You are on page 1of 12

Penanganan Pasca Panen Buah Salak

BAB. I
PENDAHULUAN

Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai prospek baik
untuk diusahakan. Daerah asal nya tidak jelas, tetapi diduga dari Thailand, Malaysia dan
Indonesia. Ada pula yang mengatakan bahwa tanaman salak (Salacca edulis) berasal dari Pulau
Jawa. Pada masa penjajahan biji-biji salak dibawa oleh para saudagar hingga menyebar ke
seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Filipina, Malaysia, Brunei dan Muangthai.

A. Latar Belakang

Buah salak (Salaca edulis Reinw.) adalah komoditas indegenous Indonesia dan merupakan salah
satu buah unggulan daerah Bali dan juga telah dimasukkan sebagai unggulan nasional karena
potensinya yang tinggi untuk dipasarkan dalam negeri, kemungkinan untuk dikembangkan
sebagai komoditas ekspor, potensinya yang baik untuk agribisnis dan agroindustri, telah
memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani. Disamping itu keragaman genetiknya
yang tinggi memungkinkan tanaman dikembangkan untuk memperoleh varietas-varietas
unggulan . Salak adalah produk organik yang di dalam pengembangannya pada umumnya tidak
menggunakan bahan kimia buatan, baik berupa pestisida maupun pupuk. Buah salak mempunyai
kekhasan tersendiri dalam citarasa dibandingkan dengan buah lainnya di Indonesia (Anonim,
2009).
Salah satu kendala di dalam pemasaran buah salak adalah adanya rasa sepet (astringent) yang
relatif cukup tinggi terkecuali salak varietas gula pasir. Tampaknya rasa sepat inilah yang juga
menjadi kendala pengembangan untuk bisa masuk pasar internasional. Di jepang, rasa sepat buah
persimon telah mampu dikurangi dengan cara memberikan perlakuan ethanol (Anonim,2009).
Disini dapat dilihat bahwa terjadi konflik antara kebutuhan manusia dengan sifat alamiah
biologis dari produk buah salak yang telah dipanen tersebut. Konsekwensi langsung dari konflik
antara kebutuhan hidup dari bagian tanaman tersebut dan kebutuhan manusia untuk
mendistribusikan dan memasarkan serta menjaga mutu produk itu sedapat mungkin dalam
jangka waktu tertentu sampai saatnya dikonsumsi, adalah adanya keharusan untuk melakukan
kompromi-kompromi. Kompromi-kompromi adalah elemen dasar dari setiap tingkat penanganan
pascapanen produk-produk tanaman yang ringkih sayuran dan buah-buahan. Dapat dalam bentuk
kompromi suhu untuk meminimumkan aktivitas metabolisme namun dihindari adanya kerusakan
dingin, atau kompromi dalah hal konsentrasi oksigen untuk meminimumkan respirasi namun
dihindari terjadinya respirasi anaerobik, atau kompromi dalam keketatan pengemasan untuk
meminimumkan kerusakan karena tekanan namun dihindari adanya kerusakan karena fibrasi dan
sebagainya. Pemahaman tentang sifat alami produk panen dan pengaruh cara penanganannya
adalah sangat penting untuk melakukan kompromi terbaik untuk menjaga kondisi optimum dari
produk. Sehingga untuk mendapatkan bentuk kompromi yang optimal maka beberapa
pertimbangan penting harus diperhatikan, yaitu pertimbangan fisiologis, fisik, patologis dan
ekonomis (Anonim,2009).

B. Masalah Dan Sub Masalah


Makalah ini membahas tentang penanganan pasca panen dan hal-hal setelah pasca panen
terhadap buah salak, sehingga meminimalisir, atau memperlambat kerusakan terhadap buah salak
tersebut dan meningkatkan nilai ekonomisnya, serta pertimbangan-pertimbangan penting dalam
penangan pasca panen pada buah, khususnya buah salak.Diantara pertimbangan-pertimbangan
tersebut adalah sebagai berikut:

Pertimbangan Fisiologis

Laju Respirasi
Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah
masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi
berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini,
bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang
paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari
respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat
pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut.
Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu.
Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa
simpan pascapanen produk segar. Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya
tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut.
Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa.
Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan;
kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya
nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam
lingkunngan yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu
produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga
kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut.
C6H12O6 + O2 ————-> CO2 + H2O + Energi + panas

Produksi etilen4
Etilen adalah senyawa organic hidrokarbon paling sederhana (C2H4) berupa gas berpengaruh
terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan
dan pemasakan dan secara fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005 uL/L).
Etilen dalam ruang penyimpanan dapat berasal dari produk atau sumber lainnya. Sering selama
pemasaran, beberapa jenis komoditi disimpan bersama, dan pada kondisi ini etilen yang
dilepaskan oleh satu komoditi dapat merusak komoditi lainnya. Gas hasil bakaran minyak
kendaraan bermotor mengandung etilen dan kontaminasi terhadap produk yang disimpan dapat
menginisiasi pemasakan dalam buah dan memacu kemunduran pada produk non-klimakterik dan
bunga-bungaan atau bahan tanaman hias. Kebanyakan bunga potong sensitive terhadap etilen.

Pertimbangan Fisik

Buah dan sayuran mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga sangatlah mudah
mengalami kerusakan karena benturan-benturan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi pada seluruh
tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya pemanenan, penanganan, grading,
pengemasan, transportasi, penyimpanan, dan akhirnya sampai ke tangan konsumen. Kerusakan
yang umum terjadi adalah memar, terpotong, adanyatusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet
dan abrasi. Kerusakan dapat pula ditunjukkan oleh dihasilkannya stress metabolat (seperti getah),
terjadinya perubahan warna coklat dari jaringan rusak, menginduksi produksi gas etilen yang
memacu proses kemunduran produk. Kerusakan fisik juga memacu kerusakan baik fisiologis
maupun patologis (serangan mikroorganisme pembusuk).
Secara morfologis pada jaringan luar permukaan produk segar dapat mengandung bukaan-
bukaan (lubang) alami yang dinamakan stomata dan lentisel. Stomata adalah bukaan alami
khusus yang memberikan jalan adanya pertukaraan uap air, CO2 dan O2 dengan udara sekitar
produk. Tidak seperti stomata yang dapat membuka dan menutup, lenticel tidak dapat menutup.
Melalui lentisel ini pula terjadi pertukaran gas dan uap air. Kehilangan air dari produk secara
potensial terjadi melalui bukaan-bukaan alami ini. Laju transpirasi atau kehilangan air
dipengaruhi oleh factor-faktor internal (karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas
permukaan dan volume, pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan factor eksternal
atau factor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer).
Pada permukaan produk terdapat jaringan yang mengandung lilin yang dinamakan cuticle yang
dapat berperan sebagai barier penguapan air berlebihan, serangan atau infeksi mikroorganisme
pembusuk. Sehingga secara umum infeksi mikroorganisme pembusuk terjadi melalui bagian-
bagian yang luka dari jaringan tersebut.
Jaringan tanaman dapat menghasilkan bahan pelindung sebagai respon dari adanya pelukaan.
Bahan seperti lignin dan suberin, yang di akumulasikan dan diendapkan mengelilingi bagian
luka, dapat sebagai pelindung dari serangan mikroorganisme pembusuk.

Pertimbangan Patologis

Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi yang mana sangat
baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi oleh
berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak menyebabkan pembusukan
sampai yang menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila
kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban
yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah
merupakan factor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran.
Mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan susut pascapanen buah dan sayuran secara umum
disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan
perkembangan produk tersebut masih dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama
operasi pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang
tidak baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan
pada sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh
pH yang rendah (kurang dari 4.5) atau keasamannya yang tinggi dibandingkan dengan sayuran
yang pH nya rata-rata lebih besar dari 5.
Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah-dan sayuran tersebut
tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya
berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah produk tersebut
dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme
tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan pembusukan yang serius.
Infeksi mikroorganisme di atas di namakan infeksi laten. Contoh mikroorganisme yang
melakukan infeksi laten adalah Colletotrichum spp yang menyebabkan pembusukan pada buah
mangga, pepaya dan pisang. Ada pula mikroorganisme yang hanya berlabuh pada bagian
permukaan produk namun belum mampu menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaan-
pelukaan akibat operasi pemanenan, pasca panen dan pendistribusiannya. Ada pula
mikroorganisme seperti bakteri pembusuk, seperti Erwinia carotovora dan Pseudomonas
marginalis (penyebab penyakit busuk lunak) pada sayuran mampu menghasilkan enzim yang
mampu melunakkan jaringan dan setelah jaringan tersebut lunak baru infeksi dilakukannya. Jadi
jenis mikroorganisme ini tidak perlu menginfeksi lewat pelukaan, namun infeksi akan sangat
jauh lebih memudahkan bila ada pelukaan-pelukaan.

Pertimbangan kondisi lingkungan

Suhu adalah factor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran dari
komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10oC laju kemunduran meningkat dua sampai tiga
kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal,
menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap
peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik
terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan mikroorganisme lainnya sangat
dipengaruhi oleh suhu.
Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab kehilangan air setelah panen. Kehilangan air
berarti kehilangan berat dan kenampakan. Kehilangan air tidak dapat dihindarkan namun dapat
ditoleransi. Tanda-tanda kehilangan air bervariasi pada produk yang berbeda, dan tanda-tanda
kerusakan baru tampak saat jumlah kehilangan air berbeda-beda pula. Umumnya tanda-tanda
kerusakan jelas terlihat bila kehilangan air antara 3-8% dari beratnya.

Pertimbangan Ekonomis
Kondisi ekonomis dan standard kehidupan konsumen adalah merupakan factor penting di dalam
menentukan kompromi-kompromi yang dilakukan melalui metode penanganan dan penyediaan
fasilitas. Investasi berlebihan untuk penanganan buah dapat mengakibatkan economic loss,
karena konsumen tidak mampu menyerap biaya tambahan. Sebagai contoh, prosedur
penyimpanan dengan atmosfer terkendali yang dikembangkan dengan konsentrasi etilen rendah
dapat menjaga mutu buah lebih lama dengan kondisi lebih baik. Diperkirakan teknologi ini akan
diadopsi secepatnya oleh petani di AS untuk meningkatkan mutu apel yang kemudian dapat
dijual pada saat tidak musimnya. Tetapi dalam realitanya, petani sangat ragu untuk melakukan
investasi untuk mengadopsi metode baru tersebut karena pasar belum siap membayar lebih untuk
mutu apel yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pnerapan metode penanganan sangat
ditentukan oleh sejauh mana konsumen mau membayar lebih dengan tingkat penanganan yang
lebih baik. Jarak antara kebun dan pasar adalah salah satu penentu utama di dalam memutuskan
apakah suatu teknologi akan digunakan. Bila jaraknya dekat, maka metode penanganan akan
lebih sederhana. Terkadang interval waktu antara panen dan penjualan hanyalah berlangsung
beberapa jam. Dalam kondisi ini, hanya sedikit perlakuan pascapanen yang diperlukan, dan cara
paling efektif untuk mengurangi kerusakan adalah mengajarkan petani untuk memanen dan
menangani produknya secara hati-hati. Bila 8 interval waktu jauh lebih panjang dengan lika-liku
pemasaran yang lebih kompleks, maka diperlukan penanganan-penanganan yang lebih kompleks
pula atau dilibatkan teknologi yang lebih banyak, dan jumlah yeng lebih besar dari factor
manusia dan ekonomi harus dipertimbangkan,(Anonim,2009).
C. Tujuan

Makalah ini ditujukan untuk para pembaca khususnya penulis sendiri agar dapat mengetahui dan
melakukan penanganan pasca panen terhadap buah salak secara tepat dan cermat.

BAB II
PENANGANAN PASCA PANEN BUAH SALAK

Seperti buah-buahan lainnya, buah salak mudah rusak dan tidak tahan lama. Kerusakan ditandai
dengan bau busuk dan daging buah menjadi lembek serta berwarna kecoklat-coklatan. Setelah
dipetik buah salak masih meneruskan proses hidupnya berupa proses fisiologi (perubahan warna,
pernafasan, proses biokimia dan perombakan fungsional dengan adanya pembusukan oleh jasad
renik). Sehingga buah salak tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, maka diperlukan
penanganan pascapanen.

1 .Pemanenan
Mutu buah salak yang baik diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat kemasakan yang
baik. Buah salak yang belum masak, bila dipungut akan terasa sepet dan tidak manis. Maka
pemanenan dilakukan dengan cara petik pilih, disinilah letak kesukarannya. Jadi kita harus
benar-benar tahu buah salak yang sudah tua tetapi belum masak. Panen buah salak dilakukan
dalam keadaan cuaca kering (tidak hujan) pada pagi hari (pukul 9 – 10 pagi) saat buah sudah
tidak berembun. Jika panen dilakukan pada saat terlalu pagi dan buah masih berembun maka
buah akan mudah kotor dan bila luka sangat rentan terserang penyakit. Bila panen dilakukan
pada siang hari, buah akan mengalami penguapan sehingga susut lebih banyak, sedangkan bila
pada sore hari dapat berakibat lamanya waktu menunggu, kecuali harus bekerja pada malam hari.
Salak dipanen saat berumur 5 – 6 bulan umur bunga. Untuk salak pondoh, panen raya terjadi
pada periode November – Januari, masa panen sedang terjadi pada Mei – Juli, masa panen kecil
pada periode Februari – April, dan masa istirahat (kosong) terjadi pada periode Agustus –
Oktober. Buah yang masih dapat dipanen pada masa istirahat disebut buah slandren.

2 Pengumpulan Dan Pembersihan


Buah salak yang dipanen dimasukkan ke dalam keranjang bambu atau peti kayu yang diberi alas
daun-daunan. Beberapa petani maju menggunakan peti plastik jenis HDPE (high density
polyethylene) untuk membawa salak dari kebun ke kios atau toko yang sekaligus sebagai tempat
pengumpulan dan pengemasan. Buah salak diletakkan di tempat yang teduh, seperti di bawah
pohon atau naungan, untuk melindungi dari sengatan matahari yang dapat meningkatkan suhu
buah salak sehingga mempercepat kerusakan . Kebersihan salak berpengaruh terhadap masa
simpan buah salak. Tandan salak sering diletakkan dekat dengan permukaan tanah sehingga
kotoran dapat menempel pada buah salak dan menyebabkan binatang-binatang kecil yang
menyukai tempat lembab sering bersembunyi di antara buah dalam tandan. Pembersihan buah
salak dilakukan dengan menyikat buah menggunakan sikat ijuk atau plastik dengan gerakan
searah susunan sisik sehingga buah salak bersih dari kotoran dan sisa-sisa duri. Bersamaan
dengan pembersihan dapat dilakukan sortasi dan penggolongan (grading).

3 Sortasi Dan Penggolongan


Sortasi bertujuan memilih buah yang baik, tidak cacat, dan dipisahkan dari buah yang busuk,
pecah, tergores atau tertusuk. Juga berguna untuk membersihkan buah salak dari kotoran, sisa –
sisa duri, tangkai dan ranting. Khusus pada salak bali dengan tujuan pasar lokal tidak dilakukan
sortasi. Penggolongan bertujuan menyeragamkan ukuran dan mutu buah sehingga mendapatkan
harga jual yang lebih tinggi. Sebelum dikemas dalam karunganyaman pandan, buah salak
sidimpuan digolongkan secara manual ke dalam 2 (dua) kelas yaitu kelas ukuran besar dan kelas
ukuran sedang yang dicampur dengan ukuran kecil .Penggolongan buah salak bali didasarkan
kepada besar, bentuk, penampilan, warna, corak, bebas penyakit dan tidak cacat atau luka.

3.1 Tujuan grading/penggolongan


a).mendapat hasil buah yang seragam (ukuran dan kualitas)
b).mempermudah penyusunan dalam wadah/peti/alat kemas
c).mendapatkan harga yang lebih tinggi
d).merangsang minat untuk membeli
e).agar perhitungannya lebih mudah
f). untuk menaksir pendapatan sementara.
Penggolongan ini dapat berdasarkan pada : berat, besar, bentuk, rupa, warna, corak,
bebas dari penyakit dan ada tidaknya cacat/luka. Semua itu dimasukkan kedalam
kelas dan golongan sendiri-sendiri,seperti tabel di bawah ini :

Kelas Mutu Ciri – ciri


AA (super) 12 buah/ kg, sehat, warna kulit kekuningan
AB (sedang) 15 – 19 buah/ kg, sehat
C (kecil) 25 – 30 buah/ kg, bahan baku manisan
BS (tidak diperdagangkan) Busuk, pecah

Untuk pasar ekspor, persyaratan mutu lebih tinggi dengan mengikuti persyaratan yang ditetapkan
pembeli luar negeri. Pasar Eropa menetapkan persyaratan keutuhan buah, kesegaran, kehalusan
permukaan kulit buah, bebas dari kerusakan fisik, mikrobiologis ataupun bau asing, derajat
ketuaan yang tepat dan keadaan yang baik sampai tujuan (Anonim,2009).

4 Penyimpanan
Penyimpanan yang dilakukan petani atau pedagang hanya bersifat sementara dan dilakukan di
lapangan. Petani/ pedagang belum melakukan kegiatan penyimpanan yang bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan buah salak sebelum dipasarkan. Buah yang telah disortasi dan
digolongkan dikemas ke dalam karung anyaman pandan atau keranjang menunggu dimuat ke
sarana pengangkutan.

5 Pengangkutan (transportasi) dan pengemasan


Tujuan pengemasan adalah untuk melindungi buah salak dari kerusakan, mempermudah dalam
penyusunan, baik dalam pengangkutan maupun dalam gudang penyimpanan dan untuk
mempermudah perhitungan.Biasanya buah salak dikemas dalam keranjang bambu (besek)
berkapasitas 5, 10, dan 20 kilogram. Pada kemasan salak pondoh, buah salak yang masih utuh
pada tandan diletakkan di tengah dan di sekelilingnya diletakkan butiran salak yang sudah lepas
dari tandan. Salak bali biasanya dikemas dalam peti kayu yang dialasi tikar pandan untuk
bantalan. Salak sidimpuan biasanya dikemas dalam karung anyaman pandan yang disebut sumpit
dengan kapasitasyang bervariasi sekitar 35 sampai 50 kg/ karung menggunakan kemasan pengisi
(bantalan) berupa serat pelepah kering tanaman salak (Gambar 2).

Gambar 2. Karung anyaman pandan (sumpit).

Pengangkutan salak sidimpuan dari kebun ke tempat pengumpulan berjarak sekitar 1 km. Untuk
penjualan ke pasar lokal setempat, buah salak diangkut menggunakan sarana angkutan mobil
pick – up dan biaya transportasi ditanggung oleh petani. Untuk pemasaran di luar daerah Padang
Sidimpuan, digunakan truk Fuso dan Colt Diesel yang dilengkapi dengan penutup terpal.
Kapasitas Truk Fuso sekitar 7 ton (± 300 karung anyaman pandan). Untuk pasar ekspor, buah
salak dikemas dengan karton bergelombang yang berkapasitas 10 – 11 kg. Dalam kemasan ini,
digunakan daun pisang kering maupun potongan kertas koran sebagai kemasan pengisi.

6 Pengemasan buah-buahan
6.1. Tujuan dan fungsi pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk meningkatkan keamanan produk selama transportasi, dan
melindungi produk dari pencemaran, susut mutu dan susut bobot, serta memudahkan dalam
penggunaan produk yang dikemas. Secara umum, pengemasan berfungsi untuk pemuatan produk
pada suatu wadah (containment), perlindungan produk, kegunaan (utility), dan informasi. Untuk
keperluan transportasi, fungsi pengemasan lebih diutamakan untuk pemuatan dan perlindungan.
Sedangkan pengemasan eceran (retail) lebih dititik – beratkan pada fungsi kegunaan dan
informasi produk.
Buah yang akan diangkut dapat dikemas menggunakan berbagai jenis kemasan, seperti karung
goni, kardus, keranjang plastik atau bambu, tray dari stirofoam dan plastik film, dan peti kayu.
Disamping itu, terdapat juga jenis kemasan yang khas sentra produksi buah, misalnya kemasan
karung anyaman bambu (sumpit) pada transportasi buah salak sidimpuan.

6.2. Kerusakan buah dan kemasan selama transportasi


Selama transportasi, buah-buahan yang dikemas mengalami kerusakan, dapat berupa kerusakan
kimiawi, fisik dan mikrobiologis. Kerusakan kimiawi ditandai dengan adanya perubahan warna
buah (discoloration) dan busuk (karat) pada buah akibat terinfeksi mikroorganisme. Kerusakan
fisik ditandai dengan adanya pecah (kulit terkelupas), memar dan luka pada buah.
Kerusakan ini diakibatkan oleh benturan (shock) dan getaran (vibration) selama transportasi,
beban tekanan yang dialami buah (stress), varietas, tingkat kematangan, bobot dan ukuran buah,
karakteristik kulit buah serta kondisi lingkungan di sekitar buah. Kerusakan fisik dapat juga
disebabkan oleh isi kemasan terlalu penuh (over packing) ataupun terlalu kurang (under packing)
dan penumpukan kemasan yang terlalu tinggi. Isi kemasan yang terlalu penuh mengakibatkan
bertambahnya tekanan (compression) pada buah, sedangkan isi kemasan yang terlalu kurang
akan menyebabkan buah yang terletak pada bagian atas saling berbenturan dan terlempar karena
getaran maupun benturan yang berlangsung selama transportasi. Penumpukan kemasan yang
terlalu tinggi menyebabkan buah pada lapisan dasar dalam kemasan yang paling bawah dari
tumpukan akan mengalami kerusakan tekan akibat penambahan tekanan dari tumpukan kemasan.
Fungsi proteksi terhadap buah dapat dipenuhi dengan baik dalam penggunaan kemasan peti
kayu, stirofoam, dan keranjang plastik yang keras (crates), sedangkan pada kardus (kotak karton
gelombang) hanya mampu bila ditumpuk setinggi 6 – 7 tumpukan saja. Selain itu jika isi kardus
terlalu padat atau RH lingkungan tinggi, maka kardus tidak mampu lagi menahan beban dan
mentransfer beban tersebut kepada buah. Compressive strength kardus menurun sekitar 35% jika
kadar air meningkat dari 10% ke 15%. Hal tersebut sejalan dengan Marcondes (1992) yang
menyatakan bahwa RH yang tinggi akan menurunkan compressive strength bahan-bahan dari
papan serat korugasi (corrugated fibreboard). Penurunan kemampuan kardus dalam menahan
beban akibat RH yang tinggi dapat diatasi dengan pemberian lapisan lilin (waxing) pada bagian
dalam dan luar kemasan kardus, atau cukup pada bagian dalam kemasan agar lebih ekonomis.
Penggunaan keranjang bambu kurang efektif sebagai kemasan transportasi, karena penampang
kemasan yang berbentuk lingkaran, daripada kemasan lain yang berpenampang segi empat
seperti kayu dan kardus. Bentuk penampang lingkaran pada keranjang bambu menyebabkan
keranjang bambu bersifat fleksibel saat dikenai beban tumpukan terutama bila diisi penuh (padat)
sehingga buah juga akan menerima beban tumpukan tersebut. Agar keranjang bambu dapat lebih
baik melindungi buah, maka pada bagian atas keranjang ditambahkan penahan sehingga bentuk
penampang keranjang tidak mengalami perubahan (deformasi) saat dikenai beban tekanan.
Selain itu pengisian buah diatur sedemikian rupa sehingga keranjang tidak terlalu padat
(overfilled)
Pada pengemasan buah salak, kerusakan yang terjadi umumnya adalah kerusakan fisik
(pememaran, goresan, retak/ pecah dan luka) dan kerusakan mikrobiologis. Mikroorganisme
yang terbawa dari kebun, suasana yang lembab dan hangat dalam kemasan selama pengangkutan
mendorong pembusukan berlangsung lebih cepat. Buah yang mengalami luka fisik juga lebih
cepat busuk, sehingga memberikan tampilan yang buruk untuk dijual.

BAB. III
PERANCANGAN KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK
1.Syarat-syarat perancangan
Kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura, khususnya buah, lebih ditujukan untuk
melindungi buah dari kerusakan yang dapat menurunkan mutu buah, maka aspek teknis menjadi
pertimbangan utama dalam perancangan kemasan tersebut. Aspek teknis perancangan mencakup
pemilihan bahan kemasan, bentuk dan dimensi kemasan, serta uji-uji sifat fisik dan reologi yang
berkaitan dengan aspek tersebut dan tetap mempertimbangkan sifat-sifat kritis komoditi
hortikultura yang mempengaruhi perubahan mutu komoditi tersebut selama transportasi.
pengemasan dirancang untuk mengatasi faktor getaran dan benturan selama transportasi.
Pemilihan bahan kemasan juga mengutamakan bahan yang dapat melindungi produk dari
kerusakan fisik selama transportasi. Kemasan harus mampu menahan beban tumpukan, dampak
pemuatan dan pembongkaran buah dari sarana transportasi, serta getaran dan benturan selama
perjalanan. Dengan kata lain, kemasan harus mampu menahan beban dan bersifat kaku (rigid)
sehingga tidak mentransfer beban apapun kepada buah.
Dalam merancang kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura perlu
diperhatikan persyaratan – persyaratan berikut diacu dalam :
1. Kemasan harus benar – benar berfungsi sebagai wadah yang dapat diisi produk.
2. Kemasan harus tahan dan tidak berubah bentuk selama pengangkutan.
3. Permukaan bagian dalam kemasan harus halus sehingga produk tidak rusak selama
pengangkutan.
4. Ventilasi kemasan harus cukup, sehingga dapat mengeluarkan gas hasil metabolisme produk
dan menurunkan panas yang timbul. Selain itu, juga dapat menahan laju transpirasi dan respirasi
dari produk.
5. Bahan untuk kemasan harus cukup kering sehingga beratnya tetap (konstan), dan tidak
mengabsorpsi air dan perisa (flavour) produk.
6. Kemasan harus bersih dan tidak memindahkan infeksi penyakit ke produk, bahan kemasan
juga harus tahan serangan jamur, gigitan serangga dan tikus.
7. Kemasan harus mudah diangkat dan dapat disusun pada bak – bak alat angkut dengan sistem
pallet (khusus untuk ekspor).
8. Kemasan harus ekonomis dan bahan kemasan terdapat di sentra produksi.

2. Standar Mutu Salak


Standar mutu salak Indonesia tercantum pada SNI 01 – 3167 – 1992. Salak dibagi atas 2 (dua)
kelas mutu, yaitu mutu I dan mutu II (Tabel 2). Ukuran berat dibagi atas ukuran besar untuk
salak yang berbobot 61 gram atau lebih per buah, ukuran sedang berbobot 33 – 60 gram/ buah,
dan ukuran kecil berbobot 32 gram atau kurang per buah.

Tabel Kelas mutu salak berdasarkan SNI 01–3167–1992


Tingkat
Mutu I Mutu II
Ketuaan Seragam tua Kurang seragam

Kekerasan Keras Keras

Kerusakan kulit buah Utuh Kurang utuh

Ukuran Seragam Seragam

Busuk (bobot/bobot) 1% 1%

Kotoran Bebas Bebas

BAB. IV
PEMBAHASAN

Buah salak (Salaca edulis Reinw.) adalah komoditas indegenous Indonesia dan merupakan salah
satu buah unggulan daerah Bali dan juga telah dimasukkan sebagai unggulan nasional karena
potensinya yang tinggi untuk dipasarkan dalam negeri, kemungkinan untuk dikembangkan
sebagai komoditas ekspor, potensinya yang baik untuk agribisnis dan agroindustri, telah
memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani. Buah ini bisa menjadi sangat mahal bila
dikemas dengan ekslusif, tidak semua buah melon bisa diperlakukan seperti hal tersebut. Banyak
tahapan proses yang harus dilalui agar buah melon dapat bernilai ekonomis tinggi hingga
dipasarkan, prosesnya seperti pengumpulan, penyortiran dan penggolongan, penyimpanan lalu
barulah tahap pengemasan.

Tahapan tersebut harus dilaksanakan dengan benar dan hati-hati. Karena jika tidak, buah salak
akan rusak sehingga mutu buah tersebutpun menjadi turun. Berbagai ragam proses perlakuan
sebelum didistribusikan. Teknik pascapanen khusus terkadang digunakan tergantung pada
bagaimana produk tersebut dipersiapkan untuk pasar.
Faktor yang sebenarnya sangat penting berpengaruh terhadap mutu keseluruhan buah adalah
waktu. Karena mutu buah puncaknya adalah pada saat panen, semakin lama periode antara panen
dan konsumsi, maka semakin besar pula penyusutan mutunya.Karena Sifat produk tanaman buah
adalah:
1. Mudah rusak (perishable). Buah merupakan produk tanaman hortikultura yang dikenal mudah
rusak, sehingga diperlukan suatu teknologi untuk mempertahankan mutu buah.
2. Resiko besar. Buah dengan sifat mudah rusak akan berpengaruh terhadap ketersediaan dan
permintaan pasar, sehingga fluktuasi harga tinggi. Misalnya perubahan cuaca, adanya serangan
hama atau penyakit tertentu akan mempengaruhi produksi baik kuantitas maupun kualitas.
3. Musiman. Tanaman buah umumnya tanaman berumur panjang (prennial), sehingga berbuah
adalah musiman yang berakibat tidak tersedia setiap saat. Pada musim berbuah umumnya produk
melimpah, sehingga diperlukan suatu teknologi untuk dapat menampung produk tersebut.
4. Bulky. Buah umumnya mempunyai kandungan air tinggi, sehingga memerlukan ruang besar
atau perlakuan khusus di dalam transportasi maupun di penyimpanan. Hal tersebut akan
menyebabkan biaya tinggi.
5. Spesialisasi geografi. Tanaman buah membutuhkan agroklimat tertentu untuk menghasilkan
buah dengan kuantitas dan kualitas tertentu khususnya salak (Anonim,2009). Dengan demikian
dalam pendistribusiannya harus dilakukan dengan baik dan cermat karena kerusakan mutu
berlangsung dengan cepat.

Berdasarkan penelitian tentang pengukuran tingkat kememaran buah Salak menggunakan


pengolahan citra. Dari penelitian ini didapatkan persamaan laju kerusakan memar buah salak
pada suhu 26 oC dan suhu penyimpanan 10 oC, masing – masing adalah M26 = 100e-0.0041t
dan M10 = 100e-0.0016t. Kadar gula buah salak yang memar mengalami peningkatan dengan
bertambahnya waktu, dengan koefisien determinasi hubungan kadar gula dan luas memar untuk
suhu 26 oC adalah 0.5624 dan 0.066 untuk suhu penyimpanan 10 oC. Kekerasan buah salak yang
memar menurun dengan bertambahnya umur simpan dengan koefisien determinasi hubungan
kekerasan dan luas memar untuk suhu 26 oC adalah 0.7289 dan 0.8991 untuk suhu penyimpanan
10 oC. Suhardjo et al. (1995) memaparkan beberapa informasi mengenai kerusakan fisik buah
salak akibat transportasi di Indonesia yang berkaitan dengan kondisi transportasi dan jenis
kemasan. Pada salak manonjaya, buah salak dikemas dengan keranjang bambu (besek) yang
berkapasitas 30 – 40 kg dan disusun secara acak. Salak pondoh juga dikemas dalam keranjang
bambu berbobot 5, 10 dan 20 kg dan disusun dengan meletakkan buah salak yang masih melekat
pada tandannya di tengah-tengah kemasan dan di sekelilingnya diletakkan buah salak yang
berbentuk butiran. Buah salak bali disusun sama dengan cara susun salak, namun kemasan yang
digunakan adalah peti kayu dengan berat kotor 10 kg (50 x 30 x 30 cm). Kerusakan fisik pada
cara susun tersebut lebih kecil daripada cara susun butiran. Pada salak bali yang disusun dalam
peti kayu dalam bentuk tandan kerusakan fisik yang terjadi sebesar 9.6% sedangkan pada bentuk
butiran mencapai 11.8% setelah transportasi dari Bali ke Malang.
Pada salak bali, kerusakan fisik dalam bentuk tandan sebesar 6.3% dan dalambentuk butiran
6.5% setelah transportasi dari Yogyakarta ke Malang. Alternatif pengemasan buah salak
menggunakan kemasan atmosfir termodifikasi (MAP) untuk transportasi dengan kereta api telah
diteliti oleh Mohamad (1990). Hasil penelitian menunjukkan kombinasi konsentrasi gas CO2 dan
O2 yang optimal adalah 10% O2 dan 2.0% CO2. Setelah simulasi transportasi, secara
organoleptik buah salak pondoh masih disukai konsumen sampai penyimpanan hari ke – 20 dan
mengandung total padatan terlarut 17.8%.
Hasil penelitian Dalimunthe (2002) menunjukkan bahwa kemasan transportasi buah salak dapat
dibuat dari pelepah-pelepah salak segar, namun di dalam laporan penelitiannya tidak terdapat
informasi tentang dimensi dan kekuatan (mekanis) kemasan. Kemasan yang dirancang
Dalimunthe (2002) adalah kemasan berbentuk kotak dengan bingkai (kerangka) kemasan dari
kayu dan dinding kemasan dari pelepah-pelepah salak segar. Dari hasil uji transportasi
menggunakan truk selama 10 jam (Padang Sidimpuan – Medan) ditunjukkan bahwa kerusakan
fisik buah salak yang paling rendah yaitu sebesar 8.3 – 9.2% didapatkan pada kemasan berbobot
10 kg dengan masa penyimpanan 2 (dua) hari dibandingkan dengan kemasan berbobot 15 kg dan
20 kg dan masa simpan 4 (empat) dan 6 (enam) hari setelah transportasi.

BAB. IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
- Proses Panen dilakukan dalam keadaan cuaca kering (tidak hujan) pada pagi hari (pukul 9 – 10
pagi) saat buah sudah tidak berembun.
- Pembersihan buah salak dilakukan dengan menyikat buah menggunakan sikat ijuk atau plastik
dengan gerakan searah susunan sisik sehingga buah salak bersih dari kotoran dan sisa-sisa duri.
- Sortasi bertujuan memilih buah yang baik, tidak cacat, dan dipisahkan dari buah yang busuk,
pecah, tergores atau tertusuk.
- Penggolongan bertujuan menyeragamkan ukuran dan mutu buah sehingga mendapatkan harga
jual yang lebih tinggi.
- Penyimpanan yang dilakukan petani atau pedagang hanya bersifat sementara dan dilakukan di
lapangan.dan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan buah salak sebelum dipasarkan.
- Buah yang sudah siap dipasarkan kemasannya sebaiknya diberi label produksi sehinga kelas
pada buah tersebut jelas.
- Faktor yang sebenarnya sangat penting berpengaruh terhadap mutu keseluruhan buah adalah
waktu.
- Tujuan pengemasan adalah untuk melindungi buah salak dari kerusakan, mempermudah dalam
penyusunan, baik dalam pengangkutan maupun dalam gudang penyimpanan dan untuk
mempermudah perhitungan.

B. Saran

- Buah yang sudah siap dipasarkan kemasannya sebaiknya diberi label produksi sehinga kelas
pada buah tersebut jelas.
- Pada tempat penyimpanan untuk diekspor, sebaiknya dilengkapi dengan control atmosfir agar
buah dapat bertahan lama.
- Waktu antara panen dan pemasaran sebaiknya diperhitungkan dengan cermat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2009,Tanaman Buah buahan,http://usupress.usu.ac.id/files/Agrotekno-


logi%20Tanaman%20Buahbuahan_Final_web.Pdf. Tanggal akses
29-12-2009.
Anonim, 2009,salak ,http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads
/2009/06/2-pengendalian-organisme-pengganggu-pascapanen-
produk-hortikultura -dalam-mendukung-gap.pdf Tanggal akses 29-
12-2009.

Anonim,2009,salak,http://warintek.bantulkab.go.id/web.php?mod=basisdata&kat
=1&sub=2&file=174, Tanggal akses 29-12-2009.

Anonim,2009,penanganan pasca panen,http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-


content/uploads/2009/06/5-penanganan-pascapanen.pdf, Tanggal
akses 29-12-2009.

Anonim,2009, penanganan buah salak,http://www.damandiri.or.id/file/ wiyana


levisantisiregaripbbab2.pdf Tanggal akses 29-12-2009.

Anonim,2009, Budidaya Salak Unggul ,http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/92B


8DB1B-29DC-494B-B03C-F861D2E50 0AA/15904/ Budi daya
SalakUnggul1.pdf. Tanggal akses 29-12-2009.

You might also like