You are on page 1of 14

KONSEP LEMBAGA

PENDIDIKAN ISLAM
Posted on 29/11/2009 by khofif

Dalam menghadapi peradaban modern, yang perlu diselesaikan adalah persoalan-persoalan


umum internal pendidikan Islam yaitu (1) persoalan dikotomik, (2) tujuan dan fungsi lembaga
pendidikan Islam, (3) persoalan kurikulum atau materi. Ketiga persoalan ini saling
interdependensi antara satu dengan lainnya.

Pertama, Persolan dikotomik pendidikan Islam, yang merupakan persoalan lama yang belum
terselesaikan sampai sekarang. Pendidikan Islam harus menuju pada integritas antara ilmu agama
dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan
agama. Karena, dalam pandangan seorang Muslim, ilmu pengetahuan adalah satu yaitu yang
berasal dari Allah SWT (Suroyo, 1991 : 45).
Kedua, perlu pemikiran kembali tujuan dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan Islam (Anwar
Jasin, 1985 : 15) yang ada. Memang diakui bahwa penyesuaian lembaga-lembaga pendidikan
akhir-akhir ini cukup mengemberikan, artinya lembaga-lembaga pendidikan memenuhi
keinginan untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai tempat untuk mempelajari ilmu
umum dan ilmu agama serta keterampilan.
Ketiga, persoalan kurikulum atau materi Pendidikan Islam, meteri pendidikan Islam “terlalu
dominasi masalah-maslah yang bersifat normatif, ritual dan eskatologis. Materi disampaikan
dengan semangat ortodoksi kegamaan, suatu cara dimana peserta didik dipaksa tunduk pada
suatu “meta narasi” yang ada, tanpa diberi peluang untuk melakukan telaah secara kritis.

About khofif
beragam aktifitas selalu mengakrabi kehidupan Muhammad Khofifi, eksdemonstran kelahiran
desa Bulupitu gondanglegi Malang Jawa timur pada tanggal 18 Maret 1985 ini menempuh
TAMAN KANAK-KANAK IBNU HAJAR LULUS PADA TAHUN 1999/1990 pendidikan MI
MIFTAHUL ULUM Bulupitu lulus pada tahun pelajaran1994/1995 kemudian MTs IBNU
HAJAR BULUPITU lulus pada tahun pelajaran 1998/1997 kemudian mengabdi di dalem ponpes
Al HAFILUDDIN KYAI HMUHAMMAD SHOLEH selam 2 tahun kemudian melanjutkan
sekolah MA di MADRASAH ALIYAH RAUDLATUL ULUM tahun pelajaran 2001/2002
kemudian lulus pada tahu 20004/2005 lulus kemudian tugas mengajar selama satu tahun di Pulau
GRAM " madura" didesa pao paleh laok ketapang sampang madura kemudian pulang karna tidak
kerasan kemudian bekerja menjadi Staff Perpustakaan selama satu tahun kemudian diangkat
menjadi staff TU administrasi sampai sekarang kemudian kuliah di STAI AL QOLAM semester
Lima (V) sampai sekarang.
View all posts by khofif →
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink

Pendidikan nonformal
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara
dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh
lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan.

Daftar isi
[sembunyikan]

• 1 Sasaran
• 2 Fungsi
• 3 Jenis
• 4 Satuan pendidikan
penyelenggara

• 5 Lihat pula

[sunting] Sasaran
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

[sunting] Fungsi
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.

[sunting] Jenis
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B
dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

[sunting] Satuan pendidikan penyelenggara


• Kelompok bermain (KB)
• Taman penitipan anak (TPA)
• Lembaga kursus
• Sanggar
• Lembaga pelatihan
• Kelompok belajar
• Pusat kegiatan belajar masyarakat
• Majelis taklim

Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi,
bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

[sunting] Lihat pula


• Pendidikan formal
• Pendidikan informal

Artikel bertopik pendidikan ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu
Wikipedia dengan mengembangkannya.

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_nonformal"


Kategori: Pendidikan menurut jalur | Pendidikan nonformal

Kategori tersembunyi: Rintisan bertopik pendidikan

Peralatan pribadi

• Masuk log / buat akun

Ruang nama

• Halaman
• Pembicaraan
Varian

Pendidikan informal
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan
belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

[sunting] Contoh
• Agama
• Budi pekerti
• Etika
• Sopan santun
• Moral
• Sosialisasi

[sunting] Penyelenggara
• Keluarga
• Lingkungan

[sunting] Lihat pula


• Pendidikan formal
• Pendidikan nonformal

Artikel bertopik pendidikan ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu
Wikipedia dengan mengembangkannya.

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_informal"


Kategori: Pendidikan menurut jalur | Pendidikan informal

Kategori tersembunyi: Rintisan bertopik pendidikan


Jumat, 15 Mei 2009
PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
JHD memiliki tulisan tentang pendidikan. Alhamdulillah, ternyata terbit di Harian
Umum Singgalang tanggal 12 Mei 2009 di kolom OPINI. Ini tulisannya :

PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Jul Hasratman*)

Anggapan masyarakat atau beberapa pakar atau praktisi pendidikan sering


menyatakan bahwa lembaga pendidikan Islam telah kalah jauh dibandingkan
dengan lembaga pendidikan umum. Yang dimaksud dengan pendidikan Islam di sini
adalah lembaga pendidikan yang berbasis pada agama (Islam) yaitu pesantren,
madrasah, dan sekolah Islam. Anggapan itu mungkin lebih tepat hadir pada masa
lampau, namun di saat sekarang ini lembaga pendidikan Islam semakin diminati
oleh masyarakat seiring dengan meningkatnya pola manajemen dan perbaikan
kualitas pendidikannya. Sehingga tidak sedikit lembaga pendidikan Islam mencetak
lulusan-lulusan yang unggul dan berkualitas di tengah masyarakat.

Banyak bukti yang telah kita lihat bahwa lembaga pendidikan Islam semakin
‘berbicara’ dalam upaya mendorong kemajuan pendidikan nasional. Berbagai
kreatifitas dalam mendidik siswa justru lebih awal dilakukan oleh lembaga
pendidikan Islam. Hadirnya konsep sekolah “unggulan” atau sekolah “terpadu”,
dengan seleksi yang ketat di setiap awal tahun ajaran, sangat strategis dalam
menaikkan daya tawar lembaga pendidikan tersebut. Contoh lembaga pendidikan
Islam seperti itu di Sumatera dan Jawa seperti Diniyyah School, Pondok Gontor,
Sekolah Adabiah, Sekolah Islam Terpadu “Adzkia”, Perguruan Arrisalah, dll.

Di era reformasi ini (pasca orde baru) kita lihat banyak bermunculan tokoh-tokoh
nasional yang lahir dari ‘rahim’ lembaga pendidikan Islam. Sebut saja Hidayat
Nurwahid, Yusril Ihza Mahendra, Bambang Soedibyo, Muhaimin Iskandar, Amien
Rais, Hamzah Haz, Anis Matta, dll. Adalah fakta yang terlihat, bahwa para tokoh itu
(baca : alumni lembaga pendidikan Islam) telah berprestasi di kancah
kepemimpinan nasional.

Lembaga pendidikan Islam memiliki peranan yang sangat besar dalam pendidikan
nasional. Hal ini disebabkan oleh pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan
dengan nilai-nilai agama. Nilai-nilai ilahiyah telah dijadikan sebagai basis dalam
pelaksanaan setiap proses pembelajaran di dalam lembaga pendidikan Islam.
Lembaga pendidikan Islam mendorong siswa dalam aspek keagamaan yang kuat di
samping itu ada pembelajaran dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang
tidak kalah mendalam apabila dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum
yang sederajat.
Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) menyebutkan
dalam poin 2 Pasal 1 : “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman”. Pada pasal 3 dinyatakan bahwa :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab”. 1

A. Pendahuluan

Manusia dalam usahanya memelihara kelanjutan hidupnya, mewariskan berbagai nilai-nilai


budaya dan peradaban dari satu generasi ke generasi berikutnya, disamping itu juga sebagai
pengembangan potensi yang ada pada diri agar dapat dipergunakan oleh setiap individu untuk
menghadapai tantangan dan permasalahan bagi hidup setiap individu itu sendiri.

Pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah di Makkah merupakan bentuk dasar dari pendidikan
yang bertujuan untuk membina pribadi muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan dipersiapkan
menjadi masyarakat Islam, mubaligh, dan pendidik yang baik. Dan setelah hijrah, disamping membentuk
pribadi muslim pendidikan Islam mengalami perkembangan dan diarahkan untuk membina seluruh aspek-
aspek kehidupan manusia dalam mengelola dan menjaga kesejahteraan umat manusia.
Kepedulian Rasulullah terhadap pendidikan ini terlihat sekali pada saat selesai perang Badar,
bahwa tawanan perang dari orang-orang Quraisy yang mampu membaca dan menulis ditawari oleh beliau
untuk mengajar membaca dan menulis kepada masyarakat muslim di Madinah untuk menebus kebebasan
mereka, sehingga dalam waktu relatif singkat masyarakat muslim di Madinah banyak yang mampu
membaca dan menulis.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam

adalah sesuai dengan tujuan hidup manusia, sebab pendidikan hanyalah alat
Sejarah Lembaga Pendidikan I

. Pendidikan Islam Perspektif Lembaga Pendidikan

Di Indonesia, ada dua Departemen yang menangani bidang pendidikan, yakni


Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama. Dalam pelaksanaannya
Departemen Pendidikan Nasional membawahi lembaga pendidikan mulai TK, SD, SMP, SMA,
hingga Perguruan Tinggi Umum. Sedangkan Departemen Agama mengurusi lembaga
pendidikan dari RA, MI, MTs, MA, hingga Perguruan Tinggi Agama Islam (UIN/IAIN/STAIN) dan
PTAIS. Menyikapi manajemen pendidikan seperti itu, menurut penulis buku ini akan membawa
kita kepada pemahaman tentang adanya dikotomi penyelenggaraan pendidikan, yakni adanya
sekolah umum dan sekolah agama. Kedua lembaga penyelenggara pendidikan tersebut semua
diakui sah dan merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Dikotomi ternyata tidak saja
menyangkut kelembagaannya, akan tetapi merambah pada jenis ilmu yakni ilmu-ilmu agama
dan ilmu-ilmu umum.. Pihak-pihak yang berkompeten, terutama dari kalangan UIN/IAIN/STAIN
melihat terjadinya dikotomi dalam memandang ilmu tersebut, pada umumnya tidak sepakat dan
harus segera diakhiri. Ilmu, kata mereka, adalah satu, akan tetapi pada kenyataannya secara
operasional tidak mudah menyatukan kedua jenis ilmu tersebut. Buktinya, kehadiran Universitas
Islam Negeri (UIN) di beberapa kota yakni UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, UIN Malang, UIN
Pekanbaru, UIN Makasar, dan UIN Bandung yang misi awalnya adalah untuk mengembangkan
ilmu yang bersifat integratif antara ilmu agama Islam dan Ilmu umum, tetapi pada kenyataannya
di masing-masing UIN tersebut selain mengembangkan fakultas agama juga mengembangkan
fakultas-fakultas umum. Akibatnya ilmu agama dan ilmu umum lagi-lagi masih terlihat dengan
jelas terpisah, yakni masih memelihara pandangan dan perlakuan dikotomi ilmu.Melalui
penelusuran sejarah, ditemukan bahwa kehadiran IAIN selain dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan Departemen Agama, juga memiliki misi yang sangat jelas yaitu ingin menjadikan
para lulusannya sebagai sarjana (intelek) sekaligus ulamaâ??. Sebutan sarjana (intelek) untuk
menggambarkan seseorang yang telah menamatkan pendidikan di perguruan tinggi.
Sedangkan ulama adalah sebutan terhadap seseorang yang memiliki pengetahuan,
penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam secara mendalam. Mengenai dikotomi ilmu berikut
upaya pemecahannya. Bangunan ilmu yang bersifat integratif adalah dengan memposisikan al-
Qurâ??an dan hadits sebagai sumber ayat-ayat qawliyah. Sedangkan hasil observasi,
eksperimen, dan penalaran logis diposisikan sebagai sumber ayat-ayat kawniyah. Di buku ini
juga disertai gambar dan contoh nyata seperti yang dikembangkan di UIN Malang tentang
bangunan ilmu yang bersifat integratif sehingga pembaca dapat lebih mudah untuk
memahaminya. Agar lebih mudah difahami, penulis juga memaparkan tentang batas materi
kajian yang terdapat dalam ajaran Islam. Selama ini kita sebagai umat Islam sepakat bahwa
Islam merupakan agama yang bersifat Universal. Namun, seperti yang kita saksikan di lembaga
pendidikan Islam, mulai dari tingkat Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi, bahkan terjadi di pondok
pesantren, ketika orang menyebut pelajaran agama Islam, maka yang muncul adalah pelajaran
Tauhid, Fiqh, Akhlaq dan Tasawuf, al-Qurâ??an dan Hadits, Bahasa Arab, dan lain-lain.
Demikian juga di perguruan tinggi, Fakultas yang dikembangkan adalah Tarbiyah, Syariah,
Ushuluddin, Dakwah, dan Adab. Bahkan pembidangan ilmu seperti ini juga terjadi di Universitas
Al-Azhar yang telah berdiri lebih dari 1000 tahun yang lalu. Oleh karenanya, menurut penulis
perlu untuk melakukan upaya-upaya perluasan batas terhadap pemahaman al-Qurâ??an lebih-
lebih jika dikaitkan dengan kemajuan sains dan teknologi yang demikian cepat. Al-Ghazali
membagi ilmu berdasarkan hukum mencarinya, yakni fardlu ain dan fardlu kifayah. Ilmu yang
termasuk pertama (fardlu ain) adalah ilmu agama Islam berupa al-Qurâ??an dan hadits.
Sedangkan ilmu yang termasuk jenis kedua (fardlu kifayah) adalah ilmu yang dipandang
penting dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, misalnya ilmu
administrasi, ilmu teknik, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi, ilmu humaniora, dan sebagainya.
Dalam perspektif kurikulum, bangunan ilmu yang bersifat integratif tersebut digunakan metafora
sebuah pohon yang tumbuh subur, lebat, dan rindang. Masing-masing bagian pohon dan
bahkan tanah di mana sebatang pohon itu tumbuh digunakan untuk menjelaskan keseluruhan
jenis ilmu pengetahuan yang harus dikaji oleh seseorang agar dianggap telah menyelesaikan
program studinya.. Selayaknya sebatang pohon terdiri atas tanah di mana pohon itu tumbuh,
akar yang menghujam ke bumi dengan kuatnya. Akar yang kuat dapat menjadikan batang
sebuah pohon berdiri tegak dan kokoh. Pohon itu juga akan menumbuhkan dahan, ranting,
daun, dan buah yang sehat dan segar. Bagian-bagian itu digunakan sebagai alat untuk
menjelaskan posisi masing-masing jebis mata kuliah yang harus ditempuh oleh seseorang agar
dianggap telah menyelesaikan seluruh program studinya.
E. Penutup

Selama kaum Muslimin memandang kebudayaan Barat sebagai satu-satunya kekuatan yang
dapat meregenerasi kebudayaannya yang macet, maka mereka menghancurkan kepercayaan
kepada diri mereka sendiri dan secara tidak langsung menopang penegasan Barat bahwa Islam
adalah satu “kekuatan yang telah habis dikerahkan. “Pendidikan pada hakekatnya merupakan
suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam
menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia.
Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi
manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat tertinggal
baik kualitas kehidupan maupun proes-proses pembedayaannya. Secra ekstrim bahkan dapat
dikatakan, bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu
bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa
tersebut.

Krisis pendidikan di Indonesia, oleh H.A. Tilaar [1991] secara umum, diidentifikasi dalam
empat krisis pokok, yaitu menyangkut masalah kualitas, relevansi, elitisme dan manajemen.
Berbagai indicator kuantitatif dikemukakan berkenaan dengan keempat masalah di atas, antara
lain analisis komparatif yang membandingkan situasi pendidikan antara negara di kawasan
Asia. Memang disadari bahwa keempat masalah tersebut merupakan masalah besar,
mendasar, dan multidimensional, sehingga sulit dicari ujung pangkal pemecahannya [Sukamto,
1992]

DAFTAR PUSTAKA

Nur Uhbiyati., 1998, Ilmu Pendidikan Islam., CV. Pustaka Setia., Bandung

Ahmad Tafsir., 2001, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam., PT. Remaja Rosdakarya.,
Bandung

Tilaar, Prof. Dr., 2004, Manajemen Pendidikan Nasional, PT. Remaja Rosdakarya.,
Bandung

Imam Suprayogo, Prof. Dr., Januari 2006, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam
Perspektif UIN Malang., Penerbit : UIN-Malang Press., Cet Ke-1, Malang
Ahmad Syafii Maarif, 1996, Keutuhan dan Kebersamaan dalam Pengelolaan Pendidikan
Sebagai Wawasan Pendidikan Muhammadiyah, Makalah pada Rakernas
Pendidikan Muhammadiyah di Pondok Gede, Jakarta.

HM. Arifin, 1991, Kapita Selekta Pendidikan, BiHakekat dan Landasan Kependidikan
Islam

Oleh:

Khairil Yulian ibn Ruslan Abd al-Ghani ibn Abd al-Syukr Al-Shiddiq

1st. Pendahuluan

Sejarah pendidikan Islam pada hakekatnya tidak bisa dilepaskan dari sejarah Islam. Perinciannya
dapat dibagi menjadi 5 masa, yaitu:

1. Masa hidup Nabi Muhammad Saw (571-632 M)


2. Masa khalifah yang empat (Khulafaur Rasyidin: Abu Bakar, Umar, Utsman dan
Ali di Madinah (632-661 M)
3. Masa Kekuasaan Umawiyah di Damsyik (661-750 M)
4. Masa Kekuasaan Abbasiyah di Baghdad (750-1250 M)
5. Masa dari jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad tahun 1250 M sampai
sekarang.[1]

Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga
tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk
berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar.[2] Pendidikan bagi
kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat.[3]

Pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang,
tetapi untuk kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju ke tingkat
kedewasaannya.[4] Dewasa ialah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri baik secara
biologis, psikologis, pedagogis dan sosiologis.[5] Dalam makalah ini penulis akan mencoba
menguraikan hal-hal yang merupakan hakekat dan landasan dari kependidikan Islam.

2nd.

Hakekat Kependidikan
Islam
Kependidikan Islam dan pendidikan Islam dalam bahasa Inggris sering diterjemahkan dengan
kata yang sama, yaitu Education. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Drs. M. Noor Syam
dalam bukunya Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan yang menyebutkan dasar-dasar
kependidikan sama artinya dengan dasar-dasar pendidikan. Dalam pengertian lain, dasar-dasar
kependidikan hanya merupakan uraian tentang teori-teori pendidikan yang bersifat mendasar,
atau bisa dikatakan hanya sebagai pengantar dasar-dasar ilmu pendidikan.[6]

Dengan demikian, dalam mengkaji hakekatnya kependidikan Islam, hal utama yang perlu
dilakukan adalah mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan itu sendiri secara
teoritis, yang menyangkut definisi pendidikan, tujuan pendidikan dan komponen-komponen lain
yang terkait dengan kependidikan Islam.

1. Definisi Pendidikan Islam

Pendidikan secara etimologis, menurut para ahli merupakan kata yang dimodifikasi dari kata
bahasa Yunani, yaitu Paedagogie yang berarti “Pendidikan”.[7] Sementara menurut tinjauan
terminologis, pendidikan oleh para pakar sering didefinisikan sebagai usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.[8]

Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-Tarbiyah, al-
Ta’lim dan al-Ta’dib.[9] Dari ketika term tersebut yang populer digunakan dalam praktek
pendidikan Islam ialah term al-Tarbiyah.[10]

Kata al-Tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu: Pertama, rabba-yarbu yang berarti tertambah,
tumbuh dan berkembang. Rabiya-yarba berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu berarti
memperbaiki, menguasai urusan, menuntun dan memelihara.[11]

Pendidikan dalam konteks Islam ini, banyak kalangan pakar memberikan definisi. Seperti yang
dikemukakan oleh Syekh Muhammad al-Naquib al-Attas bahwa

Pendidikan Islam ialah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan
pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan
wujud dan keberadaan.[12]

Pendapat senada dengan yang dikemukakan oleh Syekh Muhammad al-Naquib al-Attas tersebut
juga dikemukakan oleh beberapa pakar pendidikan lainnya, seperti Drs. Ahmad D. Marimba,[13]
Drs. Birlian Somad[14] dan Musthafa al-Ghulayaini.[15]

1. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan
suatu kegiatan. Karena itu tujuan pendidikan Islam, yaitu sasaran yang akan dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.[16]
Menurut Prof. Dr. M. Athiyah al-Abrasi, para ahli pendidikan telah sepakat bahwa tujuan
pendidikan Islam bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum
mereka ketahui. Tujuan pokok dan terutama dari Pendidikan Islam ialah mendidik anak budi
pekerti dan pendidikan jiwa.[17]

Prof. H. M. Arifin, M.Ed., membedakan tujuan teoritis dengan tujuan dalam proses. Tujuan
teoritis terdiri dari berbagai tingkat antara lain: tujuan intermedier, tujuan akhir dan tujuan
insidental.[18] Sementara M. Arifin menyebutkan bahwa dalam merumuskan tujuan pendidikan
Islam, setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Tujuan dan tugas manusia di muka bumi, baik secara vertikal maupun
horizontal.
2. Sifat-sifat dasar manusia.
3. Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan.
4. Dimendi-dimendi kehidupan ideal Islam.[19]

Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi, tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5 sasaran, yaitu:

1. Membentuk akhlak mulia


2. Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat
3. Persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segala kemanfaatannya
4. Menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan peserta didik.
5. Mempersiapkan tenaga profesional yang terampil.[20]

Dengan demikian, apa yang dikemukakan oleh Omar Mohammad al-Thoumy al-Syaibaniy
berikut yang menyebutkan secara ringkas bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah
mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat[21] memberikan pemahaman bahwa Pendidikan
Islam selalu mempertimbangkan dua sisi kehidupan duniawi dan ukhrawi dalam setiap langkah
dan geraknya.[22]

3rd.

Landasan kependidikan Islam

Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus
mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan Islam
sebagai suatu usaha membentuk manusia, harus mempunyai landasan ke mana semua kegiatan
dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan.

Dasar ilmu pendidikan Islam adalah Islam dengan segala ajarannya. Ajaran itu bersumber dari
Al-Qur’an, sunnah Rasulullah Saw. dan Rakyu (hasil pemikiran manusia).[23]

Landasan Islam terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw yang dapat
dikembangkan dengan ijtihad, al-Maslahah al-Mursalah, Istihsan, Qiyas dan sebagainya.[24]

1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah Swt. yang diturunkan kepada Muhammad Saw dalam bahasa
Arab yang terang guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia di dunia
dan di akhirat.[25]

Dalam kaitan Al-Qur’an sebagai salah satu landasan kependidikan Islam, Ahmad Ibrahim
Muhanna sebagaimana dikutip oleh Drs. Hery Noer Aly, MA. Dalam bukunya Ilmu Pendidikan
Islam, mengatakan sebagai berikut:

Al-Qur’an membahas berbagai berbagai aspek kehidupan manusia, dan pendidikan merupakan
tema terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku bangunan pendidikan
yang dibutuhkan semua manusia. Hal itu tidak aneh mengingat Al-Qur’an merupakan kitab
hidayah; dan seseorang memperoleh hidayah tidak lain karena pendidikan yang benar serta
ketaatannya. Meskipun demikian, hubungan ayat-ayatnya dengan pendidikan tidak semuanya
sama. Ada yang merupakan bagian fondasionaldan ada yang merupakan bagian parsial. Dengan
perkataan lain, hubungannya dengan pendidikan ada yang langsung dan ada yang tidak langsung.
[26]

1. As-Sunnah

As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah Swt. Yang dimaksud
dengan pengakuan itu adalah kejaidian atau perbuatan orang lain yang diketahui oleh Rasulullah
Saw dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.[27]

Dalam lapangan pendidikan, sebagaimana dikemukakan oleh Abdurrahman An-Nahlawi dalam


bukunya Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Sunnah mempunyai dua faedah, yaitu:

1. Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam Al-


Qur’an dan menerangkan hal-hal yang rinci yang tidak terdapat di dalamnya.
2. Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat dipraktikkan[28]

Banyak tindakan mendidik yang telah dicontohkan Rasulullah dalam pergaulan bersama para
sahabatnya. Muhammad Quthb menerangkan bahwa pribadi Rasulullah Saw sendiri merupakan
contoh hidup serta bukti kongkrit sistem dan hasil pendidikan Islam.[29]

Di samping kedua landasan konstitusinal normatif tersebut, ijtihad (ra’yu) juga dijadikan
landasan kependidikan Islam. Soerjono Soekanto menegaskan bahwa masyarakat selalu
mengalami perubahan, baik mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola tingkah
laku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang, maupun
interaksi sosial dan lain sebagainya.[30] Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan
menggunakan seluruh ilmuyang dimiliki oleh ilmuan syariat Islam untuk menetapkan/
menentukan sesuatu hukum syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan
hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek
kehidupan, termasuk pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah.[31]

Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh
akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu.
Teori-teori pendidikan baru dari hasil ijtihad harus dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan
hidup.[32]

4th.

Kesimpulan

Dari uraian sekilas tentang hakikat dan landasan kependidikan Islam yang telah penulis
kemukakan di atas, dapat penulis ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Hakekat kependidikan Islam adalah menciptakan pribadi muslim yang


sempurna dan kesejahteraan dunia dan akhirat.
2. Landasan kependidikan Islam adalah Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad (ra’yu).

na Aksara, Jakarta

You might also like