Professional Documents
Culture Documents
BAB. I
PENDAHULUAN
Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai prospek baik
untuk diusahakan. Daerah asal nya tidak jelas, tetapi diduga dari Thailand, Malaysia dan
Indonesia. Ada pula yang mengatakan bahwa tanaman salak (Salacca edulis) berasal dari Pulau
Jawa. Pada masa penjajahan biji-biji salak dibawa oleh para saudagar hingga menyebar ke
seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Filipina, Malaysia, Brunei dan Muangthai.
A. Latar Belakang
Buah salak (Salaca edulis Reinw.) adalah komoditas indegenous Indonesia dan merupakan salah
satu buah unggulan daerah Bali dan juga telah dimasukkan sebagai unggulan nasional karena
potensinya yang tinggi untuk dipasarkan dalam negeri, kemungkinan untuk dikembangkan
sebagai komoditas ekspor, potensinya yang baik untuk agribisnis dan agroindustri, telah
memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani. Disamping itu keragaman genetiknya
yang tinggi memungkinkan tanaman dikembangkan untuk memperoleh varietas-varietas
unggulan . Salak adalah produk organik yang di dalam pengembangannya pada umumnya tidak
menggunakan bahan kimia buatan, baik berupa pestisida maupun pupuk. Buah salak mempunyai
kekhasan tersendiri dalam citarasa dibandingkan dengan buah lainnya di Indonesia (Anonim,
2009).
Salah satu kendala di dalam pemasaran buah salak adalah adanya rasa sepet (astringent) yang
relatif cukup tinggi terkecuali salak varietas gula pasir. Tampaknya rasa sepat inilah yang juga
menjadi kendala pengembangan untuk bisa masuk pasar internasional. Di jepang, rasa sepat buah
persimon telah mampu dikurangi dengan cara memberikan perlakuan ethanol (Anonim,2009).
Disini dapat dilihat bahwa terjadi konflik antara kebutuhan manusia dengan sifat alamiah
biologis dari produk buah salak yang telah dipanen tersebut. Konsekwensi langsung dari konflik
antara kebutuhan hidup dari bagian tanaman tersebut dan kebutuhan manusia untuk
mendistribusikan dan memasarkan serta menjaga mutu produk itu sedapat mungkin dalam
jangka waktu tertentu sampai saatnya dikonsumsi, adalah adanya keharusan untuk melakukan
kompromi-kompromi. Kompromi-kompromi adalah elemen dasar dari setiap tingkat penanganan
pascapanen produk-produk tanaman yang ringkih sayuran dan buah-buahan. Dapat dalam bentuk
kompromi suhu untuk meminimumkan aktivitas metabolisme namun dihindari adanya kerusakan
dingin, atau kompromi dalah hal konsentrasi oksigen untuk meminimumkan respirasi namun
dihindari terjadinya respirasi anaerobik, atau kompromi dalam keketatan pengemasan untuk
meminimumkan kerusakan karena tekanan namun dihindari adanya kerusakan karena fibrasi dan
sebagainya. Pemahaman tentang sifat alami produk panen dan pengaruh cara penanganannya
adalah sangat penting untuk melakukan kompromi terbaik untuk menjaga kondisi optimum dari
produk. Sehingga untuk mendapatkan bentuk kompromi yang optimal maka beberapa
pertimbangan penting harus diperhatikan, yaitu pertimbangan fisiologis, fisik, patologis dan
ekonomis (Anonim,2009).
Pertimbangan Fisiologis
Laju Respirasi
Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah
masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi
berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini,
bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang
paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari
respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat
pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut.
Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu.
Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa
simpan pascapanen produk segar. Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya
tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut.
Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa.
Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan;
kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya
nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam
lingkunngan yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu
produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga
kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut.
C6H12O6 + O2 ————-> CO2 + H2O + Energi + panas
Produksi etilen4
Etilen adalah senyawa organic hidrokarbon paling sederhana (C2H4) berupa gas berpengaruh
terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan
dan pemasakan dan secara fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005 uL/L).
Etilen dalam ruang penyimpanan dapat berasal dari produk atau sumber lainnya. Sering selama
pemasaran, beberapa jenis komoditi disimpan bersama, dan pada kondisi ini etilen yang
dilepaskan oleh satu komoditi dapat merusak komoditi lainnya. Gas hasil bakaran minyak
kendaraan bermotor mengandung etilen dan kontaminasi terhadap produk yang disimpan dapat
menginisiasi pemasakan dalam buah dan memacu kemunduran pada produk non-klimakterik dan
bunga-bungaan atau bahan tanaman hias. Kebanyakan bunga potong sensitive terhadap etilen.
Pertimbangan Fisik
Buah dan sayuran mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga sangatlah mudah
mengalami kerusakan karena benturan-benturan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi pada seluruh
tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya pemanenan, penanganan, grading,
pengemasan, transportasi, penyimpanan, dan akhirnya sampai ke tangan konsumen. Kerusakan
yang umum terjadi adalah memar, terpotong, adanyatusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet
dan abrasi. Kerusakan dapat pula ditunjukkan oleh dihasilkannya stress metabolat (seperti getah),
terjadinya perubahan warna coklat dari jaringan rusak, menginduksi produksi gas etilen yang
memacu proses kemunduran produk. Kerusakan fisik juga memacu kerusakan baik fisiologis
maupun patologis (serangan mikroorganisme pembusuk).
Secara morfologis pada jaringan luar permukaan produk segar dapat mengandung bukaan-
bukaan (lubang) alami yang dinamakan stomata dan lentisel. Stomata adalah bukaan alami
khusus yang memberikan jalan adanya pertukaraan uap air, CO2 dan O2 dengan udara sekitar
produk. Tidak seperti stomata yang dapat membuka dan menutup, lenticel tidak dapat menutup.
Melalui lentisel ini pula terjadi pertukaran gas dan uap air. Kehilangan air dari produk secara
potensial terjadi melalui bukaan-bukaan alami ini. Laju transpirasi atau kehilangan air
dipengaruhi oleh factor-faktor internal (karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas
permukaan dan volume, pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan factor eksternal
atau factor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer).
Pada permukaan produk terdapat jaringan yang mengandung lilin yang dinamakan cuticle yang
dapat berperan sebagai barier penguapan air berlebihan, serangan atau infeksi mikroorganisme
pembusuk. Sehingga secara umum infeksi mikroorganisme pembusuk terjadi melalui bagian-
bagian yang luka dari jaringan tersebut.
Jaringan tanaman dapat menghasilkan bahan pelindung sebagai respon dari adanya pelukaan.
Bahan seperti lignin dan suberin, yang di akumulasikan dan diendapkan mengelilingi bagian
luka, dapat sebagai pelindung dari serangan mikroorganisme pembusuk.
Pertimbangan Patologis
Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi yang mana sangat
baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi oleh
berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak menyebabkan pembusukan
sampai yang menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila
kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban
yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah
merupakan factor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran.
Mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan susut pascapanen buah dan sayuran secara umum
disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan
perkembangan produk tersebut masih dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama
operasi pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang
tidak baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan
pada sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh
pH yang rendah (kurang dari 4.5) atau keasamannya yang tinggi dibandingkan dengan sayuran
yang pH nya rata-rata lebih besar dari 5.
Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah-dan sayuran tersebut
tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya
berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah produk tersebut
dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme
tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan pembusukan yang serius.
Infeksi mikroorganisme di atas di namakan infeksi laten. Contoh mikroorganisme yang
melakukan infeksi laten adalah Colletotrichum spp yang menyebabkan pembusukan pada buah
mangga, pepaya dan pisang. Ada pula mikroorganisme yang hanya berlabuh pada bagian
permukaan produk namun belum mampu menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaan-
pelukaan akibat operasi pemanenan, pasca panen dan pendistribusiannya. Ada pula
mikroorganisme seperti bakteri pembusuk, seperti Erwinia carotovora dan Pseudomonas
marginalis (penyebab penyakit busuk lunak) pada sayuran mampu menghasilkan enzim yang
mampu melunakkan jaringan dan setelah jaringan tersebut lunak baru infeksi dilakukannya. Jadi
jenis mikroorganisme ini tidak perlu menginfeksi lewat pelukaan, namun infeksi akan sangat
jauh lebih memudahkan bila ada pelukaan-pelukaan.
Suhu adalah factor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran dari
komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10oC laju kemunduran meningkat dua sampai tiga
kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal,
menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap
peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik
terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan mikroorganisme lainnya sangat
dipengaruhi oleh suhu.
Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab kehilangan air setelah panen. Kehilangan air
berarti kehilangan berat dan kenampakan. Kehilangan air tidak dapat dihindarkan namun dapat
ditoleransi. Tanda-tanda kehilangan air bervariasi pada produk yang berbeda, dan tanda-tanda
kerusakan baru tampak saat jumlah kehilangan air berbeda-beda pula. Umumnya tanda-tanda
kerusakan jelas terlihat bila kehilangan air antara 3-8% dari beratnya.
Pertimbangan Ekonomis
Kondisi ekonomis dan standard kehidupan konsumen adalah merupakan factor penting di dalam
menentukan kompromi-kompromi yang dilakukan melalui metode penanganan dan penyediaan
fasilitas. Investasi berlebihan untuk penanganan buah dapat mengakibatkan economic loss,
karena konsumen tidak mampu menyerap biaya tambahan. Sebagai contoh, prosedur
penyimpanan dengan atmosfer terkendali yang dikembangkan dengan konsentrasi etilen rendah
dapat menjaga mutu buah lebih lama dengan kondisi lebih baik. Diperkirakan teknologi ini akan
diadopsi secepatnya oleh petani di AS untuk meningkatkan mutu apel yang kemudian dapat
dijual pada saat tidak musimnya. Tetapi dalam realitanya, petani sangat ragu untuk melakukan
investasi untuk mengadopsi metode baru tersebut karena pasar belum siap membayar lebih untuk
mutu apel yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pnerapan metode penanganan sangat
ditentukan oleh sejauh mana konsumen mau membayar lebih dengan tingkat penanganan yang
lebih baik. Jarak antara kebun dan pasar adalah salah satu penentu utama di dalam memutuskan
apakah suatu teknologi akan digunakan. Bila jaraknya dekat, maka metode penanganan akan
lebih sederhana. Terkadang interval waktu antara panen dan penjualan hanyalah berlangsung
beberapa jam. Dalam kondisi ini, hanya sedikit perlakuan pascapanen yang diperlukan, dan cara
paling efektif untuk mengurangi kerusakan adalah mengajarkan petani untuk memanen dan
menangani produknya secara hati-hati. Bila 8 interval waktu jauh lebih panjang dengan lika-liku
pemasaran yang lebih kompleks, maka diperlukan penanganan-penanganan yang lebih kompleks
pula atau dilibatkan teknologi yang lebih banyak, dan jumlah yeng lebih besar dari factor
manusia dan ekonomi harus dipertimbangkan,(Anonim,2009).
C. Tujuan
Makalah ini ditujukan untuk para pembaca khususnya penulis sendiri agar dapat mengetahui dan
melakukan penanganan pasca panen terhadap buah salak secara tepat dan cermat.
BAB II
PENANGANAN PASCA PANEN BUAH SALAK
Seperti buah-buahan lainnya, buah salak mudah rusak dan tidak tahan lama. Kerusakan ditandai
dengan bau busuk dan daging buah menjadi lembek serta berwarna kecoklat-coklatan. Setelah
dipetik buah salak masih meneruskan proses hidupnya berupa proses fisiologi (perubahan warna,
pernafasan, proses biokimia dan perombakan fungsional dengan adanya pembusukan oleh jasad
renik). Sehingga buah salak tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, maka diperlukan
penanganan pascapanen.
1 .Pemanenan
Mutu buah salak yang baik diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat kemasakan yang
baik. Buah salak yang belum masak, bila dipungut akan terasa sepet dan tidak manis. Maka
pemanenan dilakukan dengan cara petik pilih, disinilah letak kesukarannya. Jadi kita harus
benar-benar tahu buah salak yang sudah tua tetapi belum masak. Panen buah salak dilakukan
dalam keadaan cuaca kering (tidak hujan) pada pagi hari (pukul 9 – 10 pagi) saat buah sudah
tidak berembun. Jika panen dilakukan pada saat terlalu pagi dan buah masih berembun maka
buah akan mudah kotor dan bila luka sangat rentan terserang penyakit. Bila panen dilakukan
pada siang hari, buah akan mengalami penguapan sehingga susut lebih banyak, sedangkan bila
pada sore hari dapat berakibat lamanya waktu menunggu, kecuali harus bekerja pada malam hari.
Salak dipanen saat berumur 5 – 6 bulan umur bunga. Untuk salak pondoh, panen raya terjadi
pada periode November – Januari, masa panen sedang terjadi pada Mei – Juli, masa panen kecil
pada periode Februari – April, dan masa istirahat (kosong) terjadi pada periode Agustus –
Oktober. Buah yang masih dapat dipanen pada masa istirahat disebut buah slandren.
Untuk pasar ekspor, persyaratan mutu lebih tinggi dengan mengikuti persyaratan yang ditetapkan
pembeli luar negeri. Pasar Eropa menetapkan persyaratan keutuhan buah, kesegaran, kehalusan
permukaan kulit buah, bebas dari kerusakan fisik, mikrobiologis ataupun bau asing, derajat
ketuaan yang tepat dan keadaan yang baik sampai tujuan (Anonim,2009).
4 Penyimpanan
Penyimpanan yang dilakukan petani atau pedagang hanya bersifat sementara dan dilakukan di
lapangan. Petani/ pedagang belum melakukan kegiatan penyimpanan yang bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan buah salak sebelum dipasarkan. Buah yang telah disortasi dan
digolongkan dikemas ke dalam karung anyaman pandan atau keranjang menunggu dimuat ke
sarana pengangkutan.
Pengangkutan salak sidimpuan dari kebun ke tempat pengumpulan berjarak sekitar 1 km. Untuk
penjualan ke pasar lokal setempat, buah salak diangkut menggunakan sarana angkutan mobil
pick – up dan biaya transportasi ditanggung oleh petani. Untuk pemasaran di luar daerah Padang
Sidimpuan, digunakan truk Fuso dan Colt Diesel yang dilengkapi dengan penutup terpal.
Kapasitas Truk Fuso sekitar 7 ton (± 300 karung anyaman pandan). Untuk pasar ekspor, buah
salak dikemas dengan karton bergelombang yang berkapasitas 10 – 11 kg. Dalam kemasan ini,
digunakan daun pisang kering maupun potongan kertas koran sebagai kemasan pengisi.
6 Pengemasan buah-buahan
6.1. Tujuan dan fungsi pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk meningkatkan keamanan produk selama transportasi, dan
melindungi produk dari pencemaran, susut mutu dan susut bobot, serta memudahkan dalam
penggunaan produk yang dikemas. Secara umum, pengemasan berfungsi untuk pemuatan produk
pada suatu wadah (containment), perlindungan produk, kegunaan (utility), dan informasi. Untuk
keperluan transportasi, fungsi pengemasan lebih diutamakan untuk pemuatan dan perlindungan.
Sedangkan pengemasan eceran (retail) lebih dititik – beratkan pada fungsi kegunaan dan
informasi produk.
Buah yang akan diangkut dapat dikemas menggunakan berbagai jenis kemasan, seperti karung
goni, kardus, keranjang plastik atau bambu, tray dari stirofoam dan plastik film, dan peti kayu.
Disamping itu, terdapat juga jenis kemasan yang khas sentra produksi buah, misalnya kemasan
karung anyaman bambu (sumpit) pada transportasi buah salak sidimpuan.
BAB. III
PERANCANGAN KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK
1.Syarat-syarat perancangan
Kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura, khususnya buah, lebih ditujukan untuk
melindungi buah dari kerusakan yang dapat menurunkan mutu buah, maka aspek teknis menjadi
pertimbangan utama dalam perancangan kemasan tersebut. Aspek teknis perancangan mencakup
pemilihan bahan kemasan, bentuk dan dimensi kemasan, serta uji-uji sifat fisik dan reologi yang
berkaitan dengan aspek tersebut dan tetap mempertimbangkan sifat-sifat kritis komoditi
hortikultura yang mempengaruhi perubahan mutu komoditi tersebut selama transportasi.
pengemasan dirancang untuk mengatasi faktor getaran dan benturan selama transportasi.
Pemilihan bahan kemasan juga mengutamakan bahan yang dapat melindungi produk dari
kerusakan fisik selama transportasi. Kemasan harus mampu menahan beban tumpukan, dampak
pemuatan dan pembongkaran buah dari sarana transportasi, serta getaran dan benturan selama
perjalanan. Dengan kata lain, kemasan harus mampu menahan beban dan bersifat kaku (rigid)
sehingga tidak mentransfer beban apapun kepada buah.
Dalam merancang kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura perlu
diperhatikan persyaratan – persyaratan berikut diacu dalam :
1. Kemasan harus benar – benar berfungsi sebagai wadah yang dapat diisi produk.
2. Kemasan harus tahan dan tidak berubah bentuk selama pengangkutan.
3. Permukaan bagian dalam kemasan harus halus sehingga produk tidak rusak selama
pengangkutan.
4. Ventilasi kemasan harus cukup, sehingga dapat mengeluarkan gas hasil metabolisme produk
dan menurunkan panas yang timbul. Selain itu, juga dapat menahan laju transpirasi dan respirasi
dari produk.
5. Bahan untuk kemasan harus cukup kering sehingga beratnya tetap (konstan), dan tidak
mengabsorpsi air dan perisa (flavour) produk.
6. Kemasan harus bersih dan tidak memindahkan infeksi penyakit ke produk, bahan kemasan
juga harus tahan serangan jamur, gigitan serangga dan tikus.
7. Kemasan harus mudah diangkat dan dapat disusun pada bak – bak alat angkut dengan sistem
pallet (khusus untuk ekspor).
8. Kemasan harus ekonomis dan bahan kemasan terdapat di sentra produksi.
Busuk (bobot/bobot) 1% 1%
BAB. IV
PEMBAHASAN
Buah salak (Salaca edulis Reinw.) adalah komoditas indegenous Indonesia dan merupakan salah
satu buah unggulan daerah Bali dan juga telah dimasukkan sebagai unggulan nasional karena
potensinya yang tinggi untuk dipasarkan dalam negeri, kemungkinan untuk dikembangkan
sebagai komoditas ekspor, potensinya yang baik untuk agribisnis dan agroindustri, telah
memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani. Buah ini bisa menjadi sangat mahal bila
dikemas dengan ekslusif, tidak semua buah melon bisa diperlakukan seperti hal tersebut. Banyak
tahapan proses yang harus dilalui agar buah melon dapat bernilai ekonomis tinggi hingga
dipasarkan, prosesnya seperti pengumpulan, penyortiran dan penggolongan, penyimpanan lalu
barulah tahap pengemasan.
Tahapan tersebut harus dilaksanakan dengan benar dan hati-hati. Karena jika tidak, buah salak
akan rusak sehingga mutu buah tersebutpun menjadi turun. Berbagai ragam proses perlakuan
sebelum didistribusikan. Teknik pascapanen khusus terkadang digunakan tergantung pada
bagaimana produk tersebut dipersiapkan untuk pasar.
Faktor yang sebenarnya sangat penting berpengaruh terhadap mutu keseluruhan buah adalah
waktu. Karena mutu buah puncaknya adalah pada saat panen, semakin lama periode antara panen
dan konsumsi, maka semakin besar pula penyusutan mutunya.Karena Sifat produk tanaman buah
adalah:
1. Mudah rusak (perishable). Buah merupakan produk tanaman hortikultura yang dikenal mudah
rusak, sehingga diperlukan suatu teknologi untuk mempertahankan mutu buah.
2. Resiko besar. Buah dengan sifat mudah rusak akan berpengaruh terhadap ketersediaan dan
permintaan pasar, sehingga fluktuasi harga tinggi. Misalnya perubahan cuaca, adanya serangan
hama atau penyakit tertentu akan mempengaruhi produksi baik kuantitas maupun kualitas.
3. Musiman. Tanaman buah umumnya tanaman berumur panjang (prennial), sehingga berbuah
adalah musiman yang berakibat tidak tersedia setiap saat. Pada musim berbuah umumnya produk
melimpah, sehingga diperlukan suatu teknologi untuk dapat menampung produk tersebut.
4. Bulky. Buah umumnya mempunyai kandungan air tinggi, sehingga memerlukan ruang besar
atau perlakuan khusus di dalam transportasi maupun di penyimpanan. Hal tersebut akan
menyebabkan biaya tinggi.
5. Spesialisasi geografi. Tanaman buah membutuhkan agroklimat tertentu untuk menghasilkan
buah dengan kuantitas dan kualitas tertentu khususnya salak (Anonim,2009). Dengan demikian
dalam pendistribusiannya harus dilakukan dengan baik dan cermat karena kerusakan mutu
berlangsung dengan cepat.
BAB. IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Proses Panen dilakukan dalam keadaan cuaca kering (tidak hujan) pada pagi hari (pukul 9 – 10
pagi) saat buah sudah tidak berembun.
- Pembersihan buah salak dilakukan dengan menyikat buah menggunakan sikat ijuk atau plastik
dengan gerakan searah susunan sisik sehingga buah salak bersih dari kotoran dan sisa-sisa duri.
- Sortasi bertujuan memilih buah yang baik, tidak cacat, dan dipisahkan dari buah yang busuk,
pecah, tergores atau tertusuk.
- Penggolongan bertujuan menyeragamkan ukuran dan mutu buah sehingga mendapatkan harga
jual yang lebih tinggi.
- Penyimpanan yang dilakukan petani atau pedagang hanya bersifat sementara dan dilakukan di
lapangan.dan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan buah salak sebelum dipasarkan.
- Buah yang sudah siap dipasarkan kemasannya sebaiknya diberi label produksi sehinga kelas
pada buah tersebut jelas.
- Faktor yang sebenarnya sangat penting berpengaruh terhadap mutu keseluruhan buah adalah
waktu.
- Tujuan pengemasan adalah untuk melindungi buah salak dari kerusakan, mempermudah dalam
penyusunan, baik dalam pengangkutan maupun dalam gudang penyimpanan dan untuk
mempermudah perhitungan.
B. Saran
- Buah yang sudah siap dipasarkan kemasannya sebaiknya diberi label produksi sehinga kelas
pada buah tersebut jelas.
- Pada tempat penyimpanan untuk diekspor, sebaiknya dilengkapi dengan control atmosfir agar
buah dapat bertahan lama.
- Waktu antara panen dan pemasaran sebaiknya diperhitungkan dengan cermat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2009,salak,http://warintek.bantulkab.go.id/web.php?mod=basisdata&kat
=1&sub=2&file=174, Tanggal akses 29-12-2009.