Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak zaman dulu, tepatnya jauh sebelum kaum tani dari Pulau Jawa
ditransmigrasikan Pemerintah Belanda ke Lampung, memang penduduk pribumi
asli (orang Lampung) mayoritas adalah petani yang gigih dan terampil. Bertani
sawah dengan pengairan secara "alamiah", memanfaatkan air sungai kecil, sumber
mata air (ulu tulung) yang ada dan sawah tadah hujan, belum banyak berbentuk
pertanian sawah dengan teknis irigasi seperti di daerah transmigrasi sekarang ini.
Mereka pun berladang padi, diselipi tanaman palawijo, cabai, buncis, bumbu
dapur lain, kacang sayur juga jagung sekadar saja untuk dimakan (konsumsi)
sendiri. Pribumi pantangan menjual dari hasil usaha ladang sendiri.
Provinsi Lampung memiliki banyak benih unggul yang perlu mendapat
pengakuan pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian. Lampung memiliki
beragam benih hortikultura dan pangan. Misalnya tomat, buncis dan benih padi
Sertani.
B. Tujuan
Kacang buncis (Phaseolus vulgaris .L.) berasal dari Amerika, sedangkan kacang
buncis tipe tegak (kidney-bean) atau kacang jago adalah tanaman asli lembah
Tahuaacan-Meksiko. Penyebarluasan tanaman buncis dari Amerika ke Eropa
dilakukan sejak abad 16. Dearah pusat penyebaran dimulai di Inggris (1594),
menyebar ke negara-negara Eropa, Afrika, sampai ke Indonesia.
Buncis sendiri mempunyai dua jenis yaitu buncis jenis tegak dan buncis jenis
melilit. Jenis buncis tegak batangnya tidak menjalar misalnya kacang merah
(kacang jago) yang bijinya berbintik-bintik merah dan kacang galing, bijinya
berwarna hitam kuning atau cokelat tua. Sedangkan buncis dengan jenis melilit
bijinya berwarna putih, hitam dan kuning. Buncis jenis ini banyak ditanan oleh
petani.
Peningkatan produksi buncis mempunyai arti penting dalam menunjang
peningkatan gizi masyarakat, sekaligus berdaya guna bagi usaha mempertahankan
kesuburan dan produktivitas tanah. Kacang buncis merupakan salah satu sumber
protein nabati yang murah dan mudah dikembangkan.
Tanah yang cocok bagi tanaman buncis ternyata banyak terdapat di daerah yang
mempunyai iklim basah sampai kering dengan ketinggian yang bervariasi. Pada
umumnya tanaman buncis tidak membutuhkan curah hujan yang khusus, hanya
ditanam di daerah dengan curah hujan 1.500-2.500 mm/tahun. Umumnya tanaman
buncis memerlukan cahaya matahari yang banyak atau sekitar 400-800
feetcandles. Dengan diperlukan cahaya dalam jumlah banyak, berarti tanaman
buncis tidak memerlukan naungan. Suhu udara ideal bagi pertumbuhan buncis
adalah 20-25 derajat C. Pada suhu < 20 derajat C, proses fotosintesis terganggu,
sehingga pertumbuhan terhambat, jumlah polong menjadi sedikit. Pada suhu ³ 25
derajat C banyak polong hampa (sebab proses pernafasan lebih besar dari pada
proses fotosintesis), sehingga energi yang dihasilkan lebih banyak untuk
pernapasan dari pada untuk pengisian polong. Kelembaban udara yang diperlukan
tanaman buncis ± 55% (sedang). Perkiraan dari kondisi tersebut dapat dilihat bila
pertanaman sangat rimbun, dapat dipastikan kelembapannya cukup tinggi.
Jika dilhat dari sisi media tanamnya, jenis tanah yang cocok untuk tanaman buncis
adalah andosol dan regosol karena mempunyai drainase yang baik. Tanah andosol
hanya terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai iklim sedang dengan
curah hujan diatas 2500 mm/tahun, berwarna hitam, bahan organiknya tinggi,
berstektur lempung hingga debu, remah, gembur dan permeabilitasnya sedang.
Tanah regosol berwarna kelabu, coklat dan kuning, berstektur pasir sampai
berbutir tunggal dan permeabel. Sifat-sifat tanah yang baik untuk buncis: gembur,
remah, subur dan keasaman (pH) 5,5-6. Sedangkan yang ditanam pada tanah pH <
5,5 akan terganggu pertumbuhannya (pada pH rendah terjadi gangguan
penyerapan unsur hara). Beberapa unsur hara yang dapat menjadi racun bagi
tanaman antara lain: aluminium, besi dan mangan. Tanaman buncis tumbuh baik
di dataran tinggi, pada ketinggian 1000-1500 m dpl. Walaupun demikian tidak
menutup kemungkinan untuk ditanam pada daerah dengan ketinggian antara 300-
600 meter. Dewasa ini banyak dilakukan penelitian mengenai penanaman buncis
tegak di dataran rendah ketinggian: 200-300 m dpl., dan ternyata hasilnya
memuaskan. Beberapa varietas buncis tipe tegak seperti Monel, Richgreen, Spurt,
FLO, Strike dan Farmers Early dapat ditanam di dataran rendah pada ketinggian
antara 200-300 m dpl.
Dalam arti luas agribisnis didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan usaha yang
menghasilkan produk pertanian hingga dikonsumsi oleh konsumen. Di Indonesia
agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam
perekonomian nasional dan sekitar 80% dari jumlah penduduk di Indonesia
menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis.
Budaya masyarakat pedesaan untuk kerja keras, rajin, hidup hemat dan daya
empati yang tinggi merupakan potensi besar penggerak kemajuan agribisnis di
pedesaan.
Jika dikaitkan dengan permasalahan yang sering dihadapi petani, beberapa hal
yang mendorong diperlukannya kerjasama kemitraan, antara lain: (1) fluktuasi
harga yang tajam; (2) modal petani yang terbatas; (3) kepastian suplay cabai
merah. Fluktuasi harga yang tajam menyebabkan petani sering menerima tingkat
harga yang rendah sehingga tingkat keuntungan petani rendah bahkan sering
menimbulkan kerugian.
Modal petani yang terbatas serta tingkat keuntungan yang rendah menyebabkan
petani tidak dapat menerapkan teknologi anjuran secara optimal karena
penyediaan sarana produksi kurang memadai sehingga tidak mampu
mengembangkan usahataninya. Kebutuhan modal usahatani yang besar dan tidak
adanya kredit usahatani menyebabkan petani harus mencari pinjaman modal dari
pihak ketiga dengan tingkat suku bunga yang relatif tinggi. Sementara itu lembaga
permodalan yang diharapkan dapat membantu petani justeru kurang tertarik pada
usahatani sayuran akibat resiko pengembalian pinjaman yang relatif tinggi, terkait
ketidakpastian penerimaan petani .
Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran dalam
hubungannya dengan sistempembentukan harga dan praktek transaksi –
melakukan pembelian dan penjualan—secara horizontal maupun
vertikal(Hasyim,1994). Atau dengan kata lain tingkah laku perusahaan dalam
struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang dibuat oleh
manager dalam struktur pasar yang berbeda. Keragaan pasar yaitu sampai sejauh
mana pengaruh riil struktur pasar dan perilaku pasar yang berkaitan dengan harga,
biaya dan volume produksi.
( Ali Ibrahim Hasyim, 1994 )
Sampai saat ini pola pemasaran buncis yang berjalan adalah rantai pemasaran
tradisional. Petani produsen menjual hasilnya ke leverensir/tengkulak kebun yang
ditugaskan oleh leverensir. Leverensir lalu mengirim hasil langsung ke bandar
untuk diteruskan ke pasar-pasar kecil sebagai pengecer yang akhirnya sampai ke
konsumen. Dapat pula petani produsen langsung menjual hasilnya ke pengecer
setempat. Berarti, tata niaga tersebut belum berjalan dengan efisien. Sistem tata
niaga dianggap efisien bila mempunyai 2 syarat:
a) Hasil dari pertani diterima konsumen dengan biaya murah.
b) Harga yang dibayarkan konsumen dibagikan secara adil pada semua pihak
yang ikut serta dalam memproduksi dan memasarkan hasil tersebut.
Untuk menghitung besarnya hasil yang diterima petani, tidak terlepas dari
perhitungan margin dari lembaga tata niaga yang bersangkut paut. Dasar
perhitungan marketing margin ialah penyerahan di konsumen akhir dari semua
penerimaan untuk saluran yang sama, yakni terhadap 1 kg sayur yang dijual di
konsumen akhir. Biasanya bandar dan pengecer mempunyai penerimaan margin
terbesar pada tata niaga rantai panjang. Sedangkan untuk tata niaga rantai pendek,
petani dan pengecer mendapatkan margin yang cukup besar. Contohnya, margin
yang diterima oleh petani dan lembaga tata niaga di daerah Lembang. Pada tata
niaga rantai panjang, petani mendapat bagian sebesar 58,6%. Pada tata niaga
rantai pendek petani mendapat bagian 88%, sedangkan lembaga tata niaga
mendapatkan hanya 12%.
Kebutuhan masyarakat akan buncis terus meningkat dari tahun ke tahun seiring
dengan pertumbuhan penduduk. Hasil survei pertanian yang dilakukan pada tahun
1990 dengan jumlah penduduk 179.332.000 jiwa, kebutuhan akan buncis
mencapai 261.810 ton, sedangkan produksi buncis hanya mencapai 149.863 ton
dengan luas areal panen adalah 54.273 hektar (Setianingsih dan Khaerodin, 2003).
Sementara itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2006), khusus untuk
wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jumlah penduduk 330.536 jiwa,
kebutuhan buncis mencapai 2.221.201 ton, sedangkan produksi buncis 1.312,60
ton. Dari data tersebut terlihat bahwa produksi buncis di dalam negeri belum
dapat memenuhi kebutuhan penduduk. Untuk memenuhi permintaan penduduk
perlu dilakukan usaha peningkatan produksi buncis baik dari kualitas maupun
kuantitas yakni dengan cara perbaikan teknik budidaya, pemilihan teknologi yang
tepat, penggunaan benih yang baik, pemeliharaan serta perlindungan hama dan
penyakit. Menurut Rukmana (2002), tanaman buncis yang baik akan
menghasilkan polong muda bekisar antara 16 – 25 ton/hektar sementara menurut
Cahyono (2007), hasil panen polong buncis muda dapat mencapai 30 ton/hektar.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi buncis adalah dengan
menggunakan teknologi yang tepat. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan
adalah kompos jerami, dimana diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap
produksi buncis.
Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan
untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan
penelitian.
Benih sebar adalah perbanyakan dari benih pokok yang prosesnya dilakukan oleh
petani tertentu yang disebut petani penangkar. Benih sebar inilah yang disebarkan
kepada petani untuk ditanam dan produksinya dijadikan bahan konsumsi.
Harga produsen adalah harga buncis di tingkat produsen setelah terjadi transaksi
jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).
Harga konsumen atau harga beli adalah harga buncis yang dibayar oleh petani
pada waktu terjadi transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram
(Rp/Kg).
Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran meliputi
biaya angkut, biaya bongkar muat, dll yang diukur dalam satuan rupiah per
kilogram (Rp/Kg).
Pemasaran adalah proses pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang
ditujukan untuk memindahkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen
dengan tujuan memperoleh keuntungan di satu pihak dan kepuasan di pihak lain.
Marjin pemasaran total adalah selisih harga di tingkat konsumen akhir dengan
harga di tingkat produsen atau jumlah marjin pada tiap lembaga pemasaran,
diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).
Profit marjin adalah marjin keuntungan lembaga pemasaran, dihitung dengan cara
mengurangi nilai marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan, dinyatakan
dengan satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).
Struktur pasar adalah suatu deskripsi yang merupakan konsep mengenai tingkat
persaingan pasar, mencakup penjelasan jumlah pedagang dalam pasar, serta
syarat-syarat keluar masuk pasar.
Volume jual adalah banyaknya buncis yang djual, baik oleh produsen, maupun
oleh lembaga pemasaran, diukur dalam satuan kilogram (Kg).
Volume beli adalah banyaknya rampai yang dibeli oleh konsumen (petani) atau
lembaga pemasaran, diukur dalam satuan kilogram (Kg).
Pedagang pengumpul adalah pedagang-pedagang yang membeli buncis dari petani
produsen untuk dijual kembali.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
(deskriptif) dan analisis kuantitatif (Statistik). Analisis kualitatif (deskriptif)
digunakan untuk mengetahui struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar
berdasarkan saluran pemasaran, harga, biaya, dan volume penjualan yang
ditunjang oleh informasi daya dan hasil pengamatan di lapangan, meliputi praktik
pemasaran rampai, mulai dari petani produsen sampai ke konsumen akhir.
Analisis kuantitatif (statistik). Kinerja pasar dapat dikelompokkan ke dalam tiga
komponen, yaitu :
Keragaan pasar adalah gejala pasar yang tampak sebagai akibat dari interaksi
antara struktur pasar (market structure) dan perilaku pasar (market conduct).
Interaksi antara struktur dan perilaku pasar pada kenyataannya cenderung bersifat
kompleks dan saling pengaruh mempengaruhi secara dinamis.
a. Petani pertama
Nama : Ayun
Tempat tanggal lahir : Bandar Lampng, 6 Mei 1974
Alamat : Sumber Agung
Umur : 36 tahun
b. Petani kedua
Nama : Slamet
Tempat tanggal lahir : Nganjuk, 1948
Alamat : Sumber Agung
Umur : 62 tahun
c. Petani ketiga
Nama : Saino
Tempat tanggal lahir : Tegal, 7 Mei 1950
Alamat : Sumber Agung
Umur : 60 tahun
d. Petani keempat
Nama : Toha
Tempat tanggal lahir : Sumber Agung, 23 Juni 1976
Alamat : Sumber Agung
Umur : 34 tahun
e. Petani kelima
Nama : Pak Sarti
Tempat tanggal lahir : Tenggal (Jatim), 18 Agustus 1946
Alamat : Sumber Agung
Umur : 64 tahun
Sedangkan untuk 4 pedagang buncis yang temui dan kami mintai informasinya
yaitu :
a. Pedagang pertama
Nama : Dedi aprianto
Tempat tanggal lahir : Sidomulyo, 19 April 1960
Alamat : Sumber Agung
Umur : 50 tahun
b. Pedagang kedua
Nama : Sumiarti
Tempat tanggal lahir : Cimahi, 15 September 1975
Alamat : Bandar Lampung
Umur : 35 tahun
c. Pedagang ketiga
Nama : Jasman
Tempat tanggal lahir : Metro Kibang 17 April 1952
Alamat : Langkapura
Umur : 58 tahun
d. Pedagang keempat
Nama : Surti
Tempat tanggal lahir : Banten, 23 Februari 1976
Alamat : Bandar Lampung
Umur : 34 tahun
Penelitian ini dilakukan secara bertahap, hal ini dikarenakan tidak cukupnya
waktu apabila hanya dilakukan sekali penelitian karena banyaknya keterbatasan
yang dimiliki oleh peneliti begitu pula oleh petani dan pedagang. Keterbatasan itu
meliputi kepentingan setiap individu yang berbeda. Waktu yang dimiliki setiap
individu, jarak untuk menempuh daerah penelitian, serta sarana dan prasarana
yang kurang mendukung untuk dilakukannya penelitian.
Sejauh ini, penelitian yang telah dilakukan dapat di jabarkan sebagai berikut :
No Tanggal Tujuan Penelitian
1 5 Maret 2010 Dilakukan survei lokasi serta peninjauan diseputar
Kelurahan Sumber Agung, serta ramah tamah dan
pengenalan diri kepada petani setempat
2 21 Maret 2010 Memberikan quesioner yang khusus ditujukan kepada
petani sebagai pelaku primer dalam proses tata niaga.
Pemberian questioner ini dilakukan langsung di kebun
buncis milik para petani buncis serta kunjungan ke
rumah salah satu petani untuk memastikan pedagang
yang akan mengambil buncis.
3 28 Maret 2010 Memberikan questioner kepada para pedagang buncis
yang terlibat langsung dalam pengambilan buncis dari
para petani. Pemberian questioner ini dilakukan
dengan mengunjungi masing-masing pedagang
dikediamannya masing-masing
Marjin pemasaran adalah selisih harga di tingkat petani produsen (Pf) dengan
harga di tingkat konsumen (Pr) (Hasyim, 1994)
Rumus menghitung marjin pemasaran dan marjin keuntungan :
Mji = Psi – Pbi
Mji = Bti + 1
1 = Mji – Bti
Total Marjin secara matematis :
n
∑ Mj
Mj = i=1 atau
Mj = Pr-Pf
Rasio Profit Marjin (RPM) (Azzaino, 1982) :
πi
=
RPM bti
Keterangan :
Mji = Marjin lembaga pemasaran tingkat ke-1
Psi = Harga jual lembaga pemasaran tingkat ke-1
Pbi = Harga beli lembaga pemasaran tingkat ke-1
1 = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-1
l = 1,2,3,…,n
n = Jumlah lembaga pemasaran
Mj = Total marjin pemasaran
Pr = Harga di tingkat konsumen
Pf = Harga di tingkat petani
Jika selisih RPM antara lembaga pemasaran sama dengan nol, maka system
pemasaran efisien, dan sebaliknya. (Azzaino, 1982)
r=
{∑ ( Pr−Pr ) ( Pf − Pf )
i=1
}
n n
√{
∑ ( Pr−Pr )2 ×∑ ( Pf − Pf )2
i=1 i =1
}
Keterangan :
r = Koefisien korelasi harga
n = Jumlah pengamatan
Jika angka koefisien korelasi harga mendekati satu, maka keeratan hubungan
harga pada kedua tingkat pasar terintegrasi sempurna yaitu sistem pemasaran
bekerja secara efisien. Namun, jika koefisien korelasi harga mendekati nol, maka
sistem pemasaran tidak efisien (Hasyim, 1994).
Pengujian terhadap nilai “r” :
0-0,20 = sangat rendah (hampir tidak ada hubungan )
0,21-0,40 = korelasi rendah
0,41-0,60 = korelasi sedang
0,41-0,80 = cukup tinggi
0,81-1 = korelasi tinggi
Sehingga δ Pr 1
=
δ Pf ( 1-b )
Karena ET δ Pr Pf
×
δ Pf Pr
Persamaan (3) disubstitusikan ke dalam persamaan (4)
1 Pf
ET = ×
Maka b Pr
Koefisien regresi (b) dapat dicari dengan menggunakan rumus :
n n n
b=
{(∑ ∑ ) ( ∑ )}
i=1
Pf
i =1
Pr − n
i =1
Pf . Pr
n 2 n
{(∑ ) ( ∑ )}
i=1
Pr − n
i =1
Pr
2
ET < 1, berarti laju perubahan harga ditingkat petani lebih kecil daripada laju
perubahan harga di tingkat konsumen. Artinya sistem pemasaran berlangsung
tidak efisien.
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Penelitian yang kami lakukan dalam turun lapang untuk penyusunan laporan
tataniaga buncis ini bertempat di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling
Kota Bandar Lampung. Kelurahan ini tergolong aman kasus krimimal, seperti
konflik antar entnis/agama, perkelahian, pencurian penjarahan, perjudian,
pemakaian miras ataupun narkoba, pembunuhan, kejahatan seksual dan prostitusi
sanat jarang terjadi (dapat dilihat dari profil Kelurahan Sumber Agung).
Kelurahan ini memiliki potensi alam yang tinggi dengan luas kelurahan yaitu 498
Ha yang terdiri dari tanah sawah, tanah kering, tanah basah, tanah perkebunan,
tanah untuk fasilitas umum, dan tanah hutan. Pada tanah sawah terdapat sawah
tadah hujan seluas 2 ha, untuk tanah kering difungsikan sebagai tegal/ladang
seluas 10 Ha dan 25 Ha difungsikan untuk pemukiman. Kelurahan Sumber Agung
ini memiliki iklim dengan curah hujan 30.000 mm/th dengan jumlah bulan hujan
yaitu 6 bulan. Suhu rata-rata harian di kelurahan ini yaitu 22 C dengan bentang
wilayah yaitu perbukitan.
Periode tahun 2000 hingga sekarang dimulai pada bulan November 1999 diadakan
pemilihan kepala desa dan yang terpilih sebagai kepala desa adalah Bapak
A.Yamin yang bergelar sarjana sosial setelah menjabat selama 1 periode pada
bulan November 2007 diadakan pemilihan kepala desa kembali dan Bpk. Nuraini
terpilih kembali sebagai kepala desa Sumber Agung untuk periode ke dua hingga
sekarang.
Jenis dan kandungan tanah di kelurahan Sumber Agung ini adalah warna tanahnya
hitam kemerah-merahan, dengan kedalaman 40-50 cm. dengan adanya kondisi
tersebut, menyebabkan di kelurahan Sumber Agung juga membudidayakan
komoditas buah-buahan, seperti alpukat, mangga, rambutan, salak, papaya,
durian, sawo, dan pisang, selain itu terdapat pula perkebunan rakyat, seperti
perkebunan kelapa dengan luas 3 Ha, perkebunan kopi dengan luas areal 100 Ha,
perkebunan coklat dengan luas areal 150 Ha, dan perkebunan karet seluas 50 Ha.
Disesuaikan dengan data tahun 2009, Kelurahan Sumber Agung memiliki jumlah
penduduk sebanyak 2.703 jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 1.396 jiwa,
jumlah perempuan yaitu sebanyak 1.307 jiwa, dan jumlah kepala keluarga yaitu
sebanyak 700 KK. Sebagian besar mata pencaharian pokok masyarakat kelurahan
Sumber Agung yaitu bertani dan berdagang.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Identitas Petani Responden
Bapak Ayun memulai usaha taninya sejak tahun 1996, Bapak Slamet memulai
usaha menanam tanaman buncis sejak tahun 2006 sama seperti Bapak Toha,
Bapak Saino mualai bertanam buncis tahun 2001.
Sedangkan Bapak Sarti menanam tanaman buncis sejak tahun 1998. Dengan
perbedaan dalam waktu memulai usaha menanam buncis tersebut diantara satu
petani dengan petani lainnya dapat saling bertukar informasi dan pengalaman
yang berkenaan dengan tanaman buncis.
Secara umum para pedagang pengumpul yang kami temui sebagai responden
memiliki kualitas kehidupan yang lebih baik dibandingkan petani cabai
sebelumnya. Dalam pengamatan turun lapang ini kami menemui dua orang
pedagang pengumpul, satu orang pedagang besar dan satu orang lagi pedagang
pengecer. Pedagang pengumpul ini memiliki tugas mengumpulkan cabai dari para
petani dan menjualkannya kepada pedagang besar atau langsung ke pedagang
pengecer( pedagang akhir) untuk disalurkan pada konsumen. Adapun 2 orang
pedagang pengumpul itu adalah :
1. Bapak Dedi Aprianto, bapak berumur 50 tahun yang lahir tanggal 19
April 1960 ini merupakan penduduk Sumber Agung . Ia menjadi pedagang
pengumpul di desa Sumber Agung yang mengumpulkan buncis dari lahan
Bapak Ayun.
2. Bapak Jasman merupakan pedagang pengumpul berusia 58 tahun
kelahiran tahun 1952 yang juga merupakan penduduk asli Metro Kibang
ini merupakan pedagang pengumpul dari Bapak Sarti.
Pedagang Besar
Ibu Surti
Dalam bagan ini kami tidak mencantumkan tiga petani buncis lainnya, hal
tersebut dikarenakan kami hanya meneliti dua pedagang pengumpul, satu
pedagang besar, dan satu pedagang pengecer yang saling berkaitan satu sama lain
dalam rantai tataniaga buncis. Sebenarnya rantai tata niaga buncis di Sumber
Agung sendiri tidak terlalu panjang untuk sampai kepada konsumen. Produk hasil
terakhir terpusat pada pedagang pengecer yang biasanya dilakukan per individu
untuk dijual kembali ke konsumen di warung- warung sayur. Sedangkan untuk
penjualan ke luar kota dilakukan hanya terbatas pada buncis jenis super saja.
Pemilihan pemasaran buncis bukan ke luar Sumatera karena buncis asal Sumatera
masih kalah bersaing dengan buncis yang berasal dari jawa.
Adapun gambaran umum mengenai usaha, modal dan pemasaran dari pedagang
pengumpul ini meliputi hal-hal yang dijabarkan sebagai berikut:
Pendapatan petani buncis diperoleh dari hasil pengurangan dari produksi total
dengan biaya yang dikorbakan. Adapun biaya yang dikeluarkan meliputi biaya
variabel dan biaya tetap.
Biaya Usaha Tani Tomat
a. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk biaya usaha tani
secara tunai dalam satu kali produksi. Biaya variabel dalam usaha tani buncis ini
meliputi biaya benih, pupuk, pestisida dan herbisida, dan tenaga kerja. Analisis
data adalah sebagai berikut:
Insektisida
(Rp) (Rp)
Insektisida
Jadi, dari uraian tersebut dapatlah dimengerti bahwa biaya yang harus
dikorbankan petani dalam satu kali masa tanam mulai pembibitan hingga panen
yaitu sebesar Rp 2.725.000 untuk bapak Ayun, Rp 1.390.000 untuk bapak Slamet,
Rp 1.135.000 untuk bapak Saino, Rp. 2.163.000 dan Rp. 2.507.000 untuk bapak
Sarti. Adanya perbedaan ini dilihat berdasarkan luas lahan dan hasil produksi.
b. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yag dikeluarkan dalam jumlah yang tetap dalam proses
produksi berapapun jumlahnya. Dalam hal ini biaya tetap terdiri dari biaya alat-
alat dalam proses pertanian yag digunakan setiap melakukan proses produksi yang
meliputi saat mulai proses tanam hingga pemanenan. Rinciannya adalah sebagai
berikut:
c. Golok - -
Jadi biaya tetap rata-rata yang dikeluarkan petani dalam satu kali musim tanam
adalah Rp. 303.200 yang diperoleh dari penjumlahan dari biaya tetap kelima
keseluruhan buncis dengan harganya. Harga yang digunakan dalam penelitian ini
adalah harga yang berlaku pada saat penelitian ini di lakukan. Besarnya harga
rata-rata dari ketiga petani yang berlaku adalah Rp. 3.500 dan produksi rata-rata
bersih satu kali musim tanam pada saat dilakukan penelitian adalah 7 kali panen
dengan hasil 3 ton sehingga diperoleh hasil rata-rata per panen adalah 210 kwintal
pada periode 21 Maret 2010. Pendapatan petani akan berbeda-beda sesuai dengan
tingkat usaha yang dilakukan, antara lain luas lahan, perawatan, dan mutu dari
benih yang digunakan. Pendapatan petani dalam analisis ini diperoleh dari
Tabel penerimaan, biaya total, dan pendapatan usaha tani buncis di desa ,
I Penerimaan
1. Biaya variabel
Insektisida
2. Biaya Tetap
a. Cangkul 35.000 - -
b. Arit 15.000 - -
c. Golok 35.000 - -
1. Biaya variabel
Insektisida
2. Biaya Tetap
a. Cangkul - 50.000
b. Arit - 30.000
c. Golok - -
Margin pemasaran adalah perbedaan antara harga yang dibayar oleh konsumen
akhir buncis dengan harga yang diterima oleh petani buncis. Dalam analisis
margin pemasaran, kita akan melihat bagaimana perbedaan harga yang terjadi,
baik yang dimulai dari tingkat produsen hingga tingkat akhir, yaitu konsumen.
Analisis margin pemasaran menyajikan data dalam bentuk perhitungan yang
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Analisis margin pemasaran
berperan dalam menentukan besar kecilnya pendapatan petani dari penjualan
produksinya. Semakin rendah margin pemasaran maka semakin tinggi bagian
harga yang diterima oleh petani dan sebaliknya.
Besarnya bagian harga yang diterima petani, margin pemasaran, margin
keuntungan, dan Rasio Profit Margin ( RPM) untuk masing-masing saluran
pemasaran buncis di kelurahan Sumber Agung adalah sebagai berikut:
2. Pedagang
Pengumpul
Harga beli:
a. pengumpul 1 3.700/kg 56,92
b. pengumpul 2 3.900/kg 60
Harga jual:
a. pengumpul 1 4.000/kg 69.23
b. pengumpul 2 4.500/kg 69.23
Biaya:
Transportasi
a. pengumpul 1 5.000 100/kg
b. pengumpul 2 70.000 35/kg
Tenaga Kerja
3. Pedagang Besar
Harga beli 4.800/kg 73.84
a. transportasi 200.000 71,42/kg
b. tenaga Kerja 200.000 28,57/kg
Harga jual (Buncis) 5.800/kg 89.23
Keuntungan 1000/kg 15,38
Margin keuntungan 1000/kg 15,38
RPM 10 0,15
4. Pedagang Pengecer
Harga beli 6.000/kg 92,3
Biaya ;
a.Transpotasi -
Harga jual 6.500/kg 100
Keuntungan 500/kg 7,6
Margin Keuntungan 500/kg 7,6
RPM -
5. Konsumen akhir 6.500/kg 100
Keterangan:
Petani 1= Bapak Ayun Pengepul 1 = Bapak Dedi Aprianto
Petani 2= Bapak Slamet Pengepul 2 = Bapak Jasman
Petani 3= Bapak Saino Pedagang Besar = Ibu Surti
Petani 4 = Bapak Toha Pedagang Pengecer = Ibu Sumiarti
Petani 5 = Bapak Sarti
Terlihat bahwa rata-rata harga jual pedagang pengumpul adalah Rp. 4.250 / Kg,
dimana pedagang pengumpul mengeluarkan biaya untuk pemasaran berupa biaya
transportasi sebesar Rp 5.000 untuk satu kali kirim pada pengumpul 1 dengan
RPM sebesar 4,70 , sedangkan pedagang pengumpul 2 mengeluarkan biaya
sebesar Rp. 70.000 dengan RPM sebesar 6,79 yang didapatkan melalui
perhitungan , artinya bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan pengumpul 1
akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4,70, demikian pula dengan
pengumpul 2, dimana setiap satu rupiah yang dikeluarkan pengumpul 2 akan
mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 6,79. Selain daripada itu, diperoleh nilai
share rata-rata untuk RPM sebesar 0,106 dan diperoleh pula nilai rata-rata share di
tingkat margin keuntungan adalah 11,127. Jika dilihat dari nilai ini, maka
perbedaan keuntungan cukup tinggi. Hal ini dikarenakan perbedaan harga yang
cukup tinggi, baik dari harga produsen maupun harga ditingkat konsumen.
Harga jual dari pedagang besar adalah Rp 4.900 dan RPM yang diperoleh dari
pedagang besar adalah 10 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan pedagang
besar akan memberikan keuntungan sebesar Rp 10,00, harga jual ditingkat ini
terlihat besar karena disesuaikan dengan pengorbanan yang dikeluarkan dimana
dalam tingkat ini juga produk mengalami kenaikkan harga yang cukup tinggi dari
harga sebelumnya yang hanya Rp 4.500/kg, dimana kenaikan harga tersebut akan
mempengaruhi harga jual.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil turun lapang mengenai analisis pemasaran buncis di Kelurahan
Sumber Agung Kecamatan Kemiling Bandar Lampung ini, dapat diambil
beberapa kesimpulan diantaranya :
1. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris .L.) berasal dari Amerika yang kaya
protein dan vitamin dan dapat membantu menurunkan kolesterol,
mencegah kanker, menstabilkan tekanan darah serta mengontrol insulin
dan gula darah .
2. Rantai tataniaga komoditas buncis di Kelurahan Sumber Agung dimulai
dari petani, kemudian ke pedagang pengumpul, setelah itu ke pedagang
besar, lalu ke pedagang pengecer, dan pada akhinya ke konsumen akhir.
3. Dalam analisis margin pemasaran terdapat perbedaan
keuntungan cukup tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan harga
yang cukup tinggi, baik dari harga produsen maupun harga ditingkat
konsumen.
4. Berdasarkan analisis margin pemasaran, terlihat bahwa
saluran pemasaran yang ada cukup efisien karena selisih rasio profit
margin pada pedagang pengumpul hingga pedagang pengecer sudah
mendekati nol.
B. Saran
Yang menjadi saran kami untuk tataniaga buncis ini adalah sebaiknya petani lebih
peka lagi terhadap harga yang ada di pasaran sehingga, petani mengetahui berapa
besar sebenarnya harga jual yang patut ditawarkan kepada petani, selain itu
kualitas dari tanaman buncis juga harus diperhatikan, agar harga buncis semakin
tinggi, sehingga mempengaruhi kehidupan petani menjadi lebih sejahtera. Selain
itu, petani juga harus lebih jeli terhadap kecurangan-kecurangan yang mungkin
dilakukan oleh beberapa pedagang, seperti timbangan yang tidak tepat, sehingga
petani tidak dirugikan. Pedagang hendaklah berlaku jujur atas setiap jumlah
buncis yang ditimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Bressier , R.G and R.A king.1970 . Markets , princes and interregional trade .John
Wiley & sonks Ine : Newyork
Tanaman Buncis
Kondisi Pasar
Sayuran yang siap untuk dipasarkan Timbangan yang digunakan oleh pedagang