You are on page 1of 18

Vol. 15 No.

2 Tahun 2007 Kecernaan, Retensi Nitrogen

Kecernaan, Retensi Nitrogen dan Hubungannya dengan Produksi Susu Pada Sapi
Peranakan Friesian Holstein (PFH) yang diberi Pakan Pollard dan Bekatul

Sri Susanti dan Eko Marhaeniyanto


Fakultas Peternakan Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Email: marhaeniyanto@yahoo.co.id

Abstrak
Latar Belakang: Bagi ternak perah, produksi susu yang tinggi terkait erat dengan kualitas
pakan yang dikonsumsi terutama protein. Pemanfaatan protein pada ternak dapat didekati
melalui retensi Nitrogen (N). Namun demikian, retensi N pada masing-masing bahan pakan
selain dipengaruhi oleh kandungan N pakan juga dipengaruhi oleh kandungan energinya.
Retensi N dalam jaringan ditentukan oleh besarnya pasokan energi dan N dalam jaringan.
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari penggunaan pollard dan bekatul terhadap nilai
kecernaan pakan, dan hubungan retensi N dengan produksi susu pada sapi perah laktasi.
Metode: Materi yang digunakan dalam penelitian adalah delapan ekor sapi PFH masa laktasi
2-3 bulan dengan bobot badan berkisar antara 310-504 kg. Rancangan percobaan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Cross over design. Periode pendahuluan selama 15 hari
untuk adaptasi pakan percobaan. Periode pengumpulan data selama 15 hari yaitu 10 hari
koleksi feses dan 5 hari koleksi urin. Parameter yang diukur meliputi kecernaan nutrient
(bahan kering, bahan organik, dan protein kasar), dan produksi susu.
Hasil: Penelitian menunjukkan adanya perbedaan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05)
terhadap nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik, namun terdapat perbedaan
pengaruh yang nyata (P<0,05) pada kecernaan protein kasar. Penggunaan pollard
memberikan nilai kecernaan yang lebih baik daripada bekatul, terutama pada nilai konsumsi
tercerna dari protein kasar. Rata-rata sekitar 40% produksi susu dipengaruhi oleh nilai retensi
nitrogen.
Kata kunci : pollard – bekatul –kecernaan –retensi nitrogen

Abstract
Background: For dairy cattle, high milk production relate closely with feed quality intake
especially protein content. Protein usage could be seen from nitrogen retention point of view.
Furthermore N retention for each feedstuff is inflenced by its energy content. N retention in
tissue is determined by energy supply and N. Research was conducted to study pollard and
bran into feed digetibility, and correlation between N retention with milk production.
Method: Eight dairy cattle in 2-3 lactation period with 310-504 kg body weight were used as
research material. Cross Over Design used for this reseach, 15 days as preliminary for feed
adaptation and 15 days for collected data (10 days for feces collection and 5 days for urine)
for each periode. Measured parameter included feed digestibility (dry matter, organic matter,
and crude protein), and milk production.
Result: Research showed that treatment have non significant (P>0,05) into dry matter and
organic matter digestibility, but gave significant (P<0,05) effect into crude protein
digestibility. The usage wheat pollard gave betterdigestibility than rice bran, especially at
digestible crude protein. Fourty percent in average of milk production was influenced by
nitrogen retention.
Key word: wheat pollard – rice bran –digestibility – nitrogen retention

141
Susanti, Jurnal PROTEIN

PENDAHULUAN

Sebagian besar pakan ruminansia adalah bahan pakan yang berserat tinggi dengan
kecernaan rendah, oleh karena itu harus diusahakan agar ternak sebanyak mungkin
mengkonsumsi makanan untuk mencukupi kebutuhannya akan zat-zat makanan (Mc Donald,
Edwards dan Greenhalgh, 1973). Faktor bahan pakan selain menentukan kecernaan juga
menentukan kecepatan aliran pakan meninggalkan rumen. Bahan pakan yang mengandung
serat kasar tinggi sukar dicerna sehingga kecepatan alirannya rendah (Tillman, Hartadi,
Reksohadiprodjo, Prawirokusumo dan Lebdosukojo, 1983). Kecepatan pengeluaran makan
dari saluran pencernaan dipengaruhi oleh absorbsi bahan-bahan yang dapat dicerna. Adapun
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecernaan pakan antara lain : faktor ternak,
komposisi ransum, bentuk fisik dari ransum, jumlah ransum yang diberikan dan nilai nutrisi
pakan. Pada ternak ruminansia kecernaan pakan akan berpengaruh pada pasokan nutrisi baik
untuk mikroba rumen maupun untuk ternak itu sendiri.

Pollard dan bekatul merupakan bahan pakan konsentrat untuk sapi perah yang banyak
digunakan oleh peternak sebagai sumber energi dan protein. Selain itu bahan pakan ternak ini
banyak tersedia karena tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Pollard adalah hasil sisa
penggilingan dari gandum yang dapat digunakan sebagai pakan ternak, kaya akan protein,
lemak, zat-zat mineral dan vitamin-vitamin dibandingkan dengan biji keseluruhan, akan tetapi
banyak mengandung polikasarida struktural dalam jumlah yang banyak. Polisakarida
struktural tersebut terdiri dari selulosa, hemiselulosa, selebiosa, lignin dan silica oleh karena
itu bahan ini sangat sesuai untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia (Maynard
dan Loosli, 1973). Church (1980) menyatakan bahwa pollard memiliki sifat bulky, laxantive
dan palatable bagi sapi, tetapi jika diberikan dalam jumlah besar (lebih dari 40-50%) dalam
ransum dapat menurunkan konsumsi pakan. Sementara itu bekatul mempunyai nilai nutrisi
yang berbeda–beda tergantung dari asal biji padinya, varietas, cara penanaman padi dan cara
pengolahan/mesin yang digunakan.

Hasil penelitian Chuzaemi, Hermanto, Soebarinoto dan Sudarwati (1997)


mendapatkan kandungan bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) pada pollard dan
bekatul berturut-turut adalah : 90,10% dan 92,49%; serta 95,73 %BK dan 84,49 %BK.
Sementara nilai kecernaan BK dan BO adalah sebesar 78.84% dan 78,65% pada pollard;
serta 39,42 % dan 41,46% pada bekatul.

Bagi ternak perah, produksi susu yang tinggi terkait erat dengan kualitas pakan yang
dikonsumsi terutama protein. Pemanfaatan protein pada ternak dapat didekati melalui retensi
Nitrogen (N). Namun demikian, retensi N pada masing-masing bahan pakan selain
dipengaruhi oleh kandungan N pakan juga dipengaruhi oleh kandungan energinya. Percobaan
pengukuran retensi N dapat dilakukan bersama-sama dengan percobaan kecernaan secara in-
vivo ditambah dengan pengukuran urin yang diekskresikan ternak percobaan (Harris, 1970).
Nitrogen dalam keadaan seimbang apabila jumlah N dikonsumsi sama dengan jumlah N yang
diekskresikan. Retensi N negatif menunjukkan bahwa N yang diekskresikan lebih banyak
daripada N yang dikonsumsi, sedangkan apabila jumlah N yang dikonsumsi lebih banyak

142
Vol. 15 No. 2 Tahun 2007 Kecernaan, Retensi Nitrogen

daripada jumlah N yang diekskresikan maka akan terjadi Retensi N yang positif (Mc. Donald,
Edwards dan Greenhalgh, 1988).

Bines dan Balch (1973) menyatakan bahwa retensi N dalam jaringan ditentukan oleh
besarnya pasokan energi dan N dalam jaringan. Besarnya pasokan energi untuk ternak
Ruminansia yang dimaksud adalah produksi Volatile Fatty Acid (VFA) dari rumen (Ørskov,
1992), edangkan pasokan N berasal dari sintesa N mikroba rumen (Strom dan Ørskov, 1982).
Kedua material ini merupakan hasil aktivitas dari mikroba rumen yang merupakan fungsi dari
pasokan N dan konsumsi bahan organik tercerna (Hermanto, 1996).

Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari : (1) penggunaan pollard dan bekatul
terhadap nilai kecernaan pakan pada sapi PFH ; (2) hubungan retensi N dengan produksi susu
pada sapi PFH.

Bahan Dan Metoda


Materi yang digunakan dalam penelitian adalah delapan ekor sapi peranakan FH masa
laktasi 2-3 bulan dengan bobot badan berkisar antara 310-504 kg. Pakan yang diberikan
terdiri dari hijauan dan konsentrat. Hijauan berupa daun jagung muda (tebon), dan konsentrat
terdiri dari Pollard dan Bekatul. Kandungan bahan kering (BK), bahan organik (BO), dan
protein kasar (PK) bahan pakan yang digunakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan BK, BO dan PK dari bahan pakan yang digunakan dalam penelitian.
Bahan Pakan BK (%) BO (%BK) PK (%BK)
Pollard 90,10 95,73 17,98
Bekatul 92,49 84,49 9,92
Tebon 92,18 91,76 8,45
Keterangan : Hasil analisis di Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan
Unibraw.

Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan kecernaan dan retensi N dengan
menggunakan metode koleksi total sesuai petunjuk Harris (1970), terdiri dari :

– Periode pendahuluan selama 15 hari untuk adaptasi pakan percobaan;


– Periode pengumpulan data selama 15 hari yaitu 10 hari koleksi feses dan 5 hari koleksi
urin.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross over design
dengan model sebagai berikut :
Yijk = μ + αj + βk + εijk
i =1,2……….
j = 1.2.3…….
k = 1.2.3…….
Dimana :
Y ijk = Pengamatan pada periode waktu ke–j, ulangan ke–k yang mendapat perlakuan
ke-i
μ = Nilai tengah umum
αj = Pengaruh dari periode waktu ke–j

143
Susanti, Jurnal PROTEIN

βk = Pengaruh dari ulangan ke–k

Sesuai dengan rancangan yang digunakan maka selama penelitian delapan ekor sapi
dibagi menjadi 2 kelompok sehingga masing-masing kelompok terdiri dari empat ekor sapi
yaitu :

Periode I :
- Perlakuan A : sapi nomor satu sampai dengan empat mendapat pakan pollard dan hijauan
dengan imbangan 38,32 % dan 61,68 % dalam BK.
- Perlakuan B : sapi nomor lima sampai dengan delapan mendapat pakan bekatul dan
hijauan dengan imbangan 40,59 % dan 59,41 % dalam BK.

Periode II :
- Perlakuan A : sapi nomor lima sampai dengan delapan mendapat pakan Pollard dan
hijauan dengan imbangan 38,32 % dan 61,68 % dalam BK.
- Perlakuan B : sapi nomor satu sampai dengan empat mendapat pakan bekatul dan hijauan
dengan imbangan 40.59 % dan 59,41 % dalam BK.

Pada setiap periode I & II, periode koleksi data dilakukan selama 15 hari terdiri dari
10 hari untuk koleksi feses dilanjutkan dengan koleksi urin selam 5 hari terakhir. Pola
pemberian pakan selama penelitian yaitu pakan konsentrat diberikan ± 15 menit sebelum
dilakukan pemerahan sapi, dilanjutkan dengan pemberian hijauan.

Koleksi Sampel Feses


Koleksi sampel feses sesuai dengan petunjuk Harris (1970) yaitu dengan menggunakan
koleksi total feses dalam satu hari (24 jam). Cara mengoleksi feses tersebut adalah :
 Feses diambil setiap kali ternak membuang feses dan dikumpulkan pada bak
penampung. Feses segar tersebut disemprot dengan formalin 10%.
 Pada akhir koleksi selama 24 jam, feses ditimbang untuk mengetahui berat totalnya.
 Feses diaduk sampai merata, kemudian diambil sampel sebesar 300 gram untuk
kemudian dimasukkan oven 60 0C untuk analisis BK udara kemudian dikomposit
sampai periode koleksi selesai. Selanjutnya diambil sampel untuk dianalisis kandungan
BK, BO, dan PK.

Koleksi Sampel Urin


Pengambilan sampel urin dilakukan yaitu dengan menggunakan total koleksi urin dalam
satu hari (24 jam) dan terpisah dengan feses. Cara mengoleksi urin tersebut adalah sebagai
berikut :
 Tempat penampungan urin sebelumnya disi dengan H2SO4 10% sebanyak kurang lebih
100 ml.
 Pada setiap akhir koleksi harian urin sebelumnya disi dengan H 2SO4 10% sedikit demi
sedikit sampai pH urin di bawah 3.
 Urin yang sudah diencerkan tersebut diaduk dan diukur total volume urin harian,
kemudian disaring dengan Glass wool untuk diambil sampel kira-kira 10 ml.
 Sub sampel yang diperoleh diberi label kode sapi, periode, hari, tanggal, dan bulan
koleksi kemudian disimpan dalam lemari pendingin untuk dianalisis kandungan N-nya.

144
Vol. 15 No. 2 Tahun 2007 Kecernaan, Retensi Nitrogen

Koleksi Sampel Susu


 Pengukuran produksi susu dilakukan di kandang ternak dengan timba ukuran berskala 1
-10 liter.
 Pengambilan sampel susu untuk diuji kadar lemak dilakukan secara proporsi sampling
dengan interval 10 hari.
 Metode analisa kadar lemak yang dipakai adalah metode Garben.
Untuk mengetahui bentuk hubungan antara retensi N dengan produksi susu di gunakan
persamaan regresi linier sederhana :

Y = a + bX
Dimana :
Y = Nilai produksi susu
X = Nilai retensi nitrogen
a = bilangan konstanta
b = Koefisien regresi
r = Koefisien korelasi

 n   n  n 
n  XiYi     Xi   Yi 
b   i 1 n   i 1 n  i 1 
   
n  X 2     X 
 i 1   i 1 
n n

 Yi  b Xi
a i 1 i 1

n
 n   n   n 
n  XiYi     Xi     Yi 
r  i 1   i 1   i 1 
2 2
n
 n  n
 n 
n Xi   n. Xi  n. Yi 2    Yi 
2

i 1  i 1  i 1  i 1 
tI = Pengaruh dari perlakuan ke –i
εijk = Galat percobaan pada periode
waktu ke–j ulangan ke–k yang
mendapat perlakuan ke-i

145
Susanti, Jurnal PROTEIN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecernaan Nutrisi Pakan


Dari hasil penelitian terdapat perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) pada kecernaan BK
(KcBK) dan kecernaan BO (KcBO). Kedua bahan pollard dan bekatul mempunyai kandungan
BK dan BO yang hampir sama sehingga meskipun jumlah pakan yang dikonsumsi ternak
semakin tinggi namun kandungan BK dan BO dari kedua bahan pakan tidak jauh berbeda
sehingga mengakibatkan banyaknya BK dan BO yang dapat dicerna tidak berbeda pula.
Sementara itu nilai kecernaan PK (KcPK) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
karena kandungan PK pollard lebih tinggi daripada PK bekatul. Seperti tampak pada Tabel 2
secara keseluruhan perlakuan A dengan bahan pakan pollard menghasilkan KcBK, KcBO
dan KcPK yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bekatul.

Menurut Maynard dan Loosli (1973) kuantitas pakan merupakan hal yang berpengaruh
terhadap kecernaan. Kecernaan tertinggi dicapai pada saat pemberian pakan sebesar 80-90
persen dari kemampuan ternak mengkonsumsi pakan.

Tabel 2. Rataan KcBK, KcBO dan KcPK pada masing-masing perlakuan


Kecernaan (%) Perlakuan A (pollard) Perlakuan B (bekatul)
BK 58,123 ± 4,307a 56,021 ± 4,380a
BO 60,539 ± 4,126a 59,352 ± 4,535a
b
PK 63,076 ± 3,929 56,938 ± 4,744a
Keterangan :
a-b
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05)

Karakteristik pakan sebaiknya disesuaikan dengan fungsi rumen sebagai tempat


pencernaan bahan pakan berserat kasar tinggi, artinya bahan pakan tersebut harus merangsang
pertumbuhan mikroba karena besarnya kecernaan pakan pada ternak ruminansia sekitar 65
persen tergantung dari mikroba rumen (ARC, 1984). Kecernaan juga sangat tergantung pada
komposisi zat makanan yang terkandung dalam pakan dan laju aliran pakan meninggalkan
rumen (Ørskov dan Ryle, 1990). Hungate (1996) mengemukakan bahwa aktifitas fermentasi
mikroba rumen sangat ditentukan oleh komposisi jenis mikroba dalam rumen, karena masing-
masing mikroba tersebut mempunyai peran yang sangat spesifik dalam mendegradasi pakan.

Hasil perhitungan konsumsi tercerna BK (KBKT), BO (KBOT) dan PK (KPKT)


selama penelitian disajikan pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Rataan KBKT, KBOT dan KPKT pada masing-masing perlakuan


Kecernaan Tercerna Perlakuan A (pollard) Perlakuan B (bekatul)
(g/kgBB 0,75)
BK 67,264 ± 0,088a 67,264 ± 0,110a
BO 67,449 ± 0,098a 64,946 ± 0,139a
b
PK 8,792 ± 0,100 6,511 ± 0,133a
Keterangan :
a-b
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05)

146
Vol. 15 No. 2 Tahun 2007 Kecernaan, Retensi Nitrogen

Berdasarkan data pada Tabel 3 tersebut tampak bahwa adanya perbedaan pengaruh yang
nyata (P<0,05) pada nilai KPKT, hal ini memberikan implikasi bahwa bahan pakan pada
perlakuan A yaitu pollard mengindikasikan dapat meningkatkan sintesis protein
mikroorganisme, mengingat bahwa dari pollard tersebut pasokan N lebih tinggi dibandingkan
dengan bekatul. Oleh karena itu hasil penelitian ini masih perlu dilengkapi dengan data
sintesis protein mikroorganisme yang dapat berpengaruh terhadap produksi ternak.

Retensi N
Hasil analisis retensi N dan produksi susu pada sapi perah laktasi yang diberi pakan
pollard dan bekatul menunjukkan bahwa konsumsi total N pada perlakuan A lebih tinggi
daripada perlakuan B.

Tabel 4. Rataan Retensi N dan Produksi susu pada sapi perah pada masing-masing perlakuan
Konsumsi N Perlakuan A (pollard) Perlakuan B (bekatul)
(g N/ekor/hari)
Hijauan 90,89 80,47
Konsentrat 86,91 88,21
Total 177,80 169,17
Retensi N 66,02 67,54
Produksi susu 6,26 7,50
(l/ekor/hari)

Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian Rumen Degradable Nitrogen (RDN) yaitu
jumlah pakan diatur agar RDN yang merupakan N yang dapat didegradasi dalam rumen sama
besrnya antar perlakuan, namun ternyata konsumsi N total pada pollard lebih tinggi dari
bekatul. Hal ini disebabkan pollard mengandung N yang tidak mudah terdegradasi dalam
rumen lebih tinggi dibandingkan bekatul.

Hubungan Retensi N dengan Produksi Susu pada Sapi Peranakan FH Laktasi


Berdasarkan hasil analisis regresi dan korelasi antara retensi N dengan produksi susu
pada sapi perah laktasi yang diberi pakan pollard dan bekatul (seperti yang tersaji pada Tabel
5.) menunjukkan bahwa rata-rata 40 persen produksi susu dipengaruhi oleh pakan yang
dikonsumsi.

Tabel 5. Hasil analisis regresi dan korelasi retensi N dengan produksi susu sapi perah pada
masing-masing perlakuan
Variabel diukur Perlakuan A Perlakuan B Pollard dan
(pollard) (bekatul) bekatul
r 0,545 0,726 0,638
R2 0,297 0,553 0,407
b 0,041 0,045 0,044
a 3,601 4,474 3,921
Persamaan regresi Y = 3,601+ 0,041 X Y = 4,474+ 0,045 X Y = 3,921+ 0,044 X
Keterangan : Y = produksi susu (l/ekor/hari); X = retensi N (g/ekor/hari)

147
Susanti, Jurnal PROTEIN

Pada perlakuan B (bekatul) 55 persen produksi susu dipengaruhi oleh retensi N sedangkan
pada perlakuan A (pollard) hanya sebesar 30 persen, padahal kandungan PK dan besarnya
retensi N pada pollard lebih besar dibandingkan bekatul. Kondisi ini menggambarkan bahwa
produksi susu bukan hanya dipengaruhi oleh besarnya retensi N tetapi banyak faktor sepert
besarnya energi. Menurut Schmidt dan Van Vlack (1974) produksi susu lebih banyak
dipengaruhi oleh energi dibandingkan protein. Selanjutnya dikemukakan bahwa pada ternak
masa laktasi masih dapat memproduksi susu meskipun terdapat kekurangan N pada pakannya,
tetapi ternak berhenti memproduksi susu bila terjadi defisiensi energi. Pemanfaatan energi
lebih diprioritaskan untuk produksi susu sedangkan protein digunakan untuk meningkatkan
kualitas susu.

Melihat besarnya retensi N pada sapi yang mengkonsumsi pollard yang tidak diikuti
dengan produksi susu, menunjukkan bahwa N yang berhasil diretensi dalam tubuh ternak
tersimpan di dalam jaringan. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dengan retensi
N yang rendah ternyata pemanfaatan N lebih efisien dibandingkan dengan retensi N yang
tinggi. Melihat fenomena ini maka dimungkinkan retensi N yang besar dapat digunakan untuk
produksi susu bila disertai dengan konsumsi energi yang tinggi. Namun demikian dari hasil
penelitian ini tergambarkan bahwa setiap kenaikan retensi N pada sapi perah masih terus
diikuti peningkatan produksi susu, sebagaimana yang dijelaskan dari nilai koefisien regresi
yang rata-ratanya sebesar 0,044.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Penggunaan pollard memberikan nilai kecernaan yang cenderung lebih baik daripada
bekatul, terutama pada nilai kecernaan dan konsumsi tercerna PK sehingga pollard dapat
digunakan sebagai bahan pakan sumber protein bagi sapi perah.
2. Sekitar 40 persen besarnya produksi susu dipengaruhi oleh retensi N. Dengan adanya
keterbatasan pasokan energi, maka retensi N yang rendah ternyata menghasilkan
pemanfaatan N yang lebih efisien untuk produksi susu dibandingkan dengan retensi N
yang tinggi

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih disampaikan kepada Saudara Elizabeth Ema dan I Made Paryoko
Adi yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

ARC, 1984. The Nutrient Requirement Of Ruminant Livestock. Commonwealth


Agricultural Bureaux, Slough. England.
Bines, J.A. and C.C. Balch, 1973. Relatives Retention of The N of Urea and Groundnut in
Diets for Growing Heifers. Brit. J. Nut.

148
Vol. 15 No. 2 Tahun 2007 Kecernaan, Retensi Nitrogen

Chuzaemi, S., Hermanto, Soebarinoto dan Sudarwati, H., 1997. Evaluasi Protein Pakan
Ruminan melalui Pendekatan Sintesis Protein Mikrobal : Evaluasi Kandungan
RDP dan UDP pada beberapa Jenis Hijauan Segar, Limbah Pertanian dan
Konsentrat. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Hayati 9:77-90.
Haris, L.E., 1970. Chemical And Biological Methods For Feed Analiysis. University Of
Florida. Gansville. USA.
Hartadi, H; S. Reksohadiprojo, S. Lebedosukojo, A.D. Tillman, L.C. Kearl And L.E. Harris.
1980. Tabel-tabel Dari Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia.
Published By IFI Utah Agric.EXP. Sta. Utah Sate University.
Hermanto, 1993. Ekskresi Derivat Purin Dalam Urin Sebagai Estimator Mikroba
Rumen. Laporan Studi Liberatur dan Hasil Training di Rowwet Research Institute
Aberdeen. SCOLAND. Fakultas Peternakan. Unibraw. Malang.
Hungate, I.D., 1996. The Rumen And Its Microbes. Academic Press. London.
Maynard L., A. and J. K. Loosli. 1973. Animal Nutrition. Sixth Edition. Tata Mc. Graw Hill
Publishing Company Ltd., New Delhi.
Mc.Donald, P.,R.A. Edwards And J.D.F. Greenhalgh, 1973. Animal Nutrition. Fourth
Edition. Longman, London and New York.
Mc.Donald, P.,R.A. Edwards And J.D.F. Greenhalgh, 1988. Animal Nutrition. Fourth
Edition. Longman Group Limited. Longman House, Burn Mill. Harlow. Essex.
England.
Ørskov, E.R., 1988. Protein Nutrition In Ruminants. Academic Press. Inc. London.
Ørskov, E.R., And Ryle., 1990. Energi Nutrition In Ruminats. Elsevier Applied Science.
London And New York.
Schmidt and L. D. Van Vlack. 1974. Principle of Dairy Science. Freeman, W.H. and
Company, San Francisco.
Strom, E. and E. R. Ørskov, 1982. Biological Value and Digestibility of Rumen Microbial
Protein in Lamb Small Intestine. Proc. Nutr. Soc. 41 : 78
Tillman, A.D., Hartadi, H., Reksohadiprodjo,S.,Prawirokusumo, S., dan Lebdoseokojo, S.,
1983. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

1. SEJARAH SINGKAT
Ternak-ternak dipelihara untuk dimanfaatkan tenaga/diambil hasilnya dengan cara
mengembangbiakkannya sehingga dapat meningkatkan pendapatan para petani. Agar
ternak peliharaan tumbuh sehat dan kuat, sangat diperlukan pemberian pakan. Pakan
memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan ternak muda maupun
untuk mempertahankan hidup dan menghasilkan produk (susu, anak, daging) serta
tenaga bagi ternak dewasa. Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara daya tahan
tubuh dan kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, jenis pakan
yang diberikan pada ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup. Pakan yang
sering diberikan pada ternak kerja antara lain berupa: hijauan dan konsentrat (makanan
penguat).
2. SENTRA PETERNAKAN

149
Susanti, Jurnal PROTEIN

Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan
ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik Pemerintah.
Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.
3. J E N I S
1) Hijauan Segar
Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternak dalam bentuk
segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun yang tidak (disengut
langsung oleh ternak). Hijauan segar umumnya terdiri atas daun-daunan yang berasal
dari rumput-rumputan, tanaman bijibijian/ jenis kacang-kacangan.Rumput-rumputan
merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak, mudah diperoleh karena memiliki
kemampuan tumbuh tinggi, terutama di daerah tropis meskipun sering
dipotong/disengut langsung oleh ternak sehingga menguntungkan para
peternak/pengelola ternak. Hijauan banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk gula
sederhana, pati dan fruktosa yang sangat berperan dalam menghasilkan energi.
a. Rumput-rumputan
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), rumput Benggala (Penicum maximum),
rumput Setaria (Setaria sphacelata), rumput Brachiaria (Brachiaria decumbens), rumput
Mexico (Euchlena mexicana) dan rumput lapangan yang tumbuh secara liar.
b. Kacang-kacangan: lamtoro (Leucaena leucocephala), stylo (Sty-losantes guyanensis),
centro (Centrocema pubescens), Pueraria phaseoloides, Calopogonium muconoides dan
jenis kacang-kacangan lain.
c. Daun-daunan: daun nangka, daun pisang, daun turi, daun petai cina dll.

2) Jerami dan hijauan kering


Termasuk kedalam kelompok ini adalah semua jenis jerami dan hijauan pakan ternak
yang sudah dipotong dan dikeringkan. Kandungan serat kasarnya lebih dari 18%
(jerami, hay dan kulit biji kacang-kacangan).
3) Silase
Silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam bentuk segar biasanya berasal
dari tanaman sebangsa padi-padian dan rumput-rumputan.
4) Konsentrat (pakan penguat)
Contoh: dedak padi, jagung giling, bungkil kelapa, garam dan mineral.

4. MANFAAT
1) Sumber energi
Termasuk dalam golongan ini adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan
protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18%.
Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi
dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Kelompok serealia/biji-bijian (jagung, gandum, sorgum)
b. Kelompok hasil sampingan serealia (limbah penggilingan)
c. Kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya)
d. Kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput
benggala dan rumput setaria).

2) Sumber protein
Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai
kandungan protein minimal 20% (berasal dari hewan/tanaman).

150
Vol. 15 No. 2 Tahun 2007 Kecernaan, Retensi Nitrogen

Golongan ini dibedakan menjadi 3 kelompok:


a. Kelompok hijauan sebagai sisa hasil pertanian yang terdiri atas jenis daun-daunan
sebagai hasil sampingan (daun nangka, daun pisang, daun ketela rambat, ganggang dan
bungkil)
b. Kelompok hijauan yang sengaja ditanam, misalnya lamtoro, turi kaliandra, gamal dan
sentero
c. Kelompok bahan yang dihasilkan dari hewan (tepung ikan, tepung tulang dan
sebagainya).

3) Sumber vitamin dan mineral


Hampir semua bahan pakan ternak, baik yang berasal dari tanaman maupun hewan,
mengandung beberapa vitamin dan mineral dengan konsentrasi sangat bervariasi
tergantung pada tingkat pemanenan, umur, pengolahan, penyimpanan, jenis dan bagian-
bagiannya (biji, daun dan batang). Disamping itu beberapa perlakuan seperti
pemanasan, oksidasi dan penyimpanan terhadap bahan pakan akan mempengaruhi
konsentrasi kandungan vitamin dan mineralnya.Saat ini bahan-bahan pakan sebagai
sumber vitamin dan mineral sudah tersedia di pasaran bebas yang dikemas khusus
dalam rupa bahan olahan yang siap digunakan sebagai campuran pakan, misalnya
premix, kapur, Ca2PO4 dan beberapa mineral.

5. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


5.1. Kebutuhan Pakan
Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi.
Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis ternak, umur, fase
(pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan
lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi udara) serta bobot
badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang
berbeda pula.Rekomendasi yang diberikan oleh Badan Penelitian Internasional
(National Research Council) mengenai standardisasi kebutuhan ternak terhadap pakan
dinyatakan dengan angka-angka kebutuhan nutrisi ternak ruminansia. Rekomendasi
tersebut dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan kebutuhan nutrisi ternak
ruminansia, yang akan dipenuhi oleh bahan-bahan pakan yang sesuai/bahan-bahan
pakan yang mudah diperoleh di lapangan.
5.2. Konsumsi Pakan
Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi),
mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk
mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan
kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan
meningkat pula.Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat
dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu
sendiri).
a) Temperatur Lingkungan
Ternak ruminansia dalam kehidupannya menghendaki temperatur lingkungan yang
sesuai dengan kehidupannya, baik dalam keadaan sedang berproduksi maupun tidak.
Kondisi lingkungan tersebut sangat bervariasi dan erat kaitannya dengan kondisi ternak
yang bersangkutan yang meliputi jenis ternak, umur, tingkat kegemukan, bobot badan,
keadaan penutup tubuh (kulit, bulu), tingkat produksi dan tingkat kehilangan panas
tubuhnya akibat pengaruh lingkungan.

151
Susanti, Jurnal PROTEIN

Apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan hidupnya, maka akan terjadi pula
perubahan konsumsi pakannya. Konsumsi pakan ternak biasanya menurun sejalan
dengan kenaikan temperatur lingkungan. Makin tinggi temperatur lingkungan hidupnya,
maka tubuh ternak akan terjadi kelebihan panas, sehingga kebutuhan terhadap pakan
akan turun. Sebaliknya, pada temperatur lingkungan yang lebih rendah, ternak akan
membutuhkan pakan karena ternak membutuhkan tambahan panas. Pengaturan panas
tubuh dan pembuangannya pada keadaan kelebihan panas dilakukan ternak dengancara
radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
b) Palatabilitas
Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari
keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan
oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur
dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak
untuk mengkonsumsinya.
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada asin/pahit.
Mereka juga lebih menyukai rumput segar bertekstur baik dan mengandung unsur
nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih tinggi.
c) Selera
Selera sangat bersifat internal, tetapi erat kaitannya dengan keadaan “lapar”. Pada
ternak ruminansia, selera merangsang pusat saraf (hyphotalamus) yang menstimulasi
keadaan lapar. Ternak akan berusaha mengatasi kondisi ini dengan cara mengkonsumsi
pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi kelebihan konsumsi (overat) yang
membahayakan ternak itu sendiri.
d) Status fisiologi
Status fisiologi ternak ruminansia seperti umur, jenis kelamin, kondisi tubuh (misalnya
bunting atau dalam keadaan sakit) sangat mempengaruhi konsumsi pakannya.
e) Konsentrasi Nutrisi
Konsentrasi nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah
konsentrasi energi yang terkandung di dalam pakan. Konsentrasi energi pakan ini
berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya. Makin tinggi konsentrasi energi di
dalam pakan, maka jumlah konsumsinya akan menurun. Sebaliknya, konsumsi pakan
akan meningkat jika konsentrasi energi yang dikandung pakan rendah.
f) Bentuk Pakan
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk butiran (hijauan yang dibuat pellet
atau dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan erat dengan
ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna. Oleh karena itu, rumput
yang diberikan sebaiknya dipotong-potong menjadi partikel yang lebih kecil dengan
ukuran 3-5 cm.
g) Bobot Tubuh
Bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya. Makin tinggi
bobot tubuh, makin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Meskipun demikian,
kita perlu mengetahui satuan keseragaman berat badan ternak yang sangat bervariasi.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengestimasi berat badannya, kemudian
dikonversikan menjadi “berat badan metabolis” yang merupakan bobot tubuh ternak
tersebut. Berat badan ternak dapat diketahui dengan alat timbang. Dalam praktek di
lapangan, berat badan ternak dapat diukur dengan cara mengukur panjang
badan dan lingkar dadanya. Kemudian berat badan diukur dengan menggunakan
formula:Berat badan = Panjang badan (inci) x Lingkar Dada2 (inci) / 661

152
Vol. 15 No. 2 Tahun 2007 Kecernaan, Retensi Nitrogen

Berat badan metabolis (bobot tubuh) dapat dihitung dengan cara meningkatkan berat
badan dengan nilai 0,75
Berat Badan Metabolis = (Berat Badan)0,75
h) Produksi
Ternak ruminansia, produksi dapat berupa pertambahan berat badan (ternak potong), air
susu (ternak perah), tenaga (ternak kerja) atau kulit dan bulu/wol. Makin tinggi produk
yang dihasilkan, makin tinggi pula kebutuhannya terhadap pakan. Apabila jumlah pakan
yang dikonsumsi (disediakan) lebih rendah daripada kebutuhannya, ternak akan
kehilangan berat badannya (terutama selama masa puncak produksi) di samping
performansi produksinya tidak optimal.

5.3. Kandungan Nutrisi Pakan Ternak


Setiap bahan pakan atau pakan ternak, baik yang sengaja kita berikan kepada ternak
maupun yang diperolehnya sendiri, mengandung unsur-unsur nutrisi yang
konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan
pakan tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi tekstur dan strukturnya. Unsur
nutrisi yang terkandung di dalam bahan pakan secara umum terdiri atas air, mineral,
protein, lemak, karbohidrat dan vitamin. Setelah dikonsumsi oleh ternak, setiap unsur
nutrisi berperan sesuai dengan fungsinya terhadap tubuh ternak untuk mempertahankan
hidup dan berproduksi secara normal. Unsur-unsur nutrisi tersebut dapat diketahui
melalui proses analisis terhadap bahan pakan yang dilakukan di laboratorium. Analisis
itu dikenal dengan istilah “analisis proksimat”.
5.4. Peralatan Pembuatan Pakan Ternak
1) Macam-Macam Silo
Silo dapat dibuat dengan berbagai macam bentuk tergantung pada lokasi, kapasitas,
bahan yang digunakan dan luas areal yang tersedia. Beberapa silo yang sudah dikenal
adalah:
a. Pit Silo: silo yang dirancang berbentuk silindris (seperti sumur) dan di bangun di
dalam tanah.
b. Trech Silo: silo yang dibangun berupa parit dengan struktur membentuk huruf V.
c. Fench Silo: silo yang bentuknya menyerupai pagar atau sekat yang terbuat dari
bambu atau kayu.
d. Tower Silo: silo yang dirancang membentuk sebuah menara menjulang ke atas yang
bagian atasnya tertutup rapat.
e. Box Silo: silo yang rancangannya berbentuk seperti kotak.

2) Cara Memformulasi Pakan


Dalam memformulasikan penyusunan ransum atau pakan, perlu menggunakan Tabel
Patokan Kebutuhan Nutrisi. Sebagai contoh kebutuhan nutrisi dalam penyusunan
ransum bagi sapi perah adalah sebagai berikut :
Sapi perah betina muda berat 350 kg, satu setengah bulan menjelang
beranak(melahirkan pada umur 36 bulan), membutuhkan pakan dengan kandungan
nutrisi sebagai berikut:
a. Kebutuhan hidup pokok dan reproduksi :
Bahan Kering=6,4 Kg,
ME=13 Mcal,
Protein=570 gram,
Mineral=37 kg.

153
Susanti, Jurnal PROTEIN

b. Laktasi I :
Bahan Kering=1,0 Kg, ME=2,02 Mcal, Protein=93,6 gram, Mineral=5 kg.
c. Sehingga jumlah Bahan Kering=7,4 kg, ME=15,02 kg, Protein=663,6 gram,
Mineral=42 gram.
Dari kebutuhan nutrisi tersebut, kebutuhan pakannya dapat diformulasikan dengan suatu
metode. Misalnya bahan-bahan pakan yang tersedia adalah:
a. Rumput gajah:
Bahan Kering=16%, ME=0,33 Mcal, Protein=1,8 gram%BK, Mineral=2,5 gram%BK
b. Rumput Kedele:
Bahan Kering=93,5%, ME=3,44 Mcal, Protein=44,9 gram%BK, Mineral=6,3 gram
%BK
c. Bungkil kelapa:
Bahan Kering=86%, ME=2,86 Mcal, Protein=18,6 gram%BK, Mineral=5,5 gram%BK
Rumput gajah akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan kering sebanyak 80%
= 80/100X7,4 kg = 5,92 kg BK.
Maka kandungan protein yang sudah dapat dipenuhi rumput adalah: sebanyak
= 1,8/100 X 5,92 kg = 106,56 gram protein.
Kekurangan:
Bahan kering = 7,4 - 5,92 kg = 1,48 kg
Protein = (663,6 - 106,56) gram = 557,04 kg atau 557,04/1480 X 100% = 37,64%.
Bungkil kedelai akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah:
19,04/26,3 X 1,48 kg = 1,07 kg BK.
Bungkil kelapa akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah:
7,26/26,3 X 1,48 kg = 0,41 kg BK.
Jadi, jumlah bahan pakan segar yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ternak
dengan kondisi tersebut di atas adalah:
Rumput gajah = 5,92 X 100/16 kg = 37 kg
Bungkil kedelai = 1,07 X 100/93,5 kg = 1,14 kg
Bungkil kelapa = 0,41 X 100/86 kg = 0,48 kg.
3) Teknologi Pakan
Teknologi pakan ternak ruminansia meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan yang
bertujuan meningkatkan kualitas nutrisi, meningkatkan daya cerna dan memperpanjang
masa simpan. Sering juga dilakukan dengan tujuan untuk mengubah limbah pertanian
yang kurang berguna menjadi produk yang berdaya guna.Pengolahan bahan pakan yang
dilakukan secara fisik (pemotongan rumput sebelum diberikan pada ternak) akan
memberi kemudahan bagi ternak yang mengkonsumsinya. Pengolahan secara kimiawi
(dengan menambah beberapa bahan kimia pada bahan pakan agar dinding sel tanaman
yang semula berstruktur sangat keras berubah menjadi lunak sehingga memudahkan
mikroba yang hidup di dalam rumen untuk mencernanya.
Banyak teknik pengolahan telah dilakukan di negara-negara beriklim subtropis dan
tropis, akan tetapi sering menyebabkan pakan menjadi tidak ekonomis dan masih
memerlukan teknik-teknik untuk memodifikasinya, terutama dalam penerapannya di
tingkat peternak.
Beberapa teknik pengolahan bahan pakan yang mudah dilakukan di lapangan adalah:
a. Pembuatan HayHay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa rumputrumputan/
leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air: 20-30%.
Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu
pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memilik daya

154
Vol. 15 No. 2 Tahun 2007 Kecernaan, Retensi Nitrogen

cerna yang lebih tinggi. Tujuan khusus pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan
(pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu
sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim
kemarau.
Ada 2 metode pembuatan Hay yang dapat diterapkan yaitu:
a) Metode Hamparan Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara
meghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar
matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan
cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 - 30% (tanda: warna kecoklat-coklatan).
b) Metode Pod Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat
menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air ±50%). Hijauan
yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat
kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak
berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.

b) Pembuatan SilaseSilase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan


atau leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase.
Pembuatan silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau atau ketika
penggembalaan ternak tidak mungkin dilakukan.
Prinsip utama pembuatan silase:
a) menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman.
b) mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap
udara.
c) menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk.
Pembuatan silase pada temperatur 27-35 derajat C., menghasilkan kualitas yang sangat
baik. Hal tersebut dapat diketahui secara organoleptik, yakni:
a) mempunyai tekstur segar
b) berwarna kehijau-hijauan
c) tidak berbau
d) disukai ternak
e) tidak berjamur
f) tidak menggumpal
Beberapa metode dalam pembuatan silase:
1. Metode Pemotongan
- Hijauan dipotong-potong dahulu, ukuran 3-5 cm
- Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastik
- Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)
- Tutup dengan plastik dan tanah
2. Metode Pencampuran
Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat
fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan tekanan
osmosis sel-sel hijauan. Bahan campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam
formiat, asam sulfat, asam klorida, asam propionat), molases/tetes, garam, dedak padi,
menir /onggok dengan dosis per ton hijauan sebagai berikut:
- asam organik: 4-6kg
- molases/tetes: 40kg
- garam : 30kg
- dedak padi: 40kg

155
Susanti, Jurnal PROTEIN

- menir: 35kg
- onggok: 30kg
Pemberian bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara merata ke seluruh hijauan
yang akan diproses. Apabila menggunakan molases/tetes lakukan secara bertahap
dengan perbandingan 2 bagian pada tumpukan hijauan di lapisan bawah, 3 bagian pada
lapisan tengah dan 5 bagian pada lapisan atas agar terjadi pencampuran yang merata.
3. Metode Pelayuan
- Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering
40% - 50%)
- Lakukan seperti metode pemotongan

c) AmoniasiAmoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah


pertanian (jerami) dengan penambahan bahan kimia: kaustik soda (NaOH), sodium
hidroksida (KOH) atau urea (CO(NH2) 2. Proses amoniasi dapat menggunakan urea
sebagai bahan kimia agar biayanya murah serta untuk menghindari polusi. Jumlah urea
yang diperlukan dalam proses amoniasi: 4 kg/100 kg jerami. Bahan lain yang
ditambahkan yaitu : air sebagai pelarut (1 liter air/1 kg jerami).
d) Pakan PemacuMerupakan sejenis pakan yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan
dan peningkatan populasi mikroba di dalam rumen, sehingga dapat merangsang
penambahan jumlah konsumsi serat kasar yang akan meningkatkan produksi.
Molases sebagai bahan dasar pakan pemacu merupakan bahan pakan yang dapat
difermentasi dan mengandung beberapa mineral penting. Dapat memperbaiki formula
menjadi lebih kompak, mengandung energi cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan
palatabilitas serta citarasa. Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat
difermentasi. Setiap kilogram urea mempunyai nilai yang setara dengan 2,88 kg protein
kasar (6,25X46%). Dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap
peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna.
1. Proses Pembuatan
Dilakukan dalam suasana hangat dan bertahap :
- Molases (29% dari total formula) dipanaskan pada suhu ± 50 derajat C.
- Buat campuran I (tapioka 16%, dedak padi 18%, bungkil kedelai 13%).
- Buat campuran II (urea: 5%, kapur 4%, garam 9%).
- Buat campuran III (tepung tulang 5% dan mineral 1%).
- Buat campuran IV dari campuran I, II, III yang diaduk merata.
- Masukkan campuran IV sedikit sedikit ke dalam molases, diaduk hingga
merata (±15 menit).
- Masukkan dalam mangkok/cetakan kayu beralas plastik dan padatkan.
- Simpan di tempat teduh dan kering.
2. Kualitas Nutrisi
Hasil analisis proksimat, pakan pamacu yang dibuat dengan formulasi tersebut
mempunyai nilai nutrisi sebagai berikut: Energi 1856 Kcal, protein 24%, kalsium 2,83%
dan fosfor 0,5%.
3. Jumlah dan Metode Pemberian
Pemberian pakan pamacu dapat meningkatkan konsentrasi amonia dalam rumen dari
(60-100) mgr/liter menjadi 150-250 mgr/liter. Jumlah pemberian pakan pemacu
disesuaikan dengan jenis dan berat badan ternak. Untuk ternak ruminansia kecil
(domba/kambing) maksimum 4 gram untuk setiap berat badan. Untuk ternak ruminansia
besar (sapi) 2 gram untuk setiap berat badan dan 3,8 gram untuk kerbau. Pemberian

156
Vol. 15 No. 2 Tahun 2007 Kecernaan, Retensi Nitrogen

pakan pemacu sangat cocok bagi ternak ruminansia yang digembalakan dan diberi sisa
tanaman pangan seperti jerami atau bahan pakan berkadar protein rendah.

e) Pakan PenguatPakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah
sejenis pakan komplet yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan
sebagai penguat. Mudah dicerna, karena terbuat dari campuran beberapa bahan pakan
sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan
mineral). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pakan penguat:
1. Ketersediaan Harga Satuan Bahan Pakan
Beberapa bahan pakan mudah diperoleh di suatu daerah, dengan harga bervariasi,
sedang di beberapa daerah lain sulit didapat. Harga perunit bahan pakan sangat berbeda
antara satu daerah dan daerah lain, sehingga keseragaman harga per unit nutrisi (bukan
harga per unit berat) perlu dihitung terlebih dahulu.
2. Standar kualitas Pakan Penguat
Kualitas pakan penguat dinyatakan dengan nilai nutrisi yang dikandungnya terutama
kandungan energi dan potein. Sebagai pedoman, setiap Kg pakan penguat harus
mengandung minimal 2500 Kcal energi dan 17% protein, serat kasar 12%.
3. Metode dan Teknik Pembuatan
Metode formulasi untuk pakan penguat adalah metode simultan, metode segiempat
bertingkat, metode aljabar, metode konstan kontrol, metode ekuasi atau metode grafik.
4. Prosedur Memformulasi
- Buat daftar bahan pakan yang akan digunakan, kandungan nutrisinya (energi, potein),
harga per unit berat, harga per unit energi dan harga per unit protein.
- Tentukan standar kualitas nutrisi pakan penguat yang akan dibuat.
- Memformulasi, dilakukan pada form formulasi.
- Tentukan sebanyak 2% (pada kolom %) bahan pakan sebagai sumber vitamin dan
mineral.
- Tentukan sebanyak 30% bahan pakan yang mempunyai kandungan energi lebih tinggi
daripada kandungan energi pakan penguat, tetapi harga per unit energinya yang paling
murah (dapat digunakan lebih dari 1 macam bahan pakan).
- Tentukan sebanyak 18% bahan pakan yang mempunyai kandungan protein lebih tinggi
daripada kandungan protein pakan penguat, tetapi harga per unit proteinnya paling
murah.
- Jumlahkan (% bahan, Kcal energi, % protein dan harganya), maka 50% formula sudah
diperoleh.
- Lakukan pengecekan kualitas dengan membandingkan kualitas nutrisi %0% formula
dengan kualitas nutrisi 50% pakan penguat.
http://rumpunilmu.blogspot.com/2009/04/manfaat-dan-fungsi-pakan-bagi-ternak.html

Ransum adalah jumlah total bahan makanan yang diberikan pada ternak selama 24 jam.
Sedangkan yang dimaksud dengan bahan pakan adalah komponen ransum yang dapat
memberikan manfaat bagi ternak yang mengkonsumsinya
Ransum merupakan factor yang sangat penting di dalam suatu usaha peternakan, karena
ransum berpengaruh  langsung terhadap produksi ternak. Perubahan ransum baik secara
kualitas maupun kuantitas maupun perubahan pada komponennya akan dapat menyebabkan

157
Susanti, Jurnal PROTEIN

penurunan produksi yang cukup serius. Sehingga untuk mengembalikan produksi seperti
semula sebelum perubahan ransum cukup sulit dicapai dan akan memakan waktu cukup lama.
Bahan pakan dikelompokkan dalam 8 kelas berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya.
Klasifikasi ini penting berkaitan dengan formulasi ransum, yaitu sbb:
1. Hijauan kering dan jerami (Dry forages dan Roughages). Semua jenis hijauan dan
jerami yang dipotong dan dikeringkan, kelas ini mengandung serat kasar lebih dari 10
% atau  kandungan dinding sel lebih dari 35 %
2. Hijauan yang diberikan segar (pasture). Kelompok ini adalah semua jenis hijauan
yang diberikan dalam bentuk segar baik dipotong maupun tidak.
3. Silase. Kelompok ini terbatas hanya pada silase hijauan (rumput, legume dsb) tidak
termasuk silase ikan, biji-bijian,akar2an,umbi
4. Sumber Energi. Bahan pakan yang mengandung protein kasar kurang dari 20 % dan
serat kasar kurang dari 18 % atau kandungan dinding selnya kurang dari 35 %. Contoh
: biji-bijian, akar atau umbi-umbian.
5. Sumber protein. Terdiri dari bahan yang mengandung protein kasar lebih dari 20 %,
bahan ini dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan
6. Sumber mineral
7. Sumber Vitamin
8. Additives. Misalnya; antibiotik, bahan pewarna, pengharum dan obat-obatan.
Pemberian ransum untuk sapi  terdiri dari dua jenis yaitu : hijauan (pakan serat) dan
konsentrat. Air untuk minum sapi diberikan secara ad-libitum dan harus tersedia setiap saat.
 Hijauan (pakan serat).Dapat berasal dari ; rumput, hay,silase limbah pertanian
(jerami padi, jerami jagung) dan tanaman lain. Hijauan merupakan makanan pokok
untuk ternak ruminansia (sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing dan domba), yang
akan dicerna di dalam rumen melalui proses fermentasi dengan bantuan
mikroorganisme (bakteri dan protozoa).
 Konsentrat. Merupakan campuran dari beberapa bahan makanan dan berfungsi
sebagai makanan penguat sumber protein. Umumnya terdiri dari biji-bijian (jagung,
bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak, onggok, gaplek bungkil-bungkil lainnya) dan
Molases.
http://duniasapi.com/edufarming/952-ransum-dan-bahan-pakan-ternak-sapi.html

158

You might also like