You are on page 1of 6

Pengertian Erosi

Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang
diangkut oleh media alami ketempat lain (Arsyad, 1989). Erosi menyebabkan hilangnya lapisan
atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan
tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan diendapkan di
tempat lain: didalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi dan sebagainya.

Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat
kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan
hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan
yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk
menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah
dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi,
karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar
tanaman pertanian yang lebih lemah.

Potensi Erosi di Indonesia

Tanah-tanah di Indonesia tergolong peka terhadap erosi, karena terbentuk dari bahan-
bahan yang relatif mudah lapuk. Erosi yang terjadi akan memperburuk kondisi tanah tersebut,
dan menurunkan produktivitasnya. Tanah akan semakin peka terhadap erosi, karena curah hujan
di Indonesia umumnya tinggi, berkisar dari 1.500-3.000 mm atau lebih setiap tahunnya, dengan
intensitas hujannya yang juga tinggi. Di beberapa daerah Indonesia bagian Timur, hujan terjadi
dalam periode pendek dengan jumlah relatif kecil, namun intensitasnya tinggi, maka bahaya
erosi pada agroekosistem lahan kering besar dan tidak bisa diabaikan.

Sehubungan dengan tingginya jumlah dan intensitas curah hujan, terutama di Indonesia
Bagian Barat. Bahkan di Indonesia Bagian Timur pun yang tergolong daerah beriklim kering,
masih banyak terjadi proses erosi yang cukup tinggi, yaitu di daerah-daerah yang memiliki hujan
dengan intensitas tinggi, walaupun jumlah hujan tahunan relatif rendah (Abdurachman dan
Sutono, 2002;Undang Kurnia et al., 2002).
Faktor lereng juga merupakan penyebab besarnya potensi bahaya erosi pada usaha tani
lahan kering. Di Indonesia, usaha tani tanaman pangan banyak dilakukan pada lahan kering
berlereng. Hal ini sulit dihindari, karena sebagian besar lahan kering di Indonesia mempunyai
kemiringan lebih dari 3% dengan bentuk wilayah berombak, bergelombang, berbukit dan
bergunung, yang meliputi 77,4% dari seluruh daratan (Hidayat dan Mulyani, 2002). Lahan yang
tergolong datar seluas 42,6 juta ha atau 22,6% dari luas seluruh daratan (Abdurachman dan
Sutono, 2002), biasanya digunakan untuk persawahan, pemukiman dan fasilitas umum, atau
tanah marginal yang tidak produktif bila digunakan untuk pertanian. Tanah yang peka erosi dan
praktek pertanian yang tidak disertai upaya pengendalian erosi juga turut menentukan tingkat
kerawanan lahan-lahan pertanian terhadap erosi.

Tingkat erosi yang semakin meningkat dengan meningkatnya kegiatan penduduk


membuka tanah-tanah pertanian tanpa pengelolaan yang benar, telah ditunjukkan oleh hasil
penelitian van Dijk dan Vogelzang (1948 dalam Arsyad, 2000) di Sub Daerah Aliran Sungai
Cilutung (DAS Cimanuk). Dari hasil analisis perkiraan kandungan sedimen Sungai Cilutung
pada tahun 1911/1912 mereka mendapatkan besarnya erosi sekitar 13,2 t ha-1 tahun-1, ekivalen
dengan 0,9 mm lapisan tanah.

Pengukuran yang dilakukan pada tahun 1934/1935 menunjukkan peningkatan erosi lebih
dari dua kali laju erosi pada tahun 1911/1912 yakni 28,5 ha-1 tahun-1 atau ekivalen dengan 1,9
mm lapisan tanah. Di dalam masa antara tahun 1948-1969 besarnya erosi telah meningkat
menjadi 120 t ha-1 tahun-1 atau 8,0 mm tahun-1. Dames (1955 dalam Abdurachman dan Sutono,
2002) juga melaporkan bahwa sekitar 1,6 juta ha tanah di bagian Timur Jawa Tengah
(Yogyakarta, Surakarta, sebagian Karesidenan Semarang dan Jepara-Rembang), telah mengalami
erosi berat seluas 36,0%, erosi sedang 10,5%, erosi ringan 4,5% dan tidak tererosi 49,0%.
Selanjutnya Partosedono (1977) menunjukkan bahwa laju erosi di DAS Cimanuk, Jawa Barat,
mencapai 5,2 mm tahun-1, mencakup areal 332 ribu ha.

Tingkat bahaya erosi lahan pertanian khususnya yang ditanami tanaman semusim tanpa
tindakan konservasi tanah ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian skala petak. Hasil
penelitian Suwardjo (1981) pada tanah Oxisol Citayam, Jawa Barat dengan lereng 14%, laju
erosi mencapai 25 mm tahun-1. Hasil penelitian pada tanah Ultisol Lampung menunjukkan laju
erosi mencapai 3 mm-1 tahun-1, padahal kemiringan lahan hanya 3,5%. Pada kemiringan lahan
9- 10%, Abdurachman et al (1985) melaporkan bahwa erosi pada tanah Alfisol di Putat, Jawa
Tengah mencapai 15 mm tahun-1, dan pada Alfisol di Punung, Jawa Timur mencapai 14 mm
tahun-1.

Faktor Faktor Penyebab Erosi

Setiap permasalahan sudah tentu memiliki penyebab, begitu pula dengan erosi. Beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya erosi diantaranya adalah:
1. Iklim
Iklim dapat mempengaruhi erosi oleh karena menentukan indeks erosifitas hujan. Selain itu,
komponen iklim yaitu curah hujan dapat mempengaruhi laju erosifitas secara terus menerus
sesuai intensitas hujan yang terjadi.
2. Tanah
Sedang tanah dengan sifat-sifatnya itu dapat menentukan besar kecilnya laju pengikisan (erosi)
dan dinyatakan sebagai faktor erodibilitas tanah (kepekaan tanah terhadap erosi atau ketahanan
tanah terhadap adanya erosi).
3. Topografi
Kemampuan tanah terbawa air erosi dipengaruhi oleh topografi suatu wilayah. Kondisi wilayah
yang dapat menghanyutkan tanah sebagai sedimen erosi secara cepat adalah wilayah yang
memiliki kemiringan lereng yang cukup besar. Sedangkan pada wilayah yang landai akan kurang
intensif laju erosifitasnya, karena lebih cenderung untuk terjadi penggenangan.
4. Tanaman Penutup Tanah
Tanaman penutup tanah (vegetasi) berperan untuk menjaga agar tanah lebih aman dari percikan-
percikan yang terjadi akibat jatuhnya air hujan ke permukaan tanah. Selain melindungi dari
timpaan titik-titik hujan, vegetasi juga berfungsi untuk memperbaiki susunan tanah dengan
bantuan akar-akar yang menyebar.
5. Manusia
Manusia dapat berperan sebagai penyebab cepatnya laju erosi maupun menekan laju erosi.
Dalam proses mempercepat erosi, manusia banyak melakukan kesalahan dalam pengelolaan
lingkungan, seperti penambangan, eksploitasi hutan, pengerukan tanah, dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam penanggulangan laju erosi, manusia dapat melakukan evaluasi konservasi
lahan dengan cara reboisasi, pembuatan terasering pada areal pertanian,dan lain-lain.

Bentuk Bentuk Erosi

Bentuk-bentuk erosi ini merujuk pada erosi yang terjadi secara accelerated. Seperti pada bagian
awal, erosi semacam ini banyak dipengaruhi oleh iklim dan faktor manusia. Kartasapoetra dalam
bukunya “Tekhnologi Konservasi Tanah dan Air” menyebutkan bentuk-bentuk erosinya adalah:
1. Sheet Erosion (erosi lembaran)
Adalah erosi dalam bentuk lembaran-lembaran pada permukaan tanah. Tejadi pengangkatan dan
pemindahan tanah demikian merata pada bagian permukaan tanah.
2. Rill Erosion (erosi alur)
Daya aliran air dengan mudah terus akan melakukan pengikisan kebagian bawahnya, dengan
demikian pengikisan terus merambat kebagian bawahnya lagi dan terbentuklah alur-alur pada
permukaan tanah dari atas memanjang kebawah, alur ini adalah dangkal.
3. Gully Erosion (erosi parit)
Erosi parit sangat erat hubungannya dengan erosi alur, karena memang erosi parit melanjutkan
aktivitas daya pengikisan partikel tanah pada alur-alur yang sudah terbentuk.
Penggunaan intensif jalan setapak dihutan dapat menyebabkan pemadatan tanah, peningkatan
aliran pemukaan, dan kemudian pembentukan parit-parit erosi (Laurence & Peter,1988:16)
4. Stream Bank Erosion (erosi tebing sungai)
Umumnya terjadi pada sungai sungai yang berbelok-belok tergantung dari derasnya arus sungai.
Sungai yang lurus jarang sekali menimbulkan erosi tebing.
Menurut Hudson dalam tulisannya, besarnya erosi maksimal yang dapat dibiarkan adalah
berkisar antara 2,5 – 12,5 ton per hektar per tahun. Laju erosi diberbagai DAS saat ini relatif
tinggi. Misalnya sub-DAS Ciliwung Hulu, secara kumulatif laju erosi yang terjadi adalah 19,3
ton/ha/th dengan indeks erosi sebesar 1,29 (>1) yang berarti bahwa ditinjau dari segi erosi DAS
tersebut dalam kondisi jelek (Arief Guritno dkk,2003). Kita hanya bisa menghambat
berlangsungnya erosi tetapi tidak bisa mencegah sama sekali terjadinya erosi tersebut.
Penghambatan tersebut adalah sangat tergantung pada aktivitas dan kebijaksanaan kita pula (G
Kartasapoetra dkk,1991:60).
Pengaruh Yang Ditimbulkan Oleh Erosi

Dampak erosi dibagi menjadi dampak ditempat asal terjadinya erosi (on site) dan dampak
pada daerah diluarnya (off site). Dampak erosi tanah di tapak (on-site) merupakan dampak yang
dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktifitas. Hal ini
berdampak pada kehilangan produksi peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan
olah tanah yang akhirnya menimbulkan terjadinya tanah kritis.

Pengaruh erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya adalah terjadinya penghanyutan
partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi dan
penampungan, serta perubahan profil tanah. Sedangkan pengaruh pada kesuburan kimia tanah
menurut Goeswono Soepardi dalam bukunya “Sifat dan Ciri Tanah” adalah kehilangan unsur
hara karena erosi selama rata-rata 2 tahun yang diperoleh dari percobaan di Missouri yaitu N 66
kg per hektar, kemudian P2O5 41 kg per hektar,K2O 729 kg per hektar, MgO 145 per kg per
hektar,dan SO4 sebanyak 42 kg per hektar per tahun.

Tanah yang dikatakan rusak kalau lapisan bagian atasnya atau top soil (ketebalan 15 - 35
cm) memang telah banyak terkikis dan atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisan
tersebut menjadi tipis atau bahkan hilang (A.G Kartasapoetra,1986:45).

Dampak erosi tanah diluar lahan pertanian (off-site) merupakan dampak sangt besar
pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimen
menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Arsyad (1989)
mengemukakan bentuk dampak off-site antara lain:
1. Pelumpuran dan pendangkalan waduk
2. Tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan
3. Memburuknya kualitas air, dan
4. Kerugian ekosistem perairan

Upaya Penanggulangan Erosi


Salah satu hal yang perlu disadari oleh para perencana dan pengambil kebijakan adalah
bahwa menghilangkan erosi pada lahan usaha tani sangatlah tidak mungkin, karena gangguan
terhadap lahan pertanian sebagai pemicu erosi sulit dihindari
Seperti diketahui, bahwa besarnya erosi pada sebidang lahan ditentukan oleh faktor-
faktor penyebab erosi, yaitu iklim, tanah, topografi, pengelolaan tanaman/tumbuh-tumbuhan, dan
aktivitas manusia. Oleh sebab itu, dalam penanggulangan masalah erosi dan perencanaan teknik
konservasi tanahnya harus didasarkan kepada faktor-faktor penyebab erosi tersebut. Akan tetapi,
faktor-faktor erosi tersebut ada yang mudah dikuasai atau dikontrol, dan ada pula yang tidak
mudah dikontrol. Faktor penyebab erosi yang tidak mudah dikontrol, pengaruhnya dapat diubah
secara tidak langsung, yaitu dengan menerapkan teknik konservasi tanah.
Penerapan teknik konservasi tanah dengan mengurangi derajat kemiringan lahan dan
panjang lereng merupakan salah satu cara terbaik mengendalikan erosi. Hal ini dapat ditempuh
dengan menggunakan metode konservasi tanah baik secara mekanik maupun vegetatif. Pada
prakteknya, metode konservasi tanah mekanik dan vegetatif sulit untuk dipisahkan, karena
penerapan metode konservasi tanah mekanik akan lebih efektif dan efisien bila disertai dengan
penerapaan metode vegetatif. Sebaliknya, meskipun penerapan metode vegetatif merupakan
pilihan utama, namun perlakuan fisik mekanis seperti pembuatan saluran pembuang air (SPA),
bangunan terjunan (drop structure), dan lain-lain masih tetap diperlukan.

Daftar Pustaka
http://samrumi.blogspot.com/2009/01/pengertian-dan-bentuk-bentuk-erosi.html, diakses tanggal
26 Februari 2011
http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/lahankering/berlereng1.pdf, diakses
tanggal 26 Februari 2011
http://link-geo.blogspot.com/2009/08/erosi-dampak-serta-upaya-mengurangi.html, diakses
tanggal 26 Februari 2011

You might also like