You are on page 1of 13

Perilaku Menyimpang dan Sikap Anti Sosial

>Perilaku menyimpang adalah perilaku seseorang/sekelompok orang yang dianggap melanggar


standar perilaku atau norma yang berlaku dalam sebuah kelompok/ masyarakat.

>Sikap antisosial adalah perilaku menyimpang yang memiliki dampak buruk pada kehidupan
bersama.

>Perilaku menyimpang dapat dibedakan berdasarkan : jenisnya,efeknya, dan bentuknya.

>Menurut Emile Durkheim, Perilaku menyimpang tidak semata-mata tak normal dan bersifat
negatif, tapi memiliki konstribusi positif bagi kelangsungan masyarakat secara keseluruhan.

>Secara sederhana, perilaku menyimpang dipahami sebagai akibat berlangsungnya proses


sosialisasi yang tidak sempurna dan adanya subkebudayaan perilaku menyimpang.

>Teori yang memberikan penjelasan mengenai terjadinya perilaku menyimpang,antara lain teori
biologis, teori labeling, teori sosialisasi, teori disorganisasi sosial, teori ketegangan, teori anomi,
dan teori konflik.

>Pengendalian sosial sering disebut juga kontrol sosial (social control). Pengendalian sosial
bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan antara perubahan dan stabilitas masyarakat.

>Pengendalian sosial bisa dipahami berdasarkan: sifatnya (preventif dan represif), cara
pelaksanaannya (persuasif dan koersif), dan jumlah pelaku serta sasaran yang dituju (perorangan
dan kelompok).

>Lembaga pengendalian sosial yang berfungsi untuk mencegah dan mengatasi perilaku
menyimpang adalah gosip, teguran, hukuman, pendidikan, dan agama.

>Lembaga Sosial yang berperan penting dalam pelaksanaan pengendalian sosial, yaitu
kepolisian, peradilan, adat, dan tokoh masyarakat.

>Bila lembaga pengendalian sosial tidak berfungsi, perubahan sosial akan mengarah pada
perpecahan atau bahkan kehancuran masyarakat.

Manusia ditakdirkan menjadi mahkluk bersosial, artinya manusia mempunyai kebutuhan untuk
berhubungan dengan manusia yang lain. Lihat saja mulai lahir sampai mati, manusia tidak bisa hidup
sendiri. Manusia mandiri bukan berarti manusia yang terlepas sama sekali dengan manusia yang lainnya.

Manusia yang lari dari kebutuhan bersosialisasi, mengurung diri dan tidak mau bergaul menimbulkan
efek negatif pada dirinya sendiri bahkan bisa membahayakan orang lain.

Dalam perjalanan hidupnya, seorang manusia tidak akan terlepas dari masalah. Agama sendiri
mengajarkan bahwa manusia akan selalu mendapatkan ujian. Bukan karena Allah benci, justru ujian itu
untuk menguatkan kemanusiaannya. Disini manusia berbeda-beda, ada yang menganggap masalah dan
ujian sebagai beban dan meresahkannya, tetapi ada yang menganggapnya sebagai tantangan yang
memacunya untuk tetap bersemangat menghadapinya.

Ada ungkapan yang sangat indah, "berbagilah ketika menghadapi masalah, niscaya masalah itu akan
berkurang dan berbagilah pula ketika mendapat kesenangan, niscaya kesenangan itu akan bertambah".
Berbagi menjadi kunci bagi manusia untuk menjalani hidup di dunia ini.

Tentu kita semua prihatin dan sedih membaca dan melihat berita pembantaian di Virginia Tech
beberapa waktu yang lalu. Kitapun bertanya-tanya, mengapa pelaku dengan santainya melakukan
pembantaian itu, bahkan sempat mengirimkan foto dan videonya ke media setempat ?

Pelaku terkenal sebagai orang yang tertutup, suka menyendiri dan susah bergaul. Enggan untuk
bercakap-cakap dengan temannya. Jika ditanya ia hanya menjawab singkat-singkat saja.

Dilihat dari latar belakan keluarganya, memang banyak masalah yang dihadapinya. Keluarganya
termasuk sangat miskin di tempat asalnya. Karena itulah mereka merantau ke Amerika untuk
memperbaiki taraf hidupnya. Di Amerika, mereka tinggal di pinggiran kota Washington DC dan
mempunyai usaha pencucian pakaian.

Kondisi keluarga yang jauh berbeda dengan lingkungannya menyebabkan ia merasa tersisih dari
komunitasnya. Ia benci pada orang kaya dan pesta pora. Ia menyebut mereka sebagai penipu.

Saya sendiri tidak tahu pasti apakah peristiwa itu tidak terjadi jika pelaku adalah orang yang pandai
bergaul, punya banyak teman dan bisa berbaur dengan lingkungannya. Tetapi penelitian seorang ahli
psikologi membuktikan bahwa amarah dapat diredam jika ada seseorang yang mendampinginya.

Beberapa sukarelawan dikumpulkan dalam sebuah ruangan, seorang asisten ditugaskan untuk
memarah-marahi mereka dan menunjukkan sikap yang tidak menyenangkan. Para sukarelawan diminta
untuk memberi penilaian. Hasilnya sebagian besar sukarelawan memberi penilaian yang buruk.

Kemudian asisten yang lain masuk dan memberi penjelasan bahwa temannya tadi sedang mendapat
banyak masalah, saat ini ia sedang mengerjakan tugas akhir yang selalu ditolak oleh dosennya. Ternyata
penjelasan ini membuat sukarelawan mengerti dan merubah penilaiannya.

Sebagai mahkluk sosial manusia membutuhkan teman atau pendamping untuk berbagi dan saling
membantu memahami lika-liku kehidupan yang dijalaninya. Manusia tidak bisa hidup dengan sikap anti
sosial. Karena itu "Carilah teman yang sebanyak-banyaknya karena seribu teman masih kurang dan
jangan cari musuh karena satu musuh pun sudah kebanyakan".

Perilaku anti sosial: Tayangan Misteri, Seks dan Kekerasan

Pembuka Wacana

Sekarang ini sedang terjadi revolusi yang luar biasa menarik, mencengangkan dan sekaligus
menantang bagi manusia. Revolusi ini menarik karena revolusi ini membawa perubahan terhadap pola
dan struktur proses komunikasi manusia. Revolusi ini juga mencengangkan karena dari revolusi tumbuh
dan berkembang teknologi informasi manusia yang pada akhirnya mampu untuk melampaui batasan
ruang dan waktu. Revolusi ini juga menantang karena revolusi ini juga membawa pengaruh “tidak sehat”
terhadap manusia yang gagap dan rakus “gelojoh” terhadap pola-pola kemudahan teknis yang ditawarkan
oleh revolusi ini.

Ada revolusi yang sedang berlangsung dan dialami oleh umat manusia. Revolusi tersebut disebut dengan
revolusi komunikasi. Revolusi komunikasi semakin berkembang dalam suatu asumsi bahwa komunikasi
menjadi unsur yang vital dalam kehidupan manusia (Rogers, 1986; Naisbitt, 2001; Straubhaar, 2002).
Ketika informasi menjadi salah satu unsur konstitutif dalam suatu masyarakat, maka masyarakat mulai
“mau tidak mau” membuka diri pada media massa dan komunikasi global. Perputaran produksi, konsumsi
dan distribusi informasi semakin cepat dialami dan dimiliki oleh sistem masyarakat baru yang global
dengan didukung oleh kekuatan dan ekspansi ekonomi, jaringan sistem informasi global serta terakhir
disokong oleh teknologi.

Hanya masalah sering terjadi perkembangan teknologi komunikasi massa justru jatuh pada permasalahan
konten atau isi media yang kadang tidak mendidik. Konten atau isi media yang kurang edukatif tersebut
muncul dalam bentuk isi kekerasan, seks dan misteri. Tayangan kekerasan, seks dan misteri pada suatu
waktu menjadi primadona industri media massa di Indonesia.

Media yang seharusnya menjadi sarana informasi bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan
baik di luar mau pun didalam, justru sebaliknya. Media terkadang mengabaikan peraturan yang berlaku
dalam menyiarkan program-programnya, terutama anjuran yang dikeluarkan oleh KPI. Hal ini disebabkan
karena media hanya mencari keuntungan semata, sehingga media tidak memperdulikan lagi apakah
program-program tersebut (terutama yang berisi kandungan kekerasan, seks dan misteri akan berdampak
buruk atau baik bagi para konsumennya.

Perilaku anti sosial, terutama yang tercermin dalam tayangan yang bersifat kekerasan, seksual dan
misteri sudah menjadi hal yang sangat mendasar di masyarakat. Hal ini harus diperbaiki secepatnya baik
dari pemerintah, media massa itu sendiri, dan lembaga-lembaga independen lainnya. Tetapi dalam hal ini
media, pemilik media dan para awak media harus memiliki peranan yang sangat besar atas timbulnya
perilaku anti sosial di masyarakat. Berkaitan dengan keberadaan khalayak maka seharusnya sebagai
konsumen harus bisa memilih tayangan yang bermanfaat bagi mereka dan yang tidak merusak norma-
norma yang berlaku. Para konsumen media (dalam hal ini penonton media) harus lebih aktif dalam
mengkritisi isi atau konten media, yang menayangkan program-program yang berdampak buruk, seperti :
membuat para konsumen menjadi konsumtif, program kekerasan atau kriminalitas, menghalalkan seks
bebas dan sebagainya. Kritik media akan mempengaruhi dan mendorong pemerintah untuk mempertegas
lagi peraturan atau undang-undang yang berlaku dalam penyiaran (media).

Latar Belakang

Dewasa ini pengaruh media (cetak dan non-cetak) sangat menentukan perilaku para pembaca
serta penontonnya. Hal ini, menjadi persoalan yang sangat mendasar sekali untuk perkembangan generasi
selanjutnya, karena media merupakan sarana yang sangat mudah sekali untuk mempengaruhi tingkah laku
dan sikap kita pada umumnya.

Banyaknya pengaruh serta perilaku luar yang disiarkan maupun di publikasikan oleh media tanpa
saringan atau filter, dan hal ini membuat terkikisnya nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di dalam
wilayah tertentu.

Pembahasan

1. Pengaruh media terhadap sikap antisosial.

Pada bulan September 1974, NBC menyiarkan “Born Innocent” yang melukiskan kehidupan
seorang gadis asrama panti asuhan. Drama tersebut meliputi kisah tentang seorang gadis muda yang
diperkosa oleh 4 orang wanita penghuni asrama tersebut dengan menggunakan alat penyedot saluran air.
selanjutnya, beberapa hari kemudian seorang gadis berusia 9 tahun di California di serang oleh 4 anak
muda dan diperkosa. Pemerkosa mengakui terangsang setelah melihat drama “born innocent”.

Pada tahun 2005, majalah Playboy edisi Indonesia mulai terbit. Penerbitan majalah hiburan laki-
laki ini mengakibatkan protes di kalangan tertentu masyarakat Indonesia. Banyak edisi majalah hiburan
pria Indonesia seperti FHM, Popular, Lipstik terbit di Indonesia. Pernah marak juga di televisi (hampir
semua televisi Indonesia menyiarkan program acara berbau “hantu”)

Kasus-kasus tersebut diatas sering digunakan untuk menuduh media menggunakan kekuatanya
untuk mempengaruhi tingkah laku anti-sosial para pembaca dan penonton. Hal ini dapat memicu
penonton untuk mengkritik dan menimbulkan kemarahan terhadap media. Banyak media kita yang
berisi/menyiarkan mengenai norma social, tanpa cerita mengenai kejahatan, kekerasan, minuman keras,
dsb.

2. Media dan tanggung jawab moral

Karena media sangat tinggi jangkauannya dan sangat berpengaruh, untuk itu memakan waktu
antara masyarakat dan posisi moral. Secara luas ada 3 kategori mengenai media dan tingkah laku anti
social antara lain :

1. Sikap anti sosial para praktisi yang berhubungan dalam kewajiban para

professional.
2. Tugas media hanya sebagai pelengkap terhadap tingkah laku anti sosial

3. Konflik yang terjadi antara tanggung jawab professional dan tingkah laku anti sosial dalam kehidupan
pribadi para praktisi media.

3. Sikap anti-sosial dan kewajiban media

Praktisi media adalah sebagai penjaga dan jembatan antara media dan publik, untuk alasan
tersebut mereka menghindari perintah untuk menyiarkan perilaku anti sosial di media. Bagaimana pun
juga keadaan ini merupakan suatu kelemahan bagi para praktisi media terhadap moral dan hukum.
Meskipun masih ada sedikit keraguan yang diharapkan , terkadang para audience mengirimkan pesan
yang salah mengenai sikap anti sosial tersebut. Pertama-tama , kekerasan hukum menjadi bagian dalam
tugas seorang reporter. Apabila seorang wartawan mencerminkan publik, seharusnya mereka lebih
memperhatikan keinginan publiknya. Selain itu, apabila para pelaku kekerasan beranggapan bahwa hal itu
adalah biasa, hal itu akan merusak tatanan hukum yang ada.

4. Media sebagai pelengkap terhadap sikap anti sosial

Karena pengaruh media dapat menembus publik umum, karena itu media sering kali disalahkan
sebagai kaki tangan untuk mempengaruhi public atas perilaku anti sosial. Menghadapi kritik tersebut
media berusaha untuk lebih memperhatikan hal-hal yang dapat merusak perilaku seseorang yaitu dengan
membuat beberapa acuan dan aturan yang membuat media menjadi lebih berkembang dan lebih baik.

Issue yang layak yang tergabung dalam tugas media yang juga mempengaruhi perilaku anti
sosial, termasuk dalam 3 fungsi mass media yaitu :

1. berita / news

2. hiburan / entertainment

3. iklan

Berita kriminal, kekerasan dan tragedi kemanusian merupakan bagian yang sangat penting untuk
seorang peliput berita atau wartawan. Beberapa publik tertarik untuk mempelajari mengenai perilaku anti
sosial dari melihat berita di TV maupun membaca dari Koran atau majalah. Contoh : ada beberapa bukti
yang di beritakan antara lain; meningkatnya kasus bunuh diri.
Seorang wartawan dalam menuliskan berita harus berdasarkan pendapat umum, sehingga mendapatkan
keseimbangan antara berita yang dibutuhkan oleh public terhadap tanggung jawab sosial. Kelayakan issue
dalam jurnalistik untuk menangani tingkah laku anti sosial, terdapat dalam 3 kategories yaitu :

1. masalah kecerobohan atau kelalaian berita, dahulu dalam menyiarkan berita kriminal maupun
demonstrasi, media TV kurang berpotensi untuk menyiarkannya, tetapi sekarang media sudah lebih
berkembang dan dapat menyiarkan berita tersebut dengan baik.

2. wartawan media sering dijadikan sebagai pelengkap terhadap perilaku anti sosial untuk pekerjaan
tertentu dimana pekerjaan wartawan merupakan suatu kewajiban dalam menyampaikan berita yang
berkualitas kepada publik. Karena komitmen utama seorang wartawan adalah kejujuran dan objective
dalam menyampaikan berita, dan terkadang wartawan percaya bahwa kebebasan dan memiliki sikap yang
tidak terpengaruh merupakan tindakan yang sangat bijaksana.

3. Melibatkan wartawan media sebagai pelengkap untuk perilaku anti sosial adalah sesuatu hal yang
sangat terlalu terhadap wibawa hukum. Beberapa gabungan terjadi ketika para wartawan sepakat atas
kebebasan dan sikap tidak terpengaruh menjadi satu kesatuan dalam hukum yang berlaku.

Hiburan atau entertainment apakah tayangan kekerasan di Televisi dan film yang dapat
menambah perilaku yang agresif terhadap anak-anak ?. Apakah program kriminal merupakan suatu
kontribusi untuk pertumbuhan kriminal rate di masyarakat ? Apakah budaya obat-obatan / narkotika
diminati dalam drama prime time ? Dapatkan film di TV tentang kasus bunuh diri dapat mempengaruhi
pertumbuhan remaja yang memilih kehidupannya sendiri?

Hal tersebut di atas hanya sebagian dari pertanyaan yang layak didalam dunia hiburan. Melalui
kepercayaan mereka pada semua bentuk konflik yang diperankan melalui karakter yang kejam / dingin,
dialog yang bagus, special effect, dan situasi yang dramatis, media hiburan menyampaikan pelajaran yang
penting dengan mempertimbangkan hal-hal yang bermanfaat dan perilaku anti sosial.

Media khususnya televisi pernah di kritik oleh publik karena perhatian media yang terus menerus
terhadap kekerasan. Selain itu ada diantaranya film-film yang menceritakan tentang kekerasan seperti
contoh ; Shakespeare’s, Julius Caesar, Hamlet, and Macbeth. Untuk itu, program acara untuk anak-anak
seharusnya dibedakan dengan program yang ditayangkan untuk orang dewasa.

5. Konflik antara perilaku personal dan professional


Didalam membedakan antara perilaku moral pribadi para praktisi media dan yang bukan media,
seperti memisahkan publik dengan kehidupan pribadinya. Televisi merupakan alat utama yang digunakan
untuk menyiarkan berita apabila ada terjadi konflik atau kekerasan di dalam masyarakat umum. Maka
stasiun televisi hendaknya lebih sadar akan hal tersebut, karena jangan sampai hal tersebut digunakan
hanya untuk suatu kepentingan yang dapat merugikan kredibilitas media massa khususnya televisi.

KESIMPULAN

Saat ini para konsumen (masyarakat) sangat mudah untuk mendapatkan informasi dari media
(cetak – non cetak), karena media mengemas setiap informasi (berita, hiburan, iklan, dsb) dengan
menampilkan hal-hal yang dapat membuat para konsumennya untuk mengikuti perilaku atau pun gaya
yang mereka tampilkan, baik itu hal positif maupun negatif. Sehingga acara tersebut lebih mengarah
terhadap para konsumen untuk lebih konsumtif , dan mengikuti perilaku mereka yang lebih menjurus
kearah perilaku anti sosial , seperti kekerasan, perkosaan, pornografi, sikap yang mengejek terhadap
orang lain, dll.

Pergeseran nilai-nilai agama serta moral sudah menjadi momok bagi masyarakat kita, dan media
merupakan salah satu penyebab utama dalam hal ini. Para pengusaha di media seperti menutup mata atas
perilaku anti sosial yang terjadi di masyarakat kita, karena mereka ( para pengusaha ) hanya
mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya (uang). Seharusnya pemerintah harus lebih
memperhatikan atas gejala-gejala perilaku anti sosial yang timbul dimasyarakat, dengan membuat
undang-undang yang lebih tegas dan tidak hanya menguntungkan para pengusaha media saja. karena
generasi muda adalah masa depan bangsa untuk itu pemerintah harus mengambil langka-langkah yang
lebih konkrit untuk menghadapi hal ini. Selain itu, pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga-
lembaga independent untuk mengawasi dan mengontrol media, agar tidak keluar dari jalur dalam
menayangkan setiap program-program mereka.

Apabila semua pihak memiliki kesadaran untuk lebih memperhatikan masa depan bangsa ini,
sehingga akan tercipta keseimbangan dalam masyarakat kita (media , pemerintah dan masyarakat),
Perilaku anti sosial di masyarakat dapat kita tekan

Apa itu sikap anti sosial ?


Sikap anti-sosial menjadi merupakan kenyataan dalam hidup bermasyarakat yang centang-perenang di
kota-kota besar yang juga telah menjalar ke daerah pinggiran. Anti-sosial adalah sikap yang sama sekali
tidak fleksibel, dan setiap sikap anti-sosial menunjukkan ketidakmampuan untuk beradaptasi. Banyak
contoh sikap yang mirip anti-sosial berkembang dengan maraknya. Di jalan raya, kemacetan terjadi di
mana-mana. Penyebabnya tidak secara keseluruhan diakibatkan oleh jumlah kendaraan yang tak
seimbang dengan panjang jalan, namun kemacetan yang terjadi lebih dikarenakan motivasi agresi
manusianya yang tidak dapat dikendalikan.

Apa saja bentuk-bentuk sikap anti sosial ?


- menutup diri dari pergaulan
- memilih untuk menghindari percakapan dengan orang lain, biasanya dengan cara: melakukan
aktivitas2 sendiri, dengerin musik pake headphone kemana2 biar gak disapa orang.
- cepet2 pulang dari sekolah, kampus atau tempat kerja, gak mau ngumpul dulu..
- minder

yah mungkin seperti itu yah.


mereka biasanya punya dunianya sendiri, dan jarang bercerita ( curhat) jadi orang sulit untuk masuk.

Ada beberapa isu dasar yang muncul yang menyebabkan terjadinya


perilaku anti sosial atas pengaruh media (cetak & non-cetak) terhadap
para konsumen (pemirsa/pembaca). Media yang seharusnya menjadi
sarana informasi bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan baik
diluar mau pun didalam, justru sebaliknya. Media terkadang
mengabaikan peraturan yang berlaku dalam menyiarkan program-
programnya, hal ini disebabkan karena media hanya mencari keuntungan
(uang) semata, sehingga media tidak memperdulikan lagi apakah
program-program tersebut akan berdampak buruk atau baik bagi para
konsumennya.

Beberapa isu-isu dasar yang menjadi pembahasan dalam bab ini yaitu :
Pengaruh media terhadap perilaku anti sosial, Media dan tanggung
jawab moral, Perilaku anti sosial dan kewajiban media, Media sebagai
accessories terhadap perilaku anti sosial dan konflik antaraperilaku
personal dan professional.

ISU MORAL
Perilaku anti sosial sudah menjadi hal yang sangat mendasar di
masyarakat dan hal ini harus diperbaiki secepatnya baik dari
pemerintah , media , dan lembaga-lembaga independent lainnya. Tetapi
dalam hal ini media lah yang memiliki peranan yang sangat besar atas
timbulnya
perilaku anti sosial di masyarakat karena para pengusaha yang
bergerak di bidang media tidak sadar atas informasi dan program-
program yang ditayangkannya berdampak negative bagi para konsumen.

Seharusnya sebagai konsumen harus bisa memilih tayangan yang


bermanfaat bagi mereka dan yang tidak merusak norma-norma yang
berlaku. Para konsumen media harusnya lebih aktif lagi dalam
mengkritik media, yang menayangkan program-program yang
berdampak buruk, seperti : membuat para konsumen menjadi konsumtif,
program kekerasan atau kriminalitas, dsb. Sehingga dengan mengkritik
media diharapkan pemerintah dapat lebih mempertegas lagi peraturan
atau undang-undang yang berlaku dalam penyairan (media), sehingga
apabila ada media yang melekukan pelanggaran dapat di kenai sangsi
atau hukuman.

Latar Belakang

Dewasa ini pengaruh media (cetak dan non-cetak) sangat


menentukanpe rilaku para pembaca serta penontonnya. Hal ini, menjadi
persoalan yang sangat mendasar sekali untuk perkembangan generasi
selanjutnya, karena media merupakan sarana yang sangat mudah sekali
untuk mempengaruhi tingkah laku dan sikap kita pada umumnya.

Banyaknya pengaruh sertaperilaku luar (barat / western) yang


disiarkan maupun di publikasikan oleh media tanpa saringan atau filter,
dan hal ini membuat terkikisnya nilai-nilai atau norma-norma yang
berlaku di dalam wilayah tertentu.

Pembahasan
1. Pengaruh media terhadap sikap antisosial.
Pada bulan September 1974, NBC menyiarkan “Born Innocent”
yang melukiskan kehidupan seorang gadis asrama panti asuhan. Drama
tersebut meliputi kisah tentang seorang gadis muda yang diperkosa oleh
4 orang wanita penghuni asrama tersebut dengan menggunakan alat
penyedot saluran air. selanjutnya, beberapa hari kemudian seorang gadis
berusia 9 tahun di California di serang oleh 4anak muda dan diperkosa.
Pemerkosa mengakui terangsang setelah melihat drama “born innocent”.

Pada bulan agustus 1981, majalah hustler menerbitkan article


tentang “autoerotic asphyxia” yaitu keanehan dan tehnik yang berbahaya
untuk kenikmatan sex, lalu ada seorang pemuda berumur 14 tahun
membaca article tersebut tetapi dia hanya mengabaikan dan tidak peduli
terhadap article tersebut.

Kasus-kasus tersebut diatas sering digunakan untuk menuduh


media menggunakan kekuatanya untuk mempengaruhi tingkah lakuant i-
social para pembaca dan penonton. Hal ini dapat memicu penonton
untuk mengkritik dan menimbulkan kemarahan terhadap media. Banyak
media kita yang berisi/ menyiarkan mengenai norma social, tanpa cerita
mengenai kejahatan, kekerasan, minuman keras, dsb.

2. Media dan tanggung jawab moral

Karena media sangat tinggi jangkauannya dan sangat


berpengaruh, untuk itu memakan waktu antara masyarakat dan posisi
moral. Secara luas ada 3 kategori mengenai media dan tingkah lakuant i
social antara lain :

1. Sikap anti sosial para praktisi yang berhubungan dalam kewajiban


para professional.
2. Tugas media hanya sebagai pelengkap terhadap tingkah lakuanti
sosial
3. Konflik yang terjadi antara tanggung jawab professional dan tingkah
laku anti sosial dalam kehidupan pribadi para praktisi media.
3. Sikapant i-sosial dan kewajiban media

Praktisi media adalah sebagai penjaga dan jembatan antara media


dan publik, untuk alasan tersebut mereka menghindari perintah untuk
menyiarkan perilaku anti sosial di media. Bagaimana pun juga keadaan
ini merupakan suatu kelemahan bagi para praktisi media terhadap moral
dan hukum. Meskipun masih ada sedikit keraguan yang diharapkan ,
terkadang para audience mengirimkan pesan yang salah mengenai sikap

anti sosial tersebut. Pertama-tama , kekerasan hukum menjadi bagian


dalam tugas seorang reporter. Apabila seorang wartawan mencerminkan
publik, seharusnya mereka lebih memperhatikan keinginan publiknya
Selain itu, apabila para pelaku kekerasan beranggapan bahwa hal itu
adalah biasa, hal itu akan merusak tatanan hukum yang ada.
4. Media sebagai pelengkap terhadap sikap anti sosial

Karena pengaruh media dapat menembus publik umum, karena itu


media sering kali disalahkan sebagai kaki tangan untuk mempengaruhi
public atas perilaku anti sosial. Menghadapi kritik tersebut media
berusaha untuk lebih memperhatikan hal-hal yang dapat merusak

perilaku seseorang yaitu dengan membuat beberapa acuan dan aturan


yang membuat media menjadi lebih berkembang dan lebih baik.
Issue yang layak yang tergabung dalam tugas media yang juga
mempengaruhi perilaku anti sosial, termasuk dalam 3 fungsi mass

media yaitu :
1. berita / news
2. hiburan / entertainment
3. iklan / advertising

Berita kriminal, kekerasan dan tragedy kemanusian merupakan


bagian yang sangat penting untuk seorang peliput berita atau wartawan.
Beberapa public tertarik untuk mempelajari mengenai perilaku anti
sosial dari melihat berita di TV maupun membaca dari Koran atau
majalah. Contoh : ada beberapa bukti yang di beritakan antara lain;
meningkatnya kasus bunuh diri.

Seorang wartawan dalam menuliskan berita harus berdasarkan pendapat


umum, sehingga mendapatkan keseimbangan antara berita yang
dibutuhkan oleh public terhadap tanggung jawabso sial. Kelayakan issue
dalam jurnalistik untuk menangani tingkah laku anti sosial, terdapat
dalam 3 kategories yaitu :

1. masalah kecerobohan atau kelalaian berita, dahulu dalam menyiarkan


berita kriminal maupun demonstrasi, media TV kurang berpotensi untuk
menyiarkannya, tetapi sekarang media sudah lebih berkembang dan
dapat menyiarkan berita tersebut dengan baik.

2. wartawan media sering dijadikan sebagai pelengkap terhadappe rilaku


anti sosial untuk pekerjaan tertentu dimana pekerjaan wartawan

merupakan suatu kewajiban dalam menyampaikan berita yang


berkualitas kepada publik. Karena komitmen utama seorang wartawan
adalah kejujuran dan objective dalam menyampaikan berita, dan
terkadang wartawan percaya bahwa kebebasan dan memiliki sikap yang
tidak terpengaruh merupakan tindakan yang sangat bijaksana

You might also like