You are on page 1of 224

1

PENGGUNAAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DALAM


PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DI LEMBAGA TERAPI ANAK ALTISMA KUDUS

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1


untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Nama Mahasiswa : Erianawati


NIM : 1124000048
Program Studi : S1 Kurikulum Teknologi Pendidikan

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2005
2

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian

skripsi pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Hardjono Drs. Suripto, M.si

NIP. 130781006 NIP. 131413233

Mengetahui :

Ketua Jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan

Drs. Haryanto

NIP. 131404301
3

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 29 Juni 2005

Panitia Ujian
Ketua Sekretaris

Drs. Siswanto, MM Dra. Nurussaadah, Msi


NIP. 130515769 NIP. 131469642
Pembimbing I Anggota Penguji

Penguji I

Drs. Hardjono Drs. Kustiono, M.Pd

NIP.130781006 NIP. 131998682


Pembimbing II Penguji II

Drs. Suripto, M.si Drs. Hardjono

NIP. 131413233 NIP.130781006


Penguji III

Drs. Suripto, M.si

NIP. 131413233
4

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi atau tugas akhir ini benar-

benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik

sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam

skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang,

Erianawati

NIM. 1124000048
5

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan.”


(Q.S. Alam Nasyrah : 6)

“Carilah ilmu walaupun (keberadaan ilmu) di negeri Cina, sesungguhnya mencari

ilmu itu wajib bagi orang-orang Islam.”

(HR. Baihaqi)

“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila mengerjakan suatu

pekerjaan dilakukan secara itqon (professional)”

(HR. Baihaqi)

PERSEMBAHAN

 Ayahanda dan Ibunda kami tercinta

 Kakanda dan Adinda kami tercinta

 Teman-teman kami

 TP Angkatan 2000 dan Almamater


6

ABSTRAK

Erianawati. 2005. Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran


Anak Hiperaktif di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus. Jurusan
Kurikulum Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Drs. Hardjono,
Pembimbing II Drs. Suripto, M. Si.

Kata Kunci: Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak


Hiperaktif

Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) berbunyi: “Tiap-tiap Warga Negara
berhak mendapat pengajaran.” Kata tiap-tiap menunjukkan bahwa semua warga
negara Indonesia termasuk anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus berhak
untuk memperoleh pendidikan, salah satunya adalah anak hiperaktif.
Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention Deficit Hiperactivity
Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD) menggambarkan anak-
anak yang menderita ketidakmampuan untuk ‘stop, look, listen and think’
(Abikoff, 1987). Kelemahan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan dalam
menggunakan strategi kognitif yang terorganisir sehingga sulit memusatkan dan
mempertahankan perhatian. Perilaku mereka tidak diatur melalui aturan yang
jelas.
Agar perkembangan anak hiperaktif bisa kembali seperti anak normal atau
setidaknya bisa berkurang hiperaktifitasnya dan dapat berkomunikasi/menjalin
hubungan baik dengan orang-orang disekitarnya maka anak hiperaktif perlu
mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan penanganan secara khusus sejak dini,
salah satunya adalah dengan terapi.
Untuk itu peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat
diperlukan dalam upaya penyembuhan anak hiperaktif. Walaupun dibutuhkan
kesabaran, energi, memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit,
namun dengan dilakukannya terapi secara intensif akan membantu
penyembuhannya dan secara bertahap hiperaktifitasnya akan berkurang.
Di dalam pembelajaran anak hiperaktif di tempat Terapi Anak Al Tisma
Kudus tidak lepas dari penggunaan media, terutama media visual,, karena media
visual (gambar) merupakan alat bantu komunikasi yang mewujudkan tujuan
komunikasi dari anak, dan disamping itu anak lebih mudah belajar memahami
lewat gambar-gambar (visual-learners).
Terkait dengan pembelajaran anak hiperaktif penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran anak
hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar) di tempat Terapi Anak Al
Tisma Kudus.
7

Adapun tujuan penelitian ini untuk: 1) mengetahui bagaimana merancang


pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar). 2)
mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar). 3) mengetahui bagaimana evaluasi
pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar).
Penelitian ini dilakukan di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus dengan
sasaran penelitian anak hiperaktif, yang termasuk kategori hiperaktif disini adalah
Speech Delayed dan Hiperaktif (SD & H), Autis dan Hiperaktif (A & H) dan
Normal Hiperaktif dan Kurang Konsentrasi (NH & KK). Speech Delayed dan
Hiperaktif yaitu anak dengan gangguan terlambat bicara dan kelainan perilaku,
Autis dan Hiperaktif yaitu anak dengan gangguan perkembangan yang kompleks
menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi (hanya tertarik
pada dunianya sendiri) dan kelainan perilaku, sedangkan Normal Hiperaktif dan
Kurang Konsentrasi yaitu anak yang mengalami gangguan perilaku tetapi ringan
(hiperaktif ringan) dan kurang kokonsentrasi. Dan dengan informan peneliti 6
(enam) orang yang terdiri dari Kepala Terapi, Guru Pembimbing/Terapis dan
Orang Tua Siswa. Pemilihan informan penelitian dilakukan dengan cara sampel
bertujuan (purposive sample), yaitu cara pengambilan informan penelitian yang
bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya
tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhan informasi sesuai dengan permasalahan
penelitian. Metode pengumpulan data adalah metode observasi, wawancara dan
dokumentasi.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pemeriksaan
keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi, peneliti memperoleh
gambaran bahwa perencanaan pembelajaran (kurikulum) anak hiperaktif di tempat
Terapi Anak Al Tisma Kudus adalah menggunakan kurikulum dari Pelatihan
Tatalaksana Perilaku (Metode Lovaas) dan COMPIC yang diselenggarakan oleh
Yayasan Autisme Indonesia. Sedangkan dalam membelajarkan anak hiperaktif
digunakan sistem pembelajaran lovaas one on one (pembelajaran satu guru satu
murid). Dan metode yang digunakan dalam pengajaran anak hiperaktif adalah
metode yang memberikan gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga anak
dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang “sesuatu” tersebut.
Untuk itulah dalam membelajarkan anak hiperaktif tidak lepas dari penggunaan
media, terutama media visual (gambar), karena dengan gambar-gambar itu anak
lebih mudah belajar memahami.
Pembelajaran dengan menggunakan media visual mencakup Identifikasi
benda, mencocokkan (matching), identifikasi warna, identifikasi bentuk,
identifikasi huruf, identifikasi angka dan identifikasi kata kerja. Pembelajaran ini
bertujuan untuk membantu anak dalam generalisasi dan supaya anak menguasai
berbagai konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah, besaran dan lain-lain.
Disamping itu untuk meningkatkan kemampuan bahasa, kognitif, afektif dan
psikomotorik pada anak. Cara membelajarkannya dengan mengambil satu gambar
dan meletakkan di atas meja di depan anak, dan beri perintah/instruksi sesuai
dengan materi yang akan diajarkan. Dalam memberikan perintah/instruksi ini
harus disampaikan dengan singkat, jelas dan konsisten dan dengan suara netral
8

(cukup keras, tegas dan bukan membentak) agar anak mudah memahami. Apabila
dalam pembelajaran, anak masih tahap pengenalan atau mengalami kesusahan,
maka berikan prompt (bantuan/arahan) pada anak dan setiap kali anak berhasil
melakukan sesuatu dengan benar maka berikan reinforce (hadiah/pujian/tepukan).
Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak. Dan apabila anak sudah
mulai menguasai materi pelajaran/merespon dengan benar, maka mengajar tanpa
prompt dan memberikan reinforce respons yang benar saja. Apabila anak sulit
untuk diajarkan maka cukup diberi iming-iming, seperti hadiah untuk menarik
minat mereka belajar.
Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif adalah
evaluasi proses yaitu evaluasi yang dilakukan seketika pada saat proses kegiatan
berlangsung dan evaluasi bulanan yang bertujuan untuk memberikan laporan
perkembangan atau permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh
pembimbing di sekolah atau orang tua di rumah.. Berdasarkan evaluasi proses dari
hasil pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) pada 6 anak
hiperaktif dapat disimpulkan bahwa pelajaran yang masih sering mengalami
kendala/hambatan adalah identifikasi benda, identifikasi bentuk dan identifikasi
kata kerja dimana kasusnya sama yaitu kurangnya ketelitian anak dalam membaca
gambar dan gangguan dalam pemahaman bahasa, tetapi dengan adanya media
visual (gambar) dan prompt (bantuan/arahan) dari terapis dapat membantu
mengurangi/menghilangkan gangguan pemahaman bahasa pada anak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media visual (gambar)
memudahkan anak dalam memahami konsep dan membantu dalam generalisasi.
Disamping itu dapat meningkatkan kemampuan bahasa, kognitif, afektif dan
psikomotorik pada anak. Hal ini terbukti dengan 75 % anak hiperaktif berhasil
menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh guru pembimbing/terapis melalui
media visual (gambar) ini.
Saran dari penulis kepada pihak-pihak yang terkait diantaranya yaitu
kepala terapi, guru pembimbing/terapis, orang tua siswa, psikolog anak, psikiater
anak, dokter anak, dan Departemen Pendidikan Nasional hendaknya aktif dalam
meningkatkan kinerjanya serta mendukung program terapi ini sehingga dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
9

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa syukur

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “Penggunaan Media

Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif di Lembaga Terapi Anak

Al Tisma Kudus” telah terselesaikan.

Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi strata satu untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas

Negeri Semarang.

Menyadari keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, maka dalam

penyusunan skripsi ini, tidak lepas dari peranan berbagai pihak, baik secara

langsung maupun secara tidak langsung, oleh karenanya pada kesempatan ini

penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Drs. A T. Soegito, SH, MM. Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. Siswanto, MM. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

3. Drs. Haryanto, Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas

Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. Hardjono. Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan

bimbingan, pengarahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Suripto, Msi. Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan

bimbingan, pengarahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.


10

6. Ibu Nur Halimah, Kepala Terapi Anak Bermasalah Al Tisma Kudus yang

telah memberikan ijin penelitian dan informasi yang berguna bagi penulis.

7. Para Guru Pembimbing Terapi Anak Bermasalah Al Tisma Kudus yang telah

meluangkan waktu guna memberi arahan dalam wawancara yang diperlukan

dalam penelitian ini.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

yang telah memberikan pengalaman, ilmunya kepada penulis.

9. Bapak dan Ibu-ku, terima kasih ku ucapkan atas do’a dan kasih sayang serta

pengertian dan perhatiannya selama ini.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini hingga

selesai, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga semua bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah

SWT. Amin

Akhirnya peneliti mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi pembacanya.

Semarang,

Penulis
11

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii

HALAMAN PERNYATAN ................................................................. iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................v

ABSTRAK ............................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ........................................................................... ix

DAFTAR ISI ...........................................................................................xi

DAFTAR TABEL ............................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... XVIII

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan............................................1

B. Permasalahan ....................................................................6

C. Penegasan Istilah ...............................................................6

D. Identifikasi Permasalahan .................................................7

E. Pembatasan Permasalahan ................................................9

F. Rumusan Permasalahan ....................................................9

G. Tujuan Penelitian ..............................................................9


12

H. Manfaat Penelitian ..........................................................10

I. Sistematika Skripsi ..........................................................10

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Hakekat Pembelajaran ........................................................12

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ...........................12

2. Ciri-ciri Pembelajaran ...................................................15

3. Tujuan Pembelajaran ....................................................15

4. Unsur-unsur Dinamis dalam Pembelajaran ..................16

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ......16

6. Asumsi Proses Pembelajaran ........................................17

B. Media Pembelajaran ...........................................................18

1. Pengertian Media Pembelajaran ....................................18

2. Manfaat Media Pembelajaran .......................................19

3. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran .......................24

4. Peranan Media Pembelajaran ........................................25

5. Prinsip Penggunaan Media Pembelajaran .....................26

C. Anak Hiperaktif ..................................................................27

1. Pengertian Hiperaktif ....................................................27

2. Ciri-ciri Hiperaktif ........................................................29

3. Masalah Anak Hiperaktif dan Penyelesaiannya ............31

4. Cara Menangani Anak Hiperaktif .................................39


13

D. Media Visual ......................................................................44

1. Pengertian Media Visual ...............................................44

2. Fungsi Media Visual .....................................................45

3. Penggunaan Media Visual ............................................45

4. Pengembangan Media Visual ........................................48

5. Bentuk Media Visual (Gambar) ....................................50

Penggunaan Media Visual dalam Pembelajaran Anak

Hiperaktif 80

E. Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran

Anak Hiperaktif .................................................................80

1. Pengembangan Kurikulum ............................................80

2. Pelaksanaan Pembelajaran ............................................81

3. Evaluasi .........................................................................87

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Prosedur Penelitian ...................................89

B. Latar dan Sasaran Penelitian ..............................................91

C. Teknik Pengumpulan Data .................................................92

D. Teknik Analisis Data ..........................................................96

E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.................................99


14

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ...........................................101

1. DESKRIPSI SETTING PENELITIAN .................................101

2. DESKRIPSI INFORMASI PELAKSANAAN PROSES

PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF DENGAN

MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DI

TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ................... 107

B. ANALISIS DATA ................................................................. 123

1. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL GAMBAR

DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS .............. 124

2. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA

KUDUS ........................................................................ 125

3. EVALUASI PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA

KUDUS ........................................................................ 134

C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ..................................... 147

1. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL GAMBAR

DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS .............. 147


15

2. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA

KUDUS ........................................................................ 148

3. Evaluasi Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan

Menggunakan Media Visual (Gambar) di Tempat

Terapi Anak Al Tisma Kudus .................................... 158

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN ......................................................................... 162

B. Saran ................................................................................ 163

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 164

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


D. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ...........................................101

3. DESKRIPSI SETTING PENELITIAN .................................101


16

4. DESKRIPSI INFORMASI PELAKSANAAN PROSES

PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF DENGAN

MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DI

TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ................... 107

E. ANALISIS DATA ................................................................. 123

4. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

GAMBAR DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA

KUDUS ........................................................................ 124

5. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA

KUDUS ........................................................................ 125

6. EVALUASI PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA

KUDUS ........................................................................ 134

F. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ..................................... 147

4. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

GAMBAR DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA

KUDUS ........................................................................ 147


17

5. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA

KUDUS ........................................................................ 148

6. Evaluasi Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan

Menggunakan Media Visual (Gambar) di Tempat

Terapi Anak Al Tisma Kudus .................................... 158

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN ........................................................................ 162

B. Saran ................................................................................ 163

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 164

LAMPIRAN-LAMPIRAN
18

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

4.1. Data Terapis Tahun 2004/2005 .....................................................103

4.2. Data Siswa Terapi Anak Al Tisma Kudus Tahun 2001-2004 ......104

4.3. Data Siswa Hiperaktif ...................................................................105


19

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal
2.1. Grafik perbandingan jumlah aktivitas “tak terarah”

anak hiperaktif dan anak normal ................................................... 29


20

DAFTAR BAGAN

Bagan Hal

3.1. Bagan analisis data kualitatif .......................................................... 98


21

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal
1. Permohonan Ijin Penelitian ..............................................................167

2. Surat Keterangan Penelitian .............................................................168

3. Pedoman Wawancara .......................................................................169

4. Hasil Wawancara .............................................................................175

5. Hasil Dokumentasi ...........................................................................207

6. Pedoman Kurikulum ........................................................................213

7. Denah Tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus .................................214

8. Lembar Penilaian .............................................................................215


22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Pendidikan adalah usaha sadar untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan anak didik yang terarah menuju tercapainya pendidikan nasional.

Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) berbunyi: “Tiap-tiap Warga Negara

berhak mendapat pengajaran.” Kata tiap-tiap menunjukkan bahwa semua warga

negara Indonesia termasuk anak luar biasa atau anak berkebutuhan

khusus/berkelainan berhak untuk memperoleh pendidikan.

Salah satu upaya Pemerintah dalam memantapkan pembangunan di

bidang pendidikan adalah disahkannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003,

tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat (1) berbunyi: “Warga negara

yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar

biasa, selanjutnya pasal 47 ayat (1) berbunyi: “Masyarakat sebagai mitra

pemerintah berkesempatan seluas-luasnya dalam penyelenggaraan pendidikan

nasional.” Selanjutnya ayat (2) berbunyi: “Ciri khas satuan pendidikan yang

diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.”

Sebagai tindak lanjut dari Undang-undang tersebut sudah diterbitkan pula

Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1991, tentang Pendidikan Luar Biasa pasal 3

ayat (1) “Jenis kelainan peserta didik terdiri atas kelainan fisik dan/atau mental,

dan/atau kelainan perilaku.”


23

Peraturan Pemerintah tahun 2002 tentang Pendidikan Luar Biasa yang

merupakan penyempurnaan terhadap PP PLB, pada salah satu pasalnya berbunyi

bahwa anak yang memerlukan perhatian khusus, sehingga perlu pelayanan

pendidikan khusus, antara lain adalah hiperaktif.

Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention Deficit Hiperactivity

Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD) menggambarkan anak-

anak yang menderita ketidakmampuan untuk ‘stop, look, listen and think’

(Abikoff, 1987). Kelemahan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan dalam

menggunakan strategi kognitif yang terorganisir sehingga sulit memusatkan dan

mempertahankan perhatian. Perilaku mereka tidak diatur melalui aturan yang

jelas.

Penyebab pasti hiperaktifitas pada anak tidak dapat disebutkan dengan

jelas, dikatakan pada beberapa referensi bahwa penyebab terjadinya hiperaktifitas

bersifat multi faktorial dimulai dari faktor genetik, perkembangan otak saat

kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya

disfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan

pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di

sekitarnya.

Pada tahun 1996 NIMH menyebutkan beberapa gejala utama

hiperaktifitas: Perasaan gelisah, selalu menggerakkan tangan dan kaki tanpa

maksud tertentu, terburu-buru, tidak bisa duduk dengan tenang, menjawab

pertanyaan yang belum selesai ditanyakan dan tidak sabaran menunggu giliran.
24

James M. Perrin dkk. menyatakan bahwa hiperaktifitas (sebagai bagian

dari ADHD) adalah kelainan perilaku yang bersifat neurologis tersering yang

terjadi pada masa kanak-kanak, dan merupakan suatu bentuk kelainan perilaku

dengan jumlah kejadian gangguan afektif yang bersifat kronis terbanyak pada

anak-anak usia sekolah. Pengelompokan ADHD merujuk gejala yang paling

menonjol yang terjadi meliputi kurang perhatian, hiperaktifitas (bagian terbesar)

dan impulsifitas. Anak-anak dengan ADHD biasanya juga disertai dengan

berbagai kendala fungsional lainnya, seperti rendahnya kemampuan akademis di

sekolah, problem hubungan interpersonal baik dengan keluarga atau dengan

lingkungan di sekitarnya (teman sepermainan) dan cenderung kurang percaya diri

(minder), hal ini dapat berlanjut hingga masa remaja bahkan saat dewasa.

National Institute of Mental Health (2003), Gangguan hiperaktif

merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada kasus-kasus psikiatri

anak, yang ditandai dengan: kurangnya perhatian pada satu bentuk kegiatan

tertentu, tidak dapat duduk dengan tenang, bergerak tanpa arah dan tujuan, dan

tidak pernah menyelesaikan suatu pekerjaan dengan tuntas. Jika tidak tertangani

dengan segera akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan dalam

bersosialisasi serta kemampuan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang

menjadi tanggung jawabnya. Dalam perkembangannya seorang anak dengan

kelainan ini akan terjadi depresi, rendah diri dan beberapa masalah emosi yang

tidak terkendali.

Data dari NIMH (2001), menyebutkan beberapa hal yang berhubungan

dengan ADHD:
25

1. Diperkirakan diderita 4,1 persen anak usia 9 hingga 17 tahun selama periode 6

bulan.

2. Laki-laki lebih sering 2 sampai 3 kali dari pada perempuan.

3. Anak dengan ADHD lebih sering mengalami trauma dibandingkan dengan

anak normal.

4. ADHD sering disertai dengan terjadinya gangguan depresi, gangguan

kecemasan, gangguan hubungan personal, ketergantungan obat dan perilaku

anti sosial.

5. Gejala-gejala ADHD biasanya ditemukan pada usia prasekolah atau sekolah

dasar dan menetap hingga remaja bahkan terkadang berlanjut hingga dewasa.

Agar perkembangan anak hiperaktif bisa kembali seperti anak normal atau

setidaknya bisa berkurang hiperaktifitasnya dan dapat berkomunikasi/menjalin

hubungan baik dengan orang-orang disekitarnya maka anak hiperaktif perlu

mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan penanganan secara khusus sejak dini,

salah satunya adalah dengan terapi.

Selama ini pelayanan pendidikan untuk anak hiperaktif atau anak yang ber

kebutuhan khusus lainnya di Indonesia lebih cenderung dimasukkan kependidikan

anak terbelakang mental/tunagrahita, padahal anak hiperaktif memerlukan

pendidikan spesifik, demikian juga dengan kebutuhan guru-gurunya. Akibatnya

anak hiperaktif yang IQ nya normal atau di atas normalpun tidak mendapat

pendidikan yang maksimal atau sesuai dengan kebutuhan, lebih-lebih terhadap

anak hiperaktif yang disertai IQ di bawah rata-rata.


26

Menurut penelitian di Virginia University, Amerika Serikat, kemampuan

menerima pengetahuan (Cognitive Ability) anak hiperaktif 20% masih

menunjukkan kemampuan berpikir yang normal atau di atas normal, sedangkan

80% menunjukkan IQ di bawah rata-rata (ringan, sedang, dan berat).

Untuk itu peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat

diperlukan dalam upaya penyembuhan anak hiperaktif. Walaupun dibutuhkan

kesabaran, energi, memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit,

namun dengan dilakukannya terapi secara intensif akan membantu

penyembuhannya dan secara bertahap hiperaktifitasnya akan berkurang.

Dalam pembelajaran anak hiperaktif di tempat-tempat terapi di Jawa

Tengah termasuk di Kudus, tidak lepas dari penggunaan media, terutama media

visual,, karena media visual (gambar) merupakan alat bantu komunikasi yang

mewujudkan tujuan komunikasi dari anak, dan disamping itu anak lebih mudah

belajar memahami lewat gambar-gambar (visual-learners).

Pendidikan melalui media visual adalah metode/cara untuk memperoleh

pengertian yang lebih baik dari sesuatu yang dapat dilihat daripada sesuatu yang

didengar atau dibacanya.

Dengan menggunakan media visual dapat meningkatkan efektifitas dan

efesiensi proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran anak hiperaktif.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi

dengan judul: “Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak

Hiperaktif di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus”.


27

B. Permasalahan

Dari uraian diatas, timbul permasalahan “Bagaimana cara menggunakan

media visual (gambar) dalam pembelajaran anak hiperaktif ?” mengingat betapa

pentingnya media tersebut demi perkembangan mereka. Melalui media visual,

diharapkan proses pembelajaran akan mendorong tumbuhnya perhatian dan

pencapaian hasil belajar yang lebih baik bagi siswa.

C. Penegasan Istilah

Berkaitan dengan judul di atas ditegaskan pengertian masing-masing

istilah, yaitu sebagai berikut:

1. Penggunaan

Secara harfiah, penggunaan dapat diartikan proses, cara, memanfaatan sesuatu

untuk tujuan tertentu. (KBBI, 1999:569)

2. Media Visual

Media adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar yang

berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan

pengajaran dapat tercapai dengan lebih baik, lebih sempurna (Depdikbud,

1989:569).

Media visual adalah semua alat peraga yang digunakan dalam proses belajar

mengajar yang bisa dinikmati lewat panca-indera mata. Media ini dapat

berupa: media bentuk papan, media gambar dan media proyeksi (Daryanto,

1993:27). Tapi dalam hal ini hanya dikhususkan pada media gambar.
28

3. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai

suatu tujuan. Dalam pembelajaran ada pengakuan terhadap kemampuan siswa

untuk belajar dan kemampuan ini akan terwujud apabila dibantu dan

dibimbing oleh guru (Tim MKDK, 1996:10).

4. Hiperaktif

Hiperaktif merupakan gangguan pemusatan perhatian yang disertai gejala

hiperaktivitas motorik, atau yang dikenal sebagai ADD (Attention Deficit

Disorder) atau ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder) (Keluarga.

Org. Kids Health, 1999:8).

5. Terapi Anak Al Tisma Kudus

Adalah salah satu bentuk pelayanan pendidikan nonformal dalam rangka

penyembuhan gangguan perilaku dan pemusatan perhatian yang khusus

menangani anak berkebutuhan khusus di Kudus, salah satunya adalah anak

hiperaktif.

Mengacu pada pengertian istilah di atas maka pengertian judul di atas

adalah pemanfaatan media visual (gambar) untuk pembelajaran anak

hiperaktif.

D. Identifikasi Permasalahan

Untuk mengajarkan anak hiperaktif dalam rangka mencapai tujuan

instruksional diperlukan sistem lingkungan belajar. Komponen lingkungan belajar

menurut Sudjana (1997:1) mencakup (a) tujuan pengajaran, (b) bahan pengajaran,
29

(c) metodologi pengajaran, (d) penilaian pengajaran. Komponen-komponen ini

saling berinteraksi secara bervariasi dalam proses belajar.

Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yakni

metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar. Di dalam

pembelajaran, khususnya anak hiperaktif masih dalam tahap konkret-operasional

yaitu pola berpikir anak masih terbatas pada benda-benda konkret yang dapat

dilihat dan diraba. Untuk dapat mencapai tujuan instruksional peranan guru dalam

menggunakan metode serta media jelas akan menolong siswa dalam belajar

memahami suatu materi pelajaran tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, berbagai permasalahan yang memperkuat

alasan penelitian dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Pentingnya peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa) dalam upaya

pengembangan potensi anak terutama anak hiperaktif demi masa depan

mereka nantinya.

2. Pentingnya penggunaan media visual dalam meningkatkan efektifitas dan

efisiensi pembelajaran anak hiperaktif mengingat betapa bandelnya dan

sulitnya anak hiperaktif untuk diatur sehingga diharapkan dengan penggunaan

media visual ini dapat menarik minat mereka untuk belajar.

3. Masih banyaknya bentuk media visual yang digunakan dalam pembelajaran

yang harus diketahui oleh seorang guru terutama dalam membimbing anak

hiperaktif, sehingga dapat memotivasi anak untuk belajar.


30

E. Pembatasan Permasalahan

Dalam penelitian ini untuk menghindari terjadinya pembiasan, maka

peneliti memberi batasan masalah antara lain:

1. Merancang materi pembelajaran, pelaksanakan pembelajaran dan evaluasi

pembelajaran yang hanya dibatasi dengan menggunakan media visual

(gambar) saja.

2. Penelitian dilakukan pada anak hiperaktif di tempat Terapi Anak Al Tisma

Kudus, sebagai populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah semua siswa hiperaktif yang berjumlah ± 6 orang siswa.

F. Rumusan Permasalahan

Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah:

Bagaimanakah merancang pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan

media visual (gambar).

Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan

media visual (gambar).

Bagaimanakah evaluasi pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan

media visual (gambar).

G. Tujuan Penelitian

Berdasarkan atas permasalahan yang diajukan, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah:


31

1. Untuk mengetahui bagaimana merancang pembelajaran anak hiperaktif

dengan menggunakan media visual (gambar).

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif

dengan menggunakan media visual (gambar).

3. Untuk mengetahui bagaimana mengevaluasi pembelajaran anak hiperaktif

dengan menggunakan media visual (gambar).

H. Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat dalam penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat Teoritis: menambah wawasan tentang kependidikan dalam

penggunaan media visual (gambar) sebagai media pembelajaran.

2. Manfaat Praktis: diharapkan para Pendidik/Guru (terutama pembimbing anak

hiperaktif) dapat mengembangkan media pembelajaran melalui media visual:

merancang media, memilih model penggunaan media visual yang cocok bagi

kebutuhan siswa.

3. Manfaat bagi Peneliti: menambah pengetahuan tentang pembelajaran

khususnya dalam penggunaan media visual bagi anak hiperaktif.

4. Manfaat bagi orang tua: memberikan wawasan yang lebih luas tentang anak

hiperaktif dan cara mengatasinya.

I. Sistematika Skripsi

Skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bagian Awal Skripsi, berisi:


32

Halaman Judul, Halaman Persetujuan Pembimbing, Halaman Pengesahan,

Halaman Pernyataan, Halaman Motto dan Persembahan, Abstrak, Kata

Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran.

Bagian Isi Skripsi, berisi:

BAB I. Pendahuluan

Dalam bab ini dijelaskan tentang Latar Belakang Permasalahan,

Permasalahan, Penegasan Istilah, Identifikasi Permasalahan,

Pembatasan Permasalahan, Rumusan Permasalahan, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Skripsi.

BAB II. Kajian Pustaka

Pokok-pokok yang tercakup dalam kajian pustaka ini adalah uraian

tentang Hakekat Pembelajaran, Media Pembelajaran, Anak

Hiperaktif, Media Visual dan Penggunaan Media Visual (Gambar)

dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif.

BAB III. Metode Penelitian

Dalam bab ini diuraikan tentang Pendekatan dan Prosedur Penelitian,

Latar dan Sasaran Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik

Analisis Data.

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini menerangkan Hasil Penelitian dan Pembahasan.

BAB V. Simpulan dan Saran

Bagian Akhir Sripsi, berisi:

Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.


169

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Pembelajaran

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Batasan tentang teori belajar yang dikemukakan para ahli tergantung sudut

pandang yang dipakai masing-masing dalam memberi arti belajar karena itu

banyak dijumpai pengertian-pengertian tentang belajar.

Menurut Badawi (1985:59) belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru individu secara

keseluruhan sebagai hasil perjalanan individu dalam berinteraksi dengan

lingkungan. Perubahan tingkah laku itu terjadi secara sadar, bersifat kontinyu,

bersifat positif serta bertujuan dan berarah.

Seperti yang dikemukakan oleh Djamarah dan Zain (2002:11), bahwa:

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya,

tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut

pengetahuan, ketrampilan maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek

organisme atau pribadi.

Menurut Sujana (2000:28) pengertian belajar adalah suatu proses yang

ditandai dengan perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari

proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk perubahan pengetahuan,

pemahaman, sikap dan tingkah laku ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta

perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang sedang belajar.
170

Selain itu dalam bukunya Sardiman (2000:20). Usaha pemahaman

mengenai makna belajar ini akan diawali dengan mengemukakan beberapa

definisi tentang belajar, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Cronbach memberikan difinisi: “Learning is shown by a change in behavior

as a result of experience”.

b. Harold Spears memberikan batasan: “Learning is to observe, to read, to

imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction”.

c. Geoch, mengatakan: “Learning is a change in performance as a result of

practice”.

Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu

senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan

serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan,

meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau subjek belajar

itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik.

Dengan adanya pengertian-pengertian belajar di atas belajar dapat

diartikan sebagai tindakan atau usaha individu yang merupakan suatu proses

dalam berinteraksi dengan lingkungan agar memperoleh pengetahuan dalam

rangka mendapatkan perubahan tingkah laku baik yang berupa kognitif, afektif

dan psikomotor. Perubahan-perubahan tersebut bersifat kontinyu, positif, berarah

dan bertujuan serta terdapat dua aspek yang sama yaitu adanya perubahan tingkah

laku dan pengalaman yang mempengaruhi beberapa faktor, baik yang disadari

maupun yang timbul sendiri akibat praktek, pengalaman, latihan dan bukan secara

kebetulan.
171

Belajar diharapkan terjadi perubahan-perubahan pada individu yang

belajar. Perubahan itu tidak hanya pada pengetahuan saja akan tetapi dalam

kecepatan, penguasaan diri, sikap, kebiasaan, dan ketrampilan yang didapat dari

hasil proses belajar yang diberikan.

Istilah “pembelajaran” merupakan pengganti istilah “mengajar”. Menurut

para pakar pendidikan, praktek mengajar di sekolah-sekolah pada umumnya lebih

banyak berpusat pada guru. Artinya bila guru mengajar ia lebih mempersiapkan

dirinya supaya berhasil dalam menyampaikan materi pelajaran. Ia harus

menguasai materi, menguasai metode mengajar, mampu melakukan evaluasi

belajar dll, tanpa memperhatikan bahwa siswa-siswanya dapat belajar atau tidak.

Oleh karena itu istilah mengajar yang dianggap berkonotasi “teacher centered”

diganti dengan istilah pembelajaran. Dengan ini guru diharapkan selalu ingat

bahwa tugasnya adalah membelajarkan siswa atau dengan kata lain membuat

siswa dapat belajar untuk mencapai hasil yang optimal.

Menurut Rohani (1997:24) pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk

membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan

memproses pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.

Sesuai dengan pengertian pembelajaran, yaitu usaha sadar guru untuk

membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan

kebutuhan dan minatnya. Guru berfungsi sebagai fasilitator, yaitu orang yang

menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung agar siswa dapat

mewujudkan kemampuan belajarnya. (Tim MKDK, 1996:10).


172

2. Ciri-ciri Pembelajaran

Ciri-ciri pembelajaran (Tim MKDK, 2000:25) dapat dikemukakan sebagai

berikut:

a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis.

b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam

belajar.

c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang

bagi siswa.

d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik.

e. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan

menyenangkan bagi siswa.

f. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik secara fisik

maupun psikologis.

3. Tujuan Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan

sengaja. Oleh karena itu pembelajaran pasti mempunyai tujuan. Tujuan

pembelajaran adalah membantu para siswa agar memperoleh berbagai

pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah, baik

kuantitas maupun kualitas. Tingkah laku itu meliputi pengetahuan, ketrampilan,

dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa.
173

4. Unsur-unsur Dinamis dalam Pembelajaran

Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran kongruen dengan unsur-unsur

dalam belajar. Artinya unsur-unsur yang diperlukan dalam belajar yang

keadaannya dapat berubah-ubah, juga terdapat pada diri guru (motivasi dan

kesiapan membelajarkan siswa), dan pada upaya guru menyiapkan bahan

pembelajaran, alat bantu pembelajaran, suasana pembelajaran, dan kondisi atau

kesiapan siswa mengikuti pembelajaran baik fisik maupun psikologis. Unsur-

unsur ini kadang-kadang baik, dan pada suatu ketika dapat menurun atau hilang.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat

dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal.

Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri.

Faktor internal terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis.

1) Faktor biologis (jasmaniah)

Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan keadaan

fisik atau jasmani individu yang bersangkutan, yaitu kondisi fisik yang

normal dan kondisi kesehatan fisik.

2) Faktor psikologis (rohaniah)

Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan kondisi

mental seseorang, yaitu kondisi mental yang mantap dan stabil dimana

kondisi ini tampak dalam bentuk sikap mental yang positif dalam

menghadapi segala hal, terutama hal-hal yang berkaitan dalam proses


174

belajar. Selain berkaitan erat dengan sikap mental yang positif, faktor

psikologis ini meliputi intelegensi/tingkat kecerdasan, kemauan/minat,

bakat, daya ingat dan daya konsentrasi.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar individu itu

sendiri. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga, faktor

lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat, dan faktor waktu.

6. Asumsi Proses Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran, diasumsikan terjadi situasi atau kegiatan

tertentu yang menyebabkan guru dan siswa menjadi aktif dan kreatif. Adapun

asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bahwa proses pembelajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu

sistem.

b. Bahwa dalam proses pembelajaran harus terjadi interaksi siswa dengan

lingkungan belajar yang diatur oleh guru.

c. Bahwa proses pembelajaran lebih efektif apabila menggunakan metoda dan

teknik yang tepat.

d. Bahwa pembelajaran harus melihat pentingnya produk dan proses secara

seimbang.

e. Bahwa inti proses pembelajaran adalah kegiatan belajar siswa secara optimal.
175

B. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media disebut juga alat-alat audio visual, artinya alat yang dapat dilihat

dan didengar yang dipakai dalam proses pembelajaran dengan maksud untuk

membuat cara berkomunikasi lebih efektif dan efisien. Dengan penggunaan alat-

alat ini guru dan siswa dapat berkomunikasi lebih mantap dan hidup serta

interaksinya bersifat banyak arah.

Media mengandung pesan sebagai perangsang belajar dan dapat

menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam meraih

tujuan-tujuan belajar. Apapun yang disampaikan oleh guru sebaiknya

menggunakan media, paling tidak yang digunakannnya adalah media verbal yang

berupa kata-kata yang diucapkan dihadapan siswa.

Menurut Daryanto (1993:1) bahwa media adalah alat yang dapat

membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna pesan

yang disampaikan sehingga tujuan pengajaran dapat disampaikan dengan lebih

baik dan lebih sempurna.

Media dalam kawasan teknologi pendidikan merupakan sumber belajar

yang berupa gabungan dari bahan dan peralatan. Bahan di sini merupakan barang-

barang yang biasanya disebut perangkat lunak atau software yang di dalamnya

terkandung pesan-pesan untuk disampaikan dengan mempergunakan peralatan

(Sadiman, 2002:19).

Kata media berasal dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara

atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, 2002: 6).
176

AECT (Association of Education and Communication Technology)

memberikan batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang

digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi.

Briggs (1970) dalam Sadiman (2002:6) menyatakan bahwa media adalah

segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk

belajar.

Sedangkan NEA (National Education Association) menyatakan bahwa

media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual serta

peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca.

Dari beberapa batasan pengertian media tersebut di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa

sehingga terjadi proses belajar.

2. Manfaat Media Pembelajaran

Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran

dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang

baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan

membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media

pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses belajar mengajar dan

penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Media pembelajaran juga dapat

membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan dengan menarik dan

terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.


177

Menurut Kemp & Dayton (1985:3-4) dampak positif dari penggunaan

media pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku.

b. Pengajaran bisa lebih menarik.

c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan

prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan

balik dan penguatan.

d. Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat

e. Kualitas hasil pelajaran dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan gambar

sebagai media pengajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen

pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik dan

jelas.

f. Pengajaran dapat diberikan kapan dan di mana diinginkan atau diperlukan

terutama jika media pengajaran dirancang untuk penggunaan secara individu.

g. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses

belajar dapat ditingkatkan.

h. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif; beban guru untuk

penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi

bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian kepada aspek

penting lain dalam proses belajar mengajar.


178

Dale (1969:180) mengemukakan bahwa bahan-bahan audio-visual dapat

memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses

pembelajaran. Hubungan guru-siswa tetap merupakan elemen paling penting

dalam sistem pendidikan modern saat ini. Guru harus selalu hadir untuk

menyajikan materi pelajaran dengan bantuan media apa saja agar manfaat berikut

ini dapat terealisasi:

a. Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas.

b. Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa.

c. Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan pelajaran dan

minat siswa dengan meningkatnya motivasi belajar siswa.

d. Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa.

e. Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa.

f. Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan

melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya

hasil belajar.

g. Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa

menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari.

h. Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-konsep

yang bermakna dapat dikembangkan.

i. Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan

pembelajaran non verbalistik dan membuat generalisasi yang tepat.

j. Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan jika

mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna.


179

Sudjana & Rivai (1992:2) mengemukakan manfaat media pembelajaran

dalam proses belajar siswa, yaitu:

a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan

motivasi belajar.

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami

oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal

melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru

tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam

pelajaran.

d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,

melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

Encyclopedia of Educational Research dalam Hamalik (1994:15) merinci

manfaat media pembelajaran sebagai berikut:

a. Meletakkan dasar-dasar yang kongkret untuk berpikir, oleh karena itu

mengurangi verbalisme.

b. Memperbesar perhatian siswa.

c. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh

karena itu membuat pelajaran lebih mantap.

d. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha

sendiri di kalangan siswa.


180

e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar

hidup.

f. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan

kemampuan berbahasa.

g. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan

membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar.

Dari beberapa batasan manfaat media pembelajaran di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di

dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:

a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi

sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses hasil belajar.

b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak

sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung

antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar

sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

c. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu;

 Obyek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan di ruang kelas

dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio, atau model;

 Obyek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat

disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide, atau gambar;

 Kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam

puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, slide

disamping secara verbal.


181

 Obyek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat

ditampilkan secara kongkret melalui film, gambar, slide, atau komputer;

 Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan

dengan media seperti komputer, film, dan video.

 Peristiwa alam seperti meletusnya gunung berapi atu proses yang dalam

kenyataan memakan waktu lama seperti proses kepompong menjadi kupu-

kupu dapat disajikan dengan teknik-teknik rekaman seperti time-lapse

untuk film, video, slide, atau simulasi komputer.

d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa

tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan

terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya

misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun

binatang.

3. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran.

Penggunaan media dalam pembelajaran dapat menunjang pencapaian

tujuan pembelajaran, dan pemilihan media mempertimbangkan beberapa faktor

sebagai berikut: (Daryanto, 1993:3)

a. Tujuan

Media yang dipilih hendaknya menunjang pencapaian tujuan pengajaran.

b. Ketepatgunaan

Hendaknya dipilih ketepatan dan kegunaannya untuk menyampaikan pesan

yang hendak dikomunikasikan atau diinformasikan.


182

c. Tingkat kemampuan siswa

Media yang dipilih hendaknya sesuai dengan tingkat kemampuan siswa,

pendekatan terhadap pokok masalah, besar kecilnya kelompok atau jangkauan

penggunaan media tersebut.

d. Biaya

Biaya yang dikeluarkan hendaknya seimbang dengan hasil yang diharapkan

dan tergantung kemampuan dana yang tersedia.

e. Ketersediaan

Apakah media yang diperlukan tersedia atau tidak, apakah ada pengganti yang

relevan, direncanakan untuk perorangan atau kelompok.

f. Mutu teknis

Kualitas media harus dipertimbangkan, jika media sudah rusak atau kurang

jelas/terganggu sehingga mengganggu proses transfer informasi (tidak

menarik, detail kurang bisa dipahami).

4. Peranan Media Pembelajaran

Peranan media dalam proses pembelajaran dapat ditempatkan sebagai:

a. Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan

pelajaran.

b. Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut

dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya.

c. Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang

harus dipelajari para siswa baik individual maupun kelompok.


183

Sungguhpun demikian media sebagai alat dan sumber pembelajaran tidak

bisa menggantikan guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru suatu hal yang

mustahil dapat meningkatkan kualitas pengajaran. Peranan guru masih tetap

diperlukan sekalipun media telah merangkum semua bahan pengajaran yang

diperlukan oleh siswa.

5. Prinsip Penggunaan Media Pembelajaran

Untuk menunjang terjadinya keaktifan siswa dalam belajar, persoalan

media dan sumber sangat penting. Siswa tidak mungkin aktif menemukan sendiri

suatu kesimpulan, tanpa adanya bantuan media dan sumber belajar (guru dan

buku-buku pelajaran). Dengan adanya media dan bimbingan dari orang-orang

yang ada disekitarnya (guru dan oranng tua siswa) dapat mempermudah siswa

dalam memahami suatu pelajaran, yang nantinya akan bermanfaat bagi mereka

terutama anak-anak yang mempunyai kelainan khusus seperti anak hiperaktif.

Disamping itu dapat membuat mereka terlatih memecahkan permasalahan-

permasalahan yang riil, yang mungkin mereka hadapi kelak.

Empat prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam menggunakan media

pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Media yang digunakan hendaknya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai

b. Hendaknya menguasai /mengenal dengan baik media yang akan digunakan

c. Alat bantu yang digunakan hendaknya dipilih secara obyektif, tidak

didasarkan atas selera atau kesenangan pribadi gurunya

d. Tidak ada alat bantu yang paling baik untuk semua tujuan, karena tergantung

situasi-kondisi dan ada keuntungan-kerugian dari masing-masing media.


184

Pada waktu berlangsungnya pengajaran hendaknya penggunaan media

digunakan guru pada situasi sebagai berikut:

a. Kurangnya perhatian siswa akibat kebosanan mendengarkan uraian guru.

b. Bahan pengajaran yang dijelaskan guru kurang dipahami siswa.

c. Terbatasnya sumber pengajaran. Tidak semua sekolah mempunyai buku

sumber, atau tidak semua bahan pengajaran ada dalam buku sumber.

d. Guru tidak bergairah untuk menjelaskan bahan pengajaran melalui penuturan

kata-kata (verbal) akibat terlalu lelah disebabkan telah mengajar cukup lama.

C. Anak Hiperaktif

1. Pengertian Hiperaktif

Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention Deficit Hiperactivity

Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD) menurut National

Medical Series (1996) adalah suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada

tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya

pada dua tempat dan suasana yang berbeda.

Sedangkan Tailor (1989) mengatakan bahwa kata 'hiperaktif' merupakan

suatu terminologi yang mencakup beberapa kelainan perilaku meliputi: perasaan

gelisah, gangguan perhatian, perasaan yang meletup-letup, aktifitas yang

berlebihan, suka membuat keributan, membangkang dan destruktif yang menetap.

Hal ini sering kali dikeluhkan oleh orang tua dan guru, dan menjadi alasan

sehingga si anak dirujuk untuk mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan

penanganan secara khusus.


185

Lissauer & Clayden (2001) menyatakan bahwa pada anak dengan

hiperaktif terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang

berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang

sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain.

Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak

tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang

membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu

miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya.

Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan

dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik. Pada

umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering

menunjukkan tindakan anti sosial sehingga orangtua, guru dan lingkungannya

memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.

Wenar (1994) menyebutkan bahwa anak dengan kelainan hiperaktif dalam

aktifitas sehari-hari (24 jam) lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal

bahkan saat tidur sekalipun, gejala hiperaktif yang muncul sangat dipengaruhi

(tergantung) oleh situasi dan kondisi yang berlaku yang dihadapi. Pada anak ini

menunjukkan perilaku yang berlebihan dalam menjalankan tugas/pekerjaannya,

tidak bisa duduk dengan tenang, sering menggerak-gerakkan tangan dan kaki di

saat duduk meski tanpa tujuan tertentu. Tetapi dikatakan bahwa perilaku ini

berangsur berkurang dengan bertambahnya umur, seperti yang terlihat pada

gambar diagram berikut:


186

Jumlah “aktivitas tak terarah”


Anak yang hiperaktif

Anak normal

3 5 7 9 11 13

Usia anak (tahun)

Gambar 2.1. Grafik perbandingan jumlah aktivitas “tak terarah” anak hiperaktif
dan anak normal.

Anak-anak yang hiperaktif jumlah aktivitas “tak terarah” -nya lebih banyak
daripada jumlah aktivitas “tak terarah” anak-anak yang normal, akan tetapi tingkat
aktivitas semua anak semakin terkendali dengan meningkatnya usia.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang anak yang menderita

hiperaktif adalah mereka yang mempunyai gangguan perilaku yang berlebihan,

tidak bisa konsentrasi pada satu hal dan kadang bersikap impulsif - melakukan

sesuatu secara tiba-tiba tanpa dipikir lebih dahulu.

2. Ciri-ciri Hiperaktif

Ada 3 gejala utama atau primary symtoms pada penderita ADHD

(Barkley, 1990 menyebut hal ini sebagai ‘the holy trinity of ADHD’):

a. Inattention/ tidak adanya perhatian

Yaitu kesulitan untuk memusatkan perhatian pada hal yang sedang

dilakukannya. Seperti: sering tidak berhasil menyelesaikan tugas, anak tampak

tidak mendengarkan apa yang dikatakan lawan bicaranya, tidak dapat


187

konsentrasi, perhatian mudah dialihkan oleh stimulus dari luar, mempunyai

kesulitan untuk mempertahankan perhatian pada kegiatan bermain.

b. Impulsivity/impulsivitas

Yaitu ketidakmampuan individu untuk mengontrol perilakunya, dengan kata

lain penderita sering menuruti dorongan hatinya. Seperti: sering bertindak

sebelum berpikir, sering melakukan hal lain sebelum satu hal selesai, kesulitan

dalam mengorganisir pekerjaan (tetapi tidak berhubungan dengan kelemahan

kognitif), sering berteriak di kelas dan mudah menginterupsi pembicaraan

orang lain (misal menjawab pertanyaan sebelum selesai diajukan), gagal untuk

menunggu giliran dalam situasi bermain atau kelompok, perlu banyak

pengawasan.

c. Hyperactivity/ hiperaktivitas

Gejala ketiga ini meliputi semua kecenderungan penderita untuk melakukan

suatu aktivitas secara berlebihan, baik aktivitas secara motoris maupun verbal.

Seperti: tidak bisa duduk tenang, tidak bisa tetap duduk, selalu bergerak

(melompat berlebihan), gelisah (juga dalam tidur), selalu bergerak seperti

digerakkan oleh mesin atau selalu ‘on the go’, sering menggumamkan kata-

kata yang tidak jelas maksudnya.

Gejala-gejala tersebut akan semakin memburuk pada situasi-situasi yang

menuntut adanya perhatian. Sering, anak tersebut oleh orang lain akan dianggap

sebagai anak yang menyusahkan atau nakal. Di lain pihak, tanda-tanda gangguan

bisa sedikit atau tidak sama sekali, jika anak cukup banyak menerima penguatan

atau kontrol yang ketat, atau ketika anak di dalam situasi ‘face to face’.
188

3. Masalah Anak Hiperaktif dan Penyelesaiannya

Beberapa masalah yang dihadapi anak hiperaktif (Setiawani, 2000:138),

antara lain:

a. Masalah intelek

Anak hiperaktif jelas mengalami gangguan dalam otak. Ia sulit

menentukan mana yang penting dan mana yang harus diprioritaskan terlebih dulu

selain sulit menyelesaikann pelajaran, sering tidak dapat berkonsentrasi dan

pelupa. Adakalanya mereka sulit mengerti pembicaraan orang secara umum,

apalagi terhadap petunjuk yang mengandung langkah-lanngkah atau tahapan-

tahapan. Ia sulit menggabungkan satu hal dengan hal lainnya, kurang kendali diri,

tidak dapat berencana atau menduga apa akibat yang dilakukannya, susah bergaul,

kemampuan belajar lemah. Daya pikir penangkapannya lemah sehingga sulit

untuk menghadapi pelajaran matematika. Karena mengalami luka di otak mereka

sering tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan, khususnya ketika masuk

ke suasana kelas yang dinamis, emosinya menjadi mudah terangsang. Perilaku

yang sulit diduga itu kadang membuat orang tua, guru atau teman-temannya

merasa khawatir. Kadangkala mereka sadar harus mematuhi peraturan, tetapi

tidak mampu mengendalikan diri. Ia juga mengalami kesulitan dalam

mengutarakan pikiran dan perasaan melalui kata-kata, sering kacau dalam

menanggapi citra yang diterima, misalnya: “m” dengan “w”, “d” dianggap “b”

atau “p” dianggap “q”, dan sebagainya sehingga mengalami kesulitan dalam

membaca.
189

b. Masalah biologis

Mereka suka sekali berlari-lari dan sulit untuk menyuruh mereka diam,

sepertinya sedang begitu sibuk melakukan sesuatu sehingga tidak dapat

beristirahat, meraba dan menyentuh benda-benda untuk merasakan lingkungan di

sekitarnya., suka berteriak dan ribut, semangatnya kuat. Anak hiperaktif juga peka

terhadap bahan kimia, obat, bulu, debu dan bahan kosmetik. Mereka juga sensitif

terhadap makanan tertentu, seperti: coklat, jagung, telor ayam, susu, kedelai,

daging, babi, gula dan gandum. Mereka sulit tidur dengan nyenyak dan mudah

terbangun, dan kebiasaan tidur mereka bermacam-macam: ada yang bermimpi

sambil berjalan, mengigau atau mengompol. Mereka tidak dapat berolahraga

dengan banyak gerak dan banyak tenaga, seperti berolah raga atau lompat tali.

Sebaliknya gerakan tenang pun bermasalah, misalnya bila disuruh menulis,

mewarnai atau menggambar, mereka tidak dapat menggunakan alat tulis dengan

baik.

c. Masalah emosi

Anak hiperaktif umumnya bersifat egois, kurang sabar, dan emosional,

bila berbaris selalu berebutan, tidak sabar menunggu, bermain kasar, suka

merusak, tidak takut bahaya, dan sembrono sehingga besar kemungkinan bisa

mengalami kecelakaan. Pernyataan emosinya sangat ekstrim dan kurang kendali

diri. Juga emosi sering berubah-ubah sehingga tidak mudah diduga, kadang begitu

senang dan ceria, tetapi sebentar kemudian marah dan sedih. Seorang ahli

berpendapat bahwa yang sangat dibutuhkan mereka adalah melatih mereka untuk

dapat mengendalikan diri.


190

d. Masalah moral

Karena mengalami berbagai masalah seperti di atas, maka mereka pun

tidak memiliki kepekaan dalam hati nurani. Ia bisa mencuri uang orang tua atau

permen di toko, tidak mengembalikan barang yang dipinjam, masuk ke kamar

orang lain, mencela pembicaraan orang, mencuri dengar pembicaraan telepon

orang lain sehingga kesan orang banyak adalah anak ini bermasalah dan bermoral

rendah.

Ada beberapa cara dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi anak

hiperaktif (Setiawani, 2000:139), antara lain:

a. Penggunaan obat

Hiperaktivitas merupakan akibat keterlambatan perkembangan atau

penyimpangan, anak tidak memiliki daya kontrol secukupnya untuk mencegah

perilakunya atau membuat dia dapat duduk tenang atau berkonsentrasi lama.

Penggiat sistem saraf pusat, seperti Ritalin, Dekedrine, atau Cylert, kerap

kali digunakan untuk mengatasi hiperaktivitas. Pengobatan tertentu berdampak

berlawanan dari harapan. Misalnya, obat-obat di atas adalah obat penggiat.

Apabila orang yang normal menggunakannya, obat itu akan memacu dan

menyebabkan kita hiperaktif. Namun, obat ini nampaknya “memperlambat” anak

yang hiperaktif. Sebaliknya, kalau obat penenang diberikan kepada anak yang

hiperaktif atau obat yang akan memperlambat atau menidurkan kita, biasanya obat

itu justru menambah tingkat aktivitasnya dan tidak dapat tidur semalam suntuk.

Obat-obat yang dipakai pada anak yang di diagnosis sebagai hiperkinetik

adalah obat penggiat (stimulan) sistem saraf pusat, yang mengaktifkan bagian-
191

bagian badan tertentu. Maka, obat itu menggiatkannya yang memberi kendali

pada anak. Pada umumnya, anak lebih mudah diurus dan menampakkan sedikit

masalah dalam kaitannya dengan sekolah. Obat secara tidak langsung

menguntungkan anak karena memberi kontrol lebih banyak. Ia tidak dibuat tenang

atau “dibius”. Dengan kata lain, kontrolnya setara dengan “motor”nya.

Obat membantu mengendalikan gejala-gejala hiperaktif yang

mengganggu. Obat itu tidak hanya membantu anak duduk tenang dan mengurangi

kegaduhan, tetapi juga memperbaiki rentang perhatian dan mengurangi

kebingungannya.

Anak-anak hiperaktif biasanya mengalami kesulitan besar di ruang kelas.

hiperaktivitas kognitif (misalnya rentang perhatian sempit, tidak dapat

konsentrasi, mudah bingung) merupakan kendala terbesar dalam nilai sekolahnya.

Hal itu kerap kali terjadi pada anak hiperaktif di kelas. Penampilannya

buruk, sebab ia mudah terganggu atau tidak dapat memperhatikan guru cukup

lama dan oleh karena itu, ia tidak pernah menerima informasi. Akibatnya kalau ia

ditanya atau harus melakukan sesuatu, ia tidak berhasil. Pengobatan tidak

membuat anak lebih pandai atau dapat belajar lebih cepat melainkan

menghilangkan gejala hiperaktivitas yang mengganggu.

Akibat pengobatan hiperaktivitas:

1) Obat itu akan “membuat dia tenang”. Ia kurang aktif dan lebih mampu

berkonsentrasi dalam waktu yang lebih lama. Ia dapat mengontrol dirinya

lebih baik, sebagian besar gejala hiperaktifnya berkurang dan umumnya akan
192

menampakkan perbaikan positif. Kalau ini terjadi, berarti ia memang

hiperaktif dan dosisnya sesuai.

2) Tidak terjadi apa-apa. Anak tidak menampakkan perubahan apa pun. Kalau

terjadi, anak itu mungkin hiperaktif, tetapi tidak menerima cukup obat.

3) Mungkin anak nampak mengantuk atau kecapaian, dan mungkin jatuh tertidur

waktu melihat TV. Kalau ini terjadi, barangkali ia hiperaktif tetapi meminum

obat terlalu banyak.

4) Anak mungkin menjadi lebih aktif. Kalau ini terjadi, anak itu tidak hiperaktif

dan pengobatan harus dihentikan.

Hendaknya orang tua jangan menambah atau mengurangi dosis obat anak

tanpa konsultasi dengan dokter. Maka jika terjadi reaksi 2,3 dan 4, hubungilah

dokter. Biasanya kita dapat melihat satu diantara akibat-akibat di atas dalam 1

sampai 7 hari sesudah anak mulai minum obat. Banyak dokter mulai dengan dosis

obat terendah. Lalu diperiksa dampaknya dan jika tak ada akibat positif, dosis

obat itu ditambah. Selama mengobati anak, sangat penting untuk tetap

berhubungan dengan dokter. Karena banyak obat diberikan untuk mengatasi

kesulitan sekolah dan terutama diberikan selama jam-jam sekolah (yakni sebelum

makan pagi dan makan siang), maka perlu mendapatkan laporan dari gurunya.

b. Pengaturan makanan

Selama 50 tahun yang lalu beberapa laporan mengkaitkan hiperaktivitas

dengan alergi makanan. Akhir-akhir ini, banyak dilakukan studi tentang diet atau

gizi makanan atas perilaku hiperaktivitas. Kedua pakar teori dalam bidang ini

adalah Ben Feingold dan Lendon Smith.


193

Diet Feingold

Menurut Diet Feingold, ada dua kelompok makanan yang harus dihindari

anak hiperaktif. Makanan kelompok I mengandung salsilat dan meliputi buah-

buahan dan sayur-sayuran. Daftar buah-buahan dan sayur-sayuran yang harus

disingkirkan dari diet anak-anak dalam semua bentuknya-segar, dibekukan,

dikalengkan, dikeringkan, sari buah ataupun sebagai bahan makanan-seperti :

apel, aberikos, nektarin, jeruk manis, persik, murbei hitam, murbei, ceri,

mentimun, tomat, kismis, anggur.

Kelompok II terdiri dari segala jenis makanan yang mengandung warna

atau aroma sintetis (buatan). Diat ini tidak berkaitan dengan pengawet makanan,

kecuali butilat hidroksitoluena yang memperlihatkan reaksi bertentangan bagi

beberapa anak. Tetapi semua makanan yang mengandung warna atau aroma

buatan harus dijauhkan dari diet anak.

Kalau anak memperlihatkan reaksi yang menggembirakan atas Diet

Feingold sesudah 4 sampai 6 minggu, makanan dalam Kelompok I dapat

berangsur-angsur dimakan. Makanan baru dalam Kelompok II harus diperhatikan,

yakni harus dicoba selama 3 atau 4 hari, jika tidak ada reaksi yang tidak

menyenangkan, dapat ditambahkan jenis makanan lain. Buah-buahan dan sayur-

sayuran yang tidak menimbulkan reaksi kurang baik pada anak dapat dimasukkan

dalam diet. Jika anak tidak memperlihatkan aktivitas yang meningkat atau

kesulitan perhatian, makanan tersebut dapat dimasukkan dalam dietnya. Tetapi

kalau timbul reaksi yang kurang baik, makanan itu harus dihentikan.
194

Dr. Feingold memberi beberapa petunjuk bagi orang tua yang anaknya

menjalankan diet. Beberapa di antaranya seperti berikut:

1) Semua makanan harian yang dimakan anak harus dicatat.

2) Diet itu harus ditaati dengan ketat, 100%

3) Tidak ada batasan terhadap banyak makanan yang manis buatan sendiri.

4) Semua etiket makanan harus dibaca dengan cermat. Kalau meragukan, lebih

baik jangan disantap.

5) Kalau nampak ada perbaikan, perlu diamati rata-rata selama 1 sampai 3

minggu.

6) Dalam beberapa hal, obat yang digunakan untuk mengontrol perilaku

hiperaktif dapat dihentikan setelah anak menjalani diet selama 2 atau 3

minggu. Namun, dokter anak harus selalu dihubungi sebelum penngobatan

diganti atau dikurangi.

Pendekatan Gizi Dr. Smith

Dr. Lendon Smith berpendapat bahwa setiap orang harus mengikuti pola

makanan umum sebagai bagian program sepanjang hidup. Pola makanan ini

disebut diet pencegahan. Disamping diet umum ini, ia memberikan saran khusus

untuk mengendalikan gejala-gejala hiperaktivitas.

Diet Pencegahan itu terdiri atas 3 bagian:

1) Bahan-bahan anti gizi hendaknya dihindari. Hal ini umumnya mencakup

makanan yang telah dikemas, diproses, ditambahai, dibakukan, diemulsikan,

diberi warna atau diawetkan. Pada umumnya produksi dagang sedapat

mungkin harus dihindari. Gula dan makanan “asal-asalan” tidak


195

diperkenankan. Beberapa makanan yang harus dihilangkan yakni: gula putih

dan gula coklat, jagung, gula tebu, sirup, air tebu, madu, es krim yang

diperdagangkan, gandum yang dibungkus, tepung putih, susu pasterisasi.

2) Makanan alami harus disantap 4 atau 6 kali sehari, dalam jumlah kecil. Di

antaranya sebagai berikut: sayuran segar (mentah), telur, keju putih, kacang-

kacangan, ikan, daging ayam, sayur mayur (seperti kacang panjang, buncis,

dan miju-miju), buah-buahan mentah.

3) Mulailah setiap hari dengan vitamin dan mineral (diandaikan anak kekurangan

bahan-bahan tersebut).

c. Hindarkan pemanjaan.

Anak jangan dimanjakan kalau tahu bahwa penyebab hiperaktifnya karena

masalah biologis. Orang tua harus bertahan dengan peraturan yang telah diberikan

dan menuntut anak agar menaatinya. Tunjukkan dengan mantap dan wibawa

bahwa orang tua ingin ditaati oleh anak-anaknya. Sikap bertahan ini bukan berarti

kejam, keras, diktator atau berhati baja, tetapi sebaliknya untuk membina dan

mengajar anak tentang apa yang harus mereka lakukan.

d. Menciptakan lingkungan yang tenang

Usahakan untuk menciptakan suasana yang tenang di tempat anak itu biasa

bergerak, misalnya: di kamar atau di ruang bermain. Bila lingkungan tempat

tinggalnya sangat bising, sebaiknya pindah rumah agar anak itu dapat bertumbuh

dalam situasi yang baik.


196

e. Memilih acara teve dengan hati-hati

Acara teve yang menampilkan adegan kekerasan, lagu yang ribut dan sinar

yang bergerak menyilaukan, dapat merangsang anak dan mengakibatkan mereka

emosional. Cegahlah anak untuk meniru adegan-adegan yang tidak baik. Oleh

sebab itu, pilihlah acara teve yang beradegan lembut dan baik.

f. Gunakan tenaga ekstra dengan tepat

Anak ini kurang dapat mengendalikan diri dan apabila sikap agresifnya

dapat disalurkan dalam aktivitas yang tepat, maka itu akan mengurangi keonaran.

g. Membimbing dalam kebenaran

Meski anak hiperaktif sering tidak mampu menguasai diri dan perilakunya,

orang tua atau guru tidak seharusnya bersikap acuh dan menyerah. Setiap perilaku

yang tidak dapat diterima harus dicegah, kemudian tentukan suatu standar yang

sesuai dengan kebenaran. Perlu ada kesabaran untuk mengajarkan hal ini,

walaupun harus dilakukan berulang-ulang. Bila orang tua tidak putus asa, anak

akan mempunyai harapan untuk disembuhkan.

4. Cara Menangani Anak Hiperaktif

Anak hiperaktif perlu diterapi agar tidak menghambat perkembangan

kecerdasan dan sosialnya. Terapi perilaku, terapi konsentrasi, terapi wicara, obat-

obatan bahkan keluarganya pun perlu mendapat terapi untuk meneruskan terapi di

rumah dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak-anak

hiperaktif (Clerq, 1994:158). Memang dibutuhkan kesabaran, energi dan biaya

yang tidak sedikit, namun biasanya kalau terapi dilakukan secara intensif maka

perkembangannya akan maju secara bertahap.


197

a. Terapi Anak

Perawatan yang paling banyak dipakai untuk menangani anak-anak

hiperaktif sampai sekarang adalah medikasi psikostimulan. Bagaimanapun juga

beberapa kerugian akan tetap timbul dengan pendekatan medis ini. Dengan

adanya keterbatasan-keterbatasan ini, ada banyak kepentingan klinis yang terkait

dengan intervensi terapi alternatif yang berusaha untuk memberikan taktik dan

ketrampilan kepada anak-anak ADHD yang memungkinkan mereka untuk

mengatasi permasalahan dengan lebih efektif. Pendekatan kognitif-behavioral

nampaknya memberikan jawaban yang efektif, dengan self-instruction training

(training instruksi kepada diri sendiri) dan social problem-solving strategies

(strategi pemecahan masalah sosial). Selain itu juga perlu disadari bahwa terapi

yang efektif adalah terapi yang melibatkan semua pihak, orang tua, guru, dokter

dan psikologi.

Medikasi Psikostimulan

Kemanjuran klinis jangka-pendek dari obat-obat ini telah dicatat dengan

baik. Dengan pengobatan, sebagian besar anak-anak dan remaja ADHD (60-90%,

Whalen & Henker, 1980) menunjukkan perbaikan yang penting dalam hal gejala-

gejala utama gangguan. Menurut Abikoff (1987) pengobatan nampaknya hanya

mempunyai sedikit pengaruh terhadap kemampuan kognitif seperti penalaran,

pemecahan masalah, dan belajar. Selanjutnya, walaupun pengobatan

menghilangkan perilaku yang mengganggu dalam kelas, hal ini tidak berarti

meningkatkan ketrampilan sosial interpersonal. Hanya ada sedikit bukti bahwa

pengobatan stimulan selam jangka-panjang bisa mengubah hasil akhir anak-anak


198

ini: riset menunjukkan bahwa ketrampilan belajar dan sosial yang rendah serta

prestasi akademis yang buruk, tetap ada pada masa remaja dan awal masa dewasa.

Self-Instruction Training-Latihan Instruksi Diri.

Self-instruction training, dikembangkan oleh Meichenbaum dan Goodman

(1971), mengintegrasikan teknik-teknik kognitif (menyederhanakan proses

pemecahan masalah) dan prinsip-prinsip mempelajari tingkah laku (modeling dan

behavioral rehearsal).

Berdasarkan pendekatan ini pada teori Vygotsky dan Luria (1962) yang

menekankan pentingnya pengaruh bahasa dan pikiran pada tingkah laku. Luria

mengemukakan tiga tahap:

1) Tahap pertama: tingkah laku anak dokontrol oleh bahasa orang lain, terutama

orang tua.

2) Tahap kedua: anak mengatur perilakunya dengan bicara keras-keras pada

dirinya sendiri (self-instructing aloud).

3) Tahap ketiga: pada usia sekitar 5-6 tahun, anak memperoleh kontrol diri

dengan menggunakan instruksi diri secara sembunyi-sembunyi dan diam-diam

(covert self-instructions).

Selama terapi, dialog internal ini (instruksi diri atau self-instruction)

digunakan sebagai titik awal untuk mencapai perubahan perilaku. Tujuannya

adalah untuk memotivasi anak untuk menjembatani secara verbal, pemikiran dan

tindakannya sendiri. Teknik instruksi diri dan self-monitoring digunakan untuk

mengurangi respon impulsif, karena anak diminta untuk berhenti secara periodik

dan mengevaluasi penampilannya.


199

Lima tahap belajar melalui proses modeling bisa dibedakan dalam situasi

belajar ini:

1) Model orang dewasa melakukan suatu tugas dengan instruksi verbal yang

keras (cognitive modeling)

2) Anak melakukan tugas yang sama dengan instruksi yang keras dari model

orang dewasa (overt extern guidance)

3) Anak melakukan tugas dengan instruksi sendiri yang keras (external self-

instruction)

4) Anak melakukan tugas dengan membisikkan instruksi-diri (whispering

external self-instruction)

5) Anak melakukan tugas dengan instruksi-diri intern (covert self-instructions)

Instruksi-diri atau self-instruction mendukung dan mengatur tingkah laku

anak. Melalui 5 tahap modeling ini, anak belajar untuk menunda perilaku: ‘stop-

look-do’ (berhenti-lihat-lakukan). Verbalisasi sedikit demi sedikit akan hilang

dengan adanya latihan dan pengulangan (behavioral rehearsal) sampai semuanya

diinternalisasi : berpikir dan bertindak akan menjadi proses yang otomatis.

Social Problem-Solving Skills Training-Latihan Ketrampilan Pemecahan

Masalah Sosial.

Terapi ini menekankan pada perkembangan strategi kognitif untuk

meningkatkan kontrol diri dan respon sosial dalam menyelesaikan suatu masalah.

Untuk mengembangkan srategi kognitif ini diperlukan modeling secara verbal,

latihan dan penguatan sosial (social reinforcement), yang dilakukan dalam

kelompok kecil (3 sampai 8 orang) atau secara individual. Tujuan dari terapi ini
200

adalah untuk mengembangkan kompetensi dan interaksi interpersonal yang

memadai. Terapis memberikan suatu problem dan menunjukkan beberapa

perilaku yang efektif untuk menghadapi masalah tersebut. Setelah itu terapis

menanyakan pada anggota kelompok satu demi satu, bagaimana respon mereka

terhadap permasalahan tersebut.

b. Terapi Orang Tua

Terapi ini menekankan pada parents monitoring (memonitor/supervisi

oleh orang tua) dan parents management skills. Orang tua dilatih untuk

berinteraksi dengan anaknya yang menderita ADHD dengan menggunakan

penguat yang positif, memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor

perilaku anaknya.

Misalnya: memuji perilaku anak yang sesuai, memberi peraturan yang

jelas pada anak, selalu mengawasi atau mengontrol perilaku anaknya.

Disamping itu terapis juga sebaiknya memberikan penjelasan tentang latar

belakang dan perkembangan aspek-aspek ADHD pada guru. Hal ini dengan tujuan

agar guru tidak bersikap menolak anak didiknya yang menderita ADHD.

Bantuan yang dapat diberikan untuk mereka yang hiperaktif (Keluarga.

Org. Kids Health, 1999:8) yakni:

a. Dengan mengadakan kontak agar pada waktu tertentu menguasai emosinya,

tidak boleh dikerasi karena akan bertambah melawan.

b. Dengan diajak bicara dengan pendekatan individual sebelum memberikan

pertanyaan/tugas.
201

c. Anak yang kesulitan berkonsentrasi untuk memulai tugas dilakukan dengan

menatap mata anak, memberikan instruksi secara individual, menyuruh

mengulangi perintah dan tugasnya. Sementara bagi anak yang tidak dapat

menyelesaikan tugas sehingga kehilangan konsentrasi maka berikan tugas

menjadi porsi-porsi kecil.

D. Media Visual

1. Pengertian Media Visual

Media Visual (Daryanto, 1993:27), artinya semua alat peraga yang

digunakan dalam proses belajar yang bisa dinikmati lewat panca-indera mata.

Media visual (image atau perumpamaan) memegang peran yang sangat

penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan

memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat

memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar

menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan

siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya

proses informasi.

Dengan demikian media visual dapat diartikan sebagai alat pembelajaran

yang hanya bisa dilihat untuk memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan

akan isi materi pelajaran.

Pendidikan melalui media visual adalah metoda/cara untuk memperoleh

pengertian yang lebih baik dari sesuatu yang dapat dilihat daripada sesuatu yang

didengar atau dibacanya.


202

2. Fungsi Media Visual

Levie & Lentz (1982) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran,

khususnya media visual, yaitu fungsi atensi, fungsi efektif, fungsi kognitif, dan

fungsi kompensatoris.

Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan

mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang

berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau teks materi pelajaran.

Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa

ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual

dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut

masalah sosial atau ras.

Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang

mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian

untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam

gambar.

Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian

bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu

siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks

dan mengingatnya kembali.

3. Penggunaan Media Visual

Selama proses belajar mengajar kita cenderung menggunakan panca-

indera penglihatan, kita memakai mata kita untuk memperoleh informasi, isyarat,

tanda atau hal yang menarik perhatian kita, kenyataan ini mempunyai arti yang
203

penting untuk keperluan belajar dan mengajar. Kemampuan penglihatan harus

dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan proses belajar mengajar.

Penampilan visual tidak boleh mengganggu, gambar dan tulisan yang

diproyeksikan harus dapat dibaca, untuk itu harus jelas dan terang. Visual tidak

boleh meragukan, artinya obyek-obyek yang masih asing atau belum dikenal

hendaklah ditampilkan sedini mungkin. Untuk mendapatkan gambaran tentang

ukuran dan bentuknya, harus terlihat perbandingannya dengan obyek lain yang

sudah dikenal. Media visual tidak boleh terlalu ramai dan kacau supaya informasi

yang dimaksudkan dapat tertangkap jelas oleh siswa.

Media visual haruslah sesuai dengan kenyataan dan dapat diterima, kalau

mungkin gerakan gambar, grafis atau slide yang asli untuk membuat master copy

(duplikat asli yang pertama kali), gunakan yang asli (master) untuk membuat

setiap turunan/kopi/duplikat untuk menjaga kualitas gambar.

Prinsip umum untuk penggunaan efektif media visual, yaitu :

a. Usahakan visual itu sesederhana mungkin dengan menggunakan gambar garis,

karton, bagan, dan diagram. Gambar realistis harus digunakan secara hati-hati

karena gambar yang amat rinci seringkali mengganggu perhatian siswa untuk

mengamati apa yang seharusnya diperhatikan.

b. Visual digunakan untuk menekankan informasi sasaran (yang terdapat teks)

sehingga pembelajaran dapat terlaksana dengan baik..

c. Gunakan grafik untuk menggambar ikhtisar keseluruhan materi sebelum

menyajikan unit demi unit pelajaran untuk digunakan oleh siswa

mengorganisasikan informasi.
204

d. Ulangi sajian visual dan libatkan siswa untuk meningkatkan daya ingat.

e. Gunakan gambar untuk melukiskan perbedaan konsep-konsep

f. Hindari visual yang tak berimbang.

g. Tekankan kejelasan dan ketepatan dalam semua visual.

h. Visual yang diproyeksikan harus dapat terbaca dan mudah dibaca.

i. Visual, khususnya diagram, amat membantu untuk mempelajari materi yang

agak kompleks

j. Visual yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan gagasan khusus akan

efektif apabila jumlah obyek dalam visual yang akan ditafsirkan dengan benar

dijaga agar terbatas, dan semua obyek dan aksi yang dimaksudkan dilukiskan

secara realistik sehingga tidak terjadi penafsiran ganda.

k. Unsur-unsur pesan dalam visual itu harus ditonjolkan dan dengan mudah

dibedakan dari unsur-unsur latar belakang untuk mempermudah pengolahan

informasi.

l. Caption (keterangan gambar) harus disiapkan terutama untuk menambah

informasi yang sulit dilukiskan secara visual, seperti lumpur, kemiskinan,

memberi nama orang, tempat atau obyek, menghubungkan kejadian atau aksi

dalam lukisan dengan visual sebelum atau sesudahnya, dan menyatakan apa

yang orang dalam gambar itu sedang kerjakan, pikirkan atau katakan.

m. Warna harus digunakan secara realistik.

n. Warna dan pemberian bayangan digunakan untuk mengarahkan perhatian dan

membedakan komponen-komponen.
205

Pengembangan Media Visual

Visualisasi pesan, informasi, atau konsep yang ingin disampaikan kepada

siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti foto, gambar/ilustrasi,

sketsa/gambar garis, grafik, bagan, chart, dan gabungan dari dua bentuk atau

lebih. Foto menghadirkan ilustrasi melalui gambar yang hampir menyamai

kenyataan dari sesuatu obyek atau sesuatu. Sementara itu, grafik merupakan

representasi simbolis dan artistik sesuatu obyek atau situasi.

Bahan-bahan grafis, gambar dan lain-lain yang ada disekitar kita, seperti

majalah, iklan-iklan, papan informasi, mempunyai banyak gagasan untuk

merancang bahan visual yang menyangkut penataan elemen-elemen visual yang

akan ditampilkan. Tataan dapat dimengerti, dibaca, dan dapat menarik perhatian

sehingga ia mampu menyampaikan pesan yang diinginkan oleh penggunaannya.

Dalam proses penataan itu harus diperhatikan prinsip-prinsip desain,

antara lain prinsip kesederhanaan, keterpaduan, penekanan, dan keseimbangan.

Bentuk, garis, ruang, tekstur, dan warna juga perlu dipertimbangkan

Kesederhanaan

Kesederhanaan mengacu kepada jumlah elemen yang terkandung dalam

suatu visual. Jumlah elemen yang lebih sedikit memudahkan siswa menangkap

dan memahami pesan yang disajikan visual itu. Pesan atau informasi yang

panjang atau rumit harus dibagi-bagi ke dalam beberapa bahan visual.

Keterpaduan

Keterpaduan mengacu kepada hubungan yang terdapat di antara elemen-

elemen visual yang ketika diamati akan berfungsi secara bersama-sama. Elemen-
206

elemen itu harus saling terkait dan menyatu sebagai suatu keseluruhan sehingga

visual itu merupakan suatu bentuk menyeluruh yang dapat dikenal yang dapat

membantu pemahaman pesan dan informasi yang dikandungnya.

Penekanan

Meskipun penyajian visual dirancang sesederhana mungkin, seringkali

konsep yang ingin disajikan memerlukan penekanan terhadap salah satu unsur

yang akan menjadi pusat perhatian siswa. Dengan menggunakan ukuran,

hubungan-hubungan, perspektif, warna, atau ruang penekanan dapat diberikan

kepada unsur terpenting.

Keseimbangan

Bentuk atau pola yang dipilih sebaiknya menempati ruang penayangan

yang memberikan persepsi keseimbangan meskipun tidak seluruhnya simetris

tetapi memberikan kesan dinamis dan dapat menarik perhatian disebut

keseimbangan formal. Keseimbangan seperti ini menampakkan dua bayangan

visual yang sama dan sebangun.

Bentuk

Bentuk yang aneh dan asing bagi siswa dapat membangkitkan minat dan

perhatian. Oleh karena itu, pemilihan bentuk sebagai unsur visual dalam penyajian

pesan, informasi atau isi pelajaran perlu diperhatikan.

Garis

Garis digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur sehingga dapat

menuntun perhatian siswa untuk mempelajari suatu urutan-urutan khusus.


207

Tekstur

Tekstur adalah unsur visual yang dapat menimbulkan kesan kasar atau

halus. Tekstur dapat digunakan untuk penekanan suatu unsur seperti halnya

warna.

Warna

Warna merupakan unsur visual yang penting, tetapi ia harus digunakan

dengan hati-hati untuk memperoleh dampak yang baik. Warna digunakan untuk

memberi kesan pemisahan atau penekanan, atau untuk membangun keterpaduan.

Disamping itu, warna dapat mempertinggi tingkat realisme obyek atau situasi

yang digambarkan, menunjukkan persamaan dan perbedaan, dan menciptakan

respons emosional tertentu. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan ketika

menggunakan warna, yaitu (1) pemilihan warna khusus (merah, biru, kuning, dan

sebagainya), (2) nilai warna (tingkat ketebalan dan ketipisan warna itu

dibandingkan dengan unsur lain dalam visual tersebut), dan (3) intensitas atau

kekuatan warna itu untuk memberikan dampak yang diinginkan.

5. Bentuk Media Visual (Gambar)

Ada berbagai bentuk media visual (gambar) yang dapat membantu proses

belajar mengajar terutama anak hiperaktif yaitu media gambar yang meliputi

gambar chart, gambar chart berseri (flipchart), foto, alat permainan visual edukatif

dan berbagai media visual gambar lainnya. Tujuan utama penampilan berbagai

jenis media visual (gambar) ini adalah untuk memvisualisasikan konsep yang

ingin disampaikan kepada siswa/anak.


208

a. Gambar Chart

Chart adalah sebuah lembaran kertas yang berisi informasi dalam bentuk

gambar dan tulisan, angka, tabel, diagram, grafik dan sebagainya yang berguna

untuk memperjelas materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di depan siswa.

Fungsi chart adalah untuk menyajikan ide-ide atau konsep-konsep yang

sulit bila hanya disampaikan secara tertulis atau lisan dengan cara yang lebih

visualisasi agar lebih mudah dimengerti dengan melalui penjelasan gambar.

Jenis chart ada 2 yakni:

1) Chart tunggal

adalah satu kesatuan informasi yang dituangkan dalam satu lembar.

2) Chart berseri/flip chart

adalah satu kesatuan informasi yang dituangkan dalam beberapa tahapan atau

dibuat berseri .

Untuk mengajar/menjelaskan kepada siswa kita jangan menunjuk gambar

chart dengan tangan langsung karena ini bisa menghalangi gambar yang

ditampilkan, tetapi gunakan alat penunjuk yang berupa: batang bambu kecil

panjang, atau pulpen yang tangkainya bisa diperpanjang seperti antene radio.

Keuntungan menggunakan gambar chart:

1) Menghemat waktu dalam proses belajar mengajar (tidak perlu

menggambar/menulis lagi di papan tulis, cukup menempelkan saja)

2) Dapat digunakan berulangkali.

3) Biaya tidak terlalu mahal dan relatif murah.

4) Semua guru bisa membuatnya.


209

5) Bisa mengatasi ruang, ukuran dan waktu (maksudnya adalah memperkecil

ukuran yang besar, memperbesar ukuran yang kecil, mempercepat proses yang

memakan waktu lama, memperlama proses yang cepat dan sebagainya).

6) Bisa memperjelas masalah.

Kerugian menggunakan gambar chart:

1) Untuk membuat chart yang baik dan tepat diperlukan waktu

persiapan/pembuatan yang cukup lama.

2) Perlu perawatan yang baik karena kertas mudah rusak (kena air, rengat,

lembab, luka dan sobek).

3) Perlu tempat yang cukup untuk penyimpanan.

4) Kurang bisa menggambarkan unsur gerak atau proses.

5) Perlu ketrampilan menggambar.

b. Gambar chart berseri (flipchart)

Gambar chart berseri (flipchart) sebenarnya sama dengan chart tunggal,

perbedaannya adalah pada chart berseri (flipchart) serangkaian beberapa lembar

gambar merupakan satu komponen/kesatuan informasi yang disajikan secara

berurutan dengan cara ditumpuk/dibendel dan dijepit menjadi satu, informasi

sebelumnya yang terdapat pada lembar-lembar chart dibawahnya tidak boleh

dilihat oleh siswa, sehingga sebelum lembar pertama telah jelas baru boleh dibuka

lembaran berikutnya sehingga ada hubungan kesatuan dari lembar pertama ke

lembar berikutnya.

Ciri khas dari flipchart adalah lembaran-lembaran gambar chart adalah

berurutan di mana satu bendel merupakan satu kesatuan yang utuh.


210

Flipchart disajikan lembar demi lembar sehingga minat dan konsentrasi

siswa terarah pada penjelasan gambar chart yang dijelaskan oleh guru tersebut.

c. Foto

Hasil pemotretan fotografi adalah merupakan media (alat bantu mengajar)

gambar juga, hanya perbedaannya gambar ini didapatkan dengan peralatan yang

dinamakan kamera foto sehingga obyek yang digambar sesuai dengan apa yang

ada. Foto merupakan media visual yang efektif karena lebih nyata, kongkret,

alamiah, realistis, akurat, dimensi/skala benar dan akurat. Foto dapat membatasi

ruang, waktu dan ukuran. Obyek yang tidak mungkin dibawa ke kelas, berukuran

besar/terlalu kecil yang tidak memungkinkan dibawa ke kelas, kejadian yang

sudah tidak mungkin diulangi bisa digantikan dengan media foto ini.

Gambar fotografi dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya dari

surat-surat kabar, majalah-majalah, brosur-brosur dan buku-buku. Gambar,

lukisan, kartun, ilustrasi, foto yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut dapat

digunakan oleh guru secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar, pada setiap

jenjang pendidikan dan berbagai disiplin ilmu.

Gambar fotografi itu pada dasarnya membantu mendorong para siswa dan

dapat membangkitkan minatnya pada pelajaran. Membantu mereka dalam

mengembangkan kemampuan berbahasa, kegiatan seni, dan pernyataan kreatif

dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, menulis dan menggambar, serta

membantu mereka menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi bacaan dari buku

teks.
211

Sebagai media pengajaran, foto haruslah dipilih dan digunakan sesuai

dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian foto bisa

memenuhi fungsinya untuk membangkitkan motivasi dan minat siswa,

mengembangkan kemampuan siswa berbahasa, dan membantu siswa menafsirkan

serta mengingat isi pelajaran yang berkenaan dengan foto-foto tersebut.

Disamping siswa dapat menggunakan foto secara perorangan, foto dapat

pula digunakan secara berkelompok terutama untuk melancarkan kegiatan diskusi

tentang isi pelajaran. Diskusi tentang jenis-jenis spesies tertentu dari binatang

akan berjalan efektif apabila disertai dengan foto-foto berbagai jenis binatang

yang termasuk spesies yang sedang dibicarakan. Untuk menunjukkan berbagai

jenis gaya bangunan (arsitek) Islam, atau perbedaan gaya arsitek dari berbagai

negara dan zaman, misalnya, foto dapat digunakan dengan efektif.

Sudjana & Rivai (1991) menguraikan beberapa kriteria pemilihan foto

untuk tujuan pengajaran, yaitu mendukung pencapaian tujuan pengajaran, kualitas

artistik, kejelasan dan ukuran yang memadai, validitas, dan menarik. Foto benar-

benar melukiskan konsep atau pesan isi pelajaran yang ingin disampaikan

sehingga dapat memperlancar pencapaian tujuan. Foto disesuaikan dengan tingkat

usia siswa, sederhana atau tidak rumit sehingga siswa tidak salah menafsirkan

pesan dalam foto itu.

Foto yang digunakan sebagai media pegajaran harus artistik dalam arti

foto tersebut mempertimbangkan faktor-faktor seperti komposisi, pewarnaan yang

efektif, dan teknik pengambilan dann pemrosesan yang baik. Selanjutnya, foto

harus cukup besar dan jelas untuk kelompok siswa yang dihadapi. Foto harus jelas
212

karena dengan ketajaman dan kontras yang baik yang dapat memberikan

ketepatan dan rincian yang memadai untuk menggambarkan kenyataan yang

ditampilkannya.

Kebenaran foto atau validitas foto menggambarkan keadaan yang

sesungguhnya, bukanlah foto sesuatu obyek atau peristiwa yang dibuat-buat atau

didramatisasi: foto seorang petani di desa kita yang sedang menuai padi dengan

pisau alat panen merupakan kenyataan yang sesungguhnya, dibandingkan dengan

seorang petani dari desa kita yang memanen padi di sawah dengan “mesin traktor

penggiling padi.” Disamping itu, foto-foto untuk tujuan pengajaran harus dapat

memikat perhatian siswa, misalnya foto-foto mengenai benda-benda atau obyek

yang akrab dengan kehidupan siswa seperti binatang, boneka dan mainan, kereta

api, dan lain-lain. Namun demikian, tidak berarti foto mengenai obyek yang

kurang akrab dengan siswa tidak boleh disajikan. Mungkin foto tentang sesuatu

obyek yang asing bagi siswa dapat menarik perhatian siswa karena baru pertama

kalinya berkumpul dan siswa ingin mengetahui lebih jauh tentang obyek itu.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari gambar fotografi dalam

hubungannya dengan kegiatan pengajaran, antara lain:

1) Mudah dimanfaatkan di dalam kegiatan belajar mengajar, karena praktis tanpa

memerlukan perlengkapan apa-apa.

2) Harganya relatif lebih murah daripada jenis-jenis media pengajaran lainnya,

dan cara memperolehnya pun mudah sekali tanpa perlu mengeluarkan biaya.

Dengan memanfaatkan kalender bekas, majalah, surat kabar dan bahan-bahan

grafis lainnya.
213

3) Gambar fotografi bisa dipergunakan dalam banyak hal, untuk berbagai jenjang

pengajaran dan berbagai disiplin ilmu. Mulai dari TK sampai Perguruan

Tinggi, dari ilmu-ilmu sosial sampai ilmu-ilmu eksakta.

4) Gambar fotografi dapat menerjemahkan konsep atau gagasan yang abstrak

menjadi lebih realistik. Menurut Edgar Dale, gambar fotografi dapat

mengubah tahap-tahap pengajaran, dari lambang kata (verbal symbols) beralih

kepada tahapan yang lebih kongkret yaitu lambang visual (visual symbols).

Kelemahan gambar fotografi antara lain:

1) Beberapa gambarnya sudah cukup memadai akan tetapi tidak cukup besar

ukurannya bila dipergunakan untuk tujuan pengajaran kelompok besar,

kecuali bilamana diproyeksikan melalui proyektor opek.

2) Gambar fotografi adalah berdimensi dua, sehingga sukar untuk melukiskan

bentuk sebenarnya yang berdimensi tiga. Kecuali bilaman dilengkapi dengan

beberapa seri gambar untuk objek yang sama atau adegan yang diambil

dilakukan dari berbagai sudut pemotretan yang berlainan.

3) Gambar fotografi bagaimana pun indahnya tetap tidak memperlihatkan gerak

seperti halnya gambar hidup. Namun demikian, beberapa gambar fotografi

seri yang disusun secara berurutan dapat memberikan kesan gerak dapat saja

dicobakan, dengan maksud guna meningkatkan daya efektifitas proses belajar

mengajar.

Karakteristik dari gambar fotografi:

1) Gambar fotografi itu adalah dua dimensi, dari sudut pandang pembelajaran hal

itu menjadi amat penting terutama untuk mata pelajaran yang rumit.
214

2) Gambar datar adalah medium yang “diam” oleh sebab itu dalam hal ini

seringkali dipergunakan istilah gambar tetap atau gambar diam, untuk

menyatakan bahwa gambar itu tidak bergerak.

3) Gambar datar dapat memberi kesan gerak, misalnya gambar yang

memperlihatkan adegan di jalan raya sangat efektif.

4) Gambar datar menekankan gagasan pokok dan impresi, bahwa untuk menilai

dan memilih gambar datar yang baik harus menampilkan satu gagasan utama.

Dengan satu pusat perhatian maka seluruh adegan akan mendukung kepada

pesan apa yang ingin disampaikan.

5) Gambar datar memberi kesempatan untuk diamati rinciannya secara

individual, misalnya hasil pemotretan jagat raya dengan benda-benda

langitnya, memerlukan pengamatan rincian gambar yang tekun.

6) Gambar datar dapat melayani berbagai mata pelajaran, segala macam objek

dapat dipotret dari yang kongkret sampai kepada gagasan yang abstrak.

Ada beberapa kriteria dalam memilih gambar-gambar yang memenuhi

persyaratan bagi tujuan pengajaran. Dalam hal ini guru hendak menetapkan

kegunaan-kegunaan gambar yang secara relatif memadai, dan memilihnya yang

terbaik untuk tujuan khusus pengajaran. Dari sudut pandang ini ada dua macam

pertimbangan, pertama dari sudut pendidikan dan kedua dari sudut seni.

Dalam memilih gambar fotografi ada lima kriteria untuk tujuan

pengajaran, yaitu harus memadai untuk tujuan pengajaran, kualitas artistik,

kejelasan dan ukuran yang cukup, validitas serta menarik.


215

Pertama gambar fotografi itu harus cukup memadai, artinya untuk tujuan

pengajaran yaitu harus menampilkan gagasan, bagian informasi atau satu konsep

jelas yang mendukung tujuan serta kebutuhan pengajaran. Di samping itu gambar

fotografi hendaknya realistik dan hidup, pewarnaan yang bagus, dan harus cukup

besar sehingga rinciannya bisa diamati untuk dipelajari. Dalam pada itu, untuk

memilih gambar fotografi perlu memperhitungkan kesesuaiannya dengan tingkat

usia siswa. Sedikit unsur terdapat di dalam gambar adalah cocok bagi anak-anak

usia muda. Demikian pula pola gambarnya harus sederhana dan gagasannya tidak

kompleks.

Kedua, gambar-gambar itu harus memenuhi persyaratan artistik yang

bermutu. Gambar-gambar yang memenuhi persyaratan mutu seni juga harus

memenuhi faktor-faktor:

1) Komposisi yang baik, merupakan ciri fundamental efektivitas gambar yang

baik atau pengorganisasian ke seluruh unsur-unsur gambar yang baik. Artinya

gambar itu mempunyai pusat perhatian yang jelas sehingga memberikan

keseimbangan kepada gambar secara keseluruhan., kedudukan dan arah garis-

garis, pemakaian cahaya, bayangan serta pewarnaan. Jadi pusat perhatian dari

suatu gambar adalah gagasan, misi, pesan yang ingin dikomunikasikan bukan

bersifat fisik. Keefektifan suatu gambar ditentukan oleh sejauh mana baiknya

gagasan dikomunikasikan melalui gambar-gambar itu.

2) Pewarnaan yang efektif, berarti pemakaian warna-warna secara harmonis

merupakan ciri kedua dari kualitas artistik suatu gambar. Gambar berwarna

harus dipilih betul menurut kenyataan, dan alamiah misalnya merah, biru,
216

hijau dan violet. Warna-warna campuran hanya dipergunakan bila ingin

menonjolkan makna tertentu terhadap gagasan yang ditampilkan ke depan.

3) Teknik pemotretan yang unggul bernilai lebih dari komposisi dan pewarnaan.

Ketiga, gambar fotografi untuk tujuan pengajaran harus cukup besar dan

jelas. Gambar yang tajam dan kontras mempunyai kelebihan, karena ketepatan

dan rinciannya menggambarkan kenyataan secara lebih baik. Yang tidak kurang

pentingnya adalah besarnya gambar, sehingga tampak jelas ke seluruh siswa.

Bilamana ukuran gambar terlalu kecil maka akan sulit diamati, pemahaman dan

daya tarik terhadap gambar merosot dan perhatian siswa kepada gambar pun

hilang.

Keempat, validitas gambar. Gambar-gambar fotografi yang melukiskan

suasana dramatis atau mencekam, adegan yang ideal, lebih pantas dipajang

daripada untuk tujuan pengajaran. Gambar-gambar yang representatif dari bidang

studi tertentu yang menampilkan pesan yang benar menurut ilmu, merupakan

gambar-gambar yang tepat untuk maksud pengajaran yang sahih.

Kelima memikat perhatian kepada anak-anak. Memikat perhatian bagi

anak-anak cenderung kepada hal-hal yang diminatinya, yaitu terhadap benda-

benda yang akrab dengan kehidupan mereka, misalnya binatang-binatang, anak-

anak, kereta api, perahu, kapal terbang dan sebagainya.

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam mempergunakan gambar-

gambar fotografi sebagai media visual pada setiap kegiatan pengajaran, antara

lain:
217

1) Pergunakanlah gambar untuk tujuan-tujuan pelajaran yang spesifik, yaitu

dengan cara memilih gambar tertentu yang akan mendukung penjelasan inti

pelajaran atau pokok-pokok pelajaran. Tujuan khusus itulah yang

mengarahkan minat siswa kepada pokok-pokok terpenting dalam pelajaran.

2) Padukan gambar-gambar kepada pelajaran, sebab keefektifan pemakaian

gambar-gambar fotografi di dalam proses belajar mengajar memerlukan

keterpaduan.

3) Pergunakanlah gambar-gambar itu sedikit saja, daripada mempergunakan

banyak gambar tetapi tidak efektif. Jumlah gambar yang sedikit tetapi selektif,

lebih baik daripada dua kali mempertunjukkan gambar-gambar yang serabutan

tanpa pilih-pilih. Banyaknya ilustrasi gambar secara berlebihan, akan

mengakibatkan para siswa merasa dirongrong oleh sekelompok gambar yang

memikat mereka, akan tetapi tidak menghasilkan kesan atau impresi visual

yang jelas.

4) Kurangilah penambahan kata-kata pada gambar, oleh karena gambar-gambar

itu justru sangat penting dalam mengembangkan kata-kata atau cerita, atau

dalam menyajikan gagasan baru. Misalnya gambar-gambar candi gaya Jawa

Tengah dan Jawa Timur, siswa akan menjelaskan mengapa bentuknya tidak

sama, apa yang membedakan ciri-ciri satu sama lain. Melalui gambar itulah

mereka memperoleh kejelasan tentang istilah verbal.

5) Mendorong pernyataan yang kreatif, melalui gambar-gambar para siswa akan

didorong untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lisan dan tulisan,

seni grafis dan bentuk-bentuk kegiatan lainnya. Keterampilan jenis


218

keterbacaan visual dalam hal ini sangat diperlukan bagi siswa dalam

“membaca” gambar-gambar itu.

6) Mengevalusi kemajuan kelas, bisa juga dengan memanfaatkan gambar-gambar

baik secara umum maupun secara khusus. Jadi guru bisa mempergunakan

gambar datar, slides atau transparan untuk melakukan evaluasi hasil belajar

siswa. Pemakaian instrumen tes secara bervariasi akan sangat baik dilakukan,

dalam upaya memperoleh hasil tes yang komprehensif serta menyeluruh.

d. Alat Permainan Visual Edukatif

Alat permainan edukatif adalah alat permainan yang dirancang khusus

untuk kepentingan pendidikan dan mempunyai beberapa ciri yaitu:

1) Dapat digunakan dalam berbagai cara, maksudnya dapat dimainkan dengan

bermacam-macam tujuan, manfaat dan menjadi bermacam-macam bentuk.

2) Ditujukan terutama untuk anak-anak pra sekolah dan berfungsi

mengembangkan berbagai aspek perkembangan kecerdasan dan motorik anak.

3) Segi keamanan sangat diperhatikan baik dari bentuk maupun penggunaan cat

4) Membuat anak terlibat secara aktif

5) Sifatnya konstruktif.

Macam-macam alat permainan visual edukatif:

1) Alat edukatif untuk membangun.

Terdiri dari semua alat permainan yang dibuat dengan berbagai macam

bahan seperti plastik, kayu, gabungan bermacam-macam bahan yang dapat

digunakan untuk mencipta bangunan. Alat ini dapat berbentuk balok-balok dalam

berbagai macam ukuran. Dalam kegiatan bermain ini anak membentuk sesuatu,
219

menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia. Misalnya:

membuat rumah-rumahan dengan balok kayu atau potongan lego, menggambar,

menyusun kepingan-kepingan kayu bergambar dan yang semacamnya. Kegiatan

ini sangat baik diberikan pada anak yang mempunyai gangguan/berkebutuhan

khusus seperti hiperaktif dan autisme. Karena kegiatan ini bermanfaat untuk

melatih ketekunan, konsentrasi (pemusatan perhatian), koordinasi mata dengan

tangan, mengembangkan kreativitas, mengisi waktu luang. Melalui kegiatan

bermain dengan A.P.E. ini maka kosa kata yang didapat juga tak ternilai. Tidak

jarang anak mampu menguasai bahasa yang canggih karena kemampuan ingatan

pendengarannya bagus sehingga kita tidak perlu terlalu takut untuk menggunakan

bahasa yang umumnya digunakan orang dewasa.

2) Alat permainan edukatif untuk melatih berbagai macam pengertian mengenai

warna, bentuk dan ukuran.

Peralatan ini terbuat dari berbagai macam bahan. Misalnya kertas, plastik,

kayu dan sebagainya. Pada usia prasekolah anak perlu menguasai berbagai konsep

seperti warna, ukuran, bentuk, arah, besaran dan lain-lain. Dengan rentang

perhatian yang terbatas dan masih sulit diatur atau masih sulit belajar dengan

“serius”, anak usia prasekolah terutama anak hiperaktif akan lebih mudah belajar

pengenalan konsep-konsep ini apabila dilakukan sambil bermain (melalui

kegiatan bermain), karena anak akan merasa senang dan tanpa ia sadari ternyata ia

sudah banyak belajar. Misalnya dalam memperkenalkan warna dan ukuran bisa

digunakan kegiatan bermain memancing ikan yang terdiri dari bermacam-macam

warna dan ukuran. Alat permainan edukatif yang mengandung unsur konsep
220

bentuk tidak perlu mendapat penekanan berlebih. Dengan bermain dan secara

tidak khusus disebutkan nama bentuknya, juga melalui pengulangan bermain

dengan alat ini akan membuat anak makin memiliki konsep dan mengenal nama

bentuk tersebut dengan spontan. Misalnya, bila terlalu sulit bagi anak untuk

mengingat nama segi empat dapat diganti dengan istilah kotak atau tahu. Kata

“lingkaran” diganti menjadi bundar.

Beberapa contoh alat permainan edukatif yang dapat mengembangkan

ketrampilan gerakan halus dan koordinasi mata dan tangan:

1) Lotto-lotto berwarna

2) Alat permainan menara gelang ganda bentuk bulat, segi empat, segi tiga dan

segi enam. Dengan alat permainan ini anak-anak akan mengenal konsep

warna, bentuk dan ukuran.

3) Puzzle (mainan bongkar pasang). Yang paling sederhana adalah papan bentuk

(lingkaran, segi empat, segi tiga, bintang, oval dan sebagainya). Model puzzle

lain adalah suatu gambar tertentu yang kemudian dipotong-potong, setelah

gambar tersebut ditebarkan di meja, anak diminta menyatukan kembali.

4) Tangga bentuk silinder dan kubus. Dengan memainkan alat permainan ini

anak belajar tentang bentuk, warna, jumlah, posisi benda (di atas, di bawah,

dan di samping).

5) Papan-papan pasak, yaitu suatu sarana menyalurkan energi dan agresivitas

anak, sekaligus melatih motorik halus, belajar hukum sebab akibat.

6) Papan-papan hitung

7) Papan paku (dengan pengawasan cermat)


221

8) Biji untuk meronce

9) Kartu berpasangan, sejenis atau sama, dapat meningkatkan kosa kata serta

belajar mengelompokkan berdasarkan fungsinya.

10) Berbagai macam miniatur binatang, orang (tokoh) yang bermanfaat untuk

bermain peran sekaligus meningkatkan pengetahuan anak. Dalam bermain

pura-pura anak menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam

kehidupan sehari-hari. Dapat juga anak melakukan peran imajinatif atau

dongeng. Misalnya: main rumah-rumahan, polisi dan penjahat, jadi batman

atau kesatria baja hitam.

11) Alat permainan yang bersifat konstruksi, misalnya balok meja, alat permainan

LASY, yaitu untuk mengembangkan kreativitas. Dengan alat permainan

tersebut, anak dapat menyusun suatu bentuk tertentu, dapat dengan contoh

atau berdasarkan kreasinya sendiri. Manfaat yang bisa diperoleh melalui

kegiatan bermain ini, antara lain mengembangkan kemampuan anak untuk

berdaya cipta (kreatif), melatih ketrampilan motorik halus, melatih

konsentrasi, ketekunan, daya tahan. Kalau ia berhasil, akan menimbulkan rasa

puas, mendapat pujian dari orang lain yang akan meningkatkan keinginan

anak bekerja lebih baik lagi.

12) Materi yang berorientasi pada kegiatan yang bersifat akademik. Yaitu materi

yang membawa anak untuk kesiapan akademik bagi anak. Materi tersebut

meliputi: kertas dan pensil, pola bentuk untuk dijiplak (sebagai persiapan

membuat huruf), bentuk angka-angka (untuk memperkenalkan bentuk angka)

dan sebagainya.
222

Alat permainan visual edukatif ciptaan Montessori:

Aktivitas Bahasa

1) Album Foto Abjad

Terbuat dari foto berbagai obyek dan di bawah foto ditulis huruf awalnya.

Kegiatan: suruh anak untuk menunjuk beberapa benda dan menyebutkan huruf

awal serta bunyinya dengan demikian anak akan dapat mengenal abjad,

mengenal bunyi huruf dan membedakan bunyi.

2) Foto-foto berpasangan.

Cara membuatnya potret berbagai benda yang dikenal si kecil dan cetak dua

buah untuk masing-masing foto. Tempelkan foto-foto itu di karton/kertas

tebal, gunting dan tutup setiap guntingan foto dengan plastik bening sehingga

terbungkus rapi. Lalu ajaklah si kecil memainkan permainan “konsentrasi”

dengan cara mengocok tumpukan foto itu, atau meletakkannya dengan posisi

terbalik di atas meja dan membuka secara bergantian dua kartu sekaligus.

Tujuannya adalah mencari pasangan setiap foto itu. Permainan ini membantu

si kecil untuk membedakan secara visual dan mengingat-ngingat letak kartu

sehingga ia tidak hanya sekedar menebak saja selama permainan ini.

3) Huruf-huruf Amplas

Cara membuatnya siapkan beberapa lembar amplas, lalu potong. Susunlah tiap

huruf tersebut di atas karton tebal. Huruf-huruf ini akan terasa menonjol bila

diraba oleh si kecil. Suruhlah ia meraba huruf-huruf itu, pertama dengan

mencobanya bersama kita dan kemudian ia akan memperhatikan kita

menggunakan jari untuk menelusuri bentuk huruf secara benar. Kita bisa
223

membimbing jarinya untuk menelusuri setiap huruf saat kita menyebutkan

nama huruf tersebut. Kita juga bisa membuat huruf besar dan huruf kecil dari

lembaran amplas kemudian memainkan permainan “konsentrasi” untuk

memasangkan huruf besar dengan huruf kecil, atau langsung memasangkan

huruf besar dan huruf kecil bersama-sama. Kegiatan ini bisa membantu si

kecil mengenal abjad

4) Dinding Kata

Dinding kata ini dapat dibuat di berbagai tempat. Bagian depan kulkas

misalnya bisa dijadikan tempat untuk menempelkan huruf-huruf dengan

menggunakan magnet. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk anak-anak yang

baru mulai belajar membaca dengan mengenal tulisan.

5) Buku Teka-teki Abjad

Cara membuat buku teka-teki yaitu dimana satu halaman berisi petunjuk dan

halaman selanjutnya berisi jawaban. Untuk buku atau kartu permainan,

bantulah si kecil menentukan obyeknya, dan beri tiga atau empat petunjuk.

Misalnya: saya buah, saya berwarna kuning, saya rasanya asam. Kegiatan ini

dapat membuat anak berpikir kritis dan berpikir imajinatif.

6) Tabel Tugas

Memberikan tugas pada anak bisa mendorong keinginannya untuk mandiri

dan memberikan kepuasan saat tugasnya telah selesai dilaksanakan. Untuk

mengatur tugas anak dapat dibuat tabel penuh warna agar lebih menarik. Tabel

tugas bisa dibuat dengan menggunakan amplop bertuliskan nama anak dan

kartu bergambarkan tugas mereka. Untuk anak yang lebih kecil, gambar
224

merupakan suatu pesan. Jadi pastikan setiap tugas ditampilkan dengan gambar

yang sesuai. Hal ini bertujuan untuk mengenalkan anak pada tulisan dan

membedakan secara visual.

7) Menyortir Gambar-gambar

Ajaklah si kecil mengumpulkan gambar berbagai jenis makanan yang ia sukai

dan yang tidak ia sukai dari majalah dan menempelkannya untuk dijadikan

hiasan kolase. Meski hasil guntingannya tidak rapi, menyortir gambar-gambar

itu atau memilih foto atau gambar makanan bisa mengembangkan

ketrampilannya dalam mebedakan obyek secara visual. Sedangkan

menggunting dan menempel gambar adalah latihan yang tepat untuk

mengembangkan ketrampilan motorik halusnya.

8) Jam Gambar

Cara membuatnya yaitu gambarlah sebuah lingkaran di karton tebal, lubangi

pusat lingkaran itu, dan gunting kemudian tempelkan gambar-gambar benda

dan gambarlah sebuah anak panah di karton, setelah itu tempelkan sepotong

karton tebal di bawahnya. Setelah selesai, letakkan di atas lingkaran, sehingga

posisinya seperti jarum jam. Lubangi anak panah tadi sehingga terbentuk

lubang yang menembus pusat lingkaran ke belakang. Masukkan benang yang

sudah diikatkan ke sebatang lidi kecil ke lubang itu hingga ujung benangnya

menembus ke belakang. Lalu, di ujung benang tadi, ikatkan lagi lidi kecil

sehingga anak panah dan lingkaran saling menempel, dan anak panah bisa

diputar. Cara menggunakannya anak harus menemukan gambar di kartu itu


225

yang bunyi konsonan awalnya sama dengan gambar yang tertunjuk oleh anak

panah.

9) Garis dan lengkungan

Cara membuatnya adalah guntinglah garis lurus yang panjang dan pendek

serta setengah lingkaranyang besar dan kecil dari karton, dan berikan beberapa

guntingan kertas itu kepada si kecil sekaligus. Mulailah dengan satu garis

lurus yang panjang dan pendek serta satu buah bentuk setengah lingkaran

berukuran kecil. Tanyakan pada anak, huruf apa saja yang bisa dibuat dari

potongan tersebut. (jawabannya huruf besar “R” serta huruf besar dan kecil

dari “p”). Kegiatan ini bisa membantunya memahami bahwa semua huruf

terbentuk dari garis lurus dan lengkungan.

Aktivitas Matematika
1) Deretan angka

Cara membuat deretan angka dengan menggunting angka-angka pada kalender

bekas dan menaruhnya di sebuah kotak. Kemudian tempelkan angka tersebut

secara berurutan pada selembar kertas berwarna. Usahakan agar kertas tidak

terlalu panjang agar anak bisa menyelesaikannya dengan baik. Hal ini

membantu anak bisa belajar menghitung hingga angka 100.

2) Kwartet angka.

Buatlah kartu-kartu dengan angka di dalamnya. Kumpulkan bermacam-

macam benda, mintalah anak untuk menghitung jumlah benda yang sesuai

dengan angka yang tertera pada masing-masing kartu. Lalu pasangkan benda

tersebut dengan angkanya. Kartu tersebut bisa dibuat dalam ukuran yang
226

cukup besar sehingga seluruh benda itu bisa diletakkan semuanya di atas

kartu.

3) Tusuk Gigi

Anak-anak yang masih kecil biasanya berpikir bahwa angka selalu statis. Jadi

menurut mereka angka 5 atau 7 tidak dapat ditampilkan dengan cara lain dan

masih tetap merupakan 5 atau 7. Untuk belajar memahami bahwa sebuah

angka tetap sama meski diatur dengan cara berbeda, maka ajaklah anak untuk

melakukan kegiatan dengan tusuk gigi. Siapkan beberapa tusuk gigi. Lalu,

pada empat lembar kertas yang berbeda, mintalah anak untuk menyusun

empat angka dengan empat cara yang berbeda. Misalnya, empat tusuk gigi

bisa disusun menjadi sebuah rumah, atau menjadi persegi panjang, dibariskan

berjajar atau membentuk satu garis lurus. Jelaskanlah padanya bahwa jumlah

tusuk gigi pada setiap susunan tersebut tetaplah empat. Hitunglah jumlah

tusuk gigi itu bersama-sama saat ia menyusun (dan menempelkan) tusuk gigi

dengan cara yang berbeda.

4) Jam tiruan

Buatlah jam tiruan dari kertas kardus, kemudian tanyakan jam berapa kepada

anak sesuai dengan gambar atau anak diminta menunjukkan/mengarahkan

arah jarum jam sesuai yang kita perintahkan.

5) Menjiplak uang logam. Perkenalkanlah semua uang jenis logam. Setelah itu,

letakkan uang logam di bawah kertas putih dan bantulah ia menjiplak dengan

menggunakan krayon. Buatlah jiplakan dari kedua sisi uang logam. Aktivitas

ini dapat membantu si kecil yang baru mengenal uang logam


227

Alat-alat yang diperlukan untuk pendidikan persiapan permulaan

membaca dan menulis dan persiapan permulaan berhitung/matematika:

1) Balok bangunan

Fungsi/kegunaan:

a) Mengenal bentuk-bentuk benda serta hubungannya antara satu dengan

yang lainnya.

b) Sebagai alat untuk mendorong anak dalam membangun sesuatu dengan

daya fantasi dan kreatifitasnya.

2) Kotak merjan

Fungsi/kegunaan:

a) Mengenalkan 5 macam bentuk dan warna, serta kombinasinya.

b) Memberi variasi dalam cara memantapkan pengertian bilangan.

c) Melatih kesabaran anak.

3) Kotak baca

Fungsi/kegunaan:

a) Mengenalkan kalimat, kata, suku kata, dan huruf melalui pelajaran

persiapan membaca permulaan.

b) Belajar menyusun kalimat, kata, suku kata, yang dilakukan oleh anak

sendiri.
228

Spesifikasi alat:

a) Unsur terdiri dari:

 Kotak bertutup yang dapat dibuka

 Tutup kotak yang di dalamnya terdapat gambar yang bertuliskan “nina

beli buku”

 Isi kotak papan baca

1 Kepingan kalimat “nina beli buku”

2 Set kepingan kata “nina beli buku”

2 Set kepingan suku kata “nina beli buku”

2 Set kepingan huruf “nina beli buku”

4) Papan pengenalan warna

Fungsi/kegunaan:

Memperkenalkan 9 macam warna (yang terdiri dari warna merah, jingga,

kuning, hijau, biru, nila, ungu, putih dan hitam)

Spesifikasi alat:

a) Unsur terdiri dari papan penampang dan kepingan setengah lingkaran.

b) Bahan terbuari dari triplek

c) Warna yang digunakan adalah

 Papan penampang berwarna abu-abu

 Kepingan geometris sesui dengan yang tersebut diatas.

d) Jumlah

 1 papan penampang dengan 9 lubang lingkaran

 9 potong kepingan setengah lingkaran


229

5) Papan nuansa warna

Fungsi/kegunaan:

Mengenalkan nuansa 5 jenis warna, masing-masing dengan urutan warna yang

paling muda dan meningkat ke warna paling tua.

6) Boneka

Fungsi/kegunaan:

Alat peraga untuk kegiatan bermain sandiwara boneka.

7) Papan geometris

Fungsi/kegunaan:

a) Mengenalkan bentuk-bentuk geometris

b) Melatih otot-otot jari anak

c) Untuk latihan menulis

Spesifikasi alat:

a) Unsur terdiri dari papan penampang dan9 potongan-potongan bentuk

geometris

b) Bahan terbuat dari papan triplek

8) Pohon hitung

Fungsi/kegunaan:
a) Memperkenalkan konsep bilangan

b) Menanamkan pengertian tentang perbandingan (lebih banyak kurang)

Spesifikasi alat:

Unsur-unsur pada pohon hitung adalah pohon, alas pohon, dan isi pohon yang

terdiri dari bentuk bunga, buah nanas, buah kecil, daun dan sebagainya.
230

9) Papan pengenalan angka

Fungsi/kegunaan:

a) Mengenalkan angka 91-5) sebagai lambang bilangan

b) Melatih anak untuk mengenal angka dan menghitung sendiri banyaknya

paku jamur sebagai angka.

10) Kotak pos

Fungsi/kegunaan:

a) Mengenal bentuk-bentuk geometris (benda 3 dimensi) dengan beberapa

penampang

b) Melatih keseimbangan otot untuk memasukkan bentuk-bentuk geometris

pada penampang yang benar.

c) Membandingkan bentuk-bentuk geometris

11) Lotto gambar benda berpasangan

Fungsi/kegunaan:

Mengenalkan hubungan antara benda-benda yang berpasangan.

Spesifikasi alat:

a) Unsur terdiri dari

 Papan penampang yang bergambar

 Kepingan yang bergambar berpasangan:

Daun-bunga, rok-baju, tatakan-cangkir, sendok-garpu, meja-kursi,

kaos kaki-sepatu, pensil-buku, raket-kok, penggorengan-sodet,

papan/setrika-setrikaan

b) Bahan terbuat dari triplek dan harbort


231

12) Loto gambar benda yang sama

Fungsi/kegunaan:

Mengenalkan persamaan dan perbedaan bentu antara benda-benda

Spesifikasi alat:

a) Unsur alat terdiri dari papan tempat keping bergambar dan isi berupa 12

keping bergambar

b) Bahan dari triplek dilapis formika

13) Serbuk berwarna

Fungsi/kegunaan:

a) Bahan untuk menggambar

b) Finger painting

Spesifikasi alat:

a) Unsur dari serbuk berwarna ¼ (seperempat) kilogram setiap warna.

b) Bahan yang digunakan adalah sepuluh kue

c) Warna: merah, hijau, kuning dan coklat.

14) Kuas gambar

Fungsi/kegunaan:

Alat pencetus pengungkapan ekspresi menggambar anak

Spesifikasi alat:
a) Unsur terdiri dari tangkai dan bulu-bulu kuas

b) Bahan yang digunakan adalah kayu dan ijuk/rambut

c) Tiga macam warna, merah, kuning dan biru.

d) Jumlah terdiri 1 set dengan 3 ukuran (besar-sedang-kecil)


232

15) Plastisin

Fungsi/kegunaan:

Alat untuk membentuk dan melatih otot-otot jari anak

Spesifikasi alat:

a) Unsur dari barang yang lunak dan dapat dibentuk

b) Bahan terbuat dari Tanah liat atau plastisin

c) Warna: merah.kuning, biru, hijau, ungu, jingga

d) Jumlah menurut keperluan

16) Gambang

Fungsi/kegunaan:

a) Mengenalkan salah satu alat musik pukul pada anak

b) Sebagai alat untuk membangkitkan/memupuk rasa senang pada musik.

Spesifikasi alat:

a) Bahan terbuat dari kayu, logam dan karet (penahan logam)

b) Warna: merah, jingga, kuning, hijau, biru

Beberapa media pembelajaran visual lainnya yang dapat membantu proses

belajar mengajar terutama belajar membaca asosiasi antara arti dan kata, yaitu:

1) Peralatan yang terbuat dari sehelai karton, dimana pada bagian kiri memuat

gambar dari berbagai benda dan pada bagian kanan memuat nama dari benda

itu. Dan dua buah panah yang terbuat dari karton yang dapat digerakkan ke

atas dan ke bawah melalui pita/tali. Tugas anak adalah menggerakkan panah-

panah itu sehingga panah kanan menunjukkan nama (kata) dari benda yang

ditunjuk oleh panah kiri.


233

2) Gambar penghubung. Alat ini bersifat self corrective, karena adanya

sambungan tertentu antara kartu gambar dan kartu kata. Tugas anak adalah

menggabungkan kartu gambar dan kata sesuai dengan bentuknya

3) Satu set kwartet yang terdiri atas 5 atau 6 atau 7 helai kartu. Tiap kartu terdiri

dari dua bagian, dimana bagian kiri memuat kata dan bagian kanan memuat

gambar atau dua bagian memuat suku kata. Tugas anak adalah menyusun

kartu-kartu ini dalam sebuah lingkaran.

4) Alat ini terdiri dari 8 sampai 12 helai kartu yang masing-masing berbentuk

ikan, dimana bagian muka dari kartu memuat gambar dan bagian belakang

kartu memuat nama (kata) dari gambar itu. Cara menggunakannya: ikan

diletakkan dengan kata disebelah atas dan anak membacanya. Untuk

mengontrol benar atau tidak dalam membacanya, ikan dibalikkan (dengan

dikail) tiap kali anak menangkap seekor ikan, nama dibacanya jika salah ikan

dikembalikan dalam kolam, jika benar ikan boleh ditahan. Agar ikan dapat

dikail, jepitlah masing-masing dengan sebuah paperclip pada ujung tali

pengail, ikatkan sebuah magnet kecil.

Beberapa media pembelajaran visual lainnya yang dapat membantu proses

belajar mengajar terutama analisa sintese, yaitu:

1) Alat yang terbuat dari dua helai kartu (satu set mainan kwartet) dimana kartu

yang satu memuat nama (kata) dan kartu yang satunya lagi memuat gambar.

Tugas anak mencari kata yang sesuai dengan gambar atau sebaliknya.
234

Tujuannya:

 agar anak belajar cepat mengidentifikasi benda dan nama.

 agar anak menangkap struktur kata dengan cepat.

2) Satu set mainan kwartet, dimana tiap kartu dipotong menjadi dua bagian.

Tugas anak adalah menyusun kata. Bagi anak yang lambat, kata disusunnya

menurut gambar. Sedangkan anak yang telah maju, tidak menghiraukan

gambar. Ia menyusun kata atas strukturnya. Bagi anak demikian gambar hanya

berfungsi sebagai alat pengontrol. Set ini adalah merupakan self corrective

(dapat mengoreksi diri sendiri)

3) Peralatan yang membantu proses mengenal lambang dan bunyi, yaitu kartu

yang memuat huruf/lambang. Dimana titik yang agak besar pada bagian atas

dari kartu menunjukkan bagian atas dari huruf. Panah menunjukkan dimana

harus memulai jika ia menulis huruf.

Cara menggunakannya:

 Huruf ditunjukkan: Siswa mengucapkan bunyinya (bukan namanya)

 Guru menyebut bunyi siswa menunjukkan hurufnya.

 Guru menunjukkan huruf (lambang): siswa menyebut kata-kata yang

mulai/berakhir dengan huruf itu. Misal untuk huruf n: nasi-nangka-amin-

iman-taman, dsb
235

Dalam hal ini tidak perlu mengetahui bagaimana menulis kata yang

disebutnya mungkin anak menyebut kata baru yang belum diajarkan, maka

yang penting adalah mengenal bunyi huruf sebagai bunyi pertama/terakhir

dalam sebuah kata. Justru disinilah terletak kemajuan anak. Kalau anak

melihat huruf “n” lalu menyebut nama mobil maka ia berarti belum tahu

bahwa huruf n adalah lambang untuk bunyi n.

4) Sebuah dadu yang dibuat dari karton tebal, agar kuat dan awet, dibungkus

dengan kain dril. Cara menggunakannya dadu dijatuhkan ke lantai, kalau jatuh

dengan huruf “s” ke atas, anak menyebut bunyi huruf itu/kata yang

mulai/berakhir dengan “s”. Hendaknya instruksi pada anak itu jelas agar tidak

membingungkan anak.

5) Flash card yaitu kartu yang memuat kata dan yang ditunjukkan kepada anak

untuk dilihat selama sekejap mata saja. Dengan tujuan agar anak membaca

kata-kata dengan cepat.

6) Alat ini terdiri dari sehelai karton dibagi dua bagian, dipinggir kiri dan kanan

ada pita tempat menggerakkan huruf ke atas dan ke bawah.

Cara menggunakannya: dengan menggerakkan huruf “s” melalui pita, anak

membaca dari atas ke bawah.

7) “Lemari huruf” yaitu merupakan alat untuk menyusun kata, dibuat dari kotak

korek api dijadikan satu lemari (direkatkan) dan tiap kotak merupakan sebuah

laci. Lemari ini diberikan sebuah dasar, dibuat dari karton. Dipakai 30 buah

kotak agar ada tempat bagi huruf-huruf seperti j, e, ai, au dll. Agar mudah

menarik laci untuk mengambil huruf yang diperlukan, tiap laci diberi manyi.
236

Pada laci yang berisi huruf “a” ditempelkan huruf “a”. tugas anak menyusun

kata dengan huruf dalam laci itu. Dengan alat ini mereka dapat menguji

kekuatan sendiri yaitu dapat dipakai oleh 1-2 orang, jika dua orang dapat

dilakukan dengan bekerja sama, saling membantu dan mengoreksi. Setelah

pekerjaan selesai, anak harus mengembalikan huruf pada tempatnya masing-

masing.

Hal-hal yang terjadi pada anak tiap kali ia menyusun sebuah kata:

 Anak memikirkan kata mana yang akan disusun

 Anak menganalisa kata itu

 Anak mengidentifikasi tiap bunyi dalam kata itu dengan hurufnya.

Kalau anak telah dapat mengerjakan hal ini dengan lancar, ini berarti bahwa

kunci untuk kepandaian membaca telah ada padanya.

8) Papan Kantong

Diperlukan papan triplek/karton tebal dan kartu kata dengan panjang triplek

kira-kira 90 cm dan tinggi 60 cm, pada papan dilekatkan deretan kantong

karton tinggi 5 cm, pada deretan kantong dapat dipindah-pindahkan beberapa

karton-karton kecil yang bertuliskan kata-kata.

9) Teknik strip story, yaitu berupa kartu-kartu kata dibuat dengan karton yang

ditulis kata-kata. Dapat mempermahir siswa menyusun kata-kata menjadi satu

untaian kalimat
237

E. Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak

Hiperaktif

1. Pengembangan Kurikulum

Anak hiperaktif memiliki kemampuan yang berdeferensiasi, serta proses

perkembangan dan tingkat pencapaian programpun juga tidak sama antara satu

dengan yang lainnya. Oleh karena itu kurikulum dapat dipilih, dimodifikasi dan

dikembangkan sendiri oleh guru pembimbing/terapis, dengan bertitik tolak pada

kebutuhan masing-masing anak berdasarkan hasil identifikasi.

Pelayanan pendidikan bagi anak hiperaktif akan lebih baik apabila dimulai

sejak dini (intervensi dini). Sehingga untuk mengembangkan kurikulum mengacu

pada:

a. Program Pengembangan kelompok bermain (usia 2-3 tahun)

b. Kurikulum Taman Kanak-kanak (usia 4-5 tahun)

c. Kurikulum Sekolah Dasar

d. Kurikulum SLB Tuna Rungu

e. Kurikulum SLB Tuna Rungu dan Tunagrahita

Penyusunan program layanan pendidikan dan pengajaran diambil dari

kurikulum tersebut dengan mempertimbangkan kemampuan dan ketidakmampuan

(kebutuhan) anak, dengan modifikasi. Kurikulum bagi anak hiperaktif dititik

beratkan pada pengembangan kemampuan dasar, yaitu:

a. Kemampuan dasar kognitif

b. Kemampuan dasar bahasa/komunikasi

c. Kemampuan dasar bina diri, dan


238

d. Sosialisasi

Apabila kemampuan dasar tersebut dapat dicapai oleh anak dengan

mengacu pada kemampuan anak yang sebaya dengan usia biologi/kalendernya,

maka kurikulum dapat ditingkatkan pada kemampuan pra akademik dan

kemampuan akademik, meliputi kemampuan: membaca, menulis, dan matematika

(berhitung).

2. Pelaksanaan Pembelajaran

Dalam membelajarkan anak hiperaktif digunakan sistem pembelajaran

lovaas one on one (pembelajaran satu guru satu murid) yang didasari oleh model

perilaku kondisioning operant (Operant Conditioning) dimana efektifitas

pengajaran berkaitan dengan kontrol terhadap antecedent/perilaku yang lalu dan

konsekwensi. Yaitu dengan memberikan reinforcement yang positif sebagai kunci

dalam merubah perilaku. Sehingga perilaku yang baik dapat terus dilakukan,

sedangkan perilaku buruk dihilangkan (melalui time out, hukuman, atau dengan

kata “tidak”). Dalam teknisnya program loovas (Discrete Trial Training/DTT dari

Lovaas) ini terdiri dari 4 bagian, yaitu:

a. Stimuli dari guru agar anak berespons

b. Respon anak

c. Konsekwensi

d. Berhenti sejenak dilanjutkan dengan perintah selanjutnya

Sedangkan metode yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif

adalah metode yang memberikan gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga

anak dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang “sesuatu”


239

tersebut. Untuk itu sangat penting dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan

menggunakan media, terutama media visual (gambar), karena dengan gambar-

gambar itu anak lebih mudah belajar memahami.

Media visual (gambar) itu mencakup gambar benda, gambar warna,

gambar bentuk, gambar huruf, gambar angka dan gambar kata kerja.

Kegiatan pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual

gambar, meliputi:

1) Identifikasi Benda

a. Materi yang diajarkan adalah menunjuk dan menyebutkan gambar

b. Media yang digunakan adalah foto dari berbagai benda, dan kartu gambar

c. Proses/Prosedur pembelajaran:

 Identifikasi gambar: Gambar diletakkan di meja di depan anak.

Persiapkan perhatian dan beri perintah “Tunjuk … (nama benda

gambar tersebut)”. Prompt (bantuan/arahkan) anak untuk menunjuk

gambar tersebut dan beri reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya.

Kurangi sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt

sepanjang percobaan berikutnya dan berikan reinforce respons yang

benar saja.

 Melabel gambar: Duduk di kursi berhadapan dengan anak . persiapkan

perhatian dan beri sebuah gambar. Katakan “Ini apa?” Prompt

(bantuan/arahkan) anak untuk melabel (menyebutkan nama benda-

benda) gambar tersebut dan beri reinforce (beri hadiah/pujian)

responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya


240

tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya dan berikan reinforce

respons yang benar saja.

2) Mencocokkan (Matching)

a. Materi yang diajarkan adalah mencocokkan gambar

b. Media yang digunakan adalah benda-benda dan gambar yang identik,

kartu huruf, benda berwarna, kartu angka, dan berbagai bentuk.

c. Proses/Prosedur pembelajaran:

Letakkan benda (benda-benda) pada meja di hadapan anak. Beri sebuah

benda yang cocok/sesuai dengan salah satu benda di hadapan anak dan

berikan perintah “Samakan”. Prompt (bantu) anak untuk meletakkan

benda yang diberikan di atas atau di depan benda yang cocok/sesuai, dan

beri reinforcer (hadiah/pujian). Kurangi sedikit demi sedikit prompt

hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya dan berikan

reinforce respons yang benar saja.

3) Identifikasi warna

a. Materi yang diajarkan adalah mengidentifikasi gambar-gambar dan

melabel (menyebutkan nama) benda-benda dan gambar-gambar.

b. Media yang digunakan adalah kertas warna dan benda-benda berwarna

c. Proses/Prosedur pembelajaran:

 Identifikasi warna: Letakkan bahan-bahan berwarna di meja di

hadapan anak. Persiapkan perhatian dan katakan “Tunjuk … (nama

warna)”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk menunjuk warna yang

benar dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit


241

demi sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan

berikutnya dan berikan reinforce respons yang benar saja.

 Melabel warna: Duduk dikursi berhadapan dengan anak. Persiapkan

perhatian dan perlihatkan sebuah benda berwarna. Katakan “Warna

apa (ini)?”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk melabel warna yang

dimaksud dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi

sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang

percobaan berikutnya dan berikan reinforce respons yang benar saja.

4) Identifikasi Bentuk

a. Materi yang diajarkan adalah identifikasi bentuk dan melabel bentuk

b. Media yang digunakan adalah berbagai bentuk dan gambar

c. Proses/Prosedur pembelajaran:

 Identifikasi bentuk: letakkan sebuah bentuk (berbagai bentuk) pada

meja dihadapan anak. Persiapkan perhatian dan katakan “Tunjuk …

(nama bentuk)”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk menunjuk bentuk

yang benar dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi

sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang

percobaan berikutnya dan berikan reinforce respons yang benar saja.

 Melabel bentuk: Duduk dikursi berhadapan dengan anak. Persiapkan

perhatian dan perlihatkan sebuah bentuk. Katakan “Bentuk apa (ini)?”.

Prompt (bantu/arahkan) anak untuk melabel bentuk yang dimaksud

dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit demi


242

sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan

berikutnya dan berikan reinforce respons yang benar saja.

5) Identifikasi huruf

a. Materi yang diajarkan adalah identifikasi huruf dan melabel huruf

b. Media yang digunakan adalah kartu-kartu huruf

c. Proses/Prosedur pembelajaran:

 Identifikasi huruf: Letakkan huruf (-huruf) pada meja dihadapan anak.

Persiapkan perhatian dan katakan “Tunjuk … (nama huruf)”. Prompt

(bantu/arahkan) anak untuk menunjuk bentuk yang benar dan reinforce

(beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit prompt

hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya dan

berikan reinforce respons yang benar saja.

 Melabel bentuk: Duduk dikursi berhadapan dengan anak. Persiapkan

perhatian dan perlihatkan sebuah bentuk. Katakan “Huruf apa (ini)?”.

Prompt (bantu/arahkan) anak untuk melabel bentuk yang dimaksud

dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit demi

sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan

berikutnya dan berikan reinforce respons yang benar saja.

6) Identifikasi angka

a. Materi yang diajarkan adalah identifikasi angka dan melabel angka

b. Media yang akan digunakan adalah kartu-kartu angka

c. Proses/Prosedur pembelajaran:
243

 Identifikasi angka: Letakkan angka (-angka) pada meja dihadapan

anak. Persiapkan perhatian dan katakan “Tunjuk … (nama angka)”.

Prompt (bantu/arahkan) anak untuk menunjuk angka yang benar dan

reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit

prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya

dan berikan reinforce respons yang benar saja.

 Melabel angka: Duduk dikursi berhadapan dengan anak. Persiapkan

perhatian dan perlihatkan sebuah angka. Katakan “Angka (ber) apa

(ini)?”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk melabel angka yang

dimaksud dan reinforce responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit

prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya

dan berikan reinforce respons yang benar saja.

7) Identifikasi kata kerja

a. Materi yang diajarkan adalah identifikasi kata kerja, melabel kata kerja

dan menirukan gambar

b. Media yang digunakan adalah foto/Gambar aktivitas orang

c. Proses/Prosedur pembelajaran:

 Identifikasi kata kerja: Letakkan gambar aktivitas orang pada meja

dihadapan anak. Persiapkan perhatian dan katakan “Tunjuk …

(gambar aktivitas orang)”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk

menunjuk gambar yang benar dan reinforce (beri hadiah/pujian)

responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya


244

tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya dan berikan reinforce

respons yang benar saja.

 Melabel kata kerja: Duduk dikursi berhadapan dengan anak.

Persiapkan perhatian dan perlihatkan sebuah gambar. Katakan

“Gambar apa (ini)?”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk melabel

gambar yang dimaksud dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya.

Kurangi sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt

sepanjang percobaan berikutnya dan berikan reinforce respons yang

benar saja.

 Persiapkan perhatian anak dan beri perintah “Berdiri … (perintahkan

anak menirukan aktivitas dalam gambar). Prompt (bantu/arahkan) anak

untuk menirukan aktivitas seperti dalam gambar, reinforce (beri

hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit prompt hingga

akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya dan berikan

reinforce respons yang benar saja.

3. Evaluasi

Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif meliputi:

a) Evaluasi proses

Evaluasi proses ini dilakukan seketika pada saat proses kegiatan

berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang

atau pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga. Hal ini dilakukan

pembimbing dengan cara memberi reward atau demonstrasi secara verbal dan
245

konkrit. Di samping itu untuk mengetahui sejauh mana program yang dicapai

anak dapat diketahui dengan cara adanya catatan khusus/buku penghubung.

b) Evaluasi Bulanan

Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau

permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah.

Evaluasi bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah dan

perkembangan anak antara guru dan orang tua anak hiperaktif guna mendapatkan

pemecahan masalah macam apa yang tepat dan cocok untuk anak hiperaktif yang

menjadi contoh kasus. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dengan

mengadakan diskusi bersama atau case conference.

c) Evaluasi Catur Wulan

Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi program yang dimaksud sebagai

tolak ukur keberhasilan program secara menyeluruh. Apabila tujuan program

pendidikan dan pengajaran telah tercapai dan dapat dikuasai anak, maka

kelanjutan program dan kesinambungan program ditingkatkan dengan bertolak

dari kemampuan akhir yang dikuasai anak, sebaliknya apabila program belum

dapat terkuasai oleh anak maka diadakan pengulangan program (remedial) atau

meninjau ulang apa yang menyebabkan ketidak berhasilan pencapaian program.


246

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Prosedur Penelitian

Fokus penelitian ini adalah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran pada anak hiperaktif yang dikhususkan pada penggunaan media

visual (gambar) saja. Fokus ini mengarahkan perhatian kepada aktivitas,

kreativitas, tingkah laku dan tindakan para pelaku dalam peristiwa belajar dan

mengajar di tempat Terapi Anak. Untuk mengkaji masalah tersebut dipilih

pendekatan kualitatif, karena data-data yang terkumpul berupa uraian kata-kata

dan gambar (Moleong, 2000:5). Adapun kegiatan yang dilakukan dalam

penelitian deskriptif ini: pengumpulan data, penyusunan data dan analisis data

yang diperoleh.

Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2001:2) dalam penelitian kualitatif

dapat dikemukakan definisi mengenai metodelogi kualitatif yaitu prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Landasan ini digunakan untuk

menjaring data informan, yaitu para guru dan peneliti dianggap mengetahui

tentang pembelajaran pada anak hiperaktif khususnya dalam penggunaan media

visual (gambar).

Alasan digunakan pendekatan kualitatif karena lebih mudah apabila

berhadapan dengan kenyataan yang tidak terkonsep sebelumnya tentang keadaan

di lapangan yang sebenarnya, pendekatan kualitatif dapat menghasilkan data


247

secara utuh dari informan dan perilaku yang dapat diamati sebagian dari suatu

keutuhan, dan pendekatan kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan dengan

berbagai penajaman pengaruh bersama maupun terhadap pola-pola nilai yang

dihadapi selama penelitian berlangsung.

Sebagai langkah pertama yang dilaksanakan peneliti adalah mengadakan

studi pendahuluan di lokasi penelitian. Dari hasil studi pendahuluan dilakukan

identifikasi mengenai pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media

visual (gambar) di lokasi penelitian, yaitu di Lembaga Terapi Anak Al Tisma

Kudus.

Langkah kedua adalah pengurusan izin penelitian pada pihak-pihak terkait,

sebagai landasan struktural formal untuk dilaksanakannya penelitian.

Langkah ketiga adalah pelaksanaan penelitian untuk mengambil data yang

diperlukan dalam penelitian dengan menggunakan teknik: wawancara, observasi

partisipan dan pengumpulan dokumen.

Untuk memperoleh data perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran anak hiperaktif khususnya dengan menggunakan media visual

(gambar) digunakan dua sumber yaitu sumber data primer dan sumber data

sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya

terhadap pihak yang memerlukan data meliputi para guru Terapi Anak Al Tisma

Kudus, untuk menyaring data tentang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar). Sedangkan data

sekunder yaitu data yang cara mendapatkannya tidak secara langsung melalui

sumbernya, diperoleh dari (1) Kepala Terapi Anak, berkenaan dengan informasi
248

tentang berbagai kegiatan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar dan (2)

dokumentasi tentang statistik jumlah siswa, serta sejarah berdirinya

LembagaTerapi Anak Al Tisma Kudus.

B. Latar dan Sasaran Penelitian

Sesuai dengan pendekatan metodelogis yang digunakan, latar penelitian

ditentukan secara purposif, yakni dengan memilih sebuah kasus pembelajaran

anak hiperaktif di Kota Kudus. Termasuk kategori hiperaktif disini adalah Speech

Delayed dan Hiperaktif (SD & H), Autis dan Hiperaktif (A & H) dan Normal

Hiperaktif dan Kurang Konsentrasi (NH & KK). Speech Delayed dan Hiperaktif

yaitu anak dengan gangguan terlambat bicara dan kelainan perilaku, Autis dan

Hiperaktif yaitu anak dengan gangguan perkembangan yang kompleks

menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi (hanya tertarik

pada dunianya sendiri) dan kelainan perilaku, sedangkan Normal Hiperaktif dan

Kurang Konsentrasi yaitu anak yang mengalami gangguan perilaku tetapi ringan

(hiperaktif ringan) dan kurang kokonsentrasi.

Pemilihan latar penelitian ini ditentukan dengan mendasarkan pada

kelayakan informasi-informasi yang diperoleh dalam proses penelitian di

lapangan. Dengan mempertimbangkan hal ini, terutama dengan melihat dari segi

kualitas tempat terapi dan aksesibilitas, telah dapat dipilih sebuah kasus di tempat

terapi sebagai latar penelitian ini yaitu Terapi Anak Al Tisma Kudus.

Sasaran kajian dalam penelitian ini adalah perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual


249

(gambar). Secara khusus, pertama sasaran kajian diarahkan pada kondisi

lingkungan fisik, karakteristik guru dan siswa dalam pembelajaran dengan

menggunakan media visual (gambar).

Kedua, sasaran kajian diarahkan pada perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi pembelajaran, materi pendidikan, pola komunikasi siswa, aktivitas

belajar pada siswa dan penggunaan media visual (gambar).

Ketiga, kajian diarahkan pada faktor pendorong dan penghambat yang

muncul dalam proses pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar).

C. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan permasalahan dan pendekatan penelitian, maka teknik yang

dipilih untuk mengumpulkan data di lapangan adalah teknik : pengamatan fisik

terfokus, wawancara mendalam, observasi partisipan dan dokumentasi.

1. Pengamatan Fisik Terfokus

Pengamatan fisik terfokus adalah dengan bantuan alat kamera foto

digunakan sebagai teknik untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan hal-

hal fisik yang sesuai dengan masalah penelitian, yang meliputi bangunan fisik

sekolah, alat-alat pembelajaran yakni media visual (gambar) dan proses belajar

mengajar.

2. Teknik Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan

responden dengan menggunakan panduan wawancara (Dian, 1996:66).


250

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak yaitu

pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang

memberikan jawaban atas pertanyaan (Moleong, 2001:135).

Dalam pelaksanaan wawancara dilakukan dengan cara terpimpin yaitu

pewawancara membuat kerangka dan garis besar mengenai pokok-pokok yang

ditanyakan dalam proses wawancara antara lain: identitas informan (baik

informan kunci atau informan pelengkap), pengetahuan tentang proses belajar

mengajar, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dengan

menggunakan media visual (gambar), faktor pendukung dan penghambat dalam

pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar), upaya pemecahan

masalah dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media visual

(gambar). Dengan demikian proses wawancara akan terarah dan tidak akan

menyimpang jauh dari sasaran maupun tujuan yang telah direncanakan. Agar

dalam pelaksanaan wawancara berjalan dengan lancar dan sistematis, maka dibuat

suatu pedoman wawancara.

Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara mendalam, yaitu

wawancara dengan menggunakan bahasa campuran (bahasa daerah dan bahasa

Indonesia) dan melibatkan emosi pada kebebasan dalam sifat kekeluargaan. Hal

ini dilakukan untuk menjaring data-data secara lebih jelas dan mendalam untuk

kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai laporan hasil penelitian.

Di dalam pelaksanaan wawancara dilakukan lebih dari satu kali dengan

mewawancarai informan kunci kemudian ke informan pelengkap secara berurutan

sesuai dengan keadaan informan dalam konteks wawancara yang sebenarnya,


251

sehingga informan yang diperlukan terjaring semua. Karena tujuan wawancara

adalah untuk memperoleh data yang sangat dibutuhkan dalam proses penelitian,

selama berlangsungnya wawancara dilakukan pencatatan dengan mempergunakan

buku catatan di lapangan dan mempergunakan alat perekam (tape recorder)

merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif.

Hasil catatan dan rekaman dari wawancara tersebut nantinya akan menjadi

data yang diperlukan dalam penelitian yang berguna untuk pengecekan verifikasi

data yang diperoleh dari sumber data yang lain.

Teknik wawancara mendalam ini dilakukan dengan para informan kunci,

khususnya Kepala Terapi Anak yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan

wawasan yang cukup luas.

3. Teknik Observasi Partisipan

Observasi dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala

atau fenomena yang diselidiki dengan menggunakan mata sebagai alat tanpa ada

pertolongan alat standar lain (Dian, 1996:60).

Observasi partisipan yaitu pengamatan menjadi anggota penuh dari

kelompok yang diamati, sehingga mempunyai dua peranan yaitu sebagai

pengamatan dan menjadi anggota kelompok yang diamati (Moleong, 2001:126).

Teknik observasi partisipan dilakukan peneliti dengan melibatkan diri

dalam kegiatan pembelajaran, terutama pada saat proses pembelajaran dengan

menggunakan media visual (gambar) dengan tujuan untuk mengetahui ciri

mengenai kondisi dan informasi yang diperlukan.


252

Dalam mengumpulkan informasi, peneliti menggunakan proses

pengamatan peran serta atau partisipasi, sehingga peneliti relatif lebih bebas

dalam membuat catatan yang diperlukan berdasarkan pedoman observasi yang

telah direncanakan.

Di samping menggunakan alat tulis dalam pelaksanaan metode observasi

ini dibantu dengan kamera foto untuk memperkuat argumentasi dengan gambar

visual hasil rekaman kamera foto tersebut.

Berkaitan dengan penelitian ini, maka ada beberapa aspek yang akan

diamati meliputi tiga hal, yaitu setting latar, pelaku dan aktivitas dalam situasi

pembelajaran. Latar yang diamati meliputi situasi umum fisik yang relevan.

Pelaku yang dimaksud disini adalah guru dan murid. Sedangkan aktivitas yang

dimaksud adalah perilaku guru dan murid dalam situasi pembelajaran.

4. Teknik Studi Dokumentasi

Teknik studi dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan data-data

sekunder dari dokumen-dokumen yang mungkin ada dapat mendukung perolehan

data dalam penelitian ini. Studi dokumentasi dilakukan dengan menelusuri catatan

yang ada di daerah penelitian baik yang dimiliki sekolah maupun pihak-pihak

yang berkenaan dengan sekolah tersebut.

Teknik dokumentasi digunakan untuk menjaring data aspek kesejarahan,

berkaitan dengan berdirinya, berkaitan dengan aspek fisik dan dokumen

administrasi, dengan menelusuri data arsip atau dokumen yang berada di kantor

Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus (Moleong, 2001:161).


253

D. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Payton dalam Moleong (1991:103) adalah proses

mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan

satu uraian dasar.

Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu dimulai dari lapangan atau

fakta empiris dengan terjun kelapanagan, mempelajari, menganalisis, menafsir

dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan. Analisis data di

dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data.

Menurut Miles dan Hoberman dalam Rachman (1999:120) peneliti

mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil

wawancara di lapangan. Berikut ini tahapan analisis data yaitu sebagai berikut:

a Pengumpulan data

Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai

dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan.

b Reduksi data

Yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan focus penelitian. Data

yang diperoleh dalam lapangan ditulis dalam bentuk uraian terinci yang akan terus

bertambah sejalan bertambahnya waktu penelitian, oleh sebab itu laporan tersebut

perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal yang

penting, dan dicari tema atau polanya. Disamping itu laporan sebagai bahan

mentah juga perlu disingkatkan direduksi, dan disusun lebih sistematis sehingga

lebih mudah dikendalikan.


254

c Penyajian data (display data)

Yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam pelaksanaan

penelitian penyajian-penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara yang

utama bagi analisis kualitatif yang valid. Untuk menampilkan data-data tersebut

agar lebih menarik maka diperlukan penyajian yang menarik pula. Dalam

penyajian ini dapat dilakukan melalui berbagai macam visual, misalnya gambar,

grafik, chart network, diagram, matrik, dan sebagainya (Milles dan Hoberman,

2000:17)

d Pengambilan keputusan atau verifikasi

Yaitu data-data dari hasil penelitian setelah direduksi, disajikan langkah

terakhir adalah kesimpulan-kesimpulan. Hasil dari data-data yang telah

didapatkan dari laporan penelitian selanjutnya digabungkan dan disimpulkan serta

diuji kebenarannya. Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari satu kegiatan

konvigurasi yang utuh, sehingga kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama

penelitian berlangsung. Verifikasi data yaitu pemeriksaan tentang besar dan

tidaknya hasil laporan penelitian. Kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan

di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna-makna yang muncul

dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya, yaitu

yang merupakan validitasnya (Milles dan Hoberman, 2000:19).

Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperoleh.

Untuk itu peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-

hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya.


255

Tahapan analisis data kualitatif tersebut dapat dilihat dalam bagan di

bawah ini.

PENGUMPULAN DATA

REDUKSI DATA SAJIAN DATA

PENGAMBILAN KEPUTUSAN
ATAU VERIFIKASI

Bagan 3.1. Analisis Data Kualitatif.

Sumber: Milles dan Hoberman dalam Rahman (1999:20)

Keempat komponen tersebut saling mempengaruhi dan terkait. Pertama-

tama peneliti di lapangan dengan mengadakan wawancara atau observasi yang

disebut di tahap pengumpulan data. Karena data yang dikumpulkan banyak maka

diadakan reduksi data. Setelah direduksi kemudian diadakan sajian data, selain itu

pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga tahapan

tersebut selesai dilakukan diambil suatu keputusan atau verifikasi.


256

E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Setelah tahapan analisis data dilakukan, perlu diperhatikan juga keabsahan

data yang terkumpul. Menurut Moleong (2001:173) untuk menetapkan keabsahan

data diperlukan teknik pemeriksaan. Dalam hal ini digunakan teknik 1)

keikutsertaan di lapangan dalam rentang waktu yang panjang (prolonged

engagement), 2) triangulasi (triangulation) dan 3) pengecekan anggota (member

checking).

1) Keikutsertaan di Lapangan dalam Rentang Waktu yang Panjang

Dalam penelitian ini untuk menguji kepercayaan terhadap data yang telah

dikumpulkan dari informan utama yaitu Kepala Terapi Anak Al Tisma Kudus,

maka perlu mengadakan keikutsertaan dalam rentang waktu yang panjang.

Adapun maksud utama adanya perpanjangan di lapangan ini untuk

mengecek kebenaran data yang diberikan baik dari informan utama maupun

informan penunjang.

Sebagai langkah untuk mendukung kebenaran data secara akurat maka

peneliti juga mengadakan pemotretan terhadap tempat terapi, bahan belajar,

kegiatan ketika proses belajar berlangsung. Selain itu peneliti juga mengadakan

pengamatan terhadap data-data mengenai sarana prasarana dan proses belajar

mengajar.

Foto-foto terhadap objek pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan

menggunakan media visual (gambar) dan observasi terhadap data-data ini

dimaksudkan untuk mendukung kebenarannya antara hasil wawancara dengan

kenyataan yang sebenarnya yang ada pada lapangan.


257

2) Triangulasi

Untuk pemeriksaan keabsahan data yang telah dikumpulkan agar

memperoleh kepercayaan dan kepastian data, maka peneliti melaksanakan

pemeriksaan dengan teknik mencari informasi dari sumber lain.. Menurut Patton

dalam Moleong (2001:178) triangulasi dengan sumber lain berarti

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini

dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data informasi hasil observasi

dengan informasi dari hasil wawancara kemudian menyimpulkan hasilnya, (2)

membandingkan data hasil dari informan utama (primer) dengan informasi yang

diperoleh dari informan lainnya (sekunder), (3) membandingkan hasil wawancara

dari informan dengan didukung dokumentasi sewaktu penelitian berlangsung,

sehingga informasi yang diberikan oleh informan utama pada penelitian dapat

mewakili validitas dan mendapatkan derajat kepercayaan yang tinggi.

3) Pengecekan Anggota

Peneliti mengadakan pengecekan anggota dengan tujuan untuk menguji

terhadap derajat kepercaan tentang data-data yang diberikan oleh informan utama.

Pelaksanaan pengecekan anggota ini lebih banyak dilaksanakan peneliti secara

informan, karena anggota yang dimaksudkan adalah guru-guru pembimbing di

Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus, sebagai latar dalam penelitian ini.

Dari kegiatan ini, peneliti telah memperoleh kelengkapan data dan akurasi

data tentang pelaksanaan kegiatan pembelajaran anak hiperaktif dengan

menggunakan media visual (gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus.


258

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Setting Penelitian

a. Tinjauan Historis Terapi Anak Al Tisma Kudus

Terapi Anak Al Tisma Kudus didirikan sejak Maret tahun 2001,

merupakan salah satu tempat terapi untuk anak berkebutuhan khusus, seperti

autisme, hiperaktif, speech delayed (terlambat bicara), disphasia (anak yang

mengalami gangguan pemahaman bahasa yang teramat dalam), IQ rendah,

microcepalus (anak yang lahir dengan ukuran lingkar kepala kurang dari standart

kelahiran), down sindrome, gangguan konsentrasi, retardasi mental (idiot), dan

kurang stimulasi.

b. Letak Geografis Terapi Anak Al Tisma Kudus

Secara geografis Terapi Anak Al Tisma Kudus terletak disudut kota di

Jalan Besito Gang II RT. 06 / RW. 07 No. 259 Gebog Kudus.

Walaupun lokasi terapi ini terletak disudut kota dan ditengah-tengah

perkampungan akan tetapi sangat mudah apabila ditempuh dengan menggunakan

kendaraan umum.

c. Bagan Organisasi Terapi Anak Al Tisma Kudus.

Bagan Organisasi Terapi Anak Al Tisma Kudus dipimpin oleh Kepala

Terapi, dibantu oleh beberapa guru pembimbing/terapis.


259

Adapun personal dari Terapi Anak Al Tisma Kudus. yaitu terdiri dari 7

terapis termasuk didalamnya Kepala Terapi yang juga merangkap sebagai terapis.

(Sumber: Profil Terapi Anak Al Tisma Kudus, 2004)

Mekanisme kerja yang dilakukan adalah semua terapis melaksanakan

tugas sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing, dimana setiap terapis

memegang satu-dua anak dengan sistem pembelajaran individual (lovaas one on

one – satu guru satu murid) di bawah kendali dan supervisi Kepala Terapi.

Adapun pihak-pihak terkait yang diajak kerjasama dalam Terapi Anak Al

Tisma Kudus ini, terutama dalam memberikan solusi untuk menangani anak-anak

yang berkebutuhan khusus, termasuk hiperaktif yaitu:

 Psikolog anak

 Psikiater anak

 Dokter, meliputi dokter spesialis yang menangani gangguan perkembangan

anak, dokter spesialis syaraf, dokter spesialis metabolitas

 Departemen Pendidikan Nasional

 Dan tenaga ahli yang lain seperti: ahli gizi, dlsb.

d. Keadaan Guru, Siswa, Sarana dan Prasarana Terapi Anak Al Tisma Kudus.

1) Keadaan Guru

Terapi Anak Al Tisma Kudus dipimpin oleh 1 Kepala Terapi yang juga

merangkap sebagai terapis dengan dibantu 6 guru pembimbing/terapis yang

berjenis kelamin perempuan semua. Guru pembimbing/terapis di tempat Terapi

Anak Al Tisma Kudus yang bergelar ahli madya hanya 1 orang dan lainnya

adalah tamatan SMA. (Profil Terapi Anak Al Tisma Kudus, 2004).


260

Tabel 4.1. Data Terapis Tahun 2004/2005

NO NAMA TERAPIS ANAK KETERANGAN


1. Nur Halimah Troy Kepala Terapis
2. Endang Sulastri Khusnul Ma’ali, Adinda Terapis
Ayuditya dan Fakhari
Husaini
3. Purwati Dimas, Andi Kumala, Terapis
Alvin dan Galih
4. Sari Naja, Mikail Hima, dan Terapis
Fahmi Qoulani
5. Sumarni Sahrul dan Hilmi Terapis
6. Yuliana Wijayanti Anis dan Martika Terapis
7. Ida Lestariningrum Agusta Fahmi dan Bagas Terapis
(Profil Pendidikan Terapi Anak Al Tisma Kudus,2004)

2) Keadaan Siswa

Pada tahun 2001– 2004 jumlah siswa secara keseluruhan yang diterapi di

Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus berjumlah 24 siswa, sedangkan yang

masih diterapi sampai saat ini kurang lebih ada 15 siswa, dan siswa lainnya yang

dirasa sudah sembuh cukup diterapi di rumah dengan masih tetap berkonsultasi

dengan pihak terapi.

Terapi dilaksanakan setiap hari Senin sampai dengan hari Jumat dan dalam

satu hari dibagi dalam 4 session yaitu:

 Session I dilaksanakan pada pukul 08.00 – 10.00 WIB

 Session II dilaksanakan pada pukul 10.00 – 12.00 WIB

 Session III dilaksanakan pada pukul 13.00 – 15.00 WIB

 Session IV dilaksanakan pada pukul 15.00 – 17.00 WIB


261

Sejak berdiri hingga saat sekarang ini, Terapi Anak Al Tisma Kudus sudah

bisa terbilang sukses, terbukti dengan banyaknya siswa dengan berbagai jenis

berkebutuhan khusus yang disembuhkan melalui terapi ini dan semakin

banyaknya orang tua yang ingin anaknya diterapi disini, akan tetapi dengan

terbatasnya guru/terapis mengakibatkan banyak anak yang ditolak. Hal ini tentu

tidak terlepas dari pembinaan yang diberikan baik oleh kepala terapi maupun para

guru pembimbing/terapis di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus, yang selalu

berupaya keras dalam penyembuhan mereka.

Tabel 4.2. Data Siswa Terapi Anak Al Tisma Kudus Tahun 2001-2004

NO NAMA ALAMAT KEL. UMUR JENIS KELAINAN


1. Dimas Adi Nugraha Ds. Mejobo, Kds Lk 7 th Autis
2. Naja Langgar Dalam, Kds Lk 6 th Speech Delayed
3. Khusnul Ma’ali Bae, Kds Lk 7 th Hiperaktif
4. Mikail Hima Besito, Kds Lk 7 th Disphasia
5. Galih Gebog, Kds Lk 8 th Speech Delayed &
Hiperaktif
6. Andy Kumala Mayong, Jpr Lk 8 th IQ rendah & Autis
7. Ferdinan Troy Kudus Lk 10 th Autis & Hiperaktif
8. M. Haidar Hilmi Kota Pati Lk 5 th ADD
9. Agusta Fahmi Loram, Kds Lk 9 th Autis
10. Fahmi Qoulani Gebog, Kds Lk 9 th Microcepalus
11. Bagas Mejobo, Kds Lk 7 th IQ rendah
12. Alvin Mejobo, Kds Lk 8 th Autis & Hiperaktif
13. Anis Bae, Kds Lk 6 th Speech Delayed dan
Hiperaktif
14. Adinda Ayu Ditya Gebog, Kds Pr 5 th Down Sindrome
262

15. Hanif Al Falih Besito, Kds Lk 9 th Gejala Autis


16. Sadath Haidar Besito, Kds Lk 5 th Gejala Autis
17. Ahmad Fatih Langgar dalam, Kds Lk 6 th ADD
18. Nia Jepara Pr 7 th IQ rendah
19. Famison (Icon) Langgar dalam, Kds Lk 6 th Gangguan Konsentrasi
20. Tito Angguraji Bae, Kds Lk 7 th Gangguan Konsentrasi
21. Rizal Gebog, Kds Lk 7 th Retardasi Mental
22. A. Fachrul Gebog, Kds Lk 7 th Kurang Stimulasi
23. Meka Firanita Gebog, Kds Pr 9 th Retardasi Mental
24. Martika Prambatan, Kds Pr 10 th Normal Hiperaktif &
Kurang Konsentrasi
(Profil Terapi Anak Al Tisma Kudus, 2001-2004)

Dari data tersebut yang termasuk dalam kategori hiperaktif dan sebagai

sasaran penelitian ada 6 siswa, yakni sebagai berikut:

Tabel 4.3. Data Siswa Hiperaktif

NO NAMA KEL. UMUR JENIS KELAINAN


1. Khusnul Ma’ali Lk 7 th Hiperaktif
2. Galih Lk 8 th Speech Delayed & Hiperaktif
3. Ferdinan Troy Lk 10 th Autis & Hiperaktif
4. Alvin Lk 8 th Autis & Hiperaktif
5. Anis Lk 6 th Speech Delayed dan Hiperaktif
6. Martika Pr 10 th Normal Hiperaktif & Kurang
Konsentrasi

3) Keadaan Sarana dan Prasarana Terapi Anak Al Tisma Kudus

Terapi Anak Al Tisma Kudus dilaksanakan di rumah pribadi Kepala

Terapi dengan 5 ruang kelas.


263

Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus mempunyai perlengkapan

pembelajaran seperti di Taman Kanak-kanak (TK), baik itu alat-alat permainan

seperti puzzle, balok kayu dlsb, maupun media pembelajaran seperti papan tulis,

papan planel, buku-buku pelajaran, buku-buku cerita, model/benda-benda tiruan

dan berbagai media visual (gambar), seperti gambar angka, gambar huruf, gambar

warna, gambar binatang, gambar buah-buahan, gambar sayur-sayuran, gambar

alat transpotasi, gambar benda-benda disekitar kita, foto/gambar aktivitas orang

dlsb yang kebanyakan media itu dibuat sendiri dengan sangat sederhana, dimana

media ini sangat berguna sekali untuk menarik perhatian siswa dalam belajar dan

membantu siswa memahami materi pelajaran, disamping itu juga untuk membantu

kita dalam berkomunikasi dengan siswa. Akan tetapi karena terbatasnya tempat

menjadikan tempat terapi ini tidak mempunyai sarana bermain diluar.

Karena dilembaga terapi ini khusus menangani anak-anak yang

berkebutuhan khusus seperti autisme, hiperaktif, speech delayed, down sindrome

dan gangguan lainnya, maka dengan sistem pembelajaran yang digunakan yaitu

lovaas one on one (satu guru satu murid) mengharuskan setiap siswa belajar di

ruangan tersendiri dimana ruangan tersebut tidak diperbolehkan adanya gambar-

gambar/benda yang dipajang yang bisa menarik perhatian siswa. Disamping itu

meja yang digunakan untuk belajar dirancang khusus agar siswa tidak leluasa

bergerak dan tetap konsentrasi pada pelajaran. Begitu juga dengan kursi guru

dibuat sejajar dengan siswa dengan tujuan agar perhatian siswa tidak mudah

teralihkan saat belajar.


264

Ada satu alat yang sangat penting untuk menenangkan anak yang

hiperaktifnya tergolong berat yang bernama Bean Back. Alat ini terdiri dari dua

matras dimana penggunaanya anak di jepit antara dua matras tersebut dan ditindih

oleh seorang guru. Memang kelihatan kejam tapi itulah salah satu cara yang

efektif untuk menenangkan mereka dan mengenalkan pada mereka bahwa alat ini

tidak menakutkan dan membahayakan bagi dirinya.

2. Deskripsi Informasi Pelaksanaan Proses Pembelajaran Anak Hiperaktif

dengan Menggunakan Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak

Al Tisma Kudus.

Sesuai dengan rancangan awal yang menyebutkan bahwa metode

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,

wawancara dan dokumentasi, maka dalam sub bagian ini akan disajikan

informasi, data dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Langkah ini

dilakukan supaya data mentah yang pengambilannya memanfaatkan tape

recorder, kamera, maupun catatan lapangan lebih lanjut dapat dipahami.

Penyajian data dilakukan secara berurutan dari hasil observasi, wawancara

dan dokumentasi, berikut ini disajikan deskripsi penemuan data mengenai tahap

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran anak hiperaktif dengan

menggunakan media visual (gambar). Adapun informan yang dimintai keterangan

sebanyak enam orang yang terdiri dari berbagai unsur yang terkait dalam

pelaksanaan pembelajaran di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus, yaitu kepala

terapi, 3 guru pembimbing/terapis dan 2 orang tua siswa.


265

Demi menjaga kenyamanan informan paska memberi informasi, sesuai

dengan etika penelitian menyebutkan nama hanya dengan menyebutkan inisial

saja yaitu Nh, Pr, Ed, Yl, Nr, Ut.

Informan Penelitian I

Nama : Ibu Nh sebagai Kepala Terapi dan merangkap sebagai guru

pembimbig/terapis anak yang bernama Ferdinan Troy.

Secara umum Kepala Terapi mempunyai tugas mengkoordinator dan

bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan terapi mulai dari pengelolaan

terapi, manajemen keuangan, penataan segala administrasi hingga peningkatan

sumber daya manusia bagi guru/terapis di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus.

(Ibu Nh. 6)

Walaupun dalam menangani anak hiperaktif tidak jauh berbeda dengan

menangani anak berkebutuhan khusus lainnya, akan tetapi pendekatan dan

metode yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif sama dengan

pendekatan dan metode yang digunakan dalam pembelajaran anak berkebutuhan

khusus lainnya. (Ibu Nh. 12)

Pendekatan yang digunakan dalam membelajarkan anak hiperaktif di

tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus yaitu dengan menggunakan pendekatan

individual (lovaas one on one - pembelajaran satu guru satu murid).

Sedangkan metode yang digunakan dalam pengajaran anak hiperaktif

adalah metode yang memberikan gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga

anak dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang “sesuatu”

tersebut. Untuk itu sangat penting dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
266

menggunakan media visual (gambar-gambar), karena dengan gambar-gambar itu

anak lebih mudah belajar memahami. (Ibu Nh. 13)

Menurut Kepala Terapi Anak Al Tisma Kudus dalam upaya

membelajarkan anak hiperaktif tidak mudah. Guru pembimbing sebagai model

untuk anak hiperaktif harus memiliki kepekaan, ketelatenan, kreatif dan konsisten

di dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena anak hiperaktif

pada umumnya mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti orang lain.

Maka guru pembimbing diharuskan untuk mampu memahami dan mengerti anak

hiperaktif.

Beberapa pra syarat yang harus dilakukan dan dipersiapkan oleh seorang

guru pembimbing anak hiperaktif sebelum mengerjakan/melaksanakan kegiatan

belajar mengajar yakni:

1. Menciptakan situasi yang kondusif untuk pembelajaran meliputi:

a) Emosi yang stabil dari anak hiperaktif.

Hal yang terpenting sebelum guru melaksanakan kegiatan pembelajaran

adalah mengkondisikan anak dalam keadaan kestabilan emosi.

b) Ruangan yang tidak terlalu banyak rangsangan (poster, alat-alat belajar,

penempatan atau tata ruang belajar dan penataan struktur ruang, ventilasi

dan penerangan yang cukup).

2. Mengupayakan adanya kontak mata yang sejajar antara guru-siswa

3. Kemampuan untuk meningkatkan ketahanan konsentrasi anak.

4. Mengupayakan kepatuhan dari anak hiperaktif dan pemahaman bahasa

reseptif.
267

5. Pembimbing harus menyadari dan memahami tujuan apa yang akan dicapai

dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Seorang guru pembimbing

anak hiperaktif harus memiliki dedikasi, ketelatenan, keuletan, dan kreativitas

di dalam membelajarkan anak didiknya. Berbicara dengan singkat dan

artikulasi yang jelas, dapat menarik perhatian siswa, tidak menggunakan

aksesoris yang berlebihan, harus tegas dan sabar dalam menghadapi siswa.

Sehingga guru pembimbing harus memahami prinsip-prinsip pendidikan dan

pengajaran untuk anak hiperaktif. (Ibu Nh. 14)

Kurikulum pembelajaran anak hiperaktif yang digunakan di tempat Terapi

Anak Al Tisma Kudus sama dengan kurikulum yang digunakan di tempat-tempat

terapi lainnya yaitu Kurikulum dari Pelatihan Tatalaksana Perilaku (Metode

Lovaas) dan COMPIC yang diselenggarakan oleh Yayasan Autisme Indonesia.

(lamp) (Ibu Nh, 16)

Pendidikan dan pengajaran anak hiperaktif pada umumnya dilaksanakan

berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Terstruktur

Artinya dalam pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan ajar/materi

yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah kemampuan tersebut

dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat diatasnya namun

merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi sebelumnya.

Sebagai contoh untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna

dari instruksi “Ambil bola merah”. Maka materi pertama yang harus dikenalkan

kepada anak adalah konsep pengertian kata “ambil”, “bola” dan “merah”. Setelah
268

anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya adalah

mengaktualisasikan instruksi “Ambil bola merah” kedalam perbuatan kongkrit.

b) Terpola

Terpola disini maksudnya dalam kegiatan anak hiperaktif harus

dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur, baik di sekolah maupun di

rumah (lingkungannya), mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali.

Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang;

dapat dilatih dengan kondisi dilingkungannya, supaya anak dapat menerima

perubahan dari rutinitas yang berlaku (menjadi lebih fleksibel).

c) Terprogram

Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang

ingin dicapai dan memudahkan dalam melakukan evalusi.

d) Konsisten

Konsisten memiliki arti “Tetap”, bila diartikan secara bebas konsisten

mencakup tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru

pembimbing berarti; tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak

sesuai dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing-masing anak

hiperaktif. Apabila anak berperilaku positif/memberi respon positif terhadap

sesuatu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus cepat memberikan

respon positif (reward/penguatan), demikian pula apabila anak berperilaku negatif

(reinforcement). Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah tetap dalam

mempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang

muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten
269

dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan

perlakuan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah disusun

bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi

pembelajaran di sekolah dan di rumah.

e) Kontinyu

Kontinyu disini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran,

program pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan

pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan

di rumah dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, terapi perilaku dan

pendidikan bagi anak hiperaktif harus dilaksanakan secara berkesinambungan,

simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu). (Ibu Nh. 17)

Sarana belajar sangat diperlukan, karena akan membantu kelancaran

proses pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian secara

konkrit bagi anak hiperaktif. Karena pola pikir anak hiperaktif pada umumnya

adalah pola pikir konkrit, sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus

konkrit. Dan kebetulan anak yang diterapi di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus

adalah kebanyakan anak usia prasekolah maka sarana belajarnyapun dsesuaikan

dengan usia pendidikan anak yaitu berupa:

 Alat peraga: pengenalan warna, bentuk, huruf dan angka, benda-benda sekitar,

buah, binatang, kendaraan.

 Alat bantu komunikasi: berupa gambar-gambar yang mewujudkan tujuan

komunikasi dari anak


270

 Alat bantu pengembangan motorik halus: cara memegang pensil,

menggunting, mewarna, dsb

 Alat bantu pengembangan motorik kasar: bola, tali, dlsb

 Mainan edukatif

(Ibu Nh. 15)

Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif adalah:

evaluasi proses yang dilakukan dengan cara seketika pada saat proses kegiatan

berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang

pada saat itu juga, dengan memberi reward (hadiah/pujian)untuk respons yang

benar. Dimana evaluasi ini dicatat dalam lembar penilaian yang setiap harinya

dibawa anak pulang untuk panduan belajar dirumah, dan untuk mengetahui

sampai sejauh mana program yang dicapai anak. Disamping itu juga mengadakan

evaluasi bulanan yang bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau

permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah atau

orang tua di rumah. (Ibu Nh. 19)

Setelah anak diterapi secara terpadu dan terstruktur, dan memperlihatkan

hasil yang menggembirakan (berperilaku seperti anak normal) kemudian anak

dipersiapkan dan diperkenalkan pada pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa,

tetapi melalui tata cara pengajaran untuk anak bermasalah (kelas kecil dengan

jumlah guru besar atau satu guru satu murid, dengan alat visual/gambar/kartu,

instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb) dengan tujuan untuk membantu

anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler dan belajar secara intensif
271

pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga dapat mengejar ketinggalan

dari teman-teman sekelasnya.

Walaupun anak sudah patuh dan dapat berkonsentrasi pada saat terapi,

tetapi di sekolah umum anak masih memerlukan waktu penyesuaian untuk dapat

mengikuti tatacara pengajaran yang berbeda dengan pada saat terapi. Anak biasa

ditangani dengan guru khusus sendirian, dan dikelas anak harus berbagi dengan

teman-temannya dengan bahasa guru yang berbeda dengan terapisnya dan bersifat

klasikal. Ia perlu belajar mengenal dan mengikuti peraturan disekolahnya,

berinteraksi/bersosialisasi dengan teman sebayanya dan harus mengerti instruksi

guru dengan cepat. Untuk itu dalam sekolah anak harus didampingi guru

pembimbing/terapis sampai ia benar-benar bisa mandiri dan mengikuti pelajaran

di sekolah dengan baik. (Ibu Nh. 20)

Tugas seorang shadow/guru pembimbing khusus (GPK) adalah:

1. Menjembatani instruksi guru dan anak

2. Mengendalikan perilaku anak dikelas

3. Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi

4. Membantu anak belajar bermain/berinteraksi dengan teman-temannya

5. Menjadi media informasi antara guru dan orang tua dalam membantu anak

mengejar ketinggalan dari pelajaran dikelasnya.

Akan tetapi banyak persepsi yang salah mengenai guru pembimbing

khusus ini. Guru pembimbing/shadow bukanlah asisten anak disekolah yang

bertugas membantu anak dalam segala hal. Guru pembimbing khusus adalah

seseorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi anak yang
272

bermasalah pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat berjalan

lancar tanpa gangguan. Guru kelas tetap mempunyai wewenang penuh akan

kelasnya serta bertanggung jawab atas terlaksananya peraturan yang berlaku.

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pelaksanaan

program pendidikan dan pengajaran anak hiperaktif, yaitu:

1. Berat-ringannya kelainan/gejala

2. Usia pada saat diagnosis

3. Tingkat kemampuan berbicara dan berbahasa

4. Tingkat kelebihan (streng) dan kekurangan (weakness) yang dimiliki anak

5. Kecerdasan/IQ

6. Kesehatan dan kestabilan emosi anak

7. Terapi yang tepat dan terpadu meliputi guru, kurikulum, metode, sarana

pendidikan, lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat). (Ibu Nh. 22)

Sebagai contoh dalam penanganan anak hiperaktif dan pembelajarannya

dengan menggunakan media visual (gambar) dapat dilihat pada Ibu Nh yang juga

terjun langsung sebagai terapis/guru pembimbing Ferdinan Troy yang mempunyai

gangguan autis (hanya tertarik pada dunianya sendiri) dan hiperaktif, dalam

penanganannya Ibu Nh menempatkan anak ini diruangan khusus (ruangan

kosong) dan didudukkan di meja kursi khusus tujuannya agar anak ini agar tidak

terlalu banyak gerak (hiperaktif) dan tetap kontak mata dengan terapis, disamping

itu agar anak tidak terlalu asyik dengan dunianya sendiri dan agar dia tahu bahwa

dihadapannya itu ada orang yang sedang memperhatikannya. Setelah anak bisa

diam agak lama baru Ibu Nh mulai pelajaran dengan menunjukkan gambar satu
273

persatu dihadapan anak tanpa distraksi/gambar lain dimulai dari materi yang

mudah ke yang sulit (disesuaikan dengan kurikulum) dan disesuaikan dengan

kemampuan anak, karena anak ini cukup cerdas dan cepat tanggap maka semua

materi yang diberikan dengan menggunakan media visual (gambar) tidak

mengalami kendala/hambatan dalam membelajarkannya, tetapi dalam

memberikan materi harus cepat dan cekatan karena kalau lama sedikit konsentrasi

anak akan buyar dan dia mulai banyak gerak lagi. Untuk itulah Ibu Nh selalu

mempersiapkan media visual (gambar) dan mainan edukatif di samping sebelum

pelajaran dimulai. Sehingga hasil pembelajarannya cukup memuaskan dan anak

ini bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya walaupun tingkat kehiperaktifitasannya

sedikit berkurang akan tetapi masih bisa dikendalikan dan seringkali

mengucapkan kata-kata yang tidak jelas arah tujuannya, sehingga Ibu Nh

mendapinginya di sekolah (Ibu Nh. 21)

Informan Penelitian II

Nama : Ibu Pr, Ibu Ed dan Ibu Yl (Guru Pembimbing/Terapis)

Ibu Pr sebagai guru pembimbing/terapis Galih dan Alvin

Ibu Ed sebagai guru pembimbing/terapis Khusnul Ma’Ali

Ibu Yl sebagai guru pembimbing/terapis Anis dan Martika

Melihat tingkah laku anak berkebutuhan khusus sekilas kita tidak bisa

membedakan tergolong tipe apa yang diderita mereka, karena kebanyakan tingkah

mereka itu sama yaitu tergolong anak yang hiperaktif, yang membedakan

hanyalah apakah dia itu tergolong hiperaktif ringan atau hiperaktif berat.

Walaupun sistem dan metode pembelajaran yang digunakan untuk membelajarkan


274

anak berkebutuhan khusus sama tapi dalam penanganan mereka (untuk membuat

mereka tenang dan konsentrasi pada pelajaran) berbeda-beda tergantung dari tipe

apa yang diderita anak itu (Ibu Pr, Ibu Ed dan Ibu Yl)

Ibu Pr sebagai pembimbing anak yang tergolong hiperaktif yaitu Alvin dan

Galih dirasakan ada perbedaan dalam penanganannya. Karena Alvin mempunyai

gangguan autis dan hiperaktif Ibu Pr menekankan agar selalu kontak mata dengan

Alvin agar ia tidak mempunyai kesempatan untuk asyik dengan dunianya sendiri

(misalnya melamun atau sibuk dengan dirinya sendiri sehingga ia tidak

menganggap ada orang dihadapannya). Sedangkan untuk Galih karena dia

mempunyai gangguan speech delayed (terlambat bicara) dan hiperaktif Ibu Pr

menekankan dalam berkomunikasi, bagaimana caranya agar anak itu mau

berbicara dan mau menirukan apa yang Ibu Pr ucapkan, sehingga anak itu

mengerti/maksud dari perintah Ibu Pr, tentunya ini harus dengan prompt.

Sedangkan Ibu Ed dalam menangani Khusnul Ma’Ali yang mempunyai

gangguan autis dan hiperaktif dengan cara menatap mata si anak dan memegangi

kedua tangannya agar tidak bergerak kesana kemari sampai anak itu benar-benar

bisa tenang.

Dan Ibu Yl dalam menangani Anis yang mempunyai gangguan speech

delayed (terlambat bicara) dan hiperaktif dan Martika yang mempunyai gangguan

normal hiperaktif (hiperaktif ringan) dan kurang konsentrasi dirasakan tidak jauh

berbeda antara keduanya. Kalau Anis, dalam menyampaikan lebih dipertajam

bahasanya agar dia lebih memahami maksud dari ucapan/perintah kita. Sedangkan

Martika lebih mengkonsentrasikan anak itu pada tugas yang diberikan, karena
275

anak itu seringkali mengabaikan tugas yang diberikan dan tidak jarang dalam

menyampaikan perintah harus diulang-ulang, walaupun sebenarnya anak itu

cukup pintar.

Sebelum mengajarkan anak hiperaktif yang harus dipersiapkan terlebih

dahulu adalah program pembelajaran, alat peraga dan konsep/cara membelajarkan

anak hiperaktif (Ibu Pr). Selanjutnya yang paling penting dalam membelajarkan

anak hiperaktif adalah mempersiapkan konsentrasi anak (Ibu Ed) dan tidak

memberi waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri (Ibu Yl).

Menurut (Ibu Ed dan Ibu Yl) cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas

yaitu:

 Pertama kita berusaha menenangkan mereka. Pegang kedua tangannya dengan

lembut, kemudian ajaklah untuk duduk diam. Hal ini penting sekali untuk

melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan.

 Setelah bisa duduk lebih lama, baru dimulai pembelajarannya sesuai dengan

kurikulum yang sudah ada, tetapi tidak semudah itu karena ditengah-tengah

pelajaran anak sudah mulai banyak gerak sehingga konsentrasi buyar.

 Berilah pujian setiap anak berhasil melakukan sesuatu dengan benar.

Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.

 Apabila anak sulit untuk diajarkan berilah dia iming-iming, seperti hadiah

untuk menarik minat mereka untuk belajar.

 Disampaikan secara tegas dan lugas (Ibu Pr).


276

Agar proses belajar mengajar berjalan dengan lancar maka dalam

berkomunikasi dengan anak hiperaktif dapat dilakukan dengan cara:

• Menatap mata si anak dengan tanpa bicara berbelit-belit karena itu akan

menyulitkan anak untuk memahami perkataan kita (Ibu Yl)

• Berbicara harus singkat, tegas, jelas, dan bermakna dan apabila ada yang tidak

dimengerti oleh anak kita gunakan gambar (visual) yang kita ibaratkan apa

yang kita ucapkan untuk membantu kita dalam berkomunikasi (Ibu Pr dan Ibu

Ed)

Disamping menggunakan mainan edukatif seperti puzzle, balok kayu dlsb

dalam membelajarkan anak hiperaktif juga harus menggunakan alat bantu

pengajaran terutama media visual (gambar), karena media visual (gambar) ini

sangat penting untuk menarik perhatian/minat mereka dalam belajar. Gambar-

gambar itu mencakup bidang: gambar-gambar yang ada dilingkungan yaitu

didalam rumah, diluar rumah, mengenal berbagai gambar yang kita lihat dalam

kehidupan sehari-hari yaitu gambar sayur-sayuran, buah-buahan, binatang, alat

transportasi dan berbagai hal yang belum mereka ketahui. (Ibu Pr)

Hampir semua mata pelajaran dalam membelajarkan anak hiperaktif

dengan menggunakan media visual (gambar) terutama dalam mengenalkan suatu

benda atau hal lain dalam membimbing anak untuk melakukan sesuatu. (Ibu Yl)

Pembelajaran dengan menggunakan media visual mencakup berhitung (mengenal

angka), membaca (mengenal huruf), mengenal nama-nama benda disekitar kita

dan aktifitas orang. Cara membelajarkannya dikelas: dengan disampaikan satu

persatu di depan anak tanpa distraksi/gambar lain, lalu kita tingkatkan tahap demi
277

tahap jumlah-jumlah apa yang kita berikan ( dimulai dari gambar yang sederhana

sampai gambar yang rumit sesuai dengan kurikulum yang ada). (Ibu Ed)

Faktor yang mendukung penggunaan media visual (gambar) dalam

pembelajaran anak hiperaktif adalah

• Untuk membimbing anak dalam memahami suatu benda atau hal yang baru

(Ibu Yl)

• Karena anak hiperaktif juga mempunyai gangguan pemahaman dalam bahasa

memungkinan dengan menggunakan media visual akan

mempermudah/membantu kita dalam berkomunikasi/berinteraksi. (Ibu Ed)

• Dengan gangguan konsentrasi dalam belajar dan tingkat keaktifannya

memungkinkan penggunaan media visual itu akan menarik minat mereka

dalam belajar, apalagi jika gambar-gambar itu berwarna, anak akan lebih

tertarik untuk melihat dan memperhatikan apa yang kita sampaikan. (Ibu Pr)

Menurut (Ibu Pr) kesulitan pertama kali dalam memperkenalkan anak pada

suatu media visual (gambar) adalah apabila dalam penanganannya anak pertama

kali. Anak selalu dalam kondisi yang tidak tenang, sulit memperhatikan, untuk itu

pada saat akan mengeluarkan gambar tidak diperkenankan mengeluarkan banyak,

tetapi harus satu terlebih dahulu, kemudian ditambah lagi sesuai dengan kondisi

dan perkembangan anak itu tadi. Sedangkan menurut (Ibu Ed) kesulitannya adalah

apabila kita memperkenalkan pada gambar yang terlihat asing bagi mereka,

dengan tingkahnya yang tidak bisa diam dan konsentrasinya yang mudah pudar,

kita harus berusaha mengulangi sampai benar-benar anak itu tahu/memahami.

Dan menurut (Ibu Yl) kesulitannya yaitu pada awal-awalnya anak mulai
278

ditangani. Tidak hanya memperkenalkan pada suatu media tapi untuk mulai

pembelajarannya saja itu sulit, sehingga waktu dua jam itu hanya digunakan untuk

menenangkan anak.

Dan hasil dari pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar)

ini dirasakan sudah cukup berhasil. Terbukti sekarang Alvin sudah bisa

dikendalikan emosinya dan bisa mengikuti pelajaran dengan baik walaupun dia

masih bingung membedakan antara jantan dan betina tetapi dengan prompt

akhirnya dia mengerti juga, dan dia masih suka mengoceh sendiri yang tidak jelas

arah tujuannya. Dan Galih kosa kata bicaranya sudah mulai meningkat, walaupun

dalam mengartikan gambar dengan dua kata ia masih agak sulit (Ibu Pr)

Sedangkan Khusnul Ma’ali terbukti dengan hiperaktifitasnya mulai berkurang,

sudah bisa berkonsentrasi dan dapat diajak komunikasi. Dan dalam pelajaran tidak

ada kendala, dia bisa mengikuti dengan baik, walaupun awalnya ia agak kesulitan

membedakan bentuk lingkaran dan oval. (Ibu Ed). Dan Anis terbukti kalau sudah

bisa bicara walaupun cedal dan dalam membaca hurufnya ada yang dihilangkan

seperti biru menjadi bi u, putih menjadi uti, kotak menjadi otak tetapi dia cukup

pintar terbukti kalau nilai-nilainya itu baik. Dan untuk Martika walaupun dia

kurang konsentrasi dalam belajar dan penangkapannya itu kurang tetapi dengan

ketelatenan dan pembelajaran yang berulang-ulang hasilnyapun cukup

memuaskan. (Ibu Yl)


279

Informan Penelitian III

Ibu Nr dan Ibu Ut (orang tua siswa)

Seorang anak diketahui hiperaktif biasanya ketika anak itu mulai tumbuh

yaitu menginjak usia 2 tahun. Ciri-cirinya dapat dilihat dari gerakan-gerakannya,

perilakunya, kontak matanya, jam kurang tidur dan yang paling penting adalah

hasil dari diagnosa dokter.(Ibu Nr dan Ibu Ut)

Anak hiperaktif akan terlihat jelas saat ia mulai terlambat berbicara,

biasanya ia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi terutama dalam

mengucapkan kata-kata (berbicara). Ia suka mengoceh sendiri seperti orang latah

dan bicaranya tidak jelas arah tujuannya (Ibu Ut).

Saat diketahui itulah sebaiknya anak dibawa ke dokter anak, dari situlah

mungkin dokter akan menganjurkan untuk membawa ke tempat-tempat terapi

anak yang khusus menangani anak yang bermasalah (mempunyai gangguan

perkembangan) untuk membantu kesembuhan mereka (Ibu Nr).

Di rumah sebaiknya orang tua juga menyediakan perlengkapan

pembelajaran seperti yang ada di tempat terapi untuk mengajarkan/mengulang

kembali apa yang diajarkan di tempat terapi, walaupun anak cenderung lebih tidak

konsentrasi, manja karena diajari oleh orang tuanya sendiri, tetapi kita harus tetap

konsisten untuk mengajarinya pada jam yang sudah ditentukan (Ibu Nr) dan

apabila masih sulit untuk diatasi salah satunya jalan adalah dengan memberikan

obat penenang dari dokter yang tentunya penggunaannya sesuai dengan resep

dokter.(Ibu Ut). Dengan demikian kita akan tahu perkembangan anak tiap harinya,

baik itu di tempat terapi maupun dirumah.


280

Selain itu orang tua juga harus memperhatikan makanan yang dimakan

anaknya yang hiperaktif sesuai dengan anjuran dokter dan guru ditempat terapi.

Karena kebanyakan makanan yang dijual terbuat dari bahan yang dilarang untuk

dimakan anak hiperaktif, maka biasakanlah dulu anak makan dengan

masakan/makanan yang dibuat sendiri, jika anak menangis minta dibelikan

makanan maka selaku orang tua adalah memberi pengertian bahwa makanan itu

tidak boleh agar cepat sembuh (Ibu Nr). Dan untuk menunjang kelancaran

alangkah baiknya jika satu keluarga juga ikut diet (Ibu Ut).

B. ANALISIS DATA

Proses analisis data dimulai dari menelaah seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber wawancara, catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar,

foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel dan sebagainya (Moleong, 1998:

103). Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah maka langkah berikutnya adalah

mengadakan reduksi data, menyusunnya dalam satuan-satuan yang selanjutnya

akan dikategorikan. Berkaitan dengan proses analisis data tersebut maka pada

bagian ini akan disajikan urutan proses analisis data dari mulai penyusunan

satuan-satuan. Sedangkan proses analisis data telah dilakukan sejak penyusunan

deskripsi penemuan data pada sub bab IV A.

Berdasarkan data temuan hasil wawancara dengan keenam informan

penelitian yaitu (Nh, Pr, Ed, Yl, Nr dan Ut), hasil observasi dan hasil dokumentasi

dibawah ini disajikan data yang kemudian akan dilakukan kategorisasi.


281

Sedangkan analisis data mengenai tiap-tiap satuan dari sumber data akan disajikan

dalam laporan.

Setelah pemrosesan satuan (unityzing), langkah selanjutnya adalah analisis

data. Kategorisasi ini didasarkan pada tujuan dan kemiripan isi dengan

menggunakan kriteria tertentu. Kategori perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar) di

Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus dapat disajikan sebagai berikut:

1. Perencanaan Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan

Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus

Berdasarkan hasil observasi, kurikulum yang digunakan untuk

pembelajaran anak hiperaktif di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus mengacu

pada kurikulum dari Pelatihan Tatalaksana Perilaku (Metode Lovaas) dan

COMPIC yang diselenggarakan oleh Yayasan Autisme Indonesia (Lamp).

Dimana hal tersebut juga dikuatkan oleh Kepala Terapi yang menjelaskan sebagai

berikut:

Dalam membelajarkan anak hiperaktif kami menggunakan kurikulum


yang sudah banyak digunakan di tempat-tempat terapi lainnya yaitu dari
Pelatihan Tatalaksana Perilaku (Metode Lovaas) dan COMPIC yang
diselenggarakan oleh Yayasan Autisme Indonesia yang tentunya
disesuaikan dengan tingkat perkembangan kemampuan anak, dan tidak
mampuannya, usia anak, serta memperhatikan sumber daya/lingkungan
yang ada.
282

2. Pelaksanaan Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan

Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus

Berdasarkan hasil observasi di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus

pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif dilakukan dikamar khusus bebas

distraksi. Dimana hal tersebut juga dikemukakan oleh Kepala Terapi yang

menjelaskan sebagai berikut:

Pembelajaran anak hiperaktif dilakukan diruangan yang tidak terlalu


banyak rangsangan (poster, alat-alat belajar, penempatan atau tata ruang
belajar dan penataan struktur ruang, ventilasi dan penerangan yang cukup).

Pembelajaran ini dilaksanakan dengan menggunakan sistem individual

(lovaas one on one) dimana pembelajarannya setiap satu guru memegang satu

murid atau dua guru memegang satu murid dan ini berlaku bagi anak yang masih

sangat sulit untuk dikendalikan (hiperaktif berat) dan bersifat sementara sampai

tingkat kehiperaktifitasan anak sedikit berkurang. Dimana guru yang satu (terapis)

duduk berhadapan dengan anak memberikan materi pelajaran dan guru yang

satunya lagi (asisten terapis) duduk dibelakang anak/memangku anak dan

memegangi anak sambil mengarahkan.

Sedangkan metode yang digunakan di Lembaga Terapi Anak Al Tisma

Kudus ini adalah perpaduan dari metode yang ada, dimana penerapannya

disesuaikan kondisi dan kemampuan anak serta materi dari pengajaran yang

diberikan kepada anak. Metode ini memberikan gambaran konkrit tentang


283

“sesuatu”, sehingga anak dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian

tentang “sesuatu” tersebut.

Dimana hal tersebut juga dikemukakan oleh Kepala Terapi yang

menjelaskan sebagai berikut:

Disini kami dalam membelajarkan anak hiperaktif mengggunakan


pendekatan individual (lovaas one on one - pembelajaran satu guru satu
murid). Sedangkan metode yang kami gunakan adalah metode yang
memberikan gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga anak dapat
menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang “sesuatu” tersebut.
Untuk itu sangat penting dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar-gambar), karena dengan gambar-
gambar itu anak lebih mudah belajar memahami.

Disamping mainan edukatif penggunaan media visual (gambar) sangat

mutlak diperlukan dalam pembelajaran anak hiperaktif, karena akan membantu

kelancaran proses pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian

secara konkrit bagi anak hiperaktif, seperti yang dikemukakan oleh para

terapis/guru pembimbing di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus, diantaranya

adalah Ibu Yl yang menjelaskan bahwa penggunaan media visual (gambar) sangat

diperlukan untuk membimbing anak dalam memahami suatu benda atau hal yang

baru. Sedangkan Ibu Pr menjelaskan bahwa media visual itu sangat diperlukan

karena disamping anak ini hiperaktif ia juga kehilangan konsentrasi, dan biasanya

juga diimbangi dengan gangguan pemahaman bahasa yang teramat dalam, apa

yang tidak diketahui oleh anak hiperaktif divisualkan lewat gambar-gambar, dan

dengan gambar-gambar yang berwarna, anak akan jadi lebih tertarik untuk
284

melihat dan memperhatikan apa yang disampaikan, disamping itu cara yang

termudah untuk menyampaikan kepada anak supaya mengerti adalah dengan

menggunakan media visual (gambar). Hal senada juga dikemukakan oleh Ibu Ed

yang menjelaskan sebagai berikut:

Karena anak hiperaktif juga mempunyai gangguan pemahaman dalam


bahasa kemungkinan dengan menggunakan media visual akan
mempermudah/membantu kita dalam berkomunikasi/berinteraksi. Lalu
dengan gangguan konsentrasi dalam belajar dan tingkat keaktifannya itu
memungkinkan penggunaan media visual itu akan lebih menarik minat
anak dalam belajar.

Hampir semua mata pelajaran dalam membelajarkan anak hiperaktif

dengan menggunakan media visual (gambar), terutama dalam mengenalkan suatu

benda atau hal lain dalam membimbing anak untuk melakukan sesuatu, tak

terkecuali di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus ini.

Sesuai dengan kurikulum yang sudah ada, pembelajaran dengan

menggunakan media visual (gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus

itu mencakup:

1. Identifikasi benda dan melabel (menyebutkan) gambar

Media yang digunakan adalah foto dari berbagai benda, dan kartu gambar.

2. Mencocokkan (Matching)

Media yang digunakan adalah benda-benda dan gambar yang identik, kartu

huruf, benda berwarna, kartu angka, dan berbagai bentuk.


285

3. Identifikasi warna dan melabel warna

Media yang digunakan adalah kertas warna dan benda-benda berwarna

4. Identifikasi bentuk dan melabel bentuk

Media yang digunakan adalah berbagai bentuk dan gambar

5. Identifikasi huruf dan melabel huruf

Media yang digunakan adalah kartu-kartu huruf

6. Identifikasi angka dan melabel angka

Media yang digunakan adalah kartu-kartu angka

7. Identifikasi kata kerja, melabel kata kerja dan menirukan gambar

Media yang digunakan adalah foto/gambar aktivitas orang

Menurut Kepala Terapi Anak yang juga terjun langsung dalam mengajar

anak hiperaktif, cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas dengan

menggunakan media (visual) gambar adalah sebagai berikut:

Setelah anak bisa diam agak lama baru memulai pelajaran dengan
menunjukkan gambar satu persatu dihadapan anak tanpa distraksi/gambar
lain dimulai dari materi yang mudah ke yang sulit (disesuaikan dengan
kurikulum) dan disesuaikan dengan kemampuan anak dan dalam
memberikan materi harus cepat dan cekatan karena kalau lama sedikit
konsentrasi anak akan buyar dan dia mulai banyak gerak lagi.

Apabila disaat pelajaran berlangsung konsentrasi anak mulai hilang dan

anak sulit untuk dikendalikan maka guru biasanya akan memegangi kedua

tangan atau pipi (sekitar kepala) anak itu, bila perlu kaki anak dijepit di antara

paha guru atau tungkai guru/terapis menjepit/merangkum kursi di belakang anak


286

dan menatap anak itu dan mengatakan “… (nama anak) lihat” dan mengatakan

“Tidak…”. Tindakan dan kata-kata inilah yang selalu diucapkan guru untuk

mencegah/melarang anak yang berbuat sesuka hati bahwa perbuatannya itu

salah/tidak benar dan untuk melarang/menyuruh diam disaat anak mengoceh

sendiri, bukannya ditertawakan karena lucu, sebab dengan ditertawakan akan

membuat anak itu merasa bangga karena merasa diperhatikan dan merasa bahwa

apa yang dilakukannya/diucapkannya itu benar/baik. Sebaliknya apabila anak

sudah mulai mengerti dengan maksud kita dan berusaha memperbaiki

tindakannya yang salah baru kita katakan “ya”.

Cara membelajarkan anak hiperaktif dengan menggunakan media visual

(gambar) ini juga diperjelas oleh para terapis/guru pembimbing di Lembaga

Terapi Anak Al Tisma Kudus, antara lain adalah Ibu Pr yang menjelaskan sebagai

berikut:

Gambar-gambar yang sudah kita dapatkan kita potong-potong dalam


bentuk kecil-kecil kemudian kita sampaikan satu persatu di depan anak
tanpa distraksi/gambar lain, lalu kita tingkatkan tahap demi tahap jumlah-
jumlah apa yang kita berikan. Dan dalam mengajar kita sampaikan secara
tegas, lugas dan setiap kali respon yang diberikan oleh anak harus kita
kasih reinforcer, bisa berupa imbalan/hadiah, applaus, tepuk tangan dan
acungan jempol.
287

Sedangkan menurut Ibu Ed cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas

adalah:

 Pertama kita berusaha menenangkan mereka. Pegang kedua tangannya dengan

lembut, kemudian ajaklah untuk duduk diam. Hal ini penting sekali untuk

melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan.

 Setelah bisa duduk lebih lama, baru dimulai pembelajarannya sesuai dengan

kurikulum yang sudah ada, dari gambar yang sederhana sampai gambar yang

rumit.

 Berilah pujian setiap anak berhasil melakukan sesuatu dengan benar.

Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.

 Apabila anak sulit untuk diajarkan berilah dia iming-iming, seperti hadiah

untuk menarik minat mereka untuk belajar.

Hal senada juga diperkuat oleh Ibu Yl yang menjelaskan bahwa cara

membelajarkan anak hiperaktif yang dilakukan adalah menyuruh anak untuk

duduk dan memusatkan perhatian mereka dengan menatap mata anak dan

memegang kedua tangannya, setelah anak diam beberapa lama baru kita mulai

pembelajarannya secara bertahap dimulai dari yang mudah/sederhana sampai ke

yang rumit sesuai dengan kurikulum yang sudah ada..

Sedangkan berdasarkan hasil observasi, guru dalam memberikan

perintah/instruksi pada anak adalah dengan disampaikan secara singkat, jelas dan

konsisten dan dengan suara netral (cukup keras, tegas dan bukan membentak)

tujuannya agar anak mudah memahami.


288

Singkat maksudnya dalam memberikan perintah guru hanya mengucapkan

satu kata (kata kuncinya saja) dan bukan kalimat yang panjang, karena anak

hiperaktif mempunyai gangguan perlambatan dalam menangkap pesan seperti

suara radio gelombang pendek (suara hilang timbul) sehingga anak hanya

menangkap sepotong-potong. Apabila materi pelajaran identifikasi gambar maka

guru memberikan perintah “Tunjuk … (nama gambar tersebut)” dan apabila

materi pelajaran melabel (menyebutkan) guru memberi perintah “Ini apa?” atau

“Apa ini?” dan apabila materi pelajaran mencocokkan (matching) guru memberi

perintah “Samakan” atau “Kasih ke Ibu”, selanjutnya untuk menyuruh anak

menirukan gambar guru memberikan perintah “Berdiri … (perintahkan anak

menirukan aktivitas dalam gambar)”.

Jelas maksudnya guru dalam memberikan perintah sesuai dengan apa yang

ingin diajarkan. Ingin mengajarkan imitasi beda dengan mengikuti perintah

sederhana (satu-tahap). Misalnya dalam pelajaran Imitasi: instruksi “Tiru” berarti

guru/terapis memberikan contoh (misal: tepuk tangan). Dan dalam perintah

sederhana : instruksi “Tepuk tangan” berarti tangan guru/terapis diam sama sekali.

Sedangkan konsisten maksudnya dalam memberikan perintah/instruksi

kata yang diucapkan harus persis sama untuk instruksi selanjutnya. Misalnya

instruksi “masukkan” jangan diganti “masukkin”, “masukken” atau “masuppin”

karena ini akan membingungkan anak. Untuk itu dalam membelajarkan anak

hiperaktif harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, hemat kata

dan hemat gerakan.


289

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang diperoleh dari para

terapis/guru pembimbing di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa cara membelajarkan anak hiperaktif dikelas adalah:

 Pertama guru mempersiapkan perhatian anak dan berusaha menenangkan

mereka. Dengan cara menatap mata anak dan memegangi kedua tangannya

dengan lembut, kemudian diajak untuk duduk diam. Hal ini penting sekali

untuk melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan.

 Setelah keadaan tenang dan bisa duduk lebih lama, guru mulai pelajaran

dengan mengambil satu gambar dan meletakkan di atas meja di depan anak,

kemudian guru memberi perintah/instruksi sesuai dengan materi yang akan

diajarkan.

 Dalam memberikan perintah/instruksi ini guru menyampaikan dengan singkat,

jelas dan konsisten dan dengan suara netral (cukup keras, tegas dan bukan

membentak) agar anak mudah memahami.

 Apabila dalam pembelajaran, anak masih tahap pengenalan atau mengalami

kesusahan, guru memberikan prompt (bantuan/arahan) pada anak dan setiap

kali anak berhasil melakukan sesuatu dengan benar guru memberikan

reinforce (hadiah/pujian/tepukan). Tujuannya untuk meningkatkan rasa

percaya diri anak. Dan apabila anak sudah mulai menguasai materi

pelajaran/merespon dengan benar, maka guru mengajar tanpa prompt dan

memberikan reinforce respons yang benar saja.

 Apabila anak sulit untuk diajarkan maka berilah dia iming-iming, seperti

hadiah untuk menarik minat mereka untuk belajar.


290

Berdasarkan hasil observasi di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus

dengan menggunakan catatan lapangan, ada berbagai macam cara yang digunakan

guru dalam mengajar mata pelajaran mencocokkan (matching), yaitu:

1. Guru meletakkan sebuah benda dihadapan anak dan berbagai macam gambar

yang berbeda (max 5 gambar) dan anak disuruh mencocokkan/memilih

gambar yang sesuai dengan benda.

2. Guru meletakkan dua kelompok gambar yang mempunyai gambar

berpasangan dan anak disuruh mencocokkan/memasangkan gambar-gambar

itu..

3. Guru memegang satu gambar dan meletakkan beberapa gambar dihadapan

anak lalu anak disuruh memilih gambar yang sesuai dengan gambar yang

dipegang guru.

Sedangkan dalam pelajaran identifikasi warna guru juga menggunakan

tehnik insidental (berkebetulan). Dengan cara mengatur benda-benda yang

berlainan warna, tetapi diluar jangkauan anak. Jika anak meminta benda tersebut,

maka guru akan menanyakan terlebih dahulu apa warna benda tersebut sebelum

memberikannya.

Dalam identifikasi kata kerja, menirukan gambar/melakukan aktivitas guru

biasanya memulai dengan memerintahkan anak untuk mengambil sesuatu yang

ada di sekitar/diruang kelas kemudian anak diajarkan pada hal-hal yang lebih

spesifik dan anak diperintahkan meniru guru (misalnya minum dari gelas, makan

dengan menggunakan sendok dan garpu, menggosok gigi, melepas sepatu, dlsb).
291

3. Evaluasi Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan Media

Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus

Dari hasil observasi dan wawancara dengan Kepala Terapi, evaluasi yang

digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif di Lembaga Terapi Anak Al Tisma

Kudus ini adalah evaluasi proses dan evaluasi bulanan.

Evaluasi proses dilakukan seketika pada saat proses kegiatan berlangsung,

dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang pada saat itu

juga, dengan memberi reward (hadiah/pujian) untuk respons yang benar. Evaluasi

ini dicatat dalam lembar penilaian, dimana lembar penilaian ini setiap harinya

dibawa anak pulang untuk panduan belajar dirumah, dan untuk mengetahui

sampai sejauh mana program yang dicapai anak, dengan ketentuan penilaian yaitu

jika anak menguasai materi pelajaran atau memberikan respons benar maka anak

mendapat nilai A, dan apabila anak mengalami kendala/hambatan dalam

menerima pelajaran maka anak mendapatkan nilai P yang berarti belum bisa atau

nilai P+ yang berarti sudah mulai/sesekali bisa, untuk itulah anak harus

dibantu/diarahkan (prompt setengah/sebagian/ringan) (nilai P++) hingga akhirnya

anak mendapatkan nilai A yang berarti anak benar-benar menguasai.

Sedangkan evaluasi bulanan bertujuan untuk memberikan laporan

perkembangan atau permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh

pembimbing di sekolah atau orang tua di rumah. Evaluasi bulanan ini dilakukan

dengan cara mendiskusikan masalah dan perkembangan anak antara guru dan

orang tua anak hiperaktif guna mendapatkan pemecahan masalah macam apa yang

tepat dan cocok untuk anak hiperaktif yang menjadi contoh kasus. Hal ini dapat
292

dilakukan oleh guru dan orang tua dengan mengadakan diskusi bersama (case

conference)

Berdasarkan lembar penilaian pada 6 anak hiperaktif dari evaluasi proses,

yang hanya dikhususkan pada mata pelajaran dengan menggunakan media visual

(gambar), maka diperoleh hasil evaluasi pembelajaran sebagai berikut:

Khusnul Ma’ali

1. Identifikasi Benda

Dalam pembelajaran identifikasi benda dari beberapa jenis gambar yang

diajarkan yaitu gambar binatang, gambar buah-buahan, gambar sayuran dan alat

transportasi, anak menunjukkan tingkat penguasaan yang baik terbukti selama 3

kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A.

2. Mencocokkan (Matching)

Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) baik itu matching warna,

matching huruf besar, matching bentuk, matching binatang, matching buah-

buahan dan matching sayuran, anak dinyatakan telah menguasai materi dengan

baik bahkan ia melaksanakannya dengan waktu yang cepat ini terbukti karena

selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A dan A+.

3. Identifikasi warna

Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai

materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan

seterusnya mendapatkan nilai A


293

4. Identifikasi Bentuk

Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,

wajik, lingkaran dan trapesium) anak dinyatakan telah menguasai materi dengan

baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya

mendapatkan nilai A, akan tetapi ia agak sulit membedakan antara lingkaran dan

oval sehingga harus diulang beberapa kali baru ia memahami , ini terbukti bahwa

pertemuan pertama ia mendapatkan nilai P+ dimana anak sudah mulai/sesekali

bisa menjawab dan pertemuan selanjutnya anak mendapatkan nilai P++ dimana

anak sudah bisa tetapi dengan prompt setengah/sebagian/ringan.

5. Identifikasi huruf

Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama

huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti

karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A

6. Identifikasi angka

Dari pembelajaran identifikasi angka 1-10 anak tidak mengalami kendala

saat ditanya bahkan ia cepat hafal walaupun ditanya sampai beberapa kali

pertemuan dan angkanya diacak ini terbukti bahwa 3 kali pertemuan pertama dan

seterusnya mendapatkan nilai A sehingga anak dapat dinyatakan telah menguasai

materi dengan baik

7. Identifikasi kata kerja

Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja anak dinyatakan telah

menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan

pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A.


294

Galih

1. Identifikasi Benda

Dalam pembelajaran identifikasi benda ada beberapa jenis gambar yang

diajarkan yaitu gambar binatang, gambar buah-buahan, alat transportasi. Dalam

identifikasi gambar binatang anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik

ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan

nilai A akan tetapi ada beberapa gambar binatang yang sulit dipahaminya

diantaranya adalah ayam betina karena anak belum mengerti dan belum bisa

membedakan mana ayam jantan dan mana ayam betina yang ia tahu adalah hanya

ayam saja sehingga ia harus dibantu (prompt setengah/sebagian/ringan) dan

bahkan ia sudah mulai/sesekali bisa, ini terbukti dengan ia mendapatkan nilai P,

P+, P++ sampai akhirnya ia mendapatkan nilai A yaitu benar-benar

bisa/menguasai. Dalam identifikasi buah-buahan dan alat transportasi anak

dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali

pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A. Sedangkan dalam

identifikasi buah-buahan ada yang mudah dikuasai dan ada yang masih sulit

dikuasai/dimengerti dan ini membutuhkan prompt terbukti pada buah tomat anak

mendapatkan nilai P+, P++ dan sampai mendapatkan nilai A.

2. Mencocokkan (Matching)

Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) baik itu matching warna,

matching huruf besar, matching bentuk, matching binatang, matching buah-

buahan dan matching sayuran anak dinyatakan telah menguasai materi dengan
295

baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya

mendapatkan nilai A.

3. Identifikasi warna

Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai

materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan

seterusnya mendapatkan nilai A

4. Identifikasi Bentuk

Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,

wajik, lingkaran dan trapesium) anak dinyatakan telah menguasai materi dengan

baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya

mendapatkan nilai A

5. Identifikasi huruf

Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama

huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti

karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A

6. Identifikasi angka

Dari pembelajaran identifikasi angka 1-10, untuk angka 1,2,3,4,6,7,9,10

anak tidak mengalami kendala saat ditanya bahkan ia cepat hafal walaupun

ditanya sampai beberapa kali pertemuan dan angkanya diacak ini terbukti bahwa 3

kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A sehingga anak dapat

dinyatakan telah menguasai materi dengan baik, akan tetapi setelah menginjak

angka 5 dan 8 anak mengalami kesulitan ia sulit menghafal sampai 3 kali

pertemuan baru ia hafal terbukti pertemuan pertama ia mendapatkan nilai P+


296

dimana anak sudah mulai/sesekali bisa dan pertemuan selanjutnya anak

mendapatkan nilai P++ dimana anak sudah bisa tetapi dengan prompt

setengah/sebagian/ringan hingga anak mendapatkan nilai A dimana ia benar-benar

telah menguasai.

7. Identifikasi kata kerja

Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja dengan satu kata seperti

memasak, membaca, lari dlsb anak dinyatakan telah menguasai materi dengan

baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya

mendapatkan nilai A, akan tetapi dalam pembelajaran identifikasi kata kerja

dengan dua kata atau lebih anak masih mengalami kesulitan seperti main bola,

meniup harmonika dlsb, ini terbukti bahwa pertemuan pertama ia mendapatkan

nilai P+ dimana anak sudah mulai/sesekali bisa menjawab dan pertemuan

selanjutnya anak mendapatkan nilai P++ dimana anak sudah bisa tetapi dengan

prompt setengah/sebagian/ringan.

Ferdinan Troy

1. Identifikasi Benda

Dalam pembelajaran identifikasi benda anak tidak mengalami masalah

saat ditanya bahkan ia langsung bisa menjawab tanpa diberi prompt oleh karena

itu ia mendapatkan nilai A+

2. Mencocokkan (Matching)

Karena dalam pembelajaran mencocokkan (matching) adalah merupakan

hal yang paling mudah anak tidak mengalami masalah saat disuruh mengerjakan

tugas sehingga ia mendapatkan nilai A


297

3. Identifikasi warna

Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai

materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan

seterusnya mendapatkan nilai A

4. Identifikasi Bentuk

Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,

wajik, lingkaran dan trapesium) anak dinyatakan telah menguasai materi dengan

baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya

mendapatkan nilai A

5. Identifikasi huruf

Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama

huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti

karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A

6. Identifikasi angka

Dalam pembelajaran identifikasi angka 1-10, anak juga tidak mengalami

kendala saat ditanya bahkan ia cepat hafal walaupun ditanya sampai beberapa kali

pertemuan dan angkanya diacak ini terbukti bahwa 3 kali pertemuan pertama dan

seterusnya mendapatkan nilai A sehingga anak dapat dinyatakan telah menguasai

materi dengan baik, dan materinyapun ditingkatkan mulai dari penjumlahan dan

pengurangan sesuai dengan pelajaran di sekolah.


298

7. Identifikasi kata kerja

Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja anak dinyatakan telah

menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan

pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A.

Alvin

1. Identifikasi Benda

Dalam pembelajaran identifikasi benda dari beberapa jenis gambar yang

diajarkan yaitu gambar binatang, gambar buah-buahan, alat transportasi anak

dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali

pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A, akan tetapi sama halnya

yang dialami Galih ada beberapa gambar binatang yang sulit dipahaminya

diantaranya adalah ayam betina karena anak belum mengerti dan belum bisa

membedakan mana ayam jantan dan mana ayam betina yang ia tahu adalah hanya

ayam saja sehingga ia harus dibantu (prompt setengah/sebagian/ringan) dan

bahkan ia sudah mulai/sesekali bisa, ini terbukti dengan ia mendapatkan nilai P,

P+, P++ sampai akhirnya ia mendapatkan nilai A yaitu benar-benar

bisa/menguasai.

2. Mencocokkan (Matching)

Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) baik itu matching warna,

matching huruf besar, matching bentuk, matching binatang, matching buah-

buahan dan matching sayuran anak dinyatakan telah menguasai materi dengan

baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya

mendapatkan nilai A.
299

3. Identifikasi warna

Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai

materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan

seterusnya mendapatkan nilai A

4. Identifikasi Bentuk

Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,

wajik, lingkaran dan trapesium) anak dinyatakan telah menguasai materi dengan

baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya

mendapatkan nilai A

5. Identifikasi huruf

Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama

huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti

karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A

6. Identifikasi angka

Dalam pembelajaran identifikasi angka 1-10, anak tidak mengalami

kendala saat ditanya bahkan ia cepat hafal walaupun ditanya sampai beberapa kali

pertemuan dan angkanya diacak ini terbukti bahwa 3 kali pertemuan pertama dan

seterusnya mendapatkan nilai A sehingga anak dapat dinyatakan telah menguasai

materi dengan baik, akan tetapi ia mengalami kesulitan saat disuruh menulis

angka.

7. Identifikasi kata kerja

Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja anak dinyatakan telah

menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan
300

pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A, walaupun kadang-kadang arah

pembicaraannya mulai tidak jelas dan ngelantur kemana-mana.

Anis

1. Identifikasi Benda

Dalam pembelajaran identifikasi benda dari beberapa jenis gambar yang

diajarkan yaitu gambar binatang, gambar sayuran, gambar buah-buahan dan alat

transportasi hanya gambar sayuran yang masih sulit dikuasai/dimengerti oleh anak

dan ini membutuhkan prompt terbukti pada buah tomat anak mendapatkan nilai

P+, P++ dan sampai mendapatkan nilai A.

2. Mencocokkan (Matching)

Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) anak dinyatakan telah

menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan

pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A.

3. Identifikasi warna

Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai

materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan

seterusnya mendapatkan nilai A

4. Identifikasi Bentuk

Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,

wajik, lingkaran dan trapesium) anak dinyatakan telah menguasai materi dengan

baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya

mendapatkan nilai A
301

5. Identifikasi huruf

Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama

huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti

karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A

6. Identifikasi angka

Dalam pembelajaran identifikasi angka 1-10, anak tidak mengalami

kendala saat ditanya walaupun angkanya diacak ini terbukti bahwa 3 kali

pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A sehingga anak dapat

dinyatakan telah menguasai materi dengan baik, akan tetapi untuk angka 5 anak

mengalami kesulitan ia sulit menghafal sampai 3 kali pertemuan baru ia hafal

terbukti pertemuan pertama ia mendapatkan nilai P+ dimana anak sudah

mulai/sesekali bisa dan pertemuan selanjutnya anak mendapatkan nilai P++

dimana anak sudah bisa tetapi dengan prompt setengah/sebagian/ringan hingga

anak mendapatkan nilai A dimana ia benar-benar telah menguasai.

7. Identifikasi kata kerja

Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja sebenarnya anak tidak

mengalami kendala ia cepat menguasai materi yang diberikan hanya saja karena

anak ini cedal dan pemahaman bahasanya kurang, mungkin dalam

menyampaikannya saja yang salah dan selalu ada saja huruf yang dihilangkan,

seperti biru menjadi bi u, putih menjadi uti, kotak menjadi otak dlsb.
302

Martika

1. Identifikasi Benda

Dalam pembelajaran identifikasi benda dari beberapa jenis gambar yang

diajarkan terutama gambar binatang selalu ada saja nama yang terbalik seperti

itik, angsa, bebek untuk itu tidak jarang disertai dengan prompt hingga ia benar-

benar bisa membedakan.

2. Mencocokkan (Matching)

Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) baik itu matching warna,

matching huruf besar, matching bentuk, matching binatang, matching buah-

buahan dan matching sayuran anak dinyatakan telah menguasai materi dengan

baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya

mendapatkan nilai A.

3. Identifikasi warna

Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai

materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan

seterusnya mendapatkan nilai A

4. Identifikasi Bentuk

Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,

wajik, lingkaran dan trapesium) anak masih sulit membedakan antara lingkaran

dan oval ini terbukti dengan nilai yang didapat P+, P++ dan A dimana anak

sesekali bisa dan harus diberi prompt hingga akhirnya tanpa prompt.
303

5. Identifikasi huruf

Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama

huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti

karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A

6. Identifikasi angka

Dalam pembelajaran identifikasi angka 1-10, anak dinyatakan telah

menguasai materi dengan baik ini terbukti bahwa 3 kali pertemuan pertama dan

seterusnya mendapatkan nilai A

7. Identifikasi kata kerja

Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja anak dinyatakan telah

menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan

pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A.

Dari hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam menangani

anak hiperaktif salah satu cara yang terbaik adalah dengan dibawa ke tempat

terapi anak yang khusus menangani anak bermasalah (gangguan perkembangan)

dan cara yang paling mudah bagi guru pembimbing/terapis dalam

menangani/membelajarkan anak hiperaktif adalah dengan menggunakan media

visual (gambar) karena dengan gangguan konsentrasi dalam belajar dan tingkat

keaktifannya memungkinkan penggunaan media visual (gambar) itu akan lebih

menarik minat anak dalam belajar. Dan dengan gangguan pemahaman dalam

bahasa kemungkinan penggunaaan media visual (gambar) akan mewujudkan

tujuan komunikasi dari anak, disamping itu anak lebih mudah belajar memahami

lewat gambar-gambar (visual-learners).


304

C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Setelah keseluruhan data yang ditemukan peneliti pada latar penelitian

dilakukan proses analisis komparatif antar informan peneliti maupun dengan

menggunakan catatan lapangan dan dokumentasi selanjutnya peneliti menyajikan

kesimpulan tentang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran anak

hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar) di tempat terapi anak.

1. Perencanaan Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan

Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak.

Kurikulum pembelajaran untuk anak hiperaktif disesuaikan dengan tingkat

perkem bangan kemampuan anak, dan tidak mampuannya, usia anak, serta

memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada. Hal ini diperkuat oleh teori

Clerq (1994:126) bahwa terapi individu yang diterapkan, tahapan-tahapannya

disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Dimana sekolah-sekolah khusus

itu mengatur program yang akan memenuhi kebutuhan anak. (Bryn, 1989:73)

Kurikulum yang digunakan untuk pembelajaran anak hiperaktif ditempat-

tempat terapi anak mengacu pada kurikulum dari Pelatihan Tatalaksana Perilaku

(Metode Lovaas) dan COMPIC yang diselenggarakan oleh Yayasan Autisme

Indonesia. (lamp) Hal ini diperkuat oleh teori Sobur (1986:125) bahwa hanya

“terapi terarah” yang dapat membantu anak keluar dari masalah hiperaktif. Fungsi

otaknya yang terganggu harus dilatih dengan terapi kesibukan. Pada umumnya

terapi perilaku bersifat pendidikan (Singgih, 1992:200)


305

2. Pelaksanaan Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan

Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak

Pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif dilakukan dikamar khusus

bebas distraksi yaitu ruangan yang tidak terlalu banyak rangsangan (poster, alat-

alat belajar, penempatan atau tata ruang belajar dan penataan struktur ruang,

ventilasi dan penerangan yang cukup). Dengan dimasukkan di kelas-kelas kecil

itu anak-anak hiperkinetik akan memperoleh perhatian dan pengawasan yang

diperlukan (Bryn, 1989:73)

Pembelajaran ini dilakukan dengan menggunakan sistem individual

(lovaas one on one) dimana pembelajarannya setiap satu guru memegang satu

murid atau dua guru memegang satu murid dan ini berlaku bagi anak yang masih

sangat sulit untuk dikendalikan (hiperaktif berat) dan bersifat sementara sampai

tingkat hiperaktifitas anak sedikit berkurang. Dilakukan dengan cara guru yang

satu (terapis) duduk berhadapan dengan anak memberikan materi pelajaran dan

guru yang satunya lagi (asisten terapis) duduk dibelakang anak/memangku anak

dan memegangi anak sambil mengarahkan. Hal ini diperkuat oleh teori Taylor

(1988:125) bahwa anak hiperaktif perlu diterapi langsung untuk mengubah

perilakunya yaitu dengan sistem pengajaran satu guru satu murid. Hal ini juga

diperkuat oleh teori Sobur (1986:125-126) bahwa disamping perlunya

pemeriksaan medis, dapat disarankan latihan-latihan untuk mengurangi

kebanyakan gerak ini. Misalnya, tata ruang yang diusahakan jangan terlalu ramai

dengan bermacam-macam benda, yang memudahkan beralih perhatian. Dengan

cara dipangku/dipegang tangannya sambil muka berhadap-hadapan untuk dilatih


306

konsentrasi. Makin lama jangka waktu latihan ini makin meningkat. Misal, setiap

kali dimulai dengan tiga menit, lalu ditambah menjadi empat menit dst. Ada cara

lain untuk mengatasi anak-anak semacam ini, yaitu menempatkan anak dalam

ruangan kecil yang tidak ada rangsangan-rangsangan (misalnya gambar-gambar

dan sebagainya). Ruangan seperti itu tidak memungkinkan anak untuk pegang ini

pegang itu. Anak didudukkan dipojok dan diusahakan untuk menarik perhatiannya

kepada suatu kesibukan. Pada hari-hari pertama mungkin hanya berhasil selama

sepuluh menit. Itu sudah bagus. Bila latihan ini dilakukan secara intensif, lama

kelamaan hiperaktifnya dapat diatasi.

Sedangkan metode yang digunakan adalah perpaduan dari metode yang

ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi dan kemampuan anak serta materi

dari pengajaran yang diberikan kepada anak. Metode ini memberikan gambaran

konkrit tentang “sesuatu”, sehingga anak dapat menangkap pesan, informasi dan

pengertian tentang “sesuatu” tersebut.

Untuk itulah dalam membelajarkan anak hiperaktif tidak lepas dari

penggunaan media, terutama media visual (gambar), karena dengan gambar-

gambar itu anak lebih mudah belajar memahami. Dan dengan gangguan

pemahaman bahasa yang teramat dalam, apa yang tidak diketahui oleh anak

hiperaktif divisualkan lewat gambar. Hal ini diperkuat dengan teori Sobur

(1986:254) bahwa bentuk “tidak verbal” suatu gambar, memungkinkan anak

untuk mengatasi kemampuannya berbicara yang masih terbatas. Disamping itu

dengan gangguan konsentrasi dalam belajar dan tingkat keaktifannya

memungkinkan penggunaan media visual (gambar) itu akan lebih menarik


307

perhatian/minat mereka dalam belajar. Ahli-ahli seni rupa menyatakan bahwa

gambar bisa meningkatkan kapasitas belajar dalam hal lain yang tak berkaitan

dengan seni, seperti pengetahuan alam dan matematika (Sobur, 1986:259). Hal ini

juga diperkuat oleh Pakasi dalam bukunya Belajar Membaca dan Menulis I In dan

A An (1981:22) bahwa fungsi gambar adalah untuk:

 Menarik perhatian anak

 Mengadakan motivasi dan merangsang anak

 Memberikan suatu latar belakang pada bacaan

 Merangsang percakapan (ekspresi) dan diskusi

 Mendidik sifat kritis pada anak

 Memperkenalkan kata-kata baru.

Sesuai dengan kurikulum yang sudah ada, pembelajaran dengan

menggunakan media visual (gambar) itu mencakup:

1. Identifikasi benda dan melabel (menyebutkan) gambar

Media yang digunakan adalah foto dari berbagai benda, dan kartu gambar.

Pakasi dalam bukunya Belajar Membaca dan Menulis I In dan A An (1981:43)

bahwa dalam mengidentifikasi benda dan nama digunakan alat yang

merupakan satu set mainan kuartet, bisa berupa kuartet buah-buahan,

binatang, tumbuh-tumbuhan, alat-alat dapur, perkakas rumah, dan sebagainya,

dengan tujuan:

 Agar anak belajar cepat mengidentifikasi benda dan namanya.

 Agar anak belajar menangkap struktur kata dengan cepat.


308

2. Mencocokkan (Matching)

Media yang digunakan adalah benda-benda dan gambar yang identik, kartu

huruf, benda berwarna, kartu angka, dan berbagai bentuk.

3. Identifikasi warna dan melabel warna

Media yang digunakan adalah kertas warna dan benda-benda berwarna

4. Identifikasi bentuk dan melabel bentuk

Media yang digunakan adalah berbagai bentuk dan gambar

5. Identifikasi huruf dan melabel huruf

Media yang digunakan adalah kartu-kartu huruf

6. Identifikasi angka dan melabel angka

Media yang digunakan adalah kartu-kartu angka

7. Identifikasi kata kerja, melabel kata kerja dan menirukan gambar

Media yang digunakan adalah foto/gambar aktivitas orang

Cara guru membelajarkannya di kelas dengan menggunakan media visual

(gambar) tersebut adalah:

Pertama guru mempersiapkan perhatian anak, dengan berusaha

menenangkan mereka. Dengan cara menatap mata anak dan memegangi kedua

tangannya dengan lembut, kemudian diajak untuk duduk diam. Hal ini penting

sekali untuk melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan. Hal ini

diperkuat oleh teori Sobur (1986:69) bahwa cara menolong anak agar dapat

belajar dengan baik adalah dengan mengajak anak untuk bisa berkonsentrasi.

Anak-anak harus membiasakan diri memusatkan perhatiannya kepada pelajaran

selama waktu belajar. Jauhkan segala sesuatu yang mungkin mengganggu


309

konsentrasi si anak. Seorang pendidik pernah berkata “Play while you play, work

while you work, and study while you study.” Artinya, “Waktu bermain

bermainlah, waktu bekerja bekerjalah sungguh-sungguh dan waktu belajar benar-

benarlah belajar.” Apabila seseorang betul-betul memusatkan perhatian

sepenuhnya pada sesuatu tanpa merasa terganggu oleh suasana sekitar untuk

beberapa saat, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut mampu berkonsentrasi.

(75). Hal ini juga diperkuat oleh teori Pearce (1990:74) bahwa latihan konsentrasi

dapat membantu dengan meminta anak hiperaktif untuk berkonsentrasi pada suatu

tugas selama beberapa detik dan kemudian meningkatkan waktunya secara

bertahap selama beberapa minggu dan selalu mengakhiri setiap sesi konsentarsi

dengan catatan keberhasilan

Setelah keadaan anak tenang, dan bisa duduk lebih lama, baru guru mulai

pelajaran dengan mengambil satu gambar dan meletakkan di atas meja di depan

anak, kemudian guru memberi perintah/instruksi sesuai dengan materi yang akan

diajarkan.

Dalam memberikan perintah/instruksi ini guru menyampaikan dengan

singkat, jelas dan konsisten dan dengan suara netral (cukup keras, tegas dan bukan

membentak) agar anak mudah memahami.

Singkat maksudnya dalam memberikan perintah guru hanya mengucapkan

satu kata (kata kuncinya saja) dan bukan kalimat yang panjang, karena anak

hiperaktif mempunyai gangguan perlambatan dalam menangkap pesan seperti

suara radio gelombang pendek (suara hilang timbul) sehingga anak hanya

menangkap sepotong-potong. Apabila materi pelajaran identifikasi gambar maka


310

guru memberikan perintah “Tunjuk … (nama gambar tersebut)” dan apabila

materi pelajaran melabel (menyebutkan) guru memberi perintah “Ini apa?” atau

“Apa ini?” dan apabila materi pelajaran mencocokkan (matching) guru memberi

perintah “Samakan” atau “Kasih ke Ibu”, selanjutnya untuk menyuruh anak

menirukan gambar guru memberikan perintah “Berdiri … (perintahkan anak

menirukan aktivitas dalam gambar)”.

Jelas maksudnya guru dalam memberikan perintah sesuai dengan apa yang

ingin diajarkan. Ingin mengajarkan imitasi beda dengan mengikuti perintah

sederhana (satu-tahap). Misalnya dalam pelajaran Imitasi: instruksi “Tiru” berarti

guru/terapis memberikan contoh (misal: tepuk tangan). Dan dalam perintah

sederhana : instruksi “Tepuk tangan” berarti tangan guru/terapis diam sama sekali.

Sedangkan konsisten maksudnya dalam memberikan perintah/instruksi

kata yang diucapkan harus persis sama untuk instruksi selanjutnya. Misalnya

instruksi “masukkan” jangan diganti “masukkin”, “masukken” atau “masuppin”

karena ini akan membingungkan anak. Untuk itu dalam membelajarkan anak

hiperaktif harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, hemat kata

dan hemat gerakan. Teori yang mendukung adalah konsistensi dianggap sebagai

dasar mengatasi anak hiperaktif. Dengan cara yang konsisten kemungkinan akan

keberhasilan teknik-teknik yang diterapkan. Sebaliknya, pendekatan yang tidak

konsisten hampir pasti gagal dan menimbulkan kesulitan perilaku. (Fontenelle,

1991:40)

Ada berbagai macam cara yang digunakan guru dalam mengajar mata

pelajaran mencocokkan (matching), yaitu:


311

4. Guru meletakkan sebuah benda dihadapan anak dan berbagai macam gambar

yang berbeda (max 5 gambar) dan anak disuruh mencocokkan/memilih

gambar yang sesuai dengan benda.

5. Guru meletakkan dua kelompok gambar yang mempunyai gambar

berpasangan dan anak disuruh mencocokkan/memasangkan gambar-gambar

itu..

6. Guru memegang satu gambar dan meletakkan beberapa gambar dihadapan

anak lalu anak disuruh memilih gambar yang sesuai dengan gambar yang

dipegang guru.

Sedangkan dalam pelajaran identifikasi warna guru juga menggunakan

tehnik insidental (berkebetulan). Dengan cara mengatur benda-benda yang

berlainan warna, tetapi diluar jangkauan anak. Jika anak meminta benda tersebut,

maka guru akan menanyakan terlebih dahulu apa warna benda tersebut sebelum

memberikannya.

Dalam identifikasi kata kerja, menirukan gambar/melakukan aktivitas guru

biasanya memulai dengan memerintahkan anak untuk mengambil sesuatu yang

ada di sekitar/diruang kelas kemudian anak diajarkan pada hal-hal yang lebih

spesifik dan anak diperintahkan meniru guru (misalnya minum dari gelas, makan

dengan menggunakan sendok dan garpu, menggosok gigi, melepas sepatu, dlsb).

Apabila dalam pembelajaran, anak masih tahap pengenalan atau

mengalami kesusahan, maka guru memberikan prompt (bantuan/arahan) pada

anak untuk menunjuk atau melabel atau mencocokkan gambar atau menirukan

aktivitas seperti dalam gambar tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan pada
312

saat itu dan setiap kali anak melakukan/merespons dengan benar tak jarang guru

memberikan reinforce (hadiah/pujian/tepukan). Hal ini diperkuat oleh Nur’aeni,

(1997:136-137) bahwa penguat (reinforcemen)t adalah alat pendidikan yang

menyebabkan tingkah laku individu lain yang kita hadapi (anak didik peserta

didik) akan terpatri. Alat pendidikan itu adalah upaya/siasat yang sengaja dibuat

dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Alat itu antara lain: pujian, ganjaran, hadiah,

hukuman, teladan dan contoh. Hadiah/ganjaran diberikan pada orang yang telah

melakukan suatu kebaikan. Hal ini juga diperkuat oleh teori Fontenelle (1991:90)

bahwa hadiah atau ganjaran sangat berguna dalam mengatasi beberapa kesulitan

akibat hiperaktivitas. Dalam konteks ini pemberian ganjaran merupakan sarana

Bantu untuk belajar, bukan penyuapan.

Dan apabila anak sudah mulai menguasai materi pelajaran/merespons

dengan benar guru biasanya mengajar tanpa prompt dan hanya memberikan

reinforce respons yang benar saja. Hal inilah yang menjadi salah satu cara untuk

menghilangkan kebiasaan anak dari sifat manja, karena anak terbiasa dengan

pemberian hadiah/iming-iming sebelum anak melakukan sesuatu (agar anak

melakukan sesuatu) dan kebiasaan itu harus dihilangkan dengan cara mengganti

hadiah yang berupa benda riil itu dengan pujian/tepukan. Hal ini diperkuat dengan

teori Pearce (1990:28) bahwa ganjaran memiliki banyak bentuk yang berbeda,

diantaranya:

 Perhatian

Perhatian dapat diberikan dengan banyak cara: pandangan, senyuman,

sentuhan, pelukan atau beberapa patah kata.


313

 Pujian

 Hadiah khusus

Hadiah khusus digunakan sebagai cara untuk mendukung dan menguatkan

setiap pujian yang diberikan. Hal yang terbaik dalam memberikan hadiah

khusus adalah menggunakan satu/dua hal secara teratur sebagai ganjaran dan

menyimpannya sebagai hadiah khusus untuk membuatnya lebih diharapkan

dan berharga.

Hal tersebut juga diperkuat oleh Nur’aeni (1997:141) bahwa

pendidik/orang tua harus jeli dalam memilih alat-alat pendidikan yang sesuai

dengan harapan, suasana sekitar, kondisi anak dan akibat sampingan yang

mungkin timbul.

Disaat pelajaran berlangsung tak jarang konsentrasi anak mulai hilang,

kadang ia suka mengoceh sendiri tak jelas arah tujuannya dan menoleh/bergerak

kesana kemari walaupun sudah dihalangi meja, hal inilah yang menguji kesabaran

guru dalam membimbing anak hiperaktif, biasanya guru akan memegangi kedua

tangan atau pipi (sekitar kepala) anak itu, bila perlu kaki anak dijepit di antara

paha guru atau tungkai guru/terapis menjepit/merangkum kursi di belakang anak

dan menatap anak itu dan mengatakan “… (nama anak) lihat” dan mengatakan

“Tidak…” tindakan dan kata-kata inilah yang selalu diucapkan guru untuk

mencegah/melarang anak yang berbuat sesuka hati bahwa perbuatannya itu

salah/tidak benar dan untuk melarang/menyuruh diam disaat anak mengoceh

sendiri, bukannya ditertawakan karena lucu, sebab dengan ditertawakan akan

membuat anak itu merasa bangga karena merasa diperhatikan dan merasa bahwa
314

apa yang dilakukannya/diucapkannya itu benar/baik. Dan apabila anak masih

tetap sulit untuk diajak dian dan diajar maka guru akan memberi anak itu iming-

iming, seperti hadiah untuk menarik minat mereka untuk belajar. Hal ini diperkuat

dengan teori Pearce (1990:7) bahwa dengan mengatakan “tidak” dapat secara

bertahap memperkenalkan anak dengan gagasan bahwa ada batas mengenai

berapa banyak kebutuhan yang dapat dipenuhi, dan anak akan secara bertahap

pula mengetahui batasan dari apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat

diterima. Inilah yang dimaksud dengan disiplin. Ada banyak cara untuk

mengatakan tidak:

 Dengan nada suara yang tajam

 Dengan bentakan yang keras

 Mengatakan “tidak” dengan berbisik

 Menggoyangkan jari

 Mengerutkan dahi dan memasang wajah marah

 Berpaling dan tidak memberikan perhatian.

Dan apabila anak sudah mulai mengerti dengan maksud kita dan berusaha

memperbaiki tindakannya yang salah, cukup kita katakan “ya”, dimana hal ini

diperkuat oleh teori Pearce (1990:8) adalah mungkin untuk mengatakan “ya” dan

memberikan pujian setiap kali seorang anak melakukan sesuatu yang baik dan

sebagai akibatnya kita tidak perlu mengatakan “tidak”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui pengelolaan dan

penanganan yang serius dibarengi dengan upaya mengatasi tingkat gangguan


315

dapat membantu mengarahkan kondisi hiperaktif untuk menunjang hal-hal positif

perkembangan anak.

3. Evaluasi Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan Media

Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak

Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu

dilakukan adanya evaluasi (penilaian)..Menurut Bloom (Handbook on Formative

and Sumative Evaluation of Student Learning) mengemukakan bahwa “Evaluasi

adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar

penetapan ada tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri

siswa atau anak didik.”

Evaluasi pembelajaran anak hiperaktif yang umum digunakan di tempat-

tempat terapi anak adalah evaluasi proses dan evaluasi bulanan.

Evaluasi proses dilakukan seketika pada saat proses kegiatan berlangsung,

dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang pada saat itu

juga, dengan memberi reward (hadiah/pujian) untuk respons yang benar. Evaluasi

ini dicatat dalam lembar penilaian, dengan tujuan untuk mengetahui sampai

sejauh mana program yang dicapai anak.

Sedangkan evaluasi bulanan bertujuan untuk memberikan laporan

perkembangan atau permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh

pembimbing di sekolah atau orang tua di rumah. Evaluasi bulanan ini dilakukan

dengan cara mendiskusikan masalah dan perkembangan anak antara guru dan

orang tua anak hiperaktif guna mendapatkan pemecahan masalah macam apa yang

tepat dan cocok untuk anak hiperaktif .


316

Berdasarkan lembar penilaian dari evaluasi proses maka dapat

disimpulkan bahwa hasil evaluasi pembelajaran dengan menggunakan media

visual (gambar) pada 6 anak hiperaktif di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus

adalah sebagai berikut:

1) Identifikasi Benda

Dalam pembelajaran identifikasi benda dari beberapa jenis gambar yang

diajarkan yaitu gambar binatang, gambar buah-buahan, alat transportasi.

Hanya gambar binatang dan gambar sayuran saja yang masih membingungkan

anak hal ini dikarenakan adanya kesamaan dalam gambar dan anak masih

belum bisa membedakannya seperti ayam jantan dan ayam betina, yang ia

tahu adalah hanya ayam saja sehingga anak harus dibantu (prompt

setengah/sebagian/ringan). Begitu juga dengan gambar tomat mungkin karena

bentuk dan warnanya hampir sama dengan gambar lain misal: jeruk sehingga

anak masih bingung membedakan dan ragu untuk menjawab.

2) Mencocokkan (Matching)

Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) baik itu matching warna,

matching huruf besar, matching bentuk, matching binatang, matching buah-

buahan dan matching sayuran anak tidak mengalami kendala/hambatan karena

pelajaran ini termasuk yang paling mudah hanya saja anak dituntut untuk lebih

teliti dalam memasangkan gambar.

3) Identifikasi warna

Dalam pembelajaran identifikasi warna anak tidak mengalami

kendala/hambatan.
317

4) Identifikasi Bentuk

Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga, wajik,

lingkaran dan trapesium) anak sering dibingungkan antara lingkaran dan oval

karena bentuknya yang hampir sama. Tetapi dengan prompt (arahan/bantuan)

lama-lama anak menjadi tahu dan memahami.

5) Identifikasi huruf

Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama huruf

besar anak menguasai materi dengan baik, Hal ini diperkuat oleh Pakasi dalam

bukunya Belajar Membaca dan Menulis I In dan A An (1981:3) bahwa dengan

metode eja, huruf diperkenalkan kepada anak dengan namanya dalam abjad,

bukan dengan bunyinya. Misal huruf “b” disebut atau dilafalkan sebagai “be”,

huruf “e” sebagai “e”, huruf “s” sebagai “es”, dan seterusnya. Setelah

mengenal huruf-huruf dengan namanya, maka si anak belajar merangkai suku

kata dan dirangkai lagi menjadi kata. Pengajaran menulis diberikan bersama-

sama dengan pengajaran membaca.

Dalam pelajaran ini hambatan/kendala yang dialami anak hanya dalam

penulisannya, yaitu suka terbalik-balik dan tidak rapi. Hal ini diperkuat

dengan teori Fontenelle (1991:20) bahwa beberapa anak yang tergolong

hiperaktif memperlihatkan kekurangan-kekurangan motoris-perseptual

(kekurangan motoris-visual dan koordinasi motoris halus atau koordinasi

tangan-mata). Kesulitan dalam bidang ini biasanya mempengaruhi kecakapan

menulis. Bagi anak ini, menulis itu pekerjaan yang sukar, maka semua

aktivitas tangan dan pensil itu sulit. Tulisan tangannya biasanya jelek. Ia sukar
318

menyalin dari papan tulis sebab mengabaikan huruf-huruf dan kata-kata

biasanya pekerjaannya tampak teledor dan acak-acakan. Karena ia harus

berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan kertas dan pensil, ia “lambat” dalam

menulis, sering tidak menyelesaikan pekerjaan tulis. Mungkin tulisannya

mula-mula rapi, tetapi makin lama makin jelek. Dan kerap kali ia

membalikkan huruf dan angka, padahal perilaku ini wajar bagi semua anak.

6) Identifikasi angka

Dari pembelajaran identifikasi angka 1-10, anak tidak mengalami kendala saat

ditanya bahkan ia cepat hafal walaupun ditanya sampai beberapa kali

pertemuan dan angkanya diacak, akan tetapi ada angka dimana anak

mengalami kesulitan menghafal, anak kadang-kadang sudah mulai/sesekali

bisa atau anak sudah bisa tetapi dengan prompt setengah/sebagian/ringan yaitu

angka 5 dan 8.

7) Identifikasi kata kerja

Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja dengan satu kata seperti memasak,

membaca, lari dlsb anak tidak mengalami kendala/hambatan, akan tetapi

dalam pembelajaran identifikasi kata kerja dengan dua kata atau lebih anak

masih mengalami kesulitan seperti main bola, meniup harmonika dlsb. Dan

untuk anak yang mempunyai gangguan speech delayed (terlambat bicara)

tidak jarang dia mengucapkan kata dengan menghilangkan satu huruf entah itu

didepan, ditengah, atau dibelakang karena kesulitan dalam berbicara seperti

kata biru menjadi bi u, putih menjadi uti, kotak menjadi otak dlsb.
319

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab di muka, penulis dapat menarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kurikulum yang digunakan dalam membelajarkan anak hiperaktif di Lembaga

Terapi Anak Al Tisma Kudus adalah kurikulum dari Pelatihan Tatalaksana

Perilaku (Metode Lovaas) dan COMPIC yang diselenggarakan oleh Yayasan

Autisme Indonesia.

2. Dalam pembelajaran anak hiperaktif dilaksanakan dengan menggunakan

sistem individual (lovaas one on one) dan dengan metode yang memberikan

gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga anak dapat menangkap pesan,

informasi dan pengertian tentang “sesuatu” tersebut. Salah satunya adalah

dengan penggunaan media visual (gambar). Pembelajaran dengan

menggunakan media visual mencakup Identifikasi benda, mencocokkan

(matching), identifikasi warna, identifikasi bentuk, identifikasi huruf,

identifikasi angka, dan identifikasi kata kerja. Dimana dalam

membelajarkannya dengan menunjukkan gambar satu persatu di depan anak

dengan disertai prompt (bantuan/arahan) dan reinforce (hadiah/pujian) untuk

respons yang benar, kemudian prompt dan reinforce itu dikurangi sedikit demi

sedikit sampai tidak menggunakan sama sekali dan anak benar-benar

menguasai materi pelajaran.


320

3. Dari hasil pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) pada

anak hiperaktif, dapat disimpulkan bahwa media visual (gambar)

memudahkan anak dalam memahami konsep dan membantu dalam

generalisasi. Disamping itu dapat meningkatkan kemampuan bahasa, kognitif,

afektif dan psikomotorik pada anak. Hal ini terbukti dengan 75 % anak

hiperaktif berhasil menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh guru

pembimbing/terapis melalui media visual (gambar) ini.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang Pembelajaran Anak Hiperaktif

dengan Menggunakan Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma

Kudus, maka disarankan sebagai berikut:

1. Kepada Kepala Terapi disarankan untuk mengembangkan materi pelajaran

dan metode pembelajarannya, tidak hanya menggunakan media visual

(gambar) saja tetapi juga dengan menggunakan media lain.

2. Kepada Guru Pembimbing/Terapis disarankan untuk lebih memperdalam

konsep pembelajaran anak berkebutuhan khusus baik itu dalam perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi.

3. Kepada Terapi disarankan untuk lebih terbuka kepada masyarakat

4. Kepada peneliti lain disarankan untuk mengadakan penelitian tentang

Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dengan objek penelitian yang

berbeda dan dengan topik yang berbeda.


321

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1986. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina


Aksara

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penilaian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.

Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo.

Badawi, Ahmad. 1985. Kelompok Belajar sebagai Teknik Bimbingan dan


Penyuluhan Metode pengajaran. Yogyakarta: Penerbit FIP-IKIP.

Clerq, Linda De. 1994. Tingkah Laku Abnormal. Jakarta: Grasindo.

Dahar, Wilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Daryanto. 1993. Media Visual untuk Pengajaran Teknik. Tarsito Bandung.

Depdiknas. 2002. Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austik. Jakarta:


Departemen Pendidikan Nasional.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan 2000. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.

Fontenelle, Don H. 1991. Memahami dan Mengatasi Anak Overaktif. Jakarta:


Gunung Mulia.

Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.

Hakim, Thursan. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.


322

Lask, Bryn. 1989. Memahami dan Mengatasi Masalah Anak Anda. Jakarta:
Gramedia.

Moleong, Lexy. 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Ngatidriatun, Dian Retno. 1996. Metodelogi Penelitian. Semarang: STIMIK Dian


Nuswantoro.

Nur’aeni. 1997. Intervensi Dini bagi Anak Bermasalah. Jakarta: Rineka Cipta.

Osman, Betty B. 2002. Lemah Belajar dan ADHD. Jakarta: Grasindo

Pakasi, Soepartinah. 1981. Belajar Membaca dan Menulis I In dan A An. Jakarta:
Bhratara Karya Aksara.

Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka


Cipta.

Pearce, John. 1990. Bagaimana Mengatasi Perilaku yang Buruk. Jakarta:


Binarupa Aksara.

Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Sadiman, Arief. 1984. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sardiman, 2000. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Setiawani, Mary Go. 2000. Menerobos Dunia Anak. Bandung: Yayasan Kalam
Hidup.

Sobur, Alex. 1986. Anak Masa Depan. Bandung: Angkasa


323

Soemardji & Sutaryadi. 1994. Evaluasi Hasil Belajar dan Pengajaran Remedial.
UNS Surakarta.

Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad. 1997. Media Pengajaran. Bandung: Sinar
Baru.

Sudjana. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru


Algensindo

Sugianto T, Mayke. 1995. Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta: DepDikBud

Sumber : Keluarga, Org, Kids Healt. 1999. Kiat Membantu Anak Hiperaktif.
http//www.google.com

Tan dan Chan, Edward T. 2004. Agar Anak Tangkas Mengatasi Hidup. Jakarta:
Prestasi Pustaka.

Taylor, Eric. 1988. Anak yang Hiperaktif. Jakarta: Gramedia

Tim Redaksi Puspa Swara. 2001. Mengatasi Problem Psikologi Balita. Jakarta:
Puspa Swara.

Unika. 2000. Semiloka Mengenal dan Membimbing Anak Hiperaktif.


http//www.google.com. Unika. Semarang.

Weaver, Mary. 2003. Kegiatan Untuk Anak Dini Usia. Jakarta: Primamedia
Pustaka.

Wes & Sheryl Haystead, Sunday School Smart Pages. 1992. Helping Children
with Special Needs : The Hiperactive Child. http//www.google.com. Hal
65, Gospel Light, Ventura.

Yayasan Autisma Indonesia. 1998. Pelatihan Tatalaksana Perilaku (Metode


Lovaas) dan COMPIC Pada Penyandang Autisme Gangguan
Perkembangan Pada Anak. Jakarta: Graha Sucof.
324

PEDOMAN WAWANCARA
PENGGUNAAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DALAM
PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS

A. Wawancara dengan Kepala Terapi Anak Al Tisma Kudus.


1. Sejak kapan Terapi Anak ini berdiri?
2. Apa yang mendorong/menggerakkan hati anda sehingga ingin mendirikan Terapi Anak?
3. Apakah ada pihak-pihak terkait yang diajak bekerja sama dalam menyelenggarakan
program terapi anak ini?
4. Ada berapa ruang kelas yang digunakan untuk mengajar? Apakah ruangan ini juga
didesain khusus untuk membelajarkan anak hiperaktif agar anak lebih konsentrasi dalam
belajar?
5. Tolong beri penjelasan tentang jadwal terapi disini?
6. Apakah tugas anda sebagai Kepala Terapi Anak?
7. Ada berapa jumlah guru yang membantu anda mengajar disini?
8. Bagaimana cara mencari guru untuk mengajar anak berkebutuhan khusus, seperti yang
kita ketahui bahwa tidak mudah seseorang itu membimbing anak yang mempunyai
kebutuhan khusus apalagi anak itu tergolong hiperaktif, apakah dalam hal ini diperlukan
kiat-kiat khusus seperti diadakan pelatihan dalam membimbing anak sebelum mengajar di
kelas?
9. Ada berapa jumlah siswa yang diterapi disini?
10. Berapa rata-rata umur mereka dan kebanyakan anak nomor berapa yang diterapi disini?
11. Melihat cerita anda tadi, ada bermacam-macam tipe anak berkebutuhan khusus, tipe apa
saja yang diterapi disini dan bagaimana anda mengetahui kalau anak itu tergolong tipe
itu?
12. Sebelumnya saya mau tanya, karena penelitian saya adalah pembelajaran khusus untuk
anak hiperaktif, sedangkan di tempat terapi anak ini ada bermacam-macam anak
berkebutuhan khusus, apakah sama penanganan dan sistem pembelajaran anak hiperaktif
dengan anak berkebutuhan khusus lainnya?
13. Pendekatan dan metode apakah yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif?
14. Adakah kriteria khusus (syarat-syarat) dalam membimbing anak hiperaktif?
15. Selain penanganan khusus anak hiperaktif (terapi) apakah disini juga memberikan
pelayanan lain seperti terapi (konsultasi) orang tua dalam menangani anaknya dirumah,
325

pengaturan makanan dan pemberian obat pada anak hiperaktif yang tentunya dengan
persetujuan dokter?
16. Bagaimanakah cara merancang pembelajaran anak hiperaktif ?
17. Apakah prinsip-prinsip yang digunakan dalam pendidikan dan pengajaran anak
hiperaktif?
18. Sarana pembelajaran apa saja yang disediakan disini khusus digunakan dalam
membelajarkan anak hiperaktif?
19. Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan
adanya evaluasi (penilaian). Bagaimana cara mengevaluasi pendidikan dan pengajaran
anak hiperaktif?
20. Jika anak itu sudah dikatakan cukup sembuh (tingkat aktifitasnya berkurang) apakah
pihak sekolah menyarankan agar anak itu juga disekolahkan disekolah reguler/formal
(TK, SD, SMP, SMA) sesuai dengan umur anak dan tingkat kemampuan anak, selain di
tempat terapi anak itu sendiri? Lalu bagaimana cara mensiasatinya agar anak itu juga bisa
menerima pelajaran di sekolah umum, apalagi mereka juga memerlukan perhatian yang
ekstra?
21. Disamping sebagai kepala terapi anda juga ikut mengajar/sebagai terapis, dan dari data
yang saya terima anda mengajar Ferdinan Troy yang mempunyai gangguan Autis dan
Hiperaktif. Bagaimana cara anda menanganinya dan mengajarkannya terutama dengan
menggunakan media visual (gambar), lalu bagaimana hasilnya?
22. Apa yang menjadi faktor penentu keberhasilan pendidikan dan pengajaran bagi anak
hiperaktif, menurut anda?
23. Apakah selama ini ada hambatan/kendala dalam mengelola tempat terapi anak ini baik itu
dari administrasinya, gedung/perlengkapannya, para guru/terapis dan siswanya?
24. Apakah pesan anda pada para orang tua yang mempunyai anak hiperaktif/ anak
berkebutuhan khusus lainnya?

B. Wawancara dengan guru pembimbing/pengajar (terapis) Terapi Anak Al Tisma Kudus


1. Sudah berapa anak/siswa yang anda tangani (pegang/ajar) selama ini? Tipe apa saja itu?
Siapakah anak yang tergolong hiperaktif?
2. Adakah perbedaan dalam menangani anak-anak itu (anak hiperaktif)? Bagaimana cara
menanganinya terutama saat pembelajaran?
3. Apa yang anda persiapkan terlebih dahulu sebelum mengajarkan anak hiperaktif?
326

4. Bagaimanakah cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas


(langkah-langkah membelajarkan anak hiperaktif) agar mereka
menurut pada anda?
5. Bahasa (bicara dengan anak hiperaktif) merupakan kendala utama dalam membelajarkan
anak hiperaktif, bagaimana cara anda mengatasinya agar proses belajar mengajar ini
berjalan dengan lancar?
6. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif harus dengan menggunakan alat bantu
pengajaran (media pembelajaran)? Media apa saja yang digunakan? Apakah media itu
juga dirancang (dibuat) sendiri?
7. Selain media apakah juga menggunakan mainan dalam membelajarkan anak hiperaktif?
8. Mencakup apa saja pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) tersebut?
Dan dalam mata pelajaran apa saja menggunakan media visual (gambar) tersebut? Lalu
bagaimana cara membelajarkannya di kelas?
9. Mengapa media visual (gambar) itu sangat diperlukan/diutamakan dalam pembelajaran
anak hiperaktif, faktor apa saja yang mendukung penggunaan media visual (gambar) itu?
10. Apakah kesulitan anda pertama kali dalam memperkenalkan anak pada suatu media
visual (gambar)?
11. Apakah ada faktor penghambat/kendala dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar)? Bagaimana cara mengatasinya?
12. Seperti yang anda jelaskan tadi bahwa apabila anak itu sulit untuk diajak belajar, salah
satu jalan harus disertai dengan pemberian hadiah untuk menarik minat mereka dalam
belajar. Apakah dengan pemberian hadiah itu tidak berakibat buruk bagi mereka nantinya,
karena kalau sudah terbiasa mereka pasti akan menagih janjinya dan tidak mau belajar
sebelum minta sesuatu, lalu bagaimana cara menghilangkan pemberian hadiah itu dan
apakah ada cara lain agar mereka mau belajar tanpa pemberian hadiah?
13. Apakah anda juga menggunakan obat penenang sebelum mengajarkan pada mereka, yang
tentunya sesuai dengan anjuran dokter?
14. Apakah obat itu tidak mengganggu mereka dalam konsentrasi belajar (misalnya bisa
mengakibatkan anak itu mengantuk atau malah malas belajar)?
15. Bagaimana jika obat itu tidak mempunyai pengaruh sedikitpun dalam menenangkan anak
hiperaktif, karena tingkat aktivitasnya yang tinggi?
16. Berkaitan dengan kehidupan sosialnya apakah anda juga mengamati bagaimana cara anak
hiperaktif itu bergaul dengan temannya sesama hiperaktif atau anak lain yang normal,
apakah ada banyak hambatan/kendala dalam mereka bergaul? Dan anda sebagai guru
pembimbing apa yang anda ajarkan berkaitan dengan sosialisasi anak hiperaktif agar
anak itu bisa bergaul seperti anak-anak lainnya dan tidak dijauhi oleh teman-temannya?
327

17. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif anda juga mengajak kerja sama orang tua
mereka untuk melanjutkan pembelajaran di rumah?
18. Selama anda mengajar disini apakah ada hambatan dalam mengajarkan anak hiperaktif?
Dan bagaimana cara memecahkan masalah itu?
19. Apakah anda dalam mengajarkan anak hiperaktif sudah dirasakan cukup berhasil dalam
membimbing mereka? Bagaimana perkembangannya sekarang?
20. Apakah pesan anda terhadap orang tua anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya
dalam membimbing/membelajarkan anak mereka di rumah?

C. Wawancara dengan orang tua siswa Terapi Anak Al Tisma


Kudus
1. Sejak kapan anda mengetahui anak anda hiperaktif?
2. Apa yang meyakinkan anda bahwa anak anda tergolong hiperaktif?
3. Anak nomor berapa yang hiperaktif itu?
4. Apakah dia mempunyai saudara? Berapa jumlahnya?
5. Apakah anda membedakan anak anda yang hiperaktif dengan saudara-saudaranya yang
lain?
6. Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam berkomunikasi terutama dalam
mengucapkan kata-kata (berbicara), mulai kapan anak anda yang hiperaktif itu berbicara
dan mengikuti/menirukan siapa?
7. Sebelum anak anda dibawa ke tempat terapi apa yang sudah anda lakukan dalam
menangani anak anda? Apakah cara ini berhasil?
8. Apakah anda sering mengikuti seminar-seminar/pelatihan khusus menangani anak
hiperaktif?
9. Darimana anda tahu bahwa disini adalah tempat terapi anak?
10. Umur berapa anak anda diterapi disini?
11. Apakah disamping anak anda diterapi disini, dirumah anda juga meluangkan waktu untuk
membimbing dia seperti yang diajarkan di tempat terapi anak?
12. Apakah dirumah juga disediakan tempat khusus untuk belajar baik itu ruangan, meja
kursi , alat/media pembelajaran dan mainan?
13. Apakah selama anda mengajarkan dirumah ada hambatan-hambatan/ kendala?
Bagaimana cara memecahkan/mengatasinya?
14. Apakah disamping terapi anda juga membawa anak anda ke dokter dan menggunakan
obat penenang dalam mengatasi anak hiperaktif tentunya sesuai dengan resep dokter?
Apakah hal ini juga anda konsultasikan dengan guru/kepala dari sekolah khusus anak
hiperaktif?
328

15. Apakah ada perubahan sikap dari anak anda selama diterapi dan bagaimana hasilnya?
16. Apakah anda juga memperhatikan makanan yang dimakan anak anda sesuai dengan
anjuran dokter dan guru ditempat terapi bahwa ada makanan yang harus
dihindarkan/dijauhkan dari anak hiperaktif?
17. Kita tahu bahwa kebanyakan makanan yang dijual terbuat dari bahan yang dilarang untuk
dimakan anak hiperaktif, lalu bagaimana anda menyikapinya dan bagaimana jika anak
anda merengek minta dibelikan makanan itu?
18. Dengan adanya makanan yang dilarang untuk anak hiperaktif apakah di dalam keluarga
anda juga diterapkan hal yang serupa agar tidak “ngiming-ngimingi” anak anda yang
hiperaktif?
19. Adakah kendala/hambatan-hambatan pada diri anak anda dalam bersosialisasi (bergaul)
baik itu dengan orang dewasa atau teman sebayanya, terutama dengan anggota keluarga
yang lainnya?
20. Apakah pesan anda pada para orang tua lainnya yang mempunyai anak hiperaktif?
HASIL WAWANCARA
PENGGUNAAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DALAM
PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS

Wawancara Dengan Kepala Terapi Anak


Ibu Nur Halimah
III. T. Sejak kapan Terapi Anak ini berdiri?
J. Terapi Anak ini berdiri sejak Maret tahun 2001
T. Apa yang mendorong/menggerakkan hati anda sehingga ingin mendirikan Terapi Anak ?
J. Pertama sih saya tidak kepikiran untuk mendirikan terapi ini, justru ide ini muncul dari teman-
teman saya yang juga mempunyai anak berkebutuhan khusus seperti anak saya yang
alhamdulillah sekarang dia sudah sembuh, mereka mengeluh pada saya tentang anak mereka
dan saya disuruh membantu menyembuhkan mereka, setelah dipikir-pikir kenapa saya tidak
menolong mereka kalau saya saja berhasil menyembuhkan anak saya, lalu saya coba untuk
mendirikan terapi untuk anak berkebutuhan khusus, karena tidak hanya anak hiperaktif saja
yang diterapi disini tetapi juga anak autisme dan anak-anak yang berkebutuhan khusus lainnya
(mempunyai kelainan dalam dirinya) tentunya itu semua dengan dukungan dari suami dan
keluarga saya. Dan alhamdulillah siswanya juga cukup banyak dan tidak sedikit pula siswa
yang berhasil saya tangani, tentunya ini dengan bantuan para pengajar.
329

T. Apakah ada pihak-pihak terkait yang diajak bekerja sama dalam menyelenggarakan terapi
anak ini?
J. Ada, pihak-pihak terkait yang juga sangat menunjang dalam penyelenggaraan terapi anak
ini, diantaranya: Psikolog anak, Psikiater anak, Dokter, dokter disini meliputi dokter spesialis
yang menangani gangguan perkembangan anak, dokter spesialis syaraf, dokter spesialis
metabolitas, Departemen Pendidikan Nasional, dan tenaga ahli yang lain seperti: ahli gizi,
dlsb. Dimana setiap satu-dua bulan sekali Badan Psikiater dan Psikologi Anak selalu
mengadakan seminar tentang anak-anak berkebutuhan khusus, disitu kita mengemukakan
masalah yang kita hadapi selama ditempat terapi untuk menemukan solusinya, dengan begitu
pengetahuan kita akan bertambah tentang anak-anak yang berkebutuhan khusus dan cara
menanganinya.
T. Ada berapa ruang kelas yang digunakan untuk mengajar? Apakah ruangan ini juga didesain
khusus untuk membelajarkan anak hiperaktif agar anak lebih konsentrasi dalam belajar?
J. Ada 5 kelas. Di desain sih nggak,asal bisa digunakan untuk membelajarkan mereka dan lebih
mengkonsentrasikan mereka pada pelajaran. Karena dalam membelajarkan anak hiperaktif itu
harus di ruangan yang kosong tanpa ada hiasan dinding yang bisa mengganggu konsentrasi
mereka pada pelajaran.
T. Tolong beri penjelasan tentang jadwal terapi disini?
J. Terapi disini dilaksanakan setiap hari Senin sampai dengan hari Jumat dan dalam satu hari
dibagi dalam 4 session yaitu:
 Session I dilaksanakan pada pukul 08.00 – 10.00 WIB
 Session II dilaksanakan pada pukul 10.00 – 12.00 WIB
 Session III dilaksanakan pada pukul 13.00 – 15.00 WIB
 Session IV dilaksanakan pada pukul 15.00 – 17.00 WIB
Jadi setiap membelajarkan anak itu dilaksanakan selama ± 2 jam.
T. Apakah tugas anda sebagai Kepala Terapi Anak?
J. Karena saya yang mendirikan terapi anak ini sekaligus sebagai kepala dan terapis disini,
otomatis semua tugas menjadi tanggung jawab saya, baik itu sebagai administrator, fasilitator,
maupun koordinator serta peningkatan sumber daya manusia bagi guru/terapis, disamping itu
saya juga harus bertanggung jawab terhadap perkembangan terapi ini, dan kesembuhan anak-
anaknya (siswa-siswi) walaupun dalam hal ini juga menjadi tanggung jawab guru
pembimbing/terapis.
T. Ada berapa jumlah guru yang membantu anda mengajar disini?
J. Guru yang mengajar disini ada 6, dan kebetulan mereka perempuan semua.
T. Bagaimana cara mencari guru untuk mengajar anak berkebutuhan khusus, seperti yang kita
ketahui bahwa tidak mudah seseorang itu membimbing anak yang mempunyai kebutuhan
330

khusus apalagi anak itu tergolong hiperaktif, apakah dalam hal ini diperlukan kiat-kiat khusus
seperti diadakan pelatihan dalam membimbing anak sebelum mengajar di kelas?
J. Mengingat terapi anak ini berada di kota kecil dengan biaya yang tidak banyak, saya tidak
mengharuskan seseorang yang membantu saya untuk mengajar disini orang yang mempunyai
gelar sarjana, tetapi saya ingin membantu mereka yang benar-benar membutuhkan pekerjaan,
cukup dengan diberi pengarahan sedikit dan buku panduan tentang membelajarkan anak yang
berkebutuhan khusus mereka akan cepat tanggap dan mengerti apa yang harus mereka
kerjakan, maka dari itu kebanyakan mereka adalah lulusan SMA. Sedangkan untuk pelatihan,
pertama saya suruh mereka untuk membantu terapis lainnya mengajar, sambil melihat dan
memahami cara mengajar anak yang benar, karena cara mengajar ini tidak seperti cara
mengajar di Taman Kanak-kanak yang siswanya adalah anak-anak normal akan tetapi yang
dihadapi nanti adalah anak yang sulit diatur dan mempunyai berbagai macam masalah.
Setelah mereka memahami cara mengajar yang benar baru saya beri wewenang untuk
mengajar sendiri dan berhasil tidaknya dalam pengajaran itu tergantung dari dirinya sebagai
terapis/guru pembimbing.
T. Ada berapa jumlah siswa yang diterapi disini?
J. Sejak saya mendirikan terapi ini sampai sekarang jumlah siswa yang diterapi disini kurang
lebih ada 24 anak, sedangkan yang masih diterapi sampai saat ini kurang lebih ada 15 anak,
dan siswa lainnya yang dirasa sudah sembuh cukup diterapi di rumah dengan masih tetap
berkonsultasi dengan pihak terapi.
T. Berapa rata-rata umur mereka dan kebanyakan anak nomor berapa yang diterapi disini?
J. Umur mereka rata-rata 5 sampai 10 tahun. Dan kebanyakan dari mereka adalah anak pertama
(sulung), dan ada juga lho anak yang sepupunya juga diterapi disini tetapi masalahnya
berbeda yang satunya IQ rendah sedangkan sepupunya mengidap autis dan hiperaktif. Selain
itu disini ada juga anak kembar tetapi kembarannya itu normal, dan ada juga yang kakak adik
diterapi disini dan kedua-duanya itu mempunyai masalah autisme.
T. Melihat cerita anda tadi, ada bermacam-macam tipe anak berkebutuhan khusus, tipe apa saja
yang diterapi disini dan bagaimana anda mengetahui kalau anak itu tergolong tipe itu?
J. Tipe anak yang diterapi disini banyak, ada yang hiperaktif, autis, ADD, speech delayed
(terlambat bicara), disphasia (anak yang mengalami gangguan pemahaman bahasa yang
teramat dalam), IQ rendah, microcepalus (anak yang lahir dengan ukuran lingkar kepala
kurang dari standart kelahiran), down sindrome, gangguan konsentrasi, retardasi mental
(idiot), dan kurang stimulasi. Dan untuk mengetahui tergolong tipe apa anak itu, biasanya
kami melihat dari tingkah lakunya selang beberapa hari setelah anak diterapi disini, atau kalau
nggak biasanya dari psikiater atau psikolog kami sudah diberitahu kalau anak itu tergolong
tipe ini.
331

T. Sebelumnya saya mau tanya, karena penelitian saya adalah pembelajaran khusus untuk anak
hiperaktif, sedangkan di tempat terapi anak ini ada bermacam-macam anak berkebutuhan
khusus, apakah sama penanganan dan sistem pembelajaran anak hiperaktif dengan anak
berkebutuhan khusus lainnya?
J. Penanganan dan sistem pembelajarannya itu sama, akan tetapi karena pertama kali anak
dibawa di tempat terapi ini dengan permasalahan yang berbeda-beda, mungkin cara
penanganan pertama itu saja yang berbeda, Misalnya anak hiperaktif berat dengan hiperaktif
ringan, anak hiperaktif berat lebih sulit penanganannya dibandingkan dengan anak hiperaktif
ringan dan biasanya kami menangani anak yang hiperaktif berat dengan bantuan alat “been
back” yang tujuannya agar hiperaktifnya itu berkurang, sedangkan anak yang tergolong
hiperaktif ringan cukup dengan diarahkan saja tanpa menggunakan alat “been back”. Pernah
ada anak yang bernama Anis dia tergolong speech delayed (terlambat bicara), selama enam
tahun tidak mau berbicara dan bagaimana cara kita membuat anak itu mau bicara dan
melenturkan lidah yang kaku itu, dan alhamdulillah setelah melalui terapi dia mau berbicara
walaupun bicaranya cedal akibat lama tidak bicara.
T. Pendekatan dan metode apakah yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif?
J. Disini kami dalam membelajarkan anak hiperaktif mengggunakan pendekatan individual
(lovaas one on one - pembelajaran satu guru satu murid). Sedangkan metode yang kami
gunakan adalah metode yang memberikan gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga anak
dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang “sesuatu” tersebut. Untuk itu
sangat penting dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan menggunakan media visual
(gambar-gambar), karena dengan gambar-gambar itu anak lebih mudah belajar memahami.
T. Adakah kriteria khusus (syarat-syarat) dalam membimbing anak hiperaktif?
J. Dalam upaya membelajarkan anak hiperaktif tidak mudah. Guru pembimbing sebagai model
untuk anak hiperaktif harus memiliki kepekaan, ketelatenan, kreatif dan konsisten di dalam
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena anak hiperaktif pada umumnya
mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti orang lain. Maka guru pembimbing
diharuskan untuk mampu memahami dan mengerti anak hiperaktif.
Ada beberapa pra syarat yang harus dilakukan dan dipersiapkan oleh seorang guru
pembimbing anak hiperaktif sebelum mengerjakan/melaksanakan kegiatan belajar mengajar
yakni:
6. Menciptakan situasi yang kondusif untuk pembelajaran yang meliputi:
c) Emosi yang stabil dari anak hiperaktif.
d) Ruangan yang tidak terlalu banyak rangsangan.
7. Mengupayakan adanya kontak mata yang sejajar antara guru-siswa
8. Kemampuan untuk meningkatkan ketahanan konsentrasi anak.
332

9. Mengupayakan kepatuhan dari anak hiperaktif dan pemahaman bahasa reseptif.


10. Pembimbing harus menyadari dan memahami tujuan apa yang akan dicapai dengan
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Sehingga guru pembimbing harus memahami
prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaran untuk anak hiperaktif.
T. Selain penanganan khusus anak hiperaktif (terapi) apakah disini juga memberikan pelayanan
lain seperti terapi (konsultasi) orang tua dalam menangani anaknya dirumah, pengaturan
makanan dan pemberian obat pada anak hiperaktif yang tentunya dengan persetujuan dokter?
J. Disini kami memberikan pelayanan konsultasi bagi orang tua, karena ini sangat penting untuk
mengetahui perkembangan anaknya dirumah. Melalui bimbingan para guru/terapis serta
kerjasama yang baik dengan orang tua dan orang-orang disekitarnya, dapat dikembangkan
potensi anak. Akan tetapi pelayanan pengaturan makanan dan pemberian obat adalah
wewenang dokter, dan kami ditempat terapi hanya menjalankannya saja apa yang dianjurkan
oleh dokter dan menjalankan proses penyembuhannya (terapinya) untuk mempersiapkan anak
sekolah di sekolah reguler.
T. Bagaimanakah cara merancang pembelajaran anak hiperaktif ?
J. Dalam membelajarkan anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya kami menggunakan
kurikulum yang sudah banyak digunakan di tempat-tempat terapi lainnya yaitu dari Pelatihan
Tatalaksana Perilaku (Metode Lovaas) dan COMPIC yang diselenggarakan oleh Yayasan
Autisme Indonesia yang tentunya disesuaikan dengan tingkat perkembangan kemampuan
anak, dan tidak mampuannya, usia anak, serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang
ada. Mungkin mbak Eri nanti bisa lihat sendiri di buku panduan yang sudah saya berikan.
T. Apakah prinsip-prinsip yang digunakan dalam pendidikan dan pengajaran anak hiperaktif?
J. Pendidikan dan pengajaran anak hiperaktif pada umumnya dilaksanakan berdasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
f) Terstruktur
Yaitu pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan ajar/materi yang paling mudah dan
dapat dilakukan oleh anak. Setelah dikuasai, kemudian ditingkatkan lagi ke bahan ajar
yang setingkat diatasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi
sebelumnya. Contohnya untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna dari
instruksi “Ambil bola merah”. Maka materi pertama yang harus dikenalkan kepada anak
adalah konsep pengertian kata “ambil”, “bola” dan “merah”. Setelah anak mengenal dan
menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya adalah mengaktualisasikan instruksi
“Ambil bola merah” kedalam perbuatan kongkrit.
g) Terpola
Terpola disini maksudnya dalam kegiatan anak hiperaktif harus dikondisikan atau
dibiasakan dengan pola yang teratur, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya)
333

Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang; dapat dilatih
dengan kondisi dilingkungannya, supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas
yang berlaku (menjadi lebih fleksibel).
h) Terprogram
Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin dicapai
dan memudahkan dalam melakukan evalusi. Sebab dalam program materi pendidikan
harus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak.
i) Konsisten
Artinya: apabila anak berperilaku positif memberi respon positif terhadap sesuatu
stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus cepat memberikan respon positif
(reward/penguatan), demikian pula apabila anak berperilaku negatif (reinforcement). Hal
tersebut juga dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang berbeda secara tetap dan tepat,
dalam arti respon yang diberikan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya.
j) Kontinyu
Kontinyu disini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program
pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya
di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan di rumah dan lingkungan
sekitar anak. Kesimpulannya, terapi perilaku dan pendidikan bagi anak hiperaktif harus
dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu).
T. Sarana pembelajaran apa saja yang sangat diperlukan dalam membelajarkan anak hiperaktif?
J. Sarana belajar itu sangat diperlukan dalam pembelajaran anak hiperaktif, karena akan
membantu kelancaran proses pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian
secara konkrit bagi anak hiperaktif. Karena pola pikir anak hiperaktif pada umumnya adalah
pola pikir konkrit, sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus konkrit. Dan kebetulan
anak yang diterapi disini adalah kebanyakan anak usia prasekolah maka sarana belajarnyapun
dsesuaikan dengan usia pendidikan anak yaitu berupa: alat peraga: pengenalan warna, bentuk,
huruf dan angka, benda-benda sekitar, buah, binatang, kendaraan, alat bantu komunikasi:
berupa gambar-gambar yang mewujudkan tujuan komunikasi dari anak, alat bantu
pengembangan motorik halus: cara memegang pensil, menggunting, mewarna, dsb, alat bantu
pengembangan motorik kasar: bola, tali, dlsb, dan ditambah berbagai macam mainan edukatif
T. Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan adanya
evaluasi (penilaian). Bagaimana cara mengevaluasi pendidikan dan pengajaran anak
hiperaktif?
J. Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif disini adalah: evaluasi proses
yang dilakukan dengan cara seketika pada saat proses kegiatan berlangsung dengan cara
meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang pada saat itu juga, dengan memberi
334

reward (hadiah/pujian)untuk respons yang benar. Dimana evaluasi ini dicatat dalam lembar
penilaian yang setiap harinya dibawa anak pulang untuk panduan belajar dirumah, dan untuk
mengetahui sampai sejauh mana program yang dicapai anak. Disamping itu kami juga
mengadakan evaluasi bulanan yang bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau
permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah atau orang tua di
rumah.
T. Jika anak itu sudah dikatakan cukup sembuh (tingkat aktifitasnya berkurang) apakah pihak
sekolah menyarankan agar anak itu juga disekolahkan disekolah reguler/formal (TK, SD,
SMP, SMA) sesuai dengan umur anak dan tingkat kemampuan anak, selain di tempat terapi
anak itu sendiri? Lalu bagaimana cara mensiasatinya agar anak itu juga bisa menerima
pelajaran di sekolah umum, apalagi mereka juga memerlukan perhatian yang ekstra?
J. Benar. Setelah anak diterapi secara terpadu dan terstruktur, anak dipersiapkan dan
diperkenalkan pada pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara
pengajaran untuk anak bermasalah (kelas kecil dengan jumlah guru besar atau satu guru satu
murid, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb) dengan
tujuan untuk membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler dan belajar
secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga dapat mengejar ketinggalan
dari teman-teman sekelasnya. Walaupun anak sudah patuh dan dapat berkonsentrasi pada saat
terapi, tetapi di sekolah umum anak masih memerlukan waktu penyesuaian untuk dapat
mengikuti tatacara pengajaran yang berbeda dengan pada saat terapi. Anak biasa ditangani
dengan guru khusus sendirian, dan dikelas anak harus berbagi dengan teman-temannya
dengan bahasa guru yang berbeda dengan terapisnya dan bersifat klasikal. Ia perlu belajar
mengenal dan mengikuti peraturan disekolahnya, berinteraksi/bersosialisasi dengan teman
sebayanya dan harus mengerti instruksi guru dengan cepat. Untuk itu dalam sekolah anak
harus didampingi guru pembimbing/terapis sampai benar-benar ia bisa mandiri dan mengikuti
pelajaran di sekolah dengan baik.
T. Disamping sebagai kepala terapi anda juga ikut mengajar/sebagai terapis, dan dari data yang
saya terima anda mengajar Ferdinan Troy yang mempunyai gangguan Autis dan Hiperaktif.
Bagaimana cara anda menanganinya dan mengajarkannya terutama dengan menggunakan
media visual (gambar), lalu bagaimana hasilnya?
J. Pertama kali Troy (begitu nama panggilan Ferdinan Troy) dibawa kesini saya melihat bahwa
kasus anak ini sama dengan kasus yang dialami anak saya dulu, karena dia mempunyai
gangguan autis yang hanya tertarik pada dunianya sendiri dan hiperaktif, saya mencoba untuk
menenangkan anak ini agar tidak terlalu banyak gerak (hiperaktif) dengan saya tempatkan
diruangan khusus dan saya dudukkan di meja kursi khusus tujuannya agar anak ini tetap
kontak mata dengan saya dan tidak asyik dengan dunianya sendiri dan agar dia tahu bahwa
335

dihadapannya itu ada orang yang sedang memperhatikannya, setiap dia menoleh dan mulai
bergerak saya usahakan agar menatap saya , dan saya berusaha tenang dan tidak tertawa setiap
anak ini mengoceh, karena ocehannya ini suka ngelantur kemana-mana tanpa jelas. Setelah
anak ini bisa diam agak lama baru saya mulai pelajaran dengan saya tunjukkan gambar-
gambar, dan ternyata anak ini cukup cerdas dan cepat tanggap pada materi yang saya berikan
sehingga tidak ada kendala dalam membelajarkannya,tetapi ya itu kita sebagai terapis harus
cepat dan cekatan dalam memberikan materi karena kalau lama sedikit konsentrasi anak akan
buyar dan dia mulai banyak gerak lagi. Untuk itulah kita harus siap dengan media visual
(gambar) disamping kita dan mainan edukatif. Dan hasilnya bisa mbak Eri lihat sendiri di
lembar penilaian. Alhamdulillah sekarang dia bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya
walaupun saya masih mendapinginya di sekolah.
T. Apa yang menjadi faktor penentu keberhasilan pendidikan dan pengajaran bagi anak
hiperaktif, menurut anda?
J. Menurut saya yang menjadi penentu keberhasilan pelaksanaan program pendidikan dan
pengajaran anak hiperaktif, diantaranya: berat-ringannya kelainan/gejala, usia pada saat
diagnosis, tingkat kemampuan berbicara dan berbahasa, tingkat kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki anak, kecerdasan/IQ, kesehatan dan kestabilan emosi anak, yang terakhir adalah
terapi yang tepat dan terpadu meliputi guru, kurikulum, metode, sarana pendidikan,
lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat).
T. Apakah selama ini ada hambatan/kendala dalam mengelola terapi anak ini
baik itu dari administrasinya, gedung/perlengkapannya, para guru/terapis dan
siswanya?
J. Saya kira masih banyak sekali hambatan-hambatan dalam mengelola sekolah ini, antara lain:
terbatasnya ruang dalam belajar, kurangnya tenaga pengajar, kurangnya sarana dan prasarana
dalam belajar, dll padahal masih banyak orang tua yang ingin mendaftarkan anaknya untuk
diterapi disini dan terpaksa saya tolak.
T. Apakah pesan anda pada para orang tua yang mempunyai anak hiperaktif/anak berkebutuhan
khusus lainnya?
J. Pesan saya kepada para orang tua yang mempunyai anak bermasalah segeralah bawa ke
dokter spesialis anak dari situ mungkin dokter akan menyarankan ke psikiater/psikolog anak
dan cari informasi tentang terapi khusus untuk menangani anak yang berkebutuhan khusus,
tetapi jangan lupa orang tua juga harus ikut andil dalam penyembuhan anaknya dirumah,
karena guru hanya membantu di tempat terapi dan tanpa kerjasama antara orang tua siswa dan
guru tidak mungkin sukses dalam penyembuhan itu.

Wawancara Dengan Guru Pembimbing/Pengajar (Terapis)


336

Ibu Purwati
T. Sudah berapa anak/siswa yang anda tangani (pegang/ajar) selama ini? Tipe apa saja itu?
Siapakah anak yang tergolong hiperaktif?
J. Kira-kira jumlahnya ada 7 anak yaitu Autis klasik, autis, hiperaktif dan gangguan konsentrasi.
Yang tergolong hiperaktif itu ada dua anak yaitu Alvin dan Galih. Kalau Alvin mempunyai
gangguan autis dan hiperaktif, sedangkan Galih speech delayed (terlambat bicara) dan
hiperaktif.
T. Adakah perbedaan dalam menangani anak-anak itu (anak hiperaktif)? Bagaimana cara
menanganinya terutama saat pembelajaran ?
J. Ada. Karena Alvin mempunyai gangguan autis dan hiperaktif saya menekankan agar selalu
kontak mata dengan Alvin agar ia tidak mempunyai kesempatan untuk asyik dengan dunianya
sendiri (misalnya melamun atau sibuk dengan dirinya sendiri sehingga ia tidak menganggap
ada orang dihadapannya). Sedangkan untuk Galih karena dia mempunyai gangguan speech
delayed (terlambat bicara) dan hiperaktif saya menekankan pada bicara, bagaimana caranya
agar anak itu mau berbicara dan mau menirukan apa yang saya ucapan, sehingga ia
mengerti/maksud dari perintah saya tentunya ini harus dengan prompt.
T. Apa yang anda persiapkan terlebih dahulu sebelum mengajarkan anak hiperaktif?
J. Kami mempersiapkan program yang diberikan secara sistematis, alat peraga dan cara/konsep
membelajarkan anak hiperaktif.
T. Bagaimanakah cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas (langkah-langkah membelajarkan
anak hiperaktif) agar mereka menurut pada anda?
J. Disampaikan secara tegas, lugas dan setiap kali respon
yang diberikan oleh anak harus kita kasih reinforcer bisa
berupa imbalan/hadiah, applaus, tepuk tangan dan
acungan jempol.
T. Bahasa (bicara dengan anak hiperaktif) merupakan kendala utama dalam membelajarkan anak
hiperaktif, bagaimana cara anda mengatasinya agar proses belajar mengajar ini berjalan
dengan lancar?
J. Bicara dengan anak hiperaktif tidak boleh dengan bertele-tele harus singkat, tegas dan
bermakna, apabila ada bahasa yang tidak dimengerti oleh anak kita buatkan bentuk visualnya
yaitu gambar-gambar yang kita ibaratkan apa yang kita ucapkan.
T. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif harus dengan menggunakan alat bantu
pengajaran (media pembelajaran)? Media apa saja yang digunakan? Apakah media itu juga
dirancang (dibuat) sendiri?
337

J. Ya, media itu berupa kertas, gambar-gambar dikomputer yang dicetak, papan tulis dan bisa
dibuat dengan tangan. Media itu ada yanng sedikit dibeli dan banyak yang dibuat sendiri.
T. Selain media apakah juga menggunakan mainan dalam membelajarkan anak hiperaktif?
J. Ya, mainan juga digunakan untuk membelajarkan anak hiperaktif, karena mainan itu bukan
mainan biasa tetapi mainan edukatif yang tujuannya memang digunakan untuk belajar.
T. Mencakup apa saja pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) tersebut? Dan
dalam mata pelajaran apa saja menggunakan media visual (gambar) tersebut? Lalu bagaimana
cara membelajarkannya di kelas?
J. Gambar-gambar itu mencakup bidang: gambar-gambar yang ada dilingkungan
itu yaitu didalam rumah, diluar rumah, mengenal berbagai gambar yang kita
lihat dalam kehidupan sehari-hari yaitu gambar sayur-sayuran, buah-buahan,
binatang, alat transportasi dan berbagai hal yang belum mereka ketahui.
Dan hampir semua mata pelajaran menggunakan media visual, apakah itu bahasa
Indonesia ataupun matematika.
Cara membelajarkannya dikelas: gambar-gambar yang sudah kita dapatkan kita
potong-potong dalam bentuk kecil-kecil kemudian kita
sampaikan satu persatu di depan anak tanpa
distraksi/gambar lain, lalu kita tingkatkan tahap demi
tahap jumlah-jumlah apa yang kita berikan.
T. Mengapa media visual (gambar) itu sangat diperlukan/diutamakan dalam pembelajaran anak
hiperaktif, faktor apa saja yang mendukung penggunaan media visual (gambar) itu?
J. Media visual itu sangat diperlukan karena disamping anak ini hiperaktif ia juga kehilangan
konsentrasi, dan biasanya juga diimbangi dengan gangguan pemahaman bahasa yang teramat
dalam, nah apa yang tidak diketahui oleh anak hiperaktif kita visualkan lewat gambar-gambar
itu tadi, terus dengan gambar-gambar yang berwarna, anak akan jadi lebih tertarik untuk
melihat dan memperhatikan apa yang kita sampaikan.
T. Apakah kesulitan anda pertama kali dalam memperkenalkan anak pada suatu media visual
(gambar)?
J. Biasanya untuk pertama kalinya anak yang mengalami hiperaktifitas dalam penanganannya
anak pertama kali. Anak selalu dalam kondisi yang tidak tenang, sulit memperhatikan, lha
pada saat mau mengeluarkan alat peraga dan gambar itu tadi tidak diperkenankan
mengeluarkan banyak, tetapi harus satu terlebih dahulu, kemudian ditambah lagi sesuai
dengan kondisi dan perkembangan anak itu tadi.
338

T. Apakah ada faktor penghambat/kendala dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan


menggunakan media visual (gambar)? Bagaimana cara mengatasinya?
J. Tidak ada, justru cara termudah untuk menyampaikan anak supaya mengerti adalah pakai
gambar visual.
T. Seperti yang anda jelaskan tadi bahwa apabila anak itu sulit untuk diajak belajar, salah satu
jalan harus disertai dengan pemberian hadiah untuk menarik minat mereka dalam belajar.
Apakah dengan pemberian hadiah itu tidak berakibat buruk bagi mereka nantinya, karena
kalau sudah terbiasa mereka pasti akan menagih janjinya dan tidak mau belajar sebelum minta
sesuatu, lalu bagaimana cara menghilangkan pemberian hadiah itu dan apakah ada cara lain
agar mereka mau belajar tanpa pemberian hadiah?
J. Tidak, itu tidak akan terjadi asal para terapis dan orang tua konsisten dengan apa yang kita
berikan, karena kita memberikan hadiah (reinforcer) pada anak karena mereka melakukan
respon baik dan itu akan kita berikan pada saat anak menjalani terapi pada awal penanganan,
tahap demi tahap, tengah pertengahan sesi pemberian hadiah mulai dikurangi, tidak
dihilangkan dan hadiah-hadiah itu dikurangi/diganti tidak berupa riil/benda, tetapi diganti
dengan pujian, tepuk tangan, ciuman, mungkin bahkan jika anak itu kepatuhannya sudah
mulai pulih, konsep perhatiannya sudah mulai membaik dan semuanya sudah mulai ada titik
kesembuhan, hadiah-hadiah itu bisa diganti dengan jalan-jalan/apa saja setelah proses
penanganan terapi.
T. Apakah anda juga menggunakan obat penenang sebelum mengajarkan pada mereka, yang
tentunya sesuai dengan anjuran dokter?
J. Ya, semua anak disini disamping penanganan terapi, kita bekerja sama dengan dokter untuk
menyembuhkan anak tersebut.
T. Apakah obat itu tidak mengganggu mereka dalam konsentrasi belajar (misalnya bisa
mengakibatkan anak itu mengantuk atau malah malas belajar)?
J. Tidak, justru obat tersebut sangat membantu mereka dalam berkonsentrasi
T. Bagaimana jika obat itu tidak mempunyai pengaruh sedikitpun dalam menenangkan anak
hiperaktif, karena tingkat aktivitasnya yang tinggi?
J. Mungkin dengan menghubungi dokter untuk meningkatkan dosisnya.
T. Berkaitan dengan kehidupan sosialnya apakah anda juga mengamati bagaimana cara anak
hiperaktif itu bergaul dengan temannya sesama hiperaktif atau anak lain yang normal, apakah
ada banyak hambatan/kendala dalam mereka bergaul? Dan anda sebagai guru pembimbing
apa yang anda ajarkan berkaitan dengan sosialisasi anak hiperaktif agar anak itu bisa bergaul
seperti anak-anak lainnya dan tidak dijauhi oleh teman-temannya?
J. Ya, semua anak hiperaktif selalu kesulitan dalam bergaul karena tingkat aktivitasnya yang
sangat tinggi, hingga ia melakukan gerakan-gerakan itu ditempat lingkungan sosialnya, tidak
339

ada yang melakukan sama seperti anak itu tadi, sehingga kalau dilihat dari amatan awam anak
itu memang kelihatan berbeda, bukannya mereka disisihkan tetapi mereka memang tersisih,
salah sendiri karena melakukan kegiatan yang tidak sama dengan anak lain, mereka juga tidak
bisa melakukan interaksi dia juga kadang asyik dengan dirinya sendiri.
Selaku guru pembimbing/terapis kita berikan program sosialisasi dengan tahapan-tahapan
dengan tidak secara langsung dengan jumlah teman yang banyak diatas 5 orang tetapi
dibawah 5 mungkin bahkan bisa dimulai dari jumlah 2 orang dalam ruang lingkup yang
sempitbukan diarea luar rumah yang lebih luas, karena kondisi tingkat kehiperaktifitasannya
itu yang belum bisa ditempatkan diluar ruang sempit.
T. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif anda juga mengajak kerja sama orang tua
mereka untuk melanjutkan pembelajaran di rumah?
J. Ya di tempat terapi ini sangat membutuhkan kerja sama orang tua wali, karena disini
modalnya adalah sistem orang tua aktif, jika tidak aktif apa yang dihasilkan, apa yang
diharapkan tidak sesuai dengan harapan semua, mereka selaku orang tua dan kami selaku
terapis.
T. Selama anda mengajar disini apakah ada hambatan dalam mengajarkan anak hiperaktif? Dan
bagaimana cara memecahkan masalah itu?
J. Ada, hambatan kami dalam membelajarkan anak hiperaktif adalah jika anak itu memang
dalam proses penanganan dan baru beradaptasi dengan sistem pembelajaran yang baru kita
berikan.
Caranya kita mulai perkenalkan secara satu persatu dengan media visual (gambar-gambar)
dan tentunya harus diikuti dengan aktifnya orang tua di rumah.
T. Apakah anda dalam mengajarkan anak hiperaktif terutama Alvin dan Galih sudah dirasakan
cukup berhasil dalam membimbing mereka? Bagaimana perkembangannya sekarang?
J. Ya saya rasa sudah cukup berhasil. Buktinya sekarang Alvin sudah bisa dikendalikan
emosinya dan bisa mengikuti pelajaran dengan baik walaupun dia masih bingung
membedakan antara jantan dan betina tetapi dengan prompt akhirnya dia mengerti juga, dan
dia masih suka mengoceh sendiri yang tidak jelas arah tujuannya. Dan Galih kosa kata
bicaranya sudah mulai meningkat, walaupun dalam mengartikan gambar dengan dua kata ia
masih agak sulit.
T. Apakah pesan anda terhadap orang tua anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya dalam
membimbing/membelajarkan anak mereka di rumah?
J. Pesan saya kepada orang tua anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya jangan lupa untuk
selalu mengawasi mereka dimanapun anak itu berada, selalu memberikan yang terbaik dan
jangan lupa jika ada yang merasa putranya mengalami gangguan perkembangan cepat dibawa
ke ahlinya.
340

Ibu Endang Sulastri


T. Sudah berapa anak/siswa yang anda tangani (pegang/ajar) selama ini? Tipe apa saja itu?
Siapakah anak yang tergolong hiperaktif?
J. Disini saya menangani 2 siswa yang mempunyai tipe hiperaktif dan autis. Namanya Khusnul
Ma’Ali
T. Adakah perbedaan dalam menangani anak-anak itu (anak yang berbeda tipe)?
Bagaimana cara menangani anak yang hiperaktif terutama saat pembelajaran?
J. Ada. Dalam menangani anak hiperaktif kita berusaha untuk menenangkannya dengan cara
menatap mata si anak dan memegangi kedua tangannya agar tidak bergerak kesana kemari
sampai anak itu benar-benar bisa tenang.
T. Apa yang anda persiapkan terlebih dahulu sebelum mengajarkan anak hiperaktif?
J. Pertama alat pembelajarannya dulu kita persiapkan kemudian konsentrasi anak, setelah anak
mulai konsentrasi baru kita mulai pelajarannya sesuai dengan kurikulum yang sudah ada,
akan tetapi sebelum melanjutkan ke materi selanjutnya kita ulangi materi sebelumnya sekedar
untuk mengingatkannya kembali.
IV. T. Bagaimanakah cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas
(langkah-langkah membelajarkan anak hiperaktif) agar mereka menurut
pada anda?
J. Sebenarnya sih sama saja dalam menghadapi berbagai tipe anak berkebutuhan khusus, cuma
bagaimana cara/usaha kita menenangkan anak agar bisa konsentrasi dalam pelajaran.
 Pertama kita berusaha menenangkan mereka. Pegang kedua tangannya
dengan lembut, kemudian ajaklah untuk duduk diam. Hal ini penting
sekali untuk melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan.
 Setelah bisa duduk lebih lama, baru dimulai pembelajarannya sesuai
dengan kurikulum yang sudah ada, tetapi tidak semudah itu karena
ditengah-tengah pelajaran anak sudah mulai banyak gerak sehingga
konsentrasi buyar.
 Berilah pujian setiap anak berhasil melakukan sesuatu dengan benar.
Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
 Apabila anak sulit untuk diajarkan berilah dia iming-iming, seperti hadiah
untuk menarik minat mereka untuk belajar.
Jadi intinya dalam mengajarkan anak hiperaktif yaitu bagaimana anak itu bisa
konsensentrasi pada pelajaran.
341

T. Bahasa (bicara dengan anak hiperaktif) merupakan kendala utama dalam membelajarkan anak
hiperaktif, bagaimana cara anda mengatasinya agar proses belajar mengajar ini berjalan
dengan lancar?
J. Dengan menatap mata si anak dengan tanpa bicara berbelit-belit karena itu akan menyulitkan
anak untuk memahami perkataan kita.
T. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif harus dengan menggunakan alat bantu
pengajaran (media pembelajaran)? Media apa saja yang digunakan? Apakah media itu juga
dirancang (dibuat) sendiri?
J. Ya, karena itu sangat penting untuk menarik perhatian mereka dalam belajar. Salah satunya
yang paling penting disini adalah menggunakan media gambar. Kebanyakan gambar-gambar
itu dibuat sendiri entah itu kita ambil dari majalah-majalah/buku atau kita ambil dari komputer
yang kemudian dilaminating agar tidak cepat rusak/kotor.
T. Selain media apakah juga menggunakan mainan dalam membelajarkan anak hiperaktif?
J. Tentu saja ya, terutama mainan edukatif seperti puzzle, balok kayu, dlsb, karena ini penting
untuk mengasah kecerdasan mereka, kita jadi tahu sampai sejauh mana mereka kemampuan
mereka untuk menyelesaiannya.
T. Mencakup apa saja pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) tersebut? Dan
dalam mata pelajaran apa saja menggunakan media visual (gambar) tersebut? Lalu bagaimana
cara membelajarkannya di kelas?
J. Pembelajaran dengan menggunakan media visual
mencakup berhitung (mengenal angka), membaca
(mengenal huruf), mengenal nama-nama benda disekitar
kita dan aktifitas orang. Dan saya rasa semua mata
pelajaran menggunakan media visual itu. Cara
membelajarkannya sesuai dengan kurikulum kita
ajarkan/perkenalkan dari gambar yang sederhana sampai
gambar yang rumit, mungkin adik nanti bisa lihat cara
membelajarkan anak hiperaktif dikelas dan kalau untuk
lebih jelasnya lagi bisa melihat di buku Pelatihan
Tatalaksana Perilaku (Metode Lovaas) dan COMPIC
disitu lengkap sudah ada kurikulumnya dan cara
pembelajarannya.
T. Mengapa media visual (gambar) itu sangat diperlukan/diutamakan dalam pembelajaran anak
hiperaktif, faktor apa saja yang mendukung penggunaan media visual (gambar) itu?
342

J. Karena anak hiperaktif juga mempunyai gangguan pemahaman dalam bahasa kemungkinan
dengan menggunakan media visual akan mempermudah /membantu kita dalam
berkomunikasi/berinteraksi. Lalu dengan gangguan konsentrasi dalam belajar dan tingkat
keaktifannya itu memungkinkan penggunaan media visual itu akan lebih menarik minat
mereka dalam belajar.
T. Apakah kesulitan anda pertama kali dalam memperkenalkan anak pada suatu media visual
(gambar)?
J. Kesulitannya adalah apabila kita memperkenalkan pada gambar yang terlihat asing bagi
mereka, dengan tingkahnya yang tidak bisa diam dan konsentrasinya yang mudah pudar, kita
harus berusaha mengulangi sampai benar-benar anak itu tahu/memahami.
T. Apakah ada faktor penghambat/kendala dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar)? Bagaimana cara mengatasinya?
J. Tidak ada
T. Seperti yang anda jelaskan tadi bahwa apabila anak itu sulit untuk diajak belajar, salah satu
jalan harus disertai dengan pemberian hadiah untuk menarik minat mereka dalam belajar.
Apakah dengan pemberian hadiah itu tidak berakibat buruk bagi mereka nantinya, karena
kalau sudah terbiasa mereka pasti akan menagih janjinya dan tidak mau belajar sebelum minta
sesuatu, lalu bagaimana cara menghilangkan pemberian hadiah itu dan apakah ada cara lain
agar mereka mau belajar tanpa pemberian hadiah?
J. Benar, untuk itu sedikit demi sedikit kita harus menghilanginya/menggantinya karena
reiforcer itu kan tidak harus berupa benda riil tetapi bisa berupa pujian, tepuk tangan dll.
T. Apakah anda juga menggunakan obat penenang sebelum mengajarkan pada mereka, yang
tentunya sesuai dengan anjuran dokter?
J. Tidak pasti, tergantung dari kondisi anak apakah anak itu mudah ditangani atau tidak.
T. Apakah obat itu tidak mengganggu mereka dalam konsentrasi belajar (misalnya bisa
mengakibatkan anak itu mengantuk atau malah malas belajar)?
J. Tidak ya, karena itu obat penenang (konsentrasi)
T. Bagaimana jika obat itu tidak mempunyai pengaruh sedikitpun dalam menenangkan anak
hiperaktif, karena tingkat aktivitasnya yang tinggi?
J. Sesuai dengan petunjuk dokter, mungkin orang tua diminta konsultasi dengan dokter.
T. Berkaitan dengan kehidupan sosialnya apakah anda juga mengamati bagaimana cara anak
hiperaktif itu bergaul dengan temannya sesama hiperaktif atau anak lain yang normal, apakah
ada banyak hambatan/kendala dalam mereka bergaul? Dan anda sebagai guru pembimbing
apa yang anda ajarkan berkaitan dengan sosialisasi anak hiperaktif agar anak itu bisa bergaul
seperti anak-anak lainnya dan tidak dijauhi oleh teman-temannya?
343

J. Ya, terutama kendalanya dalam berkomunikasi, tetapi itu tidak penting, bagi anak kecil
asalkan bisa diajak bermain mereka akan enjoy aja. Dan kami disini sebagai terapis
memberikan program sosialisasi dimulai dari ruang lingkup yang kecil.
T. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif anda juga mengajak kerja sama orang tua
mereka untuk melanjutkan pembelajaran di rumah?
J. Tentu saja, hal itu sangat penting untuk mengetahui perkembangan si anak.
T. Selama anda mengajar disini apakah ada hambatan dalam mengajarkan anak hiperaktif? Dan
bagaimana cara memecahkan masalah itu?
J. Pasti ada, salah satunya apabila anak itu sulit untuk berkonsentrasi. Perhatian anak dalam
belajar kadang belum dapat bertahan untuk waktu yang lama dan masih berpindah pada
obyek/kegiatan lain yang lebih menarik bagi anak. Hal inilah yang dapat mengakibatkan
waktu pembelajaran terbuang dengan sia-sia, karena hanya cukup untuk menenangkan anak
saja.
Dan biasanya yang kami lakukan adalah:
 Waktu untuk belajar bagi anak ditingkatkan secara bertahap
 Kegiatan dibuat semenarik mungkin, dan bervariasi
 Istirahat sebentar kemudian dilanjutkan kembali, dimaksudkan untuk mengurangi
kejenuhan pada anak.
T. Apakah anda dalam mengajarkan anak hiperaktif (Khusnul Ma’Ali) sudah dirasakan cukup
berhasil dalam membimbing mereka? Bagaimana perkembangannya sekarang?
J. Saya rasa bisa dibilang cukup berhasil. Terbukti dengan hiperaktifitasnya mulai berkurang,
sudah bisa berkonsentrasi dan dapat diajak komunikasi. Dan dalam pelajaran tidak ada
kendala, dia bisa mengikuti dengan baik, walaupun awalnya ia agak kesulitan membedakan
bentuk lingkaran dan oval.
T. Apakah pesan anda terhadap orang tua anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya dalam
membimbing/membelajarkan anak mereka di rumah?
J. Diharapkan apa yang dipelajari di tempat terapi diulang lagi dirumah.
Ibu Yuliana Wijayanti
T. Sudah berapa anak/siswa yang anda tangani (pegang/ajar) selama ini? Tipe apa saja itu?
Siapakah anak yang tergolong hiperaktif?
J. Disini saya mengajar dua orang siswa dan semuanya hiperaktif, yaitu Anis dan Martika.
Kalau Anis mempunyai gangguan speech delayed (terlambat bicara) dan hiperaktif sedangkan
Martika mempunyai gangguan normal hiperaktif (hiperaktif ringan) dan kurang konsentrasi.
T. Adakah perbedaan dalam menangani anak-anak itu? Bagaimana cara menanganinya terutama
saat pembelajaran?
344

J. Ada, tapi keduanya mudah diatur koq. Hanya saja kalau Anis, dalam menyampaikan kita lebih
mempertajam bahasa kita agar dia lebih memahami maksud dari ucapan/perintah kita.
Sedangkan untuk Martika kita lebih mengkonsentrasikan anak itu pada tugas yang kita
berikan, karena memang anak itu seringkali mengabaikan tugas yang kita berikan dan tidak
jarang dalam kita menyampaikan perintah harus diulang-ulang.
T. Apa yang anda persiapkan terlebih dahulu sebelum mengajarkan anak hiperaktif?
J. Yang pertama kita siapkan adalah media pembelajarannya dulu, materi pembelajarannya,
siswanya dalam berkonsentrasi, baru kita mulai kegiatan belajar mengajar dan tidak memberi
waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri
T. Bagaimanakah cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas (langkah-langkah membelajarkan
anak hiperaktif) agar mereka menurut pada anda?
J. Yang dilakukan adalah menyuruh anak untuk duduk dan memusatkan perhatian mereka dengan
menatap mata anak dan memegang kedua tangannya, setelah anak diam beberapa lama baru
kita mulai pembelajarannya.
T. Bahasa (bicara dengan anak hiperaktif) merupakan kendala utama dalam membelajarkan anak
hiperaktif, bagaimana cara anda mengatasinya agar proses belajar mengajar ini berjalan
dengan lancar?
J. Bicara dengan anak hiperaktif harus tegas dan jelas, apabila ada yang tidak dimengerti oleh
anak kita gunakan gambar untuk membantu kita dalam berkomunikasi/berinteraksi.
T. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif harus dengan menggunakan alat bantu
pengajaran (media pembelajaran)? Media apa saja yang digunakan? Apakah media itu juga
dirancang (dibuat) sendiri?
J. Ya, kebanyakan media itu adalah media visual gambar yang dibuat sendiri.
T. Selain media apakah juga menggunakan mainan dalam membelajarkan anak hiperaktif?
J. Ya, tentunya mainan edukatif
T. Mencakup apa saja pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) tersebut? Dan
dalam mata pelajaran apa saja menggunakan media visual (gambar) tersebut? Lalu bagaimana
cara membelajarkannya di kelas?
J. Hampir semua dalam membelajarkan anak hiperaktif
dengan menggunakan media visual (gambar) terutama
dalam mengenalkan suatu benda atau hal lain dalam
membimbing anak untuk melakukan sesuatu. Cara
pembelajarannya dengan bertahap dimulai dari yang
mudah/sederhana sampai ke yang rumit sesuai dengan
kurikulum yang sudah ada.
345

T. Mengapa media visual (gambar) itu sangat diperlukan/diutamakan dalam pembelajaran anak
hiperaktif, faktor apa saja yang mendukung penggunaan media visual (gambar) itu?
J. Untuk membimbing anak dalam memahami sesuatu baik itu dalam memahami suatu benda
atau ucapan.
T. Apakah kesulitan anda pertama kali dalam memperkenalkan anak pada suatu media visual
(gambar)?
J. Kesulitannya yaitu pada awal-awalnya anak mulai ditangani. Tidak hanya memperkenalkan
pada suatu media tapi untuk mulai pembelajarannya saja itu sulit, sehingga waktu dua jam itu
hanya digunakan untuk menenangkan anak.
T. Apakah ada faktor penghambat/kendala dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar)? Bagaimana cara mengatasinya?
J. Tidak ada, justru cara yang paling mudah dalam menyampaikan materi pelajaran adalah
menggunakan media visual (gambar) bahkan media ini sangat membantu kita dalam
berkomunikasi pada anak.
T. Seperti yang anda jelaskan tadi bahwa apabila anak itu sulit untuk diajak belajar, salah satu
jalan harus disertai dengan pemberian hadiah untuk menarik minat mereka dalam belajar.
Apakah dengan pemberian hadiah itu tidak berakibat buruk bagi mereka nantinya, karena
kalau sudah terbiasa mereka pasti akan menagih janjinya dan tidak mau belajar sebelum minta
sesuatu, lalu bagaimana cara menghilangkan pemberian hadiah itu dan apakah ada cara lain
agar mereka mau belajar tanpa pemberian hadiah?
J. Tidak, karena hadiah itu tidak hanya berupa benda, tetapi bisa diganti dengan pujian, tepuk
tangan, ciuman.
T. Apakah anda juga menggunakan obat penenang sebelum mengajarkan pada mereka, yang
tentunya sesuai dengan anjuran dokter?
J. Tergantung dari kondisi anak, apakah anak itu mudah untuk diatasi ataukah sulit untuk
diatasi/ditenangkan untuk konsentrasi.
T. Apakah obat itu tidak mengganggu mereka dalam konsentrasi belajar (misalnya bisa
mengakibatkan anak itu mengantuk atau malah malas belajar)?
Tidak, justru obat tersebut sangat membantu mereka dalam berkonsentrasi
T. Bagaimana jika obat itu tidak mempunyai pengaruh sedikitpun dalam menenangkan anak
hiperaktif, karena tingkat aktivitasnya yang tinggi?
Kita akan menghubungi dokter untuk diminta meningkatkan dosisnya.
Berkaitan dengan kehidupan sosialnya apakah anda juga mengamati bagaimana
cara anak hiperaktif itu bergaul dengan temannya sesama hiperaktif atau anak
lain yang normal, apakah ada banyak hambatan/kendala dalam mereka
346

bergaul? Dan anda sebagai guru pembimbing apa yang anda ajarkan berkaitan
dengan sosialisasi anak hiperaktif agar anak itu bisa bergaul seperti anak-anak
lainnya dan tidak dijauhi oleh teman-temannya?
J. Ya, terutama kendalanya dalam berkomunikasi dan dalam ia bersikap, mungkin ia cenderung
asik dengan dunianya sendiri/permainannya sendiri. Disini kami mencoba untuk mengajarkan
sosialisasi pada anak dimulai dengan kelompok kecil anatara 2-3 orang disitu kita mengamati
tingkah anak sambil mungkin diadakan suatu permainan.
Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif anda juga mengajak kerja sama

orang tua mereka untuk melanjutkan pembelajaran di rumah?

J. Ya itu pasti orang tua harus aktif dalam membelajarkan anaknya dirumah, untuk itu lembar
penilaian selalu dibawa pulang tujuannya agar orang tua mengulang apa yang diajarkan
diterapi, sehingga orang tua dan kita sebagai terapis bisa mengetahui perkembangan si anak
baik dirumah maupun ditempat terapi.
T. Selama anda mengajar disini apakah ada hambatan dalam mengajarkan anak hiperaktif? Dan
bagaimana cara memecahkan masalah itu?
J. Ada, terutama dalam mengendalikan anak untuk belajar, banyak sekali
masalah yang ditimbulkan si anak, baik itu masalah perilaku maupun emosi
anak yang tidak stabil
Cara mengatasinya:
 Memberikan reinforcement.
 Tidak memberi waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri
 Menyiapkan kegiatan yang menarik dan positif
 Menciptakan situasi yang kondusif bagi anak, tidak menyakiti diri.
Sedangkan apabila emosi anak dalam keadaan tidak stabil, misalnya: menangis, berteriak,
tertawa tanpa sebab yang jelas, memberontak, mengamuk, destruktif, tantrum dsb.
Maka cara mengatasinya:
 Berusaha mencari dan menemukan penyebabnya
 Berusaha menenangkan anak dengan cara tetap bersikap tenang
 Setelah kondisi emosinya mulai membaik, kegiatan dapat dilanjutkan.
T. Apakah anda dalam mengajarkan anak hiperaktif sudah dirasakan cukup berhasil dalam
membimbing mereka? Bagaimana perkembangannya sekarang?
J. Alhamdulillah cukup berhasil. Terbukti kalau Anis sudah bisa bicara walaupun cedal dan
dalam membaca hurufnya ada yang dihilangkan seperti biru menjadi bi u, putih menjadi uti,
kotak menjadi otak tetapi dia cukup pintar terbukti kalau nilai-nilainya itu baik. Dan untuk
347

Martika walaupun dia kurang konsentrasi dalam belajar dan penangkapannya itu kurang tetapi
dengan ketelatenan dan pembelajaran yang berulang-ulang hasilnyapun cukup memuaskan.
T. Apakah pesan anda terhadap orang tua anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya dalam
membimbing/membelajarkan anak mereka di rumah?
J. Pesan saya kepada orang tua yang mempunyai anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya
usahakan untuk membimbing anaknya di rumah dengan tegas dan disiplin.

Wawancara Dengan Orang Tua Siswa


Ibu Nur
T. Sejak kapan anda mengetahui anak anda hiperaktif?
J. Sejak usia mendekati 2 tahun
T. Apa yang meyakinkan anda bahwa anak anda tergolong hiperaktif?
J. Dari gerakan-gerakannya, perilakunya, kontak matanya, jam kurang tidur dan yang tambah
yakin dari kami adalah dari diagnosa dokter.
V. T. Anak nomor berapa yang hiperaktif itu?
J. Anak pertama
T. Apakah dia mempunyai saudara? Berapa jumlahnya?
J. Punya, ada 3
T. Apakah anda membedakan anak anda yang hiperaktif dengan saudara-saudaranya yang lain?
J. Ya
T. Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam berkomunikasi terutama dalam mengucapkan
kata-kata (berbicara), mulai kapan anak anda yang hiperaktif itu berbicara dan
mengikuti/menirukan siapa?
J. Ya, kalau nggak salah usia 4,5 tahun, tidak ada yang dia tirukan, dia mengoceh sendiri
T. Sebelum anak anda dibawa ke tempat terapi apa yang sudah anda lakukan dalam menangani
anak anda? Apakah cara ini berhasil?
J. Kami waktu itu tidak tahu apa yang harus kami lakukan, lalu kami mencari petunjuk seorang
dokter untuk dibawa kemana anak saya yang mengalami gangguan perkembangan ini, oleh
dokter kami dianjurkan untuk dibawa ke pusat terapi khusus untuk menangani anak
bermasalah, khususnya hiperaktif/autisma.
T. Apakah anda sering mengikuti seminar-seminar/pelatihan khusus menangani anak hiperaktif?
J. Ya, sering.
T. Darimana anda tahu bahwa disini adalah tempat terapi anak berkebutuhan khusus?
J. Dari koran.
T. Umur berapa anak anda diterapi disini?
348

J. Umur 4,5 tahun


T. Apakah disamping anak anda diterapi disini, dirumah anda juga meluangkan waktu untuk
membimbing dia seperti yang diajarkan di tempat terapi?
J. Ya saya selaku orang tua selalu meluangkan waktu untuk membimbing dan mengajari anak
saya.
T. Apakah dirumah juga disediakan tempat khusus untuk belajar baik itu ruangan, meja kursi ,
alat/media pembelajaran dan mainan?
J. Ya, kami menyediakan fasilitas lengkap untuk anak kami yang mempunyai gangguan
perkembangan autis dan hiperaktif ini.
T. Apakah selama anda mengajarkan dirumah ada hambatan-hambatan/ kendala? Bagaimana cara
memecahkan/mengatasinya?
J. Ada, anak cenderung lebih tidak konsentrasi, manja karena diajari oleh orang tuanya sendiri di
rumah, dan kami cara mengatasinya adalah kami tetap harus konsisten untuk mengajarinya
pada jam yang sudah ditentukan.
T. Apakah disamping terapi anda juga membawa anak anda ke dokter dan menggunakan obat
penenang dalam mengatasi anak hiperaktif tentunya sesuai dengan resep dokter? Apakah hal
ini juga anda konsultasikan dengan guru/kepala dari sekolah khusus anak hiperaktif?
J. Ya, kami selalu konsultasi dan berobat ke dokter setiap 2 bulan sekali.
Ya tentu, karena ini berhubungan dengan perkembangan anak kami maka kami harus bekerja
sama dengan terapis dan dokter.
T. Apakah ada perubahan sikap dari anak anda selama diterapi dan bagaimana hasilnya?
J. Perubahannya memang sangat mencolok sekali, buktinya anak saya sekarang sudah sembuh
dan baik, perkembangan bicaranya dia sudah bisa menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
dalam bentuk kalimat, berinisiatif untuk mengungkapkan keinginannya/pendapatnya sendiri.
T. Apakah anda juga memperhatikan makanan yang dimakan anak anda sesuai dengan anjuran
dokter dan guru ditempat terapi bahwa ada makanan yang harus dihindarkan/dijauhkan dari
anak hiperaktif?
J. Ya kami memperhatikan sekali pola makanan yang dikonsumsi oleh anak kami.
T. Kita tahu bahwa kebanyakan makanan yang dijual terbuat dari bahan yang dilarang untuk
dimakan anak hiperaktif , lalu bagaimana anda menyikapinya dan bagaimana jika anak anda
merengek minta dibelikan makanan itu?
J. Yang kami lakukan kami membiasakan dulu dengan masakan-masakan/makanan-makanan
yang kami buat sendiri, jika anak kami menangis minta dibelikan makanan kami selaku orang
tua adalah memberi pengertian bahwa makanan itu tidak boleh agar cepat sembuh.
T. Dengan adanya makanan yang dilarang untuk anak hiperaktif apakah di dalam keluarga anda
juga diterapkan hal yang serupa agar tidak “ngiming-ngimingi” anak anda yang hiperaktif?
349

J. Ya, sekeluarga alangkah baiknya memang mendukung dan keluarga kami juga mendukung,
karena memang ada satu anak yang bermasalah dari keluarga kami sehingga keluarga yang
lainpun harus tahu bahwa ada saudaranya yang tidak boleh makan makanan itu, jadi harus
menghormatinya, jadi kalau ingin makan makanan yang dibeli di luar makanannya harus
ngumpet.
T. Adakah kendala/hambatan-hambatan pada diri anak anda dalam bersosialisasi (bergaul) baik
itu dengan orang dewasa atau teman sebayanya, terutama dengan anggota keluarga yang
lainnya?
J. Hambatan-hambatan itu ada pada awal sebelum penanganan tetapi setelah terjadi penanganan
anak kami sudah mulai berinteraksi, sudah sembuh, sudah pulih dan bergaul dengan siapa
saja.
T. Apakah pesan anda pada para orang tua lainnya yang mempunyai anak hiperaktif?
J. Pesan saya pada orang tua yang mempunyai anak hiperaktif tolong bahwa tiap anak
mempunyai hak yang sama, hak pendidikan yang sama dengan anak yang tidak mempunyai
gangguan perkembanngan, tolong masukkanlah ke tempat-tempat terapi karena disitulah
tempatnya dan penanganan yang tepat agar anak anda menjadi manusia yang berguna,
menjadi seorang anak yang anda inginkan dan anak itu inginkan.
Ibu Utami
T. Sejak kapan anda mengetahui anak anda hiperaktif?
J. Kurang lebih berumur 2 tahun.
T. Apa yang meyakinkan anda bahwa anak anda tergolong hiperaktif?
J. Karena anak itu banyak gerak dan sulit diatur.
VI. T. Anak nomor berapa yang hiperaktif itu?
J. Anak no.2
T. Apakah dia mempunyai saudara? Berapa jumlahnya?
J. Ya, ada 2 orang.
T. Apakah anda membedakan anak anda yang hiperaktif dengan saudara-saudaranya yang lain?
J. Tidak, tapi mungkin anak saya yang hiperaktif ini lebih diperhatikan lagi.
T. Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam berkomunikasi terutama dalam mengucapkan
kata-kata (berbicara), mulai kapan anak anda yang hiperaktif itu berbicara dan
mengikuti/menirukan siapa?
J. Ya, dia berbicara sejak dia mulai mengoceh tapi bicaranya itu tidak jelas sampai akhirnya
saya bawa ke tempat terapi ini.
T. Sebelum anak anda dibawa ke tempat terapi apa yang sudah anda lakukan dalam menangani
anak anda? Apakah cara ini berhasil?
J. Sebelumnya saya bawa kedokter kemudian oleh dokter disuruh dibawa ke tempat terapi.
350

T. Apakah anda sering mengikuti seminar-seminar/pelatihan khusus menangani anak hiperaktif?


J. Dulu sih tidak pernah, tetapi setelah anak saya mulai diterapi, demi perkembangan dan
kesembuhan anak saya setiap ada seminar/pelatihan tentang anak bermasalah saya berusaha
untuk mengikutinya.
T. Darimana anda tahu bahwa disini adalah tempat terapi anak berkebutuhan khusus?
J. Dari teman saya yang juga mempunyai anak seperti saya.
T. Umur berapa anak anda diterapi disini?
J. Umur 5 tahun
T. Apakah disamping anak anda diterapi disini, dirumah anda juga meluangkan waktu untuk
membimbing dia seperti yang diajarkan di tempat terapi?
J. Ya saya berusaha untuk meluangkan waktu untuk membelajarkannya dirumah.
T. Apakah dirumah juga disediakan tempat khusus untuk belajar baik itu ruangan, meja kursi ,
alat/media pembelajaran dan mainan?
J. Ya.
T. Apakah selama anda mengajarkan dirumah ada hambatan-hambatan/ kendala? Bagaimana cara
memecahkan/mengatasinya?
J. Ya, mungkin karena diajarkan sendiri oleh orang tuanya jadi anak itu menjadi manja dan sulit
konsentrasi akibatnya saya selalu memberikan obat penenang sebelum mengajarkan anak saya
di rumah.
T. Apakah disamping terapi anda juga membawa anak anda ke dokter dan menggunakan obat
penenang dalam mengatasi anak hiperaktif tentunya sesuai dengan resep dokter? Apakah hal
ini juga anda konsultasikan dengan guru/kepala dari sekolah khusus anak hiperaktif?
J. Ya, karena sebelum dibawa ke tempat terapi saya merujuk ke dokter, dan dari tempat terapi
sendiri juga menyarankan untuk berkonsultasi dengan dokter.
T. Apakah ada perubahan sikap dari anak anda selama diterapi dan bagaimana hasilnya?
J. Banyak sekali dan hasilnya cukup memuaskan walaupun itu memerlukan waktu yang cukup
lama, mulai dari dia sudah bisa diajak berkomunikasi, perilakunya sudah mulai bisa
dikendalikan, dan tidak seaktif dulu.
T. Apakah anda juga memperhatikan makanan yang dimakan anak anda sesuai dengan anjuran
dokter dan guru ditempat terapi bahwa ada makanan yang harus dihindarkan/dijauhkan dari
anak hiperaktif?
J. Ya
T. Kita tahu bahwa kebanyakan makanan yang dijual terbuat dari bahan yang dilarang untuk
dimakan anak hiperaktif , lalu bagaimana anda menyikapinya dan bagaimana jika anak anda
merengek minta dibelikan makanan itu?
351

J. Selama ini saya mengajarkan pada anak-anak saya untuk tidak membiasakan jajan diluar
rumah, apalagi setelah mengetahui anak saya ada yang bermasalah, saya mencoba untuk
membuat makanan sendiri sesuai dengan anjuran dokter. Jadi tidak anak saya yang
bermasalah saja yang diet tetapi semua anggota keluarga ikut diet. Setelah dipikir-pikir itu
baik juga untuk semuanya.
T. Dengan adanya makanan yang dilarang untuk anak hiperaktif apakah di dalam keluarga anda
juga diterapkan hal yang serupa agar tidak “ngiming-ngimingi” anak anda yang hiperaktif?
J. Ya, apabila disitu ada yang ingin makan saya suruh menghindar, tidak di depan anak saya
yang hiperaktif.
T. Adakah kendala/hambatan-hambatan pada diri anak anda dalam bersosialisasi (bergaul) baik
itu dengan orang dewasa atau teman sebayanya, terutama dengan anggota keluarga yang
lainnya?
J. Kalau dengan teman sebaya sih enggak, karena anak kecil itu kan nggak tahu apa-apa asal
bisa diajak bermain mereka senang saja, tetapi kalau dengan orang dewasa kendalanya dalam
berkomunikasi, untuk itu peran anggota keluarga juga sangat penting dalam mengajarkan dia
berkomunikasi.
T. Apakah pesan anda pada para orang tua lainnya yang mempunyai anak hiperaktif?
J. Saya sarankan kepada orang tua yang mempunyai anak bermasalah seperti saya ini untuk
dibawa ke dokter anak atau ke psikiater anak, mungkin dari situ akan merujuk ke tempat
terapi. Dan dalam proses terapi jangan lupa anak juga diterapi dirumah untuk itu sebagai
orang tua kita harus sabar dalam menghadapi anak.

HASIL DOKUMENTASI
PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
352

Wawancara dengan Kepala Terapi Pemusatan perhatian pada anak

Melabel nama buah Menulis huruf

Menulis angka Menunjuk angka


353

Belajar Menabung Melabel Angka

Melabel warna Menyebutkan nama binatang

Mencocokkan benda Pemberian reinforcer (hadiah) berupa


krupuk
354

Melabel nama binatang Pemberian reinforcer (pujian)

Membaca suku kata Menyelesaikan mainan puzzle

Belajar membaca

MACAM-MACAM
MEDIA VISUAL (GAMBAR)
355

Gambar alat transportasi Gambar benda dengan jumlah yang lebih


banyak

Gambar warna Gambar angka

Gambar buah-buahan Gambar huruf


356

Gambar aktivitas orang (kata kerja) Gambar suku kata

Gambar arah jarum jam Gambar nama benda

Gambar aktivitas orang secara bertahap Gambar aktivitas orang secara bertahap
357

Macam-macam mainan edukatif

“Been Back”
Alat untuk mengurangi hiperaktifitas pada anak

PEDOMAN KURIKULUM
Kemampuan Mengikuti Kemampuan Imitasi (Meniru)
Tugas/Pelajaran 1. Imitasi gerakan motorik kasar
1. Duduk mandiri di kursi 2. Imitasi tindakan (aksi) terhadap benda
2. Kontak mata saat dipanggil “Galih” 3. Imitasi gerakan motorik halus
3. Kontak mata ketika diberi perintah 4. Imitasi gerakan motorik mulut
“Lihat [(ke) sini]”
4. Berespons terhadap arahan “Tangan ke Kemampuan Bahasa Reseptif
bawah” 1. Mengikuti perintah sederhana (satu-
tahap)
358

2. Identifikasi bagian-bagian tubuh 4. Benda dengan gambar


3. Identifikasi benda-benda 5. Warna, bentuk, huruf, angka
4. Identifikasi gambar-gambar 6. Benda-benda yang non-identik
5. Identifikasi orang-orang dekat 7. Asosiasi (hubungan) antara berbagai
(familier)/anggota keluarga benda
6. Mengikuti perintah kata kerja 8. Menyelesaikan aktivitas sederhana
7. Identifikasi kata-kata kerja pada secara mandiri
gambar 9. Identifikasi warna-warna
8. Identifikasi benda-benda di lingkungan 10. Identifikasi berbagai bentuk
9. Menunjuk gambar-gambar dalam buku 11. Identifikasi huruf-huruf
10. Identifikasi benda-benda menurut 12. Identifikasi angka-angka
fungsinya 13. Menyebut (menghafal) angka 1 sampai
11. Identifikasi kepemilikan 10
12. Identifikasi suara-suara di lingkungan 14. Menghitung benda-benda

Kemampuan Bahasa Kemampuan Bantu-diri


Ekspresif 1. Minum dari gelas
1. Menunjuk sesuatu yang diingini 2. Makan dengan menggunakan sendok
sebagai respons dari “Mau apa?” dan garpu
2. Menunjuk secara spontan benda-benda 3. Melepas sepatu
yang diingini 4. Melepas kaos kaki
3. Imitasi suara dan kata 5. Melepas celana
4. Menyebutkan (melabel) benda-benda 6. Melepas baju
5. Menyebutkan (melabel) gambar- 7. Menggunakan serbet/tissue
gambar 8. Toilet-training untuk buang air kecil
6. Mengatakan (secara verbal) benda-
benda yang diinginkan
7. Menyatakan atau dengan isyarat “ya”
dan “tidak” untuk sesuatu yang disukai
(diingini) dan yang tidak disukai (tidak
diingini)
8. Menyebutkan (melabel) orang-orang
dekat (familier)/anggota keluarga
9. Membuat pilihan
10. Saling menyapa
11. Menjawab pertanyaan-pertanyaan
sosial
12. Menyebutkan (melabel) kata kerja di
gambar, orang lain, dan diri sendiri
13. Menyebutkan (melabel) kata kerja di
gambar, orang lain dan diri sendiri
14. Menyebutkan (melabel) benda sesuai
fungsinya
15. Menyebutkan (melabel) kepemilikan

Kemampuan Pre-Akademik
1. Mencocokkan
2. Benda-benda yang identik
3. Gambar-gambar yang identik
359

LEMBAR PENILAIAN

Kategori : ……………………………………………………………………..
Instruksi : ……………………………………………………………………..
Respon Benar : ……………………………………………………………………..

Catatan :
1. Masing-masing terapis menggunakan ball point dengan warna tinta yang berbeda. Sehingga
mudah terlihat berapa kali seorang terapi telah melakukan suatu aktivitas, dan mudah
dievaluasi sudah berapa kali seorang (dan keseluruhan) terapis telah mendapatkan nilai A
(achieved). Juga mudah dievaluasi terapis (atau waktu-waktu tertentu) yang mana yang selalu
mendapat P atau A.
2. Suatu aktivitas dinyatakan telah dikuasai anak bila memenuhi kriteria 3 x 3 A. Yaitu 3 terapis
pada 3 session (kesempatan/waktu belajar) yang berbeda-beda secara berurutan memperoleh
nilai A (yaitu berturut-turut 3 instruksi pertama mendapat 3 respons yang benar semua).
Bila suatu aktivitas telah mendapatkan 3 x 3 A, aktivitas tersebut dimasukkan
ke dalam program dan lembar penilaian.
3. Bila dalam 3 instruksi pertama berturut-turut, 1/lebih respons salah, dinilai P. Dapat juga
digunakan kode misalnya APP, AAP (bila AAA cukup ditulis dengan A saja), atau P+, P++,
atau A-, A- -, dan lain-lain (sesuai kesepakatan seluruh terapis dan orang tua, tetapi harus
konsisten).

Hal ini dapat dikerjakan dengan tujuan untuk membedakan apakah anak
memang benar-benar belum bisa atau sudah mulai /sesekali bisa atau bisa
dengan prompt setengah/sebagian/ringan.
4. Bila dalam 1 session seorang terapis melakukan suatu aktivitas lebih dari satu siklus, untuk
pencatatannya tanggal ditulis hanya sekali dan bagian tanggal berikutnya dicoret supaya
mudah terlihat dan mudah dievaluasi.
360

Yang dimaksud satu siklus yaitu pada instruksi #1 dan #2 anak tidak berespons atau berespons
salah, kemudian dengan instruksi #3 + prompot, kemudian imbalan.

You might also like