You are on page 1of 22

Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal.

12 - 1}

GEMPA BUMI
12 DAN TSUNAMI
Latar Belakang Tektonik Gempa Bumi yang menimbulkan
Tsunami di Kawasan Aceh – Nicobar – Andaman *)

Pokok Bahasan:

Pada Bab 12 ini kita akan membahas tentang latar belakang dan kejadian
gempa bumi yang menimbulkan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004.
Untuk melengkapi pengetahuan yang diperlukan, saudara/I bisa mendapatkan
sumber-sumber tambahan dari koran, majalah dan internet yang telah banyak
membahas tentang kejadian tersebut.

Pokok-pokok yang akan dijadikan bahasan dalam bab ini antara lain:
• Bagaimana gempa bumi bisa terjadi, bagaimana pula mekanismenya?
• Istilah-istilah yang berhubungan dengan gempa bumi.
• Apa saja dampak dari gempa bumi?
• Bagaimana mengukur gempa?
• Bagaimana dasar-dasar pengukuran Skala Mercalli, Skala Omori, Skala
Richter dan Skala Moment Magnitude?
• Berapa kesetaraan energi gempa dengan bahan peledak?
• Bagaimana persiapan kita dalam menghadapi kejadian gempa bumi?
• Apa yang dimaksud dengan tusnami, dan bagaimana terjadinya?
• Bagaimana latar belakang tektonik terjadinya gempa bumi yang
menimbulkan gelombang tusnami yang melanda Aceh baru-baru ini?

*) Bahan ini diambil dan ditambahkan seperlunya dari makalah yang berjudul sama
dalam Seminar yang diselenggarakan Fakultas Teknik - UNISBA
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 2}

12.1. Pendahuluan

Gempa bumi dahsyat yang terjadi di lepas pantai barat Aceh, pada tanggal 26
Desember 2004 pukul 6:58:50 WIB, berkekuatan 9,0 menurut Skala Richter.
Pusat gempa terletak pada 3,298° Lintang Urata dan 95,779° Bujur Timur kurang
lebih berjarak 160 km pada
kedalaman 30 kilometer. Gempa ini
merupakan gempa bumi terdahsyat
dalam kurun waktu 40 tahun
terakhir ini yang menghantam Asia
Tenggara dan Asia Selatan
(Gambar 12.1).

Gambar 12.1. Posisi episentrum


beberapa gempa magnitude > 5.8
pada tanggal 26 Desember 2004

Di Indonesia, gempa menelan lebih dari 101.318 korban jiwa (Tabel 12.1).
Puluhan gedung hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda
Aceh di ujung Sumatra. Di Banda Aceh, sekitar 80% dari semua bangunan rusak
terkena tsunami. Secara keseluruhan, kebanyakan korban disebabkan oleh
tsunami yang menghantam pantai barat Aceh dan Sumatra Utara. Dampak dari
gempa ini meluas hingga ke sisi timur benua Afrika.

Tabel 12.1. Data Korban Bencana Alam Tsunami 26 Desember 2004

No Negara

1 Indonesia
Sumber: Wikipidia Ensiklopedia, Februari 2005

2 Sri Lanka
12.2. Mekanisme Terjadinya Gempa Bumi

Gempa Bumi adalah getaran yang terjadi di bumi akibat dari pelepasan energi di
kerak bumi secara tiba-tiba / seketika, yang dipancarkan dalam bentuk

3 India
gelombang seismik. Energi ini dilepaskan oleh karena gerakan cepat dari suatu
patahan / sesar di bagian kulit bumi.

4 Thailand
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 3}

Perumpamaan untuk ini adalah seperti jika kita berusaha mematahkan sepotong
ranting kering yang kecil, maka tanpa banyak tenaga kita akan dapat
mematahkan ranting tersebut. Akan berbeda jika ranting tersebut cukup besar.
Pada tahap awal ranting akan melengkung hingga mencapai batas
elastisitasnya. Jika batas elastisitas ini terlampaui, maka ranting akan mulai
retak dan patah. Patahan ini akan menimbulkan suatu sentakan. Meskipun kita
telah bersiap-siap terhadap saat terjadinya patahan, tidak urung kita akan
tersentak juga, karena tenaga yang kita berikan pada saat ranting melengkung,
tiba-tiba terlepas dengan sangat cepat. Kondisi yang sama terjadi pada proses
guncangan gempa bumi.

Sesar atau Patahan, adalah patahnya batuan akibat gerakan-gerakan di bagian


kulit bumi. Sumber gerakan ini adalah gaya-gaya internal dari dalam bumi (Gaya
Endogen). Blok-blok batuan yang terpisahkan tersebut relatif berseberangan
satu dengan yang lain. Arah pergerakan relatif ini tergantung kepada jenis
patahannya. Panjang patahan dapat mencapai ratusan kilometer, tetapi pada
pergerakan kecil bisa mencapai hanya 10 meter. Umumnya gempa bumi
menghasilkan patahan yang panjang dan selalu berkaitan dengan gerakan
pergeseran segmen kerak bumi.

12.3. Posisi Gempa Bumi

Karena gempa bumi umumnya terjadi di bawah permukaan, maka posisi gempa
harus dapat ditentukan dari suatu titik pengamatan di mana getaran gempa
tersebut dirasakan. Beberapa istilah yang digunakan dalam mendeskripsi posisi
gempa adalah sebagai berikut:

• Fokus atau hypocenter adalah pusat gempa, atau titik di kedalaman bumi
dimana asal getaran berawal. Gelombang seismik akan keluar dari titik fokus ini.
• Epicentrum adalah lokasi geografis di mana titik di permukaan bumi tepat
berada di atas fokus.

Fosi gempa (foci ~ bentuk jamak dari focus) dapat berada pada suatu kisaran
kedalaman, seperti gempa dangkal (0-70 km), gempa sedang (70-300 km),
gempa dalam (300-700 km). Gempa dangkal adalah yang paling umum. Jika
kita amati sebaran gempa di seluruh dunia dari tahun 1975 hingga sekarang,
maka gempa besar dan banyak menelan korban umumnya berupa gempa
dangkal.
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 4}

12.4. Gelombang Seismik

Gelombang seismik menyatakan energi yang dilepaskan dari fokus gempa bumi.
Dikenal dua jenis gelombang seismik, yaitu:
♦ Gelombang Permukaan (Surface waves) – berjalan di permukaan atau kulit
bumi. Dampak gelombang ini di permukaan tanah adalah seperti
menggelombangnya buih air laut.
♦ Gelombang Tubuh (Body waves) – gelombang yang berjalan melalui interior
bumi dari fokus gempa.

Berdasarkan kepada arah getaran dan kecepatannya gelombang dapat dibagi


menjadi dua, yaitu gelombang P (primer) dan gelombang S (sekunder atau
gelombang geser).
• Gelombang P getarannya sejajar dengan arah datangnya sumber gempa.
Kecepatan gelombang ini dapat mencapai 4-6 km per detik, tergantung dari sifat
batuan yang dilaluinya.
• Gelombang S bergetar tegak lurus dengan arah datangnya gelombang, sama
seperti gelombang yang dibentuk jika seutas tali yang diayunkan dari ujung satu
dan ujung lain diikatkan pada tiang. Kecepatan gelombang ini mencapai 3-4 km
per detik.

Kecepatan gelombang seismik akan rendah jika melewati material berai dan
tidak terkonsolidasi seperti pada pasir, kerikil atau batuan yang sebagian
meleleh dan akan semakin tinggi pada material yang padat (solid). Variasi
kecepatan gelombang seismik ini dengan demikian akan tergantung kepada
sifat-sifat fisik interior bumi.

Gelombang P dan S umumnya dijumpai pada setiap kejadian gempa bumi


(Gambar 12.2), tetapi gelompang P yang yang pertama kali sampai dan
tertangkap oleh stasiun pencatat gempa (stasiun seismograph) karena
kecepatannya yang besar. Gelombang permukaan adalah yang datang sampai
terakhir, setelah gelombang P dan S melintas karena gelombang langsung
melalui rute tubuh batuan interior bumi.
Gambar.12. 2. Arah gerakan yang kontras
antara gelombang permukaan dengan
gelombang tubuh, yang mengikuti suatu
peristiwa gempa

Alat pencatat getaran gempa di stasiun


seismograf adalah seismogram. Perbedaan
waktu sampai antara gelombang P dan S
pada seismogram dapat disebabkan karena
perbedaan jarak yang ditempuh dari sumber
gempa. Untuk menyatakan kekuatan gempa, digunakan data amplitudo (tinggi,
Gambar 12.12.3) gelombang S yang tercatat pada seismograf.
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 5}

Gambar 12.3. Ilustrasi ideal, gelombang yang


tertangkap oleh seismograf. Untuk menentukan
jarak dari epicenter, dibutuhkan perhitungan beda
waktu tempuh dari gelombang P dan S terhadap
seismograf (sekitar 14 detik).Besaran gempa
berkaitan dengan besaran amplitudo gelombang
S.

12.5. Dampak Gempa Bumi

Manifestasi dampak dari suatu aktifitas gempa dapat berupa:


• Guncangan Tanah (Ground Shaking). Pergerakan gelombang horizontal
yang cepat di permukaan bumi sering berkaitan dengan gempa bumi. Hal ini
sering mengakibatkan tergesernya pondasi bangunan rumah atau runtuhnya
gedung-gedung tinggi akibat lantai bergeser dan menimpa lantai di bawahnya.
Guncangan ini akan terlebih lagi akan terjadi di kawasan di mana batuan
sedimennya lembek atau jenuh terisi air.
• Patahan dan Proses Pengangkatan. Rekahnya permukaan tanah akibat
patahan biasanya membentuk morfologi lereng yang disebut sebagai gawir
sesar (fault scarp). Akibat gempa beberapa bagian dari permukaan bumi ini
mungkin akan berubah elevasi, dapat mengalami pengangkatan atau
penurunan.
• Liquefaction, terjadi jika sedimen yang jenuh air terguncang keras, sehingga
terjadi penataan kembali butiran sedimen. Sedimen akan kolaps dan memaksa
air keluar dari rongga antar butiran, hal ini akan mengakibatkan tanah di
permukaan amblas. Contoh kejadian ini adalah pada Gempa Kobe di Jepang.
• Longsoran (Landslides). Gempa bumi sering terjadi di sepanjang kawasan
pegunungan yang berada di sepanjang batas lempeng konvergen, batas
lempeng saling mendekat di mana akan terjadi tumbukan antar lempeng. Lereng
yang terjal di kawasan ini sering mengalami runtuh saat terjadi guncangan.
Longsoran semacam ini umum terjadi menyertai peristiwa gempa bumi di
Kalifornia (USA).
• Tsunami. Gelombang besar umumnya timbul akibat gempa bumi yang terjadi
di bawah laut. Tsunami dapat juga terjadi karena letusan dahsyat gunungapi
bawah laut. Gempa bawah laut yang terjadi di pinggiran samudra, dapat
menyebabkan gelombang besar yang menyapu daratan hingga ribuan kilometer
dari kawasan pantai. Gelombang tsunami dapat mencapai tinggi 15 meter,
bahkan letusan Gunung Krakatau (1883) menimbulkan gelombang sampai 30
meter. Kecepatan gelombang akibat tsunami dapat mencapai 960 km / jam.
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 6}

12.6. Pengukuran Gempa Bumi

Dikenal 3 cara dalam pengukuran efek gempa bumi, yatu:


• Skala Modifikasi Mercalli digunakan untuk mengukur tingkat kerusakan dan
pandangan orang tentang sebuah gempa.
• Skala Richter, adalah yang paling umum dikenal, mengukur besaran
gelombang sismik yang tercatat pada alat seismogram.
• Skala Moment-Magnitude digunakan untuk menggantikan Skala Richter dan
lebih populer di kalangan ahli geofisika karena memberikan nilai yang lebih
akurat tentang informasi banyaknya energi yang dikeluarkan oleh suatu
gempa bumi.

12.6.1. Skala Modifikasi Mercalli

Skala pengukuran Mercalli adalah intensitas tingkat kerusakan bangunan dari


suatu gempa (nilai tertinggi) dan efek yang dirasakan oleh orang (nilai terendah).
Skala Mercalli diciptakan pada tahun 1902 oleh seorang ahli gunung berapi Italia
bernama Giuseppe Mercalli untuk mengukur kekuatan gempa bumi. Skala
Mercalli terbagi menjadi 12 tingkatan berdasarkan informasi dari orang-orang
yang selamat dari gempa tersebut dan juga dengan melihat dan membandingkan
tingkat kerusakan akibat gempa bumi. Karenanya skala Mercalli sangat subyektif
dan kurang tepat dibanding dengan perhitungan magnitudo gempa yang lain.
Tetapi skala Mercalli yang dimodifikasi, pada tahun 1931 oleh ahli seismologi
Harry Wood dan Frank Neumann, masih sering digunakan, terutama apabila
tidak terdapat peralatan seismometer yang dapat mengukur kekuatan gempa
bumi di tempat kejadian.
Intensitas gempa menurut skala ini dinilai dari tingkat I-XII (menggunakan
penulisan Romawi). Skala Mercalli (Tabel 12.2) relatif lebih mudah digunakan
tetapi pada saat ini sudah tidak umum digunakan.

Tabel 12.2. Skala Modified Mercalli Intensity (MMI)


Index Efek gempa terhadap manusia dan bangunan
Tidak dirasakan orang, kecuali keadaan luar biasa oleh beberapa orang.
I
Dirasakan oleh orang yang sedang beristirahat/diam pada bangunan lantai
II atas (tertinggi).
III Mungkin dirasakan oleh banyak orang di dalam ruangan. Getarannya mirip
dengan jika ada truk melintas.
IV Dirasakan oleh banyak orang dalam ruangan, sedikit orang di luar ruangan.
Barang pecah belah, pintu dan jendela bergetar; bunyi dinding retak.
Rasanya seperti truk berat dan alat berat melintas.
V Hampir dirasakan oleh semua orang; beberapa orang kaget dan keluar.
Alat-alat dapar mungkin pecah, kaca jendela retak. Benda-benda yang
tidak stabil roboh.
VI Dirasakan oleh semua orang; beberapa ketakutan. Benda-benda furniture
bergeser; tampak kerusakan ringan di sana-sini.
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 7}

VII Kerusakan ringan – sedang pada beberapa struktur bangunan; yang


mengalami kerusakan terutama pada bangunan yang konstruksinya jelek.
VIII Kerusakan ringan terjadi pada bangunan yang sudah dirancang tahan
gempa; bangunan lainnya rusak berat. Beberapa dinding mungkin roboh.
IX Bangunan dengan struktur bagus mungkin rusak berat. Bangunan berlantai
tinggi sebagian collapse (runtuh). Pondasi bangunan bergeser.
X Benyak bangunan berstruktur kayu hancur; bangunan berstruktur beton
hancur berikut pondasinya.
XI Hanya sedikit bangunan beton tersisa (berdiri). Jembatan jebol dan rel
kereta api terbengkokkan.
XII Seluruh bangunan hancur total, benda-benda terlempar ke udara.

12.6.2. Skala OMORI

Di Indonesia telah dikembangkan Skala Omori yang telah dimodifikasi oleh


Bemmelen (1949), seperti pada Tabel 11.5 berikut, sedangkan perbandingan
antara skala Mercalli dan Skala Omori dapat dilihat pada Tabel 11.6.

Tabel 12.3. Skala OMORI (telah dimodifikasi oleh Bemmelen, 1949)


Derajad Keterangan
I Getaran-getaran lunak, dirasakan oleh banyak orang tetapi tidak oleh
semua orang.
II Terjadi getaran sedang, semua orang terbangun karena barang-
barang berupa gerabah pecah dan jatuh dari tempatnya, jendela dan
pintu berderit.
III Getaran terasa kuat, jam dinding berhenti berdetak pintu-pintu dan
jendela terbuka.
IV Getaran sangat kuat, gambar dan foto di dinding terjatuh, retakan-
retakan pada dinding mulai terlihat.
V Getaran sangat kuat, dinding roboh dan atap genting terlempar.
VI Rumah dengan konstruksi bagus roboh.
VII Kerusakan dahsyat terjadi di mana-mana.

Tabel 12.4. Kesetaraan Skala Mercalli – Omori

No. Skala Mercalli Skala Omori


1 II + III I
2 IV II
3 V III
4 VI IV
5 VII + VIII V
6 IX + X VI
7 XI + XII VII
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 8}

12.6.3. Skala Richter


Skala Richter mengukur besaran gempa, berupa amplitudo gelombang seismik
yang terekam pada alat seismograf dari sebuah gempa. Charles Richter
mengembangkan penggunaan skala ini pada tahun 1935, bekerjasama dengan
Beno Gutenberg, keduanya dari California Institute of Technology untuk
mengukur gempa dangkal di Kalifornia – USA. Awalnya pengukuran besaran
lokal (ML- local magnitude) sangat sederhana, yakni dengan mengunakan 2
faktor (perbedaan antara waktu tiba amplitudo gelombang P dan S).
Skala Richter didefinisikan sebagai skala logaritmik (basis 10) dari amplitudo
maksimum, yang diukur dalam satuan mikrometer, dari rekaman gempa oleh
instrumen pengukur gempa seismometer torsi Wood-Anderson, pada jarak 100
km dari pusat gempanya. Sebagai contoh, misalnya kita mempunyai rekaman
gempa bumi (seismogram) dari seismometer yang terpasang sejauh 100 km dari
pusat gempanya, amplitudo maksimumnya sebesar 1 mm, maka kekuatan
gempa tersebut adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) sama dengan 3.0 skala
Richter. Gempa hanya dapat diukur pada jarak < 600 km dari stasiun seismograf.
Suatu gempa yang berkekuatan sekitar 4.5 atau lebih, cukup kuat untuk terekam
pada seismograf yang terpasang di seluruh belahan bumi.
Rumus-rumus yang kompleks digunakan untuk menentukan besaran gempa dari
gelombang seismik, yang dihitung dari beberapa seismograf. Semakin banyak
data stasiun seismograf semakin rumit perhitungannya. Persamaan tersebut
adalah:

Mb = log10(A/T) + Q

Rumus ini digunakan untuk menentukan besaran tubuh gelombang (Mb), di


mana A adalah amplitudo getaran tanah (mikron) yang terukur pada
seismogram; T adalah waktu yang dibutuhkan dari sumber gempa ke alat
pencatat (detik); dan Q adalah faktor koreksi jarak dari pusat gempa dan
kedalaman fokus gempa (kilometer). Goncangan terbesar (semakin besar A)
dan semakin cepat (waktu tempuh kecil; T) akan memberikan magnitude gempa
yang besar.

Karena merupakan skala logaritmik, maka setiap tingkatan skala menyatakan 10


kali lipat peningkatan getaran di bumi akibat dari gempa tersebut, dan sekitar
~30-kali peningkatan energi yang dikeluarkan. Sebagai contoh, gempa dengan
intensitas 7 mempunyai getaran 10x lebih besar dan energi yang dikeluarkan 30x
dari intensitas gempa 6, 100x getaran lebih besar dan 900x lebih besar
energinya dari pada intensitas gempa skala 5; 1000x lebih besar dari skala 4,
dan seterusnya.
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 9}

Tabel 12.2. Skala Richter, frekuensi dan dampak yang yang ditimbulkan
Skala
Deskripsi Dampak Gempa Frekuensi Kejadian
Richter
Mikro < 2.0 Gempa mikro, tidak terasa. Sekitar 8,000x / hari
Sangat minor 2.0-2.9 Umumnya tidak terasa, tetapi terekam. Sekitar 1,000x / hari
Kadang terasa, tetapi jarang menimbulkan Sekitar 49,000x /
Minor 3.0-3.9
kerusakan. tahun
Ditandai dengan getaran barang2 di dalam Sekitar 6,200x /
Ringan 4.0-4.9
ruangan, tidak menimbulkan kerusakan berarti. tahun
Menimnbulkan kerusakan berat pada bangunan
Sedang 5.0-5.9 konstruksi ringan untuk kawasan terbatas. Pada Sekitar 800x / tahun
konstruksi bangunan dijumpai sedikit kerusakan.
Mampu merusak bangunan pada area sekitar 150
Kuat 6.0-6.9 Sekitar 120x / tahun
km.
Mayor 7.0-7.9 Berdampak kerusakan serius pada area yang luas. 18x / tahun
Berdampak kerusakan sangat serius pada areal
Besar 8.0-8.9 1 per tahun
ratusan kilometer.
Sangat Besar 9.0 atau lebih Hampir tidak ada bangunan yang mampu bertahan 1x per 20 tahun
(diadaptasi dari U.S. Geological Survey)

12.6.4. Skala Moment Magnitude

Keterbatasan seismometer torsi Wood-Anderson, yang digunakan oleh Richter,


adalah pada skala ML tidak dapat mencatat kejadian gempa > 6.8. Oleh sebab itu
selanjutnya dikembangkan Magnitudo Gelombang Permukaan (surface wave
atau Ms) dan Magnitudo Tubuh Gelombang (body wave atau Mb).

Skala Moment-magnitude mengukur energi yang dihasilkan dari suatu gempa,


merupakan kelanjutan dan lebih akurat dari Skala Richter. Penggunaan Skala ini
diawali oleh Hiroo Kanamori dan saat ini digunakan oleh sebagian besar ahli
gempa di seluruh dunia untuk membandingkan besarnya energi yang dihasilkan
oleh suatu gempabumi. Jumlah energi yang dikeluarkan berhubungan dengan
sifat batuan seperti kekenyalan atau pun kekerasan batuan, luas permukaan
patahan batuan dan banyaknya pergeseran dari pergerakan patahan. Hal ini
membutuhkan pengukuran yang lebih akurat dalam memperbandingkan
besarnya gempa bumi. Moment magnitude (MW) didefinisikan sebagai
persamaan :
di mana Mo adalah momen seismik
yang diukur dalam dyne-centimeter
(dyn·cm = 10−7N·m).

Dalam SI-unit persamaan ini


menjadi:

Konstanta 9.1 diperoleh dari moment magnitude, yang secara kasar digunakan
dalam perkiraan dalam Skala Richter. Kelebihan skala Mw adalah tidak seperti
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 10}

skala magnitudo lokal, skala ini tidak dibatasi pada batas atasnya. Dengan
demikian, tidak ada nilai tersendiri bagi kejadian gempa yang memiliki magnitudo
sama. Berdasarkan hal ini, moment magnitude saat ini populer digunakan untuk
menghitung gempa yang sangat besar. USGS tidak menggunakan skala ini
untuk gempa yang memiliki magnitudo < 3.5.

12.7. Energi Gempa Bumi

Besarnya energi moment magnitude adalah 1/2000 kali momen:

dengan menggunakan asumsi 1 metrik ton TNT setara dengan 4 × 1015 Joule,
maka:

Penggunaan EMt (ekuivalen Mt) sebagai pembanding getaran tanah, dan


selanjutnya harus kita kalikan jumlahnya dengan 1000/15. Jika 1 kiloton bahan
peledak TNT setara dengan gempa magnitudo 4, maka:

Sehingga dari rumus di atas, jika kita dapat menghitung skala magnitude hingga
satuan desimal, maka sekitar 32 kalinya adalah besar energi yang dibutuhkan.
Dengan demikian, gempa bumi pada skala magnitudo 6.0 adalah setara dengan
1.01 mega ton bahan peledak TNT.
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 11}

Tabel 12.3. Pendekatan intensitas gempa bumi ekivalen ledakan TNT.

Ekivalen TNT untuk


Skala Richter Contoh
Energi getaran
-1.5 6 lb Granat
1.0 30 lb Peledakan Konstruksi bangunan
1.5 320 lb Bom konvensional Perang Dunia II
2.0 1 ton Bom konvensional Perang Dunia II
2.5 4.6 ton Bom blockbuster "Cookie" (PD II)
3.0 29 ton Ledakan bom MOAB, 2003
3.5 73 ton Kecelakaan nuklir Chelyabinsk, 1957
4.0 1 kiloton Bom atom kecil
4.5 5.1 kiloton Rata-rata energi angin Tornado
5.0 32 kiloton Bom Atom Nagasaki
5.5 80 kiloton Gempa gunung Little Skull., NV Quake, 1992
6.0 1 megaton Gempa Double Spring Flat, NV Quake, 1994
6.5 5 megaton Gempa Northridge, 1994
7.0 32 megaton Ledakan senjata thermonuklir
7.5 160 megaton Gempa Landers, Califronia, 1992
8.0 1 gigaton Gempa San Francisco, , 1906
8.5 5 gigaton Gempa Anchorage, Alaska, 1964
9.0 32 gigaton Gempa/Tsunami, Samudra India Ocean, 2004
10.0 1 teraton Pergeseran Patahan San-Andreas jika mengeliling bumi

12.8. Bagaimana Cara Kita Menghadapi Gempa?

Guncangan gempa bumi, pada suatu keadaan mungkin kita rasakan seperti saat
kita berada di dek kapal laut. Keadaan seperti ini mungkin terjadi selama satu
atau dua menit, mungkin lebih. Apa yang kita lakukan selama gempa dan sesaat
setelah gempa, mungkin merupakan suatu garis batas antara hidup dan mati,
dan masing-masing dapat berbeda antara kita, keluarga dan tetangga kita. Oleh
sebab itu langkah yang harus ditempuh agar kita dapat “survive” selama dan
sesaat setelah terjadinya gempa dapat digunakan sebagai panduan.

Beberapa langkah penting, selama dan setelah setalah terjadinya gempa bumi
perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar kerugian jiwa dapat
diminimalkan. Langkah-langkah tersebut antara lain:

A. Selama Terjadi Getaran


• Jangan panik. Getaran yang kita rasakan mungkin menakutkan, tenang-
tenang saja lah, kecuali jika ada benda di atas kepala kita akan jatuh. Bumi tidak
akan merekah dan menelan kita; dengan seteguk air berjalanlah dengan tenag
keluar gedung.

• Jika kita terperangkap di dalam ruangan, tetaplah di dalam ruang.


Berlindunglah di bawah meja, kursi atau apa saja yang dapat melindungi kita
dari jatuhan benda. Atau jika kita terperangkap di gang sebuah suatu ruangan,
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 12}

hall dan berdirilah di sisi luar tembok. Berdirilah jauh-jauh dari barang-barang
mudah pecah, sperti keramik, jendela atau gelas.
• Jangan gunakan cempor, lilin atau lampu bakar lainnya untuk penerangan
termasuk korek api, selama dan setelah getaran. Jauhi semua api.
• Jika kita sedang di luar ruang ketika terjadi gempa, jauhi dinding atau
gedung. Carilah tempat lapang yang betul-betul terbuka.
• Jangan lari melalui atau dekat gedung. Bahaya paling besar akibat
runtuhan adalah jika kita berdiri dekat pintu keluar atau dekat di sekeliling
tembok.
• Jika kita sedang di dalam kendaraan yang sedang berjalan, berhenti dan
cepatlah pasang sabuk pengaman dan tetap di dalam kendaraan. Mobil adalah
sebuah seismometer yang baik, dan mudah tergoncang dengan getaran kecil
sekali pun; tetapi mobil juga sebagai tempat yang bagus untuk berlindung
selama terjadinya gempa hingga guncangan berhenti.

B. Setelah Getaran
• Periksa perlengkapan elektronik yang ada di rumag, tetapi jangan coba-
coba menghidupkan / menyalakan sesuatu. Guncangan gempa dapat
memecahkan pipa air, gas atau memutuskan sambungan listrik.
• Jika kita membaui gas, buka jendela, matikan keran gas terdekat, lantas
dengan hati-hati dan secepatnya keluar gedung. Laporkan kebocoran ini kepada
petugas. Jangan masuk kembali ke rumah sebelum jelas benar bahwa petugas
menyatakan aman.
• Jika saluran air pecah dan mucrat, tutup kran utamanya.
• Jika terjadi korsluiting listrik, matikan dari saklar utamanya.
• Jika kondisi memungkinkan, hidupkan radio atau televisi, untuk
mendapatkan informasi penting bagi langkah lanjutan.
• Jangan pergi jauh-jauh, meskipun hanya sekedar melihat-lihat.
• Jauhi gedung sebagian yang telah roboh, getaran lanjutan yang kecilpun
~ dan ini sering terjadi, akan merobohkan sisa bangunan tersebut.

Perlu diketahui kondisi (7) ini sering abaikan sehingga keadaan tersebut adalah
yang paling banyak menelan korban. Hal ini terjadi karena setelah guncangan
berlalu, kondisi dirasa telah aman dan orang berusaha memasuki rumah unutk
memeriksa keadaan. (Sumber: National Oceanic and Atmospheric
Administrasion; dalam Mallory & Cargo, 1979).
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 13}

12.9. Tsunami
Kata tsu-nami berasal dari bahasa Jepang, yang kira-kira berarti
“Gelombang besar di pelabuhan”; tsu = pelabuhan dan nami =
gelombang. Pada zaman dahulu, kata ini bagi masyarakat umum
mengandung arti “gelombang laut” dan bagi ilmuwan berarti gelombang
seismik laut.

Tsunami berbeda dengan gelombang laut biasa, yang dihasilkan oleh angin; di
mana ditandai dengan sifat gelombang air yang dangkal, perioda dan panjang
gelombang besar. Gelombang biasa
bersifat ritmik, bergulung-gulung saling
mengejar satu dengan lainnya. Gelombang
badai yang paling hebat di lautan
menghasilkan perioda 10 detik, dan
panjang gelombang mencapai 150 meter,
tetapi panjang gelombang Tsunami dapat
mencapai 100 km dengan periode
gelombang dapat mencapai 1 jam.

Gambar 12. 4 . Anatomi tubuh gelombang laut

Gambar 12.5 . Tipikal gelombang laut biasa (kiri) dan gelombang laut akibat tsunami
(kanan)

Akibat dari panjang gelombang yang besar pada gelombang tsunami ini, sifat
gelombangnya akan menjadi gelombang air dangkal bila rasio antara kedalaman
air dengan panjang gelombang menjadi kecil. Kecepatan gerak gelombang air
dangkal sama dengan akar kuadrat dari gaya gravitasi kali kedalaman airnya.
Dengan gambaran tersebut, maka jika pada Samudra Pasifik kedalaman airnya
4000 meter, maka kecepatan gelombang airnya mencapai 200 m/det atau lebih
dari 700 km/jam. Karena energi gelombang ini berkurang sesuai dengan
kedalaman airnya, maka tsunami tidak hanya merambat dengan kecepatan
tinggi, tetapi juga berjalan jauh hingga berjarak “trans-oceanic” dengan
kehilangan energi yang sangat terbatas.

Tsunami bergerak dengan kecepatan tinggi pada laut dalam, dan menjadi lambat
pada laut dangkal; tetapi fluks energi yang tergantung kepada kecepatan dan
tinggi gelombang, relatif konstan. Konsekuensinya meskipun kecepatan
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 14}

gelombangnya berkurang di perairan dangkal, tetapi tinggi gelombangnya akan


mencapai maksimum.

Bagaimana gempa dapat menimbulkan gelombang tsunami? Seperti telah


disinggung sebelumnya, tsunami terbentuk akibat gempa bumi di bawah laut.
Gempa bumi di bawah laut itu sendiri merupakan dampak dari pergerakan
lempeng kulit bumi.

Penjelasan untuk ini dapat ditemukan pada tektonik lempeng, suatu revolusi
konsep pemikiran d bidang ilmu kebumian. Teori Tektonik Lempeng merupakan
gabungan dari beberapa ide dasar tentang pengapungan benua (diajukan oleh
Alfred Wagener, 1912) dan pemekaran lantai samudra, oleh Harry Hess dari
Universitas Princeton.

Lempeng tektonik adalah gambaran dari kulit bumi (lithosfer, Gambar 12. ) yang
kaku keras (rigid) dan terpecah menjadi sebuah mosaik pada bagian samudra
dan benua yang masing-masing dapat bergeser, karena bertumpu pada massa
yang plastis cair (astenosfer) bagian paling atas dari mantel. Lempeng-lempeng
ini bergerak relatif konstan, dan jika
ini terjadi maka garis pinggiran
sepanjang pertemuan lempeng
akan memberikan dampak geologi
yang sangat luas seperti
pertumbuhan rangkaian
pegunungan, gempa bumi, gunung
api dan lain-lain.

Gambar 12.6. Mozaik lempeng-


lempeng kulit bumi.

Karena lempeng-lempeng tersebut mengapung di atas massa cair (magma),


maka arus konveksi yang terjadi pada lapisan astenosfer menyebabkan
lempeng-lempeng tersebut bergerak; saling menumbuk, saling menjauh atau
hanya berpapasan (Gambar 12.7).
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 15}

Gambar 12. 7.
Mekanisme
pergerakan
lempeng.

Pertemuan antar
lempeng adalah
pusat - pusat
kegiatan tektonik,
seperti gempa
bumi, tumbuhnya
gunungapi dan
lain-lain. Pada
bagian di mana
terjadi pertemuan
antara kerak
samudra dengan
kerak benua
dengan gerakan saling mendekat, karena berat jenis lempeng samudra > berat
jenis lempeng benua, maka terjadi tumbukan antar lempeng, hasilnya adalah
kerak samudra akan disusupkan ke bawah lempeng benua. Penyusupan ini
menimbulkan tekanan dan temperatur tinggi, mengakibatkan melelehnya lapisan
kerak menjadi magma
kembali. Magma inilah yang
akan membentuk rangkaian
gunungapi (Gambar 12.8 ).

Gambar 12.8 . Terbentuknya


gunungapi dan lokasi gempa
pada batas antar lempeng.

Salah satu penyebab tsunami adalah terjadinya gempa bumi di bawah laut.
Gempa yang besar sekalipun, seperti gempa 8.5 SR yang terjadi di Alaska, tidak
menimbulkan tsunami karena terjadi di darat.

Secara umum, tsunami disebabkan oleh gelombang laut akibat gangguan di atau
dekat lautan. Gangguan tersebut dapat berupa gempa bumi, letusan gunungapi
bawah laut, longsoran atau detonasi alat nuklir dekat laut. Meskipun demikian,
kebanyakan tsunami ditimbulkan oleh gempa bumi dangkal dengan magnitudo
besar dengan titik episentrum dekat atau di lautan.
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 16}

Pergerakan vertikal kulit bumi sepanjang bagian yang terkoyak, yang diakibatkan
oleh gempa bumi menyebabkan timbulnya gelombang tsunami yang mampu
menjalar ke bagian lain dari samudra dengan kecepatan sangat besar dan
jangkauan area yang sangat luas. Tahapan terbentuknya gelombang tersebut
adalah sebagai berikut (Gambar 12.9):

a) Ketika lempeng samudra bertemu dengan lempeng benua, maka terjadi


tumbukan, di mana lempeng samudra menyusup di bawah lempeng benua
sebagai zona penunjaman.
b) Kegiatan tersebut dapat yang berlangsung ratusan tahun. Di bagian
permukaan lempeng benua pada zona ini, yang merupakan tubuh batuan
rigid, terseret secara perlahan-lahan dan membentuk lengkungan.
c) Ketika batas elastisitas batuan terlampaui, maka terjadilah hentakan
seketika, berupa pelepasan energi. Hentakan inilah yang kita rasakan
sebagai getaran gempa bumi.
d) Hentakan ini dapat mengangkat lapisan kulit / kerak benua, dan
menghentak kolom air yang terdapat di bagian atasnya, maka terbentuklah
gelombang tsunami.

(
a) (b)

(c ) (d)
Gambar 12.9 . Tahap-tahap terbentuknya tsunami akibat tumbukan lempeng
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 17}

Daerah yang paling sering terjadi gempa – tsunami adalah kawasan di seputaran
pantai Samudra Pasifik, juga di Samudra Hindia. Meskipun jumlah lempeng di
kulit bumi ini jumlahnya sangat banyak, tetapi hingga saat ini diketahui ada
sebanyak 12 lempeng yang secara aktif menimbulkan gempa di seluruh belahan
bumi. Di seputaran Samudra India, tercatat 7 kali terjadi tsunami selama periode 200
tahun terakhir (Tabel 12.4)

Tabel 12.4. Peristiwa tsunami di Samudra Hindia periode 200 tahun terakhir.

Tanggal Kejadian Lokasi


1524 Dabhol, Maharashtra
02 April 1762 Semenanjung Arakan, Myanmar
16 Juni 1819 Rann Kachachh, Gujarat
31 Oktober 1847 Pulau Nicobar Besar Island
31 Desember 1881 Nicobar Kecil Island
26 Agustus 1883 Letusan Gunung Krakatau
28 November 1945 Semenanjung Mekran, Balochistan

Sejak dari tahun 1900, gempa yang setara atau lebih besar (Magnitudo >9.0)
dari gempa Aceh ini tercatat antara lain:

• Tahun 1952, magnitudo 9.0 di Kamchatka


• Tahun 1957, magnitudo 9.1 di Kepulauan Andianov - Alaska
• Tahun 1960, magnitudo 9.5 di Chile
• Tahun 1964, magnitudo 9.2 di Prince William Sound - Alaska
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 18}

12.10. Latar Belakang Tektonik Tsunami di Sumatra – Nicobar - Andaman

Harus diakui bahwa gempa bumi dan tsunami yang terjadi di lepas pantai barat
Sumatra adalah suatu gempa yanga paling besar dampaknya sepanjang sejarah
modern manusia. Hasil pencatatan yang dilakukan oleh USGS – Services
Earthquake Network, pada tanggal 26 Desember 2004 tersebut juga diikuti
gempa susulan yang secara berturut-turut (Tabel 12.5). Kejadian gempa bumi
pada hari yang sama di kawasan ini, yang berskala magnitudo > 3.5 terhitung
sebanyak 81 kali.

Tabel 12.5. Gempa bumi magnitudo > 6 pada tanggal 26 Desember 2004 di kawasan
Sumatra – Nicobar – Andaman

DATE-(UTC)-TIM
No yyyy/mm/dd
hh:mm:ss
1 2004/12/26 00:58
2 2004/12/26 04:21
3 2004/12/26 Gambar
Distribusi
12.10.
gempa
bumi di lepas pantai
09:20
barat Sumatra bagian

4 2005/01/01 Utara

06:25
5 2005/01/02 15:35
6 2004/12/26 11:05
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 19}

Bagaimana semua itu bisa terjadi? Indonesia merupakan salah satu negara yang
mengalami tingkat aktifitas gempabumi tertinggi di dunia, yang ditandai dengan
ditemukannya jajaran gunungapi aktif. Kawasan Indonesia, diapit oleh sejumlah
lempeng yang masing-masing bergerak relatif menekan setiap kepulauannya
(Gambar 12.11). Fenomena ini sangat khas dari struktur jajaran kepulauan
dengan karakteristik fisiografik, seperti palung samudra dalam, sabuk
geoantiklin, jajaran gunung berapi dan cekungan tepian benua. Zona tumbukan
(penunjaman) pada umumnya membentuk sudut tegak lurus terhadap sumbu
palung. Tetapi di barat Sumatra agak berbeda, pertemuan antar lempeng
membentuk sudut miring, akibat dari
gerakan puntir dari sumbu
penunjaman. Dan hal ini dapat
dilihat dari adanya Patahan
Semangko, yakni patahan mendatar
di tengah Pulau Sumatra yang
terlihat sejajar dengan rangkaian
gunungapi.

Gambar 12.11 . Lempeng-lempeng yang mengelilingi Kepulauan Indonesia

Di Indonesia bagian timur, lempeng litosperik Asia Tenggara (Lempeng Eurasia)


bertumbukan dengan Lempeng Australia yang bergerak menuju arah utara, dan
dirorong pula oleh Lempeng Samudra Pasifik ke arah barat. Akibatnya Indonesia
merupakan suatu contoh pergerakan lempeng tektonik yang komplek.

Seringnya terjadi letusan gunungapi dan guncangan gempabumi, membuktikan


bahwa proses tektonik aktif terjadi di kawaan ini. Hal ini dapat dianggap sebagai
bagian dari respon terhadap pergerakan lempeng utamanya. Penyebaran
cekungan samudra yang kecil-kecil, potongan-potangan lempeng benua, serta
sisa-sisa busur magmatik masa lalu dan sejumlah sisa-sisa zona penunjaman
yang kompleks, menjadikan kawasan Indonesia sebagai kawasan yang dari dulu
hingga sekarang, bahkan sampai nanti pun secara tektonik sangat aktif.
Kecepatan dari pergerakan tiap lempeng di kawasan ini sangat bervariasi,
seperti pergerakan Palung Jawa adalah 6,0 cm/tahun pada 0°S 97°E (azimuth
23°); 4.9 cm per tahun pada Palung Jawa bagian Timur pada 12°S 120°E
(azimuth 19°); dan 10.7 cm per tahun di Papua pada koordinat 3°S 142°E
(azimuth 75°).

Pada zona tumbukan di tenggara Sumatra, Palung Jawa (Java Trench) memiliki
arah jurus kurang lebih N37°W. Kerak Samudra India – Australia, bergerak ke
ke arah N23°E relatif ke arah Asia Tenggara dengan sudut terpuntir (oblique)
60o. Tanda panah merah (Gambar 12.12), menyatakan arah gerakan lempeng
India-Australia terhadap Lempeng Eurasia. Arah umum gerakan sebenarnya
adalah relatif utara, yang menghasilkan lempengan-lempengan lebih kecil dan
terletak di antara batas-batas lempeng utama India-Australia dan Eurasia.
Gempa yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi pada salah satu
lempeng kecil di antara Lempeng Mikro dan Lempeng India.
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 20}

Patahan dan batas lempeng pada peta ini diperlihatkan oleh dua garis merah
sejajar. Pahan yang terletak di dalam “detail map”, telah dilakukan penelitian oleh
Pubeller, dkk. (2003) dan diverifikasi keberadaannya. Lebar Lempeng Mikro
Burma adalah antara 200 – 400 km, di mana pada bagian baratnya dibatasi oleh
sistem patahan naik dan tersingkap di Palung Sunda (Sunda Trench),
sedangkan di bagian timur zona ini dibatasi oleh patahan mendatar dan patahan
normal yang memotong Kepulauan Andaman dan Nicobar. Sebaran Lempeng
Mikro Burma itu sendiri berawal dari zona deformasi di selatan Burma, palung
Kepulauan Andaman dan Nicobar hingga ke bagian Utara Sumatra.

Gambar 12.12. Kerangka tektonik jalur penunjaman Sumatra – Nicobar - Andaman


Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 21}

Pemodelan “Finite fault model” oleh C. Ji dari California Institue of Technology


memperlihatkan bahwa bidang patahan di barat Sumatra ini mempunyai arah
jurus N40oW dan kemiringan bidang patahan 11o. Dimensi elemen sub-patahan
pada arah jurus adalah 15 km dan arah kemiringannya adalah 12 km.

Bencana gempabumi tanggal 26 Desember 2004 dipicu oleh kegiatan patahan


naik (thrust-faulting) yang terjadi di perbatasan Lembeng India dengan Lempeng
Mikro Burma. Dalam hitungan menit, patahan melepaskan strain elastik yang
telah terakumulasi selama berabad-abad dari akibat penunjaman Lempeng
Samudra India di bawah Lempeng Mikro Burma.

Secara garis besar, Lempeng India dan Australia bergerak ke arah Utara-
Timurlaut relatif menumbuk Lempeng Eurasia dengan kecepatan sekitar 60
mm/tahun. Kecepatan ini diketahui pada tempat relatif di mana gempabumi
tanggal tersebut terjadi. Gerakan ini menimbulkan konvergensi oblique
(memuntir) pada Palung Jawa – Sunda, yang merupakan bagian kecil dari
sistem patahan naik, yang terjadi antara Lempeng India dengan Lempeng Mikro
Burma. Kegiatan ini diikuti pergeseran-pergeseran lainnya yang membentuk
sudut yang besar dan arah yang berbeda dari orientasi palung. Meskipun
demikian, patahan mendatar yang ada di batas timur Lempeng Mikro Burma dan
arah pergeserannya pun relatif searah dengan palung.

Gempa utama tanggal 26 Desember 2004 ini, dengan magnitudo 9,1


menimbulkan pergeseran-pergeseran yang berbeda di beberapa tempat, tetapi
lantakan patahan merambat secara konsisten ke arah baratlaut dari episentrum,
dan menghasilkan robekan kulit bumi di bagian lainnya hingga berjarak yang
diperkirakan 1300 km ke arah baratlaut. Gempa susulan yang besar lainnya
memiliki magnitudo 6.0 - 7,3 di sepanjang jalur Nicobar - Andaman. Patahan
utamanya menggerakkan lapisan kulit bumi di samudra India sepanjang 150 km,
dengan pergeseran patahan maksimum 20 m. Batusn dasar samudra yang
merupakan bagian dari lempeng benua, terangkat secara tiba-tiba hingga
beberapa meter. Hal inilah yang menimbulkan gempa dan menghasilkan
gelombang tsunami yang besar.
Yunus Ashari, Ir, MT. { Hal. 12 - 22}

12.11. Diskusi dan Kesimpulan

Informasi yang berhubungan dengan gempa bumi bawah laut yang terjadi di
Sumatra – Nicobar – Andaman pada 26 Desember 2004, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
• Gempa dengan kekekuatan 9.0 pada jam 06:58.50 UTC (atau 06.58.50
WIB) pada episentrum, terletak pada bujur 3,298° utara dan lintang 95,779°
timur, kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh pada kedalaman 30 kilometer.
Gempa ini memicu terjadinya gempa susulan, pada magnitudo > 3,5
setidaknya 81 kali di wilayah Sumatra – Nicobar – Andaman. Sedangkan
gempa besar, magnitudo > 6 terjadi sebanyak 21 kali.
• Gempa bumi tidak dapat diprediksikan secara ilmiah, tetapi ketika gempa
bumi terdeteksi pada suatu daerah, kemungkinan dapat dibutuhkan waktu
sekitar 3 jam untuk memberitahukan potensi tsunami. Hal ini diketahui
berdasarkan sistem peringatan dini yang telah terpasang di sepanjang lingkar
Samudra Pasifik, sementara di Samudra India tidak ada sistem ini.
• Banyaknya korban harta dan manusia pada gempa tanggal 26 Desember
2004, adalah akibat dari;
• Tidak adanya sistem yang mendukung untuk peringatan dini
• Penduduk yang mendiami tepi pantai kawasan ini cukup padat
• Belum adanya institusi yang melakukan sosialisi bencana gempa
dan/atau tsunami untuk segera menuju tempat yang lebih tinggi, jika
merasakan adanya getaran gempa.
• Sebenarnya tsunami sangat jarang terjadi di Samudra India, karena
umumnya gempa yang terjadi di kawasan ini lebih kecil daripada di Pasifik.
Pada satu abad terakhir, di kawasan Samudra India tercatat hanya 7 kali
tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi meliputi kawasan sekitar
Indonesia, Pakistan, dan sekali di Teluk Benggala. Meskipun demikian
tsunami besar pernah, yakni pada saat terjadinya letusan Gunung Krakatau
pada tahun 1883. Gelombang tsunami yang ditimbulkan, dirasakan hingga Sri
Lanka di mana air laut naik hingga 1 m.
• Kejadian gempa - tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, adalah
konsekuensi logis dari posisi kepulauan Indonesia yang terletak di antara
jalur tektonik aktif yang mengelilinginya.
• Karena sifat bencana gempa bumi – tsunami sulit diprediksi dan tidak
dapat dihindari, maka upaya yang harus dilakukan untuk memperkecil
dampak adalah:
• Perlunya dibentuk institusi yang bertugas untuk mengelola bencana
gempa bumi – tsunami, dan mempersiapkan masyarakat dalam
menghadapi bencana, dan bertindak sebagai “early warning”.
• Perlu dilakukannya sosialisasi bahaya gempa-tsunami secara
terencana, berkala dan berkesinambungan.
• Perlunya perencanaan penggunaan lahan tepi pantai serta
perencanaan konstruksi rumah dan bangunan tahan gempa.

You might also like