You are on page 1of 7

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) atau


MDGs yang dideklarasikan di New York pada bulan September 2000 oleh
189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah sebuah
paradigma baru pembangunan global yang disepakati menjadi landasan
pembangunan di setiap negara anggota. Deklarasi MDGs tersebut
menyetujui 8 tujuan pembangunan, 18 target dan 48 indikator untuk
mengukur tingkat pencapaiannya pada kurun waktu 25 tahun dari tahun
1990 hingga 2015. Tujuan dan target tersebut sekaligus merupakan
kerangka kerja (framework) pembangunan di bidang sosial yang mempunyai
manfaat luas terhadap pembangunan manusia. Ke 8 tujuan tersebut
meliputi (i) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (ii) mencapai
pendidikan dasar untuk semua; (iii) mendorong kesetaraan dan
pemberdayaan perempuan; (iv) menurunkan angka kematian anak; (v)
meningkatkan kesehatan ibu; (vi) memerangi HIV/AIDS, malaria, dan
penyakit menular lainnya, (vii), memastikan kelestarian lingkungan hidup,
dan (viii) membangun kemitraan global untuk pembangunan.
Tujuan pembangunan milenium merupakan cita-cita yang mulia karena
berangkat dari dasar pembangunan yang hakiki untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia. Peningkatan kualitas hidup terkait erat dengan peningkatan
sumber daya manusia (SDM) yang pada prinsipnya berfokus pada
kemampuan penduduk untuk meningkatkan produktivitasnya dan
berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan serta
membebaskan diri dari kemiskinan. Setiap penduduk mempunyai peluang
yang sama untuk mengakses sumber-sumber ekonomi, dan menjaga
kesinambungan akses tersebut, meningkatkan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan, serta dapat memetik
manfaatnya.
Sehubungan dengan implementasi MDGs, Pemerintah Republik Indonesia
dan United Nations Children s Fund (UNICEF) telah menanda tangani kerja
sama untuk menindak lanjuti kesepakatan global tersebut. Salah satu
program kerja sama yang disepakati di antaranya adalah program
monitoring pencapaian MDGs dan selanjutnya disebut Proyek Monitoring
MDGs. Proyek ini dikoordinir oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Tujuan
proyek ini adalah untuk meningkatkan ketersedian data dan informasi di
tingkat kabupaten/kota di seluruh Indonesia, yang pada akhirnya akan
menjadi input untuk mengukur tingkat pencapaian MDGs disetiap
kabupaten/kota. Monitoring pencapaian MDGs di setiap kabupaten/kota
sangat penting untuk diketahui mengingat tingkat kemajuan pembangunan
yang dicapai berbeda-beda antar daerah.
Di Indonesia belum semua tujuan dan indikator MDGs global dapat
dihasilkan. Publikasi pencapaian MDGs yang diterbitkan pemerintah pada
bulan Februari 2004 belum memperhitungkan tujuan 8 dan beberapa
indikator di tujuan 1-7 karena keterbatasan data yang tersedia. Namun pada
laporan pencapaian MDGs di tahun 2007 beberapa indikator di tujuan 8
telah diperhitungkan, antara lain tingkat pengangguran remaja usia 15-24
tahun (target 16 ).
Indikator MDGs global sebenarnya dimaksudkan untuk mengetahui potret
pencapaian dan untuk perbandingan antar negara. Para perencana
pembangunan dituntut untuk merumuskan kebijakan yang diambil
berdasarkan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu.
Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau serta
masyarakatnya yang majemuk dari segi etnis dan budaya, mengakibatkan
potret pencapaian target MDGs pada tingkat makro (nasional) masih perlu
dilengkapi dengan potret pencapaian pada tingkat mikro atau wilayah kecil
seperti kabupaten/kota serta kecamatan. Dalam kenyataannya pada tingkat
propinsi atau kabupaten/kota dijumpai struktur masyarakat yang bersifat
multi etnis dan budaya. Secara administratif pemerintahan Indonesia
dewasa ini terdiri dari 33 provinsi (471 kabupaten/kota). Setiap provinsi
memerlukan data dan informasi dari kabupaten/kota di dalamnya,
sedangkan dari setiap kabupaten data dan informasi tersebut seharusnya
juga terinci perkecamatan. Dengan adanya penyajian data dan informasi
rinci tersebut akan memberikan potret utuh setiap pencapaian program
pembangunan di masing-masing daerah sehingga dapat diketahui disparitas
yang terjadi.
Di antara kegiatan Proyek Monitoring MDGs yang dilaksanakan pada tahun
2007 yang lalu adalah pelaksanaan pengumpulan data di lapangan
melalui survei MDGs pada tingkat kecamatan di 5 kabupaten uji coba
yaitu Bantaeng, Takalar dan Bone di Provinsi Sulawesi Selatan, Polman dan
Mamuju di Provinsi Sulawesi Barat. Analisis hasil survei tersebut diperlukan
untuk mengetahui dan mencermati potret pencapaiannya serta
memperbandingkannya dengan hasil yang dicapai di setiap kecamatan di
masing-masing kabupaten. Analisis hasil survei MDGs telah dilaksanakan
oleh masing masing kabupaten, namun hanya terfokus pada 37 indikator
MDGs yang disepakati sebelumnya. Masih terdapat berbagai data yang
memungkinkan untuk menghasilkan sejumlah indikator tambahan. Di
samping itu pada analisis ini dilakukan pula kajian Relative Standar Error
untuk mengetahui kelayakan setiap variabel digunakan sebagai estimasi
yang representatif pada tingkat kecamatan atau hanya untuk tingkat
kabupaten.
1.2 Tujuan Analisis

Analisis data hasil survei MDGs di 5 kabupaten ini bertujuan:


a. Menyajikan potret pencapaian setiap indikator di bidang sosial terutama
indikator MDGs yang dikumpulkan pada survei MDGs kecamatan tahun
2007.

b. Menentukan varabel-variabel yang representatif digunakan untuk


estimasi parameter pada tingkat kecamatan atau kabupaten
berdasarkan hasil kajian relative standar error.

c. Mengembangkan beberapa jenis indikator sosial selain MDGs yang


dapat dihitung berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dalam
survei MDGs.
d. Menganalisis tingkat pencapaian setiap tujuan MDGs yang
divisualisasikan dalam bentuk gambar sarang laba-laba (spider graph)

e. Memperkirakan besaran biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki


kinerja setiap indikator.

1.3 Metodologi Pengumpulan, Penyajian dan Analisis

Metoda yang digunakan pada survei MDGs kecamatan adalah probabilitas


sampling 2 tahap atau two stage probability sampling. Pada tahap pertama
dipilih blok sensus di setiap kecamatan dan pada tahap kedua dipilih rumah
tangga dengan besaran sekitar 20 rumah tangga pada setiap blok sensus
terpilih. Rumah tangga yang terpilih pada setiap kecamatan jumlahnya
berkisar antara 300 hingga 500. Dengan besaran sampel ini dimungkinkan
memperoleh estimasi parameter yang representatif untuk setiap variabel di
tingkat kecamatan kecuali untuk hal-hal yang kejadiannya sangat jarang
(Buku MDGs seri 2 oleh Sukmadi Bolo dkk.) seperti angka kematian bayi,
balita dan ibu yang hanya mungkin dilakukan estimasinya pada tingkat yang
lebih tinggi misalnya kabupaten/kota.
Data dan informasi yang dikumpulkan pada survei MDGs kecamatan
tersebut adalah meliputi data penduduk dan karakteristiknya, kematian
balita dan ibu hamil, pendidikan, tenaga kerja, kesehatan balita dan
kesehatan reproduksi, keluarga berencana, penyakit menular seperti
pengetahuan HIV/AIDS, malaria dan tuberculosis, perumahan dan
fasilitasnya serta sanitasi lingkungan, pemakaian garam yodium,
kepemilikan asset serta pengeluaran konsumsi rumah tangga. Di samping
itu, dikumpulkan juga data yang bersifat lokal untuk mengetahui potensi
tanaman kakao di Sulawesi Barat dan tanaman padi di Sulawesi Selatan.
Data dan informasi yang dikumpulkan tersebut sangat bermanfaat untuk
memenuhi kebutuhan berbagai pihak terutama bagi para perumus kebijakan
dan perencana pembangunan dan pengambil keputusan disetiap daerah.
Data dan informasi yang disajikan pada analisis ini tidak hanya terbatas
pada MDGs tetapi juga untuk data dan informasi di bidang sosial selain
MDGs.
Indikator-indikator MDGs yang ditetapkan secara global untuk setiap tujuan
dan target pada sidang KTT milenium di New York bulan September tahun
2000 yang lalu bersifat fleksibel. Setiap negara dapat merumuskan indikator-
indikator sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Demikian juga halnya di
dalam suatu negara indikator tersebut dapat diperluas sesuai kebutuhan
pembangunan di tingkat masing masing daerah. Sebagai contoh penentuan
batas garis kemiskinan menggunakan kriteria 1 dolar (PPP) perhari hanya
dimaksudkan untuk perbandingan antar negara. Penentuan batas garis
kemiskinan yang lazim dipakai dalam suatu negara untuk menentukan
jumlah dan persentase penduduk miskin sangat dianjurkan. Apabila data
yang diperlukan untuk mengukur suatu indikator tidak tersedia dapat
dilakukan pendekatan lain sebagai proksi untuk mengukurnya, misalnya
untuk mengukur tingkat gizi ibu menggunakan ukuran lingkar lengan atas
(LILA) wanita berumur 15-49 tahun sebagai proksinya, dan sebagainya.
Indikator-Indikator yang diusulkan pada berbagai pertemuan yang diadakan
di tingkat nasional dan provinsi untuk di potret tingkat pencapaiannya
berjumlah sekitar 100 dan yang dapat dikumpulkan melalui survei
pendekatan rumah tangga berjumlah 37. Selebihnya akan dikumpulkan
melalui produk administrasi dari setiap instasi sektoral. Sebagian indikator
yang dikumpulkan melalui survei rumah tangga masih perlu dicermati tingkat
akurasinya yaitu membandingkannya dengan data produk administrasi
instasi sektoral. Setiap indikator dapat disajikan dalam bentuk visual yaitu
berupa gambar dan grafik. Penjelasan data yang disajikan sangat penting
diberikan untuk memudahkan para pengguna memahami pesan yang
disampaikan oleh data tersebut. Ringkasan pencapaian setiap indikator
pada masing-masing tujuan dan target perlu ditabelkan secara khusus
mendapatkan gambaran menyeluruh hasil analisis. Analisis indeks
komposit untuk mengetahui potret pencapaian MDGs di setiap kecamatan
divisualisasikan dalam bentuk grafik sarang laba-laba.
1.4. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan, kemudian pada Bab II disajikan potret pencapaian


indikator MDGs dan Non-MDGs yang merupakan ringkasan indikator terpilih
dari bab-bab berikutnya. Pada Bab III disajikan profil umum penduduk,
ketenagakerjaan, dan kondisi sosial ekonomi yang difokuskan pada
pengeluaran dan kepemilikan aset rumah tangga, serta analisis komoditi
unggulan. Analisis MDGs pada tingkat kabupaten disajikan pada Bab IV,
sedangkan analisis tingkat kecamatan disajikan pada Bab V. Indeks
komposit yang divisualisasikan dengan grafik sarang laba-laba disajikan
pada Bab VI. Tingkat kelayakan estimasi dari beberapa variabel untuk
tingkat kabupaten dan kecamatan disajikan pada Bab VII, dengan
mempertimbangkan besaran relatif standar error. Selanjutnya disajikan
Lampiran 1 yaitu, tabel-tabel pencapaian indikator pada tingkat kecamatan,
dan Lampiran 2 perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja
setiap indikator.

You might also like