Professional Documents
Culture Documents
Konsep bela negara dapat diartikan secara fisik dan non-fisik, secara fisik dengan mengangkat
senjata menghadapi serangan atau agresi musuh, secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai
segala upaya untuk mempertahankan Negara dengan cara meningkatkan rasa nasionalisme, yakni
kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air, serta berperan
aktif dalam memajukan bangsa dan negara.
Landasan pembentukan bela negara adalah wajib militer. Bela negara adalah pelayanan oleh
seorang individu atau kelompok dalam tentara atau milisi lainnya, baik sebagai pekerjaan yang
dipilih atau sebagai akibat dari rancangan tanpa sadar (wajib militer). Beberapa negara (misalnya
Israel, Iran) meminta jumlah tertentu dinas militer dari masing-masing dan setiap salah satu
warga negara (kecuali untuk kasus khusus seperti fisik atau gangguan mental atau keyakinan
keagamaan). Sebuah bangsa dengan relawan sepenuhnya militer, biasanya tidak memerlukan
layanan dari wajib militer warganya, kecuali dihadapkan dengan krisis perekrutan selama masa
perang.
Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Spanyol dan Inggris, bela negara
dilaksanakan pelatihan militer, biasanya satu akhir pekan dalam sebulan. Mereka dapat
melakukannya sebagai individu atau sebagai anggota resimen, misalnya Tentara Teritorial
Britania Raya. Dalam beberapa kasus milisi bisa merupakan bagian dari pasukan cadangan
militer, seperti Amerika Serikat National Guard.
Di negara lain, seperti Republik China (Taiwan), Republik Korea, dan Israel, wajib untuk
beberapa tahun setelah seseorang menyelesaikan dinas nasional.
Sebuah pasukan cadangan militer berbeda dari pembentukan cadangan, kadang-kadang disebut
sebagai cadangan militer, yang merupakan kelompok atau unit personil militer tidak
berkomitmen untuk pertempuran oleh komandan mereka sehingga mereka tersedia untuk
menangani situasi tak terduga, memperkuat pertahanan negara.
Daftar isi
[sembunyikan]
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-
syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang[1].
Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban
membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang
paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal
ancaman nyata musuh bersenjata.[2] Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang
terbaik bagi bangsa dan negara.
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan
Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah
oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa "Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-syarat tentang pembelaan
diatur dengan undang-undang." Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela
negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan
aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan
mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
6. Pengrusakan lingkungan.
Tambahan :
Hati-hati pula dengan gerakan pendirian negara di dalam negara yang ingin membangun negara islam
di dalam Negara Indonesis dengan cara membangun keanggotaan dengan sistem mirip mlm dan
mendoktrin anggota hingga mereka mau melakukan berbagai tindak kejahatan di luar ajaran agama
islam demi uang. Jika menemukan gerakan semacam ini laporkan saja ke pihak yang berwajib dan
Indonesia ku
Hidoeplah Indonesia Raja »
2 Mar
Nilai-Nilai Bela Negara
Posted 2 Maret 2009 by obo in bela negara, Indonesia, Warga Negara. 14 Komentar
Nilai yang kedua adalah Sadar akan berbangsa dan bernegara, yaitu
dengan membina kerukunan menjaga persatuan dan kesatuan dari
lingkungan terkecil atau keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan
pendidikan dan lingkungan kerja, mencintai budaya bangsa dan produksi
dalam negeri, mengakui, menghargai dan menghormati bendera merah
putih, lambang negara dan lagu kebangsaan indonesia raya, menjalankan
hak dan kewajiban sesuai peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan
pribadi, keluarga dan golongan.
Nilai keempat rela adalah berkorban untuk bangsa dan negara, yaitu
bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk kemajuan bangsa
dan negara, siap mengorbankan jiwa dan raga demi membela bangsa dan
negara dari berbagai ancaman, berpastisipasi aktif dalam pembangunan
masyarakat, bangsa dan negara, gemar membantu sesama warga negara
yg mengalami kesulitan dan yakin dan percaya bahwa pengorbanan untuk
bangsa dan negara tidak sia-sia.
Untuk nilai yang terakhir memiliki kemampuan awal bela negara secara
psikis dan fisik. Secara psikis, yaitu memiliki kecerdasan emosional,
spiritual serta intelegensia, senantiasa memelihara jiwa dan raganya
serta memiliki sifat-sifat disiplin, ulet, kerja keras dan tahan uji.
Sedangkan secara fisik yaitu memiliki kondisi kesehatan, ketrampilan
jasmani untuk mendukung kemampuan awal bina secara psikis dengan cara
gemar berolahraga dan senantiasa menjaga kesehatan.
Strategy
Oleh: Puji Triwidodo, ST., Akademisi & Praktisi Pendidikan, Kontributor TANDEF
Sudah pernah melihat raut wajah murid-murid sekolah ketika pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan? Atau
mungkin diri kita yang dulu belajar Pendidikan Moral Pancasila? Kalau gurunya bukan seorang yang cantik
jelita atau pandai melawak (itupun lawakannya di luar materi pelajaran), saya berani bertaruh para siswa akan
terlihat bosan dan sebentar-sebentar melihat jam dinding menanti pertolongan bel tanda kelas usai.
Ini merupakan problema besar bagi bangsa. Masa depan bangsa berada di tangan generasi muda khususnya
pelajar. Mereka adalah harapan kita. Generasi bintang. Sudah sepantasnya energi dan perhatian kita curahkan
kepada pelajar demi terwujudnya masa depan bangsa yang memiliki ketahanan nasional yang tangguh.
Jangan berharap terlalu besar untuk menumbuhkan nasionalisme dari generasi tua. Mahasiswa saja sudah
sulit. Nasionalisme mereka memiliki makna yang berbeda-beda. Menurut Taufik Abdullah, mantan Ketua LIPI,
krisis nasionalisme yang dialami bangsa Indonesia merupakan hasil sebuah proses kompleks sejarah
kepemimpinan nasional yang memberikan dampak pada jiwa-jiwa rakyatnya. Bahkan dalam salah satu
artikelnya ia memberikan sebuah retorika “Krisis Nasionalisme, Wacana atau Struktur Kesadaran?”. Dengan
demikian kaum pelajar tidak masuk dalam kategori yang terkena krisis nasionalisme karena mereka termasuk
lugu pada kasus ini. Terkecuali mereka yang keluarganya menjadi korban serius sebuah rezim.
Ancaman dan hambatan untuk pelajar menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air adalah lingkungan dan
globalisasi. Dan jangan lupa mereka adalah ‘Digital Native’ - lahir dan besar di era digital. Mereka lahir di masa
yang memanjakan fisik dan mobilitas seseorang di mana pelajaran mengenai tugas dan kewajibannya sebagai
warga negara menjadi sebuah hal yang membosankan dan jadul.
Sudah banyak instansi mengadakan pendidikan semacam ini secara massal. Pada bulan Agustus 2008,
Batalyon 613 Raja Alam bersama Pemerintah Kota terkait menggelar Pendidikan Kesadaran Bela Negara yang
diikuti puluhan peserta, terdiri anggota Batalyon 613 Raja Alam, mahasiswa, pelajar, serta organisasi
kepemudaan. Puluhan peserta pendidikan bela negara ini telah menjalani latihan selama 10 hari. Mereka
berasal dari berbagai elemen masyarakat. Mulai pelajar, hingga anggota TNI. Dengan bekal disiplin dan tekad
membela negara, para peserta diminta untuk lebih tanggap terhadap perkembangan situasi, serta peduli
kondisi keamanan negara. Karena jika mengandalkan kekuatan TNI saja, tanpa dukungan masyarakat,
mustahil keutuhan NKRI dapat dijaga.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) bekerjasama dengan Kementerian Negara Pemuda dan
Olahraga (Kemenegpora) juga telah menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Kesadaran Bela Negara Pemuda
Tingkat Nasional 2008. Kegiatan berlangsung pada 11 sampai dengan 22 Mei 2008 di Taman Rekreasi
Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur. Peserta yang terlibat sebanyak 100 orang yang terdiri atas DPP KNPI (5
orang), OKP Tingkat Nasional (27 orang), DPP KNPI/OKP Provinsi (33 orang), dan senat mahasiswa
perguruan tinggi (35 orang). Dari seratus peserta dipilih sepuluh besar untuk mendapatkan beasiswa dari
Depdiknas. Selain itu, dipilih tiga (peserta) terfavorit. Sakhyan Asmara, Deputi I Bidang Pemberdayaan
Pemuda Kemenegpora, menyampaikan, kegiatan ini bertujuan untuk membangkitkan semangat bela negara
dan kebangsaan di kalangan pemuda. "Target bela negara (adalah) membangkitkan semangat nasionalisme di
kalangan pemuda dan mahasiswa, agar pemuda bisa bersatu di antara perbedaan-perbedaan," katanya.
Adapun pelaksanaan kegiatan melibatkan Departemen Pertahanan, Lemhanas, KPK, Kopassus, Praktisi,
Mahkamah Konstitusi, Tim ESQ, dan BKPM.
Pada bulan Juli 2008, juga telah diadakan Forum Sosialisasi Bela Negara di Yogyakarta. Kegiatan yang
dihadiri 300 pelajar tersebut terdiri dari Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan se Kota
Yogyakarta. Selain para pelajar tampak hadir para Mahasiswa yang tinggal di asrama di wilayah Kota
Yogyakarta. Forum Sosialisasi Bela Negara bagi Pelajar Mahasiswa se Kota Yogyakarta, menghadirkan
narasumber dari Fakultas Filsafat Univesitas Gadjah Mada Yogyakarta, Alif Lukman Nul Hakim, S Fil yang
menyampaikan ceramah dengan judul Pemuda dan Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Disamping itu Prof. DR.Wuryadi MS Ketua Dewan Pendidikan Provinsi DIY, menyampaikan makalahnya yang
berjudul Peran Pemuda dalam Perjuangan Bangsa dan Wawasan Nusantara. Sedangkan materi Bela Negara
disampaikan langsung komandan Kodim 0734 Yogyakarta Let.Kol. Setya Hari, serta Walikota Yogyakarta
Herry
Zudianto, yang menyampaikan tentang Ketahanan Nasional.
Sedangkan tahun lalu, pada Agustus 2007, ratusan pelajar Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Jayapura, Papua mengikuti pelatihan bela negara. Nara sumber pelatihan
ini adalah Kapolresta Jayapura, Dandim 1701 Jayapura, Dinas Pendidikan dan Universitas Cenderawasih
(Uncen) Jayapura. Pelatihan bela negara bagi pelajar menengah atas tersebut bertujuan agar para siswa
memiliki rasa nasionalisme sebagai generasi penerus bangsa. Sedangkan materi bela negara yang diberikan
kepada para pelajar tersebut antara lain, peran pemuda sebagai pilar pembangunan dalam keikutsertaannya
dalam bela negara, rasa cinta tanah air, wawasan kebangsaan serta etika berbangsa dan bernegara.
Pendidikan Bela Negara yang tepat tentunya menggunakan sistem pembelajaran constructive and active
learning, yang berarti serangkaian aktivitas belajar dibuat sehingga para peserta mampu secara otomatis
mengetahui apa itu wawasan kejuangan, kebangsaan dan nusantara tanpa diberitahu oleh penyelenggara.
Berbeda dengan passive learning seperti model perkuliahan di ruangan yang menuangi peserta bagaikan
sebuah teko (guru) berisi air penuh mengalirkan air ke gelas (murid) yang kosong. Ini namanya spoonfeeding.
Tak akan berhasil mencapai sasaran pembelajaran, yakni nasionalisme.
Bukankah kini outbond banyak digandrungi. Juga permainan pinball, dan soft air gun. Kegiatan yang
memerlukan taktik dan sedikit adrenalin ini tentunya bisa menjadi bagian dari Pendidikan Bela Negara. Ini bisa
dijadikan sebagai daya tarik pelajar. Belum lagi kalau mereka diperkenalkan dengan mobilitas pasukan dari
Titik Bongkar (TB) ke Daerah Persiapan (DP) untuk melakukan penyerangan. Pastinya dalam perang
konvensional, dari TB ke DP jaraknya tidaklah dekat dikarenakan titik sasaran berada di sebuah ketinggian.
Mereka dapat melatih fisik mereka sembari menikmati alam. Di kota, mana bisa mereka menikmati ini?
Banyak sekali bagian dari Pendidikan Bela Negara yang bisa diperkenalkan dan diperlatihkan kepada pelajar
dengan cara yang menyenangkan tanpa tekanan baik Pilih Jurit Tangkas (PJT), pertahanan, serangan, patroli,
bahkan sampai pengenalan senjata. Yang penting outcome pembelajaran harus sudah diset termasuk skill dan
knowledge yang diharapkan. Penggunaan sistem level juga sangat berarti agar siswa punya semangat untuk
berkompetisi.
Masalah pendanaan dan promosi sepertinya bisa melibatkan pihak swasta dalam program CSR (Corporate
Social Responsibility). Bidang Bela Negara sudah selayaknya mendapatkan perhatian para pengusaha di
samping pendidikan dan kesehatan, karena ketahanan nasional dan masa depan persatuan bangsa juga
merupakan masalah bersama. Tentunya diperlukan departemen khusus untuk secara intensif menawarkan
program ini kepada swasta dan juga insentifnya. Departemen yang ditunjuk harus bisa memberikan
penyadaran betapa arti penting Pendidikan Bela Negara. Biasanya, perusahaan akan mem-blow up kegiatan
CSR mereka melalui media massa. Dengan demikian diharapkan banyak pengusaha yang akan bergabung
untuk mendukung program ini.
Perang terbuka memang jangan sampai terjadi. Namun, walau nantinya harus terjadi Indonesia sudah siap
dengan salah satu potensinya yakni sumber daya manusia yang memiliki keterampilan dasar tempur.
Sangat Inspiratif
Pendidikan militer justru akan melahirkan generasi yang mencintai kekerasan, sehingga saya sangat tidak
setuju dengan bela negara yang mengarah kepada militeristik
terimakasih
dari : http://myrazano.com
Setuju
Saya sangat setuju dengan pendapat akhi. Pendidikan militer tidaklah tepat untuk diajarkan kepada anak didik.
Pendidikan dengan cinta dan kasih sayang adalah cara yang tepat baik di sekolah maupun di rumah.
Pendidikan bela negara bukanlah pendidikan militer atau pendidikan kekerasan. Pendidikan Bela Negara
adalah sebuah pendidikan yang mirip dengan outbond, physical education, dan pramuka. Hanya saja di sini,
peserta didik akan diberikan pengenalan taktik dan teknis, serta kosa kata terkait plus wawasan kebangsaan.
Pengalaman saya selama tiga tahun di TN, mata pelajaran yang saya paling tunggu-tunggu ya Bela Negara
(BN), kenapa? karena walaupun semi militer, bentuknya outbond yang seru.
Lagipula, setahu saya, pendidikan bela negara tidak harus perang-perangan,kan? di pelajaran BN, mana ada
perang-perangan?.
Saya adalah produk pendidikan semi militer 24 jam sehari 7 hari seminggu. Tapi saya (dan hampir semua
teman-teman saya) tidak suka kekerasan sampai saat ini. :)
justru klo terlalu banyak memberikan cinta dan kasih sayang pada generasi muda kita..maka merka akan
menjadi sangat manja,,lemah dan muda di provokasi...
konsep pertahanan dan keamanan yang mas pudji sampaikan merupakan salah satu cara penerapan
sosialisasi konsep pertahanan semesta yang melibatkan seluruh komponen yang dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia.
Selain itu cara yang lain adalah dengan Penataran P-4, aktif dlm sosialisasi organisasi Pramuka, kegiatan
pemuda yang melibatkan seluruh pemuda dari masing-masing propinsi yang bertemu dalam satu wadah
kegiatan setingkat nasional, salah satu yang masih bertahan adalah Paskibraka setiap 17 agustusan diIstana
Negara, dan lain-lain.
sehingga konsep pertahanan dan keamanan yang demikian bisa menjangkau keseluruh lapisan dan
komponen.
Pendidikan Bela negara merupakan salah satu cara penyiapan komponen cadangan yang siap
dikerahkan..kalau boleh saran, hal2 positif yang seperti itu agar dimunculkan kembali kepermukaan dalam
mewujudkan pertahanan dan keamanan..
sementara kita kurangi konsep pertahanan dan keamanan yang berupa menyiapkan alutsista (kesiapan utk
perang..) anggaran negara kita masih belum menjangkau utk ukuran standart kesiapan perang suatu negara,
paling tdk 5-10 kedepan..
salut kepada Tandef..
setuju
Sebagai pendatang baru, saya ingin urun bicara dalam hal pembangunan rasa cinta tanah-air. Apa yang sudah
anda tuliskan itu baik dan ideal adanya, yang sudah dicanangkan oleh para petinggi negara kita sejak negara
diproklamasikan. Tetapi, bicara soal cinta itu harus datang dari dua pihak, tidak bisa hanya satu pihak saja
yang diharuskan memiliki cinta. Selama ini, yang dituntut untuk mencintai hanyalah warganegara, sedangkan
negara (yang diwakili oleh para petinggi dalam pemerintahan negara) tidak pernah dituntut untuk mencintai
warganegaranya. Mereka selama ini sibuk dengan kepentingan dan ambisi mereka sendiri. Kalau kita
menengok negara tetangga, Singapura, kita merasa jauh ketinggalan. Meski bukan berbentuk negara
demokratis seperti yang sering kita klaim bagi negara kita, dan bahkan mereka sendiri menyebut negaranya
sebagai negara illiberate, tetapi rasa cinta negara terhadap warganegara terlihat nyata. Kehidupan
warganegara Singapura sebagian besar sejahtera secara ekonomi, karena itu yang menjadi pilar pertama dari
kesejahteraan, sebelum menjangkau ke kesejahteraan bentuk lainnya. Banyak orang-orang yang berusia lanjut
masih memperoleh pekerjaan, meski hanya sebagai pembersih meja di warung-warung makan atau jadi
tukang sapu halaman. Sehingga, selain menikmati uang pensiun di masa tuanya, dia masih dapat tambahan
uang belanja dari pekerjaannya itu. Di setiap kompleks perumahan selalu ada dibangun fasilitas umum (public
space) di mana orang dapat bertemu, bersosialisasi, ada perpustakaan umum yang modern dengan biaya
relatif murah, tempat main anak-anak gratis, juga untuk fisical fitness gratis. Persekolahan untuk warganegara
juga terjangkau biayanya oleh sebagian besar orang, ada juga subsidi bagi pelayanan kesehatan yang
bermutu. Ini semua merupakan bentuk kecintaan negara kepada warganegara.
Kalau negara kita dapat menyediakan semua pelayanan tersebut kepada rakyatnya, maka dijamin kalau akan
juga tumbuh dengan subur rasa cinta rakyat kepada negaranya, bertumbuh pula rasa rela berkurban untuk
membelanya
Ini semua merupakan kewajiban para politisi yang harus berjiwakan sebagai negarawan. Pembentukan kader-
kader pimpinan bangsa dengan kualitas seperti itu menjadi kewajiban dari parpol-parpol yang ada. Sayangnya
parpol-parpol yang ada sekarang baru bisa membangun kefanatikan para pendukungnya terhadap parpol
bersangkutan, agar dapat menang dalam pemilu dan menduduki kursi kekuasaan dalam negara. Dan ujung-
ujungnya adalah berebut kue kemerdekaan tetapi melupakan konstituen pendukungnya.
Ini semua hanyalah urun pikiran dari saya. Semoga bermanfaat
Kalau menurut pengamatan awam saya sebagai orang/rakyat biasa Pendidikan Bela Negara memang sangat
penting agar generasi digital ini mencintai bengsa dan tanah airnya. Tapi yang menjadi krusial sekarang adalah
pendidikan bela negara secara formal melalui bangku sekolah terasa kaku dan sangat membosankan. Saya
sangat setuju pendekatan rekreasi melalui outbond atau game2 outdoors. Lebih bagus lagi Pendekatan seni
budaya, bayangkan kalau banyak produser sinetron & film indonesia yang bikin film bernuansa kepahlawanan
& bela negara itu lebih asyik & lebih menyemangati dari pada dibangku sekolah. Bagus lagi kalau ada film
animasi buat anak - anak yang sejenis. Tetapi tentunya karya seni tersebut haruslah yang bermutu.Saya
prihatin dengan ndustri perfilman yang ada di indonesia, mereka hanya menghasilkan sinetron2 yang
melankolis = menghasilkan generasi cengeng & manja, Film Horor berbau porno = menghasilkan generasi
penakut & sex minded/ generasi horor porno. Kita lihat saja Amerika dengan industi perfilmanya, di susul
Bolywood & mandarin. Banyak dari karya2 mereka mengisahkan kepahlawanan yang membuat bangga akan
kebesaran negrinya. Yang otomatis menggugah semangat bela negara generasi mudanya bahkan semua
generasi.
Yup Bro saya kira emang media informasi di negeri ini harus di benahi harus ada peraturan yang jelas dari
pemerintah tentang kebijakan media kan sekarang ini hampir 24 jam/7hari generasi duduk di depan TV dan
alhasil pola pikir yang secara tidak langsung ditanamkan lewat media tersebut merasuki alam bawah sadar
generasi muda sekarang, gimana mereka akan berpikir bela negara sedangkan dalam kehidupan sehari-hari
mereka aja tidak pernah terlintas apa dan bagaimana negara ini, dan yang paling menyedihkan adalah ketika
event-event pemerintah misalkan pidato presiden, HUT TNI, tidak pernah diliput oleh media tersebut yang
diliput malah isu yang meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada negara ini, gimana mereka akan kenal
dengan negara ini kalo pemerintah sendiri tiddak mau memperkenalkan diri kepada rakyatnya...key
Dengan adanya tren " Modern War " yang saat ini telah semakin tampak jelas menyelimuti terhadap semua
negara, tidak hanya kita !!
Tren perang ini tidak tampak lagi sebagai perak secara fisik antara 2 ato lebih negara / pihak. Namun lebih
tampak sebagai bagaimana suatu pihak / negara dapat mengendalikan negara / pihak sasaran tanpa
terdeteksi, akurat, dan optimal tanpa harus berada di negara / pihak sasaran.
Sangat setuju bila dikatakan ini tahapan dalam ops. intel....
yaa, memang perang modern adalah kombinasi ops intel dan upaya pemenuhan common interest.
Dan , serangan terhadap kekuatan mental & psikologi adalah tahapan awal "mereka" terhadap sasaran.....
Tidak ada upaya paling efektif selain membangun kembali Nasionalisme dan pribadi kita melalui wawasan
kebangsaan !!
Terdengar kolot, konservatif, kuno...Tapi inilah obat termanjur saat ini untuk patahkan upaya pihak Luar bila
masih ingin melihat Indonesia dalam suatu tatanan negara kesatuan dan tidak berfederasi, atau menjadi
bangsa yang di nomorduakan di negaranya sendiri...
Apa yang dilakukan oleh instansi - instansi peduli wawasan kebangsaan pernah saya lakukan di daerah
domisili saya. Hasilnya juga cukup menggembirakan dengan banyaknya jumlah peserta dan antusias mereka
dalam mengikuti kegiatan semi outbond tersebut. Tanpa diduga , muncul saran dari mereka untuk
memasukkan hal ini dalam kurikulum ekstra kurikuler. Hal tersebut tidak berlebihan karena pada saat di
laksanakan kegiatan tersebut , kami menggunakan juga tehnik diskusi panel dan sesi re-vitalisasi nasionalisme
dengan gunakan media film dokumenter dan film perjuangan.
Saran kedua dari audiens adalah pemberian predikat siswa merah putih kepada siswa2 yang dianggap
memiliki kontribusi besar terhadap pengembangan wawasan kebangsaan atau prestasi yg membanggakan
negara. Selain predikat siswa merah putih, mereka juga berharap untuk mendapatkan bea siswa baik di dalam
ataupun di luar negeri....
Apa yang mereka sarankan, saya rasa adalah hal positif yang keluar dari akumulasi cita-cita dan empati
terhadap kondisi bangsa. Sungguh suatu hal yang tidak bisa kita abaikan begitu saja atau bahkan dianggap
sebagai hal memberatkan karena memberikan tambahan beban pekerjaan bagi pemerintah daerah dan pusat.
Bela Negara != Militer
Jadi ingat sewaktu pra jabatan PNS, kami mengikuti pelatihan bukan berbasis militer tapi kepolisian. Bela
negara ternyata tidak harus militer, tetapi bisa dalam bentuk lain. Membela negara juga bukan hanya
kewajiban militer, orang sipil pun juga harus ikut berperan.
Kaku
"Bukankah kini outbond banyak digandrungi. Juga permainan pinball, dan soft air gun. Kegiatan yang
memerlukan taktik dan sedikit adrenalin ini tentunya bisa menjadi bagian dari Pendidikan Bela Negara"....
sayang ini hanya menjadi wacana bagi para muda defender muda yang kreatif dan prihatin thdp pendidikan
bela negara dinegara kita...
betapa susahnya bagi para pengusaha permainan perang2an seperti airsoft gun dan paintball untuk
memasukkan senjata2 ini ke Indonesia...
belum lagi perijinan dan paranoia terhadap pelaku terorisme...
TNI bisa mendukung cinta belanegara dengan membuat kompetisi rutin bagi pemain airsoftgun, paintball
dsb ...
Bahkan US Army turut mendanai game developer yang membuat game2 perang seperti counterstrike, Delta
Force dll...
Muhamad Yusuf ST
Jogja / Cepu
Kita semua tentunya berharap generasi Indonesia masa depan harus lebih baik, silahkan lihat diri anda sendiri
apakah lebih baik dari orang tua anda, kakek anda, atau hanya berharap menunggu warisan kemalasan,
materialistik, sadisme, pengguna narkoba, wah.....Semoga Allah SWT menjauhkan generasi kita dari hal-hal
ini. AMIN
Setelah pernyataan dari menlu malaysia, Datuk Seri Anifah Aman yang menyatakan malaysia
tidak perlu meminta maaf atas perlakuan penegak hukum malaysia ketika menangkap 3 petugas
KKPRI, Rakyat Indonesia seperti dikhianati dari dalam. Banyak yang menyayangkan reaksi
pemerintah yang masih mencoba untuk jalan damai.
Tidak lama ini, Susilo Bambang Yudhoyono telah mengirimkan surat langsung ke Perdana Mentri
Malaysia Datuk Sri Najib Tun Razak untuk segera mendiskusikan yang terjadi. Karena, hal
tentang malaysia ini sudah terlalu cepat memanas karena kegeramanan ini bukanlah hal baru
yang dialami Indonesia.
Dilain sisi, beberapa masyarakat yang mencoba untuk bergerak cepat, segera membentuk posko
RELAWAN BELA NEGARA; GANYANG MALAYSIA. Posko ini nantinya sebagai tempat penampung
hasil diplomasi yang sebentar lagi akan diselenggarakan, mulai dari awal hingga akhir. Tempat
ini juga sebagai tempat penampungan aspirasi rakyat yang berusaha melawan keras tindakan
penegak hukum Malaysia kemarin itu.
Tidak hanya sampai disitu, gerakan BELA NEGARA sudah banyak disuarakan di beberapa kampus
di Indonesia. Mengingat bulan ini adalah bulan pertama dari jadwal perkuliahan beberapa
universitas, banyak yang mendapat pembekalan materi BELA NEGARA. (Salah satunya di
http://belanegara.dephan.go.id/ <- belum tahu, ini situs benar milik pemerintah atau gak).
Situs Pusat Informasi Bela Negara diselenggarakan sebagai salah satu wahana sosialisasi
Bela Negara sebagai prasyarat terciptanya pembangunan potensi sumber daya manusia
pertahanan serta membangun watak bangsa
Setiap bangsa dan negara di dunia ini senantiasa berusaha untuk mewujudkan cita-cita dan
kepentingan nasionalnya. Demikian juga halnya dengan bangsa dan negera Indonesia.
Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4, tujuan bangsa Indonesia membentuk suatu
pemerintahan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila.
Guna menjamin tetap tegaknya Negara Republik Indonesia dan kelangsungan hidup bangsa
dan negara, maka sumber daya manusia menjadi titik sentral yang perlu dibina dan
dikembangkan sebagai potensi bangsa yang mampu melaksanakan pembangunan maupun
mengatasi segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) yang
berasal dari dalam maupun luar negeri.
Salah satu upaya pembinaan potensi sumberdaya manusia agar mampu menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara dapat dilakukan melalui pembelaan negara,
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 UUD 1945
Quote:
BJ ngomong: wah, pantesan kemaren gw ikut paduan suara disuruh nyanyi lagu Mars Bela Negara.
Pas Rapat Senat terbuka, juga disuruh nyanyi mars bela negara. Semoga negara ini memiliki pembela
yang siap sedia mengatakan: NKRI HARGA MATI!
__________________
Bela Negara
1. Fungsi Negara
Negara adalah sekumpulan masyarakat dengan berbagai keragamannya, yang hidup dalam suatu
wilayah yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Fungsi negara secara garis besar sebagai berikut:
2. Unsur Negara
Suatu negara dinyatakan syah berdiri sebagai suatu negara yang berdaulat, jika memenuhi minimal 4
unsur, yaitu:
a. Rakyat. Dalam suatu negara mutlak harus ada rakyatnya. Yaitu sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh suatu perasaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.
Rakyat merupakan unsur yang utama berdirinya suatu negara, karena rakyatlah yang
pertamakali memiliki kehendak untuk mendirikan negara, melindunginya serta
mempertahankan kelangsungan berdirinya negara.
b. Wilayah. Wilayah dalam suatu negara adalah tempat bagi rakyat untuk menjalani
kehidupannya. Bagi pemerintah merupakan tempat untuk mengatur dan menjalankan
pemerintahan.
Wilayah suatu negara terdiri dari wilayah darat, laut, udara dan dasar laut dan tanah
dibawahnya.
c. Pemerintahan yang berdaulat. Pemerintahan dalam arti luas yaitu seluruh lembaga negara
yang terdiri dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pemerintahan dalam arti sempit
yaitu kekuasaan eksekutif yang terdiri dari presiden, wakil presiden dan menteri-menteri.
Pemerintah yang berdaulat yaitu pemerintah yang syah yang diberi wewenang oleh rakyat
sebagai pemegang kedaulatan berdasarkan undang-undang.
d. Pengakuan dari negara lain. Suatu negara syah berdiri manakala ada pengakuan dari
negara lain, baik secara de facto maupun secara de yure. Pengakuan secara nyata (de facto)
memang telah berdiri, mendapat banyak dukungan dari negara internasional. Pengakuan
secara de yure maknanya secara hukum international telah memenuhi syarat untuk berdiri
sebuah negara.
Misalnya Negara Republik Indonesia secara defacto telah berdiri sejak tanggal 17 Agustus
1945, sedangkan secara de yure berdiri sejak taggal 18 Agustus 1945.
Menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI I Wayan Medhio, sejarah mencatat pada
tanggal 19Desember 1948 Pemerintah Indonesia mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera Barat.
Pada saat itu, Negara Indonesia yang baru 3 tahun memproklamasikan kemerdekaaanya, nyaris berakhir akibat kembalinya
agresi militer Belanda kedua dan menguasai ibukota negara di Yogyakarta disertai dengan penangkapan terhadap
Presiden, Wakil Presiden RI dan sejumlah menteri.
Peristiwa ini mengakibatkankan pemerintahan yang sah di Yogyakarta tidak berjalan, katanya di Jakarta. Selasa (21/12).
Dalam kondisi kritis, yaitu beberapa saat sebelum penangkapan, para founding fathers telah mengambil keputusan yang
cerdas dengan mengeluarkan dua surat mandat untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI kepada Menteri Kemakmuran
Mr. Sjarifuddin Prawiranegara yang sedang bertugas di Sumatera Barat, dan perwakilan RI di New Delhi AA. Maramis.
Sadar bahwa dengan dikuasainya ibukota, pemerintahan dan ditawannya kepala pemerintahan beserta para menterinya,
maka untuk mengantisipasi kekosongan kepemimpinan nasional dan menjalankan pemerintahan negara RI, maka Mr.
Sjafruddin Prawiranegara, ketika itu berinisiatif juga membentuk pemerintah darurat RI di Sumatera, guna menyelamatkan
kelangsungan hidup Negara RI, sekaligusmenunjukkan kepada dunia bahwa Negara RI masih eksis.
Rangkaian peristiwa bersejarah tersebut telah menunjukkan kepada kita semua sebagai rakyat Indonesia, bahwa membela
negara dalam rangka menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara, tidak hanya diwujudkan dengan mengangkat
senjata atau kekuatan militer (hardpower) semata. Akan tetapi juga dapat diwujudkan melalui bidang lain yaitu dengan
kekuatan non militer (soft power) seperti perjuangan politik dan diplomasi sebagaimana yang terjadi pada 19 Desember
1948, katanya.
I Wayan mengatakan dalam menumbuhkan jiwa, semangat dan kesadaran bela negara kepada setiap warga negara
Indonesia, maka dikembangkan nilai-nilai kenegaraan yang dapat diimplementasikan dalam semua aspek kehidupan.
Dan oleh Kementerian Pertahanan ditetapkan sebagai nilai-nilai dasar bela negara, yaitu Cinta Tanah Air, Sadar berbangsa
dan bernegara Indonesia, yakin pada Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, Rela berkorban bagi bangsa dan
negara, serta memiliki kemampuan awal bela negara.
Oleh karena itu, untuk mengenang sejarah berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 19 Desember 1948,
sebagai bagian dari upaya bangsa dalam mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidup bangsa dan NKRI, patut
diperingati sebagai Hari Bela Negara sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor:28Tahun 2006.
Sebelumnya, memperingati Hari Bela Negara yang jatuh padatanggal 19 Desember, dilaksanakan Pemerintah melalui
Kementerian Pertahanan (Kemhan) dengan menggelar acara Gerak Jalan Santai bersama Menteri Pertahanan berlangsung
di Lapangan MonumenNasional, Jakarta Minggu (19/12) lalu. (yr/toeb)
JAYAPURA- Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Haryadi Soetanto mengajak para generasi muda
agar terus meningkatkan semangat Bela Negara dan Patriotisme sebagai wujud kecintaan kepada
Bangsa dan Negara.
Hal itu diungkapkan Pangdam saat membuka perkemahaan Bhakti Wira Kartika ke-1 2008 di Bumi
Perkemahan Buper Waena, Senin (28/7).Dikatakan, kegiatan ini bertujuan untuk membentuk dan
membina generasi muda sebagai pemimpin-pemimpin bangsa di masa depan, agar mempunyai
kepribadian yang kuat, bersemangat, ulet dan pantang menyerah serta inovatif untuk mendorong
kemajuan pencapaian cita-cita bangsa.
“Saya berharap kepada seluruh peserta agar betul-betul mengikuti kegiatan ini dengan baik guna
memantapkan tekad kaum muda sebagai patriot pembangunan, karena tantangan negeri pasca krisis
moneter saat ini adalah tanggungjawab bersama untuk membangun kembali negeri ini,”harap Pangdam.
Pangdam juga berharap, melalui kegiatan perkemahan Bhakti Wira Kartika ini para generasi muda,
terutama anggota pramuka dapat kembali menggelorakan semangat perjuangan para pendahulu. Sebab,
kemerdekaan bangsa ini diperoleh melalui perjuangan dengan tetesan darah dan air mata.
Sebagai generasi penerus kata jenderal bintang dua itu, anggota pramuka bersama seluruh komponen
bangsa berkewajiban mengisi kemerdekaan dengan kegiatan-kegiatan konstruktif dan bermanfaat. “Saya
berharap gerakan pramuka sebagai wadah pembentukan karakter bangsa bagi generasi muda dapat
meningkatkan kualitas kegiatannya. Sebab, pembentukan karakter bangsa ini sangat penting karena
akan sangat menentukan nasib bangsa ke depan,” tuturnya.
Sementara itu, ketua penyelenggara Letkol Kav A.H Napoleon yang juga Dandim 1701/Jayapura
mengatakan, kegiatan ini diikuti 1080 peserta, dari tingkat SD dan SMP di wilayah Kota Jayapura,
Kabupaten Jayapura dan Keerom.”Kegiatan ini berlangsung 2 hari 28-29 Juli, dimana para peserta akan
mendapatkan berbagai bekal materi, diantaranya bela negara, upaya penanggulangan bencana alam,
baris berbaris, pelestarian budaya dan renungan malam,”imbuhnya. (mud)
Share on Facebook
Tweet on Twitter
Bookmark on Delicious
Adapun Pasal-9 UU No. 3/2003 tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa (1) Setiap warga
Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela Negara yang diwujudkan dalam
penyelenggaraan pertahanan Negara; (2) Keikutsertaan warga Negara dalam upaya bela Negara,
sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diselenggarakan melalui (a) pendidikan
kewarganegaraan; (b) pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; (c) pengabdian sebagai prajurit
Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan (d) pengabdian sesuai dengan
profesi; (3) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara
wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.
Selanjutnya, Penjelasan Atas Pasal-9 UU No. 3/2003 itu menyatakan bahwa Ayat (1) Upaya
bela Negara adalah sikap dan perilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela Negara, selain
sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga Negara yang
dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian
kepada Negara dan bangsa; Ayat (2) Huruf (a) Dalam pendidikan kewarganegaraan sudah
tercakup pemahaman tentang kesadaran bela Negara; Huruf (d) Yang dimaksud dengan
pengabdian sesuai dengan profesi adalah pengabdian warga Negara yang mempunyai profesi
tertentu untuk kepentingan pertahanan Negara termasuk dalam menanggulangi dan/atau
memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, atau bencana lainnya.
Seperti diketahui, pengertian Ketahanan Nasional Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa
Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang
datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung, yang
membahayakan kehidupan nasional untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup
bangsa dan Negara serta perjuangan mencapai Tujuan Nasionalnya. Sedangkan Hakikat
Ketahanan Nasional Indonesia adalah kondisi kemampuan dan kekuatan bangsa untuk dapat
menjamin kelangsungan hidup dan mengembangkan kehidupan nasional bangsa dan Negara
dalam mencapai Tujuan Nasional dan Hakikat Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah
pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi dan
selaras dalam kehidupan nasional.
Ketahanan Nasional Indonesia dikelola berdasarkan Astagatra yang meliputi unsur2 (1)
geografi, (2) kekayaan alam, (3) kependudukan, (4) ideologi, (5)politik, (6) ekonomi, (7) sosial
budaya dan (8) pertahanan keamanan. (1-3) disebut Trigatra atau tiga aspek alamiah dan (4-8)
disebut Pancagatra atau lima aspek sosial. Kualitas Pancagatra dalam kehidupan nasional
Indonesia tersebut secara terintegrasi dan dalam integrasinya dengan Trigatra adalah
mencerminkan tingkat Ketahanan Nasional Indonesia. Ketahanan Nasional adalah suatu
pengertian holistik, dimana terdapat saling hubungan antar gatra didalam keseluruhan kehidupan
nasional (Astagatra). Kelemahan di salah satu gatra dapat mengakibatkan kelemahan di gatra lain
dan mempengaruhi kondisi secara keseluruhan. Ketahanan Nasional Indonesia bukanlah
merupakan suatu penjumlahan ketahanan segenap gatranya, melainkan suatu resultante
keterkaitan yang integratif dari kondisi2 dinamik kehidupan bangsa di seluruh aspek
kehidupannya.
Dalam kerangka pengertian2 tersebut diataslah, maka situasi dan kondisi kekinian yang mencuat
dihadapi oleh bangsa dan Negara seperti :
1. Kasus Wilayah Kerja Minyak & Gas Bumi AMBALAT (Illegal Occupation)
Adalah paling tidak berarti Ancaman terhadap Kekayaan Alam (Mineral & Energi) milik bangsa
Indonesia, dan potensial berdampak Gangguan Politik dan Ekonomi.
Oleh karena itulah, sudah sewajarnya terjadi berbagai peristiwa hukum seperti unjuk kekuatan
armada laut dan udara bersamaan dengan unjuk rasa dan sikap masyarakat yang peduli akan
kedaulatan Negara akhir2 ini, sebagai ungkapan Upaya Bela Negara atas Kasus Wilayah Kerja
Minyak & Gas Bumi AMBALAT itu.
Demikian pula atas Kasus-kasus Korupsi Skala Besar, berbagai unjuk rasa dan sikap masyarakat
yang peduli akan Pemerintahan Yang Bersih (Good Governance) sesungguhnya adalah sebagai
ungkapan Upaya Bela Negara, bersamaan dengan upaya2 Pemerintah menguatkan aparat dan
perangkat hukum Anti Korupsi terkait (walaupun belum menunjukkan hasil yang dapat
memuaskan masyarakat).
Khususnya pada Kasus Penebangan Liar Hutan, sesungguhnya telah terungkap baik pelaku2
utama maupun pelaku2 pendukungnya. Bahkan seharusnya, dugaan akan keterlibatan Negara
tetangga atas operasionalisasi Penebangan Liar Hutan ini dapat mendorong Pemerintah sesegera
mungkin melakukan SOMASI, dan kalau perlu dilanjutkan dengan upaya tindakan hukum
pidana internasional, sebagai ungkapan nyata Upaya Bela Negara.
(2) Dengan Akta Notaris Nyonya HIZMELINA SH Notaris di Jakarta No: 01 tanggal 2
September 2008,
(5) Pasal 28C Ayat ( 2 ), Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat , bangsa,
dan negaranya.
(6) Pasal 28E ayat ( 3 ) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat.
(7) Pasal 30 ayat ( 1 ) Tiap tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha Pertahanan dan Keamanan Negara.
(8) Pasal 30 ayat(2) Usaha Pertahanan dan Keamanan negara dilaksanakan melalui
sistem pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta oleh Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat,
sebagai kekuatan pendukung,
(9) KEPRES RI No 28 tanggal 19 Desember 2006 Tentang Hari Bela Negara menjadi
Hari Besar Nasional
Tujuan utama para sesepuh dan pengurus Perintis Kemerdekaan pada saat
didirikan PPPKRI BELA NEGRA adalah sebagai organisasi mata Rantai Perintis
Kemerdekaan Republik Indonesia yang di bentuk untuk turut mempertahankan
Kemerdekaan Republik Indonesia dengan tetap tegak dan utuhnya wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan juga turut peran serta membantu dan
mendampingi pemerintah sebagai penyelenggara Negara dalam setiap kebijakan
Pemerintahan baik tingkat Pusat maupun daerah demi tercapainya Pembangunan
di segala bidang secara menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia.
Mengingat usia para pelaku sejarah Bangsa ini sudah semakin tua dan bahkan
sudah berkurang jumlahnya karena sudah banyak yang meninggal dunia akan
tetapi semangat nilai perjuangannya harus tetap kita gelorakan kepada anak
bangsa mendatang agar tidak terjadi kepada generasi muda yang melupakan
sejarah dan melupakan para pahlawan dan para pendiri Bangsa terdahulu, PPPKRI
BELA NEGARA berkewajiban juga di tuntut pada anggotanya untuk menegakkan
kebenaran dalam berbangsa dan bernegara bahwa di kemudian hari jangan ada lagi
bangsa yang tidak menghormati pemimpinya dan Jangan ada lagi bangsa yang
melecehkan lembaga lembaga tinggi negara dan Institusi Negara yang Sah lainya.
Oleh karena itu Bela Negara adalah spektrum yang sangat luas, dari yang terhalus
sampai yang terkeras sekalipun, yang dimulai dari berbuat baik sesama warga
Negara sampai berupaya menangkal ancaman serangan musuh bersenjata yang
datangnya dari dalam negeri maupun dari luar demi untuk melindungi kedaulatan
bangsa dan negara. Oleh karena itu kita sadar bahwa Bela Negara bukanlah hanya
tanggung jawab pemerintah atau TNI/POLRI saja melainkan juga tanggung jawab
seluruh elemen Masyarakat Indonesia, maka dari itu PPPKRI-BELA NEGARA akan
memobilisasi relawan-relawan Kesadaran Bela Negara yang akan digalang di
seluruh wilayah Indonesia untuk mensukseskan gerakan Bela Negara menjadi
gerakan Nasional yang sesuai KEPPRES RI No. 28 tanggal 19 Desember 2006. Dalam
pelaksanaannya Gerakan Bela Negara juga menyesuaikan dengan peraturan
pemerintah dan peraturan adat istiadat yang berlaku di daerah masing-masing
tanpa bersebrangan satu sama lain.
Pada intinya PPPKRI BELA NEGARA akan membantu dan mendukung dengan
sepenuhnya sesuai kemampuan untuk Program program Pemerintah dan Lembaga
Tinggi Negara yang Sah yang Berpijak pada Rakyat dan juga siap mendukung
PERTAHANAN dan KEAMANAN negara TNI/POLRI sesusai dengan UUD 45 pasal 30
ayat (2), dan turut peran serta mendukung terciptanya Stabilitas Nasional secara
global serta mengangkat dan menjunjung tinggi harkat martabat bangsa,
Demi cita-cita yang mulia bagi seluruh anak bangsa, maka PPPKRI BELA NEGARA
turut berperan serta membangun bangsa dalam hal kesadaran Berbela Negara
secara menyeluruh yang tepat Guna dengan membuat beberapa Bidang bidang
Keorganisasian dan satuan-satuan tugas untuk membantu aparat pemerintah dan
juga TNI/POLRI pada khususnya dalam bidang Pertahanan dan Keamanan Negara
Kamtibmas, antara lain:
Membentuk Satgas Peka Bencana Alam yang akan turut bergabung dengan badan
penanggulangan bencana alam nasional, karena akhir-akhir ini di beberapa daerah
kita sering terjadinya bencana alam dari gempa banjir angin puting beliung dan
kebakaran hutan dan lain-lain ini menjadi keprihatinan kita bersama;
Agenda utama yang harus bisa kita lakukan untuk sementara ini oleh PPPKRI BELA
NEGARA yaitu akan menggalakan dan mengajak para anggotanya dan elemen
masyarakat lainya untuk meningkatkan kesadaran Berbela Negara demi memupuk
jiwa Nasionalisme dan Patriotisme para pemuda dan generasi penerus anak bangsa
agar selalu memperkokoh dan mengamalkan nilai-nilai Sumpah Pemuda tanggal 28
0ktober 1928 yang dipelopori oleh para pergerakan Pemuda terdahulu agar lebih
semangat untuk menjaga dan menegakkan Ideologi Pancasila dan UUD 1945 demi
tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam kerangka Utuh NKRI.
Semoga dengan terbentuknya PPPKRI BELA NEGARA yang baru eksis akhir tahun
2009 lalu dengan semangat Bela Negara-nya bersama pemerintah dan komponen
masyarakat dan Organisasi kepemudaan lainya mampu berbuat yang lebih baik
untuk Negara yang kita cintai ini.
Sebagai Pemuda yang cinta tanah Air mari bersama-sama dan jangan mudah
menyerah dalam berjuang, sepanjang hayat di kandung badan dan mari kita turut
membangun bangsa dan negara ini dari yang sudah baik menjadi lebih baik.
M E R D E K A………..!!!
PPPKRI – BELA NEGARA siap meneruskan perjuangan itu dan siap menjadi barisan
terdepan untuk mempelopori kader bangsa dalam gerakan berbela Negara yang
tepat guna.
VISI :
Mengangkat dan menjunjung Tinggi harkat martabat Budaya Bangsa dan Negara,
Berakhlak mulia, jujur disiplin setia siap dan berani menghadapi tantangan dan
cobaan dalam mempelopori Gerakan kesadaran Bela Negara, meneruskan
perjuangan para pejuang perintis kemerdekaan Republik Indonesia dan
melestarikan Sejarah Pahlawan Nasional serta nilai – nilai sumpah pemuda, demi
tetap kokohnya Persatuan dan Kesatuan bangsa untuk mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau Harga mati NKRI.
MISI :
(2) Membela Pemerintahan dan Lembaga Tinggi Negara yang Sah, dan mendukung
program pemerintah yang berpijak pada rakyat, dan turut berperan serta dalam
memberantas narkoba, korupsi, terorisme, ilegal loging dan kerawanan sosial
lainnya termasuk penanggulangan bencana alam;
(3) Turut peran serta menjaga stabilitas Nasional dalam bidang pertahanan dan
keamanan Negara juga stabilitas perekonomian rakyat, sandang pangan dan papan;
(4) Menjunjung tinggi supermasi hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan membuka Lembaga Bantuan dan Konsultasi Hukum di Daerah
Tingat I dan II demi untuk memberikan pelayanan di bidang hukum masyarakat
luas;
(5) Menjaga dan melindungi kedaulatan rakyat dari ancaman musuh bersenjata
yang datangnya dari luar maupun dalam dengan membentuk Kesatuan NIR Militer
atau Satgas Bela Negara yang tepat Guna.
(1). KAMI
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus
dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela
negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain
seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela
negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik
Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan
kesatuan NKRI.
Tambahan :
Hati-hati pula dengan gerakan pendirian negara di dalam negara yang ingin
membangun negara islam di dalam Negara Indonesis dengan cara membangun
keanggotaan dengan sistem mirip mlm dan mendoktrin anggota hingga mereka
mau melakukan berbagai tindak kejahatan di luar ajaran agama islam demi uang.
Jika menemukan gerakan semacam ini laporkan saja ke pihak yang berwajib dan
jangan takut dengan ancaman apapun.
Pertemuan tersebut juga ‘warning’ agar nilai-nilai Pancasila dan UUD’45 tetap
dipertahankan.Sementara itu Sekdaprovsu DR RE Nainggolan MM mengharapkan
bila RUU ini benar-benar diterapkan dapat mengantisipasi ancaman kesatuan dan
persatuan. Pancasila dan UUD’45 idiologi yang harus dilestarikan khususnya bagi
generasi muda.Menurutnya, RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara ini
penting baik bagi pemerintah juga segenap masyarakat untuk dapat merasakan
bahwa pertahanan negara merupakan bagian dan tanggungjawab seluruh
masyarakat. Juga untuk meningkatkan patriotisme dan meningkatkan
kewaspadaan.
Secara obyektif, Budi Harsono menilai faktor penyebab dari profil ironis anak
bangsa dewasa ini adalah kesalahan pada sistem pembangunan nasional masa
silam. Pembangunan aspek sumber daya manusia (SDM) yang seharusnya mendapat
tempat teratas justru tidak menjadi prioritas utama pembangunan jangka panjang
alias kurang diperhatikan.
Selama ini, konsep pembangunan SDM dilaksanakan secara beriringan dengan
derap pembangunan fisik-material atau pembangunan ekonomi. Namun, dalam
praktiknya, pembangunan SDM tertinggal dari pembangunan ekonomi. Akibatnya,
hasil pembangunan SDM dari proses pendidikan kurang maksimal.
Sebagai ekses dari hasil pembangunan di bidang ekonomi, SDM bangsa ini yang
terbentuk cenderung memiliki sikap, mental, dan perilaku yang materialistis,
individualistis, dan pragmatis.
“Setiap orang hanya cenderung memikirkan kepentingannya sendiri. Setiap
individu berpikir dan bertindak berdasarkan imbalan apa yang bakal dia peroleh
saja. Cara pandang seperti itulah yang dominan merasuki benak SDM kita dewasa
ini. Kita bisa rasakan itu,” papar Budi.
Indikasinya, bisa dilihat dari gambaran umum kualitas produk akhir yang dihasilkan
sistem pendidikan nasional sebagai media pembangunan SDM. Pembangunan SDM-
lah yang semestinya diprogramkan lebih awal.
Memang, membangun SDM bukanlah suatu yang instan. Segala jerih-payah dari apa
yang dikerjakan sekarang baru bisa dipetik hasilnya oleh bangsa ini pada 15 tahun
sampai 20 tahun yang akan datang.
Sedangkan, yang namanya, membangun SDM haruslah dari awal dan sistematis
karena hasilnya baru bisa dirasakan manfaatnya oleh bangsa ini dalam jangka
panjang. Berbeda sekali dengan pembangunan fisik, seperti jembatan, jalan, atau
gedung perkantoran, yang hasilnya sudah bisa langsung dilihat dan diperoleh
hasilnya dalam jangka pendek.
Karena itu, dalam membangun SDM antara lain tentang aspek-aspek kesadaran
bernegara dan kesadaran bela negara inilah yang sejatinya perlu dibangun dan
ditumbuhkan secara terus-menerus oleh bangsa ini.
Dengan kata lain, bukan hanya aspek intelektualitas dan keterampilan yang
dibangun tapi juga aspek budi pekerti dan cinta pada negara. Sekarang hampir
tidak ada pendidikan yang memberikan secara maksimal budi pekerti serta
kesadaran bernegara dan membela negara.
Akibatnya, rasa cinta kepada negara semakin hari semakin menipis di jiwa warga
negara. Belum lagi derasnya pengaruh globalisasi sekarang ini semakin
mempengaruhi hilangnya kecintaan kepada negara. “Fondasi bangsa ini sudah
keropos!” tukas Budi Harsono.
Padahal, di masa perjuangan bangsa ini merebut kemerdekaan pada tahun 1945,
dengan hanya bersenjatakan bambu runcing, para pahlawan kusuma bangsa berani
melawan penjajah yang bersenjata lengkap.
Para pahlawan rela mengorbankan jiwa dan raganya karena memiliki kebanggaan
dan kecintaan pada negaranya. Mati pun tidak apa-apa. Semangat itu dikwatirkan
pada suatu saat akan hilang karena dari hari ke hari terus meluntur.
Semangat dan idealisme itu harus dibangkitkan dan ditumbuhkembangkan
kembali, dalam hal ini melalui media pendidikan. Dalam kurikulum pendidikan
mesti ada penanaman nilai dan semangat bernegara dan kesadaran bela negara.
‘Mengapa saya harus mencintai negara ini?’ dan ‘Mengapa saya mesti berkorban
untuk negara ini?’ adalah dua pertanyaan besar yang bisa menjadi pintu masuk
penanaman kesadaran bela negara dan idealisme kebangsaan itu melalui setiap
jenjang pendidikan.
“Intinya, sejak kecil setiap warga negara yang sedang mengecap bangku
pendidikan pada setiap jenjangnya diberikan motivasi untuk mencintai dan bangga
kepada negaranya,” ucapnya.
Namun membangun motivasi warga negara bukanlah pekerjaan instan. Sebab,
membangun motivasi bukan indoktrinasi, melainkan membangkitkan kesadaran
eksistensial setiap warga negara sebagai anak bangsa
.
Satu hal yang patut pula digarisbawahi, membela negara ini tidak hanya tugas TNI
tapi juga seluruh komponen bangsa ini. Penekanan akan kondisi itu masih sangat
kurang pada negara ini. Padahal, tidak ada satu pun negara di dunia ini yang tidak
memberikan kesadaran bela negara kepada warga negaranya.Bahaya Narkoba,
sekadar satu contoh, haruslah dipersepsikan sebagai sebuah ancaman yang sangat
berbahaya bagi seluruh bangsa ini. Mengancam generasi muda harapan bangsa dan
ujung-ujungnya membuat kemampuan bela negara pada warga negara menjadi
rapuh.
Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negaranya dan
kesediaan berkorban membela negaranya. Ini yang sangat kurang pada warga
negara Indonesia. Itu bisa dirasakan bersama. Tengok saja kiprah sebagian LSM
lokal yang cenderung lebih mengutamakan kepentingan NGO-NGO asing yang
menjadi donornya ketimbang kepentingan bangsanya sendiri.
Menunjuk fenomena di Korea Selatan, Jepang, dan Cina sebagai salah satu contoh
konkret hasil penanaman kesadaran bernegara, Budi Harsono mengatakan, rakyat
negara-negara itu dengan penuh kesadaran mengkonsumsi produk dalam
negerinya. Bukan dari negara luar. Rakyat Korea Selatan dan Jepang lebih suka
memakai mobil produknya sendiri daripada produksi negara luar.
Perlu disadari, perang di era sekarang sudah bersifat semesta. Setiap negara sudah
harus siap berperang. Sekadar ilustrasi, dalam perang modern yang pertama
dilumpuhkan adalah pusat-pusat logistik seperti instalasi listrik, jalan-jalan,
jembatan, lapangan terbang. Tujuannya agar negara itu menjadi lumpuh. Kalau
sudah lumpuh, mudah untuk dikalahkan.
Bertolak dari hal itulah, dalam konteks Indonesia saat ini, kesadaran bernegara
dan kesadaran bela negara harus terus ditumbuhkembangkan kepada setiap warga
negara agar, pada gilirannya, mereka memiliki kebanggaan, dan mampu membela
negaranya sendiri. Lebih jauh dari itu, mereka mau mengabdikan diri dan bersedia
berkorban untuk negaranya. Hanya saja, kesadaran warga negara untuk berkorban
akan muncul bila negara (baca: pemerintah) memperhatikan nasib mereka.
Ada kesadaran warga negara untuk ikhlas menanggung beban dari derap
pembangunan yang digerakkan oleh pemerintah. Sebab, setiap warga negara tahu
bahwa pemerintah berbuat maksimal untuk kepentingannya juga. Ironisnya, dalam
hemat Budi, kondisi tersebut masih jauh dari harapan.
Tapi realitasnya ada ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah dan ada
miskomunikasi antara pemerintah dan rakyat. Rakyat masih menilai secara apriori
kebijakan pemerintah tersebut. Persoalan komunikasi antara pemerintah dan
rakyat itu mesti diperhatikan.
Sebab, jalinan komunikasi yang baik sangat berperan dalam menciptakan
tumbuhnya kepercayaan rakyat kepada negara. Bila sudah tumbuh
kepercayaannya kepada pemerintah, rakyat pun akan mau menanggung beban
pembangunan. Sehingga, rakyat memahami pemerintah menaikkan harga BBM
dengan alasan yang jelas.
“Tantangan besar bagi pemerintah untuk menumbuhkan kepercayaan rakyat.
Untuk itu, pemerintah harus punya sense of crisis dan kepedulian kepada nasib
rakyat. Dari situlah baru bisa dibenahi semua,” tandas Budi.
Contoh yang lain, ada keinginan pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik
(TDL). Rakyat menilai kinerja PLN sendiri masih belum benar. Biaya produksinya
masih sangat tinggi. Jadi, sebelum menaikkan TDL, pemerintah sebaiknya
membenahi dulu kinerja PLN secara konkret.“Tumbuhkan kepercayaan pada
rakyat bahwa pemerintah betul-betul membenahi kinerja PLN. Lakukan efisiensi,
audit dengan baik, turunkan biaya produksi dan sebagainya,” ujar Budi Harsono.
Biaya produksi PLN masih sangat tinggi yakni sebesar 11 sen dolar per-KWH.
Bandingkan dengan biaya produksi listrik di Malaysia atau Singapura yang hanya 6
sen dolar per-KWH.Alasannya, PLN masih menggunakan pembangkit listrik yang
berbahan bakar minyak. Bandingkan dengan pembangkit-pembangkit listrik di
Malaysia dan Singapura yang sudah berbahan bakar gas dan batubara.
Hubungan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat akan membuat Negara
maju, dan dengan sendirinya akan tumbuh kesadaran kenegaraan dan kesadaran
bela Negara dari setiap individu masyarakat.
“Sekarang, banyak orang yang bersikap apatis. Jangankan memikirkan
lingkungannya, untuk mengurusi dirinya sendiri saja susah. Padahal, kesadaran
bernegara dan bela negara berawal dari kesadaran pada lingkungan terkecil: dari
keluarga, RT, RW, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, hingga
akhirnya pada negara.”
Memang kalau kita cermati dalam UU 34/2004 tentang TNI, sistem pertahanan
negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai komponen
utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.
Sedangkan dalam kerangka ancaman militer untuk kepentingan pertahanan
negara, maka sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana
nasional yang berada di dalam atau di luar pengelolaan departemen yang
membidangi pertahanan dimanfaatkan semaksimal mungkin, baik sebagai
komponen cadangan, komponen pendukung, maupun sebagai unsur lain kekuatan
bangsa.
Sayangnya, kini hanya sedikit tokoh maupun pimpinan yang menyadari akan arti
pentingnya memasyarakatkan bela negara, nampaknya baru institusi TNI dan
Dephan yang tetap peduli dengan konsep bela negara. Untuk itu pemahaman
tentang bela negara dan konsep-konsep tentang komponen cadangan patut kita
dukung.
Keberhasilan sistem ini, pada gilirannya akan kelihatan pada tampilan dan
kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan
negara, serta pengertian bela negara dalam arti yang luas sehingga menjadi warga
negara yang dapat diandalkan.
PENUTUP
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, jelaslah potensi ancaman
terhadap keamanan negara bisa datang dari luar maupun dalam negeri. Namun
potensi ancaman yang lebih besar adalah yang dari dalam negeri, terutama di
masa transisi menuju masyarakat madani sesuai dengan tuntutan reformasi.
Lebih jauh lagi, pengalaman menunjukkan bahwa instabilitas dalam negeri
seringkali mengundang campur tangan asing baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Mengingat kesadaran bela negara yang masih rendah di kalangan
masyarakat kita, terutama di kalangan elite (politik dan ekonomi) serta kaum
intelektual/akademisi, dapat dikatakan bahwa Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara untuk menanamkam kesadaran bela negara masih sangat relevan dan masih
sangat dibutuhkan di era reformasi saat ini dan di masa mendatang. Namun
perlu dicarikan format yang lebih efektif, lebih sesuai dengan kondisi
masyarakat dan lebih bersifat konkrit dan realistis agar tidak terkesan
sebagai suatu kegiatan indoktrinasi teori yang bersifat abstrak dan
membosankan. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara untuk masyarakat umum akan
sangat bermanfaat, khususnya dalam upaya menanamkan kesadaran akan hak dan
kewajiban konstistusional sebagai warga negara untuk mempertahankan negara
kesatuan Republik Indonesia. Materi yang diajarkan dapat ditingkatkan
kualitasnya, namun mengingat latar belakang pendidikan formal peserta yang
cukup beragam mungkin perlu dilakukan penyesuaian atau modifikasi. Selain
itu, perlu dipertimbangkan untuk melibatkan lebih banyak peserta dari
kalangan elite (politik dan ekonomi) yang tampaknya kurang memiliki
kesadaran bela negara akibat terlalu sibuk membela kepentingan
pribadi/golongannya. Pendidikan kewiraan di tingkat perguruan tinggi, yang
juga merupakan salah satu bentuk dari Pendidikan Pendahuluan Bela Negara,
kiranya juga masih relevan dan diperlukan meskipun materinya tentu saja
perlu disesuaikan seiring dengan perubahan situasi politik yang sedang
terjadi dewasa ini.
24 September 2009 07:00
Beberapa minggu terakhir ini Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mulai sibuk menyosialisasikan Rancangan Undang-
Undang (RUU) Komponen Cadangan Pertahanan Negara (Komcad) ke publik. Sosialisasi ini dilakukan dengan memuat
draft naskah akademik dan draft RUU Komcad lengkap dengan penjelasannya dalam situs web Direktorat Jendral Potensi
Pertahanan (Ditjen Pothan). Seperti diketahui, Komcad yang sempat masuk dan gagal dalam paket pembahasan RUU
rencana strategis (renstra) lima tahun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2004-2009 kembali masuk dalam
antrean pembahasan Prolegnas DPR tahun 2010 ini.
Gagasan yang sejak kemunculannya menuai kritik ini memang belum tuntas menjawab beberapa pertanyaan krusial publik.
Pertanyaan seperti apakah komponen cadangan tersebut sama dengan konsep wajib militer yang dipahami selama ini? Jika
bukan, seperti yang sering dijelaskan oleh pejabat Kemenhan bahwa ini hanya merupakan latihan dasar kemiliteran yang
bersifat wajib bagi warga negara, maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita menyaring ekses negatif dari latihan
yang sangat militeristik terhadap sipil ini.
Perlu untuk memikirkan dampak yang ditimbulkannya dalam jangka panjang mengingat pengalaman negara lain tentang
kekerasan yang dilakukan para milisi sipil yang pernah dilatih dasar-dasar kemiliteran. Selain itu, bagaimana sifat
pelibatannya, wajib atau sukarela? Jika wajib, apakah berarti melibatkan seluruh warga negara, termasuk perempuan di
dalamnya? Jika sukarela, bagaimana mekanismenya?
Mengapa RUU KCPN ini penting ada, apakah dalam penyusunannya telah didahului dengan suatu kaji ulang sistem
pertahanan yang akan memberikan gambaran/perkiraan tentang kondisi nyata potensi pertahanan, yang meliputi sumber
daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan? Apakah pembentukan komponen cadangan yang diatur
dalam RUU ini dimaksudkan untuk melipatgandakan kekuatan TNI atau untuk memperkuat sistem pertahanan nasional
sebagaimana diatur dalam UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara? Karena keduanya memiliki implikasi yang berbeda.
Jika kita mengacu pada Pasal 7 UU No. 3/2002 tegas menyatakan bahwa penggunaan komponen cadangan ditujukan
untuk mendukung tugas komponen utama (TNI) dalam sistem pertahanan negara untuk menghadapi ancaman militer.
Dalam konteks ini, sebaiknya gagasan pembentukan komponen cadangan tidak memiliki relasi dengan aspek-aspek yang
berhubungan dengan keadaan darurat sipil dan militer, karena hanya memiliki relasi langsung dengan kondisi negara dalam
keadaan darurat perang.
Jika kita mengacu kepada keadaan darurat perang, jenis perang seperti apakah yang bakal kita hadapi masa kini dan masa
depan? Bukankah dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia Tahun 2003 dinyatakan bahwa ancaman invasi atau agresi
militer negara lain terhadap Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya. Ditegaskan pula dalam Buku Putih Pertahanan
Indonesia tahun 2008, yaitu dengan mencermati perkembangan lingkungan keamanan strategis Indonesia pasca-2003,
pada saat ini dan dalam beberapa tahun mendatang belum terdapat indikasi ancaman militer konvensional yang mengarah
ke wilayah Indonesia yang memerlukan mobilisasi kekuatan rakyat.
Sebagian besar pertanyaan tersebut memang menyiratkan sebuah kekhawatiran publik. Pertanyaan itu bukan datang dari
sebuah ruang kosong yang menihilkan basis empirik, melainkan sebuah pengalaman pahit dari masa lalu, tentang
kekerasan dari sebuah rezim yang militeristik.
Persoalannya bukanlah sekedar direduksi menjadi menerima atau menolak Komcad, tetapi diperlukan sebuah dasar
pemikiran komprehensif yang mampu mengawinkan antara gagasan di tingkat normatif dan pengalaman empirik. Yang
perlu dipertimbangkan dalam pembahasan Komcad ini adalah, pertama, perlu dipahami bahwa penjelasan dalam bingkai
kepatuhan terhadap konstitusi semata tidak cukup untuk menggerakkan warga agar terlibat dalam bela negara.
Perlu dasar filosofi yang kuat berbasiskan pengalaman empirik dan manfaat yang menyertai pentingnya Komcad ini.
Beberapa landasan hukum yang sering ditengarai sebagai dasar dari diberlakukannya Komcad adalah UUD 1945 Pasal 27
tentang Warga Negara dan Penduduk. Dalam ayat (3) disebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara. Ditegaskan lagi dalam Pasal 30 UUD 1945, terutama pada ayat (2), bahwa usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara
nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan
pendukung.
Kalimat Komponen cadangan baru muncul dalam Pasal 7 UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara pada ayat (2), yaitu
sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai komponen utama dengan
didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Pasal-pasal di atas masih sangat bisa diperdebatkan.
Misalnya, apakah format komponen cadangan merupakan satu-satunya pengejawantahan dari wajib bela negara yang
diamanatkan konstitusi. Kedua, perlu dipertimbangkan dari besaran anggaran dan mekanisme pembiayaannya agar tidak
terlalu membebani keuangan negara. Menurut penjelasan Dirjen Pothan Kemenhan, Budi Susilo Supandji, pada 2007 lalu,
kemungkinan dana yang diperlukan sekitar Rp 15 juta sampai Rp 40 juta per orang/tahun dalam 30 hari latihan.
Ketiga, pelibatan publik seperti akademisi, civil society organization, praktisi dan media dalam pembahasan RUU Komcad
penting dilakukan secara terus-menerus, agar mendapatkan pemahaman mendalam dalam rangka penyempurnaan draft
RUU yang ada. Draft naskah akademik yang kuat dan RUU Komcad yang menampung banyak aspirasi publik
menjadikannya bukan lagi sebagai beban kewajiban yang memaksa warga negara, namun akan lebih diterima sebagai
kesukarelaan warga dalam partisipasi bela negara.
Jaleswari Pramodhawardani
Peneliti Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI dan The Indonesian Institute
Setelah serangan militer yang paling brutal terhadap orang Tamil akhir 2009, ratusan ribu rakyat Tamil tersingkirkan dari
rumah mereka. Mereka ditahan di “kamp-kamp konsentrasi” yang tersebar di Sri Lanka. Ratusan pengungsi Tamil yang
putus asa, yang mencoba untuk lari dari kondisi yang tidak manusiawi ini, mempertaruhkan jiwa mereka di lautan lepas di
atas kapal untuk mencari suaka di Australia. Selama berminggu-minggu, lebih dari 250 orang Tamil terdampar di sebuah
kapal di Merak, Indonesia. 68 lainnya di kapal bea cukai Australia Oceanic Viking di Tanjung Pinang, Indonesia. Kapal
mereka dicegat ke Australia setelah perdana menteri Australia saat itu, Kevin Rudd, menelepon Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mendesak pemerintahannya mencegah perahu ini ke Australia.
Pemerintah Rudd menolak memberikan suaka kepada rakyat Tamil yang tertindas ini dengan alasan keamanan nasional.
Dan, dengan alasan yang sama, pemerintah Indonesia memainkan peran sebagai polisi perbatasan untuk mereka. Sekilas,
aksi Australia dan Indonesia yang menghalau masuknya arus imigran asing di negaranya, dianggap layak. Dalam konteks
keamanan nasional tindakan seperti itu dianggap wajar. Tapi persoalannya, tindakan itu kerap berimpitan dengan kaidah
hak asasi manusia (HAM) nasional, maupun internasional.
Perdebatan ini menjadi menarik, karena keamanan nasional mendapatkan pergeseran definisi: lebih mempertimbangkan
keselamatan dan keamanan manusia di dalamnya. Keamanan nasional karenanya tidak sekadar didefinisikan sebagai
bebas dari ancaman yang dimasukkan ke dalam bahaya kelangsungan hidup dari suatu bangsa atau sekadar integritas
teritorial. Tapi ada seperangkat nilai yang harus dipertahankan sebagai elemen kunci dari keamanan nasional yang sudah
meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
Persoalan ini memisahkan dari pemikiran militer tradisional tentang isu keamanan internasional, yaitu dengan
mengidentifikasi ancaman keamanan baru, non-tradisional yang memasukkan human security (keamanan manusia) di
dalamnya. Isu keamanan non-tradisional, dengan menitikberatkan persoalan keamanan manusia, akan membawa
konsekuensi penting dalam mengubah cara pandang kita terhadap keamanan nasional. Termasuk di antaranya bagaimana
Indonesia meredefinisi keamanan nasional dalam persinggungannya melalui tantangan keamanan manusia?
Sejak 11 September 2001, isu keamanan non-tradisional telah menjadi semakin umum di hampir seluruh bagian
masyarakat, baik domestik dan internasional: dalam kebijakan dan agenda penelitian dari pemerintah, dalam organisasi
non-pemerintah, dalam lingkaran bidang akademik, serta masyarakat umum dan media.
Non Traditional Security (Keamanan non-tradisional), sering disingkat NTS, merupakan istilah populer namun konsep yang
ambigu baik di dalam dan di luar lingkungan akademik. Bagaimana mendefinisikan istilah ini dengan akurat? Apakah perlu
dipertimbangkan prioritas kebutuhan mengatasi berbagai ancaman NTS, kepada negara yang sumber daya dan
kapasitasnya terbatas. Meningkatnya jumlah ancaman NTS, nasional dan internasional, yang timbul dari bidang yang
sangat berbeda, seperti krisis keuangan, internet hacking, degenerasi ekologi, perdagangan narkoba, proliferasi nuklir,
terorisme baru dan bahkan SARS, semua yang belum pernah ada dalam perjalanan sejarah manusia memiliki dampak
serius seperti pada setiap individu setiap negara atau masyarakat internasional.
Namun yang membuat lebih buruk adalah pemerintah dan lembaga akademik dan penelitian belum tahu cara menetapkan
ancaman ini. Apalagi menghadapi mereka. Tapi, dalam isu ini, Indonesia tak sendiri. Di Cina, misalnya, akademisi dan biro
pemerintah tertarik sekaligus bingung oleh isu NTS, dan mereka mulai menempatkan lebih banyak urusan sumber daya
alam dan manusia ke dalamnya. Namun, mereka sangat sulit menemukan prioritas dalam memecahkan atau mengurangi
ancaman NTS dengan begitu banyak kebutuhan yang berbeda, ditambah dengan sumber daya yang relatif terbatas yang
tersedia. Banyak nilai-nilai baru yang perlu dilindungi dalam hal memastikan keamanan yang selama ini dikategorikan
sebagai keamanan tradisional (traditional security).
Perlu dicatat bahwa studi saat ini, NTS di masyarakat internasional cenderung sangat menekankan keamanan "manusia"
(Evans, 2004). "Manusia" di sini tidak hanya merujuk kepada manusia makhluk pada umumnya, tetapi juga mencakup
individu. Ini menyoroti gagasan bahwa segala sesuatu harus dikenakan kepada manfaat dan kebutuhan manusia. Jadi, isu-
isu seperti hak “kelompok rentan” (perempuan, pekerja anak, imigran, dan etnis minoritas), hak masyarakat atas informasi
dan hak untuk berbicara atas kelompok yang berbeda dalam satu negara maupun negara lainnya menjadi perbincangan
intensif di kalangan dunia akademik.
Secara tradisional, keamanan telah didefinisikan dalam istilah geo-politik dan terbatas pada hubungan antara negara-
bangsa, berurusan dengan berbagai persoalan seperti pencegahan, keseimbangan kekuasaan, dan strategi militer. Di masa
lalu, sebagian besar peneliti dan pejabat pemerintah sering menempatkan ancaman terhadap keamanan nasional sebagai
prioritas utama di antara semua masalah keamanan, misalnya, konflik militer, terorisme, separatisme, ekstrimisme agama,
penyelundupan narkoba atau keamanan laut. Akibatnya, sudut pandang ini masih, dan akan terus, mendominasi, namun
perspektif baru seperti keamanan manusia telah mendapatkan begitu banyak perhatian di kalangan akademisi yang
cenderung untuk menjembatani kesenjangan antara keduanya.
Bagi Indonesia hal ini menjadi penting, terutama ketika kita mencoba memasukkan persoalan keamanan manusia ini
kedalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional (KAMNAS). Disatu sisi memasukkan elemen keamanan
manusia didalam ranah perbincangan dan tindakan keamanan nasional, penting untuk disosialisasikan, namun kita harus
berhati-hati ketika mencoba memasukkannya dalam RUU KAMNAS. Jangan sampai kita terjebak dalam sekuritisasi sektor
kehidupan. Selain itu kita akan terlalu banyak menyerahkan persoalan hidup kita dalam sebuah “rejim” keamanan negara.
Dan yang terpenting, dalam menghindari “bahaya” tersebut pengalaman banyak negara yang memiliki UU KAMNAS
selama ini, tak ada yang memasukkan keamanan manusia ini secara eksplisit dalam kebijakannya. Ia ada dalam wacana
dan sosialisasi gagasan yang terus menerus diedarkan, sehingga menjadi suatu kesadaran kolektif yang disepakati
bersama. Dan sekali lagi, ini sungguh tidak mudah. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga pikiran kita
terbuka, menganggapnya sebagai suatu proses yang dinamis, dan menghindari penyederhanaan yang ekstrim.
Jaleswari Pramodhawardani
Peneliti Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI dan The Indonesian Institute
KOMENTAR [5]
kita menggunakan perjanjian UNCLOS 1982, jika ada perbedaan cari solusi kedua negara, tidak dengan cara
ancaman, saling provokasi, apalagi perang ini pendekatan tradisional. Saling pengertian, damai, digunakan untuk
kebersamaan, saling membantu, untuk kemajuan bangsa Asean Australia saya kira lebih indah dan sejahtera
daripada perang dan warna konflik kepentingan. mari hidup dinikmati seperti di surga jangan seperti di neraka.
kebahagiaan utama
kita menggunakan perjanjian UNCLOS 1982, jika ada perbedaan cari solusi kedua negara, tidak dengan cara
ancaman, saling provokasi, apalagi perang ini pendekatan tradisional. Saling pengertian, damai, digunakan untuk
kebersamaan, saling membantu, untuk kemajuan bangsa Asean Australia saya kira lebih indah dan sejahtera
daripada perang dan warna konflik kepentingan. mari hidup dinikmati seperti di surga jangan seperti di neraka.
kebahagiaan utama
sebenarnya maunya apa??? sama2 saling menghormati, menjaga kedaulatan masing2.. ato mau jadi maleng....
keamanan nasional dan kedaulatan NKRI adalah penting, demikian juga keamanan manusia,namun fakta yang
terlihat di depan mata,dinegara kita sangat mengenaskan.gab antara idealitas dan relitas menganga.lihat saja
kasus demi kasus tentang HAM,KAMNAS, TANNAS berlalu tanpa penyelesaian mendasar.diskriminasi dan
penganiayaan pekerja indonesia, ancaman dan perilaku menantang kedaulatan negara tetangga diselesaikan
tanpa dignity.semoga di masa mendatang pemimpin yang kita tunjuk benar benar mewakili kepentingan dan
keslamatan negara dan publik.
Jawaban PM Malaysia Najib membuat saya menilai mereka itu licik. Mereka menyebut demo di Indonesia itu
dibayar, ada yang ingin konflik. Dan kita mempunyai hubungan baik dan bersahabat. Pertanyaan saya, kenapa
batik diakui punya Malaysia ? kenapa lagu rasa sayange diakui punya Malaysia ? kenapa Reog, Kuda Lumping,
rendang diaku ? Disisi lain mereka bilang "hubungan baik". Apakah itu hubungan baik ? Hati-hati dengan Najib itu.