Professional Documents
Culture Documents
RUMAH TANGGA
Di susun oleh:
Chandra Wily Saputra(7409040060)
D4 Teknik Informatika B
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
karuniaNya, penyusun dapat menyelesaikan makalah kewarganegaraan yang berjudul
“Kekerasan Pada istri dalam rumah tangga” dengan tepat waktu tanpa halangan suatu
apapun. Diharapkan makalah ini dapat memberikan wawasan kepada pembaca tentang
bagaimana kehidupan dunia prostitusi di Indonesia saat ini.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ibu Dyah Satya Yoga A, selaku dosen pengampu mata kuliah kewarganegaraan.
3. Pihak lain yang telah mendukung sehingga terselesaikannya makalah ini.
Bagaimanapun penyusun telah berusaha membuat makalah ini dengan sebaik-
baiknya, namun tidak ada kesempurnaan dalam karya manusia. Penyusun menyadari
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangat penyusun harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Mudah-mudahan sedikit yang penyusun sumbangkan ini, akan dicatat oleh Allah
SWT dan akan menjadi ilmu yang bermanfaat.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan......................................................................................................... 5
Rumah tangga........................................................................................................... 9
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 18
B. Saran ................................................................................................................. 19
iii
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis
kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum. Tindak kekerasan
di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota
keluarga di dalam rumah tangga, sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa
kekerasan fisik dan kekerasan verbal (ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak
kekerasan didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata,
Tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang
serius, akan tetapi kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak
hukum karena beberapa alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua:
tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat pribadi
dan terjaga privacynya berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan rumah tangga
(sanctitive of the home), ketiga: tindak kekerasan pada istri dianggap wajar karena hak
suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga, keempat: tindak kekerasan pada istri
dalam rumah tangga terjadi dalam lembaga legal yaitu perkawinan. (Hasbianto, 1996).
merupakan produk sosial, dengan demikian nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat turut membentuk prilaku individu artinya apabila nilai yang dianut suatu
perempuan, manifestasi nilai tersebut dalam kehidupan keluarga adalah dominasi suami
atas istri.
2
atas perempuan ditinjau dari teori nature and culture. Dalam proses transformasi dari
kultural laki-laki ditempatkan pada posisi lebih tinggi dari perempuan, karena itu
memiliki legitimasi untuk menaklukan dan memaksa perempuan. Dari dua teori ini
Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak
kekerasan pada istri yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan minimnya
respon masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan suami dalam ikatan pernikahan.
Istri memendam sendiri persoalan tersebut, tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan
semakin yakin pada anggapan yang keliru, suami dominan terhadap istri. Rumah
tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial paling kecil dan bersifat otonom,
sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup dari jangkauan kekuasaan publik.
bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan moralitas pribadi dalam rangka
mengatur dan menegakkan rumah tangga sehingga terbebas dari jangkauan kekuasaan
publik.
secara sistematis pada tingkat nasional. Laporan dari institusi pusat krisis perempuan,
3
kekerasan sudah menikah dan pelakunya selalu suami mereka. Mitra Perempuan (2005)
80% dari perempuan yang melapor pelakunya adalah para suami, mantan suami, pacar
laki-laki, kerabat atau orang tua, 4,5% dari perempuan yang melapor berusia dibawah 18
memanfaatkan pelayanan mengalami lebih dari satu jenis kekerasan (fisik, fisiologi,
seksual, kekerasan ekonomi, dan pengabaian), hampir 17% kasus tersebut berpengaruh
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rifka Annisa Womsis Crisis Centre
(RAWCC, 1995) tentang kekerasan dalam rumah tangga terhadap 262 responden (istri)
kekerasan fisik. Tingkat pendidikan dan pekerjaan suami (pelaku) menyebar dari
Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi (S2); pekerjaan dari wiraswasta, PNS, BUMN,
ABRI. Korban (istri) yang bekerja dan tidak bekerja mengalami kekerasan termasuk
Hasil penelitian kekerasan pada istri di Aceh yang dilakukan oleh Flower (1998)
mengidentifikasi dari 100 responden tersebut ada 76 orang merespon dan hasilnya 37
orang mengatakan pernah mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan
berupa psikologis (32 orang), kekerasan seksual (11 orang), kekerasan ekonomi (19
orang), kekerasan fisik (11 orang). Temuan lain sebagian responden tidak hanya
mengalami satu kekerasan saja. Dari 37 responden, 20 responden mengalami labih dari
satu kekerasan, biasanya dimulai dengan perbedaan pendapat antara istri (korban)
dengan suami lalu muncul pernyataan-pernyataan yang menyakitkan korban, bila situasi
Dari penelitian ini terungkap bahwa sebagai suami yang melakukan tindak
kekerasan kepada istri meyakini kebenaran tindakannya itu, karena prilaku istri
dianggap tidak menurut kepada suami, melalaikan pekerjaan rumah tangga, cemburu,
pergi tanpa pamit. Hal ini diyakini oleh pihak istri, sehingga mereka mengalami
Penelitian yang mengkaitkan tindak kekerasan pada istri yang berdampak pada
psikologi tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga menyebabkan gangguan
seksual atau tindak kekerasan terhadap istri mempengaruhi kesehatan seksual istri. Jadi
tindak kekerasan dalam konteks kesehatan reproduksi dapat dianggap tindakan yang
mengancam kesehatan seksual istri, karena hal tersebut menganggu psikologi istri baik
Dari latar belakang ini, penulis tertarik untuk membahas lebih jauh mengenai
tindakan kekerasan pada istri dalam rumah tangga berdampak terhadap kesehatan
reproduksi.
5
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum: mampu memahami secara menyeluruh tentang tindak kekerasan pada
diberikan.
2. Tujuan Khusus:
a. Dapat mengidentifikasi bentuk tindakan kekerasan dan kategori pada istri dalam
rumah tangga.
rumah tangga.
d. Dapat menjelaskan dampak tindak kekerasan pada istri terhadap kesehatan repro-
duksinya.
II. PEMBAHASAN
adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat
maupun psikologis terhadap perempuan, baik perempuan dewasa atau anak perempuan
dan remaja. Termasuk didalamnya ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja meng-
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau
atau pe-rampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Tindakan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga merupakan salah satu
bentuk kekerasan yang seringkali terjadi pada perempuan dan terjadi di balik pintu
tertutup. Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan penyiksaan baik fisik maupun psikis
Tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi dikarenakan telah
diyakini bahwa masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi,
dimana laki-laki adalah superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan
jender yang tersosialisasi amat lama dimana perempuan dianggap lemah, sedangkan
7
laki-laki, umumnya lebih kuat. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sciortino dan
Smyth, 1997; Suara APIK,1997, bahwa menguasai atau memukul istri sebenarnya
dukungan sosial dan kultur (budaya) dimana istri di persepsikan orang nomor dua dan
bisa diperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena transformasi
pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu, istri harus nurut kata suami, bila istri
mendebat suami, dipukul. Kultur di masyarakat suami lebih dominan pada istri, ada
tindak kekerasan dalam rumah tangga dianggap masalah privasi, masyarakat tidak boleh
Saat ini dengan berlakunya undang-undang anti kekerasan dalam rumah tangga
disetujui tahun 2004, maka tindak kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya urusan
suami istri tetapi sudah menjadi urusan publik. Keluarga dan masyarakat dapat ikut
(http://kompas.com).
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah
ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
8
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya
kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya,
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang
rakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak.
Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan
konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-
luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita.
Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh
ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu
10
adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam
mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan
dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
sejak dua dekade terakhir Angka Kematian Ibu (AKI) tidak pernah turun. Berdasarkan
hasil penelitian SKRT (2000) AKI sebesar 396 / 100000, Aborsi tidak aman
Azwar, 2003). Angka aborsi 2-2,3 juta/tahun (Utomo, 2001), pelaku Aborsi 87 % wanita
perempuan lebih parah dibanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih, kelainan stress
post traumatic, serta gangguan makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak
kekerasan. Namun, tidak jarang akibat tindak kekerasan terhadap istri juga meng-
akibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara biologis yang pada akhirnya meng-
akibatkan terganggunya secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi diri
repro-duksi perempuan, penelitian yang dilakukan oleh Rance (1994) yang dikutip oleh
Heise, Moore dan Toubia (1995) kekerasan dan dominasi laki-laki dapat membatasi dan
membentuk kehidupan seksual dan reproduksi perempuan. Selain itu, laki-laki juga
sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan tentang alat kontrasepsi yang dipakai
11
oleh pasangannya. Selanjutnya penelitian yang dilakukan di Norwegia oleh Schei dan
Bakketeig (1989) yang dikutip oleh Heise, Moore dan Toubia (1995) juga menyatakan
bahwa perempuan yang tinggal dengan pasangan yang suka melakukan tindak
dengan yang tinggal dengan pasangan/suami normal ; bahkan problem gineko-logis ini
pemberdayaan bagi istri agar terhindar dari tindak kekerasan yang tidak semestinya
terjadi demi terwujudnya hak perempuan untuk memperoleh kesehatan reproduksi yang
sehat.
metrorhagia bahkan wanita dapat mengalami menopause lebih awal, dapat mengalami
yang dialaminya.
Di seluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil mengalami kekerasan fisik
dan seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat terjadi keguguran / abortus,
pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat melahirkan bayi dengan BBLR, terbelakang
Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi istri dalam
rumah tangga diantaranya adalah perubahan pola fikir, emosi dan ekonomi keluarga.
Dampak terhadap pola fikir istri. Tindak kekerasan juga berakibat mempengaruhi cara
12
berfikir korban, misalnya tidak mampu berfikir secara jernih karena selalu merasa takut,
cenderung curiga (paranoid), sulit mengambil keputusan, tidak bisa percaya kepada apa
yang terjadi. Istri yang menjadi korban kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan
mental dua kali lebih besar dibandingkan yang tidak menjadi korban termasuk tekanan
(www.depkes.go.id).
meskipun tidak selalu adalah persoalan ekonomi, menimpa tidak saja perempuan yang
tidak bekerja tetapi juga perempuan yang mencari nafkah. Seperti terputusnya akses
ekono-mi secara mendadak, kehilangan kendali ekonomi rumah tangga, biaya tak
terduga untuk hunian, kepindahan, pengobatan dan terapi serta ongkos perkara.
percobaan bunuh diri, keadaan pasca trauma dan rendahnya kepercayaan diri.
Salah satunya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Perjuangan penghapusan
KDRT nyaring disuarakan organisasi, kelompok atau bahkan negara yang meratifikasi
Terhadap Perempuan yang dilahirkan PBB tanggal 20 Desember 1993 dan telah di
yang terjadi dengan korban mayoritas perempuan dan anak-anak. Hal ini berdasarkan
Pada tanggal tersebut, perjuangan perempuan Indonesia, terutama yang tergabung dalam
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yaitu pertama faktor pembelaan atas
(istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri
mengalami tindakan kekerasan. Ketiga, faktor beban pengasuhan anak dimana istri yang
tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi
hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga
tejadi kekerasan dalam rumah tangga. Keempat yaitu faktor wanita sebagai anak-anak,
dimana konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan
keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban
wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak
melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib, Kelima faktor orientasi
14
peradilan pidana pada laki-laki, dimana posisi wanita sebagai istri di dalam rumah
tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum,
sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim
dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami
bukan pemerataan. Pembangunan negara yang diongkosi utang luar negeri, dan
merajalelanya perilaku kolusi dan korupsi pada semua lini pemerintahan, telah
berada di bawah garis kemiskinan. Mereka tidak mampu menghidupi diri secara layak
inilah yang menjadi salah satu pemicu orang berbuat nekat melakukan kejahatan,
termasuk munculnya KDRT. Banyak kasus KDRT menimpa keluarga miskin, dipicu
Dari sisi hukum, ketiadaan sanksi yang tegas dan membuat jera pelaku telah
yang dihukum ringan, pelaku perzinaan yang malah dibiarkan, dan lain lain. Dari sisi
orang berduit saja. Lahirlah kebodohan secara sistematis pada masyarakat. dan
rendah.
Untuk persoalan ini, dibutuhkan penerapan hukum yang menyeluruh oleh negara.
Kalau tidak akan terjadi ketimpangan. Sebagai contoh sulit untuk menghilangkan
pelacuran, kalau faktor ekonomi tidak diperbaiki. Sebab, tidak sedikit orang melacur
karena persoalan ekonomi. Kekerasaan dalam rumah tangga, kalau hanya dilihat dari
istri harus mengabdi kepada suami, pastilah timpang. Padahal dalam Islam, suami
diwajibkan berbuat baik kepada istri. Kekerasaan yang dilakukan oleh suami seperti
menyakiti fisiknya bisa diberikan sanksi diyat. Disinilah letak penting tegaknya hukum
pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dan menurut pasal 12 ayat (1)
menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga juga
kekerasan dalam rumah tangga masih minim. Masih banyak masyarakat yang belum
Sehubungan dengan banyaknya hal baru dalam UU PKDRT yang tidak ditemukan
dalam UU lain, seperti perlindungan sementara dan perintah perlindungan, juga adanya
tindak pidana berupa jenis kekerasan lain di luar kekerasan fisik, diperlukan pendidikan
16
dan pelatihan yang memadai bagi aparat penegak hukum dan pekerja sosial untuk
menyamakan persepsi.
terutama bagi para pihak yang berpotensi melakukan KDRT, sebagai upaya pencegahan.
Bagi pihak yang mungkin menjadi korban KDRT, sosialisasi perlu, agar bila terjadi
UU PKDRT perlu direvisi pada bagian-bagian yang rancu dan perlu penambahan
jenis kekerasan, seperti kekerasan ekonomi dan kekerasan sosial. Selain itu, diperlukan
undangan bisa saling mendukung dan tidak saling bertentangan, supaya UU PKDRT
Penegakan hukum UU PKDRT tidak akan terlepas dari penegakan hukum pada
yang diatur dalam UU PKDRT hanya akan berupa law in book (teori) belaka, sedangkan
dalam law in action (praktik) akan sulit terwujud. Oleh karena itu, supremasi hukum
harus ditegakkan.
Disini perawat dapat berperan dengan fokus meningkatkan harga diri korban,
17
kekerasan.
A. KESIMPULAN
1. Tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan yang kurang
berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, dan verbal serta penelantaran rumah tangga.
2. Faktor yang mendorong terjadinya tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga
ekonomi, beban pengasuhan anak, wanita sebagai anak-anak, dan orientasi peradilan
mempengaruhi psikologis ibu sehingga terjadi gangguan pada saat kehamilan dan
4. Implikasi keperawatan yang harus dilakukan adalah sesuai dengan peran perawat
masalah publik ditandai laporan kasus KDRT semakin meningkat setiap tahunnya
dan pelaku mendapat hukuman pidana walaupun saat ini kultur Indonesia masih
dominasi laki-laki.
19
B. SARAN
menyadarkan dan membuka mata serta hati untuk tidak berdiam diri bila ada kasus
Meningkatkan peran perawat untuk ikut serta menangani kasus KDRT dan menekan
dampak yang terjadi pada kesehatan repsoduksinya dengan memfasilitasi setiap Rumah
kondisi psikisnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Abrar Ana Nadhya, Tamtari Wini (Ed) (2001). Konstruksi Seksualitas Antara Hak
dan Kekuasaan. Yogyakarta: UGM.
Dep. Kes. RI. (2003). Profil Kesehatan Reproduksi Indonesia 2003. Jakarta: Dep.
Kes. RI
Kompas. (2007). Kekerasan Rumah Tangga Bukan Lagi Urusan Suami Istri. Diambil
pada tanggal 25 Maret 2007 dari http://kompas.com.
Monemi Kajsa Asling et.al. (2003). Violence Againts Women Increases The Risk Of
Infant and Child Mortality: a case-referent Study in Niceragua. The
International Journal of Public Health, 81, (1), 10-18.
WHO. (2006). Menggunakan Hak Asasi Manusia Untuk Kesehatan Maternal dan
Neunatal: Alat untuk Memantapkan Hukum, Kebijakan, dan Standar
Pelayanan. Jakarta: Dep. Kes. RI.
____ . (2007). Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Bagi Wanita. Diambil pada
tanggal 25 Maret 2007 dari www.depkes.go.id.