You are on page 1of 62

ANALISIS PEMASARAN BUNCIS DI KELURAHAN SUMBER AGUNG

KECAMATAN KEMILING BANDAR LAMPUNG


( Laporan Praktikum Tataniaga Pertanian )

DISUSUN OLEH

Anda Laksmana (0814023053)


Muhammad Yusup (0814023091)
Rio JBS (0814023109)

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak zaman dulu, tepatnya jauh sebelum kaum tani dari Pulau Jawa
ditransmigrasikan Pemerintah Belanda ke Lampung, memang penduduk pribumi
asli (orang Lampung) mayoritas adalah petani yang gigih dan terampil. Bertani
sawah dengan pengairan secara "alamiah", memanfaatkan air sungai kecil, sumber
mata air (ulu tulung) yang ada dan sawah tadah hujan, belum banyak berbentuk
pertanian sawah dengan teknis irigasi seperti di daerah transmigrasi sekarang ini.
Mereka pun berladang padi, diselipi tanaman palawijo, cabai, buncis, bumbu
dapur lain, kacang sayur juga jagung sekadar saja untuk dimakan (konsumsi)
sendiri. Pribumi pantangan menjual dari hasil usaha ladang sendiri.
Provinsi Lampung memiliki banyak benih unggul yang perlu mendapat
pengakuan pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian. Lampung memiliki
beragam benih hortikultura dan pangan. Misalnya tomat, buncis dan benih padi
Sertani.

Pembudidayaan tanaman buncis di Indonesia telah meluas ke berbagai daerah.


Tahun 1961-1967 luas areal penanaman buncis di Indonesia sekitar 3.200 hektar,
tahun 1969-1970 seluas 20.000 hektar dan tahun 1991 mencapai 79.254 hektar
dengan produksi 168.829 ton. Saat ini kacang buncis sudah ditanam di 26 propinsi
di Indonesia (kecuali Timor Timur). Daerah sentra pertanaman yang termasuk
enam besar secara berurut adalah: Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur,
Bengkulu, Sumatera Utara dan Bali. Sedangkan sentra kacang jogo terdapat di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan NTT, Bengkulu dan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Daerah yang sejak lama menjadi sentra pertanaman buncis antara
lain Kotabatu (Bogor), Pengalengan dan Lembang (Bandung) dan Cipanas
(Cianjur). Sedangkan pusat terbesar pertanaman kacang ijo anatara lain daerah
Garut (Jawa Barat). Hampir semua kalangan masyarakat memanfaatkan buncis,
mulai dari ibu rumah tangga yang membutuhkan dalam jumlah sedikit sampai ke
industri pengolahan yang membutuhkan dalam jumlah besar dan continue. Selain
dikonsumsi di dalam negeri ternyata buncis juga telah diekspor. Negara-negara
yang sering mengimpor buncis dari Indonesia antara lain Singapura, Hongkong,
Australia, Malaysia, dan Inggris. Bentuk-bentuk yang diekspor bermacam-
macam, ada yang berbentuk polong segar, didinginkan atau dibekukan, dan
adapula yang berbentuk biji kering. Mengingat buncis sangat dibutuhkan oleh
masyarakat Indonesia dan masyarakat luar negeri maka bisa dibayangkan
banyaknya produksi buncis yang dibutuhkan. Oleh karena itu, buncis dapat
dikatakan merupakan komoditi yang mempunyai masa depan cerah. Menurut
informasi yang diperoleh dari LIPI diperkirakan bahwa orang Indonesia
membutuhkan kacang-kacangan 40 gr am/hari. Untuk tetap mempertahankan
eksistensinya maka buncis harus mempunyai kualitas yang baik. Untuk
mendapatkan kualitas yang baik maka proses pembudidayaan sangat menentukan
sekali. Cara yang dilakukan antara lain melalui intensifikasi, yaitu dengan
penerapan sapta usaha tani sedangkan dengan ekstensifikasi yaitu dengan
penambahan luas areal panen. Pilihan lain untuk menaikkan produktivitas buncis
adalah dengan jalan diversifikasi. Selain itu pula, peningkatan semangat petani
untuk bertanam buncis perlu dilakukan, dengan jalan meningkatkan tataniaga
buncis itu sendiri.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari adanya makalah mengenai penelitian “ Tataniaga Tanaman


Buncis di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Bandar Lampung “ini,
yaitu :
1. Mengetahui sejarah, budidaya, morfologi, deskripsi, manfaat serta
kandungan gizi tanaman buncis secara umum.
2. Mengetahui rantai tataniaga tanaman buncis khususnya di daerah
penelitian yaitu di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Bandar
Lampung.
3. Mengetahui analisis margin pemasaran tanaman buncis di
Kelurahan Sumber Agung
4. Mengetahui efisien atau tidaknya saluran tataniaga yang ada di
Kelurahan Sumber Agung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Budidaya Tanaman Buncis

Kacang buncis (Phaseolus vulgaris .L.) berasal dari Amerika, sedangkan kacang
buncis tipe tegak (kidney-bean) atau kacang jago adalah tanaman asli lembah
Tahuaacan-Meksiko. Penyebarluasan tanaman buncis dari Amerika ke Eropa
dilakukan sejak abad 16. Dearah pusat penyebaran dimulai di Inggris (1594),
menyebar ke negara-negara Eropa, Afrika, sampai ke Indonesia.

Pembudidayaan tanaman buncis di Indonesia telah meluas ke berbagai daerah.


Tahun 1961-1967 luas areal penanaman buncis di Indonesia sekitar 3.200 hektar,
tahun 1969-1970 seluas 20.000 hektar dan tahun 1991 mencapai 79.254 hektar
dengan produksi 168.829 ton
 
Daerah yang sejak lama menjadi sentra pertanaman buncis antara lain Kotabatu
(Bogor), Pengalengan dan Lembang (Bandung) dan Cipanas (Cianjur). Sedangkan
pusat terbesar pertanaman kacang ijo anatara lain daerah Garut (Jawa Barat).
 
Taksonomi tanaman buncis diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plant Kingdom
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiosspermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Calyciflorae
Ordo : Rosales (Leguminales)
Famili : Leguminosae (Papilionaceae)
Sub famili : Papilionoideae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus vulgaris L.
Kacang buncis dan kacang jogo mempunyai nama ilmiah sama yaitu Phaseolus
vulgaris L., yang berbeda adalah tipe pertumbuhan dan kebiasaan panennya.
Kacang buncis tumbuh merambat (pole beans) dan dipanen polong mudanya,
sedangkan kacang jogo (kacang merah) merupakan kacang buncis jenis tegak
(tidak merambat) umumnya dipanen polong tua atau bijinya saja, sehingga disebut
Bush bean. Nama umum kacang buncis di pasaran internasional disebut Snap
beans atau French beans, kacang jogo dinamakan Kidney beans.

Buncis sendiri mempunyai dua jenis yaitu buncis jenis tegak dan buncis jenis
melilit. Jenis buncis tegak batangnya tidak menjalar misalnya kacang merah
(kacang jago) yang bijinya berbintik-bintik merah dan kacang galing, bijinya
berwarna hitam kuning atau cokelat tua. Sedangkan buncis dengan jenis melilit
bijinya berwarna putih, hitam dan kuning. Buncis jenis ini banyak ditanan oleh
petani.
 
Peningkatan produksi buncis mempunyai arti penting dalam menunjang
peningkatan gizi masyarakat, sekaligus berdaya guna bagi usaha mempertahankan
kesuburan dan produktivitas tanah. Kacang buncis merupakan salah satu sumber
protein nabati yang murah dan mudah dikembangkan.

Kacang jogo/kacang merah yang dikonsumsi bijinya, mengandung protein 21-


27%, sehingga menu makanan yang terdiri atas campuran nasi dan kacang jogo
(90%+10%) merupakan komposisi makanan yang mencukupi karbohidrat dan
protein tubuh.
B. Tata Laksana, Morfologi dan Deskripsi Umum Tanaman Buncis

Pada umumnya sistem budidaya buncis di sentra-sentra produksi buncis masih


menggunakan benih lokal dan populasi tanaman per hektarnya tinggi. Populasi
yang sangat rapat ini dapat mengakibatkan penangkapan sinar matahari setiap
tanaman berkurang dan kelembaban udara di sekitar kebun menjadi tinggi.
Kelembaban yang tinggi seringkali dapat meningkatkan serangan hama dan
penyakit. Perbaikan kultur teknik budidaya buncis secara intensif untuk
meningkatkan produksi maupun kualitas hasil, diantaranya adalah penggunaan
benih unggul dari varietas hibrida yang bermutu tinggi, pemupukan berimbang,
pengendalian hama dan penyakit, serta cara-cara lain yang khas seperti
pemasangan turus dan perempelan tunas ataupun daun.

Tanah yang cocok bagi tanaman buncis ternyata banyak terdapat di daerah yang
mempunyai iklim basah sampai kering dengan ketinggian yang bervariasi. Pada
umumnya tanaman buncis tidak membutuhkan curah hujan yang khusus, hanya
ditanam di daerah dengan curah hujan 1.500-2.500 mm/tahun. Umumnya tanaman
buncis memerlukan cahaya matahari yang banyak atau sekitar 400-800
feetcandles. Dengan diperlukan cahaya dalam jumlah banyak, berarti tanaman
buncis tidak memerlukan naungan. Suhu udara ideal bagi pertumbuhan buncis
adalah 20-25 derajat C. Pada suhu < 20 derajat C, proses fotosintesis terganggu,
sehingga pertumbuhan terhambat, jumlah polong menjadi sedikit. Pada suhu ³ 25
derajat C banyak polong hampa (sebab proses pernafasan lebih besar dari pada
proses fotosintesis), sehingga energi yang dihasilkan lebih banyak untuk
pernapasan dari pada untuk pengisian polong. Kelembaban udara yang diperlukan
tanaman buncis ± 55% (sedang). Perkiraan dari kondisi tersebut dapat dilihat bila
pertanaman sangat rimbun, dapat dipastikan kelembapannya cukup tinggi.
Jika dilhat dari sisi media tanamnya, jenis tanah yang cocok untuk tanaman buncis
adalah andosol dan regosol karena mempunyai drainase yang baik. Tanah andosol
hanya terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai iklim sedang dengan
curah hujan diatas 2500 mm/tahun, berwarna hitam, bahan organiknya tinggi,
berstektur lempung hingga debu, remah, gembur dan permeabilitasnya sedang.
Tanah regosol berwarna kelabu, coklat dan kuning, berstektur pasir sampai
berbutir tunggal dan permeabel. Sifat-sifat tanah yang baik untuk buncis: gembur,
remah, subur dan keasaman (pH) 5,5-6. Sedangkan yang ditanam pada tanah pH <
5,5 akan terganggu pertumbuhannya (pada pH rendah terjadi gangguan
penyerapan unsur hara). Beberapa unsur hara yang dapat menjadi racun bagi
tanaman antara lain: aluminium, besi dan mangan. Tanaman buncis tumbuh baik
di dataran tinggi, pada ketinggian 1000-1500 m dpl. Walaupun demikian tidak
menutup kemungkinan untuk ditanam pada daerah dengan ketinggian antara 300-
600 meter. Dewasa ini banyak dilakukan penelitian mengenai penanaman buncis
tegak di dataran rendah ketinggian: 200-300 m dpl., dan ternyata hasilnya
memuaskan. Beberapa varietas buncis tipe tegak seperti Monel, Richgreen, Spurt,
FLO, Strike dan Farmers Early dapat ditanam di dataran rendah pada ketinggian
antara 200-300 m dpl.

C. Manfaat dan Kandungan Gizi Pada Buncis

Peningkatan produksi buncis mempunyai arti penting dalam menunjang


peningkatan gizi masyarakat, sekaligus berdaya guna bagi usaha mempertahankan
kesuburan dan produktivitas tanah. Kacang buncis merupakan salah satu sumber
protein nabati yang murah dan mudah dikembangkan. Kacang jogo/kacang merah
yang dikonsumsi bijinya, mengandung protein 21-27%, sehingga menu makanan
yang terdiri atas campuran nasi dan kacang jogo (90%+10%) merupakan
komposisi makanan yang mencukupi karbohidrat dan protein tubuh. Buncis
merupakan sejenis sayur kacang yang berbuah dan mengandung berbagai khasiat
yang tidak terdapat pada tumbuhan sekeluarga dengannya. Sayur yang kaya
dengan protein dan vitamin ini membantu menurunkan kolesterol, mencegah
kanker, menstabilkan tekanan darah serta mengontrol insulin dan gula darah. Jadi
yang punya penyakit diabetes dan darah tinggi silakan banyak-banyak
mengkonsumsi buncis ini. Bukan hanya itu, kandungan serat dan enzim yang
terdapat pada buncis konon juga membantu mengatur fungsi pencernaan sehingga
mencegah ambeien, dan menurunkan berat badan. Buat yang diet dan ingin
menurunkan berat badan, jadikan saja buncis ini sebagai camilan di meja. Blansir
saja sebentar, sehingga daripada iseng ngemil makanan lain, pilih buncis saja.
Kandungan gizi buncis dalam 100 gram berat, antara lain: protein 2.4 gr, lemak
0.2 gr, karbohidrat 7.7 gr, kalsium 6.5 mg, dan zat besi 1.1 mg. Kalau dulu anak-
anak malas makan buncis karena teksturnya berserat, apalagi kalau panennya
terlalu tua sedikit. Tapi sepertinya kultivar yang sekarang banyak dibudidayakan
adalah jenis buncis yang lebih renyah. Walaupun tidak menghasilkan jumlah
protein dan kalori setinggi biji buncis kering, buncis sebagai sayuran merupakan
sumber protein, vitamin, dan mineral yang penting. Selain dikonsumsi dalam
bentuk polong yang dimasak, daunnya juga enak untuk lalapan dan dimasak
sebagai sayur, tentu pilih yang muda ya, jadi ambil pucuk-pucuk daun mudanya
itu.

D. Pengertian Tataniaga Secara Umum

Dalam arti luas agribisnis didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan usaha yang
menghasilkan produk pertanian hingga dikonsumsi oleh konsumen. Di Indonesia
agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam
perekonomian nasional dan sekitar 80% dari jumlah penduduk di Indonesia
menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis.
Budaya masyarakat pedesaan untuk kerja keras, rajin, hidup hemat dan daya
empati yang tinggi merupakan potensi besar  penggerak kemajuan agribisnis di
pedesaan.
Jika dikaitkan dengan permasalahan yang sering dihadapi petani, beberapa hal
yang mendorong diperlukannya kerjasama kemitraan, antara lain: (1) fluktuasi
harga yang tajam; (2) modal petani yang terbatas; (3) kepastian suplay cabai
merah. Fluktuasi harga yang tajam menyebabkan petani sering menerima tingkat
harga yang rendah sehingga tingkat keuntungan petani rendah bahkan sering
menimbulkan kerugian.

Modal petani yang terbatas serta tingkat keuntungan yang rendah menyebabkan
petani tidak dapat menerapkan teknologi anjuran secara optimal karena
penyediaan sarana produksi kurang memadai sehingga tidak mampu
mengembangkan usahataninya. Kebutuhan modal usahatani yang besar dan tidak
adanya kredit usahatani menyebabkan petani harus mencari pinjaman modal dari
pihak ketiga dengan tingkat suku bunga yang relatif tinggi. Sementara itu lembaga
permodalan yang diharapkan dapat membantu petani justeru kurang tertarik pada
usahatani sayuran akibat resiko pengembalian pinjaman yang relatif tinggi, terkait
ketidakpastian penerimaan petani .

Belum adanya jaringan informasi pasar, petani tidak dapat memperkirakan


kebutuhan pasar, sehingga luasan usahatani melebihi kebutuhan pasar. Adanya
informasi kebutuhan pasar sangat penting bagi petani sebagai salah satu
pertimbangan dalam pengambilan keputusannya.  Salah satu langkah dalam
pengembangan usaha agribisnis tanaman hortikultura, termasuk cabai merah,
adalah melakukan kerjasama kemitraan dalam pemasaran langsung ke pembeli
bonafide (mitra usaha).

Dengan kemitraan petani mengharapkan adanya kerjasama dalam pembiayaan


usahataninya sehingga petani dapat memanfaatkan peluang untuk memperoleh
keuntungan yang lebih baik bersama mitra usaha guna meningkatkan
kesejahteraan keluarganya.

Prinsip efisiensi dalam pengelolaan tataniaga pertanian yang optimal perlu


mendapat perhatian, hal ini disebabkan; 1) kepastian harga, 2) kelancaran aliran
produk dari produsen ke konsumen, disertai dengan peningkatan nilai guna,3)
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Banyak pendekatan yang digunakan dalam tataniaga pemasaran, yaitu pendekatan


serba komoditi (commodity approach), pendekatan serba lembaga (institutional
approach), pendekatan serba fungsi (functional approach) dan pendekatan teori
ilmu ekonomi (economics theorical approach). Pendekatan serba lembaga
(institusional approach), yaitu pendekatan yang difokuskan pada keterlibatan
lembaga pemasaran beserta fungsi yang dijalankan dalam tataniaga apel organik
mulai dari produsen sampai pada konsumen akhir. Keterlibatan lembaga
pemasaran apel organik perlu dikaji secara mendalam hal ini disebabkan karena :

1) Apakah lembaga pemasaran yang timbul sesuai dengan keinginan konsumen


untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk
yang diinginkan konsumen.
2) Mengurangi ketimpangan produksi dan konsumsi yang berakibat harga
berfluktuasi.
3) Mendorong gairah petani meningkatkan produksi lebih lanjut.
4) Pengendalian penjualan dalam pemasaran, dengan jumlah produksi yang
terkendali harga akan dapat dikendalikan sehingga pendapatan petani akan
meningkat.

Struktur pasar didefinisikan sebagai karakteristik organisasi suatu pasar yang


menetukan hubungan saling keterkaitan antara penjual satu sama lain, hubungna
antara pembeli dengan penjual, serta hubungan antara penjual di pasar dengan
penjual potensial yang akan masuk pasar.

Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran dalam
hubungannya dengan sistempembentukan harga dan praktek transaksi –
melakukan pembelian dan penjualan—secara horizontal maupun
vertikal(Hasyim,1994). Atau dengan kata lain tingkah laku perusahaan dalam
struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang dibuat oleh
manager dalam struktur pasar yang berbeda. Keragaan pasar yaitu sampai sejauh
mana pengaruh riil struktur pasar dan perilaku pasar yang berkaitan dengan harga,
biaya dan volume produksi.
( Ali Ibrahim Hasyim, 1994 )

E. Gambaran Peluang Agribisnis dan Tataniaga Buncis di Indonesia

Sampai saat ini pola pemasaran buncis yang berjalan adalah rantai pemasaran
tradisional. Petani produsen menjual hasilnya ke leverensir/tengkulak kebun yang
ditugaskan oleh leverensir. Leverensir lalu mengirim hasil langsung ke bandar
untuk diteruskan ke pasar-pasar kecil sebagai pengecer yang akhirnya sampai ke
konsumen. Dapat pula petani produsen langsung menjual hasilnya ke pengecer
setempat. Berarti, tata niaga tersebut belum berjalan dengan efisien. Sistem tata
niaga dianggap efisien bila mempunyai 2 syarat:
a) Hasil dari pertani diterima konsumen dengan biaya murah.
b) Harga yang dibayarkan konsumen dibagikan secara adil pada semua pihak
yang ikut serta dalam memproduksi dan memasarkan hasil tersebut.

Untuk menghitung besarnya hasil yang diterima petani, tidak terlepas dari
perhitungan margin dari lembaga tata niaga yang bersangkut paut. Dasar
perhitungan marketing margin ialah penyerahan di konsumen akhir dari semua
penerimaan untuk saluran yang sama, yakni terhadap 1 kg sayur yang dijual di
konsumen akhir. Biasanya bandar dan pengecer mempunyai penerimaan margin
terbesar pada tata niaga rantai panjang. Sedangkan untuk tata niaga rantai pendek,
petani dan pengecer mendapatkan margin yang cukup besar. Contohnya, margin
yang diterima oleh petani dan lembaga tata niaga di daerah Lembang. Pada tata
niaga rantai panjang, petani mendapat bagian sebesar 58,6%. Pada tata niaga
rantai pendek petani mendapat bagian 88%, sedangkan lembaga tata niaga
mendapatkan hanya 12%.

Kebutuhan masyarakat akan buncis terus meningkat dari tahun ke tahun seiring
dengan pertumbuhan penduduk. Hasil survei pertanian yang dilakukan pada tahun
1990 dengan jumlah penduduk 179.332.000 jiwa, kebutuhan akan buncis
mencapai 261.810 ton, sedangkan produksi buncis hanya mencapai 149.863 ton
dengan luas areal panen adalah 54.273 hektar (Setianingsih dan Khaerodin, 2003).
Sementara itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2006), khusus untuk
wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jumlah penduduk 330.536 jiwa,
kebutuhan buncis mencapai 2.221.201 ton, sedangkan produksi buncis 1.312,60
ton. Dari data tersebut terlihat bahwa produksi buncis di dalam negeri belum
dapat memenuhi kebutuhan penduduk. Untuk memenuhi permintaan penduduk
perlu dilakukan usaha peningkatan produksi buncis baik dari kualitas maupun
kuantitas yakni dengan cara perbaikan teknik budidaya, pemilihan teknologi yang
tepat, penggunaan benih yang baik, pemeliharaan serta perlindungan hama dan
penyakit. Menurut Rukmana (2002), tanaman buncis yang baik akan
menghasilkan polong muda bekisar antara 16 – 25 ton/hektar sementara menurut
Cahyono (2007), hasil panen polong buncis muda dapat mencapai 30 ton/hektar.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi buncis adalah dengan
menggunakan teknologi yang tepat. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan
adalah kompos jerami, dimana diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap
produksi buncis.

( Departemen Pertanian, 2005 )


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan
untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan
penelitian.

Benih adalah bagian tanaman yang digunakan untuk pertanaman kembali.

Benih sebar adalah perbanyakan dari benih pokok yang prosesnya dilakukan oleh
petani tertentu yang disebut petani penangkar. Benih sebar inilah yang disebarkan
kepada petani untuk ditanam dan produksinya dijadikan bahan konsumsi.

Harga produsen adalah harga buncis di tingkat produsen setelah terjadi transaksi
jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Harga konsumen atau harga beli adalah harga buncis yang dibayar oleh petani
pada waktu terjadi transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram
(Rp/Kg).

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran meliputi
biaya angkut, biaya bongkar muat, dll yang diukur dalam satuan rupiah per
kilogram (Rp/Kg).
Pemasaran adalah proses pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang
ditujukan untuk memindahkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen
dengan tujuan memperoleh keuntungan di satu pihak dan kepuasan di pihak lain.

Marjin pemasaran total adalah selisih harga di tingkat konsumen akhir dengan
harga di tingkat produsen atau jumlah marjin pada tiap lembaga pemasaran,
diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Profit marjin adalah marjin keuntungan lembaga pemasaran, dihitung dengan cara
mengurangi nilai marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan, dinyatakan
dengan satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Rasio marjin keuntungan adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang


diperoleh lembaga pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan pada kegiatan
pemasaran, satuannya adalah % (persen).

Saluran pemasaran adalah lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam


menyampaikan komoditas buncis dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
pembelian, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan dari produsen rampai ke
konsumen akhir.

Struktur pasar adalah suatu deskripsi yang merupakan konsep mengenai tingkat
persaingan pasar, mencakup penjelasan jumlah pedagang dalam pasar, serta
syarat-syarat keluar masuk pasar.

Volume jual adalah banyaknya buncis yang djual, baik oleh produsen, maupun
oleh lembaga pemasaran, diukur dalam satuan kilogram (Kg).

Volume beli adalah banyaknya rampai yang dibeli oleh konsumen (petani) atau
lembaga pemasaran, diukur dalam satuan kilogram (Kg).
Pedagang pengumpul adalah pedagang-pedagang yang membeli buncis dari petani
produsen untuk dijual kembali.

Pedagang pengecer (kios) adalah pedagang-pedagang yang membeli rampai dari


pedagang pengumpul untuk dijual kembali ke konsumen.

B. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data

Penelitian inidilakukan dengan metode survei dan pengamatan langsung di


lapangan. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan responden petani
produsen rampai, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan konsumen
melalui penggunaan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan. Data
sekunder diperoleh dari instansi yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu
kantor kelurahan.

C. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
(deskriptif) dan analisis kuantitatif (Statistik). Analisis kualitatif (deskriptif)
digunakan untuk mengetahui struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar
berdasarkan saluran pemasaran, harga, biaya, dan volume penjualan yang
ditunjang oleh informasi daya dan hasil pengamatan di lapangan, meliputi praktik
pemasaran rampai, mulai dari petani produsen sampai ke konsumen akhir.
Analisis kuantitatif (statistik). Kinerja pasar dapat dikelompokkan ke dalam tiga
komponen, yaitu :

1. Struktur pasar (market structure)

Struktur pasar merupakan karakteristik organisasi yang menggambarkan


hubungan antara penjual dan pembeli yang dapat dilihat dari jumlah lembaga
pemasaran, diferensiasi produk, dan kondisi keluar masuk pasar (entry condition).
Struktur pasar bersaing sempurna bila jumlah pembeli dan penjual banyak,
penjual dan pembeli hanya menguasai sebagian kecil dari barang yang dipasarkan
sehingga masing-masing tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker),
tidak ada gejala konsentrasi, produk yang diperdagangkan homogen dan ada
kebebasan untuk keluar masuk pasar. Sebaliknya, struktur pasar tidak bersaing
sempurna seperti pasar monopoli (dicirikan oleh adanya penjual tunggal) dan
monopsoni (dicirikan oleh adanya pembeli tunggal). Oligopoli adalah pasar
dengan beberapa penjual, sedangkan oligopsoni adalah pasar dengan hanya
beberapa pembeli.

2. Perilaku pasar (market conduct)

Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam menghadapi


struktur pasar tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Perilaku pasar menggambarkan tingkah laku kegiatan pembeli dan penjual dalam
melakukan kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga, dan siasat pasar
untuk memperkuat posisi di dalam pasar.

3. Keragaan pasar (market performance)

Keragaan pasar adalah gejala pasar yang tampak sebagai akibat dari interaksi
antara struktur pasar (market structure) dan perilaku pasar (market conduct).
Interaksi antara struktur dan perilaku pasar pada kenyataannya cenderung bersifat
kompleks dan saling pengaruh mempengaruhi secara dinamis.

D. Lokasi penelitian, Responden dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling.


Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan daerah tersebut merupakan daerah penghasil buncis.
Didalam penelitian ini ditetapkan 5 sampel petani cabai dan 4 pedagang cabai
yang dapat memberikan informasi mengenai tataniaga tanaman cabai. Adapun 5
responden petani buncis yang sempat kami temui dan kami minta informasinya
adalah sebagai berikut :

a. Petani pertama
Nama : Ayun
Tempat tanggal lahir : Bandar Lampng, 6 Mei 1974
Alamat : Sumber Agung
Umur : 36 tahun

b. Petani kedua
Nama : Slamet
Tempat tanggal lahir : Nganjuk, 1948
Alamat : Sumber Agung
Umur : 62 tahun
c. Petani ketiga
Nama : Saino
Tempat tanggal lahir : Tegal, 7 Mei 1950
Alamat : Sumber Agung
Umur : 60 tahun
d. Petani keempat
Nama : Toha
Tempat tanggal lahir : Sumber Agung, 23 Juni 1976
Alamat : Sumber Agung
Umur : 34 tahun

e. Petani kelima
Nama : Pak Sarti
Tempat tanggal lahir : Tenggal (Jatim), 18 Agustus 1946
Alamat : Sumber Agung
Umur : 64 tahun
Sedangkan untuk 4 pedagang buncis yang temui dan kami mintai informasinya
yaitu :

a. Pedagang pertama
Nama : Dedi aprianto
Tempat tanggal lahir : Sidomulyo, 19 April 1960
Alamat : Sumber Agung
Umur : 50 tahun
b. Pedagang kedua
Nama : Sumiarti
Tempat tanggal lahir : Cimahi, 15 September 1975
Alamat : Bandar Lampung
Umur : 35 tahun
c. Pedagang ketiga
Nama : Jasman
Tempat tanggal lahir : Metro Kibang 17 April 1952
Alamat : Langkapura
Umur : 58 tahun
d. Pedagang keempat
Nama : Surti
Tempat tanggal lahir : Banten, 23 Februari 1976
Alamat : Bandar Lampung
Umur : 34 tahun

Penelitian ini dilakukan secara bertahap, hal ini dikarenakan tidak cukupnya
waktu apabila hanya dilakukan sekali penelitian karena banyaknya keterbatasan
yang dimiliki oleh peneliti begitu pula oleh petani dan pedagang. Keterbatasan itu
meliputi kepentingan setiap individu yang berbeda. Waktu yang dimiliki setiap
individu, jarak untuk menempuh daerah penelitian, serta sarana dan prasarana
yang kurang mendukung untuk dilakukannya penelitian.

Sejauh ini, penelitian yang telah dilakukan dapat di jabarkan sebagai berikut :
No Tanggal Tujuan Penelitian
1 5 Maret 2010 Dilakukan survei lokasi serta peninjauan diseputar
Kelurahan Sumber Agung, serta ramah tamah dan
pengenalan diri kepada petani setempat
2 21 Maret 2010 Memberikan quesioner yang khusus ditujukan kepada
petani sebagai pelaku primer dalam proses tata niaga.
Pemberian questioner ini dilakukan langsung di kebun
buncis milik para petani buncis serta kunjungan ke
rumah salah satu petani untuk memastikan pedagang
yang akan mengambil buncis.
3 28 Maret 2010 Memberikan questioner kepada para pedagang buncis
yang terlibat langsung dalam pengambilan buncis dari
para petani. Pemberian questioner ini dilakukan
dengan mengunjungi masing-masing pedagang
dikediamannya masing-masing

E. Metode Analisis Dan Pengujian Hipotesis

Analisis data yang digunakan adalah Analisis deskriptif (mengetahui bagaimana


pelaksanaan manajemen pemasaran cabai di kelurahan Langkapura Kecamatan
Kemiling mencakup bagaimana ikatan kelembagaan antar lembaga pemasaran,
proses pembentukan harga, posisi tawar masing-masing lembaga pemasaran,
struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar) dan Analisis Statistik untuk
mengetahui efisiensi pemasaran melalui :

1). Analisis Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran adalah selisih harga di tingkat petani produsen (Pf) dengan
harga di tingkat konsumen (Pr) (Hasyim, 1994)
Rumus menghitung marjin pemasaran dan marjin keuntungan :
Mji = Psi – Pbi
Mji = Bti + 1
1 = Mji – Bti
Total Marjin secara matematis :
n
∑ Mj
Mj = i=1 atau
Mj = Pr-Pf
Rasio Profit Marjin (RPM) (Azzaino, 1982) :
πi
=
RPM bti

Keterangan :
Mji = Marjin lembaga pemasaran tingkat ke-1
Psi = Harga jual lembaga pemasaran tingkat ke-1
Pbi = Harga beli lembaga pemasaran tingkat ke-1
1 = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-1
l = 1,2,3,…,n
n = Jumlah lembaga pemasaran
Mj = Total marjin pemasaran
Pr = Harga di tingkat konsumen
Pf = Harga di tingkat petani
Jika selisih RPM antara lembaga pemasaran sama dengan nol, maka system
pemasaran efisien, dan sebaliknya. (Azzaino, 1982)

2). Analisis Koefisien Korelasi Harga

Secara matematis, koefisen korelasi harga :


n

r=
{∑ ( Pr−Pr ) ( Pf − Pf )
i=1
}
n n

√{
∑ ( Pr−Pr )2 ×∑ ( Pf − Pf )2
i=1 i =1
}
Keterangan :
r = Koefisien korelasi harga
n = Jumlah pengamatan

Jika angka koefisien korelasi harga mendekati satu, maka keeratan hubungan
harga pada kedua tingkat pasar terintegrasi sempurna yaitu sistem pemasaran
bekerja secara efisien. Namun, jika koefisien korelasi harga mendekati nol, maka
sistem pemasaran tidak efisien (Hasyim, 1994).
Pengujian terhadap nilai “r” :
0-0,20 = sangat rendah (hampir tidak ada hubungan )
0,21-0,40 = korelasi rendah
0,41-0,60 = korelasi sedang
0,41-0,80 = cukup tinggi
0,81-1 = korelasi tinggi

3) Analisis elastisitas transmisi harga


Yaitu penggambaran sejauh mana dampak perubahan harga suatu barang di suatu
tempat atau tingkat berpengaruh terhadap harga barang itu ditempat lain atau
tingkatan lain (Hasyim, 1984).
Secara matematis, elastisitas transmisi harga :
Pr = Pf + M…………………………………………………........……………(1)
Karena marjin pemasaran dianggap linear dengan harga di tingkat konsumen,
secara matematis ditulis :
M = a + b P1……………………………………………………………………..(2)

Persamaan (2) disubstitusikan ke dalam (1) :


Pr = Pf + a b Pr
Pr - b Pr = Pf + a
(1-b) Pr = Pf +a
Pf + a
Pr=
1−b
= 1/b x (Pf + a)

Sehingga δ Pr 1
=
δ Pf ( 1-b )
Karena ET δ Pr Pf
×
δ Pf Pr
Persamaan (3) disubstitusikan ke dalam persamaan (4)
1 Pf
ET = ×
Maka b Pr
Koefisien regresi (b) dapat dicari dengan menggunakan rumus :
n n n

b=
{(∑ ∑ ) ( ∑ )}
i=1
Pf
i =1
Pr − n
i =1
Pf . Pr

n 2 n

{(∑ ) ( ∑ )}
i=1
Pr − n
i =1
Pr
2

Hubungan fungsional antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat


konsumen secara matematis, ditulis :
Pf = a + b Pr
Keterangan :
ET = elastisitas transmisi harga
 = differensial
Pr = harga rata-rata di tingkat konsumen
Pf = harga rata-rata di tingkat petani produsen
a = konstanta atau titik potong
b = koefisien regresi
M = Marjin pemasaran

Kriteria pengukuran pada analisis elastisitas transmisi harga :


ET = 1, berarti marjin pemasaran tidak dipengaruhi oleh harga di tingkat
konsumen. Artinya pasar yang dihadapi oleh seluruh pelaku pemasaran
merupakan pasar yang bersaing sempurna. Hal ini menandakan bahwa sistem
pemasaran telah efisien.
ET > 1, berarti laju perubahan harga ditingkat petani lebih besar daripada laju
perubahan harga di tingkat konsumen. Artinya pasar yang dihadapi oleh seluruh
pelaku pemasaran bersaing tidak sempurna, yaitu terdapat kekuatan monopsoni
atau oligopsoni dengan kata lain sistem pemasaran berlangsung tidak efisien

ET < 1, berarti laju perubahan harga ditingkat petani lebih kecil daripada laju
perubahan harga di tingkat konsumen. Artinya sistem pemasaran berlangsung
tidak efisien.
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Penelitian yang kami lakukan dalam turun lapang untuk penyusunan laporan
tataniaga buncis ini bertempat di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling
Kota Bandar Lampung. Kelurahan ini tergolong aman kasus krimimal, seperti
konflik antar entnis/agama, perkelahian, pencurian penjarahan, perjudian,
pemakaian miras ataupun narkoba, pembunuhan, kejahatan seksual dan prostitusi
sanat jarang terjadi (dapat dilihat dari profil Kelurahan Sumber Agung).
Kelurahan ini memiliki potensi alam yang tinggi dengan luas kelurahan yaitu 498
Ha yang terdiri dari tanah sawah, tanah kering, tanah basah, tanah perkebunan,
tanah untuk fasilitas umum, dan tanah hutan. Pada tanah sawah terdapat sawah
tadah hujan seluas 2 ha, untuk tanah kering difungsikan sebagai tegal/ladang
seluas 10 Ha dan 25 Ha difungsikan untuk pemukiman. Kelurahan Sumber Agung
ini memiliki iklim dengan curah hujan 30.000 mm/th dengan jumlah bulan hujan
yaitu 6 bulan. Suhu rata-rata harian di kelurahan ini yaitu 22 C dengan bentang
wilayah yaitu perbukitan.
Periode tahun 2000 hingga sekarang dimulai pada bulan November 1999 diadakan
pemilihan kepala desa dan yang terpilih sebagai kepala desa adalah Bapak
A.Yamin yang bergelar sarjana sosial setelah menjabat selama 1 periode pada
bulan November 2007 diadakan pemilihan kepala desa kembali dan Bpk. Nuraini
terpilih kembali sebagai kepala desa Sumber Agung untuk periode ke dua hingga
sekarang.

Karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh lahan tegal/ladang, maka


mayoritas masyarakatnya berpenghasilan sebagai petani ladang.
Kelurahan Sumber Agung merupakan daerah yang memiliki potensi dibidang
pembudayaan tanaman hortikultura, seperti tanaman buncis selain mananam
buncis, masyarakat di sana juga menanam jenis sayur mayur seperti kangkung,
terong, cabai, dan bayam sebagai penyangga kehidupan mereka. Berikut ini
merupakan tabel luas tanaman pangan menurutbkomoditas tahun 2009.

No Jenis Komoditas Luas (Ha) Hasil (ton/ha)


1 Jagung 2 1,5-2
2 Kacang Kedelai 3 1-2
3 Kacang Tanah 1 0,8
4 Kacang Panjang 1 0,25-1,5
5 Padi 2 0,75-2,5
6 Ubi Kayu 10 0,5-2
7 Ubi Jalar 3 -
8 Cabe 1 0,9-1,5
9 Bawang Putih - -
10 Bawang Merah - -
11 Tomat 3 2-3
12 Sawi - -
13 Kentang - -
14 Kubis - -
15 Mentimun - -
16 Buncis 5 0,5-1
17 Brokoli - -
18 Terong 3 0,25-1

Jenis dan kandungan tanah di kelurahan Sumber Agung ini adalah warna tanahnya
hitam kemerah-merahan, dengan kedalaman 40-50 cm. dengan adanya kondisi
tersebut, menyebabkan di kelurahan Sumber Agung juga membudidayakan
komoditas buah-buahan, seperti alpukat, mangga, rambutan, salak, papaya,
durian, sawo, dan pisang, selain itu terdapat pula perkebunan rakyat, seperti
perkebunan kelapa dengan luas 3 Ha, perkebunan kopi dengan luas areal 100 Ha,
perkebunan coklat dengan luas areal 150 Ha, dan perkebunan karet seluas 50 Ha.

Disesuaikan dengan data tahun 2009, Kelurahan Sumber Agung memiliki jumlah
penduduk sebanyak 2.703 jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 1.396 jiwa,
jumlah perempuan yaitu sebanyak 1.307 jiwa, dan jumlah kepala keluarga yaitu
sebanyak 700 KK. Sebagian besar mata pencaharian pokok masyarakat kelurahan
Sumber Agung yaitu bertani dan berdagang.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Identitas Petani Responden

Secara umum penduduk didesa Sumber Agung bermata pencaharian sebagai


petani. Mereka bekerja di lahan milik sendiri atau sebagai penggarap sedangkan
lainnya sebagai buruh tani dipersawahan maupun diperladangan. Selama
penelitian turun lapang ini kami menemukan 5 petani responden yang saat ini
sedang mengusahakan menanam tanaman buncis. Petani pertama bernama Bapak
Ayun, Ia adalah seorang petani yang berumur 36 tahun yang tinggal di daerah
Sumber Agung. Petani kedua bernama Bapak Slamet, Ia merupakan petani cerdas
yang sering mengikuti berbagai macam pelatihan dalam bidang pertanian, petani
berumur 62 tahun ini bukan merupakan penduduk asli Sumber Agung . Petani ke
tiga bernama Bapak Saino, kelahiran Tegal yang sekarang berumur 60 tahun.
Petani keempat yaitu Bapak Toha, Ia merupakan responden termuda yang kami
temui, yakni berumur 34 tahun dan yang terakhir Bapak Sarti,disamping dikenal
sebagai petani buncis, Ia juga merupakan kepala lingkungan I, selain itu Ia juga
dikenal sebagai petani yang ulet, berkat keuletannya Ia pernah mendapat
penghargaan dari dinas pertanian provinsi Lampung.

Selain tanaman buncis, mayoritas penduduk Sumber Agung juga menanam


tanaman hortikultura lain seperti terong, kacang panjang,cabai, jagung, dan
singkong. Bapak Ayun misalnya, selain menanam buncis Ia juga menanam
kacang panjang bersebelahan dengan kebun buncisnya.
Sebenarnya, pada kondisi yang seperti ini dimana kondisi iklim dan cuaca yang
sering berubah menanam buncis banyak memiliki resiko terutama munculnya
hama dan penyakit, namun para petani tidak berputus asa untuk tidak
meninggalkan tanaman buncis.
B. Luas lahan usaha dan skala usaha petani responden
Usaha tani buncis terletak pada daratan lahan yang sama, sehingga apabila kita
memandang yang ada hanyalah hamparan tanaman buncis yang luas karena letak
kebun buncis antara satu petani dengan petani lainnya saling berdekatan. Luas
lahan usaha untuk menanam buncis diantara petani berbeda-beda. Bapak Ayun
menanam tanaman buncis diatas lahannya yang berukuran 2/5 hektar, Bapak
Slamet menanam tanaman buncisnya di atas lahannya yang berukuran 6/25 ha
sedangkan Bapak Saino menanam tanaman buncis di atas lahannya yang
berukuran 1/5 ha, Bapak Toha menanam buncis di atas lahan seluas 7/25 ha, dan
yang terakhir yaitu Pak Sarti yang menanami buncis di atas lahannya yang seluas
8/25 ha.

1. Besar modal dalam usaha tani tanaman buncis


Modal menjadi salah satu faktor pendukung dalam kelancaran suatu usaha tani
dalam bidang pertanian. Karena dengan modal yang cukup para petani dapat
mengembangkan usaha taninya sehingga dapat pula meningkatkan harga jual
produk yang dihasilkannya. Modal yang dikeluarkan petani buncis di Sumber
Agung sendiri berbeda-beda. Bapak Ayun mengeluarkan modal sebanyak kurang
lebih 5 juta untuk kebun buncisnya. Bapak Slamet menanamkan modalnya
sebesar kurang lebih 3 juta. Lain halnya dengan Bapak Saino yang mengeluarkan
uang sebesar kurang lebih 2,5 juta untuk membiayai 1/5 ha kebun buncisnya,
sedangkan Bapak Toha mengeluarkan uang sebesar kurang lebih 3,5 juta dan
Bapak Sarti sebesar kuarang lebih 4 juta.

2. Awal mula petani responden menanam buncis


Banyak hal yang melatar belakangi para petani responden untuk menanam buncis,
adapun faktor-faktor tersebut disebabkan karena banyaknya keuntungan yang
didapat dari menanam buncis, walaupun begitu terkadang para petani harus
mengalami kerugian karena tanaman buncis yang ditanamnya rusak terserang
hama dan penyakit. Namun itu tidak menyurutkan niat petani untuk menanam
buncis karena kita ketahui bahwa buncis termasuk komoditas bahan pangan yang
dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.

Bapak Ayun memulai usaha taninya sejak tahun 1996, Bapak Slamet memulai
usaha menanam tanaman buncis sejak tahun 2006 sama seperti Bapak Toha,
Bapak Saino mualai bertanam buncis tahun 2001.
Sedangkan Bapak Sarti menanam tanaman buncis sejak tahun 1998. Dengan
perbedaan dalam waktu memulai usaha menanam buncis tersebut diantara satu
petani dengan petani lainnya dapat saling bertukar informasi dan pengalaman
yang berkenaan dengan tanaman buncis.

3. Kepemilikan Modal Petani Responden


Seluruh petani responden yang kami jumpai mengatakan bahwa modal yang
digunakan dalam usaha tani buncis ini berasal dari modal sendiri bukan berasal
dari pinjaman. Dengan modal yang berasal dari sendiri inilah para petani lebih
berani menanggung resiko kerugian-kerugian yang mungkin terjadi karena tidak
terpaut dan berhubungan dengan orang lain.

4. Biaya Usahatani Tanaman buncis


Biaya usahatani merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh para petani untuk
membiayai usaha taninya. Dari kelima petani responden ini dapat diketahui biaya
yang dikeluarkan dari masing-masing petani diantaranya:

 Biaya usaha tani dilahan Bapak Ayun


Bapak Ayun membeli benih sebanyak 25 botol benih dengan harga benih
setiap botolnya Rp. 15.000,00, biaya keseluruhan untuk benih yaitu
sebesar Rp. 375.000. Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang
sebanyak 300 kg dengan harga Rp. 250.000,00, selain itu pupuk kimia
seperti Urea, Pospat, TSP dengan harga Rp. 1.350.000 dan obat-obatan
yang digunakan dari jenis insectisida dan fungisida seperti Dasinon,
Matador,dan Pastak, dimana dari penggunaan obat-obatan ini bapak Ayun
bisa mengeluarkan biaya Rp. 270.000. Untuk tenaga kerja, bapak Ayun
memperkerjakan 4 orang untuk membantunya yang berada diluar ikatan
keluarga, disamping itu lahan juga dikerjakan oleh tenaga kerja yang
berada dalam ikatan keluarga sebanyak 2 orang. Masing-masing pekerja di
luar ikatan keluarga diberi upah sebesar Rp. 30.000 perhari salah satu
yang dikerjakan yaitu membuat guludan selama 4 hari, jadi biaya yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja secara keseluruhan yaitu sebesar Rp.
480.000. Pengeluaran untuk alat-alat pertanian yang digunakan seperti
cangkul, arit, sprayer, sebesar Rp. 85.000. untuk Ajir Bapak Ayum
mengeluarkan biaya sebesar Rp. 300.000 dan tali sebesar Rp 25.000.

 Biaya usaha tani dilahan Bapak Slamet


Bapak Slamet membeli benih sebanyak 15 botol benih dengan harga benih
setiap botolnya Rp. 15.000,00, biaya keseluruhan untuk benih yaitu
sebesar Rp. 225.000. Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang
sebanyak 50 kg dengan harga Rp. 80.000,00, selain itu pupuk kimia
seperti Urea, Pospat, TSP dengan harga Rp. 785.000 dan obat-obatan yang
digunakan dari jenis insectisida dan fungisida seperti furadan, Dasinon,
Matador,dan Pastak, dimana dari penggunaan obat-obatan ini bapak
Slamet bisa mengeluarkan biaya Rp. 120.000. Untuk tenaga kerja, bapak
Slamet memiliki 2 orang tenaga kerja dalam keluarga, namun disamping
itu dia juga memperkerjakan 2 orang untuk membantunya yang berada di
luar ikatan keluarga. Masing-masing pekerja diberi upah sebesar Rp.
30.000 perhari salah satu yang dikerjakan yaitu membuat lahan/guludan
selama 3 hari, jadi biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja secara
keseluruhan yaitu sebesar Rp. 180.000. Adapun alat-alat pertanian yang
digunakan seperti cangkul, koret, bak, dan karung berasal dari milik
pribadi. Untuk ajir Bapak Slamet mengeluarkan biaya sebesar Rp.
200.000 dan tali Rp. 19.000.

 Biaya usaha tani dilahan Bapak Saino


Bapak Saino membeli 12 botol benih untuk 1/5 hektar ladangnya dari toko
pertanian dengan biaya sebesar Rp. 180.000. Pupuk yang digunakan
berupa pupuk kandang sebanyak 40 kg dengan harga Rp. 60.000,00, selain
itu pupuk kimia seperti Urea, Pospat, TSP dengan harga Rp. 675.000 obat-
obatan yang digunakan dari jenis insectisida dan fungisida seperti
Dasinon, Matador,dan Pastak, dimana dari penggunaan obat-obatan ini
bapak Saino bisa mengeluarkan biaya Rp. 100.000. Untuk tenaga kerja,
bapak Saino memperkerjakan 2 orang untuk membantunya yang berada
diluar ikatan keluarga. Masing-masing pekerja diberi upah sebesar Rp.
30.000 perhari salah satu yang dikerjakan yaitu membuat lahan/guludan
dan lain sebagainya selama 2 hari, jadi biaya yang dikeluarkan untuk
tenaga keja secara keseluruhan yaitu sebesar Rp. 120.000. Adapun alat-
alat pertanian yang digunakan seperti cangkul, koret, bak, karung. Alat-
alat tersebut ada yang berasal dari milik sendiri. Namun, untuk ajir Bapak
Slamet mengeluarkan biaya sebesar Rp. 175.000 dan tali sebesar Rp.
15.000.

 Biaya usaha tani di lahan Bapak Toha


Bapak Toha membeli benih sebanyak 19 botol untuk 7/25 hektar lahannya
dengan biaya sebesar Rp. 285.000. Pupuk yang digunakan berupa pupuk
kandang sebanyak 150 kg dengan harga Rp. 155.000. Pupuk lain yang
digunakan adalah Urea, Pospat, TSP dengan harga 1.065.000 dan obat-
obatan yang digunakan dari jenis insectisida dan fungisida seperti
Dasinon, Matador,dan Pastak, dimana dari penggunaan obat-obatan ini
bapak Toha bisa mengeluarkan biaya Rp. 208.000. Pengeluaran untuk alat
pertanian seperti ajir sebesar Rp 200.000. Untuk tenaga kerja, bapak
Slamet memperkerjakan 5 orang untuk membantunya yang berada diluar
ikatan keluarga. Masing-masing pekerja diberi upah sebesar Rp. 30.000
perhari salah satu yang dikerjakan yaitu membuat lahan dan guludan
selama 3 hari, jadi biaya yang dikeluarkan untuk tenaga keja secara
keseluruhan yaitu sebesar Rp. 450.000. Untuk ajir, bapak tersebut
mengeluarkan biaya sebesar Rp. 275.000 dan tali sebesar Rp. 17.000.

 Biaya usaha tani dilahan Bapak Sarti


Bapak Sarti membeli benih sebanyak 23 botol benih dengan harga benih
setiap botolnya Rp. 15.000,00, biaya keseluruhan untuk benih yaitu
sebesar Rp. 345.000. Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang
sebanyak 200 kg dengan harga Rp. 230.000,00, selain itu pupuk kimia
seperti Urea, Pospat, TSP dengan harga Rp. 1.247.000 obat-obatan yang
digunakan dari jenis insectisida dan fungisida seperti furadan, Dasinon,
Matador,dan Sekor, dimana dari penggunaan obat-obatan ini bapak Sarti
bisa mengeluarkan biaya Rp. 205.000. Untuk tenaga kerja, bapak Sarti
memperkerjakan 4 orang untuk membantunya yang berada diluar ikatan
keluarga, hal tersebut dikarenakan bapak Sarti tidak memiliki tenaga kerja
yang berada dalam ikatan keluarga. Masing-masing pekerja di luar ikatan
keluarga diberi upah sebesar Rp. 30.000 perhari salah satu yang
dikerjakan yaitu membuat guludan selama 4 hari, jadi biaya yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja secara keseluruhan yaitu sebesar Rp.
480.000. Pengeluaran untuk alat-alat pertanian yang digunakan seperti
cangkul, arit sebesar Rp. 80.000. untuk Ajir Bapak Ayum mengeluarkan
biaya sebesar Rp. 300.000 dan tali sebesar Rp 25.000.

5. Produksi Tanaman Buncis


Untuk periode penanaman buncis ini setiap petani memiliki jumlah produksi yang
berbeda satu sama lainnya. Berikut jumlah produksi tanaman cabai yang terakhir
kami tanyakan kepada responden:
 Bapak Ayun telah memanen tanaman buncisnya sebanyak 7 kali dan
produksinya sebanyak 6 kuintal setiap kali panen.
 Dikarenakan tanaman buncis Bapak Slamet terkena hama dan penyakit,
maka ia hanya dapat memanen buncisnya sebanyak 4 kali dan ia mendapat
produksinya sebanyak 3 kuintal setiap kali panennya.
 Bapak Saino sudah memanen tanaman buncisnya sebanyak 6 kali dan
setiap kali panen ia mendapat 4 kuintal.
 Bapak Toha telah memanen tanaman buncisnya sebanyak 7 kali dan ia
mendapatkan 5 kuintal setiap kali panennya..
 Bapak Sarti telah memanen tanaman buncisnya sebanyak 8 kali dan ia
mendapat 5 kuintal setiap kali panen.

6. Cara Pemasaran Tanaman Buncis


Dari seluruh petani yang kami jumpai, mereka memasarkan tanaman buncis
kepada para pedagang pengumpul yanng datang langsung kepada para petani.
Sehingga para petani bertugas hanya mengumpulkan hasil produksinya saja
kemudian akan diambil oleh pedagang pengumpul.

7. Harga Jual Produksi Tanaman buncis


Dari hasil wawancara kami, kami mendapati bahwa harga buncis yang ditawarkan
petani kepada pedagang pengumpul tidak banyak yang berbeda. Di mana bapak
Ayun, bapak Toha, bapak Saino, dan bapak Sarti menawarkan harga buncisnya
Rp. 3500/kg kepada pedagang pengumpul. Namun, berbeda dengan bapak Slamet
yang hanya berani menawarkan buncisnya seharga Rp. 3000/kg kepada pedagang
pengumpul, hal tersebut dikarenakan kualitas buncisnya yang kurang baik yang
disebakan hama dan penyakit yang menyerang tanaman buncisnya.

8. Proses Pembayaran Antara Petani Dengan Pengumpul


Ada 2 macam proses pembayaran yang dilakukan dalam proses tata niaga buncis
ini. Cara yang sering dihadapi para petani adalah pembayaran secara tunai dimana
ketika terjadi kesepakatan harga, pedagang langsung membayarkan sejumlah
uang yang telah disepakati. Cara yang lain yaitu dengan persekot dimana
pedagang membawa terlebih dahulu buncisnya, setelah buncis tersebut dipasarkan
dan kemudian ia kembali ke petani untuk membayar buncis yang dihasilkan oleh
petani tersebut, cara pembayaran ini dilakukan oleh pedagang yang langsung
datang sendiri kepetani.

9. Cara Penjualan Tanaman Buncis


Buncis merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang sangat mudah busuk
setelah pemanenan . Untuk menghindari resiko tersebut petani menjualnya
langsung ketika proses pemanenan dilakukan. Dengan demikian ketika panen
petani bisa melakukan transaksi penjualan.

10. Hubungan Petani Dengan Pedagang


Petani dan pedagang yang kami amati secara umum telah memiliki hubungan
langganan satu sama lainnya. Dimana masing-masing petani telah memiliki
langganan pedagang tersendiri yang mereka percayakan untuk memasarkan hasil
produksinya. Hubungan ini telah berjalan terus-menerus sehinggga memupuk
kepercayaan antara satu sama lainnya sehingga apapun permasalahan yang timbul
mereka pecahkan bersama.

11. Hambatan Yang Terjadi Pada Proses Tataniaga Buncis


Sebenarnya hambatan yang terjadi dalam proses tataniaga ini muncul dalam proses
pengolahan maupun pemasaran hasil produksi Buncis. Adapun hambatan tersebut
diantaranya:
a. Pada saat usahatani, dimana buncis yang ditanam mengalami serangan
hama dan penyakit berupa penyakit busuk lunak penyebabnya yaitu
bakteri Erwinia carotopora. Penyakit busuk luna ini termasuk dalam famili
Enterobacteriaceae. Bakteri ini hanya menyerang bila ada bagian tanaman
yang luka, misalnya gigitan ulat atau memang sudah sakit karena penyakit
lain. Serangan ini dapat terjadi di lapangan atau di penyimpanan. Penyakit
ini akan cepat menjalar ke seluruh bagian tanaman sehingga tanaman
menjadi lunak, berlendir dan berbau busuk. Kadang-kadang juga bisa
roboh bila yang terserang batangnya. Hal tersebut tentu saja sangat
mrugikan petani, karena dapat menurunkan produktivitas tanaman buncis
mereka.
b. Pada saat pemasaran, hambatan yang dihadapi oleh para petani yaitu
terkadang pedagang tidak membayar secara penuh atau adanya persekot
untuk hasil produksi sehingga petani kesulitan dalam kondisi keuangannya
terutama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Cost Of Living).

C. Gambaran Umum Indentitas Pedagang Responden

Secara umum para pedagang pengumpul yang kami temui sebagai responden
memiliki kualitas kehidupan yang lebih baik dibandingkan petani cabai
sebelumnya. Dalam pengamatan turun lapang ini kami menemui dua orang
pedagang pengumpul, satu orang pedagang besar dan satu orang lagi pedagang
pengecer. Pedagang pengumpul ini memiliki tugas mengumpulkan cabai dari para
petani dan menjualkannya kepada pedagang besar atau langsung ke pedagang
pengecer( pedagang akhir) untuk disalurkan pada konsumen. Adapun 2 orang
pedagang pengumpul itu adalah :
1. Bapak Dedi Aprianto, bapak berumur 50 tahun yang lahir tanggal 19
April 1960 ini merupakan penduduk Sumber Agung . Ia menjadi pedagang
pengumpul di desa Sumber Agung yang mengumpulkan buncis dari lahan
Bapak Ayun.
2. Bapak Jasman merupakan pedagang pengumpul berusia 58 tahun
kelahiran tahun 1952 yang juga merupakan penduduk asli Metro Kibang
ini merupakan pedagang pengumpul dari Bapak Sarti.

Adapun kerangka tataniaga yang terjadi pada masing-masing petani dan


pengumpul dapat dilihat dari bagan berikut:

Petani Pak Ayun Petani Pak Sarti

Pengumpul Pak Dedi A. Pengumpul Pak Jasman

Pedagang Besar
Ibu Surti

Pedagang Pengecer Konsumen Akhir


Ibu Sumiarti

Dalam bagan ini kami tidak mencantumkan tiga petani buncis lainnya, hal
tersebut dikarenakan kami hanya meneliti dua pedagang pengumpul, satu
pedagang besar, dan satu pedagang pengecer yang saling berkaitan satu sama lain
dalam rantai tataniaga buncis. Sebenarnya rantai tata niaga buncis di Sumber
Agung sendiri tidak terlalu panjang untuk sampai kepada konsumen. Produk hasil
terakhir terpusat pada pedagang pengecer yang biasanya dilakukan per individu
untuk dijual kembali ke konsumen di warung- warung sayur. Sedangkan untuk
penjualan ke luar kota dilakukan hanya terbatas pada buncis jenis super saja.
Pemilihan pemasaran buncis bukan ke luar Sumatera karena buncis asal Sumatera
masih kalah bersaing dengan buncis yang berasal dari jawa.

D. Gambaran Umum Usaha, Modal dan Pemasaran Pedagang Pengumpul,


Pedagang Besar, Pedagang Pengecer

Adapun gambaran umum mengenai usaha, modal dan pemasaran dari pedagang
pengumpul ini meliputi hal-hal yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Luas Skala Usaha Pemasaran


Secara keseluruhan para pedagang pengumpul ini mengumpulkan tanaman
buncis di daerah Sumber Agung kemudian mereka menjualnya ke pedagang
besar, kemudian pedagang besar menjualnya ke pedagang pengecer, dan pada
akhirnya sampai ke konsumen akhir.
2. Jenis Komoditas yang diperdagangkan
Komoditas utama yang diperdagangkan oleh para pedagang-pedagang ini
berupa buncis. Selain itu mereka juga mengusahakan untuk menjual hasil
sayuran sebagai sampingan mereka . Ibu Surti (pedagang besar) misalnya, ia
juga menjual sayuran seperti terong, wortel, bunga kol, dan lain sebagainya.
Sedangkan Bp. Jasman selain menjual buncis ia juga mengumpulkan rampai,
biji melijo, kelapa dan terong. Sedangkan Bpk. Dedi lebih fokus untuk
menjual satu komoditi saja yaitu buncis, meskipun begitu terkadang ia juga
mengumpulkan komoditi lain saat panen buncis sedikit, seperti rampai sawi,
dan melinjo.
3. Sumber Pembelian Komoditas
Buncis yang menjadi sentra barang dagangan yang diperjualbelikan
didapatkan dari petani secara langsung. Ketika panen petani memanggil
pedaganng pengumpul tersebut untuk datang mengambil produksi hasil
tanaman buncis.
4. Jumlah dan Sumber Modal
Dari pedagang yang kami temui mengatakan bahwa sumber permodalan untuk
melakukan usaha ini sepenuhnya berasal dari modal sendiri, namun pedagang
tersebut tidak mematok sepenuhnya berapa besar modal yang harus
dikeluarkan untuk melakukan usaha ini .
5. Harga Beli Komoditas Dari Petani hingga ke Pedagang Pengepul
Harga beli komoditas dari petani setiap masing-masing pedagang pengumpul
berbeda-beda satu sama lainnya dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Bapak Dedi Aprianto membeli buncis dari Bapak Ayun seharga Rp.
3.700/kg, sedangkan untuk sayuran yang lain misalnya bunga kol Rp.
6.000/kg, dan terong Rp. 1.000
 Bpk. Jasman membeli buncis seharga Rp. 3.900/kg sedangkan terong Rp.
1.200/ kg dan rampai Rp. 4.500/ kg.
6. Harga Jual Komoditas dari Pedagang Pengumpul ke Pedagang Besar
Harga jual komoditas juga berbeda perlakuan dari satu pedagang pengumpul
ke pedagang besar dan dapat dijabarkan sebagai berikut:
 Bapak Dedi Aprianto menjual buncis kepada Ibu Surti dengan harga Rp.
4.500, sedangkan untuk bunga kol Rp. 8.000 dan terong Rp. 1.400.
 Bpk. Jasman menjual buncis dengan harga Rp. 4.500, sedangkan untuk
terong Rp. 2.000 dan rampai dijual dengan harga Rp. 5000/kg
7. Harga Beli Komoditas dari Pedagang Pengumpul hingga ke Pedagang Besar
Ibu Surti membeli komoditas buncis dari setiap pengepul seharga Rp. 4.800,
sedangkan untuk komoditas lainya seperti wortel Rp. 2500/kg dan Tomat
6000/kg.
8. Harga Jual Komoditas dari Pedagang Besar ke Pedagang Pengecer
Ibu Surti sebagai pedagang besar menjual komoditas buncisnya kepada
pedagang pengecer seharga Rp. 5.800/kg.
9. Perlakuan Terhadap Produk dan Biaya
Para pedagang pengumpul maupun pedagang besar mendapatkan buncis yang
sudah siap untuk dijual, sehingga mereka tidak lagi memerlukan biaya dan
proses untuk pencucian, penyortiran dan pengolahan karena proses itu telah
dilakukan oleh para petani.
10. Tenaga Kerja Yang Membantu Dalam Proses Tataniaga Buncis
Tenaga kerja yang membantu dalam proses tataniaga buncis Bapak Dedi
Aprianto berjumlah 1 orang yang berasal dari keluarga sendiri dan di upah
sebesar Rp. 35.000/ malam, ia dapat melakukan pekerjaannya dalam
menangani buncis sebanyak 500 kg buncis . Untuk Jasman, ia membutuhkan 2
orang setiap harinya yang ikut membantunya di pasar dan survey di lapangan
sedangkan untuk Rp. 40.000/orang, sehingga biaya yang dikeluarkannya
sebanyak Rp. 80.000/hari untuk kedua orang tersebut. Mereka biasanya dapat
menangani buncis sebanyak 1500 kg buncis. Sedangkan Ibu Surti, ia
membutuhkan biaya sebesar Rp. 200.000/hari untuk mempekerjakan 4 orang
untuk menagani buncis sebanyak 7 ton.
11. Cara Pembayaran Produk Yang Dibeli
Produk yang dibeli dari petani secara umum pembayarannya dilakukan secara
tunai, namun pada kondisi tertentu terkadang penjual membawa terlebih dahulu
barang untuk diperdagangkan setelah laku terjual ia akan kembali
membayarnya kepada pembeli atau sering disebut persekot.
12. Cara Pembayaran Produk Yang Dijual
Sama halnya dengan proses pembelian buncis, cara pembayaran produk yang
dijual pun dibayar secara tunai dan terkadang secara persekot.
13. Alat Transportasi Untuk Pengangkutan
Alat transportasi yang digunakan untuk pengangkutan tergantung dari
pedagang masing-masing.
 Bapak Dedi Aprianto menggunakan jasa ojek dimana setiap 1 kandi (50
kg) ia harus membayar Rp. 5.000 yang dibayar secara tunai. Selain itu, ia
juga harus mengeluarkan biaya parkir sebesar Rp. 2.500
 Bpk. Jasman menggunakan jasa mobil pick up yang ia miliki sendiri. Jadi
untuk biaya transportasi ia hanya mengeluarkan biaya bensin dengan harga
Rp. 70.000. Ia dapat mengangkut buncis sebanyak kurang dari dua ton
sekali angkut dari petani.
 Sedangkan Ibu Surti sebagai pedagang besar, ia harus mengeluarkan biaya
sebesar Rp 200.000 untuk mengangkut buncis dari pedagang pengumpul.
Ia dapat mengangkut buncis sebanyak 2.800 kg dalam sekali angkut.
14. Ongkos Penyimpanan
Karena buncis merupakan komoditas yang mudah busuk maka pedagang tidak
melakukan proses penyimpanan dan buncis langsung dipasarkan setelah
diambil dari petani sehingga tidak ada biaya penyimpanan.
15. Ongkos Pengolahan
Buncis yang dipasarkan masih dalam bentuk yang segar jadi tidak
memerlukan proses pengolahan. Cabai utuh yang telah disortir langsung
dipasarkan sehingga tidak ada biaya pengolahan .
16. Hambatan/Rintangan Dalam Memilih Pembeli dan Penjual
Pada dasarnya tidak terdapat hambatan dalam memilih pembeli dan penjual
karena dari awal kegiatan ini didasarkan atas kepercayaan satu sama lainnya.
Dengan kepercayaan yang dibangun para petani dengan pedagang atau
pedagang ke pedagang lainnya tidak ada masalah yang dihadapi. Akan tetapi
terkadang petani mengeluh, hal tersebut dikarenakan alat penimbang berat
buncis itu tidak dikalibrasi dengan tepat, sehingga petani terkadang dirugikan
dimana berat buncis yang ditimbang menjadi berkurangnya.
17. Cara Penetapan Harga Jual Beli
Sebagaimana kita ketahui harga cabai dipasaran seringkali berubah tergantung
pada permintaan pasar sehingga penetapan harga jual beli ditentukan oleh
kekuatan tawar menawar (Bargaining Position) antara penjual dan pembeli
sehingga tercipta kesepakatan harga yang disetujui oleh kedua pihak.

E. Analisis Margin Tataniaga Buncis

Analisis Usaha Tani Buncis


Adapun tujuan dari kegiatan usaha tani buncis adalah untuk memperoleh
keuntungan, dan terpenuhinya kebutuhan subsistennya. Keuntungan yang
diperoleh petani buncis di kelompok tani buncis di kelurahan Sumber Agung
dirasakan saat panen dan umumnya sangat dirasakan setelah biaya yang
dikeluarkan telah terlunasi. Sehingga nampak jelas berapa keuntungan yang
diperoleh dari hasil pertaniannya.

Pendapatan petani buncis diperoleh dari hasil pengurangan dari produksi total
dengan biaya yang dikorbakan. Adapun biaya yang dikeluarkan meliputi biaya
variabel dan biaya tetap.
Biaya Usaha Tani Tomat

a. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk biaya usaha tani
secara tunai dalam satu kali produksi. Biaya variabel dalam usaha tani buncis ini
meliputi biaya benih, pupuk, pestisida dan herbisida, dan tenaga kerja. Analisis
data adalah sebagai berikut:

Biaya variabel Pak Ayun Pak Slamet Pak Saino

(Rp) (Rp) (Rp)

a. benih 375.000 225.000 180.000

b. pupuk 1.600.000 865.000 735.000

c. Pestisida + 270.000 120.000 100.000

Insektisida

d. Tenaga Kerja 480.000 180.000 120.000

Total Biaya Variable 2.725.000 1.390.000 1.135.000


Biaya variabel Pak Toha Pak Sarti

(Rp) (Rp)

a. benih 285.000 345.000

b. pupuk 1.220.000 1.477.000

c. Pestisida + 208.000 205.000

Insektisida

d. Tenaga Kerja 450.000 480.000

Total Biaya Variable 2.163.000 2.507.000

Jadi, dari uraian tersebut dapatlah dimengerti bahwa biaya yang harus
dikorbankan petani dalam satu kali masa tanam mulai pembibitan hingga panen
yaitu sebesar Rp 2.725.000 untuk bapak Ayun, Rp 1.390.000 untuk bapak Slamet,
Rp 1.135.000 untuk bapak Saino, Rp. 2.163.000 dan Rp. 2.507.000 untuk bapak
Sarti. Adanya perbedaan ini dilihat berdasarkan luas lahan dan hasil produksi.

b. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yag dikeluarkan dalam jumlah yang tetap dalam proses
produksi berapapun jumlahnya. Dalam hal ini biaya tetap terdiri dari biaya alat-
alat dalam proses pertanian yag digunakan setiap melakukan proses produksi yang
meliputi saat mulai proses tanam hingga pemanenan. Rinciannya adalah sebagai
berikut:

Tabel Rincian Biaya Tetap

Alat pengolahan Pak Ayun Pak Slamet Pak Saino


a. Cangkul Rp. 35.000 - -

b. Arit Rp. 15.000 - -

c. Golok Rp. 35.000 - -

d. Ajir Rp. 300.000 Rp. 200.000 Rp. 175.000

e. Tali Rp. 25.000 Rp. 19.000 Rp. 15.000

Jumlah Rp. 410.000 Rp. 219.000 Rp. 190.000

Alat pengolahan Pak Toha Pak Sarti

a. Cangkul - Rp. 50.000

b. Arit - Rp. 30.000

c. Golok - -

d. Ajir Rp. 275.000 Rp. 200.000

e. Tali Rp. 17.000 Rp. 19.000

Jumlah Rp. 292.000 Rp. 405.000

Jadi biaya tetap rata-rata yang dikeluarkan petani dalam satu kali musim tanam

adalah Rp. 303.200 yang diperoleh dari penjumlahan dari biaya tetap kelima

petani yang diambil nilai rata-ratanya.

Analisis Pendapatan Buncis


Penerimaan usaha tani buncis adalah hasil kali antara jumlah produksi

keseluruhan buncis dengan harganya. Harga yang digunakan dalam penelitian ini

adalah harga yang berlaku pada saat penelitian ini di lakukan. Besarnya harga

rata-rata dari ketiga petani yang berlaku adalah Rp. 3.500 dan produksi rata-rata

bersih satu kali musim tanam pada saat dilakukan penelitian adalah 7 kali panen

dengan hasil 3 ton sehingga diperoleh hasil rata-rata per panen adalah 210 kwintal

pada periode 21 Maret 2010. Pendapatan petani akan berbeda-beda sesuai dengan

tingkat usaha yang dilakukan, antara lain luas lahan, perawatan, dan mutu dari

benih yang digunakan. Pendapatan petani dalam analisis ini diperoleh dari

pengurangan antara penerimaan dengan biaya usaha tani. Anilisis pendapatan

usaha tani buncis dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel penerimaan, biaya total, dan pendapatan usaha tani buncis di desa ,

periode 21 Maret 2010

Uraian Petani 1 Petani 2 Petani 3

Nilai(Rp) Nilai (Rp) Nilai(Rp)

I Penerimaan

1. Total produksi ( Kg) 4.200 kg 1200kg 2.400 kg


2. harga produksi 3.500/kg 3000/kg 3.500/kg

Total penerimaan 14.700.000 3.600.000 8.400.000

II. Biaya Total

1. Biaya variabel

a. Benih 375.000 225.000 180.000

b. Pupuk 1.600.000 865.000 735.000

c. Pestisida + 270.000 120.000 100.000

Insektisida

d. Tenaga Kerja 480.000 180.000 120.000

Total Biaya Variable 2.725.000 1.390.000 1.135.000

2. Biaya Tetap

a. Cangkul 35.000 - -

b. Arit 15.000 - -

c. Golok 35.000 - -

d. Ajir 300.000 200.000 175.000

e. Tali 25.000 19.000 15.000

Total Biaya Tetap 410.000 219.000 190.000

Biaya Total 3.135.000 1.609.000 1.325.000

III. Pendapatan 11.565.000 1.991.000 7.075.000

Uraian Petani 4 Petani 5

Nilai(Rp) Nilai (Rp)


I Penerimaan

.1. Total produksi ( Kg) 3.500 kg 4000 kg

2. harga produksi 3.500/kg 3.500/kg

Total penerimaan 12.250.000 14.000.000

II. Biaya Total

1. Biaya variabel

a. Benih 285.000 345.000

b. Pupuk 1.220.000 1.477.000

c. Pestisida + 208.000 205.000

Insektisida

d. Tenaga Kerja 450.000 480.000

Total Biaya Variable 2.163.000 2.507.000

2. Biaya Tetap

a. Cangkul - 50.000

b. Arit - 30.000

c. Golok - -

d. Ajir 275.000 300.000

e. Tali 17.000 25.000

Total Biaya Tetap 292.000 405.000

Biaya Total 2.455.000 2.912.000

III. Pendapatan 9.795.000 11.088.000


Keterangan:
Petani 1= Bapak Ayun
Petani 2= Bapak Slamet
Petani 3= Bapak Saino
Petani 4 = Bapak Toha
Petani 5 = Bapak Sarti

Baerdasarkan table tersebut terlihat bahwa pendapatan rata-rata petani buncis


adalah 8.302.800 untuk panen keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha
tani buncis cukup memberikan pendapatan bagi petani untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya.

Analisis Efisiensi Pemasaran

a. Analisis Margin Pemasaran

Margin pemasaran adalah perbedaan antara harga yang dibayar oleh konsumen
akhir buncis dengan harga yang diterima oleh petani buncis. Dalam analisis
margin pemasaran, kita akan melihat bagaimana perbedaan harga yang terjadi,
baik yang dimulai dari tingkat produsen hingga tingkat akhir, yaitu konsumen.
Analisis margin pemasaran menyajikan data dalam bentuk perhitungan yang
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Analisis margin pemasaran
berperan dalam menentukan besar kecilnya pendapatan petani dari penjualan
produksinya. Semakin rendah margin pemasaran maka semakin tinggi bagian
harga yang diterima oleh petani dan sebaliknya.
Besarnya bagian harga yang diterima petani, margin pemasaran, margin
keuntungan, dan Rasio Profit Margin ( RPM) untuk masing-masing saluran
pemasaran buncis di kelurahan Sumber Agung adalah sebagai berikut:

Analisis Margin Pemasaran

No Lembaga Harga Nilai Share


(Rp) (kg)
1. Produsen
a. petani 1 3.500/kg 53,84
b. petani 2 3.000/kg 46,15
c. petani 3 3.500/kg 53,84
d. petani 4 3.500/kg 53,84
e. petani 5 3.500/kg 53,84

2. Pedagang
Pengumpul
Harga beli:
a. pengumpul 1 3.700/kg 56,92
b. pengumpul 2 3.900/kg 60

Harga jual:
a. pengumpul 1 4.000/kg 69.23
b. pengumpul 2 4.500/kg 69.23

Biaya:
Transportasi
a. pengumpul 1 5.000 100/kg
b. pengumpul 2 70.000 35/kg

Tenaga Kerja

a. pengepul 1 35.000 70/kg


b. pengepul 2 80.000 53,33/kg
Margin keuntungan
a. pengumpul 1 800/kg 12.30
b. pengumpul 2 600/kg 9.23
RPM (1) 4,70 0,07
(2) 6,79 0,10

3. Pedagang Besar
Harga beli 4.800/kg 73.84
a. transportasi 200.000 71,42/kg
b. tenaga Kerja 200.000 28,57/kg
Harga jual (Buncis) 5.800/kg 89.23
Keuntungan 1000/kg 15,38
Margin keuntungan 1000/kg 15,38
RPM 10 0,15

4. Pedagang Pengecer
Harga beli 6.000/kg 92,3
Biaya ;
a.Transpotasi -
Harga jual 6.500/kg 100
Keuntungan 500/kg 7,6
Margin Keuntungan 500/kg 7,6
RPM -
5. Konsumen akhir 6.500/kg 100

Keterangan:
Petani 1= Bapak Ayun Pengepul 1 = Bapak Dedi Aprianto
Petani 2= Bapak Slamet Pengepul 2 = Bapak Jasman
Petani 3= Bapak Saino Pedagang Besar = Ibu Surti
Petani 4 = Bapak Toha Pedagang Pengecer = Ibu Sumiarti
Petani 5 = Bapak Sarti

Terlihat bahwa rata-rata harga jual pedagang pengumpul adalah Rp. 4.250 / Kg,
dimana pedagang pengumpul mengeluarkan biaya untuk pemasaran berupa biaya
transportasi sebesar Rp 5.000 untuk satu kali kirim pada pengumpul 1 dengan
RPM sebesar 4,70 , sedangkan pedagang pengumpul 2 mengeluarkan biaya
sebesar Rp. 70.000 dengan RPM sebesar 6,79 yang didapatkan melalui
perhitungan , artinya bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan pengumpul 1
akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4,70, demikian pula dengan
pengumpul 2, dimana setiap satu rupiah yang dikeluarkan pengumpul 2 akan
mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 6,79. Selain daripada itu, diperoleh nilai
share rata-rata untuk RPM sebesar 0,106 dan diperoleh pula nilai rata-rata share di
tingkat margin keuntungan adalah 11,127. Jika dilihat dari nilai ini, maka
perbedaan keuntungan cukup tinggi. Hal ini dikarenakan perbedaan harga yang
cukup tinggi, baik dari harga produsen maupun harga ditingkat konsumen.

Harga jual dari pedagang besar adalah Rp 4.900 dan RPM yang diperoleh dari
pedagang besar adalah 10 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan pedagang
besar akan memberikan keuntungan sebesar Rp 10,00, harga jual ditingkat ini
terlihat besar karena disesuaikan dengan pengorbanan yang dikeluarkan dimana
dalam tingkat ini juga produk mengalami kenaikkan harga yang cukup tinggi dari
harga sebelumnya yang hanya Rp 4.500/kg, dimana kenaikan harga tersebut akan
mempengaruhi harga jual.

Harga jual ditingkat pengecer adalah Rp 6.500/kg, pedagang hanya memperoleh


keutunngan sebesar Rp 500 dengan resiko buncis tidak langsung habis terjual
seperti pedagang besar. Berdasarkan analisis margin pemasaran, terlihat bahwa
saluran pemasaran yang ada cukup efisien karena selisih rasio profit margin pada
pedagang pengumpul hingga pedagang pengecer sudah mendekati nol.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil turun lapang mengenai analisis pemasaran buncis di Kelurahan
Sumber Agung Kecamatan Kemiling Bandar Lampung ini, dapat diambil
beberapa kesimpulan diantaranya :
1. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris .L.) berasal dari Amerika yang kaya
protein dan vitamin dan dapat membantu menurunkan kolesterol,
mencegah kanker, menstabilkan tekanan darah serta mengontrol insulin
dan gula darah .
2. Rantai tataniaga komoditas buncis di Kelurahan Sumber Agung dimulai
dari petani, kemudian ke pedagang pengumpul, setelah itu ke pedagang
besar, lalu ke pedagang pengecer, dan pada akhinya ke konsumen akhir.
3. Dalam analisis margin pemasaran terdapat perbedaan
keuntungan cukup tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan harga
yang cukup tinggi, baik dari harga produsen maupun harga ditingkat
konsumen.
4. Berdasarkan analisis margin pemasaran, terlihat bahwa
saluran pemasaran yang ada cukup efisien karena selisih rasio profit
margin pada pedagang pengumpul hingga pedagang pengecer sudah
mendekati nol.

B. Saran

Yang menjadi saran kami untuk tataniaga buncis ini adalah sebaiknya petani lebih
peka lagi terhadap harga yang ada di pasaran sehingga, petani mengetahui berapa
besar sebenarnya harga jual yang patut ditawarkan kepada petani, selain itu
kualitas dari tanaman buncis juga harus diperhatikan, agar harga buncis semakin
tinggi, sehingga mempengaruhi kehidupan petani menjadi lebih sejahtera. Selain
itu, petani juga harus lebih jeli terhadap kecurangan-kecurangan yang mungkin
dilakukan oleh beberapa pedagang, seperti timbangan yang tidak tepat, sehingga
petani tidak dirugikan. Pedagang hendaklah berlaku jujur atas setiap jumlah
buncis yang ditimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Bressier , R.G and R.A king.1970 . Markets , princes and interregional trade .John
Wiley & sonks Ine : Newyork

Halimah W. Kadarsan, 1992. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan


Agribisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hasyim, Ali Ibrahim. 1994. Pengantar Tataniaga Pertanian. Universitas


Lampung: Bandar Lampung

Nazzarudin. 1999. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah .


Penebar Suradaya : Jakarta

Rubatzky , Vincent E. 1999. Sayuran Dunia 3 ( Prinsip , Produksi dan Gizi ).


Institusi Teknologi Bamdung : Bandung

Rahmat Rukmana, cetakan kedua tahun 1998, "Bertanam Buncis", penerbit


Kanisius

Anonim. 2010. http :///www.wikipedia.com/buncis.Diakses Pada Tanggal 26


April 2010
LAMPIRAN

Gambar Kantor Kelurahan Sumber Agung


Gambar Pedagang Buncis

Pedagang Besar Ibu Surti


Pedagang Pengumpul Bpk. Dedy Aprianto di Kelurahan Sumber Agung

Pedagang Pengumpul Bpk. Jasman


Pedagang Pengecer Ibu Sumiarti

Gambar Petani Buncis

Petani Buncis Bpk. Toha


Petani Buncis Bpk. Ayun

Petani Buncis Bpk Sarti


Petani Buncis Bpk. Slamet

Peatani Buncis Bpk. Saino


Gambar Beberapa Lahan Tanaman Buncis
Bibit Tanaman Buncis

Tanaman Buncis
Kondisi Pasar

Kondisi pasar Tani di kemiling Pencucian dilakukan di pasar

Sayuran yang siap untuk dipasarkan Timbangan yang digunakan oleh pedagang

Macam-macam sayuran yang dipasarkan

You might also like