You are on page 1of 28

BAB I

Nabi, Sang Panutan

Sebagai seorang muslim, tentu semua tahu, bahwa Nabi Muhammad S.a.w adalah panutan terbaik bagi kita.
Semua apapun yang beliau lakukan adalah bentuk dari pembelajaran dan percontohan untuk menuntun kita pada
sebuah kehidupan dan masa depan yang lebih cerah. Beliau adalah contoh dalam segala hal. Jika ingin tahu tata
cara bergaul yang baik, beliau telah mencontohkan. Jika ingin tahu tata cara transaksi yang fair, beliau juga
mencontohkan. Tata cara menyikapi kehidupan sekaligus berbagai macam problematika dan konfliknya, beliau
juga telah memberitahukan pada kita. Tata cara beribadah, apalagi. Dan lain sebagainya

Bahkan dalam tata cara berpolitik dan strategi berperang pun, beliau telah memberi contoh dan pelajaran bagi
kita. Semua itu bisa kita baca dan bisa kita ikuti dalam biografi hidup beliau yang telah terdeskripsikan di beberapa
karya monumental para ulama’ terdahulu.

Dan yang lebih daripada semua itu adalah, beliau juga ternyata memberi tahukan pada kita bagaimana tata cara
mendidik dan mengajar yang baik. Bagaimana cara menyikapi perbedaan individu dan ketidaksamaan pemikiran
dan cara berpikir murid-murid kita, siswa kita, santri kita, mahasiswa kita, umat kita, jamaah kita, atau apapun
istilahnya, orang yang kita ajar.

Semuanya telah beliau contohkan pada kita, dan beliau adalah seorang Guru Besar yang harus kita ikuti. Sebab
bagaimanapun, jika kita berposisi sebagai pengajar, maka di hati kecil kita pasti terbersit sebuah keinginan agung
nan mulia, yaitu mencerdaskan anak bangsa, dan itu terilustrasikan dengan keinginan sukses dalam mengajar, dan
materi yang kita ajarkan bisa dipahami dengan baik oleh mereka-mereka yang kita ajar, juga bermanfaat bagi masa
depan mereka, dan terpraktekkan dalam keseharian dan perikehidupan mereka. Puncak dan tujuan utama dari
mengajar. Tanpa melihat materi pelajaran apa yang kita ajarkan, baik itu ilmu-ilmu umum atau (terlebih lagi) ilmu-
ilmu agama.

Semua telah Rosulullah S.a.w contohkan, tanpa terspesifikasi pada apa yang kita ajarkan. Sebab apa yang beliau
bawa, dan cara beliau membawa, adalah universal, mencakup keseluruhan, tidak membedakan profesi atau
apapun. Walau sebenarnya mengajar sendiri adalah profesi orisinal dari pada para Rosul dan Nabi dan tujuan asal
dari pengutusan mereka, alaihimus salam.

Dan ke-universal-an sistem mengajar beliau telah diakui oleh sejarah, peradaban, kehidupan, dan kemanusiaan.
Tak berlebihan – dan sangat tepat – jika Michael.H.Hart menempatkan beliau dalam puncak 100 tokoh
berpengaruh sepanjang masa, dalam masterpiece-nya “The 100“. Kurun waktu 1400 tahun ajaran beliau yang terus
diikuti, dan karisma yang terus bergaung, dan tanpa perubahan adalah bukti terbesar daripada itu.

Dan hal itu semua, beliau ekspresikan melalui metode mengajar dan mendidik beliau yang memiliki karakter
tersendiri yang khas dan kuat.

Setidaknya secara global beliau mempunyai 35 metode yang berbeda dalam mengajar. Dan ini sebenarnya hanya
sedikit yang bisa tertulis, karena pada dasarnya metode beliau dalam mengajar (dalam semua bidang ilmu dan
pendidikan) adalah lebih dari 1000, kalau tidak boleh dikatakan tidak terhitung. Karena sesungguhnya beliau
adalah Guru Besar dalam semua fakultas dan jurusan.

Mulai ilmu sosial sampai politik

Mulai ilmu tata bahasa sampai ilmu tata negara

Mulai ilmu kemasyarakatan (civitas,ijtima’) sampai hubungan internasional

Mulai militer sampai kedokteran

Dari geografi sampai astronomi

Dari olahraga sampai perniagaan

Dari sejarah peradaban yang telah punah sampai (bahkan) kejadian di masa depan.

Adapun ilmu-ilmu syariat yang menjelaskan hukum-hukum agama, ilmu yang berbicara seputar tasawwuf, aqidah,
akhlak, suluk, tauhid, fiqih, ilmu-ilmu yang mengatur interaksi antara makhluk dengan Penciptanya, dan ilmu
agama yang lainnya, memang itu adalah asal dan asli dari tujuan pengutusan beliau 1.

Beliau adalah Guru Besar dengan nama, makna dan arti yang sebenarnya

Dan semua jurusan dan bidang ilmu yang tersebut tadi, telah terdeskripsikan dalam Al-Qur’an yang diturunkan
padanya dan Assunnah (Hadits) yang dibawa olehnya. Beliau S.a.w memiliki karakteristik mendidik tersendiri yang
tidak dipunyai oleh pengajar manapun, sebelum beliau dan sesudahnya.

Kalau Napoleon Bonaparte dalam diary pribadinya menyatakan kekaguman tertingginya pada beliau, maka kita
sebagai seorang pengajar yang muslim, sebagai umatnya, lebih berhak lagi atas kekaguman dan rasa bangga itu.
Dan sesungguhnya beliau diutus adalah sebagai seorang Pengajar. Beliau sendiri telah berstatemen :

ً‫ْت ُم َع ِل ّما‬
ُ ‫إِنَّما ُب ِعث‬

“Sesungguhnya aku diutus sebagai seorang pengajar” (HR. Ibnu Majah)

1 Sebenarnya, agama dan kehidupan itu tidak terpisah. Ajakan pemikiran liberal untuk
memisahkan semua aspek agama dan kehidupan adalah sebuah kekeliruan. Liberalisme yang
dikembangkan cendekiawan non muslim jika diterapkan dalam islam sangatlah tidak tepat.
Sebab pada dasarnya ajaran islam sama sekali tidak bertentangan dengan rasio. Hal itu terjadi
pada awalnya adalah karena pengekangan yang di lakukan gereja terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan. Memang, liberalisme jika diterapkan dalam agama Kristen sangat tepat. Karena
dalam ajaran mereka terjadi begitu banyak pemalsuan yang sangat bertentangan dengan rasio.
Jika kita mau membaca sejarah, maka kita tidak akan terjebak dalam hal ini, yaitu, pemisahan
agama (islam) dari kehidupan. Sebab (sekali lagi) ajaran islam sama sekali tidak bertentangan
dengan rasio. Contoh dari itu, saat abad pertengahan, para ilmuwan yang menetapkan bahwa
bumi bulat, maka mereka dikejar-kejar dan dibunuh dan dianggap sebagai tukang tenung,
sehingga akibat tekanan itu, terjadilah pemberontakan di kalangan ilmuwan terhadap konsensus
gereja yang menyatakan bahwa bumi itu datar. Hal ini berbeda dengan islam yang sejak awal
menyatakan bahwa bumi adalah bulat. Jika kita mau teliti, tak ada satupun ajaran islam yang
tidak masuk akal. Jika ada ajaran yang tidak bisa difaham akal, maka itu sebenarnya akal belum
mampu menjangkaunya, dan pada saatnya nanti akan mampu dijangkau. Sebagaimana proses
perkembangan janin, alqur’an telah menyebutkannya 14 abad yang lalu, tetapi iptek dan dunia
kedokteran baru saja bisa membongkar rahasia ribuan tahun itu pada pertengahan abad 20 ini
saja.
Kesaksian Sejarah akan integritas

Karakteristik beliau dalam mengajar

Beliau S.a.w diutus untuk membenahi, menyempurnakan dan menyebarkan tata nilai kehidupan dan norma pada
umat manusia di muka bumi ini. Beliau diutus hanya dalam tempo yang relatif singkat, 23 tahun. Namun dalam
tempo sesingkat itu, beliau seorang diri mampu mengkader dan melahirkan puluhan ribu orang menjadi
pemimpin-pemimpin tangguh yang disegani dan ditakuti.

Beliau mampu menghadirkan sesuatu yang teramat besar untuk kemanusiaan.

Hal ini tidak pernah tercatat dalam sejarah, seorang pendidik sanggup berbuat seperti itu.

Plato? Hanya punya satu penerus, Aristoteles

Aristoteles? Hanya satu juga, Socrates. Dan itupun filsafat kehidupan yang mereka usung terkubur ratusan tahun
sebelum digali dan diangkat kembali oleh orang-orang Islam! 250 tahun-an setelah Rosul S.a.w wafat 1, dan tidak
semua orang bisa mencernanya, belum lagi tejadinya kontradiksi dan benturan dengan hukum alam dalam ajaran
mereka. Berbeda dengan filsafat kehidupan yang dibawa dan diajarkan oleh beliau S.a.w.

Para Nabi sebelumnya? Tidak ada jumlah pengikutnya yang mampu menandingi pengikut Nabi kita, dalam hayat
mereka semua. Apalagi mereka semua diutus hanya dalam skala lokal saja, lain dengan Nabi kita yang diutus pada
manusia dalam skala internasional.

Nabi Muhammad S.a.w meninggal dan seluruh bangsa di semenanjung Arabia telah menyatakan diri mengikuti
ajaran yang dibawanya, Islam. 14 tahun setelah wafatnya, islam telah merambah ke afrika utara dan asia tengah.
30 tahun sesudah itu, Islam telah menginjak daratan Eropa 2 dan merangsek jauh ke timur benua asia3.

Padahal Byzantium, kerajaan Romawi timur dan dinasti Sasanid Persia, dua negara super power pada masa itu,
membutuhkan ratusan tahun untuk melebarkan sayap dan membesarkan kerajaannya. Itupun keduanya masih
harus mengalami nasib tragis, dua imperium raksasa itu harus hilang dari peta dan sejarah dunia setelah
diruntuhkan oleh para sahabat, kader-kader dan didikan terbaik Nabi Muhammad S.a.w 4

Hanya dalam tempo 40 tahun saja, mulai awal abad 6 masehi, peta dunia telah berubah drastis. Dan gaung ajaran
beliau terus bergema sampai sekarang, dengan pengikut yang makin bertambah. Sampai saat ini ada hampir 1,3
milyar muslim di dunia, yang 400 juta bertebar di eropa 5, dan bi idznillah akan terus bertambah.
Adakah tokoh seperti beliau?

Oleh karena itu, sebagian orang bijak berkata, andai Rosululloh S.a.w tidak memiliki mukjizat apapun kecuali para
sahabat-sahabatnya, murid-murid terbaik didikan beliau, maka itu sudah cukup membuktikan akan kerasulan dan
kenabian beliau. Lewat para sahabatnya lah, pengikut pertama beliau, buah pendidikan keras itu terlihat sampai
kini.

Kala Nabi Isa A.s diangkat ke langit, beliau hanya punya 12 pengikut setia (Al-Hawariyyun). Maka Nabi kita memiliki
124.000 murid saat beliau wafat, 30.000 di antaranya adalah panglima, pemimpin dan tokoh-tokoh kapabel, ulung,
dan berkualitas yang diakui sejarah, dan di puncak mereka ada 4 sosok besar yang tak satupun manusia di muka
bumi ini yang tidak pernah mendengar namanya; Abu bakar r.a, Umar bin al-khottob r.a, Utsman bin Affan r.a, dan
Ali bin Abi tholib r.a.

Para pemimpin kaliber dunia yang terdidik dari satu tangan dingin, di kampus dan pesantren, sekaligus barak
militer yang sama, Masjid Nabawi, namun memiliki karakter dan kemampuan yang berbeda-beda, tidak sama
antara satu dengan yang lain! Walau sebenarnya secara umum Nabi dalam mengajar, tidak hanya Cuma di masjid
Nabawi. Sebagian besar beliau mengajar di sekolah alam, di tempat-tempat terbuka. Saat dalam bepergian, saat di
pasar, saat dalam peperangan, dan sebagainya.

Sangat jarang, bahkan tidak ada, pendidik dan pengajar sebagaimana Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam. Meskipun beliau terlahir dan muncul dengan background lingkungan padang pasir yang gersang, tandus,
keras, yang masyarakatnya nomaden, temperamental juga paganis, dan jauh dari modernitas, bahkan jauh dari
pusat-pusat peradaban dunia kala itu; Romawi, Persia, Palmeyra (yordania sekarang), Yaman dan Delta Sungai Nil
(Mesir). Namun beliau menghadirkan sesuatu yang sama sekali baru untuk dunia, kehidupan, peradaban,

1 Lihat al-bidayah wa an-nihayah karya Ibnu Katsir, atau tarikh milik ibnu Khaldun, saat
khilafah dipegang oleh Daulah Abbasiyah, di masa kekhalifahan Ma’mun bin Harun Arrasyid

2 Dimulai dari Cyprus dan Nicosia

3 Bahkan saat masa pemerintahan S.Utsman bin Affan, delegasi khilafah telah sampai ke daratan
Indonesia

4 Dinasti Sasanid runtuh pada abad 6 masehi saat khilafah S.Umar bin alkhattab, sedangkan
Romawi timur kehilangan pengaruhnya dan runtuh total pada penghujung abad 14 di tangan
Sultan Muhammad Al-Fatih, Khalifah dari Dinasti Ottoman (Turki Utsmani)

5 Salah seorang ulama caliber dunia, badi’uz zaman Syaikh Sa’id An-Nursi (w.1950 M)
mengatakan, bahwa Eropa sekarang sedang mengandung Islam, dan sebentar lagi akan
melahirkan.
<!– @page { margin: 0.79in } P.sdfootnote { margin-left: 0.2in; text-indent: -0.2in; margin-
bottom: 0in; font-size: 10pt } P { margin-bottom: 0.08in } A.sdfootnoteanc { font-size: 57% } –>

kemanusiaan, dan untuk semuanya yang tidak sanggup dilakukan oleh siapapun. Saat yang sama, yang makin
menambah kehebatan beliau S.a.w, adalah beliau seorang ummiy (illiterate), yang tidak bisa baca dan tulis.

Tetapi bagaimana beliau bisa menjadi dan mendapat gelar setinggi itu? Guru Besar? Bukan sekedar Profesor
honoris Causa. Alangkah hebatnya beliau. Tentu saja sebuah keluarbiasaan jika orang yang tidak bisa baca dan
tulis, bisa menghilangkan buta huruf dan buta hati, dan membuka mata dunia, yang saat itu terkatup rapat 1.
Sementara orang yang bisa baca dan tulis, belum tentu dia mampu menghasilkan satu orang saja, alih-alih
merubah dunia.

Memang tentu para Nabi (termasuk Nabi Muhammad S.a.w) ada inayah ilahiyah (bantuan dari Allah ta’ala) di sana,
namun bantuan itu tidak akan datang begitu saja, kecuali kalau mereka mempunyai karakter khusus dan
kepribadian yang kuat juga kecerdasan di atas rata-rata. Sesuai hukum alam, ada sebab maka ada akibat 2. Dan
memang mereka semua telah disiapkan oleh Allah ta’ala untuk kepentingan itu.

Jadi sudah seyogyanya dan seharusnya jika kita mengikuti dan mencontoh karakteristik beliau dalam mengajar.
Sebab apa yang beliau contohkan pada kita, di samping universal, juga relevan sepanjang masa, cocok dengan
segala keadaan dan cuaca. Itu jika memang kita ingin sukses dalam mendidik, mengajar dan mencerdaskan anak
bangsa. Tidak Cuma itu, tetapi kita dihormati dan nama kita dikenang dengan baik dan harum oleh murid-murid
kita, dan oleh tinta sejarah.

Sesungguhnya Allah telah menganugerahkan pada beliau ilmu yang tidak seorangpun bisa menyamainya. Tak
hanya itu, beliau juga diberi kepribadian sempurna, hal itu dinyatakan Allah ta’ala dalam firmanNya yang artinya :

“…dan Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum
kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (Q.S.Annisa: 113)

Lemah lembut dalam mengajar

1 Untuk lebih jelas, baca demografi keadaan dunia sebelum kelahiran dan diutusnya beliau, di
kitab-kitab yang menerangkan biografi beliau. (kitab-kitab siroh Rosul)

2 Contoh dari itu adalah kemenangan orang islam pada pertempuran pertama mereka dalam
sejarah, ekspedisi badar (april 624 M/romadlon 2 H), padahal saat itu tentara islam hanya
berkekuatan 313 pasukan dengan persenjataan yang minim, sementara tentara paganis kafir
quraisy berkekuatan 1000 tentara dengan persenjataan lengkap. Ada faktor non teknis memang,
yaitu mukjizat dan bantuan dari malaikat, namun tentara islam sendiri saat itu, unggul secara
teknis dan strategi juga, dengan memilih posisi yang strategis, dan melancarkan serangan di
waktu dan saat yang tepat sesuai perhitungan dan strategi tempur yang diatur sendiri oleh Nabi
Muhammad S.a.w. Bantuan tidak akan datang begitu saja andai kaum muslimin hanya berdiri
mematung tidak melakukan apa-apa saat itu.

Dan beliau pun lalu menyebarkan ilmu itu pada semua manusia. Beliau adalah pengajar pertama kebaikan
di muka bumi itu. Beliau pun memiliki keindahan susunan kata, ketajaman logika, sistem dan style mengajar yang
bijak, dada yang lapang, hati yang lembut, jiwa yang cerah dan bercahaya, kasih sayang, kebijaksanaan, kecerdasan
dan perhatian. Beliau sangat care terhadap ummatnya. Beliau tidak suka menggunakan cara yang keras dalam
mengajar, kecuali sesekali saja. Bahkan jika keadaan menuntut itu, semacam ada ketidak tepatan dari sahabatnya,
akhlak yang tidak pas, beliau tidak menegur atau membentak dengan terus terang, tetapi dengan kode ataupun
sindiran, sehalus mungkin.

Beliau tahu, bahwa ketika mengajar dengan cara keras apalagi cenderung kasar, justru reaksi yang terjadi adalah
sebaliknya. Bukannya ilmu yang masuk ke hati, yang ada adalah perlawanan. Malah terkadang keterus terangan
dalam membentak, atau mendidik dengan cara mengolok, bisa menjatuhkan wibawa seorang pengajar di depan
muridnya, karena bisa jadi murid menilai gurunya sebagai guru yang arogan. Dan tabiat umum manusia adalah
benci akan sikap kekerasan dan kearogansian.

Nah, saat murid apriori pada gurunya, maka secara otomatis guru itu tidak akan bisa menanamkan nilai dan ilmu
dalam hati muridnya. Sebab yang sangat dibutuhkan untuk masuknya sebuah ilmu dalam hati murid, adalah
ketulusan dan keikhlasan guru itu sendiri, di samping respon positif dari si murid.

Idza wujidat-il qoobiliyyah min-at tholib, ma’a nadhor-il mu’allim, lahashola fath-un adzim. Jika ada
respon positif dari murid serta ada perhatian dari guru, maka akan terjadi iluminasi dan pencerahan yang luar
biasa.

Maka, andaikata si murid merespon, sementara guru asal-asalan dalam mengajar, atau ada perhatian dari guru,
sementara murid tidak merespon apa yang diajarkan, meski mengajarnya sampai teriak-teriak, maka pencerahan
ilmiah itu tidak akan mungkin terjadi. Dengan kata lain, kegiatan belajar mengajar gagal.

Jadi, respon murid dan perhatian guru, adalah syarat mutlak suksesnya kegiatan belajar mengajar. Dari sini pula
kita tahu, tempat pendidikan1 yang

1 Pondok pesantren (ar: ma’had) ataupun sekolah umum, pada dasarnya adalah sama, tempat
menimba ilmu. Yang berbeda adalah materi yang diajarkan dan karakteristik pendidikannya,
serta kontribusi yang diberikan pada kehidupan dan masyarakat. Juga dari sisi hasil split
personality-nya. Termasuk perbedaan yang menonjol adalah dari segi moralitas, integritas,
loyalitas (bahkan fanatisme), penghargaan dan pengagungan murid pada gurunya.
Lebih dari pada itu, yang harus kita ketahui secara ijmali (global), perbedaan antara pesantren
(beserta semua tingkatannya, mulai I’dadi, ibtida’I, tsanawi/wustho, aliyah, takhossusiy, ma’had
aliy, dan dirosah ulya) dan pendidikan formal (mulai Playgroup,TK, SD/MI, SMP/Mts,
SMU/SMK/MA,= =perguruan tinggi) adalah pesantren memiliki ta’lim, tadris, ta’dib dan
tarbiyah, sedangkan pendidikan formal hanya ta’lim dan tadris saja.

Ta’lim adalah proses transfer ilmu dari guru pada murid, transfer of knowledge. Tadris atau
psikomotorik. Ta’dib yaitu sudah mulai praktek. sedangkan tarbiyah adalah pengawasan, dan
didikan langsung yang berupa penggemblengan hati dan pendadaran jiwa dan ruh agar mengenal
Penciptanya, yang dilakukan guru pada murid secara terus menerus dalam 24 jam. Jadi di
pesantren di samping membawa ilmu pengetahuan, yang kedua mengamalkan ilmu itu sendiri,
yang ketiga membentuk kepribadian, dan yang keempat, meningkatkan, dan menambah kualitas
ruhani.

Ta’lim bisa diperoleh dengan jangka waktu yang ditargetkan, meskipun pendek (3 tahun
misalkan). Sedangkan tarbiyah tidak bisa dilakukan secara instant, bahkan terkadang
membutuhkan waktu lama dan panjang, tergantung kepribadian dan suluk masing-masing
individu si murid, dengan keharusan mulazamah (selalu bersama guru) selama 24 jam, sehingga
dia tahu secara langsung apapun yang dilakukan sang guru dalam rangka mendidiknya.

berkualitas atau tidak, yang favorit atau non favorit, yang unggulan atau non unggulan, hanya sarana dan fasilitas
pendukung saja. Karena semua tetap kembali pada murid dan guru, itu saja, dua unsur terpenting dalam
pendidikan.

Namun tentu kita sebagai pengajar, tetap harus berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pemahaman
dan menularkan sekaligus mentransfer ilmu pada murid yang kita ajar. Oleh karena itu, metode apapun berusaha
kita gunakan.

Poin-poin umum yang harus selalu diperhatikan oleh seorang pengajar

 Rendah hati
 Lemah lembut, dan santun (sebab bisa dipastikan, jika seorang pengajar temperamen dan killer – tidak
pada waktunya – akan banyak murid yang kabur darinya)

 Keep smile

 Tidak mudah membentak dan memarahi murid saat melakukan kesalahan

 Tidak langsung mencela, menjelekkan atau membodohkan murid saat melakukan kekeliruan

 Tidak memuji murid secara langsung di hadapan teman-temannya


 Sabar terhadap kenakalan yang muncul dari muridnya

 Sebisa mungkin tidak melakukan hukuman fisik terhadap murid, karena yang mereka butuhkan
sebenarnya adalah perhatian, bukan kekerasan

 Rata dalam perhatian, antara yang bodoh dan yang pintar, yang miskin dan yang kaya, yang bagus rupa
dan yang buruk rupa. Jangan sekalipun pilih kasih pada murid tertentu, dan ini adalah kunci untuk meraih
cinta dari semua murid, yang merupakan kunci utama kesuksesan mengajar

 Bila ada pertanyaan yang tiba-tiba dan menyudutkan, atau logat yang kasar dan perlawanan dari murid,
tidak langsung marah, tetapi tetap senyum dan menghadapi dengan lembut

 Memiliki ketegaran hati, dan keberanian menyampaikan sesuatu yang benar

Poin-poin di atas adalah sekian poin yang kesemuanya dicontohkan oleh Nabi kita. Allah ta’ala berfirman :

“…Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…” (QS.Ali
Imron : 159)

Ketika usai ekspedisi Hunain, Rosul membagi harta pampasan perang, tiba-tiba saat itu datang seorang arab dari
pedesaan 1 mendesak beliau meminta jatah dari harta itu, bahkan dia menarik selendang Nabi dengan keras,
sehingga beliau tertarik ke belakang dan di leher beliau terlihat bekas goresan selendang yang menjerat leher
beliau. Dan dalam keadaan seperti itu, beliau tetap mengulas senyum dan tidak marah.

Jadi sudah seyogyanya jika seorang pengajar muslim mencontoh Nabi S.a.w dalam semua perilakunya,
kepribadiannya, pemikirannya, moralitasnya, tindakannya, gaya interaksinya, kecakapannya dalam mengajar, juga
penampilannya 2

Atribut Moral dan Psikis yang harus dimiliki pengajar berkapasitas

1. Selalu menjadi contoh yang baik (Qudwah hasanah)


2. Murah hati, sabar, dan memiliki kontrol diri yang bagus

3. Lemah lembut, penuh dengan kasih sayang, belas kasihan, perasaan, perhatian dan cinta, terhadap murid-
muridnya

4. Pemaaf dan baik hati


5. Luwes dan ramah

6. Moderat

7. Konsisten, istiqomah, bertakwa, sopan dan menjaga image

8. Rendah hati, tidak sombong, egois, pongah, bangga diri dan terpedaya oleh diri sendiri

9. Jujur

10. Amanat

11. Memiliki ketenangan diri, keteguhan, balance, dan wibawa

12. Mempunyai cita-cita yang luhur, selalu optimis, dan enerjik

13. Menerima apa adanya, tidak tamak

14. Selalu menata hati dan niat yang ikhlas

15. Memiliki jiwa keadilan, persamaan, tidak membeda-bedakan status dan netral

16. Tidak malu mengatakan “Aku tidak tahu”, jika tidak mengerti

17. Tidak malu dan gengsi mengambil pelajaran dari orang yang di bawah tingkatannya dan ilmunya,
walaupun pada anak kecil

18. Memiliki rasa tanggung jawab, tanpa pamrih, dan selalu semangat dengan profesinya sebagai pengajar

Atribut sosial yang harus dimiliki pengajar berkapasitas

1 Orang arab pedesaan (a.r: baduu) terkenal sekali memiliki sifat kasar, kolot, semau sendiri, dan
tidak mau mengalah. Hal itu sampai sekarang

2 Penampilan di sini jangan lantas diartikan harus berjubah, bersurban, dst. Tetapi dalam
kerapihan, kebersihan, selalu mewangi, tidak amburadul, dll.

1. Memiliki skill dan jiwa kepemimpinan


2. Selalu berusaha memberikan pengarahan, orientasi, nasihat, dan konseling
3. Membangun hubungan kekeluargaan dengan murid-murid, dan menyebarkan ruh kasih sayang dan cinta
di antara mereka

4. Sanggup memberikan solusi dan jalan keluar dalam problem-problem yang dialami murid

5. Berjiwa koperatif

6. Bisa berperan aktif dalam menyelesaikan persoalan kompleks kemasyarakatan

7. Selalu berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman dan nilai moral yang jadi adat dalam suatu masyarakat

Target pendidikan dalam Islam

Pada dasarnya, target utama pendidikan dalam Islam, adalah tidak untuk hal-hal ruhaniyah murni dan keagamaan
saja (sebagaimana yang diterapkan oleh gereja-gereja Kristen sampai abad-abad pertengahan). Juga tidak untuk
hal-hal yang berbau keduniaan dan pemikiran (logika) murni (sebagaimana target pendidikan yang diterapkan
bangsa-bangsa besar seperti Romawi dan Yunani).

Namun yang ditargetkan oleh pendidikan Islam, adalah konvergensi antara pendidikan ilmu-ilmu duniawi dan
ukhrowi (akhirat) secara seimbang. Sebab Islam sangat memperhatikan balance antara interaksi horizontal (antar
sesama makhluk) dan interaksi vertikal (antar makhluk dan Pencipta-Nya). Hal itu terekam dalam al-qur’an surat al-
qoshosh ayat 77

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu…“
BAB II

Metode-metode Rosululloh S.a.w. dalam mengajar

Dalam mengajar, beliau selalu memilih metode dan sistem terbaik. Metode yang paling mengesankan, juga yang
memudahkan dan membantu dalam memahami suatu ajaran atau permasalahan. Beliau telah memformulasikan
sistem dan metode pendidikan yang memiliki kekhasan tersendiri.

Beliau memilih metode yang memiliki daya tancap kuat dalam memory para sahabatnya, apalagi kala itu alat tulis
tidak semudah dan sebanyak serta semodern saat ini (bahkan pada zaman beliau diutus, kertas belum ditemukan).
Orang-orang arab terdahulu menggunakan daya ingat mereka yang kuat luar biasa untuk menerima dan
menyimpan ilmu yang mereka terima. 1

Dan bagi siapapun yang mempelajari kitab-kitab hadits, dan membacanya dengan perhatian penuh serta teliti,
maka dia akan menemukan banyak warna cara mengajar dalam sabda-sabda dan ajaran yang beliau sampaikan.

Terkadang beliau menggunakan sistem tanya jawab, dengan tata cara memberikan jawaban yang variatif.

Terkadang beliau melakukan dialog dan diskusi

Terkadang beliau menggunakan analog, alegori, sindiran dan peribahasa.

Terkadang beliau menggunakan visualisasi dengan media gambar

Terkadang beliau melempar teka-teki

Terkadang juga menggunakan joke-joke segar dan bercanda

Terkadang sebelum memberikan sebuah pelajaran, beliau memulainya dengan sebuah prolog ringan

Terkadang beliau menempuh cara dengan melakukan perbandingan

Terkadang beliau melakukan tes dan ujicoba

Terkadang beliau memberikan pelajaran dengan cara berkisah

Terkadang beliau tidak menjawab langsung sebuah pertanyaan, tetapi memancing sahabatnya untuk menjawab
pertanyaan itu.
Tidak hanya itu, beliaupun juga memiliki jadwal khusus mengajar di kaum wanita, untuk mengajarkan pada mereka
segala hal yang mereka butuhkan untuk menempuh kehidupan mereka. Pada anak-anak pun Nabi S.a.w juga
memberikan perhatian, mengajar mereka sembari bermain dan bercanda. Tentu saja dengan ilmu pengetahuan
yang sesuai dengan usia mereka.

Dan lain sebagainya, dari berbagai macam metode yang akan kita kupas secara ringkas dalam buku ini. WAllahu
waliy-ut taufiiq.
METODE 1

Praktek secara langsung (Dakwah bil haal)

Dalam ilmu-ilmu yang pengajaran dan penyampaiannya membutuhkan praktek, Rosululloh S.a.w selalu
melakukannya dengan memberi contoh langsung, tidak Cuma teori saja. Bahkan sebelumnya beliau telah
melakukan dan mengamalkannya terlebih dahulu 1.

Karena pada dasarnya, dengan praktek langsung, pengaruhnya lebih besar dan illustrasinya menancap lebih kuat di
hati dan memory murid, sebab dia tahu secara langsung contoh, bukti dan gerakannya, sehingga murid dapat
langsung mempraktekkannya dan lebih terdorong untuk itu.

Berbeda dengan hanya teori saja tanpa praktek. Kepercayaan murid lebih besar saat melihat guru melakukan dan
memberi contoh secara langsung. Malah terkadang, imajinasi yang berkembang di pikiran murid tidak sama
dengan apa yang dimaksudkan guru jika hanya sekedar toerema saja.

Dan contoh metode yang diterapkan Rosul S.a.w ini sangat banyak.

Beliau menganjurkan para sahabatnya untuk profesional dalam olahraga renang, memanah dan berkuda, beliau
sendiri ahli dan piawai dalam tiga cabang olahraga itu.

Beliau menganjurkan sahabatnya untuk berani dan ksatria dalam bertempur. Beliau sendiri dalam setiap
ekspedisinya, dan saat perang berkecamuk, selalu ada di garda terdepan.

Apalagi dalam hal ibadah, beliau adalah orang yang nomor satu dalam hal ini. Praktek secara langsung dan terus
melakukannya secara kontinyu, sampai kaki beliau bengkak sebab panjangnya beliau dalam beribadah.

Contoh pengajaran secara praktek yang terucap dalam hadits beliau semisal hadits Shollu kamaa ro-aitumuuni
Usholli (sholatlah sebagaimana kalian melihat gerakanku saat sholat), Khudzuu anni manaasikakum (ambillah
dariku praktek ibadah haji kalian).

Misal lain, ketika ada orang bertanya pada beliau bagaimana cara berwudlu, beliau langsung memerintahkan untuk
diambilkan seember air, dan beliau langsung memberikan pelajaran berwudlu secara praktek langsung di hadapan
orang yang bertanya tadi.

Pernah juga pada peristiwa perjanjian hudaibiyah. Setelah melalui sebuah perundingan alot, dan Rosul beserta
1400 sahabatnya tidak jadi masuk kota makkah pada tahun itu (6 H) untuk berumroh, beliau lalu memerintahkan
seluruh sahabatnya untuk bertahallul memotong rambut. Namun tak seorangpun dari para sahabatnya
melakukannya, sebagian besar masih “ngambek” sebab kecewa tidak jadi masuk kota Mekkah.

Melihat hal itu, beliau agak gusar dan masuk ke tendanya lalu bercerita pada istrinya, S.Ummu Salamah, bahwa
para sahabatnya tidak menuruti perintahnya.

Sang istri segera memberikan isyarat agar beliau sendiri yang memulai bertahallul. Seketika itu pula beliau
memanggil tukang cukur pribadinya untuk memangkas rambut beliau. Demi melihat hal itu, serentak seluruh
sahabatnya yang tadinya tidak mau bertahallul, segera semuanya saling bertahallul memotong rambut mereka,
mencontoh apa yang Nabi S.a.w lakukan.

Alhasil, apapun yang beliau perintahkan, yang beliau larang, beliaulah orang pertama yang melaksanakan apa yang
diperintahkan, dan menjauhi apa yang dilarang.

Rosululloh S.a.w. mengajarkan pada kita nilai-nilai dan akhlak mulia, beliau sendiri dalam keseharian dan
tindakannya selalu berakhlak mulia.

Tentu tidak masuk akal bukan, saat kita menyuruh murid-murid kita untuk bersikap lemah lembut, tetapi di saat
yang sama kita selalu suka marah-marah?

Contoh daripada metode ini sangatlah banyak. Dan metode ini adalah metode yang paling sering beliau gunakan
dalam mengajar, juga metode beliau yang paling menonjol. Sebab pada dasarnya beliau memang diutus tidak
sekedar memberikan teori saja, tetapi sekaligus prakteknya. Hal itu telah disitir dalam al-qur’an yang artinya :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah.”

Dan tentu saja sebagai uswah hasanah (panutan yang baik) tidak mungkin lagi kecuali memberikan contoh dan
praktek secara langsung.

1 Sebagian besar ilmu ini berkisar pada ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ibadah, semisal
wudlu, sholat, haji, puasa, beramal baik, dst. Juga yang berhubungan dengan olahraga (seperti
renang, berkuda, memanah) dan ilmu kemiliteran.
METODE 2

Memberikan pelajaran secara gradual

Di antara metode mengajar yang diterapkan Nabi S.a.w, adalah beliau sangat memperhatikan skala prioritas, dan
mengajarkannya tidak langsung sekaligus, tetapi berangsur-angsur, sedikit demi sedikit dan pelan-pelan, dengan
tujuan agar lebih mudah dipaham dan menancap lebih kuat dalam ingatan.

Salah satu Sahabat Nabi S.a.w, Jundub bin Abdillah R.a bercerita : “ketika kita masih dalam masa-masa pubertas,
kita belajar pada Nabi, dan beliau mengajari kita tentang keimanan, sebelum kita belajar Al-Qur’an. Setelah itu,
baru kita diajari (isi kandungan dan tata cara membaca) al-Qur’an. Sehingga iman kita makin bertambah (dan
menguat). (H.R. Ibnu Majah).

Sebagian sahabat juga bertutur, Rosul S.a.w mengajarkan mereka tiap hari 10 ayat, dan beliau tidak akan
menambah pelajaran lagi sebelum mereka faham betul dan menguasai serta mengamalkan apa yang di dalam 10
ayat tadi. Baru setelah itu beliau menambah pelajaran lagi (H.R.Ahmad)

Begitu pula pengajaran akan larangan meminum minuman keras, tidak serta merta langsung, namun wahyu yang
berbicara tentang itu, turun berangsur sampai 4 kali.

Hal itu tentu saja akan berbeda jika seorang pengajar memberikan ilmu pada muridnya sekaligus, maka justru akan
lebih cepat pula hilang, dan malah kebingungan yang terjadi.
METODE 3

Menghindari Kejenuhan murid

Rosululloh S.a.w dalam cara mengajarnya, sangat memperhatikan waktu dan keadaan psikologi para sahabatnya.
Beliau tidak sembarang waktu dalam mengajar, begitu juga tidak monoton dengan ilmu yang itu-itu saja. Hal itu
beliau lakukan agar para sahabatnya tidak mengalami kejenuhan dan kebosanan.

Sebab kebosanan yang dialami seorang murid, jika berkepanjangan, adalah bisa menjadi sebab dari gagalnya
proses belajar mengajar.

Dalam dunia pendidikan modern, hal itu diterapkan dengan 5 hari atau 6 hari masa aktif, dengan 2 atau 1 hari
waktu libur. Begitu juga dengan pembagian jam pelajaran dengan materi yang tidak sama dan pemberian waktu
jeda.

Hal itu ditempuh untuk mengembalikan kesemangatan pelajar dan membuat otak mereka fresh kembali, sehingga
ilmu tentu dengan mudah akan diterima oleh mereka.

Salah seorang tabi’in 1 bercerita :”Abdulloh bin Mas’ud.r.a., salah satu sahabat senior Nabi, setiap hari kamis selalu
memberikan nasehat dan petuah pada kita, dan kita sangat menyukainya serta selalu menunggu hari itu. Suatu
hari kita meminta beliau untuk menyampaikannya tiap hari. Namun beliau tidak mengabulkan permintaan kami
seraya berkata : “sebenarnya aku melakukan ini seminggu sekali, agar kalian tidak bosan. Sebagaimana yang telah
Rosululloh lakukan, beliau tidak memberikan kita pelajaran dan mauidhoh setiap hari, khawatir kita BT dan bosan”
(H.R.Bukhori).

1 Tabi’in : generasi yang tidak hidup pada zaman nabi namun bertemu dengan para sahabat nabi.
METODE 4

Memperhatikan perbedaan kemampuan dan tingkat inteligensi setiap pelajar

Sebagai pengajar, tentu kita memahami, bahwa tidak semua murid yang kita ajar memiliki kemampuan yang sama,
tiap murid memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda.

Hal ini, oleh Nabi S.a.w telah beliau contohkan, beliau sangat memperhatikan perbedaan itu (individual difference).
Beliau mengajar tiap individu sesuai kadar kecerdasannya. Apa yang beliau ajarkan pada sahabat junior, tidak sama
dengan yang beliau ajarkan pada sahabat senior.

Dalam menjawab pertanyaan pun beliau tidak asal jawab, tapi melihat bagaimana kemampuan pemahaman dan
tingkat kecerdasan yang bertanya. Sebuah kaidah dasar telah beliau berikan pada kita. Anzili-n Naasa ‘ala qodri
‘uquulihim. Bicaralah pada orang lain sesuai dengan kadar kemampuan berpikirnya.

Dalam karya monumentalnya, “ihya’ ulumiddin”, Imam Ghozali berkomentar: “Seseorang, yang kita beri pelajaran,
namun dia tidak bisa memahami dengan baik apa yang kita ajarkan, karena tidak mampu dijangkau oleh akalnya,
itu terkadang malah mengalami kesalah pahaman. Lebih parah dari itu, terkadang kesalah pahamannya itu malah
menimbulkan fitnah.”

Maka, penyampaian sebuah materi pelajaran, harus sesuai dengan tingkat usia dan tingkat kecerdasan murid.
Sebisa mungkin dituntut dari kita, keterangan yang kita sampaikan, bisa dipahami dengan baik oleh semua murid
yang kita ajar, baik yang bodoh ataupun yang cerdas. Hal ini juga dikatakan oleh Abdulloh bin Mas’ud R.a

Dan contoh dari apa yang Rosul lakukan dalam masalah ini, adalah kisah Mu’adz bin Jabal R.a

Beliau bersabda pada Mu’adz :”Siapapun, yang bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah
hamba dan Rosul-Nya, dengan sepenuh hati (cukup itu saja), maka dia tidak akan masuk neraka.”

Mu’adz pun menjawab :”jika memang begitu, akan saya sebarkan hal ini pada semua orang, biar mereka
bergembira”

Segera Rosul menjawab :”Oh, jangan, nanti malah mereka enak-enakan, tidak mau beribadah”. Rosul
memberikan isyarat pada Mu’adz, agar jangan setiap orang yang diberitahu, kecuali mereka yang benar-benar
telah mantap amal ibadahnya.
Ada juga sebuah kisah, seorang pemuda datang pada Beliau dan bertanya: “Wahai Rosul, jika puasa, boleh
apa tidak saya mencium istri saya?”

“Tidak boleh”, jawab beliau.

Sejenak kemudian datang orang tua dan bertanya hal yang sama pada beliau, dan beliau jawab: “Ya, tidak
apa-apa kamu menciumnya”.

Tentu saja para sahabat terheran-heran dan saling pandang di antara mereka, mengapa jawaban tidak
sama, sementara pertanyaan sama.

Mengetahui hal itu, dengan bijak beliau menjawab :”Kalau yang tua tadi, pasti bisa menguasai diri dan
nafsunya, jadi tidak akan kebablasan (melakukan senggama).” (H.R.Ahmad)
METODE 5

Dialog dan tanya jawab

Salah satu yang menonjol dari metode Nabi Saw dalam mengajar adalah kerap kali beliau mengajar dengan cara
berdialog dan tanya jawab.

Sebab dialog sangat membantu sekali dalam membuka kebuntuan otak dan kebekuan berpikir.

Contoh dari itu, suatu hari Nabi bertanya pada sahabat-sahabatnya: “Andai di depan rumah kalian ada sungai, lalu
kalian mandi 5 kali sehari, apakah akan ada kotoran yang tertinggal di tubuh (kalian)?”

“Tentu tidak wahai Rosul”, jawab mereka.

“Begitu juga sholat 5 waktu, yang dengannya dosa-dosa dan segala kesalahan dihapus oleh Allah Ta’ala”.
(HR.Bukhori dan Muslim)

Atau pertanyaan beliau : “Kalian tahu tidak, siapakah muslim itu?”

“Allah dan Rosul yang lebih tahu”, jawab para sahabat

“Orang muslim adalah, orang yang teman-teman dia selamat dari gangguan lidah dan tangannya; kalau orang
Mu’min?”

“Allah dan Rosul yang lebih tahu”.

“Adalah orang yang teman-temannya merasa aman atas diri dan harta mereka dari gangguannya. Sedangkan
Muhajir, adalah orang yang meninggalkan kejelekan-kejelekan dan menghindarinya”. (H.R. Ahmad)

“Kalau orang yang bangkrut itu bagaimana?” tanya beliau juga pada para sahabat di lain kesempatan.

“Tentu saja orang yang tidak punya uang dan harta”, tukas para sahabat beliau.

Dengan bijak beliau menjawab, “Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan ummatku, adalah orang yang
datang pada hari kiamat dengan amal ibadah lengkap. Hanya sayangnya dia suka mencaci maki, menggunjing,
korupsi, mengganggu; sehingga semua pahala amal baiknya digunakan untuk menebus keburukan-keburukan itu
sampai habis. Jika keburukannya itu belum tertebus semua, maka kesalahan-kesalahan orang lain yang disakitinya,
ditimpakan kepadanya. Dan pada akhirnya dia diceburkan ke Neraka”. (H.R. Muslim)
Adapun contoh metode dialog yang sangat terkenal adalah Hadits Jibril, dalam pelajaran penting tentang
dasar-dasar teologi, yang disampaikan di hadapan para sahabatnya dalam bentuk dialog antara Beliau S.a.w,
dengan malaikat Jibril (yang datang menyamar dalam bentuk manusia).

S.Umar r.a bertutur : “Ketika kita sedang duduk-duduk dengan Rosul, tiba-tiba datang seseorang dengan pakaian
putih bersih, penampilannya sangat rapi, tak satupun dari kami yang mengenalnya. Dan dia segera mengambil
posisi dengan duduk sopan berhadapan langsung dengan Nabi S.a.w. Lalu dia membuka percakapan.

“Muhammad, beri tahu aku tentang Islam.”

“Islam itu; kamu bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya, lalu kamu mendirikan
Sholat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Romadlon, dan Haji, jika kamu mampu”. Jawab Rosul S.a.w.

“Ya, jawabanmu benar”, kata orang tadi.

Tentu saja kami heran, ini orang datang bertanya, dijawab, tapi juga membenarkan jawaban itu.

“Sekarang beri tahu aku tentang iman“, tanya orang itu lagi

“Iman adalah kamu percaya pada Allah, Malaikat-malaikatNya, kitab-kitab suci-Nya, para Rosul Utusan-Nya, Hari
Akhir (kiamat), dan kamu percaya akan takdir, baik dan buruknya”, jawab Rosul S.a.w

“Benar apa yang kamu katakan itu”, komentar orang itu lagi

“Beri tahu aku juga tentang Ihsan“, tanya orang itu lagi

“Ihsan, kamu menyembah Allah, seolah-olah kamu melihat-Nya, meskipun kamu tidak melihat-Nya, tapi Dia
Melihatmu”.

“Kalau hari kiamat?”

“Kalau ini, kita sama-sama tidak tahu”, jawab Rosul diplomatis

“jika begitu, beri tahu aku tanda-tandanya”.

“(di antara) tandanya, jika seorang budak melahirkan tuannya 1, dan jika kamu melihat orang-orang pedesaan (yang
rata-rata miskin itu) saling berlomba membangun bangunan yang tinggi”.
Setelah itu orang tadi pun pergi, beberapa hari kemudian Nabi S.a.w bertanya kepadaku : “Umar, kamu tahu tidak,
siapa orang yang (kemarin) bertanya padaku itu?”

“Allah dan Rosul lebih tahu”, jawabku

“Dia adalah Jibril, dia datang kepada kalian untuk mengajarkan pada kalian tentang (inti) agama yang kalian peluk”
(H.R. Muslim)

1 Maksudnya adalah jika kejadian pembangkangan anak pada orang tua (murid pada gurunya
juga) semakin banyak, sehingga anak memperlakukan ayah ibunya layaknya majikan
memperlakukan budaknya, dengan penghinaan, cacian, bahkan tak segan melancarkan pukulan,
wal iyadzu billah.
METODE 6

Diskusi dan Dialektika

Di antara salah satu metode Rosululloh S.a.w dalam mengajar adalah, beliau kerap menempuh cara diskusi,
dialektika, melakukan perbandingan secara logika, dan pendekatan psikologi. Hal itu beliau gunakan untuk
mencerabut keraguan dan kebatilan dari hati seseorang yang beranggapan bahwa hal yang batil itu bagus. Atau
untuk menancapkan sugesti tentang kebenaran di hati seseorang yang sebelumnya enggan dan cenderung
menjauhi kebenaran itu.

Metode yang beliau tempuh ini adalah petunjuk bagi para pengajar dan pendidik untuk menggunakan
perbandingan secara logika rasional jika keadaan menuntut untuk itu.

Contoh daripada itu, sebagaimana yang diriwayatkan Ahmad bin Hambal dan Thobaroni, sebagai berikut :

Pada suatu hari datang pada beliau seorang pemuda yang minta legalisasi baginya untuk berzina. Beliau S.a.w tidak
lantas memarahinya (padahal sahabat di sekitar beliau sudah hampir meluapkan kemarahan melihat kelancangan
pemuda itu). Beliaupun juga tidak menggunakan dalil Al-Qur’an yang menegaskan haramnya zina. Tetapi beliau
menyuruh pemuda itu untuk mendekat kepadanya, dan dengan bijak diajaknya pemuda itu berdiskusi.

“Kamu suka tidak andai ibumu dizinai orang?”

“Tidak wahai Rosul, Demi Allah ! Tak ada seorangpun yang mau ibunya dizinai !”

“Nah, kalau sekarang putrimu dizinai, kamu rela tidak?”

“Tidak ya Rosul, Demi Allah ! semoga Allah menjadikanku tebusan bagimu, tidak ada orang yang rela putrinya
dizinai !”

Dan Rosul terus menanyai, bagaimana jika hal itu menimpa saudarinya, bibi-bibinya (atau juga jika istrinya kelak
diselingkuhi), jawaban pemuda itu pun juga tetap sama.

Lalu Rosul menaruh telapak tangan beliau di pundak pemuda itu seraya berdoa, “Ya Allah, ampunilah dia,
bersihkan hatinya, jagalah kemaluannya”.

Sejak itu pemuda tadi tidak lagi punya pikiran dan keinginan untuk berzina.
Contoh lain, riwayat Bukhori dan Muslim. Pada suatu saat di Hari Raya, Rosul S.a.w melewati sekelompok
wanita, beliau lantas berujar.

“Wahai kaum wanita, banyaklah kalian bersedekah, sebab aku melihat penduduk neraka paling banyak adalah
kalian kaum wanita”.1

“Bagaimana bisa begitu wahai Rosul?” tanya para wanita itu bergidik

“Sebab kalian terlalu banyak mencaci, dan kerap tidak bisa berterima kasih pada suami. Sungguh, aku tidak melihat
orang yang minus akal dan agamanya, yang sanggup melenakan lelaki yang teguh dan kuat hatinya daripada kalian,
kaum wanita”

Para wanita itu bertanya, “Lalu apa kekurangan pada akal kami, dan kekurangan pada agama kami wahai Rosul”.

Dengan bijak beliau menjawab sambil bertanya

“Bukankah kesaksian satu wanita itu sama dengan setengah laki-laki saja?”

“ya benar”

“Nah, itu menunjukkan kekurangan, dan minus pada akal wanita. Dan bukankah jika kalian menstruasi, kalian tidak
sholat juga tidak puasa bukan?”

“Ya, benar”

“Nah, itu yang menunjukkan kekurangan pada agama kalian”.


METODE 7

Observasi kecerdasan murid

Dalam mengajar, Rosululloh S.a.w tidak hanya sekedar menyampaikan wahyu, pesan-pesan profetik, dan nilai-nilai
moral dengan stagnan begitu saja, sementara para sahabatnya hanya mendengarkan dan menerima. Namun
beliau juga melakukan tes untuk mengetahui tingkat kepahaman sahabatnya, sejauh mana mereka bisa
menangkap apa yang beliau sampaikan, sekaligus di waktu yang sama merangsang agar mereka mau berpikir, juga
menggali bakat dan mengeksplorasi kemampuan terpendam mereka.

Hal itu dicontohkan dalam sebuah hadits riwayat Bukhori dan Muslim:

Abdullah bin umar bertutur : “Ketika kita bersama Baginda Nabi, datang seseorang memberi beliau hati pohon
kurma, beliaupun memakannya. Sembari menikmati hidangan itu, beliau berkata :”sesungguhnya di antara sekian
banyak pepohonan, ada satu pohon, fungsinya sebagaimana orang muslim, daunnya tidak gugur, tidak tercerai
berai, selalu memberikan buahnya di setiap waktu atas izin Tuhannya. Sesungguhnya ia seperti orang muslim, yang
selalu berguna (semuanya, mulai dari pokok, akar, batang, daun, sampai buah dan bijinya). Katakan padaku, pohon
apakah itu?”.

Abdulloh bin Umar meneruskan ceritanya :”semua orang yang ada di majlis itu menjawab dengan bermacam-
macam pohon; pohon ini, pohon itu, dan sebagainya. Sementara di hatiku tersirat, bahwa pohon itu adalah pohon
kurma, hanya saja aku malu mengatakannya, sebab saat itu aku masih anak-anak, dan paling kecil di situ. Aku
hanya diam saja, apalagi di situ ada Abu Bakar dan ayahku Umar (namun keduanya diam, tidak ikutan menjawab).
Dan tidak satupun di antara jawaban mereka yang tepat, akhirnya para sahabat menyerah.

“Wahai Rosul, beritahukan pada kami pohon apakah itu?”

“Pohon Kurma”, jawab beliau 2

Setelah majlis bubar, aku berkata pada ayahku, “Demi Allah Ayahanda, tadi di hatiku terlintas bahwa pohon itu
adalah kurma”.

“Lalu kenapa tidak kamu jawab anakku?” kata ayahku, Umar bin Al-Khottob.

“Aku malu ayah, apalagi aku paling kecil,” kataku


1 Untuk sabda Rosul ini, kita harus mampu mencermati kata beliau dengan baik. Bukan lantas
dengan itu berarti kaum wanita sedikit di surga, tetapi bahkan sebaliknya. Penduduk surga dari
kalangan wanita juga lebih banyak bahkan berlipat dari pada kaum laki-laki. Dengan perhitungan
dan perbandingan, setiap satu laki-laki di surga nanti, paling sedikit memiliki dua istri dari dunia
(bagaimana jika yang di dunianya dia poligami lebih dari dua). Itu belum jumlah bidadari asli
surga. Wallohu A’lam (lihat buku Maa laa ainu-n Ro-at, karya Dr.Sayyid Muhammad al-Maliky)

2 Dan pohon ini dipakai symbol gerakan kepramukaan oleh gerakan pramuka Saudi Arabia
(Harokah Kassyafah Mamlakah Arobiyah Assa’udiyah), adapun gerakan pramuka kita
menggunakan symbol pohon kelapa, yang memiliki kontur dan bentuk sama seperti pohon
kurma, walau tak sekokoh pohon kurma (syajarotu-n Nahil)
METODE 8

Analogy (kias)

Sesekali dalam mengajar, Rosul S.a.w menggunakan analogi (perbandingan secara kias dengan bentuk yang sudah
ada) terhadap suatu hukum atau ajaran yang kurang bisa dipaham dengan baik oleh sebagian sahabatnya, juga
menjelaskan sebab-sebab akan sebuah hukum.

Dengan penyepadanan dan analogi itu, para sahabatnya pun kemudian paham terhadap suatu hukum dan tujuan
diterapkannya syari’at itu (maqosid at-Tasyri’).

Seperti yang beliau contohkan saat seorang perempuan dari suku Juhainah bertanya pada beliau.

“Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk haji, tetapi sampai beliau meninggal, belum sempat berhaji
melaksanakan nadzarnya itu. Apakah saya bisa berhaji (menggantikannya) atas nama beliau?”

“Ya, bisa. Bukankah jika ibumu punya hutang dan belum sempat dilunasinya, lalu dia meninggal, kamu juga kan
yang melunasi hutangnya?” jawab Rosul.

“ya, memang begitu”, kata wanita itu lega (H.R. Bukhori)

Pernah juga salah satu sahabatnya bertanya, “Ya Rosul, apakah jika kita bersetubuh dengan istri kita, kita
mendapat pahala?”

“Kenapa tidak? Bukankah jika kalian bersetubuh dengan wanita lain (berzina) juga mendapat dosa? Begitu juga jika
kalian bersetubuh dengan wanita yang halal bagi kalian (istri-istri kalian), maka kalian juga mendapat pahala”.
Jawab beliau (H.R.Muslim).

Oleh Rosululloh S.a.w, hal-hal yang terkadang beluam jelas hukumnya, dianalogikan secara logis oleh beliau
dengan hal-hal yang sudah jelas hukumnya. Sehingga hal-hal tersebut menjadi jelas dan bisa dipaham dengan baik
oleh sahabatnya.

<!– @page { margin: 0.79in } P.sdfootnote { margin-left: 0.2in; text-indent: -0.2in; margin-
bottom: 0in; font-size: 10pt } P { margin-bottom: 0.08in } A.sdfootnoteanc { font-size: 57% } –>
METODE 9

Allegori dan persamaan

Dalam banyak kesempatan saat mengajar, beliau S.a.w juga menggunakan metode allegori (perumpamaan), untuk
menjelaskan suatu makna dari ajaran yang beliau sampaikan. Dalam penjelasannya, beliau menggunakan media
benda yang banyak dilihat orang, atau yang mereka rasakan, atau yang mereka pegang.

Metode ini sangat memudahkan pelajar untuk mendeskripsikan suatu masalah yang mungkin kurang jelas baginya.
Metode ini umum digunakan oleh pengajar-pengajar sastra, dan telah disepakati oleh mereka bahwa penggunaan
alegori dan persamaan (tasybih) memiliki pengaruh besar dan sangat membantu dalam menjelaskan sebuah arti
yang samar dan kurang jelas.

Di Al-qur’an sendiri banyak sekali ayat yang menggunakan perumpamaan, dan tentu saja Nabi S.a.w banyak
mengikuti metode Al-qur’an ini dalam forum-forum pidato, orasi, dan cara mengajar beliau. 1

Salah satu contoh metode ini, sabda beliau S.a.w yang diriwayatkan Abu Daud: “Perumpamaan orang mukmin
yang membaca Alqur’an itu laksana Jeruk, wangi aromanya dan enak rasanya. Sedangkan mukmin yang tidak baca
Alqur’an itu seperti kurma, enak rasanya tetapi tidak ada aromanya. Adapun orang munafik yang membaca al-
qur’an, itu seperti bunga, baunya harum, tapi rasanya pahit. Sedang orang munafik yang tidak baca qur’an, itu
seperti jadam, pahit rasanya juga tidak ada aromanya”.

Atau sabda beliau yang lain: “Perumpamaan teman yang baik, itu seperti pedagang minyak wangi, jika kamu tidak
diberinya sedikit, maka kamu mendapat harum wanginya. Sedangkan teman yang buruk, itu seperti pandai besi,
jika kamu tidak terkena percikan kecil apinya, maka kamu terkena asapnya.”

Sebab dengan perumpamaan seperti itu, terkadang suatu permasalahan tampak lebih jelas dan lebih menancap
kuat dalam hati dan ingatan.

1 Ada beberapa ulama’ yang mengumpulkan hadits-hadits Nabi yang menggunakan


perumpamaan (dhorbul Amtsal) dalam kitab yang menyendiri. Semisal Abul Hasan Al-Askari
(w.310 H), atau Abu Ahmad Al-Askari, begitu juga Al-Qodhi Al-Hasan bin Abdurrahman Ar-
Romahurmuzi. Kitab-kitab karya mereka telah dicetak dan beredar.

You might also like