You are on page 1of 168

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU)

NOMOR 41 TAHUN 2008 (41/2008)


TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) diajukan oleh Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama
Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah;
b. bahwa APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat;
c. bahwa APBN Tahun Anggaran 2009 disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam
menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung
terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
d. bahwa penyusunan APBN Tahun Anggaran 2009 berpedoman pada
Rencana Kerja Pemerintah tahun 2009 dan memperhatikan aspirasi
masyarakat, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan
damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat;
e. bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
13/PUU-VI/2008, Pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;
f. bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran
2009 antara Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah telah
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana
tertuang dalam Surat Keputusan DPD Nomor 33/DPD/2008 tanggal 2 Juli
2008;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, b, c, d, e, dan f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan
(2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), (2), (3), dan (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor
62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3988);
7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
9. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
10. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4389);
14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4400);
15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
17. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
18. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
19. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
20. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
21. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4746);
22. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
23. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852);
24. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4884);
25. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893).

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2009.

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan :


1.Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang
berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak,
serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.
2.Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari
pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
3.Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari
pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
4.Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang
berasal dari bea masuk dan bea ke luar.
5.Penerimaan negara bukan pajak adalah semua penerimaan yang diterima
negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian
pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), penerimaan
negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum
(BLU).
6.Cost recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan
(recoverable cost) oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan
menggunakan hasil produksi minyak bumi dan gas bumi (migas) sesuai
dengan ketentuan/peraturan yang berlaku.
7.Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari
sumbangan oleh pihak swasta dalam negeri dan pemerintah daerah
serta sumbangan oleh pihak swasta dan pemerintah luar negeri, yang
tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat,
serta tidak secara terus menerus, dialokasikan untuk mendanai
kegiatan tertentu.
8.Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk
membiayai belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah.
9.Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah belanja pemerintah
pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga, sesuai
dengan program-program Rencana Kerja Pemerintah yang akan
dijalankan.
10.Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah belanja pemerintah pusat
yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi
pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi
lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi
kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi
pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.
11.Belanja pemerintah pusat menurut jenis adalah belanja pemerintah pusat
yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah,
bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
12.Belanja pegawai adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk
membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan
kepada pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota Tentara
Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat
negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri,
sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali
pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
13.Belanja barang adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk
membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk
memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang
tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk
diserahkan atau dijual kepada masyarakat serta belanja perjalanan.
14.Belanja modal adalah belanja pemerintah pusat yang dilakukan dalam
rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.
15.Pembayaran bunga utang adalah belanja pemerintah pusat yang
digunakan untuk membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang
(principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun luar negeri,
yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan untuk utang
outstanding dan tambahan utang baru, termasuk untuk biaya terkait
dengan pengelolaan utang.
16.Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada
perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau
mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak
sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh
masyarakat.
17.Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada bahan
bakar minyak dan tenaga listrik, sehingga harga jualnya terjangkau
masyarakat yang membutuhkan.
18.Belanja hibah adalah belanja pemerintah pusat dalam bentuk uang,
barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah, Pemerintah Negara lain, atau
lembaga/organisasi internasional yang tidak perlu dibayar kembali,
bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus
menerus.
19.Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer
uang/barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian
negara/lembaga, guna melindungi dari terjadinya berbagai risiko sosial.
20.Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat
yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja
sebagaimana dimaksud pada angka 12 (dua belas) sampai dengan
angka 19 (sembilan belas), dan dana cadangan umum.
21.Transfer ke daerah adalah pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus
dan penyesuaian, serta hibah ke daerah.
22.Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi
hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah.
23.Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan
angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
24.Dana alokasi umum, selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
25.Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
26.Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai
pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan
dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi
Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh.
27.Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu
daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan
membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah.
28.Hibah ke daerah adalah dana yang bersumber dari APBN dalam bentuk
rupiah, serta pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) yang
diterushibahkan ke daerah, yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat
tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, dan
dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu.
29.Sisa lebih pembiayaan anggaran, selanjutnya disingkat SILPA, adalah
selisih lebih realisasi pembiayaan atas realisasi defisit anggaran yang
terjadi.
30.Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis pembiayaan yang
digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN.
31.Pembiayaan dalam negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang
berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang terdiri
dari hasil privatisasi, hasil pengelolaan aset, surat berharga negara, dan
pengeluaran pembiayaan yang terdiri dari dana investasi pemerintah,
dan dana bergulir.
32.Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun
seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan
nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat,
serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara.
33.Surat berharga negara, selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang
negara dan surat berharga syariah negara.
34.Surat utang negara, selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga
berupa surat pengakuan utang dalam matauang rupiah maupun valuta
asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara
Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat
Utang Negara.
35.Surat berharga syariah negara, selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat
disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan
terhadap aset SBSN, baik dalam matauang rupiah maupun valuta asing,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara.
36.Dana Investasi Pemerintah adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk
kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang
diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha.
37.Restrukturisasi BUMN adalah upaya yang dilakukan dalam rangka
penyehatan BUMN, yang merupakan salah satu langkah strategis untuk
memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja
dan meningkatkan nilai perusahaan.
38.Pembiayaan luar negeri neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari
penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan
pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman
luar negeri.
39.Pinjaman program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai
(cash financing) yang pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi
tertentu yang disepakati kedua belah pihak seperti matriks kebijakan
(policy matrix) atau dilaksanakannya kegiatan tertentu.
40.Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk
membiayai kegiatan tertentu yang telah ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan berdasarkan
Undang-Undang ini.
41.Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan
yang dianggarkan melalui kementerian negara/ lembaga dan alokasi
anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji
pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk
membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab
pemerintah.
42.Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran
pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.
43.Tahun anggaran 2009 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari
tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2009.

Pasal 2

(1)Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2009 diperoleh


dari sumber-sumber:
a.Penerimaan perpajakan;
b.Penerimaan negara bukan pajak; dan
c.Penerimaan hibah.
(2)Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
direncanakan sebesar Rp725.842.970.000.000,00 (tujuh ratus dua
puluh lima triliun delapan ratus empat puluh dua miliar sembilan ratus
tujuh puluh juta rupiah).
(3)Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b direncanakan sebesar Rp258.943.558.522.000,00 (dua ratus
lima puluh delapan triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar lima
ratus lima puluh delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah).
(4)Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
direncanakan sebesar Rp938.800.000.000,00 (sembilan ratus tiga puluh
delapan miliar delapan ratus juta rupiah).
(5)Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2009
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
direncanakan sebesar Rp985.725.328.522.000,00 (sembilan ratus
delapan puluh lima triliun tujuh ratus dua puluh lima miliar tiga ratus
dua puluh delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah).
Pasal 3

(1)Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)


terdiri dari :
a.Pajak dalam negeri; dan
b.Pajak perdagangan internasional.
(2)Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a direncanakan sebesar Rp697.346.970.000.000,00 (enam ratus
sembilan puluh tujuh triliun tiga ratus empat puluh enam miliar
sembilan ratus tujuh puluh juta rupiah), yang terdiri dari :
a.Pajak Penghasilan sebesar Rp357.400.470.000.000,00 (tiga ratus lima
puluh tujuh triliun empat ratus miliar empat ratus tujuh puluh juta
rupiah), termasuk PPh ditanggung Pemerintah atas: (i) komoditi
panas bumi sebesar Rp800.000.000.000,00 (delapan ratus miliar
rupiah); (ii) bunga atas surat berharga negara yang diterbitkan di
pasar internasional sebesar Rp1.200.000.000.000,00 (satu triliun
dua ratus miliar rupiah); dan (iii) terminasi dini hak eksklusif PT
Telkom (Pasal 25/29 badan) sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua
ratus lima puluh miliar rupiah), yang pelaksanaannya diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
b.Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah sebesar Rp249.508.700.000.000,00 (dua ratus
empat puluh sembilan triliun lima ratus delapan miliar tujuh ratus
juta rupiah), termasuk pajak ditanggung Pemerintah (DTP) atas:
(i) sektor-sektor tertentu dalam rangka penanggulangan dampak
perlambatan ekonomi global dan pemulihan sektor riil (counter
cyclical) sebesar Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun
rupiah); dan (ii) BBM bersubsidi (PT Pertamina/Persero) sebesar
Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah), yang
pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
c.Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp28.916.300.000.000,00 (dua
puluh delapan triliun sembilan ratus enam belas miliar tiga ratus
juta rupiah).
d.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebesar
Rp7.753.600.000.000,00 (tujuh triliun tujuh ratus lima puluh tiga
miliar enam ratus juta rupiah), termasuk BPHTB ditanggung
pemerintah atas kekurangan DTP BPHTB PT Pertamina (Persero)
tahun 2007 sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
e.Cukai sebesar Rp49.494.700.000.000,00 (empat puluh sembilan triliun
empat ratus sembilan puluh empat miliar tujuh ratus juta rupiah).
f.Pajak lainnya sebesar Rp4.273.200.000.000,00 (empat triliun dua
ratus tujuh puluh tiga miliar dua ratus juta rupiah).
(3)Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp28.496.000.000.000,00 (dua
puluh delapan triliun empat ratus sembilan puluh enam miliar rupiah),
yang terdiri dari:
a.Bea masuk sebesar Rp19.160.400.000.000,00 (sembilan belas triliun
seratus enam puluh miliar empat ratus juta rupiah), termasuk bea
masuk dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI) ditanggung
pemerintah untuk sektor-sektor tertentu sebesar
Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah),
yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
b.Bea ke luar sebesar Rp9.335.600.000.000,00 (sembilan triliun tiga
ratus tiga puluh lima miliar enam ratus juta rupiah).
(4)Rincian penerimaan perpajakan Tahun Anggaran 2009 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah sebagaimana tercantum
dalam penjelasan ayat ini.

Pasal 4

(1)Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2


ayat (3) terdiri dari :
a.Penerimaan sumber daya alam;
b.Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara;
c.Penerimaan negara bukan pajak lainnya; dan
d.Pendapatan BLU.
(2)Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a direncanakan sebesar Rp173.496.521.477.000,00 (seratus tujuh puluh
tiga triliun empat ratus sembilan puluh enam miliar lima ratus dua
puluh satu juta empat ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah), terdiri dari :
a.Penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA
Migas) sebesar Rp162.123.070.000.000,00 (seratus enam puluh
dua triliun seratus dua puluh tiga miliar tujuh puluh juta rupiah),
dengan ketentuan:
(i)Penerimaan SDA Migas tersebut memperhitungkan cost
recovery sebesar US$11.050.750.000,00 (sebelas miliar
lima puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu dolar Amerika
Serikat), naik dari besaran tahun 2008 sebesar
US$10.473.000.000,00 (sepuluh miliar empat ratus tujuh
puluh tiga juta dolar Amerika Serikat), yang disebabkan
oleh kenaikan lifting gas on stream Exxon dan Tangguh,
serta swap Conoco dan Chevron.
(ii)Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditugaskan untuk melakukan
audit atas kewajaran unsur biaya dalam cost recovery sejak
tahun 1997, dan apabila terdapat temuan ketidakwajaran,
maka BPK wajib melaporkan estimasi besaran kerugian
negara yang timbul, termasuk kerugian daerah dalam
kerangka bagi hasil, dan disampaikan dalam Laporan
Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I Tahun
Anggaran 2009 untuk dapat ditindaklanjuti.
(iii)Pemerintah ditugaskan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah
tentang cost recovery, yang antara lain memuat :
1.Unsur biaya yang dapat dikategorikan dan diperhitungkan
sebagai unsur cost recovery.
2.Standar atau norma universal yang diberlakukan
terhadap kewajaran unsur biaya dalam perhitungan
beban pajak dan cost recovery.
3.Standar tersebut tidak hanya berpedoman pada Exhibit
Contract, namun juga disesuaikan dengan standar
pembebanan yang berlaku umum sebagaimana
dimaksud pada butir (2).
4.Cost recovery senantiasa harus mengikuti peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,
sehingga acuan cost recovery dalam Exhibit Contract
perlu ditinjau kembali.
5.Pemberlakuan Peraturan Pemerintah tersebut dilakukan
efektif mulai 1 Januari 2009.
(iv)Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(BP MIGAS) ditugaskan untuk memperkuat pengawasan
dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara dari
sektor migas.
b.Penerimaan sumber daya alam nonminyak bumi dan gas bumi (SDA
Nonmigas) sebesar Rp11.373.451.477.000,00 (sebelas triliun tiga
ratus tujuh puluh tiga miliar empat ratus lima puluh satu juta
empat ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah).
(3)Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
Rp30.794.000.000.000,00 (tiga puluh triliun tujuh ratus sembilan puluh
empat miliar rupiah).
(4)Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c direncanakan sebesar Rp49.210.801.248.000,00 (empat
puluh sembilan triliun dua ratus sepuluh miliar delapan ratus satu juta
dua ratus empat puluh delapan ribu rupiah).
(5)Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
direncanakan sebesar Rp5.442.235.797.000,00 (lima triliun empat ratus
empat puluh dua miliar dua ratus tiga puluh lima juta tujuh ratus
sembilan puluh tujuh ribu rupiah).
(6)Penunjukan Gelora Bung Karno dan Kompleks Kemayoran sebagai Badan
Layanan Umum dalam rangka optimalisasi Penerimaan Negara Bukan
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat ditinjau
kembali sesuai peraturan perundang-undangan, dalam hal ini terhadap
sebagian aset yang dikelola oleh Badan Layanan Umum Gelora Bung
Karno dan sebagian atau seluruh aset yang dikelola Badan Layanan
Umum Kompleks Kemayoran akan ditetapkan sebagai Penyertaan
Modal Negara dalam suatu Badan Usaha Milik Negara.
(7)Rincian penerimaan negara bukan pajak Tahun Anggaran 2009
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)
adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

Pasal 5

(1)Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 terdiri dari :


a.Anggaran belanja pemerintah pusat; dan
b.Anggaran transfer ke daerah.
(2)Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00 (tujuh ratus
enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar tiga ratus empat
puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah).
(3)Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
direncanakan sebesar Rp320.690.992.000.000,00 (tiga ratus dua puluh
triliun enam ratus sembilan puluh miliar sembilan ratus sembilan puluh
dua juta rupiah).
(4)Jumlah anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2009 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) direncanakan sebesar
Rp1.037.067.338.122.000,00 (seribu tiga puluh tujuh triliun enam puluh
tujuh miliar tiga ratus tiga puluh delapan juta seratus dua puluh dua
ribu rupiah).

Pasal 6

(1)Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


ayat (1) huruf a dikelompokkan atas :
a.Belanja pemerintah pusat menurut organisasi;
b.Belanja pemerintah pusat menurut fungsi; dan
c.Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja.
(2)Belanja pemerintah pusat menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00
(tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar tiga
ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah).
(3)Belanja pemerintah pusat menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00
(tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar tiga
ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah).
(4)Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00
(tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar tiga
ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah).
(5)Rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat menurut unit
organisasi/bagian anggaran, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja
dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.
(6)Rincian anggaran belanja pemerintah pusat Tahun Anggaran 2009 menurut
organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), menurut
fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dan menurut
jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Presiden yang menjadi lampiran yang tidak
terpisahkan dari Undang-Undang ini yang ditetapkan paling lambat
tanggal 30 Nopember 2008.

Pasal 7

Pengendalian anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam tahun


anggaran 2009 ditempuh dengan kebijakan penetapan besaran subsidi BBM
sesuai dengan Undang-Undang APBN dengan toleransi alokasi maksimum dari
realokasi cadangan risiko fiskal.

Pasal 8

Pengendalian anggaran subsidi listrik dalam tahun anggaran 2009 dilakukan


melalui :
a.Penerapan tarif dasar listrik (TDL) sesuai harga keekonomian secara
otomatis untuk pelanggan dengan daya 6.600 VA (volt ampere) ke atas.
b.Perluasan penerapan kebijakan tarif insentif dan disinsentif untuk pelanggan
dengan daya di bawah 6.600 VA.
c.Penerapan diversifikasi tarif regional seperti Batam dan Tarakan pada
daerah-daerah lain.
d.Penyediaan kebutuhan pasokan gas untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PT
PLN) dari PT Perusahaan Gas Negara (PT PGN) dan KKKS berkoordinasi
dengan BP MIGAS.
e.Penyediaan Domestic Market Obligation (DMO) batubara yang berasal dari
kebutuhan ketersediaan inkind batubara.

Pasal 9

(1)Pemerintah menjamin kecukupan pasokan gas yang dibutuhkan


perusahaan produsen pupuk dalam negeri dalam rangka menjaga
ketahanan pangan.
(2)Dalam rangka untuk mengurangi beban subsidi pangan terutama pupuk
pada masa yang akan datang, pemerintah menjamin harga gas untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan produsen pupuk dalam negeri
dengan harga domestik.
(3)Pemerintah Daerah diberi kewenangan mengawasi penyaluran pupuk
bersubsidi melalui mekanisme rencana definitif kebutuhan kelompok
(RDKK).

Pasal 10

(1)Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk


mempercepat penanggulangan kemiskinan, maka bantuan langsung
masyarakat (BLM) dalam program/kegiatan nasional pemberdayaan
masyarakat (PNPM) yang terdiri dari program pengembangan
kecamatan (PPK), program penanggulangan kemiskinan perkotaan
(P2KP), program pengembangan infrastruktur perdesaan (PPIP), dan
percepatan pembangunan daerah tertinggal dan khusus (P2DTK) dalam
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009, dapat
diluncurkan sampai dengan akhir April 2010 sebagai anggaran belanja
tambahan Tahun Anggaran 2010.
(2)Pengajuan usulan luncuran program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam bentuk konsep
DIPA Luncuran (DIPA-L) paling lambat pada tanggal 16 Januari 2010.
(3)Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan DIPA-L sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah.
(4)Pemerintah dapat melakukan kontrak dan pembiayaan tahun jamak
terbatas sampai dengan tahun 2010 untuk mengatasi keperluan
mendesak dan belum terprogram, yang pada tahap awal sumber
dananya antara lain berasal dari bantuan sosial penanggulangan
bencana.

Pasal 11

(1)Dalam rangka menjaga kesinambungan penyelenggaraan Pemilihan Umum


tahun 2009, maka program/kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Umum
tahun 2009 yang dilakukan dalam tahun 2008 namun belum dapat
diselesaikan sampai dengan akhir Desember 2008 dapat dilanjutkan
penyelesaiannya ke tahun 2009.
(2)Pendanaan untuk program/kegiatan, sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) bersumber dari bagian anggaran 069 (belanja lain-lain) dalam tahun
2009.
(3)Penyelesaian kegiatan-kegiatan tersebut yang berkaitan dengan
pengadaan barang dan jasa publik mengikuti ketentuan perundangan
yang berlaku.
(4)Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 12

(1)Kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur yang


dilakukan dalam tahun 2008 namun belum dapat diselesaikan sampai
dengan akhir Desember 2008 dapat dilanjutkan penyelesaiannya ke
tahun 2009.
(2)Pendanaan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
bersumber dari pagu kementerian negara/lembaga masing-masing
dalam tahun anggaran 2009.
(3)Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 13

(1)Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, maka alokasi


dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dapat
digunakan untuk melunasi kekurangan pembayaran pembelian tanah,
bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup dan biaya evakuasi di luar
peta terdampak pada tiga desa (desa Besuki, Kedung Cangkring, dan
Penjarakan), serta untuk bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup,
biaya evakuasi dan relokasi pada sembilan rukun tetangga di tiga desa
(Siring Barat, Jatirejo, dan Mindi).
(2)Kekurangan pembayaran pembelian tanah di luar peta area terdampak
pada tiga desa (desa Besuki, Kedung Cangkring, dan Penjarakan)
dilakukan setelah pembayaran pembelian tanah di dalam peta area
terdampak selesai dilakukan.

Pasal 14

Pemerintah diberi kewenangan untuk melakukan pengeluaran dalam rangka


memenuhi setiap kewajiban yang timbul sehubungan dengan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht).

Pasal 15

(1)Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat


berupa :
a.pergeseran anggaran belanja:
(i)antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;
(ii)antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran
tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau
(iii)antarjenis belanja dalam satu kegiatan.
b.perubahan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan
negara bukan pajak (PNBP); dan
c.perubahan pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari
luncuran dan percepatan penarikan PHLN;
ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) di atas pagu APBN untuk perguruan tinggi
non-Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan BLU ditetapkan oleh
Pemerintah.
(3)Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu
provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam
rangka tugas pembantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan
yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi.
(4)Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan antarprovinsi/ kabupaten/kota untuk kegiatan
operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat
maupun oleh instansi vertikalnya di daerah.
(5)Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), dan (4)
dilaporkan Pemerintah kepada DPR dalam APBN Perubahan dan/atau
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Pasal 16

(1)Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat


(1) huruf b terdiri dari :
a.Dana perimbangan;
b.Dana otonomi khusus dan penyesuaian; dan
c.Hibah ke daerah.
(2)Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
direncanakan sebesar Rp296.952.413.800.000,00 (dua ratus sembilan
puluh enam triliun sembilan ratus lima puluh dua miliar empat ratus
tiga belas juta delapan ratus ribu rupiah).
(3)Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b direncanakan sebesar Rp23.738.578.200.000,00 (dua puluh
tiga triliun tujuh ratus tiga puluh delapan miliar lima ratus tujuh puluh
delapan juta dua ratus ribu rupiah).
(4)Hibah ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c nihil.

Pasal 17

(1)Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a


terdiri dari :
a.Dana bagi hasil;
b.Dana alokasi umum; dan
c.Dana alokasi khusus.
(2)Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan
sebesar Rp85.718.725.000.000,00 (delapan puluh lima triliun tujuh
ratus delapan belas miliar tujuh ratus dua puluh lima juta rupiah).
(3)Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
direncanakan sebesar Rp186.414.100.000.000,00 (seratus delapan
puluh enam triliun empat ratus empat belas miliar seratus juta rupiah).
(4)Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
direncanakan sebesar Rp24.819.588.800.000,00 (dua puluh empat
triliun delapan ratus sembilan belas miliar lima ratus delapan puluh
delapan juta delapan ratus ribu rupiah).
(5)Perhitungan dan pembagian lebih lanjut dana perimbangan dilakukan
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
(6)Rincian dana perimbangan Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum
dalam penjelasan ayat ini.

Pasal 18

(1)Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 16 ayat (1) huruf b terdiri dari :
a.Dana otonomi khusus; dan
b.Dana penyesuaian.
(2)Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
direncanakan sebesar Rp8.856.564.000.000,00 (delapan triliun delapan
ratus lima puluh enam miliar lima ratus enam puluh empat juta rupiah).
(3)Dana penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
direncanakan sebesar Rp14.882.014.200.000,00 (empat belas triliun
delapan ratus delapan puluh dua miliar empat belas juta dua ratus ribu
rupiah).

Pasal 19

(1)Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2009


sebesar Rp985.725.328.522.000,00 (sembilan ratus delapan puluh lima
triliun tujuh ratus dua puluh lima miliar tiga ratus dua puluh delapan
juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah), sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (5), lebih kecil dari jumlah Anggaran Belanja Negara
sebesar Rp1.037.067.338.122.000,00 (seribu tiga puluh tujuh triliun
enam puluh tujuh miliar tiga ratus tiga puluh delapan juta seratus dua
puluh dua ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4),
sehingga dalam Tahun Anggaran 2009 terdapat Defisit Anggaran
sebesar Rp51.342.009.600.000,00 (lima puluh satu triliun tiga ratus
empat puluh dua miliar sembilan juta enam ratus ribu rupiah), yang
akan dibiayai dari Pembiayaan Defisit Anggaran.
(2)Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2009 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari sumber-sumber :
a.Pembiayaan dalam negeri sebesar Rp60.790.250.000.000,00 (enam
puluh triliun tujuh ratus sembilan puluh miliar dua ratus lima
puluh juta rupiah);
b.Pembiayaan luar negeri neto sebesar negatif Rp9.448.240.400.000,00
(sembilan triliun empat ratus empat puluh delapan miliar dua
ratus empat puluh juta empat ratus ribu rupiah).
(3)Rincian Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2009 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam
penjelasan ayat ini.

Pasal 20
(1)Pada pertengahan Tahun Anggaran 2009, Pemerintah menyusun Laporan
tentang Realisasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Semester Pertama Tahun Anggaran 2009 mengenai :
a.Realisasi pendapatan negara dan hibah;
b.Realisasi belanja negara; dan
c.Realisasi pembiayaan defisit anggaran.
(2)Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah
menyertakan prognosa untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
(3)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat pada akhir bulan Juli
2009, untuk dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dengan
Pemerintah.

Pasal 21

(1)Anggaran Pendidikan adalah sebesar Rp207.413.531.763.000,00 (dua


ratus tujuh triliun empat ratus tiga belas miliar lima ratus tiga puluh
satu juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu rupiah).
(2)Persentase anggaran pendidikan adalah sebesar 20,0% (dua puluh koma
nol persen), yang merupakan perbandingan alokasi anggaran
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap total
anggaran belanja negara sebesar Rp1.037.067.338.122.000,00 (seribu
tiga puluh tujuh triliun enam puluh tujuh miliar tiga ratus tiga puluh
delapan juta seratus dua puluh dua ribu rupiah).

Pasal 22

Anggaran belanja bunga utang yang merupakan bagian dari Belanja


Pemerintah Pusat telah memperhitungkan hasil restrukturisasi tingkat bunga
surat utang (SU) 002 dan SU-004 yang mengacu pada besaran tingkat bunga
special rate Bank Indonesia (SRBI) 01 sebesar 0,1% (nol koma satu persen).

Pasal 23

(1)Dalam keadaan darurat, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :


a.penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi
asumsi ekonomi makro lainnya yang menyebabkan turunnya
pendapatan negara, dan/atau meningkatnya belanja negara
secara signifikan;
b.kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil Surat Berharga Negara,
secara signifikan; dan/atau
c.krisis sistemik dalam sistem keuangan dan perbankan nasional yang
membutuhkan tambahan dana penjaminan perbankan dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB),
Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan
langkah-langkah :
1.pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan/atau pengeluaran
melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran
2009;
2.pergeseran anggaran belanja antarprogram, antarkegiatan, dan/atau
antarjenis belanja dalam satu kementerian negara/lembaga
dan/atau antar kementerian negara/lembaga;
3.penghematan belanja negara dalam rangka peningkatan efisiensi,
dengan tetap menjaga sasaran program/kegiatan prioritas yang
tetap harus tercapai;
4.penarikan pinjaman siaga dari kreditor bilateral maupun multilateral;
5.penerbitan Surat Berharga Negara melebihi pagu yang ditetapkan
dalam APBN tahun yang bersangkutan.
(2)Pemerintah menyampaikan langkah-langkah kebijakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam Laporan Semester I Pelaksanaan APBN
dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Pasal 24

(1)Dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi


kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya
dapat ditalangi dari dana saldo anggaran lebih (SAL).
(2)Pemerintah dapat menerbitkan Surat Berharga Negara untuk membiayai
kebutuhan pengelolaan kas bagi pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), apabila dana tunai pengelolaan kas tidak
cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan awal tahun anggaran
berikutnya.
(3)Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali SBN untuk kepentingan
stabilisasi pasar, dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan
penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang
ditetapkan.

Pasal 25

(1)Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran


2009 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka
penyusunan perkiraan Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2009, apabila terjadi :
a.Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang
digunakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2009;
b.Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
c.Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran
antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau antarjenis belanja;
d.Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun-tahun
anggaran sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan
anggaran Tahun Anggaran 2009.
(2)Saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak
termasuk saldo anggaran lebih yang merupakan saldo kas di Badan
Layanan Umum (BLU), yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan sesuai ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
(3)Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan
atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009
berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun
Anggaran 2009 berakhir.

Pasal 26

(1)Setelah Tahun Anggaran 2009 berakhir, Pemerintah menyusun


pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 berupa Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat.
(2)Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
(3)Laporan Realisasi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilengkapi dengan informasi pendapatan dan belanja secara akrual.
(4)Neraca sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyajikan aset dan
kewajiban berdasarkan basis akrual.
(5)Penerapan pendapatan dan belanja secara akrual dalam laporan keuangan
tahun 2009 dilaksanakan secara bertahap pada badan layanan umum.
(6)Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
(7)Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2009, setelah Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperiksa oleh
Badan Pemeriksa Keuangan, paling lambat 6 (enam) bulan setelah
Tahun Anggaran 2009 berakhir untuk mendapatkan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.

Pasal 27

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 171

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2008
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2009

I.UMUM

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2009


disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Tahun 2009, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan
Fiskal Tahun 2009 sebagaimana telah dibahas dan disepakati bersama,
baik dalam Pembicaraan Pendahuluan maupun Pembicaraan Tingkat I
Pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2009 antara Pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Hal tersebut sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selain itu, APBN Tahun
Anggaran 2009 juga mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan
politik, yang berkembang dalam beberapa bulan terakhir, serta
berbagai langkah kebijakan yang diperkirakan akan ditempuh dalam
tahun 2009.

Dengan memperhatikan perkembangan faktor eksternal dan stabilitas


ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2009
diperkirakan mencapai sekitar 6,0% (enam koma nol persen). Meskipun
perlambatan perekonomian global akan menyebabkan menurunnya
kinerja ekspor nasional, pemerintah akan berupaya agar realisasi
pertumbuhan ekonomi sesuai dengan asumsi tersebut. Melalui
pertumbuhan konsumsi masyarakat yang diperkirakan masih cukup
tinggi, dan iklim investasi yang semakin kondusif diharapkan dapat
menjadi daya tarik bagi para investor dalam negeri dan luar negeri
untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sementara itu, impor
Indonesia akan lebih difokuskan pada barang modal sehingga dapat
memicu perkembangan industri pengolahan dalam negeri.

Melalui kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang terkoordinasi, nilai tukar
rupiah diperkirakan akan berada pada kisaran Rp9.400,00 (sembilan
ribu empat ratus rupiah) per satu dolar Amerika Serikat. Stabilitas nilai
tukar rupiah ini mempunyai peranan penting terhadap pencapaian
sasaran inflasi tahun 2009, dan perkembangan suku bunga perbankan.
Dalam tahun 2009, dengan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, dan
terjaminnya pasokan dan lancarnya arus distribusi kebutuhan bahan
pokok, maka laju inflasi diperkirakan dapat ditekan pada tingkat 6,2%
(enam koma dua persen). Sejalan dengan itu, rata-rata suku bunga SBI
3 (tiga) bulan diperkirakan akan mencapai 7,5% (tujuh koma lima
persen). Di lain pihak, dengan mempertimbangkan pertumbuhan
permintaan minyak dunia yang sedikit melambat seiring perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia, serta ketatnya spare capacity di
negara-negara produsen minyak karena investasi di sektor
perminyakan yang relatif lambat, maka rata-rata harga minyak mentah
Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) di pasar internasional dalam
tahun 2009 diperkirakan akan berada pada kisaran US$80,0 (delapan
puluh koma nol dolar Amerika Serikat) per barel, sedangkan tingkat
lifting minyak mentah diperkirakan sekitar 960 (sembilan ratus enam
puluh) ribu barel per hari.

Pemerintah menyadari bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di


tahun 2009, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi. Untuk
itu, sasaran program kerja pemerintah dalam tahun 2009 diharapkan
dapat memberikan kemajuan penting dalam pelaksanaan tiga agenda
pembangunan sebagaimana digariskan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, yaitu: (a) mewujudkan
Indonesia yang aman dan damai; (b) mewujudkan Indonesia yang adil
dan demokratis; dan (c) mewujudkan Indonesia yang sejahtera.
Sementara itu, tema pembangunan tahun 2009 adalah "Peningkatan
Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan Kemiskinan."

Dalam upaya mewujudkan tema pembangunan tersebut, Pemerintah


menghadapi berbagai masalah dan tantangan, antara lain: (i) masih
relatif tingginya jumlah penduduk miskin; (ii) terbatasnya akses dan
dana dalam sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin; (iii)
relatif rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat; dan
(iv) masih lemahnya daya tarik investasi dan daya saing sektor riil.

Untuk menghadapi masalah dan tantangan tersebut guna mewujudkan tema


pembangunan dalam tahun 2009, telah ditetapkan prioritas
pembangunan nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun
2009 sebagai berikut: Pertama, peningkatan pelayanan dasar dan
pembangunan perdesaan. Kedua, percepatan pertumbuhan yang
berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung
oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi. Ketiga,
peningkatan upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, pemantapan
demokrasi, serta pertahanan dan keamanan dalam negeri.

Prioritas pembangunan nasional tersebut dijabarkan dalam pokok-pokok


kebijakan fiskal tahun 2009 sebagai berikut: (i) pelaksanaan
amandemen Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang saat
ini masih dalam proses pembahasan di DPR; (ii) peningkatan
pembangunan infrastruktur, terutama bandara dan pelabuhan; (iii)
pelaksanaan pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) melalui
pendistribusian BBM bersubsidi dengan sistem tertutup dan kebijakan
lain yang dianggap perlu agar subsidi lebih tepat sasaran, dengan tetap
memperhatikan kemampuan keuangan negara dan daya beli
masyarakat; (iv) perhitungan pendapatan dalam negeri neto sebagai
basis penetapan pagu DAU nasional memperhitungkan antara lain
beban subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pupuk, dan subsidi benih; dan
(v) pelaksanaan amandemen Undang-Undang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD). Di samping itu, untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Pemerintah perlu melakukan
perbaikan quality of spending dan penajaman prioritas terhadap
belanjanya.

Dengan demikian, kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat


tahun 2009 diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi
nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas
lapangan kerja, serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat dan mengurangi kemiskinan, di samping tetap menjaga
stabilitas nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional
pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, maka prioritas alokasi
anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2009 akan difokuskan
pada:(i) kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kebutuhan dasar
operasional di setiap kementerian negara/lembaga; (ii) melanjutkan
program pengentasan kemiskinan melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Bantuan Operasional Sekolah
(BOS), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Jamkesmas; (iii)
meningkatkan alokasi program kementerian negara/lembaga untuk
peningkatan produksi pangan, infrastruktur dan energi alternatif; (iv)
pengurangan subsidi BBM melalui efisiensi di PT Pertamina dan PT PLN;
(v) melanjutkan rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah pasca
bencana alam; serta (vi) mengamankan pelaksanaan Pemilu 2009.

Selanjutnya, APBN juga diarahkan untuk melaksanakan amanat konstitusi


dalam rangka memenuhi hak warga negara atas: (i) pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; (ii) hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan
(iii) jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia bermartabat, dan mendapat pendidikan yang
layak. Di samping itu, keseimbangan pembangunan, termasuk di
dalamnya penganggaran, perlu tetap harus dijaga agar dapat mencapai
prioritas-prioritas perbaikan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan dan pelaksanaan tugas kenegaraan yang telah
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

Selanjutnya, sesuai dengan amanat UUD 1945, negara memprioritaskan APBN


dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional, dengan mengalokasikan sekurang-kurangnya 20,0% (dua
puluh koma nol persen) dari APBN dan APBD untuk pendidikan nasional.
Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20,0% (dua puluh koma nol
persen) tersebut di samping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (4)
UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi
tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI/2008. Menurut putusan
Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun
Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban
konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya
20,0% (dua puluh koma nol persen) untuk pendidikan. Selain itu,
Pemerintah dan DPR memprioritaskan pengalokasian anggaran
pendidikan 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN Tahun
Anggaran 2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat
anggaran pendidikan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat dan sejalan dengan amanat UUD 1945. Hal tersebut harus
diwujudkan dengan sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak
menyatakan bahwa keseluruhan APBN yang tercantum dalam UU APBN
Tahun Anggaran 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
yang disebabkan oleh adanya bagian dari UU APBN, yaitu mengenai
anggaran pendidikan, yang bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam kaitannya dengan penanganan bencana alam, melalui Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2005
yang dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara,
telah dibentuk BRR NAD-Nias dalam rangka melaksanakan rehabilitasi
dan rekonstruksi di wilayah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias pasca
bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda wilayah tersebut pada
akhir tahun 2004. Selain tugas melaksanakan kegiatan pemulihan, BRR
NAD-Nias juga mengemban 2 (dua) tugas pokok, yaitu: (i) mengelola
proyek rehabilitasi dan rekonstruksi yang berdasarkan dokumen
pelaksanaan anggaran (didanai oleh APBN), dan (ii) mengkoordinasikan
proyek-proyek rehabilitasi dan rekonstruksi yang dibiayai oleh
lembaga/negara donor atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing.

Perpu Nomor 2 Tahun 2005, Pasal 26 menyebutkan bahwa: (i) masa tugas
BRR akan berakhir setelah 4 (empat) tahun; (ii) setelah berakhirnya
masa tugas BRR, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; (iii) setelah berakhirnya masa
tugas BRR, segala kekayaannya menjadi kekayaan milik negara yang
selanjutnya dapat diserahkan kepada pemerintah daerah; dan (iv)
pengakhiran masa tugas BRR beserta akibat hukumnya ditetapkan
dengan Perpres.

Dengan demikian, tahun 2008 merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan


proyek-proyek fisik oleh BRR NAD-Nias. Sementara itu, dalam rangka
melaksanakan proses administrasi penuntasan tugas, BRR NAD-Nias
masih dapat beroperasi hingga April 2009. Oleh karena itu, mulai tahun
2008 sudah mulai dilakukan persiapan penuntasan masa tugas BRR
NAD-Nias. Berkaitan dengan berakhirnya masa tugas BRR NAD-Nias,
terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu: (i)
pengelolaan pendanaan pasca BRR NAD-Nias; (ii) pengalihan peralatan
dan perangkat (aset) melalui identifikasi terhadap: tahap pengalihan
aset, jenis-jenis pengalihan aset, aset-aset BRR NAD-Nias, dan aset-aset
lembaga/negara donor/NGO; (iii) pengalihan personel (SDM); serta (iv)
pengalihan dokumen.

Dalam kerangka tersebut, pada tahun 2009, pelaksanaan lanjutan program


rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias akan diserahkan kewenangannya
kepada kementerian negara/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah,
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dengan
demikian, pembiayaan program rehabilitasi dan rekonstruksi tidak lagi
dialokasikan pada bagian anggaran 094 (BRR NAD-Nias), tetapi
langsung dialokasikan kepada masing-masing K/L yang bersangkutan.
Sementara itu, biaya operasional BRR NAD-Nias akan dialokasikan pada
bagian anggaran 069 (anggaran pembiayaan dan perhitungan).
Kementerian negara/lembaga yang akan melanjutkan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias antara lain Departemen Dalam
Negeri, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan,
Departemen Agama, Badan Pertanahan Nasional, dan Bappenas.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyerahan,


pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah
secara nyata dan bertanggungjawab, juga diikuti dengan pengaturan,
pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara
proporsional, demokratis, adil dan transparan, dengan memperhatikan
potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah melalui reformulasi kebijakan
dana perimbangan dan kebijakan lain terkait dengan transfer ke
daerah. Sejalan dengan hal tersebut, penerapan kebijakan transfer ke
daerah dalam tahun 2009 ditujukan untuk: (i) terus melaksanakan
desentralisasi fiskal untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah
secara konsisten; (ii) mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah
pusat dengan daerah dan antar-daerah; (iii) mengurangi kesenjangan
dan perbaikan pelayanan publik di daerah; dan (iv) mengalihkan secara
bertahap sebagian anggaran kementerian negara/lembaga yang
digunakan untuk mendanai kegiatan yang sudah menjadi urusan
daerah ke DAK.

Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan belanja pemerintah pusat dan


transfer ke daerah tersebut, diperlukan sumber-sumber pendapatan
negara dan pembiayaan anggaran. Beberapa faktor yang
mempengaruhi besaran pendapatan negara dalam APBN Tahun
Anggaran 2009, baik penerimaan perpajakan maupun PNBP, yaitu:
kondisi ekonomi makro, realisasi pendapatan pada tahun sebelumnya,
kebijakan yang dilakukan dalam bidang tarif, subyek dan obyek
pengenaan, serta perbaikan dan efektivitas administrasi pemungutan.

Terdapat beberapa hal yang cukup signifikan pengaruhnya pada perhitungan


target pendapatan tahun 2009, yaitu adanya perundang-undangan dan
peraturan pelaksanaannya yang telah selesai pada tahun 2007 dan
2008. Undang-undang dimaksud antara lain: paket UU Perpajakan, UU
Kepabeanan, UU Cukai, serta berbagai UU sektoral. Perubahan UU
perpajakan akan berdampak pada penerimaan negara dan
perekonomian, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang. Dalam jangka pendek, perubahan UU perpajakan yang terdiri
dari perubahan UU Ketentuan Umum Perpajakan dan UU Pajak
Penghasilan diperkirakan akan memberikan dampak pada penurunan
penerimaan perpajakan (tax potential loss).

Langkah-langkah kebijakan perpajakan yang diambil dalam tahun 2009


antara lain: (i) menyediakan fasilitas fiskal dan nonfiskal bagi
penanaman modal dengan memperluas cakupan sektor dan wilayah
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas
Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha
Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu; (ii) memperluas kantor
pelayanan pajak yang berbasis sistem administrasi modern di Jawa dan
Bali; (iii) menyempurnakan manajemen risiko kepabeanan; (iv)
melanjutkan harmonisasi tarif bea masuk impor; dan (v)
mengimplementasikan ASEAN Single Window.

Sementara itu, kebijakan di bidang PNBP dalam tahun 2009 akan tetap
ditujukan untuk mengoptimalkan penerimaan yang berasal dari
pemanfaatan sumber daya alam (SDA), bagian laba BUMN, PNBP
lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU). Sasaran
tersebut dilakukan dengan melanjutkan reformasi administrasi dan
penyempurnaan kebijakan PNBP melalui: (i) peninjauan dan
penyempurnaan peraturan PNBP pada kementerian negara/lembaga;
(ii) monitoring, evaluasi dan koordinasi pelaksanaan pengelolaan PNBP
pada kementerian negara/lembaga; (iii) penyusunan rencana dan pagu
penggunaan PNBP yang lebih realistis pada kementerian
negara/lembaga; (iv) pemantauan, penelaahan, evaluasi, dan verifikasi
laporan PNBP pada kementerian negara/lembaga dan SDA nonmigas;
(v) peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan PNBP pada
kementerian negara/lembaga; (vi) percepatan penyelesaian kewajiban
Pertamina/KKKS kepada Pemerintah terkait dengan kegiatan migas; (vii)
peningkatan koordinasi terkait dengan pencapaian target
produksi/lifting minyak mentah dan volume gas bumi; dan (viii)
perbaikan terhadap kebijakan cost recovery pada Kontrak Production
Sharing (KPS). Di samping itu, untuk meningkatkan kinerja BUMN antara
lain akan dilakukan pengalokasian anggaran yang bersumber dari laba
BUMN untuk pengembangan sektor-sektor strategis dan penguatan
sektor manufaktur (barang modal) dalam rangka memperbaiki peran
BUMN dalam perekonomian nasional. Di lain pihak, optimalisasi
penerimaan hibah akan dilakukan antara lain melalui monitoring
pencairan atas komitmen para donor dalam rangka hibah, khususnya
untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang terkena
musibah bencana serta re-evaluasi peraturan-peraturan tentang tata
cara pengadaan/pengelolaan hibah sehingga seluruh pengelolaan hibah
memiliki arah yang lebih jelas, dan tercatat dalam perhitungan APBN.

Selanjutnya, kebijakan umum pembiayaan anggaran antara lain


dititikberatkan pada penetapan sasaran surplus/defisit anggaran
berdasarkan proyeksi penerimaan negara maupun rencana alokasi
belanja negara. Berdasarkan proyeksi dan berbagai langkah kebijakan
di atas, dalam APBN Tahun Anggaran 2009 diperkirakan masih terdapat
defisit anggaran. Sebagian besar defisit tersebut akan dibiayai dari
Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri. Untuk menutupi
defisit tersebut, dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip
kemandirian dalam pembiayaan anggaran, dengan lebih
memprioritaskan pendanaan yang tersedia, murah dan berisiko rendah
yang bersumber dari dalam negeri.

Dalam kondisi pasar keuangan yang tidak stabil akibat ketatnya likuiditas
global, untuk mengurangi tekanan terhadap kebutuhan pembiayaan
anggaran tahun 2009, penerbitan SBN akan dilakukan secara
berhati-hati dan menjaga pada risiko sekecil mungkin. Untuk
mengantisipasi kondisi pasar keuangan yang memburuk yang dapat
berdampak pada perekonomian nasional, dipandang perlu dipersiapkan
langkah-langkah di bidang kebijakan fiskal. Dalam UU APBN Tahun
Anggaran 2009 telah dipersiapkan payung hukum apabila terjadi
perlambatan pertumbuhan ekonomi dan deviasi asumsi makro secara
signifikan, kenaikan biaya penerbitan SBN dan masalah sistemik di
sektor keuangan. Langkah-langkah penanggulangan berupa
pembiayaan siaga yang berasal dari pemberi pinjaman lembaga
keuangan multilateral dan bilateral. Dalam keadaan tersebut,
Pemerintah bertekad untuk tidak mengurangi belanja prioritas, bahkan
akan menambah, jika diperlukan, sehingga dapat dijadikan cadangan
terhadap rumahtangga dan sektor yang terkena dampaknya.

Terkait hal tersebut, strategi pembiayaan anggaran harus dilakukan secara


hati-hati agar sumber-sumber pembiayaan anggaran tersebut dapat
digunakan seoptimal mungkin guna menghindari terjadinya beban fiskal
di masa mendatang yang berpotensi mengganggu kesinambungan
fiskal (fiscal sustainability). Selain itu, strategi pembiayaan anggaran
harus diimplementasikan secara terkoordinasi agar dapat tercapai
pengelolaan fiskal secara prudent, kebijakan moneter yang kredibel,
dan pengelolaan utang yang sehat serta pengelolaan kas yang efisien.

II.PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penerimaan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai
barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
yang ditanggung pemerintah (DTP) sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan b tersebut tidak diperhitungkan dalam
besaran penerimaan dalam negeri neto, dan dialokasikan
sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah yang sama.
Yang dimaksud dengan sektor-sektor tertentu sebagaimana
dimaksud pada huruf b antara lain adalah sektor migas,
energi, pangan, industri terpilih, dan sektor-sektor publik.
Ayat (3)
Penerimaan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor
(PDRI) yang ditanggung pemerintah (DTP) sebagaimana
dimaksud pada huruf a tersebut tidak diperhitungkan dalam
besaran penerimaan dalam negeri neto, dan dialokasikan
sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah yang sama.
Yang dimaksud dengan sektor-sektor tertentu sebagaimana
dimaksud pada huruf a antara lain adalah sektor migas,
panas bumi, listrik, penerbangan, pelayaran, industri
terpilih, dan transportasi publik.
Ayat (4)
Penerimaan perpajakan sebesar Rp725.842.970.000.000,00
(tujuh ratus dua puluh lima triliun delapan ratus empat
puluh dua miliar sembilan ratus tujuh puluh juta rupiah)
terdiri dari:

(dalam rupiah)

411 Pendapatan pajak dalam negeri 697.346.970.000.000,00


4111 Pendapatan pajak penghasilan
(PPh) 357.400.470.000.000,00
41111 Pendapatan PPh migas 56.723.470.000.000,00
411111 Pendapatan PPh
minyak bumi 24.196.640.000.000,00
411112 Pendapatan PPh
gas alam 32.526.830.000.000,00
41112 Pendapatan PPh nonmigas 296.938.510.000.000,00
411121 Pendapatan PPh
Pasal 21 46.935.110.000.000,00
411122 Pendapatan PPh
Pasal 22 6.160.500.000.000,00
411123 Pendapatan PPh
Pasal 22 impor 25.755.360.000.000,00
411124 Pendapatan PPh
Pasal 23 24.556.560.000.000,00
411125 Pendapatan PPh
Pasal 25/29 orang
pribadi 3.510.910.000.000,00
411126 Pendapatan PPh
Pasal 25/29 badan 136.978.000.000.000,00
411127 Pendapatan PPh
Pasal 26 22.794.370.000.000,00
411128 Pendapatan PPh
final 30.247.700.000.000,00
41113 Pendapatan PPh fiskal 3.738.490.000.000,00
411131 Pendapatan PPh
fiskal luar negeri 3.738.490.000.000,00
4112 Pendapatan pajak pertambahan nilai
dan pajak penjualan atas
barang mewah 249.508.700.000.000,00
4113 Pendapatan pajak bumi
dan bangunan 28.916.300.000.000,00
4114 Pendapatan BPHTB 7.753.600.000.000,00
4115 Pendapatan Cukai 49.494.700.000.000,00
41151 Pendapatan Cukai 49.494.700.000.000,00
411511 Pendapatan Cukai
Hasil Tembakau 48.240.100.000.000,00
411512 Pendapatan Cukai
Ethyl Alkohol 479.000.000.000,00
411513 Pendapatan Cukai
Minuman Mengandung
Ethyl Alkohol 775.600.000.000,00
4116 Pendapatan pajak lainnya 4.273.200.000.000,00
412 Pendapatan pajak perdagangan
internasional 28.496.000.000.000,00
4121 Pendapatan bea masuk 19.160.400.000.000,00
4122 Pendapatan bea ke luar 9.335.600.000.000,00

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Penerimaan negara bukan pajak sebesar
Rp258.943.558.522.000,00 (dua ratus lima puluh delapan
triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar lima ratus
lima puluh delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu
rupiah) terdiri dari :
(dalam rupiah)

421 Penerimaan sumber daya alam 173.496.521.477.000,00


4211 Pendapatan minyak bumi 123.029.740.000.000,00
421111 Pendapatan minyak bumi 123.029.740.000.000,00
4212 Pendapatan gas bumi 39.093.330.000.000,00
421211 Pendapatan gas bumi 39.093.330.000.000,00
4213 Pendapatan pertambangan umum 8.723.451.477.000,00
421311 Pendapatan iuran tetap 84.432.994.000,00
421312 Pendapatan royalti 8.639.018.483.000,00
4214 Pendapatan kehutanan 2.500.000.000.000,00
42141 Pendapatan dana reboisasi 1.235.600.000.000,00
42142 Pendapatan provisi sumber
daya hutan 1.249.211.400.000,00
42143 Pendapatan IIUPH (IHPH) 15.188.600.000,00
4215 Pendapatan perikanan 150.000.000.000,00
421511 Pendapatan perikanan 150.000.000.000,00
422 Pendapatan bagian laba BUMN 30.794.000.000.000,00
4221 Pendapatan bagian pemerintah
atas laba BUMN 30.794.000.000.000,00
423 Pendapatan PNBP lainnya 49.210.801.248.000,00
4231 Pendapatan penjualan dan sewa 14.758.133.834.000,00
42311 Pendapatan penjualan hasil
produksi/sitaan 6.677.938.625.000,00
423111 Pendapatan penjualan
hasil pertanian,
kehutanan, dan
perkebunan 3.520.794.000,00
423112 Pendapatan penjualan
hasil peternakan dan
perikanan 11.505.412.000,00
423113 Pendapatan penjualan
hasil tambang 6.527.056.277.000,00
423114 Pendapatan penjualan
hasil sitaan/rampasan
dan harta peninggalan 15.866.577.000,00
423115 Pendapatan penjualan
obat-obatan dan hasil
farmasi lainnya 219.500.000,00
423116 Pendapatan penjualan
informasi, penerbitan,
film, survey, pemetaan
dan hasil cetakan
lainnya 41.168.401.000,00
423117 Pendapatan penjualan
dokumen-dokumen
pelelangan 220.390.000,00
423119 Pendapatan penjualan
lainnya 78.381.274.000,00
42312 Pendapatan penjualan aset 33.147.260.000,00
423121 Pendapatan penjualan
rumah, gedung,
bangunan, dan tanah 41.000.000,00
423122 Pendapatan penjualan
kendaraan bermotor 1.511.037.000,00
423123 Pendapatan penjualan
sewa beli 30.533.997.000,00
423129 Pendapatan penjualan
aset lainnya yang
berlebih/rusak/
dihapuskan 1.061.226.000,00
42313 Pendapatan penjualan dari
kegiatan hulu migas 7.944.490.000.000,00
423132 Pendapatan minyak
mentah (DMO) 7.944.490.000.000,00
42314 Pendapatan sewa 102.557.949.000,00
423141 Pendapatan sewa rumah
dinas/rumah negeri 20.241.365.000,00
423142 Pendapatan sewa gedung,
bangunan, dan gudang 70.991.502.000,00
423143 Pendapatan sewa benda-
benda bergerak 6.270.268.000,00
423149 Pendapatan sewa benda-
benda tak bergerak
lainnya 5.054.814.000,00
4232 Pendapatan jasa 16.332.891.374.000,00
42321 Pendapatan jasa I 11.649.193.285.000,00
423211 Pendapatan rumah
sakit dan instansi
kesehatan lainnya 38.612.097.000,00
423212 Pendapatan tempat
hiburan/taman/museum
dan pungutan usaha
pariwisata alam (PUPA) 14.355.393.000,00
423213 Pendapatan surat
keterangan, visa,
paspor, SIM, STNK,
dan BPKB 2.964.659.160.000,00
423214 Pendapatan hak dan
perijinan 5.991.429.217.000,00
423215 Pendapatan sensor/
karantina, pengawasan/
pemeriksaan 58.906.261.000,00
423216 Pendapatan jasa tenaga,
pekerjaan, informasi,
pelatihan, teknologi,
pendapatan BPN,
pendapatan DJBC 2.190.947.932.000,00
423217 Pendapatan jasa Kantor
Urusan Agama 73.218.000.000,00
423218 Pendapatan jasa bandar
udara, kepelabuhan,
dan kenavigasian 317.065.225.000,00
42322 Pendapatan jasa II 1.274.489.052.000,00
423221 Pendapatan jasa
lembaga keuangan
(jasa giro) 42.157.432.000,00
423222 Pendapatan jasa
penyelenggaraan
telekomunikasi 1.122.807.075.000,00
423225 Pendapatan biaya
penagihan pajak
negara dengan
surat paksa 3.660.932.000,00
423226 Pendapatan uang
pewarganegaraan 3.500.000.000,00
423227 Pendapatan bea lelang 38.307.983.000,00
423228 Pendapatan biaya
pengurusan piutang
dan lelang negara 61.555.630.000,00
423229 Pendapatan registrasi
dokter dan dokter gigi 2.500.000.000,00
42323 Pendapatan jasa luar negeri 380.007.249.000,00
423231 Pendapatan dari
pemberian surat
perjalanan Republik
Indonesia 285.081.659.000,00
423232 Pendapatan dari jasa
pengurusan dokumen
konsuler 85.662.391.000,00
423239 Pendapatan rutin
lainnya dari luar
negeri 9.263.199.000,00
42324 Pendapatan layanan jasa
perbankan 8.903.458.000,00
423241 Pendapatan layanan
jasa perbankan 8.903.458.000,00
42325 Pendapatan atas pengelolaan
rekening tunggal
Perbendaharaan (treasury
single account) dan/atau
atas penempatan uang negara 3.000.000.000.000,00
42329 Pendapatan jasa lainnya 20.298.330.000,00
423291 Pendapatan jasa
lainnya 20.298.330.000,00
4233 Pendapatan bunga 1.844.450.000.000,00
42331 Pendapatan bunga 1.844.450.000.000,00
423313 Pendapatan bunga
dari piutang dan
penerusan pinjaman 1.494.450.000.000,00
423319 Pendapatan bunga
lainnya 350.000.000.000,00
4234 Pendapatan kejaksaan dan
peradilan 33.122.633.000,00
42341 Pendapatan kejaksaan dan
peradilan 33.122.633.000,00
423411 Pendapatan legalisasi
tanda tangan 1.163.642.000,00
423412 Pendapatan pengesahan
surat di bawah tangan 290.505.000,00
423413 Pendapatan uang meja
(leges) dan upah pada
panitera badan
pengadilan (peradilan) 721.830.000,00
423414 Pendapatan hasil
denda/tilang dan
sebagainya 18.935.000.000,00
423415 Pendapatan ongkos
perkara 10.073.862.000,00
423419 Pendapatan kejaksaan
dan peradilan lainnya 1.937.794.000,00
4235 Pendapatan pendidikan 5.508.385.809.000,00
42351 Pendapatan pendidikan 5.508.385.809.000,00
423511 Pendapatan uang
pendidikan 3.560.224.943.000,00
423512 Pendapatan uang ujian
masuk, kenaikan
tingkat, dan akhir
pendidikan 174.311.917.000,00
423513 Pendapatan uang ujian
untuk menjalankan
praktik 111.785.555.000,00
423519 Pendapatan pendidikan
lainnya 1.662.063.394.000,00
4236 Pendapatan gratifikasi dan uang
sitaan hasil korupsi 38.700.000.000,00
42361 Pendapatan gratifikasi dan
uang sitaan hasil korupsi 38.700.000.000,00
423611 Pendapatan uang
sitaan hasil korupsi
yang telah ditetapkan
pengadilan 6.104.000.000,00
423612 Pendapatan gratifikasi
yang ditetapkan KPK
menjadi milik negara 2.600.000.000,00
423614 Pendapatan uang
pengganti tindak
pidana korupsi yang
ditetapkan di
pengadilan 29.996.000.000,00
4237 Pendapatan iuran dan denda 687.879.588.000,00
42371 Pendapatan iuran badan usaha 469.900.830.000,00
423711 Pendapatan iuran badan
usaha dari kegiatan
usaha penyediaan dan
pendistribusian BBM 355.939.267.000,00
423712 Pendapatan iuran badan
usaha dari kegiatan
usaha pengangkutan gas
bumi melalui pipa 73.961.563.000,00
423713 Iuran badan usaha di
bidang pasar modal dan
lembaga keuangan 40.000.000.000,00
42372 Pendapatan dana pengamanan
hutan 199.494.336.000,00
423721 Pendapatan dana
pengamanan hutan 199.494.336.000,00
42373 Pendapatan dari perlindungan
hutan dan konservasi alam 14.000.000.000,00
423731 Pendapatan iuran
menangkap/mengambil/
mengangkut satwa liar/
mengambil/mengangkut
tumbuhan alam hidup
atau mati 7.000.000.000,00
423735 Pungutan masuk obyek
wisata alam 7.000.000.000,00
42375 Pendapatan denda 4.484.422.000,00
423752 Pendapatan denda
keterlambatan
penyelesaian
pekerjaan pemerintah 4.454.591.000,00
423753 Pendapatan denda
administrasi BPHTB 29.831.000,00
4239 Pendapatan lain-lain 10.007.238.010.000,00
42391 Pendapatan dari penerimaan
kembali belanja tahun
anggaran yang lalu 9.982.832.071.000,00
423911 Penerimaan kembali
belanja pegawai
pusat TAYL 4.375.334.000,00
423912 Penerimaan kembali
belanja pensiun TAYL 76.167.000,00
423913 Penerimaan kembali
belanja lainnya
rupiah murni TAYL 9.975.528.043.000,00
423914 Penerimaan kembali
belanja lain pinjaman
luar negeri TAYL 1.000.000,00
423919 Penerimaan kembali
belanja lainnya TAYL 2.851.527.000,00
42392 Pendapatan pelunasan piutang 1.482.654.000,00
423921 Pendapatan pelunasan
piutang nonbendahara 9.500.000,00
423922 Pendapatan pelunasan
ganti rugi atas
kerugian yang diderita
oleh negara (masuk
TP/TGR) bendahara 1.473.154.000,00
42399 Pendapatan lain-lain 22.923.285.000,00
423991 Penerimaan kembali
persekot/uang muka
gaji 16.575.392.000,00
423999 Pendapatan anggaran
lain-lain 6.347.893.000,00
424 Pendapatan badan layanan umum 5.442.235.797.000,00
4241 Pendapatan jasa layanan umum 5.420.617.531.000,00
42411 Pendapatan penyediaan
barang dan jasa kepada
masyarakat 5.235.509.086.000,00
424111 Pendapatan jasa
pelayanan rumah
sakit 3.251.950.871.000,00
424112 Pendapatan jasa
pelayanan pendidikan 124.821.750.000,00
424113 Pendapatan jasa
pelayanan tenaga,
pekerjaan, informasi,
pelatihan dan
teknologi 34.309.527.000,00
424115 Pendapatan jasa
bandar udara,
kepelabuhan, dan
kenavigasian 933.412.653.000,00
424116 Pendapatan jasa
telekomunikasi 842.105.307.000,00
424117 Pendapatan jasa
pelayanan pemasaran 21.287.437.000,00
424119 Pendapatan jasa
penyediaan barang
dan jasa lainnya 27.621.541.000,00
42413 Pengelolaan dana khusus
untuk masyarakat 185.108.445.000,00
424133 Pendapatan program
modal ventura 5.131.437.000,00
424134 Pendapatan program
dana bergulir
sektoral 3.392.800.000,00
424135 Pendapatan program
dana bergulir syariah 305.106.000,00
424136 Pendapatan investasi 121.367.625.000,00
424139 Pendapatan pengelolaan
dana khusus lainnya 54.911.477.000,00
4243 Pendapatan hasil kerja sama BLU 21.618.266.000,00
42431 Pendapatan hasil kerja
sama BLU 21.618.266.000,00
424312 Pendapatan hasil
kerjasama lembaga/badan
usaha 21.618.266.000,00

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Realokasi cadangan risiko fiskal adalah realokasi dana cadangan risiko
perubahan parameter harga rata-rata minyak mentah Indonesia
(ICP) setahun dan lifting minyak sebesar Rp6.000.000.000.000,00
(enam triliun rupiah).
Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan hasil optimalisasi adalah hasil lebih atau
sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau
penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan yang target
sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana
tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan
sasaran ataupun untuk kegiatan lainnya dalam program
yang sama.
Yang dimaksud dengan perubahan anggaran belanja yang
bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
adalah kelebihan realisasi penerimaan dari target yang
direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan
tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh kementerian
negara/lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan ijin
penggunaan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan perubahan pagu Pinjaman dan Hibah Luar
Negeri (PHLN) adalah peningkatan pagu PHLN sebagai
akibat adanya luncuran pinjaman proyek dan hibah luar
negeri yang bersifat multi years dan/atau percepatan
penarikan pinjaman yang sudah disetujui dalam rangka
mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman luar negeri
termasuk hibah luar negeri yang diterima setelah APBN
ditetapkan. Tidak termasuk dalam luncuran tersebut adalah
PHLN yang belum disetujui dalam APBN Tahun Anggaran
2009 dan pinjaman yang bersumber dari pinjaman
komersial dan fasilitas kredit ekspor, yang bukan
merupakan kelanjutan dari multiyears project.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN
Perubahan adalah melaporkan perubahan
rincian/pergeseran anggaran belanja pemerintah pusat
yang dilakukan sebelum APBN Perubahan 2009 kepada
DPR. Sedangkan yang dimaksud dengan dilaporkan
pelaksanaannya dalam laporan keuangan pemerintah pusat
adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran
belanja pemerintah pusat yang dilakukan sepanjang tahun
2009 setelah APBN Perubahan 2009 kepada DPR.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Dana perimbangan sebesar Rp296.952.413.800.000,00 (dua ratus
sembilan puluh enam triliun sembilan ratus lima puluh dua
miliar empat ratus tiga belas juta delapan ratus ribu rupiah),
terdiri dari:

(dalam rupiah)

1. Dana Bagi Hasil (DBH) 85.718.725.000.000,00


a. DBH Pajak 45.754.404.000.000,00
i. DBH Pajak Penghasilan 10.089.204.000.000,00
- Pajak penghasilan Pasal 21 9.387.022.000.000,00
- Pajak penghasilan Pasal
25/29 orang pribadi 702.182.000.000,00
ii. DBH Pajak Bumi dan Bangunan 27.446.798.000.000,00
iii. DBH Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan 7.253.600.000.000,00
iv. DBH Cukai 964.802.000.000,00
b. DBH Sumber Daya Alam 39.964.321.000.000,00
i. DBH SDA Minyak Bumi 19.152.500.000.000,00
ii. DBH SDA Gas Bumi 12.207.300.000.000,00
iii. DBH SDA Pertambangan Umum 6.978.761.000.000,00
- Iuran Tetap 67.546.000.000,00
- Royalti 6.911.215.000.000,00
iv. DBH SDA Kehutanan 1.505.760.000.000,00
- Provisi Sumber Daya Hutan 999.369.000.000,00
- Iuran Hak Pengusahaan Hutan 12.151.000.000,00
- Dana Reboisasi 494.240.000.000,00
v. DBH SDA Perikanan 120.000.000.000,00
2. Dana Alokasi Umum (DAU) 186.414.100.000.000,00
3. Dana Alokasi Khusus (DAK) 24.819.588.800.000,00

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dana otonomi khusus sebesar Rp8.856.564.000.000,00 (delapan triliun
delapan ratus lima puluh enam miliar lima ratus enam puluh
empat juta rupiah) terdiri dari:
1.Alokasi dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat sebesar
Rp3.728.282.000.000,00 (tiga triliun tujuh ratus dua puluh
delapan miliar dua ratus delapan puluh dua juta rupiah)
yang disepakati untuk dibagi masing-masing dengan
proporsi 70 persen untuk Papua dan 30 persen untuk Papua
Barat dengan rincian sebagai berikut:
a.Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua sebesar
Rp2.609.797.400.000,00 (dua triliun enam ratus
sembilan miliar tujuh ratus sembilan puluh tujuh juta
empat ratus ribu rupiah).
b.Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat sebesar
Rp1.118.484.600.000,00 (satu triliun seratus delapan
belas miliar empat ratus delapan puluh empat juta
enam ratus ribu rupiah).
Penggunaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat
diutamakan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan,
sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008
tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Undang-undang No 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Dana Otonomi Khusus
Propinsi Papua tersebut dibagikan kepada Propinsi Papua
dan Propinsi Papua Barat, yang jumlahnya setara dengan 2
(dua) persen dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara
nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002.
Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat
dimaksud tetap mengacu kepada peraturan perundangan
yang berlaku.
2.Alokasi dana otonomi khusus Aceh sebesar
Rp3.728.282.000.000,00 (tiga triliun tujuh ratus dua puluh
delapan miliar dua ratus delapan puluh dua juta rupiah).
Dana Otonomi Khusus Aceh diarahkan penggunaannya untuk
mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur,
pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan,
serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai
dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, berlaku untuk jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun
pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya
setara dengan 2 (dua) persen dari pagu Dana Alokasi
Umum (DAU) secara nasional, dan untuk tahun
keenambelas sampai tahun keduapuluh besarnya setara
dengan 1 (satu) persen dari pagu Dana Alokasi Umum
(DAU) secara nasional.
Dana otonomi khusus NAD direncanakan, dilaksanakan, serta
dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Provinsi NAD dan
merupakan bagian yang utuh dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Aceh (APBA). Perencanaan sebagian besar dari
penggunaan dana otonomi khusus tersebut direncanakan
bersama oleh Pemerintah Provinsi NAD dengan
masing-masing pemerintah kabupaten/kota dalam
Pemerintah Provinsi NAD serta merupakan lampiran dari
APBA.
3.Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka otonomi khusus
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebesar
Rp1.400.000.000.000,00 (satu triliun empat ratus miliar
rupiah), terutama ditujukan untuk pendanaan
pembangunan infrastruktur sesuai dengan Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1
Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-undang No 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Dana Tambahan Infrastruktur tersebut diperuntukkan bagi
Provinsi Papua sebesar Rp800.000.000.000,00 (delapan
ratus miliar rupiah) dan Provinsi Papua Barat sebesar
Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah).
Pencairan dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat
tahun anggaran 2009 sebesar Rp600.000.000.000,00
(enam ratus miliar rupiah) tersebut dilakukan secara
bertahap dengan mempertimbangkan penyerapan dana
tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun
anggaran 2008, yang diatur lebih lanjut dengan peraturan
Menteri Keuangan.
Terdapat kekurangan dana tambahan otonomi khusus
infrastruktur Provinsi Papua tahun anggaran 2008 sebesar
Rp670.000.000.000,00 (enam ratus tujuh puluh miliar
rupiah) yang dapat diusulkan untuk dialokasikan dalam
APBN-P tahun 2009.
Ayat (3)
Dana penyesuaian sebesar Rp14.882.014.200.000,00 (empat
belas triliun delapan ratus delapan puluh dua miliar empat
belas juta dua ratus ribu rupiah) terdiri dari:
1.Dana tambahan DAU untuk guru pegawai negeri sipil
daerah sebesar Rp7.490.000.000.000,00 (tujuh triliun
empat ratus sembilan puluh miliar rupiah).
2.Dana tambahan DAU sebesar Rp7.000.000.000.000,00
(tujuh triliun rupiah) yang dialokasikan kepada daerah
tertentu sebagai penguatan desentralisasi fiskal dan
untuk mendukung percepatan pembangunan daerah.
3.Kurang bayar dana prasarana infrastruktur lainnya tahun
2007 sebesar Rp96.747.100.000,00 (sembilan puluh
enam miliar tujuh ratus empat puluh tujuh juta
seratus ribu rupiah).
4.Kurang bayar DAK tahun 2007 sebesar
Rp295.267.100.000,00 (dua ratus sembilan puluh
lima miliar dua ratus enam puluh tujuh juta seratus
ribu rupiah).

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp51.342.009.600.000,00
(lima puluh satu triliun tiga ratus empat puluh dua miliar
sembilan juta enam ratus ribu rupiah) terdiri dari:
1.Pembiayaan Dalam Negeri sebesar
Rp60.790.250.000.000,00 (enam puluh triliun tujuh
ratus sembilan puluh miliar dua ratus lima puluh juta
rupiah) terdiri dari:

(dalam rupiah)
a. Perbankan dalam negeri 16.629.161.400.966,00
i. Rekening dana investasi 3.690.000.000.000,00
ii. Pelunasan piutang negara
(PT Pertamina) 9.136.361.945.966,00
iii. Rekening pembangunan hutan 1.696.549.455.000,00
iv. Sisa Anggaran Lebih (SAL) 2008 2.106.250.000.000,00
b. Non-perbankan dalam negeri 44.161.088.599.034,00
i. Privatisasi 500.000.000.000,00
ii. Hasil pengelolaan aset 2.565.000.000.000,00
iii. Surat berharga negara (neto) 54.719.000.000.000,00
iv. Dana Investasi Pemerintah dan
restrukturisasi BUMN -13.622.911.400.966,00

Hasil pengelolaan aset sebesar Rp2.565.000.000.000,00 (dua


triliun lima ratus enam puluh lima miliar rupiah) terdiri dari:
(i) penjualan aset Rp3.565.000.000.000,00 (tiga triliun lima
ratus enam puluh lima miliar rupiah) dan (ii) restrukturisasi
BUMN negatif Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
Surat berharga negara (SBN) neto merupakan selisih antara
penerbitan dengan pembayaran pokok dan pembelian
kembali. Penerbitan SBN tidak hanya dalam mata uang
rupiah di pasar domestik, tetapi juga mencakup penerbitan
SBN dalam valuta asing di pasar internasional, baik SBN
konvensional maupun SBSN (Sukuk).
Komposisi jumlah dan jenis instrumen SBN yang akan diterbitkan,
pembayaran pokok, dan pembelian kembali SBN, akan
diatur lebih lanjut oleh pemerintah dengan
mempertimbangkan situasi yang berkembang di pasar,
sampai dengan target neto pembiayaan SBN tercapai.

Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan pembangkit


listrik 10.000 MW (sepuluh ribu megawatt) berbahan bakar
batubara oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN),
Pemerintah memberikan jaminan penuh atas kewajiban
pembayaran pinjaman PT PLN (Persero) kepada kreditur
perbankan. Jaminan pemerintah dimaksud diberikan atas
risiko/kemungkinan PT PLN (Persero) tidak mampu
memenuhi kewajiban pembayaran terhadap kreditur
(payment default). Jaminan tersebut akan diperhitungkan
sebagai piutang pemerintah kepada PT PLN (Persero)
apabila terealisir.

Pengelolaan dan pencairan dana penjaminan atas pinjaman PT


PLN (Persero) tersebut di atas diatur lebih lanjut oleh
Pemerintah dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka restrukturisasi utang PT Garuda dengan Export


Credit Agency (ECA), Pemerintah melakukan penjaminan
terhadap PT Garuda dalam bentuk jaminan Standby Letter
of Credit kepada bank-bank BUMN.

Pengeluaran dana bergulir yang bersumber dari rupiah murni


dialokasikan sebagai pengeluaran pembiayaan dalam APBN.

Dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN sebesar


negatif Rp13.622.911.400.966,00 (tiga belas triliun enam
ratus dua puluh dua miliar sembilan ratus sebelas juta
empat ratus ribu sembilan ratus enam puluh enam rupiah)
dialokasikan untuk: (i) investasi pemerintah sebesar negatif
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), (ii)
penyertaan modal negara untuk PT Pertamina sebesar
negatif Rp 9.136.361.945.966,00 (sembilan triliun seratus
tiga puluh enam miliar tiga ratus enam puluh satu juta
sembilan ratus empat puluh lima ribu sembilan ratus enam
puluh enam rupiah), (iii) pendirian lembaga penjaminan
infrastruktur (guarantee fund) sebesar negatif Rp
1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), (iv) dana
kontinjensi untuk PT PLN sebesar negatif Rp
1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), dan (v) dana
bergulir sebesar negatif Rp 1.986.549.455.000,00 (satu
triliun sembilan ratus delapan puluh enam miliar lima ratus
empat puluh sembilan juta empat ratus lima puluh lima ribu
rupiah).

2.Pembiayaan Luar Negeri neto sebesar negatif


Rp9.448.240.400.000,00 (sembilan triliun empat ratus
empat puluh delapan miliar dua ratus empat puluh juta
empat ratus ribu rupiah) terdiri dari:

(dalam rupiah)

a. Penarikan pinjaman luar


negeri bruto 52.160.957.600.000,00
- Pinjaman program 26.440.000.000.000,00
- Pinjaman proyek 25.720.957.600.000,00
b. Pembayaran cicilan
pokok utang luar negeri -61.609.198.000.000,00
Pembiayaan luar negeri mencakup pembiayaan utang luar negeri selain
dari surat berharga negara internasional.
Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Ayat (1)
Anggaran pendidikan sebesar Rp 207.413.531.763.000,00 (dua
ratus tujuh triliun empat ratus tiga belas miliar lima ratus
tiga puluh satu juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu
rupiah), terdiri dari:

(dalam rupiah)

1. Anggaran Pendidikan
Melalui Belanja
Pemerintah Pusat 89.550.853.106.000,00
i. Departemen
Pendidikan
Nasional 61.525.476.815.000,00
ii. Departemen Agama 23.275.218.223.000,00
iii. Kementerian Negara/
Lembaga lainnya 3.045.158.068.000,00
a. Departemen PU 42.377.950.000,00
b. Departemen
Kebudayaan dan
Pariwisata 67.228.388.000,00
c. Perpustakaan
Nasional 259.951.730.000,00
d. Departemen
Keuangan 64.700.000.000,00
e. Departemen
Pertanian 75.000.000.000,00
f. Departemen
Perindustrian 100.000.000.000,00
g. Departemen ESDM 23.100.000.000,00
h. Departemen
Perhubungan 800.000.000.000,00
i. Departemen
Kesehatan 1.300.000.000.000,00
j. Departemen
Kehutanan 14.900.000.000,00
k. Departemen
Kelautan dan
Perikanan 250.000.000.000,00
l. Badan Pertanahan
Nasional 24.500.000.000,00
m. Badan Meteorologi
dan Geofisika 16.000.000.000,00
n. Badan Tenaga
Nuklir Nasional 7.400.000.000,00
iv. Bagian Anggaran 69 1.705.000.000.000,00

2. Anggaran Pendidikan
Melalui Transfer
ke daerah 117.862.678.657.000,00
i. DBH Pendidikan 817.941.597.000,00
ii. DAK Pendidikan 9.334.900.000.000,00
iii. DAU Pendidikan 97.982.837.060.000,00
iv. Dana Tambahan DAU 7.490.000.000.000,00
v. Dana Otonomi
Khusus Pendidikan 2.237.000.000.000,00
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 22
Restrukturisasi tingkat bunga SU-002 dan SU-004 dilaksanakan dengan
pertimbangan bahwa beban bunga SU-002 dan SU-004 pada
tahun 2009 dan selanjutnya didasarkan pada tingkat bunga hasil
restrukturisasi yaitu sebesar 0,1% (nol koma satu persen).

Pasal 23
Ayat (1)
Keadaan darurat tersebut terjadi apabila:
1.Prognosa pertumbuhan ekonomi paling rendah 1% (satu
persen) di bawah asumsi; sedangkan prognosa
indikator ekonomi makro lainnya mengalami deviasi
paling rendah sebesar 10% (sepuluh persen) dari
asumsinya. Prognosa tersebut dihitung berdasarkan
realisasi indikator ekonomi makro tahun 2008.
2.Posisi nominal dana pihak ketiga di perbankan nasional
menurun secara drastis.
3.Kenaikan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara yang
menyebabkan tambahan biaya penerbitan SBN
secara signifikan tercermin dalam:
a.tidak adanya yield penawaran yang dimenangkan
dalam benchmark pemerintah dalam 2 (dua)
kali lelang berturut-turut; dan/atau
b.terjadi kecenderungan peningkatan yield
sekurang-kurangnya sebesar 300 basis points
(bps) dalam 1 (satu) bulan;
Keadaan darurat tersebut menyebabkan prognosa penurunan
pendapatan negara yang berasal dari penerimaan
perpajakan dan PNBP, dan adanya perkiraan tambahan
beban kewajiban negara yang berasal dari pembayaran
pokok dan bunga utang, subsidi BBM dan listrik, serta
belanja lainnya.

Yang dimaksud dengan persetujuan DPR adalah keputusan yang


tertuang di dalam kesimpulan Rapat Kerja Panitia Anggaran
DPR-RI dengan Pemerintah yang dilakukan dalam waktu
satu kali dua puluh empat jam sejak diterimanya usulan
Pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penerbitan Surat Berharga Negara dapat dilakukan dengan
metode lelang maupun tanpa lelang (penempatan langsung
atau private placement).

Untuk menutup kekurangan kas jangka pendek pada awal tahun


anggaran, Pemerintah dapat melakukan penempatan
langsung atau private placement Surat Berharga Negara
pada Bank Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Ayat (1)
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas
Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan
keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Ayat (2)
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dilampiri dengan laporan
keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Ayat (3)
Informasi tentang pendapatan dan belanja secara akrual
dimaksudkan sebagai tahap menuju pada penerapan
anggaran yang dilengkapi dengan informasi hak dan
kewajiban yang diakui sebagai penambah atau pengurang
nilai kekayaan bersih.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Penerapan pendapatan dan belanja secara akrual pada Tahun
Anggaran 2009 diterapkan pada satuan kerja berstatus
Badan Layanan Umum yang secara sistem telah mampu
melaksanakannya.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan Standar Akuntansi Pemerintahan adalah
Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.
Ayat (7)
Laporan keuangan yang diajukan dalam rancangan
undang-undang sebagaimana yang dimaksud pada ayat ini
adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang
telah diperiksa oleh BPK dan telah memuat
koreksi/penyesuaian (audited financial statements)
sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Umum
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara.

Pasal 27
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4920

LAMPIRAN I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2008
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2009

RENCANA KERJA PEMERINTAH


TAHUN 2009

BUKU I

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB 1PENDAHULUAN I.1 -1


BAB 2TEMA DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL TAHUN 2009 I.2 -1
A. Kondisi Umum I.2 -1
A.1. Pencapaian Tahun 2007 dan
Perkiraan Tahun 2008 I.2 -1
A.1.1. Agenda Aman dan Damai I.2 -1
A.1.2. Agenda Adil dan
Demokratis I.2 -3
A.l.3. Agenda Kesejahteraan
Rakyat I.2 -5
A.2. Masalah dan Tantangan Pokok
Tahun 2009 I.2 -14
B. Tema Pembangunan Tahun 2009 dan
Pengacusutamaan Pembangunan I.2 -29
C. Prioritas Pembangunan Tahun 2009 I.2 -31
I. Peningkatan Pelayanan Dasar dan
Pembangunan Perdesaan I.2 -31
II. Percepatan Pertumbuhan Yang
Berkualitas Dengan Memperkuat Daya
Tahan Ekonomi Yang Didukung Oleh
Pembangunan Pertanian,
Infrastruktur, dan Energi I.2 -46
III. Peningkatan Upaya Anti Korupsi,
Reformasi Birokrasi, serta
Pemantapan Demokrasi dan Keamanan
Dalam Negeri I.2 -66

BAB 3KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN


PEMBANGUNAN I.3 -1
A. Kondisi Ekonomi Tahun 2007 dan
Perkiraan Tahun 2008 I.3 -1
B. Lingkungan Eksternal dan Internal
Tahun 2009 I.3 -9
C. Tantangan Pokok I.3 -10
D. Arah Kebijakan Ekonomi Makro I.3 -11
E. Sasaran Ekonomi Makro Tahun 2009 I.3 -12

BAB 4KAIDAH PELAKSANAAN I.4 -1


LAMPIRAN : MATRIKS PRIORITAS, FOKUS, DAN KEGIATAN
PRIORITAS RENCANA KERJA PEMERINTAH
TAHUTN 2009 II. -1

BAB 1
PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) merupakan pelaksanaan


dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Dalam hal ini, sesuai dengan ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004, penyusunan RKP mengacu kepada RPJMN.
RKP Tahun 2009 merupakan pelaksanaan tahun kelima (tahun terakhir) dari
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009
dan merupakan kelanjutan RKP Tahun 2008. Di dalam RPJMN Tahun
2004-2009 yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 7 tanggal
19 Januari 2004 sebagai penjabaran Visi dan Misi Presiden terpilih dalam
Pemilu Presiden pada tahun 2004, ditetapkan 3 Agenda Pembangunan, yaitu:
1.Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai;
2.Menciptakan Indonesia yang Adil dan Demokratis; dan
3.Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.

Ketiga Agenda tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat


dipisahkan satu dengan yang lain dan merupakan pilar pokok untuk mencapai
tujuan pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Keberhasilan pelaksanaan satu agenda
akan ditentukan oleh kemajuan pelaksanaan agenda lainnya, yang dalam
pelaksanaan tahunan dirinci ke dalam RKP. Dengan mempertimbangkan
keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang telah dicapai pada tahun
sebelumnya, serta masalah dan tantangan yang akan dihadapi pada
pelaksanaan tahun RKP, ditetapkan Tema Pembangunan Nasional yang
menunjukkan titik berat pelaksanaan Agenda Pembangunan. Dengan
mempertimbangkan ketersediaan sumber daya. yang terbatas, selanjutnya
ditetapkan prioritas pembangunan nasional tahunan yang dijabarbn ke dalam
fokus, program dan kegiatan pokok pembangunan untuk mencapai
sasaran-sasaran pembangunan.
Prioritas pembangunan nasional tahunan disusun berdasarkan kriteria sebagai
berikut:
1.Memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian sasaran-sasaran
pembangunan sesuai tema pembangunan;
2.Memiliki sasaran-sasaran dan indikator kinerja yang terukur sehingga
langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat;
3.Mendesak dan penting untuk segera dilaksanakan;
4.Merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk melaksanakannya;
5.Realistis untuk dilaksanakan dan diselesaikan dalam kurun waktu satu
tahun.

Sebagai dokumen perencanaan pembangunan nasional, RKP memuat


prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro serta
program-program kementerian/lembaga, lintas kementerian/lembaga, dan
lintas wilayah dalam bentuk: (i) kerangka regulasi, serta (ii) kerangka
investasi pemerintah dan layanan umum.

Dengan demikian RKP merupakan pedoman bagi penysunan Anggaran


Pendapatan dan belanja Negara (APBN), di mana kebijakan APBN ditetapkan
secara bersama-sama oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah.
Dengan cakupan dan cara penetapan tersebut, RKP mempunyai fungsi pokok
sebagai berikut:
1.Menjadi acuan bagi seluruh pelaku pembangunan, karena memuat seluruh
kebijakan publik;
2.Menjadi pedoman dalam penyusunan APBN, karena memuat arah kebijakan
pembangunan nasional satu tahun; dan
3.Menciptakan kepastian kebijakan, karena merupakan komitmen
Pemerintah.

Lebih lanjut, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004


tentang Rencana Kerja Pemerintah, RKP juga menjadi acuan bagi Pemerintah
Daerah dalam penyusunan RKP Daerah (RKPD). Sebagaimana RKP
sebelumnya, dokumen RKP Tahun 2009 dilengkapi dengan Buku II yang berisi
uraian tentang Program dan Kegiatan beserta indikasi pagu untuk
masing-masing program.

RKP Tahun 2009 ini belum sepenuhnya menampung kegiatan dalam


RKA-KL mengingat masih dalam proses penyusunan. Namun, RKP Tahun 2009
ini telah disesuaikan dengan hasil pembahasan dalam Rapat Kerja Panitia
Anggaran DPR RI dengan Pemerintah dalam rangka pembahasan Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009 dan Pembicaraan Pendahuluan
Penyusunan RAPBN TA 2009.

BAB 2
TEMA DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
TAHUN 2009

A. KONDISI UMUM

A.1.PENCAPAIAN TAHUN 2007 DAN PERKIRAAN TAHUN 2008

Pelaksanaan pembangunan tahun 2007 dan perkiraan tahun 2008 yang


merupakan tahun ketiga dan tahun keempat RPJM Tahun 2004 - 2009
memberikan kemajuan penting dalam pelaksanaan ketiga agenda
pembangunan yang terdiri dari: Mewujudkan Indonesia Yang Aman dan
Damai;
Menciptakan Indonesia Yang Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat.
Kemajuan penting tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

A.1.1. AGENDA AMAN DAN DAMAI

Pelaksanaan Agenda Aman dan Damai telah mencapai kemajuan


dengan terwujudnya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang
semakin kondusif. Penanganan berbagai tindak kriminal seperti kejahatan
konvensional maupun transnasional, konflik horizontal, konflik vertikal,
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, serta berbagai bentuk
kriminalitas yang !ainnya, baik secara kuantitas maupun kualitas telah
menunjukkan hasil yang signifikan. Upaya tersebut akan terus dilakukan
secara konsisten dan seyogyanya didukung penuh oleh seluruh lapisan
masyarakat agar kondisi aman dan tertib dapat semakin diwujudkan.

Faktor kompleksitas kepentingan sosial politik, ketidakadilan,


kesenjangan kesejahteraan ekonomi, dan provokasi yang mengeksploitasi
perbedaan etnis, agama dan golongan merupakan faktor-faktor yang
melatarbelakangi terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban terutama
kontlik berdimensi kekerasan di beberapa daerah. Globalisasi dan
diberlakukannya pasar bebas akan meningkatkan mobilitas penduduk baik
inter maupun antar negara. Sementara itu, perkembangan organisasi
kejahatan internasional yang didukung oleh kemajuan teknoiogi komunikasi
dan informasi serta teknologi persenjataan, menyebabkan kejahatan
transnasional seperti narkoba, penyelundupan, pencucian uang, perdagangan
perempuan dan anak, bahkan ancaman keselamatan, keamanan, dan
lalulintas nuklir dan sebagainya menjadikan kejahatan transnasional menjadi
sulit tertangani.
Efektivitas intelijen dan pengamanan rahasia negara merupakan faktor
penentu dalam pencegahan, pengungkapan dan penanganan tindak
kejahatan transnasional.

Dalam rangka menjawab tantangan global dan semua bentuk gangguan


keamanan yang tidak lagi mengenal batas negara (borderless crime), maka
kerja sama internasional merupakan jawaban bagi seluruh penegak hukum di
dunia untuk bangkit memerangi kejahatan yang bersifat transnasional.
Kerja sama internasional teknis profesional penanggulangan kejahatan telah
dilakukan dengan Jerman (GSG), Jepang (JICA) , dan Amerika Serikat (ICITAP,
ATA, DEA). Selanjutnya, dalam rangka
memberikan perlindungan bagi warga negara Indonesia yang berada di luar
negeri, maka telah ditempatkan perwira penghubung (LO/SLO) di berbagai
negara, antara lain, Arab Saudi, Malaysia, Thailand, Filipina, Timor Leste, dan
Australia.

Salah satu sebab utama belum optimalnya penanganan kriminalitas,


penegakan hukum, pengelolaan ketertiban masyarakat, serta kelambatan
antisipasi penanganan kejahatan transnasional adalah lemahnya
profesionalisme lembaga kepolisian. Oleh karena itu diperlukan lembaga
kepolisian yang efektif, efisien, dan akuntabel. Lembaga kepolisian harus
memiliki profesionalisme dalam mengintegrasikan aspek struktural (institusi,
organisasi, susunan dan kedudukan); aspek instrumental (filosofi, doktrin,
kewenangan, kompetensi, kemampuan, fungsi, dan iptek); dan aspek kultural
(manajemen sumber daya, manajemen operasional, dan sistem pengamanan
di masyarakat). Dalam rangka meningkatkan kemampuan Polri dalam
mencegah dan menindak kejahatan terorisme dan narkoba, di setiap Polda
telah terbentuk Den-88. Peningkatan kemampuan Polri juga ditempuh melalui
percepatan penambahan jumlah personil dan kualitas personil. Peningkatan
jumlah personil diupayakan melalui rekruitmen dengan sasaran 1 : 600 yang
diperkirakan akan tercapai pada tahun 2009, sedangkan peningkatan kualitas
personil diupayakan melalui pendidikan dan latihan. Di samping itu, agar
masyarakat mampu membina sistem keamanan dan ketertiban di
lingkungannya, polisi harus berperan sebagai pembina dan penyelia dalam
rangka mendukung terbentuknya mekanisme community policing.

Di sisi lain, secara geopolitik dan geostrategi, Indonesia terletak pada


posisi yang strategis dari menentukan dalam tata pergaulan dunia dan
kawasan. Dengan potensi ancaman yang tidak ringan serta kondisi sosial,
ekonomi, dan budaya yang beragam, bangsa, dan negara Indonesia
memerlukan kemampuan pertahanan negara yang kuat untuk menjamin
tetap tegaknya kedaulatan NKRI. Sejalan dengan tugas fungsi dan peran
pertahanan negara tidak semata-mata hanya ditujukan kepada ancaman dari
luar, tetapi juga berfungsi untuk mengatasi ancaman dalam negeri, seperti
pemberontakan bersenjata, dan dalam menangani dampak bencana.
Kemampuan pertahanan yang kuat dan solid, tidak saja akan menempatkan
NKRI semakin disegani dan dihormati dalam pergaulan internasional, tetapi
juga memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat di dalam menangani
bencana di dalam negeri, seperti bencana alam yang telah terjadi di beberapa
wilayah.

Dalam rangka penyiapan cetak baru pertahanan telah disusun Rencana


Strategi Pertahanan 2005-2009, kebijakan umum dan kebijakan
penyelenggaraan pertahanan, serta Strategic Defence Review sebagai acuan
dalam rangka pembinaan kemampuan dan pembangunan kekuatan
pertahanan negara. Upaya peningkatan profesionalisme personel ditempuh
melalui penataan organisasi, peningkatan mutu dan fasilitas pendidikan, serta
pemantapan reformasi TNI yang dihadapkan dengan supremasi sipil.
Reformasi TNI telah berhasil menempatkan TNI secara tepat sesuai dengan
peran dan tugas pokok yang diembannya, yaitu dalam rangka menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, serta
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dari setiap ancaman
dan gangguan.

Dalam rangka meningkatkan kesiapan alutsista TNI, dihadapkan dengan


keterbatasan anggaran, maka pembangunan kemampuan pertahanan negara
secara umum ditujukan tidak untuk memperbesar kekuatan yang sudah ada
tetapi hanya untuk mempertahankan kemampuan dan kekuatan yang sudah
dimiliki, antara lain melalui repowering, retrofitting, pemeliharan, dan
pengadaan alutsista secara terbatas. Untuk mengurangi ketergantungan
sumber pengadaan alutsista kepada satu atau dua negara saja, telah
ditempuh langkah-langkah ke arah diversifikasi dalam pengadaan alutsista
yang bekerja sama dengan beberapa negara. Adanya keterbatasan dukungan
anggaran menjadi faktor pertimbangan dalam penyusunan rencana
kebutuhan dalam pembangunan pertahanan sehingga pemenuhan kebutuhan
pertahanan belum dapat mencapai pembentukan kekuatan pokok minimum
(minimum essential force) TNI. Namun demikian, keterbatasan yang ada tidak
menjadikan kendala dalam mewujudkan Indonesia yang aman dan damai.

A.1.2. AGENDA ADIL DAN DEMOKRATIS

Dalam rangka pemberantasan korupsi, selama tahun 2007


langkah-langkah untuk menciptakan iklim takut korupsi semakin
memperlihatkan perkembangan yang positif baik di lingkungan
penyelenggara negara, dunia usaha maupun masyarakat. Langkah-langkah
pencegahan dan penindakan dilakukan secara bersamaan agar benar-benar
memperlihatkan efek jera di semua lini kehidupan masyarakat.
Untuk langkah pencegahan, telah dilakukan upaya memperkuat
pemberdayaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, yang antara lain menginstruksikan dibuatnya
Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK). Pada tahun 2007,
sosialisasi RAN PK dan penyusunan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan
Korupsi (RAN PK) telah dilakukan pada dua provinsi. Melalui UU No 7/2006,
Indonesia meratifikasi Konvensi Anti Korupsi Tahun 2003 (UNCAC 2003),
sebagai salah satu bentuk komitmen dalam upaya pemberantasan korupsi.

Pada awal tahun 2008, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan


Conference of the State Parties (CoSP) II UNCAC di Bali dengan
memprioritaskan pada upaya pengembalian aset korupsi baik yang berada di
dalam negeri maupun di luar negeri, melalui antara lain penyesuaian
peraturan perundang-undangan nasional yang sejalan dengan Konvensi Anti
Korupsi 2003.

Sedangkan untuk langkah penindakan baik yang dilakukan oleh


Kejaksaan Agung beserta jajarannya maupun Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) juga telah memperlihatkan peningkatan yang semakin signifikan.
Sepanjang tahun 2007, penindakan terhadap pejabat negara yang diduga
melakukan tindak pidana korupsi baik di tingkat pusat maupun daerah
dilakukan tanpa mengalami hambatan yang berarti. Salah satu sebabnya
adalah cepatnya pemberian izin yang diberikan oleh Presiden kepada
lembaga penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan kepada setiap
penyelenggara negara yang berdasarkan informasi dari masyarakat maupun
dari hasil investigasi telah melakukan tindak pidana korupsi.

Pada tahun 2008, upaya pemberantasan korupsi tetap dilanjutkan


melalui langkah pencegahan dan penindakan hukum. Untuk pencegahan
korupsi, akan dilakukan kegiatan sosialisasi RAN PK dan penyusunan RAD PK
di 4 (empat) provinsi. Selain itu juga akan secara intensif dilakukan sosialisasi
terhadap Konvensi Anti Korupsi 2003 dan strategi nasionalnya yang akan
melibatkan semua aparat pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha dan
masyarakat luas. Upaya pemberantasan korupsi terus dilakukan oleh
Kejaksaan dan KPK, yang akan diperkuat dengan dibentuknya Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi dengan undang-undang tersendiri. Fokus penindakan
korupsi akan ditujukan pada kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian
masyarakat luas.

Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang menjadi bagian


dari agenda pembangunan nasional, berbagai kemajuan telah dicapai pada
tahun 2007. Inisiatif reformasi birokrasi telah dilaksanakan di lingkungan
instansi pemerintah sebagai upaya meningkatkan kinerja penyelenggaraan
pemerintahan, yang antara lain ditandai dengan: tersusunnya berbagai
naskah RUU sebagai landasaan pelaksanaan reformasi birokrasi, seperti RUU
Pelayanan Publik, RUU Administrasi Pemerintahan, RUU Kementerian Negara,
RUU Tata Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah, RUU Etika
Penyelenggara Negara, dan lainnya. Beberapa naskah RUU tersebut telah
dibahas dengan DPR dan diharapkan pada tahun 2008 terdapat
perkembangan yang berarti.

Kemajuan di bidang pelayanan publik, ditandai antara lain: penerapan


pelayanan satu pintu di berbagai daerah; penggunaan teknologi informasi
dalam pelayanan publik (e-services) termasuk dalam proses pengadaan
barang dan jasa (e-procurement); telah diterbitkannya Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) melalui
Permendagri No. 6 Tahun 2007 sebagai peraturan pelaksanaan dari PP No. 65
Tahun 2005; dan telah diselenggarakan berbagai diklat manajemen SPM.
Sedangkan di bidang sumber daya manusia (SDM) aparatur, terdapat
kemajuan antara lain: upaya penyempurnaan regulasi di bidang SDM
aparatur; peningkatan kompetensi aparatur negara melalui penyelenggaraan
assesment center dan berbagai diklat baik struktural maupun fungsional; dan
perbaikan tingkat kesejahteraan aparatur negara meskipun masih terbatas;
serta pengangkatan tenaga honorer sebagai PNS dan pengadaan PNS secara
nasional. Di bidang penataan kelembagaan, ketatalaksanaan dan
pengawasan aparatur negara, juga telah berhasil dicapai berbagai kemajuan
yang cukup berarti, antara lain: diterbitkannya PP No. 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah; beberapa instansi pemerintah di pusat telah
melakukan inisiatif reformasi birokrasi seperti Depkeu, MA dan BPK; makin
meningkatnya kapasitas kelembagaan dan kompetensi auditor eksternal yang
ditandai dengan dibukanya perwakilan BPK di provinsi sesuai mandat UU No
15/2006 tentang BPK dan rekruitmen tenaga auditor; dan dilakukannya
penguatan kapasitas kelembagaan dan SDM/aparat pengawas internal
pemerintah.

Pada tahun 2008, beberapa pencapaian penting yang diharapkan


terwujud diantaranya: dilanjutkannya penyusunan dan pembahasan dengan
DPR berbagai RUU yang terkait dengan pelaksanaan reformasi birokrasi;
diundangkannya UU Pelayanan Publik; tersusunnya SPM sektoral bidang
kesehatan, pendidikan dan infrastruktur yang disesuaikan dengan PP No 65
Tahun 2005; tersusunnya standar pelayanan perkotaan (SPP); meningkatnya
pelayanan publik di bidang kependudukan, investasi/penanaman modal,
perpajakan dan kepabeanan, pertanahan, pengadaan barang dan jasa
pemerintah/publik; ditingkatkannya kapasitas aparat pemerintah daerah
dalam penerapan SPM; dilakukannya penyempurnaan Sistem Koneksi (inter-
phase) Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terintegrasi antar instansi
yang terkait, dan ditingkatkannya penerapan e-government untuk
mendukung kualitas pelayanan publik. Pencapaian penting lainnya yang
diharapkan dapat diwujudkan pada tahun 2008 adalah diselesaikannya
Rencana Induk Reformasi Birokrasi, Pedoman Umum Reformasi Birokrasi
beserta juklak dan juknisnya.

Untuk pembangunan SDM aparatur, tahun 2008 diharapkan tersusun


penyempurnaan sistem remunerasi PNS yang adil, layak, dan mendorong
peningkatan kinerja PNS; dan tersusun sistem penilaian kinerja. PNS yang
lebih akuntabel sebagai pengganti sistem DP3. Di samping itu, di bidang
kelembagaan dan ketatalaksanaan, diharapkan tersusun pedoman sistem
manajemen kinerja instansi pemerintah, sebagai respon atas penerapan
anggaran berbasis kinerja dan tuntutan atas peningkatan akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah. Secara bertahap, pemerintah mengambil
langkah-langkah untuk melakukan upaya penataan kelembagaan atas
lembaga non struktural (quasi birokrasi) agar berfungsi secara lebih efektif
dan efisien. Diharapkan pula terwujud peningkatan kapasitas kelembagaan di
bidang pengawasan dan pemeriksaan, yang didukung dengan meningkatnya
kompetensi tenaga pengawas dan pemeriksa/auditor.

Perkembangan yang dicapai pada tahun 2007, adalah ditetapkannya


UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, sebagai landasan
proses penguatan lembaga-lembaga demokrasi khususnya pelaksanaan
Pemilu 2009. pada awal 2008 telah ditetapkan UU No. 2 tahun 2008 Tentang
Partai Politik dan UU No. 10 tahun 2008 Tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD,
dan DPRD. Hasil penting lainnya dalam pembangunan lembaga demokrasi
pada tahun 2007 adalah terpilih dan terbentuknya keanggotaan Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang baru. Kemajuan pelembagaan demokrasi yang
juga perlu mendapat perharian pada tahun 2007 adalah keikutsertaan calon
independen dalam pilkada melalui keputusan Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan judicial review terhadap Pasal 59 Ayat 3 UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah.

Pada tahun 2008, sisa 2 (dua) paket UU bidang politik yang belum
dapat diselesaikan pembahasannya akan segera dibahas dan diundangkan.
Dengan akan diselesaikannya semua pembahasan dan ditetapkan semua UU
bidang politik, maka pada tahun 2008 semua peraturan pelaksanaan/petunjuk
teknis penyelenggaraan Pemilu 2009 sudah dapat diselesaikan
penyusunannya. Disamping itu juga diharapkan sudah dapat dilakukan
penyempurnaan dan perbaikan data pemilih; veriftkasi peserta pemilu dan
validasi calon anggota legislatif; penyediaan sarana dan prasarana
pendukung Pemilu 2009; dan penyediaan logistik Pemilu 2009. Secara
kelembagaan, pada tahun 2008 diharapkan ada peningkatan yang cukup
signifikan dalam hal kapasitas dan kompetensi aparatur pemerintah dan
KPU/KPUD sebagai lembaga penyelenggara pemilu di pusat dan daerah. Hal
lain yang sangat penting untuk dicapai pada tahun 2008 adalah peningkatan
kapasitas dan kesiapan partai politik dan organisasi-organisasi masyarakat
sipil dalam melakukan sosialisasi dan pendidikan politik masyarakat pemilih.

A.1.3. AGENDA KESEJAHTERAAN RAKYAT

Stabilitas ekonomi makro merupakan prasyarat bagi pertumbuhan


ekonomi yang berkualitas dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat.
Stabilitas tersebut diwujudkan melalui sinergi antara kebijakan fiskal,
moneter, penguatan lembaga keuangan, dan sektor riil.

Di sisi kebijakan fiskal, kebijakan diupayakan untuk menjaga ketahanan


fiskal yang berkesinambungan serta memberikan stimulus bagi pertumbuhan
ekonomi. Defisit APBN diupayakan pada batas-batas aman keuangan negara
melalui peningkatan pendapatan negara serta peningkatan efisiensi
pengeluaran negara. Hal-hal pokok terkait dengan kebijakan fiskal adalah
sebagai berikut:
a.Realisasi pendapatan negara dan hibah sampai dengan akhir tahun 2007
diperkirakan mencapai sebesar Rp 708,5 triliun (18,7 persen PDB).
Realisasi tersebut lebih tinggi sebesar 2,1 persen atau naik Rp 14,4
triliun dari target APBN-P tahun 2007. Jika dibandingkan dengan APBN
tahun 2006, Pendapatan Negara dan hibah tahun 2007 lebih tinggi 11,1
persen atau naik Rp70,5 triliun. Pencapaian penerimaan negara dan
bibah tersebut terutama bersumber dan penerimaan perpajakan
sebesar Rp 491,8 triliun (13,0 persen PDB), Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) sebesar Rp 215,0 triliun (5,7 persen PDB), dan hibah
sebesar Rp 1,7 triliun.
b.Realisasi pengeluaran negara sampai dengan 31 Desember 2007 mcncapai
sebesar Rp 757,2 triliun (20,0 persen PDB), yang terdiri dari belanja
pemerintah pusat sebesar Rp 504,0 triliun (13,3 persen PDB) dan
belanja ke daerah sebesar Rp 253,3 triliun (6,7 persen PDB). Realisasi
tersebut lebih tinggi 0,6 persen atau meningkat Rp 4,9 triliun dari target
APBN-P tahun 2007. Jika dibandingkan dengan APBN tahun 2006,
realisasi pengeluaran negara pada tahun 2007 lebih tinggi 13,5 persen
atau meningkat sebesar Rp 90,1 triliun.
c.Defisit APBN tahun 2007 mencapai 1,3 persen PDB, lebih tinggi
dibandingkan realisasi APBN tahun 2006 yang mencapai 0,9 persen
PDB, namun lebih rendah dari yang ditargetkan dalam APBN-P tahun
2007 sebesar 1,7 persen PDB.
d.Defisit anggaran dalam APBN-P tahun 2008 diperkirakan mencapai 2,0
persen PDB, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi tahun 2007
yang mencapai 1,3 persen PDB. Meskipun meningkat, defisit APBN
tersebut masih berada pada batas-batas aman keuangan negara.

Dari sisi kebijakan moneter, stabilitas moneter tetap dijaga sepanjang


tahun 2007. Terjadinya krisis subprime mortgage pasar keuangan Amerika
Serikat di bulan Juli 2007 tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap
pasar uang Indonesia. Pencapaian sasaran di bidang moneter dan keuangan
antara lain:
a.Nilai tukar yang melemah pada bulan Agustus 2007 menjadi Rp 9.367,- per
USD kembali menguat menjadi Rp 9.107,- per USD pada bulan Oktober
2007. Secara keseluruhan, rata-rata nilai tukar rupiah harian pada
tahun 2007 mencapai Rp 9.140 per USD atau menguat 0,3 persen
dibandingkan tahun 2006. Dalam empat bulan pertama tahun 2008,
rata-rata harian nilai tukar sebesar Rp. 9.246 dengan trend tetap
terjaga pada rentang Rp. 9.000 - 9.300 per USD.
b.pada tahun 2007 laju inflasi mencapai 6,59 persen (y-o-y), relatif sama
dengan tahun 2006 (6,60 persen). Memasuki tahun 2008, laju inflasi
meningkat, terutama didorong oleh kenaikan harga kelompok komoditi
makanan dan makanan jadi, dengan tingginya harga komoditi pertanian
di pasar dunia. pada bulan April 2008, laju inflasi setahun (y-o-y)
mencapai 8,96 persen. Dengan program stabilisasi harga kebutuhan
pokok didukung oleh kebijakan moneter yang berhati-hati, laju inflasi
diupayakan tetap terkendali.
c.Stabilnya nilai tukar rupiah dan laju inflasi yang terkendali mendorong
penurunan suku bunga perbankan secara bertahap. Suku bunga acuan
(BI rate) diturunkan secara bertahap dari 9,5 persen pada bulan Januari
2007 menjadi 8,0 persen pada bulan Desember 2007 dan tetap
dipertahankan hingga bulan April 2008. Tekanan inflasi yang meningkat
sejak bulan Desember 2007 menuntut kebijakan moneter yang
berhati-hati guna membantu penurunan ekspektasi inflasi. Suku bunga
acuan tetap dipertahankan sampai bulan April 2008, mulai ditingkatkan
bulan Mei 2008 menjadi 8,25 persen.
d.Sejalan dengan menguatnya kinerja pasar modal, peran sektor keuangan
dalam menjalankan fungsinya sebagai intermediasi keuangan juga
semakin membaik. Hal ini tercermin dari meningkatnya kredit yang
disalurkan perbankan sebesar 26,4 persen (y-o-y) dan terus tumbuh
mencapai 29,5 persen (y-o-y) pada Maret 2008.
e.Dalam rangka meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan
kredit kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) melalui bank
umum juga terus meningkat. Penyaluran kredit UMKM sampai dengan
akhir tahun 2007 tumbuh sebesar 22,4 persen (y-o-y).
Upaya-upaya yang ditempuh tersebut telah mampu mendukung
perekonomian untuk dapat kembali tumbuh cukup tinggi. pada tahun 2007
perekonomian tumbuh sebesar 6,3 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya
yang sebesar 5,5 persen.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 terutama


didorong oleh investasi berupa pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan
ekspor barang dan jasa yang masing-masing tumbuh sebesar 9,2 persen dan
8,0 persen. Sementara itu, konsumsi masyarakat tumbuh sebesar 5,0 persen
dan konsumsi pemerintah meningkat sebesar 3,9 persen.

Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor


industri pengolahan terutama nonmigas yang tumbuh sebesar 5,2 persen dan
sektor tersier terutama pengangkutan dan komunikasi; listrik, gas dan air
bersih; serta bangunan yang masing-masing tumbuh sebesar 14,4 persen;
10,4 persen, dan 8,6 persen. Adapun sektor pertanian serta pertambangan
dan penggalian
tumbuh sebesar 3,5 persen dan 2,0 persen.

Momentum pertumbuhan terus berlanjut pada triwulan I/2008. Dalam


triwulan I/2008, ekonomi tumbuh 6,3 persen (y-o-y) didorong oleh ekspor
barang dan jasa serta pembentukan modal tetap bruto yang meningkat 15,0
persen dan 13,3 persen serta ditopang oleh konsumsi masyarakat yang
meningkat 5,5 persen (y-o-y).

Sejak paruh kedua tahun 2007, perekonomian Indonesia dihadapkan


pada tiga gejolak eksternal yaitu meningkatnya harga minyak mentah dunia
dan harga komoditi dunia lainnya, dampak dari krisis subprime mortgage di
AS, serta melambatnya pertumbuhan ekonomi AS. Besarnya resiko dari
gejolak eksternal tersebut menuntut langkah-langkah jangka pendek yang
harus ditempuh serta penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan dalam
rangka mengamankan pembangunan, termasuk APBN 2008 dengan
perubahan yang dilakukan pada awal-awal tahun 2008. Dengan
memperhitungkan resiko gejolak eksternal yang cukup besar, sasaran
pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dalam awal-awal tahun 2008 disesuaikan
dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen. Meningkatnya harga minyak mentah
dunia yang dalam keseluruhan tahun 2008 diperkirakan lebih tinggi dari
sebelumnya serta tekanan inflasi yang besar berpotensi lebih memperlambat
pertumbuhan ekonomi.
Dalam tahun 2008, ekonomi diperkirakan tumbuh 6,0 persen.

Dalam hal ketenagakerjaan, sejalan dengan perekonomian yang terus


meningkat, kopdisi ketenagakerjaan menunjukkan perkembangan yang baik.
Lapangan kerja yang tercipta antara Februari 2007 - Februari 2008 meningkat
sangat tinggi yaitu hampir 4,5 juta lapangan pekerjaan baru. Pada kurun
waktu yang sama angkatan kerja meningkat dari 108,1 juta menjadi 111,5
juta atau meningkat sekitar 3,3 juta orang. Hal ini pada gilirannya dapat
menurunkan tingkat pengangguran terbuka, yaitu dari 9,75 persen pada
Februari 2007 menjadi 8,46 persen orang pada Februan 2008.

Penganggur usia muda masih merupakan proporsi terbesar dri


keseluruhan penganggur terbuka. Pada Agustus 2007, penduduk usia 15-19
tahun yang menganggur mencapai 2,4 juta orang atau 30,02 persen.
Keadaan ini cukup memprihatinkan karena usia mereka masih usia sekolah.
Jumlah penganggur usia 20-24 tahun mencapai sekitar 3,2 juta orang atau
22,42 persen. Dari jumlah penganggur usia 20-24 tahun tersebut, 42,58
persennya atau sekitar 1,4 juta orang berada di perdesaan. Pengangguran
terbuka masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan sekolah
menengah pertama ke bawah. pada Agustus 2007 proporsi penganggur
dengan pendidikan sekolah menengah pertama ke bawah mencapai sekitar
5,0 juta orang atau 49,71 persen, bahkan 2,7 juta dari mereka atau 27,10
persen hanyalah lulusan SD ke bawah.

Penciptaan lapangan kerja bagi penduduk berlatar pendidikan relatif


rendah, miskin dan tidak terampil telah diupayakan oleh Pemerintah.
Berbagai program perluasan kesempatan kerja yang dibiayai oleh APBN,
termasuk revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan dan perdesaan, telah
mulai dikembangkan dan dikonsolidasikan agar tenaga kerja yang dicakup
semakin banyak dan merata.

Secara sektoral, pada tahun 2007 pertumbuhan sektor pertanian,


perikanan dan kehutanan mencapai sebesar 3,5 persen, lebih tinggi dari
target yang direncanakan sebesar 2,7 persen. Target ini terlampaui karena
adanya peningkatan produksi pertanian hingga melebihi sasaran yang telah
dicanangkan antara lain produksi padi/beras yang mencapai sebesar 57,05
juta ton GKG yang merupakan angka pertumbuhan tertinggi selama 10 tahun
terakhir atau meningkat 4,77 persen dibanding tahun 2006. Demikian juga
untuk produksi jagung meningkat 14,44 persen dibanding tahun sebelumnya
dari 11,61 juta ton menjadi 13,29 juta ton. Sebaliknya pada tahun tersebut
produksi kedelai mengalami penurunan sebesar 20,76 persen dibanding
tahun sebelumnya menjadi sekitar 592,4 ribu ton. Penurunan tersebut terjadi
karena berkurangnya luas panen sekitar 121,7 ribu ha atau 21 persen
dibanding tahun sebelumnya, meskipun produktivitas mengalami kenaikan
0,03 kuintal per hektar atau 0,23 persen.

Pertumbuhan sektor pertanian menunjukkan kecenderungan yang


meningkat. Pada tahun 2007 PDB pertanian (diluar perikanan dan kehutanan)
meningkat 4,62 persen, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sub sektor
tanaman bahan makanan sekitar 5,86 persen, perkebunan sekitar 2,44
persen dan peternakan sekitar 2,14 persen. Demikian pula PDB perikanan
pada tahun 2007 kontribusinya naik menjadi sebesar 2,32 persen terhadap
PDB Nasional atau naik sebesar 7,6 persen dibandingkan tahun 2006.
Sebaliknya pertumbuhan sub sektor kehutanan mengalami penurunan karena
masih banyaknya illegal logging yang mengakibatkan kerusakan hutan,
sehingga berakibat pada menurunnya produksi kayu dari hutan alam yang
belum dapat digantikan dengan produksi hasil hutan tanaman industri dan
non kayu lainnya. Hal tersebut telah menyebabkan banyaknya industri hasil
hutan yang tutup.

Dalam rangka pelaksanaan revitalisasi, kegiatan di bidang perikanan


difokuskan pada peningkatan produksi dan pengembangan tiga komoditas
penting, yaitu udang, ikan tuna, dan rumput laut, dengan tetap melakukan
upaya peningkatan mutu dan kegiatan optimalisasi pengelolaan perikanan
sejak dari penangkapan ikan (on farm) hingga pemasaran. Untuk mendukung
peningkatan produksi perikanan tangkap, pemerintah telah melakukan
rehabilitasi, pembangunan, peningkatan fasilitas pendukung berupa
Pelabuhan Perikanan Samudra, Pelabuhan Perikanan Nusantara, Pelabuhan
Perikanan Pantai, dan beberapa Pangkalan Pendaratan Ikan. Selain itu,
dilaksanakan juga rehabilitasi dan pengembangan Pelabuhan Pendaratan Ikan
di 33 provinsi. Pada sub sektor kehutanan, upaya revitalisasi masih terus
dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu antara lain melalui
kegiatan-kegiatan:
(i) Pengembangan pemanfaatan hutan alam dengan meningkatkan
manajemen Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHK); (ii)
Penertiban peredaran hasil hutan dalam rangka mengoptimalkan PNBP
dan Dana Reboisasi (DR); (iii) Pembangunan kesatuan pengelolaan hutan
(KPH); (iv) Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hutan
Tanaman Rakyat (HTR); (v) Pengelolaan Hutan Produksi yang tidak dibebani
hak/ijin pemanfaatan; dan (vi) Restrukturisasi industri primer kehutanan.

Di bidang infrastruktur, upaya peningkatan pelayanan infrastruktur


sesuai standar pelayanan minimum pada tahun 2008 telah diwujudkan
melalui pembangunan saluran air baku dengan kapasitas terpasang 1,00 m3 /
detik, rehabilitasi sarana/ prasarana pengendali banjir di 62 lokasi
pembangunan, pemeliharaan prasarana pengaman pantai sepanjang 20 km,
prasarana air tanah untuk air minum di daerah terpencil/perbatasan seluas
688 ha, kondisi jalan nasional telah mencapai 81 persen mantap dari panjang
jalan nasional dengan peningkatan pelayanan prasarana jalan menjadi 45 km
per jam; pembangunan jalan di pulau-pulau terpencil dan pulau terluar
sepanjang 100 km; pembangunan jalan di kawasan perbatasan sepanjang
110 km., pemberian subsidi operasi perintis angkutan jalan pada 153 lintas,
pengadaan bus perintis sebanyak 340 unit, pelayanan pelayaran perintis
untuk 62 trayek, subsidi operasi lintas penyeberangan perintis pada 80
lintasan, pelayanan penerbangan perintis untuk 90 rote, penyediaan Public
Service Obligation (PSO) untuk pelayanan angkutan penumpang KA kelas
ekonomi sebanyak 70 KA dan angkutan laut kelas ekonomi pada 22 trayek,
rehabilitasi dan pembangunan jalan poros desa melalui (DAK) sepanjang
88.205 km dan pengadaan sarana angkutan perdesaan; pengembangan
energi perdesaan, peningkatan aksesibilitas energi perdesaan,
tersosialisasikannya pemanfaatan Biofuel di sektor industri dan bangunan,
pengembangan pulau kecil terluar melalui pemanfaatan energi terbarukan
non listrik, pengembangan desa wisata energi, terlaksananya Program
integrated micro hydro development and application program (IMIDAP),
pembangunan listrik di perdesaan yaitu: PLTS 50 Wp sebanyak 59,000 unit,
PLT bayu 80 kW sebanyak 14 Unit; PLTMH sebanyak 1,270 kW, Gardu
Distribusi sebanyak 930 Buah/ 44,950 kVA, JTM sebanyak 1,803 kms, JTR
sebanyak 1,453 kms; penyediaan PSO pos untuk 2.350 kantor pos cabang luar
kota; pembangunan rumah susun sederhana sewa beserta prasarana dan
sarana dasarnya sebanyak 15.448 unit/30 kawasan, pengembangan
Desa-desa Pusat Pertumbuhan di 146 kawasan di 32 provinsi, penyediaan
prasarana dan sarana dasar untuk rumah sederhana sehat (RSH) dan rumah
susun sebanyak 28.000 unit, pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum
dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat di 1800 desa,
Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Limbah Percontohan Skala
Komunitas (SANIMAS) di 100 lokasi, peningkatan pengelolaan TPA/Sanitary
Landfill/Sistem Regional di 35 kab/kota.

Dalam rangka peningkatan daya saing sektor riil, pada program


pembangunan bidang infrastruktur telah dilakukan rehabilitasi jaringan irigasi
seluas 210,73 ribu ha dan rawa seluas 207,67 ribu hektar; pembangunan 7
waduk dan 35 embung, pembangunan sarana/prasarana pengendali banjir
sepanjang 145 km, pembangunan sarana/prasarana pengaman pantai
sepanjang 71,1 km, tanggap darurat bencana di daerah industri dan
pusat-pusat perekonomian, rehabilitasi jalan nasional sepanjang 4.000 km,
pembangunan Jalan Lintas Pantai Selatan Jawa sepanjang 70 km,
pembangunan jalan baru dan peningkatan jalan strategis sepanjang 150 km,
rehabilitasi/peningkatan jalan provinsi/kabupaten/kota sepanjang 418.346 km
melalui DAK, peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan Lintas sepanjang
4.410 km, pembangunan jalan baru dan peningkatan jalan strategis
sepanjang 150 km pengadaan sarana KA Kelas Ekonomi, Kereta Rel Listrik,
dan Kereta Rel Diesel/Kereta Rel Diesel Electric/Kereta Diesel Kelas 3
sebanyak 45 unit, rehabilitasi Dermaga Penyeberangan pada 36 Dermaga,
pembangunan dermaga Sungai, Danau dan Penyeberangan pada 129
Dermaga, pengadaan kapal perintis dan bus air sejumlah 84 Buah, rehabilitasi
landasan dan fasilitasnya 450.000 m2; pengembangan Energi Alternatif dan
Teknologi Energi Baru Terbarukan, pengembangan wilayah distribusi gas
bumi untuk rumah tangga, industri kecil, dan transportasi (gas kota) ,
pemberian insentif penyediaan energi alternatif, Land Mark penciptaan dan
pemanfaatan sumber energi baru terbarukan (Koordinasi Pengembangan dan
Pemanfaatan Biofuel), pengembangan teknologi pembangkit listrik lampu
hemat energi; pembangunan fasilitas ketenagalistrikan yang dilakukan BUMN
PT. PLN baik untuk pembangunan pembangkit listrik yang baru ataupun
rehabilitasi dan repowering pembangkit listrik berbahan bakar batubara, gas
dan energi terbarukan hidro dan panas bumi, serta untuk pembangunan
jaringan penyaluran transmisi dan distribusinya, pengembangan regulasi dan
pengawasan dalam rangka meningkatkan penggunaan komponen dalam
negeri serta meningkatkan pembinaan industri penunjang ketenagalistrikan
dalam negeri melalui pembinaan usaha serta pengembangan standarisasi dan
sertifikasi; pembahasan RUU Pos pengganti UU No. 6 Tahun 1984 tentang Pos,
penyusunan RUU Telekomunikasi pengganti UU No. 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, pengembangan Indonesia Security Incident Response Team
on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) dalam rangka pengamanan dan
pengawasan jaringart internet di Indonesia, pembangunan prototipe produk
telekomunikasi radio Broadband Wireless Access, penyediaan infrastruktur TIK
melalui program Community Access Point (CAP) dan warung masyarakat
informasi, penyediaan sarana dan prasarana air limbah sistem terpusat di 26
kawasan/kota, pembangunan sarana dan prasarana air minum pada 69
kawasan strategis, dan pengembangan sistem drainase di 11 kabupaten/kota.

Seiring dengan kebijakan Pemerintah untuk mempercepat penyediaan


infrastruktur melalui kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, hingga tahun
2006 telah dilaksanakan persiapan perlaksanaan Public-Private Partnership
(PPP) untuk Penyediaan Air Baku Industri; persiapan pelaksanaan
pembangunan jalan tol dan Bandara Kuala Namu di Sumatera Utara;
pemberian hak khusus pembangunan jaringan pipa gas dari Kalimantan Timur
ke Jawa Tengah; penerbitan peraturan tentang penetapan tarif berbasis biaya
melalui Peraturan Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penetapan Tarif Awal dan Tarif Perubahan Jasa Teleponi Dasar melalui
Jaringan Tetap dan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Penetapan Tarif Perubahan Jasa Teleponi Dasar Jaringan Bergerak
Selular; dan penetapan anggota Komite Regulasi Telekomunikasi Indonesia.

Terkait fenomena global mengenai perubahan iklim, kebijakan


pemerintah mengenai peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap
perubahan iklim dan sekaligus dalam rangka pengurangan risiko bencana
telah diselesaikan, antara lain: pembangunan prasarana pengendali banjir
seluas 500 ha dan panjang 954 km; pemeliharaan prasarana pengendali
banjir sepanjang 1,387 km; pembangunan sarana/prasarana pengaman
pantai sepanjang 70 km; pemeliharaan prasarana pengaman pantai
sepanjang 20 km; kegiatan tanggap darurat bencana di daerah industri dan
pusat-pusat perekonomian; upaya penanganan banjir di wilayah Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur) secara
terpadu dengan penanganan daerah hulu dan hilir sungai.

Sementara itu, setelah empat tahun pasca bencana gempa bumi dan
tsunami di Aceh dan Kepulauan Nias, serta hampir tiga tahun pelaksanaan
tugas dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan
Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias
Provinsi Sumatera Utara (BRR NAD-Nias), lembaga tersebut akan segera
mengakhiri masa tugasnya pada bulan April 2009 yang akan datang. Dengan
berakhirnya tugas dari BRR NAD-Nias tersebut, maka pada tahun 2009
penyelesaian dan keberlanjutan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di
Provinsi NAD dan Kepulauan Nias akan dilanjutkan oleh kementerian/lembaga
terkait dan pemerintah daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta
Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan di Provinsi Sumatera Utara,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Pada tahun 2007, pencapaian dari program rehabilitasi dan rekonstruksi


di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias yang telah dilaksanakan oleh BRR
NAD-Nias mencakup beberapa kegiatan pokok yaitu: penyelesaian rehabilitasi
dan rekonstruksi perumahan, sarana dan prasarana wilayah, prasarana
lingkungan permukiman, air bersih dan sanitasi, pemulihan perekonomian
masyarakat, peningkatan kesejahteraan sosial, pemulihan fasilitas pendukung
kehidupan sosial kemasyarakatan seperti pendidikan dan kesehatan, serta
pemulihan kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat.
pada tahun 2008 pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi
NAD dan Kepulauan Nias difokuskan pada peningkatan kualitas infrastruktur,
penyelesaian perumahan dan permukiman bagi korban bencana, pengelolaan
lingkungan hidup, dan penyelesaian masalah pertanahan dan penataan ruang
wilayah. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan melalui proses
legalisasi peraturan daerah, peningkatkan SDM, pemenuhan pelayanan dasar,
dan pengarusutamaan gender, dengan memperkuat landasan perekonomian
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, memperkuat kapasitas
kelembagaan, meningkatkan koordinasi antar pelaku pelaksanaan rehabilitasi
dan rekonstruksi, serta meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
dan pengembangan wilayah.

Selain di wilayah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias, pelaksanaan


rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana juga dilakukan selama hampir
dua tahun terakhir ini di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan
Provinsi Jawa Tengah, pasca kejadian gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006
yang lalu. Sesuai dengan Keputusan Presiden No. 9 tahun 2006, pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah
pasca bencana gempa bumi 27 Mei 2006, dijadwalkan dapat diselesaikan
pada bulan Juni 2008. Pelaksanaan pemulihan pasca bencana melalui
pendanaan APBN sejak tahun 2006 hingga 2008, menunjukkan bahwa
pemulihan perumahan korban bencana telah diselesaikan melalui pendanaan
sebesar Rp 5,74 triliun; sementara untuk pemulihan prasarana publik telah
dialokasikan sebesar Rp 1,2 triliun; dan untuk pemulihan perekonomian
masyarakat dan daerah telah dialokasikan sebesar Rp 430,4 miliar. Namun
demikian, masih banyak tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2009
dalam pembangunan daerah pasca rehabilitasi dan rekonstruksi, diantaranya:
(1) penataan ruang permukiman dan pengembangan lahan skala besar yang
memenuhi tata lingkungan yang baik dengan pendekatan pengurangan risiko
bencana; (2) masih diperlukan perhatian untuk meningkatkan pelayanan
dasar bagi masyarakat, terutama bagi kelompok rentan; (3) masih
diperlukannya dukungan yang difokuskan bagi pengembangan usaha kecil
dan menengah serta pemulihan infrastruktur perekonomian lokal; serta (4)
dukungan bagi perumusan kebijakan dan peningkatan kapasitas
kelembagaan dalam pengurangan risiko bencana.

Dalam Rencana Kerja Pemerintah 2008, telah ditetapkan program dan


fokus kegiatan pengurangan risiko bencana melalui pendayagunaan rencana
tata ruang wilayah sebagai salah satu instrumen utama untuk mengurangi
resiko bencana dan peningkatan kualitas informasi, data maupun peta
wilayah rawan bencana yang memadai bagi analisa pola pemanfaatan ruang
sekaligus menguatkan kelembagaan di tingkat daerah dalam pengendalian
pemanfaatan rencana tata ruang wilayah.

Di bidang kesehatan, status kesehatan masyarakat terus menunjukkan


perbaikan, hal ini antara lain dapat dinilai melalui perbaikan berbagai
indikator kesehatan seperti penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 334
(SDKI 1997) menjadi 307 per 100,000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003).
Namun demikian untuk mencapai sasaran penurunan AKI pada tahun 2009
menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup, diperlukan upaya yang lebih keras.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang saat ini baru mencapai
71,9 persen (Susenas 2007). Upaya penurunan AKI juga perlu didukung
dengan perbaikan keadaan gizi ibu hamil, pendidikan ibu, peran perempuan,
penanggulangan kemiskinan, serta peningkatan sarana prasarana
transportasi.

Demikian pula dengan status gizi anak balita mengalami perbaikan


yang ditandai dengan menurunnya persentase balita yang mengalami
kekurangan gizi dari 34,4% pada tahun 1999 menjadi 28,02% pada tahun
2005 (Susenas 2007). Namun demikian untuk mencapai target sebesar 20%
pada tahun 2009, perlu upaya yang lebih intensif dengan meningkatkan
ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, memperbaiki pola asuh, dan
meningkatkan pelayanan kesehatan dasar.

Flu burung telah menjadi isu global dan nasional karena memiliki
dampak besar pada kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa manusia. Jumlah
kasus kematian ternak unggas akibat flu burung sangat tinggi dan tersebar di
seluruh provinsi. Sementara jumlah kasus flu burung pada manusia juga
cenderung terus meningkat. Sampai akhir Februari 2008 kasus flu burung
pada manusia mencapai 129 kasus dan 105 diantaranya meninggal. Dengan
kondisi ini, pencegahan dan pengendalian flu burung memerlukan upaya
menyeluruh dan terintegrasi dari segi tata laksana kesehatan hewan dan
kesehatan manusia, termasuk upaya dalam rangka kesiapsiagaan
menghadapi pandemi. Rencana Strategis Nasional (Renstranas) Pengendalian
Flu Burung dan Kesiapsiagaan Pandemi Influenza 2006-2008 menjadi acuan
kebijakan pelaksanaan upaya pengendalian flu burung dan saat ini
Renstranas tersebut sedang dalam proses perumusan kembali. Upaya
pencegahan dan penanggulangan di bidang kesehatan manusia yang telah
dilaksanakan mencakup penatalaksanaan kasus di rumah sakit, penyernaan
ruang isolasi perawatan di 100 rumah sakit rujukan, penguatan laboratorium
pengujian, penyediaan obat Oseltamivir, surveilans epidemiologi,
perlindungan bagi petugas yang berisiko tinggi, peningkatan kapasitas tenaga
kesehatan, serta melakukan kaji tindak.

Cakupan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan kurang


mampu melalui program jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin (JPK-MM)/Askeskin terus meningkat yaitu dari 36,4 juta orang (2005)
menjadi 76,4 juta orang (2007). Untuk itu pada tahun 2009 Askeskin perlu
terus dilanjutkan dengan jaminan kesehatan pada masyarakat (jamkesmas)
untuk meningkatkan akses penduduk miskin dan kurang mampu di kelas III
RS dan peiayanan kesehatan dasar bagi seluruh penduduk di Puskesmas dan
jaringannya. Selain itu, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar
terutama di daerah tertinggal, terpencil, daerah perbatasan, dan daerah
bencana perlu ditingkatkan.

Sehubungan dengan pembangunan keluarga kecil berkualitas,


pengendalian kuantitas penduduk merupakan salah satu aspek penting untuk
menjamin tercapainya penduduk tumbuh seimbang dan pembangunan
berkelanjutan di masa yang akan datang. Jumlah penduduk Indonesia dari
tahun ke tahun terus meningkat meskipun laju pertumbuhannya terus
menurun. Pada tahun 2000 penduduk
Indonesia berjumlah 205 juta jiwa, tahun 2008 menjadi 228 juta jiwa, dan
hingga satu dekade ke depan diperkirakan bertambah sekitar 3 juta jiwa per
tahun. Penurunan angka kelahiran dan kematian bayi yang terjadi selama ini
telah merubah struktur umur penduduk yaitu persentase penduduk usia
produktif terus meningkat sementara persentase penduduk usia
non-produktif, khususnya penduduk muda (0-14 tahun) semakin menurun.
Keadaan ini di satu sisi mengindikasikan telah terjadi penurunan persentase
penduduk sebagai beban pembangunan (dependenry ratio) sementara di sisi
lain juga merupakan keuntungan ekonomi (Bonus Demografi/BD). Penurunan
persentase penduduk muda mengurangi besarnya biaya untuk pemenuhan
kebutuhannya sehingga sumber daya dapat dialihkan kegunaannya untuk
membiayai pembangunan bidang lainnya. Diperkirakan, BD akan terentang
hingga sekitar tahun 2020. Rasio beban ketergantungan yang sebesar 48,9
persen (tahun 2006) diperkirakan turun menjadi 47,2 persen (tahun 2008)
dan terus menurun hingga mencapai titik terendah 44,5 persen pada tahun
2017. Pada waktu rasio beban ketergantungan mencapai angka terendah ini
terbukalah jendela kesempatan (the window of opportunity) untuk Indonesia.
Namun demikian kesempatan yang menguntungkan pembangunan itu tidak
akan pernah tercapai bahkan akan merugikan bila laju pertumbuhan
penduduk tidak dikendalikan dan kualitas penduduk tidak ditingkatkan secara
terus menerus dan konsisten, antara lain melalui kegiatan Keluarga
Berencana (KB).

Sementara itu, Pemerintah secara terus-menerus memberikan


perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan. Kesungguhan
Pemerintah tersebut tercermin oleh hasil yang cukup menggembirakan
seperti yang terlihat dari peningkatan angka partisipasi pendidikan pada
semua jenjang. Pada tahun 2007, angka partisipasi murni (APM) pada jenjang
SD/MI dan yang sederajat mencapai 94,90 persen. Sedangkan Angka
Partisipasi Kasar (APK) pada jenjang SMP/MTs dan yang sederajat serta
SMA/SMK/MA/SMALB/Paket C masing-masing mencapai 92,52 persen dan
60,51 persen. Sementara itu, APK pada jenjang pendidikan tinggi (PT) yang
mencakup pula perguruan tinggi agama (PTA), dan Universitas Terbuka (UT)
adalah sebesar 17,25 persen. Adapun angka partisipasi sekolah (APS) atau
persentase penduduk yang mengikuti pendidikan formal untuk kelompok
umur 7-12 tahun tercatat sebesar 97,4 persen, kelompok umur 13-15 tahun
sebesar 84,1 persen, dan kelompok umur 16-18 tahun sebesar 53,9 persen.

Perkembangan yang cukup menggembirakan terjadi dalam peningkatan


kuantitas fasilitas layanan pendidikan. Rasio murid per ruang kelas sebesar 26
untuk SD/MI dan 40 untuk SMP/MTs. Pada saat yang sama, rasio murid per
guru adalah 21 untuk SD/MI dan 13 untuk SMP/MTs.

Dalam hal perbaikan pengelolaan sumber daya hutan berbagai upaya


untuk telah banyak dilakukan oleh pemerintah. Pada tahun 2007 pelaksanaan
kegiatan yang dilakukan telah menghasilkan berbagai pencapaian. Dalam
pengamanan kawasan hutan telah dilaksanakan antara lain: (1) operasi
pengamanan fungsional dan operasi khusus melalui kerja sama dengan
POLRI, Kejaksaan, TNI AL, BIN, PPATK di 10 provinsi rawan illegal logging; dan
(2) penguatan kapasitas kelembagaan Pengamanan Hutan (Pamhut) dan
pembentukan Masyarakat Mitra Polhut (MMP) di 10 lokasi.
Sementara itu, upaya penertiban peredaran hasil hutan telah mencapai hasil
antara lain: (1) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kayu meningkat
sebesar 8 persen dari tahun 2006; (2) uji coba Sistem Informasi-Penata
Usahaan Hasil Hutan (SI-PUHH) dan penatausahaan Provisl Sumber Daya
Hutan/Dana Reboisasi (PSDH/DR) berbasis Teknologi Informasi (TI) di 3 Balai
Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP); (3) implementasi
penatausahaan SI-PUHH dan PSDH/DR berbasis TI (on-line) di 11 BP2HP; (4)
dilakukannya monev illegal logging dan monev hasil lelang basil hutan ilegal;
dan (5) pengembangan sertifikasi dan pengujian hasil hutan.

Selanjutnya, pembangunan bidang energi dan sumber daya mineral,


selama tahun 2007 telah dilakukan beberapa kegiatan, antara lain:
penyelesaian blueprint peningkatan kapasitas nasional bidang minyak dan
gas bumi (migas) sebagai upaya peningkatan kapasitas nasional dalam
industri migas, perumusan kebijakan dan regulasi usaha penunjang migas
beserta keberpihakannya, penawaran 30 wilayah kerja migas, baik secara
penawaran langsung ataupun penawaran melalui tender (regular dan direct
offer), penandatanganan 26 kontrak kerja sama (KKS) dengan komitmen
investasi untuk 3 tahun mendatang sebesar US$ 640,31 juta dan bonus tanda
tangan sebesar US$ 50,53 juta. Sejak berlakunya UU No. 22 tahun 2001
tentang Migas, kegiatan pengusahaan migas terus meningkat secara
berturut-turut, tahun 2005 terlaksana 28 kegiatan usaha, tahun 2006
terlaksana 32 kegiatan usaha dan tahun 2007 terlaksana 35 kegiatan usaha.
Kegiatan-kegiatan ini terutama berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
keniagaan migas termasuk niaga umum BBM, LPG, hasil olahan dan lain
sebagainya.

Sementara itu, pembangunan bidang lingkungan hidup tetap


dilaksanakan dengan menitikberatkan pada pengendalian penggunaan
sumber dara alam secara berkelanjutan serta pengendalian praktek
perusakan/penurunan kualitas lingkungan. Hingga tahun 2007, telah
dilaksanakan kegiatan Adipura, program penilaian peringkat kinerja
perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup (PROPER), program kali
bersih, program langit biru, pembinaan tim penilai AMDAL, program menuju
Indonesia hijau, program Debt for Nature Swap dengan Pemerintah Jerman,
program pembangunan bersih yang dikoordinasi oleh Komnas Mekanisme
Pembangunan Bersih (MPB), program energi efisiensi di industri kecil dan
menengah, penegakan hukum lingkungan dan pemberdayaan masyarakat
yang terus akan dilakukan untuk memperluas cakupannya. Indonesia sebagai
bagian dari masyarakat dunia juga telah melaksanakan kegiatan di bidang
perlindungan lapisan ozon melalui penghapusan pemakaian bahan perusak
ozon (BPO) di berbagai mesin pendingin (chiller) dan memasyarakatkan
penggunaan metered dosed inhaler (MDl).

Untuk meningkatkan kapasitas daerah di bidang lingkungan hidup, pada


tahun 2007, telah disalurkan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Lingkungan
Hidup kepada Pemerintah Daerah, terutama Pemerintah Kabupaten/Kota
untuk pemantauan kualitas air, pengendalian pencemaran air serta
perlindungan sumber daya air. Hal-hal tersebut di atas terus dilanjutkan pada
tahun 2008 termasuk membangun fasilitas dan infrastruktur lingkungan, serta
kebijakan nasional mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim.

A.2. MASALAH DAN TANTANGAN POKOK TAHUN 2009

Dengan berbagai kemajuan yang dicapai pada tahun 2007 dan


perkiraan pada tahun 2008, dari 3 (tiga) agenda pembangunan yang
ditetapkan dalam RPJMN 2004-2009, hasil pelaksanaan agenda pembangunan
aman dan damai serta agenda pembangunan adil dan demokratis telah
mengarah kepada keadaan yang diinginkan. Sementara itu, hasil pelaksanaan
agenda peningkatan kesejahteraan masyarakat terus menunjukkan
kemajuan. Namun demikian, masih banyak permasalahan dan tantangan
yang harus dihadapi dan diselesaikan. Masalah dan tantangan utama yang
dihadapi pada tahun 2009 diantaranya adalah sebagai berikut.

MEMBANGUN DAN MENYEMPURNAKAN SISTEM PERLINDUNGAN SOSIAL


KHUSUSNYA BAGI MASYARAKAT MISKIN. Terkait dengan upaya penurunan
jumlah penduduk miskin, upaya pembangunan dan penyempurnaan sistem
perlindungan sosial masih merupakan masalah dan tantangan tersendiri yang
harus dipecahkan. Akses masyarakat terutama masyarakat miskin terhadap
pelayanan dasar, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan serta air bersih
dan sanitasi dasar masih terbatas. Selain itu, jwnlah penduduk yang rentan
untuk jatuh miskin karena guncangan ekonomi maupun karena bencana alam
masih cukup besar. Saat ini terdapat 3,8 juta jiwa korban bencana alam, 2,5
juta jiwa orang cacat, 2,8 juta anak telantar, 145 ribu anak jalanan dan 1,5
juta penduduk lanjut usia, 64 ribu gelandangan dan pengemis, serta 66 ribu
tuna susila yang membutuhkan bantuan dan jaminan sosial. Selain itu, kondisi
kemiskinan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga-harga kebutuhan pokok
dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang pada akhirnya akan
mempengaruhi daya beli masyarakat miskin. Kesemuanya ini merupakan
masalah dan tantangan yang harus ditangani agar efektifitas penurunan
jumlah penduduk miskin dapat ditingkatkan.

MENYEMPURNAKAN DAN MEMPERLUAS CAKUPAN PROGRAM


PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT. Meskipun berbagai upaya telah
dilakukan untuk menurunkan jumlah penduduk miskin dan pertumbuhan
ekonomi secara bertahap terus meningkat, jumlah penduduk yang hidup di
bawah garis kemiskinan masih besar dan penurunannya berjalan lambat.
Persentase penduduk miskin pada Triwulan I Tahun 2008 sebesar 15,4 persen
dan desa miskin/tertinggal mencapai lebih dari 46 persen. Masalah pokok
yang dihadapi dalam menurunkan jumlah penduduk miskin antara lain adalah
sebagai berikut: Pertama, upaya pembangunan yang dilakukan masih belum
merata dan belum mencapai seluruh masyarakat, khususnya bagi yang
berada di perdesaan dan luar Jawa. Padahal sebesar 63,5 persen dari jumlah
penduduk miskin tinggal di perdesaan, dan persentase kemiskinan di luar
Pulau Jawa terutama Nusa Tenggara, Maluku dan Papua juga lebih tinggi
dibanding di Pulau Jawa. Kedua, pelaksanaan program pembangunan masih
bersifat parsial dan belum terfokus. Ketiga, kemandirian masyarakat dalam
proses pembangunan berbasis masyarakat masih sangat terbatas. Oleh sebab
itu tantangan yang harus dihadapi adalah menyempurnakan dan memperluas
cakupan program pembangunan berbasis masyarakat.

MEMPERKUAT USAHA MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH. Tingkat


pendapatan masyarakat sangat bergantung pada ketersediaan dukungan
bagi perkembangan usaha mereka.
Dukungan yang dibutuhkan terkait dengan jaminan lokasi usaha, prasarana
dan sarana fisik perekonomian yang memadai, akses terhadap sumberdaya,
dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengembangkan dan
mengelola usaha. Dukungan usaha masyarakat yang terbatas menimbulkan
permasalahan berupa tingkat pendapatan yang rendah, akses terhadap
pelayanan sosial, ekonomi dan politik yang terbatas, kewirausahaan dan
kapasitas pengelolaan usaha yang rendah. serta arah kebijakan
pembangunan kewilayahan yang masih berorientasi pada "inward looking"
sehingga menghambat berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
baru. Keterbatasan dukungan akses terhadap sumberdaya, khususnya
pembiayaan, merupakan masalah yang paling mendesak untuk ditangani. Hal
ini terutama dirasakan oleh masyarakat miskin, hampir miskin dan tidak
mampu yang memiliki kegiatan usaha produktif yang tersebar di berbagai
lapangan usaha dan lokasi. Kelompok masyarakat berpendapatan rendah
tersebut pada umumnya tidak memiliki jaminan yang cukup untuk mengakses
kredit/pembiayaan perbankan, meskipun mereka memiliki usaha yang layak
secara ekonomi untuk dibiayai. Kondisi tersebut mendorong dikeluarkannya
program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu percepatan penyaluran
kredit/pembiayaan yang berasal dari sumber dana perbankan dengan
dukungan penjaminan untuk kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
dan koperasi (Inpres 06/2007). KUR diberikan kepada UMKM dan koperasi
yang memiliki usaha produktif yang bersifat individu, kelompok, kemitraan
dan/atau klaster yang layak untuk dibiayai namun belum menjadi nasabah
bank. Besarnya kredit/pembiayaan kepada UMKM dan koperasi menjangkau
kebutuhan kelompok masyarakat berpendapatan rendah (kredit/pembiayaan
di bawah Rp 5 juta) dan kebutuhan kelompok masyarakat yang usahanya
terus berkembang (kredit/pembiayaan Rp 5 juta - Rp 500 juta). Program KUR
juga dilengkapi dengan pendampingan mulai dari penyiapan proposal kredit
sampai dengan penggunaan kredit (pengelolaan keuangan). Efektivitas
penyaluran KUR dan pendampingannya merupakan tantangan yang harus
ditangani secara tepat untuk mendukung upaya perkuatan usaha dan
peningkatan pendapatan masyarakat.

MENINGKATKAN AKSES DAN KUALITAS PENDIDlKAN. Salah satu unsur


pelayanan dasar yang diperlukan masyarakat adalah pendidikan.
Permasalahan utama yang dihadapi bidang pendidikan adalah masih
diperlukannya peningkatan akses, pemerataan, dan kualitas pendidikan
terutama pada jenjang pendidikan dasar. Hal ini ditunjukkan dengan
pencapaian Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang masih
membutuhkan upaya keras untuk mencapai target RPJMN 2004-2009.
Upaya keras ini perlu dilakukan terutama untuk meningkatkan angka
partisipasi kasar (APK) SMP/MTs/Sederajat yang baru mencapai 92,52 persen
pada tahun 2007. Di samping itu, masih ditemui adanya kesenjangan
pencapaian APK yang cukup tinggi antar daerah, antarkota dan desa, serta
antarpenduduk kaya dan miskin. Kesenjangan antar daerah tersebut terlihat
dari masih adanya 75 kabupaten/kota yang variasi pencapaian APK
SMP/MTs/Sederajat kurang dari 75 persen, dan 121 kabupaten/kota yang
APK-nya sekitar 75-90 persen.

Selain tantangan untuk meningkatkan angka partisipasi kasar,


permasalahan dan tantangan lain yang dihadapi di bidang pendidikan adalah
besarnya jumlah lulusan SMP/MTs yang karena alasan ekonomi tidak
melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya, misalnya dengan alasan ingin
membantu meringankan beban ekonomi keluarga, sehingga mereka lebih
memilih bekeja dibandingkan melanjutkan ke jenjang sekolah menengah.

Permasalahan dan tantangan lain yang juga tidak kalah pentingnya


adalah memperkecil kesenjangan antara sasaran dan pencapaian angka buta
aksara penduduk usia 15 tahun ke atas yang mencapai 2,2 persen. Secara
persentase angka tersebut memang tidak terlalu besar, namun mengingat
proporsi buta aksara terjadi pada penduduk usia 45 tahun ke atas yang
umumnya memiliki minat
belajar yang rendah, maka upaya yang dilakukan harus lebih besar. Dalam
hal ini peran pendidikan nonformal menjadi sangat diperlukan dan harus
dapat dimanfaatkan.

Meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan juga merupakan masalah


dan tantangan yang harus diselesaikan. Hal ini disebabkan karena lembaga
pendidikan dinilai belum sepenuhnya mampu memenuhi tuntutan masyarakat
akibat ketersediaan pendidik berkualitas belum memadai, persebarannya
belum merata, dan kesejahteraannya yang masih terbatas; serta
ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta fasilitas pendukung
kegiatan pembelajaran yang belum mencukupi.

MENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN. Selain pendidikan, kesehatan


juga merupakan unsur penting yang menjadi indikator dan sekaligus
merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.
Meskipun pembangunan kesehatan telah dilakukan secara terus menerus,
namun masih terdapat permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi
dalam bidang kesehatan.

Beberapa permasalahan dan tantangan tersebut antara lain adalah


sebagai berikut. Pertama, kesehatan ibu dan anak masih perlu ditingkatkan,
yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu melahirkan dan
angka kematian anak balita. Kedua, masalah gizi utama masih memerlukan
penanganan intensif seperti kurang energi protein pada ibu hamil, bayi, dan
balita, serta berbagai masalah gizi lain seperti anemia gizi besi, gangguan
akibat kurang yodium, kurang vitamin A dan kurang zat gizi mikro lainnya.
Ketiga, penyakit menular masih cukup tinggi antara lain ditunjukkan dengan
masih tingginya jumlah penderita malaria, penderita TB, kejadian demam
berdarah dan kejadian luar biasa diare, kasus penyakit flu burung pada
manusia, dan jumlah kumulatif kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan. Keempat,
akses terhadap pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan penduduk
daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan daerah bencana masih perlu
ditingkatkan. Kelima, jumlah dan distribusi tenaga kesehatan masih terbatas
khususnya di daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan. Keenam,
ketersediaan obat dan pemanfaatan obat generik serta pengawasan terhadap
obat, makanan dan keamanan pangan masih perlu ditingkatkan. Ketujuh,
perlu disusun peraturan perundang-undangan untuk mendukung pelayanan
kesehatan seperti peraturan perundang-undangan tentang Rumah Sakit,
obat, psikotropika, dan SDM kesehatan.

MENGENDALIKAN PERTUMBUHAN PENDUDUK. Hasil Supas 2005


menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan Total Fertility Rate
(TFR) di beberapa daerah baik di daerah yang TFR-nya masih di atas rata-rata
nasional (Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, dan Gorontalo) maupun di beberapa daerah yang TFR-nya
sudah berada pada tingkat replacement level yaitu TFR kurang dari 2,1 (DKI
Jakarta, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali). Disamping itu, berdasarkan
distribusi kelompok pengeluaran keluarga, TFR pada kelompok termiskin
sekitar 3,0 lebih tinggi daripada kelompok terkaya yang besarnya 2,2. Pola
serupa juga ditunjukkan oleh rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup
pada perempuan yang pernah menikah yaitu pada kelompok termiskin
sebanyak 3,3 orang, dibandingkan dengan kelompok terkaya sebanyak 2,7
orang.

MENINGKATKAN PELAYANAN INFRASTRUKTUR DI DESA SESUAI STANDAR


PELAYANAN MINIMUM (SPM). Kesejahteraan masyarakat dan kegiatan
perekonomian hanya akan dapat ditingkatkan apabila tersedia pelayanan
infrastruktur yang memadai. Meskipun upaya peningkatan pelayanan
infrastruktur perdesaan telah dilakukan, namun masih diperlukan berbagai
upaya lanjutan dalam rangka meningkatkan pelayanan infrastruktur
perdesaan sesuai dengan standar pelayanan minimum.

Di bidang sumber daya air masalah pokok yang dihadapi antara lain
adalah belum optimalnya fungsi sarana dan prasarana sumber daya air dalam
memenuhi kebutuhan air irigasi dan air baku perdesaan serta pengendalian
daya rusak air. Adapun tantangannya adalah ketersediaan air dalam jumlah
yang cukup dan waktu yang tepat untuk seluruh wilayah Indonesia.

Di bidang transportasi masalah pokok dan tantangan yang dihadapi


antara lain; (1) rendahnya akses terhadap pelayanan transportasi khususnya
untuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan,
pedalaman, perbatasan, dan pulau-pulau kecil; (2) kurangnya keselamatan
dan keamanan pelayanan transportasi sesuai dengan Standar Pelayanan
Minimal dan standar internasional; (3) kurangnya aksesibilitas masyarakat
terhadap infrastruktur transportasi terutama di daerah perdesaan,
pedalaman, perbatasan, dan pulau-pulau kecil melalui pelayanan angkutan
yang murah dan terjangkau untuk masyarakat miskin dan masyatakat yang
tinggal di wilayah terpencil dan pedalaman.

Sementara di bidang energi dan ketenagalistrikan, masalah pokok yang


dihadapi, adalah rendahnya tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap jasa
pelayanan sarana dan prasarana energi dan belum memadainya fasilitas
sistem ketenagalistrikan. Upaya untuk mengatasi permasalahan ini memang
tidak mudah karena kondisi demografis dan geografis yang bervariasi dengan
persebaran penduduk tidak merata dan potensi energi yang sangat
bervariasi. Untuk itu tantangannya adalah mengembangkan sumber energi
dan kelistrikan yang disesuaikan dengan kondisi demografis dan geografis
dengan layak secara finansial, ekonomis dan sosial budaya.

Di bidang pos dan telematika, masalah pokok dan tantangan yang


dihadapi adalah rendahnya jumlah akses, kualitas, dan jangkauan layanan
pos dan telematika di perdesaan, menurunnya wilayah jangkauan penyiaran.
Terkait dengan telekomunikasi tantangan utamanya adalah perluasan
layanan telekomunikasi dan jangkauan penyiaran serta pos hingga ke seluruh
pelosok tanah air.

Di bidang perumahan dan permukiman masalah dan tantangan yang


dihadapi adalah peningkatan kebutuhan perumahan dan prasarana-sarana
permukiman seperti jaringan air minum, jaringan air limbah, persampahan,
dan jaringan drainage. Selain itu, rendahnya kemampuan masyarakat untuk
memiliki rumah serta harga rumah yang terus meningkat karena
meningkatnya harga lahan serta masih adanya ekonomi biaya tinggi (high
cost economy) dalam perijinan pembangunan perumahan, merupakan
tantangan yang dihadapi dalam perumahan.

MENINGKATKAN AKSES MASYARAKAT PERDESAAN PADA LAHAN.


Masalah dan tantangan lain yang dihadapi untuk mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap
lahan, terutama masyarakat perdesaan. pada kenyataannya masih terjadi
ketidakadilan dan ketimpangan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah (P4T). Disamping itu masih maraknya sengketa dan
konflik pertanahan turut menghambat akses masyarakat perdesaan pada
lahan. Keterbatsan akses masyarakat terhadap lahan lebih lanjut
menyebabkan keterbatasan akses terhadap sumber permodalan.

MEMPERKUAT LEMBAGA MASYARAKAT DAN PEMANFAATAN


KELEMBAGAAN PEMERINTAH DESA. Permasalahan pokok yang dihadapi dalam
upaya penguatan lembaga masyarakat dan pemanfaatan kelembagaan
pemerintah daerah antara lain sebagai berikut. Pertama, masih lemahnya
kelembagaan ekonomi dan organisasi perdesaan yang berbasis masyarakat
untuk menggerakan sistem perekonomian dan memperkuat modal sosial.
Kedua, masih lemahnya pelaksanaan prinsip-prinsip good governance oleh
pemerintah desa khususnya dalam menciptakan inisiatif-inisiatif
pengembangan perekonomian desa dan pelayanan masyarakat.

MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI YANG STABIL, BERDAYA TAHAN,


DAN BERKUALITAS. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui
peningkatan ketersediaan kebutuhan dasar dan pengembangan perdesaaan
perlu didukung oleh perekonomian yang lebih maju yang diantaranya
ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat secara
berkelanjutan, perekonomian yang berkualitas, dan perekonomian yang stabil
dan tahan menghadapi berbagai gejolak dan tekanan. Dalam beberapa tahun
terakhir, perkembangan perekonomian semakin baik, namun kondisi tersebut
masih perlu ditingkatkan. Sejalan dengan perbaikan tersebut, investasi dan
ekspor harus dapat ditingkatkan. Pertumbuhan ekonomi harus didukung oleh
kemajuan sektor-sektor utamanya seperti industri dan pertanian.
Pertumbuhan ekonomi harus dapat diarahkan pada pertumbuhan yang
berkualitas yang dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan mengurangi
jumlah penduduk miskin. Upaya untuk mendorong kemajuan perekonomian
juga harus mempertimbangkan
ketersediaan pangan. Perkembangan ekonomi juga harus didukung
peningkatan daya saing sektor riil yang didukung oleh ketersediaan
infrastruktur, termasuk didukung oleh UKM yang memiliki produktifitas yang
tinggi dengan lebih membuka aksesnya terhadap sumberdaya yang produktif.

MENINGKATKAN DAYA TARIK INVESTASI, EKSPOR NONMIGAS, SERTA


PARIWISATA. Walaupun perkembangan investasi menunjukkan
kecenderungan yang meningkat namun upaya peningkatan investasi masih
menghadapi permasalahan dan tantangan yang an tara lain: (i) perlunya
peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengurusan perijinan; (ii)
perlunya peningkatan jumlah dan kualitas infrastruktur; (iii) perlunya
peningkatan ketersediaan energi; (iv) perlunya penyediaan berbagai skema
insentif fiskal dan non fiskal guna meningkatkan daya saing usaha nasional;
(v) perlu dilengkapinya peraturan pelaksanaan UU No. 25/2007 tentang
Penanaman Modal sehingga memberi kejelasan arahan bagi pelaku usaha;
(vi) masih diperlukannya optimalisasi penyederhanaan administrasi
perpajakan dan kepabeanan; (vii) perlu ditingkatkannya kualitas dan
produktivitas tenaga kerja; (viii) masih perlunya peningkatan koordinasi
program peningkatan iklim investasi antar pemangku kepentingan baik di
pusat maupun di daerah; (ix) ditingkatkannya kualitas promosi di dalam dan
luar negeri; dan (x) masih perlunya pengembangan potensi investasi di
daerah.

Dari sisi ekspor, meskipun kinerja ekspor nonmigas Indonesia selama


beberapa tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi,
berbagai permasalahan dan tantangan pokok masih harus dihadapi. Untuk
menjaga pertumbuhan ekspor secara berkelanjutan, tantangan adalah
meningkatkan diversifikasi pasar ekspor nonmigas, agar tidak bertumpu pada
empat pasar ekspor tradisional (Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan Uni
Eropa) yang pangsanya sekarang masih sebesar sekitar 50 persen. Dengan
mengatasi tantangan ini, tingkat ketergantungan ekspor nonmigas
terhadap pasar tradisional akan berkurang, sehingga ekspor nonmigas
Indonesia akan lebih tangguh terhadap perubahan kondisi perekonomian
global dan gejolak permintaan di keempat pasar ekspor tersebut. Masalah dan
tantangan pokok lainnya adalah masih perlunya upaya untuk meningkatkan
diversifikasi produk ekspor, agar pertumbuhan utama ekspor nonmigas
Indonesia tidak hanya ditopang oleh ekspor komoditas primer yang relatif
bernilai tambah lebih rendah dan harganya cenderung lebih berfluktuasi;
masih perlu disempurnakannya proses penyederhanaan prosedur ekspor agar
dapat mengurangi ekonomi biaya tinggi dan mempercepat waktu
penyelesaian dokumen ekspor-impor; masih besarnya hambatan non tarif di
pasar ekspor baik tradisional maupun non tradisional; serta masih
terbatasnya ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang mendukung
kelancaran arus barang ekspor.

Dari sisi pariwisata, untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan,


berbagai masalah dan tantangan yang masih harus dihadapi adalah: (i) belum
optimalnya kesiapan destinasi pariwisata yang disebabkan terutama oleh
pembangunan pariwisata terutama antara kawasan Barat dan Timur yang
belum merata dan kurangnya kenyamanan dalam berwisata karena antara
lain sarana dan prasarana menuju destinasi pariwisata belum sepenuhnya
memadai; (ii) belum optimalnya pemasaran pariwisata yang disebabkan
terutama oleh pemanfaatan media massa dalam dan luar negeri baik
elektronik maupun cetak serta teknologi informasi sebagai sarana promosi
belum maksimal, dan belum seluruh pemerintah provinsi, kota, dan
kabupaten mendukung promosi daerahnya sebagai destinasi wisata dan
masih adanya berbagai peraturan daerah yang menghambat pengembangan
pariwisata; (iii) belum mapannya kemitraan antar pelaku pariwisata yang
disebabkan terutama oleh kerja sama pelaku ekonomi-sosial-budaya dengan
pelaku pariwisata dan masyarakat belum berlangsung secara optimal,
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi intralembaga dan interlembaga maupun
pusat dan daerah dalam pengembangan destinasi dan promosi pariwisata
belum maksimal, serta rendahnya daya saing Sumber Daya Manusia (SDM)
pariwisata. Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi tersebut
diharapkan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan pariwisata
terutama dalam upaya peningkatan kontribusi devisa terhadap perolehan
devisa dapat diatasi.

MENINGKATKAN MENDORONG KEMAJUAN SEKTOR INDUSTRI. Sektor


industri diharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian. Namun
demikian sektor industri masih menghadapi berbagai permasalahan dan
tantangan yang cukup berat. Permasalahan yang dihadapi sektor industri dan
sekaligus merupakan tantangan yang harus diatasi antara lain
ketergantungan yang tinggi terhadap impor baik berupa bahan baku, bahan
penolong, barang setengah jadi dan komponen; keterkaitan antara sektor
industri hulu dan sektor industri hilir dengan sektor ekonomi lainnya yang
relatif masih lemah; struktur industri hanya didominasi beberapa cabang yang
tahapan proses industri dan penciptaan nilai tambahnya pendek; ekspor
produk industri didominasi oleh hanya beberapa cabang industri; lebih dari
60% kegiatan sektor industri berada di Jawa; dan masih lemahnya peranan
kelompok industri kecil dan menengah sebagai industri pendukung. Di
samping itu kondisi permesinan di beberapa kelompok industri perlu
diperbaharui agar tetap kompetitif di pasar internasional.

MEMPERLUAS KESEMPATAN KERJA. Meskipun jumlah lapangan kerja


yang tercipta antara Februari 2007-Februari 2008 sangat tinggi yaitu sekitar
4,5 juta lapangan kerja baru, namun secara absolut jumlah pengangguran
terbuka pada Februari 2008 masih tinggi yaitu mencapai 9,4 juta atau 8,46
persen dari angkatan kerja. Kondisi di atas menunjukkan bahwa tantangan
pertama yang dihadapi adalah menciptakan kesempatan kerja terutama
lapangan kerja formal-seluas-luasnya. Tantangan ini tidak mudah karena
beberapa tahun terakhir, daya serap tenaga kerja yang mulai meningkat
masih diserap oleh lapangan kerja informal. Di sisi lain, tenaga kerja formal
diharapkan memiliki produktivitas tinggi serta memiliki kualifikasi dan
kompetensi seuai dengan permintaan pasar kerja. Peningkatan kualifikasi dan
kompetensi dapat dilaksanakan antara lain dengan pelatihan berbasis
kompetensi dan pelatihan melalui pemagangan di tempat kerja. Tantangan
kedua adalah mendorong perpindahan pekerja dari pekerjaan yang memiliki
produktivitas rendah ke pekerjaan yang memiliki produktivitas tinggi.
Tantangan ini berkaitan dengan upaya memberikan kemudahan yang
memungkinkan pekerja untuk pindah antar perusahaan, antarindustri,
antarsektor dan antar daerah.
Tantangan ketiga adalah meningkatkan kesejahteraan para pekerja informal
yang mencakup 70 persen dari seluruh pekerja untuk memperkecil
kesenjangan tingkat kesejahteraan antara pekerja informal dengan pekerja
formal. Tantangan ini diikuti dengan pentingnya pemberdayaan UMKM yang
banyak menyerap tenaga kerja informal; pengembangan program
pemberdayaan masyarakat yang banyak menyerap tenaga kerja informal;
serta peningkatan kualitas pelayanan TKI yang akan bekerja di luar negeri.

MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS DAN AKSES UKM KEPADA


SUMBERDAYA PRODUKTIF. Permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi
oleh UKM saat ini adalah produktivitas UKM yang meningkat sangat lambat
sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan yang masih lebar antar
pelaku UKM dengan pelaku usaha besar. Padahal UKM menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang sangat besar. Sebagai gambaran pada tahun 2006,
meskipun UKM memberikan kontribusi yang cukup besar dalam PDB, namun
produktivitas UKM per tenaga kerja hanya sebesar Rp. 12,1 juta, sangat kecil
dibandingkan dengan produktivitas usaha besar yang mencapai sebesar Rp.
240,3 juta. Masih rendahnya tingkat produktivitas UKM ini selain disebabkan
oleh rendahnya kualitas dan kompetensi kewirausahaan sumber daya
manusia, juga disebabkan karena masih besarnya biaya transaksi dalam
kegiatan usaha, dan keterbatasan kepada akses sumber permodalan,
produksi, teknologi dan pemasaran. Keadaan ini menjadi penghambat
kemajuan UKM dalam meningkatkan kapasitas dan daya saing produk.
Sementara itu, persaingan dalam memperoleh berbagai sumberdaya
produktif juga semakin meningkat yang diiringi dengan pesatnya mobilitas
sumberdaya tersebut serta upaya untuk menumbuhkan wirausaha yang
berbasis pengetahuan dan teknologi, meningkatkan kreativitas dan inovasi
menjadi tantangan yang perlu untuk diatasi dalam mempercepat
pertumbuhan UKM.

PENGAMANAN PASOKAN BAHAN POKOK. Dalam tahun 2007 dan awal


tahun 2008, beberapa bahan kebutuhan pokok masyarakat di beberapa
daerah, cukup sulit diperoleh dan harganya meningkat tajam, yang cukup
memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah. Permasalahan dan
tantangannya adalah meningkatkan penyediaan bahan pokok kebutuhan
masyarakat dengan meningkatkan produksi, meningkatkan impor apabila
diperlukan dan menyempurnakan sistem distribusi bahan pokok, baik yang
didukung oleh sistem transportasi darat, laut maupun udara. Perkembangan
harga bahan pokok yang cepat ini memerlukan pemantauan intensif dan
evaluasi seksama, termasuk terhadap sistem distribusi dan stok bahan pokok
Pemerintah dan dunia usaha yang tersebar di berbagai daerah serta belum
terdata dan terpantau dengan baik. Tersedianya basis data tentang
pusat-pusat produksi, stok beserta matarantai distribusinya dan sistem
pemantauan yang baik dapat menjaga kelancaran pasokan dan meredam
terjadinya lonjakan harga bahan pokok secara berarti serta dapat
menghindari terjadinya penimbunan dan penyelewengan distribusi yang
mengurangi ketersediaannya. Selanjutnya, upaya stabilisasi harga bahan
pokok memerlukan koordinasi kebijakan ekonomi makro seperti sasaran
inflasi, kebijakan tarif ekspor dan impor, kebijakan subsidi khususnya BBM,
TDL, pertanian dan suku bunga. Di samping itu, relatifnya tingginya harga
bahan pokok di berbagai daerah yang sulit dijangkau dapat diatasi dengan
mempercepat pembangunan dan meningkatkan pemeliharaan infrastruktur
yang telah dibangun.

PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL. Ketahanan Pangan


dalam negeri dinilai masih rentan karena pertumbuhan produksi pangan
khususnya beras masih belum stabil, bahkan pada beberapa tahun terakhir
rata-rata pertumbuhan produksinya masih lebih rendah dari pertumbuhan
penduduk. Selain itu, ketahanan pangan masyarakat masih belum didukung
dengan meningkatnya akses rumah tangga terhadap pangan. Meskipun
akhir-akhir ini produksi pangan sudah meningkat secara signifikan, tetapi
permasalahan pangan khususnya masalah distribusi pangan di beberapa
lokasi yang terisolir masih saja terjadi. Untuk itu, maka upaya untuk
mendorong swasembada pangan pokok yang sangat rentan terhadap
lonjakan harga dan ketersediaan dalam negeri perlu terus ditingkatkan.
Akses pangan bagi rumah tangga relatif meningkat yang diindikasikan
dengan semakin menurunnya kasus rawan pangan di tingkat rumah tangga,
tetapi peningkatan akses pangan di tingkat rumah tangga masih perlu terus
dilakukan agar kasus rawan pangan di tingkat rumah tangga semakin jarang
terjadi. Dengan permasalahan pokok tersebut, penguatan kemampuan
produksi pangan dalam negeri, perbaikan sistem distribusi dan tataniaga
pangan, pengembangan sistem insentif yang mampu mempertahankan
lahan-lahan produktif dalam memproduksi bahan pangan, serta perbaikan
diversifikasi pola konsumsi pangan masyarakat merupakan tantangan utama
yang dihadapi untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional.

MENINGKATKAN KUALITAS PERTUMBUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN


KEHUTANAN. Erat kaitannya dengan ketahanan pangan, upaya untuk
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan
pertanian, perikanan, dan kehutanan masih perlu ditingkatkan. Masih
rendahnya penguasaan teknologi pengolahan produk pertanian berakibat
pada rendahnya nilai tambah produk pertanian. Selain penguasaan teknologi,
pemanfaatan industri hasil pertanian juga relatif belum optimal, yang
ditunjukkan oleh tingkat utilisasi industri hasil pertanian yang masih sangat
rendah. Akibatnya, meskipun produksi komoditas pertanian dan perikanan
tetap meningkat namun belum memberikan nilai tambah yang memadai
untuk masyarakat petani dan nelayan karena kurang berkembangnya industri
pertanian, perikanan dan kehutanan dalam negeri yang menyebabkan ekspor
komoditas pertanian, perikanan, dan kehutanan masih didominasi oleh
komoditas bahan baku industri.

Semenrara itu, peningkatan produksi perikanan masih mengalami


beberapa kendala yang disebabkan oleh belum kondusifnya iklim usaha
perikanan yang terkait dengan permodalan dan investasi, baik di pusat
maupun di tingkat daerah, serta belum memadainya kegiatan penyuluhan,
pendampingan teknologi, kelembagaan, dan lemahnya pengawasan.
Permasalahan lain yang dihadapi adalah sarana dan prasarana pengolahan
dan pemasaran perikanan terutama yang berada di daerah masih belum
memadai, dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tinggi yang berakibat
pada frekwensi operasi nelayan melaut, peningkatan biaya input
pembudidaya ikan/udang, serta peningkatan biaya pengadaan sarana dan
prasarana perikanan baru.

Selanjutnya, di sisi lain terjadi pula penurunan kuantitas dan kualitas


perikanan tangkap. Penurunan kuantitas dan kualitas ini sebagai akibat dari:
(1) kegiatan ilegal fishing yang dilakukan oleh kapal asing dan kapal yang
tidak memiliki ijin penangkapan; (2) praktek penangkapan dan budidaya ikan
yang tidak menggunakan kaidah keberlanjutan masih sering terjadi; serta (3)
kerusakan sumber daya pesisir terutama terumbu karang, hutan bakau,
padang lamun, estuaria, dan pulau-pulau kecil akibat pengaruh limbah yang
berasal dari daratan dan eksploitasi manusia yang berlebih juga belum dapat
secara optimal ditangani.

Dari sisi kehutanan, kebutuhan akan produk hasil hutan terutama kayu
dari tahun ke tahun semakin meningkat akan tetapi hal tersebut tidak
diimbangi oleh kemampuan menghasilkan sumber bahan baku yang
dibutuhkan, sehingga terdapat kesenjangan yang cukup besar antara
kapasitas industri yang ada dengan kemampuan penyediaan bahan baku.
Oleh karena itu sumber-sumber alternative bahan baku kayu bulat untuk
industri harus dapat dikembangkan diantaranya melalui pengembangan
Hutan Tanaman Industri (HTI), hutan Tanaman Rakyat (HTR), hutan rakyat
dan hutan kemasyarakatan.

Saat ini perspektif optimalisasi nilai manfaat hutan masih cenderung


kepada pemanfaatan hasil hutan kayu yang merupakan sebagian kecil dari
nilai manfaat hutan, sedangkan manfaat hutan lainya seperti hasil hutan
bukan kayu dan jasa lingkungan dengan fungsi sebagai penyedia udara
bersih, penyerap karbon, keanekaragaman hayati, dan penyedia air bersih
belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu dan jasa lingkungan harus dapat dikembangkan
diantaranya melalui peningkatan partisipasi masyarakat di dalam
pengembangan hasil hutan bukan kayu pengembangan jasa lingkungan dan
wisata alam serta pengembangan taman nasional model.

Degradasi hutan yang terus menerus terjadi yang disebabkan oleh


kebakaran hutan dan pembalakan liar berdampak buruk terhadap kualitas
lingkungan secara umum. Beberapa tahun terakhir ini sering terjadi bencana
banjir dan tanah longsor yang cukup parah di hampir sebagian besar wilayah.
Saat ini laju degradasi hutan telah mencapai 1,08 juta ha/tahun sementara itu
upaya rehabilitasinya sangat kecil yaitu sekitar 500 - 700 ribu ha/pertahun,
ketimpangan tersebut menyebabkan semakin cepatnya kerusakan hutan dan
lahan yang ada. Untuk itu, tantangan yang dihadapi adalah mengupayakan
rehabilitasi hutan dan lahan secara terus menerus dengan memaksimalkan
sumber daya dan dana yang ada, meningkatkan pengendalian kebakaran
hutan dan lahan dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
mencegah dan mengendalikan kebakaran serta meningkatkan kelembagaan,
mengendalikan pembalakan liar dengan penegakan hukum terhadap pelaku
dan peningkatan kemampuan polisi hutan.

MENINGKATAN KAPASITAS MITIGAS DAN ADAPTASI TERHADAP


PERUBAHAN IKLIM GLOBAL. Erat kaitannya dengan ketahanan pangan,
sumber daya air dan energi, perubahan iklim global menyebabkan terjadinya
bencana alam seperti banjir dan kekeringan, perubahan musim tanam,
peningkatan suhu dan pasang air laut yang ekstrem yang menyebabkan
ketidakpastian nelayan untuk melaut. Tantangan yang dihadapi untuk
mengatasi masalah ini diantaranya adalah: (i) melengkapi dan lebih
mengakuratkan pendataan dan permodelan iklim regional untuk Indonesia
untuk memudahkan para perencana pembangunan dan pelaksana
pembangunan mengantisipasi dampak terjadinya perubahan iklim; (ii)
memperbaiki pengintegrasikan tindakan adaptasi dan mitigasi perubahan
iklim temasuk pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan
pembangunan nasional dan daerah; (iii) meningkatkan dan menseragamkan
kepedulian dan pemahaman masyarakat dan aparat pemerintah yang masih
rendah dan tidak seragam sehingga pembangunan sejalan dengan tujuan
adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pengurangan risiko bencana; serta (iv)
meningkatkan koordinasi antar lembaga dalam menangani perubahan iklim
pengurangan risiko bencana dengan memanfaatkan struktur institusi yang
telah ada.

DUKUNGAN PENINGKATAN DAYA SAING SEKTOR RIlL. Sektor rill


merupakan motor penggerak dalam perekonomian. Oleh sebab itu, meskipun
tidak mudah, kemampuan dan daya saing sektor rill perlu senantiasa
ditingkatkan. Permasalahan pokok yang dihadapi pada peningkatan daya
saing sektor riil antara lain sebagai berikut. Di bidang sumber daya air
permasalahan dan tantangan pokoknya adalah mengoptimalkan fungsi
sarana dan prasarana sumber daya air dalam memenuhi kebutuhan air irigasi
dan industri serta pengendalian daya rusak air, serta meningkatan kinerja
jaringan irigasi guna memenuhi kebutuhan air usaha tani terutama dalam
mewujudkan ketahanan pangan. Di bidang transportasi masalah dan
tantangan pokok yang dihadapi adalah: (1) meningkatkan jaminan
keselamatan dan keamanan transportasi yang antara lain disebabkan oleh
lemahnya regulasi dan kelembagaan, sumber daya manusia (SDM) dan
budaya keselamatan, kelaikan prasarana dan sarana, serta manajemen
transportasi; (2) menciptakan kondisi agar keselamatan dan keamanan
pelayanan transportasi dapat memenuhi standar keselamatan dan keamanan
sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal dan standar internasional; (3)
menciptakan kondisi yang mendorong dunia swasta mau berinvestasi dalam
penyelenggaraan melalui restrukturisasi perundang-undangan dan peraturan
di bidang transportasi serta perbaikan iklim investasi sehingga tidak ada lagi
monopoli dalam pelayanan transportasi.

Terkait dengan bidang energi masalah dan tantangan yang dihadapi


adalah. (1) meningkatkan pemanfaatan energi primer non-BBM untuk
kepentingan domestik seperri gas bumi, panas bumi dan batubara serta
energi baru terbarukan yang masih rendah; (2) meningkatkan kapasitas
fasilitas pengolahan, jaringan transmisi dan distribusi yang masih rendah; (3)
Harga energi konvensional/BBM yang belum mencerminkan keekonomiannya,
sehingga pengembangan energi alternatif (gas bumi, panas bumi, batubara
dan terbarukan) terhambat karena besarnya subsidi BBM;
(4) meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi yang masih rendah; (5)
Reguiasi yang masih dalam transisi (pembatalan UU Ketenagalistrikan dan
penyempurnaan UU Migas); serta (6) meningkatkan investasi migas,
batubara, dan pengembangan energi termasuk infrastruktur energi. Dari sisi
ketenagalistrikan, krisis listrik belum dapat teratasi. Krisis ini terutama terjadi
karena selain masih belum ada sistem ketenagalistrikan nasional untuk
menopang peningkatan pembangunan ekonomi secara memadai, juga karena
kurang efisiennya sistem dan pengelolaannya, serta tingkat konsumsi BBM
yang masih cukup tinggi. Oleh sebab itu tantangannya adalah mempercepat
pembangunan pembangkit listrik non BBM serta mengembangkan jaringan
penyalurannya secara tepat waktu. Hal ini tidak mudah karena upaya ini akan
dihadapkan pada tantangan tersediri yaitu: (1) sulitnya mencari ketersediaan
energi primer yang dibutuhkan seperti batubara dan gas, mengingat
terbatasnya ketersediaan produksi dalam negeri serta infrastruktur
transportasinya; (2) sulitnya melakukan pembebasan lahan dan upaya
mencapai titik temu kompensasi lahan yang terkena dampak pembangunan
fasilitas ketenagalistrikan juga menjadi tantangan yang setiap tahun terus
berlanjut; serta (3) keterbatasan dalam pendanaan karena kepercayaan
perbankan internasional dalam menyalurkan pendanaannya dalam investasi
pembangkit listrik swasta di Indonesia. masih belum mengalami
perkembangan yang berarti.

Dari sisi pos dan telekomunikasi, permasalahan dan tantangan yang


dihadapi adalah meningkatkan tingkat pemanfaatan infrastruktur dan layanan
pos dan telematika yang masih rendah dalam menciptakan peluang ekonomi,
serta menggeser pola penggunaan layanan pos dan telematika, yaitu dari
hanya sebagai alat komunikasi (konsumtif) menjadi pencipta peluang usaha
(produktif), tingkat pemanfaatan infrastruktur dan layanan pos dan telematika
ini disebabkan oleh terbatasnya infrastruktur pos dan telematika yang
memadai, rendahnya e-literasi, tingginya ketergantungan kepada teknologi
proprietary, terbatasnya pengembangan aplikasi dan konten Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) lokal, dan kurangnya dukungan dari industri
dalam negeri.

Selanjutnya, di sisi perumahan dan permukiman masalah dan


tantangan yang dihadapi adalah masih kurangnya dukungan
prasarana-sarana dasar permukiman yang menunjang sektor industri,
perdagangan, kawasan pariwisata, dan pusat pertumbuhan ekonomi menjadi
tantangan dalam mendukung peningkatan daya saing dalam sektor riil.

MENINDAK DAN MENCEGAH TINDAK PIDANA KORUPSI. Di samping


berbagai permasalahan dan tantangan pokok yang secara langsung terkait
dengan kesejahteraan masyarakat, dalam tahun 2009 masih harus dihadapi
berbagai permasalahan dan tantangan pokok yang terkait dengan hal-hal
yang tidak secara langsung terkait dengan kesejahteraan rakyat.
Permasalahan dan tantangan pokok tersebut diantaranya adalah masih
perlunya berbagai upaya untuk menekan tindak pidana korupsi, keterbatasan
ketersediaan pelayanan publik, serta masih perlunya penyempurnaan iklim
demokrasi.

Permasalahan dan tantangan yang yang dihadapi dalam rangka


pemberantasan korupsi khususnya dalam upaya penindakan hukum terhadap
pelaku tindak pidana korupsi adalah mengoptimalkan penanganan kasus
korupsi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya kesan tebang pilih
dalam penanganan kasus korupsi. Banyaknya praktek korupsi yang terjadi
hampir pada semua bidang, menyebabkan penanganannyapun memerlukan
kerja keras dari aparat penegak hukum, baik itu yang berada di KPK maupun
Kejaksaan. Oleh karena keterbatasan sumber daya yang tersedia, maka
penanganan kasus korupsi dilakukan dengan melalui penentuan prioritas
khususnya kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat. Keadaan
inilah yang antara lain menyebabkan adanya kesan tebang pilih dalam hal
penanganan kasus korupsi yang ada pada saat ini. Oleh sebab itu, untuk
menghindari adanya kesan diskriminasi dalam hal penanganan kasus korupsi
maka perlu dilakukan upaya penentuan prioritas kasus yang ditangani dengan
lebih akuntabel.

MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN


KORUPSI. Pemberantasan korupsi harus mengikutsertakan semua lapisan
masyarakat yang ada. Keberhasilan pemberantasan korupsi tidak hanya
tergantung dalam hal penanganan kasus korupsi oleh aparat penegak hukum
saja akan tetapi juga perlu adanya dukungan dari masyarakat luas dalam
mendorong upaya pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu budaya permisif
dari masyarakat terhadap perilaku korupsi harus dapat dihilangkan agar
fungsi pengawasan dari masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dapat terlaksana dengan baik.

Dalam upaya untuk mempercepat pemberantasan korupsi, telah


dikeluarkan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi yang kemudian diimplementasikan dalam Rencana Aksi Nasional
Pemberantasan Korupsi (RAN PK) 2004-2009 sebagai Living Document yang
disusun oleh 92 instansi Pemerintah, LSM dan Perguruan Tinggi.
Masing-masing kementrian/lembaga diharapkan dapat segera menyusun
Rencana Aksi Instansi (RAI) PK dan level pemerintah daerah dapat segera
ditetapkan Rencana Aksi Daerah (RAD) PK. Namun demikian pelaksanaan RAN
PK pada ringkat kementrian/lembaga maupun RAD PK pada beberapa daerah
belum dilaksanakan secara efektif. Oleh sebab itu, perlu ada upaya untuk
meningkatkan pelaksanaan RAN PK baik pada level pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, terutama untuk beberapa isu yang menjadi perhatian
dalam penyusunan RAN PK dan RAD PK seperti perijinan di bidang investasi,
pertanahan, penyelenggaraan pelayanan system administrasi manunggal
satu atap (samsat), pengadaan barang dan jasa, serta pajak.

MENYEMPURNAKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNTUK


MENDORONG UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI. Peraturan
perundang-undangan untuk mendorong pemberantasan korupsi di Indnonesia
masih sangat terbatas dan perlu disempurnakan. Meskipun Indonesia telah
meratifikasi UNCAC (United Nation Convention Against Corruption) melalui
Undang-undang No. 7 Tahun 2006, namun langkah-langkah tindak lanjut dan
ratifikasi tersebut belum dilakukan secara optimal. Selain itu, dalam kaitannya
dengan perlindungan saksi dan korban dan keterbukaan informasi publik,
beberapa peraturan pelaksanaan dalam undang-undang nasional belum
lengkap sehingga menyebabkan masih adanya hambatan keterlibatan
masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi. Belum adanya peraturan
pelaksanaan yang mengatur mengenai mekanisme yang transparan dalam
pengembalian aset negara yang dikorupsi serta lembaga yang menanganinya
juga menghambat pengembalian aset negara yang dikorupsi. Oleh sebab itu
upaya untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan harus dapat
dilakukan. Sebagai upaya tindak lanjut keanggotaan Indonesia dalam UNCAC
tersebut, maka pemerintah harus melakukan penyesuaian hukum nasional
dengan prinsip-prinsip UNCAC.

MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK. Dalam rangka


pelaksanaan reformasi birokrasi diperlukan langkah-langkah yang secara
bertahap semakin memantapkan peran institusi birokrasi pemerintah agar
mampu berkontribusi dalam mendorong keberhasilan pelaksanaan
pembangunan nasional khususnya turut menggerakkan pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan bidang lainnya, serta memberikan dukungan
pada peningkatan pelayanan dasar dan pelayanan publik. Namun demikian,
dalam pelaksanaan reformasi birokrasi masih dihadapi berbagai
permasalahan yang sekaligus menjadi tantangan yang harus dapat diatasi
untuk memantapkan peran institusi pemerintah.

Beberapa permasalahan yang dihadapi di bidang pelayanan publik,


diantaranya: (1) belum selesainya proses pembahasan RUU Pelayanan Publik
yang merupakan landasan hukum dan kebijakan pelayanan publik secara
lebih komprehensif; (2) masih belum optimalnya pelayanan publik di bidang
investasi, perpajakan dan kepabeanan dan pengadaan barang dan jasa
publik/pemerintah; (3) belum dikembangkannya secara maksimal sistem
pelayanan informasi dan perizinan penanaman modal terpadu satu pintu
secara on line di daerah (provinsi dan kabupaten/kota); (4) belum efektif dan
efisiennya pelayanan publik kepada masyarakat karena belum adanya
Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang sudah disahkan, sebagai penjabaran
PP No 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM dan
Permendagri No. 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan
Penetapan Standar Pelayanan Minimal, serta Permendagri No. 79 Tahun 2007
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM; (5) masih belum
memadainya kompetensi aparat pemerintah di daerah dalam penerapan SPM;
(6) masih rendahnya kapasitas pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik untuk pelayanan
penduduk perkotaan akibat pesatnya pertambahan penduduk yang harus
dilayani; (7) belum meratanya penerapan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik pada
instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah; dan (8) belum
terintegrasinya sistem koneksi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan
sistem informasi Kementerian/Lembaga karena masih terbatasnya dukungan
dana dari pemerintah promosi dan kabupaten/kota dalam penerapan Sistem
Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan masih perlu ditingkatkannya
keakuratan atau validitas data kependudukan nasional.

Dengan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka tantangan


bagi pemerintah adalah menentukan langkah-langkah kebijakan yang efektif
dan terfokus. Dalam rangka mendorong peningkatan kualitas pelayanan
publik, tantangan pokok yang dihadapi, diantaranya adalah: (1) disahkannya
UU Pelayanan Publik dan dilanjutkan dengan sosialisasi secara luas kepada
masyarakat dan penyusunan peraturan pelaksanaannnya, (2)
menyempurnakan dan mengembangkan manajemen pelayanan publik
khususnya di bidang investasi, perpajakan dan kepabeanan, pengadaan
barang dan jasa, transportasi, termasuk membangun Unit Pelayanan Investasi
Terpadu di daerah dan mengimplementasikan National Single Window (NSW),
serta mengembangkan sistem pelayanan informasi dan perizinan penanaman
modal terpadu satu pintu secara on-line di daerah; (3) menyusun dan
menerapkan standar pelayanan minimal (SPM) untuk pelayanan yang
diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memantapkan
pelaksanaan pendelegasian kewenangan urusan pemerintahan kepada
pemerintah daerah; (4) meningkatkan kapasitas aparat pemerintahan daerah
dalam penerapan standar pelayanan minimal (SPM); (5) meningkatkan
kapasitas pemerintah daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik melalui penyusunan standar pelayanan perkotaan
(SPP); (6) melakukan optimalisasi dan perluasan penggunaan teknologi
informasi dalam pemberian pelayanan publik dan penyelenggaraan
pemerintahan; dan (7) mengintegrasikan sistem koneksi nomor induk
kependudukan antar instansi terkait sebagai basis data pelayanan publik
khususnya pelayanan administrasi kependudukan.

MENINGKATAN KINERJA DAN KESEJAHTERAAN PNS. Pegawai Negeri Sipil (PNS)


merupakan ujung tombak dalam menyediakan pelayanan pada masyarakat
yang perlu ditingkatkan kinerja dan kesejahteraannya. Dalam upaya
peningkatan kinerja dan kesejahteraan aparatur negara khususnya PNS,
permasalahan yang dihadapi antara lain : (1) sistem pendidikan dan pelatihan
(diklat) bagi PNS, baik diklat struktural maupun fungsional, dinilai sudah tidak
sesuai lagi dengan tuntutan profesionalisme PNS dan peningkatan kinerja
birokrasi pemerintah, khususnya dari sisi kurikulum dan strategi
pembelajarannya; (2) kenaikan remunerasi bagi PNS termasuk anggota TNI
dan POLRI selama ini masih terbatas pada penambahan penghasilan, belum
mempertimbangkan penyempurnaan struktur penggajian secara adil, layak
dan berbasis kinerja, (3) UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian perlu disempurnakan sejalan dengan perkembangan kebijakan
di bidang penyelenggaraan negara dan tuntutan penataan sumber daya
manusia aparatur secara lebih terpadu. Oleh sebab itu, dalam rangka
peningkatan kinerja dan kesejahteraan PNS, tantangan yang dihadapi pada
tahun 2009 adalah (i) menyempurnakan sistem diklat, kurikulum dan
pengembangan strategi pembelajaran untuk mendorong peningkatan kualitas
kinerja dan profesionalisme PNS; (ii) mengembangkan sistem remunerasi
pegawai negeri sipil termasuk juga bagi TNI dan POLRI, yang mencerminkan
sistem reward and punishment yang adil, layak dan berbasis kinerja, dan (iii)
melakukan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan kepegawaian khususnya UU No 43/1999.

MENINGKATKAN PENATAAN KELEMBAGAAN, KETATALAKSANAAN DAN


PENGAWASAN APARATUR NEGARA. Di sisi kelembagaan, ketatalaksanaan, dan
pengawasan aparatur negara masih perlu dioptimalkan untuk mendukung
pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pembangunan di berbagai bidang
secara efektif dan efisien. Secara lebih rinci, beberapa permasalahan yang
masih dihadapi di bidang ini, antara lain: (1) pelaksanaan reformasi birokrasi
pada instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah, belum didasarkan
atas road map atau grand design yang sifatnya komprehensif, sehingga
menimbulkan penilaian publik bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi masih
bersifat parsial, terbatas dan belum fokus; (2) masih perlu ditingkatkannya
pemahaman aparat pemerintah tentang pelaksanaan sistem manajemen
kinerja instansi pemerintah, sebagai pedoman bagi peningkatan kinerja dan
profesionalisme birokrasi pemerintah; (3) kelembagaan dan ketatalaksanaan
di lingkungan instansi pemerintah masih ditandai tumpang tindih
kewenangan, kedudukan dan fungsi, sehingga berpotensi pada in-efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan; (4) perlunya diupayakannya sinergistas
pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan di lingkungan instansi
pemerintah, agar lebih efektif dan mendukung fungsi-fungsi pemerintahan
dan pembangunan.

Oleh sebab itu, tantangan dalam penataan kelembagaan, ketatalaksanaan


dan pengawasan aparatur negara adalah memperluas pelaksanaan reformasi
birokrasi pada instansi pemerintah pusat dan daerah, dengan berpedoman
pada rencana induk (grand design) reformasi birokrasi dan
pedoman-pedoman terkait lainnya. Dalam hal ini secara terperinci tantangan
yang dihadapi diantaranya adalah sebagai berikut : (1) menerapkan
manajemen berbasis kinerja pada lingkungan instansi pemerintah guna
meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi, kinerja program dan individu
pegawai, sejalan dengan adanya kewajiban setiap instansi pemerintah harus
memiliki key performance indicator (KPI)/Indikator Kinerja Utama (IKU); dan
(2) mengurangi tumpang tindih fungsi lembaga quasi birokrasi/lembaga non
struktural menuju terwujudnya efektifitas dan efisiensi kinerja birokrasi; dan
(3) mengembangkan sistem pengawasan nasional untuk mensinergikan
pengawasan internal, eksternal, dan masyarakat guna menjamin kualitas dan
kinerja penyelenggaraan kepemerintahan.

MEMPERKUAT LEMBAGA PENYELENGGARAAN PEMILU DAN MENINGKATKAN


PARTISIPASI AKTIF MASYARAKAT DALAM PEMILU 2009. Pemantapan demokrasi
pada tahun 2009 diperkirakan masih menghadapi sejumlah permasalahan
dan tantangan. Di satu pihak masyarakat sangat mengharapkan
terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil sehingga dapat mencerminkan
secara jernih aspirasi politik rakyat. Di lain pihak tantangan KPU untuk
memenuhi jadwal pelaksanaan pemilu dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan pemilu juga tidak kecil, mengingat waktu yang tersisa
menjelang pelaksanaan pemilu cukup terbatas. Oleh karena itulah kapasitas,
transparansi dan akuntabilitas kelembagaan penyelenggara pemilu perlu
diingkatkan agar mampu bekerja secara lebih profesional, bersih dan efisien.
Pada Pemilu 2009 partisipasi politik diharapkan makin aktif berdasarkan
kesadaran politik warga yang lebih tinggi, tidak berdasarkan mobilisasi
kelompok masyarakat.

MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PEMILU 2009. Permasalahan


dalam mendukung efektifitas pemilu terkait dengan keterbatasan waktu
mempersiapkan berbagai proses tahapan akhir penyelenggaraan Pemilu
2009. Oleh karena itu, tantangan bagi pemerintah adalah meningkatkan
efektifitas koordinasi antar lembaga untuk memastikan keseluruhan
persiapan dukungan Pemilu 2009 dapat dilaksanakan tepat waktu. Tantangan
lain adalah bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mendukung
ketersediaan dan distribusi logistik pemilu tepat waktu dan tepat lokasi, serta
dukungan sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan pemilu.

MEMANTAPKAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN DALAM NEGERI. TNI sebagai


kekuatan utama kemampuan pertahanan dan Polri sebagai komponen dasar
keamanan dan ketertiban masyarakat, saat ini dihadapkan pada masalah
mendasar, yaitu jumlah peralatan pertahanan terutama alat utama sistem
persenjataan (alutsista) dan alat utama (alut) Polri yang tidak mencukupi
dengan kondisi mayoritas peralatan yang usang secara umur dan teknologi.
Kemampuan pertahanan nasional belum dapat memberikan efek
detterence/penangkal, bahkan belum mampu memenuhi kekuatan dan gelar
minimum essential forces. Kondisi tersebut diperburuk oleh kesiapan alutsista
yang secara rata-rata hanya mencapai 45 persen dari yang dimiliki. Keadaan
yang tidak memadai pun terjadi pada alat utama Polri. Kekurangan jumlah
dan ketidaksiapan alutsista TNI dan Alut Polri ini selain berakibat pada
melemahnya efek penggentar (deterent effect) yang merupakan pendukung
upaya diplomasi, juga berakibat pada kapabilitas TNI dan Polri dalam
melaksanakan kegiatan tanggap darurat akibat bencana alam.

Tindak kejahatan transnasional di wilayah yurisdiksi laut dan wilayah-wilayah


perbatasan masih cukup tinggi seperti narkoba, ilegal logging, ilegal fishing,
penyeludupan manusia atau senjata. Di samping itu, belum tuntasnya
penanganan pelaku dan jaringan terorisme yang beroperasi di Indonesia serta
belum meredanya aksi-aksi terorisme skala regional maupun global
berpeluang meningkatkan aksi-aksi terorisme di dalam negeri terutama
dalam menghadapi Pemilu 2009.
Saat ini pemahaman politik masyarakat sudah jauh lebih baik dibandingkan
dengan masa Pemilu tahun 2004. Namun hal ini dapat menjadi hal yang
kontraproduktif terhadap stabilitas keamanan dalam negeri dan jalannya
proses Pemilu tahun 2009, apabila kurang disertai oleh kedewasaan sikap
politik masyarakat, Oleh karena itu, tantangan mewujudkan Pemilu tahun
2009 yang berkualitas, jujur dan demokratis adalah tercapainya stabilitas
umum keamanaan dalam negeri dan terpenuhinya upaya-upaya khusus
dalam mengamankan seluruh rangkaian proses pemilu dari masa persiapan,
kampanye, proses pemungutan dan perhitungan suara, hingga selesainya
seluruh rangkaian kegiatan Pemilu tahun 2009.

Dengan demikian tantangan yang dihadapi untuk memecahkan


permasalahan sebagaimana diuraikan di atas adalah: mewujudkan kapasitas
alutsista pertahanan dan keamanan skala minimum essential force guna
mampu menghadapi ancaman pertahanan dan keamanan termasuk dalam
hal memberikan dukungan pencegahan dan penanggulangan terorisme;
mencegah tindak kejahatan lintas negara khususnya di wilayah yurisdiksi laut
dan wilayah-wilayah perbatasan yang relatif masih cukup tinggi termasuk
mencegah terjadinya demand dan supply narkoba; meningkatkan upaya
penangkapan pelaku utama dan jaringan terorisme di Indonesia; dan
mengupayakan pengamanan rangkaian proses pemilu 2009.

B. TEMA PEMBANGUNAN TAHUN 2009 DAN PENGARUSUTAMAAN


PEMBANGUNAN

Berdasarkan kemajuan yang dicapai dalam tahun 2007 dan perkiraan 2008,
serta tantangan yang dihadapi tahun 2008, tema pembangunan pada tahun
2009 adalah:

"PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENGURANGAN KEMISKINAN"

Di dalam melaksanakan pembangunan yang tertuang dalam Rencana Kerja


Pemerintah ini, terdapat 6 (enam) prinsip-prinsip pengarusutamaan menjadi
landasan operasional bagi seluruh, aparatur negara, yaitu:
.Pengarusutamaan partisipasi masyarakat. Pelaksanaan berbagai kegiatan
pembangunan harus mempertimbangkan partisipasi masyarakat dalam
arti luas. Para jajaran pengelola kegiatan pembangunan dituntut peka
terhadap aspirasi masyarakat, Dengan demikian akan tumbuh rasa
memiliki yang pada gilirannya mendorong masyarakat berpartisipasi
aktif,
.Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan Berkelanjutan
adalah proses pembangunan yang bermanfaat tidak hanya untuk
generasi sekarang, tetapi juga dapat mendukung keberlanjutan
pembangunan generasi berikutnya. Prinsip pembangunan berkelanjutan
mencakup tiga tiang utama pembangunan yaitu ekonomi, sosial, dalam
lingkungan yang saling menunjang dan terkait. Lingkungan hidup yang
lestari merupakan modal dasir pembangunan untuk mencapai
kesejahteraan dan kualitas hidup yang tinggi bagi masyarakat.
Pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam yang
berlanjut mutlak harus mempertimbangkan upaya pelestarian sumber
daya alam dan daya dukung lingkungannya.
Pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan
tidak memperhitungkan dampak terhadap lingkungan, serta eksploitasi
sumber daya alam yang melebihi daya dukung lingkungan akan
menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat saat ini dan generasi
yang akan datang. Untuk itu pengarusutamaan pembangunan
berkelanjutan pada kegiatan-kegiatan pembangunan, termasuk upaya
yang mendukung terhadap antisipasi mitigasi dan adaptasi terhadap
perobahan iklim dan pengurangan risiko bencana perlu diintegrasikan
kedalam kegiatan prioritas pembangunan nasional terutama pada
sektor-sektor pembangunan yang langsung terkait.
.Pengarusutamaan gender. Pada dasarnya hak asasi manusia tidak
membedakan perempuan dan laki-laki. Strategi pengarusutamaan
gender, ditujukan untuk mengurangi kesenjangan gender di berbagai
bidang kehidupan dan pembangunan. Perempuan dan laki-laki menjadi
mitra sejajar, dan memiliki akses, kesempatan, dan kontrol, serta
memperoleh manfaat dari pembangunan yang adil dan setara.
.Pengarusutamaan tata pengelolaan yang baik (good governance). Tata
kepemerintahan yang baik melibatkan tiga pilar yaitu penyelenggara
negara termasuk pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Ketiga
unsur tersebut harus bersinergi untuk membangun tata
kepemerintahan yang baik di lembaga-lembaga penyelenggara negara
(good public governance), dunia usaha (good corporate governance)
dan berbagai kegiatan masyarakat. Penerapan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik secara konsisten dan berkelanjutan akan
menyelesaikan berbagai masalah secara efisien dan efektif serta
mendorong percepatan keberhasilan pembangunan di berbagai bidang.
Tata kepemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan negara
mencakup lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Terbangunnya
tata kepemerintahan yang baik tercermin dari berkurangnya tingkat
korupsi, makin banyaknya keberhasilan pembangunan di berbagai
bidang, dan terbentuknya birokrasi pemerintahan yang professional dan
berkinerja tinggi. Pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi perlu
terus dilanjutkan secara konsisten.
.Pengarusutamaan pengurangan kesenjangan antarwilayah dan percepatan
pembangunan daerah tertinggal. Pelaksanaan kegiatan pembangunan
harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di seluruh wilayah
Indonesia secara merata. Oleh karena masih signifikannya perbedaan
pembangunan antara daerah yang sudah relatif maju dengan daerah
lainnya yang relatif masih tertinggal, maka diperlukan pemihakan
dalam berbagai aspek pembangunan oleh seluruh sektor terkait secara
terpadu untuk percepatan pembangunan daerah-daerah tertinggal
termasuk kawasan perbatasan, yang sekaligus dalam rangka
mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah.
.Pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah. Mengingat kegiatan
pembangunan lebih banyak dilakukan di tingkat daerah, maka peran
Pemerintah Daerah perlu terus semakin ditingkatkan. Sejalan dengan
itu, maka kegiatan pembangunan akan lebih berdayaguna dan
berhasilguna melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah
termasuk pendesentralisasian pelayanan-pelayanan
kementerian/lembaga yang sebenarnya sudah dapat dan layak dikelola
oleh daerah, guna lebih mendekatkan pelayanan dan hasil-hasil
pembangunan demi kesejahteraan masyarakat.
.Pengarusutamaan padat karya. Program padat karya produktif dimaksudkan
untuk mengatasi masalah pengangguran, setengah penganggur, dan
masalah kemiskinan sementara (transient poverty). Sasaran
pemanfaatan program ini adalah penduduk miskin yang untuk
sementara waktu sedang menganggur atau setengah menganggur.
Melalui program ini mereka dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang
memberikan penghasilan (income generating). Lapangan pekerjaan
produktif dalam skema ini adalah pekerjaan manual di bidang
pembangunan prasarana seperti jalan, jembatan, fasilitas air bersih,
fasilitas sanitasi, dan lain-lain. Penetapan kelompok sasaran, jumlah,
jenis kegiatan, dan lokasi yang dipilih, serta penentuan upah dalam
pekerjaan yang dirancang di bawah upah minimum yang berlaku di
daerah tersebut. Mekanisme sistem penyaluran dan dari
pengelolaannya akan dilakukan secara transparan, dan secara teknis
dan administrasi kegiatan ini harus dapat dipertanggungjawabkan.

C. PRIORITAS PEMBANGUNAN TAHUN 2009

Berdasarkan sasaran yang harus dicapai dalam RPJM Tahun 2004 -2009,
kemajuan yang dicapai dalam tahun 2007 dan perkiraan tahun 2008.
serta berbagai masalah dan tantangan pokok yang harus dipecahkan
dan dihadapi pada tahun 2009, maka prioritas pembangunan nasional
pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:
1.PENINGKATAN PELAYANAN DASAR DAN PEMBANGUNAN PERDESAAN.
2.PERCEPATAN PERTUMBUHAN YANG BERKUALITAS DENGAN
MEMPERKUAT DAYA TAHAN EKONOMI YANG DI DUKUNG OLEH
PEMBANGUNAN PERTANIAN, INFRASTRUKTUR, DAN ENERGI.
3.PENINGKATAN UPAYA ANTI KORUPSI, REFORMASI BIROKRASI, SERTA
PEMANTAPAN DEMOKRASI, PERTAHANAN DAN KEAMANAN DALAM
NEGERI.

Prioritas pembangunan tahun 2009 ini ditempuh dengan sasaran, fokus dan
kegiatan prioritas sebagai berikut.

I.PENINGKATAN PELAYANAN DASAR DAN PEMBANGUNAN PERDESAAN


SASARAN
Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Peningkatan
Pelayanan Dasar dan Pembangunan Perdesaan pada tahun 2009 adalah
sebagai berikut:
Kemiskinan
1.Meningkatnya kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat miskin,
sehingga diharapkan angka kemiskinan dapat diturunkan menjadi 12-14
persen.
2.Terlaksananya program penanggulangan kemiskinan melalui
pemberdayaan masyarakat, PNPM Mandiri: (i) mencakup seluruh
kecamatan baik di perdesaan maupun di perkotaan; (ii) meningkatnya
harmonisasi program PNPM Penguatan ke dalam PNPM Mandiri.
3.Meningkatnya perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.
4.Tersedianya subsidi beras bagi masyarakat miskin (Raskin).
5.Tersedianya Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Ekonomi Usaha Rakyat
1.Terselenggaranya penguatan kelembagaan ekonomi;
2.Meningkatnya pengembangan agroindustri perdesaan;
3.Meningkatnya pemberdayaan ekonomi, sosial dan budaya pelaku usaha
perikanan dan masyarakat pesisir.
Pendidikan
1.Meningkatnya partisipasi jenjang pendidikan dasar yang diukur dengan
meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni
(APM) jenjang SD termasuk SDLB/MI/Paket A setara SD menjadi 115,76
persen dan 95,00 persen; meningkatnya APK jenjang SMP/MTs/Paket B
setara SMP menjadi 98,09 persen; meningkatnya angka partisipasi
sekolah (APS) penduduk usia 7-12 tahun menjadi 99,57 persen; dan
meningkatnya APS penduduk usia 13-15 tahun menjadi 96,64 persen;
2.Meningkatnya partisipasi jenjang pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi yang diukur dengan meningkatnya APK jenjang
SMA/SMK/MA/Paket C setara SMA menjadi 69,34 persen; dan
meningkatnya APK jenjang pendidikan tinggi menjadi 18,00 persen;
3.Meningkatnya proporsi pendidik yang memenuhi kualifikasi pendidikan dan
standar kompetensi yang disyaratkan, serta meningkatnya
kesejahteraan pendidik;
4.Menurunnya angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi
5,00 persen, bersamaan dengan makin berkembangnya budaya baca;
5.Meningkatnya keadilan dan kesetaraan pendidikan antarkelompok
masyarakat termasuk antara perkotaan dan perdesaan, antara daerah
maju dan daerah tertinggal, antara penduduk kaya dan penduduk
miskin, serta antara penduduk laki-laki dan perempuan;
Kesehatan
1.Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
menjadi 87 persen;
2.Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal (K4) menjadi 90 persen; dan
cakupan kunjungan neonatus (KN) menjadi 87 persen dan cakupan
kunjungan bayi menjadi 87 persen;
3.Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin secara
cuma-cuma di kelas III Rumah Sakit dan pelayanan kesehatan dasar
bagi seluruh penduduk di puskesmas dan jaringannya menjadi 100
persen;
4.Meningkatnya persentase rumah sakit yang memiliki pelayanan gawat
darurat yang memenuhi standar mutu menjadi 90 persen; persentase
rumah sakit yang melaksanakan pelayanan obstetri
dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) menjadi 75 persen;
meningkatnya persentase rumah sakit yang terakreditasi menjadi 75
persen;
5.Tersedianya jumlah tenaga kesehatan dan kader kesehatan di 26.000 desa
siaga;
6.Tersedianyan dokter spesialis yang dididik sebanyak 1.740 orang dan 300
orang senior residen yang didayagunakan;
7.Meningkatnya persentase desa yang mencapai Universal Child
Immunization (UCI) menjadi 98 persen;
8.Meningkatnya Case Detection Rate TB mencakup > 70 persen;
9.Meningkatnya angka penemuan Acute Flaccid Paralysis menjadi ≥ 2 per 100
ribu anak usia kurang dari 15 tahun;
10.Meningkatnya persentase penderita demam berdarah (DBD) yang
ditemukan dan ditangani menjadi 100 persen;
11.Meningkatnya persentase penderita malaria yang ditemukan dan diobati
menjadi 100 persen;
12.Menurunnya Case Fatality Rate diare saat KLB mencakup < 1,2 persen;
13.Meningkatnya persentase orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang ditemukan
dan mendapat pertolongan Anti Retroviral Treatment (ART) menjadi 100
persen;
14.Meningkatnya persentase penderita flu burung yang ditemukan dan
ditangani menjadi 100 persen;
15.Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita;
16.Meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapat tablet Fe menjadi 90
persen;
17.Meningkatnya persentase bayi yang mendapat ASI Eksklusif menjadi 80
persen;
18.Merungkatnya persentase balita yang mendapatkan Vitamin A mencapai
80 persen;
19.Terlaksananya pengujian sampel obat dan makanan sebanyak 97 ribu
sampel;
20.Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dalam rangka cara
pembuatan obat yang baik (CPOB) menjadi 45 persen.
Keluarga Berencana
1.Menurunnya Total Fertility Rate (TFR) menjadi sekitar 2,16 per wanita;
2.Meningkatnya jumlah peserta KB Aktif (PA) menjadi sekitar 30,1 juta
peserta;
3.Terlayaninya peserta KB Baru (PB) sekitar 6,0 juta peserta;
4.Terlayaninya peserta KB baru dari keluarga miskin Keluarga Pra
Sejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera I/KS 1) sekitar 2,9 juta peserta;
5.Terbinanya peserta KB aktif miskin (KPS dan KSI) sekitar 12,9 juta;
6.Menurunnya unmet-need menjadi sekitar 6,4 persen dari seluruh Pasangan
Usia Subur (PUS);
7.Meningkatnya peserta KB Pria menjadi sekitar 3,6 persen dari peserta KB
aktif;
8.Meningkatnya usia kawin pertama perempuan menjadi sekitar 21 tahun;
9.Meningkatnya keluarga balita yang aktif melakukan pembinaan tumbuh
kembang anak melalui kelompok Bina Keluarga Balita (BKB) menjadi 2,5
juta;
10.Meningkatnya jumlah keluarga remaja yang aktif mengikuti kegiatan
kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) menjadi 1,1 juta;
11.Meningkatnya jumlah keluarga lansia yang aktif mengikuti kegiatan
kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL) menjadi 1,0 juta; dan
12.Meningkatnya jumlah keluarga pra-sejahtera dan KS I anggota Usaha
Penigkatatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang aktif
berusaha menjadi sekitar 1,3 juta keluarga
Sumber Daya Air
1.Terbangunnya pembangunan prasarana pengambilan dan saluran
pembawa untuk air baku
2. Terbangunnya tampungan untuk air baku
3.Optimalnya fungsi tampungan, prasarana pengambilan dan saluran
pembawa untuk air baku
4.Terbangunnya dan optimalnya prasarana air tanah untuk air minum di
daerah terpencil/perbatasan
5.Optimalnya fungsi sarana/prasarana pengendali banjir dan prasarana
pengaman pantai
Transportasi
1.Meningkatnya aksesibilitas pelayanan transportasi yang terjangkau bagi
seluruh lapisan masyarakat melalui pembangunan prasarana dan
penyediaan sarana angkutan transportasi di wilayah perkotaan,
perdesaan, daerah terpencil, pedalaman dan kawasan perbatasan,
serta pulau-pulau kecil dan pulau terluar dalam rangka
mempertahankan kedaulatan NKRI dan mendukung upaya peningkatan
ketahanan pangan nasional, termasuk penyediaan angkutan massal,
pemberian subsidi operasi keperintisan dan penyediaan kompensasi
untuk public service obligation (PSO);
Energi
1.Pemenuhan kebutuhan energi terutama di perdesaan dan pulau-pulau
terpencil untuk masa datang dalam jumlah yang memadai dan
berkesinambungan, melalui peningkatan pemanfaatan sumber energi
setempat yang terbarukan (mikro hidro, angin, surya, dan bahan bakar
nabati) beserta kelembagaannya untuk menjamin keberlanjutan
pembangunan.
Ketenagalistrikan
1.Meningkatnya rasio elektrifikasi menjadi sebesar 65 persen dan rasio
elektrifikasi perdesaan menjadi sebesar 94 persen
2.Berkembangnya partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat di berbagai
wilayah dalam pengembangan ketenagalistrikan di daerah khususnya
untuk pengembangan listrik perdesaan.
3.Meningkatnya penggunaan produksi listrik di wilayah perdesaan yang
menggunakan energi terbarukan setempat.
4.Meningkatnya kemampuan swadaya masyarakat dalam mengelola sistem
ketenagalistrikan didaerahnya.
Pos dan Telematika
1.Tersedianya layanan pos di 93% kantor pos cabang luar kota, layanan
telekomunikasi di 100% wilayah USO, siaran televisi di 19 provinsi
wilayah blank spot dan perbatasan.
Perumahan dan Permukiman
1.Meningkatkan penyediaan hunian sewa/milik yang layak huni bagi
masyarakat berpenghasilan rendah melalui pembangunan rumah susun
sederhana sewa beserta prasarana dan sarana dasarnya, penyediaan
prasarana dan sarana dasar untuk rumah susun sederhana (RSH) dan
rumah susun, fasilitasi pembangunan dan perbaikan perumahan
swadaya, fasilitasi dan stimulasi pembangunan baru, perbaikan rumah,
dan penyediaan prasarana-sarana dasar di permukiman kumuh, desa
tradisional, desa nelayan, dan desa eks-transmigrasi, serta peningkatan
kualitas lingkungan perumahan;
2.Meningkatnya cakupan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan
(air limbah, persampahan dan drainage) melalui pembangunan sistem
penyediaan air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan
pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis
masyarakat; serta
3.Meningkatnya pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan untuk
menunjang kawasan ekonomi dan pariwisata melalui pembangunan air
minum dan penyehatan lingkungan pada kawasan strategis, skala
regional dan sistem terpusat.
Pertanahan
1.Meningkatnya kepastian hukum hak atas tanah masyarakat melalui
percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah terutama untuk membuka
akses masyarakat miskin terhadap pemilikan sertifikat;
2.Tertatanya struktur penguasaan tanah yang adil dan mendukung perbaikan
tingkat kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan penataan
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T)
yang berkeadilan dan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah.
Kelembagaan Masyarakat dan Pemerintah Desa
1.Meningkatnya kapasitas aparatur Pemerintah Daerah dan masyarakat
dalam pembangunan kawasan perdesaan;
2.Terfasilitasinya penguatan kelembagaan dan pemantauan unit pengaduan
masyarakat,:
3.Meningkatnya kelembagaan pemerintah desa dalam pengelolaan
pembangunan;
4.Meningkatnya pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakat desa;

ARAH KEBIJAKAN, FOKUS, DAN KEGIATAN PRIORITAS


Dalam rangka mencapai sasaran tersebut ditempuh arah kebijakan yang
dikelompokkan menjadi tiga yaitu: perlindungan sosial dan keberpihakan
terhadap masyarakat ,miskin, pemberdayaan masyarakat dan
pengembangan ekonomi usaha rakyat, yang didukung dengan peningkatan
pelayanan dan infrastruktur dasar. Arah kebijakan untuk mencapai sasaran di
atas ditempuh melalui berbagai program pembangunan dengan fokus dan
kegiatan prioritas sebagai berikut:
Fokus 1.Pembangunan dan Penyempurnaan Sistem Perlindungan Sosial
Khususnya Bagi Masyarakat Miskin
a)Penyempurnaan Pelaksanaan Pemberian Bantuan Sosial dengan target
bantuan kepada korban bencana alam 5,25 juta jiwa; korban bencana
sosial 350.000 jiwa dan Bahan Bangunan Rumah (BRR) 12.000 KK di 33
provinsi;
b)Penyempurnaan Pelaksanaan Bantuan Tunai Bagi Rumah Tangga Sangat
Miskin yang Memenuhi Persyaratan dengan target 750.000 RTSM di 13
provinsi;
c)Peningkatan Pelayanan Sosial Dasar Bagi Anak, Lanjut Usia dan Penyandang
Cacat dengan target layanan terhadap 50.000 anak; 14.500 lanjut usia
terlantar; 11.060 tuna sosial; 3.320 korban napza; dan 5.086
penyandang cacat di 33 Provinsi;
d)Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan
Anak (PUA) dengan target PUG di 18 K/L, 10 provinsi & 50 kab/kota;
e)Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan/ Anak
(P2TP2A) dengan target terlaksananya fasilitasi pembentukan P2TP2A di
40 kab/kota;
t)Penyediaan Beasiswa bagi siswa miskin jenjang SMP dengan target 998.200
siswa;
g)Penyediaan Beasiswa bagi siswa miskin jenjang SD dengan target 1.796.800
siswa;
h)Beasiswa untuk Siswa Miskin MI dengan target 640.000 siswa;
i)Beasiswa untuk Siswa Miskin MTs dengan target 540.000 siswa;
j)Beasiswa untuk siswa miskin SMA dengan target 387.922 siswa;
k)Beasiswa untuk siswa miskin SMK dengan target 512.078 siswa;
1)Beasiswa untuk Siswa Miskin MA dengan target 320.000 siswa;
m)Penyediaan Beasiswa Untuk Mahasiswa Miskin dan Peningkatan Prestasi
Akademik, Serta Bantuan Belajar dan Daerah Konflik dan Bencana
dengan target 249.231 mahasiswa;
n)Beasiswa untuk Mahasiswa Miskin di Perguran Tinggi Agama dengan target
65 ribu orang;
o)Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk Miskin di kelas III Rumah sakit dengan
target 76,4 juta penduduk miskin;
p)Pelayanan kesehatan dasar bagi seluruh penduduk miskin di Puskesmas
dan jaringannya dengan target seluruh penduduk yang mendapatkan
pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya;
q)Pembiayaan jaminan kesehatan dengan target 100 persen klaim pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin terverifikasi;
r)Jaminan Pelayanan KB Berkualitas Bagi Rakyat Miskin dengan target
tersedianya Alokon dan pelayanan Kontap gratis bagi 916.900 PB Miskin
(Implant, IUD, MOP/MOW) dan 9.589.700 PA Miskin (suntik, pil, kondom),
serta ayoman melalui perluasan akses dan peningkatan kualitas
pelayanan KB;
s)Penyediaan Subsidi Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin) dengan target
penyediaan beras untuk 19,1 juta masyarakat miskin, sebanyak 20 kg
per RTM selama 12 bulan;
t)Penyediaan Bantuan Langsung Tunai dengan target rumah tangga sasaran
yang mencakup Rumah Tangga Sangat Miskin, Rumah Tangga Miskin,
dan Rumah Tangga Hampir Miskin di 33 provinsi.

Fokus 2.Penyempurnaan dan Perluasan Cakupan Program Pembangunan


Berbasis Masyarakat
a)Peningkatan Keberdayaan Masyarakat dan PNPM Perdesaan dengan
Kecamatan Grant (PNPM Perdesaan) dengan target pemberdayaan di
2.886 kecamatan (BLM & T/A);
b)Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (PNPM Perkotaan) dengan target
pemberdayaan di 1.072 kecamatan;
c)Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (RISE. PNPM) dengan
target pemberdayaan di 237 kecamatan;
d)Peningkatan Infrastruktur Pedesaan Skala Komunitas (PPIP /RIS-PNPM)
dengan target pemberdayaan di 3.200 desa;
e)Peningkatan Kualitas Lingkungan Perumahan Perkotaan dengan target 285
kelurahan di 32 kab/kota;
f)Penanganan Rehab dan Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa Bumi di Provinsi
DIY & Jateng dengan target terlaksananya Penanganan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi di Provinsi Yogyakarta dan Jateng;
g)Penyediaan dan Perbaikan Infrastruktur Pertanian dengan target JITUT
70.000 ha, JIDES 40.000 ha, TAM 20.000 ha, Balai Subak 20 unit, Irigasi
air permukaan 205 unit, Sumur resapan 450 unit, pompa hydram 8 unit,
embung 200 unit, irigasi tanah dangkal 400 unit, irr tanah dalam 50
unit, irr bertekanan 135 unit, JUT 470 km, jalan produksi 300 km,
Optimalisasi lahan 21.000 ha, Konservasi lahan 500 ha, Reklamasi lahan
4.500 ha, PLTB di lahan rawa 500 ha, Konservasi DAS 15.000 ha,
fasilitasi sertifikasi lahan petani 25.000 bdg, Pengembangan SRI 50
paket, pengembangan dampak SRI 50 unit, cetak sawah 25.000 ha,
pendampingan cetak sawah 25 kab, pembukaan lahan kering 2.500 ha,
peral horti 3.500 ha, peral bun 4.500 ha, pengembangan HMT 3.000 ha,
padang pengembalaan 500 ha, PHLN (WISMP, PISP, NTB-WRMP, IDB,
POST TSUNAMI, DRIP IRRIGATION) 6 paket;
h)Penguatan Kelembagaan Ekonomi Pedesaan Melalui LM3 dengan target
tersalurkannya bantuan permodalan kepada 200 lembaga mandiri yang
mengakar di masyarakat (LM3); terselenggaranya pengembangan
hortikultura melalui LM3 dan bantuan sosial pada 32 kawasan dan
sentra produksi hortikultura potensial lainnya di 33 provinsi;
pengembangan LM3 Peternakan 340 klp, LM3 kambing/domba 53 klp
dan SDM 250 klp; dan fasilitasi 150 LM3 pengolahan dan pemasaran
hasil;
i)Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP) dengan target fasilitasi
dan pengembangan PUAP di 10.000 desa;
j)Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus dengan target
pemberdayaan masyarakat di 32 kabupaten tertinggal, bantuan sosial
ke 1.044 desa tertinggal di 186 kecamatan; 2 paket pelatihan @ 16
orang/kab (2.448 peserta);
k)Percepatan Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (P2IPDT) dengan target
penyediaan prasarana perdesaan di 800 desa tertinggal di 148
kabupaten, 29.850 unit PLTS di 952 desa tertinggal;
l)Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi Daerah Tertinggal (P2SEDT)
dengan target 14.800 kader penggerak pembangunan, 1.480 kelompok
masyarakat, 148 kabupaten;
m)Pemberdayaan keluarga, fakir miskin melalui keterampilan usaha dan
pemberdayaan KAT dengan target 101.234 KK fakir miskin; 3.300
keluarga rentan sosial ekonomi; 6.565 keluarga muda mandiri di 33
provinsi, 12.150 KK komunitas adat terpencil, dan pemberdayaan sosial
melalui bantuan modal usaha KUBE.

Fokus 3. Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil


a) Penjaminan untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR);
b)Penyediaan Skim Penjaminan Kredit UMKM termasuk untuk Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dengan target tersedianya pendampingan kepada 3.500
UKM oleh 500 BDS;
c)Penyediaan Dana Bergulir Untuk kegiatan Produktif Skala Usaha Mikro
Dengan Pola Bagi Hasil/Syariah dan Konvensional Termasuk Perempuan
Pengusaha dengan target 75.000 UMi/3.000 Koperasi/LKM;
d)Bimbingan Teknis/Pendampingan dan Pelatihan Pengelola LKM/KSP dengan
target 2.800 Koperasi/LKM;
e)Pelatihan Fasilitator Budaya/Motivasi Usaha dan Teknis Manajeman Usaha
Mikro Melalui Koperasi dengan target 1.000 koperasi;
f)Pembinaan Sentra-Sentra Produksi UMKM di Daerah Terisolir dan
Tertinggal/Perbatasan dengan target 60 sentra/1.700 UMI;
g)Fasilitasi Pengembangan Pemasaran Usaha Mikro Melalui Koperasi dengan
target 4.300 UMI;
h)Penyediaan Dana Melalui Koperasi Untuk Pengadaan Sarana Produksi
Bersama Anggota dengan target 125 koperasi;
i)Pemberdayaan Ekonomi, Sosial dan Budaya Pelaku Usaha Perikanan dan
Masyarakat Pesisir dengan target Pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesisir di 100 kab/kota, berkembangnya usaha perikanan budidaya di
200 kab/kota, penyediaan sarana perikanan tangkap di 33 provinsi dan
meningkatnya akses permodalan di 5 lokasi, serta pemberdayaan
perempuan pesisir /lembaga adat;
j)Pengembangan Agroindustri Terpadu dengan target peningkatan daya saing
komoditas hortikultura melalui pembenahan SCM di 62 kab/kota di 22
provinsi; peningkatan pelayanan investasi hortikultura melalui PATIH
(Fasilitasi Investasi) terpadu di 32 kawasan daerah sentra produksi
potensial lainnya pada 33 provinsi; pembukaan ULIB Baru 300 unit,
Integrasi Tanaman-ternak sapi/kerbau 22 klp, UPJA Penetas Unggas dan
Pengolah Pakan 25 klp, Industri pengolahan berbasis tepung lokal 29
kab, pengolahan hasil horti di 50 kab, Pengolahan hasil bun di 40 kab,
pengolahan hasil ternak di 15 kab. Pengolahan pakan temak di 15 Kab;
k)Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) di
Wilayah Perbatasan dengan: target 1 paket;
l)Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) di
Wilayah Tertinggal dengan target 2 paket;
m)Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) di
Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh dengan target 2 paket;
n)Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KPDT)
dengan target berkembangnya kawasan produksi pada 120 kabupaten
(termasuk kabupaten NAD-Nias ex. BRR) melalui 1.440 kelompok
masyarakat di 360 desa tertinggal;
o)Percepatan Pembangunan Pusat Pertumbuhan Daerah Tertinggal (P4DT)
dengan target berkembangnya pusat pertumbuhan berbasis lokal pada
44 kabupaten melalui 816 kelompok masyarakat di 204 desa tertinggal;
p)Pengembangan Prasarana dan Sarana Desa Agropolitan dengan target
terlaksananya pengembangan di 55 kawasan agropolitan (lanjutan).

Fokus 4.Pemantapan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan


Tahun yang Berkualitas Khususnya Bagi Daerah yang Kinerja
Pendidikannya Masih Tertinggal
a)Melanjutkan Penyediaan BOS SD unruk 27.130.955 siswa;
b)Melanjutkan Penyediaan BOS SMP untuk 9.465.822 siswa;
c)Penyediaan Bas Jenjang Pendidikan Dasar (MI/MTs) dengan target 6.142.751
siswa;
d)Penyediaan Buku Pelajaran SD dengan target 19.657.292 siswa;
e)Penyediaan Buku Pelajaran SMP dengan target 6.700.417 siswa;
f)Penyediaan Buku Pelajaran jenjang Pendidikan Dasar (Bos Buku) MI dan MTs
dengan target 6.142.751 siswa;
g)Rehabilitasi Sarana dan Prasarana SMP dengan target 5.100 ruang;
h)Rehabilitasi ruang kelas MI dan MTs dengan target 1.900 unit;
i)Pembangunan SD-SMP satu atap dengan target 750 unit;
j)Pembangunan USB SMP dengan target 350 unit;
k)Pembangunan RKB SMP dengan target 8.000 ruang;
l)Bantuan Pembangunan MI melalui MEDP (ADB) dengan target 205 MI;
m)Bantuan Pembangunan MTs melalui MEDP (ADB) dengan target 237 MTs;
n)Penyediaan Peralatan Lab SMP dengan target 3.548 sekolah;
o)Pembangunan Laboratorium IPA dan Perpustakaan SMP dengan target
3.750 ruang;
p)Pembangunan Pusat Sumber Belajar SMP dengan target 3.500 ruang;
q)Pembangunan Perpustakaan dan Pusat Sumber Belajar SD dengan target
6.396 sekolah;
r)Penyelenggaraan Paket A setara SD dengan target 90.000 orang;
s)Penyelenggaraan Paket B setara SMP dengan target 410.000 orang;
t)Penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
dengan target 84.693 siswa;
u)Penyelenggaraan UASBN (Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional) SD
dengan target 5.059.139 siswa;
v)Penyelenggaraan UN SMP dengan target 3.727.773 siswa;
w)Akreditasi Sekolah Jenjang SD dengan target 32.500 sekolah;
x)Akreditasi Sekolah Jenjang SMP dengan target 8.000 sekolah;
y)Penyusunan/Pengembangan kurikulum/Bahan ajar/model pembelajaran
dengan target 461 Kab/Kota.
Foktus 5.Peningkatan Mutu Dan Relevansi Pendidikan Menengah, Tinggi, Dan
Non Formal
a) Rehabilitasi Ruang Kelas SMA dengan target 970 paket;
b)Rehabilitasi Ruang Kelas SMK dengan target 1.200 paket;
c)Rehabilitasi ruang ke1as MA dengan target 850 unit;
d)Pembangunan USB SMA dengan target 50 paket;
e)Pembangunan USB SMK dengan target 225 lokasi;
f) Pembangunan RKB SMA dengan target 1.000 paket;
g)Pembangunan RKB SMK dengan target 5.000 ruang;
h)Bantuan Pembangunan MA me1alui MEDP (ADB) dengan target 549 unit;
i)Pembangunan Perpustakaan, Laboratorium dan Workshop SMA dengan
target 499 PKT;
j)Pembangunan Perpustakaan, Laboratorium dan Workshop SMK dengan
target 225 PKT;
k)Pembangunan Pusat Sumber Belajar SMA dengan target 50 paket;
l)Pembangunan Pusat Sumber Belajar SMK dengan target 50 PKT;
m)Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) SMA (Sekolah) dengan
target 1.700 PKT;
n)Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) SMK [siswa] dengan target
2.786.854 Siswa;
o)Akreditasi Sekolah jenjang pendidikan Menengah dengan target 5.900
sekolah;
p)Penyelenggaraan UN Jenjang Pendidikan Menengah dengan target
3.618.559 siswa;
q)Pengembangan bidang keilmuan (Rumah Sakit Pendidikan) PTN dengan
target 13 PT;
r)Pelaksanaan penelitian di Perguruan Tinggi (yang menghasilkan Patent,
Jurnal Internasional, Teknologi Tepat Guna, Rekayasa Sosial, Kebijakan
Publik, Metodologi, Karya Seni dan Buku Ajar) dengan target 445 Judul;
s)Pengadaan Peralatan Laboratorium PT dengan target 164 paket;
t)Pembangunan gedung dan lab baru PT dengan target 175.000 m2;
u)Pendirian dan Peningkatan Kapasitas Politeknik dengan target 41 politeknik;
v)Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Fungsional dengan target 900.000
orang;
w)Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan (paket C) dengan target 35.000
orang;
x)Penyelenggaraan Kursus dan Magang dengan target 200.000 ORG;
y)Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini
Melalui Pembangunan Lembaga PAUD dan Penyediaan Bahan Ajar dan
Alat Permainan Edukasi dengan target 9.000 lembaga;
z)Perluasan akses dan mutu TK (subsidi TK-SD satu atap) dengan target 596
TK;
aa)Penyediaan Fasilitas, Koleksi dan Layanan Perpustakaan dengan target
terlaksananya pembangunan gedung layanan perpustakaan terbuka Jl.
Merdeka Selatan tahap I; Pengadaan 1 perangkat e-library untuk 32
provinsi; 50.000 eksemplar bahan bacaan;
bb)Bantuan Fasilitasi Perpustakaan Keliling kepada Perpustakaan Umum
Kab/Kota dengan target terlaksananya fasilitasi 60 unit perpustakaan
keliling di 60 kabupaten/kota.

Fokus 6.Peningkatan Kualitas dan Kesejahteraan Pendidik


a)Percepatan Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik (dikedas)
dengan target 270.000 orang;
b)Percepatan Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik (menengah)
dengan target 10.143 orang;
c)Peningkatan kualifikasi akademik dosen PT (DN) dengan target 17.389
dosen dengan rincian lanjutan 11.389 dosen dan baru 6.000 dosen;
d)Bantuan Peningkatan Kualifikasi Guru Program S2 dengan target 2.000
orang;
e)Bantuan Peningkatan Kualifikasi Guru Program S1 dengan target 2.900
orang;
f)Peningkatan kualifikasi akademik dosen PT (LN) dengan target 2.500 orang
dengan rincian lanjutan 1.000 dosen dan baru 1.500 dosen;
g)Peningkatan Mutu dan Profesionalisme guru dengan target 11.267 KK;
h)Pengembangan Kemitraan Antara Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) Dengan Sekolah Untuk Mendukung Wajib Belajar 9
Tahun dengan target 11.790 orang;
i)Percepatan Sertifikasi Akademik Bagi Guru dalam jabatan melalui sistem
portfolio dengan target 200.000 ORG;
j)Percepatan Sertifikasi Guru Madrasah dengan target 90.000 orang;
k)Percepatan Sertifikasi Dosen (PTA) dengan target 2.0000 dosen;
l)Subsidi Tunjangan Fungsional Guru Non PNS (Jenjang Pendidikan Dasar)
dengan target 341.465 guru;
m)Subsidi Tunjangan Fungsional Guru Non PNS (Jenjang Pendidikan
Menengah) dengan target 196.348 orang;
n)Tunjangan Fungsional Guru Non PNS RA/MI/MTs/MA dengan target 501.831
orang;
o)Tunjangan profesi guru dengan target 307.101 orang;
p)Tunjangan profesi guru menengah dengan target 63.349 orang;
q)Tunjangan Profesi Guru (Madrasah) NonPNS dengan target 46.445 orang;
r)Tunjangan profesi dosen dengan target 12.500 dosen;

Fokus 7.Percepatan Penurunan Kematian Ibu dan Anak, Kekurangan Gizi dan
Pemberantasan Penyakit Menular;
a)Pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak (KIA) dengan target cakupan
pelayanan antenatal (K4) 90%, kunjungan neonatus (KN) 87%, cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 87%, dan cakupan
kunjungan bayi 87%;
b)Pemenuhan kebutuhan dokter spesialis dengan target terlaksananya
pendidikan 1.740 orang dokter spesialis dan dan 340 mitra dokter
spesialis, dan 200 bidan komunitas;
c)Penanganan Masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk pada ibu hamil dan
menyusui, bayi dan anak balita dengan target penanganan gizi kurang
dan gizi buruk (500 ribu anak 6-24 bulan), pemberian vitamin A (80%),
pemberian Fe (90%), pencegahan GAKY diukur dengan keluarga yang
mengkonsumsi garam beryodium yang cukup (80%);
d)Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit (penanggulangan Penyakit
Menular) dengan target 100% penderita DBD, Malaria, 100% HIV/AIDS
yang ditemukan dan mendapat pengobatan, 80% angka kesembuhan
TB dan 95% UCI desa, serta terlaksananya pelayanan kesehatan haji;
e)Penanggulangan penyakit flu burung dan kesiapsiagaan pandemi influenza
dengan target 100% penderita flu burung yang ditemukan tertangani,
terlaksananya pelayanan penanggulangan flu burung di Rumah Sakit
Penyakit Infeksi (RSPI);
f)Pengembangan UKBM (Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat) desa siaga
dengan target terlatihnya 52.000 kader di desa siaga.

Fokus 8.Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan


Rujukan
a)Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan Dasar termasuk
biaya operasional dengan target tersedianya biaya operasional di 8.114
Puskesmas dan jaringannya;
b)Penanggulangan Krisis dengan target tertanggulanginya masalah
kesehatan di daerah bencana;
c)Pembiayaan Jaminan Kesehatan dengan target 100% klaim pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin terverifikasi;
d)Pemenuhan dan Peningkatan Fasilitas Sarana dan Prasarana dengan target
tersedianya 4 RS World Class, 330 RS Rujukan PONEK, 75 RS rujukan
Unit Gawat Darurat (UGD), 33 RS Rujukan Unit Tranfusi Darah UID), dan
20 RS Lapangan di daerah terpencil dan perbatasan.
Fokus 9.Peningkatan Pemanfaatan obat, Pengawasan obat dan Makanan, dan
Penyediaan Tenaga Kesehatan
a)Penyediaan dan pengolahan obat dan vaksin dengan target penyediaan
obat generik esensial (buffer stock), obat flu burung, obat bencana,
obat haji, obat program, dan vaksin;
b)Pengujian laboratorium Sampel obat, obat Tradisional, Produk Komplemen,
Makanan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dengan
target 97 ribu sampel;
c)Peningkatan Sarana dan Prasarana termasuk peningkatan kapasitas SDM
dengan target tersedianya 35 paket peralatan laboratorium, 11 sarana
fisik gedung, terselenggaranya 12 jenis diklat, dan terlatihnya 7.500
orang;
d)Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan, terutama untuk pelayanan
kesehatan di puskesmas dan jaringannya, serta RS kab/kota terutama
di daerah terpencil dan bencana dengan target tersedia dan terlatihnya
12 ribu bidan, terselenggaranya pendidikan 44 ribu calon tenaga
kesehatan, tugas belajar 2.580 peserta, terlatihnya 29.728 bidan di
desa siaga, 47 ribu kader kesehatan, serta ditempatkannya 300 residen
senior.

Fokus 10. Pemantapan Revitalisasi Program KB


a)Peningkatan Jejaring Pelayanan KB Pemerintah dan Swasta/Non Pemerintah
dengan target 70.000 tempat pelayanan KB memberikan promosi dan
konseling, dan terciptanya sistem jaminan ketersediaan alat kontrasepsi
(JKK) dan pembiayaan program KB terutama bagi rakyat miskin;
b)Pembentukan, Pengembangan, Pengelolaan dan Pelayanan KB Pemerintah
dengan target (1) 4.850 kecamatan memiliki PIK-KRR yang aktif dan
berkualitas; dan (2) terlaksananya sosialisasi dan KIE KRR di 450
Kab/kota dan 33 prov; pengembangan center of exellent di 6 provinsi;
c)Peningkatan Akses Informasi dan Pelayanan Program Ketahanan dan
Pemberdayaan Keluarga dengan target (1) 2,5 juta keluarga menjadi
anggota BKB aktif, 1,1 juta keluarga menjadi anggota BKR aktif, 1 juta
keluarga menjadi anggota BKL aktif, dan 1,3 juta KPS dan KS I anggota
UPPKS aktif berusaha;
d)Penguatan Jejaring Operasional Lini Lapangan Yang Berbasis Masyarakat
dengan target (1) terselenggaranya pembinaan operasional lini
lapangan bagi sekitar 25.871 penggerak KB di desa; dan (2)
terselenggaranya Advokasi dan KIE Program KBN melalui forum
kerjasama LSM dan swasta di Pusat, Prov dan Kab/Kota;
e)Pendataan Keluarga dan Individu Dalam Keluarga dengan target (1) seluruh
desa/kelurahan menggunakan hasil pendataan keluarga sebagai
basis/dasar untuk pembinaan pengelolaan operasional program KB lini
lapangan; dan (2) terselenggaranya sistem informasi dan monitoring
manajemen Program KB Nasional di pusat, provinsi dan kabupaten/kota;
f)Intensifikasi Advokasi dan KIE Program KB Nasional dengan target (1)
Toga/Toma tingkat desa berpartisipasi dalam kegiatan advokasi di
17.800 desa/kelurahan; dan (2) terselenggaranya KIE program KB dan
KS melalui media massa dan media luar ruang di pusat, provinsi dan
kabupaten/kota;
g)Peningkatan Kompetensi Petugas dan Pengelola Program KB dengan target
(1) terlaksananya pelatihan dasar umum/LDU, refreshing dan pelatihan
teknis bagi 25.871 PLKB/PKB serta pengelola KB agar memenuhi
standar kompetensi; dan (2) terselengaranya pendidikan jangka
panjang/pendek bagi 580 orang;
h)Pembangunan/Pengadaan/Peningkatan Sarana dan Prasarana dengan
target pengembangan sistem informasi program KB berbasis IT di Pusat
dan 33 Propinsi, dan pengembangan sarana dan prasarana termasuk
melanjutkan sarana dan prasarana di wilayah pemekaran.

Fokus 11.Peningkatan Pelayanan Infrastruktur Sesuai dengan Standar


Pelayanan Minimal (SPM)
A. Bidang Sumber Daya Air
a)Pembangunan Prasarana Pengambilan dan Saluran Pembawa Air Baku
dengan target terlaksananya pembangunan prasarana pengambilan
dan saluran pembawa untuk air baku dengan debit layanan 4,14
m3/det;
b)Pembangunan Tampungan Untuk Air Baku dengan target terlaksananya
pembangunan tampungan untuk air baku sebanyak 35 buah;
c)Rehabilitasi Tampungan Untuk Air Baku dengan target terlaksananya
rehabilitasi tampungan untuk air baku sebanyak 20 buah;
d)Rehabilitasi Prasarana Pengambilan dan Saluran Pembawa Air Baku dengan
target terlaksananya rehabilitasi prasarana pengambilan dan saluran
pembawa untuk air baku sebanyak 4 buah;
e)Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Pengambilan dan Saluran Pembawa
Air Baku dengan target terpeliharanya prasarana pengambilan dan
saluran pembawa untuk air baku di 5 titik;
f)Operasi dan Pemeliharaan Tampungan Untuk Air Baku dengan target
terpeliharanya tampungan untuk air baku di 34 lokasi;
g)Pembangunan/Peningkatan Prasarana Air Tanah Untuk Air Minum Daerah
Terpencil/Perbatasan dengan target terlaksananya pembangunan
prasarana air tanah untuk air minum di daerah terpencil/perbatasan di
12 lokasi;
h)Rehabilitasi Sarana/Prasarana Pengendali Banjir dengan target
terlaksananya rehabilitasi sarana/prasarana pengendali banjir di 49
lokasi;
i)Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Pengendalian Banjir dengan target
terpeliharanya prasarana pengendali banjir di alur sungai sepanjang
240 km.
B. Bidang Energi
a)Pengembangan dan Pemanfaatan Energi dengan target terkoordinirnya
pengembangan energi perdesaan, terlaksananya peningkatan
aksesibilitas energi perdesaan kerjasama Indonesia, Belanda dan GTZ),
tersosialisasinya pemanfaatan biofuel di sektor transportasi
terwujudnya pengembangan energi terbarukan non listrik di pulau kecil
terluar. terwujudnya peralatan kegiatan produktif desa mandiri energi
berbasis BBN dan non BBN, terlaksananya program IMIDAP,
terlaksananya pendampingan kegiatan PWS (kerjasama dengan ADB)
dan kegiatan pengembangan biogas untuk rumah tangga (kerjasama
dengan Belanda).
C. Bidang Ketenagalistrikan
a)Listrik Perdesaan dengan target rasio desa berlistrik 94% yang dicapai
melalui pembangunan listrik perdesaan; 74.565 unit pembangkit listrik
tenaga (PLT) surya berkekuatan 5O WP; 15 unit PLT bayu berkekuatan
80 KW; 2 unit PLT mikro hidro (PLTMH) dengan kekuatan 1.806 KW;
Gardu Distribusi sebanyak 1.100 buah/53.100 KVA; jaringan tegangan
menengah (JTM) sepanjang 2.750 KMS; dan jaringan tegangan rendah
(JTR) sepanjang 2.150 KMS.
D. Bidang Pos dan Telematika
a)Penyediaan Infrastruktur Pos dan Telematika di Daerah Non Ekonomis
dengan target jasa layanan pos di 2.350 kantor pos cabang luar kota
sebagai pelaksanaan program PSO pos, jasa akses telekomunikasi di
38.471 desa dan internet di 500 desa, dan infrastruktur pemancar
televisi di daerah blank spot dan perbatasan di 19 provinsi (pelaksanaan
PHLN Improvement of TV Transmitting Station Phrase-I).
E. Bidang Permukiman dan Perumahan
a)Fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Baru dan Perbaikan Rumah di
Permukiman Kumuh, Desa Tradisional, Desa Nelayan, dan Desa
Eks-Transmigrasi dengan target tersedianya Fasilitasi dan Stimulasi
Pembangunan Baru dan Perbaikan Rumah di Permukiman Kumuh, Desa
Tradisional, Desa Nelayan, dan Desa Eks- Transmigrasi sebanyak
10.000 unit;
b)Fasilitasi dan Stimulasi Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar di
Permukiman Kumuh, Desa Tradisional, Desa Nelayan, dan Desa
Eks-Transmigrasi dengan target tersedianya Fasilitasi dan Stimulasi
Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar di Permukiman Kumuh, Desa
Tradisional, Desa Nelayan, dan Desa Eks-Transmigrasi sebanyak 10.000
unit
c)Bantuan Pembangunan dan Perbaikan Rumah di Kawasan Perbatasan dan
Bencana dengan target terlaksananya Bantuan Pembangunan dan
Perbaikan Rumah di Kawasan Perbatasan dan Bencana sebanyak 1000
unit;
d)Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan Berbasis Masyarakat dengan target terlaksananya
Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan Berbasis Masyarakat di 1.669 desa;
e)Pembangunan sistem penyediaan air minum bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dengan target terlaksananya Pembangunan
sistem penyediaan air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah
di 41 kawasan;
f)Fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Perumahan Swadaya dengan target
tersedianya fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Perumahan Swadaya
sebanyak 10.750 unit;
g)Penyediaan Salafia dan Prasarana Permukiman di Pulau Kecil/Terpencil
dengan target tersedianya sarana dan prasarana permukiman di pulau
kecil/terpencil di 32 kawasan.
F. Bidang Transportasi
a)Pembangunan Jalan di Kawasan Perbatasan dengan target terlaksananya
Pembangunan Jalan di Kawasan Perbatasan di 146 km;
b)Pembangunan Jalan di Pulau-Pulau Terpencil dan Pulau Terluar dengan
target terlaksananya Pembangunan Jalan di Pulau-Pulau Terpencil dan
Pulau Terluar sepanjang 52km;
c)Pengadaan Bus Perintis dengan target terlaksananya Pengadaan Bus
Perintis sebanyak 70 unit;
d)Subsidi Operasi Perintis Angkutan Jalan dengan target tesedianya Subsidi
Operasi Perintis Angkutan Jalan di 153 lintas di 21 provinsi;
e)Pemberian Subsidi PSO PT KAI untuk pelayanan angkutan KA kelas ekonomi;
f)Subsidi Pelayaran Perintis dengan target tersedianya Pelayanan Pelayaran
Perintis di 62 trayek;
g) Pemberian subsidi PT. Pelni Rp 850 M;
h)Subsidi Operasi Lintas Penyeberangan Perintis dengan target tersedianya
Subsidi Operasi Lintas Penyeberangan Perintis di 70 lintasan, antar
provinsi 8 lintasan untuk 36 buah;
i)Subsidi Angkutan Udara Perintis dan Angkutan BBM Penerbangan Perintis
dengan target tersebar di 15 provinsi: NAD, Sumut, Sumbar, Kaltim,
Kalteng, Sulut, Sulsel, Sulbar, Sultra, Sulteng, NTT, Maluku, Malut,
Papua, dan Papua Barat;
j)Peningkatan Infrastruktur Perdesaan Skala Komunitas (PPIP /RIS-PNPM)
dengan target 3.200 desa.
G. Penanggulangan Lumpur Sidoarjo
a)Pembangunan Jalan Nasional dengan target terlaksananya relokasi jalan
arteri tara Porong sepanjang kurang lebih 7,2 km terdiri atas 5 paket
pekerjaan yaitu: 4 pekerjaan paket jasa konstroksi dan 1 paket jasa
konsultasi supervisi/manajemen konstruksi serta
pembangunan/pemasangan pipa air bersih sepanjang kurang lebih 7,2
km sebanyak 1 paket jasa konstruksi;
b)Pembangunan Sarana dan Prasarana Pengendali Banjir dengan target
Terlaksananya 4 paket pekerjaan yaitu 3 paket jasa konstruksi dan 1
paket jasa konsultan;
c)Penyelenggaraan, Penelitian, dan Pengembangan dengan target
terlaksananya 1 kegiatan swakelola pemantauan dan penanganan
dampak deformasi geologi;
d)Bantuan Penanggulangan Bencana Alam dan Kerusuhan dengan target
terlaksananya 4 kegiatan (pelatihan, bantuan sosial, studi masalah
sosial, dan proses verifikasi pembayaran tanah di 3 desa:
Kedung-Cangkring, Pejarakan, dan Besuki).
H. Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias
a)Pembangunan Jalan baru dan Peningkatan Jalan Strategis dengan target
119,8 km di NAD dan Nias, serta Pengembangan Sistem Drainase di 4
kab/kota di NAD;
b)Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut dengan target: (1) terlaksananya
lanjutan Pembangunan dermaga dan Trestel Pelabuhan Malahayati di
Aceh Besar; (2) terlaksananya lanjutan Pembangunan pelabuhan
Lhokseumawe di Lhokseumawe; (3) terlaksananya lanjutan
Pembangunan dermaga dan Trestel di Kuala Langsa di Langsa; (4)
terlaksananya lanjutan Pembangunan Pelabuhan Calang di Aceh Jaya;
serta Rehabilitasi Fasilitas Terminal untuk Pelabuhan Udara Sultan
Iskandar Muda;
c)Fasilitasi Pembangunan Wilayah Tertinggal dengan target: (1) rehabilitasi
dan rekonstruksi Kecamatan di NAD-Nias melalui pembangunan 5.000
unit rumah, 200 unit sekolah dan infrastruktur publik; dan (2) melalui
IDB-Simeulue Reconstruction Project untuk perbaikan 15 unit sekolah,
Puskesmas Pembantu (pustu) 20 unit, perbaikan jalan 37 km, jembatan
140 m, TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dan pasar, pengadaan peralatan
dan mebel air untuk sekolah, rumah sakit, dan pustu, serta perbaikan
infrastruktur lainnya (cold storage, gedung serba guna, packing room,
ruang generator, jalan dan parkir, rumah operator);
d)Pembangunan Gedung Pendidikan Tinggi Agama melalui IDB dengan target
terselesaikannya rehabilitasi rekonstruksi IAIN Ar-Raniry;
e)Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah tertinggal (P2KPDT)
dengan target melanjutkan Proyek SPADA, EDFF-Aceh, dan LED Nias;
sehingga terbangunnya infrastruktur ekonomi untuk menciptakan
lapangan pekerjaan, meningkatnya akses pelayanan sosial dan
peningkatan kapasitas pemerintah daerah di 17 Kabupaten di Prov.NAD
dan 2 Kab di Nias;
f)Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Melanjutkan dengan target
terlaksananya Reconstruction of Aceh Land Administration System
Project (RALAS) dengan rincian: (1) terlaksananya sertifikasi RALAS
140.000 bidang di Provinsi NAD; dan (2) terlaksananya sertifikasi RALAS
10.000 bidang di Kep. Nias-Provinsi Sumut).
g)Peningkatan kehidupan masyarakat dan pengembangan wilayah Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera
Utara Pasca Bencana dengan target Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan
Kabupaten/Propinsi dan Infrastruktur lainnya, Transisi Pembangunan
Ekonomi, Sosial Kemasyarakatan, dan Kelembagaan di 6 wilayah, 25
Kab/Kota.
Fokus 12. Reformasi Agraria
a)Pengaturan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah,
termasuk di dalamnya Redistribusi dan Konsolidasi Tanah dengan target
310.000 bidang, Neraca PGT 100 Kab/Kota, Inventarisasi P4T 1 juta
bidang;
b)Pengendalian dan Pemberdayaan Kepemilikan Tanah dengan target
penertiban tanah terlantar 128 SF; Inventarisasi tanah bekas hak/kritis
120 SP; POKMASDAR TIBNAH 408 kelompok;
c)Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah dengan target 1.228.710
Bidang (FRONA dan LMPDP sebanyak 1.065.000 bidang dan RALAS
150.000 bidang), Pertanian 8.065 bidang, Nelayan 2.419 bidang,
Transmigrasi 3.226 bidang; 500.000 Ha; 3.072 Titik;
d)Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dengan
target 2.600 perkara, mencakup operasi tuntas 900 kasus, operasi sidik
100 kasus, pengkajian 1.000 kasus, penanganan perkara dan
non-perkara 600 kasus.
Fokus 13.Penguatan Lembaga Masyarakat dan Pemanfaatan Kelembagaan
Pemerintah Desa
a)Pemberdayaan Lembaga dan Organisasi Masyarakat Perdesaan dengan
target Bimtek (12 angkatan); Orientasi (7 angkatan); Pelatihan
Masyarakat kerjasama dengan Balai Pemberdayaan Masyarakat Malang,
Yogyakarta, dan Lampung;
b)Pemantapan kelembagaan pemerintahan desa dalam pengelolaan
pembangunan dengan target pengangkatan sekdes menjadi PNS
(22.000 Orang); Bintek Administrasi (1.320 Orang); Fasilitasi sosialisasi
peraturan (1.980 Orang); Bimtek Keuangan (600 Orang); Penataan
Sarpras (680 Orang); Pilot Project PDT (17 Desa); Penyediaan Air Minum
dan Sanimas/Pamsimas (15 Provinsi);
c)Peningkatan Kapasitas Aparat Pemda dan Masyarakat dalam Pembangunan
Kawasan Perdesaan dengan target terlaksananya pilot project
pembangunan kawasan perdesaan berbasis masyarakat di 3 desa,
fasilitasi pengembangan lembaga, aparatur dan kader dalam
pembangunan perdesaan berbasis masyarakat, pelatihan pengelolaan
sampah RT berbasis masyarakat di 15 kabupaten; fasilitasi penyusunan
Perda tentang pembangunan kawasan perdesaan berbasis masyarakat;
modul pelatihan Sumber Daya Pesisir Beb basis Masyarakat di 33
provinsi. Kegiatan PISEW/RISE di 9 provinsi; 24 kab.

II.PERCEPATAN PERTUMBUHAN YANG BERKUALITAS DENGAN MEMPERKUAT


DAYA TAHAN EKONOMI YANG DIDUKUNG OLEH PEMBANGUNAN
PERTANIAN, INFRASTRUKTUR, DAN ENERGI

SASARAN
Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Percepatan
Pertumbuhan yang Berkualitas dengan Memperkuat Daya Tahan Ekonomi
yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian, Infrastruktur, dan Energi pada
tahun 2009 adalah sebagai berikut.
1.Meningkatnya investasi dalam bentuk pembentukan modal tetap bruto
(PMTB) sebesar 12,1 persen.
2.Meningkatnya ekspor non-migas sekitar 13,5 persen.
3.Meningkatnya jumlah perolehan devisa dari sektor pariwisata menjadi
sekitar USD 8 miliar dan meningkatnya wisatawan nusantara menjadi
sekitar 226 juta perjalanan.
4.Tumbuhnya pertanian, perikanan, dan kehutanan sebesar 3,7 persen yang
terdiri dari pertumbuhan tanaman bahan pangan sebesar 4,9 persen,
perkebunan sebesar 4,4 persen, peternakan dan hasilnya sebesar 4,9
persen, dan perikanan sebesar 5 persen.
5.Tumbuhnya industri pengolahan non-migas sebesar 6,0 persen.
6.Menurunya tingkat pengangguran terbuka menjadi 7-8 persen dari
angkatan kerja

ARAH KEBIJAKAN, FOKUS, DAN KEGIATAN PRIORITAS


Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan tersebut ditempuh arah
kebijakan sebagaimana dalam Bab 16, Bab 17, Bab 18, Bab 19, Bab 22, Bab
31 dan Bab 32 Buku II dengan fokus dan kegiatan prioritas sebagai berikut

EKONOMI-dengan fokus pertumbuhan


Fokus 1. Meningkatkan Daya Tarik Investasi
a)Penyederhanaan prosedur, peningkatan pelayanan dan pemberian fasilitas
penanaman modal dengan target Terwujudnya peningkatan
pelaksanaan pelayanan penanaman modal dan operasional
kelembagaan 3 UPIT (Unit Pelayanan Investasi Terpadu) di Pekanbaru,
Manado, dan Kendal, dan penyediaan sarana dan prasarana 3 UPIT;
b)Pembangunan/Pengadaan/Peningkatan Sarana dan Prasarana Investasi
dengan target terbangunnya satu sistem pelayanan informasi &
perizinan investasi secara elektronik (SPIPISE) secara bertahap di 33
Prov & 50 Kabupaten/Kota dan 16 Instansi Terkait;
c)Strategi kebijakan percepatan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) dengan target terlaksananya koordinasi perumusan kebijakan
yang antara lain dalam bentuk PP Penetapan Wilayah KEK, PP
Kelembagaan dalam pelaksanaan KEK, PP Fasilitas insentif
pengembangan KEK;
d)Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Investasi (KEKI) dengan target
Penyusunan 4 Peraturan Pemerintah dan sosialisasi UU KEK di 12
provinsi dan 4 negara;
e)Peningkatan promosi investasi di dalam negeri dengan target Indonesia
Investment Expo sebanyak 15 kali, seminar 8 kali di dalam negeri, talk
show 3 kali di dalam negeri, publikasi melalui inflight magazine
penerbangan nasional, koran nasional (bilingual), information kit dalam
5 bahasa (Inggris, Mandarin, Arab, Jepang, dan Indonesia);
f)Peningkatan promosi investasi terintegrasi di luar negeri dengan target
Marketing Intelligence (MI) di 12 negara ; Pemberdayaan Kantor
Investasi Luar Negeri (KILN) di 7 negara ;Marketing Investasi Indonesia
(MII) di 5 negara, promosi investasi nasional Indonesia melalui media
cetak internasional;
g)Modernisasi Administrasi Kepabeanan dan Cukai dengan target
terbentuknya 2 kantor KPU dan penerapan National Single Window
(NSW), peningkatan kinerja kepabeanan dan cukai, pembangunan
dermaga;
h)Pemantapan Koordinasi Penegakan Hukum di Bidang Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan dengan target tersusunnya 24 laporan hasil
pengawasan/pemeriksaan/penyidikan dan pengenaan sanksi atas
pelanggaran hukum di bidang pasar modal dan lembaga keuangan;
serta tersusunnya 38 pedoman/manual/peraturan yang melandasi
pengawasan, pemeriksaan penyidikan dan pengenaan sanksi atas
pelanggaran hukum, termasuk pengaturan terhadap lembaga
pembiayaan seperti Indonesia Infrastructure Fund.
Fokus 2.Peningkatan Ekspor Bernilai Tambah Tinggi dan Diversifikasi Pasar
a)Penyelenggaraan Indonesian Trade Promotion Centre (ITPC) dengan target
meningkatnya kapasitas kelembagaan 14 ITPC dalam rangka penetrasi
pasar ekspor tradisional dan non tradisional, serta berdirinya 6 ITPC
baru;
b)Pengembangan promosi dagang dengan target partisipasi pada 33 pameran
dagang internasional di dalam dan luar negeri, 3 kegiatan Indonesian
week dan misi dagang di 7 negara potensial;
c)Penyelenggaraan dan Pengembangan Pusat Promosi Terpadu (Indonesian
Promotion Office/IPO) Bidang Pariwisata, Perdagangan dan Investasi
dengan target penyelenggaraan 1 IPO yang ada dan pendirian 1 IPO
baru;
d)Peningkatan Kualitas dan Design Produk Ekspor, Dalam Rangka Indonesian
Design Power dengan target Meningkatnya kualitas 150 produk;
terbentuknya 7 lokasi/daerah yang dapat melayani peningkatan
pengemasan produk pangan UKM; dan terdaftarnya 1000
merek/produk;
e)Pembentukan dan Pengembangan Nasional Single Window (NSW) dan
Asean Single Window (ASW) dengan target pengembangan sistem
perijinan ekspor dan impor secara elektronik dalam rangka pelaksanaan
National Single Window (NSW) dan ASEAN Single Window (ASW) untuk
mendukung pasar tunggal ASEAN (77 perijinan online); dan
terlaksananya pilot project NSW di 3 (tiga) pelabuhan utama;
f)Koordinasi Pelaksanaan Tim National Single Window (NSW) dengan target 5
lap hasil peninjauan lapangan di negara maju, 5 lap raker, 5
rekomendasi rapat, 2 lap monitoring, 3 konsep per UU;
g)Peningkatan Partisipasi Aktif dalam Perundingan di Berbagai Fora
Internasional dengan target partisipasi aktif dalam 175 sidang
internasional (termasuk penyelenggaraan sidang) baik yang bersifat
bilateral regional, dan multilateral;
h)Fasilitasi Pengembangan Destinasi pariwisata unggulan berbasis alam,
sejarah, budaya, dan olahraga dengan target terselenggaranya 90
kegiatan dukungan pengembangan kepariwisataan di 15 destinasi
unggulan pariwisata;
i)Peningkatan Kegiatan Meeting, Incentives, Conferences and Exhibitions
(MICE) dengan target terselenggaranya 15 kegiatan fasilitasi
penyelenggaraan MICE di dalam negeri dan di luar negeri;
j)Pengembangan sarana dan prasarana promosi pariwisata dengan target
terselenggaranya 100 kegiatan promosi melalui media cetak dan
elektronik yang digunakan dalam pemasaran pariwisata Indonesia;
k)Pendukungan pengembangan kebijakan pemasaran dan promosi pariwisata
daerah dengan target terselenggaranya 48 kegiatan dukungan promosi
pariwisata dalam rangka partisipasi event di 33 provinsi;
l)Pengembangan kebijakan SDM kebudayaan dan pariwisata nasional dengan
target terselenggaranya diklat peningkatan kompetensi untuk 1.000
pelaku kepariwisataan di 15 destinasi pariwisata unggulan;
m)Pendukungan pengembangan kapasitas pengelolaan kebudayaan dan
kepariwisataan dengan target terselenggaranya diklat aparatur
pemerintah daerah untuk 990 peserta bidang kebudayaan dan
kepariwisataan di 33 provinsi.
Fokus 3. Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional
a)Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Pertanian dan
Pengembangan Kawasan dengan target (1) Terlaksananya pengawalan
peningkatan produksi & produktivitas komoditas serealia dan kabi di 33
provinsi, (2) Pengembangan kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi
jalar di 100 kab, (3) Pengembangan tanaman pangan unggulan lokal
(shorgum, gandum, tal; (1) Peningkatan produksi, produktivitas dan
mutu produk hortikultura melalui penerapan GAP di 33 provinsi, (2)
berkembangnya 32 komoditas hortikultura di 29 provinsi, 90 kab /kota,
(3) terselenggaranya manajeman pengembangan hortikultura di 33
provinsi; Produksi dan distribusi 3 juta ds semen beku, Pengadaan 1829
ekor pejantan dan fasilitasi 2 Balai inseminasi buatan, serta POPT
inseminator;
b)Bantuan Benih/Bibit Sarana Produksi Pertanian dan Perbaikan Mekanisme
Subsidi Pupuk dengan target: Pertama, tersalurkannya bantuan benih
untuk SL-PTT: (1) padi non hibrida 25.000 ton (1 juta ha); (2) Padi
hibrida 750 ton (50 ribu ha), (3) jagung hibrida 1.125 ton (75.000 ha),
(4) kedelai 4.000 ton, (5) koordinasi dan pengawalan di 32 provinsi;
Kedua, terselenggaranya kegiatan operasional dalam rangka
pengembangan perbenihan (operasi BBPPM.BTPH, 29 BPSBTPH, 60 BBI,
pembinaan 1000 penangkar (5.000 ha), pembinaan & pengembangan
perbenihan di pusat dan 33 provinsi; Ketiga, perbanyakan benih
hortikultura dan operasionalisasi BBh di 32 provinsi, operasional lab
kultur jaringan di 20 provinsi dan penguatan kelembagaan BPSB TPH di
30 provinsi ditambah dengan BPMB TPH cimanggis, Bantuan benih
kepada penangkar hortikultura di 23 propinsi, 90 kab/kota,
terselenggaranya pembayaran BOP Pengawsan benih (522 orang),
terselenggaranya operasional kelembagaan perbenihan; Keempat,
pembangunan Kebun Bibit Tebu 1.200 ha, Bongkar Ratoon Tebu 3.000
Ha, KTG 1.760 Ha, Perluasan Areal Tebu 500 ha, rekrutmen dan
operasional Tenaga Kontrak Pendamping (TKP) dan Petugas Lapang
Pembantu TKP (PL-PTKP) 224 orang;
c)Peningkatan Penanganan Pasca Panen dan Pemasarana Komoditas
Pertanian dengan target revitalisasi penggilingan padi kecil 1.500 unit,
Gudang pengering padi 139 kab, Operasionalisasi Silo Jagung 56 unit,
Revitalisasi Silo 18 unit, Cold Room 24 lokasi, Lantai Jemur 138 Kab,
Revitalisasi STA dan Kemitraan 50 unit, Operasionalisasi Pasar Tani 34
lokasi, Revitalisasi LDM 10 unit, Petugas informasi; pasar 300 petugas
dan sistem informasi harga/pasar di 110 kab, Rehab pasar hewan 15
kab;
d)Penyediaan Dana Subsidi Bunga Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
e)Penyediaan Dana Subsisi Pupuk dengan target produksi Urea sebanyak 4
juta ton, SP-36 sebanyak 700 ribu ton, ZA sebanyak 600 ribu ton, NPK
sebanyak 1,5 juta ton, dan pupuk organik sebanyak 900 ribu ton
t)Penyediaan Dana Subsidi Benih dengan target padi non hibrida 95.000 ton,
jagung komposit 2.000 ton, jagung hibrida 3.000 ton dan kedelai 2.000
ton serta Cadangan benih nasional sebanyak 48.000 ton padi non
hibrida, 6.800 ton jagung hibirda dan 12.300 ton kedelai;
g)Penyediaan Dana Alokasi Khusus Untuk Mendukung Peningkatan Ketahanan
Pangan dengan target sarana dan prasarana perbenihan tanaman
Pangan, pengadaan pangan dan infrastruktur pangan;
h)Pengembangan Desa Mandiri Pangan dan Penanganan Rawan Pangan
dengan target meningkatnya kemandirian masyarakat dalam
mengatasi masalah ketersediaan, distribusi dan rawan pangan,
penguatan kelembagaan pangan di pedesaan, pengembangan sistem
kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) pada 1103 desa mandiri pangan
di 240 kab serta pemberdayaan lumbung pangan/tunda jual di 33
provinsi; pengembangan PIDRA di 14 kabupaten (3 provinsi);
i)Diversifikasi Pangan dengan target terlaksananya gerakan pangan beragam,
bergizi seimbang bersumber pangan lokal melalui peningkatan peran
412 UMKM pangan/usaha makanan tradisional, 201 SD/MI, ibu hamil,
menyusui dan balita di 32 provinsi pada 201 Kab/Kota, dan Kampanye
melalui berbagai media (cetak dan elekttonik); Peningkatan partisipasi
mahasiswa/Perguruan Tinggi dalam percepatan diversifikasi pangan;
j)Penyediaan cadangan beras pemerintah dengan target 500 ribu ton;
k)Pengembangan Pembibitan Sapi dengan target pengadaan 2.231 ekor
Brahman eks-impor dan fasilitasi 8 UPT Pembibitan;
l)Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), Penyakit Hewan,
Karantina Dan Peningkatan Keamanan Pangan dengan target (1)
Operasional BBPOPT-Jatisari, (2) Operasional BPMPT, (3)
Operasionalisasi 29 BPTPH provinsi dengan lingkup ketia meliputi 429
kab, (4) penanggulangan OPT dan dampak fenomena iklim (brigade
proteksi) di 33 provinsi, (5) pembinaan pengembangan perlindungan
tanaman di pusat dan 33 provinsi, (6) pengawasan pestisida di 33
provinsi, (7) insentif 3.051 POPT/PHP, (8) kontrak 1.300 THK-POPT;
m)Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung Pada Hewan dan
Restrukturisasi Perunggasan dengan target vaksinasi AL 50 jt ds,
Biosecuriti 600 rr ltr Depopulasi, Kompensasi 200rb ekor dan Penataan
unggas di pemukiman di 40 lokasi;
n)Pembangunan/Peningkatan Jaringan Irigasi dengan target seluas 68.900 ha;
o)Rehabilitasi Jaringan Irigasi dengan target seluas 239.000 ha;
p)Peningkatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif (WISMP) dengan target
terlaksananya kegiatan di 15 Propinsi, 100 Kabupaten/Kota;
q)Peningkatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif (PISP) dengan target
terlaksananya kegiatan di 6 Propinsi, 25 Kabupaten/Kota;
r)Pembangunan/Peningkatan Jaringan Rawa dengan target seluas 22.000 ha;
s)Rehabilitasi Jaringan Rawa dengan target seluas 170.000 ha;
t)Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi dengan target terpeliharanya
jaringan irigasi seluas 2.100.000 ha;
u)Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Rawa dengan target terpeliharanya
jaringan rawa seluas 535.000 ha;
v)Koordinasi, monitoring & evaluasi, stabilisasi harga bahan pokok, cadangan
pangan dan penanganan pangan strategis dengan target 6 rumusan
kebijakan stabilisasi harga bahan pokok cadangan pangan dan
penanganan pangan strategis.
Fokus 4.Peningkatan Kualitas Pertumbuhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan
a)Peremajaan Tanaman Perkebunan Rakyat dan Pengembangan Perkebunan
Komersial (Bahan Baku Energi) dengan target (1) Pengembangan Kapas
Rakyat 25.000 ha, Rekrutmen dan Operasionalisasi TKP dan PLPTKP
Kapas 164 Orang, Peremajaan Kelapa Rakyat 8.000 ha, Pengembangan
Kako Non Revit, Karet, Jambu Mete, Kopi dan Tembakau seluas 10.000
ha, pengembangan teh 300 ha, Lada 800 ha, cengkeh 700 ha dan pala
400 ha, Pengembangan komoditi spesifik (gambit, nilam, akar wangi,
wijen, jarak kepyar, panili) seluas 2.500 ha; Pengembangan Komoditi
Potensial (Kina, Pinang, Aren, dan sagu) seluas 177 Ha; Pengawalan
Revitalisasi Perkebunan (Karet, Kakao dan Kelapa sawit) seluas 529.000
ha, Rekruitmen dan Operasionalisasi TKP dan PLPTKP Revit (724 orang),
Rehab Bangunan UPP 27 unit, Sepeda Motor 181 Unit; Penguatan
Kelembagaan, Pembangunan kebun induk jarak pagar 409 ha dan
Pengutuhan Tanaman jarak Pagar seluas 2.200 ha;
Pengembangan sumber benih kakao 15 provinsi, karet 14 provinsi, kopi 15
provinsi, lada 6 provinsi, jambu mete 7 provinsi dan kelapa 8 provinsi;
(2) Meningkatnya kapasitas 183.935 TCD, mendorong terbangunnya 8
PG baru, meningkatnya overall recovery di atas 85%, areal tanam
275.000 ha, produksi hablur 2.300.000 ton, ha; Kelapa rakyat 30.000
ha; lada 800 ha. Kebun IP3;
b)Penelitian dan Diseminasi Inovasi Pertanian (PRIMATANI dan Sekolah Lapang
PTT) dengan target: Pertama, 12 formulasi kebijakan resposif
pengembang tanaman pangan. 12 varietas baru ton pangan, 4 paket
pengelolaan plasma nutfah, 8 paket data potensi SBL; 6 komponen
teknologi pengolahan tanah dan pemupukan, 5 komponen teknologi
informasi iklim, cuaca dan lingkungan pertanian; 4 kandidat padi,
tomat, kentang, kapas, transgenik, sidik jari DNA 45 ton pangan, 1
paket rumusan kebiajakan biotek pertanian, 18 BPTP penguatan
kelembagaan, metode diseminasi dan isu jalinan lokasi pengembangan
perdesaan SUID di 209 lokasi/desa primatani berbasis tanaman pangan
dan peternakan; Kedua, 24 paket teknologi sistem produksi sayuran,
buah tropika dan tanaman hias; 74 inovasi sistem produksi letupan
penyakit zoonis dan keamanan pangan; 5 paket teknologi pasca panen;
13 rekayasa alat mektan; 24 paket teknologi sistem produksi,
pemuliaan, pengelolaan plasma nutfah sayuran, buah tropika, ton mas;
74 inovasi sistem produksi ton rempah-obat, biofarmaka, kelapa, tan
serat, dan penerapan teknologi mutakhir kelapa sawit, karet, kopi,
kakao, the, kina, tebu di 24 prop; 5 galur teroak unggul, 3 paket
teknologi pakan ekonomis, 7 paket informasi antisipasi letupan penyakit
zoonosis dan keamanan pangan, 5 paket teknologi pasca panen, 13
rekayasa alat mekamsasi pertaman, 13 paket rumusan kebijakan
pengembangan agribisnis dan ekonomi pedesaan, 33 paket teknologi
spesifik lokasi, terbentuknya AIP dan SUID di 222 desa & 5.000 unit
replikasi PRIMATANI berbasis horti dan perkebunan;
c)Penyediaan Subsidi Bunga Penyediaan Energi Nabati Dan Revitalisasi
Perkebunan dengan target tersedianya subsidi bunga untuk
pembangunan, rehabilitasi dan peremajaan kebun (komoditas kelapa
sawit, kakao dan karet);
d)Mekanisasi Pertanian Pra dan Pasca Panen Penyediaan dengan target
tersalurkannya bantuan (1) pembelian traktor (R-2) 2.600 unit, (2)
bantuan alat bengkel 250 paket, (3) terselenggaranya koordinasi &
pengawalan di 32 provinsi; terselenggaranya alat dan mesin pertanian
bagi pengembangan hortikultura di 16 kawasan hortikultura di 16
kawasan hortikultura potensial, 16 provinsi, 30 kabupaten/kota;
pembangunan RPUSK. sebanyak 8 unit; kelembagaan pasca panen 45
kab, pengujian Mutu Alsintan, rehab RPH, RPU 30 kabupaten;
e)Magang Sekolah Lapang dan Pelatihan Pendidikan Pertanian dan
Kewirausahaan Agribisnis dengan target: Pertama, terselenggaranya:
(a) SL-PTT -Padi 40 ribu kel, SL-PTT padi hibrida 5.000 kelompok, SL-PTT
jagung hibrida 5.000 kelompok, SL-PTT kedelai 10.000 kelompok; (b)
SLPHT 500 unit; (c) SL-Iklim 100 unit; (d) Pelatihan penagkar benih 25
unit; (e) Pelatihan UPJA dan bengkel alsin 20 unit; Kedua,
terselenggaranya sekolah lapang (SL) penerapan GAP/SOP dan
pengendalian hama terpadu (PHT) Pada 33 provinsi; Ketiga,
terselenggaranya magang pada 125 kelompok SL-PHT Perkebunan;
Keempat, terdidik dan terlatihnya 10.000 petugas, petani/calon petani
di bidang pertanian dan kewirausahaan agribisnis;
f)Peningkatan Sistem Penyuluhan dan Sumberdaya Manusia Pertanian serta
Pengembangan Kelompok Tani dengan target (1) Biaya operasional
31.379 orang penyuluh PNS dan 26.000 penyuluh kontrak; Fasilitasi
pembangunan/renovasi BPP dan kegiatan penyuluhan melalui Farmer
Empowerent Through Agricultural Technology and Information (FEATI) di
71 kabupaten/18 provinsi. Pembinaan 100.000 Poktan dan 3.200
Gapoktan; (2) Pemberdayaan Kel. Tani 50 paket, Sekolah Lapang 50
paket, PIP 50 paket;
g)Pembinaan dan pengembangan sistem usaha perikanan dengan target
terbinanya dan berkembangnya sistem usaha perikanan di 33 provinsi;
pelayanan usaha penangkapan di 21 UPT pelabuhan perikanan; 10
klaster industri perikanan; 6 lokasi buffer stock rumput laut; serta
sertifikasi 1.500 persil lahan nelayan;
h)Peningkatan mutu dan pengembangan pengolahan hasil perikanan dengan
target pengembangan sistem rantai dingin di 33 provinsi, penerapan
Program Manajemen Mutu Terpadu (PPMT) di 33 provinsi,
pengembangan sentra pengolahan hasil perikanan di 10 lokasi,
meningkatnya kompetensi dan kapasitas 39 Laboratorium
Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) dan
tersusunnya 20 SNI.;
i)Pengembangan dan penyelengggaraan karantina perikanan dan sistem
pengelolaan kesehatan ikan dengan target terselenggaranya sistem
pengelolaan kesehatan ikan di 33 provinsi dan berkembangnya 43 UPT
Karantina Perikanan;
j)Penyelenggaraan revitalisasi perikanan dengan target penerapan sertifikasi
cara budidaya ikan yang baik di 350 kab/kota, intensifikasi usaha
budidaya perikanan 871.000 ha, introduksi benih unggul, peningkatan
tenaga pendamping teknologi, pengembangan seaweed center di
Lombok, verifikasi unit pengolahan ikan di 33 provinsi, penanggulangan
penggunaan bahan kimia berbahaya di 21 lokasi, terbentuknya otorita
kompeten tingkat provinsi di 6 lokasi, berkembangnya sarpras
pengolahan dan pemasaran di 6 pelabuhan perikanan.;
k)Penyediaan subsidi pupuk dan benih ikan dengan target tersalurkannya
subsidi (pengganti selisih harga) benih udang, nila, rumput laut, patin,
kakap, lele, ikan mas, dan gurame di 33 Provinsi;
l)Penyediaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kelautan dan Perikanan dengan
target meningkatnya sarana dan prasarana produksi perikanan tangkap
dan budidaya, peningkatan mutu, pengolahan, pemasaran hasil
perikanan, pengawasan, serta pemberdayaan di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil;
m)Pengelolaan sumber daya perikanan secara bertanggung-jawab dan
berkelanjutan dengan target terkelolanya sumberdaya ikan secara
bertanggung jawab dan berkelanjutan di 10 lokasi Wilayah Pengelolaan
Perikanan (WPP);
n)Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana perikanan serta
input produksi lainnya dengan target pengembangan/ rehabilitasi dan
bantuan operasionalisasi 21 UPT Pelabuhan Perikanan, dan 25
pengkalan pendaratan ikan (PPI); serta beroperasinya syahbandar di 41
lokasi, 53 balai benih ikan dan balai benih udang;
o)Penguatan dan pengembangan pemasaran da1am negeri dan ekspor hasil
perikanan dengan target terfasilitasinya kerjasama antar lembaga
pemasaran, berkembangnya sarpras pemasaran di 25 lokasi,
terselenggaranya promosi dan diplomasi pemasaran di 3 kawasan pasar
ekspor, terse1enggaranya sosialisasi gemar makan ikan di 33 provinsi,
dan terselenggaranya pembinaan eksportir;
p)Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan dan Peningkatan Sistem
Penyuiuhan dengan target berkembangnya SDM kelautan dan
perikanan melalui 12 Sekolah/Akademi/Sekolah Tinggi dan 6 Ba1ai
pelatihan, serta perkuatan sistem penyuluhan perikanan dan
pengembangan 3.000 orang penyuluh, operasional 10 unit perahu
penyuluh dan 1 unit kapal latih;
q)Pengembangan rekayasa teknologi terapan perikanan dengan target
dihasilkannya 8 paket teknologi terapan penangkapan ikan, 12
teknologi terapan budidaya perikanan dan 26 teknologi produk bernilai
tambah tinggi;
r)Pengembangan Sistem Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya
Kelautan dan Perikanan dengan target terselenggaranya 180 hari
operasi terpadu, operasional 23 kapal pengawas, terbentuknya 88
POKMASWAS, terselenggaranya pentaatan & penegakan hukum,
pengembangan 5 UPT, tersedianya sarana dan prasarana pengawasan;
s)Pengembangan Pengelolaan Pemanfaatan Hutan Alam dengan target 30
Unit IUPHHK bersertifikat PHPL mandatory; 50 unit HPH me1aksanakan
sistem silvikultur intensif;
t)Pengelolaan Hutan Produksi yang tidak Dibebani Hak/Ijin Pemanfaatan
dengan target Terbentuknya HPH, HTI, dan HTR seluas 3,2 juta ha pada
kawasan yang belum dibebani hak/ijin dalam bentuk IUPHHK-HA,
IUPHHK-HT, HTR dan IUPHHBK.;
u)Pengembangan Hutan Tanaman dan Hutan Tanaman Rakyat dengan target
pembangunan HTI seluas 300.000 ha, dan HTR seluas 300.000 ha;
v)Pengembangan Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat
dengan target pengembangan HTI se1uas 1,3 juta ha; dan
terselenggaranya pengembangan HTI dan HTR melalui skema BLU;
w)Perencanaan dan Pengembangan Hutan Kemasyarakatan dengan target
terfasilitasinya perijinan seluas 400.000 ha di 25 provinsi;
x)Restrukturisasi Industri Primer Kehutanan dengan target peningkatan
produksi industri pengolahan dan pemasaran hasil hutan sebesar 5%;
diversifikasi produk olahan;
y)Pengembangan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dengan target
terbentuknya sentra HHBK (bambu seluas 2.605 ha di 12 provinsi,
sutera alam seluas 160 ha, sentra rotan seluas 250 ha, sentra gaharu
800 ha, sentra madu 12 unit) serta sentra HHBK unggulan seluas 250
ha.;
z)Pengembangan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam dengan target
meningkatnya pengembangan hutan kota, meningkatnya produk
tumbuhan dan satwa liar (TSL) dan jasa lingkungan 2% dari tahun 2008,
dan meningkatnya budidaya dan penangkaran TSL;
aa)Perencanaan, Pembangunan, dan Kelembagaan Hutan Rakyat dengan
target terselesaikannya pengembangan model rehabilitasi DAS;
Terlaksananya monitoring dan evaluasi daerah rawan bencana (banjir,
longsor, biofisik, sosek).

Fokus 5.Peningkatan Kapasitas Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan


Iklim Global
a)Integrasi Tanaman-Ternak, Kompos, dan Biogas dengan target: Pertama,
tersalurkannya bantuan untuk pembuatan pupuk organik di 300
kelompok tani; (2) 150 unit rumah kompos; (3) terselenggaranya
koordinasi dan pengawalan dalam pengembangan pupuk organik di 33
provinsi; Kedua, pengembangan Integrasi Kelapa Sawit Ternak 12
Paket, Kakao ternak 4 paket dan Kopi ternak 3 paket; Ketiga, Batamas
sapi potong/perah 200 klp dan Denplot 30 klp;
b)Pengembangan Pertanian. Organik dan Pertanian Berkelanjutan dengan
target: (1) Berkembangnya hortikultura organik di 6 provinsi,
penanganan daerah rawan longsor di 15 kab/kota pada 5 provinsi; (2)
Diterbitkannya sertiftkasi 30 produk pertanian, pembinaan mutu 33
provinsi, Operasionalisasi OKKPD, OKPO, Berkembangnya usaha
pengolahan kompos dan biogas di 100 kab;
c)Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dengan target
Terlaksananya kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di 7
wilayah pesisir (pantai Barat Sumatera, Pantai Utara Jawa, Sulawesi,
Maluku, Bali, NTB, dan NTT);
d)Peningkatan Pengelolaan TPA/Sanitary Landfill/Sistem Regional dengan
target terlaksananya peningkatan pengelolaan TPA/sanitary
landfill/sistem regional di 86 kabupaten/kota;
e)Pengembangan pengelolaan konservasi laut dan perairan dengan target
berkembangnya pengelolaan kawasan konservasi laut daerah (KKLD) di
26 lokasi dan 2 UPT konservasi;
f)Pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang, mangrove, padang lamun,
estuari dan teluk dengan target terkelolanya dan terehabilitasinya
terumbukarang di 15 kab /kota dan 8 provo serta 16 Kab /kota;
g)Pengelolaan Taman Nasional Model dengan target terwujudnya
kelembagaan pengelolaan kolaboratif di 21 taman nasional model,
terlaksananya pengembangan 3 TN dalam rangka DNS;
h)Rehabilitasi Lahan Kritis dan Prioritas dengan target perencanaan Gerhan
seluas 1,3 juta ha di lahan kritis , DAS prioritas tahun sebelumnya.
i)Perencanaan dan Pembinaan Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
dengan target terbangunnya sumber benih seluas 1.500 ha di 12
provinsi, terselenggaranya RHL sebagai pengendali banjir di
Jabodetabekjur; serta terselenggaranya rehabilitasi lahan gambut di
Provinsi Kalimantan Tengah;
j)Pengendalian kebakaran hutan dan lahan dengan target: (a) terlaksananya
pencegahan dan pengendalian kebakaran di 10 provinsi rawan 314
daops; dan (b) menurunnya hot spot 0-10% dari tahun 2006;
k)Pengamanan Hutan dengan target operasi pengamanan hutan di 10
provinsi; penyelesaian kasus hukum kejahatan kehutanan 50 % dari
kasus yang ditangani Dephut;
l)Pengendalian Pencemaran Lingkungan dengan target menurunnya beban
pencemaran lingkungan dari berbagai sumber pencemaran terkait
perubahan iklim, terutama meningkatnya status ketaatan 650 industri
terhadap pengendalian pencemaran lingkungan, pengendalian
pencemaran emisi kendaraan bermotor di 16 kota, pemantauan Udara
Ambien Kontinyu (AQMS) di 10 kota dan Passive Sampler di 30 kota,
pengendalian pencemaran air, serta reduksi timbunan sampah melalui
pelaksanaan 3R (reduce, reuse, recycle);
m)Pengendalian Kerusakan Lingkungan dengan target meningkatnya
kapasitas dalam meningkatkan upaya pengendalian dampak perubahan
iklim di pusat dan daerah, serta pengendalian kerusakan lingkungan
daerah berbagai kegiatan, termasuk pengawasan dan sistem insentif
melalui Program Menuju Indonesia Hijau (MIH), serta terlaksananya
penghapusan 30 metrik ton BPO di sektor chiller dan metered dose
inbealer (MDI);
n)Penyedian Dana Alokasi Khusus untuk Mendukung Pengendalian
Pencemaran Lingkungan dengan target tersedianya sarana dan
prasarana kelembagaan dan sistem informasi pemantauan,
pengendalian pencemaran lingkungan, dan perlindungan sumber daya
air di 434 kab/kota;
o)Pengembangan Sistem Observasi dan Telekomunikasi dengan target
terbangunnya sistem observasi dan telekomunikasi serta instrumentasi
dan kalibrasi, 3 paket;
p)Pengembangan Sistem Data dan Informasi Klimatologi, Meteorologi dan
Geofisika dengan target terbangunnya sistem data dan informasi
meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika, 3 paket;
q)Pengembangan Penelitian Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika dengan
target tersusunnya laporan deteksi dan skenario perubahan iklim serta
dampaknya di 33 provinsi dan model prakiraan trayektori polutan
udara, di 6 kota besar, serta terlaksananya validasi AWS 7 sensor dalam
rangka uji model numerik cuaca skala nasional dan provinsi;
r)Meteorological Early Warning System (MEWS) dengan target terbangunnya
sistem peralatan MEWS yang meliputi 2 unit radar cuaca dan ground
satelite receiver di 3 takagi, AWS 33 lokasi dan automatic rain gauge di
11 lokasi serta 1 set sistem komunikasi dan integrasi;
s)Penguatan Kapasitas Kelembagaan dan Koordinasi Penataan Ruang Dalam
Rangka Mendukung Upaya Pengendalian Penataan Ruang
dengan'target tersedianya tenaga yang memiliki pemahaman dan
pengetahuan untuk mengelola penataan ruang di Provinsi dan kab/kota,
terciptanya hubungan dan koordinasi yang baik antara pemerintah
pusat dalam proses penataan ruang;
t)Penguatan Koordinasi Dalam Rangka Mendukung Upaya Pengendalian
Penataan Ruang di Pusat dan Daerah dengan target meningkatkan
koordinasi penataan ruang dan pemantapan kelembagaan BKTRN dan
BKPRD;
u)Operasionalisasi RTR Pulau, RTRWN, RTRWP, RTR Kab/Kota dengan target
terselenggaranya operasionalisasi RTRWN, RTR Pulau, RTRWP, RTR
kab/kota serta terselenggaranya forum lintas pelaku penataan ruang;
v)Pembinaan Manajemen Penyelenggaraan Penataan Ruang dengan target
terselenggaranya pembinaan manajemen penyelenggaraan penataan
ruang dalam rangka mendukung turbinlakwas penataan ruang;
w)Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang dengan target tersedianya peta
dasar rupabumi 1 :50 K Papua dan Pantai Barat Sumatera;
x)Pembangunan Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) dengan target
dukungan kegiatan JBIC Loan, data utilisasi, networking, PMO, IGTE dan
kerjasama ASEAN;
Kegiatan Konsultan service I, Konsultan Service II Networking, Data Akuisisi
dan Produksi;
y)Pemetaan Batas Wilayah dengan target terselenggaranya kajian dan
pemetaan Batas Internasional, dokumen submisi klaim LKI diluar 200
nm, kajian dan pemetaan geopolitik perbatasan nasional, regional dan
global; Kajian dan pemetaan batas maritime Indonesia dengan 10
negara tetangga; Survei, demarkasi dan pemetaan darat dengan PNG,
RDTL, dan Malaysia serta pemeliharaan tanda batas negara dan
pemetaan etnik perbatasan, fasilitasi dan penyediaan peta batas dan
wilayah pemerintahan daerah serta kajian penyelesaian konflik batas
antar daerah;
z)Pengembangan Sistem Manajemen Penanganan Bencana dengan target 7
paket;
aa)Penanggulangan Pasca Bencana dan Kerusuhan Sosial dengan target 2
paket;
Fokus 6.Revitalisasi Industri Manufaktur
a)Peningkatan Iklim Usaha Industri dengan target fasilitasi pemerintah
terhadap 30 klaster industri dan pengembangan kompetensi inti industri
daerah di 70 kabupaten/kota;
b)Restrukturisasi Permesinan Industri Restrukturisasi dengan target
restrukturisasi teknologi process dan teknologi energi bagi 90
perusahaan termasuk revitalisasi industri gula;
c)Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri dengan target tersedianya
data Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) bagi 300 produk serta 1
kali Pameran Produksi Indonesia Tingkat Nasional;
d)Fasilitasi Pengembangan Kawasan Industri dengan target 8 kawasan dan 4
paket penyiapan pengembangan kawasan;
e)Pengembangan IKM Unggulan Daerah dengan target pembinaan IKM
dengan metoda OVOP di 33 propinsi, 80 kabupaten/kota;
f)Revitalisasi Sentra-sentra IKM dan Fasilitasi Layanan UPT dengan target 20
sentra IKM dan operasi layanan di 40 UPT
g)Pengembangan Industri Bahan Bakar Nabati dengan target 20 unit pabrik
pengolahan;
h)Pengembangan Standardisasi Industri dengan target penyusunan 152
Rancangan SNI;
i)Pembinaan dan Pemanfaatan Teknologi Industri dengan target
pengembangan 10 produk substitusi pangan;
j)Pengembangan Teknologi Baru dan Aplikasi ke Industri dengan target 4
teknologi baru;
k)Penerapan Standardisasi, Akreditasi, dan Peningkatan Mutu dengan target
perapan SNI di 100 perusahaan.
Fokus 7.Meningkatkan Produktivitas dan Akses UKM Kepada Sumberdaya
Produktif
a)Penyusunan/Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan yang
Berkaitan dengan Koperasi dan UMKM dengan target 5 paket;
b)Koordinasi dan Sinkronisasi Pelaksanaan Penyusunan Kebijakan
Pemberdayaan UMKM dengan target 2 rekomendasi kebijakan, 5
laporan koordinasi kebijakan pemberdayaan UMKM;
c)Fasilitasi Pengembangan UKM Berbasis Teknologi dengan target 59
koperasi;
d)Koordinasi Fasilitasi Pengembangan UKM Berbasis Teknologi dengan target
tersusunnya paket rekomendasi kebijakan mengenai pengembangan
UMKM berbasis teknologi didaerah-daerah;
e)Pengembangan Inovasi UMKM berbasis Teknologi dengan target 3 paket
kegiatan UMKM inovatif;
f)Pengembangan Pemasaran Produk dan Jaringan Usaha KUKM dengan target
5.000 KUKM;
g)Pengembangan Jaringan Antar LKM/KSP dengan target 25 jaringan;
h)Percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah dengan target 47.500 bidang
tanah UKM;
i)Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan dengan target
berkembangnya wilayah perbatasan melalui 56 kelompok masyarakat
di 25 kabupaten.
Fokus 8.Perluasan Kesempatan Kerja dan Pengembangan Kompetensi Tenaga
Kerja
a)Peningkatan Fungsi dan Revitalisasi BLK Menjadi Lembaga Pelatihan
Berbasis Kompetensi dengan target terwujudnya 11 BLK (UPTP)
percontohan dan fasilitasi pelatihan berbasis kompetensi di 33 BLK
(UPTD);
b)Percepatan Pengakuan/Rekognisi Sertifikasi Kompetensi Tenaga Kerja
dengan target terlaksananya sertifikasi melalui uji kompetensi bagi
50.000 tenaga kerja;
c)Penyelenggaraan Pelatihan Pemagangan Dalam Negeri dan Luar Negeri
(penyelenggaraan Pelatihan Pemagangan Penganggur) Usia Muda
Terdidik dengan target terselenggaranya pemagangan bagi 10.000
orang tenaga kerja terdidik;
d)Pemberian Dorongan dan Penyempurnaan Pelaksanaan Negosiasi Bipartit
dengan target terwujudnya proses negosiasi upah, kondisi kerja dan
syarat kerja;
e)Penyelenggaraan Padat Karya Produktif dengan target di 45 kabupaten/kota
di Pulau Jawa;
f)Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan target
berkurangnya angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di
sektor industri;
g)Konsolidasi Program-Program Perluasan Kesempatan Kerja dengan target
terlaksananya sinergi program APBN untuk memperluas kesempatan
kerja di 33 provinsi;
h)Fasilitasi Pendukung Pasar Kerja, Melalui Peningkatan Kelembagaan,
Peningkatan Informasi, Penyelenggaraan Bursa Kerja dengan target
tersedianya infonnasi pasar kerja di 146 kabupaten/kota;
i)Peningkatan Pelayanan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri dengan
target terfasilitasinya 500.000 TKI yang bekerja di luar negeri di 20
provinsi;
j)Penguatan Kelembagaan Badan Penyelenggara Tenaga Kerja Indonesia
dengan target terselenggaranya proses rekrutmen calon TKI di 15
provinsi.

EKONOMI - dengan fokus stabilisasi


Fokus 9.Stabilitas Harga dan Pengamanan Pasokan Bahan Pokok
a)Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengelolaan energi termasuk energi
alternatif dengan target 6 laporan kegiatan, 6 rumusan kebijakan
pengelolaan energi termasuk energi alternatif;
b)Pengembangan Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP) dengan target
pemberdayaan Gapoktan di daerah sentra produksi pangan dalam
rangka peningkatan ketahanan pangan (gabah 38 ribu ton dan jagung
20 ribu ton);
c)Pembangunan dan pengembangan sarana distribusi dengan target
pembangunan satu paket sistem informasi pasokan dan permintaan
serta harga bahan pokok nasional;
Pengembangan pasar Percontohan yang bersih dan nyaman sebanyak 10
unit; dan partisipasi dalam pembangunan pasar turi;
d)Peningkatan Pengawasan Barang Beredar dan Jasa dengan target
operasionalisasi pengawasan barang beredar dan jasa untuk 3
kelompok komoditi; Pengembangan SDM PPBJ dan PPNS PK sejumlah
300 orang.
Fokus 10.Sinkronisasi Kebijakan Fiskal dan Moneter
a)Penyusunan & Evaluasi Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal dan Kerangka
Ekonomi Makro dengan target tersusunnya 14 laporan evaluasi
pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
b)Penyusunan/Penyempurnaan Peraturan Perundang di Sektor Keuangan
dengan target tersedianya 8 RUU dan 38 peraturan yang menjamin
kepastian hukum, perlindungan terhadap nasabah/investor/pelaku
pasar, kelembagaan yang efisien dan pruden, serta harmonisasi
peraturan dengan standar internasional termasuk Arsitektur Keuangan
Indonesia (ASKI) serta pengembangan Sistem Peringatan Dini Sektor
Keuangan;
c)Peningkatan koordinasi stabilisasi ekonomi makro dan keuangan baik di
pusat maupun di daerah dengan target 16 laporan koordinasi,
monitoring, dan evaluasi kebijakan stabilisasi ekonomi dan keuangan.
Fokus 11. Pengamanan APBN
a)Pengelolaan Risiko Fiskal dengan target tersedianya laporan tentang
pengelolaan resiko fiskal;
b)Pemantapan Modernisasi Administrasi Perpajakan dengan sasaran (1)
tersedianya Perangkat Teknologi Informasi Perpajakan, (2)
terbentuknya 4 DPC (Data Processing Center), dan (3) tersedianya
Sistem Informasi Pajak.

INFRASTRUKTUR DAN ENERGI


Fokus 12.Dukungan Infrastruktur Bagi Peningkatan Daya Saing Sektor Riil
A. Bidang Sumber Daya Air
a.)Pembangunan Waduk, Embung, Situ dan Bangunan Penampung Air Lainnya
dengan target terlaksananya kegiatan pembangunan 6 waduk dan 17
embung;
b)Rehabilitasi Waduk, Embung, Situ dan Bangunan Penampung Air Lainnya
dengan target terlaksananya rehabilitasi 5 waduk, 20 embung, situ dan
bangunan penampung air lainnya;
c)Operasi dan Pemeliharaan Waduk, Embung, Situ dan Bangunan Penampung
Air Lainnya dengan target terpeliharanya 23 waduk, embung, situ dan
bangunan penampung air lainnya;
d)Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (WISMP) dengan
target terlaksananya peningkatan pengelolaan sumber daya air wilayah
sungai di 15 UPT dan 54 UPTD;
e)Pembangunan Sarana/Prasarana Pengendali Banjir dengan target
terlaksananya kegiatan pembangunan sarana/prasarana pengendali
banjir sepanjang alur sungai 237,37 km;
f)Pembangunan Sarana/Prasarana Pengaman Pantai dengan target
terlaksananya kegiatan pembangunan sarana/prasarana pengaman
pantai sepanjang 47,25 km;
g)Penanggulangan Bencana/Tanggap Darurat dengan target terlaksananya
kegiatan tanggap darurat bencana di daerah industri dan pusat-pusat
perekonomian;
h)Pembangunan Sarana / Prasarana Pengendalian Lahar Gunung Berapi
dengan target terlaksananya kegiatan pembangunan sarana/prasarana
pengendali lahar gunung berapi sebanyak 12 unit;
i)Rehabilitasi Sarana Prasarana Pengamanan Pantai dengan target sepanjang
4,45 km;
j)Pemeliharaan Prasarana Pengamanan Pantai dengan target terpeliharanya
prasarana pengamanan pantai sepanjang 1,5 km.
B. Bidang Energi
a)Pembangunan jaringan transmisi dan distribusi gas, penyusunan regulasi
dan kebijakan pendukung dengan target terbangunnya jaringan
transmisi dan distribusi gas bumii Jakarta;
b)Pembinaan / Koordinasi / Pelaksanan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
dengan target fasilitasi percepatan pengembangan Bahan Bakar Nabati.
C. Bidang Ketenagalistrikan
a)Pelayanan Usaha Ketenagalistrikan dengan target terwujudnya penyiapan
bahan perizinan usaha penyediaan tenaga listrik, pembinaan dan
pengawasan pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik,
monitoring dan evaluasi perkembangan pelaksanaan kegiatan PIUKU
sementara, monitoring penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga
listrik oleh pemegang IUKU, penyusunan pedoman pola kerjasama
pengawasan pemegang IUKU, dengan Perda dan Instansi Terkait,
Penyusunan pedoman mekanisme perizinan usaha distribusi TL,
terkoordinasinya pelaksanaan perizinan dengan Pemda;
b)Penyiapan Informasi dan Bimbingan Teknis Ketenagalistrikan dengan target
Terlaksananya rekonsiliasi informasi, analisa, dan evaluasi data
ketenagalistrikan, tersedianya analisa dan evaluasi beban harian
Jawa-Bali, terselenggaranya bimtek dan evaluasi terhadap program
pembangunan ketenagalistrikan, tersosialisasi perencanaan program
pembangunan ketenagalistrikan Lisdes, Ikitring dan Pemda;
c)Penyelenggaraan Kerjasama Ketenagalistrikan dengan target
terselenggaranya pertemuan internasional APEC EWG,
Indonesia-Belanda, ASEAN SSN, Terwujudnya fasilitasi pertemuan
bilateral antara Indonesia dg Belanda, Jepang (JICA) dan Korea (KOICA),
Terwjudnya Fasilitasi pertemuan regional pada forum APEC, ACD, ASEM
dan EAS, Terwujudnya fasilitasi kegiatan energi dan ketenagalistrikan
pada sub sector network dan working group ASEAN, Terfasilitasinya
pertemuan SOME-AMEM ke 27, Terfasilitasinya pelaksanaan pertemuan
ACE governing Cauncil, Terlaksananya review terhadap implementasi
program kerjasama energi dan ketenagalistrikan, Tersusunnya program
kerjasama pengelola pembangkit listrik non komersial;
d)Pengaturan dan Pengawasan Usaha Ketenagalistrikan dengan target
monitoring kesiapan dan kecukupan bahan bakar pembangkit tenaga
listrik, monitoring dan review pelaksanaan aturan jaringan tenaga listrik
sit. Jawa bali dan sumatra, peningkatan efisiensi pengusahaan dan
pelayanan tenaga listrik TA.2009, tersusunnya aturan jaringan tenaga
listrik Wilayah PT Cikarang Listrindo TA.2009, kajian pemanfaatan
bersama jaringan tenaga listrik (power wheeling) dalam usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, tersusunnya
aturan jaringan tenaga listrik sistem kalimantan, tersusunnya aturan
jaringan tenaga listrik wilayah PT PLN Batam TA 2009;
e)Pembangunan Transmisi, Distribusi, Pembangkit Listrik dan memfasilitasi
Pembangunan atau Pengembangan Fasilitas Ketenagalistrikan Yang
Dilakukan Badan Usaha, Pemda dan Masyarakat dengan target fasilitasi
percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000MW, pembangunan
fasilitas ketenagalistrikan yang menggunakan dana pinjaman luar
negeri yg diteruspinjamkan kepada PT. PLN, serta pembangunan listrik
swasta (IPP);
f)Penyiapan Program Ketenagalistrikan dengan target termonitornya
pemanfaatan potensi sumber energi primer pembangkitan,
termonitornya penanganan daerah krisis TL, termonitornya
pengembangan jaringan tenaga listrik (TL) terkait program 10.000 MW,
terupdatenya RUKN, terevaluasinya pembangunan TL jangka
menengah/panjang, tersusunnya pola kebutuhan dan prioritas
pembangunan JTM/JTR, tersusunnya investasi penyediaan TL,
terkooordinirnya pelaksanaan pembangunan Power Transmission
Improvement, tersusunnya harga satuan biaya khusus (HSBK) satker
lisdes, terpantaunya pelaksanaan pendanaan pembanguna TL,
terlaksananya Pembinaan dan Pengembangan Program
Ketenagalistrikan;
g)Induk Pembangkit dan Jaringan dengan target melanjutkan pembangunan
jaringan transmisi dan distribusi meliputi 275 kV sepanjang 150 km; 175
kV sepanjang 150 km; 150 kV sepanjang 1450 km; gardu induk 18
lokasi, dan melanjutkan pembangunan beberapa pembangkit PLTU, di
w11ayah distribusi Sumatera, Aceh, Sumbagsel, Jawa Bali dan Nusa
Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi (peningkatan ini ditujukan untuk
mempercepat dan memenuhi penyelesaian pembangunan jaringan
transmisi 10.000 MW guna menunjang iklim daya saing perekonomian
nasional);
h)Penyusunan Regulasi Perlindungan Konsumen Listrik dengan target fasilitasi
pengaduan konsumen listrik/masyarakat TA 2009, pembinaan dan
pengawasan tingkat mutu pelayanan penyedia tenaga listrik kepada
masyarakat TA 2009 kepada masyarakat TA 2009;
i)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Standardisasi Ketenagalistrikan dengan
target tersusunnya rumusan rancangan SNI bidang ketenagalistrikan,
terselenggaranya forum konsensus rancangan SNI bidang
ketenagalistrikan, terwujudnya kalibrasi alat ukur listrik dalam rangka
SKB Peneraan, terwujudnya kerjasama internasional standardisasi
ketenagalistrikan, terlaksananya pengukuran dan perhitungan losses
teknis jaringan TL;
j)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Kelaikan Teknik dan Keselamatan
Ketenagalistrikan dengan target terlaksananya inspeksi
ketenagalistrikan, terlaksananya sertifikasi baik operasi (SLO) ,
terfasilitasinya tim keandalan sistem TL, tersebarnya informasi
keselamatan ketenagalistrikan, tersusunnya pedoman pengawasan
SLO;
k)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan
dengan target tersusunnya rumusan standar kompetensi sektor
ketenagalistrikan, tersusunnya pedoman kualifikasi standar kompetensi
tenaga teknik ketenagalistrikan, terlaksananya pengawasan sertifikasi
kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan, terwujudnya penetapan
dan pemberlakuan standar kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan,
terwujudnya forum konsensus standar kompetensi tenaga teknik
ketenagalistrikan;
l)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Usaha Penunjang Ketenagalistrikan
dengan target terciptanya Lembaga dan Badan Usaha Penunjang
Tenaga Listrik dalam negeri yang mampu mendukung kemandirian
nasiona1 dalam pembangunan sektor ketenagalistrikan, tersusunnya
pedoman tentang kriteria dan tata cara penilaian Barang dan Jasa
Produksi Dalam Negeri (PDN) pada PLTA, PLTG, tersusunnya pedoman
pemeriksaan dan pengujian pemanfaatan jaringan Tenaga Listrik untuk
kepentingan Telematika, tersusunnya Pedoman Sertifikasi dan
Regristrasi Badan Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (BUJPTL),
terlaksananya Konvensi Hasil Penyusunan Pedoman Sertifikasi dan
Regristrasi Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik, tersedianya data
dan daftar Badan Usaha Jasa Penunjang Ketenagalistrikan di Indonesia
yang dapat diakses masyarakat;
m)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Hubungan Komersial Ketenagalistrikan
dengan target peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku usaha
dalam Bisnis Tenaga Listrik, koordinasi pelaksanaan penyidikan kasus
tindak pidana pemakaian listrik ilegal, penelaahan aturan pelaksanaan
hubungan komersial di bidang UPTL, fasilitasi penyelesaian perselisihan
dalam usaha penyediaan tenaga listrik;
n)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Harga dan Subsidi Listrik dengan target
penyusunan pedoman mekanisme verifikasi susut jaringan dan BPP
dalam proses perhitungan subsidi listrik, penyusunan pedoman
penetapan harga jual listnk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
(PLTP) dan energi terbarukan yang dijual kepada PKUK, penyusunan
pola dan mekanisme penetapan harga jual tenaga listrik dan sewa
jaringan tenaga listrik antar negara, penyusunan mekanisme penetapan
tarif dan database potensi daerah dalam rangka penerapan tarif listrik
regional, monitoring dan eva1uasi penyelesaian tunggakan rekening
listrik yang disediakan PKUK, pemantauan dan verifikasi usulan harga
beli tenaga listrik dari IPP, monitoring dan penghitungan BPP dan
TDL-PLN.
D.Bidang Pos Dan Telematika
a)Penyusunan/Pembaharuan Kebijakan, Regulasi, Kelembagaan Industri Pos
dan Telematika dengan target (1) RUU Pos, (2) Rancangan awal revisi
UU Telekomunikasi, (3) Hasil penataan stasiun penyiaran berjaringan
dan pemantauan perijinan penyiaran, (4) Peraturan pelaksana UU
Informasi dan Transaksi Elektronik, (5) RUU Cyber Crime, dan (6) RUU
Ratifikasi Convention on Cyber Crime.
b)Peningkatan Standarisasi dan Sertifikasi Pelayanan, Keahlian SDM,
Perangkat dan Sistem Pos dan Telematika dengan target (1) prototipe
produk telekomunikasi radio Broadband Wireless Access dan (2)
regulasi tentang Tingkat Kandungan Lokal Produk Telekomunikasi
Dalam Negeri;
c)Peningkatan Literasi Masyarakat terhadap Teknologi Informasi dan
Komunikasi (e-Literary) dengan target (1) perangkat TIK tahap 2
(komputer dan jaringan, internet, data center, instalasi) di Kota Jogja,
Bantul, Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul, (2) konsep rencana roll
out sistem e-learning, (3) gedung beserta perangkat keras TIK
(penyediaan, instalasi, dan pengintegrasian), perangkat lunak, dan
sistem untuk ICT Training Center di UIN;
d)Pengembangan dan Pemanfaatan Aplikasi Teknologi Informasi dan
Komunikasi dengan target (1) kebijakan migrasi, aplikasi dan
infrastruktur open source; (2) Model Community Access Point (CAP)
versi 2.0 kemitraan, (3) warung masyarakat informasi di 50 lokasi, (4)
sistem dan prosedur pelaksanaan Certification of Authority, (5) aplikasi
sistem early warning.
e)Peningkatan Jangkauan, Kapasitas dan Kualitas Infrastruktur dan Layanan
Pos dan Telematika dengan target: (1) hasil pemantauan pembangunan
Jaringan Palapa Ring; (2) penyelenggara Broadband Wireless Access; (3)
sarana laboratorium simulasi pengaman dan pengawasan jaringan
internet; (4) gedung ICT Training Center di Jababeka; (5) jadwal migrasi
sistem penyiaran dari analog ke digital; (6) Dukungan ID SRITII dalam
rangka pengamanan infrastruktur komunikasi data Pemilu 2009; dan (7)
Pemancar televisi dan radio.
E. Bidang Permukiman dan Perumahan
a)Pembangunan Sarana dan Prasarana Pembuangan Air Limbah Sistem
Terpusat dengan target terlaksananya Pembangunan Sarana dan
Prasarana Pembuangan Air Limbah Sistem Terpusat di 30 kawasan dan
4 kota;
b)Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum Pada Kawasan Strategis
dengan target terlaksananya Pembangunan Sarana dan Prasarana Air
Minum Pada Kawasan Strategis di 168 kawasan dan 40 kab/kota;
c)Pengembangan Sistem Drainase dengan target terlaksananya
Pengembangan Sistem Drainase di 33 kab/kota;
d)Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Limbah Percontohan Skala
Komunitas (SANIMAS) dengan target terlaksananya Pembangunan
Sarana dan Prasarana Air Limbah Percontohan Skala Komunitas
(SANIMAS) di 105 lokasi;
e)Penyediaan Infrastruktur Primer Perkotaan bagi Kawasan RSH dengan
target terlaksananya Penyediaan Infrastruktur Primer Perkotaan bagi
Kawasan RSH di 125 kawasan;
f)Fasilitasi dan Stimulasi Pengembangan Kawasan dengan target
Pengembangan Kawasan di 4 Kota dan 2 Kawasan;
g)Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Beserta Prasarana dan
Sarana dasarnya dengan target terlaksananya Pembangunan Rumah
Susun Sederhana Sewa Beserta Prasarana dan Sarana Dasarnya
Sebanyak 80 Twin Blok;
h)Penyediaan prasarana dan sarana dasar untuk rumah sederhana sehat
(RSH) dan rumah susun dengan target tersedianya penyediaan
prasarana dan sarana dasar untuk rumah sederhana sehat (RSH) dan
rumah susun sebanyak 16.275 unit;
i)Perbaikan Lingkungan Permukiman dengan target terlaksananya Perbaikan
Lingkungan Permukiman di 218 kawasan;
j)Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dengan target
terlaksananya pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa beserta
prasarana dan sarana dasarnya sebanyak 70 Twin Blok;
k)Penyediaan Kredit Program-KPRSH dan Rusunami dengan target
tersedianya kredit program-KPRSH dan Rusunami sebanyak 240.736
unit RSH/Rusunami.
F. Bidang Transportasi
a)Pembangunan/Pengadaan/Peningkatan Sarana dan Prasarana dengan
target pembangunan dan Pengadaan yang terdiri dari: (1)
Pembangunan Rating School Sorong, (2) Pembangunan Maritime
Education and Training Improvement (METI), (3) Pembangunan Rating
School NAD, (4) Pembangunan Rating School Ambon, (5) pembangunan
& pemasangan Simulator Pesawat Komersial sebagai Sarana Latih
Diklat Penerbang, (6) Pembangunan Akademi Perkeretaapian Indonesia,
(7) Pengembangan Kampus BP2IP Surabaya, (8) pembangunan fasilitas
sistem telekomunikasi pelayaran tahap 4 yang tersebar di seluruh
Indonesia, (9) pengadaan kapal navigasi (ATN Vessel) sebanyak 7 unit,
(10) Indonesia Ship Reporting System untuk Selat Sunda dan Lombok,
(11) Indonesian Coast Guard Patrol Boats Retrofit Project dengan target
memperbaiki kondisi Kapal Patroli Kelas II, (12) Lanjutan Pembangunan
kapal penumpang 2000 GT 5 unit, (13) Pengadaan kapal patroli Kelas II
sebanyak 2 unit, Kelas III 7 unit, Kelas IV 33 unit, Kelas V 59 unit, serta
lanjutan Pembangunan Kapal Patroli Kelas I sebanyak 1 unit, (14)
Pembangunan VTS Selat Malaka Tahap I, dan (15) Pengadaan Sarana
ASDP yang terdiri dari kapal perintis lanjutan 12 unit, bus air 30 unit,
sped boat 12 unit;
b)Pembangunan Gedung dengan target Pembangunan Gedung Simulator
Pesawat Komersial (Tersedianya Prasarana Latih Diklat Penerbang 1
Paket);
c)Pengadaan Peralatan Laboratorium dengan target Upgrading laboratorium
STPI Curug (Tersedianya Lab. Diklat STPI Curug 10 Paket);
d)Rehabilitasi Fasilitas Bangunan Operasional dengan target Rehabilitasi
Fasilitas Bangunan (73.000 M2 tersebar di : Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua
Barat);
e)Pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan LLAJ di 32 Provinsi
dengan target Marka jalan sepanjang 2.923.500 M, guardrail 106.360 M,
Rambu Lalulintas 29.477 buah, Delineator 36.500 M, RPPJ 1200 Bh,
Traffic Light 110 Unit, warning Light 50 unit, Cermin Tikungan 108 Bh;
paku marka 15.500 buah, Prasarana BRT 8 Lokasi; 30 paket alat;
f)Pembangunan Terminal dengan target dibangunnya terminal di 9 lokasi;
g)Pembangunan Jembatan Timbang dengan target 6 paket;
h)Rehabilitasi Peralatan Operasional Jembatan Timbang dengan target
rehabilitasi Peralatan Operasional Jembatan Timbang (1 Paket peralatan
operasional jembatan timbang dan prasarana fasilitas LLAJ dan alat
PKB);
i)Pengadaan Sarana KA Kelas Ekonomi, KRL, dan KRD/Krde/Kd3 dengan target
97 unit;
j)Peningkatan Jalan dan Prasarana Kereta Api dengan target peningkatan jalan
KA di Lintas; Sumatera bagian utara, selatan; Lintas Jawa-400 Km;
k)Peningkatan Jembatan Ka dengan target 53 buah;
l)Pembangunan Jalan Kereta Api dengan target pembangunan dan Pengadaan
yang terdiri dan: (1) Pembangunan Perkeretaapian di NAD (1 Paket) ,
(2) Pembangunan Jalan KA Lintas Tanjung Priok-Pasoso (JICT-KOJA) 2,5
Km (1 Paket), (3) Pengadaan Track Machinery (1 Paket), (5) Pengadaan
Rel dan Wesel UIC-54 -52 Km, (6) Pembangunan Jalur KA antara
Gununggangsir-Sidoarjo -18,1 Km;
m)Peningkatan dan Rehabilitasi Sistem Sinyal dan Telekomunikasi dengan
target peningkatan Sintelis Gawa dan Sumatera)-(18 Paket);
n)Pembangunan Double Track dan Double-Double Track dengan target
pembangunan Jalur Ganda yang terdiri dari: (1) Pembangunan Jalur
Ganda Serpong-Maja-Rangkasbitung (32 Km), (2) Pembangunan Jalur
Ganda Tegal-Pekalongan (17 Km), (3) Pembangunan Jalur Ganda
Cirebon-Kroya (24 Km), (4) Pembangunan Jalur Ganda Kroya-Kutoarjo
(76 Km), (5) Lanjutan Pembangunan Doubel-double Track
Manggarai-Cikarang (18 Km);
o)Pengembangan Perkeretaapian dengan target pembangunan dan Modifikasi
yang terdiri dari: (1) Modifikasi Stasiun Cirebon (1 Paket), (2)
Pembangunan MRT Jakarta;
p)Rehabilitasi Jalan Ka dengan target lintas Cikampek-Padalarang,
Bandung-Banjar-Kroya, Semarang-Solo, Tj.Enim-Prabumulih-Tarahan,
Telukbayur-Sawahlunto, Lubukalung-Naras, Ma.Kalaban-Pd.Sibusuk;
q)Pembangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran dengan target pengadaan
sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) -Mensu: 42 Unit, Ramsu : 123
unit, Pelsu : 100 unit, Ramtun : 30 Unit (Seluruh Indonesia 25 Disnav);
r)Pembangunan Kapal dengan target pembangunan dan Pengembangan
industri Kapal yang terdiri dan: (1) Pembangunan Kapal Perintis
(Lanjutan : 2 unit Kapal 900 DWT, 2 unit karat 750 DWT, 2 unit kapal
500 DWf, 2 unit kapal 350 DWT, (2) Lanjutan Pembangunan Kapal GT
2000 (5 unit); serta terlaksannya Public Ship Finance Program,'
s)Pengadaan Peralatan Penunjang Keselamatan Transportasi Laut dengan
target peningkatan, pengembangan dan pengadaan peralatan
keselamatan yang terdiri dari: (1) Improvement and Development of
Indonesia Aids to Navigation (Meningkatkan keandalan SBNP), (2) Port
Security System Improvement Plan di 9 Pelabuhan (Belawan, Dumai, Tg.
Pinang, Tlk Bayur, Palembang, Pontianak, Benoa, Bitung, Makassar),
pengadaan peralatan SAR 18 unit;
t)Pembangunan Sarana dan Prasarana Pelabuhan dengan target
Pembangunan Fasilitas Pelabuhan yang terdiri dari: Pembangunan
fasilitas pelabuhan baru di 9 lokasi: Belawan (Sumut), Depare (papua),
Kariangau (Kaltim), Tg. Batu dan Palaihari (Kalsel), Manada dan Bitung
(Sulut), Bojanegara (Banten) , dan Teluk Batang (Kalbar); Lanjutan
Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut di 16 Lokasi A. Yani (Malut),
Anggrek (Gorontalo), Arar (papua Barat), Bau-Bau (Sultra) ,
Belang-belang (Sulbar), Garongkong (Sulsel), Lab. Amuk (Bali), Malarko
(Kepri), Maloy (Kaltim), Rembang (Jateng), Sungai Nyamuk (Kaltim), Tg.
Buton (Riau), Tlk. Tapang (Sumbar), Tarakan (Kaltim), Panajam Pasir
(Kaltim), dan Manokwari (papua);
u)Pengerukan Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan Penyebrangan dengan
target pengerukan alur pelayaran dan Kolam Pelabuhan (Lokasi : Kanpel
Kalbut, Adpel Lhok Seumawe, Adpel Kuala Langsa, Adpel Jambi, Kanpel
Manggar, Kanpel Seba, Kanpel Paloh/Sekura, Adpel Sampit, Kanpel
Leok), Adpel Samarinda, Adpel Palembang;
v)Pembangunan Dermaga Sungai, Danau dan Penyeberangan dengan target
(1) dermaga lanjutan 65 dermaga, 5 dermaga penyeberangan, 8
dermaga sungai lanjutan dan 1 dermaga danau;
w)Rehabilitasi Dermaga Penyeberangan dengan target dermaga
penyeberangan 21 lokasi, sungai 12 lokasi, danau 9 lokasi;
x)Pengerukan Alur dan Kolam pelabuhan Penyeberangan dengan target 7
lokasi;
y)Pengadaan dan Pemasangan Fasilitas Keselamatan Penerbangan dengan
target 17 paket tersebar di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi,
Kalimantan, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat;
z)Pembangunan Bandara Baru dengan target pembangunan Bandar Udara
yang terdiri dari: (1) Pembangunan Bandar Udara Kualanamu sebagai
pengganti Bandar Udara Polonia-Medan (1 paket di
Kualanamu-Sumatera Utara), (2) Pembangunan Bandar Udara
Hasanuddin-Makasar Sulawesi Selatan;
aa)Pengembangan/Peningkatan Bandara dengan target (1) Pengembangan
Bandar Udara Dobo, Saumlaki Baru, Seram Bagian Timur, Namniwel,
Sam Ratulangi-Manado, Sulawesi Utara, Dumatubun-Langgur, Muara
Bungo dan Waghete baru; (2) Pembangunan/peningkatan Bandara di
daerah perbatasan, terpencil dan rawan bencana (11) lokasi di :
Rembele, Silangit, Sibolga, Enggano, Rote, Ende, Naha, Manokwari,
Melongguane, Nunukan, dan Haliwen); dan (3)
Pembangunan/peningkatan Bandara di Ibukota Propinsi, lbukota
Kabupaten dan Daerah Pemekaran (Tersebar di seluruh propinsi,
Ibukota Kabupaten dan Daerah Pemekaran);
bb)Rehabilitasi Fasilitas Landasan dengan target 425.000 M2 tersebar di :
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara,
Papua dan Papua Barat;
cc)Rehabilitasi Fasilitas Terminal dengan target 3.000 M2 tersebar di :
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, NTT;
Papua dan Papua Barat;
dd)Rehabilitasi Fasilitas Keselamatan Penerbangan dan Penunjang
Operasional dengan target rehabilitasi Peralatan Keselamatan
Penerbangan dan Penunjang Operasional (8 paket tersebar di :
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku Utara, Papua dan
Papua Barat);
ee)Pengadaan Sarana dan Prasarana Penunjang Pencarian dan Penyelamatan
dengan target tersedianya kelengkapan penunjang kegiatan SAR 1
Paket;
ff)Pengembangan Pelabuhan Strategis Pengembangan Pelabuhan yang terdiri
dari: (1) Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok (1 paket supervisi dan
konstruksi), (2) Pengembangan Pelabuhan Bojonegara (1 Paket) , (3)
Pengembangan Pelabuhan Belawan (Medan) (1 Paket), (4)
Pengembangan Pelabuhan Manokwari (3 Lokasi Manokwari, Bitung,
Manado);
gg)Pengadaan dan Pemasangan Konverter Kit dengan target 2.000 unit;
hh)Pengadaan dan Pemasangan SBNP dan Rambu Sungai Transportasi
Penyeberangan dengan target tersedianya SBNP 34 buah rambu suar
dan 2000 buah rambu;
ii)Bantuan Penanggulangan Darurat Jalan dan Jembatan dengan target
bantuan Penanggulangan Darurat Jalan dan Jembatan;
jj)Rehabilitasi Jalan Nasional dengan target 1.880,8 km;
kk)Pemeliharaan Jalan Nasional dengan target 32.163 km;
ll)Rehabilitasi Jembatan Ruas Jalan Nasional dengan target 8.685 m;
mm)Pemeliharaan Jembatan Ruas Jalan Nasional dengan target 34.701 m;
nn)Pembangunan Fly-over dengan target 4.834,2 m;
oo)Peningkatan Jalan dan Jembatan Nasional Lintas dengan target 2.469 km
dan 3.720 m;
pp)Peningkatan Jalan dan Jembatan Nasional Non Lintas dengan target 335,8
km dan 2.884 m;
qq)Pembangunan Jembatan Suramadu dengan target 1 paket;
rr)Pembangunan Jalan Lintas Pantai Selatan Jawa dengan target 63,9 km;
ss)Pembangunan Jalan Akses dengan target 11,9 km;
tt)Pembangunan Jalan Baru dan Peningkatan Jalan Strategis dengan target
60,5 km;
uu)Pengusahaan Jalan Tol dengan target dibangunnya jalan tol Solo-Kertasono
sepanjang 12 km.

Fokus 13.Peningkatan Investasi Infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah


dan Swasta
a)Koordinasi Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur dengan target 3
rumusan kebijakan, 8 laporan koordinasi kebijakan percepatan
penyediaan infrastruktur;
b)Pembebasan Lahan;
c)Penyusunan Penyempurnaan Pengkajian Peraturan Perundangan dengan
target 1 paket kerangka kebijakan dan pedoman operasional
pengadaan tanah;

Fokus 14.Peningkatan Investasi Dan Produksi Migas, Batubara, Dan Mineral


a)Perencanaan dan Pengembangan Wilayah dengan target Pelaksanaan
harmonisasi wilayah kerja pertambangan minerbapabum,
pengembangan statistik minerbapabum, penyiapan wilayah usaha
pertambangan perumusan draft rancangan Kepres tentang perizinan
serta penyiapan dan evaluasi usaha pertambangan, Rencana Peraturan
Pemerintah (RPP) dan Keputusan Presiden Pasca Tambang, Reklamasi,
advokasi hukum, perijinan usaha;
b)Pengelolaan, Penyiapan dan Penilaian Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi
dengan target penawaran 20 wilayah kerja baru migas, seismic laut
Flores sepanjang 1.500 km, synopsis geologi WK, interpretasi potensi
migas di laut Sulawesi;
c)Peningkatan pemanfaatan Pertambangan dengan target Perumusan
Pedoman Perizinan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan IUP
Produksi Minerba, penetapan WKP panas bumi, kriteria wilayah usaha
pengelolaan panas bumi di Lampung, perumusan regulasi panas bumi
dan pemantauan sub sektor minerbapabum.

Fokus 15.Percepatan Diversifikasi Energi, Efisiensi Distribusi dan Pemanfaatan


BBM
a)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Usaha Energi Baru Terbarukan dengan
target terselenggaranya studi kelayakan PLTMH untuk interkoneksi
dengan jaringan PLN, terpantaunya pengawasan kegiatan energi baru
terbarukan untuk daerah terpencil, evaluasi usaha pembangkit listrik
energi baru terbarukan skala kecil dan menengah, tersusunnya
informasi teknologi energi baru terbarukan, terevaluasinya program
pembinaan implementasi pembangkit listrik, terupdatenya database
energi terbarukan dan konservasi energi;
b)Pengkoordinasian/Penyelenggaraan Konservasi Energi dengan target
terselenggaranya audit energi di sektor industri dan bangunan,
termonitornya implementasi hasil audit energi, terevaluasinya
pelaksanaan penghematan energi, pendamping kegiatan konservasi
energi (kerjasama dengan Jepang dan Denmark), tersusunnya standar
kompetensi untuk audit energi, tersusunnya pedoman persyaratan uji
kinerja pada pemanfaatan TL untuk rumah tangga dalam rangka
labelisasi tanda hemat energi, terlaksananya forum konsensus standar
kompetensi auditor energi;
c)Penyiapan Bimbingan Teknis Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
dengan target terlaksananya pengembangan dearing house energi
terbarukan dan konservasi energi, tersosialisasikannya pemanfaatan
energi terbarukan dan konservasi energi, terselenggaranya kerjasama
dalam rangka sosialisasi pemanfaatan energi terbarukan dan
konservasi energi, terbitnya buletin energi hijau, terselenggaranya
Bintek energi terbarukan dan konservasi energi;
d)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Pemanfaatan Energi dengan target
termonitornya implementasi kebijakan energi nasional, tersusunnya
baseline faktor emisi sistem ketenagalistrikan Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, Maluku Utara, dan Papua untuk CDM, tersusunnya kebijakan
energi, tersusunnya program pemanfaatan energi, terselenggaranya
pengarusutamaan gender di sektor energi, tersusunnya kajian
penurunan emisi sektor energi nasional;
e)Pembinaan Koordinasi dan Konsultasi Pengawasan dengan target
pelaksanaan evaluasi hasil pengawasan produksi, perubahan
kepemilikan saham, pembinaan perijinan pengusahaan minerbapabum,
pengawasan produksi penjualan, serta inventarisasi barang modal dan
sarana dan prasarana;
f)Pengembangan dan Pemanfaatan Energi dengan target terkoordinirnya
pengembangan energy perdesaan, peningkatan aksesibilitas energy
perdesaan, tersosialisasinya pemanfaatan biofuel di sektor industry dan
bangunan, pengembangan pulau kecil terluar melalui pemanfaatan
energi terbarukan non listrik;
g)Pelayanan dan Pemantauan Usaha Gas Bumi dengan target penawaran 10
wilayah kerja CBM, penetapan harga gas bumi, pengusahaan CBM di
daerah Sumatera.

III.PENINGKATAN UPAYA ANTI KORUPSI, REFORMASI BIROKRASI, SERTA


PEMANTAPAN DEMOKRASI, PERTAHANAN, DAN KEAMANAN DALAM
NEGERI.

SASARAN
Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Peningkatan Upaya
Anti Korupsi, Reformasi Birokrasi serta Pemantapan Demokrasi dan Keamanan
Dalam Negeri pada tahun 2009 adalah sebagai berikut :
1.Menurunnya tindak pidana korupsi yang tercermin dari:
a.Tumbuhnya ik1im takut korupsi;
b.Meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang pada dasarnya
dapat menjadi indikator meningkatnya kualitas pelayanan publik;
c.Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi;
d.Meningkatnya kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegakan
hukum termasuk lembaga pemberantasan korupsi.
2.Makin meningkatnya kinerja birokrasi untuk mendukung keberhasilan
pembangunan nasional di berbagai bidang, yang antara lain ditandai
dengan:
a.Ditingkatkannya kualitas pelayanan publik, yang mencakup antara
lain: terselenggaranya pelayanan publik yang tidak diskriminatif,
cepat, murah dan manusiawi; diterapkannya standar pelayanan
minimal (SPM); adanya dukungan kompetensi sumber daya
manusia aparatur dibidang pelayanan dan penegak hukum; dan
diterapkannya teknologi informasi dan komunikasi (e-gov dan
e-services);
b.Dilakukannya upaya peningkatan kinerja instansi pemerintah, kinerja
unit kerja dan kinerja individu/pegawai;
c.Dilakukannya perbaikan kesejahteraan aparatur negara yang adil,
layak dan berbasis kinerja;
d.Dilaksanakannya penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan yang
menunjang fungsi-fungsi kepemerintahan, dan;
e.Ditingkatkannya efektifitas pelaksanaan pengawasan dan
pemeriksaan untuk mendukung kinerja instansi pemerintah dan
pembangunan.
3.Terlaksananya Pemilu 2009 secara demokratis, jujur, adil, dan aman.
4.Makin menguatnya kemampuan pertahanan dan mantapnya keamanan
dalam negeri, yang tercermin dari :
a.Tercapainya kapasitas alutsista pertahanan dan keamanan skala
essential force dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi pertahanan dan keamanan;
b.Menurunnya secara signifikan tindak kejahatan lintas negara di
wilayah yurisdiksi laut dan wilayah perbatasan khususnya illegal
fishing, illegal logging, serta penyelundupan sumber daya negara;
c.Tertangkapnya pelaku utama aksi-aksi terorisme dan terbongkarnya
jaringan utama terorisme di Indonesia secara tuntas;
d.Terputusnya jaringan demand dan supply penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba di Indonesia baik yang melibatkan
jaringan dalam negeri maupun jaringan internasional;
e.Terselenggaranya pengamanan proses pemilu dari masa persiapan,
kampanye, proses pemungutan dan perhitungan suara, hingga
selesainya seluruh rangkaian kegiatan Pemilu tahun 2009.

ARAH KEBIJAKAN, FOKUS, DAN KEGIATAN PRIORITAS

Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan tersebut ditempuh arah


kebijakan sebagaimana dalam Bab 3, Bab 5, Bab 6, Bab 8, Bab 9, Bab 10, Bab
13, dan Bab 14 Buku II dengan Fokus dan Kegiatan prioritas sebagai berikut :

Fokus 1.Penindakan dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi


a)Penanganan/Penyelidikan Kasus Intelejen dengan target 1.852
penanganan/penyelidikan kasus intelijen termasuk perkara korupsi;
b)Penindakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi dengan target (1)
penyelidikan 55 kasus, 50 perkara penyidikan, 40 perkara penuntutan,
35 perkara eksekusi keputusan inkracht; 15 orang perlindungan saksi;
supervisi dan koordinasi penanganan TPK 40 kasus di 50 K/L;
Pengumpulan bahan keterangan 1 paket; (2) penanganan terhadap
1.967 perkara korupsi; dan (3) Penyelidikan dan penyidikan terhadap
subyek dan kasus tindak pidanan korupsi.
c)Penanganan Perkara dengan target penanganan terhadap 250.000 perkara,
termasuk di dalamnya penanganan perkara korupsi baik yang ditangani
oleh pengadilan umum maupun pengadilan Tipikor;
d)Pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004 (Percepatan Pemberantasan Korupsi)
dengan target: (1) tersusunnya laporan pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun
2004 di sebanyak 660 instansi (pusat dan daerah); dan (2)
terlaksananya sosialisasi RAN-PK oleh K/L dan penyusunan RAD-PK oleh
Pemda; dan (3) meningkatnya koordinasi pelaksanaan strategi nasional
pemberantasan korupsi yang sejalan dengan KAK' 2003.

Fokus 2.Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi


a)Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana dengan target terlaksananya
sosialisasi UU perlindungan saksi dan korban dan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan korupsi
dengan sasaran 45.000 orang;
b)Penyuluhan Hukum dengan target terlaksananya penyuluhan hukum
terutama yang terkait dengan Sosialisasi UU Perlindungan Saksi dan
Korban, serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
pemberantasan korupsi, Kejaksaan di 31 Kejaksaan Tinggi, 361
Kejaksaan Negeri, 99 Cabang Kejaksaan Negeri, dan 1 Kejaksaan
Agung;
c)Penyuluhan Hukum dan Koordinasi RANHAM dengan target
penyelenggaraan penyuluhan hukum pada 33 Kanwil Dephukham,
BPHN, dan Dirjen HAM.

Fokus 3.Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan untuk Mendorong


Upaya Pemberantasan Korupsi
a)Penyusunan Naskah Perundang-undangan dengan target Pembahasan RUU
10 buah; Penyusunan 15 Naskah RUU; Penyusunan 18 Naskah RPP
(termasuk peraturan pelaksanaan UU perlindungan sanksi dan korban
serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dan Peraturan
pelaksanaan UU Penyitaan Aset, penyusunan UU pengadilan tindak
pidana korupsi, revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi), pengkajian
hukum 15 kegiatan, penelitian hukum 7 kegiatan, penyusunan naskah
akademik 10 RUU.

Fokus 4. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik


a)Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan target (1) tersusunnya RPP
untuk UU Pelayanan Publik dan sosialisasi UU Pelayanan Publik dan (2)
meningkatnya kualitas pelayanan terpadu Samsat;
b)Peningkatan/Pengkajian Kapasitas Kelembagaan dengan target tersusunnya
4 dokumen SPM dan Penerapan 2 SPM di 33 provinsi, untuk pelayanan
kepada masyarakat di daerah;
c)Peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam penerapan standar
pelayanan minimal (SPM) di daerah dengan target meningkatnya
kapasitas 1.380 aparat pemerintah daerah di 10 propinsi
masing-masing 5 kab/kota dalam penerapan SPM di daerah;
d)Pasilitasi Pengelolaan Kawasan Perkotaan dengan target terlaksananya
fasilitasi standar pelayanan perkotaan di 11 provinsi; kerjasama kota
kembar (sister city); kerjasama perkotaan bertetangga di 3 kota
metropolitan; evaluasi PSU (Fasus, Fasum) bermasalah di 10 provinsi;
Rakor di 3 wilayah evaluasi 10 kawasan kumuh perkotaan di 10
provinsi;
e)Pengembangan dan Pemanfaatan Aplikasi Teknologi Informasi dan
Komunikasi dengan target tersusunnya; (1) model implementasi e-local
government, (2) peraturan tentang pelaksanaan e-government di
instansi pemerintah;
f)Penyempurnaan Sistem Koneksi (interphase) Nomor Induk Kependudukan
(NIK) yang terintegrasi antar instansi yang terkait dengan target
penataan sistem koneksi NIK dengan sistem informasi
departemen/lembaga melalui pembangunan dan pengembangan data
warehouse berbasis NIK Nasional;
g)Pengembangan Sistem Administrasi Kependudukan (SAK) Terpadu dengan
target terimplementasinya SAK di 457 kab/kota;
h)Pilot Project Penerapan Identitas Tunggal untuk Pelayanan Publik dengan
target terlaksananya ujicoba penerapan identitas tunggal untuk
pelayanan publik di 3 lokasi (Jembrana, Sragen dan Balikpapan) dengan
3 instansi (pemda, Menpan, BKN).

Fokus 5.Peningkatan Kinerja dan Kesejahteraan PNS


a)Pengembangan Sistem Pendayagunaan SDM Aparatur Negara dengan
target (1) tersusunnya Sistem Diklat Aparatur yang baru; (2)
tersusunnya Kurikulum Diklat Aparatur yang baru; (3) tersusunnya
Strategi Pembelajaran yang baru; (4) tersosialisasikannya sistem diklat
aparatur yang baru;
b)Penyempurnaan sistem manajemen pengelolaan SDM Aparatur sesuai
Sistem Karir dan Remunerasi dengan target tersusunnya RPP Sistem
Remunerasi PNS berbasis kinerja dan merit;
c)Penyusunan/Penyempurnaan/Pengkajian Peraturan Perundang-undangan
dengan target terlaksananya uji materi dan pembahasan RUU
Kepegawaian Negara dengan legislatif.

Fokus 6.Penataan Kelembagaan, Ketatalaksanaan dan Pengawasan Aparatur


Negara a) Pelaksanaan Rencana Induk Reformasi Birokrasi.
(Survey/Studi kelayakan/Penyusunan Master Plan/DED/SID)
dengan target terlaksananya sosialisasi/asistensi/ monitoring,
evaluasi atas pelaksanaan Rencana Induk Reformasi Birokrasi;
b)Pengembangan Sistem dan Evaluasi Kinerja dengan target (1) tersusunnya
rancangan kebijakan Penerapan Sistem Manajemen Kinerja untuk
Instansi Pemerintah; dan (2) tersosialisasikannya Pedoman
Implementasi Penerapan Sistem Manajemen Kinerja Instansi
Pemerintah;
c)Evaluasi Organisasi dan Tata Kerja Unit Departemen/ LPND/Lembaga Non
Struktural dengan target tersususnnya RPP tentang Pedoman
Penyusunan Kelembagaan Non-struktural (quasi birokrasi) dan basil
evaluasi kelembagaan birokrasi (struktural);
d)Penyusunan/Penyempurnaan/Pengkajian Peraturan Perundang-Undangan
dengan target terlaksananya uji materi dan pembahasan RUU Sistem
Pengawasan Nasional dan RUU Akuntabilitas Kinerja Penyelenggara
Negara dengan legislatif.

Fokus 7.Penguatan Lembaga Penyelenggaraan Pemilu dan Peningkatan


Partisipasi Aktif Masyarakat dalam Pemilu 2009
a)Penguatan Organisasi Penyelenggara Pemilu dan Pilkada dengan target (1)
terakreditasinya dan terlaksananya bimbingan teknis bagi pemantau
pemilu, serta tersedianya bahan tercetak dan instrumen bagi lembaga
pemantau pemilu dari dalam negeri dan luar negeri. Kegiatan dilakukan
di 33 provinsi dan 470 KPU kab/kota, 119 Kantor Perwakilan Luar
Negeri, dan 1 Kadin di luar negeri; (2) terlaksananya seleksi, bimbingan
teknis, dan supervisi untuk PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN untuk
mendukung penyelenggaraan Pemilu Presiden/WK Presiden putaran 1
dan putaran 2. (KPU, 33 KPU provinsi, 470 KPU kab/kota, 6.575 PPK,
77.286 PPS, 120 PPLN, 611.636 KPPS, 1.780 KPPSLN);
b)Peningkatan Pendidikan Politik Masyarakat (penyiapan Modul dan Memulai
Voters Education and Information) dengan target (1) terlaksananya
sosialisasi informasi pemilu, pendidikan pemilih di dalam dan luar
negeri, serta bimbingan dan supervisi teknis kepada panitia ad hoc
pelaksana pemilu; dan (2) terlaksananya fasilitasi voters information
dan fasilitasi pelaksanaan kampanye di 119 kantor perwakilan RI di luar
negeri;
c)Fasilitasi Pelaksanaan Budaya Politik Demokratis dengan target
terlaksananya pendidikan pemilih bagi masyarakat di 5 lokasi di daerah;
d)Fasilitasi lembaga kemasyarakatan untuk melakukan pendidikan politik bagi
masyarakat di daerah-daerah dengan target terlaksananya pendidikan
politik mengenai kepemiluan oleh 500 ormas di kab/kota (khususnya
untuk Pemilu Presiden).

Fokus 8.Peningkatan Efektivitas Pelaksanaan Pemilu 2009


a)Fasilitasi Persiapan Pelaksanaan Pemilu 2009 dengan target terlaksananya
koordinasi setiap tahapan dan jadwal kegiatan Pemilu 2009 (desk
Pemilu);
b)Penyediaan dan distribusi logistik pemilu dengan target tersedianya logistik
pemilu tepat waktu dan tepat lokasi;
c)Penguatan sarana dan prasarana pendukung Pelnilu 2009 dengan target
tersedianya sarana dan prasarana gedung kantor KPU Provinsi dan KPU
Kab/Kota.

Fokus 9.Pemantapan Pertahanan dan Keamanan Dalam Negeri


a)Peningkatan kemampuan alutsista TNI dan Alut Polri dengan target (1)
kesiapan alutsista integratif TNI menjadi 40 persen dari jumlah saat ini,
kesiapan alutsista TNI AD menjadi 38 persen dari jumlah saat ini,
kesiapan alutsista TNI AL menjadi 41 persen dari jumlah yang ada saat
ini, kesiapan alutsista TNI AU menjadi 43 persen dari jumlah yang ada
saat ini; (2) kesiapan peralatan Polri mencapai 70 persen dari kondisi
yang ada saat ini;
b)Pengembangan industri pertahanan nasional dengan target (1)
ditetapkannya sejumlah : peraturan perundangan yang mengatur
mekanisme pengembangan industri pertahanan; serta (2) pemanfaatan
fasilitas pemeliharaan dan penyerapan secara signifikan produk industri
pertahanan nasional dengan target meningkatnya jumlah dan jenis
alutsista TNI dan alut Polri produk industri pertahanan nasional untuk
memperkuat sistem pertahanan dan keamanan.
c)Pengembangan profesionalitas prajurit TNI dan anggota Polri dengan target
terpeliharanya kekuatan dan kemampuan prajurit TNI dan anggota
Polri;
d)Pengamanan batas negara pada sekitar pulau-pulau kecil terluar dan
wilayah-wilayah perbatasan dengan target (1) meningkatnya kualitas
dan kuantitas pas-pas pertahanan dalam rangka pencegahan terjadinya
pelanggaran wilayah dan kedaulatan; (2) meningkatnya operasional
penjagaan dan pengawasan aktivitas aging di pulau-pulau terluar dan
wilayah-wilayah perbatasan melalui penjagaan dan pengawasan
aktivitas asing di pulau-pulau terluar dan wilayah-wilayah perbatasan;
(3) meningkatnya kerjasama bilateral pengamanan di wilayah-wilayah
perbatasan; dan (4) meningkatnya kualitas dan kuantitas pas-pas
keamanan dalam rangka pencegahan tindak kejahatan transnasional;
e)Penanggulangan dan pencegahan gangguan keamanan laut dengan target
(1) berkembangnya prasarana dan sarana termasuk early warning
system dengan pengadaan kapal markas, pembentukan UPT di 6
provinsi, terbangunnya stasiun koordinasi keamanan laut, pengadaan
early warning system; (2) terselenggaranya operasi bersama keamanan
laut dan penegakan hukum di wilayah laut Indonesia dengan target
meningkatnya intensifikasi operasi bersama keamanan laut; (3)
berkembangnya sistem pengawasan dan pengendalian sumber daya
kelautan dan perikanan melalui penyelenggaraan operasi terpadu
selama 180 hari, operasionalisasi 21 kapal pengawas, pembentukan
132 kelompok masyarakat pengawas, penyelenggaraan pentaatan dan
penegakan hukum di 5 unit kerja peradilan perikanan dan
pengembangan 5 UPT pengawas; (4) penguatan sinkronisasi dan sinergi
instansi-instansi pemangku Maritime Surveilance System dengan target
tercapainya efektivitas dan efisiensi Maritime Surveilance System
diantara instansi-instansi terkait guna mendukung kemampuan
dukungan informasi dan data secara lebih akurat, tepat tempat, dan
tepat waktu (real time);
f)Penanggulangan dan pencegahan tindakan terorisme, dengan target (1)
meningkatnya kelembagaan Badan Koordinasi Penanganan Terorisme
melalui peningkatan koordinasi penanganan tindak kejahatan
terorisme; (2) meningkatnya upaya pencarian, penangkapan dan
pemrosesan tokoh-tokoh kunci operasional terorisme melalui
peningkatan jumlah penangkapan dan proses hukum tokoh-tokoh kunci
terorisme; (3) meningkatnya kerjasama bilateral dan regional dalam hal
penanggulangan dan pencegahan aksi-aksi terorisme melalui
peningkatan penanganan terorisme yang bersifat lintas negara serta
menurunnya potensi aksi terorisme lintas negara;
g)Penguatan institusi intelijen dan kontra intelijen, dengan target (1)
meningkatnya sarana dan prasarana intelijen pusat dan daerah melalui
peningkatan kemampuan lembaga dan SDM intelijen pusat dan daerah,
meningkatnya kemampuan intelijen TNI, terbangun sistem informasi
intelejen pertahanan, meningkatnya kemampuan intelijen Polri; (2)
operasi dan koordinasi dalam hal deteksi dini untuk meningkatkan
keamanan, ketertiban, dan menanggulangi kriminalitas, mencegah dan
menanggulangi konflik, separatisme, dan terorisme; (3)
terselenggaranya pembangunan jaringan komunikasi sandi negara
melalui pembangunan dan pengembangan SDM persandian,
percepatan pembangunan jaringan komunikasi sandi nasional.
h)Peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba, dengan target (1) meningkatnya kerjasama
dalam negeri dan luar negeri di bidang narkoba melalui peningkatan
koordinasi dan kerjasama serta sinergi antara BNN dan BNP/BNK/BNKot
maupun lintas negara dalam upaya mencegah dan menanggulangi
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba; (2) meningkatnya
kualitas penegakan hukum di bidang narkoba melalui peningkatan
jumlah penyelesaian perkara kejahatan di bidang narkoba; (3)
meningkatnya pelayanan terapi dan rehabilitasi kepada penyalahguna
(korban) narkoba; (4) terselenggaranya kampanye nasional dan
sosialisasi anti narkoba serta tersosialisasinya pencegahan
penyalahgunaan narkoba di seluruh Indonesia;
i)Pengamanan Pemilu 2009 dengan target (1) mantapnya kesiapan Polri
dalam mengamankan proses pemilu dari masa persiapan, kampanye,
proses pemungutan dan perhitungan suara, hingga selesainya seluruh
rangkaian kegiatan Pemilu; (2) mantapnya kesiapan TNI dalam
memberikan dukungan pengamanan dalam menciptakan suasana yang
kondusif; serta (3) terselenggaranya operasi intelijen untuk mendeteksi
dan mengeliminasi ancaman tantangan hambatan dan gangguan
(ATHG) di dalam dan luar negeri, serta teredamnya potensi gangguan
keamanan, ketertiban, kriminalitas, konflik, separatisme, dan terorisme.

BAB III
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada


Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009 memberi gambaran kondisi
ekonomi makro tahun 2007, perkiraan tahun 2008, sasaran-sasaran pokok
tahun 2009, serta kebutuhan pembiayaan pembangunan yang diperlukan.
Sasaran tahun 2009 tersebut dicapai melalui berbagai kegiatan dan kebijakan
pembangunan sesuai dengan prioritas yang digariskan.
A.KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2007 DAN PERKIRAAN TAHUN 2008

Kondisi ekonomi makro tahun 2007 dan perkiraannya tahun 2008 dapat
diringkas sebagai berikut.
Pertama, momentum pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2007 dan
triwulan 1/2008 tetap terjaga. Dalam tahun 2007, ekonomi tumbuh 6,3
persen, lebih tinggi dari tahun 2006 (5,5 persen) didorong oleh investasi yang
meningkat, kemampuan ekspor barang dan jasa yang terjaga, serta daya beli
masyarakat yang semakin baik. Sejak triwulan 111/2007, investasi berupa
pembentukan modal tetap bruto meningkat dua digit serta konsumsi
masyarakat tumbuh lebih dari 5 persen. Dalam keseluruhan tahun 2007,
penerimaan ekspor nonmigas meningkat 15,5 persen.
Momentum pertumbuhan terns berlanjut pada triwulan 1/2008. Dalam
triwulan 1/2008, ekonomi tumbuh 6,3 persen (y-o-y) didorong oleh ekspor
barang dan jasa serta pembentukan modal tetap bruto yang meningkat 15,0
persen dan 13,3 persen serta ditopang oleh konsumsi masyarakat yang
meningkat 5,5 persen (y-o-y). Pada triwulan 1/2008, penerimaan ekspor
nonmigas meningkat 24,8 persen (y-o-y).
Kedua, kualitas pertumbuhan ekonomi membaik. Pada bulan Maret
2007, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 37,1 juta orang (16,6
persen) atau berkurang 2,1 juta dibandingkan Maret 2006. Dalam Agustus
2006-Agustus 2007 tercipta lapangan kerja baru bagi 4,5 juta orang sehingga
pengangguran terbuka menurun dari 10,9 juta orang (10,3 persen) menjadi
10,0 juta orang (9,1 persen). Momentum pertumbuhan ekonomi yang tetap
terjaga pada triwulan 1/2008 menurunkan lebih lanjut pengangguran terbuka.
Dalam bulan Februari 2008, pengangguran terbuka menurun menjadi 9,4 juta
orang (8,5 persen). Kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja
dan mengurangi penduduk miskin ditingkatkan pada tahun 2008.
Ketiga, sejak paruh kedua tahun 2007, perekonomian Indonesia
dihadapkan pada tiga gejolak eksternal yaitu meningkatnya harga minyak
mentah dunia dan harga komoditi dunia lainnya, dampak dari krisis subprime
mortgage di AS, serta melambatnya pertumbuhan ekonomi AS. Besarnya
resiko dari gejolak eksternal tersebut menuntut langkah-langkah jangka
pendek yang harus ditempuh serta penyesuaian-penyesuaian yang harus
dilakukan dalam rangka mengamankan pembangunan, termasuk APBN 2008
dengan perubahan yang dilakukan pada awal-awal tahun 2008. Dengan
memperhitungkan resiko gejolak ekstemal yang cukup besar, sasaran
pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dalam awal-awal tahun 2008 disesuaikan
dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen. Meningkatnya harga minyak mentah
dunia yang dalam keseluruhan tahun 2008 diperkirakan lebih tinggi dari
sebelumnya serta tekanan inflasi yang besar berpotensi lebih memperlambat
pertumbuhan ekonomi. Dalam tahun 2008, ekonomi diperkirakan tumbuh 6,0
persen.
Keempat, stabilitas ekonomi tetap terjaga dari tekanan eksternal yang
meningkat. Dalam keseluruhan tahun 2007, rata-rata nilai tukar rupiah
mencapai Rp 9.140 per dolar AS atau menguat 0,3 persen dibandingkan
tahun sebelumnya; laju inflasi terjaga sebesar 6,6 persen, relatif sama dengan
tahun 2006; serta cadangan devisa meningkat menjadi USD 56,9 miliar, atau
bertambah USD 14,3 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam empat
bulan pertama tahun 2008, harga komoditi dunia yang meningkat memberi
tekanan yang cukup besar terhadap inflasi di dalam negeri. Pada bulan April
2008, laju inflasi setahun (y-o-y) mencapai 9,0 persen. Dengan program
stabilisasi harga kebutuhan pokok didukung oleh kebijakan moneter yang
berhati-hati, laju inflasi keseluruhan tahun 2008 diupayakan tetap terkendali.

EKONOMI DUNIA

Dalam keseluruhan tahun 2007, ekonomi dunia tumbuh 4,9 persen;


sedikit lebih rendah dari tahun 2006 (5,0 persen). Ekonomi Asia tetap sebagai
penggerak ekonomi dunia dengan tumbuh sekitar 9,6 persen; sedangkan
negara-negara maju hanya tumbuh 2,6 persen. Dalam semester II/2007,
ekonomi dunia dihadapkan pada tiga gejolak eksternal yaitu meningkatnya
harga minyak mentah dunia dan komoditi dunia lainnya, krisis subprime
mortgage di AS yang berpengaruh terhadap stabilitas keuangan dunia, serta
melambatnya ekonomi AS. Ketiga resiko eksternal tersebut memperlambat
pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2008.
Dalam bulan Juli 2007, stabilitas keuangan dunia mengalami gejolak
dipicu oleh krisis subprime mortgage AS. Runtuhnya pasar sub-prime
mortgage di Amerika Serikat pada pertengahan Juli 2007 telah menimbulkan
gejolak yang luas terhadap pasar modal global. Indeks saham Dow Jones yang
sebelumnya mencapai lebih dari 14.000 sempat merosot menjadi di bawah
12.000 dalam bulan Januari dan Maret 2008 dalam penutupan hariannya.
Penurunan indeks saham tersebut selanjutnya berpengaruh terhadap indeks
saham di berbagai negara. Dalam rangka mengurangi meluasnya dampak
krisis subprime mortgage tersebut, bank sentral AS dan beberapa bank
sentral di negara maju menempuh langkah pengamanan baik melalui bantuan
likuiditas dan penurunan suku bunga. Terakhir, bantuan likuiditas sekitar USD
30 miliar diberikan untuk menyelamatkan Bear Sterns dari kerugian yang
dialami.
Rendahnya kualitas kredit perumahan di AS telah berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi AS. Sejak triwulan II/2006, investasi residensial di AS
terus tumbuh negatif hingga menurun menjadi 21,2 persen pada triwulan
1/2008, Dalam keseluruhan tahun 2007, ekonomi AS tumbuh 2,2 persen, lebih
rendah dibandingkan rata-rata tiga tahun sebelumnya yang tumbuh 3,5
persen per tahun. Pada triwulan 1/2008, ekonomi AS tumbuh 2,5 persen (y-
o-y) dengan kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga yang
melambat serta penurunan investasi residensial yang makin pesat. Untuk
mencegah ekonomi AS dari kemungkinan resesi pada tahun 2008, kebijakan
ekonomi AS diarahkan pada dua langkah pokok yaitu mengamankan sektor
keuangan termasuk perbankan dengan penurunan suku bunga serta memberi
stimulus fiskal dalam rangka mendorong ekonomi. Dalam kaitan itu, suku
bunga Fed Funds diturunkan secara bertahap dari 5,25 persen pada bulan
Agustus 2007 hingga menjadi 2,00 persen pada akhir bulan April 2008 dan
stimulus fiskal sebesar USD 162 miliar diberikan untuk menopang konsumsi
masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi sejak tahun 2004
meningkatkan permintaan terhadap komoditi dunia termasuk energi. Harga
minyak mentah dunia dan komoditi dunia lainnya secara bertahap meningkat.
Krisis subprime mortgage dan melemahnya nilai tukar dolar AS
mengakibatkan likuiditas global yang berlebih beralih pada pasar komoditi,
terutama minyak mentah, dan memberi tekanan spekulasi yang besar
terhadap peningkatan harga komoditi dunia.
Indeks harga komoditi dunia pada bulan April 2008 meningkat 46,8
persen dibandingkan bulan yang sama tahun 2007 (y-o-y) [IMF, primary
commodity price, Mei 2008]. Rata-rata harga spot minyak mentah West Texas
Intermediate (WTI) hingga empat bulan pertama tahun 2008 mencapai USD
101,7 per barel dan dalam paruh pertama bulan Mei 2008 mencapai USD
122,0 per barel. Dalam keseluruhan tahun 2008, harga minyak mentah WTI
diperkirakan sekitar USD 110 per barel (EIA, Mei 2008). Kenaikan harga
komoditi yang tinggi ini telah memberi tekanan inflasi global yang tinggi bagi
semua negara. Dalam rangka mengendalikan tekanan inflasi ini, kebijakan
moneter pada banyak negara mulai beralih ke arah yang ketat dengan
menaikkan suku bunga.
Ketiga gejolak eksternal tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2008. Dalam tahun 2008 ekonomi
dunia diperkirakan hanya tumbuh 3,7 persen, lebih lambat dari tahun 2007
(4,9 persen) dengan ekonomi AS yang hanya tumbuh 0,5 persen (IMF, World
Economic Oudook, April 2008). Poll of the Forecaster memperkirakan ekonomi
AS dalam keseluruhan tahun 2008 tumbuh 1,1 persen (The Economist, Mei
2008).
MONETER, PERBANKAN, DAN PASAR MODAL. Tekanan eksternal berupa
tingginya harga komoditi dunia dan meluasnya dampak krisis subprime
mortgage di AS berpengaruh pada stabilitas ekonomi di dalam negeri. Dengan
kebijakan moneter yang berhati-hati, program stabilisasi harga kebutuhan
pokok, serta pengamanan sektor keuangan di dalam negeri, stabilitas
ekonomi dapat dijaga.
Sampai dengan lima bulan pertama tahun 2007, rata-rata harian nilai
tukar rupiah relatif stabil pada rentang Rp 9.000-Rp 9.200 per dolar AS.
Dalam bulan Mei 2007 terjadi penguatan nilai tukar rupiah terutama didorong
oleh arus modal jangka pendek dalam bentuk investasi portfolio. Dalam bulan
Juli 2007 hingga akhir tahun 2007, nilai tukar rupiah berfluktuasi oleh
pengaruh rambatan krisis subprime mortgage di AS. Langkah-langkah untuk
mengamankan sektor keuangan dan pelaksanaan kebijakan moneter yang
berhati-hati dengan penurunan suku bunga Fed Funds yang terus berlanjut,
mampu menjaga kembali stabilitas nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah
kembali stabil pada rentang Rp 9.000-Rp 9.200 per USD dan dalam
keseluruhan tahun 2007, rata-rata harian nilai tukar rupiah mencapai Rp
9.140,- per dolar AS, atau menguat 0,3 persen dibandingkan tahun 2006.
Dalam empat bulan pertama tahun 2008, rata-rata harian nilai tukar rupiah
sebesar Rp. 9.246 dengan trend tetap terjaga pada rentang Rp 9.000-Rp
9.300 per USD.
Nilai tukar rupiah yang relatif stabil hingga semester 1/2007 berperan
dalam menjaga laju inflasi. Sampai pertengahan tahun 2007 laju inflasi
terkendali dan dapat ditekan menjadi 5,8 persen (y-o-y) pada bulan Juni 2007.
Meningkatnya harga komoditi dunia sejak pertengahan tahun 2007
mendorong kembali laju inflasi. Dalam tahun 2007, indeks harga komoditi
pangan dunia meningkat sebesar 27,1 persen (IMF commodity price). Pada
bulan Desember 2007, harga gandum, kedelai, minyak kelapa sawit, dan
beras di pasar dunia meningkat berturut-turut sebesar 80,4 persen; 73,9
persen; 67,2 persen; dan 22,2 persen (y-o-y). Kenaikan ini terus berlanjut
hingga empat bulan pertama tahun 2008. Dalam bulan April 2008, harga
keempat komoditi tersebut meningkat berturut-turut 120,9 persen; 79,0
persen; 102,2 persen; dan 77,8 persen (y-o-y). Dalam bulan April 2008, harga
gandum dan gandum. kedelai, dan minyak kelapa sawit melunak; sedangkan
harga beras meningkat tinggi. Dalam keseluruhan tahun 2008, harga komoditi
dunia, termasuk minyak mentah dunia, diperkirakan tetap tinggi.
Dalam tekanan resiko eksternal yang meningkat sejak semester II/2007,
laju inflasi tahun 2007 dapat dijaga sebesar 6,6 persen, relatif sama dengan
tahun 2006. Meningkatnya harga komoditi dunia pada empat bulan pertama
tahun 2008 memberi tekanan bagi inflasi di dalam negeri. Dalam bulan April
2008, laju inflasi tahun kalender (y-t-d) mencapai 4,0 persen dan laju inflasi
setahun (y-o-y) meningkat menjadi 9,0 persen.
Nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan laju inflasi yang terkendali
dalam tahun 2007 memberi ruang bagi penurunan suku bunga di dalam
negeri. Secara bertahap suku bunga acuan (B1 rate) diturunkan sebesar 175
bps dari 9,75 persen pada akhir tahun 2006 menjadi 8,00 persen pada bulan
Desember 2007. Meningkatnya tekanan inflasi sejak bulan Desember 2007
menuntut kebijakan moneter yang berhati-hati guna memandu penurunan
ekspektasi inflasi. Suku bunga acuan yang tetap dipertahankan 8,00 persen
sampai bulan April 2008 mulai ditingkatkan pada bulan Mei 2008 menjadi
8,25 persen. Dengan program stabilisasi harga kebutuhan pokok masyarakat
didukung oleh kebijakan moneter yang berhati-hati, laju inflasi dalam
keseluruhan tahun 2008 diupayakan tetap terkendali.
Suku bunga deposito dan kredit mcngikuti suku bunga acuan. Pada
bulan Desember 2007, suku bunga deposito 1 dan 3 bulan menurun menjadi
7,2 persen dan 7,4 persen dari 9,0 persen dan 9,7 persen pada bulan
Desembcr 2006. Penurunan suku bunga kredit berjalan lebih lambat. Pada
bulan Desember 2007, suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi dan
kredit konsumsi masing-masing menurun menjadi 13,0 persen; 13,0 persen;
dan 16,1 persen dari 15,1 persen; 15,1 persen; dan 17,6 persen pada bulan
Desember 2006.
Menurunnya suku bunga dan membaiknya ekspektasi terhadap
perekonomian mendorong penyaluran kredit perbankan. Dalam tahun 2007,
penyaluran kredit perbankan mencapai Rp 995,1 triliun, bertambah Rp 208,0
triliun atau meningkat 26,4 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2006.
Kenaikan kredit relatif berimbang antara kredit invetasi, modal kerja, dan
konsumsi dengan peningkatan berturut-turut 23,4 persen, 28,3 persen, dan
24,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Perkembangan ini terus berlanjut hingga triwulan 1/2008. Dalam bulan Maret
2008, posisi kredit perbankan mencapai Rp 1.029,2, triliun atau meningkat
29,5 persen dibandingkan bulan yang sama tahun 2007 (y-o-y). Dengan
perkembangan ini, loan-to-deposit ratio (I.DR) pada bulan Februari 2008
mencapai 67,9 persen.
Meningkatnya penyaluran kredit perbankan diiringi oleh menurunnya
non-peifonning loan. Pada bulan Desember 2007, NPL menurun menjadi Rp
40,0 triliun, atau berkurang Rp 7,5 triliun dan bulan Desember 2006.
Selanjutnya dalam bulan Maret 2008, NPL menurun menjadi Rp 38,3 triliun
(3,7 persen). Secara keseluruhan fungsi intermediasi perbankan berjalan lebih
baik didukung oleh kepercayaan masyarakat terhadap perbankan yang kuat.
Stabilitas ekonomi yang terjaga, perkembangan pasar modal global
yang dinamis, dan ekspektasi yang baik. terhadap ekonomi dalam negeri
telah mendorong kinerja bursa saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
di Bursa Efek Indonesia (BEl) menembus angka 2.000 pada bulan Mei 2007
dan terus meningkat hingga mencapai 2.348,7 pada akhir bulan Juli 2007.
Gejolak bursa saham global berpengaruh terhadap Bursa Efek Indonesia.
Langkah-langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi menguatkan kembali
kepercayaan terhadap pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan di BEI
pada akhir tahun 2007 mencapai 2.745,8 atau meningkat 52,1 persen
dibandingkan akhir tahun sebelumnya, Dalam empat bulan pertama tahun
2008, gejolak bursa saham global masih berlanjut dan berdampak pada pasar
modal di dalam negeri. Pada akhir bulan April 2008, IHSG di BEI mencapai
2.304,5 atau turun 16,1 persen dibandingkan akhir Desember 2007.
NERACA PEMBAYARAN. Tingginya pertumbuhan ekonomi dunia pada
tahun 2007 dan meningkatnya harga komoditi dunia ikut berperan dalam
mendorong penerimaan ekspor nasional. Pada tahun 2007, total penerimaan
ekspor mencapai USD 118,0 miliar, atau naik 14,0 persen dibandingkan tahun
2006. Kenaikan tersebut didorong oleh ekspor migas dan nonmigas yang
meningkat masing-masing sebesar 8,4 persen dan 15,6 persen.
Membaiknya kegiatan ekonomi dan pendapatan masyarakat
meningkatkan kebutuhan impor. Dalam tahun 2007, impor meningkat
menjadi USD 84,9 miliar, atau naik 15,O persen. Peningkatan ini didorong oleh
impor migas dan nonmigas yang masing-masing naik sebesar 16,5 persen
dan 14,5 persen. Dengan defisit jasa-jasa (termasuk income dan current
transfer) yang meningkat menjadi USD 22,7 miliar, surplus neraca transaksi
berjalan pada tahun 2007 mencapai sekitar USD 10,4 miliar, relatif sama
dengan tahun 2006 (USD 10,6 miliar).
Dalam pada itu, investasi langsung asing (neto) mencapai surplus
sebesar USD 1,7 miliar, lebih rendah dan tahun 2006 (USD 2,2 miliar),
didorong oleh investasi langsung asing yang masuk sebesar USD 6,2 miliar.
Arus masuk investasi portfolio yang meningkat hingga semester 1/2007
kemudian melambat oleh rambatan gejolak subprime mortgage sejak bulan
Agustus 2007 yang berimbas pada pelepasan surat utang negara (SUN) dan
surat berharga Bank Indonesia (SBI) pada semester II/2007. Secara
keseluruhan tahun 2007, investasi porto folio neto mencapai USD 7,0 miliar
dengan investasi porto folio yang masuk sebesar USD 10,0 miliar. Adapun
arus modal lainnya pada tahun 2007 mengalami defisit sebesar USD 5,9 miliar
didorong oleh investasi lainnya di luar negeri sebesar USD 5,6 miliar. Dengan
perkembangan ini neraca modal dan finansial dalam keseluruhan tahun 2007
mengalami surplus USD 3,3 miliar dengan cadangan devisa mencapai USD
56,9 miliar atau cukup untuk membiayai kebutuhan 5,8 bulan impor.
Pada tahun 2008, kondisi neraca pembayaran diperkirakan tetap
terjaga dari perlambatan pertumbuhan dunia, kenaikan harga komoditi, serta
dampak lanjutan subprime mortgage. Total nilai ekspor pada tahun 2008
diperkirakan mencapai USD 139,1 miliar, naik 17,9 persen, didorong oleh
ekspor nonmigas yang meningkat sebesar 12,5 persen dan ekspor migas
meningkat sebesar 38,0 persen. Pengeluaran impor diperkirakan mencapai
USD 101,9 miliar atau 19,9 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2007
didorong oleh impor nonmigas dan migas yang masing-masing meningkat
sebesar 16,0 persen 33,8 persen. Dengan defisit jasa-jasa yang meningkat
menjadi USD 25,8 miliar; surplus neraca ttansaksi berjalan pada keseluruhan
tahun 2008 diperkirakan mencapai USD 11,4 miliar; lebih tinggi dari tahun
2007.
Neraca modal dan finansial pada tahun 2008 diperkirakan terjaga
dengan meningkatnya investasi jangka panjang, terjaganya investasi jangka
pendek, serta menurunnya defisit investasi lainnya. Investasi langsung aging
(neto) diperkirakan mencapai surplus USD 2,5 miliar dengan meningkatnya
iklim investasi di dalam negeri. Investasi portfolio pada tahun 2008
diperkirakan mengalami surplus USD 4,6 miliar dengan upaya mengurangi
penerbitan SUN, SBT, dan obligasi internasional. Sedangkan investasi lainnya
mengalami defisit USD 7,1 miliar. Dengan perkiraan tersebut, neraca modal
dan finansial pada tahun 2008 diperkirakan mengalami surplus sebesar USD
0,2 miliar. Dalam
keseluruhan tahun 2008, cadangan devisa diperkirakan mencapai USD 68,5
miliar atau cukup untuk memenuhi kebutuhan 6,0 bulan impor.
KEUANGAN NEGARA. Dalam tahun 2007, kebijakan fiskal diarahkan
untuk memberi dorongan pada perekonomian dengan tetap menjaga
terkendalinya defisit anggaran. Belanja negara yang terdiri dari belanja
pcmerintah pusat dan belanja ke daerah meningkat menjadi Rp 757,2 triliun
atau naik 13,5 persen dibandingkan tahun 2006. Kebijakan belanja
pemerintah pusat diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam bentuk belanja pegawai dan barang, mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan infrastruktur dasar, melindungi
hajat hidup masyarakat dalam bentuk subsidi yang lebih terarah, memenuhi
pembayaran utang baik dalam maupun luar negeri. Adapun kebijakan belanja
ke daerah diarahkan untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dan membiayai kegiatan-kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Penerimaan negara diarahkan terutama untuk menggali sumber
penerimaan dalam negeri baik penerimaan pajak maupun penerimaan bukan
pajak. Pada tahun 2007, penerimaan pajak meningkat menjadi Rp 491,8
triliun atau naik 20,2 persen terutama didorong oleh pajak dalam negeri yang
meningkat 18,9 persen. Adapun penerimaan bukan pajak turun sebesar 5,3
persen terutama didorong oleh rendahnya lifting minyak bumi dibandingkan
target APBN-P. Dengan perkembangan ini, defisit anggaran pada tahun 2007
dapat dijaga sebesar Rp 48,8 triliun atau 1,3 persen PDB.
Pada tahun 2008, kebijakan fiskal tetap diarahkan untuk memberi
stimulus kepada perekonomian dengan menjaga ketahanan fiskal. Berbagai
upaya untuk menjaga ketahanan dan kesinambungan fiskal dalam rangka
pengamanan APBN Tahun 2008 dilakukan antara lain: (1) optimalisasi
pendapatan negara yang bersumber dari sektor perpajakan, PNBP, maupun
dividen BUMN; (2) penggunaan dana cadangan APBN (contingency policy
measure); (3) penghematan dan penajaman prioritas belanja K/L; (4)
perbaikan parameter produksi dan subsidi BBM dan listrik; (5) peningkatan
efisiensi di Pertamina dan PLN; (6) pemanfaatan dana kelebihan (windfall) di
daerah penghasil migas melalui instrumen utang; (7) penerbitan obligasi/SBN
dan optimalisasi pinjaman program; (8) pengurangan beban pajak dan bea
masuk atas komoditas pangan strategis; serta (9) penambahan subsidi
pangan.
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang
APBN Tahun 2008, APBN Tahun 2008 mendapat tekanan yang sangat berat
baik internal maupun eksternal. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global
sebagai akibat dari krisis sektor perumahan di Amerika Serikat, naiknya harga
minyak mentah di pasar dunia dan harga komoditas pangan dunia,
melemahnya mulai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, penurunan
lifting minyak bumi menjadi 927 ribu barel per hari atau lebih rendah 107 ribu
barel per hari dibandingkan target APBN 2008 (1.034 ribu barel perhari),
menuntut dilakukannya perubahan APBN Tahun 2008 dan telah ditetapkan
dalam bulan April 2008.
Beratnya tekanan eksternal dan internal tersebut diatas, mendorong
untuk dilakukannya perubahan dalam APBN tahun 2008. Perubahan tersebut
diantaranya: (i) perubahan asumsi dasar untuk memberikan sinyal yang tepat
kepada publik; (ii) sejalan dengan perubahan asumsi dasar tersebut
mendorong perubahan besaran APBN; (iii) paket kebijakan stabilisasi harga
(PKSH) untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak dan pangan dunia; (iv)
dilakukannya pemotongan terhadap anggaran belanja Kementerian/Lembaga
sebesar rata-rata 10 persen; (v) penyewaan dana cadangan sebesar Rp 8,3
triliun untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak hingga ke USD 100 per
barel dan volume konsumsi BBM bersubsidi. Apabila dana cadangan tcrsebut
tidak mencukupi, Pemerintah diberi keleluasaan untuk mengambil
langkah-langkah pengamanan APBN lebih lanjut.
Sesuai dengan APBN-P Tahun 2008, pendapatan negara dan hibah
diperkirakan mencapai Rp 895,0 triliun atau 20,0 persen PDB, lebih tinggi Rp
113,6 triliun dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2008
sebesar Rp 781,4 triliun atau 17,4 persen PDB. Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh peningkatan penerimaan negara bukan pajak khususnya
penerimaan minyak bumi dan gas alam serta peningkatan dividen BUMN.
Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai Rp 989,5 triliun atau
22,1 persen PDB, lebih tinggi Rp 134,8 triliun dibandingkan dengan anggaran
belanja negara yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp 854,7 triliun
atau 19,1 persen PDB. Peningkatan anggaran belanja yang cukup signifikan
tersebut terutama disebabkan oleh beban belanja subsidi yang mencapai Rp
234,4 triliun atau 5,2 persen PDB, meningkat Rp 136,5 triliun atau 139,4
persen dari alokasi belanja subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2008 yang
sebesar Rp 97,9 triliun atau 2,2 persen PDB.
Perkembangan penerimaan dan belanja negara diatas, mendorong
peningkatan defisit anggaran dalam APBN-P Tahun 2008 sebesar 0,4 persen
PDB atau meningkat dan 1,7 persen PDB menjadi 2,1 persen PDB. Selanjutnya
stok utang pemerintah diperkirakan sebesar 32-34 persen PDB.
Setelah diundangkannya Undang-undang APBN Perubahan tahun 2008,
harga minyak mentah di pasaran internasional terus mengalami kenaikan dan
mencapai tingkat lebih dan USD 120 per barel pada paroh pertama bulan Mei
2008. Tingginya harga minyak mentah dunia tersebut dan adanya perbedaan
harga BBM dalam negeri dengan luar negen yang semakin tinggi berpotensi
memicu kenaikan konsumsi BBM bersubsidi. Keadaan ini akan meningkatkan
beban subsidi energi yang selanjutnya berdampak terhadap kenaikan defisit
anggaran. Dengan kecenderungan harga minyak mentah yang tinggi
tersebut, Pemerintah telah menyusun rencana pengamanan pelaksanaan
APBN-P 2008 untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan menjaga
momentum pertumbuhan ekonomi, serta melindungi masyarakat miskin.
Dengan berbagai langkah tersebut, gambaran penerimaan negara dan hibah
pada tahun 2008 diperkirakan menjadi Rp 937,8 triliun (20,1 persen PDB)
atau meningkat sebesar Rp 42,8 triliun. Peningkatan tersebut utamanya
didorong oleh peningkatan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 35,2 triliun.
Sementara itu, belanja negara diperkirakan sebesar Rp 1.020,1 triliun (21,9
persen PDB) atau meningkat sebesar Rp 30,6 triliun. Dengan demikian, defisit
APBN pada tahun 2008 diperkirakan sebesar 1,8 persen PDB.
PERTUMBUHAN EKONOMI. Stabilitas ekonomi yang membaik dan
gejolak tahun 2005 serta langkah-langkah yang ditempuh untuk mendorong
kegiatan ekonomi mampu memulihkan kembali momentum pertumbuhan
ekonomi. Pada tahun 2007 perekonomian tumbuh sebesar 6,3 persen lebih
tinggi dari tahun sebelumnya (5,5 persen). Dari sisi permintaan, pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2007 terutama didorong oleh investasi berupa
pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan ekspor barang dan jasa yang
masing-masing tumbuh sebesar 9,2 persen dan 8,0 persen. Sejak semester
II/2007, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto tumbuh dua digit
dibandingkan semester II/2006. Sementara itu, konsultasi masyarakat tumbuh
sebesar 5,0 persen dan konsumsi pemerintah meningkat sebesar 3,9 persen.
Dan sisi produksi, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 terutama didorong
oleh sektor industri pengolahan terutama nonmigas yang tumbuh sebesar 5,2
persen dan sektor tersier terutama pengangkutan dan telekomunikasi; listrik,
gas dan air bersih; serta konsttuksi yang masing-masing tumbuh sebesar 14,4
persen; 10,4 persen, dan 8,6 persen. Adapun sektor pertanian serta
pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 3,5 persen dan 2,0 persen.
Dalam triwulan 1/2008, momentum pertumbuhan ekonomi tetap
terjaga dengan pertumbuhan sebesar 6,3 persen (y-o-y). Dan sisi permintaan,
pertumbuhan ekonomi triwulan 1/2008 terutama didorong oleh pembentukan
modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa yang meningkat 13,3 persen
dan 15,0 persen serta ditopang oleh konsumsi masyarakat yang tumbuh 5,5
persen (y-o-y). Dan sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong
oleh sektor pertanian dan sektor tersier yang tumbuh 6,0 persen dan 9,0
persen (y-o-y). Adapun sektor industri pengolahan terutama nonmigas
tumbuh 4,6 persen serta sektor pertambangan dan penggalian tumbuh
negatif 2,3 persen (y-o-y).
Tekanan ekternal yang berat berupa harga komoditi termasuk minyak
mentah yang meningkat tinggi, masih berlanjutnya pengaruh lanjutan dari
subprime mortgage, dan perlambatan ekonomi AS menuntut perubahan
sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dan 6,8 persen menjadi 6,4
persen yang kemudian disesuaikan lagi rnenjadi 6,0 persen. Dari sisi
pengeluaran, investasi serta ekspor barang dan jasa tetap didorong sebagai
penggerak perekonomian dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 11,4
persen dan 10,5 persen. Kegiatan ekonomi yang didukung oleh
langkah-langkah untuk menstabilkan harga kebutuhan pokok masyarakat
diperkirakan meningkatkan konsumsi masyarakat dan pemerintah
masing-masing sebesar 4,7 persen dan 4,5 persen. Sementara itu impor
barang dan jasa diperkirakan meningkat 13,0 persen.
Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi akan digerakan oleh industri
pengolahan nonmigas yang diperkirakan tumbuh 5,5 persen seiring dengan
perbaikan ik1im investasi dan meningkatnya ekspor; sektor pertanian yang
meningkat 3,5 persen; serta sektor pertambangan dan penggalian yang
tumbuh 2,9 persen. Sedangkan sektor tersier yang meliputi listrik, gas, dan air
bersih; konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan
telekomunikasi; keuangan, real estat, dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa
diperkirakan tumbuh berturut-turut sebesar 7,0 persen; 7,2 persen; 6,9
persen; 13,7 persen; 7,4 persen; serta 5,7 persen.
PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN. Momentum pertumbuhan ekonomi
yang terjaga pada tahun 2007 telah menciptakan lapangan kerja yang cukup
besar dan sekaligus menurunkan pengangguran terbuka. Dalam bulan
Agustus 2006 hingga Agustus 2007 telah tercipta lapangan kerja bagi 4,5 juta
orang sehingga pengangguran terbuka menurun dari 10,9 juta orang (10,3
persen) menjadi 10,0 juta orang (9,1 persen). Dalam bulan Februari 2008,
pengangguran terbuka menurun menjadi 9,4 juta orang (8,5 persen).
Kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi
penduduk miskin yang masih berjumlah 37,2 juta jiwa (Maret 2007)
ditingkatkan pada tahun 2008.
B. LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL TAHUN 2009

Kondisi ekonomi tahun 2009 akan dipengaruhi oleh lingkungan


eksternal yang diperkirakan lebih baik dari tahun 2008. Pertama, harga
komoditi dunia termasuk minyak mentah diperkirakan akan melunak.
Peningkatan produksi baik OPEC maupun non-OPEC, respon produksi komoditi
dunia lainnya terhadap peningkatan harga yang tinggi, serta stabilitas
keuangan global yang membaik akan mengurangi tekanan terhadap harga
komoditi dunia pada tahun 2009. Pada tahun 2009, harga minyak mentah
West Texas Intermediate (WTI) diperkirakan menurun menjadi sekitar USD
103 per barel (Energy Information Administration, EIA, Departemen Energi AS,
Mei 2008). Resiko harga minyak yang lebih ringgi tetap ada apabila terjadi
gangguan dalam produksi minyak mentah dunia dan memburuknya kondisi
geo-politik di Timur Tengah dengan permintaan yang tetap tinggi dari China,
India, dan negara Asia lainnya didorong oleh perekonomiannya yang tumbuh
pesat.
Kedua, gejolak keuangan global diperkirakan mereda. Langkah-langkah
yang ditempuh oleh negara-negara maju diperkirakan mampu memulihkan
kembali sektor keuangan global yang pada gilirannya akan meningkatkan
stabilitas moneter internasional yang lebih baik dan menggerakkan kembali
bursa saham global.
Ketiga, perekonomian AS diperkirakan mulai meningkat secara
bertahap, World Economic Outlook, IMF, April 2008 memperkirakan ekonomi
AS pada tahun 2009 tumbuh 0,6 persen, relatif sama dengan tahun 2008 (0,5
persen); sedangkan Poll of Forecasters, The Economist, Mei 2008
memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 2009 sebesar 1,7
persen, sedikit lebih tinggi dari perkiraan tahun 2008 (1,1 persen). Dengan
perekonomian Asia yang diperkirakan tetap tumbuh tinggi, perekonomian
dunia pada tahun 2009 diperkirakan tumbuh sedikit lebih tinggi yang pada
gilirannya akan meningkatkan perdagangan dunia. Dalam tahun 2009,
ekonomi dunia diperkirakan tumbuh 3,8 persen dengan ekonomi Asia yang
tumbuh 8,4 persen (World Economic Outlook, April 2008). Volume
perdagangan dunia pada tahun 2009 diperkirakan meningkat 5,8 persen,
lebih tinggi dari peningkatan tahun 2008 (5,4 persen).
Adapun lingkungan internal yang diperkirakan berpengaruh positif
terhadap perekonomian Indonesia tahun 2009 adalah sebagai berikut.
Pertama, stabilitas keamanan dan politik yang dijaga akan memberi
ekspektasi yang positif bagi berlangsungnya kegiatan ekonomi yang lebih
baik. Kedua, langkah-langkah perbaikan investasi dan percepatan sektor riil
yang terus dilanjutkan akan memberi dorongan lebih kuat bagi meningkatnya
investasi, ekspor nonmigas, dan kegiatan sektor riil.

C. TANTANGAN POKOK

Dengan kemajuan yang dicapai pada tahun 2007 dan masalah yang
diperkirakan masih dihadapi pada tahun 2008, tantangan pokok yang
dihadapi pada tahun 2009 adalah sebagai berikut :

1.MENDORONG PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI. Dorongan akan


diberikan pada peningkatan investasi, industri pengolahan nonmigas,
serta daya saing ekspor. Dalam tahun 2007 investasi berupa
pembentukan modal tetap bruto tumbuh sebesar 9,2 persen, lebih
tinggi dari tahun 2006 (2,5 persen) namun masih lebih rendah dari
tahun 2004 dan 2005 yang tumbuh sebesar 14,7 persen dan 10,9
persen. Pada tahun 2007, industri pengolahan nonmigas hanya tumbuh
sebesar 5,2 persen, lebih rendah dari tahun 2004 yang meningkat 7,5
persen. Dalam tahun 2007, peningkatan nilai ekspor nonmigas lebih
banyak didorong oleh kenaikan harga dunia dibandingkan dengan
volume ekspor. Beberapa kendala di dalam negeri yang menghambat
peningkatan investasi dan ekspor serta lemahnya sektor industri
pengolahan akan ditangani secara sungguh-sungguh.
2.MEMPERCEPAT PENGURANGAN PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN.
Meskipun pada tahun 2007 dan awal tahun 2008, jumlah pengangguran
terbuka serta penduduk yang hidup di bawah yang kemiskinan
mengalami penurunan, jumlahnya masih relatif besar. Pengangguran
terbuka pada bulan Februari 2008 sebanyak 9,4 juta orang (8,5 persen);
sedangkan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sekitar
37,2 juta orang miskin (16,6 persen). Percepatan pertumbuhan ekonomi
akan didorong untuk menurunkan tingkat pengangguran yang mulai
menurun dan mengurangi jumlah penduduk miskin yang masih besar
dengan mendorong kualitas pertumbuhannya.
3.MENJAGA STABILITAS EKONOMI. Lambatnya pemulihan pertumbuhan
ekonomi Amerika Serikat, gangguan produksi pada komoditi energi dan
pangan, serta tingginya likuiditas ekonomi dunia dapat menimbulkan
potensi yang mengakibatkan gejolak ekternal yang pada gilirannya
akan berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi di dalam negeri.
Selanjutnya tingginya inflasi di dalam negeri pada tahun 2008 menuntut
kebijakan moneter yang berhati-hati untuk mengendalikan ekspektasi
inflasi agar menurun pada tingkat yang memadai.

D. ARAH KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO

Sesuai dengan tema pembangunan tahun 2009, kebijakan ekonomi


makro tahun 2009 diarahkan untuk PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
DAN PENGURANGAN KEMISKINAN. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
diupayakan dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh
pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi serta dengan terjaganya
stabilitas ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi didorong terutama dengan meningkatkan
investasi, ekspor, dan pengeluaran pemerintah serta mendorong peningkatan
sektor industri pengolahan, revitalisasi pertanian dan menggerakkan UKM.
Peningkatan investasi dan ekspor didorong dengan meningkatkan daya tarik
investasi baik di dalam maupun di luar negeri; mengurangi hambatan
prosedur perijinan, administrasi perpajakan dan kepabeanan; meningkatkan
kepastian hukum termasuk terhadap peraturan-peraturan daerah yang
menghambat; serta meningkatkan diversifikasi pasar ekspor, mendorong
komoditi nonmigas yang bernilai tambah tinggi, dan penerimaan devisa dari
pariwisata dan TKI. Perhatian juga diberikan pada upaya untuk meningkatkan
investasi dalam kegiatan eksploitasi dan eksplorasi pertambangan. Daya
saing industrl manufaktur ditingkatkan. antara lain dengan pengembangan
kawasan industri khusus, fasilitasi industri hilir komoditi primer, restrukturisasi
permesinan, serta penggunaan produksi dalam negeri: Investasi juga akan
didorong dengan meningkatkan produktivitas dan akses UKM pada
sumberdaya produktivitas. Dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi juga
diberikan dengan mempercepat pembangunan infrastruktur dan penyediaan
energi termasuk listrik.
Kemampuan ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja dan
mengurangi kemiskinan terus didorong. Perbaikan iklim ketenagakerjaan
akan ditingkatkan dengan menyempurnakan peraturan ketenagakerjaan,
mendorong pelaksanaan negosiasi bipatrit, serta penyusulan standar
kompetensi. Perhatian juga diberikan pada penempatan, perlindungan, dan
pembiayaan tenaga kerja ke luar negeri. Pembangunan pertanian dan
pembangunan perdesaan didorong melalui peningkatan produksi pangan,
produktivitas pertanian secara luas, diversifikasi ekonomi pedesaan,
pembahasan agraria nasional, serta pengembangan kota kecil dan
menengah pendukung ekonomi perdesaan. Upaya untuk menurunkan jumlah
penduduk miskin juga akan didorong oleh berbagai program yang diarahkan
untuk meningkatkan kegiatan ekonomi yang pro-rakyat miskin, memperluas
cakupan program pembangunan berbasis masyarakat, serta meningkatkan
akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. Disamping itu,
kebutuhan pokok utamanya beras yang berpengaruh bagi kesejahteraan
masyarakat miskin akan dijamin ketersediaannya dengan akses dan harga
yang terjangkau.
Stabilitas ekonomi dijaga melalui pengamanan pasokan bahan
makanan, sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter, dan ketahanan fiskal.
Pasokan bahan makanan diupayakan dengan meningkatkan produksi bahan
pokok dengan penyempurnaan sistem distribusi sehingga kebutuhan pokok
rakyat dapat tersedia. Pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati-hati serta
pelaksanaan kebijakan fiskal yang mengarah pada kesinambungan fiskal
dengan tetap memberi ruang gerak bagi peningkatan kegiatan ekonomi.
Stabilitas ekonomi juga akan didukung dengan ketahanan sektor keuangan
melalui penguatan dan pengaturan jasa keuangan, perlindungan dana
masyarakat, serta peningkatan koordinasi dengan otoritas keuangan melalui
jaring pengaman sistem keuangan.

E. SASARAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2009


Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan
memperhatikan lingkungan eksternal dan internal, sasaran ekonomi makro
tahun 2009 adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 6,0 - 6,4 persen dan laju
inflasi sebesar 5,8 - 6,5 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi dan stabilitas ekonomi yang terjaga tersebut, pengangguran terbuka
dan jumlah penduduk miskin akan menurun. Pengangguran terbuka
diperkirakan turun menjadi 7,0 - 8,0 persen dari angkatan kerja dan jumlah
penduduk miskin diperkirakan turun menjadi 12 - 14 persen pada tahun 2009.

1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEBUTUHAN INVESTASI


Pertumbuhan ekonomi didorong dengan meningkatkan investasi,
menjaga ekspor nonmigas serta memberi stimulus fiskal dalam batas
kemampuan keuangan negara untuk menggerakkan semua sektor produksi,
terutama industri dan pertanian. Koordinasi antara kebijakan fiskal, moneter,
dan sektor riil, ditingkatkan untuk mendorong peranan masyarakat dalam
pembangunan ekonomi. Dalam tahun 2009, perekonomian diperkirakan
tumbuh sebesar 6,0 - 6,4 persen.
Dengan sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen, investasi
berupa pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa
didorong agar tumbuh masing-masing sebesar 12,1 persen dan 11,0 persen.
Dengan meningkatnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan tumbuh
13,4 persen. Dalam keseluruhan tahun 2009, dengan terjaganya stabilitas
ekonomi, daya beli masyarakat membaik dengan konsumsi masyarakat
diperkirakan tumbuh 5,3 persen" sedangkan pengeluaran pemerintah
diperkirakan tumbuh sebesar 5,4 persen.
Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 3,7 persen dengan peningkatan
yang lebih baik terutama, untuk produksi tanaman bahan makanan. Adapun
industri pengolahan didorong tumbuh 1,3 persen dengan industri pengolahan
nonmigas tumbuh 6,0 persen antara lain oleh perbaikan iklim investasi dan
meningkatnya ekspor nonmigas. Sedangkan sektor tersier yang meliputi
listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran;
pengangkutan dan telekomunikasi; keuangan, real estat, dan jasa
perusahaan; serta jasa-jasa diperkirakan tumbuh berturut-turut sebesar 7,9
persen; 8,0 persen; 7,6 persen; 14,1 persen; 7,5 persen; serta 5,8 persen.
Pertumbuhan PDB baik pada sisi pengeluaran maupun produksi dapat dilihat
pada Tabel III.1.
Untuk membiayai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen pada
tahun 2009, dibutuhkan investasi sebesar Rp 1.410,6 triliun dengan peran
serta masyarakat dan pemerintah masing-masing sebesar Rp 1.232,9 triliun
dan Rp 177,7 triliun. Kebutuhan investasi 2009 dapat dilihat pada Tabel III.2.

2. STABILITAS EKONOMI

Stabilitas ekonomi dalam tahun 2009 tetap dijaga, tercermin dari


kondisi neraca pembayaran, moneter, dan keuangan negara.
a. NERACA PEMBAYARAN

Penerimaan ekspor tahun 2009 diperkirakan meningkat sebesar 9,3


persen, terutama didorong oleh ekspor nonmigas yang naik 13,5 persen;
sedangkan ekspor migas diperkirakan turun 3,4 persen antara lain karena
harga minyak dunia yang menurun dan program pengalihan ekspor gas untuk
kebutuhan domestik. Sementara itu impor nonmigas diperkirakan tetap
tumbuh tinggi sebesar 17,5 persen sedangkan impor migas menurun sebesar
1,1 persen. Dengan defisit sektor jasa-jasa yang masih tetap tinggi, surplus
neraca transaksi berjalan pada tahun 2009 diperkirakan menurun menjadi
USD 10,9 miliar.
Seiring dengan mulai membaiknya kondisi pasar uang dunia, neraca
modal dan finansial diperkirakan mengalami surplus sebesar USD 0,9 miliar
didorong oleh meningkatnya investasi langsung asing (neto) sebesar USD 2,4
miliar, portfolio sebesar USD 6,2 miliar; sedangkan investasi lainnya (neto)
defisit sebesar USD 7,6 miliar.
Secara keseluruhan, surplus neraca pembayaran pada tahun 2009
diperkirakan mencapai USD 11,9 miliar dan cadangan devisa diperkirakan
meningkat menjadi USD 80,4 miliar atau cukup untuk memenuhi 6,5 bulan
impor. Gambaran neraca pembayaran tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel
III.3.

b. MONETER

Stabilitas neraca pembayaran yang terjaga, ketersediaan cadangan


devisa yang meningkat, serta efektivitas kebijakan moneter yang semakin
baik akan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap rupiah. Dalam tahun
2009, stabilitas nilai tukar rupiah diperkirakan tetap terjaga. Dengan nilai
tukar rupiah yang stabil serta pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang
terjaga, laju inflasi pada tahun 2009 diperkirakan sebesar 6,0 persen. Dengan
menurunnya laju inflasi dan stabilnya nilai tukar rupiah, suku bunga di dalam
negeri diperkirakan menurun dan pada gilirannya akan mendorong kegiatan
ekonomi masyarakat.

c. KEUANGAN NEGARA

Kebijakan fiskal tahun 2009 diarahkan untuk memberikan dorongan


terhadap perekonomian dengan tetap menjaga langkah-langkah konsolidasi
fiskal yang telah dilakukan selama ini.
Dalam tahun 2009, penerimaan negara dan hibah diperkirakan
mencapai 19,5 - 19,8 persen PDB, terutama didukung oleh penerimaan
perpajakan sebesar 13,7 - 14,1 persen PDB dan penerimaan bukan pajak
sebesar 5,7 - 5,8 persen PDB.
Sementara itu, belanja negara diperkirakan sebesar 21,0 - 21,8 persen
PDB. Dengan besarnya dorongan fiskal ke daerah, keselarasan
program-program pembangunan di daerah dengan program prioritas nasional
perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pencapaian sasaran nasional.
Dengan perkiraan penerimaan dan pengeluaran tersebut, ketahanan
fiskal tetap terjaga. Defisit APBN tahun 2009 diupayakan sekitar 1,5 - 2,0
persen PDB, ditutup oleh pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar
negeri. Ketahanan fiskal yang terjaga juga tercermin dari stok utang
pemerintah yang menurun menjadi 32,0 - 34,0 persen PDB pada tahun 2009.

3. PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN

Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, stabilitas ekonomi


yang terjaga, serta berbagai kegiatan pembangunan yang diarahkan untuk
mengurangi jumlah penduduk miskin dan pengangguran, jumlah penduduk
miskin dan pengangguran terbuka menurun. Pada tahun 2009 jumlah
penduduk miskin diperkirakan turun menjadi 12 - 14 persen, sedangkan
tingkat pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi 6,5 - 7,5 persen
dari angkatan kerja.

4. KEBIJAKAN SUBSIDI

Sesuai amanat pasal 33 dan 34 Undang-undang Dasar 1945,


pemerintah wajib menjamin kehidupan fakir-miskin, anak-anak terlantar,
mengembangkan sistem jaringan sosial, serta memberdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Dengan
demikian pemerintah perlu menyediakan bantuan yang dibutuhkan antara
lain transfer tunai, barang dan jasa seperti jaminan tersedianya kebutuhan
pangan, kesehatan dan pendidikan, subsidi yang ditujukan untuk
meringankan beban masyarakat dalam mencukupi kebutuhan dasarnya, serta
subsidi untuk menjaga agar produsen mampu berproduksi, khususnya yang
merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan harga terjangkau.
Dalam menjalankan amanat konstitusi tersebut, pemerintah
mengalokasikan anggaran subsidi dengan proporsi yang cukup besar dalam
keseluruhan belanja negara. Pada tahun 2007 realisasi rasio
subsidi terhadap belanja negara mencapai 19,8 persen; atau 4,0 persen dari
PDB. Sementara itu, pada APBN-P tahun 2008 rasio subsidi terhadap belanja
negara diperkirakan sebesar 23,7 persen atau 5,2 persen dari PDB.
Subsidi tersebut terbagi atas berbagai jenis, yaitu:
a.Subsidi Pangan, dalam bentuk penyediaan dana untuk penerapan harga
pembelian gabah dan beras oleh pemerintah (HPP) dan penyediaan
beras murah untuk masyarakat miskin (Raskin);
b.Subsidi Pupuk, dalam bentuk penyediaan pupuk murah untuk petani;
c.Subsidi BBM, dalam bentuk penyediaan BBM dengan harga lebih murah,
baik untuk konsumen maupun produsen tertentu;
d.Subsidi Listrik, dalam bentuk penyediaan listrik murah, baik untuk
konsumen maupun produsen tertentu;
e.Subsidi Bunga Kredit Program, dalam bentuk penyediaan bunga di bawah
bunga pasar untuk menunjang pencapaian program tertentu, seperti
Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Kredit Koperasi Primer untuk Angota
(KKPA), Kredit Koperasi, Kredit Kepemilikan Rumah Sederhana (KKRS),
Kredit Kepemilikan Rumah Sangat Sederhana (KKRSS) dan Kredit
Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan;
f.Subsidi Benih, dalam bentuk penyediaan benih unggul untuk padi, kedelai,
jagung hibrida, jagung komposit dan ikan budidaya dengan harga di
bawah harga pasar; serta
g.Subsidi BUMN PSO, dalam bentuk penyediaan pelayanan oleh BUMN
tertentu kepada masyarakat dengan harga di bawah harga pasar,
seperti subsidi untuk Kereta Api Kelas Ekonomi, subsidi Pas, subsidi
untuk PELNI dan sejenisnya.
Mengingat bahwa belanja negara dalam bentuk pemberian subsidi
cukup besar, dalam rangka meningkatkan efektifitas pengeluaran negara,
pengusulan dan pemberian subsidi harus diatur lebih sistematis.
Arah Kebijakan Subsidi Tahun 2009. Dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dan sekaligus mendorong peningkatan perekonomian,
subsidi yang sudah berjalan masih diperlukan atau belum berakhir jangka
waktu pemberiannya akan terus dilanjutkan, namun pemberian subsidi
tersebut akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran. Sementara itu, dalam
rangka memenuhi kebutuhan yang penting dan mendesak, pengusulnan
subsidi baru dimungkinkan dengan memperhatikan bahwa pemberian subsidi
merupakan pilihan kebijakan terbaik yang perlu dilakukan, memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan, serta dengan mempertimbangkan keterbatasan dana
pemerintah.
Kriteria Subsidi. Secara umum, pemberian subsidi dalam tahun 2009
diberikan untuk menghasilkan produk dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat yang daya belinya terbatas. Kriteria pengusulan subsidi dalam
tahun 2009 adalah sebagai berikut:
1.Produk yang diberi subsidi merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut
hajat hidup orang banyak atau dalam rangka mendorong kemampuan
produsen nasional dalam memproduksi komoditi tertentu;
2.Adanya kelompok sasaran penerima subsidi yang jelas, yang menjadi
konsumen akhir dari komoditi yang disubsidi. Kelompok sasaran
tersebut diutamakan masyarakat golongan berpendapatan rendah;
dan/atau masyarakat di wilayah terpencil atau terisolir agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup dasar.
3.Komoditi yang disubsidi agar dapat ikut menciptakan kestabilan harga;
4.Memiliki jangka waktu yang jelas. Dalam hal ini pemberian subsidi tidak
dapat diberikan selamanya dan oleh sebab itu pengajuannya harus
disertai dengan target waktu subsidi tersebut berakhir;
5.Pengajuan subsidi dalam harus kemampuan pembiayaan negara;
6.Pengusulan subsidi harus disertai dengan alasan dan dasar perhitungan
yang jelas mengenai besarnya subsidi yang diajukan;
7.Adanya mekanisme (delivery) yang jelas hingga komoditi tersebut dapat
dipastikan sampai pada masyarakat yang layak menerima;
8.Adanya pembenahan struktural yang menyertai pelaksanaan subsidi
tersebut agar penyalahgunaan subsidi semaksimal mungkin dapat
dihindarkan.

Mekanisme Pengajuan/Pemberian Subsidi. Subsidi diajukan oleh


Kementerian/Lembaga yang terkait dengan komoditi dalam bentuk barang
dan jasa, atau yang ketersediaannya menjadi tanggung jawab
kementerian/lembaga yang bersangkutan. Pengajuan tersebut dilakukan
bersamaan dengan pengajuan kegiatan kementerian/lembaga yang
bersangkutan. Dengan demikian, kegiatan atau pengajuan subsidi secara
lebih terperinci diuraikan pada kegiatan prioritas, dan/atau dalam kegiatan
kementerian/Lembaga.

5. PENDANAAN MELALUI TRANSFER KE DAERAH

Pendanaan pembangunan melalui transfer ke daerah merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dari pendanaan pembangunan secara nasional
dengan arah kebijakan Transfer ke daerah tahun 2009, (i) terus
melaksanakan desentralisasi fiskal untuk menunjang pelaksanaan otonomi
daerah secara konsisten, (ii) mengurangi kesenjangan fiskal antara
Pemerintah pusat dengan daerah dan antar daerah, (iii) mengurangi
kesenjangan dan perbaikan pelayanan publik di daerah, (iv) pengalihan
anggaran kementerian/lembaga yang digunakan untuk mendanai kegiatan
yang sudah menjadi urusan daerah ke DAK.
Sehubungan dengan itu, kebijakan pengalokasian transfer ke daerah
dalam tahun 2009 tetap diarahkan untuk mendukung program/kegiatan
prioritas nasional dan menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan
desentralisasi fiskal guna menunjang penyelenggaraan otonomi yang luas,
nyata dan bertanggung jawab, dengan tujuan:
*Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi
kesenjangan pelayanan publik antardaerah;
*Mendukung kegiatan prioritas pembangunan nasional yang juga merupakan
urusan daerah
*Meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan
rencana pembangunan daerah;
*Mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah serta antardaerah;
*Meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah;
*Mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam kerangka kebijakan
ekonomi makro; dan
*Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional.

DANA PERIMBANGAN

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan


Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, dana
perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan yang terdiri dari dana bagi
hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK),
merupakan pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis dana
perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi dalam mendukung
kebijakan desentralisasi fiskal guna memperbaiki kesenjangan fiskal antara
pusat dan daerah (Vertical Fiscal Imbalance) serta antar daerah (Horizontal
Fiscal Imbalance).
Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil (DBH)
merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Langkah-langkah untuk
penyempurnaan proses penghitungan, penetapan alokasi dan ketepatan
waktu penyaluran DBH akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui
peningkatan koordinasi dan akurasi data sesuai dengan peraturan yang
berlaku, dalam rangka mempercepat penyelesaian dokumen transfer yang
diperlukan untuk penyaluran DBH ke daerah dan meningkatkan
akuntabilitas/tanggung gugat dan efektivitas penggunaannya. Disamping itu
juga melaksanakan sosialissi penggunaan DBH migas 0,5 persen sebagai
tambahan anggaran pendidikan dasar.
Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Umum
(DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Sebagai acuan utama dalam penetapan kebijakan DAU Tahun 2009 adalah UU
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan daerah dan PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan. Sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan di atas,
hal-hal sebagai berikut menjadi perhatian dalam pengalokasian DAU Tahun
2009 :
a.Pengalokasian DAU kepada masing-masing daerah menggunakan formula
DAU dihitung atas dasar Celah Fiskal (CF) dan Alokasi Dasar (AD). CF
suatu daerah merupakan selisih kebutuhan fiskal (Kbf) dengan
Kapasitas fiskal (Kpf) sedangkan AD dihitung berdasarkan jumlah gaji
PNSD.
b.Variabel Kebutuhan Fiskal Daerah yaitu: (i) jumlah penduduk, (ii) luas
wilayah, (iii) Indeks Kemahalan Konstruksi, (iv) Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Variabel Kapasitas Fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan
daerah yang berasal dari PAD, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi
Hasil SDA.
c.Penyedia dan jenis data yang digunakan dalam perhitungan DAU diperoleh
dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang
berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan,
antara lain dari daerah dan Departemen Keuangan untuk Belanja PNSD,
dan PAD, BPS untuk data Jumlah Penduduk, IKK, IPM dan PDRB per
kapita, Depdagri dan Bakosurtanal untuk data luas wilayah darat dan
laut, sedangkan untuk data DBH Pajak dan DBH SDA dari Departemen
Keuangan.
d.Proporsi pembagian DAU adalah sebesar 10% untuk semua Provinsi dan
sebesar 90% untuk semua Kabupaten/Kota dari besaran DAU nasional.
e.Dalam hal realisasi harga minyak bumi melebihi 130% dari asumsi dasar
minyak bumi dalam APBN tahun berjalan, kelebihan DBH-nya dibagikan
kepada daerah sebagai DAU Tambahan, menggunakan formula DAU
atas dasar Celah Fiskal.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Khusus. Dana Alokasi


Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan
kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK
dimaksudkan untuk membantu daerah tertentu dalam mendanai kebutuhan
sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat dalam rangka mendorong
percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional.
Penetapan kebijakan DAK Tahun 2009 mengacu pada UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan daerah dan PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
Dalam proses perhitungan alokasi DAK kepada masing-masing daerah akan
disempurnakan antara lain melalui peningkatan transparansi dan
penyempurnaan metode penghitungan, serta peningkatan akurasi data yang
ditujukan untuk menghindari terjadinya ketidaksesuaian antara alokasi DAK
yang merupakan prioritas nasional dengan kebutuhan daerah.
Pada tahun 2009, dalam pengalokasian diprioritaskan untuk membantu
daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah, dalam
rangka mendorong pencapaian standar pelayanan minimal kepada
masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar
masyarakat. Selain itu, alokasi juga dapat diberikan kepada seluruh daerah
yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku diprioritaskan
untuk mendapatkan alokasi DAK.
Secara umum, arah kebijakan DAK tahun 2009 adalah sebagai berikut:
1.Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana jalan, irigasi,
air minum dan penyehatan lingkungan di kabupaten daerah tertingga1
yang terdiri dari: daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan
dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah pasca bencana,
serta daerah yang termasuk kategori daerah ketahanan pangan, dan
daerah pariwisata.
2.Menunjang penguatan sistem distribusi nasional, terutama untuk
memperlancar arus barang antarwilayah yang dapat meningkatkan
ketersediaan bahan pokok di daerah perdesaan, daerah
tertinggal/terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah
pulau-pulau kecil terluar, dan daerah rawan bencana, melalui kegiatan
khusus di bidang sarana dan prasarana perdagangan, serta sarana dan
prasarana perdesaan.
3.Mendorong peningkatan produktivitas, perluasan kesempatan kerja,
angkutan barang dan kebutuhan pokok, serta pembangunan
perdesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, perikanan dan
kelautan, infrastruktur, perdagangan, serta pembangunan perdesaan.
4.Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar, sarana
dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan,
kesehatan, keluarga berencana, infrastruktur, serta sarana dan
prasarana perdesaan daerah tertinggal.
5.Menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mencegah kerusakan
lingkungan hidup, dan mengurangi resiko bencana melalui kegiatan
khusus di bidang lingkungan hidup, dan kehutanan.
6.Menyediakan serta meningkatkan cakupan, kehandalan pelayanan
prasarana dan sarana dasar, kualitas pe1ayanan terutama keselamatan
lalu lintas dan angkutan jalan dalam satu kesatuan sistem yang terpadu
melalui kegiatan khusus di bidang infrastruktur jalan.
7.Mendukung penyediaan prasarana pemerintahan di daerah pemekaran dan
daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintahan kabupaten/kota
dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana
pemerintahan.
8.Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK
dengan kegiatan yang didanai dari anggaran kementerian/lembaga
serta kegiatan yang didanai dari APBD, melalui peningkatan koordinasi
pengelolaan DAK di pusat dan daerah.
9.Melanjutkan pengalihan secara bertahap anggaran kementenan/lembaga
yang digunakan untuk melaksanakan urusan daerah ke DAK, sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penggunaan DAK Tahun 2009 diarahkan pada kegiatan-kegiatan di 11


bidang atau program DAK tahun 2008, yaitu dalam rangka penyelesaian
RPJMN 2004-2009, serta 2 bidang atau program baru yang sebagian
atau seluruh dananya berasal dari pengalihan anggaran
kementerian/lembaga ke DAK. Dengan demikian, bidang atau program
yang didanai oleh DAK tahun 2009 meliputi:
a.Pendidikan, dengan arah kebijakan untuk menunjang pelaksanaan
program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 tahun yang
bermutu, yang diperuntukkan bagi SD/SDLB, MI/Salafiyah Ula,
termasuk sekolah-sekolah setara SD berbasis keagamaan lainnya,
baik negeri maupun swasta; yang diprioritaskan pada daerah
tertinggal, daerah terpencil, daerah perbatasan, daerah rawan
bencana, dan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.
b.Kesehatan, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan terutama dalam rangka mempercepat penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB);
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin serta
masyarakat di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan
kepulauan, melalui peningkatan jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan, khususnya untuk pengadaan, peningkatan,
dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas dan jaringannya
termasuk poskesdes, dan rumah sakit provinsi/kabupaten/kota
untuk pelayanan kesehatan rujukan, serta penyediaan sarana/
prasarana penunjang pelayanan kesehatan di kabupaten/kota.
c.Keluarga Berencana (KB), dengan arah kebijakan untuk meningkatkan
daya jangkau dan kualitas pelayanan tenaga lini lapangan
Program KB, sarana dan prasarana pelayanan Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KJE)/advokasi Program KB; sarana dan
prasarana pelayanan di klinik KB; dan sarana pengasuhan dan
pembinaan tumbuh kembang anak dalam rangka menurunkan
angka kelahiran dan laju pertumbuhan penduduk, serta
meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan keluarga.
d.Infrastruktur jalan dan jembatan, dengan arah kebijakan untuk
mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana
jalan provinsi, kabupaten, dan kota dalam rangka memperlancar
distribusi penumpang, barang dan jasa, serta hasil produksi yang
diprioritaskan untuk mendukung sektor pertanian, industri, dan
pariwisata sehingga dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi
regional.
e.Infrastruktur irigasi, dengan arah kebijakan untuk mempertahankan
dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana sistem irigasi
termasuk jaringan reklamasi rawa dan jaringan irigasi desa yang
menjadi urusan kabupaten/kota dan provinsi khususnya di daerah
lumbung pangan nasional dan daerah tertinggal dalam rangka
mendukung program peningkatan ketahanan pangan.
f.Infrastruktur air minum dan penyehatan lingkungan, dengan arah
kebijakan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan
pelayanan air minum dan meningkatkan cakupan dan kehandalan
pelayanan penyehatan lingkungan (air limbah, persampahan, dan
drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
g.Pertanian, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan sarana dan
prasarana pertanian di tingkat usaha tani dalam rangka
meningkatkan produksi guna mendukung ketahanan pangan
nasional.
h.Kelautan dan perikanan, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan
sarana dan prasarana produksi, pengolahan, peningkatan mutu,
pemasaran, dan pengawasan serta penyediaan sarana dan
prasarana pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
i.Prasarana pemerinta.han daerah, yang diarahkan untuk meningkatkan
kinelja daerah dalam menyelenggarakan pembangunan dan
pelayanan publik di daerah pemekaran, dan diprioritaskan untuk
daerah yang terkena dampak pemekaran tahun 2007-2008, serta
digunakan untuk pembangunan/ perluasan/rehabilitasi total
gedung kantor/bupati/walikota, dan
pembangunan/perluasan/rehabilitasi total gedung kantor DPRD,
dengan tetap memperhatikan kriteria perhitungan alokasi DAK.
j.Lingkungan hidup, dengan arah kebijakan untUk meningkatkan kinerja
daerah dalam menyelenggarakan pembangunan di bidang
lingkungan hidup melalui peningkatan penyediaan sarana dan
prasarana kelembagaan dan sistem informasi pemantauan
kualitas air, pengendalian pencemaran air, serta perlindungan
sumberdaya air di luar kawasan hutan.
k.Kehutanan, dengan arab kebijakan untuk meningkatkan fungsi Daerah
Aliran Sungai (DAS), meningkatkan fungsi hutan mangrove dan
hutan pantai, pemantapan fungsi hutan lindung, Taman Hutan
Raya (TAHURA), hutan kota, serta pengembangan sarana dan
prasarana penyuluhan kehutanan termasuk operasional kegiatan
penyuluhan kehutanan.
l.Pembangunan perdesaan daerah tertinggal, dengan arah kebijakan
untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan prasarana dan
sarana dasar untuk memperlancar arus angkutan penumpang,
bahan pokok, dan produk pertanian lainnya dari daerah
pusat-pusat produksi di perdesaan ke daerah pemasaran.
m.Perdagangan, dengan arah kebijakan untuk menunjang penguatan
sistem distribusi nasional melalui pembangunan sarana dan
prasarana perdagangan yang terutama berupa pasar tradisional
di daerah perbatasan, daerah pesisir dan pulau-pulau kecil,
daerah tertinggal/terpencil, serta daerah pasca bencana.
10.Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping
sekurang-kurangnya 10 persen dari besaran alokasi DAK yang
diterimanya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, daerah dengan kemampuan keuangan tertentu tidak
diwajibkan menganggarkan dana pendamping.
11.Alokasi DAK ke daerah ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai
berikut:
*Kriteria Umum. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan
umum APBD setelah dikurangi belanja pegawai negeri sipil
daerah. Kemampuan keuangan daerah tersebut dihitung
berdasarkan indeks fiskal netto (IFN) yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
*Kriteria Khusus. Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi
khusus, dan karakteristik daerah, yaitu:
a.Peraturan perundangan:
*Daerah-daerah yang menurut ketentuan peraturan
perundangan diberi status otonomi khusus,
diprioritaskan mendapat alokasi DAK
*Seluruh daerah tertinggal diprioritaskan mendapat alokasi
DAK
b.Karakteristik daerah : daerah pesisir dan Kepulauan, daerah
perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil,
serta daerah yang termasuk Kategori daerah ketahanan
pangan, daerah rawan bencana, dan daerah pariwisata.
c.Kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh
Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan
dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait.
*Kriteria Teknis. Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator
yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana,
kinerja pelaksanaan kegiatan DAK di daerah, dan insentif bagi
daerah yang mengalokasikan dana daerah diluar DAK untuk
membiayai kegiatan serupa sesuai bidang DAK. Kriteria teknis
dirumuskan berdasarkan indeks teknis yang ditetapkan oleh
menteri/ kepala lembaga teknis terkait.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Otonomi Khusus. Sebagai wujud


pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Bagi Provinsi Papua dan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi
Khusus Bagi Provinsi Papua, serta dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh, dialokasikan Dana Otonomi Khusus. Penggunaan
Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat diutamakan untuk pendanaan
pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya setara, dengan 2 (dua) persen
dan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20
tahun sejak tahun 2002. Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat
tersebut diperuntukkan bagi Kabupaten, Kota, dan Provinsi di Provinsi Papua
dan Papua Barat, dengan dasar pembagian menggunakan basis perhitungan
jumlah kampung secara proporsional. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus
Papua dan Papua Barat dimaksud tetap mengacu kepada peraturan
perundangan yang berlaku.
Dana Otonomi Khusus NAD diarahkan penggunaannya untuk mendanai
pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi
rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan
kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang
Pemerintahan Aceh, berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak
tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun
kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dan pagu Dana Alokasi
Umum (DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun
keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dan pagu Dana Alokasi
Umum (DAU) secara nasional.
Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua dan Papua Barat diberikan
dalam rangka otonomi khusus yang diutamakan untuk pendanaan
pembangunan infrastruktur, sesuai dengan Pasal 34 ayat (3) huruf f
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua dan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua.

Tabel III.l.
GAMBARAN EKONOMI MAKRO

-----------------------------------------------------------------
Realisasi Sasaran
-------------------------------------------------- 2004
2005 2006 2007 2008 2009
-----------------------------------------------------------------

PERTUMBUHAN 5,0 5,7 5,5 6,3 6,0 6,0 -6,4 1)


EKONOMI (%)

PERTUMBUHAN PDB
PENGELUARAN (%)
Konsumsi Masyarakat 5,0 4,0 3,2 5,0 4,7 5,3 2)
Konsumsi Pemerintah 4,0 6,6 9,6 3,9 4,5 5,4 2)
Investasi 14,7 10,9 2,5 9,2 11,4 12,1 2)
Ekspor Barang dan 13,5 16,6 9,4 8,0 10,5 11,0 2)
Jasa
Impor Barang dan26,7 17,8 8,6 8,9 13,0 13,4 2)
Jasa

PERTUMBUHANPDB
PRODUKSI (%)
Pertanian, 2,8 2,7 3,4 3,5 3,5 3,7 2)
Perkebunan,
Peternakan,
Kehutanan, dan
Perikanan
Pertambangan dan -4,5 3,2 1,7 2,0 2,9 2,9 2)
Penggalian
Industri Pengolahan 6,4 4,6 4,6 4,7 5,0 5,3 2)
Industri Bukan Migas 7,5 5,9 5,3 5,2 5,5 6,0 2)
Listrik, Gas dan 5,3 6,3 5,8 10,4 7,0 7,9 2)
Air Bersih
Konstruksi 7,5 7,5 8,3 8,6 7,2 8,0 2)
Perdagangan, Hotel, 5,7 8,3 6,4 8,5 6,9 7,6 2)
dan Restoran
Pengangkutan dan 13,4 12,8 14,4 14,4 13,7 14,1 2)
Telekomunikasi
Keuangan, Real 7,7 6,7 5,5 8,0 7,4 7,5 2)
Estat, dan Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa 5,4 5,2 6,2 6,6 5,7 5,8 2)

LAJU INFLASI (%) 6,4 17,1 6,6 6,6 11,2 5,8-6,5 1)


KEUANGAN NEGARA
Defisit APBN/PDB (%) 1,3 0,5 0,9 1,3 3) 1,8 1,5 - 2,0
Penerimaan Pajak/ 12,2 12,5 12,3 12,4 3) 13,2 13,7 - 14,1
PDB (%)
Stok Utang 56,6 47,2 39,0 33,7 3) 33,5 32,0 - 34,0
Pemerintah/PDB (%)
-----------------------------------------------------------------
1)Berdasarkan Hasil Pembahasan RKP Tahun 2009 dan Pembicaraan
Pendahuluan Penyusunan RAPBN TA 2009, 16019 Juni 2008
2)Angka Pertumbuhan PDB menurut Pengeluaran dan Produksi merupakan
rincian dari sasaran Pertumbuhan sebesar 6,4%
3)Berdasarkan perkiraan Realisasi Terakhir (Versi ke-4)

Tabel III.2
KEBUTUHAN INVESTASI
(Rp triliun)

-----------------------------------------------------------------
Realisasi Proyeksi
-------------------------------------------------- 2004
2005 2006 2007 2008 2009 *)
-----------------------------------------------------------------

Kebutuhan 515,4 657,6 805,5 983,8 1.191,5 1.410,6 Investasi


(Rp triliun)
Pemerintah 76,4 90,2 108,2 125,4 146,0 177,7
(% PDB) 3,3 3,3 3,2 3,2 3,1 3,3
Masyarakat 438,9 567,4 697,2 858,5 1.045,5 1.232,9
(% PDB) 19,1 20,5 20,9 21,7 22,4 23,4

-----------------------------------------------------------------
*)Dihitung berdasarkan sasaran pertumbuhan sebesar 6,4%

Tabel III.3.
PERKIRAAN NERACA PEMBAYARAN
(USD miliar)
-----------------------------------------------------------------
Realisasi Proyeksi
--------------------------------------------------
2004 2005 2006 2007 2008 2009
-----------------------------------------------------------------

Neraca Transaksi 1,6 0,3 10,6 10,4 11,4 10,9


Berjalan
Ekspor 70,8 87,0 103,5 118,0 139,1 152,1
Migas 16,3 20,2 22,9 24,9 34,3 33,1
Nonmigas 54,5 66,8 80,6 93,1 104,8 118,9
Impor -50,6 -69,5 -73,9 -84,9 -101,9 -115,0
Migas -11,2 -16,0 -16,2 -18,8 -25,2 -24,9
Nonmigas -39,5 -53,4 -57,7 -66,1 -76,7 -90,1
Jasa-jasa -18,6 -17,3 -19,0 -22,7 -25,8 -26,2
Pembayaran Bunga -2,8 -2,7 -2,6 -2,2 -2,1 -2,4
Pinjaman
Neraca Modal dan 1,9 0,3 1,9 3,3 0,2 0,9
Finansial
Neraca Modal 0,0 0,3 0,4 0,5 0,2 0,0
Neraca Finansial 1,9 0,0 1,5 2,7 0,0 0,9
Investasi -1,5 5,3 2,2 1,7 2,5 2,4
Langsung
Arus Masuk 1,9 8,3 4,9 6,2 6,3 6,5
Arus Keluar -3,4 -3,1 -2,7 -4,5 -3,8 -4,1
Portfolio 4,4 4,2 4,1 7,0 4,6 6,2
Aset Swasta 0,4 -1,1 -1,9 -3,0 -3,2 -2,3
Liabilities 4,1 5,3 6,1 10,0 7,8 8,5
Pemerintah 2,3 4,8 4,5 5,3 4,8 5,1
dan BI
Swasta 1,8 0,4 1,6 4,7 3,0 3,4
Lainnya -1,0 -9,4 -4,8 -5,9 -7,1 -7,6
Aset Swasta 1,0 -8,6 -2,6 -5,6 -6,9 -6,8
Liabilities -2,0 -0,8 -2,2 -0,3 -0,2 -0,8
Pemerintah -2,7 -0,8 -2,5 -2,4 -1,0 -1,3
dan BI
Swasta 0,7 0,0 0,3 2,1 0,8 0,5

Total 3,4 0,6 12,5 13,7 11,6 11,9


Selisih Perhitungan -3,1 -0,2 2,0 -1,1 0,0 0,0
Neraca Keseluruhan 0,3 0,4 14,5 12,5 11,6 11,9
Cadangan Devisa 36,3 34,7 42,6 56,9 68,5 80,4
Dalam bulan impor 6,1 4,3 4,5 5,8 6,0 6,5
Memorandum Item
Exceptional Financing
IMF Neto -1,0 -1,1 -7,6 0,0 0,0 0,0
Penjadwalan Hutang 0,0 2,7 0,0 0,0 0,0 0,0
Pertumbuhan Ekspor 11,5 22,5 20,7 15,6 12,5 13,5
Nonmigas (%)
Pertumbuhan Impor 24,4 36,0 8,0 14,5 16,0 17,5
Nonmigas (%)

----------------------------------------------------------------

LAMPIRAN BAB 3
PEMUTAKHIRAN GAMBARAN EKONOMI MAKRO 2009

Sejalan dengan perubahan ekonomi nasional dan gejolak ekonomi global,


maka gambaran ekonomi makro yang diuraikan dalam Perpres No 28 Tahun
2008 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009 mengalami beberapa
kali perubahan.

Berdasarkan Pembicaraan Pendahuluan antara Pemerintah dan DPR-RI,


disepakati hal-hal sebagai berikut. Sasaran laju pertumbuhan ekonomi berada
pada kisaran 6,0 persen hingga 6,4 persen. Tingkat inflasi diperkirakan sekitar
5,8 persen hingga 6,5 persen. Nilai tukar rupiah diperkirakan pada kisaran Rp
9.000 hingga Rp 9.200 per dolar Amerika Serikat. Suku bunga diperkirakan
berkisar antara 7,5 persen hingga 8,5 persen. Harga minyak mentah (ICP)
diperkirakan berkisar antara US$ 95 hingga US$ 120 per barel. Rasio defisit
anggaran APBN adalah sekitar 1,5-2,0 persen dari Produk Domestik Bruto
(PDB). Dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009 yang merupakan
lampiran dari UU APBN Tahun 2009 ini, sasaran ekonomi makro yang
dicantumkan adalah sasaran ekonomi makro yang merupakan kesepakatan
Pembicaraan Pendahuluan tersebut di atas.

Pembicaraan pendahuluan dilanjutkan dengan penyusunan RAPBN 2009. Pada


saat penyusunan RAPBN 2009, perekonomian diwarnai berbagai gejolak
eksternal yang penuh ketidakpastian dan sulit diprediksi. Ketidakpastian ini
berawal dari krisis subprime mortgage, dan pada saat yang bersamaan
harga-harga komoditi dunia mulai dari minyak bumi, minyak sawit, gandum,
dan kedelai mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Dengan gejolak
eksternal yang diperkirakan berimbas kepada ekonomi domestik tersebut,
pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2009 diperkirakan sebesar 6,2 persen,
inflasi diperkirakan sebesar 6,5 persen, dan suku bunga diperkirakan akan
mencapai 8,5 persen. Dengan perkiraan akan terjadi pelemahan US$ dan
pengelolaan cadangan devisa yang baik, maka nilai tukar rupiah diperkirakan
akan menguat dan mencapai Rp 9.100,0/US$. Selanjutnya, sehubungan
dengan ketidakpastian politik internasional, terutama yang berkaitan dengan
ketegangan di kawasan Timur Tengah, telah menyebabkan relatif tingginya
harga minyak mentah internasional sehingga asumsi rata-rata minyak
mentah indonesia (ICP) diperkirakan akan meningkat menjadi $130. Dengan
besaran ekonomi makro sedemikian dan dalam rangka terus memberikan
stimulus fiskal bagi pembangunan, maka defisit APBN dinaikkan menjadi 1,9
persen terhadap PDB.

Besaran ekonomi makro ini selanjutnya dibicarakan dalam pembahsan RUU


tentang APBN Tahun 2009 beserta Nota Keuangan. Dalam kesepakatan
Pembicaraan Tingkat I, disepakati hal-hal sebagai berikut. Pertumbuhan
ekonomi dalam tahun 2009 disepakati sebesar 6,3 persen. Pertumbuhan
tersebut akan didukung oleh peningkatan pertumbuhan investasi yang terus
meningkat, serta konsumsi rumah tangga dan ekspor barang dan jasa yang
masih kuat. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi 2009 akan didukung
dari bidang pertaman, pertambangan, manufaktur, serta bidang jasa lainnya
seperti transportasi dan telekomunikasi. Inflasi dalam tahun 2009 disepakati
sebesar 6,2 persen. Perkiraan tingkat inflasi tersebut didukung oleh kebijakan
administered price yang minimal, dan terjaganya pasokan dan arus distribusi
barang. Nilai tukar rupiah dalam tahun 2009 disepakati sebesar Rp
9.150,0/US$. Perkiraan tersebut disebabkan karena pilihan kebijakan moneter
dan suku bunga untuk mencapai inflasi rendah dan upaya mendorong sektor
riil. Suku Bunga SBI-3 bulan dalam tahun 2009 diperkirakan pada kisaran 8,0
persen, sejalan dengan menurunnya ekspektasi inflasi dan upaya mendorong
sektor riil. Harga minyak mentah dalam tahun 2009 disepakati sebesar US$
95,0 per barel mengikuti kecenderungan harga minyak yang menurun. Defisit
APBN turun menjadi 1,7 persen terhadap PDB.

Dalam perkembangannya, sampai saat-saat terakhir pembahasan suasana


ketidakpastian dalam perekonomian terus berlanjut. Pada akhirnya, sejalan
dengan krisis keuangan Amerika yang semakin menjalar keseluruh dunia,
termasuk indonesia, maka Pemerintah dan DPR kembali merevisi angka
ekonomi makro pada tanggal 13-15 Oktober 2008 dengan kesepakatan
sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2009 sebesar 6,0 persen.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut telah mempertimbangkan
perlambatan laju pertumbuhan perekonomian dunia serta mempertahankan
prioritas program pembangunan yang telah direncanakan di RKP tahun 2009.
Inflasi dalam tahun 2009 disepakati sebesar 6,2 persen. Perkiraan tingkat
inflasi tersebut didukung oleh kecenderungan penurunan harga minyak dan
komoditi. Namun demikian, masih ada potensi risiko akibat kenaikan inflasi
yang disebabkan oleh imported inflation dari nilai tukar. Nilai tukar rupiah
dalam tahun 2009 disepakati sebesar Rp 9.400,0/US$ setelah
mempertimbangkan koreksi nilai tukar yang tejadi akibat kelangkaan
likuiditas ekonomi dunia. Suku Bunga SBI-3 bulan dalam tahun 2009
diperkirakan pada kisaran 7,5 persen menurun dari 8,5 persen, sejalan
dengan menurunnya ekspektasi inflasi dan upaya mendorong sektor riil.
Harga minyak dalam tahun 2009 disepakati sebesar US$ 80,0 per barel
dengan melihat perkembangan harga minyak terkini serta prospek harga
future. Dengan demikian, defisit APBN menjadi 1 persen.

Perubahan Kerangka Ekonomi Makro 2009


--------------------------------------------------------------------------
PEMBICARAAN RAPBN PEMBICARAAN TK I UU
APBN
PENDAHULUAN 2009 RUU APBN & TAHUN
2008
KERANGKA RKPPENYUSUNAN NOTA KEUANGAN
EKONOMI 2009 RAPBN 2009 2009
MAKRO 16-19 Agustus 3-19 Oktober
Juni 2008 2008 September 2008 2008
--------------------------------------------------------------------------

Penumbuhan 6,4 6,0 - 6,4 6,2 6,3 6,0


Ekonomi (%)
Inflasl (%) 6 5,8 - 6,5 6,5 6,2 6,2
Defisit 1,5-2,0 1,5 - 2,0 1,9 1,7 1,0
APBN/PDB(%)
Nilai Tukar - 9.000 - 9.200 9.100 9.150 9.400
(Rp US$)
Suku Bunga - 7,5 - 8,5 8,5 8,0 7,5
SBI (%)
Harga Minyak - 95 - 120 130 95 80
ICP (US$/br)

-------------------------------------------------------------------------

BAB 4
KAIDAH PELAKSANAAN

Dalam melaksanakan program dan kegiatan untuk mencapai


sasaran-sasaran pembangunan yang tertuang dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Tahun 2009, Kementerian, Lembaga Pemerintah
Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah wajib menerapkan prinsip-prinsip
efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan partisipasi.
Pelaksanaan kegiatan, baik dalam kerangka regulasi maupun dalam
kerangka investasi pemerintah dan pelayanan umum, mensyaratkan
keterpaduan dan sinkronisasi antar kegiatan, baik di antara-kegiatan dalam
satu program maupun kegiatan antar program, dalam satu instansi dan antar
instansi, dengan tetap memperhatikan tugas pokok dan fungsi yang melekat
pada masing-masing lembaga serta pembagian urusan antara pemerintah
pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka mewujudkan keterpaduan dan sinkronisasi pelaksanaan
kegiatan yang telah diprogramkan, telah dilaksanakan proses musyawarah
antar pelaku pembangunan melalui forum musyawarah perencanaan
pembangunan atau Musrenbang, seperti Musrenbang Daerah
Kabupaten/Kota, Rapat Koordinasi Pusat (Rakorpus), Musrenbang Provinsi,
dan Musrenbang Nasional (Musrenbangnas).
RKP Tahun 2009 merupakan acuan bagi Kementerian, Lembaga
Pemerintah Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah maupun masyarakat
termasuk dunia usaha sehingga tercapai sinergi dalam pelaksanaan program
pembangunan.
Sehubungan dengan itu, ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaan RKP
2009 sebagai berikut:
1.Lembaga Negara, Kementerian, Lembaga Pemerintah Non-Departemen,
Pemerintah Daerah, serta masyarakat termasuk dunia usaha
berkewajiban untuk melaksanakan program-program RKP Tahun 2009
dengan sebaik-baiknya;
2.RKP Tahun 2009 menjadi acuan dan pedoman bagi Lembaga Negara,
Kementerian, dan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dalam
menyusun kebijakan publik, baik yang berupa kerangka regulasi
maupun kerangka investasi pemerintah dan pelayanan umum, dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran
2009. Untuk mengupayakan keterpaduan, sinkronisasi dan harmonisasi
pelaksanaan program dalam rangka koordinasi perencanaan, maka
masing-masing instansi pemerintah (kementerian/lembaga), setelah
menerima pagu sementara Tahun 2009, periu menyesuaikan Rencana
Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL) menjadi Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Negara/lembaga (RKA-KL) sebagai berikut:
a.Uraian penggunaan APBN Tahun Anggaran 2009, yang merupakan
kegiatan untuk mencapai prioritas pembangunan nasional yang
berupa kerangka regulasi sesuai dengan kewenangannya dalam
bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (perpres),
atau Peraturan Menteri/Kepala Lembaga;
b.Uraian rencana penggunaan APBN Tahun Anggaran 2009, yang
merupakan kegiatan untuk mencapai prioritas pembangunan
nasional yang berupa kerangka investasi pemerintah dan
pelayanan umum sesuai dengan kewenangannya;
c.Uraian sebagaimana yang dimaksud butir (b) di atas perlu
menguraikan kewenangan pengguna anggaran yang
bersangkutan, dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintah
pusat, tugas dekonsentrasi, tugas pembantuan, atau sudah
menjadi kewenangan daerah;
d.Pemerintah wajib menyampaikan rancangan APBN Tahun Anggaran
2009 dari masing-masing lembaga negara, departemen, dan
lembaga pemerintah non-departemen, baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah pusat, yang dilaksanakan melalui asas
dekonsentrasi, ataupun yang dilaksanakan melalui tugas
pembantuan.
3.Bagi Pemerintah Daerah (provinsi/kabupaten/kota), RKP Tahun 2009
menjadi acuan dan pedoman dalam menyusun kebijakan publik, baik
berupa kerangka regulasi maupun kerangka investasi pemerintah dan
pelayanan umum dalam Aggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Tahun Anggaran 2009. Untuk mengupayakan keterpaduan,
sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan setiap program dalam rangka
koordinasi perencanaan, masing-masing instansi daerah perlu
menyempurnakan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
(Renja-SKPD) Tahun 2009 sebagai berikut:
a.Uraian penggunaan APBD Tahun Anggaran 2009, yang merupakan
kegiatan untuk mencapai prioritas pembangunan nasional/daerah
yang berupa kerangka regulasi sesuai dengan kewenangannya
dalam bentuk Peraturan Daerah (perda) dan Peraturan
Gubernur/Bupati/Wali Kota;
b.Uraian rencana penggunaan APBD Tahun Anggaran 2009, yang
merupakan kegiatan untuk mencapai prioritas pembangunan
nasional/daerah, yang berupa kerangka investasi pemerintah dan
pelayanan umum sesuai dengan kewenangannya;
c.Uraian sebagaimana yang dimaksud butir (b) diatas, perlu juga
menguraikan kewenangan pengguna anggaran yang
bersangkutan, dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintah
daerah, tugas dekonsentrasi yang diterima pemerintah provinsi
dari pemerintah pusat, atau tugas pembantuan yang diterima
pemerintah kabupaten/kota dari pemerintah pusat;
d.Pemerintah daerah wajib menyampaikan rancangan APBD Tahun
Anggaran 2009 dari masing-masing instansi daerah, yang
dilaksanakan langsung sebagai kewenangan daerah.
4.Pemerintah Pusat, di bawah koordinasi Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas), dengan mendapatkan masukan dari seluruh
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, merumuskan matriks
rencana tindak pada setiap bidang pembangunan (matriks rencana
tindak menjadi lampiran dari setiap bidang pembangunan) menjadi
dokumen RKP Tahun 2009;
5.Masyarakat luas dapat berperanserta seluas-luasnya dalam perancangan
dan perumusan kebijakan yang nantinya dituangkan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan pendanaan
pembangunan, masyarakat luas dan dunia usaha dapat berperanserta
dalam pelaksanaan program-program pembangunan berdasarkan
rancangan peran serta masyarakat dalam kegiatan yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masyarakat luas juga dapat berperanserta dalam pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan dan kegiatan dalam program-program
pembangunan;
6.Pada akhir tahun anggaran 2009, setiap instansi pemerintah wajib
melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang meliputi evaluasi
terhadap pencapaian sasaran kegiatan yang ditetapkan, kesesuaiannya
dengan rencana alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN/APBD,
serta kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur pelaksanaan APBN/APBD dan peraturan-peraturan
lainnya;
7.Untuk menjaga efektivitas pelaksanaan program, setiap
Kementerian/Lembaga Pemerintah Non-Departemen dan Pemerintah
Daerah wajib melakukan pemantauan pelaksanaan kegiatan,
melakukan tindakan koreksi yang diperlukan, dan melaporkan
hasil-hasil pemantauan secara berkala 3 (tiga) bulanan kepada
Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

You might also like