
atau dirancang pada organisasi formal. Metodenya biasa disebut sebagai
analisa sosiometrik.
c) Organisasi informal memiliki sistem status dan komunikasi yang khusus,
dan tidak selalu berasal dari sistem formal.
d) Keberlangsungan hidup organisasi informal membutuhkan stabilitas
hubungan diantara orang-orang yang berada didalamnya, dengan demikian
organisasi informal selalu sulit untuk berubah (resists to change).

8
Ibid., h. 143
11

e) Kepemimpinan pada organisasi informal merupakan salah satu aspek


penting bagi organisasi informal yang selalu menjadi determinan penting
pula dalam pembahasan teori organisasi neo-klasik.

Diskusi terhadap aspek kepemimpinan pada organisasi informal dipumpun


pada bagaimana berlangsungnya kepemimpinan informal, keistimewaan apa
yang melekat padanya, dan bagaimana pemimpin informal tersebut dapat
menolong para manajer mencapai tujuan-tujuan dalam organisasi formal.
Tokoh teori organisasi neo klasik dalam pemahaman yang umum
menyatakan tokoh teori neo klasik merevisi atau mengoreksi teori organisasi
klasik yang kurang memberikan perhatian kepada kebutuhan anggota
organisasi dan interaksi yang terjadi antar anggota organisasi. Tokoh-tokoh
tersebut antara lain:

a) Chester I. Barnard (1886-1961)


Barnard dijuluki sebagai godfather bisnis kontemporer, ‘suhu’ bagi yang
membutuhkan nasehat penanaman budaya organisasi yang kuat dalam
organisasi. Barnard memunculkan ide-ide kooperatif yang ideal dalam
karyanya guna merespons situasi yang penuh bahaya tersebut.
Selain sebagai salah satu orang pertama yang memperlakukan organisasi
sebagai suatu sistem, Barnard juga menantang pandangan klasik yang
mengatakan bahwa wewenang harus didefinisikan sesuai dengan tanggapan
dari bawahan, memperkenalkan peran dari organisasi informal ke dalam teori
organisasi, mengusulkan agar peran utama manajer adalah memperlancar
komunikasi dan mendorong para bawahan berusaha lebih keras. Barnard
mencatat bahwa pada setiap kelompok dalam suatu organisasi yang kompleks
terdapat suatu posisi yang juga termasuk dalam kelompok lain, dalam bentuk
kehadiran beberapa orang wakil dari kelompok lain tersebut. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap kelompok yang lebih inklusif
(terbuka) ditentukan oleh kebutuhan koordinasi, berdasarkan tempat dari
kesalingtergantungan atau kemungkinan.
12

Selanjutnya, tujuan umum organisasi menurut Barnard adalah sebagai


sebuah tujuan moral. Untuk menanamkan tujuan moral tersebut terhadap
anggota organisasi, eksekutif harus memahaminya sebagai sebuah tugas yang
mulia dan bermakna. Pada konteks intelektual, karyanya menjelaskan
kegagalan akademis terhadap penjelasan teori organisasi. Ia juga berusaha
menunjukkan pandangan yang lebih masuk akal, yang ditujukan bagi manajer
masa datang agar lebih memahami organisasi sebagai sistem kerjasama
(cooperative) organis, yang menyesuaikan diri atau mengakomodir
kepentingan pemodal, manajer dan pekerja.

b) Philip Selznick (1919-)


Philip Selznick lahir di Newark, New Jersey, tahun 1919. Ia adalah
penemu teori institusional Selznick mengemukakan bahwa segala sesuatu
yang penting mengenai organisasi adalah perbincangan tentang perangkat-
perangkat organisasi terhadap bagian yang menghidupkan dirinya.
Selznick menyatakan bahwa individu-individu menciptakan komitmen
lainnya terhadap organisasi agar dapat tercapai pengambilan keputusan
rasional. Organisasi melakukan tawar-menawar dengan lingkungan dalam hal
mencapai tujuan penting atau kemungkinan-kemungkinan masa mendatang.
Akhirnya adaptasi struktur organisasi di dasari oleh tindakan individu dan
tekanan lingkungan.
Pernyataannya menolak pandangan kebutuhan sistem sebagai tempat
pemeliharaan integritas dan keberlangsungan sistem akan terjadi hanya dalam
diri sistem itu sendiri. Ia mendefinisikannya sebagai derived imperative,
antara lain adalah;
a) Keamanan organisasi dalam lingkungan.
b) Stabilitas hubungan informal dalam organisasi.
c) Kesamaan pandangan tentang makna dan aturan organisasi.

Selznick mengarahkan studi organisasi pada masa mendatang lebih


berfokus pada keputusan penting yang menyebabkan terjadi perubahan
13

struktur. Ia menemukan bahwa ternyata institusionalisasi adalah proses


dimana organisasi mengembangkan karakter struktur secara khusus.
Penilitian Selznick difokuskan pada dua hal; pertama, adalah terhadap
Lembaga Otorita Lembah Tennesse. Kesimpulannya menunjukkan bahwa
ternyata lembaga tersebut menciptakan proses kooptasi terhadap organisasi
lain dalam merespons hal ini.
Kedua, adalah terhadap pengorganisasian Leninist di Soviet. Temuan
Selznick menunjukkan bahwa para agen bekerja dengan disiplin karena
adanya proses pendelegasian wewenang yang mengindikasikan adanya proses
adopsi dari organisasi lainnya.
Dari hal ini dapatlah disimpulkan bahwa organisasi selalu melakukan
proses adopsi terhadap bentuk organisasi lainnya. Selznick menyatakan bahwa
konsekwensi dari dibangunnya sebuah organisasi adalah bagaimana organisasi
membentuk aturan dan mejalankannya dalam struktur secara fungsional.
Analisis Selznick terhadap struktur fungsional adalah bagaimana struktur
secara fungsional dapat menjawab kebutuhan dasar (basic need) dan
bagaimana keseluruhan sistem dapat bertahan, serta struktur secara signifikan
merupakan pernyataan anggotanya. Mereka bertindak sesuai pernyataan
struktur organisasi.
Pandangan Selznick terhadap proses kooptasi atau penyertaan dipahami
olehnya sebagai proses penyesuaian sebuah organisasi, baik secara formal
maupun informal. Secara formal, pembagian tanggung jawab organisasi
dimaksudkan untuk memperoleh legitimasi. Secara informal kooptasi
merupakan proses penyesuaian yang memungkinkan pusat kekuasaan menjadi
spesifik dan jelas berada dimana.

c) Elthon B. Mayo (1880-1949)


Elthon B. Mayo member kesimpulan bahwa masalah motivasi dan respons
emosi yang diakibatkan oleh situasi kerja lebih penting dari pengaturan logis
dan rasional dalam menentukan keluaran. Pemahaman yang terkenal dengan
efek Hawthorne ini mengemukakan bahwa perlakuan khusus, bahkan yang
14

buruk pun dapat membawa dampak positif terhadap para pekerja, karena
faktor manusia yang mempengaruhinya.
Selain itu, ia menegaskan bahwa hubungan sosial dalam kelompok kerja
adalah faktor terpenting yang mempengaruhi kepuasan para pekerja atas
pekerjaannya.9 Menurut Mayo perlakuan yang manusiawi dan menunjukkan
penghargaan memberi manfaat bagi perusahaan dalam jangka panjang.
Argumentasinya didasarkan atas pemahamannya tentang revolusi industri
yang telah menghancurkan masyarakat tradisional yang memungkinkan
manusia saling berhubungan dalam kehidupan rutin dan akrab. Tradisi lama
tersebut tak mungkin dibangkitkan kembali. Karena itu solusinya adalah
dengan membangun masyarakat yang adaptif, yang mudah menyesuaikan
dengan tuntutan lingkungan, serta dipimpin oleh orang-orang yang terlatih
dalam ketrampilan dan pemahaman sosial dan mampu mengatasi masalah
manusia maupun masalah tehnis.

d) Marry Parker Follet (1868-1933)


Marry Parker Follet lahir tahun 1868 di Massachusetts (sumber lain
menyebutkan Boston). Marry muda adalah pribadi yang mengasumsikan diri
sebagai orang yang bertanggung jawab ketika bapaknya meninggal dan ibunya
sakit-sakitan. Ia harus berhenti untuk sementara waktu dalam masa-masa
studinya karena kejadian yang menimpa keluarganya.
Bagi Follet, demokrasi dibangun atas keyakinan sosial, bukan oleh faham
individualisme. Dengan demikian, menurut Follet teori politik misalnya harus
berbasis pada hak-hak individual. Hal ini tidak bisa ditawar-tawar dan harus
mendapat tempat dalam teori politik modern. Sumbangan pemikiran Follet
lewat filosofi bisnisnya menyatakan bahwa tindakan yang didasarkan oleh
akal sehat (commonsense) yang cerdas dari eksekutif bisnis memberitahukan
kepada mereka bahwa mencapai keteraturan secara membabi-buta bukanlah
bisnis yang baik. Pengatur dan yang diatur dapat menjadi sebuah kesatuan
yang integratif melalui perilaku yang memiliki ujung pangkal (circular)

9
Ibid., h. 169
15

karena kemungkinan munculnya persoalan industrial disebabkan oleh tata


krama yang tidak benar.
Follet mengusulkan adanya depersonalisasi kembali keadaan manusia dan
menciptakan aturan untuk mempersatukan semua hal yang menyangkut studi
terhadap situasi tersebut, dalam rangka menemukan aturan dari situasi tersebut
dan menaatinya. Subyek dari aturan yang mengarahkan kita dalam pertanyaan
menyeluruh adalah otoritas dan kesepakatan bersama sehingga orang tidak
bekerja dibawah tekanan. Keteraturan sebagai bagian yang berkembang dari
sikap yang bertanggung jawab, mengenal semua keadaan, sikap yang sadar
mencatat bahwa situasi dibangun oleh kita. Rumusan filosofi bisnis tersebut
dapat dilihat pada kata Follet sendiri yang menyatakan bahwa pelayanan
bukan merupakan substitusi terhadap motif mencari profit tetapi merupakan
bagian yang terintegrasi dalam motif yang lebih luas yaitu profesionalisme.

e) Herbert A. Simon.
Herbert A. Simon adalah ilmuan politik dan sosial berkebangsaan
Amerika. Simon mencatat bahwa kebanyakan dari prinsip klasik tidak lebih
dari pada pepatah saja dan banyak diantaranya saling bertentangan. Ia
menyatakan bahwa teori organisasi perlu melebihi prinsip-prinsip yang
dangkal dan terlalu disederhanakan bagi suatu kajian mengenai kondisi yang
di bawahnya dapat diterapkan prinsip yang saling bersaing.
Pandangannya terhadap teori administrasi menyatakan bahwa setiap
prinsip selalu eksis dan dapat diterima, tetapi akan menimbulkan kontradiksi
antara satu prinsip dengan yang lain. Pandangan Simon sangat berpengaruh
terhadap pendekatan-pendekatan yang dikembangkan dalam teori
administrasi, dalam bentuk aturan-aturan yang fleksibel dan diakui sebagai
bagian yang saling berhubungan terhadap sistem. Dari pandangan ini
selanjutnya dilakukan pendekatan yang lebih komprehensif pada teori
administrasi baik gambaran situasi administrasi, diagnosis dan penentuan
kriteria utama yang menentukan pengembangan teori administrasi.
16

Simon menjelaskan proses dalam organisasi terjadi lewat tujuan yang


spesifik dan terjadi secara formal. Dia mengkritik pandangan Fayol yang datar
dan Taylor dengan asumsi economic man-nya. Ia mengajukan konsep asumsi
administrative man, yaitu orang yang mengejar kepentingan pribadi tetapi
mereka tidak mengetahui apa yang mereka perbuat, mereka menyadari hanya
memiliki sedikit alternatif dalam membuat keputusan, dan berharap akan
mendapatkan penyelesaian yang optimal.
Simon membedakan antara keputusan-keputusan yang dibuat seseorang
yang memasuki atau keluar dari organisasi dan keputusan yang mereka buat
sebagai partisipan organisasi, dengan cara menyederhanakan keputusan dan
dukungan partisipan dalam keputusan yang diambil oleh partisipan. Partisipan
dalam posisi yang tinggi memutuskan dengan komponen bernilai tinggi,
sementara orang berposisi rendah membuat keputusan dengan komponen yang
ada saja.

3) Teori Organisasi Modern


Bagi penganut teori organisasi modern, sistem manusia tentu saja
mengandung banyak variabel yang harus dipertimbangkan dalam
memecahkan persoalan pada organisasi yang kompleks.
Pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an para teoritikus melihat
organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Mereka berkonsentrasi pada
sasaran, tehnologi dan ketakpastian lingkungan sebagai variabel-variabel
kontingensi akan membantu pencapaian tujuan organisasi.
Sebaliknya, penerapan struktur yang salah akan mengancam kelangsungan
hidup organisasi. Akan tetapi pendekatan mutakhir untuk memahami
organisasi kemudian dikembangkan dalam paradigma teori organisasi modern
yang mengembangkan studi perilaku sebagai determinan penting dalam
memahami organisasi. Perspektif sosial atau studi perilaku digunakan kembali
dalam kerangka organisasi sebagai sistem terbuka.
Teori organisasi modern; terdiri atas berbagai pandangan, konsep, dan
teori yang berorientasi pada sistem dan dikembangkan atas dasar penilitian
17

empiris. Para ahli teori modern memandang organisasi sebagai sebuah sistem
yang adaptif, agar dapat bertahan, harus menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan. Adapun yang menjadi tokoh-tokoh dari teori organisasi modern
tersebut antara lain:

a) E.A. Trist dan K.W. Bamforth


Mereka berdua mengeksplor cara untuk meningkatkan produktifitas dan
moral organisasi lewat aksi penilitian. Secara keseluruhan mereka
mengasumsikan organisasi terdiri atas hubungan antara sistem non manusia
dan sistem manusia.
Trist dan Bamforth berusaha menjelaskan beberapa konsekwensi yang
terjadi pada metode pengorganisasian perusahaan batu bara tersebut. Pada
pandangan sosio-tehnikal kedua sistem tersebut butuh dukungan secara
optimal ketika keduanya disatukan. Tidak seperti pendekatan manajerial yang
bersifat top-down, mereka menekankan partisipasi bottom-up yang berperilaku
bijak, pengaturan internal dan otonomi bagi kelompok kerja. Mereka selalu
mengeksplorasi bagaimana organisasi mencoba bertahan dalam lingkungan
sosial dan ekonomi melalui pengembangan semi-otonomi yang fleksibel
merupakan jawaban terhadap keadaan yang terbaik buat para pekerja.
Mereka mencoba menciptakan bentuk organisasi yang melayani
komunitas manusia dan kepentingan efisiensi tehnis (worker and technology).
Hubungan kerja selalu dikuatkan oleh ikatan kekeluargaan. Sistem kontrak
dan otonomi kelompok pada sebuah sistem tertutup akan selalu berubah secara
spontan ketika organisasi diperhadapkan pada hubungan antara keluarga dan
pekerjaan yang menunjukkan adanya ikatan seseorang terhadap yang lain.

b) Joan Woodward
Woodward merupakan orang pertama yang memperhatikan determinan
tehnologi dan struktur. Woodward berfokus pada tehnologi produksi struktur
organisasi dan tingkatan tehnologi, secara meyakinkan menunjukkan bahwa
tidak ada cara terbaik untuk mengorganisasi suatu bisnis dan bahwa bentuk
organisasi berdasarkan prinsip klasik, yang menekankan kesatuan perintah,
18

hirarki dan kejelasan struktur dalam kenyataannya jarang dipraktekkan oleh


perusahaan yang sukses.
Penyelidikan Woodward memperlihatkan adanya hubungan antara
tehnologi, struktur dan keefektifan. Perusahaan yang kurang lebih mendekati
struktur yang khas bagi tehnologi adalah yang paling efektif. Perusahaan yang
menyimpang dari struktur ideal mereka adalah yang kurang berhasil. Oleh
karenanya, Woodward menyatakan bahwa keefektifan adalah fungsi dari suatu
kesesuaian tehnologi-struktur yang tepat. Organisasi yang mengembangkan
struktur yang sesuai dengan tehnologi adalah yang paling berhasil
dibandingkan dengan yang tidak mengembangkannya sesuai dengan
tehnologi.
Dengan demikian penilitian dari Woodward menjadi pertanda awal dari
berakhirnya pandangan bahwa ada prinsip universal tentang manajemen dan
organisasi. Karyanya mewakili transisi awal para pakar teori organisasi dari
perspektif prinsip kepada teori kontingensi tentang organisasi.

c) T. Burns dan G.M Stalker


Burns dan Stalker melakukan penyelidikan terhadap hubungan antara
organisasi dengan lingkungannya. Studi mereka yang orisinil, menyelidiki
tentang dua bentuk organisasi: bentuk mekanis dan organis.
Bentuk mekanis biasanya melakukan pengendalian dari atas ke bawah
dalam sebuah hirarki, komunikasi bersifat vertikal. Organisasi membutuhkan
loyalitas dan penyesuaian dari satu anggota terhadap lainnya, terhadap para
manajer dan terhadap organisasi itu sendiri dalam hubungan pembuatan
kebijakan dan metode-metode. Para anggota butuh legitimasi yang memadai
untuk beroperasi dalam batasan organisasional. Sementara bentuk organis
diperuntukkan bagi organisasi yang menghadapi situasi yang pada mulanya
stabil kemudian berubah menjadi tidak stabil, tak terkedali dan kondisi yang
berubah. Perusahaan yang menerapkan bentuk organis akan membentuk
kembali dirinya dalam menghadapi persoalan baru dan menciptakan sistem
kontingensi (jadi mereka adalah penggagas awal teori kontingensi).
19

Katimbang struktur yang kaku dan terspesialisasi menurut pekerjaan, sebuah


organisasi yang cair didesain sebagai adaptasi dengan fasilitas yang fleksibel
dan meredefinisikan kembali pekerjaan.
Burns dan Stalker mendemontrasikan bahwa prinsip manajemen klasik
berjalan dengan baik dalam perusahan yang memiliki tehnologi tinggi, mapan
dan pasar yang baik, tetapi tidak cocok bagi perusahaan yang menghadapi
keadaan perubahan setiap saat.10

d) Peter M. Blau dan Richard W. Scott (1918-…)


Peter M. Blau lahir di Vienna, Austria, tahun 1918. Sedangkan Richard W.
Scott melakukan studi terhadap evolusi dalam organisasi pelayanan kesehatan
di San Fransisco Bay Area sejak Perang Dunia II hingga kini.
Blau dan Scott dianggap memiliki kontribusi dalam teori organisasi
khususnya teori modern karena karya mereka dalam bentuk buku dengan judul
Formal Organizations, yang dipublikasikan tahun 1962. Analisis sosiologis
dilakukan oleh mereka berdua dalam rangka melihat berbagai persoalan utama
yang terjadi dalam hidup organisasi.
Dalam buku yang dikarangnya tersebut secara teoritis melakukan
generalisasi untuk menolong dan menjelaskan struktur dan dinamika
organisasi dengan melakukan studi komparatif lewat pembandingan terhadap
organisasi-organisasi yang mentranformasikan konsep-konsepnya, kemudian
menjalankannya.

e) James D. Thompson (1920-1973)


James D. Thompson dilahirkan di Indianapolis. Menurutnya organisasi
membentuk inti (core) tehnologinya karena pengaruh lingkungan. Semua
organisasi memiliki motivasi yang tinggi untuk memperoleh stabilitas
keamanan, orientasi yang jelas dan selalu tanggap secara efisien dan efektif
dalam lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian.
Thompson mengemukakan, bahwa organisasi mau tidak mau harus
melakukan beberapa hal mendasar sebagai sebuah keharusan, karena kalau

10
Burns dan Stalker, Op.cit., h. 121-122
20

tidak maka tujuan organisasi tidak akan tercapai karena organisasi diharapkan
menghasilkan sesuatu, maka tindakannya pun hendaknya masuk akal atau
rasional. Konsep rasionalitas yang dibebankan pada organisasi menentukan
ruang lingkup dalam hal mana tindakan organisatoris harus dilaksanakan.
Kontribusi Thompson lebih terletak pada upayanya untuk menunjukkan
bahwa tekhnologi menentukan pemilihan strategi untuk mengurangi
ketidakpastian dan bahwa pengaturan struktur yang spesifik dapat mengurangi
ketidakpastian. Ia berargumentasi bahwa permintaan terhadap pengambilan
keputusan dan komunikasi sebagai akibat dari tekhnologi meningkat dari
mediating (rendah) ke longlingked (medium) lalu ke intensive (tinggi).
Koordinasi dalam memediasikan tehnologi yang paling efektif adalah
melalui peraturan dan prosedur. Longlingked harus didampingi oleh
perencanaan dan penjadwalan. Intensive technology membutuhkan mutual
adjusment.
Thompson memperlihatkan bahwa saling ketergantungan yang diciptakan
oleh tehnologi penting disaat menentukan struktur sebuah organisasi.

c. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah
suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah,
dan mempertahankan perilaku. Menurut Kartini Kartono motivasi menjadi
dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.
Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang
satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai
pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi
sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau
berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu
lain/organisasi.11

11
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi
21

Motivasi adalah keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah


kebutuhan (need), keinginan (wish), dorongan (desire) atau impuls. Motivasi
merupakan keinginan yang terdapat pada seorang individu yang
merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan atau sesuatu yang
menjadi dasar atau alasan seseorang berperilaku.12
Motif diartikan sebagai daya penggerak yang mendorong seseorang
melakukan aktifitas-aktifitas tertentu untuk mancapai tujuan, motif yang sudah
aktif disebut motivasi.13 Sedangkan motivasi merupakan proses yang tidk
dapat diamati, tetapi bisa ditafsirkan melalui tingkah laku individuyang
bertingah laku, sehingga motivasi merupakan konstruksi jiwa. Kedudukan
motivasi sejajar dengan isi jiwa sebagai cipta (kognisi), karsa (konasi), dan
rasa (emosi) yang merupaka tridaya (tiga daya) dalam diri manusia. Apabila
cipta, karsa dan rasa melekat pada diri seseorang, dikombinasikan denga
motivasi, dapat menjadi catur daya atau empat dorongan kekuatan yang dapat
mengarahkan individu mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan.14

2. Teori-teori Motivasi
Teori isi memusatkan perhatiannya pada pertanyaan, “apa penyebab
perilaku terjadi dan berhenti.” Jawabnya terpusat pada 1) kebutuhan,
keinginan, dorongan yang memacu untuk melakukan kegiatan. 2) hubungan
karyawan dengan faktor-faktor eksternal dan internal yang menyebabkan
mereka melakukan kegiatan.
Newstron & Davis memberikan pula pola motivasi dengan asumsi bahwa
setiap orang cenderung mengembangkan pola motivasi tertentu sebagai hasil
dari lingkungan budaya tempat manusia hidup. Pola ini sebagai sikap yang
mempengaruhi cara-cara orang memandang pekerjaan dan menjalani
kehidupan mereka. Empat pola motivasi yang sangat penting adalah prestasi,
afiliasi, kompetensi dan kekuasaan. Keempat pola tersebut dijelakan dengan
gambar sebagai berikut:
12
Husaini Usman, Op.cit., h. 223
13
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar, (Jakarta: CV Rajawali, 1986, h.73
14
Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (Jakarta: Sagung Seto, 2007), h.93
22

Pola Motivasi Keterangan


Dorongan untuk mengatasi tatangan, untuk maju untuk berkembang,
Prestasi
untuk mendapatkan yang terbaik, menuju pada kesempurnaan
Dorongan untuk berhungan dengan orang lain secara efektif atas dasar
Afiliasi
sosial, doronga untuk mendapatkan sahabat sebanyak-banyaknya
Dorongan untk mencapai hasil kerja dengan kualitas tinggi, dorongan
untuk mancapai keunggulan kerja, ketrampilan memecahkan masalah,
Kompetensi
berusaha keras untuk berinovasi, tidak mau kalah dengan hasil kerja
orang lain
Kekuasaan Dorongan untuk mempengaruhi orang lain dan situasi

a) Teori Kebutuhan AH Maslow


Tokoh terkemuka yang telah banyak memberikan sumbangan terhadap
rumusan motivasi adalah Abraham H Maslow, yang menyusun hirarki
kebutuhan dan berhasil memformulasikan sebuah teori yang menjelaskan
tentang perilaku manusa ke dalam lima jenis kebutuhan, yaitu:
1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan yang paling rendah dari manusia. Sebelum manusia
menginginkan kebutuhan di atasnya, kebutuhan ini harus dipebuhi terlebih
dahulu agar dapat hidup secara normal.
2) Kebutuhan akan rasa aman (safety or security needs). Setelah
kebutuhan fisiologikal terpenuhi, maka muncul kebutuhan baru yang
diinginkan manusia yaitu kebutuhan akan keselamatan dan rasa aman.
3) Kebutuhan sosial (social needs). Setelah kebutuhan keselamatan
dan rasa aman terpenuhi maka timbul pula kebutuhan baru, yaitu
kebutuhan hidup berkelompok, bergaul, bercinta, menikah dan mempunyai
anak, bekerja sama, menjadi anggota organisai.
4) Kebutuhan akan penghargaan/prestise (esteem needs). Setelah
kebutuhan berkelompok terpenuhi, maka muncul kebutuhan baru lagi,
yaitu kebutuhan akan penghargaan dan penghormatan. Untuk memenuhi
kebutuhan ini biasanya manusia berdo’a dan berusaha agar ditinggikan
derajatnya.
5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs)15. Setelah
kebutuhan penghormatan terpenuhi, maka muncul kebutuhan baru lagi
yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri atau realisasi atau pemenuhan
kepuasan atau prestise. Contoh kebutuhan ini adalah memiliki sesuatu
bukan hanya karena fungsi tetapi juga karena gengsi, mengoptimalkan
potensi dirinya secara kreatif dan inovatif, ingin mencapai taraf hidup
yang serba sempurna atau derajat yang setinggi-tigginya, melakukan
pekerjaan yang kreatif, ingin bekerja yag manantang. 16

15
Abraham Maslow, Motivation and Personality, (New York: Harper & raw, 1970), h.55-56
16
Bedjo Sujanto, Op.cit, h. 227-231
23

Hirarki kebutuhan maslow didasari dua asumsi, yaitu pertama, kebutuhan


seseorang tergantung dari apa yang telah ia punyai. Dan kedua, kebutuhan
merupakan hirarki dilihat dari pentingnya.
Teori Maslow telah memberikan sumbangan berharga dalam
memperhatiga dalam memperhatikan kebutuhan-kan kebutuhan-kebutuhan
tingkat rendah para pekerja yang sebelumnya diabaikan oleh organisasi. Dilain
pihak teori ini juga mempunyai kelemahan atau kekurangan. Uday Parek
menjelaskan tidak ada dalam organisasi manapun kebutuhan yang lebih tinggi
muncul menunggu terpebuhinya kebutuhan yang lebih rendah. Teori ini
mengandung kelemahan antara lain:
1. Sukar membuktikan kalau kebutuhan manusia mengikuti satu hirarki
2. Terdapat kebutuhan yang berbeda-beda pada setiap individu, tertama pada
tingkat kebutuhan yang lebih tinggi
3. Timbulnya tingkat kebutuhan yang lebih tinggi bukan semata-mata
disebabkan terpenuhi kebutuhan yang lebih rendah, melainkan karena
meningkatnya karier dan posisi seseorang.
4. Kebutuhan-kebutuhan itu luwes sifatnya sehingga sulit menetapkan suatu
ukuran untuk memuaskan segala pihak. 17

Walupun teori ini memiliki kelemahan, tetapi teori ini sangat berguna
untuk menjelaskan mekanisme motivasi seseorang di dalam suatu organisasi.

b) Teori Murray

Murray berasumsi bahwa manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang


memotivasinya untuk berbuat. Kebutuhan tersebut antara lain: (a) Pencapaian
hasil kerja, (b) Afiliasi, (c) Agresi, (d) Otonomi, (e) Pamer, (f) Kata hati, (g)
Memelihara hubungan baik, (h) Memerintah (berkuasa), (i) Kekuatan dan, (j)
Pengertian.18

17
Uday parek, Perilaku Organisasi, Pedoman ke arah pemahaman proses komunikasi dan
moivasi kerja, (Jakarta: PT. Migas Surya dan Grafindo, 1984), h.111
18
Husaini Usman, Op Cit, h.
24

Kebutuhan yang dikemukakan oleh Murray tersebut bersifat kategorisasi


saja. Sebenarnya kebutuhan manusia ini sangat banyak, komplesks dan tidak
terbatas.

c) Toeri Alderfer

Menurut teori Alderfer manusia memiliki kebutuhan yang disingkat ERG


(Existence, Relatedness, Growth). Manusia menurut Aldefer pada hakikatnya
ingin dihargai dan diakui keberadaannya (eksistensi), ingin diundang dan
dilibatkan. Disamping itu, manusia sebagai makhluk sosial ingin berhubungan
atau bergaul dengan manusia lainnya (relasi). Manusia juga ingin selalu
meningkat taraf hidupnya menuju kesempurnaan (ingin selalu berkembang).

d) Teori Dua faktor dari Herzberg

Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herberg bersama-sama dengan


Bernard Mausner dan Barbara Snyderman. Mereka melakukan penelitian
dengan bertanya pada subyek tentang waktu ia merasa paling puas terhadap
pekerjaannya. Kemudian mencari sebab-sebab mereka merasa puas. Faktor
kesehatan (ekstrinsik) merupakan faktor lingkungan yang menyebabkan
ketidakpuasan. Penelitian menyimpulkan terdapat dua faktor yaitu faktor
pemuas dan faktor kesehatan seperti pada tabel berikut:

Faktor motivasi (intrinsik) Faktor Kesehatan (ekstrinsik)


1. Prestasi 1. Supervisi
2. Peghargaan 2. Kondis kerja
3. Pekerjaan itu sendiri 3. Hubungan interpersonal
4. Tanggungjawab 4. Bayaran dan keamanan
5. Pertumbuhan dan perkembangan 5. Kebijakan perusahaan

Teori dua faktor hezrberg ini mendapat kritikan, yaitu metodologinya


mengharuskan orang melihat pada dirinya sendiri pada masa lampau.
Dapatkah orang menyadari bahwa mereka dahulu merasa tidak puas? Faktro-
faktor yang berada di bawah sadar tidak diidentifikasikan dalam analisis
Herzberg. Selanjutnya Korman mengkritik bahwa dengan peristiwa yang baru
25

terjadi menyebabkan orang tidak mampu mengingat kembali kondisi kerja


yang paling baru dan dalam metodologinya terdapat unsur perasaan.
Disamping itu, teori ini kurang memperhatikan pengujian terhadap implikasi
motivasi dan penampilan dari teorinya.

e) Teori X dan Y dari McGregor

Teori X dan Y dari Mc Gregor dikembangkan atas dasar karakteristik


manusia merupakan anggota organisasi dalam hubunganya dengan
penampilan organisasi secara keseluruhan dan penampilan individu dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Teori ini berasumsi bahwa kedua konsep X dan
Y adalah berbeda, seperti ditunjukkan pada tabel berikut ;19

Manusia Tipe X Manusia Tipe Y


1. Malas belajar dan bekerja 1. Rajin belajar dan bekerja
2. Mau bekerja kalau diperintah, diancam 2. Bekerja atas dasar kesadaran sendiri,
dan dipaksa kurang senang diawasi dan kreatif
3. Senang menghindar dari tanggungjawab 3. Bertanggungjawab
4. Tidak berambisi dan cukup menjadi anak 4. Berambisi
buah saja 5. Mampu mengendalikan dirinya sendiri
5. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan organisasinya (mandiri)
mandiri

f) Teori ekspektasi dari Lewin dan Vroom

Teori ekspektasi (harapan) dikembangkan Lewin dan diterapkan oleh


Vroom. Teori ini mempunyai asumsi bahwa, Pertama, manusia biasanya
meletakkan nilai pada sesuatu yang diharapkan dari karyanya. Oleh sebab itu,
manusia mempunyai urutan kesenangan (preference) diantara sejumlah hasil
yang ia harapkan. Kedua, suatu usaha untuk menjelaskan motivasi yang
terdapat pada seseorag selain harus mempertimbangkan hasil yang dicapai, ia
juga mempertimbangkan keyakinan orang tersebut bahwa yang dikerjakan
memberikan sumbangan terhadap tercapainya tujuan yang diharapkan.

19
Ibid, h. 233
26

Berdasarkan asumsi di atas vroom mengembangkan suatu teori motivasi,


yaitu intensitas motif seseorang untuk melakkan sesuatu adalah fungsi nilai
atau kegunaan dari hasil yang mungkin dapat dicapai dengan pesepsi
kegunaan suatu tindakan dalam upaya mencapai hasil tersebut.

g) Teori Mc Clelland

Mc Clelland mengetengahkan teori motivasi yang berhubungan erat


dengan teori belajar. Ia berpendapat banyak kebutuhan yang diperoleh dari
kebudayaan. Tiga kebutuhan dari Mc Clelland adalah kebutuhan akan prestasi
(need of achievment) disingkat n Ach, kebutuhan akan afiliasi (need of
affiliation) disingkat n Aff dan kebutuhan akan kekuasaan (need of power)
disingkat n Pow.

Motivasi berpretasi adalah dorongan dari dalam diri untuk mengatasi


segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Motivasi
afiliasi adalah dorongan untuk berhubungan dengan orang lain atau dorongan
untuk mendapatkan sahabat sebanyak-banyaknya. Motivasi berkuasa adalah
dorongan untuk mempengaruhi orang lain agar tunduk kepada kehendaknya.

Teori ini berusaha menjelaskan achievment-oriented behaviour yang


didefinisikan sebagai perilaku yang diserahkan terhadap tercapainya standart
of exellent. Menurut teori ini seseorang yang mempunyai needs of achievment
tinggi selalu mempunyai pola pikir tertentu ketika ia merencanakan untuk
melaksanakan sesuatu, yaitu mempertimbangkan pekerjaan yang akan
dilakukan itu cukup menantang atau tidak. Seandainya pekerjaan itu
menantang maka ia memikirkan kekuatan, peluang dan ancaman yang
mungkin dihadapi dalam mencapai tujuan tersebut dan menentukan strategi
yang akan dilakukan.

Ciri orang yang mempunyai achievment tinggi adalah kesediannya untuk


memikul tanggungjawab sebagai konsekuensi usahanya untuk mencapai
tujuan, berani mengambil resiko yang sudah diperhitungkan, bersedia mencari
27

informasi guna mengukur kemajuannya, dan ingin kepuasan diri yang telah
dikerjakannya.

Perilaku yang berhubungan dengan tiga motif sosial dari Mc Clelland


manurut yang dikembangkan oleh Tim Achievment Motivation Training
(AMT) Massachuset memiliki indikator sebagai berikut: (1) Bertanggung
jawab atas segala perbuatannya, mengaitkan diri pada karier atau hidup masa
depannya, tidak menyalahkan orang lain dalam kegagalannya, (2) Berusaha
mencari umpan balik atas segala perbuatannya, selalu bersedia mendengarkan
pendapat orang lain sebagai masukan dalam memperbaiki dirinya. (3) Berani
mengambil resiko dengan pebuh perhitungan (menantang dan terwujud), (4)
Berusaha melakukan sesuatu secara kreatif dan inovatif (sesuatu yang baru,
sesuatu yang tiada duanya), banyak gagasan, dan mampu mewujudkan
gagasanya dengan baik. Ingin bebas berkarya, kurang menyenangi sistem
yang membatasi geraknya kearah yang lebih positif. Kekuatan dari tindakan
anda sendiri bukan dari orang lain. (5) Merasa dikejar-kejar waktu, pandai
mengatur waktunya, yang dapat dikerjakan sekarang jangan ditunda hari esok,
(6) Bekerja keras dan bangga atas hasil yang telah dicapai.

h) Teori Keadilan

Teori keadilan menyatakan bahwa faktor keadilan/kewajaran yang


mempengaruhi sistem pengupahan mencakup tiga dimensi, yaitu dimensi
internal, dimensi eksternal dan dimensi individual. Dimensi internal berarti
setiap jabatan atau posisi dan pekerjaan individu dihargai oleh organisasi atau
perusahaan dengan perbandingan yang rasional, dari yang terendah sampai
yang tertinggi. Dimensi eksternal berarti pengupahan dilakukan dengan
memperhatikan nilai pasar tenaga kerja di luar organisasi yang mampu
bersaing dengan dimensi individual bearti kewajaran dan keadilan yang
dirasakan setiap individu dengan individu lainnya.
28

i) Teori White

Menurut teori ini seperti yang dikutip Handoko menyatakan motif uang
bukanlah jaminan untuk meningkatkan kinerja manusia karena kebutuhan
manusia akan uang adakalanya mengalami titik kejenuhan sehingga uang
tidak lagi memotivasi manusia. Disamping itumanusia dapat menolak uang
karena tugas yang dibebankan kepadanya melampaui kemampuannya.

3. Macam-Macam Motivasi

Menurut E. Kusmana dan Fachrudin motivasi dibedakan atas dua


golongan yaitu : 1. Motivasi Asli, yaitu motivasi untuk berbuat sesuatu atau
dorongan untuk melakukan sesuatu yang muncul secara kodrati pada diri
manusia. 2. Motivasi Buatan, yaitu motivasi yang masuk pada diri seseorang
baik usaha yang disengaja maupun secara kebetulan.20 Sejalan dengan
pendapat Irianto, motivasi eksternal adalah setiap pengaruh dengan maksud
menimbulkan, menyalurkan atau memelihara perilaku manusia.21 Dipertegas
oleh Mulia Nasution, motivasi dari luar adalah pembangkit, penguat, dan
penggerak seseorang yang diarahkan untuk mencapai tujuan.22

Dari beberapa pendapat diatas maka, jelas motivasi merupakan faktor yang
berarti dalam mendorong seseorang untuk menggerakkan segala potensi yang
ada, menciptakan keinginan yang tinggi serta meningkatkan semangat
sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

20
E Kusumah dan Facrudin, Azas-Azas Dan Metode-Metode Motivasi, (Bandung: UPI, 2004),
h. 44
21
Irianto, Pengantar Manajemen, (Jakarta: IBII STIE,m1997), h. 247
22
Mulia Nasution, Manajemen Modern, (Bandung: Pionir Jaya, 2000), h.11
29

BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian di atas maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:


1. Organisasi merupakan proses kerjasama dua orang atau lebih untuk
mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Jadi dalam setiap orgaisasi
mengandung tiga unsur, yaitu kerjasama, dua orang atau lebih da tujuan yang
hendak dicapai. Setidaknya ada empat bagian untuk membangun desain
organisasi, yaitu pembagian kerja, departementalisasi, hirarki dan koordinasi.
Dalam pengembangan desain organisasi ada dua hal yang penting; pertama
perubahan strategi dan lingkungan berlangsung dengan berlalunya waktu,
desain organisasi merupakan proses yang berkelanjutan. Kedua, perubahan
dalam struktur termasuk mencoba dan kemungkinan berbuat salah dalam
rangka mensyusun desain organisasi.
Sedangkan Motivasi adalah kompleksitas dari kekuatan yang dimiliki
seseorang, keinginan dan kebutuhan yang harus dipenuhi, dan kesemuanya
dapat diarahkan untuk memberikan kekuatan untuk berbuat dalam rangka
mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Terdapat beberapa teori organisasi yaitu: Teori Organisasi Klasik, Neo-
Klasik dan Teori Organisasi Modern. Sedangkan teori motivasi meliputi:
Teori Kebutuhan Maslow, teori Murray, Teori Aldelfer, teori X dan Y, teori
ekspektasi, teori Mc Clelland, teori White, teori keadilan.
3. Macam-macam motivasi ada 2 yaitu: (1) Motivasi Asli, yaitu motivasi
untuk berbuat sesuatu atau dorongan untuk melakukan sesuatu yang muncul
secara kodrati pada diri manusia. (2) Motivasi Buatan, yaitu motivasi yang
masuk pada diri seseorang baik usaha yang disengaja maupun secara
kebetulan.
30

DAFTAR PUSTAKA

Abraham Maslow, Motivation and Personality, New York: Harper & raw, 1970.
Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Jakarta: Sagung Seto,
2007.
E Kusumah dan Facrudin, Azas-Azas Dan Metode-Metode Motivasi, Bandung:
UPI, 2004.
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi
Husaini Usman, Manajemen Teori, praktek dan riset pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2006.
Irianto, Pengantar Manajemen, Jakarta: IBII STIE, 1997.
Kreitner dan Kinicki, Perilaku Organisasi, Buku 1 & 2, Jakarta: Salemba Empat,
2005.
Mulia Nasution, Manajemen Modern, Bandung: Pionir Jaya, 2000.
Robbins dan Judge, Buku 1: Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat, 2003.
Cet. Ke-12.
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar, Jakarta: CV Rajawali, 1986.
Uday parek, Perilaku Organisasi, Pedoman ke arah pemahaman proses
komunikasi dan moivasi kerja, Jakarta: PT. Migas Surya dan Grafindo,
1984.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia
Wayne K Hoy dan Cecil G. Miskel, Educational Administration; Teory, Research
And Practice, NewYork: Random House, 1982.
WG. Scott, Human Relations in Management, in Organization and Management
Theory and Practice, Washington: The American University Press, 1962.

You might also like