You are on page 1of 19

IMPLIKASI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DAN

DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA

Oleh : Aan Zulyanto, SE.,M.Si


(Dosen Fakultas Ekonomi UNIHAZ Bengkulu)

ABSTRACT

The failure of centralization strategy done by Orde Baru regime has born demand from
local government to have more authority and role for local development. Finally, The
demand result the law of Local Autonomy in Indonesia, which are UU No. 22 and 25
/1999 and renewed to UU No. 32 and 33 /2004. Base on the law, local government has
broader authority to arrange and manages his own business as according to local potency
and resource. Implication of local autonomy and fiscal decentralization in Indonesia at
least showed in four aspects following; Firstly, Budgeting transfers from government to
local has increased significantly. Second, amount of local government has increased,
because of new local government appearance. Third, Local economics performance tends
to increase, and happened degradation of poorness number nationally, even level of
inequality increasingly wide, because rich area can reduce level of quicker poorness
compared to poor areas. Fourth, decentralization has improved public service performance
however performance of new local government still below mains area.

Key Words; Implication, Local Autonomy, Fiscal Decentralization, Indonesia.

1. LATAR BELAKANG 25 tahun 1999 tentang perimbangan


Otonomi daerah dan desentralisasi keuangan pemerintah pusat dan daerah
di Indonesia mulai hangat dibicarakan sekaligus menjadi awal era baru
sejak bergulirnya era reformasi pasca desentralisasi fiskal di Indonesia.
runtuhnya tembok kekuasaan Dalam perjalanannya Kedua UU
pemerintahan orde baru. Sistem ini mengalami penyempurnaan, yaitu
pemerintahan sentralistis yang selama ini dengan dikeluarkan UU no. 32 tahun
dianut pemerintahan presiden Soeharto 2004 mengganti UU no. 22 tahun 1999
dianggap tidak mampu membawa tentang pemerintahan daerah serta UU
kesejahteraan dan kemakmuran bagi no. 33 tahun 2004 mengganti UU No. 25
masyarakat luas sehingga memunculkan tahun 1999 tentang PKPD. Perubahan
tuntutan kewenangan yang lebih besar terutama berkaitan dengan sistem
dari daerah untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah langsung.
pembangunan. Tuntutan ini kemudian Dengan lahirnya kedua UU ini, maka
melahirkan undang-undang otonomi sistem hubungan lembaga-lembaga
daerah, yaitu UU no. 22 tahun 1999 pemerintahan di Indonesia mengalami
tentang pemerintah daerah dan UU No. perubahan, baik secara vertikal, yakni
hubungan antara pemerintah Pusat, 2. BERBAGAI ARGUMENTASI
pemerintah Provinsi, dan pemerintah TENTANG OTONOMI DAERAH
Kabupaten/Kota, maupun hubungan DAN DESENTRALISASI FISKAL
secara horisontal antara Eksekutif, Terminologi desentralisasi tidak
Legislatif dan Yudikatif baik ditingkat hanya memiliki satu makna. Ia dapat
pusat maupun Daerah (Hirawan, 2007). diterjemahkan ke dalam sejumlah arti,
Secara prinsipil, munculnya tergantung pada konteks penggunaannya.
gagasan tentang desentralisasi merupakan Berbagai definisi desentralisasi antara
suatu antithesis atas struktur politik yang lain;
sentralistis. Dengan kata lain, karena o Parson dalam Hidayat (2005)
struktur politik yang sentralistis mendefinisikan desentralisasi sebagai
cenderung melakukan unifikasi berbagi (sharing) kekuasaan
kekuasaan politik pada tangan pemerintah antara kelompok
pemerintah pusat, maka sebaliknya pemegang kekuasaan di pusat dengan
desentralisasi mengajukan gagasan kelompok-kelompok lainnya, di mana
tentang pembagian kekuasaan politik, masing-masing kelompok tersebut
dan/atau wewenang administrasi antara memiliki otoritas untuk mengatur
pemerintah pusat dan daerah (Hidayat, bidang-bidang tertentu dalam lingkup
2005). Lebih jauh, mengutip pendapat territorial suatu Negara.
Allen, Kuncoro (2004) menyatakan o Mawhood (1987) dengan tegas
bahwa timbulnya perhatian terhadap mengatakan bahwa desentralisasi
desentralisasi tidak hanya dikaitkan adalah penyerahan (devolution)
dengan gagalnya perencanaan terpusat kekuasaan dari pemerintah pusat
dan populernya strategi pertumbuhan kepada pemerintah daerah.
dengan pemerataan (growth with o Smith merumuskan definisi
equality), tetapi juga adanya kesadaran desentralisasi sebagai penyerahan
bahwa pembangunan adalah suatu proses kekuasaan dari tingkatan (organisasi)
yang kompleks dan penuh ketidakpastian lebih atas ke tingkatan lebih rendah,
yang tidak dapat dengan mudah dalam suatu hierarki territorial, yang
dikendalikan dan direncanakan dari dapat saja berlaku pada organisasi
pusat. Karena itu dengan penuh pemerintah dalam suatu Negara,
keyakinan para pelopor desentralisasi maupun pada organisasi-organisasi
mengajukan sederet panjang alasan dan besar lainnya (organisasi non
argumen tentang pentingnya pemerintah) (Hidayat, 2005).
desentralisasi dalam perencanaan dan o UU Nomor 33 tahun 2004
administrasi di Negara dunia ketiga. menyebutkan bahwa pengertian
Berkaitan dengan hal tersebut, desentralisasi sebagai penyerahan
tulisan ini mencoba menguraikan wewenang pemerintah oleh
bagaimana implikasi pelaksanaan pemerintah kepada daerah otonom
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal untuk mengatur dan mengurus urusan
di Indonesia, juga mengenai kinerja pemerintahan dalam kerangka Negara
daerah-daerah pemekaran yang marak Kesatuan Republik Indonesia
terbentuk sejak dimulainya era baru (Kuncoro, 2009). Ini artinya
desentralisasi fiskal tersebut. desentralisasi merupakan pelimpahan
kewenangan dan tanggung jawab Sementara itu, desentralisasi administrasi
(akan fungsi-fungsi publik) dari merupakan insrumen untuk
pemerintah pusat kepada pemerintah melaksanakan pelayanan kepada
daerah. masyarakat, dan desentralisasi fiskal
Secara garis besar, kebijakan memiliki fungsi untuk mewujudkan
desentralisasi dibedakan atas 3 jenis pelaksanaan desentralisasi politik dan
(Litvack, 1999): administrative melalui pemberian
a. Desentralisasi politik yaitu kewenangan di bidang keuangan.
pelimpahkan kewenangan yang lebih Berbagai argumen yang
besar kepada daerah yang mendukung desentralisasi dan otonomi
menyangkut berbagai aspek daerah antara lain dikemukakan oleh
pengambilan keputusan, termasuk Tiebout (1956), Oates (1972), Tresch
penetapan standar dan berbagai (1981), Breton (1996), Weingast (1995),
peraturan dan sebagaimana dikutip oleh Litvack et
b. Desentralisasi administrasi yaitu al (1998) yang mengatakan bahwa
merupakan pelimpahan kewenangan, pelayanan publik yang paling efisien
tanggung jawab, dan sumber daya seharusnya diselenggarakan oleh wilayah
antar berbagai tingkat pemerintahan yang memiliki kontrol geografis yang
c. Desentralisasi fiskal yaitu paling minimum karena :
merupakan pemberian kewenangan o Pemerintah lokal sangat menghayati
kepada daerah untuk menggali kebutuhan masyarakatnya;
sumber-sumber pendapatan, hak o Keputusan pemerintah lokal sangat
untuk menerima transfer dari responsif terhadap kebutuhan
pemerintahan yang lebih tinggi, dan masyarakat, sehingga mendorong
menentukan belanja rutin maupun pemerintah lokal untuk melakukan
investasi. Secara konseptual, efisiensi dalam penggunaan dana
desentralisasi fiskal juga dapat yang berasal dari masyarakat;
didefinisikan sebagai suatu proses o Persaingan antar daerah dalam
distribusi anggaran dari tingkat memberikan pelayanan kepada
pemerintahan yang lebih tinggi masyarakatnya akan mendorong
kepada pemerintahan yang lebih pemerintah lokal untuk meningkatkan
rendah untuk mendukung fungsi atau inovasinya.
tugas pemerintahan yang Bahn dan Linn (1992)
dilimpahkan (Khusaini, 2006). berpendapat bahwa pendelegasian
Ketiga jenis desentralisasi ini sebagian urusan keuangan publik dari
memiliki keterkaitan satu dengan yang pemerintah pusat kepada pemerintah
lainnya dan merupakan prasyarat untuk daerah merupakan konsekuensi dari
mencapai tujuan dilaksanakannya pencapaian taraf hidup masyarakat yang
desentralisasi, yaitu untuk mewujudkan lebih baik. Pernyataan ini didukung oleh
kesejahteraan rakyat. Mardiasmo (2009) dua argument sebagai berikut. Pertama,
menjelaskan bahwa desentralisasi politik median vote theory yang memaparkan
merupakan ujung tombak terwujudnya tentang respon dunia usaha atas selera
demokratisasi dan peningkatan partisipasi dan preferensi masyarakat daerah.
rakyat dalam tataran pemerintahan. pelayanan publik disesuaikan dengan
kehendak dan permintaan masyarakat daerah terhadap tuntutan masyarakat jauh
setempat. Kedua, fiscal mobility theory lebih cepat karena berhadapan langsung
yang menggambarkan tingkat mobilitas denggan penduduk daerah/kota yang
penduduk antar daerah yang dipicu oleh bersangkutan.
tingkat kesejahteraan masyarakat yang Argumentasi lain yang mendasari
lebih tinggi. Perbaikan kualitas hidup adalah munculnya kompetisi atau
orang akan mendorong mereka untuk persaingan antar daerah akan
memilih daerah yang menyediakan meningkatkan kesamaaan pandangan
pelayanan publik yang lebih baik. antara apa yang diharapkan oleh
Selanjutnya Bahl dan Linn (1992) masyarakat dengan suatu program yang
menyatakan bahwa dengan dijalankan oleh pemerintahannya
diserahkannya beberapa kewenangan ke (Davoodi dan Zou, 1998). Sejalan
pemerintah daerah, diharapkan pelayanan dengan itu, mengutip oates, Wibowo
masyarakat semakin efisien dan pada menyatakan bahwa desentralisasi fiskal
gilirannya akan mendorong pertumbuhan berpotensi memberikan kontribusi dalam
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat bentuk peningkatan efisiensi
lokal. Karena daerah lebih mengetahui pemerintahan dan laju pertumbuhan
karakteristik daerahnya masing-masing, ekonomi
maka pengeluaran infrastruktur dan Vazquez dan McNab (2001)
sektor sosial akan efektif dalam mengidentifikasikan dua pola hubungan
mendorong pertumbuhan ekonomi suatu yang dapat terjadi berkaitan dengan
daerah. Jadi menurut pandangan ini pengaruh desentralisasi fiskal terhadap
pemerintah daerah dipercaya dapat peningkatan kesejahteraan masyarakat
mengalokasikan dana kepada setiap lokal, yaitu hubungan langsung (direct
sektor ekonomi secara efisien daripada linkage) dan hubungan tidak langsung
yang dilakukan pemerintah pusat. (indirect linkage). Hubungan langsung
Oates dalam Wibowo (2008) didasarkan argumen Oates yang
menegaskan bahwa tingkat kemajuan menyatakan bahwa tanpa disadari,
ekonomi merupakan outcome dari proporsi tertentu dari desentralisasi fiskal
kesesuaian preferensi masyarakat dengan dapat meningkatkan efisiensi ekonomi
pemerintah daerah yang tercipta karena dan memiliki suatu hubungan parallel
makin pentingnya peran pemerintah dalam kebijakan pertumbuhan ekonomi
daerah dalam otonomi daerah. Secara yang dinamis. Dengan demikian,
teori, pendekatan fiskal kepada pengeluaran pemerintah dalam bidang
pemerintah yang berada di level bawah infrastruktur dan sosial yang merespon
diperkirakan memberikan peningkatan perbedaan lokal dan regional sepertinya
ekonomi mengingat pemerintah daerah lebih efektif dalam meningkatkan
mempunyai kedekatan dengan pembangunan ekonomi dari pada
masyarakatnya dan mempunyai kebijakan pemerintah pusat yang
keunggulan informasi dibanding kemungkinan mengabaikan perbedaan-
pemerintah pusat, sehingga dapat perbedaan tersebut. Effect langsungnya
memberikan pelayanan publik yang terindikasi pada keunggulan yang
benar-benar dibutuhkan di daerahnya. dimiliki pemerintah daerah untuk
Respon yang diberikan oleh pemerintah membuat kebijakan pengeluaran publik
yang lebih efisien, sehingga kepuasan jumlah yang lebih banyak ataupun
yang lebih baik akan diperoleh pembayar kualitas yang lebih baik.
pajak di daerah (atas terpenuhinya o Persaingan antar pemerintah daerah
kebutuhan dan kesukaannya), dengan dan pembangunan ekonomi
demikian dapat meningkatkan Sebuah perspektif berbeda tentang
kesejahteraan masyarakat. dampak desentralisasi fiskal terhadap
Lebih lanjut dikatakan, meskipun pertumbuhan ekonomi mengatakan
mungkin tidak terdapat hubungan bahwa baik buruknya desentralisasi
langsung (indirect linkages), tetap ada fiskal tergantung pada kemampuan
beberapa hubungan tidak langsung aparat pemerintah daerah untuk
(indirect linkages) yang berpotensi secara aktif mendorong pembangunan
muncul, yaitu (Vazquez dan McNab, ekonomi di daerah melalui kebijakan
2001) ; yang kompetitif. Kebijakan
o Sifat alamiah efisiensi desentralisasi persaingan antara pemerintah daerah
fiskal. tersebut dapat berupa pemberian
Teori dan praktek yang telah diterima keringanan pajak daerah atau
secara luas tentang desentralisasi menyediakan berbagai
fiskal menyatakan bahwa pemerintah kemudahan/bantuan bagi kegiatan
daerah dapat bertindak secara lebih bisnis di lokasi tertentu. Persaingan
efisien dibandingkan pemerintah ini juga memacu pemerintah daerah
pusat. Ini dapat berarti dua hal. untuk dapat menyelenggarkan
Pertama, dalam jumlah pengeluaran pelayanan dengan biaya yang
yang sama, pemerintah daerah akan minimum, dan mendorong terjadi
menghasilkan kepuasan atau efisiensi produksi di daerah.
kesejahteraan individu yang lebih Pemikiran tentang keterkaitan
baik dibandingkan dengan antara desentralisasi fiskal dengan
pengeluaran tersebut dilakukan oleh kesejahteraan masyarakat juga
pemerintah pusat. Pemahaman dikembangkan oleh Prud’Homme (1995)
pemerintah daerah terhadap yang meyakini bahwa desentralisasi
kebutuhan dan kesukaan masyarakat fiskal dapat berdampak positif terhadap
lokal akan menghasilkan efisiensi perkembangan ekonomi daerah di masa
konsumen atau efisiensi alokasi datang. Secara eksplisit dinyatakan
(consumer or allocative efficiency). bahwa pengeluaran publik terutama
Kedua, Kemungkinan terjadinya penyediaan infrastuktur bagi masyarakat
efisiensi produksi (producer akan lebih efektif dilakukan oleh
efficiency). Artinya, jika anggaran pemerintah daerah karena mereka akan
dibelanjakan oleh pemerintah daerah, lebih mengetahui apa yang menjadi
maka penyediaan jasa atau keinginan dan kebutuhan masyarakat
infrastuktur dalam jumlah yang sama lokal. Prud’Homme (2003) menyatakan
dapat dilakukan pada biaya yang empat area yang menjadi dampak utama
lebih murah, atau anggaran tertentu dari pelaksanaan desentralisasi fiskal,
akan menghasilkan penyediaan yaitu;
layanan atau infrastuktur dalam o Effisiensi ekonomi
Umumnya desentralisasi selalu sesuai dengan peraturan perundang-
dikaitkan dengan usaha untuk undangan. Selanjutnya UU Nomor 32
meningkatkan efisiensi ekonomi. Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah
Baik efisiensi alokasi, yaitu otonom sebagai kesatuan masyarakat
Pembangunan yang berdasarkan hukum yang mempunyai batas-batas
kebutuhan dan potensi lokal akan wilayah yang berwenang mengatur dan
menjamin efisiensi economi. mengurus urusan pemerintahan dan
o Kestabilan ekonomi makro kepentingan masyarakat setempat
o Keadilan interpersonal dan menurut prakarsa sendiri berdasarkan
interregional, dan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
o Efisiensi politik Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, World Bank Di Indonesia, pelaksanaan
menyatakan paling tidak ada tiga desentralisasi fiskal sebagai salah satu
mekanisme pengaruh desentralisasi instrument kebijakan pemerintah
fiskal. Argumentasi pertama mengatakan mempunyai prinsip dan tujuan antara lain
bahwa desentralisasi fiskal akan (Mardiasmo, 2009) ;
meningkatkan efisiensi ekonomi disektor a. Mengurangi kesenjangan fiskal antara
pengeluaran pemerintah, jadi efek pemerintah pusat dan pemerintah
dinamis ini akan mendorong daerah (vertical fiscal imbalance) dan
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu antar daerah (horizontal fiscal
ada hubungan positif antara desentralisasi imbalance).
fiskal dengan pertumbuhan ekonomi. b. Meningkatkan kualitas pelayanan
Argumentasi kedua, bahwa desentralisasi publik di daerah dan mengurangi
fiskal akan menyebabkan instabilitas kesenjangan pelayanan publik antar
makro ekonomi, sehingga akan daerah.
mengganggu pertumbuhan ekonomi. c. Meningkatkan efisiensi peningkatkan
Artinya jika terjadi instabilitas makro sumber daya nasional.
maka desentralisasi akan berhubungan d. Tata kelola, transparan, dan akuntabel
negatif dengan pertumbuhan ekonomi. dalam pelaksanaan kegiatan
Dan argumentasi yang ketiga mengatakan pengalokasian transfer ke daerah
bahwa dampak desentralisasi fiskal yang tepat sasaran.
terhadap kesejahteraan masyarakat akan e. Mendukung kesinambungan fiskal
berbeda antara Negara maju dan Negara dalam kebijakan ekonomi makro.
berkembang (Khusaini, 2006). Tidak jauh berbeda, (Siddik,
2009) menjelaskan bahwa tujuan umum
3. OTONOMI DAERAH DAN program desentralisasi fiskal di Indonesai
DESENTRALISASI FISKAL DI adalah untuk; (1) membantu
INDONESIA meningkatkan alokasi nasional dan
Dalam era baru desentralisasi efisiensi operasional pemerintah daerah;
fiskal, Otonomi Daerah didefinisikan (2) memenuhi aspirasi daerah,
sebagai hak, wewenang, dan kewajiban memperbaiki struktur fiskal secara
daerah otonom untuk mengatur dan keseluruhan, dan memobilisasi
mengurus sendiri urusan pemerintahan pendapatan daerah dan kemudian
dan kepentingan masyarakat setempat nasional; (3) meningkatkan akuntabilitas,
meningkatkan transparansi, dan Karena beragamnya daerah
mengembangkan partisipasi konstituen otonom di Indonesia, dibutuhkan system
dalam pengambilan keputusan di tingkat yang mengatur agar ketimpangan daerah
daerah; (4) mengurangi kesenjangan tidak semakin lebar, dan daerah yang
fiskal antar pemerintah daerah, kaya membantu daerah yang miskin.
memastikan pelaksanaan pelayanan dasar Dalam system ini penyerahan wewenang
masyarakat di seluruh Indonesia, dan (desentralisasi) akan berbarengan dengan
mempromosikan sasaran-sasaran efisiensi pelimpahan wewenang (dekonsentrasi)
pemerintah, dan (5) memperbaiki dan Tugas Pembantuan. Konseptual
kesejahteraan sosial rakyat Indonesia. Otonomi daerah dalam kerangka NKRI
ini dapat dilihat pada gambar berikut;

Gambar 1.
Otonomi daerah Dalam Kerangka NKRI

PUSAT

Daerah Otonom
S, K, P S, P S, P

PROVINSI P KOTA KABUPATEN

P P

Sumber ; Kuncoro, 2009 DESA

S ; Desentralisasi (penyerahan wewenang) APBD


K : Dekonsentrasi (pelimpahan wewenang) APBN
P : Tugas Pembantuan APBN

Dengan adanya daerah otonom (expenditure assignment) akan diiringi


ini, baik dalam lingkup provinsi maupun oleh pembagian kewenangan kepada
kabupaten/kota, maka diperlukan daerah dalam hal penerimaan/pendanaan
penataan kewenangan yang jelas, serasi, (revenue assignment). Expenditure
dan seimbang. Penataan kewenangan assigment menggambarkan perubahan
dimaksudkan untuk memperjelas tanggung jawab pelayanan publik dari
sekaligus menentukan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah,
masing-masing tingkatan pemerintahan sehingga peran lokal public goods
secara proporsional sehingga nantinya meningkat, sedangkan dalam pendekatan
prinsip money follow function akan betul- revenue assignment menjelaskan
betul dapat direalisasikan. Prinsip ini peningkatan kemampuan keuangan
artinya bahwa pemberian tugas dan melalui alih sumber pembiayaan pusat
kewenangan kepada pemerintah daerah kepada daerah, dalam rangka membiayai
fungsi yang didesentralisasikan. Hal ini 4. IMPLIKASI PELAKSANAAN
berarti bahwa hubungan keuangan pusat OTONOMI DAERAH DAN
dan daerah perlu diberikan pengaturan DESENTRALISASI FISKAL DI
sedemikian rupa sehingga kebutuhan INDONESIA
pengeluaran yang menjadi tanggung Prinsip pelaksanaan otonomi
jawab daerah dapat dibiayai dari sumber- daerah dan desentralisasi di Indonesia
sumber penerimaan yang ada pada hakikatnya sejalan dengan
(Rahmawati, 2008). pengalaman Negara-negara lain dalam
Secara garis besar penataan melakukan desentralisasi. Sebagaimana
kewenangan dalam rangka otonomi diungkapkan Ter-minassian (1997)
daerah dan desentralisasi tersebut dapat bahwa banyak Negara di dunia
dibagi dalam dua jenis urusan, yaitu melakukan program desentralisasi
o Urusan yang sepenuhnya menjadi sebagai refleksi atas terjadinya evolusi
urusan pemerintah pusat yang politik yang menghendaki adanya
meliputi Politil Luar Negeri, perubahan bentuk pemerintahan ke arah
Pertahanan, Keamanan, Moneter dan yang lebih demokratis dan
Fiskal Nasional, dan Agama. mengedepankan partisipasi. Lebih lanjut
o Urusan yang bersifat concurrent atau Ter-minassian menjelaskan bahwa
urusan yang dapat dikelola bersama pelaksanaan desentralisasi merupakan
antara Pemerintah Pusat, Provinsi, upaya untuk meningkatkan responsivitas
dan Kabupaten/Kota. Menurut dan akuntabilitas para politikus kepada
penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 konstituennya, serta untuk menjamin
bagian urusan pemerintah yang adanya keterkaitan antara kuantitas,
bersifat concurrent artinya urusan kualitas, dan komposisi penyediaan
pemerintah yang penanganannya layanan publik dengan kebutuhan
dalam bagian atau bidang tertentu penerima manfaat layanan tersebut.
dapat dilaksanakan bersama antara Sejak diberlakukan secara efektif
pemerintah pusat dan pemerintah pada 1 Januari 2001, UU otonomi daerah
daerah. Dengan demikian setiap telah membawa berbagai perubahan
urusan yang bersifat concurrent ada penting dalam pelaksanaan pembangunan
bagian yang menjadi kewenangan di Indonesia. Setidaknya perubahan itu
pusat, ada bagian urusan yang dapat dilihat pada aspek berikut; (i)
diserahkan kepada provinsi, dan ada Transfer ke daerah, (ii) Fenomena
bagian yang diserahkan kepada Pemekaran Daerah, (iii) Kinerja
kabupaten/kota. Untuk mendukung Perekonomian Daerah, dan (iv) Kinerja
urusan ini, kemudian disusunlah Pelayanan Publik.
kriteria yang meliputi eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi dengan a. Transfer ke daerah
mempertimbangkan keserasian Pelaksanaan desentralisasi fiskal
hubungan pengelolaan urusan di Indonesia ditandai dengan proses
pemerintahan antar tingkat pengalihan sumber keuangan bagi daerah
pemerintahan. dalam jumlah yang sangat signifikan.
Pada awal desentralisasi fiskal, transfer
ke daerah berupa Dana Perimbangan
(DAPER) hanya sebesar Rp. 81,1 triliun, Sampai tahun 2008, besarnya dana
dan meningkat sebesar 16,8 persen di perimbangan telah mencapai Rp. 278,7
tahun 2002 menjadi Rp. 94,7 triliun. triliun. Secara jelas, besarnya transfer ke
Tahun 2006 Dana Perimbangan mencapai daerah ini dapat dilihat pada gambar
Rp. 222,2 triliun atau meningkat sebesar berikut;
55,2 persen dari tahun sebelumnya.

Gambar 2
Perkembangan Dana Perimbangan Tahun 2001 – 2008
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

DAPER 81.1 94.7 111.1 122.8 143.2 222.2 244.0 278.7


300.0
Growth - 16.8 17.3 10.5 16.6 55.2 9.8 14.2
20.7
250.0
16.2
11.6
200.0 DAK
Rp. Triliun

179.5
DAU
150.0 4.0 164.8
145.7 DBH
2.8
2.7
100.0 0.0 88.8
0.0 82.1
77.0
69.2
50.0 60.3
64.9 78.4
50.5 62.9
25.5 31.4 37.9
20.7
0.0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Sumber ; Depkeu, NK RAPBN 2009 dan NK RAPBN 2010.

Berdasarkan gambar di atas juga dibandingkan tahun awal desentralisasi


dapat dilihat bahwa sebagian besar dana yang mencapai 74,3 persen.
perimbangan yang ditransferkan kepada Sementara itu, porsi DBH
pemerintah daerah adalah berupa Dana menunjukkan trend yang semakin baik.
Alokasi Umum (DAU), diikuti oleh Dana Tahun 2008 DBH mencapai Rp. 78,4
Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi triliun atau jauh lebih besar dibandingkan
Khusus (DAK). Besarnya DAU hingga DBH tahun 2001 yang sebesar Rp. 20,7
tahun 2008 mencapai Rp. 179,5 triliun triliun. Secara proporsi, DBH ini juga
rupiah atau sekitar 64,4 persen dari total mengalami peningkatan, yakni dari 25,5
dana perimbangan pada tahun yang sama. persen di tahun 2001 menjadi sebesar
Secara absolut, besarnya DAU ini 28,1 persen dari total dana perimbangan
meningkat jauh dari jumlah DAU pada pada tahun 2008. Begitu juga jika dilihat
tahun 2004 yang hanya sebesar Rp. 60,3 pada transfer DAK tahun 2008 yang telah
triliun, akan tetapi secara proporsi DAU mencapai Rp. 20,7 triliun. Jumlah DAK
tahun 2008 ini sedikit menurun ini jauh lebih besar dibanding DAK tahun
2003 yang hanya sebesar 2,7 triliun,
bahkan pada tahun 2001 dan 2002, kabupaten/kota hanya mencapai 6,8
transfer DAK ini belum dialokasikan ke persen atau lebih kecil dibandingkan
dalam dana perimbangan untuk masa awal otonomi daerah yang
pemerintah daerah. mencapai 10 persen lebih. Namun
Meskipun demikian, selama berbeda pada kondisi di daerah
pelaksanaan otonomi daerah ini kabupaten/kota, kontribusi PAD provinsi
kontribusi PAD dalam struktur masih cukup besar dan cenderung
penerimaan daerah relatif masih kecil, mengalami peningkatan. Pada tahun 2006
terutama PAD kabupaten/kota yang ini porsi PAD provinsi mencapai 54
masih di bawah satu digit dan cenderung persen, jauh meningkat dibandingkan
terus mengalami penurunan. Hingga tahun 2001 yang hanya sebesar 32 persen
tahun 2006, rata-rata kontriobusi PAD

Tabel 1.
Pendapatan Pemerintah Daerah (%)
Tahun
Daerah
1999/2000 2000 2001 2006
Provinsi 100 100 100 100
PAD 37.22 32.3 32.32 54.48
Dana Bagi Hasil 18.66 15.94 25.89 23.8
DAU/DAK 44.12 51.76 41.88 20.33
Penerimaan Dari Pemerintah 1.39
1999/2000 2000 2001 2006
Kabupaten/Kota 100 100 100 100
PAD 10.31 9.04 4.99 6.8
Dana Bagi Hasil 12.39 11.31 22.43 12.42
DAU/DAK 77.3 79.65 72.58 76.1
Penerimaan Dari Pemerintah 4.68
Sumber ; Kuncoro, 2009

b. Pemekaran Daerah atau menjadi 33 propinsi atau meningkat 22,2


Pembentukan Daerah Baru persen. Begitu juga daerah kabupaten
Selain transfer ke daerah yang yang hanya semula hanya berjumlah 274
mengalami pelonjakan drastis, pada tahun 1999, di tahun 2006 mencapai
desentralisasi dan otonomi daerah ini 348 kabupaten atau meningkat 27 persen.
juga diwarnai oleh maraknya Sedangkan daerah kota yang semula
pembentukan daerah baru atau berjumlah 70 menjadi 86 daerah di tahun
pemekaran wilayah, baik di tingkat 2006. Pada Tahun 2008 jumlah
propinsi maupun kabupaten/kota. Jika kabupaten telah mencapai 387 dan kota
pada tahun 1998 jumlah provinsi yang 96 daerah, sehingga total daerah
ada di Indonesia berjumlah 27 propinsi, kabupaten/kota pada tahun 2008
maka pada tahun 2006 bertambah sebanyak 483 daerah.
Gambar 3
Perkembangan Jumlah Pemerintahan Daerah Di Indonesia
Tahun 1998 – 2008

400
350
300
250
200
150
100
50
0
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Propinsi 27 26 30 30 31 31 33 33 33 33 33
Kabupaten 249 268 268 268 302 349 349 349 349 370 387
Kota 65 73 73 85 89 91 91 91 91 95 96

Sumber ; BPS, Indikator Sosial Ekonomi Indonesia, Maret 2009

Pembentukan daerah baru atau memperdebatkan manfaat ataupun


pemekaran wilayah tersebut terjadi secara kerugian yang timbul dari banyaknya
luas, tidak hanya terjadi pada daerah yang wilayah yang dimekarkan. Berbagai
secara geografis kaya akan sumber daya pandangan dan opini disampaikan
alam ataupun memiliki potensi industri untuk mendukung sikap masing-masing
dan perdagangan yang dapat diandalkan pihak. Fitrani et al. (2005) menyatakan
sebagai sumber penerimaan daerah, tetapi bahwa pemekaran telah membuka
juga terjadi pada daerah yang miskin peluang terjadinya bureaucratic and
sumber daya alam dan terbelakang secara political rent-seeking, yakni kesempatan
ekonomi, sehingga pada akhirnya untuk memperoleh keuntungan dana, baik
pemekaran tersebut manjadi beban fiskal dari pemerintah pusat maupun dari
bagi APBN. Penerimaan daerah sangat penerimaan daerah sendiri. Lebih lanjut
bergantung pada bantuan dikatakan bahwa, karena adanya
keuangan/transfer pemerintah pusat, tuntutan untuk menunjukkan kemampuan
terutama DAU, artinya pemekaran ini menggali potensi wilayah, maka banyak
tidak mencerminkan timbulnya daerah menetapkan berbagai pungutan
kemandirian sebagaimana tujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli
dilaksanakannya otonomi daerah. Daerah (PAD). Hal ini menyebabkan
Fenomena ini telah terjadinya suatu perekonomian daerah
menimbulkan sikap pro dan kontra di berbiaya tinggi. Lebih jauh lagi timbul
berbagai kalangan politisi, tokoh pula tuduhan bahwa pemekaran wilayah
masyarakat, pejabat pemerintah, dan di merupakan bisnis kelompok elit di
antara para pakar. Mereka daerah yang sekedar menginginkan
jabatan dan posisi. Euforia demokrasi dan Sekadau (Kalimantan Barat), Kota
partai-partai politik yang memang terus Tomohon (Sulawesi Utara), Kabupaten
tumbuh, dimanfaatkan kelompok elit ini Sumbawa Barat (NTB) dan Kota
untuk menyuarakan ”aspirasinya” Tasikmalaya (Jawa Barat). Hasil kajian
mendorong terjadinya pemekaran. menunjukkan bahwa pendapatan asli
Di sisi lain, banyak pula daerah (PAD) meningkat, tapi
argumen yang diajukan untuk ketergantungan terhadap Dana Alokasi
mendukung pemekaran, yaitu antara lain Umum (DAU) masih tetap tinggi.
adanya kebutuhan untuk mengatasi Terjadi pula peningkatan belanja
jauhnya jarak rentang kendali antara pembangunan, meskipun proporsinya
pemerintah dan masyarakat, serta terhadap belanja rutin masih kecil.
memberi kesempatan pada daerah untuk Tidaklah mengherankan bila para
melakukan pemerataan pembangunan. responden menyatakan kualitas
Alasan lainnya adalah diupayakannya pelayanan masyarakat belum meningkat.
pengembangan demokrasi lokal melalui Hal ini ternyata disebabkan pemda DOB
pembagian kekuasaan pada tingkat pada tahun-tahun awal memprioritaskan
yang lebih kecil (Ida, 2005). Terlepas pembenahan kelembagaan, infrastruktur
dari masalah pro dan kontra, perangkat kelembagaan, personil dan keuangan
hukum dan perundangan yang ada, daerahnya.
yaitu Peraturan Pemerintah No. 129/2000 Lembaga Administrasi Negara
dan tentang Persyaratan Pembentukan (2005) juga melakukan Evaluasi
dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan Kinerja Penyelenggaraan Otonomi
dan Penggabungan Daerah, memang Daerah untuk periode 1999-2003.
masih dianggap memiliki banyak Studi yang dilakukan di 136
kekurangan. Hal ini menjadikan kabupaten/kota ini menyimpulkan
mudahnya satu proposal pemekaran bahwa kesejahteraan masyarakat,
wilayah pemerintahan diloloskan. khususnya dilihat dari indikator
Sebagai respon, pemerintah kemudian ekonomi dan sosial secara umum,
menerbitkan Peraturan Pemerintah No. mengalami peningkatan. Namun
78 Tahun 2007 sebagai ganti PP No. demikian, tetap terjadi kesenjangan
129/2000 tersebut. antara wilayah Indonesia Bagian Barat
Beberapa studi secara parsial dan Indonesia Bagian Timur. Salah satu
telah mencoba mengkaji apa yang input dalam evaluasi ini adalah indeks
terjadi di beberapa daerah otonom baru. pembangunan manusia. Menurut hasil
Bappenas (2005) telah melakukan evaluasi terhadap aspek pelayanan
Kajian Percepatan Pembangunan Daerah publik, khususnya infrastruktur dasar,
Otonom Baru (DOB). Kajian ini secara studi LAN (2005) menunjukkan bahwa
khusus mempelajari permasalahan yang rasio panjang jalan keseluruhan dengan
terkait pembangunan daerah otonom luas wilayah mengalami penurunan.
baru dan sektor yang menjadi andalan Sedangkan pada bidang kesehatan dan
dalam pengembangan ekonomi di pendidikan terjadi peningkatan
beberapa kabupaten. Penelitian infrastruktur yang cukup berarti.
berlangsung di Kabupaten Serdang Kemudian, dalam hal demokrasi lokal
Bedagai (Sumatera Utara), Kabupaten yang dilihat dari penggunaan hak pilih
pada pemilu, angka partisipasi cukup Dilihat dari ketersediaan, kualifikasi yang
tinggi. Meski studi ini tidak secara dimiliki, serta kesesuaian antara personil
langsung berkaitan dengan daerah yang ada dan struktur yang tersedia.
pemekaran, secara umum daerah induk, Secara umum, DOB belum mampu
daerah DOB dan daerah yang tidak menyelesaikan berbagai macam
mekar menunjukkan kecenderungan persoalan di atas.
yang hampir sama.
Pusat Litbang Otonomi Daerah c. Kinerja Perekonomian Daerah
Departemen Dalam Negeri (2005) Hasil studi Bappenas dan UNDP
melakukan penelitian Efektivitas Wilayah (2007) mengidentifikasikan bahwa
di Era Otonomi Daerah di sembilan tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah
daerah otonom baru. Penelitian ini otonom (DOB) lebih rendah
menyimpulkan bahwa secara umum tidak dibandingkan dengan pertumbuhan
ada satupun daerah DOB yang bisa ekonomi di daerah induk. Secara umum
dikelompokkan dalam kategori mampu, pertumbuhan ekonomi daerah induk
meski penataan berbagai aspek lebih stabil dengan kisaran 5-6% per
pemerintahan untuk menunjang tahun. Sementara pertumbuhan ekonomi
penyelenggaraan pemerintahan telah di daerah otonom baru lebih berfluktuasi.
sesuai dengan pedoman yang ada. Fluktuasi tersebut antara lain disebabkan
Penyebabnya adalah pemerintahan DOB oleh dominannya sektor pertanian
kurang mampu merumuskan dengan tepat sebagai komponen terbesar dalam
kewenangan ataupun urusan yang akan perekonomian daerah otonom baru
dilaksanakan agar sesuai dengan kondisi, (DOB). Sektor pertanian sangat rentan
karakteristik daerah serta kebutuhan terhadap perubahan harga, pergantian
masyarakat. Studi ini menemukan bahwa musim maupun iklim. Akibatnya
kelembagaan yang terbentuk belum perubahan sedikit saja pada komponen
sepenuhnya disesuaikan dengan urusan tersebut akan sangat berpengaruh pada
yang telah ditetapkan sebagai urusan pembentukan PDRB.
daerah. Beberapa masalah timbul, seperti Pertumbuhan ekonomi yang lebih
jumlah kelembagaan (SKPD) yang stabil di daerah induk didukung oleh
cenderung berlebihan, struktur organisasi adanya industri pengolahan non-migas
yang cenderung besar, serta belum yang lebih besar dibandingkan dengan
memperhitungkan kriteria efektivitas dan DOB. Peranan sektor industri di daerah
efisiensi kelembagaan yang baik. Di induk mencapai 12% dalam struktur
sektor keuangan daerah, hanya ada PDRB-nya, sedangkan di daerah DOB
satu dari sembilan daerah yang hanya sekitar setengahnya. Semakin
dikategorikan mampu mengelola tinggi peran industri pengolahan dalam
keuangannya. Problem utamanya adalah satu wilayah, maka semakin maju
rendahnya kemampuan dalam menggali daerah tersebut. Pada periode pemulihan
sumber-sumber penerimaan daerah, pascakrisis, sektor yang relatif
khususnya PAD. Ditinjau dari aspek berkembang adalah industri manufaktur.
aparatur, hanya ada satu dari sembilan Hal ini menguntungkan bagi daerah-
daerah yang dikategorikan sangat mampu daerah yang sektor manufakturnya relatif
dalam pengelolaan pemerintahannya. besar (Brodjonegoro 2006).
Gambar 4.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Sumber ; Hasil Studi Bappenas dan UNDP, 2007

Kontribusi PDRB daerah otonom karena alokasi anggaran pemerintah


baru dalam total PDRB propinsi yang belum optimal.
ternyata sangat kecil (sekitar 6,5%), lebih Berkaitan dengan tingkat
rendah dari daerah induk (10%). Hal ini kemiskinan, sejak dilaksanakannya
relatif konstan selama periode 2001- sistem desentralisasi, terjadi
2005. Ini menginsyaratkan, bahwa daerah kecenderungan penurunan tingkat
yang dilepas oleh daerah induk tersebut kemiskinan nasional, yaitu dari 24 persen
relatif lebih kecil peranannya dalam (1999) menjadi 18 persen (2005) dan
perekonomian provinsi. Pemekaran terus menurun menjadi 15.4 persen di
daerah otonom baru tidak menghasilkan tahun 2008. Meskipun demikian, daerah
daerah yang setara dengan daerah yang relatif kaya menerima manfaat lebih
induknya. besar dari program pemulihan ekonomi.
Rendahnya aktivitas Kabupaten/kota yang relatif lebih kaya
perekonomian di DOB disebabkan antara dapat menurunkan angka kemiskinan
lain oleh; pertama, pembagian sumber- sampai dengan setengah dari tingkat
sumber perekonomian antara daerah sebelumnya, namun kabupaten/kota yang
DOB dan induk tidak merata. Daerah relatif lebih miskin tingkat kemiskinan
induk biasanya mendominasi pembagian hanya turun sekitar seperempatnya.
sumber daya ekonomi seperti kawasan Dengan demikian, kesenjangan
industri maupun sumber daya alam pendapatan antara kabupaten/kota yang
produktif. Kedua, investasi swasta di relatif kaya dengan yang relatif lebih
DOB juga relatif kecil sehingga selama miskin menjadi semakin besar. Secara
lima tahun terakhir tidak banyak terjadi rata-rata, kabupaten/kota yang relatif
perubahan yang cukup signifikan untuk kaya tumbuh di atas angka rata-rata
mendongkrak perekonomian daerah. nasional, sementara tingkat pertumbuhan
Ketiga, perekonomian di DOB belum di kabupaten/kota yang relatif miskin
digerakkan secara optimal oleh pemda, berada di bawah rata-rata nasional
baik karena kurang efektifnya program- (Kajian Pengeluaran Publik Indonesia,
program yang dijalankan, maupun 2007).
Gambar 5
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia
Tahun 1996 - 2008
60

50
Juta / persen

40

30

20

10

0
1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah 34.1 49.5 48 38.7 37.9 38.4 37.3 36.1 35.1 39.3 37.2 35
Persen 17.5 24.2 19.1 18.4 18.2 17.4 17.4 16.7 16 17.8 16.6 15.4

Sumber; BPS berbagai Tahun

d. Kinerja Pelayanan Publik optimalnya pelayanan publik di DOB


Kualitas pelayanan publik dibandingkan daerah induk.
merupakan satu hal yang erat kaitannya Paling tidak ada beberapa alasan
dengan pemekaran daerah. Pemekaran yang menjadi penyebab belum
daerah diharapkan dapat meningkatkan optimalnya pelayanan publik di daerah
kesejahteraan rakyat, antara lain pemekaran, yaitu:
melalui peningkatan dan pemerataan a. Tidak efektifnya penggunaan dana.
pelayanan publik, termasuk bidang Adanya pemekaran daerah membuat
kesehatan dan pendidikan. Jelas bahwa dana yang tersedia menjadi lebih
pembangunan fasilitas publik besar untuk luas wilayah dan
seyogyanya dibarengi dengan jumlah penduduk yang relatif sama.
peningkatan kualitas dan efektivitas Seharusnya hal ini mendorong
pelayanan itu sendiri, sehingga dapat peningkatan pelayanan publik,
secara optimal mendorong peningkatan paling tidak melalui penambahan
kesejahteraan masyarakat di daerah. jumlah sekolah dan jumlah guru.
Hasil studi Bappenas dan UNDP Hal ini sejalan juga dengan upaya
(2007) menunjukkan bahwa Selama lebih mendekatkan pelayanan
periode evaluasi, nampak bahwa kinerja pemerintah kepada masyarakat. Dari
pelayanan publik menunjukkan perkembangan indeks pelayanan
peningkatan yang cukup memuaskan. publik dapat ditunjukkan bahwa
Tetapi lebih jauh dijelaskan bahwa penggunaan dana untuk pelayanan
perkembangan Indeks Kinerja Pelayanan publik di DOB ternyata tidak lebih
Publik (IKPP) DOB sepanjang tahun baik dibandingkan di daerah induk.
2001-2005 berada di bawah daerah b. Tidak tersedianya tenaga layanan
induk. Hal ini menjadi gambaran belum publik.
Alokasi dana pemerintah pusat
melalui Dana Alokasi Umum (DAU) 5. PENUTUP
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Era baru desentralisasi fiskal dan
seyogyanya mendorong perluasan dan otonomi daerah di Indonesia berlaku
pemerataan pelayanan pendidikan sejak dikeluarkannya UU No. 22 dan 25
dan kesehatan dari sisi fasilitas fisik. Tahun 1999. UU ini efektif dilaksanakan
Keterbatasan perkembangan ekonomi mulai 1 januari 2001. Dalam
di DOB menjadi satu kendala perjalanannya kedua UU ini di revisi
dalam menarik tenaga pendidik menjadi UU No. 32 dan 33 tahun 2004
dan kesehatan untuk lebih sebagai respon untuk melaksanakan
mengoptimalkan kinerja di sistem pemilihan kepala daerah secara
daerahnya. Dengan kata lain, selain langsung. Dalam era baru desentralisasi
masalah keterbatasan dari sisi jumlah fiskal ini, daerah memiliki kewenangan
tenaga pelayanan, kinerja tenaga yang lebih luas untuk mengatur dan
pelayanan yang ada pun kurang mengurus urusannya sendiri sesuai
optimal. dengan potensi dan sumber daya lokal.
c. Belum optimalnya pemanfaatan Implikasi pelaksanaan otonomi
pelayanan publik. Dalam hal daerah dan desentralisasi dalam
infrastruktur terutama jalan, tampak pembangunan di Indonesia setidaknya
adanya peningkatan yang signifikan tergambar dalam empat aspek berikut;
di DOB. Namun dari sisi Pertama, Transfer ke daerah yang
pemanfaatannya secara optimal, mengalami lonjakan signifikan. Kedua,
masih menjadi tanda tanya. Dari Munculnya daerah-daerah pemekaran
kondisi yang ada, dapat dikatakan yang cukup banyak. Ketiga, kinerja
bahwa membaiknya kualitas jalan perekonomian daerah cenderung
dan pelayanan publik bidang meningkat dan terjadi penurunan angka
pendidikan dan kesehatan belum kemiskinan secara nasional, meski
dapat menjadi faktor pendorong tingkat ketimpangan semakin lebar,
pembangunan ekonomi di daerah. karena daerah kaya mampu menurunkan
Hal yang perlu menjadi perhatian tingkat kemiskinan lebih cepat dibanding
adalah sejauh mana peningkatan daerah-daerah miskin. Keempat, otonomi
pelayanan publik dari sisi fisik ini daerah telah meningkatkan kinerja
dapat meningkatkan kualitas dan pelayanan publik akan tetapi
taraf hidup masyarakat. perkembangan Indeks Kinerja Pelayanan
Publik (IKPP) DOB sepanjang masih
berada di bawah daerah induk.
DAFTAR PUSTAKA Regional Autonomy Policy,
Jakarta, Rajawali Pers.
Badan Pusat Statistik. 2009.
Perkembangan Beberapa Hirawan, Susiyati Bambang, 2007.
Indikator Utama Sosial-Ekonomi
Indonesia Maret 2009. Jakarta. Desentralisasi Fiskal Sebagai
Suatu Upaya Meningkatkan
Bahl, Roy W. dan Johannes Linn, 1992, Penyediaan Layanan Publik
Urban Public Finance in (Bagi Orang Miskin) di
Developing Countries, New Indonesia, Pidato pada Upacara
York Oxpord University Press. Pengukuhan sebagai Guru Besar
Tetap dalam bidang Ilmu
Bappenas & UNDP, 2008. Studi Ekonomi pada Fakultas Ekonomi
Evaluasi Dampak Pemekaran Universitas Indonesia, Jakarta, 24
Daerah 2001-2007, BRIDGE Pebruari 2007
(Building and Reinventing
Decentralised Governance), Juli Ida, Laode. 2005. Permasalahan
2008. Pemekaran Daerah di Indonesia,
Media Indonesia, Jakarta, 22
Brodjonegoro, Bambang P.S.. 2006. Maret 2005.
Desentralisasi sebagai Kebijakan
Fundamental untuk Mendorong Khusaini, Mohammad, 2006. Ekonomi
Pertum- buhan Ekonomi Publik - Desentralisasi Fiskal
Nasional dan Mengurangi dan Pembangunan Daerah,
Kesenjangan Antardaerah di Malang, BPFE Unibraw.
Indonesia, Pidato pada Upacara
Pengukuhan Sebagai Guru Besar Kuncoro, Mudrajat. 2009. Ekonomika
Tetap dalam Bidang Ilmu Indonesia; Dinamika Lingkungan
Ekonomi, Fakultas Ekonomi Bisnis di Tengah Krisis Global,
Universitas Indonesia, Jakarta, Yogyakarta, UPP STIM YKPN.
18 Maret 2006.
Kuncoro, Mudradjad. 2004. Otonomi dan
Fitrani, Fitria, Hofman Bert dan Kai Pembangunan Daerah :
Kaser. 2005. Unity in Diversity? Reformasi, Perencanaan, Strategi
The Creation of New Local dan Peluang. Jakarta : Penerbit
Government in a Decentralising Erlangga.
Indonesia, Bulletin of Litvack, Jennie, 1999. Decentralization,
Indonesian Economic Studies, Washington, DC, World Bank.
41(1): 57–79.
Mardiasmo. ‘Kebijakan Desentralisasi
Hidayat, Syarif, 2005. Too Much Too Fiskal di Era Reformasi:2005-
Soon ; Local States Elite’s 2008” dalam Abimanyu, Anggito
Perspective on The Puzzle Of dan Megantara, Andie, Era Baru
Contemporary Indonesian Kebijakan Fiskal; Pemikiran,
Konsep dan Implementasi,
Penerbit Kompas, Jakarta, 2009. Ter-Minassian, Teresa, 1997, Fiscal
Federalism in Theory and
Prud’homme, Remy, 1995. On The Practice, Washington,
Danger of Decentralization, International Monetary Fund.
Washington DC, The World
Bank, Policy Research Working Vazquez, M Jorge dan McNab M
Paper, 1252. Robert, 2001. Fiscal
Desentralization & Economic
Prud’homme, Remy, 2003. Fiscal Growth, Working Paper #01-1,
Decentralization in Africa; A Andrew Young School of Policy
Framework for Considering Studies, Georgia State University.
Reform, Wiley InterScience
Wibowo, Puji, 2008. Mencermati
Journal, DOI;10.1002/pad.256.
Dampak Desentralisasi Fiscal
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pusat Penelitian dan Pengembagan
Daerah, Jurnal Keuangan
Otonomi Daerah. 2005, Sinopsis
Public, Vol. 5, No. 1, Oktober
Penelitian: Efektifitas
2008.
Pemekaran Wilayah di Era
Otonomi Daerah, Badan
Penelitian dan Pengembangan
Departemen Dalam Negeri.

Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah.


2005. “Laporan Evaluasi
Penyelenggaran Otonomi Daerah
Periode 1999-2003”, Lembaga
Administrasi Negara (LAN).

Rahmawati, Farida. “Desentralisasi


Fiskal, Konsep, Hambatan, dan
Prospek” dalam Yustika, Ahmad
Erani, 2008, Desentralisasi
Ekonomi di Indonesia (kajian
Teorits dan Realitis empiris),
Malang, Banyumedia.

Siddik, Machfud, 2009. “Kebijakan Awal


Desentralisasi Fiskal 1999-2004”
Dalam Abimanyu, Anggito dan
Megantara, Andie, Era Baru
Kebijakan Fiskal; Pemikiran,
Konsep dan Implementasi,
Jakarta, Penerbit Kompas.

You might also like