You are on page 1of 26

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Hakikat Bahasa

Hakikat bahasa itu tercermin dalam ciri-ciri bahasa. Banyak ahli mencirikan

bahwa bahasa itu adalah sebuah sistem lambang, bersifat arbitrer, produktif, dinamis ,

beragam dan manusiawi. Bahasa dikatakan sebuah sistem lambang berupa lambang

bunyi karena bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan

dapat dikaidahkan. Dapat dikatakan pula sistem lambang ini mengacu pada sifat unik

dan universal. Unik berarti bahasa memiliki ciri khas yang tidak dimiliki bahasa lain

sedangkan universal berarti bahasa memiliki ciri yang sama pada semua bahasa.

Bahasa bersifat arbitrer menerangkan bahwa hubungan antara lambang

dengan yang dilambangkannya tidak bersifat wajib , bisa berubah dan tidak dapat

dijelaskan mengapa lambang terebut mengkonsepsi makna tertentu.

Bahasa itu bersifat produktif. Artinya dari bahasa dapat dibuat satuan-satuan

ujaran yang hampir tidak terbatas.

Bahasa bersifat dinamis menjelaskan bahwa bahasa berkembang sepanjang

zaman dan tidak henti-hentinya menghasilkan bentuk-bentuk dan ujaran-ujaran baru

serta selalu menerima kemungkinan perubahan-perubahan baru.

8
10

Bahasa bersifat manusiawi menerangkan bahwa hanya manusia yang

memiliki kemampuan verbal untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Hewan dan

makhluk lainnya tidak memiliki bahasa.

Bahasa itu beragam, artinya, antara satu individu atau masyarakat dengan

individu atau masyarakat lain bahasa akan selalu berbeda baik dalam unsur bunyi,

kosa kata atau pun gramatika. Perbedaan tersebut sebagai hasil dari komposisi

masyarakat yang bersifat heterogen. Tak ada satu bahasa pun di dunia yang persis

sama dengan bahasa lain. Bahkan keragaman bahasa akan didapati pada individu-

individu dalam satu lingkungan yang sama. Inilah ciri bahasa yang menjadi acuan

penulisan penelitian ini bahwa keragaman berbahasa tercermin dalam variasi-variasi

linguistik sebagai akibat keanekaragaman masyarakat.

2.2. Sosiolinguistik

Berkaitan dengan keragaman bahasa sebagai suatu hakikat bahasa, bahasa itu

merefleksikan masyarakat penuturnya. Perpaduan antara disiplin ilmu linguistik

(bahasa) dan sosiologi (masyarakat) disebut sosiolinguistik. Inti dari sosiolinguistik

adalah membahas dan menyusun teori-teori tentang hubungan masyarakat dan bahasa

(Chaedar Alwasilah 1993: 1). Sosiolinguistik merupakan bidang studi yang

mempelajari atau mengkaji tentang ciri khas kebahasaan suatu masyarakat . Mengapa

dan bagaimana suatu masyarakat lebih cenderung memakai ciri bahasa yang satu

dibandingkan dengan yang lain.

Pendapat senada juga telah dikemukakan oleh J.A Fishman (1972:4):


11

“Sociolinguistics is the study of the characteristics of language varieties, the


characteristics of their functions, and the characteristics of their speakers as
these three constantly interact, change and change one another within a speech
community.”

Dengan demikian , sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan aspek-aspek

kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam

bahasa yang berkaitan dengan dengan faktor-faktor kemasyarakatan.

Sementara itu, Sumarsono dan Paina Partana (2002:7) mendeskripsikan

bahwa sosiolinguistik mempunyai hubungan erat dengan sosiologi dan linguistik

umum (general linguistics). Sosiologi mempelajari antara lain struktur sosial,

organisasi kemasyarakatan, hubungan antara anggota masyarakat dan tingkah laku

masyarakat. Sedangkan fokus kajian linguistik adalah struktur bahasa yang meliputi

fonologi, morfologi, dan sintaksis. Maka dari itu, sosiolinguistik membantu

sosiolinguis untuk menelaah bahasa dengan data verbal dan data nonverbal . Dengan

sosiolinguistik, dapat ditemukan ciri linguistik yang mana yang diterapkan suatu

masyarakat.

Sosiolinguistik membatasi ruang lingkup dan kajian sehingga memudahkan

para sosiolinguis untuk membahas fenomena-fenomena bahasa yang ada dalam

masyarakat. Menurut Nababan (1984:3) masalah utama yang dibahas atau dikaji

dalam sosiolinguistik adalah :

1. Mengkaji bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan

2. Menghubungkan faktor-faktor kebahasaan , ciri-ciri dan ragam bahasa dengan

situasi serta faktor-faktor sosial dan budaya.


12

3. Mengkaji fungsi-fungsi sosial dan penggunaan bahasa dalam masyarakat

Sedangkan topik-topik yang dibicarakan dalam sosiolinguistik menurut Nababan

mencakup antara lain :

1. bahasa, dialek, idiolek dan ragam bahasa

2. repertoar bahasa

3. masyarakat bahasa

4. kedwibahasaan dan kegandabahasaan

5. fungsi kemasyarakatan bahasa dan profil sosiolinguistik

6. penggunaan bahasa (etnografi bahasa)

7. sikap bahasa

Pakar sosiolinguistik, J.A Fishman juga mengatakan bahwa kajian

sosiolinguistik itu lebih banyak kualitatif, berbeda dengan kajian sosiologi bahasa

yang bersifat kuantitatif. Jadi sosiolinguistik lebih berhubungan dengan perincian-

perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola

pemakaian bahasa atau dialek dalam budaya tertentu, pilihan pemakaian bahasa atau

dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik dan latar pembicaraan.

2.3. Bahasa dan Masyarakat

Hubungan antara bahasa dan masyarakat bahasa sangat erat. Masyarakat

dengan bahasanya menjelaskan mengapa anggota suatu kelompok masyarakat

berbicara dalam konteks sosial yang berbeda dan memberikan identifikasi fungsi

sosial bahasa serta cara-cara yang digunakan untuk menyampaikan makna sosial.
13

Dengan meneliti cara orang menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang ada

memberikan banyak informasi mengenai bagaimana bahasa berkerja, misalnya

dalam hubungan sosial di suatu komunitas masyarakat.

Selain pemrolehan informasi seperti di atas, bahasa digunakan juga untuk

mengekspresikan emosi dan kejengkelan, rasa suka, hormat dan perasaan. Dari

ucapan seseorang, akan diketahui apa yang ia rasakan atau pikirkan dan hubungannya

dengan orang yang diajaknya bicara.

Dengan kata lain, ada dua aspek perilaku bahasa yang sangat penting dari

sudut pandang sosial :

1. Fungsi bahasa dalam menentukan hubungan sosial

2. Peran bahasa dalam menyampaikan informasi mengenai penutur (speaker), baik

itu mengenai latar belakang, kelas sosial, pekerjaan, dan lain-lain yang

mencerminkan aspek sosial budaya dan penutur.

Ferdinand De Saussure (1916) membedakan langage, langue dan parole

untuk menjelaskan bahasa dan tutur. Langage digunakan untuk menyebut bahasa

sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi secara verbal di

antara sesamanya. Langue mengacu pada suatu sistem lambang bunyi yang dipakai

oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi

sesamanya. Sedangkan parole bersifat konkret dan mengacu pada pelaksanaan langue

dalam bentuk ujaran atau tuturan yang dipakai oleh anggota masyarakat di dalam

berinteraksi atau berkomunikasi sesamanya. Sebagai langue bahasa itu bersifat

terbatas pada suatu masyarakat tertentu. Menurut Abdul Chaer (1955:42),


14

masyarakat yang dimaksud di sini adalah masyarakat yang di dalamnya terdapat ciri

saling mengerti (mutual intelligible).

Hal ini pernah dikemukakan oleh Corder dalam Chaedar Alwasilah (1993:37)

yang mengatakan bahwa suatu masyarakat ujaran adalah sekelompok orang yang

satu sama lain bisa saling mengerti sewaktu mereka berbicara. Adanya saling

pengertian terjadi karena adanya kesamaan sistem dan subsistem (fonologi,

morfologi, sintaksis, leksikon dan semantik) di antara parole-parole yang mereka

gunakan. Kesamaan-kesamaan subsistem dan sistem ini nantinya menghasilkan

dialek yang terdiri dari idiolek-idiolek yang berbeda-beda. Idiolek merupakan ciri

khas bahasa seseorang.

Sebelumnya Bloomfield (1933:29) telah menjelaskan bahwa masyarakat

bahasa adalah sekelompok orang yang menggunakan sistem tanda-tanda ujaran yang

sama. Hal yang membedakan antara masyarakat yang satu dengan yang lain hanya

terletak pada bahasa yang dipakai.

Selanjutnya Labov (1972a:120) menyatakan bahwa

“The speech community is not defined by any marked agreement in the use of
language elements, so much as by participation in a set of shared norms; these
norms may be observed in overt types of evaluative behaviour, and by the
uniformity of abstract patterns of variation which are invariant in respect to
particular levels of usage.”

Sedangkan menurut Hudson (1980:27):


15

“…a set of people who have something in common linguistically- a language or


dialect, interaction by means of speech, a given range of varieties and rules for
using them, a given range of attitudes to varieties and items.”

Dengan demikian suatu kelompok orang bisa disebut sebagai suatu

masyarakat bahasa tidak hanya terbatas oleh pemakaian bahsa yang sama, tetapi bisa

juga hanya karena mereka mempunyai aturan dan sikap berbahasa yang sama.

2.4 Variasi bahasa

Variasi bahasa atau keragaman bahasa merupakan salah satu karakteristik

bahasa. Masyarakat yang berbeda cenderung berbicara dalam ragam yang berbeda

pula tergantung pada letak geografis, jenis pekerjaan, tingkat sosial –ekonomi atau

usia. Dalam ujaran perseorangan pun , kita menemukan adanya ragam bahasa.

Seorang mahasiswa cenderung memilih ragam bahasa santai bila ia bercakap-cakap

dengan teman-temannya di luar suasana kelas. Ia bisa dengan bebas menggunakan

kata-kata slang seperti sih dalam “ Siapa sih yang datang, Ka ?” atau kata

deh dalam “ Ih..nggak punya malu deh”. Sedangkan di dalam kelas seorang

mahasiswa dituntut untuk memakai ragam bahasa yang lebih formal atau yang

mendekati standar bahasa baku. Lain lagi halnya ketika mahasiswa tersebut berbicara

dengan keluarganya di rumah. Ia cenderung berbicara dalam gaya bahasa santai

karena kedekatan hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. Di rumah, ia juga

bisa menggunakan bahasa daerah tempat ia berasal di mana di tempat lain ia tidak

dapat secara sembarangan menggunakan bahasa daerahnya tersebut.


16

Ferguson dan Gumperz dalam Alwasilah (1993:55) menjelaskan bahwa

ragam bahasa adalah :

“Keseluruhan pola-pola ujaran manusia yang cukup dan serbasama untuk


dianalisis dengan tehnik-tehnik pemerian sinkronik yang ada dan memiliki
perbendaharaan unsur-unsur yang cukup besar dan penyatuan-penyatuannya
atau proses-proses dengan cakupan semantik yang cukup jembar untuk
berfungsi dalam segala konteks komunikasi yang normal.”

Chaer berpendapat lain mengenai ragam bahasa ini. Ragam bahasa menurut

Chaer (1995:80) timbul karena dua faktor penting yaitu keragaman sosial penutur

bahasa dan keragaman fungsi bahasa. Keragaman sosial penutur bahasa terbentuk

dari perbedaan-perbedaan kelompok sosial, etnis, status, pekerjaan, usia atau jenis

kelamin. Adapun keragaman fungsi bahasa dapat dijelaskan dengan adanya fenomena

bahwa bahasa yang dipakai ketika orang-orang berada di pemakaman akan berbeda

ketika orang-orang sedang menghadiri pesta pernikahan, seminar, sidang pengadilan

atau sedang berasa di ruang kelas.

Dapat disimpulkan bahwa ragam bahasa adalah istilah yang dipakai untuk

mengacu pada pemakaian bahasa tertentu karena faktor keragaman individu yang

selanjutnya mengarah pada keragaman sosial serta karena faktor situasi berbahasa.

Variasi bahasa meliputi jenis variasi linguistik yang berbeda yang digunakan

untuk mengekspresikan dan merefleksikan faktor sosial. Termasuk dalam variasi

linguistik ini yaitu kosa kata dan pilihan kata, tata bunyi (phonology), struktur kata

(morphology), dan struktur kalimat (syntax). Hal ini berdasarkan pendapat Nababan :
17

“Dilihat dari sudut lain bahasa dapat kita gambarkan bahasa terdiri dari 3 sub-
sistem, yaitu (1)sub-sistem fonologi yang mencakup unsur-unsur bunyi serta
strukturnya, (2) tata bahasa, yang memerikan hubungan antara unsur-unsur
berakna (morfem,kata, frasa, klausa), dan (3) kosa kata, yaitu daftar dari
unsur-unsur bermakna” (Nababan, 1984;48)

Senada dengan Nababan, Kridalaksana juga memilahkan sistem bahasa ke

dalam 3 sub-sistem yaitu fonologi, gramatika dan leksikon.

1. Sub-sistem fonologi, mencakup segi bunyi bahasa, baik yang bersangkutan

dengan ciri-cirinya (yang diteliti oleh fonetik), maupun yang bersangkutan

dengan fungsinya dalam komunikasi

2. Sub-sistem gramatika atau tata bahasa yang mencakup morfologi dan sintaksis.

Sub-sistem morfologi mencakup kata, bagian-bagiannya dan kejadiannya. Sub-

sistem sintaksis mencakup satuan-satuan yang lebih besar daripada kata serta

hubungan antara satuan-satuan itu.

3. Sub-sistem leksikon, mencakup perbendaharaan kata suatu bahasa.

Sementara itu menurut Kartomihardjo (1998 :30) piranti penanda ragam

bahasa atau variasi bahasa yang biasa dipergunakan dalam interaksi sosial atau tindak

komunikasi adalah sebagai berikut :

1. Suara

Seseorang dapat mengatakan pendapatnya tentang orang lain berdasarkan suara

yang dimiliki oleh orang lain tersebut. Termasuk misalnya seeorang itu mempunyai

sifat yang lemah lembut, sabar, senang, menolong orang lain , atau orang yang jahat,

pemarah, egois dan sebagainya. Bahkan suatu kebudayaan tertentu dapat menilai
18

kepribadian dan penampilan seseorang yang hanya bersumber pada suara seseorang

itu.

2. Dialek, register, bahasa dan kode

Melalui dialek, register, bahasa dan kode yang digunakan dalam berkomunikasi

dengan orang lain, dapat diketahui kategori ragam yang dipakai seseorang. Artinya

ragam bahasa dapat dikenali melalui penanda tersebut.

3. Kualitas suara

Dalam setiap kode, baik dialek maupun variasi bahasa tertentu, biasanya

dipergunakan tinggi rendah nada, tempo, warna suara, keras dan lembut suara dalam

ukuran tertentu. Bila batas ukuran normal itu dilampaui, maka pembicara telah

menggunakan piranti ragam bahasa untuk menunjukkan makna tertentu.

4. Bunyi, kata dan struktur kalimat

Piranti ini berupa varian fonetis, yang menyangkut pengucapan yang berbeda bagi

kata yang sama, varian leksikal, yang melibatkan kata-kata yang berbeda untuk

maksud yang sama, dan varian sintaksis, yang meliputi penggunaan konstruksi

gramatikal yang berbeda untuk makna yang sama. Ketiga macam varian itu

merupakan piranti ragam apabila kehadirannya dalam suatu interaksi tidak mengubah

isi pesan semula, melainkan mengisyaratkan makna sosial, emosional atau fungsi

sosial tertentu. Seluruh ujaran yang berisi kalimat dapat pula dipergunakan sebagai

piranti ragam bahasa untuk menunjukkan status sosial, hubungan yang diinginkan

dan keadaan jiwa pembicara pada waktu interaksi berlangsung.


19

Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah suatu sub-sistem

yang terdiri dari unsur-unsur fonologi, leksikon dan gramatika yang disusun secara

teratur.

Variasi –variasi ini juga melibatkan dialek suatu bahasa, serta alasan

penggunaan dialek daripada dialek yang lain adalah karena pertimbangan partisipan,

setting, topik dan tujuan.

Variasi bahasa terjadi karena dua faktor yaitu karena faktor pemakai dan

faktor pemakaiannya. Trudgill (1974;103) mengungkapkan bahwa :

“Language in other words varies not only according to the social characteristics
of the speaker (such as social class, ethnic group, age and sex), but also
according to the social context in which he finds himself. The same speaker used
different linguistics varieties in different situation and for different purposes.”

Menurut Trudgill, variasi bahasa itu juga dipengaruhi oleh konteks sosial di

mana penuturnya menempatkan diri, sehingga seorang penutur bisa menggunakan

variasi yang berbeda-beda, tergantung pada situasi dan tujuan pembicaraan.

Di atas telah diuraikan bahwa variasi bahasa terbentuk karena penuturnya

(dialek) dan pemakaiannya (register).

a. Variasi bahasa dari segi penutur

Variasi bahasa karena pemakainya lazim disebut dialek. Dialek adalah

perbedaan kosa kata, gramatika dan juga pengucapan yang terjadi dalam satu bahasa.

Sedangkan aksen terkait dengan perbedaan pengucapan saja. Dialek digolongkan


20

berdasarkan faktor-faktor yang melatarbelakanginya (tempat, waktu, kelas sosial).

Penggolongan dialek adalah sebagai berikut ;

1. Dialek individual (idiolek)

Variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan individu, dengan

pertimbangan bahwa bahasa tiap-tiap orang itu sedikit banyak berbeda satu sama lain.

Antara idiolek-idiolek yang menunjukkan banyak persamaan dapat digolongkan ke

dalam satu dialek.

1. Dialek regional

Variasi bahasa berupa perbedaan pengucapan atau ujaran, kosa kata serta

grammar yang disebabkan oleh perbedaan letak geografis atau daerah asal penutur.

Misalnya, penggunaan kosa kata bahasa Inggris yang berbeda antara orang –orang

Amerika dan Inggris ;

KOSA KATA INGGRIS-AMERIKA KOSA KATA INGGRIS

GASOLINE PETROL

TRUCK LORY

HOOD BONNET

2. Dialek sosial (sosiolek)

Variasi bahasa berupa perbedaan pengucapan, kosa kata dan grammar yang

disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan kelas sosial dalam masyarakat. Dialek

sosial ini akan dibahas lebih lanjut dalam subjudul tersendiri.

3. Dialek Temporal (kronolek)


21

Variasi bahasa yang timbul sebagai akibat dari perjalanan waktu. Misalnya

dialek yang sekarang ini dikenal sebagai Rumpun Bahasa Roman, yaitu bahasa

Spanyol, bahasa Italia, bahasa Perancis dan Bahasa Rumania ke Utara merupakan

perkembangan langsung dari bahas Latin yang berlangsung selama berabad-abad,

sebagai akibat dari penyerbuan bangsa Romawi ke Utara.

4. Dialek Baku (bahasa standar)

Suatu dialek yang telah diterima dan dianggap oleh seluruh penutur bahasa

yang bersangkutan sebagai bentuk yang baku atau standar. Dialek baku inilah yang

sering disebut dengan istilah bahasa dan biasa digunakan dalam keadaan dan

komunikasi resmi (Nababan, 1984:4). Selanjutnya, dialek sendiri justru dinyatakan

sebagai sub unit dari bahasa, karena bahasa dianggap lebih baku, baik dan umum

dibandingkan dialek.

Dialek baku atau dialek standar mempunyai hubungan yang saling terkait

dengan dialek sosial. Kemunculan dialek baku akan beriringan dengan kemunculan

dialek sosial karena dialek sosial yang begitu beragam akibat dari berbagai macam

perbedaan sosial.

Berkenaan dengan dialek sosial dan dialek baku ini, bahasa Inggris

mempunyai dialek standar (standard English dialect) dan tuturan atau ujaran yang

diterima (Received Pronunciation). Berikut penjelasan tentang Received

Pronunciation dan Standard English Dialect.

Dialek baku Inggris (standard English Dialect) menurut Trudgill (1974:17)

adalah variasi dalam bahasa Inggris yang biasa digunakan dalam media cetak seperti
22

buku, dan diajarkan di sekolah-sekolah serta diajarkan kepada pembelajar-pembelajar

yang mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa kedua.

Bahasa Inggris baku dihargai oleh banyak orang, dan digunakan oleh penutur

bahasa Inggris di seluruh dunia. Dialek Inggris baku mempunyai nilai status dan nilai

prestis yang lebih dibandingkan dengan dialek bahasa Inggris lainnya. Dialek bahasa

Inggris banyak ditemui pada bahasa periklanan, siaran radio nasional, bahasa yang

diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan , buku dan sebagainya. Variasi sosial yang

ditimbulkan oleh dialek bahasa Inggris mempunyai hubungan keterkaitan dengan

variasi regional seperti yang ditunjukkan gambar berikut ini.

Highest Class; standard English

Lowest Class ; Most Localised Nonstandard English

Regional Variation

Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa penutur bahasa Inggris yang

berasal dari kelompok sosial atas di komunitas bangsa Inggris lebih cenderung

menggunakan dialek atau bahasa baku. Sedangkan kelas sosial bawah lebih

sering menggunakan dialek yang tidak baku (non-standard). Untuk menghindari

implikasi yang tidak baik terhadap bentuk non-standard yaitu anggapan bahwa

bahasa Inggris non-standar sebagai penyimpangan dari bahasa Inggris standar, maka
23

istilah ‘vernacular’ dijadikan alternatif oleh beberapa sosiolinguis sebagai istilah

penggantinya.

Received Pronunciation (RP) adalah adalah sebuah bentuk aksen bahasa

Inggris. Aksen mengacu kepada variasi bahasa yang timbul karena perbedaan

pengucapan. Perbedaan pengucapan ini akan mengakibatkan adanya variasi sosial.

Received Pronunciation merupakan aksen yang banyak digunakan oleh kaum

terpelajar dan anggota kelas sosial berprestise tinggi di komunitas Inggris.

Hubungan antara variasi sosial, variasi regional dan RP ditunjukkan oleh gambar

di bawah ini.

Highest Class: RP

Lower Class : most localised accent

Regional Variation

Gambar di atas menjelaskan bahwa variasi regional terjadi di masyarakat kelas sosial

bawah. Sementara itu kesatuan pengucapan terjadi di masyarakat golongan atas.

b. Variasi bahasa dari segi pemakaiannya


24

Fungsiolek merupakan variasi bahasa yang diakibatkan oleh penggunaannya,

pemakaiannya atau fungsinya (Nababan 1984). Termasuk di dalamnya adalah faktor

penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan serta sarana penggunaan. Variasi bahasa

berdasarkan pemakaian ini menyangkut pada bidang apa bahasa itu digunakan.

Misalnya bidang kedokteran, sastra, astronomi, perekonomian, militer, jurnalistik

atau pelayaran. Setiap bidang mempunyai ciri khas yang membedakannya dengan

bidang yang lain. Karakteristik yang paling menonjol yang membedakan ragam

bahasa-ragam bahasa tersebut adalah kosa kata.

Dell Hymes menguraikan bahwa ragam bahasa terjadi karena adanya

komponen-komponen peristiwa tutur yang terangkai dalam SPEAKING. Komponen-

komponen tersebut adalah :

1. Latar (Setting and Scene)

Komponen latar berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya pembicaraan

(setting) serta situsasi psikologis pembicaraan (scene). Situasi psikologis ini

mengacu pada perubahan formalitas pembicaraan. Orang akan memilih bentuk

bahasa yang berbeda ketika berbicara di tempat dengan latar yang berbeda, misalnya

di pengadilan, di ruang kelas, atau di pesta.

2. Peserta (Participants)

Komponen ini meliputi orang-orang yang terlibat dalam suatu pembicaraan,

yaitu orang yang berbicara (speaker) dan orang yang mendengar (listener). Dalam

kaitannya dengan bahasa tulisan, orang yang berbicara dianalogikan dengan penulis

(writer) dan pembaca (reader). Dalam berbicara, seseorang umumnya


25

mempertimbangkan dengan siapa ia berbicara tergantung pada usia, jenis kelamin,

status atau tingkat keakraban. Sehingga seorang anak akan menggunakan ragam

bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya bila

dibandingkan kalau dia berbicara terhadap teman-teman sebayanya.

3. Hasil (Ends)

Komponen ‘Ends’ ini merujuk pada hasil akhir atau tujuan pembicaraan yang

ingin diperoleh partisipan. Contohnya para partisipan dalam suatu seminar akan

berbicara dengan ragam yang berbeda walaupun pada awalnya mereka mempunyai

tujuan yang sama yaitu memperoleh materi dan menggali informasi lebih banyak

tentang materi itu. Moderator berusaha mengarahkan dan mengatur proses diskusi,

pembicara memberikan materi, dan peserta memperoleh informasi.

Seluruh partisipan dalam peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan pada

umumnya bertujuan untuk menyelesaikan suatu kasus perkara. Namun setiap

partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda tergantung

apa yang diperankannya dalam suatu peristiwa tutur, misalnya jaksa ingin

membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si

terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang

adil.

4. Amanat (Act Sequences)

Mengacu pada bentuk dan isi pokok pembicaraan atau ujaran. Bentuk

ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya

dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran
26

dalam kuliah umum, dalam pecakapan biasa dan di dalam pesta adalah berbeda.

Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

5. Cara (Key)

Komponen ini mengacu pada nada, cara dan semangat dalam

menyampaikan suatu ide atau pendapat. Seseorang akan berbicara dengan bahasa

yang berbeda apabila ia ingin mengungkapkan pendapat dengan senang hati, dengan

serious, dengan angkuh, dengan mengejek dan sebagainya. Cara berbicara ini juga

bisa diindikasikan dengan gerak tubuh dan isyarat.

6. Sarana (Instrumentalities)

Komponen ini didefinisikan sebagai alat atau sarana untuk menyampaikan

pendapat. Sarana yang dipakai mencakup jalur yang digunakan seperti penggunaan

jalur bahasa tulisan, lisan atau melalui telegraf , juga penggunaan bahasa atau dialek

tertentu.

7. Norma (Norms of interaction and interpretation)

Komponen norma ini menunjuk pada norma atau aturan berinteraksi peserta

percakapan.Pembicaraan yang satu arah atau monolog akan berbeda sifat dan

bentuknya dengan diskusi-diskusi. Dalam diskusi hal-hal seperti cara berinterupsi,

bertanya atau menjawab mempunyai aturan tersendiri. Komponen ini juga mengacu

pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

8. Jenis (Genre)

Komponen terakhir ini berkaitan dengan jenis bentuk penyampaian, seperti

puisi, narasi, doa, kuliah, pidato, pepatah dan sebagainya.


27

Sementara itu, Janet Holmes memperkenalkan faktor-faktor sosial dan

dimensi-dimensi sosial yang menjadi alasan seseorang cenderung untuk memilih

satu dialek tertentu daripada dialek lainnya serta yang menjadi komponen analisis

deskripsi semua bentuk interaksi. Komponen-komponen faktor-faktor sosial dari

Janet Holmes (1992 : 12) mencakup :

Partisipan : siapa yang berbicara dan siapa yang diajak berbicara misalnya

pembiacaraan antara dokter dan pasien, suami dan istri, guru dan siswa.

Setting : konteks sosial dari interaksi atau di mana pembicaraan terjadi.

Setting mengacu pada lokasi pembicaraan seperti di rumah, kantor atau di stadion

sepak bola.

Topik : apa yang dibicarakan. Misalnya apa yang dibicarakan murid-murid di

kelas akan berbeda dengan pembicaraan di suatu pesta.

Fungsi : mengapa sesuatu itu dibicarakan. Komponen ini berkaitan erat

dengan komponen topik. Karena pemilihan topik tergantung pada fungsi

pembicaraan , apakah suatu pembicaraan mempunyai fungsi sosial atau bermaksud

menjalin hubungan , memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial.

Janet Holmes juga memperkenalkan dimensi-dimensi sosial yang berkaitan

erat dengan faktor-faktor sosial. Dimensi sosial tersebut meliputi skala jarak sosial

yang menjelaskan hubungan antar partisipan itu dekat (intimate) atau jauh (distance)

tergantung seberapa jauh seorang partisipan mengenal partisipan lainnya; skala status

menerangkan hubungan antar partisipan yang lebih bisa lebih tinggi statusnya atau

bisa lebih rendah dibandingkan dengan partisipan yang lain; skala formalitas
28

menerangkan tipe interaksi (formal-nonformal); skala fungsional yang menjelaskan

topik dan tujuan interaksi (referential dan afektif).

Berkaitan dengan fungsi bahasa, suatu interaksi dapat berfungsi kognitif,

emotif, retorikal, poetik, fatik dan metalinguistik. Bahasa mempunyai fungsi kognitif

ketika dilihat dari segi topik ujaran. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk

membicarakan objek atau peristiwa yang ada dalam budaya pada umumnya. Bahasa

mempunyai fungsi emotif ketika penutur memperlihatkan emosi sewaktu

menyampaikan tuturan, seperti sedih, marah, atau gembira. Fungsi retorikal mengacu

pada tuturan yang dapat membuat pendengar melakukan sesuatu dengan

menggunakan kalimat-kalimat perintah, himbauan, permintaan maupun rayuan.

Apabila bahasa digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan baik

yang sebenarnya maupun yang imajinatif berupa puisi , dongeng, atau cerita maka

bahsa dikatakan mempunyai fungsi poetik (poetic speech). Fungsi fatik berhubungan

dengan hubungan individu dengan individu lainnya dalam satu masyakat guna

menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaaan bersahabat atau

solidaritas sosial. Terakhir , fungsi metalingual yang digunakan untuk menjelaskan

bahasa. Seperti dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah atau

aturan-aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa. Juga dalam kamus monolingual,

bahasa digunakan untuk menjelaskan arti bahasa.

Fungsi-fungsi bahasa tersebut akan terlihat pada peristiwa tutur yang terjadi

pada kehidupan sehari-hari. Peristiwa tutur merupakan peristiwa sosial karena

menyangkut pihak-pihak yang bertutur dalam satu situasi dan tempat tertentu.
29

Peristiwa tutur ini merupakan bagian dari proses komunikasi yang lebih

memfokuskan pada tujuan peristiwanya. Sedangkan tindak tutur merupakan gejala

individual yang bersifat psikologis dan ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur

dalam menghadapi situasi tertentu.

Melaui peristiwa tutur inilah akan dapat diketahui apakah suatu tindak tutur

merupakan fungsi fatik, emotif, metalingual, retorikal, poetik atau kognitif. Misalnya

“How do you do”,” How are you” atau “Nice Day” merupakan ungkapan-ungkapan

yang sering dipakai untuk menjaga solidaritas sosial atau mempertahankan hubungan

sosial dengan orang yang baru dikenal atau dengan orang lain yang sudah dikenal

sebelumnya. Atau seperti halnya fungsi fatik, fungsi retorikal tercermin dalam

ungkapan-ungkapan seperti “Please help me” atau “Don’t touch it” yang

menandakan permintaan agar pendengar melakukan sesuatu.

Apa yang dikemukakan Dell Hymes mengenai model SPEAKING serta faktor

sosial dan dimensi sosial dari Janet Holmes sebenarnya merupakan satu pemikiran

dengan pendapat Fishman (1972: ) :

“who speak what language to whom, when and to what end”.

Namun dalam penelitian ini akan banyak diterapkan faktor sosial dan dimensi

sosial yang diperkenalkan Janet Holmes, karena menurut penulis teori dari Janet

Holmes telah menjadi rangkuman dari pandangan Dell Hymes dan Fishman.

2.5. Dialek Sosial

Bambang Yudi Cahyono (1995:388) mengatakan


30

“Dialek sosial ialah variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok-kelompok


masyarakat menurut lapisan masyarakat, tingkat pendidikan, kedudukan
dalam masyarakat, usia, jenis kelamin dan beberapa acuan lain.”
Kelas sosial (social class) mengacu kepada golongan masyarakat yang mempunyai

kesamaan latar belakang tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi,

pekerjaan, pendidikan dan kedudukan serta kasta. Kasta mengacu pada penghargaan

yang diberikan seseorang kepada orang lain. Variasi yang mencerminkan adanya

perbedaan kasta dapat ditemui pada bahasa Jawa, bahasa Brahmin-India atau pada

bahasa Bali.

Lain lagi dengan pendapat William Bright (1966:73), ia mendefinisikaan

dialek sosial sebagai berikut :

“ A social dialects, as I define it, it is an habitual sub-variety of the speech of a


given community restricted by the operation of social forces to representation of
a particular ethnic, religious, economic or educatetional group”

Keragaman dalam dialek sosial juga terjadi pada tingkatan fonologi, kosa kata

dan gramatika. Studi fonologi dari sudut pandang sosiolinguistik memfokuskan

kajiannya pada variasi pengucapan bunyi-bunyi seperti vokal, konsonan, atau diftong

yang mewakili kelas sosial tertentu. William Labov seperti yang dikutip oleh

Sumarsono dan Paina Partana (1990:58) menjelaskan mengenai pengucapan fonem

[r] yang terdapat pada posisi di muka konsonan, seperti pada kata car, cart, door, dan

lord. Menurutnya semakin resmi gaya yang digunakan maka semakin ideal

pengucapan fonem [r] itu. Perbedaan fonologi yang mengindikasikan perbedaan kelas
31

sosial terebut juga tergambar pada penghilangan bunyi [h] oleh kalangan yang tidak

terpelajar di masyarakat Inggris.

Perbedaan leksikon yang dipilih kelompok sosial yang berbeda dijelaskan

dengan adanya penggunaan sitting room untuk kalangan atas masyarakat Inggris (U-

speaker) dan lounge untuk kalangan bawahnya (Non-U) atau lavatory untuk U-

speaker dan toilet untuk Non U-speaker.

Variasi-variasi dalam bentuk gramatika dapat dijumpai seperti kalimat

berikut,

She like him very much


He don’t know a lot, do he?
It go ever so fast

Trudgill (1974:44) memberikan angka statistik persentase antara kelompok lapisan

masyarakat yang menggunakan bentuk tanpa [s] dan kelompok yang menggunakan

[s]. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas sosial masyarakanya,

semakin sering menggunakan [s].

Contoh-contoh di atas merupakan bagian dari ciri dialek Black English.

Black English adalah variasi dalam bahasa Inggris yang biasa dipakai oleh bangsa

berkulit hitam dari kelas sosial bawah juga bangsa kulit putih kelas sosial bawah.

Variasi Black English ini tercermin dalam pengucapan, kosa kata dan gramatika yang

berbeda dengan bahasa Inggris standar. Ciri di atas juga merupakan ciri yang stabil

yaitu beberapa karakteristik variasi bahasa Inggris merupakan ciri atau pola yang

berlaku sepanjang waktu. Seperti dikemukakan Janet Holmes (1992:161):


32

“The pronunciation of –[iη ] vs [in] and [h]-dropping are examples of


features which are usually stable. Grammatical features, such as multiple
negation and tense markers, are often stable too. That means they are good ones
to include in any study of an Englsih –speaking community. They are reliable
indicators of sociolinguistic patterning in a community”

Sehingga dengan demikian dalam penelitian ini penulis hanya akan membahas

ciri-ciri yang stabil yang menjadi indikator keragaman bahasa di kalangan masyarakat

Inggris, terutama ciri bahasa Black English Vernacular.

2.6. Competence

Ketika seseorang melakukan mobilitas sosial, dari satu kelas sosial ke kelas

sosial lainnya, biasanya kelas sosial bawah menuju kelas sosial atas, orang akan

cenderung mengubah sikap dan perilaku berbahasanya. Hal ini bertujuan agar ia

diterima di kelompok sosial barunya.

Usaha seseorang untuk berbahasa dengan baik itu didukung oleh kapasitas

kompetensi dan performansi yang dimilikinya. Chomsky (1965) menyatakan bahwa

kompetensi adalah pengetahuan seseorang mengenai kaidah-kaidah suatu bahasa.

Kaidah-kaidah tersebut diperoleh secara tidak sadar oleh manusia untuk

menghasilkan kalimat-kalimat yang tidak didengar sebelumnya serta untuk

memahami kalimat-kalimat yang ambigu, kalimat yang bersinonim atau kalimat

yang abstrak. Sedangkan performansi, menurut Chomsky, adalah penggunaan aktual

bahasa dalam situasi-situasi nyata yaitu bagaimana seseorang menggunkan


33

pengetahuan ini (competence) dalam upaya menghasilkan dan memahami kalimat-

kalimat.

Umumnya analisis kompetensi dan performansi ini diaplikasikan pada bidang

pendidikan pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing. Para pengajar dituntut

untuk memahami kompetensi siswa sehingga nantinya pengajar dapat meningkatkan

kompetensi tersebut untuk selanjutnya siswa akan menghasilkan penggunaan aktual

bahasa dalam situasi-situasi nyata (performance) dengan baik.

Walaupun demikian, dalam penelitian ini penulis ingin menunjukkan bahwa

kemampuan dalam berbahasa dengan baik yang mengiringi mobilitas sosial

seseorang juga dipengaruhi oleh faktor kompetensi. Richards & Schmidt (1984:1)

dalam Henry Guntur Tarigan menyimpulkan ada empat macam kompetensi

dipandang dari segi aspek komunikatif. Kompetensi dari segi komunikatif

( communicative competence) merupakan kapasitas manusia untuk membentuk

kalimat yang secara gramatikal benar dan untuk mengetahui apabila dan di mana

serta kepada siapa suatu kalimat digunakan. Keempat kompetensi tersebut adalah :

Kompetensi gramatikal (grammatical competence) yang mencakup pengetahuan

mengenai kosa kata, kaidah-kaidah pembentukan kata dan kalimat, semantik

linguistik, ucapan dan ejaan.

Kompetensi sosiolinguistik (sociolinguistic competence) yang mencakup kaidah-

kaidah kelayakan makna-makna (pesan-pesan yang diperkenankan, yang diizinkan)

dan bentuk-bentuk gramatikal dalam konteks-konteks sosiolinguistik yang beranekara

ragam dan berbeda-beda.


34

Kompetensi wacana (discourse competence) ,yang meliputi pengetahuan yang

dibutuhkan untuk mengkombinasikan atau menggabungkan bentuk-bentuk dan

makna-makna untuk mencapai teks-teks lisan dan tertulis yang terpadu atau utuh.

Kompetensi strategik (strategic competence) yang mencakup pengetahaun mengenai

strategi-strategi komunikasi verbal dan nonverbal yang dapat digunakan untuk

mengimbangi pembatasan-pembatasan dalam satu atau lebih bidang kompetensi

komunikatif lainnya.

You might also like