You are on page 1of 57

Bela negara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari

Konsep bela negara dapat diartikan secara fisik dan non-fisik, secara fisik dengan mengangkat
senjata menghadapi serangan atau agresi musuh, secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai
segala upaya untuk mempertahankan Negara dengan cara meningkatkan rasa nasionalisme, yakni
kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air, serta berperan
aktif dalam memajukan bangsa dan negara.

Landasan pembentukan bela negara adalah wajib militer. Bela negara adalah pelayanan oleh
seorang individu atau kelompok dalam tentara atau milisi lainnya, baik sebagai pekerjaan yang
dipilih atau sebagai akibat dari rancangan tanpa sadar (wajib militer). Beberapa negara (misalnya
Israel, Iran) meminta jumlah tertentu dinas militer dari masing-masing dan setiap salah satu
warga negara (kecuali untuk kasus khusus seperti fisik atau gangguan mental atau keyakinan
keagamaan). Sebuah bangsa dengan relawan sepenuhnya militer, biasanya tidak memerlukan
layanan dari wajib militer warganya, kecuali dihadapkan dengan krisis perekrutan selama masa
perang.

Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Spanyol dan Inggris, bela negara
dilaksanakan pelatihan militer, biasanya satu akhir pekan dalam sebulan. Mereka dapat
melakukannya sebagai individu atau sebagai anggota resimen, misalnya Tentara Teritorial
Britania Raya. Dalam beberapa kasus milisi bisa merupakan bagian dari pasukan cadangan
militer, seperti Amerika Serikat National Guard.

Di negara lain, seperti Republik China (Taiwan), Republik Korea, dan Israel, wajib untuk
beberapa tahun setelah seseorang menyelesaikan dinas nasional.

Sebuah pasukan cadangan militer berbeda dari pembentukan cadangan, kadang-kadang disebut
sebagai cadangan militer, yang merupakan kelompok atau unit personil militer tidak
berkomitmen untuk pertempuran oleh komandan mereka sehingga mereka tersedia untuk
menangani situasi tak terduga, memperkuat pertahanan negara.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Pengertian bela negara di Indonesia


o 1.1 Dasar hukum
o 1.2 Mars bela negara
o 1.3 Hari bela negara
 2 Referensi
 3 Pranala luar

[sunting] Pengertian bela negara di Indonesia


Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.

Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-
syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang[1].

Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban
membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang
paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal
ancaman nyata musuh bersenjata.[2] Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang
terbaik bagi bangsa dan negara.

Unsur Dasar Bela Negara

1. Cinta Tanah Air


2. Kesadaran Berbangsa & bernegara
3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
4. Rela berkorban untuk bangsa & negara
5. Memiliki kemampuan awal bela negara

[sunting] Dasar hukum

Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :

1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan
Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah
oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

[sunting] Mars bela negara

Mars Bela Negara diciptakan oleh Dharma Oratmangun.[3]

[sunting] Hari bela negara


Tanggal 19 Desember ditetapkan sebagai Hari Bela Negara ditetapkan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2006

Kewajiban Bela Negara Bagi Semua Warga Negara Indonesia -


Pertahanan Dan Pembelaan Negara
Thu, 31/07/2008 - 12:15am — godam64

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa "Tiap-tiap warga negara

berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-syarat tentang pembelaan

diatur dengan undang-undang." Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela

negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar

maupun dari dalam.

Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :

1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.

2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.

3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.

4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.

5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.

6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.

7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan

aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa

diwujudkan dengan cara lain seperti :

1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)

2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri

3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn

4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.

Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan

mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi

kedaulatan dan kesatuan NKRI.

Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :

1. Terorisme Internasional dan Nasional.

2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.

3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.

4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.

5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.

6. Pengrusakan lingkungan.

Tambahan :

Hati-hati pula dengan gerakan pendirian negara di dalam negara yang ingin membangun negara islam

di dalam Negara Indonesis dengan cara membangun keanggotaan dengan sistem mirip mlm dan

mendoktrin anggota hingga mereka mau melakukan berbagai tindak kejahatan di luar ajaran agama

islam demi uang. Jika menemukan gerakan semacam ini laporkan saja ke pihak yang berwajib dan

jangan takut dengan ancaman apapun.

Indonesia ku

Hidoeplah Indonesia Raja »

2 Mar

Nilai-Nilai Bela Negara
Posted 2 Maret 2009 by obo in bela negara, Indonesia, Warga Negara. 14 Komentar

Oleh: Benediktus Sudjanto

Frens,,, selingan ya,,, udah keberatan mikirin spiritual niech,,


gemana kalo kita mikir yang berat-berat untuk negara ini,,, gemana
sech caranya biar kita bisa mempertahankan negara ini???? ini ada
bacaan sedikit,, yach buat nambah wawasan,,, untuk lihat lebih lengkap
silahkan klik di : http://www.dmcindonesia.web.id/
Arti dari bela negara itu sendiri adalah Warga Negara Indonesia (WNI)
yang memiliki tekad, sikap dan perilaku yang dijiwai cinta NKRI
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang rela berkorban demi
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Adapun kriteria warga negara yg
memiliki kesadaran bela negara adalah mereka yg bersikap dan
bertindak senantiasa berorientasi pada nilai-nilai bela negara.

Nilai-nilai bela negara yang dikembangkan adalah Cinta Tanah air,


yaitu mengenal, memahami dan mencintai wilayah nasional, menjaga
tanah dan pekarangan serta seluruh ruang wilayah Indonesia,
melestarikan dan mencintai lingkungan hidup, memberikan kontribusi
pada kemajuan bangsa dan negara, menjaga nama baik bangsa dan negara
serta bangga sebagai bangsa indonesia dengan cara waspada dan siap
membela tanah air terhadap ancaman tantangan, hambatan dan gangguan
yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa serta negara dari manapun
dan siapapun.

Nilai yang kedua adalah Sadar akan berbangsa dan bernegara, yaitu
dengan membina kerukunan menjaga persatuan dan kesatuan dari
lingkungan terkecil atau keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan
pendidikan dan lingkungan kerja, mencintai budaya bangsa dan produksi
dalam negeri, mengakui, menghargai dan menghormati bendera merah
putih, lambang negara dan lagu kebangsaan indonesia raya, menjalankan
hak dan kewajiban sesuai peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan
pribadi, keluarga dan golongan.

Nilai ketiga adalah yakin kepada Pancasila sebagai ideologi negara,


yaitu memahami hakekat atau nilai dalam Pancasila, melaksanakan nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan Pancasila sebagai
pemersatu bangsa dan negara serta yakin pada kebenaran Pancasila
sebagai ideologi negara.

Nilai keempat rela adalah berkorban untuk bangsa dan negara, yaitu
bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk kemajuan bangsa
dan negara, siap mengorbankan jiwa dan raga demi membela bangsa dan
negara dari berbagai ancaman, berpastisipasi aktif dalam pembangunan
masyarakat, bangsa dan negara, gemar membantu sesama warga negara
yg mengalami kesulitan dan yakin dan percaya bahwa pengorbanan untuk
bangsa dan negara tidak sia-sia.

Untuk nilai yang terakhir memiliki kemampuan awal bela negara secara
psikis dan fisik. Secara psikis, yaitu memiliki kecerdasan emosional,
spiritual serta intelegensia, senantiasa memelihara jiwa dan raganya
serta memiliki sifat-sifat disiplin, ulet, kerja keras dan tahan uji.
Sedangkan secara fisik yaitu memiliki kondisi kesehatan, ketrampilan
jasmani untuk mendukung kemampuan awal bina secara psikis dengan cara
gemar berolahraga dan senantiasa menjaga kesehatan.

Beberapa contoh bela negara dalam kehidupan nyata, yakni siskamling,


menjaga kebersihan, mencegah bahaya narkoba, mencegah perkelahian
antar perorangan sampai dengan antar kelompok, meningkatkan hasil
pertanian sehingga dapat mencukupi ketersediaan pangan daerah dan
nasional, cinta produksi dalam negeri agar dapat meningkatkan hasil
eksport, melestarikan budaya Indonesia dan tampil sebagai anak bangsa
yang berprestasi baik nasional maupun internasional.

Pendidikan Bela Negara Solusi Jitu Lahirkan Generasi Cinta


Tanah Air Berwawasan Kejuangan

Submitted by ptriwidodo on Wed, 12/10/2008 - 07:15.

 Strategy

Oleh: Puji Triwidodo, ST., Akademisi & Praktisi Pendidikan, Kontributor TANDEF

Sudah pernah melihat raut wajah murid-murid sekolah ketika pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan? Atau
mungkin diri kita yang dulu belajar Pendidikan Moral Pancasila? Kalau gurunya bukan seorang yang cantik
jelita atau pandai melawak (itupun lawakannya di luar materi pelajaran), saya berani bertaruh para siswa akan
terlihat bosan dan sebentar-sebentar melihat jam dinding menanti pertolongan bel tanda kelas usai.

Ini merupakan problema besar bagi bangsa. Masa depan bangsa berada di tangan generasi muda khususnya
pelajar. Mereka adalah harapan kita. Generasi bintang. Sudah sepantasnya energi dan perhatian kita curahkan
kepada pelajar demi terwujudnya masa depan bangsa yang memiliki ketahanan nasional yang tangguh.
Jangan berharap terlalu besar untuk menumbuhkan nasionalisme dari generasi tua. Mahasiswa saja sudah
sulit. Nasionalisme mereka memiliki makna yang berbeda-beda. Menurut Taufik Abdullah, mantan Ketua LIPI,
krisis nasionalisme yang dialami bangsa Indonesia merupakan hasil sebuah proses kompleks sejarah
kepemimpinan nasional yang memberikan dampak pada jiwa-jiwa rakyatnya. Bahkan dalam salah satu
artikelnya ia memberikan sebuah retorika “Krisis Nasionalisme, Wacana atau Struktur Kesadaran?”. Dengan
demikian kaum pelajar tidak masuk dalam kategori yang terkena krisis nasionalisme karena mereka termasuk
lugu pada kasus ini. Terkecuali mereka yang keluarganya menjadi korban serius sebuah rezim.

Ancaman dan hambatan untuk pelajar menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air adalah lingkungan dan
globalisasi. Dan jangan lupa mereka adalah ‘Digital Native’ - lahir dan besar di era digital. Mereka lahir di masa
yang memanjakan fisik dan mobilitas seseorang di mana pelajaran mengenai tugas dan kewajibannya sebagai
warga negara menjadi sebuah hal yang membosankan dan jadul.

Lantas bagaimana jalan keluarnya?

Bagaimana pendapat Anda tentang Pendidikan Bela Negara?

Apakah ini bisa dijadikan pintu masuk cinta tanah air?

Sudah banyak instansi mengadakan pendidikan semacam ini secara massal. Pada bulan Agustus 2008,
Batalyon 613 Raja Alam bersama Pemerintah Kota terkait menggelar Pendidikan Kesadaran Bela Negara yang
diikuti puluhan peserta, terdiri anggota Batalyon 613 Raja Alam, mahasiswa, pelajar, serta organisasi
kepemudaan. Puluhan peserta pendidikan bela negara ini telah menjalani latihan selama 10 hari. Mereka
berasal dari berbagai elemen masyarakat. Mulai pelajar, hingga anggota TNI. Dengan bekal disiplin dan tekad
membela negara, para peserta diminta untuk lebih tanggap terhadap perkembangan situasi, serta peduli
kondisi keamanan negara. Karena jika mengandalkan kekuatan TNI saja, tanpa dukungan masyarakat,
mustahil keutuhan NKRI dapat dijaga.

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) bekerjasama dengan Kementerian Negara Pemuda dan
Olahraga (Kemenegpora) juga telah menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Kesadaran Bela Negara Pemuda
Tingkat Nasional 2008. Kegiatan berlangsung pada 11 sampai dengan 22 Mei 2008 di Taman Rekreasi
Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur. Peserta yang terlibat sebanyak 100 orang yang terdiri atas DPP KNPI (5
orang), OKP Tingkat Nasional (27 orang), DPP KNPI/OKP Provinsi (33 orang), dan senat mahasiswa
perguruan tinggi (35 orang). Dari seratus peserta dipilih sepuluh besar untuk mendapatkan beasiswa dari
Depdiknas. Selain itu, dipilih tiga (peserta) terfavorit. Sakhyan Asmara, Deputi I Bidang Pemberdayaan
Pemuda Kemenegpora, menyampaikan, kegiatan ini bertujuan untuk membangkitkan semangat bela negara
dan kebangsaan di kalangan pemuda. "Target bela negara (adalah) membangkitkan semangat nasionalisme di
kalangan pemuda dan mahasiswa, agar pemuda bisa bersatu di antara perbedaan-perbedaan," katanya.
Adapun pelaksanaan kegiatan melibatkan Departemen Pertahanan, Lemhanas, KPK, Kopassus, Praktisi,
Mahkamah Konstitusi, Tim ESQ, dan BKPM.

Pada bulan Juli 2008, juga telah diadakan Forum Sosialisasi Bela Negara di Yogyakarta. Kegiatan yang
dihadiri 300 pelajar tersebut terdiri dari Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan se Kota
Yogyakarta. Selain para pelajar tampak hadir para Mahasiswa yang tinggal di asrama di wilayah Kota
Yogyakarta. Forum Sosialisasi Bela Negara bagi Pelajar Mahasiswa se Kota Yogyakarta, menghadirkan
narasumber dari Fakultas Filsafat Univesitas Gadjah Mada Yogyakarta, Alif Lukman Nul Hakim, S Fil yang
menyampaikan ceramah dengan judul Pemuda dan Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Disamping itu Prof. DR.Wuryadi MS Ketua Dewan Pendidikan Provinsi DIY, menyampaikan makalahnya yang
berjudul Peran Pemuda dalam Perjuangan Bangsa dan Wawasan Nusantara. Sedangkan materi Bela Negara
disampaikan langsung komandan Kodim 0734 Yogyakarta Let.Kol. Setya Hari, serta Walikota Yogyakarta
Herry
Zudianto, yang menyampaikan tentang Ketahanan Nasional.

Sedangkan tahun lalu, pada Agustus 2007, ratusan pelajar Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Jayapura, Papua mengikuti pelatihan bela negara. Nara sumber pelatihan
ini adalah Kapolresta Jayapura, Dandim 1701 Jayapura, Dinas Pendidikan dan Universitas Cenderawasih
(Uncen) Jayapura. Pelatihan bela negara bagi pelajar menengah atas tersebut bertujuan agar para siswa
memiliki rasa nasionalisme sebagai generasi penerus bangsa. Sedangkan materi bela negara yang diberikan
kepada para pelajar tersebut antara lain, peran pemuda sebagai pilar pembangunan dalam keikutsertaannya
dalam bela negara, rasa cinta tanah air, wawasan kebangsaan serta etika berbangsa dan bernegara.

Pendidikan Bela Negara yang tepat tentunya menggunakan sistem pembelajaran constructive and active
learning, yang berarti serangkaian aktivitas belajar dibuat sehingga para peserta mampu secara otomatis
mengetahui apa itu wawasan kejuangan, kebangsaan dan nusantara tanpa diberitahu oleh penyelenggara.
Berbeda dengan passive learning seperti model perkuliahan di ruangan yang menuangi peserta bagaikan
sebuah teko (guru) berisi air penuh mengalirkan air ke gelas (murid) yang kosong. Ini namanya spoonfeeding.
Tak akan berhasil mencapai sasaran pembelajaran, yakni nasionalisme.

Bukankah kini outbond banyak digandrungi. Juga permainan pinball, dan soft air gun. Kegiatan yang
memerlukan taktik dan sedikit adrenalin ini tentunya bisa menjadi bagian dari Pendidikan Bela Negara. Ini bisa
dijadikan sebagai daya tarik pelajar. Belum lagi kalau mereka diperkenalkan dengan mobilitas pasukan dari
Titik Bongkar (TB) ke Daerah Persiapan (DP) untuk melakukan penyerangan. Pastinya dalam perang
konvensional, dari TB ke DP jaraknya tidaklah dekat dikarenakan titik sasaran berada di sebuah ketinggian.
Mereka dapat melatih fisik mereka sembari menikmati alam. Di kota, mana bisa mereka menikmati ini?

Banyak sekali bagian dari Pendidikan Bela Negara yang bisa diperkenalkan dan diperlatihkan kepada pelajar
dengan cara yang menyenangkan tanpa tekanan baik Pilih Jurit Tangkas (PJT), pertahanan, serangan, patroli,
bahkan sampai pengenalan senjata. Yang penting outcome pembelajaran harus sudah diset termasuk skill dan
knowledge yang diharapkan. Penggunaan sistem level juga sangat berarti agar siswa punya semangat untuk
berkompetisi.

Masalah pendanaan dan promosi sepertinya bisa melibatkan pihak swasta dalam program CSR (Corporate
Social Responsibility). Bidang Bela Negara sudah selayaknya mendapatkan perhatian para pengusaha di
samping pendidikan dan kesehatan, karena ketahanan nasional dan masa depan persatuan bangsa juga
merupakan masalah bersama. Tentunya diperlukan departemen khusus untuk secara intensif menawarkan
program ini kepada swasta dan juga insentifnya. Departemen yang ditunjuk harus bisa memberikan
penyadaran betapa arti penting Pendidikan Bela Negara. Biasanya, perusahaan akan mem-blow up kegiatan
CSR mereka melalui media massa. Dengan demikian diharapkan banyak pengusaha yang akan bergabung
untuk mendukung program ini.

Perang terbuka memang jangan sampai terjadi. Namun, walau nantinya harus terjadi Indonesia sudah siap
dengan salah satu potensinya yakni sumber daya manusia yang memiliki keterampilan dasar tempur.

Di saat damai dan perang, Indonesia jaya!

 Login or register to post comments


 22996 reads

Sangat Inspiratif

Submitted by kazmi on Fri, 12/12/2008 - 02:11.


Membaca tulisanmu ini Ji, aku jadi pengen nulis juga tentang pentingnya memasukkan pendidikan
pendahuluan bela negara dalam kurikulum wajib dari SD s/d perguruan tinggi.
Di perguruan tinggi, ada sih yang namanya mata kuliah Kewiraan, tapi sepertinya contentnya banyak berkutat
di wacana2 abstrak yg melayang di awang2 serta terlalu berfokus pada aspek moril / mental semata, padahal
apabila kita sudah berada dalam kondisi perang, maka aspek taktis / teknis juga sangat menentukan.

 Login or register to post comments

Aku dukung Mi.

Submitted by Puji Triwidodo (not verified) on Fri, 12/12/2008 - 04:06.

Aku dukung Mi.

 Login or register to post comments

Pendidikan Dengan Cinta dan Kasih Sayang

Submitted by myrazano (not verified) on Fri, 12/12/2008 - 12:00.

Pendidikan militer justru akan melahirkan generasi yang mencintai kekerasan, sehingga saya sangat tidak
setuju dengan bela negara yang mengarah kepada militeristik

terimakasih

dari : http://myrazano.com

 Login or register to post comments

Setuju

Submitted by ptriwidodo on Mon, 12/15/2008 - 00:00.

Saya sangat setuju dengan pendapat akhi. Pendidikan militer tidaklah tepat untuk diajarkan kepada anak didik.
Pendidikan dengan cinta dan kasih sayang adalah cara yang tepat baik di sekolah maupun di rumah.

Pendidikan bela negara bukanlah pendidikan militer atau pendidikan kekerasan. Pendidikan Bela Negara
adalah sebuah pendidikan yang mirip dengan outbond, physical education, dan pramuka. Hanya saja di sini,
peserta didik akan diberikan pengenalan taktik dan teknis, serta kosa kata terkait plus wawasan kebangsaan.

Bukankah anak-anak kita menyukai outbond? Pramuka?


Bukankah sang pembimbing mendeliver kegiatan dengan cinta dan kasih sayang?
Rasulullah pun seorang Komandan Militer, dan ia memberikan pendidikan dan pelatihan militer dengan cinta
dan kasih sayang.

Cinta Tanah Air Sebagian Dari Iman


Tidak semua pendidikan militer mengarahkan pada kekerasan

Pengalaman saya selama tiga tahun di TN, mata pelajaran yang saya paling tunggu-tunggu ya Bela Negara
(BN), kenapa? karena walaupun semi militer, bentuknya outbond yang seru.

Lagipula, setahu saya, pendidikan bela negara tidak harus perang-perangan,kan? di pelajaran BN, mana ada
perang-perangan?.

Kurikulum yang diajarkan lebih kepada 'membela diri'.

Saya adalah produk pendidikan semi militer 24 jam sehari 7 hari seminggu. Tapi saya (dan hampir semua
teman-teman saya) tidak suka kekerasan sampai saat ini. :)

justru klo terlalu banyak memberikan cinta dan kasih sayang pada generasi muda kita..maka merka akan
menjadi sangat manja,,lemah dan muda di provokasi...

konsep pertahanan dan keamanan yang pernah diterapkan..

konsep pertahanan dan keamanan yang mas pudji sampaikan merupakan salah satu cara penerapan
sosialisasi konsep pertahanan semesta yang melibatkan seluruh komponen yang dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia.
Selain itu cara yang lain adalah dengan Penataran P-4, aktif dlm sosialisasi organisasi Pramuka, kegiatan
pemuda yang melibatkan seluruh pemuda dari masing-masing propinsi yang bertemu dalam satu wadah
kegiatan setingkat nasional, salah satu yang masih bertahan adalah Paskibraka setiap 17 agustusan diIstana
Negara, dan lain-lain.
sehingga konsep pertahanan dan keamanan yang demikian bisa menjangkau keseluruh lapisan dan
komponen.
Pendidikan Bela negara merupakan salah satu cara penyiapan komponen cadangan yang siap
dikerahkan..kalau boleh saran, hal2 positif yang seperti itu agar dimunculkan kembali kepermukaan dalam
mewujudkan pertahanan dan keamanan..
sementara kita kurangi konsep pertahanan dan keamanan yang berupa menyiapkan alutsista (kesiapan utk
perang..) anggaran negara kita masih belum menjangkau utk ukuran standart kesiapan perang suatu negara,
paling tdk 5-10 kedepan..
salut kepada Tandef..

setuju

setuju bgt ttg pendidikan bela negara..


asal jgn teori aja...
krn byk putra-putri indonesia yg terbaik yg karena ketidakmampuan negara untuk mengakomodir ide dan
kemampuan mereka akhirnya mereka lebih nyaman menyalurkan dan merefleksikan ide ataupun kepintaran
mereka di negeri org...
jadi tidak hanya ttg kemiliteran ataupun teori-teori saja...tp aspek segala bidang
krn sepertinya program itu hanya proyek sekelompok org yg akan mengambil keuntungan...
salam pramuka,
yuk semangat bina generasi muda melalui gerakan pramuka

Cinta Tanah-Air Harus Dari Dua Pihak

Sebagai pendatang baru, saya ingin urun bicara dalam hal pembangunan rasa cinta tanah-air. Apa yang sudah
anda tuliskan itu baik dan ideal adanya, yang sudah dicanangkan oleh para petinggi negara kita sejak negara
diproklamasikan. Tetapi, bicara soal cinta itu harus datang dari dua pihak, tidak bisa hanya satu pihak saja
yang diharuskan memiliki cinta. Selama ini, yang dituntut untuk mencintai hanyalah warganegara, sedangkan
negara (yang diwakili oleh para petinggi dalam pemerintahan negara) tidak pernah dituntut untuk mencintai
warganegaranya. Mereka selama ini sibuk dengan kepentingan dan ambisi mereka sendiri. Kalau kita
menengok negara tetangga, Singapura, kita merasa jauh ketinggalan. Meski bukan berbentuk negara
demokratis seperti yang sering kita klaim bagi negara kita, dan bahkan mereka sendiri menyebut negaranya
sebagai negara illiberate, tetapi rasa cinta negara terhadap warganegara terlihat nyata. Kehidupan
warganegara Singapura sebagian besar sejahtera secara ekonomi, karena itu yang menjadi pilar pertama dari
kesejahteraan, sebelum menjangkau ke kesejahteraan bentuk lainnya. Banyak orang-orang yang berusia lanjut
masih memperoleh pekerjaan, meski hanya sebagai pembersih meja di warung-warung makan atau jadi
tukang sapu halaman. Sehingga, selain menikmati uang pensiun di masa tuanya, dia masih dapat tambahan
uang belanja dari pekerjaannya itu. Di setiap kompleks perumahan selalu ada dibangun fasilitas umum (public
space) di mana orang dapat bertemu, bersosialisasi, ada perpustakaan umum yang modern dengan biaya
relatif murah, tempat main anak-anak gratis, juga untuk fisical fitness gratis. Persekolahan untuk warganegara
juga terjangkau biayanya oleh sebagian besar orang, ada juga subsidi bagi pelayanan kesehatan yang
bermutu. Ini semua merupakan bentuk kecintaan negara kepada warganegara.
Kalau negara kita dapat menyediakan semua pelayanan tersebut kepada rakyatnya, maka dijamin kalau akan
juga tumbuh dengan subur rasa cinta rakyat kepada negaranya, bertumbuh pula rasa rela berkurban untuk
membelanya
Ini semua merupakan kewajiban para politisi yang harus berjiwakan sebagai negarawan. Pembentukan kader-
kader pimpinan bangsa dengan kualitas seperti itu menjadi kewajiban dari parpol-parpol yang ada. Sayangnya
parpol-parpol yang ada sekarang baru bisa membangun kefanatikan para pendukungnya terhadap parpol
bersangkutan, agar dapat menang dalam pemilu dan menduduki kursi kekuasaan dalam negara. Dan ujung-
ujungnya adalah berebut kue kemerdekaan tetapi melupakan konstituen pendukungnya.
Ini semua hanyalah urun pikiran dari saya. Semoga bermanfaat

Kalau menurut pengamatan awam saya sebagai orang/rakyat biasa Pendidikan Bela Negara memang sangat
penting agar generasi digital ini mencintai bengsa dan tanah airnya. Tapi yang menjadi krusial sekarang adalah
pendidikan bela negara secara formal melalui bangku sekolah terasa kaku dan sangat membosankan. Saya
sangat setuju pendekatan rekreasi melalui outbond atau game2 outdoors. Lebih bagus lagi Pendekatan seni
budaya, bayangkan kalau banyak produser sinetron & film indonesia yang bikin film bernuansa kepahlawanan
& bela negara itu lebih asyik & lebih menyemangati dari pada dibangku sekolah. Bagus lagi kalau ada film
animasi buat anak - anak yang sejenis. Tetapi tentunya karya seni tersebut haruslah yang bermutu.Saya
prihatin dengan ndustri perfilman yang ada di indonesia, mereka hanya menghasilkan sinetron2 yang
melankolis = menghasilkan generasi cengeng & manja, Film Horor berbau porno = menghasilkan generasi
penakut & sex minded/ generasi horor porno. Kita lihat saja Amerika dengan industi perfilmanya, di susul
Bolywood & mandarin. Banyak dari karya2 mereka mengisahkan kepahlawanan yang membuat bangga akan
kebesaran negrinya. Yang otomatis menggugah semangat bela negara generasi mudanya bahkan semua
generasi.
Yup Bro saya kira emang media informasi di negeri ini harus di benahi harus ada peraturan yang jelas dari
pemerintah tentang kebijakan media kan sekarang ini hampir 24 jam/7hari generasi duduk di depan TV dan
alhasil pola pikir yang secara tidak langsung ditanamkan lewat media tersebut merasuki alam bawah sadar
generasi muda sekarang, gimana mereka akan berpikir bela negara sedangkan dalam kehidupan sehari-hari
mereka aja tidak pernah terlintas apa dan bagaimana negara ini, dan yang paling menyedihkan adalah ketika
event-event pemerintah misalkan pidato presiden, HUT TNI, tidak pernah diliput oleh media tersebut yang
diliput malah isu yang meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada negara ini, gimana mereka akan kenal
dengan negara ini kalo pemerintah sendiri tiddak mau memperkenalkan diri kepada rakyatnya...key

Sedikit berbagi pengalaman

Assalamualakum wr, wb.

Hormat tangan pak dengan tulisan , kajian dan perspektifnya.


Sebenarnya tidak semua dari kita yang menyadari kondisi dilematis krusial ini , saya masih berpendapat
sebagian besar orang Indonesia ini awam ( lebih pas-nya Rabun )akan ancaman terhadap sendi - sendi
kehidupan bangsa.

Dengan adanya tren " Modern War " yang saat ini telah semakin tampak jelas menyelimuti terhadap semua
negara, tidak hanya kita !!
Tren perang ini tidak tampak lagi sebagai perak secara fisik antara 2 ato lebih negara / pihak. Namun lebih
tampak sebagai bagaimana suatu pihak / negara dapat mengendalikan negara / pihak sasaran tanpa
terdeteksi, akurat, dan optimal tanpa harus berada di negara / pihak sasaran.
Sangat setuju bila dikatakan ini tahapan dalam ops. intel....
yaa, memang perang modern adalah kombinasi ops intel dan upaya pemenuhan common interest.
Dan , serangan terhadap kekuatan mental & psikologi adalah tahapan awal "mereka" terhadap sasaran.....
Tidak ada upaya paling efektif selain membangun kembali Nasionalisme dan pribadi kita melalui wawasan
kebangsaan !!
Terdengar kolot, konservatif, kuno...Tapi inilah obat termanjur saat ini untuk patahkan upaya pihak Luar bila
masih ingin melihat Indonesia dalam suatu tatanan negara kesatuan dan tidak berfederasi, atau menjadi
bangsa yang di nomorduakan di negaranya sendiri...

Apa yang dilakukan oleh instansi - instansi peduli wawasan kebangsaan pernah saya lakukan di daerah
domisili saya. Hasilnya juga cukup menggembirakan dengan banyaknya jumlah peserta dan antusias mereka
dalam mengikuti kegiatan semi outbond tersebut. Tanpa diduga , muncul saran dari mereka untuk
memasukkan hal ini dalam kurikulum ekstra kurikuler. Hal tersebut tidak berlebihan karena pada saat di
laksanakan kegiatan tersebut , kami menggunakan juga tehnik diskusi panel dan sesi re-vitalisasi nasionalisme
dengan gunakan media film dokumenter dan film perjuangan.
Saran kedua dari audiens adalah pemberian predikat siswa merah putih kepada siswa2 yang dianggap
memiliki kontribusi besar terhadap pengembangan wawasan kebangsaan atau prestasi yg membanggakan
negara. Selain predikat siswa merah putih, mereka juga berharap untuk mendapatkan bea siswa baik di dalam
ataupun di luar negeri....

Apa yang mereka sarankan, saya rasa adalah hal positif yang keluar dari akumulasi cita-cita dan empati
terhadap kondisi bangsa. Sungguh suatu hal yang tidak bisa kita abaikan begitu saja atau bahkan dianggap
sebagai hal memberatkan karena memberikan tambahan beban pekerjaan bagi pemerintah daerah dan pusat.
Bela Negara != Militer

Jadi ingat sewaktu pra jabatan PNS, kami mengikuti pelatihan bukan berbasis militer tapi kepolisian. Bela
negara ternyata tidak harus militer, tetapi bisa dalam bentuk lain. Membela negara juga bukan hanya
kewajiban militer, orang sipil pun juga harus ikut berperan.

Kaku

"Bukankah kini outbond banyak digandrungi. Juga permainan pinball, dan soft air gun. Kegiatan yang
memerlukan taktik dan sedikit adrenalin ini tentunya bisa menjadi bagian dari Pendidikan Bela Negara"....

saya sangat setuju dengan pendapat penulis..

sayang ini hanya menjadi wacana bagi para muda defender muda yang kreatif dan prihatin thdp pendidikan
bela negara dinegara kita...

betapa susahnya bagi para pengusaha permainan perang2an seperti airsoft gun dan paintball untuk
memasukkan senjata2 ini ke Indonesia...
belum lagi perijinan dan paranoia terhadap pelaku terorisme...

TNI bisa mendukung cinta belanegara dengan membuat kompetisi rutin bagi pemain airsoftgun, paintball
dsb ...

Bahkan US Army turut mendanai game developer yang membuat game2 perang seperti counterstrike, Delta
Force dll...

Muhamad Yusuf ST
Jogja / Cepu

bentuk pertahanan negara

Bro ada masukan siapa tahu berguna


Maaf saya bukan apa-2 disini hanya orang yg kepingin nimbrung aja , setelah baca artikel tentang alutsista kita
Usul : perlunya diadakan peralatan tempur gerak cepat mini untuk personnel yg bentuknya seperti sepeda
motor yg bisa membawa amunisi banyak seperti roket dan lainya termasuk bekal makanan , komunikasi kalo
bisa yg memakai tenaga surya , cara pengaktifanjalannya pakai password . ini kan lumayan bisa fleksible dan
cukup cepat untuk bergerak terutama daerah perbatasan ,
Kalo di sungai atau laut perbatasan jarak dekat bisa membuat pasukan serbu yg banyak memakai bentuk
kapal nelayan yg dirancang khusus dengan senjata ringan sampai semi berat .
Tapi saran saya jangan Pindat saja yg bikin pemerintah harus dukung dana dari pada dibelanjakan diluar
negri ... anak negeri kita yg jagoan di pupuk dan dibiayai baik riset dan segala hubungannya ... jangan
nggantung terus sama technologi orang luar ??? kapan bisa menang !!!!

Demikian dari saya


thanks alot

Belajar dari Korea Selatan


Coba kita lihat negara ginseng ini, mereka sdh mulai mewajibkan murid tk sampai perguruan tinggi utk
mempelajari Taek Won Do, bahkan di sana ada Universitas yang khusus membidangi bela diri ini. Suatu
kehormatan bagi keluarga/orang tua apa bila anak2 mereka dapat menguasai bela diri Taek Won Do. Bahkan
pemerintahnya telah menetapkannya sebagai bagian dari Kurikulum Pendidikan dan Budaya Bangsa.
Coba kita lihat negara kita......kita punya pencak silat...saat ini sudah banyak negara lain mempelajari tentang
pencak silat, sayangnya hasil Sea Games kemarin, tim pencak silat kita hampir di buat malu oleh vietnam,
thailand dll. Kenapa tidak kita kembangkan sj Pencak silat ini.....warisan budaya yg luar biasa.

Soal kekerasan....militerisasi.......bukan itu substansinya dalam membentuk pemuda indonesia yg diharapkan,


tapi nilai-nilai Nasionalisme, Patirotisme, Kesatria yang diwujudkan dalam sikap Percaya diri, disiplin, Hidup
Sehat, Fisik kuat, Semangat, dan lain lain yang tentunya hal positif kita inginkan itulah menjadi tujuan kita.

Kita semua tentunya berharap generasi Indonesia masa depan harus lebih baik, silahkan lihat diri anda sendiri
apakah lebih baik dari orang tua anda, kakek anda, atau hanya berharap menunggu warisan kemalasan,
materialistik, sadisme, pengguna narkoba, wah.....Semoga Allah SWT menjauhkan generasi kita dari hal-hal
ini. AMIN

 Bela Negara - Thread Not Solved Yet



 Setelah pernyataan dari menlu malaysia, Datuk Seri Anifah Aman yang menyatakan malaysia
tidak perlu meminta maaf atas perlakuan penegak hukum malaysia ketika menangkap 3 petugas
KKPRI, Rakyat Indonesia seperti dikhianati dari dalam. Banyak yang menyayangkan reaksi
pemerintah yang masih mencoba untuk jalan damai.

Tidak lama ini, Susilo Bambang Yudhoyono telah mengirimkan surat langsung ke Perdana Mentri
Malaysia Datuk Sri Najib Tun Razak untuk segera mendiskusikan yang terjadi. Karena, hal
tentang malaysia ini sudah terlalu cepat memanas karena kegeramanan ini bukanlah hal baru
yang dialami Indonesia.

Dilain sisi, beberapa masyarakat yang mencoba untuk bergerak cepat, segera membentuk posko
RELAWAN BELA NEGARA; GANYANG MALAYSIA. Posko ini nantinya sebagai tempat penampung
hasil diplomasi yang sebentar lagi akan diselenggarakan, mulai dari awal hingga akhir. Tempat
ini juga sebagai tempat penampungan aspirasi rakyat yang berusaha melawan keras tindakan
penegak hukum Malaysia kemarin itu.

Tidak hanya sampai disitu, gerakan BELA NEGARA sudah banyak disuarakan di beberapa kampus
di Indonesia. Mengingat bulan ini adalah bulan pertama dari jadwal perkuliahan beberapa
universitas, banyak yang mendapat pembekalan materi BELA NEGARA. (Salah satunya di
http://belanegara.dephan.go.id/ <- belum tahu, ini situs benar milik pemerintah atau gak).

berikut adalah isi dihalaman utama dalam situs http://belanegara.dephan.go.id/:


 Quote:

Situs Pusat Informasi Bela Negara diselenggarakan sebagai salah satu wahana sosialisasi
Bela Negara sebagai prasyarat terciptanya pembangunan potensi sumber daya manusia
pertahanan serta membangun watak bangsa

Setiap bangsa dan negara di dunia ini senantiasa berusaha untuk mewujudkan cita-cita dan
kepentingan nasionalnya. Demikian juga halnya dengan bangsa dan negera Indonesia.
Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4, tujuan bangsa Indonesia membentuk suatu
pemerintahan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila.

Guna menjamin tetap tegaknya Negara Republik Indonesia dan kelangsungan hidup bangsa
dan negara, maka sumber daya manusia menjadi titik sentral yang perlu dibina dan
dikembangkan sebagai potensi bangsa yang mampu melaksanakan pembangunan maupun
mengatasi segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) yang
berasal dari dalam maupun luar negeri.
Salah satu upaya pembinaan potensi sumberdaya manusia agar mampu menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara dapat dilakukan melalui pembelaan negara,
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 UUD 1945

 Quote:

BJ ngomong: wah, pantesan kemaren gw ikut paduan suara disuruh nyanyi lagu Mars Bela Negara.
Pas Rapat Senat terbuka, juga disuruh nyanyi mars bela negara. Semoga negara ini memiliki pembela
yang siap sedia mengatakan: NKRI HARGA MATI!

 __________________

Era reformasi membawa banyak perubahan di hampir segala bidang di


Republik Indonesia. Ada perubahan yang positif dan bermanfaat bagi
masyarakat, tapi tampaknya ada juga yang negatif dan pada gilirannya
akan
merugikan bagi keutuhan wilayah dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Suasana keterbukaan pasca pemerintahan Orde Baru menyebabkan
arus
informasi dari segala penjuru dunia seolah tidak terbendung. Berbagai
ideologi, mulai dari ekstrim kiri sampai ke ekstrim kanan, menarik
perhatian
bangsa kita, khususnya generasi muda, untuk dipelajari, dipahami dan
diterapkan dalam upaya mencari jati diri bangsa setelah selama lebih
dari 30
tahun merasa terbelenggu oleh sistem pemerintahan yang otoriter.
Salah satu dampak buruk dari reformasi adalah memudarnya semangat
nasionalisme dan kecintaan pada negara. Perbedaan pendapat antar
golongan
atau ketidaksetujuan dengan kebijakan pemerintah adalah suatu hal yang
wajar
dalam suatu sistem politik yang demokratis. Namun berbagai tindakan
anarkis,
 konflik SARA dan separatisme yang sering terjadi dengan mengatas namakan
 demokrasi menimbulkan kesan bahwa tidak ada lagi semangat kebersamaan
 sebagai suatu bangsa. Kepentingan kelompok, bahkan kepentingan pribadi,
 telah menjadi tujuan utama. Semangat untuk membela negara seolah telah
 memudar.
 Bela Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau
militerisme,
 seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya
terletak
 pada Tentara Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD 1945,
bela
 negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara Republik
Indonesia.
 Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan
Republik
 Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri.
 UU no 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI mengatur tata
cara
 penyelenggaraan pertahanan negara yang dilakukan oleh Tentara Nasional
 Indonesia (TNI) maupun oleh seluruh komponen bangsa. Upaya melibatkan
 seluruh komponen bangsa dalam penyelenggaraan pertahanan negara itu
antara
 lain dilakukan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Di dalam
masa
 transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi, tentu
timbul
 pertanyaan apakah Pendidikan Pendahuluan Bela Negara masih relevan dan
masih
 dibutuhkan. Makalah ini akan mencoba membahas tentang relevansi
Pendidikan
 Pendahuluan Bela Negara di era reformasi dan dalam rangka menghadapi era
 globalisasi abad ke 21.
 Hakekat Ancaman Terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
 Ancaman Dari Luar
 Dengan berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an, maka
 ketegangan regional di dunia umumnya, dan di kawasan Asia Tenggara
khususnya
 dapat dikatakan berkurang. Meskipun masih terdapat potensi konflik
khususnya
 di wilayah Laut Cina Selatan, misalnya sengketa Kepulauan Spratly yang
 melibatkan beberapa negara di kawasan ini, masalah Timor Timur yang
 menyebabkan ketegangan antara Indonesia dan Australia, dan sengketa
Pulau
 Sipadan/Ligitan antara Indonesia dan Malaysia, namun diperkirakan semua
 pihak yang terkait tidak akan menyelesaikan masalah tersebut melalui
 kekerasan bersenjata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam
jangka
 waktu pendek ancaman dalam bentuk agresi dari luar relatif kecil.
Potensi
 ancaman dari luar tampaknya akan lebih berbentuk upaya menghancurkan
moral
 dan budaya bangsa melalui disinformasi, propaganda, peredaran narkotika
dan
 obat-obat terlarang, film-film porno atau berbagai kegiatan kebudayaan
asing
 yang mempengaruhi bangsa Indonesia terutama generasi muda, yang pada
 gilirannya dapat merusak budaya bangsa. Potensi ancaman dari luar
lainnya
 adalah dalam bentuk "penjarahan" sumber daya alam Indonesia melalui
 eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol yang pada gilirannya
 dapat merusak lingkungan atau pembagian hasil yang tidak seimbang baik
yang
 dilakukan secara "legal" maupun yang dilakukan melalui kolusi dengan
pejabat
 pemerintah terkait sehingga meyebabkan kerugian bagi negara.
 Semua potensi ancaman tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan
 Ketahanan Nasional melalui berbagai cara, antara lain:
 a. Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat
menangkal
 pengaruh-
 pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma
kehidupan
 bangsa Indonesia
 b. Upaya peningkatan perasaan cinta tanah air (patriotisme) melalui
 pemahaman dan
 penghayatan (bukan sekedar penghafalan) sejarah perjuangan
bangsa.
 c. Pengawasan yang ketat terhadap eksploitasi sumber daya alam nasional
 serta terciptanya
 suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa (legitimate, bebas
KKN,
 dan konsisten
 melaksanakan peraturan/undang-undang).
 d. Kegiatan-kegiatan lain yang bersifat kecintaan terhadap tanah air
serta
 menanamkan
 semangat juang untuk membela negara, bangsa dan tanah air serta
 mempertahankan Panca
 Sila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan
 berbangsa dan bernegara.
 e. Untuk menghadapi potensi agresi bersenjata dari luar, meskipun
 kemungkinannya relatif
 sangat kecil, selain menggunakan unsur kekuatan TNI, tentu saja
 dapat menggunakan
 unsur Rakyat Terlatih (Ratih) sesuai dengan doktrin Sistem
Pertahanan
 Semesta.
 Dengan doktrin Ketahanan Nasional itu, diharapkan bangsa Indonesia mampu
 mengidentifikasi berbagai masalah nasional termasuk ancaman, gangguan,
 hambatan dan tantangan terhadap keamanan negara guna menentukan langkah
 atau tindakan untuk menghadapinya.

 Ancaman Dari Dalam
 Meskipun tokoh-tokoh LSM banyak yang menyatakan hal ini sebagai
sesuatu
 yang mengada-ada, pada kenyataannya potensi ancaman yang dihadapi negara
 Republik Indonesia tampaknya akan lebih banyak muncul dari dalam negeri,
 antara lain dalam bentuk:
 a. disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan
 sentimen kesukuan atau pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah
terhadap
 kebijakan pemerintah pusat
 b. keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran
Hak
 Azasi Manusia
 yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru-hara/kerusuhan massa
 c. upaya penggantian ideologi Panca Sila dengan ideologi lain yang
ekstrim
 atau yang tidak
 sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia
 d. potensi konflik antar kelompok/golongan baik akibat perbedaan
pendapat
 dalam masalah
 politik, maupun akibat masalah SARA
 e. makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional
 Di masa transisi ke arah demokratisasi sesuai dengan tuntutan
reformasi
 saat ini, potensi konflik antar kelompok/golongan dalam masyarakat
sangatlah
 besar. Perbedaan pendapat yang justru adalah esensi dari demokrasi malah
 merupakan potensi konflik yang serius apabila salah satu pihak berkeras
 dalam mempertahankan pendiriannya sementara pihak yang lain berkeras
 memaksakan kehendaknya. Dalam hal ini, sebenarnya cara yang terbaik
untuk
 mengatasi perbedaan pendapat adalah musyawarah untuk mufakat. Namun
cara
 yang sesungguhnya merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia itu
tampaknya
 sudah dianggap kuno atau tidak sesuai lagi di era reformasi ini.
 Masalahnya, cara pengambilan suara terbanyakpun (yang dianggap sebagai
cara
 yang paling demokratis dalam menyelesaikan perbedaan pendapat)
seringkali
 menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang "kalah", sehingga mereka
 memilih cara pengerahan massa atau melakukan tindak kekerasan untuk
 memaksakan kehendaknya.
 Tidak adanya kesadaran hukum di sebagian kalangan masyarakat serta
 ketidak pastian hukum akibat campur tangan pemerintah dalam sistem
peradilan
 juga merupakan potensi ancaman bagi keamanan dalam negeri. Apalagi di
masa
 transisi saat ini ada kelompok/golongan yang secara terbuka menyatakan
tidak
 mengakui Peraturan/perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah transisi
 yang berkuasa saat ini. Pelecehan terhadap hukum/undang-undang ini jelas
 menimbulkan kekacauan/anarki dan merupakan potensi konflik yang serius.
 Contoh yang paling nyata adalah insiden Semanggi di mana para pengunjuk
rasa
 yang jelas-jelas tidak mematuhi UU no 9/1998 tentang Kemerdekaan
 Menyampaikan Pendapat di Muka Umum akhirnya bentrok dengan aparat
keamanan
 yang justru ingin menegakkan hukum. Terlepas dari berbagai faktor
psikologis
 dan politis yang memicu terjadinya insiden tersebut, kenyataannya adalah
 seandainya semua pihak menyadari pentingnya kepatuhan terhadap hukum,
 tentunya insiden itu tidak akan terjadi. Keragu-raguan aparat penegak
hukum
 (kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan) dalam menangani berbagai
tindak
 pidana korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara juga potensial
untuk
 menyulut huru-hara akibat kekecewaan masyarakat. Tidak adanya kesadaran
 hukum, di samping aspek sosial-psikologis yang perlu diteliti lebih
lanjut
 dan dicarikan penyelesaiannya, juga menyebabkan sering timbulnya
tawuran
 antar warga atau tawuran antar pelajar yang pada gilirannya menimbulkan
 keresahan masyarakat dan menyebabkan instabilitas keamanan lingkungan.
 Maka, sosialisasi berbagai peraturan dan perundang-undangan serta
penegakan
 hukum yang tegas, adil dan tanpa pandang bulu adalah satu-satunya jalan
 untuk mengatasi potensi konflik ini. Potensi ancaman dari dalam negeri
ini
 perlu mendapat perhatian yang serius mengingat instabilitas internal
 seringkali mengundang campur tangan pihak asing, baik secara langsung
 maupun tidak langsung, untuk kepentingan mereka.

 Memudarnya Nasionalisme dan Kecintaan Pada Bangsa dan Tanah Air
 Sebagai produk dari faktor politik, ekonomi, sosial dan
intelektual
 pada suatu tahapan sejarah, nasionalisme adalah "suatu kondisi pikiran,
 perasaan atau keyakinan sekelompok manusia pada suatu wilayah geografis
 tertentu, yang berbicara dalam bahasa yang sama, memiliki kesusasteraan
yang
 mencerminkan aspirasi bangsanya, terlekat pada adat dan tradisi bersama,
 memuja pahlawan mereka sendiri dan dalam kasus-kasus tertentu menganut
agama
 yang sama"
 Nasionalisme adalah produk langsung dari konsep bangsa. Ia merujuk
 kepada perasaan "kasih sayang" pada satu sama lain yang dimiliki oleh
 anggota bangsa itu dan rasa kebanggaan yang dimiliki oleh bangsa itu
 sendiri. Dia adalah semangat kebersamaan yang bertujuan memelihara
kesamaan
 pandangan, kesamaan masyarakat dan kesamaan bangsa dalam suatu kelompok
 orang-orang tertentu. Dia adalah suatu idelogi abstrak yang mengakui
 kebutuhan akan suatu pengalaman bersama, kebudayaan bersama, dasar
sejarah,
 bahasa bersama dan lingkungan politik yang homogen. Nasionalisme dapat
 diungkapkan dengan berbagai cara, misalnya keinginan untuk mencapai
taraf
 kehidupan yang tinggi, keinginan untuk memenangkan medali emas lebih
banyak
 dari negara lain dalam Olympiade, atau bahkan menundukkan wilayah lain
yang
 berbatasan.
 Akhir-akhir ini ditengarai bahwa semangat nasionalisme dan
 patriotisme, khususnya di kalangan generasi muda Indonesia telah
memudar.
 Beberapa indikasi antara lain adalah munculnya semangat kedaerahan
seiring
 dengan diberlakukannya otonomi daerah; ketidakpedulian terhadap bendera
dan
 lagu kebangsaan; kurangnya apresiasi terhadap kebudayaan dan kesenian
 daerah; konflik antar etnis yang mengakibatkan pertumpahan darah.
 Ketidak mampuan pemerintah pasca Orde Baru untuk mengatasi krisis
 multidimensional sering dijadikan "kambing hitam" penyebab memudarnya
 nasionalisme. Banyak orang yang tidak merasa bangga menjadi orang
Indonesia
 akibat citra buruk di dunia internasional sebagai "sarang koruptor" dan
 "sarang teroris". Banyak orang yang enggan membela negara dengan alasan
 "saya dapat dari negara?" Presiden John F. Kennedy dari Amerika Serikat
 pernah mengatakan, "don't ask what your country can do for you, ask what
can
 you do for your country!" (jangan tanyakan apa yang dapat dilakukan oleh
 negaramu untukmu, tapi tanyakan apa yang dapat kamu lakukan untuk
negaramu!)
 Semangat seperti itu seharusnya juga berlaku bagi semua warga negara
 Indonesia. Ada semacam kekeliruan pandangan bahwa negara identik dengan
 pemerintah. Setiap warga negara boleh saja tidak setuju dengan kebijakan
 pemerintah, tapi dia tetap berhak dan wajib membela negaranya.
 Memudarnya nasionalisme dan patriotisme mungkin juga disebabkan oleh
 tiadanya penghayatan atas arti perjuangan para pahlawan kemerdekaan.
 Perayaan hari Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus selama berpuluh
tahun
 terkesan hanya sebagai ritual upacara bendera yang membosankan. tradisi
 "hura-hura" lomba makan krupuk dan panjat pinang, panggung hiburan
yang
 dari tahun ke tahun hanya diisi oleh vocal group remaja setempat di
setiap
 RT di seluruh tanah air dan gapura yang mencantumkan slogan-slogan
kosong di
 setiap ujung gang. Yang lebih memprihatinkan, di tengah krisis ekonomi
yang
 berlarut-larut ini, hari Kemerdekaan dirayakan dengan kembang api.
Betapa
 tidak nasionalis dan tidak patriotisnya, membakar uang puluhan juta
rupiah
 sementara sebagian besar rakyat tengah menderita. Sedikit sekali
kelompok
 masyarakat yang merayakan hari Kemerdekaan dengan acara syukuran dan
do'a
 bersama mengingat jasa para pahlawan yang telah mengorbankan nyawa
mereka
 untuk mencapai kemerdekaan ini.
 Demikian pula Sumpah Pemuda, yang sebenarnya adalah modal awal
 persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia jauh sebelum kemerdekaan, kini
 seolah hanya merupakan pelajaran sejarah yang tidak pernah dihayati dan
 diamalkan. Munculnya gerakan separatisme dan konflik antar etnis
membuktikan
 tidak adanya kesadaran bahwa kita adalah satu tanah air, satu bangsa,
dan
 satu bahasa. Harus diakui bahwa ada faktor-faktor politis, ekonomi dan
 psikologis yang menyebabkan gerakan-gerakan separatis maupun konflik
antar
 etnis itu, misalnya masalah ketidak adilan sosial dan ekonomi,
persaingan
 antar kelompok dan sebagainya. Kurang tanggapnya pemerintah baik di
pusat
 maupun daerah untuk mengantisipasi atau segera menangani berbagai
 permasalahan itu menyebabkan tereskalasinya suatu masalah kecil menjadi
 konflik yang berkepanjangan.

 Bela Negara Sebagai Hak dan Kewajiban Warga Negara
 Konsep Bela Negara
 Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak
dan
 wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara". Konsep Bela Negara
dapat
 diuraikan yaitu secara fisik maupun non-fisik. Secara fisik yaitu
dengan
 cara "memanggul bedil" menghadapi serangan atau agresi musuh. Bela
Negara
 secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar. Sedangkan
Bela
 Negara secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai "segala upaya untuk
 mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara
meningkatkan
 kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah
air
 serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara".

 Bela Negara Secara Fisik
 Keterlibatan warga negara sipil dalam upaya pertahanan negara
merupakan
 hak dan kewajiban konstitusional setiap warga negara Republik Indonesia.
 Tapi, seperti diatur dalam UU no 3 tahun 2002 dan sesuai dengan doktrin
 Sistem Pertahanan Semesta, maka pelaksanaannya dilakukan oleh Rakyat
 Terlatih (Ratih) yang terdiri dari berbagai unsur misalnya Resimen
 Mahasiswa, Perlawanan Rakyat, Pertahanan Sipil, Mitra Babinsa, OKP yang
 telah mengikuti Pendidikan Dasar Militer dan lainnya. Rakyat Terlatih
 mempunyai empat fungsi yaitu Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat,
 Keamanan Rakyat dan Perlawanan Rakyat. Tiga fungsi yang disebut pertama
 umumnya dilakukan pada masa damai atau pada saat terjadinya bencana alam
 atau darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu
pemerintah
 daerah dalam menangani Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, sementara
fungsi
 Perlawanan Rakyat dilakukan dalam keadaan darurat perang di mana Rakyat
 Terlatih merupakan unsur bantuan tempur bagi pasukan reguler TNI dan
 terlibat langsung di medan perang.
 Apabila keadaan ekonomi nasional telah pulih dan keuangan negara
 memungkinkan, maka dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk
mengadakan
 Wajib Militer bagi warga negara yang memenuhi syarat seperti yang
dilakukan
 di banyak negara maju di Barat. Mereka yang telah mengikuti pendidikan
 dasar militer akan dijadikan Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama
 waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya sebulan dalam setahun untuk
 mengikuti latihan atau kursus-kursus penyegaran. Dalam keadaan darurat
 perang, mereka dapat dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-tugas
 tempur maupun tugas-tugas teritorial. Rekrutmen dilakukan secara
selektif,
 teratur dan berkesinambungan. Penempatan tugas dapat disesuaikan dengan
 latar belakang pendidikan atau profesi mereka dalam kehidupan sipil
misalnya
 dokter ditempatkan di Rumah Sakit Tentara, pengacara di Dinas Hukum,
akuntan
 di Bagian Keuangan, penerbang di Skwadron Angkutan, dan sebagainya.
Gagasan
 ini bukanlah dimaksudkan sebagai upaya militerisasi masyarakat sipil,
tapi
 memperkenalkan "dwi-fungsi sipil". Maksudnya sebagai upaya sosialisasi
 "konsep bela negara" di mana tugas pertahanan keamanan negara bukanlah
 semata-mata tanggung jawab TNI, tapi adalah hak dan kewajiban seluruh
warga
 negara Republik Indonesia.

 Bela Negara Secara Non-Fisik
 Di masa transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan
reformasi
 saat ini, justru kesadaran bela negara ini perlu ditanamkan guna
menangkal
 berbagai potensi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik dari
luar
 maupun dari dalam seperti yang telah diuraikan di atas. Sebagaimana
telah
 diungkapkan sebelumnya, bela negara tidak selalu harus berarti
"memanggul
 bedil menghadapi musuh". Keterlibatan warga negara sipil dalam bela
negara
 secara non-fisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa
dan
 dalam segala situasi, misalnya dengan cara:
 a. meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati
arti
 demokrasi
 dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak
 b. menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang
tulus
 kepada
 masyarakat
 c. berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan
berkarya
 nyata (bukan retorika)
 d. meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-
undang
 dan menjunjung
 tinggi Hak Azasi Manusia
 e. pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat
menangkal
 pengaruh-
 pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma
kehidupan
 bangsa Indonesia
 dengan lebih bertaqwa kepada Allah swt melalui ibadah sesuai
 agama/kepercayaan masing-
 masing
 Apabila seluruh komponen bangsa berpartisipasi aktif dalam
melakukan
 bela negara secara non-fisik ini, maka berbagai potensi konflik yang
pada
 gilirannya merupakan ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan bagi
keamanan
 negara dan bangsa kiranya akan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan
sama
 sekali. Kegiatan bela negara secara non-fisik sebagai upaya peningkatan
 Ketahanan Nasional juga sangat penting untuk menangkal pengaruh budaya
 asing di era globalisasi abad ke 21 di mana arus informasi (atau
 disinformasi) dan propaganda dari luar akan sulit dibendung akibat
semakin
 canggihnya teknologi komunikasi.

 PENUTUP
 Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, jelaslah potensi
ancaman
 terhadap keamanan negara bisa datang dari luar maupun dalam negeri.
Namun
 potensi ancaman yang lebih besar adalah yang dari dalam negeri,
terutama di
 masa transisi menuju masyarakat madani sesuai dengan tuntutan reformasi.
 Lebih jauh lagi, pengalaman menunjukkan bahwa instabilitas dalam negeri
 seringkali mengundang campur tangan asing baik secara langsung maupun
tidak
 langsung.
 Mengingat kesadaran bela negara yang masih rendah di kalangan
 masyarakat kita, terutama di kalangan elite (politik dan ekonomi) serta
kaum
 intelektual/akademisi, dapat dikatakan bahwa Pendidikan Pendahuluan
Bela
 Negara untuk menanamkam kesadaran bela negara masih sangat relevan dan
masih
 sangat dibutuhkan di era reformasi saat ini dan di masa mendatang. Namun
 perlu dicarikan format yang lebih efektif, lebih sesuai dengan kondisi
 masyarakat dan lebih bersifat konkrit dan realistis agar tidak terkesan
 sebagai suatu kegiatan indoktrinasi teori yang bersifat abstrak dan
 membosankan. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara untuk masyarakat umum
akan
 sangat bermanfaat, khususnya dalam upaya menanamkan kesadaran akan hak
dan
 kewajiban konstistusional sebagai warga negara untuk mempertahankan
negara
 kesatuan Republik Indonesia. Materi yang diajarkan dapat ditingkatkan
 kualitasnya, namun mengingat latar belakang pendidikan formal peserta
yang
 cukup beragam mungkin perlu dilakukan penyesuaian atau modifikasi.
Selain
 itu, perlu dipertimbangkan untuk melibatkan lebih banyak peserta dari
 kalangan elite (politik dan ekonomi) yang tampaknya kurang memiliki
 kesadaran bela negara akibat terlalu sibuk membela kepentingan
 pribadi/golongannya. Pendidikan kewiraan di tingkat perguruan tinggi,
yang
 juga merupakan salah satu bentuk dari Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara,
 kiranya juga masih relevan dan diperlukan meskipun materinya tentu saja
 perlu disesuaikan seiring dengan perubahan situasi politik yang sedang
 terjadi dewasa ini.

Bela Negara
 

Fungsi dan Unsur Negara

1. Fungsi Negara

Negara adalah sekumpulan masyarakat dengan berbagai keragamannya, yang hidup dalam suatu
wilayah yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Fungsi negara secara garis besar sebagai berikut:

a. Melaksanakan ketertiban, maknanya Negara mengatur ketertiban masyarakat supaya


tercipta kondisi yang stabil juga mencegah bentrokan-bentrokan yang terjadi dalam
masyarakat. Dengan tercipta ketertiban segala kegiatan yang akan dilakukan oleh warga
negara dapat dilaksanakan

b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, maknanya negara berupaya


agar masyarakat dapat hidup dan sejahtera, terutama dibidang ekonomi dan sosial
masyarakat
c. Fungsi Pertahanan, maknanya Negara berfungsi mempertahankan kelangsungan hidup
suatu bangsa dari setiap ancaman dan gangguan yang timbul dari dalam maupun datang dari
luar negeri. Ancaman dan gangguan tersebut mungkin berupa serangan (Invasi) dari luar
negeri maupun golongan-golongan dari dalam negeri yang ingin memecah belah persatuan
dan kesatuan bangsa

d. Menegakkan keadilan, maknanya negara berfungsi menegakkan keadilan bagi seluruh


warganya meliputi seluruh aspek kehidupan (idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
hankam). Upaya yang dilakukan antara lain menegakkan hukum melalui badan-badan
peradilan.

2. Unsur Negara

Suatu negara dinyatakan syah berdiri sebagai suatu negara yang berdaulat, jika memenuhi minimal 4
unsur, yaitu:
a. Rakyat. Dalam suatu negara mutlak harus ada rakyatnya. Yaitu sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh suatu perasaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.
Rakyat merupakan unsur yang utama berdirinya suatu negara, karena rakyatlah yang
pertamakali memiliki kehendak untuk mendirikan negara, melindunginya serta
mempertahankan kelangsungan berdirinya negara.
b. Wilayah. Wilayah dalam suatu negara adalah tempat bagi rakyat untuk menjalani
kehidupannya. Bagi pemerintah merupakan tempat untuk mengatur dan menjalankan
pemerintahan.
Wilayah suatu negara terdiri dari wilayah darat, laut, udara dan dasar laut dan tanah
dibawahnya.

c. Pemerintahan yang berdaulat. Pemerintahan dalam arti luas yaitu seluruh lembaga negara
yang terdiri dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pemerintahan dalam arti sempit
yaitu kekuasaan eksekutif yang terdiri dari presiden, wakil presiden dan menteri-menteri.
Pemerintah yang berdaulat yaitu pemerintah yang syah yang diberi wewenang oleh rakyat
sebagai pemegang kedaulatan berdasarkan undang-undang.

d. Pengakuan dari negara lain. Suatu negara syah berdiri manakala ada pengakuan dari
negara lain, baik secara de facto maupun secara de yure. Pengakuan secara nyata (de facto)
memang telah berdiri, mendapat banyak dukungan dari negara internasional. Pengakuan
secara de yure maknanya secara hukum international telah memenuhi syarat untuk berdiri
sebuah negara.
Misalnya Negara Republik Indonesia secara defacto telah berdiri sejak tanggal 17 Agustus
1945, sedangkan secara de yure berdiri sejak taggal 18 Agustus 1945.

KEMHAN TETAPKAN 19 DESEMBER SEBAGAI HARI BELA


NEGARA
21-12-2010
Jakarta - Pemerintah melalui Keputusan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2006 menetapkan tanggal 19 Desember sebagai
Hari Bela Negara, dalam rangka mendorong semangat dankesadaran kebangsaan dan bela negara yang menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan serta menjamin kelangsungan hidup NKRI.

Menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI I Wayan Medhio, sejarah mencatat pada
tanggal 19Desember 1948 Pemerintah Indonesia mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera Barat.

Pada saat itu, Negara Indonesia yang baru 3 tahun memproklamasikan kemerdekaaanya, nyaris berakhir akibat kembalinya
agresi militer Belanda kedua dan menguasai ibukota negara di Yogyakarta disertai dengan penangkapan terhadap
Presiden, Wakil Presiden RI dan sejumlah menteri.

Peristiwa ini mengakibatkankan pemerintahan yang sah di Yogyakarta tidak berjalan, katanya di Jakarta. Selasa (21/12).

Dalam kondisi kritis, yaitu beberapa saat sebelum penangkapan, para founding fathers telah mengambil keputusan yang
cerdas dengan mengeluarkan dua surat mandat untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI kepada Menteri Kemakmuran
Mr. Sjarifuddin Prawiranegara yang sedang bertugas di Sumatera Barat, dan perwakilan RI di New Delhi AA. Maramis.

Sadar bahwa dengan dikuasainya ibukota, pemerintahan dan ditawannya kepala pemerintahan beserta para menterinya,
maka untuk mengantisipasi kekosongan kepemimpinan nasional dan menjalankan pemerintahan negara RI, maka Mr.
Sjafruddin Prawiranegara, ketika itu berinisiatif juga membentuk pemerintah darurat RI di Sumatera, guna menyelamatkan
kelangsungan hidup Negara RI, sekaligusmenunjukkan kepada dunia bahwa Negara RI masih eksis.

Rangkaian peristiwa bersejarah tersebut telah menunjukkan kepada kita semua sebagai rakyat Indonesia, bahwa membela
negara dalam rangka menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara, tidak hanya diwujudkan dengan mengangkat
senjata atau kekuatan militer (hardpower) semata. Akan tetapi juga dapat diwujudkan melalui bidang lain yaitu dengan
kekuatan non militer (soft power) seperti perjuangan politik dan diplomasi sebagaimana yang terjadi pada 19 Desember
1948, katanya.

I Wayan mengatakan dalam menumbuhkan jiwa, semangat dan kesadaran bela negara kepada setiap warga negara
Indonesia, maka dikembangkan nilai-nilai kenegaraan yang dapat diimplementasikan dalam semua aspek kehidupan.

Dan oleh Kementerian Pertahanan ditetapkan sebagai nilai-nilai dasar bela negara, yaitu Cinta Tanah Air, Sadar berbangsa
dan bernegara Indonesia, yakin pada Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, Rela berkorban bagi bangsa dan
negara, serta memiliki kemampuan awal bela negara.

Oleh karena itu, untuk mengenang sejarah berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 19 Desember 1948,
sebagai bagian dari upaya bangsa dalam mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidup bangsa dan NKRI, patut
diperingati sebagai Hari Bela Negara sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor:28Tahun 2006.

Sebelumnya, memperingati Hari Bela Negara yang jatuh padatanggal 19 Desember, dilaksanakan Pemerintah melalui
Kementerian Pertahanan (Kemhan) dengan menggelar acara Gerak Jalan Santai bersama Menteri Pertahanan berlangsung
di Lapangan MonumenNasional, Jakarta Minggu (19/12) lalu. (yr/toeb)

Generasi Muda Diharap Tingkatkan Semangat Bela Negara


@ July 29, 2008 © admin [1156 ].§ Leave a comment

JAYAPURA- Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Haryadi Soetanto mengajak para generasi muda
agar terus meningkatkan semangat Bela Negara dan Patriotisme sebagai wujud kecintaan kepada
Bangsa dan Negara.

Hal itu diungkapkan Pangdam saat membuka perkemahaan Bhakti Wira Kartika ke-1 2008 di Bumi
Perkemahan Buper Waena, Senin (28/7).Dikatakan, kegiatan ini bertujuan untuk membentuk dan
membina generasi muda sebagai pemimpin-pemimpin bangsa di masa depan, agar mempunyai
kepribadian yang kuat, bersemangat, ulet dan pantang menyerah serta inovatif untuk mendorong
kemajuan pencapaian cita-cita bangsa.

“Saya berharap kepada seluruh peserta agar betul-betul mengikuti kegiatan ini dengan baik guna
memantapkan tekad kaum muda sebagai patriot pembangunan, karena tantangan negeri pasca krisis
moneter saat ini adalah tanggungjawab bersama untuk membangun kembali negeri ini,”harap Pangdam.
Pangdam juga berharap, melalui kegiatan perkemahan Bhakti Wira Kartika ini para generasi muda,
terutama anggota pramuka dapat kembali menggelorakan semangat perjuangan para pendahulu. Sebab,
kemerdekaan bangsa ini diperoleh melalui perjuangan dengan tetesan darah dan air mata.

Sebagai generasi penerus kata jenderal bintang dua itu, anggota pramuka bersama seluruh komponen
bangsa berkewajiban mengisi kemerdekaan dengan kegiatan-kegiatan konstruktif dan bermanfaat. “Saya
berharap gerakan pramuka sebagai wadah pembentukan karakter bangsa bagi generasi muda dapat
meningkatkan kualitas kegiatannya. Sebab, pembentukan karakter bangsa ini sangat penting karena
akan sangat menentukan nasib bangsa ke depan,” tuturnya.

Sementara itu, ketua penyelenggara Letkol Kav A.H Napoleon yang juga Dandim 1701/Jayapura
mengatakan, kegiatan ini diikuti 1080 peserta, dari tingkat SD dan SMP di wilayah Kota Jayapura,
Kabupaten Jayapura dan Keerom.”Kegiatan ini berlangsung 2 hari 28-29 Juli, dimana para peserta akan
mendapatkan berbagai bekal materi, diantaranya bela negara, upaya penanggulangan bencana alam,
baris berbaris, pelestarian budaya dan renungan malam,”imbuhnya. (mud)

Kewajiban Bela Negara Bagi Semua Warga


Negara Indonesia
SHARE THIS ARTICLE

Share on Facebook

Tweet on Twitter

Stumble This Article

Digg this Article

Bookmark on Delicious

Warga Negara dan Negara


Politik Hukum Bela Negara
Adalah Pasal-30 UUD 1945 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang menyatakan bahwa
(1) Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
Negara; (2) Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung; (5) ….syarat-
syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal
yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang;

Adapun Pasal-9 UU No. 3/2003 tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa (1) Setiap warga
Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela Negara yang diwujudkan dalam
penyelenggaraan pertahanan Negara; (2) Keikutsertaan warga Negara dalam upaya bela Negara,
sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diselenggarakan melalui (a) pendidikan
kewarganegaraan; (b) pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; (c) pengabdian sebagai prajurit
Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan (d) pengabdian sesuai dengan
profesi; (3) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara
wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.

Selanjutnya, Penjelasan Atas Pasal-9 UU No. 3/2003 itu menyatakan bahwa Ayat (1) Upaya
bela Negara adalah sikap dan perilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela Negara, selain
sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga Negara yang
dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian
kepada Negara dan bangsa; Ayat (2) Huruf (a) Dalam pendidikan kewarganegaraan sudah
tercakup pemahaman tentang kesadaran bela Negara; Huruf (d) Yang dimaksud dengan
pengabdian sesuai dengan profesi adalah pengabdian warga Negara yang mempunyai profesi
tertentu untuk kepentingan pertahanan Negara termasuk dalam menanggulangi dan/atau
memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, atau bencana lainnya.
Seperti diketahui, pengertian Ketahanan Nasional Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa
Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang
datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung, yang
membahayakan kehidupan nasional untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup
bangsa dan Negara serta perjuangan mencapai Tujuan Nasionalnya. Sedangkan Hakikat
Ketahanan Nasional Indonesia adalah kondisi kemampuan dan kekuatan bangsa untuk dapat
menjamin kelangsungan hidup dan mengembangkan kehidupan nasional bangsa dan Negara
dalam mencapai Tujuan Nasional dan Hakikat Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah
pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi dan
selaras dalam kehidupan nasional.

Ketahanan Nasional Indonesia dikelola berdasarkan Astagatra yang meliputi unsur2 (1)
geografi, (2) kekayaan alam, (3) kependudukan, (4) ideologi, (5)politik, (6) ekonomi, (7) sosial
budaya dan (8) pertahanan keamanan. (1-3) disebut Trigatra atau tiga aspek alamiah dan (4-8)
disebut Pancagatra atau lima aspek sosial. Kualitas Pancagatra dalam kehidupan nasional
Indonesia tersebut secara terintegrasi dan dalam integrasinya dengan Trigatra adalah
mencerminkan tingkat Ketahanan Nasional Indonesia. Ketahanan Nasional adalah suatu
pengertian holistik, dimana terdapat saling hubungan antar gatra didalam keseluruhan kehidupan
nasional (Astagatra). Kelemahan di salah satu gatra dapat mengakibatkan kelemahan di gatra lain
dan mempengaruhi kondisi secara keseluruhan. Ketahanan Nasional Indonesia bukanlah
merupakan suatu penjumlahan ketahanan segenap gatranya, melainkan suatu resultante
keterkaitan yang integratif dari kondisi2 dinamik kehidupan bangsa di seluruh aspek
kehidupannya.

Dalam kerangka pengertian2 tersebut diataslah, maka situasi dan kondisi kekinian yang mencuat
dihadapi oleh bangsa dan Negara seperti :
1. Kasus Wilayah Kerja Minyak & Gas Bumi AMBALAT (Illegal Occupation)
Adalah paling tidak berarti Ancaman terhadap Kekayaan Alam (Mineral & Energi) milik bangsa
Indonesia, dan potensial berdampak Gangguan Politik dan Ekonomi.

2. Kasus Penebangan Liar Hutan (Illegal Logging)


Adalah tidak berarti Ancaman bagi Kekayaan Alam (Sumber Daya Kayu, Flora, Fauna,
NonHayati), dan potensial berdampak Ganggunan Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya serta
Sistim Keseimbangan Alam (EkoSistem)

3. Kasus Pencurian Sumber Daya Perikanan (Illegal Fishing)


Adalah paling tidak berarti Ancaman atas Kekayaan Alam (Sumber Daya Laut), dan potensial
berdampak Gangguan Ekonomi

4. Kasus TKI di Malaysia (Illegal Immigration)


Adalah paling tidak berarti Tantangan bagi Pembangunan Nasional dan potensial berdampak
Gangguan Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya
5. Kasus Korupsi Skala Besar (Illegal Asset)
Adalah paling tidak berarti Hambatan terhadap Pembangunan Nasional, dan potensial
berdampak Gangguan Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya

Oleh karena itulah, sudah sewajarnya terjadi berbagai peristiwa hukum seperti unjuk kekuatan
armada laut dan udara bersamaan dengan unjuk rasa dan sikap masyarakat yang peduli akan
kedaulatan Negara akhir2 ini, sebagai ungkapan Upaya Bela Negara atas Kasus Wilayah Kerja
Minyak & Gas Bumi AMBALAT itu.

Demikian pula atas Kasus-kasus Korupsi Skala Besar, berbagai unjuk rasa dan sikap masyarakat
yang peduli akan Pemerintahan Yang Bersih (Good Governance) sesungguhnya adalah sebagai
ungkapan Upaya Bela Negara, bersamaan dengan upaya2 Pemerintah menguatkan aparat dan
perangkat hukum Anti Korupsi terkait (walaupun belum menunjukkan hasil yang dapat
memuaskan masyarakat).

Khususnya pada Kasus Penebangan Liar Hutan, sesungguhnya telah terungkap baik pelaku2
utama maupun pelaku2 pendukungnya. Bahkan seharusnya, dugaan akan keterlibatan Negara
tetangga atas operasionalisasi Penebangan Liar Hutan ini dapat mendorong Pemerintah sesegera
mungkin melakukan SOMASI, dan kalau perlu dilanjutkan dengan upaya tindakan hukum
pidana internasional, sebagai ungkapan nyata Upaya Bela Negara.

Latar Belakang PPPKRI-BELA NEGARA


February 16, 2011

Lahir dan didirikan taggal 1 Juni 2008, bertepatan dengan hari


lahirnya PANCASILA dan juga hampir bertepatan 100 tahun Hari Kebangkitan
Nasional 1908-2008, Organisasi PPPKRI BELA NEGARA alamat di Jalan Proklamasi
No 56 Menteng Jakarta Pusat, didirikan oleh pemikiran anak anak pejuang yang
Bergabung di Organisasi Kepahlawanan Perintis kemerdekaan Republik Indonesia
dari para anak pejuang 45 sampai dengan pejuang Trikora yang masih sangat
peduli pada nusa bangsa dan negara dengan dasar pendirian :
(1) Surat Keputusan Ketua Umum Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia
periode 2004-2009 Nomor: SKEP/0602-01/PP-PKRI/VI/2007, tentang Pengukuhan
dan Penetapan Dewan Pendiri Penerus Pejuang Perintis Kemerdekaan Republik
Indonesia Bela Negara Tahun 2007.

(2) Dengan Akta Notaris Nyonya HIZMELINA SH Notaris di Jakarta No: 01 tanggal 2
September 2008,

(3) Dasar dan Landasan Hukum PANCASILA dan UUD 1945


Pasal 27 ayat ( 3 ) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
Pembelaan Negara,

(4) Pasal 28 Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul, mengeluarkan pikiran


dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang Undang.

(5) Pasal 28C Ayat ( 2 ), Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat , bangsa,
dan negaranya.

(6) Pasal 28E ayat ( 3 ) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat.

(7) Pasal 30 ayat ( 1 ) Tiap tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha Pertahanan dan Keamanan Negara.

(8) Pasal 30 ayat(2) Usaha Pertahanan dan Keamanan negara dilaksanakan melalui
sistem pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta oleh Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat,
sebagai kekuatan pendukung,

(9) KEPRES RI No 28 tanggal 19 Desember 2006 Tentang Hari Bela Negara menjadi
Hari Besar Nasional

Maksud dan Tujuan Organisasi PPPKRI BELA NEGARA:

Tujuan utama para sesepuh dan pengurus Perintis Kemerdekaan pada saat
didirikan PPPKRI BELA NEGRA adalah sebagai organisasi mata Rantai Perintis
Kemerdekaan Republik Indonesia yang di bentuk untuk turut mempertahankan
Kemerdekaan Republik Indonesia dengan tetap tegak dan utuhnya wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan juga turut peran serta membantu dan
mendampingi pemerintah sebagai penyelenggara Negara dalam setiap kebijakan
Pemerintahan baik tingkat Pusat maupun daerah demi tercapainya Pembangunan
di segala bidang secara menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia.

Mengingat usia para pelaku sejarah Bangsa ini sudah semakin tua dan bahkan
sudah berkurang jumlahnya karena sudah banyak yang meninggal dunia akan
tetapi semangat nilai perjuangannya harus tetap kita gelorakan kepada anak
bangsa mendatang agar tidak terjadi kepada generasi muda yang melupakan
sejarah dan melupakan para pahlawan dan para pendiri Bangsa terdahulu, PPPKRI
BELA NEGARA berkewajiban juga di tuntut pada anggotanya untuk menegakkan
kebenaran dalam berbangsa dan bernegara bahwa di kemudian hari jangan ada lagi
bangsa yang tidak menghormati pemimpinya dan Jangan ada lagi bangsa yang
melecehkan lembaga lembaga tinggi negara dan Institusi Negara yang Sah lainya.

Para Pejuang Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia menginginkan rakyat ini


tetap bersatu tidak ada yang makar namun sebaliknya tidak ada lagi di negara ini
kesewenang wenangan pemimpin dan para penyelenggara negara menindas
Rakyatnya, Pejuang Perintis Kemerdekaan ingin bangsa ini tetap hidup rukun
bersatu bersinergi antara Lembaga Tinggi negara pemerintah dan TNI/POLRI
bersama rakyat membangun dan menjaga keutuhan negara dalam satu tujuan Bela
negara seperti yang tercantum dalam amanat UUD 45 sebagaimana tersebut di
atas.

Dengan demikian sesuai dengan namanya Penerus Pejuang Perintis Kemerdekaan


Republik Indonesia Bela Negara yang mendapat amanah dari para Pejuang Perintis
Kemerdekaan lewat surat keputusan sah dari Ketua Umum Perintis Kemerdekaan
Republik Indonesia Masa Bhakti 2004-2009, kita mengajak seluruh komponen
bangsa khususnya para generasi muda yang lahir dan menghirup udara dan makan
minum di bumi pertiwi ini untuk tetap bergandeng tangan bersatu dalam satu
kesatuan dan mari kita teruskan perjuangan para pendiri bangsa yang sudah
berkorban nyawa harta darah nanah dan segalanya demi untuk bangsa dan
mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia 17 Agustus
1945, serta mengisi kemerdekaan dengan segala upaya dan kemampuan kita demi
kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan juga ketentraman seluruh anak bangsa
tanpa memandang suku, agama, ras atau golongan, serta mengajak seluruh
komponen anak bangsa untuk ikut peran serta di barisan terdepan membela
negara sesuai dengan UUD 45 pasal 27 ayat (3) yang tercantum di atas dengan
segala kemampuan dan ketrampilan yang kita miliki.

Oleh karena itu Bela Negara adalah spektrum yang sangat luas, dari yang terhalus
sampai yang terkeras sekalipun, yang dimulai dari berbuat baik sesama warga
Negara sampai berupaya menangkal ancaman serangan musuh bersenjata yang
datangnya dari dalam negeri maupun dari luar demi untuk melindungi kedaulatan
bangsa dan negara. Oleh karena itu kita sadar bahwa Bela Negara bukanlah hanya
tanggung jawab pemerintah atau TNI/POLRI saja melainkan juga tanggung jawab
seluruh elemen Masyarakat Indonesia, maka dari itu PPPKRI-BELA NEGARA akan
memobilisasi relawan-relawan Kesadaran Bela Negara yang akan digalang di
seluruh wilayah Indonesia untuk mensukseskan gerakan Bela Negara menjadi
gerakan Nasional yang sesuai KEPPRES RI No. 28 tanggal 19 Desember 2006. Dalam
pelaksanaannya Gerakan Bela Negara juga menyesuaikan dengan peraturan
pemerintah dan peraturan adat istiadat yang berlaku di daerah masing-masing
tanpa bersebrangan satu sama lain.
Pada intinya PPPKRI BELA NEGARA akan membantu dan mendukung dengan
sepenuhnya sesuai kemampuan untuk Program program Pemerintah dan Lembaga
Tinggi Negara yang Sah yang Berpijak pada Rakyat dan juga siap mendukung
PERTAHANAN dan KEAMANAN negara TNI/POLRI sesusai dengan UUD 45 pasal 30
ayat (2), dan turut peran serta mendukung terciptanya Stabilitas Nasional secara
global serta mengangkat dan menjunjung tinggi harkat martabat bangsa,

Demi cita-cita yang mulia bagi seluruh anak bangsa, maka PPPKRI BELA NEGARA
turut berperan serta membangun bangsa dalam hal kesadaran Berbela Negara
secara menyeluruh yang tepat Guna dengan membuat beberapa Bidang bidang
Keorganisasian dan satuan-satuan tugas untuk membantu aparat pemerintah dan
juga TNI/POLRI pada khususnya dalam bidang Pertahanan dan Keamanan Negara
Kamtibmas, antara lain:

SAT- BELA NEGRA dipersiapkan untuk komponan cadangan dan pendukung


TNI/POLRI. Dalam bidang Pertahanan dan keamanan negara jika di butuhkan, Sat-
Bela Negara juga membangun pencitraan TNI pada Masyarakat luas, dan menjalin
hubungan kemitraan POLRI dengan Masyarakat, mengingat jumlah Prajurit dan
Personel dan juga masih minimnya peralatanTNI/POLRI kita maka belum seperti
yang kita harapkan bersama, karena belum sebanding dengan luas pulau di wilayah
NKRI dan pesatnya perkembangan penduduk atau kehidupan masyarakat kita yang
beraneka ragam suku budaya, sehingga sering terjadi keributan antar warga yang
terkadang beda pendapat atau paham dan juga kejahatan dan pelanggaran hukum
lainya yang masih marak di bebarapa wilayah, untuk itu Kamtibmas masih sangat
perlu ditingkatkan bersama;

Membentuk Satgas Peka Bencana Alam yang akan turut bergabung dengan badan
penanggulangan bencana alam nasional, karena akhir-akhir ini di beberapa daerah
kita sering terjadinya bencana alam dari gempa banjir angin puting beliung dan
kebakaran hutan dan lain-lain ini menjadi keprihatinan kita bersama;

Membentuk Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum di beberapa daerah demi


memberi pelayanan Konsultasi dan Bantuan di bidang Hukum pada seluruh lapisan
masyarakat yang membutuhkan dan juga turut peran serta menegakan Supremasi
Hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Membentuk Koperasi dari tingkat Kepengurusan Pusat dan di Daerah guna


mendidik dan mengenalkan pentingnya Perkoperasian di negara kita sebagai soko
guru perekonomian Rakyat. Koperasi Bela Negara di bentuk demi kepentingan
kesejahteraan para anggota dan masyarakat Luas pada umumnya,

Menyelenggarakan Event Hari Hari Besar Nasional dan seminar-seminar Nasional


bersama pemerintah dan Lembaga Tinggi Negara dan juga kalangan swasta
Nasional Lainya, pada moment-moment penting di negeri ini yang perlu kita
angkat dan besarkan agar dapat mendidik kecintaan dan kemajuan pada anak
Bangsa dan negara;
Melestarikan sejarah kepahlawanan nasional dan budaya bangsa dan juga
melestarikan lingkungan hidup sumber daya alam yang ada di sekliling kita demi
kelangsungan hidup anak Bangsa masa sekarang dan masa akan datang,

Agenda utama yang harus bisa kita lakukan untuk sementara ini oleh PPPKRI BELA
NEGARA yaitu akan menggalakan dan mengajak para anggotanya dan elemen
masyarakat lainya untuk meningkatkan kesadaran Berbela Negara demi memupuk
jiwa Nasionalisme dan Patriotisme para pemuda dan generasi penerus anak bangsa
agar selalu memperkokoh dan mengamalkan nilai-nilai Sumpah Pemuda tanggal 28
0ktober 1928 yang dipelopori oleh para pergerakan Pemuda terdahulu agar lebih
semangat untuk menjaga dan menegakkan Ideologi Pancasila dan UUD 1945 demi
tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam kerangka Utuh NKRI.

Semoga dengan terbentuknya PPPKRI BELA NEGARA yang baru eksis akhir tahun
2009 lalu dengan semangat Bela Negara-nya bersama pemerintah dan komponen
masyarakat dan Organisasi kepemudaan lainya mampu berbuat yang lebih baik
untuk Negara yang kita cintai ini.

Kami DPP PPPKRI BELA NEGARA mengucapkan selamat bergabung di Organisasi


Penerus Pejuang Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia Bela Negara dari
kepengurusan di beberapa daerah yang sudah berkenan dengan kesadaran diri
mendaftar kepengurusan dan keanggotaan di daerah masing-masing. Marilah kita
awali dari kita sendiri untuk menjaga dan merawat dan memajukan negeri kita
sendiri, lambat laun Negeri kita pasti akan maju.

Sebagai Pemuda yang cinta tanah Air mari bersama-sama dan jangan mudah
menyerah dalam berjuang, sepanjang hayat di kandung badan dan mari kita turut
membangun bangsa dan negara ini dari yang sudah baik menjadi lebih baik.

Motto Bersatu kita teguh Bercerai kita runtuh

Sekali merdeka tetap Merdeka

NKRI harga Mati.

M E R D E K A………..!!!

DPP PPPKRI-Bela Negara

Sekilas PPPKRI-Bela Negara


February 16, 2011
MERDEKA !!!

Kami adalah Organisasi Penerus Pejuang Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia


(PPPKRI-BELA NEGARA ). Kami generasi penerus bangsa siap dan harga mati untuk
mempertahankan keutuhan NKRI, dan juga memerangi krisis multi dimensi yang
masih berkepanjangan ini dengan semangat kebangkitan nasional yang mana para
pejuang pendahulu kita bersatu padu mempertahankan keutuhan NKRI.

PPPKRI – BELA NEGARA siap meneruskan perjuangan itu dan siap menjadi barisan
terdepan untuk mempelopori kader bangsa dalam gerakan berbela Negara yang
tepat guna.

VISI :

Mengangkat dan menjunjung Tinggi harkat martabat Budaya Bangsa dan Negara,
Berakhlak mulia, jujur disiplin setia siap dan berani menghadapi tantangan dan
cobaan dalam mempelopori Gerakan kesadaran Bela Negara, meneruskan
perjuangan para pejuang perintis kemerdekaan Republik Indonesia dan
melestarikan Sejarah Pahlawan Nasional serta nilai – nilai sumpah pemuda, demi
tetap kokohnya Persatuan dan Kesatuan bangsa untuk mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau Harga mati NKRI.

MISI :

(1) Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila


dan Undang – Undang Dasar 1945;

(2) Membela Pemerintahan dan Lembaga Tinggi Negara yang Sah, dan mendukung
program pemerintah yang berpijak pada rakyat, dan turut berperan serta dalam
memberantas narkoba, korupsi, terorisme, ilegal loging dan kerawanan sosial
lainnya termasuk penanggulangan bencana alam;

(3) Turut peran serta menjaga stabilitas Nasional dalam bidang pertahanan dan
keamanan Negara juga stabilitas perekonomian rakyat, sandang pangan dan papan;

(4) Menjunjung tinggi supermasi hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan membuka Lembaga Bantuan dan Konsultasi Hukum di Daerah
Tingat I dan II demi untuk memberikan pelayanan di bidang hukum masyarakat
luas;
(5) Menjaga dan melindungi kedaulatan rakyat dari ancaman musuh bersenjata
yang datangnya dari luar maupun dalam dengan membentuk Kesatuan NIR Militer
atau Satgas Bela Negara yang tepat Guna.

Janji Panca Prasetya PPPKRI-Bela Negara


February 16, 2011

(1). KAMI

PENERUS PEJUANG PERINTIS KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA BELA NEGARA


ADALAH WARGA NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG BERTAQWA KEPADA TUHAN
YANG MAHA ESA, DAN SENANTIASA SIAP SEDIA MENJADI PENEGAK DAN MEMBELA
NEGARA PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945 YANG BERLANDASKAN PANCASILA DAN
UUD 1945 ;

(2). KAMI PENERUS PEJUANG PERINTIS KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA BELA


NEGARA ADALAH PATRIOT PENCINTA TANAH AIR, BANGSA DAN BAHASA INDONESIA
SESUAI DENGAN SUMPAH PEMUDA;

(3). KAMI PENERUS PEJUANG PERINTIS KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA BELA


NEGARA MEMILIKI SIFAT-SIFAT KSATRIA, JUJUR DAN MENEPATI JANJI;

(4). KAMI PENERUS PEJUANG PERINTIS KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA BELA


NEGARA MEMILIKI DISIPLIN YANG HIDUP, TAAT KEPADA ORGANISASI, UUD NEGARA,
DAN SELALU MEMEGANG TEGUH RAHASIA-RAHASIA NEGARA;

(5). KAMI PENERUS PEJUANG PERINTIS KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA BELA


NEGARA ADALAH MANUSIA TELADAN YANG SIAP SETIA DAN BERANI MEMBELA
TANAH AIR INDONESIA TANPA PAMRIH DAN MENJUNJUNG TINGGI NILAI-NILAI
LUHUR PEJUANG PERINTIS KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA.
Kewajiban Bela Negara Bagi Semua Warga
Negara Indonesia – Pertahanan Dan
Pembelaan Negara
February 16, 2011

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis


bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan
undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam
membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan
baik yang datang dari luar maupun dari dalam.

Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :


1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan
Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI.
Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus
dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela
negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain
seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.

Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela
negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik
Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan
kesatuan NKRI.

Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan


negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.

Tambahan :
Hati-hati pula dengan gerakan pendirian negara di dalam negara yang ingin
membangun negara islam di dalam Negara Indonesis dengan cara membangun
keanggotaan dengan sistem mirip mlm dan mendoktrin anggota hingga mereka
mau melakukan berbagai tindak kejahatan di luar ajaran agama islam demi uang.
Jika menemukan gerakan semacam ini laporkan saja ke pihak yang berwajib dan
jangan takut dengan ancaman apapun.

Komponen Cadangan Pertahanan Negara


Bukan Wajib Militer Tapi Sipil yang
Dilatih
February 16, 2011

Ketua Pansus RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara


DPR RI DR H Andi Jamaro Dulung MSi mengatakan, komponen cadangan pertahanan
negara bukan wajib militer tapi sipil yang dilatih dan disiapkan dengan tujuan
untuk memperbesar dan memperkuat kekuatan TNI sebagai komponen utama
dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Demikian Andi Jamaro Dulung
didampingi sejumlah anggota Pansus, Sabtu (13/6) di Kantor Gubsu saat bertatap
muka dengan Pemprovsu, unsur TNI/Polri, mahasiswa, ormas pemuda, LSM dan
instansi terkait.
Disebutkan, komponen cadangan disusun dalam bentuk satuan tempur yang
disesuaikan dengan struktur organisasi angkatan sesuai masing-masing Matra
dengan persyaratan umum WNI yang telah berusia 18 tahun dan didanai APBN.
Anggota komponen cadangan pertahanan negara diberhentikan dengan hormat bila
telah menjalani masa bakti paling singkat lima tahun dan tidak diperpanjang.Selain
itu, calon anggota komponen cadangan selama menjalani latihan dasar militer,
memperoleh hak uang saku, perlengkapan perorangan lapangan, rawatan
kesehatan dan asuransi jiwa. Menurut Andi Jamaro, tujuan ke Sumut untuk
mendengar dan menerima masukan terhadap RUU sebelum dibahas menjadi
UU.WARNING.

Dalam forum dialog yang dipandu Sekdaprovsu DR RE Nainggolan MM ini, sebagian


peserta mendukung RUU ini, walau ada juga peserta lain yang mempertanyakan
keberadaan komponen cadangan pertahanan negara ini. Peserta menilai bahwa
keberadaan TNI/Polri dirasa cukup untuk menjaga kedaulatan negara. Yang
penting, kata mereka, TNI/Polri perlu lebih diperlengkapi, sesuai kebutuhan.Selain
itu juga dipertanyakan, apa manfaat RUU bila sudah dijadikan UU sedangkan
ancaman tidak hanya datang dari luar tetapi juga dari dalam.

Pertemuan tersebut juga ‘warning’ agar nilai-nilai Pancasila dan UUD’45 tetap
dipertahankan.Sementara itu Sekdaprovsu DR RE Nainggolan MM mengharapkan
bila RUU ini benar-benar diterapkan dapat mengantisipasi ancaman kesatuan dan
persatuan. Pancasila dan UUD’45 idiologi yang harus dilestarikan khususnya bagi
generasi muda.Menurutnya, RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara ini
penting baik bagi pemerintah juga segenap masyarakat untuk dapat merasakan
bahwa pertahanan negara merupakan bagian dan tanggungjawab seluruh
masyarakat. Juga untuk meningkatkan patriotisme dan meningkatkan
kewaspadaan.

Andi Jamaro kembali menegaskan bahwa RUU Komponen Cadangan Pertahanan


Negara sejak 2004 sudah diusulkan dan usul itu berasal dari pemerintah bukan
dari DPR.“RUU ini juga untuk meningkatkan nasionalisme dan lahir karena
ancaman terhadap negara dan kasus Ambalat merupakan salah satu faktor yang
mempercepat,” ujar Andi Jamaro mengakhiri. (M3/v)
(Sumber : www.hariansib.com / Harian Sinar Baru-Medan, SUMUT)

Kesadaran Bernegara dan Bela Negara


Mulai Hilang
February 16, 2011
“Jangan tanyakan apa yang dapat negara berikan kepadamu,
tetapi tanyalah apa yang sudah Anda berikan kepada negara.” (Presiden AS John
F. Kennedy)
Semangat nasionalisme yang berada di balik makna ungkapan yang populer ke
seantero jagat itu agaknya sangat kontekstual dengan kondisi di Indonesia. Kendati
demikian, potret negeri ini dewasa ini justru menggambarkan dengan gamblang
betapa kesadaran bernegara, kesediaan berkorban membela negara, dan
mencintai negara pada warga negara sudah mengalami erosi yang sangat tajam.

Secara obyektif, Budi Harsono menilai faktor penyebab dari profil ironis anak
bangsa dewasa ini adalah kesalahan pada sistem pembangunan nasional masa
silam. Pembangunan aspek sumber daya manusia (SDM) yang seharusnya mendapat
tempat teratas justru tidak menjadi prioritas utama pembangunan jangka panjang
alias kurang diperhatikan.
Selama ini, konsep pembangunan SDM dilaksanakan secara beriringan dengan
derap pembangunan fisik-material atau pembangunan ekonomi. Namun, dalam
praktiknya, pembangunan SDM tertinggal dari pembangunan ekonomi. Akibatnya,
hasil pembangunan SDM dari proses pendidikan kurang maksimal.

Sebagai ekses dari hasil pembangunan di bidang ekonomi, SDM bangsa ini yang
terbentuk cenderung memiliki sikap, mental, dan perilaku yang materialistis,
individualistis, dan pragmatis.
“Setiap orang hanya cenderung memikirkan kepentingannya sendiri. Setiap
individu berpikir dan bertindak berdasarkan imbalan apa yang bakal dia peroleh
saja. Cara pandang seperti itulah yang dominan merasuki benak SDM kita dewasa
ini. Kita bisa rasakan itu,” papar Budi.
Indikasinya, bisa dilihat dari gambaran umum kualitas produk akhir yang dihasilkan
sistem pendidikan nasional sebagai media pembangunan SDM. Pembangunan SDM-
lah yang semestinya diprogramkan lebih awal.
Memang, membangun SDM bukanlah suatu yang instan. Segala jerih-payah dari apa
yang dikerjakan sekarang baru bisa dipetik hasilnya oleh bangsa ini pada 15 tahun
sampai 20 tahun yang akan datang.

Sedangkan, yang namanya, membangun SDM haruslah dari awal dan sistematis
karena hasilnya baru bisa dirasakan manfaatnya oleh bangsa ini dalam jangka
panjang. Berbeda sekali dengan pembangunan fisik, seperti jembatan, jalan, atau
gedung perkantoran, yang hasilnya sudah bisa langsung dilihat dan diperoleh
hasilnya dalam jangka pendek.
Karena itu, dalam membangun SDM antara lain tentang aspek-aspek kesadaran
bernegara dan kesadaran bela negara inilah yang sejatinya perlu dibangun dan
ditumbuhkan secara terus-menerus oleh bangsa ini.

Dengan kata lain, bukan hanya aspek intelektualitas dan keterampilan yang
dibangun tapi juga aspek budi pekerti dan cinta pada negara. Sekarang hampir
tidak ada pendidikan yang memberikan secara maksimal budi pekerti serta
kesadaran bernegara dan membela negara.

Akibatnya, rasa cinta kepada negara semakin hari semakin menipis di jiwa warga
negara. Belum lagi derasnya pengaruh globalisasi sekarang ini semakin
mempengaruhi hilangnya kecintaan kepada negara. “Fondasi bangsa ini sudah
keropos!” tukas Budi Harsono.
Padahal, di masa perjuangan bangsa ini merebut kemerdekaan pada tahun 1945,
dengan hanya bersenjatakan bambu runcing, para pahlawan kusuma bangsa berani
melawan penjajah yang bersenjata lengkap.
Para pahlawan rela mengorbankan jiwa dan raganya karena memiliki kebanggaan
dan kecintaan pada negaranya. Mati pun tidak apa-apa. Semangat itu dikwatirkan
pada suatu saat akan hilang karena dari hari ke hari terus meluntur.
Semangat dan idealisme itu harus dibangkitkan dan ditumbuhkembangkan
kembali, dalam hal ini melalui media pendidikan. Dalam kurikulum pendidikan
mesti ada penanaman nilai dan semangat bernegara dan kesadaran bela negara.
‘Mengapa saya harus mencintai negara ini?’ dan ‘Mengapa saya mesti berkorban
untuk negara ini?’ adalah dua pertanyaan besar yang bisa menjadi pintu masuk
penanaman kesadaran bela negara dan idealisme kebangsaan itu melalui setiap
jenjang pendidikan.

“Intinya, sejak kecil setiap warga negara yang sedang mengecap bangku
pendidikan pada setiap jenjangnya diberikan motivasi untuk mencintai dan bangga
kepada negaranya,” ucapnya.
Namun membangun motivasi warga negara bukanlah pekerjaan instan. Sebab,
membangun motivasi bukan indoktrinasi, melainkan membangkitkan kesadaran
eksistensial setiap warga negara sebagai anak bangsa
.
Satu hal yang patut pula digarisbawahi, membela negara ini tidak hanya tugas TNI
tapi juga seluruh komponen bangsa ini. Penekanan akan kondisi itu masih sangat
kurang pada negara ini. Padahal, tidak ada satu pun negara di dunia ini yang tidak
memberikan kesadaran bela negara kepada warga negaranya.Bahaya Narkoba,
sekadar satu contoh, haruslah dipersepsikan sebagai sebuah ancaman yang sangat
berbahaya bagi seluruh bangsa ini. Mengancam generasi muda harapan bangsa dan
ujung-ujungnya membuat kemampuan bela negara pada warga negara menjadi
rapuh.
Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negaranya dan
kesediaan berkorban membela negaranya. Ini yang sangat kurang pada warga
negara Indonesia. Itu bisa dirasakan bersama. Tengok saja kiprah sebagian LSM
lokal yang cenderung lebih mengutamakan kepentingan NGO-NGO asing yang
menjadi donornya ketimbang kepentingan bangsanya sendiri.
Menunjuk fenomena di Korea Selatan, Jepang, dan Cina sebagai salah satu contoh
konkret hasil penanaman kesadaran bernegara, Budi Harsono mengatakan, rakyat
negara-negara itu dengan penuh kesadaran mengkonsumsi produk dalam
negerinya. Bukan dari negara luar. Rakyat Korea Selatan dan Jepang lebih suka
memakai mobil produknya sendiri daripada produksi negara luar.

Perlu disadari, perang di era sekarang sudah bersifat semesta. Setiap negara sudah
harus siap berperang. Sekadar ilustrasi, dalam perang modern yang pertama
dilumpuhkan adalah pusat-pusat logistik seperti instalasi listrik, jalan-jalan,
jembatan, lapangan terbang. Tujuannya agar negara itu menjadi lumpuh. Kalau
sudah lumpuh, mudah untuk dikalahkan.
Bertolak dari hal itulah, dalam konteks Indonesia saat ini, kesadaran bernegara
dan kesadaran bela negara harus terus ditumbuhkembangkan kepada setiap warga
negara agar, pada gilirannya, mereka memiliki kebanggaan, dan mampu membela
negaranya sendiri. Lebih jauh dari itu, mereka mau mengabdikan diri dan bersedia
berkorban untuk negaranya. Hanya saja, kesadaran warga negara untuk berkorban
akan muncul bila negara (baca: pemerintah) memperhatikan nasib mereka.

Bangkitkan Kepercayaan Rakyat


Bagaimanapun, bertumbuh dan berkembangnya semangat bernegara dan
kesadaran bela negara mensyaratkan adanya hubungan timbal-balik antara
pemerintah dan rakyat.Pemerintah tidak bisa sekadar menuntut rakyat tanpa
menunjukkan kinerja yang baik, khususnya bahwa apa yang pemerintah perbuat
memang semata-mata untuk kepentingan rakyat.
Pemerintah harus mampu membuat rakyat merasakan bahwa pemerintah telah
berbuat banyak dan bekerja keras untuk mereka. Rakyat harus merasakan
manfaat dari apa-apa yang diperbuat pemerintah sehingga rakyat mau
berpartisipasi dalam membangun negaranya.

Ada kesadaran warga negara untuk ikhlas menanggung beban dari derap
pembangunan yang digerakkan oleh pemerintah. Sebab, setiap warga negara tahu
bahwa pemerintah berbuat maksimal untuk kepentingannya juga. Ironisnya, dalam
hemat Budi, kondisi tersebut masih jauh dari harapan.

Contoh paling konkret, kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar


minyak (BBM). Idealnya, rakyat bersedia menanggung beban akibat kenaikan harga
BBM tersebut karena rakyat tahu bahwa pemerintah memang tidak punya cara
atau jalan keluar lain menyiasati tingginya harga minyak di pasar dunia. Rakyat
mengerti bahwa pemerintah berbuat demikian untuk kepentingan semua. Untuk
keselamatan bangsa.

Tapi realitasnya ada ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah dan ada
miskomunikasi antara pemerintah dan rakyat. Rakyat masih menilai secara apriori
kebijakan pemerintah tersebut. Persoalan komunikasi antara pemerintah dan
rakyat itu mesti diperhatikan.
Sebab, jalinan komunikasi yang baik sangat berperan dalam menciptakan
tumbuhnya kepercayaan rakyat kepada negara. Bila sudah tumbuh
kepercayaannya kepada pemerintah, rakyat pun akan mau menanggung beban
pembangunan. Sehingga, rakyat memahami pemerintah menaikkan harga BBM
dengan alasan yang jelas.
“Tantangan besar bagi pemerintah untuk menumbuhkan kepercayaan rakyat.
Untuk itu, pemerintah harus punya sense of crisis dan kepedulian kepada nasib
rakyat. Dari situlah baru bisa dibenahi semua,” tandas Budi.

Contoh yang lain, ada keinginan pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik
(TDL). Rakyat menilai kinerja PLN sendiri masih belum benar. Biaya produksinya
masih sangat tinggi. Jadi, sebelum menaikkan TDL, pemerintah sebaiknya
membenahi dulu kinerja PLN secara konkret.“Tumbuhkan kepercayaan pada
rakyat bahwa pemerintah betul-betul membenahi kinerja PLN. Lakukan efisiensi,
audit dengan baik, turunkan biaya produksi dan sebagainya,” ujar Budi Harsono.

Biaya produksi PLN masih sangat tinggi yakni sebesar 11 sen dolar per-KWH.
Bandingkan dengan biaya produksi listrik di Malaysia atau Singapura yang hanya 6
sen dolar per-KWH.Alasannya, PLN masih menggunakan pembangkit listrik yang
berbahan bakar minyak. Bandingkan dengan pembangkit-pembangkit listrik di
Malaysia dan Singapura yang sudah berbahan bakar gas dan batubara.

Dengan melaksanakan program-programnya pemerintah perlu menumbuhkan


kepercayaan rakyat, agar rakyat bersedia menanggung beban secara sukarela dari
berbagai kebijakan yang diambil pemerintah.
Budi kembali mengingatkan, semangat bernegara dan kesadaran bela negara bisa
tumbuh dengan sendirinya pada rakyat sepanjang ada kepercayaan rakyat bahwa
pemerintah memang memperhatikan nasibnya. Akan tumbuh gairah setiap individu
dan masyarakat untuk berkarya, berbuat untuk negaranya.

Hubungan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat akan membuat Negara
maju, dan dengan sendirinya akan tumbuh kesadaran kenegaraan dan kesadaran
bela Negara dari setiap individu masyarakat.
“Sekarang, banyak orang yang bersikap apatis. Jangankan memikirkan
lingkungannya, untuk mengurusi dirinya sendiri saja susah. Padahal, kesadaran
bernegara dan bela negara berawal dari kesadaran pada lingkungan terkecil: dari
keluarga, RT, RW, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, hingga
akhirnya pada negara.”

Bangsa Butuh Pemimpin Panutan


Di tengah kondisi bangsa Indonesia yang sedang terpuruk di berbagai bidang
kehidupan, Budi Harsono menggarisbawahi, upaya membangkitkan semangat
bernegara dan kesadaran bela negara pada warga negara relatif tidak mudah.

Karenanya, bangsa ini membutuhkan sosok pemimpin yang bisa menampilkan


dirinya sebagai tokoh yang bias dipercaya dan menjadi panutan bagi seluruh rakyat
yang dipimpinnya. Pemimpin panutan adalah yang mau dan mampu memberikan
contoh teladan.

Pemimpin panutan adalah pemimpin yang berani mengambil keputusan dengan


segala risikonya. Sosok pemimpin yang kuat, berani, dihormati karena
perilakunya, dan mampu memberi contoh konkret. Pemimpin yang konsekuen dan
konsisten mempraktikkan apa yang dia ucapkan.

Misalnya, ketika Sang Pemimpin memimpin gerakan hidup sederhana kepada


rakyatnya, maka dia sendiri harus benar-benar hidup secara sederhana.

Bukan pemimpin yang cari untung dan mengutamakan kepentingannya sendiri.


Bukan pula pemimpin yang bicara A tapi kelakuannya B. Pemimpin dengan
karakter seperti itu tidak akan laku. Sosok pemimpin yang memiliki mental cari
selamat tidak bisa diandalkan membangun negeri ini, dan membawa bangsa ini
dari lembah keterpurukan.
Tapi, tragisnya, sejauh ini bangsa Indonesia belum mempunyai sosok pemimpin
ideal seperti itu. Tokoh-tokoh panutan sudah punah dan hampir tidak ada lagi
figur-figur yang bisa menjadi pemimpin panutan.

Mudah-mudahan di masa yang akan datang muncul pemimpin panutan. Pribadi


pemimpin teladan yang berani mengambil risiko untuk membawa bangsa ini lepas
dan bebas dari keterpurukan. Pemimpin berkarakter demikian yang sangat
dibutuhkan oleh bangsa ini.

Bela Negara Bukan Berarti Angkat


Senjata
February 19, 2011

Dalam berbagai kesempatan beberapa petinggi TNI


mengatakan bahwa bela negara bukan hanya masalah mengangkat senjata. Bela
negara adalah kemampuan warga negara dalam segenap profesinya untuk
membela cita-cita dan tujuan nasional. Bela negara adalah hak dan kewajiban
warga negara, bahkan merupakan kewajiban dasar manusia yang mengiringi hak
asasinya. Bela negara merupakan tekad, sikap dan perilaku warga negara Indonesia
yang dijiwai oleh kecintaan kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Memang kalau kita cermati dalam UU 34/2004 tentang TNI, sistem pertahanan
negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai komponen
utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.
Sedangkan dalam kerangka ancaman militer untuk kepentingan pertahanan
negara, maka sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana
nasional yang berada di dalam atau di luar pengelolaan departemen yang
membidangi pertahanan dimanfaatkan semaksimal mungkin, baik sebagai
komponen cadangan, komponen pendukung, maupun sebagai unsur lain kekuatan
bangsa.

Dalam konteks pertahanan pada dasarnya pendidikan kewarganegaraan sudah


tercakup di dalamnya pemahaman tentang kesadaran bela negara, yang
merupakan fondasi bangunan sistem pertahanan yang bersifat semesta dengan
melibatkan seluruh sumber daya, sarana dan prasarana nasional. Namun demikian,
pertahanan semesta tidak akan dapat dimobilisasi jika warga negara atau sumber
daya manusia yang menjadi sentral bergeraknya sistem itu tidak memiliki sifat
perilaku yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.

Sayangnya, kini hanya sedikit tokoh maupun pimpinan yang menyadari akan arti
pentingnya memasyarakatkan bela negara, nampaknya baru institusi TNI dan
Dephan yang tetap peduli dengan konsep bela negara. Untuk itu pemahaman
tentang bela negara dan konsep-konsep tentang komponen cadangan patut kita
dukung.

Untuk itulah sistem pertahanan negara mengamanatkan perlunya penyiapan bela


negara sejak dini oleh pemerintah. Mengembangkan pengertian penyiapan dini
tersebut, maka dilakukan usaha pembinaan kesadaran bela negara sejak usia
sekolah, sehingga diharapkan para calon pemimpin dan calon intelektual bangsa
mampu menganalisa dan mengambil keputusan yang mengedepankan kepentingan
bangsa dan negara. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun kemampuan para
pendidik dalam mensosialisasikan bela negara.

Keberhasilan sistem ini, pada gilirannya akan kelihatan pada tampilan dan
kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan
negara, serta pengertian bela negara dalam arti yang luas sehingga menjadi warga
negara yang dapat diandalkan.

Sistem ini harus mampu mensinergikan antara kebijakan dan pelaksanaannya.


Bahkan karena stigma politik, terdapat kecenderungan bela negara diartikan atau
dipahami secara sempit dengan ajaran militerisme. Untuk itu sekali lagi perlu
ditekankan bahwa bela negara bukan berarti angkat senjata tetapi merupakan
wujud dan bentuk kecintaan kita kepada negara.sekaligus seorang pahlawan.
Bukan doswan. Pendosa yang berlumur dengan keangkaramurkaan. (**)

PENDIDIKAN PENDAHULUAN BELA NEGARA DAN


RELEVANSINYA DI ERA REFORMASI

Oleh: Budi S. Satari MA*


Chairman
Defense and Security Forum
Jakarta

Era reformasi membawa banyak perubahan di hampir segala bidang di


Republik Indonesia. Ada perubahan yang positif dan bermanfaat bagi
masyarakat, tapi tampaknya ada juga yang negatif dan pada gilirannya akan
merugikan bagi keutuhan wilayah dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Suasana keterbukaan pasca pemerintahan Orde Baru menyebabkan arus
informasi dari segala penjuru dunia seolah tidak terbendung. Berbagai
ideologi, mulai dari ekstrim kiri sampai ke ekstrim kanan, menarik perhatian
bangsa kita, khususnya generasi muda, untuk dipelajari, dipahami dan
diterapkan dalam upaya mencari jati diri bangsa setelah selama lebih dari 30
tahun merasa terbelenggu oleh sistem pemerintahan yang otoriter.
Salah satu dampak buruk dari reformasi adalah memudarnya semangat
nasionalisme dan kecintaan pada negara. Perbedaan pendapat antar golongan
atau ketidaksetujuan dengan kebijakan pemerintah adalah suatu hal yang wajar
dalam suatu sistem politik yang demokratis. Namun berbagai tindakan anarkis,
konflik SARA dan separatisme yang sering terjadi dengan mengatas namakan
demokrasi menimbulkan kesan bahwa tidak ada lagi semangat kebersamaan
sebagai suatu bangsa. Kepentingan kelompok, bahkan kepentingan pribadi,
telah menjadi tujuan utama. Semangat untuk membela negara seolah telah
memudar.
Bela Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme,
seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak
pada Tentara Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, bela
negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara Republik Indonesia.
Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan Republik
Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri.
UU no 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI mengatur tata cara
penyelenggaraan pertahanan negara yang dilakukan oleh Tentara Nasional
Indonesia (TNI) maupun oleh seluruh komponen bangsa. Upaya melibatkan
seluruh komponen bangsa dalam penyelenggaraan pertahanan negara itu antara
lain dilakukan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Di dalam masa
transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi, tentu timbul
pertanyaan apakah Pendidikan Pendahuluan Bela Negara masih relevan dan masih
dibutuhkan. Makalah ini akan mencoba membahas tentang relevansi Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara di era reformasi dan dalam rangka menghadapi era
globalisasi abad ke 21.
Hakekat Ancaman Terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
Ancaman Dari Luar
Dengan berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an, maka
ketegangan regional di dunia umumnya, dan di kawasan Asia Tenggara khususnya
dapat dikatakan berkurang. Meskipun masih terdapat potensi konflik khususnya
di wilayah Laut Cina Selatan, misalnya sengketa Kepulauan Spratly yang
melibatkan beberapa negara di kawasan ini, masalah Timor Timur yang
menyebabkan ketegangan antara Indonesia dan Australia, dan sengketa Pulau
Sipadan/Ligitan antara Indonesia dan Malaysia, namun diperkirakan semua
pihak yang terkait tidak akan menyelesaikan masalah tersebut melalui
kekerasan bersenjata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam jangka
waktu pendek ancaman dalam bentuk agresi dari luar relatif kecil. Potensi
ancaman dari luar tampaknya akan lebih berbentuk upaya menghancurkan moral
dan budaya bangsa melalui disinformasi, propaganda, peredaran narkotika dan
obat-obat terlarang, film-film porno atau berbagai kegiatan kebudayaan asing
yang mempengaruhi bangsa Indonesia terutama generasi muda, yang pada
gilirannya dapat merusak budaya bangsa. Potensi ancaman dari luar lainnya
adalah dalam bentuk "penjarahan" sumber daya alam Indonesia melalui
eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol yang pada gilirannya
dapat merusak lingkungan atau pembagian hasil yang tidak seimbang baik yang
dilakukan secara "legal" maupun yang dilakukan melalui kolusi dengan pejabat
pemerintah terkait sehingga meyebabkan kerugian bagi negara.
Semua potensi ancaman tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan
Ketahanan Nasional melalui berbagai cara, antara lain:
a. Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal
pengaruh-
pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan
bangsa Indonesia
b. Upaya peningkatan perasaan cinta tanah air (patriotisme) melalui
pemahaman dan
penghayatan (bukan sekedar penghafalan) sejarah perjuangan bangsa.
c. Pengawasan yang ketat terhadap eksploitasi sumber daya alam nasional
serta terciptanya
suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa (legitimate, bebas KKN,
dan konsisten
melaksanakan peraturan/undang-undang).
d. Kegiatan-kegiatan lain yang bersifat kecintaan terhadap tanah air serta
menanamkan
semangat juang untuk membela negara, bangsa dan tanah air serta
mempertahankan Panca
Sila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan
berbangsa dan bernegara.
e. Untuk menghadapi potensi agresi bersenjata dari luar, meskipun
kemungkinannya relatif
sangat kecil, selain menggunakan unsur kekuatan TNI, tentu saja
dapat menggunakan
unsur Rakyat Terlatih (Ratih) sesuai dengan doktrin Sistem Pertahanan
Semesta.
Dengan doktrin Ketahanan Nasional itu, diharapkan bangsa Indonesia mampu
mengidentifikasi berbagai masalah nasional termasuk ancaman, gangguan,
hambatan dan tantangan terhadap keamanan negara guna menentukan langkah
atau tindakan untuk menghadapinya.

Ancaman Dari Dalam


Meskipun tokoh-tokoh LSM banyak yang menyatakan hal ini sebagai sesuatu
yang mengada-ada, pada kenyataannya potensi ancaman yang dihadapi negara
Republik Indonesia tampaknya akan lebih banyak muncul dari dalam negeri,
antara lain dalam bentuk:
a. disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan
sentimen kesukuan atau pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap
kebijakan pemerintah pusat
b. keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran Hak
Azasi Manusia
yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru-hara/kerusuhan massa
c. upaya penggantian ideologi Panca Sila dengan ideologi lain yang ekstrim
atau yang tidak
sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia
d. potensi konflik antar kelompok/golongan baik akibat perbedaan pendapat
dalam masalah
politik, maupun akibat masalah SARA
e. makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional
Di masa transisi ke arah demokratisasi sesuai dengan tuntutan reformasi
saat ini, potensi konflik antar kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah
besar. Perbedaan pendapat yang justru adalah esensi dari demokrasi malah
merupakan potensi konflik yang serius apabila salah satu pihak berkeras
dalam mempertahankan pendiriannya sementara pihak yang lain berkeras
memaksakan kehendaknya. Dalam hal ini, sebenarnya cara yang terbaik untuk
mengatasi perbedaan pendapat adalah musyawarah untuk mufakat. Namun cara
yang sesungguhnya merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia itu tampaknya
sudah dianggap kuno atau tidak sesuai lagi di era reformasi ini.
Masalahnya, cara pengambilan suara terbanyakpun (yang dianggap sebagai cara
yang paling demokratis dalam menyelesaikan perbedaan pendapat) seringkali
menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang "kalah", sehingga mereka
memilih cara pengerahan massa atau melakukan tindak kekerasan untuk
memaksakan kehendaknya.
Tidak adanya kesadaran hukum di sebagian kalangan masyarakat serta
ketidak pastian hukum akibat campur tangan pemerintah dalam sistem peradilan
juga merupakan potensi ancaman bagi keamanan dalam negeri. Apalagi di masa
transisi saat ini ada kelompok/golongan yang secara terbuka menyatakan tidak
mengakui Peraturan/perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah transisi
yang berkuasa saat ini. Pelecehan terhadap hukum/undang-undang ini jelas
menimbulkan kekacauan/anarki dan merupakan potensi konflik yang serius.
Contoh yang paling nyata adalah insiden Semanggi di mana para pengunjuk rasa
yang jelas-jelas tidak mematuhi UU no 9/1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum akhirnya bentrok dengan aparat keamanan
yang justru ingin menegakkan hukum. Terlepas dari berbagai faktor psikologis
dan politis yang memicu terjadinya insiden tersebut, kenyataannya adalah
seandainya semua pihak menyadari pentingnya kepatuhan terhadap hukum,
tentunya insiden itu tidak akan terjadi. Keragu-raguan aparat penegak hukum
(kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan) dalam menangani berbagai tindak
pidana korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara juga potensial untuk
menyulut huru-hara akibat kekecewaan masyarakat. Tidak adanya kesadaran
hukum, di samping aspek sosial-psikologis yang perlu diteliti lebih lanjut
dan dicarikan penyelesaiannya, juga menyebabkan sering timbulnya tawuran
antar warga atau tawuran antar pelajar yang pada gilirannya menimbulkan
keresahan masyarakat dan menyebabkan instabilitas keamanan lingkungan.
Maka, sosialisasi berbagai peraturan dan perundang-undangan serta penegakan
hukum yang tegas, adil dan tanpa pandang bulu adalah satu-satunya jalan
untuk mengatasi potensi konflik ini. Potensi ancaman dari dalam negeri ini
perlu mendapat perhatian yang serius mengingat instabilitas internal
seringkali mengundang campur tangan pihak asing, baik secara langsung
maupun tidak langsung, untuk kepentingan mereka.

Memudarnya Nasionalisme dan Kecintaan Pada Bangsa dan Tanah Air


Sebagai produk dari faktor politik, ekonomi, sosial dan intelektual
pada suatu tahapan sejarah, nasionalisme adalah "suatu kondisi pikiran,
perasaan atau keyakinan sekelompok manusia pada suatu wilayah geografis
tertentu, yang berbicara dalam bahasa yang sama, memiliki kesusasteraan yang
mencerminkan aspirasi bangsanya, terlekat pada adat dan tradisi bersama,
memuja pahlawan mereka sendiri dan dalam kasus-kasus tertentu menganut agama
yang sama"
Nasionalisme adalah produk langsung dari konsep bangsa. Ia merujuk
kepada perasaan "kasih sayang" pada satu sama lain yang dimiliki oleh
anggota bangsa itu dan rasa kebanggaan yang dimiliki oleh bangsa itu
sendiri. Dia adalah semangat kebersamaan yang bertujuan memelihara kesamaan
pandangan, kesamaan masyarakat dan kesamaan bangsa dalam suatu kelompok
orang-orang tertentu. Dia adalah suatu idelogi abstrak yang mengakui
kebutuhan akan suatu pengalaman bersama, kebudayaan bersama, dasar sejarah,
bahasa bersama dan lingkungan politik yang homogen. Nasionalisme dapat
diungkapkan dengan berbagai cara, misalnya keinginan untuk mencapai taraf
kehidupan yang tinggi, keinginan untuk memenangkan medali emas lebih banyak
dari negara lain dalam Olympiade, atau bahkan menundukkan wilayah lain yang
berbatasan.
Akhir-akhir ini ditengarai bahwa semangat nasionalisme dan
patriotisme, khususnya di kalangan generasi muda Indonesia telah memudar.
Beberapa indikasi antara lain adalah munculnya semangat kedaerahan seiring
dengan diberlakukannya otonomi daerah; ketidakpedulian terhadap bendera dan
lagu kebangsaan; kurangnya apresiasi terhadap kebudayaan dan kesenian
daerah; konflik antar etnis yang mengakibatkan pertumpahan darah.
Ketidak mampuan pemerintah pasca Orde Baru untuk mengatasi krisis
multidimensional sering dijadikan "kambing hitam" penyebab memudarnya
nasionalisme. Banyak orang yang tidak merasa bangga menjadi orang Indonesia
akibat citra buruk di dunia internasional sebagai "sarang koruptor" dan
"sarang teroris". Banyak orang yang enggan membela negara dengan alasan
"saya dapat dari negara?" Presiden John F. Kennedy dari Amerika Serikat
pernah mengatakan, "don't ask what your country can do for you, ask what can
you do for your country!" (jangan tanyakan apa yang dapat dilakukan oleh
negaramu untukmu, tapi tanyakan apa yang dapat kamu lakukan untuk negaramu!)
Semangat seperti itu seharusnya juga berlaku bagi semua warga negara
Indonesia. Ada semacam kekeliruan pandangan bahwa negara identik dengan
pemerintah. Setiap warga negara boleh saja tidak setuju dengan kebijakan
pemerintah, tapi dia tetap berhak dan wajib membela negaranya.
Memudarnya nasionalisme dan patriotisme mungkin juga disebabkan oleh
tiadanya penghayatan atas arti perjuangan para pahlawan kemerdekaan.
Perayaan hari Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus selama berpuluh tahun
terkesan hanya sebagai ritual upacara bendera yang membosankan. tradisi
"hura-hura" lomba makan krupuk dan panjat pinang, panggung hiburan yang
dari tahun ke tahun hanya diisi oleh vocal group remaja setempat di setiap
RT di seluruh tanah air dan gapura yang mencantumkan slogan-slogan kosong di
setiap ujung gang. Yang lebih memprihatinkan, di tengah krisis ekonomi yang
berlarut-larut ini, hari Kemerdekaan dirayakan dengan kembang api. Betapa
tidak nasionalis dan tidak patriotisnya, membakar uang puluhan juta rupiah
sementara sebagian besar rakyat tengah menderita. Sedikit sekali kelompok
masyarakat yang merayakan hari Kemerdekaan dengan acara syukuran dan do'a
bersama mengingat jasa para pahlawan yang telah mengorbankan nyawa mereka
untuk mencapai kemerdekaan ini.
Demikian pula Sumpah Pemuda, yang sebenarnya adalah modal awal
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia jauh sebelum kemerdekaan, kini
seolah hanya merupakan pelajaran sejarah yang tidak pernah dihayati dan
diamalkan. Munculnya gerakan separatisme dan konflik antar etnis membuktikan
tidak adanya kesadaran bahwa kita adalah satu tanah air, satu bangsa, dan
satu bahasa. Harus diakui bahwa ada faktor-faktor politis, ekonomi dan
psikologis yang menyebabkan gerakan-gerakan separatis maupun konflik antar
etnis itu, misalnya masalah ketidak adilan sosial dan ekonomi, persaingan
antar kelompok dan sebagainya. Kurang tanggapnya pemerintah baik di pusat
maupun daerah untuk mengantisipasi atau segera menangani berbagai
permasalahan itu menyebabkan tereskalasinya suatu masalah kecil menjadi
konflik yang berkepanjangan.

Bela Negara Sebagai Hak dan Kewajiban Warga Negara


Konsep Bela Negara
Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara". Konsep Bela Negara dapat
diuraikan yaitu secara fisik maupun non-fisik. Secara fisik yaitu dengan
cara "memanggul bedil" menghadapi serangan atau agresi musuh. Bela Negara
secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar. Sedangkan Bela
Negara secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai "segala upaya untuk
mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan
kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air
serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara".

Bela Negara Secara Fisik


Keterlibatan warga negara sipil dalam upaya pertahanan negara merupakan
hak dan kewajiban konstitusional setiap warga negara Republik Indonesia.
Tapi, seperti diatur dalam UU no 3 tahun 2002 dan sesuai dengan doktrin
Sistem Pertahanan Semesta, maka pelaksanaannya dilakukan oleh Rakyat
Terlatih (Ratih) yang terdiri dari berbagai unsur misalnya Resimen
Mahasiswa, Perlawanan Rakyat, Pertahanan Sipil, Mitra Babinsa, OKP yang
telah mengikuti Pendidikan Dasar Militer dan lainnya. Rakyat Terlatih
mempunyai empat fungsi yaitu Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat,
Keamanan Rakyat dan Perlawanan Rakyat. Tiga fungsi yang disebut pertama
umumnya dilakukan pada masa damai atau pada saat terjadinya bencana alam
atau darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu pemerintah
daerah dalam menangani Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, sementara fungsi
Perlawanan Rakyat dilakukan dalam keadaan darurat perang di mana Rakyat
Terlatih merupakan unsur bantuan tempur bagi pasukan reguler TNI dan
terlibat langsung di medan perang.
Apabila keadaan ekonomi nasional telah pulih dan keuangan negara
memungkinkan, maka dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan
Wajib Militer bagi warga negara yang memenuhi syarat seperti yang dilakukan
di banyak negara maju di Barat. Mereka yang telah mengikuti pendidikan
dasar militer akan dijadikan Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama
waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya sebulan dalam setahun untuk
mengikuti latihan atau kursus-kursus penyegaran. Dalam keadaan darurat
perang, mereka dapat dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-tugas
tempur maupun tugas-tugas teritorial. Rekrutmen dilakukan secara selektif,
teratur dan berkesinambungan. Penempatan tugas dapat disesuaikan dengan
latar belakang pendidikan atau profesi mereka dalam kehidupan sipil misalnya
dokter ditempatkan di Rumah Sakit Tentara, pengacara di Dinas Hukum, akuntan
di Bagian Keuangan, penerbang di Skwadron Angkutan, dan sebagainya. Gagasan
ini bukanlah dimaksudkan sebagai upaya militerisasi masyarakat sipil, tapi
memperkenalkan "dwi-fungsi sipil". Maksudnya sebagai upaya sosialisasi
"konsep bela negara" di mana tugas pertahanan keamanan negara bukanlah
semata-mata tanggung jawab TNI, tapi adalah hak dan kewajiban seluruh warga
negara Republik Indonesia.

Bela Negara Secara Non-Fisik


Di masa transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi
saat ini, justru kesadaran bela negara ini perlu ditanamkan guna menangkal
berbagai potensi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik dari luar
maupun dari dalam seperti yang telah diuraikan di atas. Sebagaimana telah
diungkapkan sebelumnya, bela negara tidak selalu harus berarti "memanggul
bedil menghadapi musuh". Keterlibatan warga negara sipil dalam bela negara
secara non-fisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa dan
dalam segala situasi, misalnya dengan cara:
a. meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati arti
demokrasi
dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak
b. menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus
kepada
masyarakat
c. berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan berkarya
nyata (bukan retorika)
d. meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undang
dan menjunjung
tinggi Hak Azasi Manusia
e. pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal
pengaruh-
pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan
bangsa Indonesia
dengan lebih bertaqwa kepada Allah swt melalui ibadah sesuai
agama/kepercayaan masing-
masing
Apabila seluruh komponen bangsa berpartisipasi aktif dalam melakukan
bela negara secara non-fisik ini, maka berbagai potensi konflik yang pada
gilirannya merupakan ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan bagi keamanan
negara dan bangsa kiranya akan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama
sekali. Kegiatan bela negara secara non-fisik sebagai upaya peningkatan
Ketahanan Nasional juga sangat penting untuk menangkal pengaruh budaya
asing di era globalisasi abad ke 21 di mana arus informasi (atau
disinformasi) dan propaganda dari luar akan sulit dibendung akibat semakin
canggihnya teknologi komunikasi.

PENUTUP
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, jelaslah potensi ancaman
terhadap keamanan negara bisa datang dari luar maupun dalam negeri. Namun
potensi ancaman yang lebih besar adalah yang dari dalam negeri, terutama di
masa transisi menuju masyarakat madani sesuai dengan tuntutan reformasi.
Lebih jauh lagi, pengalaman menunjukkan bahwa instabilitas dalam negeri
seringkali mengundang campur tangan asing baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Mengingat kesadaran bela negara yang masih rendah di kalangan
masyarakat kita, terutama di kalangan elite (politik dan ekonomi) serta kaum
intelektual/akademisi, dapat dikatakan bahwa Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara untuk menanamkam kesadaran bela negara masih sangat relevan dan masih
sangat dibutuhkan di era reformasi saat ini dan di masa mendatang. Namun
perlu dicarikan format yang lebih efektif, lebih sesuai dengan kondisi
masyarakat dan lebih bersifat konkrit dan realistis agar tidak terkesan
sebagai suatu kegiatan indoktrinasi teori yang bersifat abstrak dan
membosankan. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara untuk masyarakat umum akan
sangat bermanfaat, khususnya dalam upaya menanamkan kesadaran akan hak dan
kewajiban konstistusional sebagai warga negara untuk mempertahankan negara
kesatuan Republik Indonesia. Materi yang diajarkan dapat ditingkatkan
kualitasnya, namun mengingat latar belakang pendidikan formal peserta yang
cukup beragam mungkin perlu dilakukan penyesuaian atau modifikasi. Selain
itu, perlu dipertimbangkan untuk melibatkan lebih banyak peserta dari
kalangan elite (politik dan ekonomi) yang tampaknya kurang memiliki
kesadaran bela negara akibat terlalu sibuk membela kepentingan
pribadi/golongannya. Pendidikan kewiraan di tingkat perguruan tinggi, yang
juga merupakan salah satu bentuk dari Pendidikan Pendahuluan Bela Negara,
kiranya juga masih relevan dan diperlukan meskipun materinya tentu saja
perlu disesuaikan seiring dengan perubahan situasi politik yang sedang
terjadi dewasa ini.
24 September 2009 07:00

Bela Negara Melalui Komponen Cadangan

Selasa, 25 Mei 2010 09:58 WIB

Beberapa minggu terakhir ini Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mulai sibuk menyosialisasikan Rancangan Undang-
Undang (RUU) Komponen Cadangan Pertahanan Negara (Komcad) ke publik. Sosialisasi ini dilakukan dengan memuat
draft naskah akademik dan draft RUU Komcad lengkap dengan penjelasannya dalam situs web Direktorat Jendral Potensi
Pertahanan (Ditjen Pothan).  Seperti diketahui, Komcad yang sempat masuk dan gagal dalam paket  pembahasan RUU
rencana strategis (renstra) lima tahun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)  DPR 2004-2009 kembali masuk dalam
antrean pembahasan Prolegnas DPR  tahun 2010  ini.

Gagasan yang sejak kemunculannya menuai kritik ini memang belum tuntas menjawab beberapa pertanyaan krusial publik.
Pertanyaan seperti apakah komponen cadangan tersebut sama dengan konsep wajib militer yang dipahami selama ini? Jika
bukan, seperti yang sering dijelaskan oleh pejabat Kemenhan bahwa ini hanya merupakan latihan dasar kemiliteran yang
bersifat wajib bagi warga negara, maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita menyaring ekses negatif dari latihan
yang sangat militeristik terhadap sipil ini.

Perlu untuk memikirkan dampak yang ditimbulkannya dalam jangka panjang mengingat pengalaman negara lain tentang
kekerasan yang dilakukan para milisi sipil yang pernah dilatih dasar-dasar kemiliteran. Selain itu, bagaimana sifat
pelibatannya, wajib atau sukarela? Jika wajib, apakah berarti melibatkan seluruh warga negara, termasuk perempuan di
dalamnya? Jika sukarela, bagaimana mekanismenya?

Mengapa RUU KCPN ini penting ada, apakah dalam penyusunannya telah didahului dengan suatu kaji ulang sistem
pertahanan yang akan memberikan gambaran/perkiraan tentang kondisi nyata potensi pertahanan, yang meliputi sumber
daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan? Apakah  pembentukan komponen cadangan yang diatur
dalam RUU ini dimaksudkan untuk melipatgandakan kekuatan TNI atau untuk memperkuat sistem pertahanan nasional
sebagaimana diatur dalam UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara? Karena keduanya memiliki implikasi yang berbeda.

Jika kita mengacu pada  Pasal 7 UU No. 3/2002 tegas menyatakan bahwa penggunaan komponen cadangan ditujukan
untuk mendukung tugas komponen utama (TNI) dalam sistem pertahanan negara untuk menghadapi ancaman militer.
Dalam konteks ini, sebaiknya gagasan pembentukan komponen cadangan tidak memiliki relasi dengan aspek-aspek yang
berhubungan dengan keadaan darurat sipil dan militer, karena hanya memiliki relasi langsung dengan kondisi negara dalam
keadaan darurat perang.

Jika kita mengacu kepada keadaan darurat perang, jenis perang seperti apakah yang bakal kita hadapi masa kini dan masa
depan? Bukankah dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia Tahun 2003 dinyatakan bahwa ancaman invasi atau agresi
militer negara lain terhadap Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya. Ditegaskan pula dalam Buku Putih Pertahanan
Indonesia tahun 2008, yaitu dengan mencermati perkembangan lingkungan keamanan strategis Indonesia pasca-2003,
pada saat ini dan dalam beberapa tahun mendatang belum terdapat indikasi ancaman militer konvensional yang mengarah
ke wilayah Indonesia yang memerlukan mobilisasi kekuatan rakyat.

Sebagian besar pertanyaan tersebut memang menyiratkan sebuah kekhawatiran publik. Pertanyaan itu bukan datang dari
sebuah ruang kosong yang menihilkan basis empirik, melainkan sebuah pengalaman pahit dari masa lalu, tentang
kekerasan dari sebuah rezim yang militeristik.

Persoalannya bukanlah sekedar direduksi menjadi menerima atau menolak Komcad, tetapi diperlukan sebuah dasar
pemikiran komprehensif yang mampu mengawinkan antara gagasan di tingkat normatif dan pengalaman empirik. Yang
perlu dipertimbangkan dalam pembahasan Komcad ini adalah, pertama, perlu dipahami bahwa penjelasan dalam bingkai
kepatuhan terhadap konstitusi semata tidak cukup untuk menggerakkan warga agar terlibat dalam bela negara.
Perlu dasar filosofi yang kuat berbasiskan pengalaman empirik dan manfaat yang menyertai pentingnya Komcad ini.
Beberapa landasan hukum yang sering ditengarai sebagai dasar dari diberlakukannya Komcad adalah UUD 1945 Pasal 27
tentang Warga Negara dan Penduduk. Dalam ayat (3) disebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara. Ditegaskan lagi dalam Pasal 30 UUD 1945, terutama pada ayat (2), bahwa usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara
nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan
pendukung.

Kalimat Komponen cadangan baru muncul dalam Pasal 7 UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara pada ayat (2), yaitu
sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai komponen utama dengan
didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Pasal-pasal di atas masih sangat bisa diperdebatkan.
Misalnya, apakah format komponen cadangan merupakan satu-satunya pengejawantahan dari wajib bela negara yang
diamanatkan konstitusi. Kedua, perlu dipertimbangkan dari besaran anggaran  dan mekanisme pembiayaannya agar tidak
terlalu membebani keuangan negara. Menurut penjelasan Dirjen Pothan Kemenhan, Budi Susilo Supandji, pada  2007 lalu,
kemungkinan dana yang diperlukan sekitar Rp 15 juta sampai Rp 40 juta per orang/tahun dalam 30 hari latihan.

Ketiga, pelibatan publik seperti akademisi, civil society organization, praktisi dan media dalam pembahasan RUU Komcad
penting dilakukan secara terus-menerus, agar mendapatkan pemahaman mendalam dalam rangka penyempurnaan draft
RUU yang ada. Draft naskah akademik yang kuat dan RUU Komcad yang menampung banyak aspirasi publik
menjadikannya bukan lagi sebagai beban kewajiban yang memaksa warga negara, namun akan lebih diterima sebagai
kesukarelaan warga dalam partisipasi bela negara.

Jaleswari Pramodhawardani
Peneliti Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI dan The Indonesian Institute

Cara Pandang Baru Terhadap `Keamanan Nasional` Indonesia

Selasa, 31 Agustus 2010 17:35 WIB

Setelah serangan militer yang paling brutal terhadap orang Tamil akhir 2009, ratusan ribu rakyat Tamil tersingkirkan dari
rumah mereka. Mereka ditahan di “kamp-kamp konsentrasi” yang tersebar di Sri Lanka. Ratusan pengungsi Tamil yang
putus asa, yang mencoba untuk lari dari kondisi yang tidak manusiawi ini, mempertaruhkan jiwa mereka di lautan lepas di
atas kapal untuk mencari suaka di Australia. Selama berminggu-minggu, lebih dari 250 orang Tamil terdampar di sebuah
kapal di Merak, Indonesia. 68 lainnya di kapal bea cukai Australia Oceanic Viking di Tanjung Pinang, Indonesia. Kapal
mereka dicegat ke Australia setelah perdana menteri Australia saat itu, Kevin Rudd, menelepon Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mendesak pemerintahannya mencegah perahu ini ke Australia.

Pemerintah Rudd menolak memberikan suaka kepada rakyat Tamil yang tertindas ini dengan alasan keamanan nasional.
Dan, dengan alasan yang sama, pemerintah Indonesia memainkan peran sebagai polisi perbatasan untuk mereka. Sekilas,
aksi Australia dan Indonesia yang  menghalau masuknya arus imigran asing di negaranya, dianggap layak. Dalam konteks
keamanan nasional tindakan seperti itu dianggap wajar. Tapi persoalannya, tindakan itu kerap berimpitan dengan kaidah
hak asasi manusia (HAM) nasional, maupun  internasional.

Perdebatan ini menjadi menarik, karena keamanan nasional mendapatkan pergeseran definisi: lebih mempertimbangkan
keselamatan dan keamanan manusia di dalamnya. Keamanan nasional karenanya tidak sekadar didefinisikan sebagai 
bebas dari ancaman yang dimasukkan ke dalam bahaya  kelangsungan hidup dari suatu bangsa atau sekadar integritas
teritorial. Tapi ada seperangkat  nilai yang harus dipertahankan sebagai elemen kunci dari keamanan nasional yang sudah
meningkat dalam beberapa dekade terakhir.

Persoalan ini memisahkan dari pemikiran militer tradisional tentang isu keamanan internasional, yaitu dengan
mengidentifikasi ancaman keamanan baru, non-tradisional yang memasukkan human security (keamanan manusia) di
dalamnya. Isu keamanan non-tradisional, dengan menitikberatkan persoalan keamanan manusia, akan membawa
konsekuensi penting dalam mengubah cara pandang kita terhadap keamanan nasional. Termasuk di antaranya bagaimana
Indonesia meredefinisi keamanan nasional dalam persinggungannya melalui tantangan keamanan manusia?

Sejak 11 September 2001, isu keamanan non-tradisional telah menjadi semakin umum di hampir seluruh bagian
masyarakat, baik domestik dan internasional: dalam kebijakan dan agenda penelitian dari pemerintah, dalam organisasi
non-pemerintah, dalam lingkaran bidang akademik,  serta masyarakat umum dan media.

Non Traditional Security (Keamanan non-tradisional), sering disingkat  NTS, merupakan istilah populer namun konsep yang
ambigu baik di dalam dan di luar lingkungan akademik. Bagaimana mendefinisikan istilah ini dengan akurat? Apakah perlu
dipertimbangkan  prioritas kebutuhan mengatasi berbagai ancaman NTS, kepada negara yang sumber daya dan
kapasitasnya terbatas. Meningkatnya  jumlah ancaman NTS, nasional dan internasional, yang timbul dari bidang yang
sangat berbeda, seperti krisis keuangan, internet hacking, degenerasi ekologi, perdagangan narkoba, proliferasi nuklir,
terorisme baru dan bahkan SARS, semua yang belum pernah ada dalam perjalanan sejarah manusia memiliki dampak
serius seperti pada setiap individu setiap negara atau masyarakat internasional.

Namun yang membuat lebih buruk adalah pemerintah dan lembaga akademik dan penelitian belum tahu cara menetapkan
ancaman ini. Apalagi menghadapi mereka. Tapi, dalam  isu ini, Indonesia tak sendiri. Di Cina, misalnya, akademisi dan biro
pemerintah tertarik sekaligus bingung oleh isu NTS, dan mereka mulai menempatkan lebih banyak urusan sumber daya
alam dan manusia ke dalamnya. Namun, mereka sangat sulit menemukan prioritas dalam memecahkan atau mengurangi
ancaman NTS dengan begitu banyak kebutuhan yang berbeda, ditambah dengan sumber daya yang relatif terbatas yang
tersedia. Banyak nilai-nilai baru yang perlu dilindungi dalam hal memastikan keamanan yang selama ini dikategorikan
sebagai keamanan tradisional (traditional security).

Perlu dicatat bahwa studi saat ini, NTS di masyarakat internasional cenderung sangat menekankan keamanan "manusia"
(Evans, 2004). "Manusia" di sini tidak hanya merujuk kepada manusia makhluk pada umumnya, tetapi juga mencakup
individu. Ini menyoroti gagasan bahwa segala sesuatu harus dikenakan kepada manfaat dan kebutuhan manusia. Jadi, isu-
isu seperti hak “kelompok rentan” (perempuan, pekerja anak, imigran, dan etnis minoritas), hak masyarakat atas informasi
dan hak untuk berbicara atas kelompok yang berbeda dalam satu negara maupun negara lainnya menjadi perbincangan
intensif di kalangan dunia akademik.

Secara tradisional, keamanan telah didefinisikan dalam istilah geo-politik dan terbatas pada hubungan antara negara-
bangsa, berurusan dengan berbagai persoalan seperti pencegahan, keseimbangan kekuasaan, dan strategi militer. Di masa
lalu, sebagian besar peneliti dan pejabat pemerintah sering menempatkan ancaman terhadap keamanan nasional sebagai
prioritas utama di antara semua masalah keamanan, misalnya, konflik militer, terorisme, separatisme, ekstrimisme agama,
penyelundupan narkoba atau keamanan laut. Akibatnya, sudut pandang ini masih, dan akan terus, mendominasi, namun
perspektif baru seperti keamanan manusia telah mendapatkan begitu banyak perhatian di kalangan akademisi yang
cenderung untuk menjembatani kesenjangan antara  keduanya.

Bagi Indonesia hal ini menjadi penting, terutama ketika kita mencoba memasukkan persoalan keamanan manusia ini
kedalam Rancangan Undang-Undang  (RUU) Keamanan Nasional (KAMNAS).  Disatu sisi memasukkan elemen keamanan
manusia didalam ranah perbincangan dan tindakan keamanan nasional, penting untuk disosialisasikan, namun kita harus
berhati-hati ketika mencoba memasukkannya dalam  RUU KAMNAS. Jangan sampai kita terjebak dalam sekuritisasi sektor
kehidupan. Selain itu kita akan terlalu banyak menyerahkan persoalan hidup kita dalam sebuah “rejim” keamanan negara. 

Dan yang terpenting, dalam menghindari “bahaya” tersebut pengalaman banyak  negara yang memiliki UU KAMNAS
selama ini, tak ada yang memasukkan keamanan manusia ini secara eksplisit dalam kebijakannya. Ia ada dalam wacana
dan sosialisasi gagasan yang terus menerus diedarkan, sehingga menjadi suatu kesadaran kolektif yang disepakati
bersama. Dan sekali lagi, ini sungguh tidak mudah. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga pikiran kita
terbuka, menganggapnya sebagai suatu proses yang dinamis, dan menghindari penyederhanaan yang ekstrim. 

Jaleswari Pramodhawardani
Peneliti Puslit   Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI  dan The Indonesian Institute
KOMENTAR [5]

 supriyono guru SMA Hang Tuah 1 Jakarta, Selasa, 3-Oktober-2010

kita menggunakan perjanjian UNCLOS 1982, jika ada perbedaan cari solusi kedua negara, tidak dengan cara
ancaman, saling provokasi, apalagi perang ini pendekatan tradisional. Saling pengertian, damai, digunakan untuk
kebersamaan, saling membantu, untuk kemajuan bangsa Asean Australia saya kira lebih indah dan sejahtera
daripada perang dan warna konflik kepentingan. mari hidup dinikmati seperti di surga jangan seperti di neraka.
kebahagiaan utama

 supriyono, Selasa, 3-Oktober-2010

kita menggunakan perjanjian UNCLOS 1982, jika ada perbedaan cari solusi kedua negara, tidak dengan cara
ancaman, saling provokasi, apalagi perang ini pendekatan tradisional. Saling pengertian, damai, digunakan untuk
kebersamaan, saling membantu, untuk kemajuan bangsa Asean Australia saya kira lebih indah dan sejahtera
daripada perang dan warna konflik kepentingan. mari hidup dinikmati seperti di surga jangan seperti di neraka.
kebahagiaan utama

 kristiyono, Jumat, 6-September-2010

sebenarnya maunya apa??? sama2 saling menghormati, menjaga kedaulatan masing2.. ato mau jadi maleng....

 yani,arek suroboyo, Kamis, 5-September-2010

keamanan nasional dan kedaulatan NKRI adalah penting, demikian juga keamanan manusia,namun fakta yang
terlihat di depan mata,dinegara kita sangat mengenaskan.gab antara idealitas dan relitas menganga.lihat saja
kasus demi kasus tentang HAM,KAMNAS, TANNAS berlalu tanpa penyelesaian mendasar.diskriminasi dan
penganiayaan pekerja indonesia, ancaman dan perilaku menantang kedaulatan negara tetangga diselesaikan
tanpa dignity.semoga di masa mendatang pemimpin yang kita tunjuk benar benar mewakili kepentingan dan
keslamatan negara dan publik.

 Hendra Yoga, Rabu, 4-September-2010

Jawaban PM Malaysia Najib membuat saya menilai mereka itu licik. Mereka menyebut demo di Indonesia itu
dibayar, ada yang ingin konflik. Dan kita mempunyai hubungan baik dan bersahabat. Pertanyaan saya, kenapa
batik diakui punya Malaysia ? kenapa lagu rasa sayange diakui punya Malaysia ? kenapa Reog, Kuda Lumping,
rendang diaku ? Disisi lain mereka bilang "hubungan baik". Apakah itu hubungan baik ? Hati-hati dengan Najib itu.

You might also like